ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA DI KOTAMADYA JAKARTA PUSAT YUKI MAHARDHITO ADHITYA WARDHANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA DI KOTAMADYA JAKARTA PUSAT YUKI MAHARDHITO ADHITYA WARDHANA"

Transkripsi

1 ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA DI KOTAMADYA JAKARTA PUSAT YUKI MAHARDHITO ADHITYA WARDHANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRACT YUKI MAHARDHITO ADHITYA WARDHANA, Estimation Of Urban Forest Area Need in Central Jakarta. Under supervision ANDRY INDRAWAN and I NENGAH SURATI JAYA. This paper describes the estimation of urban forest in Central Jakarta using both oxygen and carbon dioxide approaches. The rapid population and economical growth in Jakarta had cause the increase of the spatial need required for offices, business center, mall, residential and public areas. This trend had limited the existence of green open space. The problems related to population and economical growth are also occurred in Central Jakarta, since Central Jakarta is becoming the center of activities in the province of DKI Jakarta. The need of urban forest area in Central Jakarta continues to grow every year along with the increasing needs of oxygen and carbon dioxide produced. The major component that needs oxygen and produce carbon dioxide in Central Jakarta is vehicle. The study found that subdistrict which requires the largest urban forest area based on both the oxygen and carbon dioxide approaches is Kemayoran subdistrict. The study also shows that estimation of the needs of urban forest area from 2008 to 2020 are substiantally wider than the extent of Central Jakarta District. For the current condition, the required urban forest from 2008 to 2020 approximantely 1,07 2,1 time of the extent of Central Jakarta area. The study recommend that the balance between the need of urban forest and vehicles could be achieved by reducing the number of current vehicle of approximately 51,52 %.

3 RINGKASAN YUKI MAHARDHITO ADHITYA WARDHANA, Estimasi Kebutuhan Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Pusat. Dibimbing oleh ANDRY INDRAWAN dan I NENGAH SURATI JAYA. Ibukota negara merupakan suatu simbol dan pintu gerbang suatu negara. Apabila suatu ibukota negara memiliki segala infrastruktur yang lengkap dan tertata rapi maka citra negara tersebut akan baik dan begitu juga sebaliknya. Pembangunan infrastruktur yang terus berlangsung menghadapi suatu masalah yang cukup besar yaitu keterbatasan ruang pembangunan. Keterbatasan ruang tersebut tidak menjadi halangan untuk melaksanakan pembangunan, segala cara terus diupayakan agar pembangunan dapat terus berlangsung, salah satunya adalah mengorbankan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau mempunyai dua peran yang sangat besar yaitu penghasil oksigen bagi mahluk hidup dan menyerap, karbondioksida yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Kotamadya Jakarta Pusat merupakan kawasan sentral di Propinsi DKI Jakarta baik di bidang pemerintahan, perekonomian, pendidikan dan kebudayaan. Salah satu pusat pemerintahan yang terletak di Kotamadya Jakarta Pusat adalah istana kepresidenan yang terletak di Jalan Medan Merdeka, Kotamadya Jakarta Pusat. Suatu kota yang sehat sudah seharusnya memiliki kualitas lingkungan yang sehat. Oleh sebab itu, untuk menciptakan kenyaman bagi para penduduknya maka pembangunan ruang terbuka hijau menjadi sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang khusus dalam perencanaan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut penulis melakukan penelitian yang berjudul estimasi kebutuhan luas hutan di Kotamadya Jakarta Pusat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengestimasi kebutuhan luas hutan kota dengan pendekatan kebutuhan Oksigen dan kemampuan menyerap Karbondioksida. Oksigen merupakan suatu unsur kimia yang sangat dibutuhkan dalam segala aktifitas kehidupan, terutama di daerah perkotaan. Konsumen yang paling banyak membutuhkan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat adalah manusia dan kendaraan bermotor. Manusia membutuhkan oksigen untuk metabolisme

4 tubuhnya, sedang kendaraan bermotor membutuhkan oksigen untuk pembakaran bahan bakarnya. Setiap orang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,864 Kg/hari (Smith et al,1981). Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat jumlahnya terus menurun setiap tahunnya, hal ini disebabkan karena oksigen yang dibutuhkan penduduk berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang terus menurun. Jumlah oksigen yang dibutuhkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat pada tahun 2008 adalah sebesar ,22 Kg dan menurun pada tahun 2020 menjadi ,44 Kg. Kecamatan yang membutuhkan oksigen terbesar adalah kecamatan Kemayoran, sedangkan kecamatan yang membutuhkan oksigen terkecil dari penduduk adalah kecamatan Cempaka Putih. Jumlah oksigen yang dibutuhkan setiap jenis kendaraan adalah berbeda beda setiap jenisnya tergantung pada jenis dan lama penggunaan. Jumlah kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari tahun ke tahun. Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 luas hutan kota yang diperlukan seluas Ha dan meningkat pada tahun 2020 seluas Ha. Kecamatan yang membutuhkan luas hutan kota terbanyak yaitu kecamatan Kemayoran, sedangan kecamatan yang membutuhkan luas hutan kota terkecil adalah Kecamatan Cempaka Putih. Seluruh tumbuhan hijau membutuhkan karbondioksida dalam proses fotosintesis. Karbondioksida dapat mengakibatkan efek rumah kaca dan pemanasan global (global warming) apabila konsentrasinya diudara meningkat melebihi ambang batas. Sama seperti penghitungan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen, perhitungan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan karbondioksida juga menggunakan parameter jumlah penduduk dan kendaraan. Setiap manusia menghasilkan karbondioksida dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,96 Kg/hari (Grey and Denake,1978). Jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Estimasi karbondioksida yang dihasilkan cenderung mengalami

5 penurunan dari tahun ke tahun, hal ini sesuai dengan jumlah penduduk yang terus menurun dari waktu ke waktu. Jumlah karbondioksida yang dihasilhan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat adalah ,36 Kg pada tahun 2008 dan menurun menjadi ,38 Kg pada tahun Jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk terbesar adalah di Kecamatan Kemayoran, sedangkan kecamatan yang menghasilkan karbondioksida terkecil adalah Kecamatan Menteng. Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat diketahui dengan mengetahui jumlah, data lama rata-rata penggunaan setiap jenis kendaraan dan jenis kendaraan bermotor. Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan berbanding lurus dengan jumlah kendaraan yang ada disuatu kecamatan. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2008 jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebanyak ,56 Kg dan meningkat menjadi ,43 Kg pada tahun Kecamatan yang membutuhkan karbondioksida terbesar adalah kecamatan Kemayoran dan yang terkecil adalah kecamatan Cempaka Putih. Berdasarkan hasil perhitungan estimasi luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida, luas hutan kota yang dibutuhkan bertambah setiap tahunnya terus meningkat dan melebihi luas administratif wilayah Kecamatan maupun Kotamadya Jakarta Pusat. Luas hutan kota yang diperlukan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah seluas 5.144,49 Ha pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 8.521,72 Ha pada tahun Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat dengan menggunakan pendekatan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap Karbondiokda sudah melebihi wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat. Agar kebutuhan luas hutan kota terpenuhi, maka dapat menggunakan solusi sebagai berikut seperti pembatasan jumlah kendaraan, pemanfaatan areal kosong untuk ruang terbuka hijau, gerakan wajib menanam, pembangunan roof garden, pembangunan jalur hijau, penyebaran wilayah perkantoran dan konsistensi terhadap peraturan yang ada.

6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Di Kotamadya Jakarta Pusat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Yuki Mahardhito Adhitya Wardhana

7 @ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA DI KOTAMADYA JAKARTA PUSAT YUKI MAHARDHITO ADHITYA WARDHANA Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

9 Judul Penelitian : Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Di Kotamadya Jakarta Pusat Nama : Yuki Mahardhito Adhitya Wardhana NRP : P Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program : Magister (S2) Menyetujui : Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS Ketua Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya,M.Agr Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN.... xvi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumasan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan dan Manfaat Penelitian 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Kota Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Lingkungan Pencemaran Lingkungan Hidup Perkotaan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota Bentuk dan Tipe Hutan Kota Peranan Hutan Kota Kriteria Hutan Kota Pengembangan Hutan Kota Analisis Spasial III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Iklim Sosial Ekonomi dan Budaya Ketenagakerjaan Pendidikan Agama... 24

11 3.4. Kebijakan Transportasi di Propinsi DKI Jakarta Kondisi dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat Sarana Jalan IV. METODOLOGI PENELITIAN Konsep Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Data dan Alat yang Digunakan Penentuan Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Penentuan Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Analisis Spasial Kebutuhan Luas Hutan Kota Program Pemerintah Tentang Hutan Kota V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Pusat Klasifikasi Penutupan Lahan di Kotamadya Jakarta Pusat Berdasarkan Citra Ikonos Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Pusat Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Pusat Vegetasi yang Terdapat Pada Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kebutuhan Oksigen Penduduk Kebutuhan Oksigen Kendaraan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk Karbondioksida yang Dihasilkan Kendaraaan Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Pengembangan Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Pusat... 77

12 VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 90

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Kriteria dan bentuk hutan kota Jumlah kepadatan penduduk menurut jenis kelamin tahun Pengelola hutan kota menurut kecamatan Sebaran ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Pusat Luas dan lebar jalan di Kotamadya Jakarta Pusat Hasil interpretasi klasifikasi citra ikonos Rencana sebaran ruang terbuka hijau fasilitas umum dan pemakaman di Kotamadya Jakarta Pusat Rencana sebaran ruang terbuka hijau fungsi pengaman di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah penduduk Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2008,2010,2015 dan Estimasi jumlah penduduk aktif di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah penduduk setiap hari di Kotamadya Jakarta Pusat Kebutuhan Oksigen Penduduk pada tahun 2008,2010,2015 dan 2020 di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah kendaraan yang terdapat di Kotamadya Jakarta Pusat setiap hari pada tahun 2008, 2010, 2015 dan Estimasi oksigen yang dibutuhkan oleh Kendaraan Bermotor Jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi luas hutan kota pada tahun 2008,2010,2015 dan Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan di Kotamadya Jakarta 69 Pusat Estimasi luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan Kotamadya Jakarta Pusat... 77

14 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat Tujuan pembangunan kota dan komponen komponen kota Peta administrasi lokasi penelitian kotamadya jakarta pusat Diagram alir metodologi penelitian estimasi kebutuhan luas hutan di Kotamadya Jakarta Pusat Diagram alir analisa spasial estimasi kebutuhan luas hutan kota Citra ikonos tahun Kelas Penutupan Lahan di Kotamadya Jakarta Pusat Peta arahan rencana pemanfaatan ruang Kotamadya Jakarta Pusat Grafik estimasi jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat Grafik estimasi jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan bermotor di Kotamadya Jakarta Pusat Grafik estimasi kontribusi setiap parameter yang membutuhkan oksigen Grafik estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Grafik estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen Grafik estimasi karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan... 68

15 19. Grafik estimasi kontribusi setiap parameter yang menghasilkan karbondioksida Grafik estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat tahun Grafik perbandingan estimasi kebutuhan luas hutan kota Pemanfatan jembatan penyebrangan sebagai RTH Desain roof garden di suatu kawasan perkotaaan Grafik ilustrasi skenario solusi... 82

16 DAFTAR LAMPIRAN No. 1. Jenis vegetasi yang ada di hutan kota Kotamadya Jakarta Pusat 2. Tanaman yang akan dikembangkan pada hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat 3. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk 4. Jumlah kendaraan, laju pertumbuhan kendaraan dan estimasi jumlah kendaraan setiap jenis dan oksigen yang dibutuhkan setiap jenis kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat 5. Jawaban hasil wawancara dengan responden 6. Jumlah kendaraan keluar dan masuk (trafic count) Kotamadya Jakarta Pusat 7. Karbondioksida yang dihasilkan setiap jenis kendaraan 8. Lokasi penelitian 9. Letak ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Pusat

17 PRAKATA Alhamdulilah, Puji syukur tak henti hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan kasih sayangnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan studi dan tesis, penulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada para pihak tersebut, yaitu : 1. Kedua orang tua penulis Drs. Rinto Partomo dan Dede Sadiah Hani, serta kakak dan adik adikku Eko, Rio, Rini, Dio, Ayu dan Avi. Karya sederhana ini ku persembahkan untuk kalian semua; 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. Terima kasih atas bimbingan dan pembelajaran yang telah diberikan selama penulis melakukan penyusunan tesis; 3. Bapak Dr. Ir. Imam Santoso, MS selaku penguji luar komisi pembimbing; 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan; 5. Ibu Dr. Ir. Etty Riani Harsono, MS selaku Sekertaris Eksekutif Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan; 6. Mba Ririn, Mba Suli dan Mba Herlin selaku staff administrasi yang banyak membantu penulis selama melaksanakan studi; 7. Rekan rekan mahasiswa PSL kelas khusus; 8. Dita Puspa Sari, atas pengertiannya selama penulis melaksanakan studi; 9. Pihak- pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis berharap, tesis ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan tata ruang dan hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat.

18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi, pada tanggal 20 Februari 1982 sebagai anak ke tiga dari lima bersaudara pasangan Drs. Rinto Partomo dan Dede Sadiah Hani. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi SMU di SMUN 55 dan melanjutkan studi S1 ke Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Studi S1 tersebut diselesaikan oleh penulis pada tahun Tahun 2007 penulis melanjutkan studi S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bekerja sebagai Forestry, Marine and Enviroment Specialist pada BUMN PT Sucofindo (Persero).

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ibukota negara merupakan suatu simbol dan pintu gerbang suatu negara. Apabila suatu ibukota negara memiliki segala infrastruktur yang lengkap dan tertata rapi maka citra negara tersebut akan baik dan begitu juga sebaliknya. Propinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia memiliki infrastruktur pendukung yang lengkap seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, rumah sakit, perumahan, industri. Infrastruktur tersebut dibangun selain karena sebagai ibukota negara Republik Indonesia karena Propinsi DKI Jakarta merupakan pusat dari segala aktifitas pemerintahan, perekonomian, perdagangan dan pendidikan di Indonesia. Infrastruktur yang lebih maju dibandingkan dengan propinsi lain membuat Propinsi DKI Jakarta mempunyai daya tarik yang luar biasa untuk seluruh penduduk Indonesia. Berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas (2008) propinsi DKI Jakarta merupakan propinsi yang dianggap oleh responden paling baik untuk membangun karir, propinsi paling baik untuk bersekolah, propinsi paling baik untuk menghabiskan hari tua. Sebagai suatu propinsi yang menjadi tujuan banyak orang tidak saja membawa keuntungan bagi sebagian kalangan tetapi juga menimbulkan banyak masalah. Permasalahan yang timbul adalah keterbatasan lahan pembangunan, semakin berkurangnya ruang terbuka hijau, peningkatan jumlah penduduk, peningkatan jumlah kendaraan, kemacetan, pencemaran lingkungan, banjir dan lain lain. Pembangunan infrastruktur yang terus berlangsung menghadapi suatu masalah yang cukup besar yaitu keterbatasan ruang pembangunan. Keterbatasan ruang tersebut tidak menjadi halangan untuk melaksanakan pembangunan, segala cara terus diupayakan agar pembangunan dapat terus berlangsung, salah satunya adalah mengorbankan ruang terbuka hijau. Sejak tahun 1988 sampai tahun 2008, terdapat 44 bangunan berupa hotel, wisma, villa, perumahan mewah, pusat perbelanjaan, lapangan golf berdiri di area yang diperuntukan sebagai ruang terbuka hijau (Walhi,2008).

