Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi
|
|
- Doddy Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LAMPIRAN
2 168 Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi No Nama dan SK Kawasan 1 Bukit Barisan Selatan SK Mentan No. 736/Mentan/X/ 1982, 14 Oktober Bali Barat* SK Menhut No. 493/Kpts- II/1995, 15 September Ujung Kulon* SK Menhut No. 284/Kpts- II/1992, 26 Pebruari 1992 (Perubahan fungsi CA) Penetapan: SK Menhut No. 758/Kpts-II/ Kepulauan Seribu SK Menhut No. 162/Kpts- II/1995, 21 Maret 1995 Penetapan: SK Menhut No. 6310/Kpts-II/2002, 13 Juli Berbak SK Menhut No. 285/Kpts- II/1992, 26 Pebruari 1992 (Perubahan fungsi SM) 6 Gunung Gede Pangrango SK Menhut No. 174 /Kpts- II/2003, 10 Juni 2003 (Perubahan fungsi CA, TWA, HP, HPT) SK Pengesahan dan Revisi Zonasi Dirjen PHPA No.57/Kpts/DJ- VI/1990, 31 Mei 1990 Dirjen PKA No. 186/Kpts/DJ-V/1999, 13 Pebruari 1999 SK tanpa peta Revisi: SK.143/IV-KK/2010 Dirjen PKA No. 115/Kpts/DJ-VI/97, 7 Agustus 1997 Revisi Direktur TNHW No.02/VI/TN- 2/SK/1986, 19 April 1986 Dirjen PKA No. 18/Kpts/DJ-V/ /02/2001 Dirjen PHPA No.12/Kpts/DJ- VI/1992, 14/02/ Kepulauan Karimun Jawa* SK Menhut No. 161/ Menhut-II/1988, 23 Pebruari 1988 (Perubahan fungsi CA Laut) Penetapan: SK No. 78/ Kpts-II/1999, 22 Pebruari 1999 SK. 79/IV/Set-3/2005, 30 Juni Baluran* SK Menhut No. 279/Kpts- VI/1997, 23 Mei Bromo Tengger Semeru* SK Menhut No. 278/Kpts- VI/1997, 23 Mei 1997 Inti ( ); Rimba ( ,5); Pembagian Zona & Luas (Ha) Inti (Daratan: 7.567,85; Perairan: 455,37); Rimba (Daratan: 6.099,46; Perairan: 243,96); Inti (8.023,22 ha) Rimba (6.174,756) Perlindungan Bahari (221,741) Pemanfaatan (4.217,693) Pemanfaatan (850); Penyangga (4.812,5) Pemanfaatan Intensif (Daratan: 1.645,33; Perairan: 2.745,66); Pemanfaatan Budaya (245,26) Religi Budaya Sejarah (50,570), Khusus (3,967), Tradisional (310,943) Inti; Rimba (Daratan: Pemanfaatan ; Perairan: ); Tradisional (Daratan: Pemanfaatan Intensif 360; Perairan: 1450); (Daratan: 440; Perairan: Rehabilitasi (3.200) 656); peta zonasi belum ditandatangani Inti (Inti I 1.356,8; Inti II 2.440,94; Inti III 507,7); Pelindung (12.271,94); Inti ( ); Rimba (18.220); Inti (11.300); Rimba (3.616); Revisi Inti (9.612,795), Rimba (7.175,411), Pemanfaatan (1.330,443), Rehabilitasi (4.367,192), Dirjen PKA No.187/Kpts/DJ- V/1999, 13 Desember 1999 Dirjen PHPA No.47/Kpts/DJ-VI/ 1987, 12 Desember Meru Betiri Dirjen PKA SK Menhut No. 277/Kpts- No.185/Kpts/DJ- VI/Um/1997, 31 Maret 1997 V/1999, 13 Desember 1999 Inti (444,629); Perlindungan (2.587,711); Pemanfaatan Pariwisata (1.226, 525); Pemukiman (2.571, 546); Inti (12.000); Rimba (Daratan: 4.574; Perairan: 1.063); Pemanfaatan Intensif (800); Inti (10.850); Rimba (42.416,3); Inti (27.915); Rimba (22.622); Pemanfaatan intensif (1.285); Pemanfaatan intensif (13.934,13); Pemanfaatan Tradisional (77.489,20) Pemanfaatan Intensif (700) Pemanfaatan (300) Tradisional (312,136), Khusus (3,19), Konservasi Owa Jawa (50,1) ( ) Rehabilitasi (122, 514); Budidaya (788,213); Pemanfaatan Perikanan tradisional ( , 862) Pemanfaatan Khusus (5.780), Rehabilitasi (783). Pemanfaatan (4.733,7); Penyangga (909). Pemanfaatan khusus (2.155), Rehabilitasi (4.023).
