KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan Oleh HENDRO WIDIYANTO A PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 i

2 digilib.uns.ac.id ii

3 digilib.uns.ac.id iii

4 digilib.uns.ac.id iv

5 digilib.uns.ac.id Hendro Widiyanto. A Kajian Sensitifitas Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) K.G.P.A.A. Mangkunagoro I Karanganyar. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Dibimbing oleh Slamet Minardi dan Sunarto. ABSTRAK Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar mempunyai fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistem dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan kawasan TAHURA secara efektif dan efesien untuk menjaga kelestarian fungsi TAHURA, diperlukan penataan kawasan berupa penentuan blok/zonasi ke dalam unit-unit bagian. Kajian sensitifitas ekologi digunakan sebagai kriteria dalam penentuan blok/zonasi kawasan TAHURA. Penelitian ini bertujuan 1. Mengidentifikasi kriteria Sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar 2. Menentukan blok/zonasi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berdasarkan tingkat sensitifitas. Penggabungan penggunaan Sistem Informasi Geografis (GIS) dan survei digunakan untuk mengukur tingkat sensitifitas ekologi terhadap pengaruh dinamika perubahan ekologi sesuai fungsi masing-masing blok/zonasi kawasan TAHURA. Survei vegetasi dan satwa digunakan untuk mengetahui potensi biotik kawasan TAHURA. Pengambilan sampel vegetasi dan satwa dengan membuat metode transek line masing-masing jarak 400m, jumlah sampel vegetasi sebanyak 46 petak ukur dan jumlah sampel satwa (aves) sebanyak 25 petak ukur. Pengambilan sampel vegetasi bentuk petak ukur bujur sangkar dengan ukuran kuadrat sesuai tingkat pertumbuhan, jarak antar petak ukur 100m. Pengamatan satwa (aves) dalam radius 50m dengan jarak antar titik pengamatan 200m. Hasil survei vegetasi dan satwa diklasifikasikan dalam penilaian skoring, selanjutnya dimasukan kedalam peta vegetasi dan peta satwa. Peta kelerengan dan ketinggian tempat dibuat dengan metode Digital Elevation Model (DEM) dari peta kontur Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: dengan interval ketinggian 12,5m dengan memanfaatkan software ArcGIS Penentuan sensitifitas ekologi merupakan hasil overlay atau tumpang susun dari peta vegetasi, peta satwa, peta ketinggian tempat, dan peta kelerengan TAHURA. Hasil penelitian menunjukkan tingkat Sensitifitas kawasan TAHURA Mangkunagoro I dalam penentuan blok/zonasi, yaitu: blok/zona perlindungan 107,25 ha (41,0%) sangat sensitive, blok koleksi sangat sensitif dan sensitif 136,51 ha (52,2%), blok pemanfaatan 17,46 ha (6,7%) sensitif dan tidak sensitive, dan areal 0,46 ha (0,2%) tidak sensitif berada di tengah blok perlindungan masih direncanakan sebagai blok/zona tradisional. Berdasarkan tingkat sensitifitas kawasan TAHURA Mangkunagoro I, yaitu: sangat sensitif 130,48 ha (49,9%), sensitif 122,66 ha (46,9%), dan tidak sensitif 8,55 ha (3,2%). Kata kunci : Sensitifitas TAHURA, commit vegetasi, to user satwa, ketinggian, kelerengan, penentuan blok/zonasi. v

6 digilib.uns.ac.id Hendro Widiyanto. A A Sensitivity Study on Taman Hutan Raya (TAHURA) Area of K.G.P.A.A Mangkunagoro I Karanganyar. Thesis. Ecology Study Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Under guidance of Slamet Minardi dan Sunarto. ABSTRACT Taman Hutan Raya (Tahura = Great Jungle Park) of KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar serves to buffer life, living diversity and ecosystem preservation, and is beneficial to the community welfare. The effective and efficient management of TAHURA area to preserve the function of TAHURA requires the organization of area related to determining block/zoning in some units. The ecological sensitivity study is used as a criterion in determining block/zoning of TAHURA area. This research aimed 1) to identify the sensitivity criteria of TAHURA area of KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar, and 2) to determine the block/zoning in TAHURA area of KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar by sensitivity level. The integration of geographical information system (GIS) and survey was used to measure the level of ecological sensitivity to the effect of ecological change dynamic according to the function of each block/zoning in TAHURA area. Vegetation and wildlife survey was employed to find out the biotic potency of TAHURA area. The sample of vegetation and wildlife was taken by means of developing line transect method with 400 m distance, 46 compartments of vegetation sample and 25 compartments of wildlife (aves) sample. The vegetation sample with square compartment shape was taken using squared size according to growth level and 100-m interval between compartments. The observation on wildlife (aves) was conducted in 50 m radius and 200m interval between observation points. The result of vegetation and wildlife survey was classified in scoring, and was included into vegetation and wildlife maps. Slope and height maps were developed using Digital Elevation Model (DEM) from Indonesian Earth Surface (Rupa Bumi Indonesia = RBI) contour map in scale 1:25,000 with height interval of 12.5 m by utilizing ArcGIS 10.0 software. The determination of ecological sensitivity constituted the overlay result of vegetation, wildlife, altitude, and slope maps of TAHURA. The result of research showed sensitivity level of TAHURA Mangkunagoro I area in determining block/zoning: protection block/zone of ha (41.0%) was very sensitive, collection block of ha (52.2%) was very sensitive and sensitive, utilization block of ha (6.7%) was sensitive and not sensitive, and of 0.46 ha (0.2%) was not sensitive existing amid protection block still devised as traditional block/zone. Considering the sensitivity level, the area of TAHURA Mangkunagoro I belonged to very sensitive of ha (49.9%), sensitive of ha (46.9%) and not sensitive of 8.55 ha (3.2%). Keywords: sensitivity of TAHURA, vegetation, wildlife, height, slope, block determination/zoning vi

7 digilib.uns.ac.id MOTTO Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Al-Insyirah: 6) Berperilaku baik dan lemah lembutlah kepada Ibumu, Ibumu, Ibumu, dan Ayahmu (Al-quran & Al-hadist). Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali ia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kekeliruan diri sendiri. kemanapun dan dimanapun hinggap tidak akan pernah menyebabkan dahan patah ataupun rusak meskipun rapuh (An-Nahl). vii

8 digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSEMBAHAN Sebuah karya kecil ini penulis persembahkan untuk: Istri (Regita Riyantina) yang selalu support dan mendoakanku untuk selalu bersabar, Ananda tercinta (Akhtar Reyhansyach dan Aisy Reyhansyach) yang selalu berbagi cerita dan menguatkanku Ibu & Bapak yang selalu support dan mendoakanku untuk selalu bersabar (E.L. Murtiatun dan Saridi), Kakak Wiwi, dan Adik-adik (Edy, Rio & Rigi). viii

9 digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan kontribusi, memberikan inspirasi dan semangat yang tiada henti baik selama proses pembelajaran maupun dalam penyelesaian penelitian ini. 1. Menteri Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dan Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah VIII Surabaya dan berbagai pihak di jajaran Kementerian Kehutanan yang telah memberikan ijin tugas belajar. 2. Prof. Dr Ahmad Yunus, M.Sc., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 3. Prof. Dr. Ir. Slamet Minardi, MP selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan semangat, masukan dan arahan serta pengajaran dalam penyelesaiaan penelitian ini. 4. Dr. Sunarto, M.Si selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta pengajaran dalam penyelesaiaan penelitian ini. 5. Dr. Prabang Setiyono, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dan penguji yang telah banyak memberikan arahan, kritik dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 6. Prof. Ir. M.T Budiastuti, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan arahan, kritik dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 7. Soegiharto, S. Hut, MP selaku Kepala Balai, Kepala Seksi, dan segenap staff karyawan Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan (BPTP) Taman Hutan Raya (TAHURA) Mangkunagoro I Karanganyar, yang telah membantu penulis dalam penyediaan data. ix

10 digilib.uns.ac.id 8. Balai Pengelolaan DAS Solo Kementerian Kehutanan yang telah membantu penulis dalam penyediaan data. 9. Segenap Dosen Program Studi S2 Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis. 10. Segenap Karyawan dan Staf Pengelola Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah membantu selama proses perkuliahan. 11. Rekan-rekan mahasiswa S2 Program Studi Ilmu Lingkungan Angkatan 2012 Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. yang selalu menemani disaat suka dan duka, memberikan bantuan, dorongan dan motivasi selama menempuh studi pascasarjana dan penyusunan tesis ini. Semoga persaudaraan yang ada akan tetap selalu terjalin. 12. Husain Nukman, Baroto Agus Aryhadi, Rusiman, dan segenap teman alumni IKA SKMA yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 13. Keluarga Bapak Sudjono, Bapak Suparmin dan Ibu Nasriah yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 14. Teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dan seluruh pihak yang ikut membantu dalam penelitian ini. Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tulisan ini sangat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu koreksi dan saran pembaca sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca. Surakarta, Desember 2014 Penulis x

11 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv ABSTRAK v ABSTRACT vi MOTTO vii HALAMAN PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian... 6 BAB II LANDASAN TEORI... 7 A. Tinjauan Pustaka Lingkungan Hidup... 7 a. Pengertian Lingkungan Hidup... 7 b. Konsep Lingkungan Hidup... 7 c. Komponen dan Manfaat Lingkungan Hidup... 8 d. Jenis Lingkungan Hidup... 9 e. Asas Lingkungan Hidup Hutan a. Jenis-jenis Hutan di Indonesia b. Jenis-jenis Hutan commit di Indonesia to user Berdasarkan variasi iklim, Jenis xi

12 digilib.uns.ac.id Tanah dan Bentang Alam c. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Pembentukan d. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Status e. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Jenis Tanaman f. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Fungsi g. Hutan Rakyat Zonasi Hutan a. Zona Inti b. Zona Rimba; Zona Perlindungan Bahari untuk Wilayah Perairan. 18 c. Zona Pemanfaatan d. Zona Tradisional e. Zona Rehabilitasi f. Zona Religi, Budaya dan Sejarah g. Zona Khusus Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Pemikiran Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu Penelitian Tempat Penelitian B. Sumber Data dan Peralatan Sumber Data Peralatan dan Bahan C. Tatalaksana Penelitian Jenis Penelitian Prosedur Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Variabel Penelitian Analisis Data D. Metode Sensitifitas Ekologi commit... to user 39 xii

13 digilib.uns.ac.id 1. Vegetasi Satwa Ketinggian Tempat Kelerengan E. Penentuan Blok Pengelolaan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Letak, Luas, dan Batas Geologi Topografi Iklim dan Hidrologi Kondisi Tutupan Lahan Potensi Hayati Potensi Bukan Hayati Aksesbilitas Pengelolaan Sejarah Kawasan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat B. Kriteria Sensitifitas Penilaian Sensitifitas Ekologi Penentuan Blok/Zonasi Berdasarkan Tingkat Sensitifitas Pengelolaan Kawasan Tahura Mangkunagoro I a. Blok Perlindungan b. Blok Koleksi c. Blok Pemanfaatan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Tabel 2. Jenis Data yang diambil Tabel 3. Penilaian Sensitifitas Ekologi Tabel 4. Klasifikasi Penilaian Sensitifitas Tabel 5. Sistem Skoring Sensitifitas Tabel 6. Komposisi Kelas Kelerengan Kawasan TAHURA Mangkunagoro I Tabel 7. Curah Hujan Rata-rata di Beberapa Kecamatan Sekitar Mangkunagoro I Periode Tabel 8. Kondisi Tutupan Lahan TAHURA Mangkunagoro I Tabel 9. Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Famili Tabel 10. Indek Nilai Penting (INP) Vegetasi Tabel 11. Hasil Penilaian kelerengan Dalam Penentuan Blok/zonasi xiv

15 digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Berpikir Gambar 2 Peta Kawasan TAHURA Mangkunagoro I Gambar 3 Metode Sensitifitas Ekologi Gambar 4 Penentuan Blok/zonasi TAHURA Mangkunagoro I berdasarkan Tingkat Sensitifitas Gambar 5 Peta Vegetasi TAHURA Mangkunagoro I Gambar 6 Peta Satwa Liar TAHURA Mangkunagoro I Gambar 7 Peta Ketinggian TAHURA Mangkunagoro I Gambar 8. Peta Kelerengan TAHURA Mangkunagoro I Gambar 9. Peta Sensitifitas TAHURA Mangkunagoro I xv

16 digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Identifikasi Kawasan TAHURA Mangkunagoro I Lampiran 2. Peta Pengambilan Sampel Vegetasi Lampiran 3. Peta Pengambilan Sampel Satwa (Aves) Lampiran 4. Kondisi Sosial Ekonomi Desa Sekitar TAHURA Mangkunagoro I 83 Lampiran 5. Data Vegetasi Berdasarkan Tingkat Pertumbuhan Dalam Blok/zona Lampiran 6. Data Vegetasi Tumbuhan Bawah.. 88 Lampiran 7. Data Penyebaran Satwa (Aves) Lampiran 8. Data Penyebaran Satwa (Mamalia) Lampiran 9. Data Tabulasi Sensitifitas Ekologi Dalam Penentuan Blok/zonasi TAHURA Mangkunagoro I Lampiran 10. Foto Tempat Wisata Sekitar TAHURA Mangkunagoro I xvi

17 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Definisi lain, menjelaskan bahwa hutan adalah areal yang cukup luas dengan tanah beserta segala isinya yang di dalamnya tumbuh berbagai jenis pohon bersama-sama organisme lain, nabati maupun hewani, yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat-manfaat lain secara lestari (Bab I Pasal 1 Keputusan Menteri Kehutanan No.70/Kpts II/2001). UU RI No. 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dalam UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun mendatang. Menurut fungsinya, hutan mempunyai fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan yang mempunyai fungsi konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur commit tata to air, user mencegah banjir, mengendalikan 1

18 digilib.uns.ac.id 2 erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (Undang-undang RI No.41 Bab I pasal 1 tentang Kehutanan). Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda- beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Mendasarkan pada karakteristik khusus pada hutan tersebut manusia dapat memanfaatkan sumberdaya hutan yang terkandung di dalamnya, terutama pada kawasan hutan produksi. Pemanfaatan hutan ini bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri (Pasal 15 PP No.34/2002). Keberadaan kawasan hutan dalam suatu wilayah merupakan bagian dari ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota yang bersangkutan sehingga kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota akan memberikan implikasi luas terhadap keberadaaan kawasan hutan tersebut (Syahadat, 2012). Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar adalah kawasan yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah kabupaten maupun pihak lain yang peduli sehingga tetap terjaga kelestariannya. Sebagaimana tertuang dalam PP RI No: 28 tahun 2011 Pasal 1 Ayat 10 yang mengungkapkan bahwa Taman Hutan Raya (TAHURA) Mangkunagoro I merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli, yang tidak invasif dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Secara struktur organisasi, TAHURA Mangkunagoro I dikelola oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Dalam pengelolaan TAHURA perlu dilakukan upaya kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan pemanfaatan secara lestari. Upaya menjaga dan melestarikan TAHURA memiliki tujuan untuk mengurangi segala macam gangguan dan ancaman yang dapat merusak atau merugikan keberadaannya. TAHURA commit KGPAA to user Mangkunagoro I memiliki persoalan

19 digilib.uns.ac.id 3 yang berpotensi dapat mengganggu dan mengancam kelestariannya. Kehidupan masyarakat/penduduk di sekitar hutan yang sangat bergantung pada hutan, dikhawatirkan kurang memiliki kontrol sehingga dapat berdampak buruk bagi lingkungan hutan. Masyarakat sekitar hutan pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki ketrampilan yang memadai, sehingga mereka bekerja hanya berdasarkan pengalaman kecil dan secara tradisional. Masyarakat sekitar hutan dengan alasan desakan kebutuhan hidup, memiliki kecenderungan merusak hutan seperti melakukan pencurian hasil hutan kayu, membibrik tanah hutan untuk mendapatkan tanah garapan, menggembalakan ternak secara liar di sekitar hutan, membuat arang yang dapat menimbulkan kebakaran hutan, serta mengakibatkan kerusakan hutan yang berpengaruh terhadap ketidakmampuan hutan berfungsi baik. Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, baik yang memanfaatkan hasil hutan secara langsung maupun tidak langsung. Pertengahan tahun 2000, Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa sekitar 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungan tidak didefinisikan. Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi tradisional, yakni menggabungkan perladangan dengan berburu, dan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya (Hardjasoemantri, 1985). Keberadaan masyarakat di sekitar hutan secara langsung menimbulkan keinginan dan motivasi untuk pemanfaatan hasil hutan. Timbulnya keinginan motivasi tersebut dipicu oleh kesadaran masyarakat disamping faktor sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan, dan perilaku masyarakat (Kartasapoetra, 1987). Pengelolaan atau pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat memiliki nilai positif dan negatif. Nilai positif yang diperoleh dari sumberdaya alam untuk masyarakat lokal tentu saja adalah terpenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik dari hasil pertanian, perkebunan, serta didapat dari hasil hutan. Nilai negatif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dalam ekosistem yang berlebihan dan tidak commit terkontrol, to user dapat menyebabkan punahnya

20 digilib.uns.ac.id 4 fauna, tanah gundul, tanah longsor, serta menjadi padang alang-alang. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sesungguhnya dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka merupakan perilaku yang paling kruisal dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak bertanggung jawab yang berujung pada kerusakan hutan yang pada akhirnya juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri (Dephutbun, 1999). Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila diberdayakan, tetapi dalam hal ini masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan harus mempunyai prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001). Permasalahan lain yang ada di TAHURA Mangkunagoro I Karanganyar adalah pada pembagian blok/zonasi yang belum jelas, sehingga pengelolaan belum optimal. Dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 bahwa TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar harus memiliki blok/zonasi pembagian atau pemecahan suatu areal ke dalam beberapa bagian atau zona sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan misalnya, zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona lain yang ditetapkan menteri. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian TAHURA adalah dengan melakukan kajian sensitifitas ekologi hutan. Dengan kajian sensitifitas kawasan hutan yang tepat dan jelas berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011, maka pengelola dan masyarakat akan lebih bijak dalam memanfaatkan serta melestarikan fungsi kawasan TAHURA. Diharapkan dari hasil kajian sensitifitas TAHURA, kedepannya pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I akan semakin optimal serta pembagian wilayah yang ada di TAHURA KGPAA Mangkunagoro terealisasikan oleh pihak-pihak terkait atau yang bertugas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan judul Kajian Sensitifitas Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) K.G.P.A.A. Mangkunagoro I Karanganyar.

21 digilib.uns.ac.id 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang diatas, kajian sensitifitas kawasan TAHURA ditujukan sebagai dasar dalam penataan kawasan berupa penetapan blok/zonasi TAHURA. Penataan kawasan berupa penentuan blok/zonasi dapat dilakukan dengan penentuan kriteria berdasarkan derajat tingkat kepekaan ekologis (sensitivity of ecology) dari yang paling peka sampai yang tidak peka. Penetapan blok/zonasi sesuai fungsi kawasan memiliki peran penting dalam implementasi pengelolaan kawasan yang efektif. Ada beberapa permasalahan mendasar yang perlu dikaji dalam penataan kawasan dalam penetapan blok/zonasi, yaitu: Penataan kawasan TAHURA berupa penentuan blok/zonasi berdasarkan kriteria derajat kepekaan ekologis secara rinci belum tersedia dalam peraturan daerah, sehingga pengelola TAHURA mengalami kesulitan dalam pelaksanaan penentuan blok/zonasi kawasan. Pengelola TAHURA dalam penataan kawasan berupa penentuan blok/zonasi menggunakan batas administrasi dan batas alam terhadap fungsi kawasan hutan sebelumnya, serta belum mengakomodir aspek-aspek penting kawasan seperti biofisik (ecologi, biodiversitas, landsystem), potensi dan ancaman yang ada dan tidak memperhatikan ketersediaan sumberdaya manusia dan pendanaan organisasi pengelola. Penataan batas kawasan dalam penentuan blok/zonasi di TAHURA secara fisik tidak jelas di lapangan sehingga sulit dikenali oleh petugas lapangan, akibatnya pengelolaan dilevel tapak tidak berjalan efektif. Berdasarkan permasalahan yang ada, di dapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kriteria sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar? 2. Bagaimana penentuan blok/zonasi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berdasarkan tingkat sensitifitas?

22 digilib.uns.ac.id 6 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kriteria sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar. 2. Menentukan blok/zonasi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berdasarkan tingkat sensitifitas. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian Balai Penelitian dan Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan acuan penelitian selanjutnya mengenai Kajian Sensitifitas Kawasan TAHURA. 3. Dari informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang lingkungan Taman Hutan Raya dan potensi sumberdaya alam. 4. Dapat dijadikan refrensi bagi pemerintah dan masyarakat setempat mengenai penataan kawasan dalam penetapan blok/zonasi berdasarkan Kajian Sensitifitas Kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar.

23 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkungan Hidup a. Pengertian Lingkungan Hidup Secara khusus, sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 4 tahun 1982, menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Salah seorang ahli ilmu lingkungan, yaitu Otto Soemarwoto mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment. Lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya. b. Konsep Lingkungan Hidup Konsep dasar lingkungan hidup antara lain: 1) Lingkungan hidup adalah keseluruhan ruang yang ada di bumi yang terdiri dari air, tanah, udara, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya. 2) Norma yang mendasari lingkungan hidup adalah norma sosial dan norma hukum. 7

24 digilib.uns.ac.id 8 3) Lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu lingkungan alami, lingkungan binaan, dan lingkungan sosial budaya. 4) Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan hidup yang masingmasing makhluk hidup dan komponen di dalamnya dapat berinteraksi dengan baik. 5) Lingkungan hidup yang berada di bumi, baik benda mati atau hidup, manusia dan alam mampu berhubungan secara timbal balik. Permasalahan lingkungan mikro yang dominan menyebabkan kerawanan lingkungan adalah penyediaan air minum dan pembuangan sampah domestik, sedangkan pada lingkungan kerja adalah pemborosan energi dan pada lingkungan makro adalah kerusakan dan kemerosotan kualitas ekosistem (Nadira, 2012). c. Komponen dan Manfaat Lingkungan Hidup Menurut Nadira (2012), komponen lingkungan hidup yaitu: 1) Lingkungan Hidup Alami Lingkungan hidup alami adalah lingkungan yang telah ada di alam tanpa campur tangan manusia. Contoh: hutan belantara. 2) Lingkungan Hidup Binaan Lingkungan binaan adalah lingkungan yang sudah direkayasa oleh manusia. Contoh: sekolah, perumahan dan perkantoran. 3) Lingkungan Hidup Sosial Budaya Lingkungan sosial budaya yaitu lingkungan yang dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat setempat. Manfaat lingkungan hidup menurut Nadira (2012), antara lain: 1) Menyediakan sumberdaya alam bagi kebutuhan hidup manusia. 2) Menyediakan ruang bagi manusia dan makhluk hidup lain untuk melakukan aktifitas keseharian, untuk bertahan hidup dan berkembang biak. 3) Memberikan kesempatan bagi manusia terutama untuk bereksplorasi, membuat berbagai macam penemuan baru dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh manusia melalui pengamatan dan penelitian.

25 digilib.uns.ac.id 9 4) Membantu manusia mengenal siapa dirinya dan apa peran serta dalam suatu ekosistem. d. Jenis Lingkungan Hidup Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) Unsur Hayati (Biotik) Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Contoh: lingkungan hayati di kebun sekolah, didominasi oleh tumbuhan dan di dalam kelas, lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia. 2) Unsur Sosial Budaya Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat. 3) Unsur Fisik (Abiotik) Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari bendabenda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. e. Asas lingkungan Asas-asas lingkungan diantaranya adalah hukum termodinamika pertama atau yang disebut hukum konservasi energi. Energi dapat berubah dari suatu bentuk ke bentuk lain, tetapi tidak dapat dihancurkan atau diciptakan. Energi yang memasuki organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Sistem kehidupan dapat dianggap sebagai pengubah energi. Ada berbagai strategi untuk mentransformasikan energi (Setyono, 2008). Asas kedua diambil dari hukum termodinamika kedua, yakni tidak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien. Jadi meskipun energi itu tidak pernah hilang di alam commit ini, to tetapi user energi itu akan terus diubah ke

26 digilib.uns.ac.id 10 dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Misalnya energi yang masuk kedalam tubuh organisme berbentuk bahan makanan yang padat dan bermanfaat, sedangkan energi yang keluar dari tubuh hewan berbentuk panas (Setyono, 2008). Asas ketiga menyangkut sumber alam. Materi, energi, ruang, waktu dan keanekaragaman semuanya termasuk kategori sumber alam. Pengubahan energi oleh sistem biologi diharapkan berlangsung pada kecepatan yang sebanding dengan materi dan energi yang ada di alam lingkungannya (Setyono, 2008). Asas keempat dinamakan asas penjenuhan, yaitu kemampuan lingkungan habitat untuk menyokong suatu materi ada batasnya. Kemampuan untuk menyokong pencemar ada batasnya. Asas kelima menyangkut pengaturan populasi dengan faktor ketergantungan pada kepadatan. Pada asas ini terangkut situasi sumber alam yang tidak menimbulkan rangsangan penggunaan lebih lanjut. Asas keenam menyangkut persaingan. Individu dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya cenderung berhasil mengalahkan saingannya. Asas ketujuh menyangkut keteraturan yang pasti dalam suatu lingkungan dalam periode relatif lama. Ada fluktuasi penurunan dan kenaikan kondisi lingkungan disemua habitat, tingkat kesukaran diramalkan berbeda-beda (Setyono, 2008). Asas kedelapan menyangkut habitat dan keanekaragaman takson. Kelompok taksonomi tertentu suatu jasad hidup ditandai keadaan lingkungan yang khas, disebut nicia. Asas kesembilan berbunyi keanekaragaman sebanding dengan biomassa atau produktivitas. Konsep kestabilan selalu diikuti dengan keanekaragaman yang tinggi sehingga rantai makanan terbentuk stabil dengan komponen biotik yang lengkap. Hal ini mempengaruhi peningkatan produktivitas. Asas kesepuluh berbunyi biomassa atau produktivitas meningkat dalam lingkungan yang commit stabil. to Lingkungan user yang stabil merupakan

27 digilib.uns.ac.id 11 representasi aliran energi yang dinamis menurut kesetimbangan yang tertoleransi sehingga fluktuasi kuantitas biomassa dan produktivitas meningkat. Asas kesebelas berbunyi sistem yang sudah mantab (dewasa) mengeksploitasi sistem yang belum mantab. Tingkat makanan, populasi atau ekosistem yang sudah dewasa memindahkan, energi, biomassa dan keanekaragaman tingkat energi kearah yang belum dewasa (Setyono, 2008). Asas keduabelas lahir dari asas keenam dan ketujuh. Kalau seleksi berlaku, tetapi keanekaragaman meningkat dilingkungan mantap, akan ada perbaikan sifat adaptasi terhadap lingkungan. Asas ketigabelas adalah perkembangan asas ketujuh, Sembilan dan duabelas. Asas keempatbelas berbunyi derajat pola keteraturan fluktuasi populasi bergantung kepada pengaruh sejarah populasi sebelumnya. 2. Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi : a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain d. Mampu memberikan manfaat secara lestari (Rahmawaty, 2004). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.18/Menhut- II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada pasal I berbunyi bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan commit lainnya to user tidak dapat dipisahkan. Hutan

28 digilib.uns.ac.id 12 memiliki kawasan yang mencakup wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. a. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan iklim adalah: 1) Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi. Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. 2) Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. b. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Variasi Iklim, Jenis Tanah, dan Bentang Alam. Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan variasi iklim, jenis tanah, dan bentang alam adalah sebagai berikut: 1) Kelompok Hutan Tropika : a) Hutan Hujan Pegunungan Tinggi b) Hutan Hujan Pegunungan Rendah c) Hutan Tropika Dataran Rendah d) Hutan Subalpin e) Hutan Pantai f) Hutan Mangrove g) Hutan Rawa h) Hutan Kerangas i) Hutan Batu Kapur

29 digilib.uns.ac.id 13 j) Hutan pada batu Ultra Basik 2) Kelompok Hutan Monsun a) Hutan Monsun Gugur Daun b) Hutan Monsun yang Selalu Hijau (Evergreen) c) Sabana c. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Pembentukan Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan pembentukan adalah sebagai berikut: 1) Hutan alam, yaitu suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Hutan alam juga disebut hutan primer, yaitu hutan yang terbentuk tanpa campur tangan manusia. 2) Hutan buatan disebut hutan tanaman, yaitu hutan yang terbentuk karena campur tangan manusia. d. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Status Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan status adalah sebagai berikut: 1) Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Beberapa hutan negara yang dikelola oleh badan usaha atau pemerintah yaitu; Perum Perhutani, Ijin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). 2) Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB). Hutan hak merupakan hutan yang status kepemilikan tanahnya milik rakyat, atau disebut hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. 3) Hutan adat, yaitu hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

30 digilib.uns.ac.id 14 e. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Jenis Tanaman Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan jenis tanaman adalah sebagai berikut: 1) Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 % ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan bambu, dan hutan pinus. 2) Hutan Heterogen (Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacammacam jenis tumbuhan. f. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Fungsi Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan fungsi adalah sebagai berikut: 1) Hutan Lindung Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. 2) Hutan Konservasi. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas: a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru. b) Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberalam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.

31 digilib.uns.ac.id 15 3) Hutan Produksi Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK). (Kainde, 2011) g. Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun, 1999). Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. (Rahmawaty, 2004) Pengelolaan di areal hutan rakyat dapat dilakukan penanaman dengan mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry. Pola pemanfaatan lahan seperti ini banyak manfaatnya, antara lain: 1) Pendapatan per satuan lahan bertambah 2) Erosi dapat ditekan 3) Hama dan penyakit lebih dapat dikendalikan 4) Biaya perawatan tanaman dapat dihemat 5) Waktu petani di lahan lebih lama. Beberapa tanaman perkayuan yang dikembangkan di hutan rakyat, adalah: sengon (Paraserianthes falcataria), kayu putih (Melaleuca leucadendron), aren (Arenga pinata), sungkai (Peronema canescens), akasia (Acacia sp.), jati putih (Gmelina commit arborea), to user johar (Cassia siamea), kemiri

32 digilib.uns.ac.id 16 (Aleurites moluccana), kapuk randu (Ceiba petandra), jabon (Anthocepallus cadamba), mahoni (Swietenia macrophylla), bambu (Bambusa), mimba (Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No. 677/Kpts-II/1998, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan kepentingan mensejahterakan masyarakat. Pengusahaan hutan kemasyarakatan bertumpu pada pengetahuan, kemampuan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri (Community Based Forest Management), proses berjalan melalui perencanaan bawah-atas, dengan bantuan fasilitasi dari pemerintah secara efektif, terus menerus dan berkelanjutan. (Dephutbun, 1999). Pengusahaan hutan kemasyarakatan dikembangkan berdasarkan keberpihakan kepada rakyat khususnya rakyat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan, dengan prinsip-prinsip: 1) Masyarakat sebagai pelaku utama 2) Masyarakat sebagai pengambil keputusan 3) Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat. 4) Kepastian hak dan kewajiban semua pihak 5) Pemerintah sebagai fasilitator dan pemandu program 6) Pendekatan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya. Berdasarkan jenis komoditas, pengusahaan hutan kemasyarakatan memiliki pola yang berbeda untuk setiap status kawasan hutan, disesuaikan dengan fungsi utama, yaitu: 1) Kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan tujuan utama untuk memproduksi hasil hutan berupa kayu dan non kayu serta jasa lingkungan, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. 2) Kawasan hutan lindung dilaksanakan dengan tujuan utama tetap menjaga fungsi perlindungan terhadap commit air dan to user tanah (hidrologis), dengan memberi

33 digilib.uns.ac.id 17 pemanfaatan hasil hutan berupa hasil hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. Tidak diperkenankan pemungutan hasil hutan kayu. 3) Kawasan pelestarian alam dilaksanakan dengan tujuan utama untuk perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yang pada hakekatnya perlindungan terhadap plasma nutfah. Oleh karena itu pada kawasan ini kegiatan hutan kemasyarakatan terbatas pada pengelolaan jasa lingkungan khususnya jasa wisata. 3. Zonasi Hutan Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistem yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem. (Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011). Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut- II/2006). Zonasi dalam taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan, zona pemanfaatan dan ada beberapa zona lain, yaitu: zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus. Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut- II/2006).

34 digilib.uns.ac.id 18 a. Zona inti Zona inti merupakan bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia. Kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. Ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah. Zona inti merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik serta tempat aktivitas satwa migran. b. Zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan Zona rimba adalah kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Zona rimba merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan yaitu bagian dari kawasan untuk wilayah perairan laut yang yang ditetapkan sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem, serta system penyangga kehidupan yang karena letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti. c. Zona pemanfaatan Zona pemanfaatan mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. Luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan

35 digilib.uns.ac.id 19 pariwisata alam, penelitian dan pendidikan. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan. Zona pemanfaatan tidak berbatasan langsung dengan zona inti. d. Zona tradisional Zona tradisional terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya e. Zona rehabilitasi Pada zona rehabilitasi terdapat perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan. Pemulihan kawasan sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun. f. Zona religi, budaya dan sejarah Pada zona ini terdapat lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat, serta terdapat situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang-undang mapun tidak dilindungi undangundang. g. Zona khusus Pada zona khusus telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional. Terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional. Lokasi zona khusus tidak berbatasan dengan zona inti. Zona-zona tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang saling mendukung. Zona inti untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan

36 digilib.uns.ac.id 20 fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti. Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu Taman Nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Zona religi, budaya dan sejarah untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasil karya, budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian; pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006) 4. Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Dalam Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999, pasal 6, disebutkan bahwa hutan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan fungsi pokok, yaitu : (1) hutan konservasi, (2) hutan lindung, dan (3) hutan produksi. Hutan konservasi terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru. Sementara itu kawasan pelestarian alam terdiri dari: (a) Taman Nasional, (b) Taman Hutan Raya, dan (c) Taman Wisata Alam (UU No.5 Tahun 1990). Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

37 digilib.uns.ac.id 21 budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami dan atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990, Pasal 1 (15). TAHURA mempunyai fungsi sebagai sumber genetik dan plasma nutfah, peredam erosi, pusat informasi dan penelitian, tempat pendidikan, latihan dan penyuluhan konservasi, sarana rekreasi dan pariwisata dan estetika. Sedangan secara sederhana TAHURA merupakan kawasan konservasi yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang mempunyai nilai kebanggaan di tingkat propinsi pada khususnya dan kebanggan nasional pada umumnya. Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan tahura apabila memenuhi kriteria sebagai berikut (PP No.28/2011, pasal 9): a. Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; b. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa; dan c. Merupakan wilayah dengan cirri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah. TAHURA KGPAA Mangkunagoro I merupakan kawasan pelestarian alam untuk menunjang, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Merupakan satusatunya Taman Hutan Raya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Di dalam tahura ini terdapat berbagai jenis flora terdiri dari berbagai jenis vegetasi endemik, dan fauna yang sebagian merupakan fauna langka yang tidak kurang dari 34 jenis binatang. Selain sebagai tempat rekreasi juga untuk kegiatan penelitian dan perkemahan. Terletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tepat berada dibelakang Candi Sukuh. Secara struktur organisasi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan commit rutin yang to user dilaksanakan oleh pengelola adalah

38 digilib.uns.ac.id 22 patroli menggunakan motor dan kuda, pemeliharaan koleksi satwa, persemaian dan rehabilitasi hasil hutan. Sebagai Taman Rekreasi dan lokasi Penelitian TAHURA KGPAA Mangkunagoro I juga dapat dijadikan gudang ilmu pengetahuan. Keanekaragaman flora dan fauna dapat dikembangkan sebagai media pendidikan dan penelitian. Di kawasan ini terdapat Taman Bougenvile, dengan berbagai macam spesies bunga bougenvile, warna-warni dan menyejukkan mata. Asas, maksud, tujuan dan fungsi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, Jawa Tengah berdasarkan Perda No.3/2011 adalah Pengelolaan Tahura berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan dan keterpaduan. Pengaturan pengelolaan TAHURA dimaksudkan untuk pelaksanaan pengelolaan TAHURA yang optimal berdasarkan fungsinya. Pengelolaan TAHURA bertujuan: a. Menjamin kelestarian TAHURA b. Membina dan mengembangkan koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi TAHURA c. Mengoptimalkan manfaat TAHURA untuk penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya dan budaya, pariwisata alam dan rekreasi bagi kesejahteraan masyarakat d. Meningkatkan fungsi tata air e. Memberikan perlindungan TAHURA. Tahura berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah periode , dijelaskan bahwa sejarah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sebagai berikut: a. Pembentukan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berawal dari penunjukan kawasan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 849/Kpts-II/1999 tanggal 11 Oktober 1999 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± commit ha yang to user terletak di Resort Pemangkuan Hutan

39 digilib.uns.ac.id 23 Tambak Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan Surakarta, Kabupaten Dati II Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah, menjadi Kawasan Pelestarian Alam dengan Fungsi sebagai Taman Hutan Raya dengan nama Taman Hutan raya Ngargoyoso/Mangkunagoro I. b. Ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Pembangunan dan Pengembangan Taman Hutan Raya (TAHURA) di Provinsi Jawa Tengah melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No /74/1999 tanggal 21 Desember c. Pada tahun 2002 Menteri Kehutanan meningkatkan status kawasan dari penunjukan menjadi penetapan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 233/Kpts-II/2003 tentang Penetapan Kawasan Hutan seluas 231,1 ha sebagai Kawasan Hutan Tetap dengan Fungsi Taman Hutan Raya Ngargoyoso/Mangkunagoro I. d. Sejak tahun 2002 sampai sekarang TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. e. Tahun 2008 dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dengan nama Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP TAHURA) yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana teknis pengelolaan Kebun Raya Baturraden dan Taman Hutan Raya Mangkunagoro I. Pengelolaan TAHURA disusun dan dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pengembangan, rehabilitasi dan perlindungan. Perencanaan Tahura sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), Perda No.3/2011 meliputi : (a). Penataan Kawasan Hutan, (b). Penyusunan rencana pengelolaan. Penataan kawasan berupa kegiatan kawasan Tahura ke dalam blok / zonasi. Perlindungan Kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara dan daerah atas hutan, kawasan Taman Hutan Raya, serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Blok Perlindungan adalah bagian kawasan commit Taman to user Hutan Raya yang mutlak dilindungi

40 digilib.uns.ac.id 24 dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. Penataan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Perda No.3/2011 Pasal 7 huruf a berupa kegiatan penataan kawasan TAHURA ke dalam blok/zona, meliputi: a. Blok/zona Perlindungan Blok/zona Perlindungan adalah bagian kawasan Taman Hutan Raya yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. b. Blok/zona Pemanfaatan Blok/zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan Taman Hutan Raya yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata. c. Blok/zona Koleksi Blok/zona Koleksi adalah bagian dari kawasan Taman Hutan Raya yang dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. d. Blok/zona Lainnya Blok/zona Lainnya adalah blok/zona di luar: perlindungan, pemanfaatan, dan koleksi karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai blok/zona tertentu seperti blok/zona: rimba, pemanfaatan tradisional, rehabilitasi, dan disesuai dengan fungsi kebutuhan pengelola. B. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang berjudul Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Sultan Adam Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan oleh Marliansyah (2004) menunjukkan hasil, pemerintah daerah belum dapat meningkatkan kualitas lingkungan Tahura Sultan Adam. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya pasal-pasal dari kedua undang-undang tersebut yang belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Upaya pemerintah daerah dalam mengelola TAHURA Sultan Adam yaitu melalui commit kegiatan to user pemantapan dan penataan batas

41 digilib.uns.ac.id 25 kawasan, peningkatan mutu fungsi kawasan, pelestarian sumberdaya alam dan ekosistem, penyuluhan kehutanan, pembagian zonasi dan pembangunan pariwisata. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas TAHURA Sultan Adam. 2. Penelitian yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penentuan Sensitifitas Kawasan di Taman Nasional Alas Purwo oleh Ardiansah Paramita (2002) menunjukkan hasil pangkalan data kawasan Taman Nasional Alas Purwo berupa pangkalan data kelas status flora fauna, keanekaragaman hayati, kelerengan, jenis tanah, sungai, dan curah hujan. Penampilan dari semua data dihasilkan tiga tingkatan sensitifitas kawasan, yaitu wilayah dengan sensitifitas tinggi, sedang, dan rendah dengan masing-masing luasa Ha (18.55%), Ha (42.27%), dan Ha (39. 18%). C. Kerangka Pemikiran Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Keberadaan masyarakat sekitar TAHURA sebagian besar bergantung pada hutan untuk melangsungkan hidup mereka. Masyarakat yang semakin bertambah banyak akan semakin besar pula kemungkinan memanfaaatkan hutan untuk kebutuhan hidup mereka. Penebangan hutan, penggunaan lahan untuk pembangunan rumah, atau pemanfaatan hasil hutan secara berlebihan. Pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hutan. Pemetaan dalam pembagian blok/zona merupakan salah satu upaya untuk membantu menanggulangi persoalan tersebut. Dengan pembagian blok/zona secara jelas, maka diharapkan gangguan yang ada akan lebih bisa terkontrol. Kawasan TAHURA terdapat pembagian blok/zona dengan tingkat sensitifitas yang berbeda. Perbedaan tingkat sensitifitas tersebut ditentukan oleh berbagai faktor seperti vegetasi, satwa liar, ketinggian dan kelerengan. Dalam penilaian sensitifitas semua faktor penentu tersebut memiliki parameter yang akan berpengaruh pada hasil

42 digilib.uns.ac.id 26 penilaian skoring. Berdasarkan penghitungan skor maka akan diketahui tingkatan sensitifitas pada masing-masing blok/zona. Penentuan atau pengukuran tingkat sensitifitas diperlukan karena dengan mengetahui tingkat sensitifitas dari setiap blok/zona yang ada, maka diharapkan kelestarian lingkungan hutan akan tetap terjaga. Sebagaimana aturan yang ada, blok/zona perlindungan seharusnya memiliki tingkat sensitifitas sangat sensitif, blok/zona koleksi memiliki tingkat sensitifitas sensitif, sedangkan pada blok/zona pemanfaatan memiliki tingkat sensitifitas tidak sensitif. Blok/zona perlindungan sudah seharusnya memiliki tingkat sensitifitas sangat sensitif karena blok perindungan merupakan bagian yang mutlak untuk dilindungi dan perlu adanya larangan dari aktifitas apapun dari manusia sehingga mengakibatkan perubahan atau kerusakan. Blok/zona koleksi memiliki tingkat sensitifitas sensitif karena blok/zona tersebut merupakan kawasan yang dapat dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan, satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Blok/zona pemanfaatan memiliki tingkat sensitifitas tidak sensitif karena wilayah tersebut merupakan bagian dari kawasan TAHURA yang dapat dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

43 digilib.uns.ac.id 27 Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: TAMAN HUTAN RAYA KGPAA MANGKUNAGORO I, KARANGANYAR Survei Lapangan Identifikasi Kriteria Sensitifitas Ekologi Peta Vegetasi 0. Lahan kebun, Perambahan, Tambang dll. 1. Vegetasi rusak akibat Ilegal logging. 2. Vegetasi skunder. 3. Vegetasi Primer Peta Satwa (dilindungi/endemik) 1. Rendah ( 5 Jenis). 2. Sedang (6-10 Jenis). 3. Tinggi ( 11 Jenis). Peta Ketinggian 1. < m dpl m dpl. 3. > m dpl Peta Kelerengan 1. < 30 % % 3. > 45 % Zonasi Kawasan Blok/zona Perlindungan Blok/zona Koleksi Blok/zona Pemanfaatan SENSITIFITAS PENENTUAN BLOK/ZONASI KAWASAN TAHURA MANGKUNAGORO I Gambar commit 1. Kerangka to user Pemikiran

44 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu penelitian pada bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 dengan rincian sebagai berikut. Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian No. Alokasi Waktu Kegiatan Keterangan Februari 2014 Seminar Proposal Februari 2014 s/d. Pengumpulan data lapangan 14 Maret 2014 dan sekunder Maret Juli 2014 Analisis data dan pembuatan draft tesis Agustus 2014 Seminar hasil Desember 2014 Ujian tesis 2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Ngargoyoso Karanganyar Jawa Tengah Juli sampai dengan Oktober Daerah penelitian secara administratif terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. (Gambar.2). B. Sumber Data dan Peralatan 1. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder: a. Data primer, meliputi: catatan lapangan (field report) sebagai hasil pengamatan langsung dan wawancara kepada informan yang berkepentingan. 28

45 Gambar 2. Peta Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I, Karanganyar 29

46 digilib.uns.ac.id 30 b. Data sekunder, meliputi: Peta penggunaan lahan, peta topografi/peta kelerengan, peta indeks vegetasi, peta ketinggian, peta satwa liar, dan peta wilayah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. 2. Peralatan dan Bahan Alat survei yang digunakan meliputi: alat tulis menulis, GPS Receiver, plastik, kamera, tally sheet, meteran 5m, tabung okuler, rol meter 20m, tali rafia, plastik terpal, haga meter, kantong spesimen, sunto meter, ember plastik, dan kompas. Alat pengolah data, yaitu: komputer dan printer, Software ArcGIS 10.0, Microsoft exel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur dan citra quick TAHURA Ngargoyoso Karanganyar (1: ), peta identifikasi kawasan Taman Hutan Raya Ngargoyoso Karanganyar (skala 1: ), peta kontur dan peta penutupan lahan dengan skala 1: (peta Rupa Bumi Indonesia). C. Tatalaksana Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan dinyatakan dalam bentuk nilai relatif, pada umumnya dilakukan pada penelitian sosial dan hasilnya bersifat obyektif, berlaku sesaat dan setempat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memaparkan, melaporkan dan menuliskan suatu peristiwa sehingga dapat dianalisis serta penyajian data dapat disajikan secara sistematik (Sukandarrumidi, 2006). 2. Prosedur Penelitian a. Metode Pemetaan Metode yang digunakan dalam kajian sensitifitas kawasan TAHURA, merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat sensitifitas ekologi terhadap zonasi kawasan, yaitu dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG). Dalam kaitannya dengan kajian sensitifitas kawasan TAHURA dititikberatkan pada penggunaan SIG untuk masukan rencana awal pengelolaan commit to kawasan user TAHURA Mangkunagoro I.

47 digilib.uns.ac.id 31 Secara skematis pelaksanaan kegiatan studi disajikan pada gambar 1. Teknik pelaksaanaan kegitan dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Identifikasi Awal a) Delineasi batas-batas kawasan TAHURA, pengumpulan dokumen yang berkaitan dengan TAHURA. b) Pengumpulan data yang terkait dengan rencana pengelolaan baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan. c) Pengumpulan data sekunder lainnya seperti data sosial, ekonomi dan budaya b. Penentuan Satuan Pemetaan Penentuan satuan pemetaan tahap awal sebelum analisa SIG dirancang dan dilaksanakan adalah penentuan unit mapping (satuan pemetaan) sebagai dasar analisa SIG. Analisis hasil inventarisasi vegetasi dan satwa merupakan hasil survei sebagai parameter penentu skor, selanjutnya hasil skor dimasukan dalam data kriteria pemetaan. Parameter penentu ketinggian dan kelerengan berdasarkan karakteristik yaitu dari penampakan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan di Parameter penentu didelinasi dan diklasifikasikan dalam satuan luas masing-masing dalam bentuk peta. Peta masing-masing parameter penentuan kemudian di tumpang susun (overlay) dalam bentuk peta sensitifitas kawasan TAHURA. Unit pemetaan didasarkan pada landasan teoritis dan observasi awal kawasan yang menggambarkan karakteristik fisik kawasan. Langkah pertama penentuan satuan pemetaan adalah membagi kawasan ke dalam unit-unit geomorfologi/unit lahan. Tahap berikutnya penentuan tingkat keanekaragaman hayati dan nilai arkeologis secara spasial. Hasil tumpang susun (overlay) ketiga faktor diatas dipakai sebagai dasar unit mapping. c. Dasar Pelaksanaan Analisa SIG Secara umum untuk analisa SIG dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) Desain database, (2) Digitasi/pemasukan data, (3) Klasifikasi, (4) Analisis. (5) Kartografis.

48 digilib.uns.ac.id 32 1) Desain Data Base dan Pemasukan Data (Digitasi) Desain data base berkaitan dengan rancangan klasifikasi dan struktur data base yang akan dibuat dalam kerangka hasil akhir yang akan dicapai baik penstrukturan data spasial maupun data yang berbentuk tabular. Input data/masukan data dilakukan dengan cara digitasi, merubah data analog (peta hardcopy) ke dalam data digital. Data analog yang didigitasi adalah peta dasar dan peta tematik hasil interpretasi data penginderaan jauh. 2) Editing Merupakan proses perbaikan setelah proses pemasukan data selesai dikerjakan dan sebelumnya proses editing berlangsung dilakukan pembangunan topologi. Editing bertujuan untuk melakukan perbaikan dari kesalahan yang terjadi pada waktu digitasi atau pemasukan data. antara lain overshoot maupun undershoot. a) Transformasi Data Pada dasarnya transformasi data bertujuan untuk merubah koordinat meja ke koordinat geografi maupun koordinat UTM. Tranformasi ini dilakukan terhadap semua peta yang telah didigitasi layer per layer baik peta dasar maupun peta tematik yang telah ditentukan. b) Analisis Data Pada tahap ini merupakan pembangunan database untuk pelaksanaan analisis dan pembuatan peta akhir. Dalam Analisa data ini menggunakan Software ArcGIS 10.0, dimana proses dilakukan dengan cara tumpang susun tumpang susun (overlay) pada tingkat I dalam klasifikasi unit pemetaan yang dibuat. Sedangkan pada analisa berikutnya adalah dengan proses analisa spasial- tabuler dalam penentuan zonasi kawasan. c) Proses Kartografis Proses rancangan penyajian grafik (peta) dibuat untuk menampilkan hasil akhir sehingga lebih bersifat menjaga tampilan agar lebih menarik dan informatif. commit to Beberapa user komponen untuk desain peta

49 digilib.uns.ac.id 33 dalam proses kegiatan: desain komponen peta, simbol, penentuan tujuan peta, parameter peta, layout peta, data simbol dan peta tabuler. Pelaksanan pengumpulan data di lapangan sebagai dasar dalam penentuan letak dan luasan kawasan digunakan peta kawasan Taman Hutan Raya Ngargoyoso, peta kontur dan peta penutupan lahan dengan skala 1: GPS digunakan dalam penentuan titik-titik pengamatan dan ketingian tempat (mdpl). Pengamatan kondisi kawasan baik flora maupun fauna yang ada dilakukan dengan pedoman identifikasi flora dan fauna dan mengunakan alat pengamatan jarak jauh (Binokuler), membuat petak pengamatan dengan mengunakan tali tambang/roll meter. Analisis data penataan blok digunakan aplikasi ArcGis dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). Perencanaan dan persiapan survei, sebagai berikut: a. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian b. Membuat titik ikat untuk memulai pengambilan jalur menggunakan tali rapia c. Memotong garis kontur tanah dengan tujuan untuk mewakili data yang akan diambil dalam penelitian d. Membuat petak ukur dengan ukuran 20 x 20 m (pohon), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang) dan 2 x 2 m (semai) e. Melakukan pengamatan langsung di lapangan berdasarkan petak ukur yang telah ditentukan. f. Menghitung vegetasi, satwa, ketinggian dan kelerengan serta penggunaan lahan yang terdapat pada area pengamatan g. Mengamati bentuk lahan penelitian yang sudah ditetapkan h. Pengamatan satwa beserta jejak dan posisi geografis dimasukkan dalam table i. Inventarisasi mamalia dilakukan dengan Metode Transek. j. Pengamatan burung dilakukan pada pagi hari dengan metode Point count. k. Memasukkan data yang diperoleh ke dalam Tabel yang sudah disediakan l. Menyimpulkan data yang commit diperoleh to user dilapangan.

50 digilib.uns.ac.id 34 Data merupakan sekumpulan informasi tentang sesuatu hal yang disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan tertentu. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan melakukan pendekatan survei dengan cara penggambilan data primer dan data sekunder, baik di lapangan maupun kantor serta instansi terkait yang memiliki informasi tantang kawasan TAHURA. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data penyebaran vegetasi (penutupan lahan), satwa liar, informasi gangguan kawasan (perambahan, pencurian hasil hutan, perburuan, kebakaran hutan, longsor), serta data peranan masyarakat. Sedangkan data sekunder berasal dari data spasial, laporan, dan dokumen kegiatan serta informasi penunjang. (Table.2). 3. Populasi & Sampel Penelitian Populasi daerah penelitian adalah seluruh kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I seluas 231,300 Ha. Sampel diperlukan untuk uji medan dan kerja lapangan serta untuk menguji hasil interpretasi dan melengkapi data yang tidak dapat diperoleh dari citra satelit maupun dari data sekunder. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 23 hektar dengan jumlah petak penelitian yang dilakukan secara vertikal sejumlah 46 petak ukur (PU). Setiap petak ukur (PU) berukuran 20 m x 20 m. Jarak antara petak ukur (PU) yang satu dengan petak yang lain adalah 100 m. Untuk pengamatan satwa, jumlah petak yang digunakan sebanyak 25 petak dengan jarak petak yang satu dengan yang lain adalah 200 m. Pengambilan data dilakukan pada zona pemanfaatan, perlindungan dan koleksi. Penghitungan jumlah vegetasi berdasarkan tingkat pertumbuhan, yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi <1,5 m), pancang (permudaan dengan >1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter <10 cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan l x l m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah) (Azwar, 2013).

51 digilib.uns.ac.id 35 Tabel 2. Jenis data yang diambil. No Data Sumber Data Teknik A. Keadaan Umum Kawasan 1. Kondisi Fisik a. Luas, letak, dan batas b. Topografi c. Iklim d. Geologi dan tanah 2. Kondisi Flora Fauna a. Flora b. Fauna 3. Potensi Wisata a. Air terjun b. Sungai c. Bumi perkemahan d. Outbond, dan lain-lain 4. Aksesibilitas a. Jalur akses b. Jarak tempuh c. Waktu tempuh d. Sarana akses e. Kondisi akses B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya 1 Kependudukan a. Jumlah penduduk b. Jumlah KK 2 Mata Pencaharian a. Jenis mata pencaharian 3 Tata Guna Lahan a. Luas wilayah b. Jenis pemanfaatan lahan 4 Pendidikan dan Kesehatan a. Tingkat pendidikan b. Sarana pendidikan c. Sarana kesehatan 5 Tenaga Kerja a. Jenis tenaga kerja Instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan pengunjung Lapangan, masyarakat, pengunjung, dan instansi terkait Instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, dan interview Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka

52 digilib.uns.ac.id 36 lanjutan table.2. No Data Sumber Data Teknik 6 Agama dan Adat Istiadat a. Agama b. Adat Istiadat c. Sejarah dan arkeologi Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Observasi lapang, interview, dan studi pustaka 7 Kelembagaan Masyarakat a. Jenis kelembagaan masyarakat 8 Pemanfaatan Jasa Lingkungan a. Jenis jasa lingkungan yang dimanfaatakan masyarakat b. Kepentingan pribadi/umum/komersial c. Sistem pemanfaatan jasa lingkungan 9 Tingkat Ketergantungan Masyarakat terhadap Kawasan TAHURA KGPAA Mankunagoro I a. Intensitas masyarakat masuk ke dalam kawasan b. Lokasi yang dituju masyarakat di dalam kawasan TAHURA KGPAA Mankunagoro I c. Tujuan masuk ke dalam kawasan d. Jenis-jenis SDA yang dimanfaatkan masyarakat dari kawasan e. Pemanfaatan SDA dari dalam Kawasan TAHURA KGPAA Mankunagoro I 10 Permasalahan di Kawasan TAHURA KGPAA Mankunagoro I a. Jenis permasalahan b. Tingkat/kondisi masalah c. Upaya penyelesaian Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Lapangan, masyarakat, dan instansi terkait Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka Observasi lapang, interview, dan studi pustaka A. Kebijakan Pembangunan Daerah 1 Kebijakan Pembangunan Kehutanan Instansi terkait Interview, dan studi pustaka 2 Kebijakan Pembangunan Wilayah Instansi terkait Interview, dan studi pustaka 3 Kebijakan Pembangunan Pariwisata Instansi terkait Interview, dan studi pustaka 4 Kebijakan Penegakan Hukum Instansi terkait Interview, dan studi pustaka

53 digilib.uns.ac.id 37 lanjutan table.2. No Data Sumber Data Teknik B. Penataan Blok Kawasan 1 Penyebaran Vegetasi (Penutupan Lahan) Lapangan, instansi terkait, dan masyarakat 2 Penyebaran Satwa Liar Lapangan, instansi terkait, dan masyarakat 3 Data Spasial Tanah, Geologi, Iklim, Topografi, Geomorfologi, Penggunaan tanah Instansi terkait dan citra Observasi lapang, sensitifitas ekologi, landskap ekologi, interview Observasi lapang, sensitifitas ekologi, landskap ekologi, interview SIG dan dan Penentuan atau pengambilan sampel didasarkan pada karakteristik fisik lahan yang merupakan hasil analisis dan interpretasi citra satelit maupun satuan lahan dari hasil overlai parameter bentuk lahan yang diperoleh dari peta kontur atau Digital Elevation Model (DEM) dengan peta penutupan lahan Rupa Bumi Indonesia (RBI). Penentuan titik sampel di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode Stratified random sampling atau sampel secara acak berstrata. Pertimbangan yang diambil dalam penentuan lokasi sampel adalah sukar atau mudahnya dikenali suatu obyek pada saat interpretasi, tingkat kesulitan dan keterjangkauan dalam mencapai lokasi sampel yang ditetapkan. Dalam penentuan plot sampel pada setiap satuan lahan tetap memperhatikan penutupan lahan berupa lahan hutan kering primer dan sebaran luasan pada setiap satuan lahan. Penentuan titik sampel di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode Stratified random sampling atau sampel secara acak berstrata. Pertimbangan yang diambil dalam penentuan lokasi sampel adalah sukar atau mudahnya dikenali suatu obyek pada saat interpretasi, tingkat kesulitan dan keterjangkauan dalam mencapai lokasi sampel yang ditetapkan. Dalam penentuan plot sampel pada setiap satuan lahan tetap memperhatikan

54 digilib.uns.ac.id 38 penutupan lahan berupa lahan hutan kering primer dan sebaran luasan pada setiap satuan lahan. Untuk menentukan sampel responden dalam survei sosial didasarkan dari hasil analisis data sekunder tofografi desa, terkait dengan desa terdekat dengan kawasan, jumlah penduduk untuk menentukan derajat interaksi masyarakat sekitar dengan kawasan. 4. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah vegetasi, satwa liar, ketinggian dan kelerengan di kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. 5. Analisis Data Analisis data digunakan dalam proses mengolah data, baik primer maupun sekunder dipilah dan diklasifikasikan dalam tahap kompilasi data untuk memperoleh informasi dengan cara kualitatif deskriptif. Teknik pelaksanaan kegiatan ini ialah memanfaatkan jasa survei dan pemetaan dalam penataan ruang atau blok. Berdasarkan satuan pemetaan dilakukan analisis geografis melalui tahapan kegiatan sebagai berikut: mendesain klasifikasi data berdasarkan struktur data spasial dan non spasial yang akan mencerminkan klasifikasi unit pemetaan. 1. Input data melalui digitasi, dengan mengubah data analog menjadi data digital. 2. Analisis data dengan bantuan software SIG melalui proses teknik tumpang susun (overlay), untuk kemudian dilanjutkan dengan program analisis spasial. Faktor pertimbangan dalam penentuan zonasi berdasarkan tingkat sensitifitas, yaitu: 1. Faktor kualitatif yang meliputi; keterwakilan, keaslian atau kealamian, keunikan, kelangkaan, laju kepunahan keutuhan satuan ekosistem, keutuhan sumberdaya atau kawasan, luasan kawasan, keindahan alam, kenyamanan, kemudahan pencapaian lokasi, nilai sejarah/ arkeologi/ keagaman, dan ancaman manusia.

55 digilib.uns.ac.id Faktor spasial meliputi; data spasial tanah, geologi, iklim, topografi, geomorfologi, dan penggunaan lahan. Penelaahan terhadap paramater yang ada dari masing-masing lansekap ekologi dengan validasi melalui cross checking dengan data yang reliable dan kondisi aktual di lapangan. Penerapan pertimbangan faktor-faktor tersebut dalam penentuan usulan penataan blok/zonasi pengelolaan TAHURA Mangkunagoro I dikembangkan sebagai berikut: D. Metode Sensitifitas Ekologi Teknik dalam metode penilaian sensitifitas ekologi, yaitu dengan teknik tumpang susun (overlapping) dengan menggunakan data spasial dari peta vegetasi, peta penyebaran satwa, peta kelas ketinggian tempat, dan peta kelas kelerengan. Dari keempat peta tersebut diklasifikasikan sesuai dengan penilaian sebagaimana tabel berikut. Tabel. 3. Penilaian Sensitifitas Ekologi No Parameter Peta 1 Vegetasi Lahan kebun, perambahan, tambang, dan lain-lain Nilai Kelas Sensitifitas Vegetasi rusak akibat illegal logging 2 Satwa Liar Rendah (jumlah jenis 5 jenis) 3 Ketinggian Tempat Vegetasi sekunder Sedang (jumlah 6-10 jenis) < m dpl mdpl Vegetasi primer Tinggi (jumlah jenis 11 jenis) > m dpl 4 Kelerengan < 30 % % > 45 % Keempat peta yang telah tumpang susun (overlapping), menghasilkan tabulasi data dalam microsoft exel. Pengolahan data dapat diklasifikasikan pada tingkat sensitifitas berupa data penjumlahan nilai skoring: vegetasi, satwa, ketinggian tempat, dan kelerengan.

56 digilib.uns.ac.id 40 Hasil penjumlahan nilai skoring: vegetasi, satwa, ketinggian tempat, dan kelerengan dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 4. Klasifikasi Penilaian sensitifitas No. Jumlah Nilai Skor dari Klasifikasi Sensitifitas Parameter Penentu Kawasan 1. 9 s/d. 12 Sangat sensitive 2. 6 s/d. 8 Sensitif 3. 5 Tidak sensitif Penentuan terhadap sensitifitas kawasan dilakukan dengan sistem skoring parameter (vegetasi, satwa, ketinggian, dan kelerengan) berdasarkan tersaji pada table sebagai berikut. Tabel 5. Sistem skoring sensitifitas No. Unsur Lingkungan Karakter Skor 1. Vegetasi Vegetasi primer 3 Vegetasi Sekunder 2 Vegetasi rusak akibat Illegal logging 1 2. Satwa (endemik/dilindungi) Lahan kebun, perambahan, tambang dan lain-lain Tinggi ( 11 jenis) 3 Sedang ( 6 s/d. 10 jenis) 2 Rendah ( 1 s/d. 5 jenis) 1 0 Tidak ditemukan 0 3. Ketinggian > m dpl m dpl 2 < m dpl Kelerengan > 45 % % 2 < 30 % 1-0

57 digilib.uns.ac.id 41 Kriteria-kriteria parameter dalam penentuan sensitifitas ekologi tersebut diatas, yaitu: 1. Vegetasi Vegetasi merupakan penilaian karakteristik kawasan hutan, yaitu: a. Vegetasi primer adalah hutan primer/hutan alam yang masih utuh yang belum mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia atau belum adanya intervensi manusia, sering juga disebut hutan perawan atau virgin forest (skor 3). b. Vegetasi sekunder adalah hutan sekunder/hutan tanaman merupakan hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami sesudah terjadi kerusakan/perubahan pada hutan yang pertama (skor 2). c. Vegetasi rusak adalah bentuk-bentuk formasi vegetasi dapat terbentuk seperti: lahan kosong / padang rumput buatan/areal areal bekas-tebangan baru / areal-areal bekas tebangan yang lebih tua (skor 1). d. Lahan kebun, bekas perambahan dan bekas tambang merupakan kategori tidak adanya vegetasi di kawasan hutan (skor 0). 2. Satwa Faktor penentu terhadap satwa berdasarkan karakteristik satwa yang paling dijaga keutuhannya dan kepunahan disuatu kawasan konservasi. Penilaian skor terhadap jumlah spesies kategori dilindungi/endemik. Dalam jumlah ditemukan spesies disebut: tinggi apabila jumlah ditemukan lebih dari atau sama dengan 11 jenis (skor 3), sedang apabila jumlah spesies ditemukan 6 sampai dengan 10 jenis (skor 2), rendah apabila jumlah ditemukan kurang dari atau sama dengan 5 jenis (skor 1), dan nol apabila jumlah ditemukan 0 jenis (skor 0). 3. Ketinggian Tempat Faktor penentu ketinggian berdasarkan tingkat ketinggian tempat diklasifikasikan dalam penilaian, yaitu: ketinggian tempat diatas mdpl (skor 3), ketinggian tempat mdpl sampai dengan mdpl (skor 2), ketinggian tempat dibawah mdpl (skor 1), dan ketinggian tempat nol atau dibawah nol (skor 0).

58 digilib.uns.ac.id Kelerengan Faktor penentu kelerengan berdasarkan tingkat kelerengan diklasifikasikan dalam penilaian, yaitu: kelerengan diatas 45% (skor 3), kelerengan diatas 30% sampai dengan 45% (skor 2), kelerengan dibawah 30% (skor 1), dan kelerengan diatas 0% (skor 0). PETA VEGETASI Nilai 0 : Lahan Kebun Nilai 1 : Lahan Pertanian Nilai 2 : Hutan Sekunder Nilai 3 : Hutan Primer PETA SENSITIFITAS FAUNA Nilai 1 : Rendah Nilai 2 : Sedang Nilai 3 : Tinggi PETA KETINGGIAN TEMPAT Nilai 1 : < 1000 m dpl Nilai 2 : m dpl Nilai 3 : > 1400 mdpl PETA KEMIRINGAN LAPANGAN Nilai 1 : < 30 % Nilai 2 : % Nilai 3 : > 45 % PENJUMLAHAN NILAI BERDASARKAN OVERLAPING PETA DENGAN SATUAN GRID PETA SENSITIFITAS EKOLOGI Sangat sensitiv: total nilai 9-12 Sensitiv: total nilai 6-8 Tidak sensitiv: total nilai 3-5 PETA SENSITIVITAS EKOLOGI KAWASAN TAHURA TINGKAT SENSITIVITAS DALAM PENENTUAN BLOK/ZONASI Potensi: Blok Perlindungan, Blok Koleksi, dan Blok Pemanfaatan (Sangat sensitiv, Sensitif, dan Tidak sensitive) Gambar.3. Metode Sensitifitas Ekologi

59 digilib.uns.ac.id 43 Berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) dari masing-masing metode tersebut di atas maka dapat dilakukan penetapan konsep kriteria blok pengelolaan dan pembagian blok dengan alur pikir sebagai berikut : Penentuan Blok Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Ngargoyoso Karanganyar HASIL SURVEY FLORA FAUNA PETA SENSITIFITAS EKOLOGI TINGKAT SENSITIVITAS DALAM PENENTUAN BLOK/ZONASI TAHURA DALAM DESKRIPSI, KRITERIA, FUNGSI & HASIL PENELITIAN Gambar.4. Penentuan Blok/Zonasi TAHURA Mangkunagoro I Berdasarkan Tingkat Sensitifitas E. Penentuan Blok Pengelolaan Dalam penentuan blok pengelolaan metode yang digunakan adalah perpaduan antara hasil survei dan metode sensitifitas ekologi yang telah dilakukan penyederhanaan dari kedua metode tersebut. Pada dasarnya dari kedua metode tersebut menggunakan kaidah-kaidah analisis parameter kualitatif dan parameter spasial dengan memanfaatkan teknologi yang telah tersedia dalam perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Dalam penerapan metode landskap ekologi digunakan peta dasar dan peta kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Ngargoyoso Karanganyar. Peta dasar yang digunakan ialah peta Indikasi Blok Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I yang tertuang dalam lampiran dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TAHURA KGPAA Mangkunagoro I.

60 digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak, Luas dan Batas Secara geografis terletak 111º º 8 58 BT dan 7º º LS. Berdasarkan pembagian wilayah administratif, kawasan TAHURA terletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Instansi pengelolaan dilaksanakan oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura). Luas kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I ± 231,1 ha. Batas-batas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah: Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah hak Dusun Munggur Desa Berjo, dan tanah hak Desa Girimulyo dan Hutan Lindung Wilayah RPH Tambak dan Ngerak BKPH Lawu Utara. Sebelah Timur : berbatasan dengan Hutan Lindung Wilayah RPH Tambak dan Ngerak BKPH Lawu Utara. Sebelah Selatan dan Barat: berbatasan dengan Hutan Lindung Wilayah RPH Tambak BKPH Lawu Utara. 2. Geologi. Struktur geologi kawasan TAHURA Mangkunagoro I terdiri dari kwater muda dank water tua. Jenis tanah kawasan tersebut adalah asosiasi andosol dan litosol, komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan dan litosol (sumber peta geologi Jawa Tengah skala 1 : ). kedua jenis tanah tersebut (andosol dan litosol) termasuk jenis tanah yang peka dan sangat peka terhadap erosi. Formasi-formasi geologi yang terdapat di TAHURA seluruhnya didominasi oleh Komplek Lawu. Secara geologis, letusan-letusan terjadi pada jaman Plestosin atas dan Holosin. Batu-batuan yang berasal dari Plestosin atas dan Lawu tua adalah pucat dan terdiri dari batu apung, beberapa konglomerat breksi, tufa dan kwarsa yang mengandung andersit, sedangkan batu-batuan 44

61 digilib.uns.ac.id 45 Holosin berupa Lawu muda tidak mengandung kwarsa. Secara morfologis, kompleks wilayah tersebut terdiri atas lapangan berjurang, teriris-iris dalam, sedangkan runtuhan Lawu tua mudah longsor kecuali lereng-lereng di bawah ketinggian 600 m dpl. masih merupakan lereng vulkan yang teriris kuat. Produk-produk dari Lawu hanya terbatas pada areal puncak dan hanya di sebelah utara kompleks yang menyusup ke dalam jurang, mengisi lembah membentuk landasan melandai serta membangun dataran di kaki vulkan. 3. Topografi. TAHURA Mangkunagoro I berada pada ketinggian tempat mdpl sampai dengan m dpl, memiliki kemiringan lereng lebih dari 40 %. Kawasan hutan bertopografi bergelombang dengan kelerengan mikro lebih dari 60% berkemiringan agak curam sampai terjal, sedangkan sisanya berkemiringan datar sampai landai. berbukit sampai terjal dengan kemiringan datar (0%) sampai curam (>40%). Kondisi kemiringan sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 6. Komposisi Kelas Kelerengan Kawasan TAHURA Mangkunagoro I Kelas Jumlah Satuan Prosentase No Luas (ha) Keterangan Kemiringan Lahan (unit) (%) 1 Datar % 2 Landai % 3 Agak Curam % 4 Curam % 5 Terjal > 40% Jumlah Sumber: RP TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Tahun Iklim dan Hidrologi Berdasarkan klasifikasi iklim F.G Schmidt dan JHA. Ferguson, TAHURA KGPAA Mangkunagoro I mempunyai tipe iklim C. dilihat dari daerah aliran sungainya, lokasi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I terletak dalam kawasan Daerah Aliran Sungai commit (DAS) to Solo, user Sub Daerah Aliran Sungai (DAS)

62 digilib.uns.ac.id 46 Mungkung. Secara umum aliran Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Mungkung berasal dari puncak Lawu dan bermuara ke sungai Bengawan Solo di Kecamatan Sragen. Curah hujan tahunan rata-rata yang diukur dibeberapa Kecamatan sekitar Taman Hutan Raya Mangkunagoro I terlihat sebagai berikut: Tabel 7. Curah Hujan Rata-rata di Beberapa Kecamatan Sekitar Mangkunagoro I Periode No Kecamatan Jumlah Hujan Tahunan ratarata (mm) Jumlah Hujan Harian rata-rata (mm) Jumlah Hari Hujan Setahun (hari) 1 Karangpandan ,57 91,17 2 Tawangmangu ,71 125,17 Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Kondisi Tutupan Lahan Berdasarkan analisis citra satelit Quickbird liputan tanggal 28 September 2008 indikasi tutupan kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah sebagai berikut: Tabel 8. Kondisi Tutupan Lahan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I No Kondisi Tutupan Luas (ha) Keterangan 1. Berdasarkan tipe hutan a. Hutan tanaman monokultur b. Hutan alam 2. Kerapatan tutupan lahan a. Kerapatan tinggi b. Kerapatan sedang/jarang c. Semak belukar/tanah kosong Dominasi pinus Tajuk bertemu saling Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah periode (Desember, 2012)

63 digilib.uns.ac.id 47 TAHURA KGPAA Mangkunagoro I secara garis besar tutupan lahannya dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu hutan tanaman dan hutan alam. d. Hutan tanaman berupa tanaman eksitu (dari luar kawasan) yang awalnya untuk tujuan produksi dan rehalibilitasi, yaitu: jenis pinus, damar, kina, dan akasia dekuren. Untuk tutupan hutan tanaman sebagian dalam kondisi rapat. e. Hutan alam berupa hutan berkomposisi jenis-jenis asli hutan pengunungan Lawu. Tutupan pada hutan alam kondisinya sebagian besar berupa hutan sekunder dengan tutupan lahan semak belukar. Berdasarkan analisis citra hasil peliputan pada tahun 2008 terdapat bagian kawasan dengan tutupan lahan sedang/jarang seluas 51.1 ha (23.39%) dan semak belukar dan kosong seluas ha (53.98%). Kondisi tutupan ini menjadi salah satu kelemahan biofisik kawasan TAHURA Mangkunagoro I. 6. Potensi Hayati a. Flora Kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I merupakan rangkaian ekosistem hutan Gunung Lawu, beberapa spesies tumbuhan ditemukan dalam kawasan TAHURA sama dengan spesies tumbuhan di hutan Jobolarangan Gunung Lawu. Spesies tumbuhan tersebut yaitu: Acer laurinum, Melastoma malabathricum, Ficus sinuata, Rubus chrysophyllus, Schima walichii, dan Lantana camara. Jenis tumbuhan pinus (Pinus merkusii) dan bintami (Cupressus sempervirens) ditemukan di hutan tanaman dan hutan alam, yang telah ditanam pada masa pengelolaan Perum Perhutani ( ). Spesies kina (Cinchona pubescens) ditemukan di areal hutan alam yang telah ditanam sejak masa kolonial Belanda sebagai komoditas perkebunan. Ekosistem semak belukar dijumpai di sekitar perbatasan antara areal hutan alam dan hutan tanaman. Habitus tumbuhan di hutan alam didominasi oleh pohon, sehingga sebagian besar luas hutan tertutupi oleh tajuk atau kanopi pohon. Spesies pohon tidak semua ditemukan di setiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang, dan pohon). Komposisi vegetasi di lokasi pengamatan, lokasi ini dikategorikan sebagai ekosistem hutan terganggu. Hal ini ditandai dengan rendahnya keanekaragaman tumbuhan, munculnya spesies tumbuhan secara

64 digilib.uns.ac.id 48 alami akan tumbuh di ekosistem semak belukar, ditemukannya beberapa spesies tumbuhan merupakan spesies asing invasif dan relatif mendominasi. Sejarah introduksi spesies tumbuhan di lokasi pengamatan telah menggambarkan spesies tumbuhan sampai dengan sekarang. Spesies asing invasif atau invasive alien species (IAS) terbukti menjadi gangguan di kawasan TAHURA, ditemukan beberapa spesies yang merupakan spesies asing invasif, yaitu: kina (Cinchona pubescens), kembang telek (Lantana camara), amisan (Paspalum conjugatum), alang-alang (Imperata cylindrica), ceplikan (Impatiens platypetala), nganen (Melastoma malabathricum), cale (Ficus fistulosa), serta ganyongan (Canna hybrida). Komposisi dan dominasi spesies vegetasi berdasarkan nilai penting (INP) hasil survei, sebanyak 42 (empat puluh dua) spesies tumbuhan. Famili teridentifikasi di lokasi pengamatan, sebanyak 7 (tujuh) spesies hanya berhasil teridentifikasi sampai genus dan 2 spesies berhasil teridentifikasi hingga famili. Famili Rubiaceae dan Moraceae memiliki jumlah spesies paling banyak, yaitu 6 (enam) spesies Rubiaceae dan 5 (lima) spesies Moraceae. Famili lainnya masing-masing teridentifikasi 1 spesies. Tabel 9. Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Famili Famili Jumlah Spesies Rubiaceae 6 Moraceae 5 Poaceae 5 Araliaceae 2 Asteraceae 2 Fagaceae 2 Liliaceae 2 Melastomataceae 2 Rosaceae 2 Theaceae 2 Urticaceae 2

65 digilib.uns.ac.id 49 Indeks Nilai Penting (INP) diketahui dari perhitungan kerapatan, frekuensi, dan dominasi spesies. Indeks nilai penting (INP) menunjukkan pentingnya peranan suatu spesies tertentu dalam ekosistem (Fachrul, 2008). Nilai INP tertinggi untuk setiap species ditunjukkan pada Tabel berikut: Tabel 10. Indek Nilai Penting (INP) Vegetasi No Habitus Tingkat Nama Spesies INP (%) Pohon Semai Pinus (Pinus merkusii) 68,09 Kina (Cinchona pubescens) 47,20 Sekulan (Maesa perlarius) 8,97 Pancang Kina (Cinchona pubescens) 74,61 Pinus (Pinus merkusii) 28,15 Pasang (Cuercus sundaica) 11,23 Tiang Pinus (Pinus merkusii) 90,39 Bintami (Cupressus sempervirens) 44,88 Pampung (Macropanax dispermum) 30,10 Pohon Pinus (Pinus merkusii) 177,44 Pampung (Macropanax dispermum) 29,35 Bintami (Cupressus sempervirens) 25,19 Pinus (Pinus merkusii) mendominasi pada tingkat pertumbuhan semai, tiang dan pohon. Lokasi penelitian berada dalam areal hutan alam, tidak semua wilayahnya merupakan ekosistem hutan alam. Sisa-sisa vegetasi hutan produksi dan perkebunan kina (Cinchona pubescens) masih banyak dijumpai di areal hutan alam. Vegetasi tersebut ditanam berpuluh-puluh tahun yang lalu sebagai hutan produksi ketika masih dikelola oleh Perum Perhutani maupun perkebunan kina yang dikelola oleh kolonial Belanda. Spesies yang ditanam sebagai tanaman hutan produksi antara lain pinus, dan bintami (Cupressus sempervirens). Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu spesies famili Pinaceae. Orwa, et al. (2009) menyebutkan bahwa pinus tersebar di berbagai negara di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Di Indonesia, pinus tumbuh alami di pulau Sumatera, pinus di Jawa merupakan hasil penanaman. Pinus biasa tumbuh pada ketinggian tempat 30 sampai mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan suhu tahunan rata-rata 19º hingga 28º C. Terkait

66 digilib.uns.ac.id 50 keberadaan pinus di TAHURA, kawasan ini dahulunya dikelola oleh Perum Perhutani sebagai hutan produksi dan hutan lindung dengan tanaman pinus. Pinus di areal hutan tanaman dulu dimanfaatkan dengan disadap resinnya, pinus di areal hutan alam berfungsi sebagai pencegah erosi, sehingga tidak disadap. Setelah produktivitas pinus dalam menghasilkan resin semakin menurun, penyadapan dihentikan, yaitu sebelum perubahan fungsi kawasan hutan dari hutan lindung menjadi TAHURA. Spesies yang mendominasi habitus pohon pada tingkat pertumbuhan pancang adalah spesies kina (Cinchona pubescens). Nilai INP suatu spesies tinggi menunjukkan bahwa spesies tersebut sangat mempengaruhi ekosistem tersebut (Fachrul 2008). Keberadaan kina di TAHURA diawali dengan penanaman kina sebagai komoditas perkebunan pada zaman pendudukan kolonial Belanda. Setelah areal perkebunan kina ini menjadi bagian dari kawasan TAHURA, maka pengambilan kulit kina pun mulai dihentikan. Hasil survei flora/vegetasi tingkat pertumbuhan; pohon, tiang, pancang dan semai dalam blok/zonasi yaitu: a). blok/zona koleksi (22 petak ukur) ditemukan 31 jenis spesies dengan jumlah 239 individu ditemukan, pada tingkat pertumbuhan bawah sebanyak 22 jenis spesies ditemukan, b) blok/zona perlindungan (22 petak ukur) 29 jenis spesies dengan jumlah 344 individu ditemukan, pada tingkat pertumbuhan bawah 32 jenis spesies ditemukan, c). blok/zona pemanfaatan (2 petak ukur) ditemukan 3 jenis spesies dengan jumlah 22 individu ditemukan, pada tingkat pertumbuhan bawah 6 jenis spesies ditemukan. Sebagian besar permukaan tanah ditumbuhi pohon pinus, padang rumput dan semak-semak atau hutan sekunder. Bagian yang berhutan agak lebat terdapat pada celah bukit dan lembah, keadaan vegetasi dengan tajuk saling bertemu dalam tingkat pohon dan tiang. Kawasan ini terdiri dari bekas hutan tanaman dan hutan alam. (lampiran:7). b. Satwa (Aves dan Mamalia) Satwa atau fauna keberadaannya merupakan indikator dari kualitas vegetasi atau habitat hutan. Satwa yang menjadi indikator umumnya adalah mamalia, burung, primata, dan herpetofauna (Bismark, 2011). Dalam penelitian ini peneliti lebih kepada commit mamalia to user dan burung. Mamalia merupakan

67 digilib.uns.ac.id 51 salah satu kelas dari vertebrata yang memiliki sifat Homoitherm (berdarah panas), ciri khas mamalia adalah melahirkan, menyusui dan berbulu. Data yang dikumpulkan dalam survei mamalia berdasarkan jejak dan suara, jumlah individu, kelompok usia, aktifitas satwa, pemanfaatan ruang, waktu teramatinya satwa serta kondisi habitat tempat ditemukannya satwa (Bismark, 2011). Salah satu yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis burung. Burung dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan waktu aktivitas yaitu diurnal dan nokturnal. Ciri-ciri burung adalah tubuhnya ditutupi bulu, memiliki paruh. Jenis satwa aves dijumpai langsung di kawasan TAHURA yaitu; a). zona koleksi (11 petak ukur) ditemukan 16 jenis spesies dengan jumlah 48 individu ditemukan, Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris) status endemik dilindungi sebanyak 10 individu jenis ditemukan, dan status dilindungi Elang Bido (Spilornis cheela) 1 individu ditemukan. b) zona perlindungan (11 petak ukur) ditemukan 26 jenis spesies dengan jumlah 46 individu ditemukan, status dilindungi yaitu: Elang Bido (Spilornis cheela) 1 individu ditemukan, status endemik dilindungi yaitu: Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris) 1 individu, Tepus Pipi Perak (Stachyris melanothorax), Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia) 1 individu ditemukan, dan Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia) 1 individu ditemukan. (lampiran.7) Jenis satwa mamalia dijumpai langsung atau dijumpai tapak bekas kaki dan kotoran di kawasan TAHURA ditemukan 10 jenis spesies dengan jumlah 140 individu ditemukan. Satwa ditemukan dengan status dilindungi/appendix, yaitu: Kijang (Muntiacus muntjak) 4 individu, Musang Luwak (Paradoxurus hermaphrodites) 9 individu, Tupai Kekes (Tupaia javanica) 2 individu, landak (Hystrix brachyuran) 1 individu, rusa timor (Cervustimorensis) 7 individu, macan kumbang (Panthera tigris) 6 individu ditemukan. (lampiran:8). 7. Potensi Bukan Hayati Topografi bergelombang, berbukit, dan dengan ketinggian tempat diatas mdpl, serta memiliki bentang lahan di kawasan TAHURA menjadi potensial untuk wisata alam dengan udara yang sejuk. Peninggalan sejarah yang

68 digilib.uns.ac.id 52 berkaitan dengan candi sukuh, yaitu: situs watu bulus, watu lumping, cemoro pogog, sendang raja, dan goa angin merupakan gejala unik di kawasan TAHURA. Tempat wisata yang terhubung dengan kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, yaitu: a. Situs Cemoro Bulus Situs Cemoro Bulus adalah sebuah Arca Kura-kura, yang mirip dan masih ada kaitannya dengan peninggalan purbakala seperti di Candi Sukuh, situs Cemoro Bulus ini merupakan portal gaib menuju puncak Lawu. Dalam Mitologi Hindu, Arca kura kura melambangkan Bhur Loka atau alam bawah yaitu dasar gunung Mahameru. b. Air Terjun Parang Ijo Kawasan air terjun Parang Ijo masuk wilayah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dan Perhutani. Sebelumnya air terjun tersebut dikelola secara mandiri oleh koperasi warga masyarakat, namun karena ada kecenderungan dikuasai pengelolaannya secara pribadi, saat ini di kelola oleh TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Tempat wisata yang ada di TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, yaitu: Sendang Raja, Goa Angin dan Goa Jepang. Tempat tersebut masih terjaga dengan baik, dan masih memungkinkan untuk dikembangkan. c. Candi Sukuh Candi Sukuh merupakan sebuah kompleks candi agama Hindu yang secara administrasi terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini dianggap kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena penggambaran alat-alat kelamin manusia secara eksplisit pada beberapa figurnya. Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia sejak tahun d. Goa Jepang

69 digilib.uns.ac.id Aksesbilitas Secara spasial atau keruangan wilayah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sebagian berbatasan dengan tanah hak dengan batas alam sungai dan tanah garapan/bondo desa. Batas ini tidak dapat digunakan sebagai jalan masuk karena kondisi topografi yang terjal/curam. Akses keluar masuk kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dapat ditempuh melalui kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani dengan panjang akses jalan 400 m menuju jalan utama. 9. Pengelolaan Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I oleh Pemerintah Jawa Tengah merupakan salah satu implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, tentang urusan pengelolaan Taman Hutan Raya skala Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi. Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I mempunyai fungsi utama untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. TAHURA KGPAA Mangkunagoro I secara struktur organisasi dikelola oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan rutin yang dilaksanakan pengelola dalam patroli keamanan kawasan hutan menggunakan motor dan kuda, pemeliharaan koleksi satwa, persemaian dan rehabilitasi hasil hutan. Secara historis, sosiologis dan ekonomis, masyarakat di sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I memiliki ketergantungan cukup tinggi terhadap kawasan hutan, khususnya penyediaan pakan ternak dan sumber hasil hutan bukan kayu. Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I diarahkan sebagai kawasan konservasi yang mampu mewujudkan kondisi hutan dengan kekayaan jenis tumbuhan dan satwa, bermanfaat bagi kepentingan masyarakat

70 digilib.uns.ac.id 54 dan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I merupakan implementasi dari Peraturan daerah Provinsi Jawa Tengah No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah. Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I bertujuan untuk : a. Menjamin kelestarian TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. b. Membina dan mengembangkan koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. c. Mengoptimalkan pemanfaatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, penunjang budidaya dan budaya, pariwisata alam dan rekreasi bagi kesejahteraan masyarakat. d. Meningkatkan tata air dan memberikan perlindungan terhadap TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. 10. Sejarah Kawasan Berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah periode , menjelaskan tentang sejarah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sebagai berikut: (i) Pembentukan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I diawali dengan penunjukan kawasan dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 849/Kpts-II/1999 tanggal 11 Oktober 1999 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± ha terletak di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tambak, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lawu Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta, wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Dati II Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah, menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dengan fungsi sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) dengan nama TAHURA Ngargoyoso/Mangkunagoro I. (ii) Pembentukan Tim Pembangunan dan Pengembangan Taman Hutan Raya (TAHURA) Provinsi Jawa Tengah dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No /74/1999 tanggal 21 Desember 1999.

71 digilib.uns.ac.id 55 (iii) Menteri Kehutanan meningkatkan status kawasan dari penunjukan menjadi penetapan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 233/Kpts-II/2003 tentang Penetapan Kawasan Hutan seluas 231,1 ha sebagai Kawasan Hutan Tetap dengan Fungsi Taman Hutan Raya Ngargoyoso/Mangkunagoro I. (iv) TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2002 sampai sekarang. Pembetukan Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 dengan nama Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP TAHURA) memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana teknis pengelolaan Kebun Raya Baturraden dan Taman Hutan Raya Mangkunagoro I. 11. Kondisi Sosial Ekonomi Mayarakat Keberadaan TAHURA Mangkunegoro I sangat berkaitan erat dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Interaksi masyarakat di sekitar kawasan dengan kawasan Tahura telah berlangsung lama jauh sebelum Tahura terbentuk. Dalam rangka meningkatkan peran Tahura bagi masyarakat di sekitar kawasan telah diupayakan fasilitas dalam bentuk pelatihan dan bantuan peralatan usaha. Masyarakat di sekitar kawasan TAHURA memiliki ketergantungan pada hutan, khususnya yang berbatasan langsung. Terdapat 2 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TAHURA, yaitu: Desa Berjo dan Desa Girimulyo. Masyarakat di kedua desa tersebut memanfaaatkan hutan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan ternak dan kayu bakar. Berdasarkan pendataan yang dilakukan terhadap masyarakat yang memanfaatkan rumput dari kawasan TAHURA sebanyak 251 KK (pengaram). Kebutuhan areal pengaram ini berkorelasi langsung dengan jumlah ternak yang ada di kedua desa tersebut. Data sosial ekonomi Desa Berjo dan Desa Girimulyo dapat dilihat sebagaimana lampiran 4.

72 digilib.uns.ac.id 56 B. Kriteria Sensitifitas 1. Penilaian Sensitifitas Ekologi Teknik dalam metode penilaian sensitifitas ekologi yaitu teknik dengan menggunakan data spasial dari peta vegetasi dan peta penyebaran fauna/satwa, ketinggian tempat tempat dan kelerengan. Penilaian sensitifitas ekologi bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitifitas pada penataan kawasan dalam penentuan zonasi. Parameter dalam penentuan sensitifitas ekologi berdasarkan nilai skoring dari parameter vegetasi, fauna/satwa, ketinggian tempat dan kelerengan selanjutnya diidentifikasi menjadi gambaran tingkat sensitifitas dalam perencanaan penetapan zonasi. Berdasarkan hasil penilaian/skoring masing-masing parameter, yaitu: a. Vegetasi Hasil identifikasi terhadap vegetasi TAHURA diperoleh penilaian parameter vegetasi dalam skor, adalah: vegetasi primer (skor 3) adalah kawasan hutan alam dengan tutupan lahan dengan kerapatan tinggi (107,25 Ha), vegetasi sekunder (skor 2) adalah kawasan hutan tanaman monokultur dengan tutupan lahan sedang/jarang (136,51 Ha), dan vegetasi rusak (skor 1) adalah kawasan hutan tanaman monokultur dengan tutupan lahan kosong (17,93 Ha). Kriteria penentuan skor vegetasi berdasarkan 2 unsur, yaitu: mengidentifikasi tipe hutan dan kerapatan tutupan lahan. Tipe hutan di TAHURA terdiri 2 tipe hutan, yaitu: hutan alam dan hutan tanaman monokultur. Kerapatan tutupan lahan ada 3 komposisi, yaitu: kerapatan tinggi, kerapatan sedang, dan tanah kosong. (gambar. 5). b. Satwa/fauna Penilaian terhadap jumlah satwa yang ditemukan kategori dilindungi/endemik dalam kawasan TAHURA, terdapat 11 spesies satwa dilindungi/endemik ditemukan, yaitu: Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris), Elang Bido (Spilornis cheela), Tepus Pipi Perak (Stachyris melanothorax), Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia), Musang commit luwak to (Paradoxurus user hermaphrodites), Tupai

73 Gambar 5. Peta Vegetasi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 57

74 digilib.uns.ac.id 58 Kekes (Tupaia javanica), Kijang (Muntiacus muntjak), landak (Hystrix brachyuran), rusa timor (Cervustimorensis), macan kumbang (Panthera tigris). Jumlah 11 spesies satwa dilindungi/endemik ditemukan adalah kategori tinggi (skor 3). (gambar. 6). c. Ketinggian tempat tempat Hasil penilaian parameter ketinggian tempat terhadap faktor penentu di kawasan TAHURA dapat diklasifikasikan dalam satuan luas lahan (Ha), yaitu: ketinggian tempat mdpl satuan luas 90,00 Ha (skor 2), Ketinggian tempat >1.400 mdpl satuan luas 171,86 Ha (skor 3). (gambar. 7). d. Kelerengan Hasil penilaian parameter kelas kelerengan terhadap faktor penentu di kawasan TAHURA dapat diklasifikasikan dalam satuan luas lahan (Ha), yaitu: kelerengan <30% satuan luas 94,34 Ha (skor 1), kelerengan <30% - 45% satuan luas 75,03 Ha (skor 2), kelerengan < 45% satuan luas 92,48 Ha (skor 3) Penilaian sensitifitas hasil dari overlay peta 4 parameter (vegetasi, satwa, ketinggian tempat, dan kelerengan) dalam satuan luas, yaitu: tidak sensitif (8,56 Ha), sensitif (122,65 Ha), dan sangat sensitif (130,48 Ha). (gambar. 8). 2. Penentuan blok/zonasi berdasarkan tingkat sensitifitas. Penataan kawasan dalam penentuan blok/zonasi kawasan TAHURA berdasarkan hasil penilaian sensitifitas dari 4 parameter (vegetasi, satwa, ketinggian tempat, dan kelerengan), yaitu: blok/zona perlindungan mempunyai nilai sangat sensitif, blok/zona koleksi mempunyai nilai sangat Sensitif dan sensitif, blok/zona pemanfaatan mempunyai nilai Sensitif dan tidak Sensitif. (gambar. 9).

75 Gambar 6. Peta Satwa liar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 59

76 Gambar 7. Peta Ketinggian tempat TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 60

77 Gambar 8. Peta Kelerengan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 61

78 Gambar 9. Peta Sensitifitas TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 62

79 digilib.uns.ac.id 63 Tabel 11. Hasil Penilaian kelerengan Dalam Penentuan Blok/zonasi No. Blok/zona Kelerengan Luas (Ha) Persentase luas /zona (%) 1. Perlindungan <30% 42, Nilai Skor 30-45% 28, >45% 35, Koleksi <30% 51, % 47, >45% 37, Pemanfaatan 30-45% 8, >45% 9, Jumlah 261,69 Hasil penilaian penentuan parameter (vegetasi, satwa, ketinggian tempat, dan kelerengan) terhadap masing-masing blok/zona, diidentifikasi terhadap peta. Hasil identifikasi peta masing-masing blok /zona, adalah: 1) Blok/zona Perlindungan (107,25 Ha) Hasil penilaian skoring masing-masing parameter di blok/zona perlindungan dengan skor total tertinggi 12 (vegetasi skor 3, satwa/fauna skor 3, ketinggian tempat 3, kelerengan skor 3), dan skor total terendah 10 (vegetasi skor 3, satwa/fauna skor 3, ketinggian tempat 3, kelerengan skor 1). Tingkat sensitifitas ekologi pada blok/zona perlindungan adalah sangat Sensitif. Terdapat areal ditengah blok/zona perlindungan (0,46 ha) dengan kategori tidak Sensitif direncanakan oleh pengelola sebagai blok/zona tradisional. 2) Blok/zona Koleksi (136,51 Ha) Hasil penilaian skoring masing-masing parameter di blok/zona koleksi dengan skor total tertinggi 9 (vegetasi skor 2, satwa/fauna skor 1, ketinggian tempat 3, kelerengan skor 3), dan skor total terendah 6 (vegetasi skor 2, satwa/fauna skor 1, ketinggian tempat 2, kelerengan skor 1). Tingkat sensitifitas ekologi pada blok/zona koleksi adalah sangat Sensitif dan Sensitif.

80 digilib.uns.ac.id 64 3) Blok/zona Pemanfaatan (17,47 Ha) Hasil penilaian skoring masing-masing parameter di blok/zona pemanfaatan dengan skor total tertinggi 6 (vegetasi skor 1, satwa/fauna skor 0, ketinggian tempat 2, kelerengan skor 3), dan skor total terendah 5 (vegetasi skor 1, satwa/fauna skor 0, ketinggian tempat 2, kelerengan skor 2). Tingkat sensitifitas ekologi pada blok/zona koleksi adalah Sensitif dan tidak Sensitif. 3. Pengelolaan Kawasan TAHURA Mangkunagoro I Pengelolaan TAHURA disusun dan dilaksanakan dalam tahapan perencanaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pengembangan, rehabilitasi dan perlindungan. Perencanaan Tahura dalam pasal 7 ayat (1), Perda No.3/2011 meliputi: (a). Penataan Kawasan Hutan, (b). Penyusunan rencana pengelolaan. Penataan kawasan berupa kegiatan kawasan Tahura ke dalam blok/zonasi. Perlindungan kawasan TAHURA Mangkunagoro I dalam usaha mencegah dan membatasi kerusakan kawasan TAHURA Mangkunagoro I oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara dan daerah atas hutan, kawasan Taman Hutan Raya, serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Pencapaian efisiensi serta efektivitas dalam pengelolaan TAHURA sesuai tujuan penetapan atau penunjukan kawasan perlu dilaksanakan pembagian wilayah (zoning/ blocking) ke dalam blok atau areal yang sesuai dengan kondisi, potensi, serta pertimbangan-pertimbangan ekologis dan ekonomis yang memungkinkan dalam rangka pengembangan areal dan optimalisasi fungsi kawasan. Pembagian blok kawasan TAHURA Mangkunagoro I didasarkan kepada: a. Tujuan pengelolaan kawasan, yaitu keseimbangan antara perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari dan optimal; b. Keadaan fisik kawasan meliputi: bentang alam atau konfigurasi lapangan, hidrologis, tanah, geologis, dan sebagainya;

81 digilib.uns.ac.id 65 c. Keadaan biologis atau komunitas biota, yaitu vegetasi, fauna beserta ekosistemnya; d. Potensi kawasan; e. Daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata terbatas; Berdasarkan pertimbang-pertimbangan tersebut, maka penataan blok pengelolaan kawasan TAHURA Mangkunagoro I dibagi ke dalam blok-blok sebagai berikut: 1) Blok Perlindungan a) Deskripsi Blok Perlindungan Blok perlindungan adalah kawasan yang karena letak, kondisi dan potensinya ditetapkan sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem yang khas, unik, langka, asli, dan tidak atau belum terganggu oleh kegiatan manusia yang mutlak dilindungi, dan berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, dapat digunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu blok perlindungan merupakan kawasan sangat sensitif dan memerlukan upaya perlindungan dan konservasi. b) Kriteria Blok Perlindungan a) Bagian kawasan TAHURA yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya yang dapat mencerminkan keperwakilan (representation), keaslian (originalitiny) atau kealamian (naturalness), keunikan (uniqueness), kelangkaan (raritiness), ancaman kepunahan (exhaution), keutuhan satuan ekosistem (ecosystem ingrity), dan keutuhan kawasan (intacness) yang memerlukan upaya konservasi; b) Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya, dengan unit-unit penyusunnya yang mewakili formasi biota/ekosistem sebagai habitat tumbuhan tertentu yang dilindungi untuk mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis flora dan ekosistemnya, serta kondisi fisiknya masih asli dan belum terganggu oleh aktivitas manusia;

82 digilib.uns.ac.id 66 c) Mempunyai luasan dan bentuk areal yang cukup untuk menjamin keberlangsungan hidup jenis-jenis tumbuhan tertentu dan mampu untuk menunjang pengelolaan secara efektif dan keberlangsungan proses ekologis secara alami; d) Merupakan habitat atau tempat beraktivitas satwa untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakannya secara alami. e) Mempunyai peran penting bagi perlindungan bentang alam, sumber air, stabilitas iklim mikro, dan fungsi ekologis lainnya c) Fungsi Blok Perlindungan Blok perlindungan untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora khas beserta habitatnya yang sangat peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. d) Kegiatan Pengelolaan Blok Perlindungan a) Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistem; b) Perlindungan dan pengamanan; c) Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang budidaya. e) Blok Perlindungan TAHURA Mangkunagoro I Luas blok perlindungan 107,25 Ha atau 41,0% dari luas kawasan, tipe vegetasi primer merupakan hutan alam keseluruhan. Penyebaran satwa dilindungi/endemic tergolong kategori tinggi dengan jumlah 11 jenis. Topografi di blok/zona perlindungan, memiliki ketinggian tempat >1.400 m dpl, memiliki tingkat kelerengan yang bervariasi, yaitu: landai sampai agak curam dengan kelas kelerengan <30% (42,98 Ha), curam dengan kelas kelerengan 30% - 45% (28,98 Ha), dan terjal dengan kelas kelerengan >45% (35,75 Ha). Alternatif dalam penentuan blok perlindungan berdasarkan tingkat sensitifitas memiliki tingkat sangat Sensitif di kawasan TAHURA.

83 digilib.uns.ac.id 67 Luas blok perlindungan dengan kategori sangat Sensitif 130,48 Ha atau 50% dari luas kawasan. Tipe vegetasi dalam blok/zona perlindungan merupakan vegetasi primer atau hutan alam (107,25 Ha) dan tipe vegetasi sekunder merupakan hutan tanaman monokultur (23,23 Ha). Penyebaran satwa dilindungi/endemik masuk dalam kategori tinggi dengan jumlah 11 jenis (107,25 Ha) dan rendah 5 jenis (23,23 Ha), memiliki tingkat ketinggian tempat antara m dpl (128,36 Ha). Topografi ketinggian tempat >1.400 m dpl (2,12 Ha), tingkat kelerengan bervariasi mulai dari: landai sampai agak curam dengan kelas kelerengan <30% (42,51 Ha), curam dengan kelas kelerengan 30% - 45% (28,98 Ha) dan terjal dengan kelas kelerengan >45% (58,98 Ha). Berdasarkan penilaian tingkat sensitifitas dengan kategori sangat sensitif, luas blok perlindungan lebih besar dari penentuan blok/zonasi sebelumnya. Alasan penyebab memiliki kategori tingkat sangat sensitif lebih luas, karena dalam blok koleksi terdapat kelerengan terjal >45% dan tingkat ketinggian tempat >1.400 mdpl, lokasi ini berada bagian timur kawasan TAHURA, berbatasan dengan kawasan Perum Perhutani atau sebelah selatan blok/zona perlindungan sebelumnya. Tingkat vegetasi termasuk kategori vegetasi sekunder/hutan monokultur dan jenis satwa dilindungi/endemik dalam kategori rendah 5 jenis. Jenis burung termasuk endemik antara lain Brinji Gunung (Ixos virescens), Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia), Kepodang Sungu Jawa (Coracina javensis), Pelanduk Semak (Malacocinclaseparium), Takur Toh-tor (Megalaima armillaris), Tepus pipi perak (Stachyris melanothorax), Tesia jawa (Tesia supercillaris), Walik kepala ungu (Ptilinopus porphyreus). Jenis tumbuhan yang dapat dijumpai, yaitu: Akasia (Accacia Ducuren), Bintamin (Cupressus sempervirens), Cale (Ficus fistulosa), Cemara Gunung (Casuarina junghuniana), Cuwut (Cyrtandra sp.), Dempul (Wrightia javanica), Kina (Chincoma sp), Kopen (Lasianthus stercorarius), Pinus (Pinus Sp), Puspa (Schima wallichii), Pampung (Unanthe javanica, Pasang (Onercus sp), Sarangan (Captanopsis argentea), commit Tanganan to user (Schefflera polybotry), Cebongan

84 digilib.uns.ac.id 68 (Helicia robusta), Apit (Villebrunea rubescens), Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), Sembung (Blumea balsamifera), Merbau (Intsia amboinensis),kebak (Ficus alba), Jemitri (Elaocarpus oxypyrena), Genitren (Nauclea obtuse BI), Eukaliptus (Eucayptus regnans), Awar-awar (Ficus fistulosa), Suren (Toona sureni), Aren (Arenga pinnata), Cebukan (Galearia filiformis), Renik (Eyrya acuminate DC), Rasamala (Altingia exelsa norona). Tanaman bawah di blok perlindungan, yaitu: Banyon, Biji, Riwono, Kertak, Kingkong, Liana, Nyangkoh, Terong hutan, Meniran, Alang-alang, Amisan, Andong, Bantengan, Blembem, Brenggolo, Ceplikan, Ganen, Gerehgerehan, Inggo, Kerek batok, Kriyo, Krisan, Pakis, Pegagan, Pringpringan, Puyangan, Rigucen, Riralat, Rumput, Sembukan, Sentrong, Wedusan. Satwa liar di blok perlindungan terdiri dari aves dan mamalia yang ditemukan. Satwa aves, yaitu: Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris), Elang Bido (Spilornis cheela), Tepekong Jambul (Hemiprocne longepennis), Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Sinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps), Kepudang Sungu Jawa (Coracina javensis), Pelanduk Semak (Malacocincla seviarium), Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis), Srigunting Kelabu (Dicrurus leucophaeus), Cicak Koreng Jawa (Megalurus palustris), Bentet Kelabu (Lanius schach), Walet Linchi (Collocalia linchi), Cinenen Pisang (Orthotomus sutorius), Sikatan Ninon (Eumyias indigo), Kacamata Gunung (Zosterops montanus), Sikatan Belang (Ficedula westermanni), Caladi Ulam (Dendrocopos macei), Cingcoang Coklat (Brachypteryx leucophrys), Jingjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Tepus Pipi Perak (Stachyris melanothorax), Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia), Berencet Kerdil (Pnoepyga pusilla), Decu Belang (Saxicola caprata), Kangkok Ranting (Cuculus saturates), Wiwik uncuing (Cacomantis sepulcralis). Satwa mamalia yang ditemukan di blok perlindungan, yaitu: Babi Hutan (Sus scrofa), Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Tupai Kekes (Tupaia javanica).

85 digilib.uns.ac.id 69 2) Blok Koleksi a) Deskripsi Blok Koleksi Blok Koleksi adalah bagian kawasan TAHURA yang dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. b) Kriteria Blok Koleksi (1) Terdapat koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli; (2) Terdapat pemanfaatan utnuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan; (3) Terdapat penunjang menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. (4) perubahan fisik, sifat fisik dan biologi yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem, dan pemulihannya memerlukan adanya campur tangan manusia; (5) Terdapat species invasif dan/atau eksotik yang dapat mengganggu keberadaan jenis/spesies asli dalam kawasan; (6) Pemulihan kerusakan kawasan dan ekosistem memerlukan waktu sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun. c) Fungsi Blok Koleksi Blok Koleksi untuk Kepentingan koleksi termasuk dalam mengintroduksi jenis tumbuhan untuk dikembangkan di dalam kawasan. Koleksi kekayaan keanekaragaman hayati dilakukan melalui penanaman berbagai jenis flora dan pelepasan fauna yang menjadi ciri khas dan kebanggaan provinsi dan/atau kabupaten/kota yang bersangkutan. d) Kegiatan Pengelolaan Blok Koleksi (1) Pemuliaan tumbuhan; (2) Penangkaran satwa; (3) budidaya flora dan fauna, serta bagian dari tumbuhan dan satwa liar.

86 digilib.uns.ac.id 70 (4) Kegiatan menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nutfah dilaksanakan melalui inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; (5) Perlindungan dan pengamanan; (6) Penelitian dan pengembangan; (7) Pembenihan dan persemaian; (8) Penanaman dan pemeliharaan tanaman; (9) Penangkaran dan pelepas-liaran satwa; (10) Pembinaan habitat dan populasi e) Blok Koleksi TAHURA Mangkunagoro I Luas blok koleksi 136,51 Ha atau 52% dari luas kawasan, tipe vegetasi sekunder merupakan hutan tanaman monokultur dalam seluruh luas blok koleksi, satwa dilindungi/endemik dengan nilai penyebaran satwa liar masuk kategori rendah dengan jumlah 4 jenis, memiliki tingkat ketinggian tempat antara m dpl (70,41 Ha) dan memiliki ketinggian tempat >1.400 m dpl (66,10 Ha), memiliki kelerengan topografi yang bervariasi, yaitu: landai sampai agak curam dengan kelas kelerengan <30% (51,37 Ha), curam dengan kelas kelerengan 30% - 45% (47,18 Ha), dan terjal dengan kelas kelerengan >45% (37,96 Ha). Alternatif dalam penentuan blok koleksi berdasarkan tingkat sensitifitas memiliki tingkat Sensitif di kawasan TAHURA. Luas blok koleksi dengan kategori Sensitif, yaitu 122,66 Ha atau 47% dari luas kawasan, tipe vegetasi sekunder merupakan hutan tanaman monokultur (113,28 Ha) dan tipe vegetasi dengan lahan kosong atau kerapatan tajuk jarang (9,38 Ha), satwa dilindungi/endemik dengan nilai penyebaran satwa liar masuk kategori rendah jumlah rendah 5 jenis, memiliki tingkat ketinggian tempat antara m dpl (79,79 Ha) dan memiliki ketinggian tempat >1.400 m dpl (42,87 Ha), memiliki kelerengan topografi yang bervariasi, yaitu: landai sampai agak curam dengan kelas kelerengan <30% (51,37 Ha), curam dengan kelas kelerengan 30% - 45% (37,96 Ha), dan terjal dengan kelas kelerengan >45% (33,32 Ha). Berdasarkan commit to penilaian user tingkat sensitifitas, luas blok

87 digilib.uns.ac.id 71 koleksi berkurang 5% (13,85 Ha) dari penentuan blok/zonasi sebelumnya, di sebagian blok koleksi dapat dimanfaatkan sebagai blok perlindungan dengan sensitifitas sangat Sensitif. Kawasan TAHURA bagian utara barat yang berbatasan desa Berjo dan Girimulyo terdapat tingkat penilaian Sensitif. Tingkat penilaian Sensitif lebih dipengaruhi oleh tingkat kelerengan terjal >45%, sedangkan tingkat ketinggian tempat masih diantara mdpl sampai dengan mdpl, tingkat vegetasi termasuk sebagian vegetasi sekunder/hutan tanaman monokultur (113,28 Ha) dan lahan kosong (9,38 Ha), jenis satwa dilindungi/endemik dalam kategori rendah 5 jenis. Jenis tumbuhan yang dapat dijumpai di blok koleksi, yaitu: Akasia (Accacia ducuren), Apit (Villebrunea rubescens), Bintamin (Cupressus sempervirens), Cale (Ficus fistulosa), Cemara Gunung (Casuarina junghuniana), Cuwut (Cyrtandra sp.), Dempul (Wrightia javanica), Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), Kina (Chincoma sp), Pampung (Unanthe javanica), Pasang (Onercus sp), Pinus (Pinus sp), Puspa (Schima wallichii), Sarangan (Captanopsis argentea), Sembung (Blumea balsamifera), Tanganan (Schefflera polybotry), Araukaria (Araucaria heteropylla), Bendo (Artocarpus altillis), Cebongan (Helicia robusta), Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Meranti (Sorea sp), Suren (Toona sureni), Tengkawang (Shorea stenoptera), Bisbul (Diospyros blancoi), Imer (Breynia mcrophyll), Jambu biji (Psidium pumilum), Kepuh (Sterculia foetida), Krangean (Litsea cubeba), Rasamala (Altingia exelsa norona), Renik (Eyrya acuminate). Tanaman bawah di blok koleksi, yaitu: Alang-alang, Amisan, Andong, Bantengan, Blembem, Brenggolo, Ceplikan, Ganen, Gereh-gerehan, Inggo, Kerek batok, Kriyo, Krisan, Pakis, Pegagan, Pring-pringan, Puyangan, Rigucen, Riralat, Rumput, Sembukan, Sentrong, Wedusan. Satwa liar di blok koleksi terdiri dari aves dan mamalia yang ditemukan. Satwa aves, yaitu: Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris), Elang Bido (Spilornis cheela), Tepekong Jambul (Hemiprocne longepennis), Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), commit Sinenen to user Kelabu (Orthotomus ruficeps),

88 digilib.uns.ac.id 72 Kepudang Sungu Jawa (Coracina javensis), Pelanduk Semak (Malacocincla seviarium), Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis), Srigunting Kelabu (Dicrurus leucophaeus), Takur Ungkut Ungkut (Megalaima armillaris), Kekep Babi (Artamus leucorynchus), Cicak Koreng Jawa (Megalurus palustris), Bentet Kelabu (Lanius schach), Walet Linchi (Collocalia linchi), Cinenen Pisang (Orthotomus sutorius), Sikatan Ninon (Eumyias indigo), Kacamata Gunung (Zosterops montanus), Ceret Gunung (Cettia vulcania), Cekakak Sungai (Halcyon chloris), Sikatan Belang (Ficedula westermanni), Cabak Kota (Caprimulgus affinis), Wiwik kelabu (Ficedula westermanni). Satwa mamalia yang ditemukan di blok perlindungan, yaitu: Bajing Kelapa (Callosciurus notatus), Kijang (Muntiacus muntjak). Dalam pengembangan koleksi tumbuhan dilaksanakan baik melalui pendekatan pola individu maupun pola tematik. Pola tematik antara lain koleksi tumbuhan bernilai spiritual/budaya, tumbuhan yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Koleksi tumbuhan yang bernilai spiritual antara lain, Liwung, adem ati, lotrok, Gaharu (Aquilaria malaccensis), cendana (Santalum album). Untuk mendukung upaya pengawetan sumber daya hayati di kawasan ini juga telah dikembangkan koleksi tanaman hutan antara lain koleksi tumbuhan asli Gunung Lawu sebanyak 22 jenis, antara lain: manisrejo, kebak, orok-orok, tanganan, wasen, cemara gunung, dadap lampir, lotrok, nyampuh, pakis, parijoto, preh, tanganan, wsen, lempeni, aruh, edelwis, anggrek, palem jawar, palem piji dan liwing. Untuk koleksi tumbuhan yang bukan asli antara lain dewandaru, cendana, buah bisbul, eboni, bulu, asem jawa, duku, eukaplitus, flamboyant, Gaharu, gayam, kayu putih, jabon, kedawung, kanthil gunung, kenangan, kapel, mahkota dewa, malaba, nam-nam, salam, sampur, sonokeling, sawo manila, tali kuning, wuni, palem putri, palem sadang, puspa, merbau, araucaria, suren, meranti, tengkawang, aren, dan bamboo. Terdapat jenis spesies baru yaitu rusa timor, rusa tutul, rusa jawa dan aves. Baik koleksi jenis tumbuhan maupun commit satwa sampai to user sekarang kurang terdokumentasi

89 digilib.uns.ac.id 73 dengan baik, karena adanya keterbatasan SDM dan prasarana (sistem pendataan, teknik pengembangan koleksi). 3) Blok Pemanfaatan a) Deskripsi Blok Pemanfaatan Blok pemanfaatan adalah bagian kawasan TAHURA, yang karena letak, kondisi dan potensinya ditetapkan terutama dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata alam, jasa lingkungan alam, termasuk untuk pemenuhan sarana dan prasarana pemanfaatan dan pengelolaan. b) Kriteria Blok Pemanfaatan (1) Mempunyai potensi keanekaragaman flora, fauna berserta ekosistemnya tertentu serta formasi geologinya yang indah, unik dan menarik; (2) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam terbatas; (3) Memiliki kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, dan menunjang budidaya; (4) Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan, pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan rekreasi, pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, dan menunjang budidaya. c) Fungsi Blok Pemanfaatan Blok pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. d) Kegiatan Pengelolaan (1) Peningkatan Promosi dan kerjasama pemanfaatan; (2) Peningkatan pelayanan pemanfaatan; (3) Pengendalian pemanfaatan; (4) Pengembangan dan pelayanan data dan informasi.

90 digilib.uns.ac.id 74 e) Blok Pemanfaatan TAHURA Mangkunagoro I Luas blok pemanfaatan 17,47 Ha atau 7% dari luas kawasan, tipe vegetasi sekunder merupakan hutan tanaman monokultur dengan sebagian besar merupakan lahan kosong, tidak ditemukan satwa dilindungi/endemik, memiliki tingkat ketinggian tempat antara m dpl, memiliki kelerengan topografi yang bervariasi, yaitu: agak curam dengan kelas kelerengan 30% - 45% (8,09 Ha), dan terjal dengan kelas kelerengan >45% (9,38 Ha). Alternatif dalam penentuan blok pemanfaatan, mempunyai tingkat sensitifitas tidak Sensitif di kawasan TAHURA. Luas blok pemanfaatan dengan kategori tidak Sensitif 8,55 Ha atau 3% dari luas kawasan, tipe vegetasi didominasi berupa lahan kosong dengan kerapatan tajuk sangat jarang (8,55 Ha), tidak terdapat satwa dilindungi/endemik, memiliki tingkat ketinggian tempat antara m dpl (8,55 Ha) dan memiliki kelerengan topografi agak curam dengan kelas kelerengan 30% - 45%. Berdasarkan penilaian tingkat sensitifitas, luas blok pemanfaatan lebih sempit dari penentuan blok/zonasi sebelumnya karena pada sebagian blok pemanfaatan dimanfaatkan sebagai blok koleksi dengan nilai tingkat Sensitif. Kawasan TAHURA bagian utara barat yang berbatasan desa Berjo dan Girimulyo terdapat tingkat penilaian Sensitif. Tingkat penilaian tidak Sensitif lebih dipengaruhi oleh tingkat vegetasi yang merupakan lahan kosong dan pengguanaan sarana prasarana, sedangkan tingkat ketinggian tempat masih diantara mdpl sampai dengan mdpl, jenis satwa dilindungi/endemik dalam kategori tidak ditemukan. Jenis tumbuhan yang dapat dijumpai di blok pemanfaatan, yaitu: Pinus (Pinus sp), Akasia (Accacia ducuren) dan Cemara Gunung (Casuarina junghuniana). Tanaman bawah di blok pemanfaatan, yaitu: Bantengan, Meniran, Pegagan, Puyangan, Rigucen, Rumput. Satwa liar aves di blok pemanfaatan, yaitu: Walet Linchi (Collocalia linchi), Layang-layang loreng (Hirundo striolata), Ayam Hutan Hijau (Gallus varius), Cucak Kutilang commit (Pycnonotus to user aurigaster), Tepekong Jambul

91 digilib.uns.ac.id 75 (Hemiprocne longipennis),caladi Ulam (Dendrocopos macei), Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphagus), Kapinis Rumah (Apus nipalensis), Cica Koreng Jawa (Megalurus palustris), Wiwik kelabu (Cacomantis merulinus).

92 digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran sensitifitas Blok/zona kawasan TAHURA Mangkunagoro I berdasarkan pada empat parameter yaitu, vegetasi, satwa liar, ketinggian tempat, dan kelerengan. Keempat parameter tersebut masing-masing memiliki nilai atau skor yang dipengaruhi oleh keadaan hutan, jumlah satwa endemik, ukuran ketinggian tempat, dan ukuran kelerengan. Berdasarkan jumlah skor dari masing-masing parameter maka dapat diketahui tingkat sensitifitas Blok/zona, yaitu: sensitif, sangat sensitif, dan tidak sensitif. 2. Kawasan TAHURA Mangkunagoro I terbagi menjadi tiga blok/zona dengan tingkat sensitifitas masing-masing, yaitu: a. Blok/zona perlindungan (107,71 Ha), memiliki tingkat Sangat Sensitif. Skor total tertinggi 12 (vegetasi skor 3, satwa/fauna skor 3, ketinggian tempat 3, kelerengan skor 3), dan skor total terendah 10 (vegetasi skor 3, satwa/fauna skor 3, ketinggian tempat 3, kelerengan skor 1). b. Blok/zona Koleksi dengan keluasan (136,51 Ha), memiliki tingkat Sangat Sensitif dan Sensitif. Skor total tertinggi 9 (vegetasi skor 2, satwa/fauna skor 1, ketinggian tempat 3, kelerengan skor 3), dan skor total terendah 6 (vegetasi skor 2, satwa/fauna skor 1, ketinggian tempat 2, kelerengan skor 1). c. Blok/zona Pemanfaatan dengan keluasan (17,47 Ha) memiliki tingkat Sensitif dan Tidak Sensitif. Skor total tertinggi 6 (vegetasi skor 1, satwa/fauna skor 0, ketinggian tempat 2, kelerengan skor 3), dan skor total terendah 5 (vegetasi skor 1, satwa/fauna skor 0, ketinggian tempat 2, kelerengan skor 2). 76

93 digilib.uns.ac.id 77 B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, ada beberapa hal yang menjadi implikasi yang harus diperhatikan terutama bagi para pengambil kebijakan (pengelola) dan masyarakat di kawasan TAHURA Mangkunagoro I Ngargoyoso, Karanganyar yaitu penggunaan metode pengukuran sensitifitas yang benar sehingga penentuan Blok/zona, yaitu zona perlindungan, koleksi, dan pemanfaatan bisa lebih jelas dilakukan. Penentuan Blok/zona tersebut akan membantu terpeliharanya hutan dari berbagai macam gangguan. C. Saran TAHURA merupakan taman hutan yang harus dijaga kelestariannya karena bahaya selalu mengancam kapan saja, terutama dari perilaku manusia yang kurang peduli terhadap keberadaan hutan. Beberapa hal yang dapat disarankan antara lain: 1. Hasil penentuan blok/zona pemanfaatan berdasarkan penilaian sensitifitas terdapat tidak sensitif (8,55 Ha) atau 3% dari luas kawasan, topografi kelerengan termasuk kategori kelerengan agak curam/curam <30%-45% dan terjal >45%, hal ini fungsi sebagai blok/zona pemanfaatan kurang memadai sebagai blok/zona pemanfaatan. Akses jalan masuk TAHURA Mangkunagoro I hanya dapat dilewati melalui kawasan Perum Perhutani (400m) dan tidak bisa dari lokasi lain, sehingga akses jalan masuk TAHURA dapat digunakan sebagai salah satu alternatif perluasan kawasan TAHURA Mangkunagoro I. 2. Keberadaan TAHURA sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan, sehingga semua pihak baik Pemerintah Daerah khususnya, dan masyarakat sekitar kawasan perlu diingatkan tentang kesadaran adanya kawasan TAHURA Mangkunagoro I. 3. Bagi peneliti yang akan meneliti pada lokasi dan tema yang sama, perlu adanya kajian lebih lanjut terkait optimalisasi penggunaan lahan dengan kendala lainnya antara lain kendala ketersediaan dan kebutuhan air serta kendala aspek sosial ekonomi dan budaya.

94 digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Arief, A Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius. Azwar S, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bismark, M Prosedur Operasional Standar (SOP) Untuk Survey Keragaman Jenis pada Kawasan Konsevasi. Bogor: Balitbang Kehutanan. Buku Laporan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, Dephutbun Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Melalui Pola Hutan Kemasyarakatan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Fachrul, M. F Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Hardjasoemantri, K Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Kainde, P. R. Eugenia. Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan Lindung Gunung Sahendaruman Kabupaten Kepulauan Sanghe UNSRAT Manado. Vol. 17. No. 1 April Kartasapoetra, G Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Rineka Cipta. Kementerian Lingkungan Hidup, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingungan Hidup. Jakarta Timur: Deputi MENLH. Marliansyah Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Menteri Kehutanan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan. Menteri Kehutanan dan perkebunan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No. 677/Kpts-II/1998 tentang hutan kemasyarakatan. Nadira, S Analisis Struktur Ekonomi dan Sektor Unggulan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Periode Skripsi, Universitas Hasanudin: Makasar. Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., Anthony, S Agroforestree Database: a tree reference and selection guide version 4.0, diakses dari pada 78

95 digilib.uns.ac.id 79 tanggal 2 Juli Paramita, Ardiansah Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penentuan Sensitivitas Kawasan di Taman Nasional Alas Purwo. Skripsi jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 3 tahun Tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya K.G.P.A.A. Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. No. : P.3/IV- SET/2011 tentang Pedoman Penyusunan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata. Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2009, tanggal 9 Juli Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Rahmawaty Hutan: Fungsi dan Peranannya Bagi Masyarakat. Digital Library USU. Setyono, P Cakrawala Memahami Lingkungan. Solo: UNS Press. Sukandarrumidi Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Syahadat, E, Hariyatno, DP Kajian Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Rakyat.Info Sosial Dan Ekonomi Kehutanan Volume 8 Nomor 4, Bogor. Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

96 Lampiran 1. Peta Identifikasi Kawasan Tahura KGPAA Mangkunagoro I Ngargoyoso Karanganyar 80

97 Lampiran 2. Peta Pengambilan Sampel Vegetasi 81

98 Lampiran 3. Peta Pengambilan Sampel Satwa (Aves) 82

99 digilib.uns.ac.id 83 Lampiran 4. Kondisi Sosial Ekonomi Desa Sekitar Tahura Mangkunagoro I NO. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI KONDISI TAHUN 2013 A. DESA BERJO 1. Penduduk KK / Jiwa 2. Tingkat Pendidikan S2/S3 = 3 orang S1 = 52 orang D3 = 43 orang SLTA = 463 orang SLTP = orang SD = orang 3. Mata Pencaharian Bertani = 55% Wiraswasta = 2% Karyawan = 32% Buruh Tani = 2% PNS/TNI/POLRI = 1% Bidang Jasa = 8% 4. Ternak Sapi = 850 ekor B. DESA GIRIMULYO Kambing = 450 ekor 1. Penduduk KK / 4.237Jiwa 2. Tingkat Pendidikan S2/S3 = 2 orang S1 = 26 orang D3 = 15 orang SLTA = 241 orang SLTP = 531 orang SD = 721 orang lanjutan lampiran 4. NO. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI KONDISI TAHUN Mata Pencaharian Bertani = 24%

100 digilib.uns.ac.id 84 Wiraswasta = 16% Karyawan = 18% Buruh Tani = 28% PNS/TNI/POLRI = 6% Bidang Jasa = 8% 4. Ternak Sapi = 850 ekor Kambing = 450 ekor

101 digilib.uns.ac.id 85 Lampiran 5. Data Vegetasi Berdasarkan Tingkat Pertumbuhan Dalam Blok/zona No Zona/Blok Tingkat Pertumbuhan Jenis Tumbuhan Jumlah yang ditemukan 1 Blok Koleksi Pohon Tiang Pancang Semai Akasia (Accacia ducuren) Pinus (Pinus sp) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Bintamin (Cupressus sempervirens) Puspa (Schima wallichii) Akasia (Accacia ducuren) Apit (Villebrunea rubescens) Bintamin (Cupressus sempervirens) Cale (Ficus fistulosa) Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) Cuwut (Cyrtandra sp.) Dempul (Wrightia javanica) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Kina (Chincoma sp) Pampung (Unanthe javanica) Pasang (Onercus sp) Pinus (Pinus sp) Puspa (Schima wallichii) Sarangan (Captanopsis argentea) Sembung (Blumea balsamifera) Tanganan (Schefflera polybotry) Akasia (Accacia ducuren) Araukaria (Araucaria heteropylla) Bendo (Artocarpus altillis) Cebongan (Helicia robusta) Dempul (Wrightia javanica) Kaliandra (Calliandra calothyrsus) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Kina (Chincoma sp) Puspa (Schima wallichii) Meranti (Sorea sp) Suren (Toona sureni) Tengkawang (Shorea stenoptera) Bintamin (Cupressus sempervirens) Bisbul (Diospyros blancoi) Imer (Breynia mcrophyll) Jambu biji (Psidium pumilum) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Kepuh (Sterculia foetida) Krangean (Litsea cubeba) Pinus (Pinus Sp), Rasamala (Altingia exelsa norona) Renik (Eyrya acuminate) Tengkawang (Shorea stenoptera)

102 digilib.uns.ac.id 86 lanjutan lampiran 5. No Zona/Blok Tingkat Pertumbuhan Jenis Tumbuhan Jumlah yang ditemukan 2. Blok Perlindungan Pohon Tiang Pancang Akasia (Accacia Ducuren) Bintamin (Cupressus sempervirens) Cale (Ficus fistulosa) Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) Cuwut (Cyrtandra sp.) Dempul (Wrightia javanica) Kina (Chincoma sp) Kopen (Lasianthus stercorarius) Pinus (Pinus Sp), Puspa (Schima wallichii) Pampung (Unanthe javanica) Pasang (Onercus sp) Sarangan (Captanopsis argentea) Tanganan (Schefflera polybotry) Cebongan (Helicia robusta) Akasia (Accacia ducuren) Apit (Villebrunea rubescens) Bintamin (Cupressus sempervirens) Cale (Ficus fistulosa) Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) Cuwut (Cyrtandra sp.) Dempul (Wrightia javanica) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Kina (Chincoma sp) Pampung (Unanthe javanica) Pasang (Onercus sp) Pinus (Pinus sp) Puspa (Schima wallichii) Sarangan (Captanopsis argentea) Sembung (Blumea balsamifera) Tanganan (Schefflera polybotry) Pinus (Pinus Sp), Merbau (Intsia amboinensis) Kopen (Lasianthus stercorarius) Kebak (Ficus alba) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Jemitri (Elaocarpus oxypyrena) Genitren (Nauclea obtuse BI) Eukaliptus (Eucayptus regnans) Cuwut (Cyrtandra sp.) Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) Cebongan (Helicia robusta) commit Awar-awar to user (Ficus fistulosa)

103 digilib.uns.ac.id 87 No 3. Zona/Blok Blok Pemanfaatan Tingkat Pertumbuhan Semai Pohon Jenis Tumbuhan lanjutan lampiran 5. Suren (Toona sureni) Pampung (Unanthe javanica dc), Kina (Chincoma Sp), Pasang (Onercus Spp), Aren (Arenga pinnata) Pinus (Pinus sp), Kebak (Ficus alba) Jemitri (Elaocarpus oxypyrena) Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) Cebukan (Galearia filiformis) Cebongan (Helicia robusta) Cale (Ficus fistulosa) Bintamin (Cupressus sempervirens) Renik (Eyrya acuminate DC) Kina (Chincoma Sp) Akasia (Accacia ducuren) Apit (Villebrunea rubescens) Rasamala (Altingia exelsa norona) Pinus (Pinus Sp) Akasia (Accacia ducuren) Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) Jumlah yang ditemukan Tiang Pinus (Pinus Sp) 1 Pancang Pinus (Pinus Sp) 1 Akasia (Accacia ducuren 1 Semai Pinus (Pinus Sp

104 digilib.uns.ac.id 88 Lampiran 6. Data Vegetasi Tumbuhan Bawah No Zona/Blok Jenis Tumbuhan 1 Blok Koleksi Alang-alang Amisan Andong Bantengan Blembem Brenggolo Ceplikan Ganen Gereh-gerehan Inggo Kerek batok Kriyo 2 Blok Perlindungan Banyon Biji Riwono Kertak Kingkong Liana Nyangkoh Terong hutan Meniran Alang-alang Amisan Andong Bantengan Blembem Brenggolo Ceplikan Krisan Pakis Pegagan Pring-pringan Puyangan Rigucen Riralat Rumput Sembukan Sentrong Wedusan Ganen Gereh-gerehan Inggo Kerek batok Kriyo Krisan Pakis Pegagan Pring-pringan Puyangan Rigucen Riralat Rumput Sembukan Sentrong Wedusan 3 Blok Pemanfaatan Bantengan Meniran Pegagan Puyengan Regucen Rumput

105 digilib.uns.ac.id 89 Lampiran 7. Data Penyebaran Satwa (aves) No Zona/Blok Jenis yang Ditemukan Jumlah Individu ditemukan Keterangan 1 2. Blok Koleksi Blok Perlindungan Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris) 10 Endemik Elang Bido (Spilornis cheela) 1 Dilindungi Tepekong Jambul (Hemiprocne longepennis) 3 Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) 5 Sinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps) 2 Kepudang Sungu Jawa (Coracina javensis) 2 Pelanduk Semak (Malacocincla seviarium) 1 Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis) 1 Srigunting Kelabu (Dicrurus leucophaeus) 3 Takur Ungkut Ungkut (Megalaima armillaris) 1 Kekep Babi (Artamus leucorynchus) 3 Cicak Koreng Jawa (Megalurus palustris) 5 Bentet Kelabu (Lanius schach) 4 Walet Linchi (Collocalia linchi) 3 Cinenen Pisang (Orthotomus sutorius) 2 Sikatan Ninon (Eumyias indigo) 2 Kacamata Gunung (Zosterops montanus) 2 Ceret Gunung (Cettia vulcania) 1 Cekakak Sungai (Halcyon chloris) 3 Dilindungi Sikatan Belang (Ficedula westermanni) 1 Cabak Kota (Caprimulgus affinis) 1 Wiwik kelabu (Ficedula westermanni) 2 Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) 1 Endemik Cekakak Jawa (Halcyon cyanopentris) 1 Endemik Elang Bido (Spilornis cheela) 1 Dilindungi Tepekong Jambul (Hemiprocne longepennis) 1 Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) 6 Sinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps) 2 Kepudang Sungu Jawa (Coracina javensis) 1 Pelanduk Semak (Malacocincla seviarium) 2

106 digilib.uns.ac.id 90 lanjutan lampiran 7. Jumlah No Zona/Blok Jenis yang Ditemukan Individu ditemukan Keterangan 3 Blok Pemanfaatan Pelanduk Semak (Malacocincla seviarium) 2 Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis) 1 Srigunting Kelabu (Dicrurus leucophaeus) 4 Cicak Koreng Jawa (Megalurus palustris) 2 Bentet Kelabu (Lanius schach) 1 Walet Linchi (Collocalia linchi) 2 Cinenen Pisang (Orthotomus sutorius) 3 Sikatan Ninon (Eumyias indigo) 3 Kacamata Gunung (Zosterops montanus) 2 Sikatan Belang (Ficedula westermanni) 1 Caladi Ulam (Dendrocopos macei) 1 Cingcoang Coklat (Brachypteryx leucophrys) 2 Jingjing Batu (Hemipus hirundinaceus) 3 Tepus Pipi Perak (Stachyris melanothorax) 1 Endemik Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia) 1 Endemik Berencet Kerdil (Pnoepyga pusilla) 1 Decu Belang (Saxicola caprata) 1 Kangkok Ranting (Cuculus saturates) 1 Wiwik uncuing (Cacomantis sepulcralis) 1 Walet Linchi (Collocalia linchi) 1 Layang-layang loreng (Hirundo striolata) 1 Ayam Hutan Hijau (Gallus varius) 1 Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) 2 Tepekong Jambul (Hemiprocne longipennis) 1 Caladi Ulam (Dendrocopos macei) 2 Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphagus) 1 Kapinis Rumah (Apus nipalensis) 1 Cica Koreng Jawa (Megalurus palustris) 1 Wiwik kelabu (Cacomantis merulinus) 1

107 digilib.uns.ac.id 91 Lampiran.8. Data Penyebaran Satwa (Mamalia) No Nama Jenis Nama Ilmiah Jumlah Individu 1 Babi Hutan Sus scrofa 4 Keterangan 2 Bajing Kelapa Callosciurus notatus 5 3 Kijang Muntiacus muntjak 4 Dilindungi 4 Musang Luwak Paradoxurus hermaphroditus 9 Apendix III 5 Tupai Kekes Tupaia javanica 2 Apendix III 6 Landak Hystrix brachyuran 1 Dilindungi 7 Kera abu-abu ekor Macaca falcacularis 98 panjang 8 Macan Tutul Panthera pardus 4 9 Rusa Timor Cervustimorensis 7 Dilindungi 10 Macan Kumbang Panthera tigris 6 Dilindungi Total 140

108 92 Lampiran 9. Data Tabulasi Sensitifitas Ekologi Penentuan Blok/Zona TAHURA Mangkunagoro I NO BLOK SKOR SKOR SKOR SKOR SKOR LUAS KELERENGAN KETINGGIAN SENSITIVITAS VEGETASI SATWA KELERENGAN KETINGGIAN TOTAL (HA) BLOK 1 PEMANFAATAN % M 5 Tidak Sensitif 1,17 BLOK 2 PEMANFAATAN % M 5 Tidak Sensitif 0,42 BLOK 3 PEMANFAATAN 1 0 >45% M 6 Sensitif 1,59 BLOK 4 PEMANFAATAN 1 0 >45% M 6 Sensitif 7,31 BLOK 5 PEMANFAATAN 1 0 >45% M 6 Sensitif 0,41 BLOK 6 PEMANFAATAN 1 0 >45% M 6 Sensitif 0,08 BLOK 7 PEMANFAATAN % M 5 Tidak Sensitif 6,50 8 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 0,66 9 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 0,15 10 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 0,02 11 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 0,06 12 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 0,33 13 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% M 6 Sensitif 19,50 14 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 14,99 KETERANGA 92

109 93 15 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% M 6 Sensitif 0,18 16 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 0,02 17 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 10,38 18 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% M 6 Sensitif 0,08 19 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 0,56 20 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% M 8 Sensitif 0,73 21 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 0,09 22 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% M 6 Sensitif 0,88 23 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% 1 3 >1400M 7 Sensitif 2,44 24 BLOK KOLEKSI 2 1 <30% M 6 Sensitif 1,43 25 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% 3 3 >1400M 9 Sangat Sensitif 6,98 lanjutan Lampiran.9. NO BLOK SKOR SKOR SKOR SKOR SKOR LUAS KELERENGAN KETINGGIAN SENSITIVITAS VEGETASI SATWA KELERENGAN KETINGGIAN TOTAL (HA) 26 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% M 8 Sensitif 2,90 27 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% 3 3 >1400M 9 Sangat Sensitif 0,06 28 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% M 8 Sensitif 8,46 29 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% 3 3 >1400M 9 Sangat Sensitif 0,28 30 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 3,04 31 BLOK KOLEKSI % 2 3 >1400M 8 Sensitif 0,50 32 BLOK KOLEKSI % 2 3 >1400M 8 Sensitif 7,87 33 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 0,01 34 BLOK KOLEKSI % 2 3 >1400M 8 Sensitif 0,35 KETERANGA

110 94 35 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% M 8 Sensitif 3,00 36 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% 3 3 >1400M 9 Sangat Sensitif 0,19 37 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% M 8 Sensitif 8,82 38 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% 3 3 >1400M 9 Sangat Sensitif 1,95 39 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% M 8 Sensitif 0,05 40 BLOK KOLEKSI 2 1 >45% 3 3 >1400M 9 Sangat Sensitif 13,77 41 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 20,39 42 BLOK KOLEKSI % 2 3 >1400M 8 Sensitif 4,86 43 BLOK KOLEKSI % M 7 Sensitif 0,56 44 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 9,51 45 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,29 46 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,07 47 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,04 48 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,00 lanjutan Lampiran.9. NO BLOK SKOR VEGETASI SKOR SATWA KELERENGAN SKOR KELERENGAN SKOR KETINGGIAN KETINGGIAN SKOR TOTAL SENSITIVITAS LUAS (HA) KETERANGA

111 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,41 BLOK PERLINDUNGAN % M 10 Sangat Sensitif 0,58 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,04 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,06 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,76 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 >45% 3 3 >1400M 12 Sangat Sensitif 1,40 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,30 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 >45% 3 3 >1400M 12 Sangat Sensitif 11,48 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 1,23 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 25,30 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,79 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 0,71

112 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 <30% 1 3 >1400M 10 Sangat Sensitif 3,01 BLOK PERLINDUNGAN % 2 3 >1400M 11 Sangat Sensitif 3,30 BLOK PERLINDUNGAN % 2 3 >1400M 11 Sangat Sensitif 1,73 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 >45% M 11 Sangat Sensitif 1,55 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 >45% 3 3 >1400M 12 Sangat Sensitif 6,41 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 >45% 3 3 >1400M 12 Sangat Sensitif 11,65 BLOK PERLINDUNGAN 3 3 >45% 3 3 >1400M 12 Sangat Sensitif 3,27 BLOK PERLINDUNGAN % 2 3 >1400M 11 Sangat Sensitif 23,37 lanjutan Lampiran.9. Perlindunga NO BLOK SKOR SKOR SKOR SKOR SKOR LUAS KELERENGAN KETINGGIAN SENSITIVITAS VEGETASI SATWA KELERENGAN KETINGGIAN TOTAL (HA) KETERANGA 69 BLOK LAINNYA 0 0 <30% 1 3 >1400M 4 Tidak Sensitif 0,46 Masuk B. JUMLAH 261,69

113 digilib.uns.ac.id 96 Lampiran 10. Foto Tempat Wisata Sekitar TAHURA Mangkunagoro I No Gambar Nama 1 Air Terjun Parang Ijo Sumber : Data Primer Candi Sukuh Sumber : Data Primer, Goa Jepang Sumber : Data Primer, 2014

KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR

KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkungan Hidup a. Pengertian Lingkungan Hidup Secara khusus, sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh

Lebih terperinci

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT RAHMAWATY, S. Hut., MSi. Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Seperti telah kita ketahui bersama,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 No. 164, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Taman Nasional. Zona. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG KRITERIA ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL DAN BLOK PENGELOLAAN CAGAR ALAM, SUAKA MARGASATWA, TAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat

Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Pendahuluan Lingkungan adalah sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. kompleks penuh variasi dan dinamika namun lingkungan dan habitat tidak

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR I. PENJELASAN UMUM Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugrahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Negara Brasil dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi LAMPIRAN 168 Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi No Nama dan SK Kawasan 1 Bukit Barisan Selatan SK Mentan No. 736/Mentan/X/ 1982, 14 Oktober 1982 2 Bali Barat* SK Menhut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) Gaharu adalah kayu wangi yang sudah diresapi resin yang dijumpai pada pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci