BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antar manusia pada setiap masyarakat, di mana pun dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antar manusia pada setiap masyarakat, di mana pun dan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hubungan antar manusia pada setiap masyarakat, di mana pun dan kapan pun, selalu ada peraturan. Ada naluri dalam setiap pemikiran anggota masyarakat untuk menata hubungan antara sesama agar tidak terjadi kekacauan, ada perlindungan terhadap kepentingannya, ada jaminan masa depan terhadap harapannya untuk hidup. Pemikiran-pemikiran dan harapan-harapan tentang itu semua diikrarkan menjadi pedoman perilaku bersama. Karena itu, setiap peraturan betapapun bentuknya merupakan manifestasi dari suara hati masyarakat, suara hati kolektif. 1 Kehidupan di zaman modern dan global sekarang telah jauh berbeda dengan kehidupan di zaman Rasulullah SAW. Perubahan sosial dalam berbagai aspek selalu melahirkan tuntutan agar perangkat hukum yang menata masyarakat haruslah ikut berkembang bersamanya. 2 Di Indonesia kita mengenal adanya hukum tertulis dan hukum yang tidak tertulis, boleh dikatakan sebenarnya hukum yang tidak tertulis lebih banyak dan lebih kompleks aturan-aturan didalamnya yang mengatur tentang masyarakat dibandingkan dengan hukum yang telah terkodifikasi. Hukum tidak tertulis tersebut termasuk pula hukum adat yang sebagian besar peraturan-peraturan dikalangan masyarakat hukum adatnya tidak terkodifikasi. Karena sifatnya yang tidak 1 Nico Ngani, Perkembangan Hukum Adat Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2012), hal. 1 2 M.Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, Konsentrasi Hukum Islam (Medan : Pasca Sarjana USU, 2002), hal. 5 1

2 2 terkodifikasi itu, maka hukum adat bersifat dinamis, artinya mudah berubah-ubah menurut waktu (tijd), tempat (ruimte), dan keadaan (omstandigheid). 3 Pada umumnya hukum adat bercorak tradisional, artinya bersifat turun temurun, dari zaman nenek moyang hingga ke anak cucu sekarang ini yang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat yang bersangkutan. 4 Istilah hukum adat yang mengandung arti aturan kebiasaan ini sudah lama dikenal di Indonesia seperti di Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda ( ) istilah hukum adat ini telah dipergunakan, ini ditemukan dalam kitab hukum yang diberi nama Makuta Alam kemudian di dalam kitab hukum Safinatul Hukkam Fi Takhlisil Khassam yang ditulis oleh Jalalauddin bin Syeh Muhammad Kamaludin anak Kadhi Baginda Khatib Negeri Trussan atas perintah Sultan Alaidin Johan Syah ( ). Di dalam mukadimah kitab hukum acara tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara seorang Hakim haruslah memperhatikan Hukum Syara, Hukum Adat, serta Adat dan Resam. 5 Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masih menjunjung tinggi hukum adat dan kebudayaannya, hal ini tersirat dalam adagium Adat bak Poe Teu Meureuhôm, Hukôm bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana. Hadih maja tersebut menyebutkan bahwa persoalan adatistiadat, sistem pemerintahan, hendaklah disesuaikan dengan konvensi para raja dan 3 Ibid, hal. 2 4 Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hal H. Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: Mandar Maju 1992), hal. 9

3 3 diserahkan sepenuhnya pada raja, Po Teu Meureuhôm. Namun, Persoalan hukum diatur oleh ulama Syiah Kuala. Karenanya, tidak berlebihan kalau para raja (masa lalu ataupun saat ini) berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan, menghidupkan kembali, dan takut sekali melanggar hukum adat. Sikap ini merupakan pengejawantahan pemikiran bahwa adat-istiadat yang ada dalam masyarakat idealnya dipertahankan, tidak diubah, sesuai dengan maksud hadih maja, Boh malairi ie paseueng surôt, adat datôk nini beutaturôt yang berarti buah malairi air pasang surut, adat nenek moyang hendaklah diikuti. Masyarakat Aceh sangat kental dengan Islam, dengan berlatar belakang sejarah sehingga kini disebut serambi Mekah, Aceh yang merupakan sebagian besar penduduknya beragama Islam banyak menggunakan hukum Islam untuk diadopsi sebagai hukum adatnya. Dasar hukum Syariat Islam di Aceh tertuang dalam Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam, yang merupakan cita-cita masyarakat Aceh untuk melaksanakan Syariat Islam secara kaffah di Aceh. Hubungan yang harmonis antara seluruh umat Islam adalah idaman setiap muslim. Dengan hubungan yang harmonis, persatuan dan kesatuan umat dapat dibangun. Guna mewujudkan hal ini, Islam mensyari atkan berbagai hal agar diindahkan oleh setiap muslim. Berbagai syari at ini bila diterapkan dengan benar, niscaya idaman ini menjadi kenyataan dan keretakan dapat dihindarkan. 6 6 Majalah Al-furqon Edisi 7 Tahun Keduabelas, hal. 45.