20 Berdasarkan master plan DKI Jakarta Tahun , ruang terbuka hijau ditargetkan 27, 6 persen atau lebih dari Ha. Sedangkan pada master plan DKI Jakarta kemudian mempersempit lagi menjadi 26,1 persen dan yang terburuk terjadi pada master plan tahun yang mengalokasikan peruntukan RTH menjadi 13,94 persen atau ha (Walhi,2008). Menurut UU No 6 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang merupakan pengganti UU No 24 Tahun 1992 setiap kota metropolitan harus memiliki ruang terbuka hijau minimal 30% dari luasan wilayah. Dengan demikian luas ruang terbuka hijau di Propinsi DKI Jakarta secara peraturan masih sangat kurang. Salah satu Kotamadya di Propinsi DKI Jakarta yang memiliki perbandingan antara areal terbangun dengan ruang terbuka hijau di propinsi DKI Jakarta terkecil adalah Kotamadya Jakarta Pusat. Berdasarkan penelitian Jaelani (2007) perbandingan ruang terbuka hijau dengan areal terbangun di Kotamadya Jakarta Pusat adalah 1352,60 Ha untuk luas ruang terbuka hijau dan 3485, 74 Ha untuk kawasan terbangun. Kotamadya Jakarta Pusat merupakan kawasan sentral di Propinsi DKI Jakarta baik di bidang pemerintahan, perekonomian, pendidikan dan kebudayaan. Salah satu pusat pemerintahan yang terletak di Kotamadya Jakarta Pusat adalah istana kepresidenan yang terletak di Jalan Medan Merdeka, Kotamadya Jakarta Pusat. Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan (Fandeli, 2004). Ruang terbuka hijau mempunyai dua peran yang sangat besar yaitu penghasil oksigen bagi mahluk hidup dan menyerap karbondioksida yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Oksigen banyak dibutuhkan oleh manusia,hewan, kendaraan dan industri. Tumbuhan melalui proses fotosintesis mampu mengubah zat karbondioksida dari udara dan air dari tanah menjadi karbohidrat dan oksigen. Oksigen tersebut yang digunakan oleh mahluk hidup dalam proses pernapasan (respirasi). Agar proses respirasi dan fotosintesis dapat berlangsung dengan baik, maka adanya keseimbangan antara produsen dan konsumen oksigen serta

21 karbondioksida mutlak diperlukan. Untuk itu diperlukan keberadaan pereduksi yang bersifat permanen yaitu vegetasi pohon, karena vegetasi pohon memiliki daur yang cukup panjang dan dapat memproduksi oksigen yang cukup banyak. Satu hektar lahan hijau dengan total luas permukaan 5 Ha akan membutuhkan 900 kg CO 2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam dan akan menghasilkan 600 kg O 2 (Bernatzky,1978). Salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang berbentuk vegetasi pohon adalah hutan kota. Menurut PP No 63 tahun 2002 definisi hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik didalam wilayah perkotaan baik didalam tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai hutan kota. Penerapan hutan kota dalam perencanaan tata kota merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien untuk mengatasi permasalahan kebutuhan oksigen dan penyerap karbondioksida. Oleh sebab itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan dan pengembangan hutan kota yang dapat mengoptimalisasi fungsi dari hutan kota yaitu penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida. Sehubungan dengan hal tersebut penulis melakukan penelitian yang berjudul estimasi kebutuhan luas hutan di Kotamadya Jakarta Pusat Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat terus bertambah dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang terus menerus membawa dampak pada pembangunan yang sedang berlangsung. Perkembangan pembangunan tidak terlepas dari kebutuhan lahan untuk pembangunan sehingga terjadi pembangunan yang tidak memperhatikan Rencana Tata Ruang Kota yang ada. Ruang terbuka hijau termasuk hutan kota yang sering kali tersingkirkan oleh kepentingan pembangunan dan ekonomi. Ruang terbuka hijau mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan yaitu sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida. Permasalahan antara pembangunan dengan keberadaan ruang terbuka hijau termasuk hutan kota merupakan suatu permasalahan yang kompleks, karena setiap mahluk hidup membutuhkan oksigen sedangkan pembangunan juga tetap diperlukan. Selain itu kendaraan yang

22 jumlahnya terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan. Hal tersebut tidak hanya menimbulkan masalah pencemaran udara tetapi juga kendaraan membutuhkan pula oksigen untuk pembakaran dan menghasilkan karbondioksida ke udara. Kotamadya Jakarta Pusat sebagai pusat aktifitas di Propinsi DKI Jakarta sudah seharusnya mempunyai kondisi lingkungan yang ideal sehingga diharapkan masyarakat yang ada dapat melakukan aktifitas secara maksimal. Penentuan luasan hutan kota dengan menggunakan pendekatan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida menjadi sangat penting untuk dilakukan sehingga diharapkan ruang terbuka hijau termasuk hutan kota dapat memberikan fungsinya secara maksimal di Kotamadya Jakarta Pusat. Perumusan masalah dalam penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat adalah apakah luasan hutan kota yang ada saat ini dan pada masa yang akan datang di Kotamadya Jakarta Pusat mampu memenuhi kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida Kerangka Pemikiran Kotamadya Jakarta Pusat sebagai Kotamadya yang diperuntukan sebagai wilayah perdagangan dan jasa di Propinsi DKI Jakarta tentunya tidak akan terlepas dari pembangunan fasilitas. Pembangunan fasilitas yang terus berlangsung membuat pembangunan tersebut menyalahi peraturan yang ada dan terjadi alih fungsi lahan. Salah satu alih fungsi lahan yang terjadi adalah hutan kota. Hutan kota mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan yaitu penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida. Berkurangnya hutan kota akan membuat dua fungsi penting tersebut berkurang, disisi lain kebutuhan akan fungsi hutan kota tersebut semakin meningkat. Oleh sebab itu perlu dilakukan perhitungan estimasi kebutuhan hutan kota yang diperlukan sehingga dapat menjadi masukan bagi para pengambil keputusan dalam pembangunan. Upaya pemenuhan hutan kota dapat dilakukan dengan optimalisasi ruang yang ada. Secara grafis kerangka pemikiran dilakukannya penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat disajikan pada Gambar 1.

23 Kotamadya Jakarta Pusat Pembangunan Jumlah Penduduk - Peningkatan Fasilitas Kota - Peningkatan Jumlah Kendaraan Alih Fungsi Lahan Hutan Kota Berkurang Penyerap Karbondioksida Penghasil Oksigen Berkurangnya penyerapan Karbondioksida dan Penghasil Oksigen Fungsi Hutan Kota Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Optimalisasi Pemanfaatan Ruang Gambar 1. Pemenuhan Kebutuhan Hutan Kota Kerangka pemikiran penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengestimasi kebutuhan luas hutan kota dengan pendekatan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida. Manfaat yang dapat diberikan oleh penelitian ini adalah memberikan landasan bagi pengembangan hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat

24 bagi para perencana dan pengambil keputusan dalam pembangunan kota pada masa kini dan masa yang akan datang.

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada kenyataannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi. Manusia dapat mencatat dan menganalisa dari berbagai perspektif seperti moral, sejarah manusia, hubungan timbal balik antara manusia dan habitatnya, pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan politik, dan berbagai kenyataan dari kehidupan manusia (Zoer aini,1997). Kota dipandang sebagai suatu kesatuan yang tertutup dan merupakan pusat aktifitas ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan serta mempunyai otoritas tertentu dalam suatu negara, terletak pada posisi geografis tetap dan merupakan pusat dari daerah sekitarnya. Kota dapat dipelajari melalui berbagai fungsinya yang terorganisir dalam skala waktu dan ruang tertentu dalam alam. Kota yang baik merupakan kesatuan organisasi yang diterapkan sesuai dengan keadaan teknologi dan cita-cita serta didasarkan pada masa lalu dan berorientasi kedepan. Kota pada akhirnya akan mati atau mundur apabila tidak merupakan suatu organisasi yang dapat berfungsi dan berkembang serta dapat menyediakan kebutuhan sumberdaya alam seperti air minum, listrik, sarana transportasi, sistem pembuangan sampah serta regenerasi kota bagi kesejahteraan penduduk kota (Soeriatmaja,1977). Menurut Zoer aini (2005) tujuan umum pembangunan kota adalah untuk pertahanan hidup manusia yang mempunyai dua aspek, yaitu tetap hidup dan mempertinggi nilai hidup.

26 Human Life : Survival Sustaining Entaching Populasi Flora dan Fauna Manusia/Penduduk Jumlah : Kelahiran, kematian, migrasi Hutan Kota Tujuan Kota Komponen - Komponen Fungsi Struktur Fisik Sumberdaya Energi : air, energi, materi dan manusia, Penyebaran Umur etnik, sosek, Religi Konfigurasi Densiti, Diferinsiasi, Konektiviti Kerja Pemukiman Rekreasi Transformasi Informasi Buatan alami penapisan/over utiliti sisa sisa penggunaan ruang Kota yang nyaman, sehat, indah dan seimbang Gambar 2. Tujuan pembangunan kota dan komponen-komponen kota (Zoer aini,2005)

27 2.2. Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Lingkungan Perkembangan kota tidak merata dengan laju pertambahan penduduk antara satu kota dengan kota lainnya. Perkembangan kota terutama dipengaruhi oleh sektor jasa perdagangan, pemerintahan dan lain sebagainya yang menimbulkan krisis pemukiman, air minum, kesehatan dan limbah karena berhubungan dengan pemusatan banyaknya manusia dalam kurun waktu yang relatif pendek dalam ruang yang terbatas (Anonimous, 1987). Selanjutnya dikatakan bahwa pesatnya perkembangan pemukiman wilayah kota beserta perkembangan kebudayaannya menambah beban daya dukung lingkungan yang relatif tetap yang sementara memang masih dapat diatasi dengan teknologi, namun akibat sampingan akan semakin berlipat ganda. Menurut Richardson (1977) dalam Affandi (1994), perkembangan kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, industry, pelayanan dan sebagainya menyebabkan homogennya perekonomian ruang. Dalam perekonomian daerah terdapat daerah yang penduduknya lebih padat, bagian dalam kegiatan industri lebih besar dan pandangannya lebih kosmopolitan daripada daerah-daerah lainnya. Didalam suatu daerah terjadi pemusatan penduduk dan industri, barang dan jasa, komukasi dan lalu lintas, juga kegiatan-kegiatan bisnis komersil. Terjadinya pemusatan kegiatan atau aglomerasi ini selain memberikan keuntungan ekonomi juga memberikan dampak negatif yaitu semakin meningkatnya jasa-jasa transportasi di daerah-daerah pusat kegiatan maka pencemaran semakin meningkat. Perkembangan kota yang semakin pesat ditandai dengan semain meningkatnya aktivitas manusia seperti pengolahan lahan, pemukiman, perindustrian dan sebagainya, menyebabkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan cenderung menurun. Menurunnya kualitas lingkungan merupakan perubahan lingkungan yang menyebabkan terganggunya kenyamanan penduduk perkotaan (Tarsoen,1991 dalam Affandi, 1994) Menurut Soemarwoto (1983) mutu lingkungan dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Semakin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut dan sebaliknya. Kebutuhan dasar hidup manusia dan

28 kebutuhan dasar untuk memilih hanya dapat terpenuhi jika kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup hayati sudah terpenuhi Pencemaran Lingkungan Hidup di Perkotaan Aktivitas kota telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan semakin majunya semua aspek pembangunan juga ikut menimbulkan berbagai implikasi, khususnya di kota-kota besar maka ekosistem juga akan berubah. Berbagai implikasi secara garis besar menyangkut pada industrialisasi, mobilitas manusia yang terus meningkat, diskonkurensi masalah kependudukan terhadap daya dukung yang semakin melebar. Implikasi ini mengakibatkan udara mengalami perubahan temperatur dan kelembapan sampai efek estitika dan pandangan di alam terbuka yang semakin suram (Zoer aini,2005) Menurut Salim (1986) fasilitas kota seperti aliran listrik, air minum, perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain lain serba terbatas dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pertambahan penduduk yang cepat. Pengaruh pembangunan kota terhadap lingkungan adalah lebih besar daripada pengaruh pembangunan desa. Pengaruh ini meliputi : (1) Perubahan keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia, (2) Perubahan lingkungan sosial masyarakat yang hidup dalam kota. Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkat radiasi bahan bahan fisika dan kimia serta jumlah organisme. Kondisi ini dapat mempengaruhi manusia secara langsung ataupun tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, bendabenda dan perilaku dalam apresiasi di alam bebas (Sastrawijaya,2000). Sedangkan menurut Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pencemaran Lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

29 Lingkungan dikatakan tercemar apabila ke dalam sistem tersebut dimasukkan bahan-bahan bersifat racun sehingga membahayakan mahluk hidup dalam sistem tersebut. Amsyari (1977) mengemukakan bahwa peristiwa pencemaran mempunyai beberapa komponen pokok untuk bisa disebut sebagai pencemaran yaitu lingkungan yang terkena adalah lingkungan hidup manusia, yang terkena adalah lingkungan hidup manusia. Bahan pencemar lingkungan dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu bahan pencemar fisika (physical pollutans), bahan pencemar kimiawi (chemical pollutans) dan bahan pencemar fisiologi (physiology pollutans). Ada 9 jenis zat pencemar udara yang paling utama, yaitu sulfur oksida (SO 2 ), ozon (O 3 ), senyawa fluor ethylene, oksigen, nitrogen, ammonia, chlorine, hydrogen clroida, partikel partikel dan herbisida (Grey dan Denake, 1978). Bentuk pencemaran yang terjadi di perkotaan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu pencemaran dalam bentuk padat, bentuk cair, bentuk gas dan kebisingan. Dalam kehidupan sehari-hari bentuk pencemaran tersebut lebih sering disebut sebagai pencemaran tanah, air, udara dan kebisingan. Pencemaran udara terjadi akibat meningkatnya jumlah pemakaian kendaraan bermotor serta asap yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang berada di daerah perkotaan. Sedangkan pencemaran air dan tanah disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia secara berlebihan serta pembuangan sampah yang tidak teratur (Sastrawijaya,2000) Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004). Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam

30 penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Didalam kota terdapat areal terbangun dan tidak terbangun. Area yang ada didalam kota yang merupakan areal tidak terbangun disebut sebagai areal tidak terbangun. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan ruang terbuka hijau memiliki fungsi yang serbaguna yaitu : 1. Perlindungan ekosistem dan penyangga kehidupan; 2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan,kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; 3. Sebagai sarana rekreasi; 4. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; 5. Sebagai sarana penelitian danpendidikan serta penyuiuhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran Iingkungan; 6. Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah; 7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; 8. Sebagai pengatur tata air Hutan Kota Hutan kota relatif baru dikenal tetapi pada dasarnya hutan kota sudah ada dalam kehidupan manusia sejak lama, baik bentuk maupun ilmu pendukungnya. Salanjutnya dikatakan bahwa hutan meliputi semua vegetasi berkayu di dalam lingkungan tempat-tempat penduduk mulai dari kampung yang kecil sampai perkotaan. Sedangkan Hutan Kota adalah lahan dalam kota yang terdiri atas komponen fisik dengan vegetasi berupa pohon dengan lingkungan yang spesifik (Grey dan Denake,1978). Beberapa ahli Society of American Foresters (SAF) tahun 1974 mendefenisikan hutan kota sebagai sebidang lahan sekurang-kurangnya seluas 0,4 ha untuk vegetasi pepohonan dengan kerapatan minimal 10% (jarak antar pohon