3 169 No Nama dan SK Kawasan 11 Alas Purwo* SK Menhut No. 283/Kpts- II/1992, 26 Pebruari Betung Kerihun** SK Menhutbun No. 510 /Kpts-II/1999, 30 Juni 1999 Perubahan: SK Menhutan No. 467/Kpts-II/1995 (Perubahan nama TN) 13 Way Kambas SK Menhut No. 67/Kpts- II/1991, 31 Januari 1991 Penetapan: SK Menhut No. 670/Kpts-II/1999, 26 Agustus Gunung Leuser SK Menhut No. 276/Kpts- II/1997, 23 Mei Gunung Rinjani* SK Menhut No. 280/Kpts- VI/1997, 23 Mei Kelimutu** SK Menhut No. 679/Kpts- II/1997, 10 Oktober Komodo SK Menhut No. 306/Kpts- II/1995, 26 Juni Wasur** SK Menhut No. 282/Kpts- VI/1997, 25 Mei 1997 Perubahan fungsi SM dan CA SK Pengesahan dan Revisi Zonasi Dirjen PHPA No. 51/Kpts/DJ-VI/1987, 12 Desember 1987 SK No.26/IV- KK/2007, 19 Februari 2007 SK tanggal 12 Desember 2008, tetapi data tidak ditemukan Dirjen PHKA No. 188/Kpts/DJ-V/1999, 13 Desember 1999 Dirjen PHPA No. 48/Kpts-DJ-VI/1987, 12 Desember 1987 SK. 99/IV/Set-3/2005, 26 September 2005 Dirjen PKA No.16/Kpts/DJ- V/2001, 06 Pebruari 2001 Dirjen PKA No.65/Kpts/DJ- VI/2001, 30 Mei 2001 Dirjen PKA No. 15/Kpts/DJ-V/2001, 6 Pebruari Teluk Cenderawasih** SK.121/IV-KK/2009 SK Menhut No. 472/Kpts- 15/07/2009 II/1993, 2 September 1993 (Perubahan fungsi CA Laut) Penetapan: SK Menhut No. 8009/Kpts-II/2002, 29 Agustus Bukit Tiga Puluh** SK Menhut No. 539/Kpts- II/1995, 5 Oktober 1995 (Perubahan fungsi HL dan HPT) 21 Lore Lindu** SK Menhut No. 646/Kpts- II/1999, 23 Juni 1999 Inti (17,200); Rimba (24.767); Inti (17.150); Rimba (24.207); Pemanfaatan (660); Pembagian Zona & Luas (Ha) Data tidak ditemukan Inti (58.375); Rimba (55.693); Inti ( ); Rimba ( ); Inti Darat (19.717,5); Inti Danau (1.126); Rimba (17.349,5); Pemanfaatan (724); Inti (350); Rimba (4.000); Inti (31.257,94); Rimba(23.529,58); Bahari (34.612,2); Pemanfaatan Khusus Pelagis (62.566,43); Pemanfaatan Khusus Penelitian (1.146,21); Pemanfaatan Wisata Daratan (1.161,65); Inti ( ); Rimba ( ); Pemanfaatan Intensif (56.100); Inti (4.610); Perlindungan Bahari ( ); Rimba (26.150); Pemanfaatan Pariwisata (15.140); Dirjen PKA No. Inti (60.000); 17/Kpts/DJ-V/2001, 06 Rimba (45.958); Pebruari 2001 Pemanfaatan Intensif (2.300); SK.168/IV-KK/2009, 10 September 2009 Inti (112,810,44); Rimba (86,629,69); Pemanfaatan (4.294,43); Penyangga (1.203), Peamanfaatan (250) Tradisional (783) Rehabilitasi (620); Pemanfaatan Intensif (6.932); Pemanfaatan Khusus (9.000) Pemanfaatan (49.750); Penyangga (11.184) Budaya dan Sejarah (75); Rehabilitasi (1.755); Tradisional (583). Pemanfaatan intensif (96,5); Rehabilitasi (553,5) Pemanfaatan Wisata Bahari (1.658,35); Pemanfaatan Tradisional Bahari (15.878,81); Pemanfaatan Tradisional Daratan (1.112,59); Pemukiman Masyarakat Tradisional (373,99) Pemanfaatan Khusus/Pemukiman Budidaya Desa (18.800) Pemanfaatan Umum ( ) Tradisional ( ); Khusus (10.000) Pemanfaatan Tradisional (9.690); Rehabilitasi (8.700) Rehabilitasi (13.079,47); Khusus (1.177,15)
4 170 No Nama dan SK Kawasan 22 Rawa Aopa Watumohai** SK Menhut No. 756/Kpts- II/1990, 17 Desember Kepulauan Wakatobi** SK Menhut No. 393/Kpts- VI/1996, 30 Juni Bunaken SK Menhut No. 730/Kpts- II/1991, 15 Oktober 1991 Perubahan fungsi CA Laut 25 Bogani Nani Wartabone SK Menhut No. 724/Kpts- II/1993, 8 Nopember 1993 Perubahan fungsi SM dan CA 26 Siberut** SK Menhut No. 1082/Kpts- II/1992, 21 Nopember 1992 Penetapan: SK Menhut No. 407/Kpts-II/1993, 10 Agustus Kerinci Seblat** SK Menhut No. 192/Kpts- II/1996, 1 Mei 1996 Penetapan: SK Menhut No. 901/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999 Perluasan: SK Menhut No. 420/Menhut-II/2004 (Perubahan fungsi HP) 28 Gunung Palung Penyataan Menhut 1990 SK Menhut No. 448/Menhut-VI/1990, 6 Maret 1990 SK Pengesahan dan Revisi Zonasi Pembagian Zona & Luas (Ha) Indikatif zonasi Inti (56.799); Pemanfaatan Khusus Rimba (36.390); (32); Pemanfaatan Intensif Rehabilitasi (2.598); (8.885); Kepentingan Khusus Pemanfaatan Tradisional (100) (390); Dirjen PHPA No. 198/Kpts/DJ-VI/1997, 31 Desember 1997 Dirjen PHPA No. 147/Kpts/DJ-VI/1997, 29 September 1997 Inti ( ); Pelindung ( ); Pemanfaatan (70.500); Inti (1.391,05); Pemanfaatan (1.153,34); Rehabilitasi (191,98); Pendukung Perairan (11.680,31); Dirjen PHPA Inti ( ); No.191/Kpts/DJ- Rimba (77.250); VI/1997, 24 Desember Pemanfaatan (20.678); 1997 Revisi: SK.28/IV-KK/2008, 12 Maret 2008 Dirjen PKA No.14/Kpts/DJ- V/2001, 6 Pebruari 2001 Indikatif zonasi Revisis: SK. 07/IV-KK/2007, 16 Januari 2007 Indikatif zonasi Pemanfaatan Tradisional ( ); Rehabilitasi ( ) Pendukung Daratan (2.342,29); Pendukung Umum (72.279,77); Pemulihan (26,29) Pemanfaatan Tradisional (260) Inti (46.533); Pemanfaatan Rimba (99.555); Tradisional (44.392) Pemanfaatan Intensif (20); Inti ( ,3); Rimba ( ,7); Pemanfaatan (17.802,6); Rehabilitasi ( ,9); Khusus (13.793,3); Tradisional (12.733,1). 29 Tesso Nilo Indikatif zonasi SK Menhut No. 255/Menhut-II/2004, 19 Juli 2004 Perubahan fungsi HPT 30 Batang Gadis*** Indikatif zonasi SK Menhut No. 126/Menhut-II/2004, 29 April 2004 Perubahan fungsi HL, HPT dan HP Sumber: kompilasi data dari Ditjen PHKA sampai tahun 2010 Keterangan: * terkait dengan situs dan/atau budaya; ** terkait dengan wilayah adat (diolah dari berbagai sumber) *** dibatalkan melalui putusan MA bernomor 29/P/HUM/2004 memerintahkan Menhut
5 Lampiran 2. Permohonan Masyarakat Adat Kanum Korkari 171
6 172
7 173 Lampiran 3. Tempat-tempat penting Suku Kanume di Taman Nasional Wasur Sumber: Pemetaan Partisipatif, WWF Region Sahul Papua, 2006
8 174 Lampiran 4. Tempat-tempat penting Suku Marori Meng-gey di Taman Nasional Wasur Sumber: Pemetaan Partisipatif, WWF Region Sahul Papua, 2006
9 175 Lampiran 5. Tempat-tempat penting Suku Imbuti di Taman Nasional Wasur Sumber: Pemetaan Partisipatif, WWF Region Sahul Papua, 2006
10 176 Lampiran 6. Tempat-tempat penting Suku Yeinan di Taman Nasional Wasur Sumber: Pemetaan Partisipatif, WWF Region Sahul Papua, 2006
11 177 Lampiran 7. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Apokayan Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
12 178 Lampiran 8. Peta potensi sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Apokayan Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
13 179 Lampiran 9. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Hulu Bahau Hutan pemanfaatan terbatas Hutan pemanfaatan sehari-hari Lahan pertanian Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
14 180 Lampiran 10. Peta sebaran budaya di wilayah masyarakat adat Hulu Bahau Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
15 181 Lampiran 11. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Darat Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
16 182 Lampiran 12. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Hilir Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
17 183 Lampiran 13. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Hulu Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
18 184 Lampiran 14. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Krayan Hulu Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
19 185 Lampiran 15. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Tengah Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
20 186 Lampiran 16. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Krayan Tengah Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
21 187 Lampiran 17. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Lumbis Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
22 188 Lampiran 18. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Lumbis Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
23 189 Lampiran 19. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Mentarang Hulu Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
24 190 Lampiran 20. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Mentarang Hulu Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
25 191 Lampiran 21. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Pujungan Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
26 192 Lampiran 22. Peta potensi sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Pujungan Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
27 193 Lampiran 23. Peta sebaran budaya di wilayah masyarakat adat Pujungan Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
28 194 Lampiran 24. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Tubu Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
29 195 Lampiran 25. Peta sebaran budaya dan potensi sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Tubu Sumber: Pemetaan Desa Partisipatif, WWF Kayan Mentarang Project tahun 1993 sampai 1998
30 196 Lampiran 26. Luas tata guna lahan di setiap wilayah adat di Taman Nasional Kayan Mentarang Tataguna Lahan Luas Tata Guna Lahan (Ha) Jumlah Prosentase Krayan Krayan Krayan Krayan Hulu Lumbis Mentarang Tubu Pujungan Kayan Hilir (Ha) (%) Hilir Darat Tengah Hulu Bahau Bekas Ladang Baru 0, ,36 495, ,23 0, ,98 0,00 0, ,42 0, ,73 0,91 (1-10 tahun) Bekas Ladang Agak Lama 0,00 247,87 0,00 495,74 0,00 0,00 0,00 0, ,55 0, ,17 1,28 (11-20 tahun) Bekas Ladang Lama (>21 tahun) 4.461, , , ,46 743, ,06 0,00 0, , , ,17 6,63 Balah Tokan/Jekau Tua 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,41 0,00 0,00 0, ,41 2,83 Balah Uyung/Jekau Muda 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 495,74 0,00 0,00 0,00 495,74 0,04 Bekas Sawah 0,00 743,62 0,00 495,74 247,87 991,49 0,00 0,00 0,00 0, ,72 0,19 Sawah 0,00 495,74 0,00 991,49 0,00 991,49 0,00 0,00 0,00 0, ,72 0,19 Hutan Rimba 991, ,68 0, , , , ,42 0,00 0, , ,20 29,33 Hutan/Kebun Buahbuahan 1.735, ,36 247,87 247,87 0,00 0, ,23 0, ,72 247, ,03 0,57 Ladang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 743,62 0,00 0,00 247,87 991,49 0,07 Lahan Kritis 0,00 0,00 0,00 247,87 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 247,87 0,02 Daerah Pemanfaatan Sehari-hari 0, , , , , , , , ,02 0, ,20 12,55 Daerah Pemanfaatan Terbatas , , , , , , , , , , ,55 36,36 Tana' Ulen/Tana' Jakah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,90 0, ,84 743, ,36 3,13 Lahan Pertanian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,72 0,00 0, ,72 0,19 Daerah Gaharu ,55 0, ,62 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,17 2,00 Daerah Pemanfaatan ,76 495,74 0, ,85 0,00 743,62 0,00 0,00 0,00 0, ,97 1,74 Bersama Tetangga Padang Gembala 0,00 247,87 0,00 743,62 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 991,49 0,07
31 Tataguna Lahan Luas Tata Guna Lahan (Ha) Jumlah Prosentase Krayan Krayan Krayan Krayan Hulu Lumbis Mentarang Tubu Pujungan Kayan Hilir (Ha) (%) Hilir Darat Tengah Hulu Bahau Daerah Pengambilan Gaharu 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,42 0,00 0,00 0,00 0, ,42 1,24 Daerah Pengambilan 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,10 0,00 0,00 0,00 0, ,10 0,13 Rotan Laman Kerbau 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 991,49 0,00 0,00 0,00 0,00 991,49 0,07 Tana' Paye/Payeh (Tanah 0,00 0,00 0,00 743,62 0, ,36 0,00 0,00 0,00 0, ,98 0,15 Dataran Luas) Daerah Berburu 0,00 0,00 0, ,95 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,95 0,30 Daerah Tangkapan Air 0,00 0,00 0,00 0,00 247,87 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 247,87 0, , , , , , , , , , , ,51 100,00 Sumber : diolah dari peta pemetaan desa partisipatif tahun 2006 WWWF Indonesia Kayan Mentarang Project Keterangan: Luas wilayah adat lebih luas dari kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang Luas lahan dihitung berdasarkan luas di atas peta 197
32 198 Lampiran 27. Kesepakatan pengukuhan nilai-nilai kearifan tradsional masyarakat adat di Taman Nasional Wasur
33 199
34 200 Lampiran 28. Susunan pengurus Badan Pengelola Tana Ulen Desa Long Alango
35 201 Lampiran 29. Jenis, kriteria dan fungsi zona berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/ Jenis zona Zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari: a. Zona inti; b. Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan c. Zona pemanfaatan; d. Zona lain, antara lain: 1. Zona tradisional; 2. Zona rehabilitasi; 3. Zona religi, budaya dan sejarah; 4. Zona khusus. Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. 2. Kriteria zona Kriteria zona inti meliputi: a. Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d. Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah;
36 202 g. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik; h. Merupakan tempat aktivitas satwa migran. Kriteria zona rimba meliputi: a. Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar; b. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan; c. Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. Kriteria zona pemanfaatan meliputi: a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik; b. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; c. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan; d. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan; e. Tidak berbatasan langsung dengan zona inti. Kriteria zona tradisional meliputi: a. Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya; b. Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Kriteria zona rehabilitasi meliputi: a. Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia;
37 203 b. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan; c. Pemulihan kawasan pada huruf a dan b sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun. Kriteria zona religi, budaya dan sejarah meliputi: a. Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat; b. Adanya situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang-undang mapun tidak dilindungi undang-undang. Kriteria zona khusus meliputi: a. Telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional; b. Telah terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional; c. Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti. 3. Fungsi zona Peruntukan masing-masing zona meliputi: a. Zona inti untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. b. Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti. c. Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfatan, kegiatan penunjang budidaya.
38 204 d. Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. e. Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. f. Zona religi, budaya dan sejarah untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasii karya, budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian; pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius. g. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut sebelum ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.
39 Lampiran 30. Nota kesepahaman pengelolaan Tana Ulen Hulu Bahau 205
40 206
41 Lampiran 31. Kesepakatan tata batas Taman Nasional Kayan Mentarang 207
42 208
43 209
44 210
45 211
46 212
47 213
48 214
49 Lampiran 32. Pernyataan sikap masyarakat adat Krayan terhadap keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang 215
50 216
51 217
Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?
Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawan
Lebih terperinci2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
No. 164, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Taman Nasional. Zona. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG KRITERIA ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL DAN BLOK PENGELOLAAN CAGAR ALAM, SUAKA MARGASATWA, TAMAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciNOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciKonservasi Lingkungan. Lely Riawati
1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Lebih terperinciEkologi Hidupan Liar http://blog.unila.ac.id/janter PENGERTIAN Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar perlindungan populasi satwa untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 56 /Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN ZONASI TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 56 /Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN ZONASI TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN Evaluasi efektivitas pengelolaan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 4 aspek dalam siklus pengelolaan yaitu: perencanaan, masukan, proses, dan keluaran. Setiap
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diartikan sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu
Lebih terperinci2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),
SINTESIS . Dasar kriteria dan indikator penetapan zonasi TN belum lengkap,. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi), 3. Informasi dan pengembangan jasa lingkungan belum
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN
Lebih terperinciNOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciVI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA
VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
Lebih terperinciKRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA NO DOKUMEN TENTANG ISI RINGKASAN LAMPIRAN KET 1. Surata Gubernur Jawa Tengah Nomor : 556/21378 Tanggal 26 Oktober 1982 2. SK Menteri Kehutanan Nomor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan kawasan yang dilindungi dengan fungsi pokok konservasi biodiversitas dalam lingkungan alaminya, atau sebagai konservasi in situ, yaitu konservasi
Lebih terperinciKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016
Lebih terperinciDIRFKTOKA I JI NDFRAL KONSFRV ASI SIJMBFRDAVA ALAM DAN FKOSISTFM
KE^MHNTHRIAN LINCIKI NCjAN illdl ii> i)an K R N l I ANAN DIRFKTOKA I JI NDFRAL KONSFRV ASI SIJMBFRDAVA ALAM DAN FKOSISTFM G e d u n g M a n g g a l a W a n a b a k t i, B!ok i, Lantai 8, J.n. Jenderai
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4 II. ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA TAHUN 2005... 6 A Zona Inti... 7 B Zona Pemanfaatan
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciOLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER
OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER 2010 Mandat Pengelolaan dan Konservasi SDI Dasar Hukum
Lebih terperinciPenyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera
Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,
Lebih terperinciKAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)
KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD)
BAB III GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD) Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum kawasan TNBD yang meliputi sejarah pembentukan TNBD dan usulan penataan zona di kawasan
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS
TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Taman Nasional Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Degradasi ekosistem hutan dengan laju penurunan dalam kurun waktu 1990-2000 sebesar 1,6 juta hektar per tahun menyebabkan penurunan kualitas dan luasan habitat satwaliar,
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan
Lebih terperinciPembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015
Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari pengelolaan taman nasional adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menyediakan jasa ekosistem. Sebuah taman nasional memegang peranan yang
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPeta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera
Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan taman nasional (TN) di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan yang mengancam kelestariannya. Masalah pengelolaan TN di Indonesia terkait erat dengan berbagai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinci2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar
No.1442, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Inventasrisasi Potensi. Kawasan Suaka Alam. Kawasan Pelestarian Alam. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.81/Menhut-II/2014
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembentukan taman nasional di Indonesia dilakukan untuk memenuhi kepentingan pelestarian sumberdaya alam yang dalam pemanfaatannya ditujukan bagi kepentingan sains modern dan
Lebih terperinciDRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM * * * * * * * * * * * * * * * * PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses penetapan zonasi Taman Nasional Siberut yang dilaksanakan ditahun 2014 dan telah disahkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Lebih terperinciPENATAAN KORIDOR RIMBA
PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinci2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754, 2014 KEMENHUT. Tarif. Kegiatan Tertentu. Tata Cara. Persyaratan. Pembangunan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA
Lebih terperinciPENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT DAN REKLAMASI TELUK BENOA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT DAN REKLAMASI TELUK BENOA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Taman Nasional Laut Dasar pengelolaan : UU NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI
Lebih terperinci