4 4 Syariat Islam digunakan untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan, menyingkirkan keburukan dan kemudharatan, Syariat Islam mempunyai aturan yang lurus dan hukum-hukum yang adil demi tujuan yang terpuji dan maksud-maksud yang mulia. Pengaturannya didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan dan sesuai dengan hikmah dan kebenaran. Sebelum diperkenalkan istilah Adat-Recht yang kemudian diterjemahkan menjadi hukum adat oleh Christian Snouck Hurgroje dan Cornelis van Vollenhoven, berbagai istilah yang mencoba menjelaskan tentang hukum adat telah dipergunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dapat ditemukan dalam Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Hindia Belanda di bawah ini: 7 1. Dalam A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving/Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan) Pasal 11 digunakan istilah Godsdienstige Wetten, Volks Instellingen En Gebruiken (Peraturan-peraturan keagamaan, Lembaga-lembaga Rakyat dan Kebiasaan-kebiasaan). 2. Dalam R.R. (Regerings Reglement) 1854 Pasal 75 ayat (3) redaksi lama R.R. 1854, digunakan istilah Godsdienstige Wetten, Instelingen en Gebruiken (Peraturan-peraturan Keagamaan, Lembaga-lembaga dan kebiasaankebiasaan). 3. Dalam I.S. (Indische Staatsregeling = Peraturan Hukum Negara Belanda semacam Undang-Undang Dasar bagi Pemerintah Hindia Belanda) Pasal 7 Iman Sudiyat, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar, (Yogyakarta: Liberty 1982), hal. 1-2; Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat Suatu Pengantar, (Jakarta: Pradnja Paramita 1984), hal. 9-10

5 5 128 ayat (4) sebelumnya, Pasal 71 ayat (2) sub b redaksi baru R.R 1854 yang mengganti Pasal 75 ayat (3) redaksi lama R.R 1854 dipergunakan istilah Instellingen des Volks (Lembaga-lembaga dari rakyat). 4. Dalam I.S. Pasal 131 ayat (2), sub b digunakan istilah Met Hunne Godsdiensten en Gewoonten Samenhangen de Rechts Regelen (Aturanaturan Hukum yang berhubungan dengan Agama-agama dan Kebiasaankebiasaan mereka). 5. Dalam R.R Pasal 78 ayat (2), digunakan istilah Godsdienstige Wetten en Oude Herkomsten (Peraturan-peraturan Keagamaan dan Kebiasaankebiasaan Lama/Kuno). Godsdienstige Wetten en Oude Herkomsten ini oleh Ind. Stbl nr jo nr 487 diganti dengan istilah Adat-Rect. Dari beberapa litelatur di atas dapat dianalisis bahwa hukum Adat yang berkembang di Indonesia khususnya di Aceh dengan mayoritas penduduknya yang memeluk agama Islam banyak memasukkan hukum Islam ke dalam sumber hukum adatnya. Hal ini sepadan dengan apa yang ditengahkan oleh Mr. L.W.C Van Den Berg seorang sarjana hukum yang pernah menjabat pelbagai jabatan penting seperti Penasehat bahasa-bahasa Timur dan Hukum Islam pada Pemerintahan kolonial Belanda, sebagai Guru Besar di Delft, sebagai pensaehat Departemen Jajahan di negeri Belanda, dengan teori receptio in complexu. Inti dari pada isi teori ini adalah sebagai berikut: Selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan, menurut ajaran ini

6 6 hukum pribumi ikut agamanya, karena jika memeluk agama harus juga mengikuti hukum-hukum agama itu dengan setia. 8 Adat ngon hukom (agama), lagei zat ngon sifeut. Secara harfiah, peribahasa Aceh ini mengungkapkan, adat dengan hukum seperti sesuatu zat yang tidak dapat dipisahkan. Karenanya, keseluruhan hukum adat yang berlaku di Aceh bersumber dari agama Islam. Aturan adat dan lembaga pelaksanaan aturan adat yang ada di Aceh diatur dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2009 Tentang Lembaga Adat. Peraturan tersebut yang menjadi wadah sebagai tempat untuk menjalankan hukum adat yang berlaku di Aceh. Hukum adat di Aceh banyak mengatur tentang berbagai macam hal pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu yang diatur dalam hukum adat Aceh adalah tentang muamalah yang telah menjadi hukum positif dengan di undangkannya Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam. Dalam qanun tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Syar iyah mempunyai kewenangan dan kekuasaan mengadili salah satunya dalam hal muamalah. Seperti apa yang tertera didalam Pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam yaitu Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama, dalam bidang 9 : a. Ahwal al syakhshiyah; 8 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: CV. Haji Masagung 1988), hal Pasal 49, Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam.

7 7 b. Mu'amalah; c. Jinayah Pada penjelasan Pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kewenangan dalam bidang muamalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan seperti: Jual beli, hutang piutang, Qiradh (Permodalan), Musaqah, muzaraah, mukhabarah (bagi hasil pertanian), Wakilah (kuasa), Syirkah (perkongsian), Ariyah (pinjam meminjam), hajru (penyitaan harta), syuf ah (Hak Langgeh), rahnun (Gadai), Ihyaul mawat (pembukaan lahan), ma'din (tambang), luqathah (barang temuan), Perbankan, ijarah (sewa menyewa), takaful, Perburuhan, Harta rampasan, Waqaf, hibah, shadaqah, dan hadiah. Salah satu yang dijelaskan dalam Pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam tersebut adalah hak langgeh (syuf ah) yang masuk dalam bahagian muamalah. Apa yang disebut dengan hak langgeh (syuf ah) tersebut sangat erat kaitannya dengan transaksi tanah. Transaksi tanah adalah suatu persetujuan jual beli (dalam perdagangan antara dua pihak yang dalam bidang hukum adat sering berlaku berkaitan dengan tanah. Jadi transaksi tanah yaitu sejenis perjanjian timbal balik yang bersifat nyata di lapangan hukum kekayaan sebagai salah satu bentuk perbuatan tunai yang berobjek tanah Badruzzaman Ismail, Asas-asas Hukum Adat Sebagai Pengantar, (Banda Aceh: Majelis Adat Aceh, 2009) hal. 147

8 8 Hak langgeh (syuf ah) merupakan persyaratan yang harus di laksanakan sebelum seseorang/badan hukum melaksanakan proses transaksi jual beli tanah selain persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hal tersebut dikarenakan hak langgeh (syuf ah) tersebut telah hidup dan berkembang didalam hukum adat masyarakat Aceh. Namun pada prakteknya banyak masyarakat di Kota Langsa tidak memperdulikan adanya norma tentang hak langgeh (syuf ah) tersebut sehingga seringnya terjadi sengketa dalam hal jual beli tanah dan menimbulkan kerugian bagi penjual, pembeli maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah sekalipun. 11 Dalam kehidupan manusia selaku makhluk sosial, keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala perilaku manusia itu sendiri, sebab tanah dapat dijadikan lahan bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan proses kehidupannya. Oleh karena itu, tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat bukan hanya sebagai lahan untuk kehidupan tetapi lebih dari pada itu manfaatnya yaitu sebagai tempat mempertahankan hidup dan melambangkan marwah (martabat) bagi masyarakat Aceh, sehingga sering terjadi sengketa di antara sesama masyarakat, terutama yang menyangkut tanah. Terlebih dalam kaitannya dengan muamalah terutama dalam hal transaksi jual beli, untuk itulah diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara satu pribadi dengan yang lainnya Wawancara dengan T. Khairul Azhar (Geuchik Gampong Blang, Kecamatan Langsa Kota) pada tanggal 17 Januari Wawancara dengan Drs. H. Ibrahim Daud (Ketua Majelis Adat Aceh, Kota Langsa), pada tanggal 16 Desember 2013.

9 9 Sengketa tentang transaksi tanah yang berkaitan tentang hak langgeh (syuf ah) rawan menyebabkan terjadinya konflik antara pemilik tanah tetangga, keluarga dan teman sekongsi, karena biasanya dari ketiga unsur pembeli tersebut mereka juga ingin memiliki tanah yang akan dijual guna untuk menggabungkan tanah yang berbatasan maupun dengan alasan lain. Maka untuk menyelesaikan kasus yang akan terjadi masyarakat bisa memilih untuk beracara pada peradilan adat gampong, maupun Mahkamah Syar iah Kota Langsa. Apabila berbicara tentang jual beli maka didalamnya juga pasti menyinggung tentang apa yang disebut dengan akad. Akad yaitu perikatan, perjanjian dan pemufakatan. Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syari at yang berpengaruh pada obyek perikatan. 13 Berdasarkan uraian tersebut dapat di ketahui bahwa akad merupakan sesuatu yang wajib dan harus dilaksanakan pada saat seseorang atau suatu badan hukum akan melaksanakan transaksi jual beli tanah dan bangunan mereka, tetapi masyarakat di Kota Langsa belum sepenuhnya melaksanakan hak langgeh (syuf ah) sebelum mereka melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunannya tersebut padahal hak langgeh (syuf ah) ini bertujuan untuk mencegah kemudharatan diantara pihak yang akan bertransaksi. 13 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 101

10 10 Kehidupan masyarakat di Aceh sangat kaya akan adat dan kebudayaan yang hingga kini masih dan terus dijunjung tinggi dalam interaksi hubungan kehidupan masyarakatnya. Hal tersebut tercermin dalam sebuah ungkapan Aceh, yang menyebutkan tentang sumber atau unsur penghidupan, yaitu : ie, apui, angen, tanoh (air, api, angin, tanah). Demikian, pentingnya tanah bagi kehidupan manusia maka timbullah berbagai hak dan kewajiban atas tanah. Hak Langgeh menurut putusan Mahkamah Agung tanggal 31 Maret 1977 nomor 298 K/Sip./1973 adalah hak dalam hukum adat yang memberikan prioritas / hak didahulukan dari orang lain untuk membeli tanah, hak mana diberikan kepada tiga unsur masyarakat yaitu sanak saudara, sesama anggota masyarakat dan pemilik tanah tetangga. Dalam lingkungan hukum adat Aceh, apabila peralihan hak tidak dilakukan menurut tata urutan penawaran berdasarkan hak terdahulu maka pihak yang dirugikan dapat menggugat pembatalan keabsahan jual beli tersebut kepada Peradilan Gampong dan Mukim dan atau Pengadilan. Hak menuntut keabsahan jual beli karena melanggar hak terdahulu disebut hak langgeh (hak menyanggah). 14 Hukum Islam juga mengenal apa yang di atur seperti hak langgeh tersebut, yaitu hak syuf ah. Asy-Syuf ah berasal dari kata Asy-Syaf u yang berarti Adh- Dhammu (menggabungkan), hal ini dikenal di kalangan orang-orang Arab. Pada zaman jahiliyah, seseorang yang akan menjual rumah atau kebun didatangi oleh tetangga, partner (mitra usaha) dan sahabat untuk meminta Syuf ah (penggabungan) dari apa yang dijual. Kemudian ia menjualkannya, dengan memprioritaskan yang lebih dekat hubungannya daripada yang lebih jauh. Pemohonnya disebut sebagai Syafi Ilyas Ismail, Konsepsi Hak Garap Atas Tanah, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), hal Sayyid Sabiq, fiqh al-sunnah, (Kairo: Dar al-fiqr, 1997), hal. 45

11 11 Sedangkan menurut syara Syuf ah adalah, pemilikan barang Syuf ah oleh Syafi sebagai pengganti dari pembeli dengan membayar harga barang kepada pemiliknya, sesuai dengan nilai yang biasa dibayar oleh pembeli lain. 16 Berbeda dengan para ulama menafsirkan al-syuf ah adalah sebagai berikut : 1. Menurut Syaikh Ibrahim al-bajuri 17 bahwa yang dimaksud dengan al-syuf ah ialah : Hak memiliki sesuatu secara paksa ditetapkan untuk syarik terdahulu atas syarik yang baru disebabkan adanya syirkah dengan penggantian (i wadh) yang dimilikinya, disyariatkan untuk mencegah kemudharatan. 2. Menurut Sayyid sabiq, al-syuf ah ialah pemilikan benda-benda syuf ah oleh syafi i sebagai pengganti dan pembeli dengan membayar harga barang kepada pemiliknya sesuai dengan nilai yang biasa dibayar oleh pembeli lain Menurut Idris ahmad, 19 Al-syuf ah ialah hak yang tetap secara paksa bagi syarikat lama atas syarikat baru dengan jalan ganti kerugian pada benda yang menjadi milik bersama. Setelah diketahui ta rif-ta rif (definisi-definisi) yang dikemukakan oleh para ulama beserta contohnya, kiranya dapat dipahami bahwa al-syuf ah ialah pemilikan oleh seorang syar iq dan dua orang atau pihak yang berserikat dengan paksaan terhadap benda syirkah. 16 Ibid. hal Syaikh Ibrahim al-bajuri, al-bajuri, (Usaha Keluarga: Semarang), hal Ibid. hal Idris Ahmad, fiqh al- Syafiiyah, (Karya Indah: Jakarta, 1986), hal. 121

12 12 Dari doktrin para ulama-ulama tersebut dapat di analisis bahwa as-syuf ah adalah penggabungan secara paksa atas suatu hak yang sudah dijual ke pihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih berhak, yakni anggota perserikatan (syarikah). Dalam kerangka inilah, syuf ah berarti pemilikan barang yang diperkongsikan (al masyfu ) oleh pihak yang bergabung pada suatu persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti nilai harga jual yang sudah dilakukan. 20 Selaras dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ashab al-sunnah dari Jabir ra bahwa Nabi SAW bersabda, yang artrinya: Tetangga adalah yang paling berhak mendapatkan Syuf ah milik tetangganya, ia boleh menunggu tetangganya jika ia tidak ada di tempat, apabila memang jalannya (di mana milik mereka berada) satu. 21 Menurut penelitian khususnya di daerah penelitian tesis ini, berdasarkan sampel hampir seluruh masyarakat di Kota Langsa paham akan adanya norma tentang hak langgeh (syuf ah) tersebut, namun mereka kurang atau hampir tidak menerapkan hak langgeh (syuf ah) tersebut karena menurut mereka hak langgeh (syuf ah) merupakan sekedar sesuatu hal yang tidak mempunyai kekuatan hukum padahal hak langgeh (syuf ah) diatur dan telah menjadi kebiasaan dalam hukum adat Aceh, yang aturannya menganut seperti azas yang terdapat dalam hukum adat pada umumnya. Aturan tersebut tidak tertulis dan di wariskan secara turun temurun dari nenek moyang hingga sekarang. Penyelesaian sengketa hak langgeh (syuf ah) juga telah diatur dan merupakan wewenang mengadili Mahkamah Syar iah. 20 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Rajawali Press, 1993, hal Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 165

13 13 Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana eksistensi hak langgeh (syuf ah) dalam adat masyarakat Aceh, yang akan dituangkan dalam judul tesis KAJIAN YURIDIS HAK LANGGEH (SYUF AH) DALAM ADAT MASYARAKAT ACEH DI KOTA LANGSA. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana keberadaan hak langgeh (syuf ah) dalam masyarakat Aceh di Kota Langsa? 2. Bagaimana menyelesaikan sengketa hak langgeh (syuf ah) masyarakat Aceh di Kota Langsa? 3. Bagaimana efektivitas penyelesaian sengketa hak langgeh (syuf ah) dengan cara adat pada masyarakat Aceh di Kota Langsa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui keberadaan hak langgeh (syuf ah) dalam masyarakat Aceh di Kota Langsa. 2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa hak langgeh (syuf ah) masyarakat Aceh di Kota Langsa. 3. Untuk mengetahui keefektifan penyelesaian terhadap sengketa hak langgeh (syuf ah) dengan cara adat pada masyarakat Aceh di Kota Langsa.

14 14 D. Manfaat Penelitian Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu : 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi dan untuk pengembangan wawasan dan kajian tentang hak langgeh untuk dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan. b. Memperkaya khasanah perpustakaan hukum khususnya di bidang Hukum Adat berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan bagi para praktisi maupun memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat mengenai pemahaman dan penerapan hak langgeh (syuf ah) dalam adat masyarakat Aceh khususnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan, khususnya di Program Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang Kajian Yuridis Hak Langgeh (Syuf ah) Dalam Adat Masyarakat Aceh Di Kota Langsa, dan tidak ada satu pun penelitian yang membahas mengenai hak langgeh (syuf ah) tersebut.

15 15 Oleh karenanya maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi baik peneliti atau akademis. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya, berpedoman pada teori maka akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu. 22 Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. 23 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), hal Satjipto Rahardjo, SH, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006,hal J.J.J.M.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asasasas,(Jakarta:FE UI, 1996), hal.203

16 16 Menurut J.J.H Bruggink, Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih lanjut sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum, dengan itu harus cukup mengurai tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum. 25 Tolak ukur menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut: 26 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep. c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti. d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan penelitian. 25 J.J.H Bruggink, Refleksi tentang hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 254

17 17 Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya. 27 Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu. 28 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah merujuk pada 2 (dua) teori yaitu : Teori Uruf dan Teori Maqashid Al-Syari ah yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam pembahasan penelitian ini. 1) Teori Uruf Kata uruf, yang sering diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti adat, diambil dari akar kata yang sama dengan makruf lawan mungkar, karena itu uruf berarti sesuatu yang baik. 29 Secara terminologi, kata uruf ini didefinisikan dengan kebiasaan mayoritas ummat dalam penilaian suatu perkataan atau perbuatan. Uruf ini merupakan salah satu dalil dalam menetapkan hukum syarak M.Solly Lubis, Filsafat Imu Dan Penelitian, (Medan: PT.Sofmedia, 2012), hal Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal Ibid. hal. 117

18 18 Dengan demikian, adat dalam pengertian umum ialah segala sesuatu yang dibiasakan oleh rakyat umum atau golongan. Adat kebiasaan memainkan peran penting dalam sejarah perkembangan dan kebangkitan manusia, baik dalam kehiduan sosial maupun dalam aspek-aspek kebudayaan lainnya. Peranannya di dalam hal tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor sebab yang pokok, yaitu faktor iklim dan semangat kebangsaan. 31 perantaraan tradisionil 32 Kebiasaan semakin tambah kuat kedudukannya dengan yang mengopernya sampai menjadi kepastian di dalam kehidupan bangsa. Berdasarkan pengertian di atas, Mustafa Ahmad al-zarqa, Ahli Fiqih di Universitas Amman Jordania, mengatakan bahwa uruf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari uruf. Suatu uruf menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan uruf muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman, seperti kebiasaan mayoritas masyarakat pada daerah tertentu dalam menetapkan keperluan rumah tangga yang diambilkan dari mahar yang diberikan suami, atau penentuan ukuran tertentu dalam penjualan makanan. 33 Adat dan kebiasaan dapat dikatakan memiliki arti yang sama, Menurut definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Naja di dalam syarh al-mughni adalah suatu 31 Kitab Montesqoieu De L Esprit des lois, v. 1, kitab 14; Kitab Curs usder Instionen, 1893, Leipzig (dalam bagian muqaddimah) karangan puchta, dan Kitab savign system des heutegen Romischen Rechts. Dinukil dari; Subhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam islam, (Bandung: PT Ma arif, 1981), hal Lihat: kitab Les Lois de L imitation, karangan Tarde. Dinukil dari; Subhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam islam, (Bandung: PT Ma arif, 1981), hal M. Al-Zarqa, Ushul al-fiqh, (Damaskus: Damaskus Univ., 1997), hal. 35

19 19 pengertian dari yang ada dalam jiwa orang-orang berupa perkara yang berulang-ulang kali terjadi yang dapat diterima oleh tabiat yang waras. 34 Dalil untuk berlakunya hukum adat ini didalam perkara-perkara Syari ah adalah Ijmak ahli-ahli Fiqih yang diambil dari yurisprudensi Peradilan Islam. Tentang masalah ini ada ungkapan yaitu : apa yang menurut pendapat umat islam baik, maka baik pula sisi Allah SWT & Syuraih Al-Qadhi pada zaman Umar Bin Khattab pernah berkata kepada tukang-tukang pintal yaitu : kebiasaanmu sekalian diantara kamu. 35 2) Teori Maqashid Al-Syari ah Maqashid al-syari ah terdiri dari dua suku kata, maqashid yang merupakan bentuk jamak dari kata maqshad yang berarti tujuan 36, dan kata al-syari ah yang sering dipahami dalam arti hukum Islam. Jadi istilah Maqashid al-syari ah berarti tujuan-tujuan syari at. 37 Teori ini dikemukakan dan dikembangkan oleh Abu Ishaq al-syatibi, yaitu tujuan utama hukum adalah Maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia, tidak satupun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan hukum, yang tidak mempunyai tujuan sama dengan membebankan suatu yang tidak dapat dilaksanakan, Hukumhukum Allah dalam Al Qur an mengandung kemaslahatan. 38 Hukum bergantung hal Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha ir, (Beirut: Daar al-turats al-islami, 2001), 35 Ibid. hal Al-Fayyumi, Al-Mishbah al-muniir, (Kairo: Muassasah al-mukhtar, 2008), hal Al-Ghazali, Al-Mushtashfa, (Beirut: Daar Ihya Turats al-arabi, 1997), jilid 2 hal Asfari Jaya Bakri, Konsep Maqasid Al-Syari ah, (Jakarta: Disertasi Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1994), hal. 96

20 20 kepada kemaslahatan, dimana ada kemaslahatan disitu ada hukum, dan kemaslahatan umum lebih utama dari kemaslahatan kelompok atau individu. Dalam ilmu ushul fiqih, bahasan maqashid al-syari ah bertujuan untuk mengetahui tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh perumusnya dalam mensyari atkan hukum. Tujuan hukum ini merupakan salah satu faktor penting dalam menatap hukum Islam yang ditetapkan melalui ijtihad. 39 Ulama ushul Fiqih sepakat menyatakan bahwa pada setiap hukum itu terkandung kemaslahatan bagi hamba Allah s.w.t., baik kemaslahatan itu bersifat duniawi maupun ukhrawi. 40 Ada beberapa alasan yang dikemukakan ulama ushul Fiqh dalam menetapkan bahwa di setiap hukum Islam itu terdapat tujuan yang hendak dicapai oleh syarak, yaitu kemaslahatan umat manusia. Firman Allah yang artinya: Mereka rasul-rasul Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul (QS. An-Nisa : 165). Kandungan ayat ini menurut ulama ushul Fiqh, menunjukkan bahwa Allah SWT. dalam menentukan hukum-hukum Nya senantiasa menghendaki sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, sehingga apabila hal tersebut tidak diusahakan manusia, maka ia akan merugi. Inilah makna yang terkandung di balik diutusnya para Rasul bagi manusia. 39 Al-Youbi, Maqashid al-syari ah w alaqatuha bi al-adillah al-syar iyyah, (Riyadh: Daar Ibn al-jauzi, 2008), hal Al-Syatibi, Al-Muwafaqaat Fi Ushul al-syari ah, (Beirut: Daar al-kutub al-ilmiyyah, 2007, jilid 4 hal. 15

21 21 2. Konsepsi Konsepsi adalah pemahaman yang terbangun dalam akal dan pikiran peneliti untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 41 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini haruslah didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lainnya, seperti asas dan standar. Oleh sebab itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus. 42 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas. 43 Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakn terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), hal Ibid. Hal Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1999), hal

22 22 Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yag digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu : 1. Kajian Yuridis adalah penyelidikan, penjabaran sekaligus pemecahan secara hukum terhadap suatu peristiwa atau permasalahan yang timbul untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 2. Hak Langgeh adalah hak dalam hukum adat yang memberikan prioritas / hak didahulukan dari orang lain untuk membeli tanah, hak mana diberikan kepada tiga unsur masyarakat yaitu sanak saudara, sesama anggota masyarakat dan pemilik tanah tetangga Syuf ah adalah penggabungan, yakni penggabungan secara paksa atas suatu hak yang sudah dijual ke pihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih berhak, yakni anggota perserikatan (syarikah). Dalam kerangka inilah, syuf ah berarti pemilikan barang yang diperkongsikan (al masyfu ) oleh pihak yang bergabung pada suatu persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti nilai harga jual yang sudah dilakukan Putusan Mahkamah Agung tanggal 31 Maret 1977 nomor 298K/Sip./ Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, jilid III (Beirut: Dar al Fikr, 1983), hal. 219.

23 23 4. Adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang anggotanya berasal dari suku Aceh di Kota Langsa. G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 48 Dalam setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. 49 Kata metode berasal dari bahasa Yunani Methodos yang berarti cara 47 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: CV. Haji Masagung 1988), hal Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001), hal Jujun Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 328

24 24 atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 50 a. Sifat Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis. Penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Suatu penelitian deskriptif menekankan pada penemuan fakta-fakta yang digambarkan sebagaimana keadaan yang sebenarnya, dan selanjutnya data maupun fakta diolah dan ditafsirkan. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang objek yang diteliti, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Penelitian ini bersifat deskriptif karena dengan penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu gambaran yang bersifat menyeluruh dan sistematis, kemudian dilakukan suatu analisis terhadap data yang diperoleh dan pada akhirnya didapat pemecahan masalah. b. Metode Pendekatan Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup dan berkembang di tengah- 1997), hal Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

25 25 tengah masyarakat. Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan (field research) yaitu masyarakat Aceh di Kota Langsa. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Langsa, Provinsi Aceh. Dikarenakan luasnya wilayah di Kota Langsa tersebut maka dipilihlah 3 (tiga) kecamatan sebagai sampel yaitu: a. Kecamatan Langsa Kota b. Kecamatan Langsa Barat c. Kecamatan Langsa Lama Adapun alasan dipilihnya 3 (tiga) kecamatan ini menurut pengamatan sementara di ketiga kecamatan tersebut masyarakatnya ada yang menggunakan hak langgeh (hak syuf ah) dalam praktek jual beli tanahnya. 3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam melakukan penelitian ini yaitu kepala keluarga di Kota Langsa yang pernah melakukan praktek jual beli tanah, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Maka dalam penelitian ini diambil 3 (tiga) kecamatan yang masing-masing kecamatan diambil 10 (sepuluh) orang, jadi jumlah semua adalah 30 (tiga puluh) orang sebagai sampel, dengan syarat orang-orang yang dipilih sebagai sampel adalah orang-orang yang telah atau sudah pernah melakukan praktek jual beli tanah.

26 26 Untuk Kelengkapan data dalam penelitian ini, maka dilakukan juga wawancara dengan narasumber/informan lainnya sebagai tambahan data yaitu: a. Majelis Adat Aceh (MAA) b. Satu orang Hakim Mahkamah Syar iah Kota Langsa c. Dinas Syariat Islam Kota Langsa d. Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Langsa e. Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Langsa f. Tiga orang Geuchik g. Satu orang Tuha Peuet 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut : a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada responden. Sifat interview adalah bebas terpimpin. Dalam melakukan penelitian dimungkinkan tidak hanya menggunakan pertanyaan yang disediakan secara tertulis dalam bentuk daftar pertayaan, tetapi dapat dilakukan pengembangan pertanyaan sepanjang tidak menyimpang dari permasalahan. b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan dimaksudkan untuk membandingkan anatar teori dan kenyataan yang terjadi

27 27 dilapangan. Melalui studi kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data melalui mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar, artikel dan internet serta referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup : 1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang antara lain dari : a. Hadist; b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah; d. Qanun yang terkait; e. Ijma Para Ulama; f. Yurisprudensi; g. Fatwa Ulama dan Pengetua Adat; 2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, artikel-artikel, internet, buku-buku yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yang akan diteliti. 3) Bahan Hukum Tersier yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contonya adalah Kamus

28 28 Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Bahasa Belanda, Kamus Bahasa Arab dan Ensiklopedi Hukum Islam. 5. Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut: Studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. Sehingga untuk mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan hak langgeh (syuf ah) menurut hukum adat. Wawancara, dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan dan responden yang telah ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung (tatap muka), yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara dengan sistematis, tujuannya agar mendapatkan data yang mendalam dan lebih lengkap dan punya kebenaran yang konkrit baik secara hukum maupun kenyataan yang ada di lapangan. 6. Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data

29 29 merupakan penelaahan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu dengan penguraian deskriptis analitis dan preskriptif 51, yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yakni cara berfikir yang dimulai dari hal umum, untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dan disajikan dalam bentuk preskriptif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, informasi media cetak, dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian data sekunder dianalisis dengan penelitian secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum dalam penelitian tesis ini. Hal ini tentu saja bertujuan agar lebih memahami secara lebih mendalam mengenai masalah yang akan dibahas pada penulisan ini. 51 Soerjono Soekanto, Pengertian Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hal. 1

Hukum adat-2- PENGERTIAN DASAR DAN GUNA MEMPELAJARI HUKUM ADAT

Hukum adat-2- PENGERTIAN DASAR DAN GUNA MEMPELAJARI HUKUM ADAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG-INDONESIA Hukum adat-2- PENGERTIAN DASAR DAN GUNA MEMPELAJARI HUKUM ADAT Oleh Herlindah, SH, M.Kn (Kelas A) 1 Pokok Bahasan: A. Istilah hukum adat B. Pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan merupakan tempat bagi seseorang atau badan hukum untuk mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan hukum yang muncul selain alternatif penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS HAK LANGGEH (SYUF AH) DALAM ADAT MASYARAKAT ACEH DI KOTA LANGSA AULIA RAHMAN ABSTRACT

KAJIAN YURIDIS HAK LANGGEH (SYUF AH) DALAM ADAT MASYARAKAT ACEH DI KOTA LANGSA AULIA RAHMAN ABSTRACT Aulia Rahman 1 KAJIAN YURIDIS HAK LANGGEH (SYUF AH) DALAM ADAT MASYARAKAT ACEH DI KOTA LANGSA AULIA RAHMAN ABSTRACT The civil law in Aceh mostly regulates various kinds of way of life in communities, nationality,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah sebuah kajian yang akan fokus mengenai

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah sebuah kajian yang akan fokus mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami maksud judul skripsi ini, terlebih dahulu akan diuraikan arti dari beberapa istilah yang ada dalam judul skripsi Sewa-Menyewa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya perdagangan secara global membuat transaksi baik dalam tingkat lokal maupun antar kota bahkan lintas negara (transnasional) pun makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama. a. Harta bersama menurut pendapat ulama Muhammadiyah kota Banjarmasin. - Harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli merupakan salah satu cara manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan dan diperbolehkan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama islam adalah agama yang penuh kemudahan dan menyeluruh meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah Indonesia di bagi atas daerah - daerah dengan wilayah batas - batas dan hak - haknya ditetapkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gamelan merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah jawa, kemudian alat musik ini digunakan sebagai hiburan seperti acara perkawinan maupun acara-acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H.

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H. Sistem Hukum Nur Rois, S.H.,M.H. Prof. Subekti sistem hukum adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur,terkait, tersusun dalam suatu pola,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Islam merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem perkawinan menentukan sistem keluarga, sistem keluarga menentukan sistem kewarisan. Bentuk perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry : Article Review Judul Artikel : Perubahan Sosial dan Kaitannya Dengan Pembagian Harta Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam Penulis Artikel : Zulham Wahyudani Reviewer : Anna Rizki Penerbit : Jurnal Ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan menegaskan arti dan maksud dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari perilaku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi orang Islam, Al-Qur an merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna, setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna, setiap orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna, setiap orang yang hidup di dunia ini pasti akan mengalami suatu peristiwa yang penting dalam hidupnya. Salah satunya

Lebih terperinci

PANDANGAN HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN MAQÂSHID AL-SYARÎ AH DALAM UPAYA RECHTVINDING DI PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG

PANDANGAN HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN MAQÂSHID AL-SYARÎ AH DALAM UPAYA RECHTVINDING DI PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG PANDANGAN HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN MAQÂSHID AL-SYARÎ AH DALAM UPAYA RECHTVINDING DI PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG A. Pendahuluan Sebuah aturan hukum tidaklah mungkin mengatur seluruh aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Sumber daya agraria atau sumber daya alam berupa permukaan bumi yang di sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap harta yang ditinggalkan oleh seseorang baik yang bersifat harta benda bergerak maupun harta benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam judul skripsi makelar mobil dalam perspektif hukum islam (Studi di

BAB I PENDAHULUAN. dalam judul skripsi makelar mobil dalam perspektif hukum islam (Studi di BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami maksud judul skripsi ini, terlebih dahulu akan diuraikan arti dari beberapa istilah yang ada dalam judul skripsi makelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu dapat berupa daratan, lautan, sungai, danau, bukit dan gunung. Tanah merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pemeluk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt.

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt. RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt. Niscaya mereka akan masuk surga untuk selama-lamanya. Sebaliknya, bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya peradaban dan pola hidup manusia dewasa ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan

Lebih terperinci

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul. RINGKASAN Manusia sebagai hamba Allah yang statusnya makhluk sosial, dalam rangka melaksanakan kewajiban untuk memenuhi haknya diperlukan adanya suatu tatanan hukum yang mampu mengatur dan mengayomi hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Utang piutang acap kali menjadi suatu permasalahan pada debitor. Masalah kepailitan tentunya juga tidak pernah lepas dari masalah utang piutang. Debitor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PENGUASAAN TANAH TANPA HAK (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 pada

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama bahwa Islam adalah merupakan agama yang paling sempurna, agama Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah saja, namun di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan yang telah memenuhi syarat. Tidak jarang pernikahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C. PROSES PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIAGUNKAN ATAU DIJAMINKAN DI BANK SWASTA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) h Bulan Bintang, 1957) h Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) h Bulan Bintang, 1957) h Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan interpretasi maupun pemahaman makna yang terkandung didalam judul proposal ini, maka akan ditegaskan makna beberapa istilah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN AKAD WADI AH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi di BMT HIRA Gabugan, Tanon, Sragen)

PELAKSANAAN AKAD WADI AH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi di BMT HIRA Gabugan, Tanon, Sragen) PELAKSANAAN AKAD WADI AH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi di BMT HIRA Gabugan, Tanon, Sragen) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia hidup dalam sebuah lingkungan, yaitu lingkungan masyarakat. Dimana dalam masyarakat itu kehidupan manusia mencakup beberapa aspek juga kepentingan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka 1997,Hlm Bintang, cet VII, jakarta, 1995,h.10

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka 1997,Hlm Bintang, cet VII, jakarta, 1995,h.10 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk memudahkan dan menghindari perbedaan persepsi dalam memahami maksud skripsi ini, maka penulis memberikan penjelasan secara singkat tentang pengertian yang dimaksud

Lebih terperinci