31 terjauh 10 m) dalam suatu komunitas yang utuh, di dalamnya terdiri dari flora dan fauna serta unsur abiotik lainnya (Zoer aini, 1997). Menurut PP RI Nomor 63 tahun 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang tumbuh pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (1987) adalah lapangan yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk kota dalam kegunaan proteksi, rekreasi dan kegunaan khusus. Hutan Kota merupakan suatu cara pendekatan dan penerapan salah satu atau beberapa fungsi hutan dalam kelompok vegetasi diperkotaan untuk mencapai tujuan proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya bagi kepentingan penduduk perkotaan. Oleh karena itu, hutan kota tidak hanya berarti hutan (menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan, UUPK No. 5 Tahun 1967) yaitu lapangan yang ditumbuhi pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup dengan alam lingkungannya dan mempunyai luas areal minimal 0,25 Ha berada di kota dapat tersusun dari komponen hutan dan kelompok vegetasi lainnya yang berada di kota seperti taman, jalur hijau serta kebun dan pekarangan (Fakuara, 1987) Pengertian Hutan Kota menurut Dahlan (2004) lebih menekankan pada sejarah pemukiman. Pemukiman kampung kemudian menjadi desa dan kota semula berasal dari lingkungan hutan. Ada dua pengertian dalam hal ini, yaitu (1) hutan kota dibangun pada suatu lokasi tertentu saja, hutan kota merupakan bagian dari kota yang dibangun untuk hutan kota. (2) Semua areal yang ada pada suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota, semua kawasan seperti pemukiman, perkantoran, industri dipandang sebagai enklave yang ada dalam suatu kota. Berdasarkan rumusan Workshop Hutan Kota Fakultas Kehutanan UGM Tahun 2001 dalam Fandeli et al. (2004) bahwa hutan kota tidak perlu kompak dan rapat tetapi dapat terbentuk dari seluruh tipe lahan di perkotaan yang kehadiran

32 kumpulan pepohonan dapat menciptakan iklim mikro sehingga bentuk dan tipenya bervariasi. Fandeli (2001) mendefenisikan hutan kota sebagai sebidang lahan didalam kota atau sekitar kota yang ditandai atas asosiasi jenis tanaman pohon yang kehadirannya mampu menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan diluarnya Bentuk dan Tipe Hutan Kota Hutan kota mempunyai fungsi yang efektif terhadap suhu, kelembapan, kebisingan dan debu sehingga keempat variabel ini dapat mencirikan kelompok hutan kota. Menurut Zoer aini (1994) bentuk hutan kota dapat dikelompokan menjadi tiga bentuk yaitu : 1. Bergerombol dan menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak berbenturan. 2. Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil-kecil. 3. Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai dan saluran. Fakuara (1987) menyatakan bahwa tipe-tipe hutan kota yang dikembangkan terdiri dari : 1. Hutan kota pemukiman, bentuknya antara lain : a. Taman bermain untuk anak-anak, tanaman yang ditanam didalamnya ialah dari kombinasi yang ketinggianya berbeda, disusun sedemian rupa untuk memenuhi keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatnya kenyamanan. b. Tanaman tepi jalan, dibuat untuk tujuan meredam suara, menguapkan air genangan, meningkatkan kenyamanan serta menahan silau sinar kendaraan di malam hari. Jenis pohon yang dipakai untuk tujuan ini ialah jenis pohon yang tidak terlalu tinggi, tajuknya rimbun serta tingkat transpirasinya tinggi, tajuknya rimbun serta tingkat transpirasinya tinggi.

33 c. Tanaman perkarangan, tanaman yang dipakai untuk perkarangan ialah paling sedikit untuk tujuan menghasilkan oksigen yang diperlukan untuk pernapasan manusia. Tujuan penamannya sangat bergantung kepada pemilik perkarangannya. d. Tanaman pelengkap gedung bertingkat. Karena terbatasnya lahan yang tersedia di perkotaan, maka pemukiman pada gedung bertingkat dilakukan oleh pengembang. Suasana pemukiman ini seperti ini sangat monoton dan kaku. Oleh karena itu pada setiap lantai dan pada lokasi tertentu dari lantai tersebut harus tersedia tanaman yang membawa ke arah alami serta kenyamanan. Jenis tanaman yang dapat dipakai untuk kepentingan ini ialah jenis tanaman yang berdaun rindang tetapi ringan serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga diharapkan produksi oksigennya tinggi. 2. Hutan kota kawasan industri, bentuk-bentuknya antara lain : a. Taman kawasan industri, dibuat dengan tujuan untuk istirahat para pekerja, sebagai tempat yang terlindungi secara alami dari kebisingan debu dan gas buangan industri. Untuk dapat meredam debu udara, maka dipilih tanaman yang dapat menggugurkan daun, mempunyai tajuk yang rimbun dan rapat serta berdaya tahan tinggi. Untuk menyerap gas, maka dipilih tanaman yang mempunyai stomata yang banyak, serta mempunyai ketahanan yang baik terhadap gas tertentu, mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat, dan tahan terhadap serangan angin. Jika digunakan untuk meredam kebisingan maka dipilih tanaman yang rimbun daunnya, sedangkan untuk penghasil oksigen ialah mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. b. Tanaman penyangga, pada umumnya kawasan industri merupakan kawasan yang tidak terlepas dari kawasan berpenduduk, baik dalam bentuk pemukiman, pertokoan, pertanian dan sebagainya. Tanaman penyangga ini dibuat berdasarkan perhitungan gerakan angin yang bisa bergerak disekitar kawasan. Oleh karena itu penanaman pohon ini harus memperhatikan tinggi gerakan angin serta jarak daerah yang perlu dilindungi.

34 3. Hutan kota rekreasi/wisata Hutan kota rekreasi mempunyai peranan sebagai tempat bermain anak anak, tempat istirahat, perlindungan dari gas dan debu, serta sebagai produsen oksigen. Lokasi dari hutan kota rekreasi ini diusahakan dapat memenuhi fungsi sebagai rekreasi jam artinya dapat didatangi dan dinikmati tidak lebih dari satu jam dari ujung daerah pemukiman dengan kendaraan bermotor. 4. Hutan kota konservasi Hutan konservasi mengandung arti untuk mencegah kerusakan, perlindungan dan pengawetan terhadap objek tertentu dari alam. Hutan kota konservasi tentunya juga bermaksud untuk mencegah kerusakan, melindungi dan melestarikan sumberdaya alam tertentu di perkotaan. 5. Hutan kota pusat komunitas sosial atau kegiatan Suatu kota juga mempunyai pusat-pusat komunitas sosial atau kegiatan seperti pusat pertokoan, gedung-gedung pertemuan, perkantoran dan lain-lain. Hutan kota yang berada diwilayah ini bertujuan untuk memberikan sentuhan estetika, sebagai pelindung, produsen oksigen dan lain-lain. Didalam pusat komunitas, hutan kota juga dapat dijadikan sebagai alat sosialisasi penduduk kota Peranan Hutan Kota Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk, namun aspek kelestariaannya, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang selanjutnya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota tersebut (Dahlan, 1992). Menurut Dahlan (1992), hutan kota mempunyai peranan sebagai berikut : (1) Identitas kota, (2) Pelestarian plasma nutfah, (3) Penahan dan penyaring partikel padat dari udara, (4) Penyerap dan penjerap partikel timbal, (5) Penyerap dan penjerap debu semen, (6) Peredam kebisingan, (7) Mengurangi bahaya hujan asam, (8) Penyerap karbonmonoksida, (9) Penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, (10) Penahan angin, (11) Penyerap dan penepis bau, (12) Mengatasi penggenangan, (13) Mengatasi intrusi air laut, (14) Produksi terbatas, (15) Ameliorasi iklim, (16) Pengelolaan sampah, (17) Pelestarian air tanah, (18) Penepis silau cahaya, (19) Meningkatkan keindahan, (20) Sebagai habitat burung,

35 (21) Mengurangi stres, (22) Mengamankan pantai terhadap abrasi, (23) Meningkatkan industri pariwisata dan (24) sebagai hobi dan pengisi waktu luang. Menurut Grey dan Denake (1978), bahwa dengan menerapkan konsep hutan kota akan memberikan 4 jenis manfaat, yaitu : 1. Perbaikan iklim Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim seperti radiasi matahari, temperatur udara, angin dan kelembapan. Dengan adanya hutan kota maka akan memberikan kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia seperti penyesuaian suhu lingkungan dan penurunan kecepatan angin. 2. Pemanfaatan bidang keteknikan Pemanfaatan bidang ketektnikan ini berupa perlindungan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), pengendelian terhadap erosi, pengendalian air buangan, meredam kebisingan, menyaring polusi udara, pengendalian sinar langsung dan pantulan serta pengendalian lalu lintas. 3. Pemanfaatan di bidang arsitektur Pengaturan struktur pohon-pohon hutan kota disekitar gedung atau bangunan akan memberikan hasil yang lebih baik, terutama apabila dipandang dari sudut seni dan keindahan. 4. Pemanfaatan di bidang estetika Keberadaan tanaman hutan kota dalam berbagai bentuk, struktur dan warna akan mempercantik dan memperindah wajah kota Kota identik dengan kepadatan penduduk, sehingga sering kali kondisi lingkungan hidupnya kurang terpelihara dengan baik yang berakibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di kawasan pemukiman kota perlu diterapkan prinsip-prinsip hutan kota dalam bentuk (Fakuara,1987) : 1. Membuat taman bermain untuk anak-anak. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman ini bervariasi dengan ketinggian yang berbeda, disusun sedemikian rupa untuk memenuhi keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatkan kenyamanan.

36 2. Membuat tepi jalan atau jalur hijau Tanaman ini bertujuan untuk meredam suaa, menyerap genangan air, meningkatkan kenyamanan serta menahan sinar silau pada malam hari. 3. Tanaman perkarangan Tanaman ini bertujuan untuk produksi oksigen, keindahan serta beberapa tujuan lain berdasarkan keinginan pemilikinya. 4. Tanaman pelengkap gedung bertingkat Tanaman ini bertujuan untuk produksi oksigen dan untuk memberikan kondisi yang alami dan nyaman Kriteria Hutan Kota Kriteria hutan kota terdiri dari sasaran dan fungsi penting, vegetasi, intensitas manajemen serta status. Berdasarkan kriteria tersebut, maka bentuk hutan kota dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) bentuk, yaitu taman kota, kebun/perkarangan, jalur hijau dan hutan. Secara terperinci kriteria untuk masing masing bentuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Kriteria Sasaran Fungsi yang penting Tabel 1. Kriteria dan bentuk hutan kota Taman Kota Kawasan industri, pemukiman dan pusat kegiatan Ameliorasi iklim, estetika, Produksi O 2, rekreasi dan peredam polusi Bentuk Kebun/Perkarang an Pemukiman, daerah subur Produksi O 2 dan atas tujuan ekonomi, ameliorasi iklim, estetika Vegetasi Tanaman hias Buah-buahan, tanaman hias, pohon lainnya Jalur Hijau Jalan dan kawasan konservasi Ameliorasi iklim, produksi 0 2, peredam kebisingan, peredam bau. Tumbuhan dari strata (Perdu, semak, pohon) semua Hutan Areal konservasi Hidrologis, ameliorasi iklim, produksi O 2, fungsi konservasi lain Pohon dengan tajuk lebar dan perakaran intensif Intensitas Tinggi Sedang Sedang Rendah manajemen Status Umum dan Perorangan Umum Umum

37 pemilikan Pengelola perorangan Dinas Pertamanan/Pero rangan Perorangan Dinas Pertamanan Dinas Kehutanan /Perorangan 2.9. Pengembangan Hutan Kota Berbagai kegiatan di perkotaan memberikan limbah dalam bentuk padat, cair, gas maupun debu yang mencemarkan udara menyebabkan kualitas lingkungan hidup di kota semakin lama semakin menurun. Pembangunan jalan dan pemukiman yang memberikan dampak penurunan kemampuan tanah untuk menyerap dan menampung air, transportasi yang memberikan gas karbondioksida, sulfurdioksida serta kebisingan suara. Untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup di kota dapat dilakukan dengan efisiensi dan efektif melalui pengembangan hutan kota. Hutan kota sebagai unsur ruang terbuka hijau merupakan sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Vegetasi dalam ekosistem berperan sebagai produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial. Energi tersebut sebagai sumber hara mineral dan perubah terbesar lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan (Zoer aini,1996) Tumbuhan mampu mengubah zat karbondioksida dari udara dan air, dari tanah menjadi karbohidrat dan oksigen dengan perantara klorofil dan bantuan sinar matahari. Proses ini dikenal dengan nama fotosistesis (Bernatzky,1978). Proses tersebut sering dinyatakan sebagai berikut : 6CO H 2 O C 6 H 12 O H 2 O + 6 O 2 Melalui persamaan proses fotosintesis tersebut, maka akan didapatkan rasio antara jumlah karbondioksida yang digunakan dengan oksigen yang dihasilkan pada proses tersebut. Menurut (Bernatzky,1978) satu hektar lahan dengan total luas permukaan 5 Ha akan membutuhkan 900 kg CO 2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam dan akan menghasilkan 600 kg O 2. Satu hal yang paling esensial dari proses fotosintesis selain pembentukan karbohidrat adalah pembentukan oksigen yang diperlukan dalam proses pernapasan (respirasi) semua mahluk hidup. Agar proses respirasi dan fotosintesis berjalan lancar, maka adanya keseimbangan antara produsen oksigen dan konsumen oksigen mutlak dibutuhkan. Bagi kota-kota besar dan daerah yang

38 padat penduduknya keseimbangan tersebut harus konstan, karena perubahan dalam waktu yang singkat atau perubahan sedikit saja adan dapat dirasakan akibatnya. Untuk itu diperlukan keberadaan pereduksi yang bersifat permanen. Pereduksi yang dipandang permanen adalah vegetasi pohon, mengingat pohon memiliki daur yang cukup panjang dan dapat memproduksi oksigen yang cukup banyak. Faktor lain yang dapat menunjang perlunya pengembangan hutan kota adalah adanya kecenderungan penduduk kota yang mendambakan suasana alami. Hal ini bisa ditunjukan dengan semakin banyaknya penduduk kota yang pergi ke luar kota untuk mencari kenyamanan dan keindahan alam terbuka baik di waktu libur maupun waktu senggang. Dalam pengembangan hutan penyediaan lahan untuk hutan kota merupakan faktor yang paling penting karena hutan kota diperuntukan untuk masyarakat luas, maka tentu saja penyediaan lahan tersebut menjadi kewajiban penduduk kota dan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka lahan hutan kota dapat dikategorikan dalam 2 kelompok berdasarkan status kepemilikannya (Fakuara,1987), yaitu : 1. Lahan hutan kota harus disediakan pada lokasi-lokasi atau tempat-tempat umum, seperti pusat komunitas (Pertokoan, pasar dan lain-lain), jalan raya serta tempat-tempat umum lainnya. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh pemerintah yang dapat berasal dari tanah negara maupun tanah milik; 2. Lahan hutan kota harus disediakan pada tempat-tempat perorangan, termasuk dalam kelompok ini pemukiman, industri dan tempat-tempat lainnya yang dibebani hak milik. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh masyarakat, baik secara individu maupun badan hukum seperti pengembang (developer), pengusaha dan lain-lain. Perencanaan tata ruang bertujuan untuk memanfaatkan ruang atau lahan secara optimal dan tidak merusak lingkungan. Agar kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang dengan sumber-sumber yang terdapat didalamnya dapat memberikan hasil yang optimal, maka perlu diatur ketetapan lokasi agar kegiatan

39 tersebut senantiasa saling menguntungkan dan sedikit mungkin menimbulkan dampak yang negatif melalui perencana tata ruang. Dengan penataan ruang diharapkan dapat terwujud kehidupan dan penghidupan yang nyaman, tertib, lancar, sehat dan efisien dalam lingkungan yang serasi dan daya dukung yang selaras, seimbang dan serasi. Oleh karena itu pembangunan dan pengembangan hutan kota harus berpedoman pada perencanaan tata ruang kota (Fakuara, 1987). Rencana penetapan lokasi hutan kota harus didasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Lokasi hutan kota tersebut harus dibangun pada tempat yang tepat dengan luas yang cukup, sehingga daya dukung wilayah dapat memenuhi kebutuhan terhadap hutan kota tersebut. Menurut Dahlan (1992) beberapa komponen pendukung yang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan hutan kota : 1. Tersedianya kebun pembibitan yang dapat menyediakan bibit secara masal; 2. Ilmu dan teknologi yang memadai; 3. Pelayanan jasa konsultasi untuk umum; 4. Dukungan dari penentu kebijakan; 5. Peraturan perundangan; 6. Dukungan Masyarakat; 7. Tenaga ahli Analisis Spasial Menurut Jaya (2002) Analisis Spasial, sering disebut juga sebagai pemodelan atau modelling merupakan proses pemodelan, pengujian, dan interpretasi hasil model. Analisis spasial ini merupakan proses ekstraksi atau membuat informasi mengenai feature geografi. Analisis spasial berguna untuk melakukan peramalan (prediksi), pendugaan (estimasi) dan penyelesaian masalah tertentu. Model mengandung dua pengertian, yaitu : 1. Abstarksi dari sesuatu kenyataan yang ada dipermukaan bumi. Model tersusun secara terstruktural sebagai suatu rangkaian aturan dan prosedur untuk mendapatkan informasi yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi

40 yang dapat dianalisis untuk memecahkan masalah dan untuk perencanaan. Letak perbedaan antara analisis dan modelling adalah sebagai berikut : a. Analisis adalah proses identifikasi permasalahan atau isu yang disajikan, pemodelan isu, investigasi hasil model dan membuat interpretasi hasil termasuk rekomendasi tentang isu yang akan dikemukan. b. Modelling adalah lebih terbatas pada lawas yang merupakan proses simulasi, prediksi dan deskripsi. 2. Representasi data realitas, contohnya model model data spasial, georasional, raster dan grid.

41 III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Secara geografis Kotamadya Jakarta Pusat terletak antara BT sampai dengan BT dan LS sampai dengan LS. Permukaan tanah Kotamadya Jakarta Pusat relatif datar dan terletak 4 (empat) meter dari permukaan laut. Secara adminstrasi luas wilayah Kotamadya Jakarta Pusat adalah seluas Ha yang terbagi kedalam 8 kecamatan, 44 kelurahan, 393 rukun warga dan rukun tetangga. Kedelapan kecamatan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat adalah Tanah Abang, Menteng, Senen, Johar Baru, Cempaka Putih, Kemayoran, Sawah Besar dan Gambir. Kotamadya Jakarta Pusat secara administrasi dibatasi oleh : Batas utara : Jakarta Utara dan Barat (Jalan Duri Raya, Jalan K.H Zainal Arifin, Jalan Sukardjo Wiryopranoto, Jalan Raya Mangga Dua, Jalan Rajawali Selatan 12, Jalan Eks Pelud Kemayoran, Jalan Sunter Kemayoran) Batas Timur : Jakarta Timur (Jalan Jenderal Akhmad Yani) Batas Selatan : Jakarta Selatan dan Timur (Jalan Pramuka, Jalan Matraman, Kali Ciliwung, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Hang Lekir) Batas Barat : Jakarta Barat dan Selatan (Kali Grogol, Jalan Palmerah, Jalan Palmerah Utara, Jalan Aipda KS Tubun dan Jalan Jembatan Tinggi) Tata guna lahan di Kotamadya Jakarta Pusat cukup rumit dan sering menimbulkan dampak yang serius, terutama dalam pengalihan lahan (perubahan peruntukan) pemukiman menjadi lahan non pemukiman. Hal ini dikarenakan lahan yang diperuntukan untuk pemukiman semakin lama semakin sempit akibat dari perkembangan sarana infrastruktur seperti perluasan jalan, perkantoran, perkantoran, pertokoan, pusat bisnis dan lain sebagainnya. Berdasarkan kondisi terakhir, penggunaan lahan terbesar di Kotamadya Jakarta Pusat adalah perumahan sebesar 57,53 % dari luas wilayah administrasi.

42 3.2 Iklim Keadaan iklim Kotamadya Jakarta Pusat, sebagaimana umumnya keadaan iklim Propinsi DKI Jakarta adalah beriklim tropis dengan suhu tahunan rata rata sekitar 28 C dengan kelembaban 80 % - 90 %. Propinsi DKI Jakarta terletak di dekat garis khatulistiwa, arah angin dipengaruhi oleh angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April, sedangkan angina musim timur antara Mei sampai dengan Oktober. Suhu Kotamadya Jakarta Pusat dipengaruhi angin laut. Pada tahun 2006, rata-rata curah hujan 134,55 mm dengan rata-rata hari hujan 10,9 hari, sehingga rata-rata curah hujan hariannya sebesar 9,2 mm/hari. Suhu udara rata-rata adalah 28,5 C, dengan suhu minimal sebesar 25,3 C dan maksimal 32,8 C. 3.3 Sosial Ekonomi dan Budaya Ketenagakerjaan Jenis mata pencaharian penduduk Kotamadya Jakarta Pusat sangat bervariasi, mulai dari bidang industri, bangunan, perdagangan, restoran dan hotel, angkutan dan komunikasi serta keuangan dan jasa. Menurut Biro Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Pusat tahun 2007 angkatan kerja pencari kerja yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat mencapai orang Pendidikan Jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh seseorang merupakan faktor yang sangat menentukan seseorang dalam membuat suatu keputusan. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang diraih seseorang maka relatif semakin bijak dalam membuat keputusan dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kotamadya Jakarta Pusat jumlah penduduk yang tamat SD berjumlah 20,47 % dari jumlah penduduk yang ada, SMP sebesar 18,99 %, SLTA sebesar 38,77%, Diploma sebesar 4,79 % dan Sarjana sebesar 7,91 % Agama Agama yang secara resmi dianut oleh masyarakat Kotamadya Jakarta Pusat adalah Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Dari jiwa penduduk, penduduk yang memeluk agama islam berjumlah jiwa, protestan jiwa, katolik jiwa, Budha jiwa dan Hindu jiwa. Banyaknya sarana peribadatan yang terdapat di Kotamadya

43 Jakarta Pusat pada tahun 2007 untuk masjid sebanyak 429 buah, mushola sebanyak 543 buah, gereja sebanyak 103 buah, pura sebanyak 3 buah dan wihara sebanyak 30 buah. 3.4 Kebijakan Transportasi di Propinsi DKI Jakarta Sejarah transportasi kota Jakarta bermula dari sebuah pelabuhan yang bernama Sunda Kelapa. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dari kerajaan Pajajaran. Sebelumnya merupakan milik kerajaan Tarumanegara yang dipakai untuk transportasi barang-barang dagangan dengan pedagang-pedagang dari India dan Cina. Sejak dulu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang cukup strategis dan ramai. Maka tidak heran sejak dulu arus transportasi sudah sedemikian padat di pelabuhan ini. Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masamasa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Oleh karena itu dibangunlah pelabuhan baru di daerah tanjung priok sekitar 15 km kearah timur dari pelabuhan sunda kalapa. Untuk memperlancar arus barang maka dibangun juga jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia - Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya. Dari sejarah diatas bisa diambil kesimpulan bahwa sejak dulu kota Jakarta merupakan kota dengan arus perpindahan barang maupun orang yang cukup padat. Infrastruktur dasar perkotaannya pun merupakan infrastrukur transportasi seperti pelabuhan dan jalur kereta api. Perkembangan tranportasi kota Jakarta pun memasuki babak baru ketika daerah-daerah pemukiman muncul didaerah sekitar pelabuhan. Mulailah muncul jalan-jalan penghubung di daerah sekitar pelabuhan. Hingga zaman sebelum kemerdekaan, Jakarta sudah berubah menjadi sebuah kota yang modern yang saat itu bernama Batavia. Pada saat itu, tahun 1943 sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ada angkutan massal yang disebut Zidosha Sokyoku (ZS). Kebijakan mulai beralih kepada penggunaan kendaraan pribadi sejak tahun 1960 ketika presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem dari Jakarta

44 dengan alasan bahwa trem sudah tidak cocok lagi untuk kota sebesar Jakarta. Sayangnya ketika trem dihapus, sebelumnya tidak diimbangi dengan jumlah bus. Kemudian pada tahun 1970an terjadi peningkatan jumlah kendaraaan secara signifikan di Jakarta. Terjadilah revolusi transportasi yang melanda Jakarta. Masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki kendaraaan pribadi. Seakan-akan belum menjadi orang kaya jika belum mempunyai mobil pribadi. Ditunjang oleh sistem pengkreditan yang luar biasa mudah, membuat masyarakat berlombalomba memiliki mobil pribadi. Pemerintah seakan mendukung program pembelian kendaraan pribadi ini. Jalan-jalan utama diperlebar, jalur-jalur ditambah, dan kebijakan-kebijakan lain yang semakin memanjakan penggunaan mobil pribadi. Akumumulasi akibat dari kebijakan ini adalah keadaan Jakarta seperti sekarang. Dimana kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi menampung arus kendaraan yang melintas diatasnya smentra pertumbuhan pemilikan kendaraan tetap saja tinggi. Sebenarnya kebijakan transportasi Jakarta dalam satu dasawarsa terakhir sudah memasuki tahapan baru. Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta, penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan dibandingkan transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Hal ini bisa kita lihat pada kebijakan-kebijakan transportasi Jakarta dalam satu dasawarsa terakhir ini yang mulai menunjukkan trend untuk mengurangi jumlah kendaran pribadi dan memperbaiki sistem angkutan umum di kota Jakarta. Di masa Gubernur Surjadi Soedirdja, Kepala DLLAJ DKI Jakarta J. P. Sepang diperintahkan untuk memberlakukan Sistem Satu Arah (SSA) pada sejumlah ruas jalan. Langkah ini meniru sistem di Singapura. Pemda DKI Jakarta di masa itu juga membuat jalur khusus bagi bus kota dengan cat warna kuning, termasuk membangun sejumlah halte bus. Namun pada akhirnya, hal tersebut akhirnya juga diiringi dengan antrean kendaraan yang makin memanjang di jalanjalan raya dan bus kota yang tidak juga tertib dalam menaik-turunkan penumpang. Kemudian, Pemprov DKI Jakarta saat itu juga mempraktekkan sistem pengaturan lampu lalu-lintas kawasan (Area Traffic Control System-ATSC) pada 110 persimpangan. Tapi sistem adopsi Jerman itu tidak efektif untuk mengatasi

45 persoalan transportasi di Jakarta, kalah oleh hujan lebat yang turun dan berhasil mematikan lampu lalu lintas secara tiba-tiba. Terakhir, di akhir masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso, wajah Ibukota dihiasi dengan bus Trans Jakarta yang menjadi tulang punggung konsep sistem transportasi massal. Dengan 7 koridor efektif dan 329 armada bus, busway justru menjadi masalah baru. Beberapa catatan yang menyebabkan masalah dapat dengan mudah diidentifikasi, seperti pembangunan koridor di bahu jalan umum tanpa penambahan luas-panjang dan jaringan jalan, serta jumlah armada yang hanya mampu menyerap penumpang per hari (berbanding 8,96 juta penduduk) dengan tingkat kepadatan yang tinggi, apalagi dengan kebijakan Fauzi Bowo yang memperbolehkan kendaraan lain melintasi jalur busway. Busway yang diklaim sebagai sarana transportasi massal-cepat itupun semakin minim sanjungan. Terbukti, hasil riset tim Japan International Cooperation Agency (JICA) menyatakan bahwa perpindahan pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna busway hanya mencapai 14%. Di sisi lain, Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) menargetkan mampu menjual sekiar 420 ribu unit kendaraan setahunnya. Ini berarti masyarakat ibukota tidak memiliki apresiasi yang baik terhadap busway sebagai tawaran Pemda DKI Jakarta. 3.5 Kondisi dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat yang merupakan titik tengah dari Propinsi DKI Jakarta memiliki luas wilayah administrasi Ha dengan hutan kota seluas 395,09 Ha atau 8,19 % dari luas wilayah yang pengelolaannya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

46 Tabel 3. Pengelola hutan kota menurut kecamatan Kecamatan Pengelola Luas (Ha) Gambir Dinas Pertamanan DKI Jakarta 106,43 Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 2,93 Seksi Pertamanan Kecamatan 11,45 Swasta - Menteng Dinas Pertamanan DKI Jakarta 17,60 Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 4,16 Seksi Pertamanan Kecamatan 6,66 Swasta 1,49 Senen Dinas Pertamanan DKI Jakarta 1,80 Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 2,09 Seksi Pertamanan Kecamatan 6,66 Swasta 1,49 Tanah Abang Dinas Pertamanan DKI Jakarta 6,92 Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 1,50 Seksi Pertamanan Kecamatan 9,67 Swasta 100,30 Cempaka Putih Dinas Pertamanan DKI Jakarta - Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 8,40 Seksi Pertamanan Kecamatan 7,96 Swasta - Johar Baru Dinas Pertamanan DKI Jakarta - Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat - Seksi Pertamanan Kecamatan 5,17 Swasta - Kemayoran Dinas Pertamanan DKI Jakarta - Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 5,41 Seksi Pertamanan Kecamatan 10,41 Swasta 53,37 Sawah Besar Dinas Pertamanan DKI Jakarta 11,36 Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat 4,05 Seksi Pertamanan Kecamatan 5,35 Swasta 55,37 Total 395,09 Kotamadya Jakarta Pusat memiliki ruang terbuka hijau seluas 445,60 Ha, terdiri dari taman kota, taman rekreasi, taman, jalur tepian air dan jalur hijau jalan yang berjumlah 719 unit. Jenis ruang terbuka hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sebaran ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Pusat Jenis Ruang Terbuka Hijau Jumlah Luas (M 2 ) Taman kota Taman rekreasi Taman/Bangunan umum Jalur tepian air Jalur hijau jalan Total Sumber : Dinas Pertamanan Propinsi DKI Jakarta

47 3.6 Sarana Jalan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Panjang Jaringan jalan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas dan lebar jalan menurut jenis jalan di Kotamadya Jakarta Pusat Jenis Jalan Luas Jalan (M 2 ) Lebar Jalan (meter) Tol Negara , ,50 Propinsi , ,60 Kotamadya , ,87 Total , ,97 Sumber : Biro Pusat Statistik, 2007 Gambar 3. Peta administrasi lokasi penelitian Kotamadya Jakarta Pusat

48 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Konsep Metode Penelitian Hutan kota adalah sebuah areal yang ditumbuhi berbagai tegakan vegetasi yang merupakan suatu unit ekosistem yang berfungsi dan berstrukstur sebagai hutan dalam wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar besarnya kepada penduduk kota bagi kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan serta keguanaan khusus lainnya (Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam Jaelani, 2007). Hutan kota memiliki dua fungsi yang sangat penting yaitu menyerap karbondioksida dan penghasil oksigen. Karbondioksida dan oksigen merupakan unsur penting dalam proses fotosintesis. Perencanaan hutan kota sudah seharusnya didasarkan pada dua fungsi penting yaitu kemampuan menghasilkan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida. Pada penelitian estimasi kebutuhan luas hutan di Kotamadya Jakarta Pusat perhitungan kebutuhan hutan kota didasarkan pada kedua fungsi tersebut. Diagram alir metode penelitian estimasi kebutuhan luas hutan di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Gambar 4. Fungsi Hutan Kota Menyerap Karbondioksida Menghasilkan Oksigen Penduduk Kendaraan Bermotor Penduduk Kendaraan Bermotor Kebutuhan Hutan Kota Kondisi saat ini Hasil Penelitian Pemenuhan Kebutuhan Hutan Kota

49 Gambar 4. Diagram alir metodologi penelitian estimasi kebutuhan luas hutan di Kotamadya Jakarta Pusat 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat dilakukan di seluruh wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat. Tempat pengambilan data primer akan dilakukan pada jalan-jalan arteri primer yang merupakan pintu masuk dan keluar yang menuju wilayah Kotamadya Jakarta Pusat dan hutan kota serta ruang terbuka hijau yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat. Sedangkan tempat pengambilan data sekunder dilakukan di Suku Dinas Perhubungan Kotamadya Jakarta Pusat, Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan yaitu dimulai dari bulan Juni sampai dengan Desember tahun Metode Penelitian Data dan Alat yang Digunakan Jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung pada saat penelitian sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari data yang telah dipublikasikan atau data yang telah dilakukan peneltian terlebih dahulu Data Primer Data primer yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Jumlah kendaraan yang masuk dan keluar dari jalan arteri primer ; b. Hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pengelolaan hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat, seperti Suku Dinas Kebersihan Kotamadya Jakarta Pusat, Dinas Kehutanan dan Pertanian Kotamadya Jakarta Pusat, Suku Dinas Tata Ruang Kota serta Dinas Pertamanan dan Keindahan Kotamadya Jakarta Pusat Data Sekunder Data Sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kondisi Biofisik Kotamadya Jakarta Pusat b. Kondisi klimatologis c. Data administratif wilayah d. Peta Dasar Kotamadya Jakarta Pusat;

50 e. Data jumlah penduduk; f. Data jumlah kendaraan bermotor ; Hardware dan Software Hardware dan software yang digunakan dalam penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat adalah komputer, kamera, GPS dan alat tulis. Sedangkan software yang digunakan adalah Microsoft Windows XP, Microsoft Office dan Arc View Ver Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Oksigen merupakan suatu unsur kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Penghasil oksigen terbesar di bumi adalah tumbuhan. Agar manusia tetap dapat menghirup oksigen dengan baik, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menanam tumbuh-tumbuhan dan atau pepohonan dalam bentuk hutan kota. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan kebutuhan akan oksigen dapat menggunakan metode Gerakis yang telah di modifikasi dengan kondisi dan karakteristik Kotamadya Jakarta Pusat, dengan rumus sebagai berikut : L t = A t + B t (54)(0,9375) Keterangan : L t : Luas hutan kota pada tahun ke t A t : Jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t B t : Jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke t 54 : Konstanta yang menunjukan bahwa 1 m 2 luas lahan menghasilkan 54 gr berat kering tanaman per hari (konstanta ini merupakan hasil rata rata dari semua jenis tanaman baik berupa pohon, semak/belukar, perdu atau padang rumput) 0,9375 : Konstanta yang menunjukan bahwa 1 gr berat kering tanaman adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375 gr Penentuan Kebutuhan Oksigen oleh Manusia Dasar penghitungan kebutuhan oksigen oleh manusia menggunakan data sekunder. Setiap orang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,864 Kg/hari (Smith,1981). Rumus perhitungan oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk Kotamadya Jakarta Selatan adalah sebagai berikut :

51 Keterangan : K OP(t) = Kebutuhan oksigen penduduk pada tahun ke t J PT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t J Pu(t) = Jumlah penduduk ulang alik pada tahun ke t O Pt = Jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk terdaftar yaitu 0,864 Kg/hari O PU = Jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk ulang alik yaitu 0,363 Kg/hari, dengan asumsi penduduk ulang alik berada 10 jam berada di Kotamadya Jakarta Pusat Data jumlah penduduk diperoleh dari data sekunder hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta dan perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Rumus perhitungan jumlah penduduk untuk tahun-tahun yang akan datang adalah sebagai berikut : K OP(t) = (J PT(t). O Pt ) +(J PU(t). O PU ) P t = P O (1 + r) t Keterangan : P t : Jumlah penduduk pada akhir periode waktu ke t P 0 : Jumlah penduduk pada awal periode waktu ke t r : Rata rata prosentase pertambahan jumlah penduduk t : Selisih tahun Penentuan Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan Penentuan kebutuhan oksigen oleh kendaraan didasarkan pada hasil penelitian Wisesa (1988) dimana kebutuhan oksigen dibagi berdasarkan jenis kendaraannya yaitu kendaraan penumpang, kendaraan bus, kendaraan beban dan sepeda motor. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh masing masing jenis kendaraan tersebut adalah untuk jenis kendaraan penumpang oksigen yang dibutuhkan adalah 11,63 kg/jam, kendaraan bus 45,76 kg/jam, kendaraan beban 22,8 kg/jam, serta sepeda motor 0,58 kg/jam. Menurut Ditlantas Polda Metro Jaya kendaraan bermotor dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu kendaraan penumpang, kendaraan beban, kendaraan bis dan sepeda motor. Kendaraan penumpang adalah setiap jenis kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan tempat duduk untuk sebanyak-banyaknya delapan orang

52 tidak termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak dilengkapi bagasi. Kendaraan beban adalah setiap jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain dari mobil penumpang, bis dan sepeda motor. Kendaraan bis adalah setiap jenis kendaraan yang dilengkapi dengan tempat duduk lebih dari delapan orang. Sepeda motor adalah setiap jenis kendaraan bermotor beroda dua. Lama pemakaian kendaraan untuk setiap jenis kendaraan tersebut akan menggunakan angka rata-rata dari data jawaban responden pengguna setiap jenis kendaraan tersebut. Rumus perhitungan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan pada tahun ke-t adalah sebagai berikut : K OK(t) = (J P(t). K OP(t) ) + (J B(t). K OB(t) ) + (J BN(t). K OBN(t) ) + (J M(t). K OM(t) ) Keterangan : K OK(t) = Jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan J P(t) = Jumlah kendaraan penumpang pada tahun ke t (Unit) J B(t) = Jumlah kendaraan bus pada tahun ke t (Unit) J BN(t) = Jumlah kendaraan pengangkut beban pada tahun ke t (Unit) J M(t) = Jumlah kendaraan sepeda motor pada tahun ke t (Unit) K OP(t) = Kebutuhan oksigen kendaraan penumpang (Kg) K OB(t) = Kebutuhan oksigen kendaraan bis (Kg) K OBN(t) = Kebutuhan oksigen kendaraan beban (Kg) K OM(t) = Kebutuhan Oksigen kendaraan Motor (Kg) Jumlah oksigen yang dibutuhkan setiap jenis kendaraan adalah berbeda beda setiap jenisnya tergantung pada jenis dan lama penggunaan. Kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan penumpang sebesar 11,63 Kg/jam, kendaraan bis sebesar 45,76 Kg/jam, kendaraan beban sebesar 22,8 Kg/jam dan kendaraan motor sebesar 0,58 Kg/jam. Perhitungan kebutuhan oksigen setiap jenis kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah hasil perkalian antara jumlah kebutuhan oksigen tiap jenis dengan lama penggunaan setiap jenis kendaraan hasil dari jawaban responden. Jumlah kendaraan pada setiap jenis tersebut merupakan hasil perjumlahan jumlah kendaraan yang terdaftar di tambah dengan rata-rata jumlah kendaraan yang keluar dan masuk di wilayah tersebut. Perhitungan jumlah kendaraan yang keluar dan masuk menggunakan data perhitungan jumlah yang keluar dan masuk melalui jalan-jalan arteri yang menghubungkan setiap kotamadya dengan

53 Kotamadya Jakarta Pusat. Perhitungan jumlah kendaraan akan dilakukan selama tujuh hari berturut - turut dengan pembagian waktu berdasarkan tiga kategori yaitu kategori jam sibuk, kategori jam kerja dan kategori jam tidak sibuk. Pengambilan sample pada kategori jam sibuk adalah jam WIB dan jam WIB, kategori jam kerja WIB dan kategori tidak sibuk jam WIB. 1. Jalan Raya Tomang, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Barat dengan Kotamadya Jakarta Pusat 2. Jalan Raya Matraman, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Timur dengan Kotamadya Jakarta Pusat 3. Jalan Asia Afrika, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Selatan dengan Kotamadya Jakarta Pusat. 4. Jalan Letjen Supranoto, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Utara dengan Kotamadya Jakarta Pusat Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Penentuan kebutuhan luas hutan kota dilakukan dengan pendekatan jumlah karbondioksida merupakan hasil perjumlahan jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh aktifitas penduduk, kendaraan bermotor dan industri. Rumus perhitungan jumlah karbondioksida yang diserap adalah sebagai berikut : L = ( a i. v i ) + ( b i.w i ) K Keterangan : L = Luas hutan kota (ha) a i = Karbondioksida yang dihasilkan seorang manusia (kg/hari) b i = Karbondioksida yang dihasilkan per kendaraan bermotor (kg/hari) v i = Jumlah penduduk (jiwa) w i = Jumlah kendaraan bermotor (unit) K = Kemampuan tipe vegetasi dalam menyerap karbondioksida (kg/hari/ha) Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk Karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas seorang manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey and Denake,1978). Data jumlah penduduk diperoleh dari hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta dan

54 perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Data jumlah penduduk yang digunakan adalah sama dengan yang digunakan dalam perhitungan oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat. Berikut rumus perhitungan karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat Keterangan : K KP(t) = Karbondioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t J PT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t J Pu(t) = Jumlah penduduk ulang alik pada tahun ke t K Pt = Jumlah karbondioksida yang dihasilkan penduduk terdaftar yaitu 0,96 Kg/hari K PU = Jumlah karbondioksida yang dihasilkan penduduk ulang alik yaitu 0,40 Kg/hari, dengan asumsi penduduk ulang alik berada 10 jam berada di Kotamadya Jakarta Pusat Karbondioksida yang Dihasilkan Kendaraan Bermotor Kendaraan bermotor merupakan salah satu komponen yang paling banyak menghasilkan karbondioksida, oleh sebab itu karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor perlu mendapatkan perhatian yang serius. Berdasarkan hasil perhitungan hasil penelitian Wisesa (1988) dan Defra (2001) Banyaknya karbondioksida yang dihasilkan oleh tiap jenis kendaraan adalah 13,34 kg/jam untuk jenis kendaraan penumpang, 25,08 kg/jam untuk kendaraan beban, 44,27 kg/jam untuk jenis kendaraan bis dan 0,68 kg/jam untuk sepeda motor. Rumus perhitungan jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan adalah sebagai berikut K KP(t) = (J PT(t). K Pt ) +(J PU(t). K PU ) K KK(t) = (J P(t). K KP(t) ) + (J B(t). K KB(t) ) + (J BN(t). K KBN(t) ) + (J M(t). K KM(t) ) Keterangan : K KK(t) = Jumlah karbondioksida yang dihasilkan kendaraan pada tahun ke-t (Kg) J P(t) = Jumlah kendaraan penumpang pada tahun ke-t (Unit) J B(t) = Jumlah kendaraan bus pada tahun ke-t (Unit) J BN(t) = Jumlah kendaraan pengangkut beban pada tahun ke-t (Unit) J M(t) = Jumlah kendaraan sepeda motor pada tahun ke-t (Unit) K KP(t) = Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan penumpang (Kg) K KB(t) = Karbondioksida yang dihasilkan oleh Kendaraan bis (Kg)

55 K KBNN(t) = Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan beban (Kg) K KMt) = Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan motor (Kg) Analisis Spasial Kebutuhan Luas Hutan Kota Analisa spasial hutan kota dilakukan dengan membangun basis data. Pembangunan basis data menggunakan data sekunder berupa peta digital yang terdiri dari tujuh jenis tema yang meliputi : yaitu layer jumlah penduduk per kecamatan, layer jumlah kendaraan bermotor, layer jumlah hewan ternak, layer batas administrasi kecamatan, layer penutupan vegetasi, layer jalan dan layer sungai. Dalam penentuan permodelan spasial kebutuhan luasan hutan kota diperlukan beberapa data tabular berupa jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor dan data jumlah hewan ternak. Data-data tersebut diambil dari perhitungan luasan hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen. Selain itu diperlukan data spasial berupa administrasi kecamatan, peta tata guna lahan, peta sungai, peta jalan dan citra resoulusi sedang. Dari data tabular dan data spasial tersebut dibuat layer penduduk, layer kendaraan bermotor, layer hewan ternak. yang kemudian dianalisa spasial untuk menghitung kebutuhan masing-masing oksigen sehingga dapat dihitung kebutuhan oksigen total. Diagram alir analisa spasial estimasi kebutuhan luas hutan kota dapat dilihat pada Gambar 5.

56 Mulai Pengumpulan Data Data Tabular Jumlah penduduk Jumlah kendaraan bermotor Jumlah hewan ternak Data Spasial Peta Batas adm kecamatan Citra Layer Penduduk Kendaraan Hewan Ternak Klasifikasi Citra Hutan lebat Semak belukar Sawah Kebun campuran Analisis Spasial Hutan Kota Kebutuhan Oksigen Penduduk Kendaraan Hewan Overlay Analisis Menyerap Karbondioksida Penduduk Kendaraan Overlay Analisis Analisis spasial keterbatasan RTH Ketersedian RTH Hutan lebat Semak belukar Sawah Prediksi Neraca Kebutuhan Hutan Kota dan Ketersediaan RTH Selesai Gambar 5. Diagram alir analisa spasial estimasi kebutuhan luas hutan kota Program Pemerintah Tentang Hutan Kota Penilaian dan kajian mengenai program pemerintah terhadap hutan kota dilakukan dengan metode wawancara dan pengempulan data sekunder. Informasi yang ingin diperoleh dari hasil wawancara adalah rencana pengembangan wilayah, rencana pengembangan hutan kota, jenis vegetasi yang ada di hutan kota dan keadaan hutan kota. Wawancara dilakukan dengan beberapa instansi terkait yaitu Suku Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan dan Suku Dinas Tata Ruang. Selain metode wawancara, dilakukan

57 juga pengumpulan data sekunder berupa laporan kegiatan-kegiatan yang sedang maupun pernah berlangsung.

58 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Pusat Klasifikasi Penutupan Lahan Kotamadya Jakarta Pusat Berdasarkan Citra Ikonos Pengembangan hutan kota memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik agar fungsi dan peranan hutan kota itu sendiri dapat terwujud secara optimal. Informasi yang akurat, cepat dan efisien akan sangat membantu dalam perencanaan pembangunan hutan kota. Oleh karena itu, teknologi penginderaan jarak jauh merupakan sarana yang sangat tepat. Menurut Jaya (1997) penginderaan jauh mempu memberikan informasi secara lengkap, cepat dan relatif akurat serta cakupan wilayah yang sangat luas. Untuk mengetahui kondisi hutan kota yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat digunakan hasil analisa klasifikasi penutupan lahan Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan citra ikonos. Perhitungan klasifikasi penutupan lahan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah ruang terbuka hijau yang tersedia, areal terbangun, areal kosong, letak dan penyebaran setiap tipe penutupan lahan. Perhitungan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisa pengembangan hutan kota selanjutnya. Hasil interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder hasil penelitian Jaelani (2007). Hasil interpretasi citra ikonos digolongkan menjadi beberapa kelas penutupan lahan yaitu lahan bervegetasi (pohon, semak belukar, padang rumput dan sawah), tanah kosong, badan air, non vegetasi (pemukiman, bangunan dan jalan) dan non data (awan, bayangan dan awan). Gambar citra ikonos yang digunakan oleh Jaelani (2007) dapat dilihat pada Gambar 6 dan kelas penutupan lahan di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Gambar 7.

59 Gambar 6. Citra ikonos tahun 2003 (Jaelani, 2007)

60 Gambar 7. Beberapa kelas penutupan lahan di Kotamadya Jakarta Pusat (1) Pohon; (2) Semak belukar; (3) Padang rumput; (4) Tanah kosong; (5) Non vegetasi/bangunan

61 Hasil interpretasi citra ikonos berdasarkan kelas penutupan lahan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebagai berikut : 1. Lahan Bervegetasi Luas lahan bervegetasi di Kotamadya Jakarta Pusat seluas 1.085,97 Ha terdiri dari pohon seluas 826,85 ha (76,14 %), semak belukar 165,23 ha (15,22 %), padang rumput 90,39 ha (8,32 %) dan sawah 3,49 ha (0,32 %). Luas lahan yang terdapat pohon yang tersedia di Kotamadya Jakarta Pusat sebagian besar terdapat di Kecamatan Tanah Abang seluas 208,74 ha, Kecamatan Menteng seluas 156, 46 ha dan Kecamatan Gambir seluas 143,72 ha. 2. Lahan Kosong Luas lahan kosong yang terdapat di Kotamadya Jakarta Pusat yang tersedia relatif sangat kecil yaitu seluas 53,89 ha, sebagian besar lahan kosong yang tersedia terdapat di Kecamatan Tanah Abang yaitu seluas 19,17 ha. 3. Luas lahan tidak bervegetasi (pemukiman/bangunan, jalan, dan areal terbangun) Luas lahan terbangun di Kotamadya Jakarta Pusat yaitu seluas 3.485,73 ha atau sekitar 71,05 % dari luas wilayah administratif Kotamadya Jakarta Pusat. Kelas lahan tidak bervegetasi merupakan kelas lahan yang paling luas. Sebagian besar wilayah lahan tidak bervegetasi yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat adalah di Kecamatan Kemayoran seluas 585,16 ha, Kecamatan Tanah Abang seluas 572,15 ha dan Kecamatan Gambir seluas 528,24 ha. Data luas beberapa kelas penutupan lahan di Kotamadya Jakarta Pusat hasil klasifikasi citra satelit ikonos secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil interpretasi klasifikasi citra ikonos Luas Penutupan Lahan (ha) Kecamatan Tanah Non Pohon Semak Rumput Sawah Kosong Vegetasi Kecamatan Cempaka Putih 98,71 14,53 3,79 3,49 39,40 334,48 Kecamatan Gambir 143,72 9,60 9,79-44,34 528,24 Kecamatan Johar Baru 23,01 4, ,48 204,12 Kecamatan Kemayoran 70,04 26,01 5,64-26,35 585,16 Kecamatan Menteng 156,46 8,66 6,65-33,39 431,26 Kecamatan Sawah Besar 71,14 20,69 18,15-26,17 470,06 Kecamatan Senen 55,04 5,82 0,54-18,65 360,28 Kecamatan Tanah Abang 208,74 74,99 45,83-87,81 572,15 Total 826,85 165,23 90,39 3,49 280, ,73 Sumber : Jaelani, 2007

62 Menurut Dinas Pertamanan Propinsi DKI Jakarta, Kotamadya Jakarta Pusat memiliki ruang terbuka hijau seluas 445,60 Ha, terdiri dari taman kota, taman rekreasi, taman/bangunan umum, jalur tepian air dan jalur hijau jalan yang berjumlah 719 unit. Lokasi ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Lampiran Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Pusat Ruang terbuka hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu dan atau sarana kota atau lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Ruang terbuka hijau merupakan kawasan hijau lindung dan kawasan hijau binaan. Baik kawasan hijau lindung maupun kawasan hijau binaan tidak dapat dirubah fungsi dan peruntukannya (Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta, 2004). Berdasarkan RTRW Propinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 arahan luas pengembangan ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Pusat meliputi : 1. Mengembangkan jalur hijau di Kawasan Gambir, Tanah Abang dan Senayan, jalur hijau berbunga di sepanjang jalan, sungai dan kereta api serta hijau produktif di pekarangan; 2. Mempertahankan lahan pemakaman dan lapangan olah raga yang ada; 3. Meningkatkan ruang terbuka dan jalur hijau di daerah pemukiman padat seperti Kecamatan Tanah Abang, Cempaka Putih, Johar Baru, dan Kemayoran yang sekaligus berfungsi sebagai sarana sosialisasi warga; 4. Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan pemukiman serta pengadaan ruang terbuka hijau umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan, di beberapa kecamatan dan program pembangunan baru khusus di Bandar Baru Kemayoran; 5. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hias, pertanian dan perikanan yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau sementara pada lahan tidur; 6. Prosentase luas ruang terbuka hijau tahun 2010 di Kotamadya Jakarta Pusat ditargetkan 0,66 % dari luas Propinsi DKI Jakarta;

63 7. Mendorong penanaman pohon-pohon besar atau pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, pinggir sungai terutama pada lingkungan padat. Berdasarkan Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau Propinsi DKI Jakarta 2010, pemanfaatan ruang kawasan hijau binaan yang perlu mendapatkan perhatian disetiap kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebagai berikut : 1. Penghijauan dengan tanaman yang berbiji pada koridor habitat burung di Kemayoran, Lapangan Banteng, Monas, Sudirman-Thamrin dan Senayan; 2. Penghijauan jalur jalan, sungai dan kereta api dengan jenis tanaman berbunga sesuai dengan wilayahnya; 3. Penataan areal pemakaman dan penanaman pohon pelindung sebagai peneduh; 4. Melaksanakan refungsionalisasi taman pada 30 lokasi seluas ± 9 ha; 5. Pengadaan lahan untuk ruang terbuka hijau dikawasan pemukiman yang padat penduduk, terutama di Karang Anyer, Galur, Kebon Kosong, Petojo Selatan, Johar Baru, Duri Pulo, Tanah Tinggi dan Kampung Rawa; 6. Pengadaan ruang terbuka hijau untuk budidaya ikan hias; 7. Penanaman pohon pelindung mengikuti sempada sungai. Rencana penyebaran ruang terbuka hijau fasilitas umum Kotamadya Jakarta Pusat ditarget seluas 224,17 ha untuk pengembangan hutan kota/taman kota/taman lingkungan tahun 2010 dan 35,25 ha untuk lapangan olah raga. Pada tabel 7 disajikan secara rinci rencana sebaran ruang terbuka hijau fasilitas umum dan pemakaman : Tabel 7. Rencana sebaran ruang terbuka hijau fasilitas umum dan pemakaman di Kotamadya Jakarta Pusat No Kecamatan Ruang Terbuka Hijau Fasilitas Umum (ha) Pemakaman Hutan Lapangan Olah (ha) Kota/TamKot/Tamling Raga 1 Gambir 22,02 3,46 3,73 2 Sawah Besar 28,17 4,43 4,77 3 Kemayoran 49,00 7,71 8,30 4 Senen 25,62 4,03 4,34 5 Cempaka Putih 19,86 3,12 3,36 6 Menteng 20,16 3,17 3,41 7 Tanah Abang 31,60 4,97 5,35 8 Johar Baru 27,75 4,36 4,70 Total 224,17 35,25 37,95 Sumber : Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau Propinsi DKI Jakarta, 2004

64 Rencana sebaran ruang terbuka hijau fungsi pengaman dibuat berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2010 untuk setiap kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat. Ada dua jenis ruang terbuka hijau fungsi pengaman yang ditargetkan, yakni ruang terbuka hijau fungsi pengaman terhadap kebisingan dan keamanan laju kendaraan bermotor di tol dan media jalan seluas 120,03 ha dan fungsi pengaman sungai seluas 3,49 ha. Berikut rencana sebaran ruang terbuka hijau fungsi pengamanan di Kotamadya Jakarta Pusat : Tabel 8. Rencana Sebaran Ruang Terbuka Hijau Fungsi Pengaman di Kotamadya Jakarta Pusat Ruang Terbuka Hijau Fungsi Pengaman Kecamatan Tegangan Jalan Tol dan Tinggi Median Jalan Sungai Khusus Gambir - m.k.l m.k.l - Sawah Besar - m.k.l m.k.l - Kemayoran - m.k.l m.k.l - Senen - m.k.l m.k.l - Cempaka Putih - m.k.l m.k.l - Menteng - m.k.l m.k.l - Tanah Abang - m.k.l m.k.l - Johar Baru - m.k.l m.k.l - Total - 120,3 3,49 - Keterangan : m.k.l adalah menyesuaikan kondisi lapangan Sumber : RTRW DKI Jakarta 2010

65 Gambar 8. Peta rencana pemanfaatan ruang Kotamadya Jakarta Pusat

66 Kelas penggunaan lahan di Propinsi DKI Jakarta terbagi menjadi beberapa kelas peruntukan yaitu perumahan, perumahan kepadatan rendah, bangunan umum, bangunan dan perumahan, bangunan umum kepadatan rendah, industri dan pergudangan dan ruang terbuka hijau. Sedangkan kelas peruntukan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah kelas peruntukan lahan perumahan seluas 2,95 % dari luas Propinsi DKI Jakarta (1.951,69 Ha), bangunan umum seluas 1,98 % dari luas Propinsi DKI Jakarta (1.309,95 Ha), bangunan umum dan perumahan seluas 0,73 % dari luas Propinsi DKI Jakarta (482,96 Ha), bangunan umum kepadatan rendah seluas 0,18 % dari luas Propinsi DKI Jakarta (119,09 Ha) dan ruang terbuka hijau seluas 0,66 % dari luas Propinsi DKI Jakarta (436,65 Ha) Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Pusat Pengelolaan ruang terbuka hijau di Propinsi DKI Jakarta melibatkan beberapa instansi di tingkat propinsi yaitu Dinas Pertamanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Pemakaman, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Olah Raga dan Pemuda, Dinas Kebersihan, Dinas Peternakan dan perikanan. Dinas dinas tersebut bertanggung jawab dalam hal pengadaan fisik lahan dan pengelolaannya. Sedangkan pada tingkat Kotamadya pengeleloaan ruang terbuka hijau melibatkan suku dinas pada dinas terkait tersebut. Selain instansi tersebut Bappeda dan Dinas tata Kota berperan dalam hal pembuatan kebijakan dan penentuan target luasan ruang terbuka hijau. Secara umum ruang terbuka hijau di wilayah Propinsi DKI Jakarta yang merupakan aset pemerintah daerah dikelola oleh dua dinas instansi pemerintah propinsi yaitu Dinas Pertamanan dan Dinas Pertanian dan Kehutanan. Pengelolaan ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan SK Walikota Jakarta Pusat No 20 tahun 2000 tentang pedoman penghijauan di Kotamadya Jakarta Pusat, unit penanggung jawab kegiatan pengelolaan ruang terbuka hijau adalah Suku Dinas (Sudin) Kehutanan dan pertanian, Suku Dinas (Sudin) Pertamanan dan Keindahan Kota serta Suku Dinas (Sudin) Perternakan. Selain instansi tersebut pada wilayah kecamatan yang memiliki hutan kota dan atau taman kota dapat membuat suatu struktur pada level seksi yaitu seksi kehutanan dan pertanian yang dipimpin oleh kepala seksi kecamatan.

67 5.1.4 Vegetasi yang Terdapat Pada Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Pusat Jenis vegetasi yang terdapat di ruang terbuka hijau Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebanyak 23 (dua puluh tiga) jenis, yang terdiri dari pohon maupun tanaman hias. Berdasarkan hasil inventarisasi jenis-jenis tanaman yang ada di ruang terbuka hijau dan hutan kota dapat dilihat pada Lampiran 2. Menurut Dahlan (1992), untuk mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan, jenis tanaman yang dapat ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di kota tersebut. Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan adalah persyaratan edaphis, persyaratan metereologis dan persyaratan silvikultur. Program penghijauan di Kotamadya Jakarta Pusat dilakukan melalui tiga program penghijauan yaitu program hijau produktif, program hijau berbunga dan Program hijau berkicau (Bapeko,2005). Jenis tanaman yang akan dikembangkan di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Lampiran Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Oksigen merupakan suatu unsur kimia yang sangat dibutuhkan dalam segala aktifitas kehidupan, terutama di daerah perkotaan. Konsumen yang paling banyak membutuhkan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat adalah manusia dan kendaraan bermotor. Manusia membutuhkan oksigen untuk metabolisme tubuhnya, sedang kendaraan bermotor membutuhkan oksigen untuk pembakaran bahan bakarnya. Penentuan estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat hanya menggunakan dua parameter konsumen paling besar yang membutuhkan oksigen, yaitu manusia dan kendaraan bermotor. Dalam penelitian ini parameter industri dan hewan ternak tidak digunakan, karena berdasarkan RTRW Propinsi DKI Jakarta 2010 disebutkan bahwa visi dan misi pengembangan tata ruang Kotamadya Jakarta Pusat adalah meningkatkan Kotamadya Jakarta Pusat sebagai pusat pemerintahan, perkantoran,

68 perdagangan dan jasa, sehingga pada wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat tidak terdapat industri berskala besar dan sedang. Sedangkan alasan hewan ternak tidak dimasukan dalam perhitungan adalah karena jumlahnya yang bisa diabaikan dan seiring dengan semakin meningkatnya harga lahan membuat para peternak untuk berpikir mengembangkan usaha ternak Kebutuhan Oksigen Penduduk Dasar penghitungan kebutuhan oksigen oleh manusia menggunakan data sekunder. Setiap orang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,864 Kg/hari (Smith et al.,1981). Data jumlah penduduk diperoleh berdasarkan data hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata rata pertumbuhan penduduk mulai tahun 2003 sampai dengan tahun Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Lampiran 3. Kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat yang memiliki jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 adalah Kecamatan Kemayoran. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kecamatan Cempaka Putih. Laju pertumbuhan yang terjadi pada kecamatan-kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat rata rata mengalami penurunan. Kecamatan yang mengalami penurunan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Kemayoran dengan laju penurunan sebesar 0,01 %, sedangkan Kecamatan yang mengalami penurunan jumlah tertinggi adalah Kecamatan Johar Baru dengan laju penurunan sebesar 4,62 %. Berdasarkan laju pertumbuhan dapat diketahui estimasi jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat pada tahun 2008 sampai dengan Data estimasi jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 9.

69 Tabel 9. Estimasi jumlah penduduk Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2008,2010,2015 dan 2020 Kecamatan Tahun Kecamatan Cempaka Putih ,918 Kecamatan Gambir Kecamatan Johar Baru Kecamatan Kemayoran Kecamatan Menteng Kecamatan Sawah Besar Kecamatan Senen Kecamatan Tanah Abang Jumlah Berdasarkan hasil perhitungan estimasi jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat menunjukan jumlah yang terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 estimasi jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat adalah berjumlah jiwa dan menurun pada tahun 2020 dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2020 adalah Kecamatan Kemayoran, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Menteng Kotamadya Jakarta Pusat merupakan pusat perekonomian, perdagangan dan jasa, sehingga dalam perhitungan jumlah penduduk yang ada perlu diperhatikan jumlah penduduk yang keluar masuk (penduduk aktif) ke wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat. Dasar perhitung jumlah penduduk aktif didasarkan pada data sekunder. Menurut BKKBN (2007) jumlah penduduk yang keluar masuk Propinsi DKI Jakarta adalah sebanyak 1,3 juta jiwa. Pada penentuan jumlah penduduk aktif, digunakan asumsi yaitu jumlah penduduk aktif sebanding dengan luas wilayah Kotamadya dan Kecamatan. Data estimasi jumlah penduduk aktif tahun 2008,2010,2015 dan 2020 di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel 10.

70 Tabel 10. Estimasi jumlah penduduk aktif di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Tahun Kecamatan Cempaka Putih Kecamatan Gambir Kecamatan Johar Baru Kecamatan Kemayoran Kecamatan Menteng Kecamatan Sawah Besar Kecamatan Senen Kecamatan Tanah Abang Jumlah Berdasarkan data Tabel 10, jumlah panduduk aktif terbesar adalah di Kecamatan Tanah Abang, hal tersebut dikarenakan di Kecamatan Tanah Abang banyak terdapat pusat perkantoran dan perbelanjaan, selain itu luas wilayah Kecamatan Tanah Abang paling luas. Jumlah penduduk yang akan menjadi dasar perhitungan kebutuhan oksigen oleh penduduk adalah pertambahan antara jumlah penduduk yang terdaftar ditambah dengan penduduk aktif dan dikalikan lama aktifitas penduduk aktif di Kotamadya Jakarta Pusat. Data jumlah penduduk Kotamadya Jakarta Pusat setiap harinya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Estimasi jumlah penduduk setiap hari di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Tahun Kecamatan Cempaka Putih Kecamatan Gambir Kecamatan Johar Baru Kecamatan Kemayoran Kecamatan Menteng Kecamatan Sawah Besar Kecamatan Senen Kecamatan Tanah Abang Jumlah Berdasarkan data jumlah penduduk tersebut pada Tabel 11, dapat diketahui jumlah penduduk yang berada di Kotamadya Jakarta Pusat terus menurun setiap tahunnya. Kecamatan yang terdapat penduduk terbesar setiap harinya adalah Kecamatan Kemayoran dan Kecamatan yang memiliki jumlah paling sedikit adalah Kecamatan Menteng. Dalam perhitungan jumlah oksigen,

71 faktor lamanya penduduk aktif di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat adalah 10 Jam, alasan menggunakan asumsi selama 10 jam adalah karena waktu normal kerja adalah delapan jam ditambah dengan perjalanan pulang pergi selama dua jam sehingga total berada diwilayah Kotamadya Jakarta Pusat adalah 10 jam. Data jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Estimasi kebutuhan oksigen penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Jumlah Total oksigen oleh manusia (Kg) Kecamatan Cempaka Putih , , , ,26 Kecamatan Gambir , , , ,56 Kecamatan Johar Baru , , , ,97 Kecamatan Kemayoran , , , ,31 Kecamatan Menteng , , , ,56 Kecamatan Sawah Besar , , , ,69 Kecamatan Senen , , , ,67 Kecamatan Tanah Abang , , , ,42 Total , , , ,44 Oksigen Penduduk (Kg) 1,000, , , , , , , , , Tahun Gambar 9. Grafik estimasi jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat jumlahnya terus menurun setiap tahunnya, hal ini disebabkan karena oksigen yang dibutuhkan penduduk berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang terus menurun. Jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat pada tahun 2008 adalah sebesar ,22 kg dan menurun pada tahun 2020 menjadi ,44 kg.

72 Kecamatan yang membutuhkan oksigen terbesar adalah Kecamatan Kemayoran, dengan kebutuhan oksigen penduduk di tahun 2008 sebesar ,99 Kg dan menurun pada tahun 2020 menjadi sebesar sebesar Kg. Jumlah kebutuhan oksigen penduduk di Kecamatan Kemayoran pada khususnya dan Kotamadya Jakarta Pusat mengalami fluktuasi naik turun, hal ini sesuai dengan fluktuasi jumlah penduduk. Kecamatan Kemayoran memiliki jumlah penduduk terbanyak hal ini dikarenakan di Kecamatan tersebut banyak terdapat jumlah penduduk dan juga terdapat banyak gedung perkantoran. Kecamatan yang membutuhkan jumlah oksigen terkecil adalah Kecamatan Menteng. Jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk di Kecamatan Menteng pada tahun 2008 adalah sebesar ,65 Kg dan pada tahun 2020 sebesar ,56 Kg. Sedikitnya jumlah oksigen yang dibutuhkan penduduk di Kecamatan Menteng disebabkan karena Kecamatan Menteng arealnya didominasi oleh perumahan elit dan taman sehingga hanya masyarakat tingkat ekonomi atas yang dapat tinggal di areal tersebut Kebutuhan Oksigen Kendaraan Selain manusia, kendaraan juga membutuhkan oksigen untuk melakukan proses pembakaran pada mesin. Jumlah oksigen yang dibutuhkan sangat tergantung pada lama waktu penggunaan mesin dan jenis kendaraan. Kotamadya Jakarta Pusat sebagai pusat kegiatan dari Propinsi DKI Jakarta tentunya menjadi faktor yang menyebabkan jumlah kendaraan meningkat. Perhitungan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan menjadi faktor yang sangat penting, karena jumlahnya yang selalu meningkat. Agar dapat memberikan gambaran mengenai keadaan kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat, ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat yaitu jumlah keluar masuk kendaraan yang menuju dan keluar serta lama penggunaan kendaraan. Berdasarkan hasil perhitungan traffic count pada empat titik pengamatan, diperoleh hasil perhitungan bahwa estimasi jumlah kendaraan yang masuk kedalam wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebanyak unit dan yang menuju keluar wilayah administrasi sebanyak unit. Jenis

73 kendaraan yang paling banyak bergerak masuk dan keluar wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat adalah motor. Data lama penggunaan kendaraan merupakan hasil dari interview kepada responden, hasilnya adalah rata-rata penggunaan kendaraan penumpang adalah selama 1,2 Jam, kendaraan bis selama 3,03 Jam, kendaraan beban 2,14 Jam dan kendaraan motor selama 0,7 jam. Data jumlah dan laju pertumbuhan setiap jenis pada setiap tahunnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Jumlah kendaraan yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Pusat jumlah dari tahun ke tahun meningkat. Populasi kendaraan terbanyak selama tahun 2003 sampai dengan 2006 terdapat di Kecamatan Kemayoran dan yang terkecil adalah Kecamatan Menteng. Jenis kendaraan yang paling banyak di dominasi oleh sepeda motor, hal ini disebabkan karena sepeda motor merupakan moda angkutan yang paling terjangkau oleh masyarakat. Laju pertumbuhan kendaraan bermotor berjumlah 7,99 %. Kotamadya Jakarta Pusat merupakan pusat aktifitas perekonomian, pendidikan, pemerintahan dan perdagangan di Propinsi DKI Jakarta sehingga dalam menghitung jumlah kendaraan yang ada diperhatikan jumlah kendaraan yang keluar dan masuk menuju Kotamadya Jakarta Pusat. Untuk memperoleh data keluar masuk kendaraan, maka dilakukan pengambilan data keluara masuk kendaraan pada empat titik perbatasan Kotamadya Jakarta Pusat selama empat minggu atau satu minggu setiap titik. Data jumlah kendaraan keluar masuk pada empat titik perbatasan Kotamadya Jakarta Pusat, dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan data laju pertumbuhan jumlah kendaraan dan data keluar masuk kendaraan, maka dapat diprediksi jumlah kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat pada waktu yang akan datang. Data estimasi jumlah kendaraan yang terdapat di Kotamadya Jakarta Pusat pada tahun 2008,2010,2015 dan 2020 dapat dilihat pada Tabel 13.

74 Tabel 13. Estimasi jumlah kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Jumlah Kendaraan Bermotor (Unit) Kecamatan Cempaka Putih Kecamatan Gambir Kecamatan Johar Baru Kecamatan Kemayoran Kecamatan Menteng Kecamatan Sawah Besar Kecamatan Senen Kecamatan Tanah Abang Total Jumlah kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat pada tahun 2008 adalah sebanyak unit dan meningkat unit pada tahun Jenis kendaraan yang paling tinggi mengalami peningkatan adalah motor. Jumlah kendaraan terbanyak pada tahun 2008, 2010, 2015 dan 2020 ada pada Kecamatan Kemayoran dan yang terkecil terdapat pada Kecamatan Cempaka Putih. Jumlah kendaraan di Kecamatan Kemayoran pada tahun 2008 berjumlah unit dan meningkat pada tahun 2020 berjumlah unit, sedangkan jumlah kendaraan di Kecamatan Cempaka Putih pada tahun 2008 berjumlah unit dan meningkat pada tahun 2020 menjadi unit. Berdasarkan data estimasi jumlah kendaraan pada tahun 2008,2010,2015 dan 2020 dapat dilakukan perhitungan estimasi oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan bermotor pada tahun tahun tersebut. Tabel 14. Estimasi oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan bermotor Kecamatan Jumlah Oksigen dibutuhkan oleh kendaraan (Kg) Kecamatan Cempaka Putih Kecamatan Gambir Kecamatan Johar Baru Kecamatan Kemayoran Kecamatan Menteng Kecamatan Sawah Besar Kecamatan Senen Kecamatan Tanah Abang Total

75 Jumlah Oksigen yang Dibutuhkan (Kg) 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Tahun Gambar 10. Grafik estimasi jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan bermotor di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh Kendaraan Bermotor berbanding lurus dengan jumlah kendaraan bermotor. Jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari tahun ke tahun. Estimasi jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebanyak kg pada tahun 2008 dan meningkat menjadi kg pada tahun Peningkatan jumlah oksigen tidak terlepas dari terus meningkatnya jumlah kendaraan. Secara visual dapat terlihat pada setiap jam sibuk terjadi kemacetan yang hampir merata di seluruh wilayah DKI Jakarta. Kemacetan tersebut juga memicu tingginya kebutuhan oksigen, karena dalam keadaan macet kondisi mesin terus hidup. Jumlah oksigen terbesar yang dibutuhkan oleh kendaraan bermotor terdapat di Kecamatan Kemayoran dengan total oksigen yang dibutuhkan adalah sebanyak kg oksigen pada tahun 2008 dan meningkat menjadi kg oksigen pada tahun Sedangkan kecamatan yang membutuhkan jumlah oksigen yang terkecil adalah Kecamatan Cempaka Putih dengan jumlah total oksigen yang dibutuhkan adalah kg oksigen pada tahun 2008 dan kg oksigen pada tahun 2020.

76 5.2.3 Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Hutan kota dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari waktu ke waktu, hal tersebut dapat terjadi karena Kotamadya Jakarta Pusat memang diperuntukan sebagai pusat pengembangan jasa di Propinsi DKI Jakarta sehingga lahan yang ada banyak digunakan untuk pembangunan. Parameter yang digunakan untuk menghitung luas hutan kota adalah komponen penduduk dan kendaraan. Berdasarkan dua komponen tersebut dapat diestimasi kebutuhan hutan kota pada masa yang akan datang. Jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat merupakan pertambahan dari oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk dan Kendaraan tersebut. Jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel 15 dan grafik kontrbusi setiap parameter yang membutuhkan oksigen dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 15. Jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Oksigen yang Dibutuhkan (Kg) Kecamatan Cempaka Putih Kecamatan Gambir Kecamatan Johar Baru Kecamatan Kemayoran Kecamatan Menteng Kecamatan Sawah Besar Kecamatan Senen Kecamatan Tanah Abang Total

77 100% 80% 60% 40% 20% 0% 22.96% 22.91% 16.92% 12.79% 77.04% 77.09% 83.08% 87.21% Penduduk Tahun Kendaraan Gambar 11. Grafik estimasi kontribusi setiap parameter yang membutuhkan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat Jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah oksigen yang dibutuhkan pada tahun 2008 adalah sebanyak kg dan pada tahun 2020 sebanyak kg. Kecamatan yang membutuhkan oksigen paling banyak adalah Kecamatan Kemayoran dengan oksigen yang dibutuhkan sebanyak kg pada tahun 2008 dan meningkat kg pada tahun Sedangkan Kecamatan yang membutuhkan oksigen paling sedikit adalah Kecamatan Cempaka Putih dengan kebutuhan oksigen sebesar kg pada tahun 2008 dan meningkat menjadi kg. Peningkatan jumlah kebutuhan oksigen pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2020 adalah sebesar 64,36 % Berdasarkan parameter komponen yang membutuhkan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat, paramater yang membutuhkan oksigen terbesar adalah kendaraan. Prosentase kontribusi kendaraan terhadap kebutuhan oksigen keseluruhan terus meningkat yaitu sebesar 77,04 % pada tahun 2008 dan 87,21 % pada tahun Setelah mengetahui estimasi kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat maka dapat diketahui luas hutan kota yang dibutuhkan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan oksigen. luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel 16 dan peta penyebaran luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen dapat dilihat pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 16.

78 Tabel 16. Estimasi luas hutan kota pada tahun 2008,2010,2015 dan 2020 Kecamatan Luas Hutan Kota (Ha) Kecamatan Cempaka Putih 579,67 619,53 732,21 912,82 Kecamatan Gambir 641,19 687,20 786,11 954,27 Kecamatan Johar Baru 735,71 804,47 819,32 952,42 Kecamatan Kemayoran 1.439, , , ,86 Kecamatan Menteng 601,73 659,23 780, Kecamatan Sawah Besar 855,64 936, , ,57 Kecamatan Senen 750,13 804,64 935, ,56 Kecamatan Tanah Abang 923,91 998, , ,12 Total Estimasi Luas Hutan Kota (Ha) 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-10,144 8,181 6,528 7, Tahun Gambar 12. Grafik estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen

79 Gambar 13. Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen Kotamadya Jakarta Pusat tahun 2008

80 Gambar 14. Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat tahun 2010

81 Gambar 15. Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat 2015

82 Gambar 16. Peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2020

83 Berdasarkan hasil perhitungan estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan, luas hutan kota yang dibutuhkan sangat luas. Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 luas hutan kota yang diperlukan seluas ha dan meningkat pada tahun 2020 seluas ha. Kecamatan yang membutuhkan luas hutan kota terbanyak yaitu Kecamatan Kemayoran, dengan luas hutan kota yang dibutuhkan seluas 1439,39 ha pada tahun 2008 dan 2.323,86 ha pada tahun Luas wilayah adminstrasi Kecamatan Kemayoran adalah seluas 725,36 ha, sehingga pada tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan di Kecamatan kemayoran sebanyak 3,20 kali luas wilayah administrasi Kecamatan Kemayoran. Penyebab tingginya kebutuhan oksigen adalah banyaknya jumlah kendaraan yang terdaftar dan keluar masuk di Kotamadya Jakarta Pusat. Kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat yang membutuhkan luas hutan kota paling sedikit dibandingkan dengan kecamatan lainnya adalah Kecamatan Cempaka Putih. Kecamatan Cempaka Putih membutuhkan hutan kota seluas 579,67 Ha pada tahun 2008 dan Ha pada tahun Luas wilayah administrasi Kecamatan Cempaka Putih adalah seluas 468,68 Ha. Berarti pada tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan sebanyak 1,9 kali luas wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat. Berdasarkan peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan kebutuhan oksigen dari tahun 2008 sampai dengan 2020, Kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran kebutuhan luas hutan kota tertinggi adalah Kecamatan Kemayoran, Sawah Besar dan Tanah Abang, sedangkan kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Gambir, Kecamatan Johar Baru dan Kecamatan Cempaka Putih. 5.3 Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Seluruh tumbuhan hijau membutuhkan karbondioksida dalam proses fotosintesis. Karbondioksida dapat mengakibatkan efek rumah kaca dan pemanasan global (global warming) apabila konsentrasinya diudara meningkat melebihi ambang batas.

84 Kotamadya Jakarta Pusat sebagai pusat aktivitas di Propinsi DKI Jakarta memilki berbagai macam aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat. Aktifitas yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat tidak hanya mengakibatkan dampak yang positif, tetapi juga menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif yang timbul tersebut adalah manusia menghasilkan karbondioksida sebagai hasil dari proses metabolisme yang dilakukan oleh manusia dan kendaraan menghasilkan karbondioksida hasil dari pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan Karbondioksida yang Dihasilkan oleh Penduduk Dasar penghitungan karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia menggunakan data sekunder. Setiap manusia menghasilkan karbondioksida dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,96 Kg/hari (Grey and Denake,1978). Data jumlah penduduk diperoleh berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata rata pertumbuhan penduduk mulai tahun 2003 sampai dengan tahun Sedangkan jumlah penduduk yang melakukan perjalanan pulang pergi (penduduk aktif) dihitung berdasarkan data sekunder. Jumlah penduduk yang digunakan dalam menghitung estimasi karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk adalah data jumlah penduduk yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan oksigen penduduk. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk (Kg) Kecamatan Cempaka Putih , , , ,41 Kecamatan Gambir , , , ,73 Kecamatan Johar Baru , , , ,52 Kecamatan Kemayoran , , , ,78 Kecamatan Menteng , , , ,96 Kecamatan Sawah Besar , , , ,33 Kecamatan Senen , , , ,07 Kecamatan Tanah Abang , , , ,58 Total , , , ,38

85 Karbondioksida yang Dihasilkan (Kg) 1,000, , , , , , , , , Tahun Gambar 17. Grafik estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen Jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Estimasi karbondioksida yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hal ini sesuai dengan jumlah penduduk yang terus menurun dari waktu ke waktu. Jumlah karbondioksida yang dihasilhan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Pusat adalah ,36 kg pada tahun 2008 dan menurun menjadi ,38 kg pada tahun Jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk terbesar adalah di Kecamatan Kemayoran. Pada tahun 2008 jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kecamatan Kemayoran adalah sebanyak ,66 kg dan pada tahun 2020 sebanyak ,78 kg. Jumlah estimasi karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk mengalami fluktuasi, hal ini disebabkan oleh hasil estimasi jumlah penduduk yang juga mengalami fluktuasi jumlah. Kecamatan yang menghasilkan jumlah karbondioksida terkecil adalah Kecamatan Menteng dengan jumlah karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2008 sebanyak ,17 kg dan menurun pada tahun 2020 menjadi sebanyak ,96 kg. Seperti halnya Kecamatan Kemayoran, jumlah karbondioksida di Kecamatan Menteng mengalami fluktuasi jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan Oleh Kendaraan Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan industri lebih besar dibandingkan karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk, hal

86 tersebut dikarenakan karbondioksida merupakan hasil pembakaran dari bahan bakar yang digunakan. Jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat mengakibatkan karbondioksida hasil dari pembakaran bahan bakar perlu mendapatkan perhatian yang serius. Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat diketahui dengan mengetahui jumlah, data lama rata-rata penggunaan setiap jenis kendaraan dan jenis kendaraan bermotor. Data jumlah kendaraan yang digunakan adalah data yang sama digunakan pada perhitungan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan. Estimasi jumlah karbondioksdia yang dihasilkan oleh kendaraan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Jumlah Karbondioksida dihasilkan oleh Kendaraan (Kg) Kecamatan Cempaka Putih , , , ,37 Kecamatan Gambir , , , ,40 Kecamatan Johar Baru , , , ,53 Kecamatan Kemayoran , , , ,71 Kecamatan Menteng , , , ,45 Kecamatan Sawah Besar , , , ,45 Kecamatan Senen , , , ,13 Kecamatan Tanah Abang , , , ,38 Total , , , ,43 Karbondioksida yang dihasilkan Kendaraan (Kg) 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000-6,933, ,129, ,268, ,779, Tahun Gambar 18. Grafik estimasi karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan

87 Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh Kendaraan berbanding lurus dengan jumlah kendaraan yang ada disuatu Kecamatan. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2008 jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebanyak ,56 kg dan meningkat menjadi ,43 kg pada tahun Kecamatan yang menghasilkan karbondioksida tertinggi adalah Kecamatan Kemayoran dengan karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2008 sebesar ,39 kg dan meningkat pada tahun 2020 sebesar ,37 kg setiap harinya. Sedangkan kecamatan yang menghasilkan karbondioksida yang paling kecil adalah Kecamatan Cempaka Putih dengan karbondioksida yang dihasilkan sebesar ,39 kg pada tahun 2008 dan meningkat menjadi ,37 kg setiap harinya Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Estimasi kebutuhan luas hutan kota dihitung berdasarkan total emisi Karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas penduduk dan kendaraan bermotor. Masing masing daerah mempunyai kebutuhan luas hutan kota yang berbeda beda sesuai dengan karbondioksida yang dihasilkan. Total karbondioksida yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan persentase distribusi pada setiap komponen penyumbang karbondioksida dapat dilihat pada Gambar 19. Tabel 19. Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan di Kotamadya Jakarta Pusat Kecamatan Total Karbondioksida (Kg) Kecamatan Cempaka Putih , , , ,84 Kecamatan Gambir , , , ,04 Kecamatan Johar Baru , , , ,05 Kecamatan Kemayoran , , , ,18 Kecamatan Menteng , , , ,04 Kecamatan Sawah Besar , , , ,45 Kecamatan Senen , , , ,89 Kecamatan Tanah Abang , , , ,73 Total , , , ,22

88 Persentase Kontribusi (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Penduduk Kendaraan 18.37% 81.63% 18.05% 81.95% 12.89% 87.11% 9.60% 90.40% Tahun Gambar 19. Kontribusi karbondioksida yang dihasilkan di Kotamadya Jakarta Pusat Estimasi jumlah karbondioksida yang dihasilkan di Kotamadya Jakarta Pusat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan Kotamadya Jakarta Pusat adalah ,57 kg pada tahun 2008 dan meningkat menjadi ,22 kg pada tahun Peningkatan jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari tahun 2008 sampai dengan 2020 adalah sebesar 60,37 %. Kecamatan yang menghasilkan karbondioksida terbesar di Kotamadya Jakarta Pusat adalah Kecamatan Kemayoran dengan karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2008 sebanyak ,06 kg dan meningkat menjadi ,18 kg pada tahun Kecamatan yang menghasilkan karbondioksida terkecil adalah Kecamatan Cempaka Putih, dengan jumlah karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2008 adalah sebesar ,04 Kg dan meningkat menjadi ,04 Kg pada tahun Komponen yang menghasilkan karbondioksida terbesar adalah Kendaraan bermotor dengan kontribusi sebesar 81,63 % pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2020 sebesar 90,40 %. Peningkatan jumlah karbondioksida yang dihasilkan terus meningkat mengikuti pertumbuhan jumlah kendaraan. Berdasarkan jumlah karbondikoksida yang dihasilkan oleh kendaraan dan penduduk dapat diketahui luas hutan kota yang diperlukan berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida. Asumsi yang digunakan sebagai batasan dalam penelitian ini adalah karbondioksida hanya dihasilkan oleh kendaraan dan

89 penduduk, serta karbondioksida yang dihasilkan hanya diserap oleh vegetasi. Luas hutan kota yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Estimasi luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat. Kecamatan Luas Hutan Kota (Ha) Kecamatan Cempaka Putih 456,58 493,46 602,13 770,47 Kecamatan Gambir 505,39 546,62 646,88 804,99 Kecamatan Johar Baru 583,99 638,98 686,74 826,01 Kecamatan Kemayoran 1.131, , , ,10 Kecamatan Menteng 472,77 520,85 633,66 813,81 Kecamatan Sawah Besar 676,17 747,60 943, ,95 Kecamatan Senen 590,44 639,25 766,67 961,83 Kecamatan Tanah Abang 727,83 791,78 931, ,56 Total 5.144, , , ,72 Luas Hutan Kota (Ha) 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-8, , , , Tahun Gambar 20. Grafik estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida

90 Gambar 21. Peta Penyebaran Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2008

91 Gambar 22. Peta Penyebaran Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2010

92 Gambar 23. Peta Penyebaran Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2015

93 Gambar 24. Peta Penyebaran Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2020

94 Berdasarkan hasil perhitungan estimasi luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida, luas hutan kota yang dibutuhkan bertambah setiap tahunnya terus meningkat dan melebihi luas administratif wilayah kecamatan maupun Kotamadya Jakarta Pusat. Luas hutan kota yang diperlukan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah seluas 5.144,49 ha pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 8.521,72 ha pada tahun Prosentase luas hutan kota yang dibutuhkan dari tahun 2008 sampai dengan 2020 juga mengalami peningkatan sebesar 60,37 %. Kecamatan yang membutuhkan luas hutan kota yang paling besar adalah Kecamatan Kemayoran dengan luas hutan kota seluas 1.131,32 ha pada tahun 2008 dan 1.934,10 ha pada tahun Sedangkan Kecamatan yang membutuhkan luas hutan kota yang kecil adalah Kecamatan Cempaka Putih dengan luas hutan kota yang dibutuhkan seluas 456,58 ha pada tahun 2008 dan 770,47 ha pada tahun Luas adminstrasi Kecamatan Kemayoran adalah seluas 725,36 ha, berarti pada tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan di Kecamatan Kemayoran sebanyak 2,67 kali luas wilayah administrasi Kecamatan Kemayoran. Penyebab tingginya Karbondioksida yang dihasilkan adalah banyaknya jumlah kendaraan yang terdaftar dan keluar masuk di Kotamadya Jakarta Pusat. Sedangkan luas wilayah administrasi Kecamatan Cempaka Putih adalah seluas 468,68 ha. Berarti pada tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan sebanyak 0,61 kali luas wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat. Berdasarkan peta penyebaran estimasi kebutuhan luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida di Kotamadya Jakarta Pusat dari tahun 2008 sampai dengan 2020, kecamatan yang termasuk dalam kelas penyebaran kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida tertinggi adalah Kecamatan Kemayoran, Kecamatan Sawah Besar dan Kecamatan Tanah Abang, yang termasuk kedalam kelas terendah adalah Kecamatan Cempaka Putih, Kecamatan Johar Baru dan Kecamatan Gambir.

95 5.5 Pengembangan Hutan Kota Di Kotamadya Jakarta Pusat Menurut PP No 62 Tahun 2002, persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan demikian luas hutan kota yang diperlukan menurut PP No 62 Tahun 2002 adalah seluas 482 ha. Jika mengacu kepada UU No 6 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang merupakan pengganti UU No 24 Tahun 1992 setiap kota metropolitan harus memiliki ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas wilayah, maka luas hutan yang diperlukan adalah Ha. Luas hutan kota yang diperlukan tidak hanya terbatas pada peraturan yang mensyaratkan berdasarkan prosentase luas wilayah saja tetapi harus juga berdasarkan fungsi ekologis dari hutan yang terdiri dari fungsi menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida. Luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan fungsi ekologis tersebut disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Estimasi luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Pusat Parameter Oksigen 6.527, , , ,59 Karbondioksida 5.144, , , ,72 Luas Hutan Kota (Ha) 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 6, , , , , , , , Oksigen Karbondioksida RTH Pemda Tahun Gambar 25. Grafik perbandingan estimasi kebutuhan luas hutan kota Penentuan estimasi luas hutan kota dengan menggunakan pendekatan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida jumlahnya

96 melebihi wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Pusat. Luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen lebih besar dibandingkan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida. Luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen pada tahun 2008 seluas 6.527,91 Ha dan seluas ,59 Ha pada tahun 2020, sedangkan luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kemampuan menyerap karbondioksida pada tahun 2008 seluas 5.144,49 Ha dan pada tahun 2020 seluas 8.521,72 Ha. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat selisih luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida terdapat selisih 1.383,42 Ha pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 1.621,87 Ha pada tahun Hasil perhitungan estimasi kebutuhan hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida, luas hutan kota yang diperlukan terus meningkat dari tahun ke tahun serta melebihi luas administrasi wilayah setiap kecamatan yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat. Luas hutan kota yang ada saat ini masih jauh dari mencukupi apabila dibandingkan dengan jumlah estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen dan kemampuan menyerap karbondioksida. Oleh sebab itu dalam merencanakan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat dapat hanya menggunakan pendekatan oksigen, hal tersebut dikarenakan beberapa hal sebagai berikut : 1. Luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan kebutuhan oksigen lebih luas dibandingkan dengan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan karbondioksida, sehingga apabila perencanaan hutan kota didasarkan pada pendekatan oksigen maka secara otomatis fungsi hutan kota sebagai penyerap karbondioksida dapat terpenuhi juga; 2. Kekurangan oksigen akan membuat manusia akan menjadi tidak nyaman dalam beraktifitas, karena menyebabkan sulitnya manusia bernafas; 3. Karbondioksida yang ada diudara jumlahnya sangat sedikit yaitu 0,03 % dari kandungan udara, untuk memenuhi kebutuhan karbondioksida dalam proses fotosintesis pada tumbuhan maka bertumpu pada aktifitas manusia. Segala aktifitas manusia yang menghasilkan karbondioksida berasal dari bahan baku berupa oksigen seperti karbondioksida yang dihasilkan menusia berasal dari

97 hasil respirasi yang menggunakan oksigen dan karbondioksida yang dihasilkan kendaraan merupakan hasil pembakaran pada mesin yang menggunakan oksigen. Agar kebutuhan oksigen dan penyerapan karbondioksida dapat dipenuhi dengan baik sehingga tetap membuat orang nyaman melakukan aktifitas perlu dilakukan usaha secara optimal yaitu tidak saja harus dipenuhi dengan cara memperbanyak hutan kota tetapi juga perlu usaha usaha lain yang bersifat integrasi. Usaha usaha yang perlu dilakukan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Komponen atau parameter yang memiliki kontribusi terbesar dalam membutuhkan oksigen dan menyerap karbondioksida adalah kendaraan bermotor. Tahun 2020 kendaraan bermotor membutuhkan oksigen sebanyak kg dan menghasilkan karbondioksida sebanyak kg. Untuk mengurangi besarnya oksigen yang dibutuhkan dan karbondioksida yang dibutuhkan adalah dengan cara pengurangan jumlah kendaraan. Beberapa solusi yang dapat digunakan adalah pembatasan jumlah kendaraan berdasarkan tahun pembuatan, peningkatan mutu sarana transportasi umum, pembatasan jumlah kendaraan berdasarkan jumlah anggota keluarga, peningkatan pajak kendaraan, memperketat persyaratan dan pembatasan kendaraan berdasarkan ambang emisi yang dihasilkan, penghematan dalam penggunaan bahan bakar dan melakukan penggantian jenis bahan bakar menjadi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Diharapkan jumlah kendaraan bermotor dapat dikurangi hingga 50 % dari jumlah estimasi jumlah kendaraan pada tahun 2008, setalah itu populasi harus dapat dipertahankan jumlahnya; 2. Pemanfaatan areal kosong atau lahan terbuka yang ada. Berdasarkan hasil klasifikasi citra ikonos (Jaelani,2007), lahan terbuka di Kotamadya Jakarta Pusat seluas 280,59 ha. 3. Pelaksanaan gerakan wajib menanam pohon pada kawasan perumahan. Berdasarkan hasil survei potensi fisik tahun 2007, luas areal peruamahan di Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebesar 57,53% dari luas wilayah administrasi atau setara dengan luas ha (BPS,2007). Apabila diwajibkan setiap lahan rumah dengan luas 150 m 2 diwajibkan memiliki satu pohon maka

98 di Kotamadya Jakarta Pusat akan tersedia pohon sebanyak pohon. Maka dari sektor perumahan akan tersedia tutupan hijau seluas 73,9 ha, dengan asumsi setiap pohon akan menaungi permukaan tanah seluas 4 m 2 ; 4. Pembangunan jalur hijau pada jalan jalan dan badan sungai yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat. Luas jalur hijau yang ada di Kotamadya Jakarta Pusat adalah m 2 (BPS,2007). Jika pada jalur hijau tersebut dilakukan penanaman dengan jarak tanam 3 m X 3 m jalan ditanami, maka di Kotamadya Jakarta Pusat akan memiliki pohon sebanyak pohon. Maka dari jalur hijau yang ada, akan tersedia tutupan hijau seluas 107,66 ha, dengan asumsi setiap pohon akan menaungi permukaan tanah seluas 4 m 2 ; 5. Pemanfaatan setiap ruang publik untuk dijadikan ruang terbuka hijau,contohnya pemanfaatan jembatan penyebrangan dan under pass. Salah satu pemanfaatan ruang publik yang ada saat ini dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar 26. Pemanfatan jembatan penyebrangan sebagai RTH Tujuan dari pemanfaatan ruang publik, seperti yang disajikan pada Gambar 26 adalah menanbah keindahan kota dan mampu mengurangi pencemaran yang dihasilkan oleh kendaraan.ruang terbuka hijau yang dimaksud dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya menimbulkan suatu dampak yang positif maupun negatif. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Diponegoro 1B Jogoloyo Demak Telpon (0291) 681024

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan terus meningkatnya pembangunan di

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, bahwa hutan kota mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DI TIPE HUTAN KOTA INDUSTRI ( PT. Semen Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN REVIEW : PP NO. 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UU NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci