Kejadian Komplikasi Maternal: Pelaporan di Rumah Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 (Analisis SIRS dan Riskesdas)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kejadian Komplikasi Maternal: Pelaporan di Rumah Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 (Analisis SIRS dan Riskesdas)"

Transkripsi

1 Kejadian Komplikasi Maternal: Pelaporan di Rumah Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 (Analisis SIRS dan Riskesdas) Reisty Ria Handayani 1*), Asri C. Adisasmita 2*) 1 Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2 Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *) ana.re.geh@gmail.com, aad237@gmail.com ABSTRAK Komplikasi maternal terjadi pada 15-20% kehamilan sehingga perlu ditolong di rumah sakit. Pelaporan SIRS data morbiditas pasien rawat inap (RL2A) masih rendah, yaitu 29,22% pada 2009 dan menurun menjadi 24,63% pada 2010 sehingga perlu dilakukan penelusuran keadaan pelaporannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran komplikasi maternal pada rumah sakit berdasarkan provinsi dan umur, serta keadaan pelaporannya melalui SIRS dengan membandingkannya pada Riskesdas tahun Desain penelitian deskriptif digunakan untuk membandingkan jumlah kejadian pada SIRS dan Riskesdas. Dihasilkan under reported SIRS berdasarkan Riskesdas mencapai 70-99% lebih pada kejadian komplikasi maternal yang diteliti kecuali pada preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali dengan under reported berkisar 5-40% lebih. Terdapat 18 dari 33 provinsi dengan pelaporan SIRS rata-rata nasional; 2 provinsi tidak melaporkan data melalui SIRS. Proporsi pelaporan SIRS 25,57% lebih tinggi pada provinsi yang memiliki kab/kota daerah tertinggal kategori agak tinggi (80%), tinggi (66,67%), dan sangat tinggi (75%). Dapat disimpulkan, persentase under reported SIRS tinggi berdasarkan Riskesdas. Under reported dapat disebabkan karena kejadian komplikasi maternal tersebut tidak terjadi di RS, atau terjadi di RS namun tidak dilaporkan melalui SIRS. Dengan demikian perlu dilakukan peningkatan pembinaan pelaporan SIRS bagi rumah sakit di Indonesia, terutama pada rumah sakit di provinsi dengan pelaporan SIRS yang rendah. Kata kunci: SIRS, riskesdas, komplikasi maternal, pelaporan, under reported ABSTRACT Maternal Complications occur in 15-20% of pregnancies that need to be helped in hospital. SIRS reporting on patient morbidity (RL2A) remained low at 29.22% in 2009 and decreased to 24.63% in It is necessary to search the state of SIRS reporting. The purpose of this research is to describe maternal complications in hospitals by province and age, and its reporting through SIRS by comparing to Riskesdas in Descriptive observation is used by comparing absolute incidence of SIRS and Riskesdas. Under reporting SIRS by Riskesdas reach 70-99% more on maternal complications that were observed, except preeclampsia/eclampsia in Java and Bali which are under reported between 5-40% more. There are 18 of 33 provinces with SIRS reporting national average; 2 provinces did not report data through SIRS. The proportion of SIRS reporting that 25,57%, is higher in provinces with district/town of disadvantaged areas with rather high (80%), high (66.67%), and very high (75%) category. In conclusion, under reporting SIRS is high based on Riskesdas. Under reported can be caused by maternal complications do not occur in hospital or they occur in hospital but not reported through SIRS. Thus, it is necessary to improve the development of SIRS reporting for hospitals in Indonesia, particularly in hospitals in provinces with a low SIRS reporting. Key word: SIRS, riskesdas, maternal complication, reporting, under reported

2 PENDAHULUAN Komplikasi maternal merupakan penyebab langsung dari kematian ibu. Setiap hari sekitar 1000 wanita meninggal karena penyebab yang dapat dicegah dan berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, atau sekitar kematian setiap tahunnya (WHO, 2011). Di Indonesia, sekitar 80% kematian ibu juga disebabkan oleh komplikasi langsung obstetri, terutama perdarahan, sepsis, aborsi tidak aman, pre-eklampsia dan eklampsia, serta partus lama atau partus macet (Bappenas, 2010). Salah satu penanggulangan masalah komplikasi maternal yang dapat dilakukan adalah dengan membuat perencanaan kesehatan yang baik terkait penyediaan tenaga dan fasilitas kesehatan maternal. Hal ini dapat dilakukan apabila tersedia data dasar yang baik. Ketersediaan data dan informasi yang tepat dan akurat dapat dilakukan dengan adanya pencatatan dan pelaporan masalah kesehatan maternal yang baik. Menurut WHO, 15-20% ibu hamil baik di negara maju maupun berkembang akan mengalami risiko tinggi dan atau komplikasi (Bappenas, 2010) sehingga perlu ditolong di rumah sakit. Oleh karena itu dari pelaporan data rumah sakit, yaitu SIRS, seharusnya dapat diketahui bagaimana gambaran masalah komplikasi maternal. Pelaporan SIRS pada data morbiditas pasien rawat inap (RL2A) secara nasional masih rendah, yaitu sebesar 29,22% pada 2009 dan menurun menjadi 24,63% pada 2010 (Pusdatin, 2012). Rendahnya pelaporan SIRS ini dapat mengakibatkan terjadinya under reported data, yang dapat menjadi lebih parah pada daerah yang tertinggal karena terbatasnya tenaga kesehatan yang ada (Balitbangkes, 2012). Rendahnya pelaporan SIRS menunjukkan perlu dilakukannya penelusuran keadaan pelaporan SIRS untuk dapat memperkirakan gap dari kejadian komplikasi maternal yang terlaporkan SIRS dengan yang terjadi sebenarnya di rumah sakit-rumah sakit pada setiap provinsi di Indonesia. Selain itu juga untuk dapat diketahui perkiraan besar under reported yang terjadi pada SIRS sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan jika ingin menggunakan data SIRS sebagai bahan perencanaan kesehatan di rumah sakit maupun untuk peningkatan pelaporan data rumah sakit melalui SIRS. SIRS merupakan satu-satunya data yang memuat laporan rumah sakit di Indonesia secara terintegrasi, maka tidak tersedia data laporan rumah sakit lainnya yang dapat dijadikan data pembanding. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan pelaporan SIRS adalah dengan membandingkannya pada sumber data yang berbasis populasi dan meliputi morbiditas maternal pada tahun 2010, yaitu Riskesdas.

3 Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kejadian komplikasi maternal pada rumah sakit berdasarkan provinsi dan umur, serta keadaan pelaporannya melalui SIRS dengan membandingkannya pada Riskesdas tahun TINJAUAN TEORITIS Komplikasi maternal dapat diartikan sebagai kejadian kegawatdaruratan obstetri pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi. Menurut Pernoll dan Benson (2009) komplikasi yang terjadi pada kehamilan awal, kehamilan lanjut, dan nifas mencakup antara lain abortus spontan, kehamilan ektopik, perdarahan pada trimester ketiga, plasenta previa, preeklampsia-eklampsia, ketuban pecah dini, dan infeksi nifas. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data rumah sakit se-indonesia (Ditjen BUK, 2012). Pelaporan SIRS tahun 2010 menggunakan revisi V dan dilaporan secara online pada situs resmi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan atau Ditjen BUK Kemenkes (Kepmenkes RI Nomor:1410/Menkes/SK/X/2003). Pelaporan komplikasi maternal termasuk dalam pelaporan pada formulir RL2A (Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap) dan RL2B (Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan), yang dilaporkan setiap triwulan atau paling lambar setiap tanggal 15 bulan keempat. Riskesdas 2010 merupakan kegiatan riset kesehatan berbasis masyarakat yang diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indiator Millenium Development Goals (MDG s) bidang kesehatan di tingkat nasional dan provinsi. Pengumpulan data dilakukan sejak bulan Mei 2010 berakhir pada pertengahan Agustus METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif dengan metode observasi pada data SIRS dan Riskesdas tahun Data SIRS diperoleh dari E-Book Penyajian Data SIRS edisi 2012 yang melaporkan data tahun Variabel yang akan dianalisis berasal dari pelaporan RL2A yang terdiri dari variabel komplikasi maternal. Data Riskesdas diperoleh dari data mentah Riskesdas 2010, khususnya data dengan pertanyaan kuesioner no.da04, Dd01, Dd02b, dan no.dd35. Pengolahan data SIRS dilakukan dengan melihat laporan RL2A, sedangkan pengolahan data Riskesdas dilakukan dengan memilih responden yang hamil dan bersalin tahun 2010 kemudian dilihat kejadian komplikasi maternal yang dialami. Angka kejadian (insidensi) komplikasi maternal pada Riskesdas kemudian diekstrapolasi menjadi estimasi

4 jumlah kejadian (absolut) komplikasi maternal di populasi dengan cara mengalikan angka kejadian komplikasi maternal pada Riskesdas dengan estimasi jumlah ibu hamil di populasi. Perbandingan data dilakukan dengan membandingkan variabel komplikasi maternal yang ada pada kedua data untuk melihat keadaan pelaporan SIRS berdasarkan Riskesdas. Pembandingan variabel SIRS dan variabel Riskesdas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Pembandingan variabel SIRS dan Riskesdas pada Setiap di Indonesia Tahun 2010 Variabel pada SIRS Kehamilan ektopik Hipertensi gestasional (akibat kehamilan) dengan proteinuria yang nyata/preeklampsia, Eklampsia, dan edema proteinuria dan gangguan hipertensi dalam kehamilan persalinan dan masa nifas Plasenta previa Ketuban pecah dini Perdarahan pasca persalinan Variabel pada Riskesdas Hamil di luar rahim Preeklamsia/eklampsia (bengkak dua tungkai dan darah tinggi/kejang) Jalan lahir tertutup Ketuban pecah dini Perdarahan HASIL PENELITIAN Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Berdasarkan SIRS dan Riskesdas Dari tabel 2 dan 3, terlihat bahwa pada kejadian kehamilan ektopik, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada 7 provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan). Selain pada 7 provinsi tersebut, SIRS menggambarkan jumlah kejadian kehamilan ektopik yang lebih tinggi daripada Riskesdas. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari kehamilan ektopik terdapat pada DKI Jakarta (342 kejadian) dan terendah terdapat pada Papua. Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari kehamilan ektopik terdapat pada Jawa Tengah (1.776 kejadian) dan terendah terdapat pada Kalimantan Tengah (766 kejadian). Pada kejadian preeklampsia/eklampsia, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari preeklampsia/eklampsia terdapat pada Jawa Tengah (1.351 kejadian) dan terendah terdapat pada Maluku Utara (5 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari preeklampsia/eklampsia terdapat pada Jawa Barat ( kejadian) dan terendah terdapat pada Sulawesi Barat (742 kejadian). Pada kejadian plasenta previa, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari plasenta previa terdapat pada Jawa Tengah (425 kejadian) dan terendah terdapat pada Kalimantan Selatan (9 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas,

5 jumlah kejadian tertinggi dari plasenta previa terdapat pada Jawa Barat ( kejadian) dan terendah terdapat pada Sulawesi Barat (742 kejadian). Tabel 2. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Komplikasi Maternal Perdarahan Kehamilan Preeklampsia/ Plasenta Ketuban Pasca Ektopik Eklampsia Previa Pecah Dini Persalinan Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Jumlah Pada kejadian ketuban pecah dini, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari ketuban pecah dini terdapat pada Jawa Tengah (1.458 kejadian) dan terendah terdapat pada Kepulauan Bangka Belitung (2 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari ketuban pecah dini terdapat pada Jawa Barat ( kejadian) dan terendah terdapat pada Papua Barat (514 kejadian). Pada kejadian perdarahan pasca persalinan, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS,

6 jumlah kejadian tertinggi dari perdarahan pasca persalinan terdapat pada Jawa Tengah (724 kejadian) dan terendah terdapat pada Sulawesi Utara (6 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari perdarahan pasca persalinan terdapat pada Jawa Barat ( kejadian) dan terendah terdapat pada Papua Barat (514 kejadian). Tabel 3. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Berdasarkan Estimasi dari Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 Komplikasi Maternal Perdarahan Kehamilan Preeklampsia/ Plasenta Ketuban Pasca Ektopik Eklampsia Previa Pecah Dini Persalinan Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Jumlah Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Umur Berdasarkan SIRS dan Riskesdas Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari komplikasi maternal terdapat pada ibu dengan umur tahun, yaitu pada kehamilan ektopik sebanyak kejadian, preeklampsia/eklampsia sebanyak kejadian, plasenta previa sebanyak kejadian,

7 ketuban pecah dini sebanyak kejadian, dan perdarahan pasca persalinan sebanyak kejadian. Tabel 4. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Umur Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Komplikasi Maternal Perdarahan Umur Kehamilan Preeklampsia/ Plasenta Ketuban Pasca Ektopik Eklampsia Previa Pecah Dini Persalinan < > Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Under Reported pada SIRS Tabel 5. Persentase Kejadian Kehamilan Ektopik yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Beberapa di Indonesia Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Sumatera Utara ,47 Jawa Barat ,95 Jawa Tengah ,75 Banten ,43 Kalimantan Tengah ,04 Sulawesi Tengah ,48 Sulawesi Selatan ,06 Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa untuk kejadian kehamilan ektopik di beberapa di Indonesia, persentase under reported mencapai angka >80% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Sulawesi Tengah (99,48%), dan terendah pada Jawa Barat (82,95%) Tabel 6. Persentase Kejadian Preeklampsia/Eklampsia yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat ,61 Jawa Tengah ,07 Jawa Timur ,13 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta ,00 DI Yogyakarta ,57 Banten ,00 Bali ,94 Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa untuk kejadian preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported <30% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Jawa Barat

8 (20,61%), dan terendah pada Jawa Tengah (12,07%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported mencapai angka <50%, dengan tertinggi pada Bali (43,94%), dan terendah pada DKI Jakarta (5,00%). Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa untuk kejadian preeklampsia/eklampsia di Luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >80% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Sulawesi Selatan (97,73%) dan terendah pada Lampung (88,80%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported mencapai angka >70%, dengan tertinggi pada Kalimantan Selatan (99,86%), dan terendah pada Nusa Tenggara Barat (78,38%). Tabel 7. Persentase Kejadian Preeklampsia/Eklampsia yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara ,05 Lampung ,80 Sulawesi Selatan ,73 Σ penduduk <7 juta Nusa Tenggara Barat ,38 Nusa Tenggara Timur ,80 Kalimantan Barat ,31 Kalimantan Selatan ,86 Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa untuk kejadian plasenta previa di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported >80% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Jawa Barat (98,12%), dan terendah pada Jawa Tengah (88,03%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Banten (99,28%), dan terendah pada DKI Jakarta (90,56%) Tabel 8. Persentase Kejadian Plasenta Previa yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat ,12 Jawa Tengah ,03 Jawa Timur ,98 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta ,56 DI Yogyakarta ,85 Banten ,28

9 Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa untuk kejadian Plasenta Previa di Luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, yaitu Sumatera Utara (98,48%) dan Sulawesi Selatan (94,33%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, yaitu Kalimantan Barat (98,41%) dan Nusa Tenggara Barat (97,50%). Tabel 9. Persentase Kejadian Plasenta Previa yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara ,48 Sulawesi Selatan ,33 Σ penduduk <7 juta Nusa Tenggara Barat ,50 Kalimantan Barat ,41 Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa untuk kejadian Ketuban Pecah Dini di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Jawa Barat (99,00%), dan terendah pada Jawa Tengah (95,44%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Banten (99,53%), dan terendah pada Bali (93,10%). Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa untuk kejadian ketuban pecah dini di Luar Pulau Jawa dan Bali, sebagian besar provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan persentase tertinggi pada Sulawesi Selatan (98,47%), dan terendah pada Lampung (79,34%). Pada provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Kalimantan Selatan (98,53%), dan terendah pada Nusa Tenggara Barat (94,06%). Tabel 10. Persentase Kejadian Ketuban Pecah Dini yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat ,00 Jawa Tengah ,44 Jawa Timur ,61 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta ,97 DI Yogyakarta ,87 Banten ,53 Bali ,10

10 Tabel 11. Persentase Kejadian Ketuban Pecah Dini yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara ,70 Sumatera Selatan ,40 Lampung ,43 Sulawesi Selatan ,47 Σ penduduk <7 juta Nusa Tenggara Barat ,06 Nusa Tenggara Timur ,94 Kalimantan Barat ,15 Kalimantan Selatan ,53 Dari tabel 12 dapat diketahui bahwa untuk kejadian perdarahan pasca persalinan di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Jawa Barat (99,12%), dan terendah pada Jawa Tengah (95,92%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Banten (99,14%), dan terendah pada DI Yogyakarta (96,14%). Tabel 12. Persentase Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat ,12 Jawa Tengah ,92 Jawa Timur ,92 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta ,78 DI Yogyakarta ,14 Banten ,14 Tabel 13. Persentase Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010 Estimasi Terlaporkan Tidak Terlaporkan Under Reported SIRS (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara ,94 Sulawesi Selatan ,22 Σ penduduk <7 juta Nusa Tenggara Barat ,35 Nusa Tenggara Timur ,43 Kalimantan Barat ,28 Kalimantan Selatan ,45 Dari tabel 13 dapat diketahui bahwa untuk kejadian perdarahan pasca persalinan di Luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, yaitu Sumatera Utara (98,94%) dan Sulawesi Selatan (96,22%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported

11 juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Nusa Tenggara Barat (99,35%), dan terendah pada Nusa Tenggara Timur (92,43%). Kejadian Komplikasi Maternal Tidak Tertangkap Riskesdas Tabel 14. Jumlah Kejadian Kehamilan Ektopik yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Tertangkap Terlaporkan Aceh 0 29 Sumatera Barat Riau 0 94 Jambi 0 42 Sumatera Selatan 0 61 Bengkulu 0 19 Lampung 0 91 Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau 0 66 DKI Jakarta DI Yogyakarta 0 27 Jawa Timur Bali 0 51 Nusa Tenggara Barat 0 16 Nusa Tenggara Timur 0 22 Kalimantan Barat 0 61 Kalimantan Selatan 0 3 Kalimantan Timur 0 65 Sulawesi Tenggara 0 17 Maluku 0 26 Maluku Utara 0 14 Papua 0 2 Tabel 15. Jumlah Kejadian Preeklampsia/Eklampsia yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Tertangkap Terlaporkan Aceh Jambi Maluku 0 32 Maluku Utara 0 5 Tabel 16. Jumlah Kejadian Plasenta Previa yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Tertangkap Terlaporkan Sumatera Selatan 0 78 Lampung Kep. Bangka Belitung 0 11 Kepulauan Riau 0 43 Bali 0 46 Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan 0 9 Sulawesi Tenggara 0 30 Maluku 0 23 Maluku Utara 0 15 Papua 0 6 Tabel 17. Jumlah Kejadian Ketuban Pecah Dini yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Tertangkap Terlaporkan Jambi Maluku Maluku Utara 0 6 Tabel 18. Jumlah Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Tertangkap Terlaporkan Riau Jambi 0 43 Sumatera Selatan Lampung Kep. Bangka Belitung 0 36 Kalimantan Tengah 0 18 Maluku 0 35 Dari tabel dapat diketahui bahwa Riskesdas paling banyak tidak dapat menangkap kejadian komplikasi maternal pada kehamilan ektopik. Pada kehamilan ektopik, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada DKI Jakarta (342 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Papua (2 kejadian). Pada preeklampsia/eklampsia, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Aceh (223 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Maluku Utara (5 kejadian). Pada

12 plasenta previa, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Lampung (108 kejadian) dan Nusa Tenggara Timur (108 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Papua (6 kejadian). Pada ketuban pecah dini, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Maluku (104 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Maluku Utara (6 kejadian). Pada perdarahan pasca persalinan, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Riau (217 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Kalimantan Tengah (18 kejadian). Kelengkapan Pelaporan SIRS di Indonesia Tabel 19. Kelengkapan Pelaporan Data Rawat Inap Rumah Sakit Menurut Melalui SIRS di Indonesia Tahun 2010 Total RS Rumah Sakit Melapor Jml RS % Aceh ,93 Sumatera Utara ,74 Sumatera Barat ,28 Riau ,90 Jambi ,36 Sumatera Selatan ,47 Bengkulu ,00 Lampung ,36 Kep. Bangka Belitung ,00 Kepulauan Riau ,86 DKI Jakarta ,09 Jawa Barat ,92 Jawa Tengah ,97 DI Yogyakarta ,92 Jawa Timur ,48 Banten ,11 Bali ,59 Nusa Tenggara Barat ,53 Nusa Tenggara Timur ,16 Kalimantan Barat ,16 Kalimantan Tengah ,67 Kalimantan Selatan ,24 Kalimantan Timur ,86 Sulawesi Utara ,35 Sulawesi Tengah ,64 Sulawesi Selatan ,57 Sulawesi Tenggara ,81 Gorontalo 8 0 0,00 Sulawesi Barat ,00 Maluku ,43 Maluku Utara ,14 Papua Barat ,00 Papua ,33 Rata-Rata 25,57

13 Dari total RS yang ada di Indonesia pada tahun 2010, sejumlah 402 RS atau sekitar 24,63% melaporkan datanya kepada Ditjen BUK Kemenkes. Pelaporan tertinggi data rawat inap rumah sakit dilakukan oleh Kepulauan Bangka Belitung (60%), yaitu dari 10 RS yang ada, terdapat 6 RS yang melapor. Sedangkan pelaporan terendah dilakukan oleh Maluku Utara (7,14%), yaitu dari 14 RS yang ada, hanya 1 RS yang melapor. yang tidak melaporkan data RS adalah Gorontalo dan Papua Barat, yaitu tidak ada satupun yang melapor dari 8 RS yang ada di Gorontalo dan 10 RS di Papua Barat. Daerah Tertinggal Menurut Kelengkapan Pelaporan RS di Setiap Kelengkapan pelaporan RS melalui SIRS sebesar 25,57% pada suatu provinsi berarti provinsi tersebut memiliki persentase kelengkapan pelaporan RS melalui SIRS rata-rata nasional. Sedangkan kelengkapan pelaporan RS sebesar >25,57% pada suatu provinsi berarti provinsi tersebut memiliki persentase kelengkapan pelaporan RS melalui SIRS > rata-rata nasional. Persentase kab/kota daerah tertinggal pada provinsi dikelompokkan berdasarkan rentang kuantil kesejahteraan, yaitu sangat rendah ( 20%), rendah (21-40%), agak tinggi (41-60%), tinggi (61-80%), dan sangat tinggi (81-100%). Tabel Silang Daerah Tertinggal dan Pelaporan Data RS di Indonesia Tabel 21. Tabel Silang dengan Kab/kota Daerah Tertinggal dan Pelaporan Data RS di Indonesia Tahun 2010 Kelengkapan Pelaporan RS dengan Kab/Kota 25,57% >25,57% N Daerah Tertinggal N % N % Sangat Tinggi 3 75, ,00 4 Tinggi 4 66, ,33 6 Agak Tinggi 4 80, ,00 5 Rendah 2 50, ,00 4 Sangat Rendah 7 50, ,00 14 Dari tabel 21 dapat diketahui bahwa kelengkapan pelaporan RS sebesar 25,57% memiliki proporsi tertinggi pada provinsi dengan kab/kota daerah tertinggal kategori agak tinggi (80%), kemudian diikuti oleh kategori sangat tinggi (75%), dan tinggi (66,67%). Kelengkapan pelaporan RS sebesar 25,57% memiliki proporsi terendah pada provinsi dengan kab/kota daerah tertinggal kategori rendah (50%) dan sangat rendah (50%). Perkiraan Persentase Komplikasi Maternal Dilaporkan Ditolong di RS Dari total 33 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi yang memiliki perkiraan persentase tertinggi dari komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS adalah

14 Kalimantan Selatan (14,06%) dan terendah adalah Banten (0,58%) dan Sulawesi Tengah (0,58%). Tabel 22. Persentase Persalinan Komplikasi Dilaporkan Ditolong RS Berdasarkan SIRS di Setiap di Indonesia Tahun 2010 Persalinan Komplikasi di RS Estimasi Σ Ibu Hamil Kelengkapan Pelaporan RS (%) Persalinan Komplikasi Dilaporkan Ditolong RS (%) Aceh ,93 4,96 Sumatera Utara ,74 0,98 Sumatera Barat ,28 7,45 Riau ,90 3,15 Jambi ,36 2,72 Sumatera Selatan ,47 5,87 Bengkulu ,00 7,85 Lampung ,36 1,49 Kep. Bangka Belitung ,00 2,42 Kepulauan Riau ,86 6,32 DKI Jakarta ,09 7,18 Jawa Barat ,92 2,40 Jawa Tengah ,97 7,33 DI Yogyakarta ,92 3,85 Jawa Timur ,48 7,54 Banten ,11 0,58 Bali ,59 4,71 Nusa Tenggara Barat ,53 6,25 Nusa Tenggara Timur ,16 3,55 Kalimantan Barat ,16 1,73 Kalimantan Tengah ,67 5,11 Kalimantan Selatan ,24 14,06 Kalimantan Timur ,86 4,41 Sulawesi Utara ,35 4,34 Sulawesi Tengah ,64 0,58 Sulawesi Selatan ,57 3,06 Sulawesi Tenggara ,81 4,81 Gorontalo ,00 0,00 Sulawesi Barat ,00 4,42 Maluku ,43 1,54 Maluku Utara ,14 6,17 Papua Barat ,00 0,00 Papua ,33 4,57 Rata-rata ,57 4,28 PEMBAHASAN Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Penelitian ini hanya dapat menggambarkan 5 variabel komplikasi maternal saja, karena pada SIRS dan Riskesdas tidak banyak ditemukan variabel dengan definisi operasional yang sama untuk dibandingkan. 2. Riskesdas yang digunakan sebagai data pembanding dari data SIRS bukan merupakan survei yang khusus mengumpulkan masalah kesehatan maternal di populasi sehingga pada sebagian provinsi tidak dapat ditangkap kejadian komplikasi maternal. Akibatnya

15 pada sebagian provinsi tersebut tidak dapat diperkirakan besar under reported data SIRS berdasarkan Riskesdas pada kelima variabel komplikasi maternal yang diteliti. 3. Sumber data SIRS yang digunakan dalam penelitian bukan merupakan data mentah, melainkan sudah dalam bentuk penyajian data atau laporan data sehingga variabel yang dapat dianalisis selain variabel komplikasi maternal hanya variabel umur. Variabel umur juga sudah dalam bentuk penggolongan, yaitu <15 tahun, tahun, tahun, dan >44 tahun sehingga tidak dapat dibuat penggolongan umur yang baru yang sesuai dengan keinginan peneliti. 4. Penelitian ini tidak dapat menggambarkan kejadian komplikasi maternal berdasarkan umur pada Riskesdas. Hal ini dikarenakan keterbatasan data terkait estimasi jumlah ibu hamil yang spesifik pada golongan umur <15 tahun, tahun, tahun, dan >44 tahun sehingga tidak dapat diperkirakan jumlah komplikasi maternal menurut umur berdasarkan Riskesdas. 5. Semua bentuk perbandingan antara SIRS dan Riskesdas yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dapat dilihat sebagai perkiraan saja karena SIRS dan Riskesdas merupakan dua data dengan sasaran yang berbeda sehingga tidak dapat dihasilkan gap ataupun perbedaan yang tepat. Hasil perbandingan jumlah kejadian komplikasi maternal berdasarkan SIRS dan Riskesdas menunjukkan bahwa jumlah kejadian komplikasi maternal yang digambarkan pada SIRS dan Riskesdas memiliki perbedaan tinggi namun menghasilkan gambaran yang tidak jauh berbeda pada pola kejadian menurut provinsi di Indonesia. Kemiripan pola kejadian menurut provinsi yang digambarkan SIRS dan Riskesdas pada semua variabel komplikasi maternal yang diteliti dapat dipengaruhi oleh tingginya jumlah ibu hamil pada provinsi-provinsi terutama di Pulau Jawa sehingga sebenarnya jumlah kejadian tidak dapat digunakan secara langsung untuk mengetahui pola kejadian komplikasi maternal. Umur ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Umur tahun adalah periode umur yang paling aman untuk melahirkan. Sementara umur <20 tahun dan umur di atas 30 atau 35 tahun merupakan umur yang berisiko untuk persalinan (Royston, 1994; Senewe dan Sulistyowati, 2004). Tingginya kejadian komplikasi maternal pada kelompok umur tahun dan tahun dapat disebabkan karena jumlah ibu hamil dan melahirkan rata-rata berada pada rentang umur tersebut, sehingga jika dilihat secara angka kejadian absolut akan terlihat bahwa kejadian komplikasi maternal tertinggi terdapat pada rentang umur tersebut.

16 Pengelompokkan umur pada penelitian ini mengikuti pengelompokkan yang telah dilakukan oleh SIRS, yaitu <15 tahun, tahun, tahun, dan >44 tahun. Karena SIRS merupakan data yang berbentuk agregat, maka pengelompokkan umur tersebut tidak dapat diubah. Dengan pengelompokkan umur tersebut akan sulit dilihat bagaimana gambaran kejadian komplikasi maternal pada umur yang berisiko dan yang kurang berisiko. Besar under reported SIRS berdasarkan Riskesdas didapat dari formula di bawah ini. Pada analisis under reported SIRS, beberapa provinsi dipilih dan dikelompokkan menjadi wilayah Pulau Jawa dan Bali dan wilayah luar Pulau Jawa dan Bali. Dua wilayah ini kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan jumlah penduduknya, yaitu pada wilayah Pulau Jawa dan Bali dikelompokkan dalam dua bagian menjadi provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta orang (Povinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) dan provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta orang ( DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, dan Bali). Sedangkan pada wilayah luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dikelompokkan menjadi provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta orang ( Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Sulawesi Selatan) dan provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta orang ( Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara TImur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa di meskipun Pulau Jawa dan Bali memiliki fasilitas kesehatan yang lebih baik (Balitbangkes, 2012) dan berjumlah penduduk tinggi (BPS, 2010), persentase under reported SIRS pada kehamilan ektopik, plasenta previa, ketuban pecah dini, dan perdarahan pasca persalinan juga masih sama tinggi dengan di Luar Pulau Jawa dan Bali. Rendahnya persentase under reported preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu lebih baiknya pelaporan SIRS untuk kejadian preeklampsia/eklampsia dibandingkan kejadian komplikasi maternal lainnya pada wilayah Pulau Jawa dan Bali, dan atau karena Riskesdas yang dijadikan perbandingan (gold standard) dalam penelitian ini tidak dapat menangkap kejadian preeklampsia/eklampsia di populasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga terjadi under estimasi dan membuat persentase under reported SIRS untuk kejadian preeklampsia/eklampsia menjadi lebih rendah. Under reported dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kejadian komplikasi maternal yang under reported pada SIRS tersebut tidak terjadi di RS dan atau kejadian komplikasi

17 maternal yang under reported pada SIRS tersebut terjadi di RS namun tidak dilaporkan melalui SIRS. Hasil penelitian menunjukkan Riskesdas tidak dapat menangkap kejadian komplikasi maternal pada sebagian provinsi di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan karena Riskesdas yang digunakan sebagai data pembanding dari data SIRS bukan merupakan survei yang khusus mengumpulkan masalah kesehatan maternal di populasi sehingga jumlah sampel untuk ibu hamil dan atau melahirkan tidak cukup untuk dapat menangkap kejadian komplikasi maternal di populasi. Hal ini dapat diperburuk dengan memang sedikitnya kejadian komplikasi maternal yang terjadi di populasi, yaitu pada kehamilan ektopik hanya 1: atau 0,30-0,80% (Manuaba, 1998) dan kejadian plasenta previa hanya 0,3-0,5% dari seluruh kehamilan (Wirakusumah, 2005). Sementara pada preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini, dan perdarahan pasca persalinan, Riskesdas dapat menangkap lebih baik karena kejadian tersebut di populasi lebih tinggi yaitu 6% pada preeklampsia/eklampsia (Dolea & AbouZahr, 2003), mendekati 10% pada ketuban pecah dini (Manuaba, 1998), dan 10% pada perdarahan pasca persalinan (Oxorn & Forte, 2010). Tidak tertangkapnya kejadian komplikasi maternal pada Riskesdas menunjukkan adanya kemungkinan bahwa data kejadian komplikasi maternal yang berhasil dikumpulkan Riskesdas mengalami under estimasi dari yang sebenarnya terjadi di populasi. Hasil penelitian menunjukkan hampir 2/3 dari jumlah provinsi di Indonesia memiliki pelaporan SIRS yang 25,57 (rata-rata nasional) dan 2 provinsi tidak melaporkan data RS-nya melalui SIRS. Lebih tingginya persentase pelaporan SIRS pada sebagian provinsi dibandingkan provinsi lainnya tidak menjamin lebih baiknya pelaporan SIRS yang diberikan. Hal ini dapat disebabkan ada kemungkinan dalam setahun, RS tidak melaporkan data pada setiap triwulan (Pelaporan SIRS 2010 menggunakan pedoman pelaporan SIRS revisi V tahun 2003, yang mengharuskan data RL2A dilaporkan setiap triwulan atau 3 bulan), yaitu misalnya hanya melaporkan data pada triwulan pertama dan kedua saja, namun pada triwulan ketiga dan keempat tidak melaporkan data. Kemudian RS tersebut dianggap sudah melaporkan data SIRS sehingga menambah tinggi nilai persentase RS yang melapor dan memperlihatkan persentase pelaporan RS yang lebih tinggi. Pelaporan data RS melalui SIRS pada provinsi dengan kabupaten/kota daerah tertinggal menunjukkan bahwa proporsi pelaporan data RS yang rendah lebih tinggi terdapat pada provinsi dengan kabupaten/kota daerah tertinggal kategori agak tinggi (80%), sangat tinggi (75%), dan tinggi (66,67%). Perkiraan persentase komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS dihitung dengan:

18 Menurut WHO, 15-20% ibu hamil baik di negara maju maupun berkembang akan mengalami risiko tinggi dan atau komplikasi (Bappenas, 2010). Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dan bertempat di fasilitas kesehatan adalah syarat aman untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan (Balitbangkes, 2010). Dengan demikian, 15-20% ibu hamil yang diperkirakan akan mengalami komplikasi perlu ditolong dengan melakukan persalinan di rumah sakit. Oleh karena itu, pelaporan RS yang terintegrasi, yaitu melalui SIRS, seharusnya dapat menggambarkan komplikasi maternal yang terjadi di RS dan dapat melihat berapa besar ibu dengan persalinan komplikasi yang memiliki akses ke RS. Dari total 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya Kalimantan Selatan yang memiliki perkiraan persentase komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS yang cukup tinggi yaitu 14,06%. Persentase komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS berdasarkan SIRS, hanya dapat dilihat jika kelengkapan pelaporan SIRS pada setiap provinsi di Indonesia bernilai 100%. Jika melihat pada kelengkapan pelaporan SIRS pada tahun 2010, persentase kelengkapan pelaporan RS tertinggi hanya sebesar 60% dengan rata-rata nasional sebesar 25,57%. Hal ini berarti pelaporan SIRS 2010 belum dapat digunakan untuk melihat apakah 15-20% ibu hamil yang diperkirakan akan mengalami komplikasi di populasi memiliki akses untuk ditolong di rumah sakit, karena kelengkapan pelaporan SIRS masih rendah. KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut. 1. SIRS dan Riskesdas hasilkan gambaran kejadian komplikasi maternal yang jauh berbeda pada jumlah kejadian, namun tidak jauh berbeda pada pola kejadian berdasarkan provinsi. 2. Jumlah kejadian (absolut) tidak dapat secara langsung digunakan untuk melihat pola kejadian komplikasi maternal menurut provinsi, karena hasilnya bergantung penyebutnya. 3. Berdasarkan SIRS, persentase komplikasi dilaporkan ditolong di RS diperkirakan masih rendah, yaitu <8%, kecuali pada Kalimantan Selatan dengan presentase 14,06%. Perkiraan persentase ini hanya dapat dilihat jika kelengkapan pelaporan SIRS 100%. Hal ini berarti pelaporan SIRS 2010 belum dapat digunakan untuk melihat apakah 15-20% ibu hamil yang diperkirakan akan mengalami komplikasi di populasi memiliki akses untuk ditolong di rumah sakit, karena kelengkapan pelaporan SIRS masih rendah 4. Perkiraan persentase under reported SIRS berdasarkan Riskesdas, mencapai 70%-99% lebih pada semua kejadian komplikasi maternal yang diteliti, kecuali pada preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali yang perkiraan persentase under

19 reportednya berkisar 5%-40% lebih. Under reported dapat disebabkan karena kejadian komplikasi tidak terjadi di RS, atau terjadi di RS namun tidak dilaporkan melalui SIRS. 5. Riskesdas tidak dapat menangkap kejadian komplikasi maternal pada sebagian provinsi karena Riskesdas bukan merupakan survei yang khusus mengumpulkan masalah kesehatan maternal. Adanya kemungkinan data kejadian komplikasi maternal yang berhasil dikumpulkan Riskesdas mengalami under estimasi. 6. Hampir 2/3 provinsi di Indonesia memiliki pelaporan SIRS yang 25,57% atau rata-rata persentase nasional 7. Proporsi pelaporan RS yang rendah lebih tinggi berada pada provinsi yang memiliki kab/kota daerah tertinggal dengan kategori agak tinggi, tinggi, dan sangat tinggi SARAN Saran yang dapat diberikan adalah: 1. Bagi RS di Indonesia, sebaiknya melaporkan data pencatatan RS melalui SIRS secara rutin agar dapat diketahui gambaran kejadian masalah kesehatan terutama komplikasi maternal sesuai keadaan yang sebenarnya sehingga dapat dibuat perencanaan yang baik untuk penanggulangannya 2. Bagi Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan, sebaiknya meningkatkan lagi pembinaan terkait pelaporan data RS melalui SIRS pada RS di Indonesia, terutama pada RS yang diketahui memiliki pelaporan rendah 3. Bagi penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebagai data pembanding dalam melihat keadaan pelaporan SIRS terutama pada kejadian komplikasi maternal pada tahun Hal ini dikarenakan SDKI merupakan survei yang cukup fokus pada masalah kesehatan maternal sehingga dapat menangkap kejadian komplikasi maternal dengan lebih baik. DAFTAR REFERENSI Bappenas. (2010). Peta jalan percepatan pencapaian tujuan pembangunan millenium di indonesia. Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Maret 5, Pusdatin. (2012). Buletin jendela data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Februari 15, Balitbangkes. (2012). Laporan akhir riset fasilitas kesehatan Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembang Kesehatan Kemenkes RI.

20 Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2009). Komplikasi pada Kehamilan Lanjut. Dalam R. C. Benson, M. L. Pernoll, S. S. Primarianti, & T. Resmisari (Penyunt.), Buku saku obstetri dan ginekologi (S. Wijaya, Penerj., 9 ed., hal. 343). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. DitjenBUK. (2012). Penyajian data SIRS edisi Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Royston, E., & Armstrong, S. (1994). Pencegahan kematian ibu hamil (1 ed.). (A. Kaptiningsih, G. H. Wiknjosastro, H. Pratomo, I. Chair, J. Annas, T. Rachimhadhi, Penyunt., & R. F. Maulany, Penerj.) Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. Senewe, F. P., & Sulistiyowati, N. (2004). Faktor-faktor yang berhubungan dengan komplikasi persalinan tiga tahun terakhir di Indonesia (Analisis lanjut SKRT-Susenas 2001). Bul. Penel. Kesehatan, 32 No.2, Februari 11, BPS. (2010). Hasil sensus penduduk 2010: data agregat per provinsi. Jakarta: BPS. Manuaba, i. b. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. (Setiawan, Penyunt.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dolea, C., & AbouZahr, C. (2003). Global Burden of hypertensive disorders of pregnancy in the year Geneva: Evidence and Information for Policy (EIP) World Health Organization. Balitbangkes. (2010). Riset kesehatan dasar Kemenkes RI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Februari 20, an_riskesdas_2010.pdf. DitjenBUK. (2012). Penyajian data SIRS edisi Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Oxorn, H., & Forte, W. R. (2010). Ilmu kebidanan: patologi & fisiologi persalinan. (M. Hakimi, Penyunt.) Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica & Penerbit Andi. Kementrian-PPN, & Bappenas. (2010). RPJMN Jakarta: Kementrian PPN dan Bappenas. Pusdatin. (2009). Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI.

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES 2.1 Deskripsi Diabetes Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan stress. Penderita

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AKB) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AKB) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini tergolong paling tinggi di dunia. Untuk sementara,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi termasuk dalam masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health Organization) pada

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PERSALINAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PERSALINAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PERSALINAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Rizki Trida Mustika 201210104324 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan wanita. Menurut World Health Organization (WHO), setiap hari

BAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan wanita. Menurut World Health Organization (WHO), setiap hari BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian wanita hamil atau kematian dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa mempertimbangkan umur dan jenis kehamilan.

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk dari upaya pembangunan di bidang kesehatan adalah peningkatan kesehatan ibu dengan program yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2013 AKI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2013 AKI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Ibu bersalin yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di rumah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun bayi (Depkes, 2007).

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di. kesehatan meluncurkan upaya terobosan berupa Jaminan Persalinan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di. kesehatan meluncurkan upaya terobosan berupa Jaminan Persalinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) maupun masih rendahnya jumlah ibu yang melakukan persalinan di fasilitasi kesehatan disebabkan kendala biaya sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan ibu, menegakan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan, menegakan secara dini komplikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016 Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016 Lampiran Perjanjian Kinerja Direktur Kesehatan Keluarga dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat. Lampiran, Cakupan Indikator Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, presentasi belakang kepala, keseimbangan

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama. Angka tersebut yang akan menjadi indikator penilaian derajat

BAB I PENDAHULUAN. sama. Angka tersebut yang akan menjadi indikator penilaian derajat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tergolong masih tinggi dibandingkan negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah penduduk yang meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu indikator terpenting untuk menilai keberhasilan kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi dapat tercermin dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT MUHAMADIYAH PALEMBANGTAHUN 2014

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT MUHAMADIYAH PALEMBANGTAHUN 2014 GAMBARAN UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT MUHAMADIYAH PALEMBANGTAHUN 2014 OLEH : DEBY MEITIA SANDY Dosen Tetap Pada Program Studi KebidananSTIK Bina Husada Palembang

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah bagi kehidupan seorang ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan dalam proses ini, baik itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komplikasi persalinan pada ibu dan bayi baru lahir sebagai faktor penyebab tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam pertolongan persalinan

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci