LINA KRISTINA DEWI. Skripsi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanaa Kehutanan pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LINA KRISTINA DEWI. Skripsi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanaa Kehutanan pada"

Transkripsi

1 KEKAYAAN JENIS BURUNG PADA HABITAT PERAIRAN SEBAGAI POTENSI WISATA BIRDWATCHING DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN, PROVINSI LAMPUNG LINA KRISTINA DEWI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 KEKAYAAN JENIS BURUNG PADA HABITAT PERAIRAN SEBAGAI POTENSI WISATA BIRDWATCHING DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN, PROVINSI LAMPUNG LINA KRISTINA DEWI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanaa Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN Lina Kristina Dewi. E Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan YENI ARYATI MULYANI Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) merupakan kawasan konservasi yang terletak di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Pengelolaan kawasan ini dilakukan oleh PT.Adhiniaga Kreasinusa yang memperoleh IPPA (Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam) sesuai SK Menteri Kehutanan No.415/Kpts-II/1992. Kegiatan wisata yang sudah dilaksanakan di kawasan ini adalah safari malam yang dilaksanakan malam hari. Untuk memaksimalkan kunjungan diperlukan kegiatan lain yang dapat memberikan nilai lebih bagi wisatawan serta memberi dampak positif bagi dunia konservasi. Salah satu alternatif yang dapat diusulkan adalah wisata pengamatan burung atau birdwatching. Penelitian ini bertujuan untuk mendata jenis-jenis burung, menghitung kelimpahan individu, membuat sebaran spasial dan temporal, serta membuat rekomendasi birdwatching. Penelitian dilaksanakan di kawasan TWNC pada habitat perairan (danau, pantai, muara). Survei pendahuluan dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 dan penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-September Alat yang digunakan adalah binokuler, buku panduan lapang Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan, GPS, dan kamera digital. Adapun obyek yang diteliti adalah burung-burung di habitat perairan (danau, pantai, muara) dan kekhasan masing-masing habitat (danau, pantai, dan muara) meliputi vegetasi dan asosiasi habitat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode concentration count, metode survei dan metode look and see. Analisis data dilakukan dengan menghitung kekayaan jenis burung, kelimpahan, dan penyebarannya pada setiap lokasi penelitian. Analisis penyebaran jenis burung dilakukan berdasarkan tempat (sebaran spasial) dan berdasarkan waktu aktivitas harian (sebaran temporal).

4 Habitat di TWNC yaitu hutan pantai, hutan mangrove, hutan dataran rendah, dan habitat perairan (danau, pantai, rawa, muara dan terumbu karang). Pada saat penelitian ditemukan 83 jenis burung pada lokasi pengamatan di TWNC. Jenis dengan kelimpahan tertinggi adalah Pergam laut (Ducula bicolor). Jenis yang ditemukan hampir di semua lokasi diantaranya Copsychus saularis, Egretta sacra, Charadrius dubius, Tringa hypoleucos, dan Todirhamphus chloris,. sedangkan jenis yang hanya ditemukan pada lokasi tertentu diantaranya Burhinus giganteus, Egretta garzetta, Eudynamys scolopacea. Aktivitas burung paling banyak terjadi pukul (pagi) dan (sore). Jenis yang potensial untuk birdwatching adalah Burhinus giganteus, Leptoptilos javanicus, Phaenicophaeus spp., Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga ichthyaetus, Anthracoceros albitrosis, Ardea sumatrana, Pelargopsis capensis, dan Egretta sacra. Lokasi yang direkomendasikan untuk birdwatching adalah Saung Bajau, Sei Leman, Way Tinggal dan Menjukut dengan rekomendasi waktu antara pukul (pagi) dan (sore). Dari hasil penelitian ini pengelola diharapkan dapat membuat paket wisata minat khusus birdwatching di kawasan TWNC, mengadakan monitoring mengenai burung di habitat perairan. Selain itu pengelola diharapkan dapat membuat sarana dan prasarana untuk kegiatan birdwatching seperti peralatan pengamatan, papan interpretasi, leaflet dan pemandu lapangan. Kata kunci: birdwatching, habitat perairan

5 SUMMARY Lina Kristina Dewi. E Bird Species Richness in Aquatic Habitats as a Potential Birdwatching Tourism in Tambling Wildlife Nature Conservation, Bukit Barisan Selatan National Park, Lampung Province. Under supervisions of ANI MARDIASTUTI and YENI ARYATI MULYANI. Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) is a conservation area located in Bukit Barisan Selatan National Park (TNBBS). The management of this area is conducted by PT. Adhiniaga Kreasinusa through the Minister of Forestry Decree No.415/Kpts-II/1992 using IPPA (The Consension of Nature Tourism Bussiness). Tourism activity that has been already run in this area is night safari. To maximize the visitation to this area, other tourism activities should be provided to give more experiences to visitors and contribute positive impact for conservation. One of alternative tourism is birdwatching. The objectives of this study are to record bird species, count the abundance of bird, describe bird spatial and temporal distribution, and give recommendations for birdwatching tourism. Habitats in TWNC consisted of coastal forest, mangrove forest, lowland forest, and aquatic habitats (lakes, beaches, swamps, estuaries and coral reefs). The study was conducted in the aquatic habitats of TWNC (lakes, beaches, estuaries). Preliminary survey was conducted in October 2008 and the research was conducted in August-September Data was collected by using concentration count methods, survey methods and the look and see methods. Data analysis was done by counting bird species richness, abundance, and distribution at each study site. Bird species distribution was analyzed based on the place (spatial distribution) and time of daily activity (temporal distribution). There were 83 bird species found in TWNC. The highest abundance was sea Imperial-pigeon (Ducula bicolor). The species that were commonly found in every locations included Copsychus saularis, Egretta sacra, Charadrius dubius, Tringa hypoleucos, and Todirhamphus chloris. Species that was found in only certain locations were Burhinus giganteus, Egretta garzetta, and Eudynamys scolopacea. Most bird activities occurred between a.m. and p.m.

6 The potential species for Birdwatching are Burhinus giganteus, Leptoptilos javanicus, Phaenicophaeus spp., Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga ichthyaetus, Anthracoceros albitrosis, Ardea sumatrana, Pelargopsis capensis, and Egretta sacra. The recommended locations for Birdwatching are Saung Bajau, Sei Leman, Way Tinggal, and Menjukut. The birdwatching activity will be better if done during am (morning) and between pm. The results of this study is expected to be a baseline data for managers to prepare packages of special interest toursim, that is birdwatching, in TWNC area, and conduct birds monitoring in aquatic habitats. In addition, the manager is expected to provide infrastructure and facilities for birdwatching activities such as birds observation equipment, interpretation boards, leaflets and guide person. Keywords: birdwatching, aquatic habitats

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2010 Lina Kristina Dewi E

8 Judul Penelitian : Nama : Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung. Lina Kristina Dewi NRP : E Pembimbing I, Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing II, Prof. Dr.Ir.Ani Mardiastuti, M.Sc. Dr.Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. NIP Tanggal Pengesahan :

9 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim.. Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian adalah Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung yang dibimbing oleh Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc dan Ibu Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Proses berliku serta suka dan duka mewarnai perjalanan ilmiah ini. Hal ini memperkaya informasi dan pengalaman penulis sehingga menjadi masukan yang sangat berharga dalam menyajikan hasil akhir dari keseluruhan karya ilmiah ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Dari dasar hati yang paling dalam dan penuh hormat penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun selama proses penyelesaian karya ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Bogor, Februari 2010 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang, Jawa Barat pada tanggal 20 Mei Penulis merupakan merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ade Sulaeman dan Ibu Hidayah dan kemudian diangkat sebagai anak pertama oleh pasangan Bapak Nono Kiyono dan Ibu Anih Supriati. Pendidikan formal penulis dimulai tahun di SDN Sagalaherang IV, kemudian melanjutan di YPI Al-Ma mun Baibars ( ), dan SMA Negeri 1 Subang ( ). Setelah lulus SMA pada tahun 2005, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) yaitu pada mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB dengan minor Perlindungan Hutan. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya aktif sebagai anggota UKM Catur IPB ( ), anggota Biro Sosial Lingkungan HIMAKOVA ( ), Bendahara KPB Perenjak ( ) dan Sekretaris KPB Perenjak ( ). Adapun kegiatan lapang yang pernah diikuti adalah Eksplorasi Fauna dan Flora Indonesia (RAFFLESIA) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (2007) dan Cagar Alam Gunung Simpang Bandung (2008) serta Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBaBul), Sulawesi Selatan (2007) dan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR), Kalimantan Barat (2008). Selain itu penulis juga pernah menjadi notulen II pada acara Lokakarya Nasional Banteng dan Macan Tutul pada tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Departemen Kehutanan. Kegiatan akademik lapangan yang pernah diikuti antara lain praktikum Ekologi Satwaliar di Pulau Rambut, Praktikum Ekologi Hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Sukabumi, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Losarang Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kuningan (2007), Praktek Pengelolaan Konservasi Eksitu di P.T. Megacitrindo dan Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi (PUSPIPTEK)

11 Serpong Tangerang (2008), serta Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur (2009). Penulis berpengalaman sebagai asisten dosen (2008-sekarang), kemudian menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Satwaliar ( & ), dan asisten mata kuliah Metode Statistik ( ). Pengalaman lain diantaranya menjadi asisten pada praktikum lapang di Pulau Rambut, Kawasan Konservasi Bodogol TNGP, dan Kebun Binatang Ragunan. Untuk menyelesaikan tugas sebagai syarat meraih gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc.

12 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk tu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ungkapan terimakasih tak terhingga untuk ibu dan bapak atas semua cinta, doa tulus dan semua yang sudah dicurahkan untuk penulis, kakak dan adik-adikku tercinta atas dukungannya, serta keluarga besar penulis atas semua pengharapan dan doa tiada henti untuk penulis. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan dari ananda. 2. Prof. Dr. Ir. Ani Mardisatuti, MSc (pembimbing I) beserta keluarga atas motivasi dan nasihat-nasihat serta pelajaran berharga untuk penulis. Semua yang Bunda berikan tidak mungkin penulis lupakan. 3. Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc (pembimbing II) beserta keluarga atas semua masukan berharga serta motivasi kepada penulis. Terimakasih sudah menjadikan penulis sebagai bagian dari keluarga. 4. Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MSc sebagai dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, Prof. Dr. Ir. I Ketut N Pandit, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Ir. Endang A Husaeni sebagai dosen penguji dari departemen Silvikultur. Terimakasih tak terhingga atas arahan dan masukan untuk penulis. 5. Pihak PT. Adhiniaga Kreasinusa atas kesediaannya memberikan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di kawasan TWNC. Penghargaan penulis untuk pimpinan Artha Graha Bapak Tomi Winata atas dana penelitian yang diberikan, Ibu Hannalilies, Ibu Intan, Ibu Rully dan seluruh staf TWNC atas bantuannya. 6. Bapak Kurnia Rauf (Kepala Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan), Bapak Afrizal, Mas Mardiansyah beserta seluruh staf TNBBS atas izin dan bantuan selama penelitian. 7. Insan Kurnia, S.Hut atas motivasi dan dukungan kepada penulis, dan terimakasih sudah menjadi seorang kakak yang mengayomi.

13 8. Saudara seperjuangan penelitian di TWNC (Mas Farikhin, Mas Berry, Dera ndut, dan Bro Arif) atas kebersamaan di lapangan melewati hari-hari penuh pelajaran berharga dengan sahabat-sahabat terbaikku. 9. Tim PKLP Alas Purwo (Bobi, Iwan, Farikhin, Meutia, Itha dan Ika), harihari penuh kenangan, suka cita, canda tawa dan perjuangan tanpa henti, tersesat di hutan sadengan dan terapung-apung di lautan, jadi cerita yang tak mungkin terlupakan. 10. Harri Purnomo atas kerjasama dan bantuannya kepada penulis. Terimakasih telah menjadi partner yang baik selama 3 tahun ini. 11. KPB Perenjak atas semua dukungan terutama kepada Dwi Warni Idaman, S.Hut, Gilang F. Ramadhan, S.Hut, dan Ruri Risnawati, S.Hut., adik-adikku dari 43, 44, dan 45 serta semua yang telah membantu penulis. 12. Mutia Ramadhani, Bayu, dan Fitri Shancai terimakasih sudah menjadi bagian dari hidup penulis. 13. Tim sukses dan teman-teman terbaikku Agustina itink, Elia, Herna, Sopian Hidayat, De Ozy, Cory, Wirama, Wany, Nina, Jojo, Raco, Iska&Ainah, bu boss, Pesta, Evoy, Sera, Jadda dan Neneng. 14. Keluarga besar Himakova atas semua perjuangan dan kebersamaannya. 15. Keluarga besar KSHE 42, sembilan semester penuh cinta. 16. Keluarga besar DKSHE atas bantuannya terutama untuk staf TU yang sudah membantu penulis selama menimba ilmu di IPB. 17. Velma, Rika, Mpit, Putri, Veni, De Ajeng, Mbak Elia, Teh Ayu, dan Heni serta sahabat-sahabatku di Asrama Putri TPB-IPB A1 Lorong Umar Hadikusumah atas motivasi, semangat, kasih sayang dan impian di masa yang akan datang. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

14 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat penelitian... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Burung Burung Air Kategori Burung Air Pola penyebaran Burung Habitat Perairan sebagai Habitat Burung Keanekaragaman Jenis Burung Wisata Birdwatching BAB III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat Data yang Dikumpulkan Metode Pengumpulan data Burung Habitat Analisis Data Kekayaan Jenis Burung Kelimpahan Jumlah Individu Penyebaran Burung di Habitat Perairan BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN Letak Sejarah Kawasan... 20

15 ii 4.3. Sarana dan Prasarana Keanekaragaman Hayati Topografi dan Iklim BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Menjukut Deskripsi Habitat Kekayaan dan Kelimpahan Individu Burung Sei Leman Deskripsi Habitat Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Saung Bajau Deskripsi Habitat Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Muara Blambangan Deskripsi Habitat Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Muara Way Tinggal Deskripsi Habitat Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Muara Belimbing Deskripsi Habitat Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Pembahasan Umum Perbandingan tiap Habitat Kekayaan Jenis Burung antar Habitat Penyebaran Jenis pada tiap Habitat Sebaran Temporal Sebaran Spasial Frekuensi Pertemuan Jenis Rekomendasi Wisata Birdwatching Rekomendasi Lokasi Rekomendasi Waktu Pengamatan Jenis Burung Tertentu Rekomendasi untuk Pengelola TWNC... 66

16 iii BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... 68

17 iv DAFTAR TABEL No Halaman 1. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari (rata-rata, minimum dan maksimum) di habitat Danau dan Pantai Menjukut Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Danau dan Pantai Sei Leman Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Saung Bajau Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Muara Blambangan Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Muara Way Tingga Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Belimbing Kekayaan jenis burung yang terdapat pada tiap lokasi penelitian Penyebaran jenis burung pada setiap lokasi penelitian di TWNC... 42

18 v DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Peta lokasi penelitian di Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) Peta kawasan TWNC, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (a) Vegetasi di sekitar Danau Menjukut; (b) Danau Menjukut berbatasan langsung dengan laut lepas (a) Danau Sei Leman saat pagi hari; (b) Vegetasi Nipah (Nypa fruticans) mendominasi Danau Sei Leman (a) Kapal karam di Saung Bajau; (b) Terumbu karang saat senja hari (a) Airstrip yang menjadi habitat burung terestrial; (b) Mercusuar sebagai salah satu daya tarik kawasan TWNC (a) Muara Blambangan saat air naik; (b) Vegetasi di sekitar Muara Blambangan (a) Perbatasan pantai dengan Muara Way Tinggal; (b) Muara Way Tinggal sebagai habitat burung-burung air (a) Vegetasi hutan dataran rendah di Muara Belimbing; (b) Vegetasi hutan pantai di sekitar Muara Belimbing Perbandingan sebaran temporal burung pada beberapa habitat di kawasan TWNC Sebaran spasial jenis burung yang potensial untuk wisata birdwatching Saung Bajau dan kenampakan mercusuar Danau Sei Leman dan vegetasi di sekitarnya Muara Way Tinggal dengan berbagai asosiasi habitatnya Pesona Danau Menjukut (a) Tegakan Nipah dan populasi kalong di dalamnya; (b) Keindahan danau sei Leman saat pagi hari; (c) Kerbau liar (Bubalus bubalis) di danau Sei Leman; (d) Ular Sanca batik (Phyton reticulatus) di hábitat sekitar Danau Sei Leman Jenis burung yang ditemukan: (a) Gagak hutan (Corvus enca), (b) Burungmadu sriganti (Nectarinia jugularis), (c) Delimukan zambrud (Chalcophas indica) dan (d) Kadalan Kera (Phaenicophaeus tristis) (a) Cangak merah (Ardea purpurea); (b) Wili-wili besar (Burhinus giganteus) (a) Ular laut. (b) Biawak erasia (Varanus salvator) (a) Mercusuar sekitar airstrip; (b) Kuntul karang (Egretta sacra) pada sore hari di Saung bajau; (c) Pergam laut (Ducula bicolor); (d) Burung-burung pantai di Saung Bajau

19 21. Jenis-jenis burung yang ditemukan di kawasan TWNC (a) Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster); (b) Kuntul karang (Egretta sacra) Wili-wili besar (Burhinus giganteus) (a) saat berjalan di pantai; (b) saat terbang Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) (a) Kadalan birah (Phaenicophaeus curvirotris); (b) Kadalan kera (Phaenicophaeus tristis) Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster) Elang-ikan kepala-abu (Ichthyophaga ichthyaetus) Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostrsis) Cangak laut (Ardea sumatrana) ditemukan di sarang Pekaka emas (Pelargopsis capensis) Kuntul karang (Egretta sacra) di terumbu karang saat air laut surut vi

20 vii No DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar jenis burung yang ditemukan Daftar kekayaan jenis burung untuk tiap habitat yang diamati Jumlah burung yang ditemukan paling banyak dan paling sedikit di setiap habitat masing-masing Jenis-jenis burung yang ditemukan pada waktu tertentu pada masingmasing habitat yang diamati Status konservasi dan perlindungan tiap jenis burung di habitat perairan, TWNC... 96

21 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tampang Belimbing yang sering disebut Tambling merupakan bagian dari wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang terletak di Provinsi Lampung dan merupakan kawasan IBA (Important Bird Area). Kawasan ini memiliki beberapa kekhasan, antara lain posisi kawasan Tambling yang terletak di ujung bagian selatan dan barat daya Pulau Sumatera, sehingga menjadikan kawasan ini habitat ekotone atau peralihan antara ekosistem darat dan laut dan memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Tambling menjadi kawasan konservasi yang istimewa setelah menjadi tempat pelepasliaran harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang pertama di Indonesia. Dalam kegiatan tersebut pengangkutan dilakukan dengan menggunakan pesawat dari Aceh ke Tambling dan dipublikasikan secara besar-besaran yaitu pada bulan Agustus 2008 (TWNC 2008). Tipe ekosistem di kawasan ini cukup beragam, meliputi hutan mangrove, hutan hujan tropika dataran rendah dengan beberapa sub tipe hutan di dalamnya. Sebagian besar kawasan Belimbing merupakan ekosistem hutan pantai primer dan hutan mangrove yang berbatasan dengan hutan pantai, Dipterocarpacea di bagian hutan primer, dan vegetasi Nipah (Nypa fruticans) di bagian habitat danau yang menjadi habitat beberapa satwaliar. Kawasan Tampang-Belimbing (Tambling Wildlife Nature Conservation) memiliki beberapa tipe habitat, dan salah satu yang menarik untuk dikaji adalah habitat perairannya. Kawasan ini berbatasan langsung (terhubung) dengan laut lepas, yaitu Samudera Hindia. Kawasan Tambling memiliki tiga muara sungai utama yaitu Blambangan, Way Tinggal, dan Belimbing, yang kaya akan berbagai jenis ikan dan potensial untuk menjadi habitat burung. Kawasan Tambling juga memiliki dua danau besar yang salah satu diantaranya, yaitu Danau Menjukut, memiliki keunikan dan panorama yang indah karena langsung berhadapan dengan perairan laut lepas. Kawasan eksotik seperti ini akan sangat baik dimanfaatkan untuk kegiatan wisata, namun tetap harus memperhatikan kelestariannya.

22 2 Keunikan lain kawasan Tambling yaitu adanya Danau Sei Leman yang letaknya berada di antara hutan dataran rendah dan hutan pantai, sehingga daerah ini memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Selain itu, di danau bagian tengah terdapat vegetasi Nipah (Nypa fruticans) yang menjadi habitat berbagai jenis burung air seperti Cangak abu (Ardea cinerea), Cangak laut (Ardea sumatrana), Cangak merah (Ardea purpurea), dan Kuntul karang (Egretta sacra). Jika kawasan ini dimanfaatkan untuk kegiatan wisata maka akan menambah nilai manfaat kawasan ini, tidak hanya sebagai tempat hidup berbagai satwaliar tapi juga sebagai tempat pendidikan dan wisata minat khusus. Menurut TWNC (2008) pengelolaan kawasan Tambling sudah dilimpahkan kepada PT.Adhiniaga Kreasinusa melalui SK Menteri Kehutanan No.415/Kpts-II/1992. Saat ini kawasan ini dikenal dengan nama Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC). Pihak TNBBS memberikan hak kelola kepada pihak Adhiniaga untuk mengelola kawasan Tambling dan memanfaatkan kawasan ini dengan mengembangkan kegiatan wisata sesuai SK Menteri Kehutanan No.294/Menhut-II/ Kegiatan wisata yang sudah dilaksanakan di kawasan ini adalah safari malam yaitu kegiatan menjelajahi hutan dan kawasan Tambling dengan menggunakan kendaraan jip. Safari malam ini dilaksanakan dengan tujuan mengamati satwaliar di malam hari. Kegiatan yang dilaksanakan malam hari ini membuat pengunjung tidak memiliki kegiatan pada pagi atau siang hari sehingga biasanya para pengunjung hanya berdiam diri di guest house atau dermaga pantai. Untuk mengoptimalkan kunjungan diperlukan kegiatan alternatif yang dapat dilakukan sebelum kegiatan safari malam. Salah satu alternatif kegiatan pemanfaatan kawasan berbasis konservasi yang dapat diusulkan adalah wisata pengamatan burung atau birdwatching. Pada saat ini di beberapa negara, misalnya di Australia dan U.S.A., wisata birdwatching ini merupakan komponen penting dari wisata berbasis alam dan memberikan dampak positif secara ekonomi (Jones & Buckley 2001). Di beberapa daerah lain di Indonesia kegiatan birdwatching juga semakin populer, terbukti dengan cukup banyaknya tawaran-tawaran wisata pengamatan burung oleh operator wisata baik dari luar negeri maupun dalam negeri.

23 3 Untuk mengembangkan suatu tempat menjadi kawasan tempat berlangsungnya kegiatan birdwatching terlebih dahulu harus diketahui potensi dari tempat tersebut, misalnya potensi dari keanekaragaman jenis, spesies kunci atau maskot, peluang ditemukannya jenis-jenis burung tertentu, penyebaran burung di daerah tersebut, dan perlu diketahui pula hal-hal yang menjadi obyek utama dalam kegiatan birdwatching misalnya keunikan spesies tertentu, populasi jenis tertentu yang melimpah dan jenis-jenis migran. Posisi Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Laut Jawa membuat kawasan ini kemungkinan menjadi jalur migrasi burung, khususnya burung-burung air dan lahan basah, sehingga berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai wilayah ekowisata birdwatching Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendata jenis-jenis burung yang ada pada habitat perairan, yaitu habitat danau, pantai dan muara, serta menghitung kelimpahan individu burung pada setiap habitat yang diamati di TWNC-TNBBS; 2. Membuat data sebaran spasial dan temporal burung tiap habitat yang diamati pada habitat perairan yaitu danau, pantai dan muara di TWNC- TNBBS; 3. Menentukan waktu dan lokasi serta membuat rekomendasi wisata birdwatching, pada habitat perairan yaitu di danau, pantai dan muara di TWNC-TNBBS Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelola kawasan TWNC- TNBBS, dunia pariwisata, dan kelestarian burung di TNBBS. 1. Untuk TWNC antara lain dapat meningkatkan pengelolaan tanpa merusak lingkungan; 2. Manfaat untuk kelestarian burung adalah memberikan informasi dan data mengenai keanekaragaman burung untuk menjadi dasar konservasi burung di TWNC, TNBBS.

24 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan salah satu kelompok terbesar dari hewan bertulang belakang (vertebrata) yang jumlahnya diperkirakan ada jenis dan tersebar di seluruh dunia. Bentuk tubuh burung telah terbukti menjadi salah satu hal yang berhasil mempengaruhi penyebarannya di seluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari khatulistiwa sampai daerah kutub. Burung-burung tersebut dapat dibedakan menjadi burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung, burung air, dan adapula burung-burung yang menjelajahi samudera terbuka serta ada juga burung yang hidup dalam gua dan dapat menemukan arah dalam kegelapan (MacKinnon 1990) Burung Air Burung air adalah burung yang hidup dan tinggal di daerah perairan seperti daerah pinggir sungai, laut, rawa, hutan bakau, hutan payau estuaria danau, sawah, bendungan dan pantai. Konvensi Ramsar 1971 mendefinisikan burung air sebagai jenis burung yang secara ekologis kehidupannya bergantung kepada keberadaan lahan basah. Oleh karena itu kehidupan burung air sangat tergantung pada air, baik untuk mencari makan, berlindung, istirahat, berbiak dan untuk melakukan aktivitas sosial lain (Nirarita et al. 1996). Burung air merupakan satwaliar yang umum dan sering dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia. Kuntul, Cangak, dan Bangau adalah beberapa jenis burung air yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama di wilayah pesisir. Beberapa burung air telah dimanfaatkan sebagai sumber gizi bagi masyarakat, beberapa lagi dikenal sebagai hama yang sering mengganggu di tambak dan persawahan Kategori Burung Air Menurut MacKinnon (1990) burung air dibagi kedalam empat kategori ekologi yaitu: 1. Burung-burung laut, bersifat pelagik (hidup di laut bebas) dan bersifat aerial (lebih banyak beraktivitas dengan terbang) yang makan dan hidup di laut. Adapun yang termasuk dalam burung-burung jenis ini adalah

25 5 Penggunting laut suku Procellariidae, Petrel badai suku Hydrobatidae, Burung buntut suku Phaetontidae, Gangsa batu Slidae, Dara laut suku Sternidae, Cikalang suku Fregatidae, dan Camar kejar suku Stercorariidae. 2. Burung-burung berenang di air tawar, yaitu burung pelagik yang umum dijumpai berenang di perairan tawar. Burung-burung ini biasanya adalah dari jenis perenang dan lebih mirip bebek kecuali Pecuk ular dari suku Phalacrocoracidae. Burung yang masuk dalam kategori ini antara lain Titihan suku Podicipedidae, Belibis itik suku Anatidae, Kaki sirip suku Heliornithidae dan Pecuk suku Phalacrocoracidae. 3. Burung air berkaki panjang, burung ini berukuran besar, umumnya makan di dalam air tetapi dengan cara berdiri di dasar perairan dangkal ataupun tepi sungai. Meskipun burung ini banyak menghabiskan waktu diperairan mereka merupakan burung penerbang yang kuat dan bukan perenang. Jenis ini antara lain Cangak suku Ardeidae, Bangau suku Ciconidae, dan Ibis suku Thereskiornithidae. 4. Perancah dan pemakan organisme tanah, burung ini hidup di tepi perairan dengan paruh panjang untuk memeriksa ke dalam lumpur dan pasir untuk mendapatkan makanan yang terpendam di dalamnya. Burung-burung jenis ini adalah Kaki lebar suku Phalacopidae, Trulek suku Charadriidae, Wiliwili suku Burhinidae, Blekek kembang suku Rostratulidae, dan Terik suku Glareolidae. Sesuai dengan keadaan ekologisnya secara umum dan daerah keadaan fisiografi daerah sebaran burung dapat dijelaskan sebagai berikut (Dirjen PHKA, 1980 dalam Prakoso 2003): a. Pada daerah pantai yang merupakan empang, rawa, dan hutan bakau biasanya tempat persinggahan atau tempat hidup burung pemakan ikan, misalnya Belibis (Dendrocygna sp.), Kuntul (Egretta sp.). b. Pada daerah agak kedalam biasanya dijumpai kolam ikan. Oleh karena itu daerah ini merupakan sebaran burung pemakan ikan dan biji, misalnya Bluwok (Mycteria cinerea), Mandar (Porphyrio sp.), Trinil (Tringa hypoleycos), Perenjak (Prinia sp.).

26 6 c. Pada daerah yang banyak ditanam pohon buah-buahan merupakan daerah burung pemakan buah, misalnya Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), Jalak suren (Sturus contra), Murai (Copsychus saularis) Pola penyebaran Burung Individu dalam populasi dapat menyebar dengan tiga macam pola penyebaran (Odum 1971): a) Acak (random), terjadi karena lingkungan sangat seragam dan tidak ada kecenderungan untuk berkelompok. b) Teratur (uniform), terjadi karena kompetisi antar individu yang ketat, sehingga burung memiliki kecenderungan untuk mempertahankan jarak yang sama dengan individu saingannya. c) Berkelompok (clumped), individu ditemukan dalam kelompok, akan tetapi secara keseluruhan pengelompokan ini menyebar secara acak Habitat Habitat Perairan Burung sebagai salah satu komponen dalam ekosistem memerlukan tempat atau ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan tempat untuk berkembangbiak, tempat yang menyediakan kebutuhan tersebut membentuk suatu kesatuan yang disebut habitat (Alikodra 1990). Habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik yang merupaka satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwaliar (Alikodra 1990). Faktor yang menentukan keberadaan burung antara lain adalah ketersediaan makanan, serta tempat untuk istirahat, kawin, main, bersarang bertengger dan berlindung. Kemampuan suatu wilayah dalam menampung burung ditentukan oleh luasan, komposisi dan struktur vegetasi, banyak tipe ekosistem dan bentuk habitat. Burung umumnya akan bertahan hidup di suatu tempat apabila terpenuhi suatu tuntutan hidupnya antara lain habitat yang mendukung dan aman dari gangguan (Hernowo 1985). Kelengkapan komponen habitat mempengaruhi banyaknya jenis burung di suatu habitat (Mulyani 1985). Lahan basah (wetland) adalah habitat perairan yang berupa daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan tetap atau sementara; dengan air yang

27 7 tergenang atau mengalir; tawar, payau, asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut (Konvensi Ramsar 1971 dalam KNPELB 2004). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa cakupan lahan basah di wilayah pesisir meliputi terumbu karang, padang lamun, dataran lumpur dan dataran pasir, mangrove, wilayah pasang surut, maupun estuari (muara), sedangkan di daratan cakupan lahan basah meliputi rawa-rawa baik air tawar maupun gambut, danau, sungai, dan lahan basah buatan seperti kolam, tambak, sawah, embung, dan waduk (KNPELB 2004). Untuk tujuan pengelolaan lahan basah dibawah kerjasama Internasional, Konvensi Ramsar mengeluarkan sistem pengelompokan tipe-tipe lahan basah menjadi tiga tipe utama yaitu: lahan basah pesisir dan lautan, terdiri dari 11 tipe antara lain terumbu karang dan estuari; lahan basah daratan, terdiri dari 20 tipe antara lain sungai dan danau; serta lahan basah buatan, terdiri dari sembilan tipe antara lain tambak dan kolam pengolahan limbah Perairan sebagai Habitat Burung Habitat perairan, dalam hal ini lahan basah, memiliki beberapa manfaat dan nilai utama misalnya untuk kegiatan penelitian dan pendidikan karena banyak lahan basah yang menyimpan misteri ilmu pengetahuan sehingga menarik untuk dikaji dan digunakan sebagai lokasi penelitian, termasuk kegiatan pendidikan. Selain itu lahan basah dapat digunakan juga untuk kegiatan rekreasi terutama yang memiliki nilai estetika, dapat menjadi lokasi yang menarik untuk rekreasi. Beberapa lokasi yang cocok dimanfaatkan sebagai tempat untuk penelitian, pendidikan dan rekreasi diantaranya danau, pantai, muara dan terumbu karang. a. Danau Danau adalah badan air alami berukuran besar yang dikelilingi oleh daratan dan tidak berhubungan dengan laut, kecuali melalui sungai. Danau bisa berupa cekungan yang terjadi karena peristiwa alam yang kemudian menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, rembesan, dan atau air sungai (KNPELB 2004). Beberapa jenis burung yang dapat ditemukan pada habitat ini biasanya berukuran besar, umumnya makan di dalam air tetapi dengan cara berdiri di dasar perairan dangkal ataupun tepi sungai. Meskipun burung ini banyak menghabiskan

28 8 waktu di perairan mereka merupakan burung penerbang yang kuat dan bukan perenang. Jenis ini antara lain Cangak (Ardea sp.) suku Ardeidae, Bangau (Mycteria sp.) suku Ciconidae, dan Ibis (Dendrocygna sp.) suku Thereskiornithidae (MacKinnon 1990). b. Pantai Wilayah pantai atau pesisir merupakan pertemuan antara dua ekosistem yaitu laut dan darat. Wilayah ini secara ekologi tidak dapat berdiri sendiri, karena tergantung pada keseimbangan antara berbagai elemen alam, seperti angin dan air, batu dan pasir, flora dan fauna yang berinteraksi membentuk ekosistem pesisir yang unik. Pada habitat ini biasanya terlihat dataran lumpur dan dataran pasir yaitu dataran tidak bervegetasi yang terbentuk di daerah pantai yang landai, terutama di dekat muara sungai dan terumbu karang. Kawasan yang kelihatannya tandus ini sebetulnya sangat subur karena menerima banyak suplai nutrien dan biasanya dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik. Ketika air surut kawasan ini menjadi tempat makan burung air, sebaliknya saat pasang menggenangi kawasan ini, berbagai jenis ikan pesisir mendatanginya untuk mencari makan (KNPELB 2004). Menurut MacKinnon et. al (1998) jenis-jenis burung yang dapat dijumpai pada habitat ini pada umumnya adalah dari Cerek (Charadrius sp.) suku Charadriidae, Trinil (Tringa sp.) dari suku Scolopacidae, dan Wili-wili besar (Burhinus giganteus) dari suku Burhanidae. c. Muara Muara adalah ekosistem tempat pertemuan air tawar dan air laut yang masih dipengaruhi oleh pasang surut. Muara sangat produktif karena kaya akan nutrien dari sungai dan laut. Muara juga merupakan tempat memijah dan makan bagi berbagai jenis ikan dan udang, yang biasanya merupakan kawasan hutan bakau (mangrove) yang berkembang dengan baik secara alamiah (KNPELB 2004). Sebagian besar daerah pesisir Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan muara. Daerah yang mempunyai kawasan muara yang luas antara lain wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua. Kawasan muara bisa juga berupa delta yaitu daratan yang terbentuk akibat sedimentasi yang terbawa dari daratan

29 9 melalui sungai. Delta-delta yang besar biasanya berupa hutan bakau atau rawa air payau yang subur karena kandungan sedimen yang kaya hara berasal dari daratan. d. Terumbu karang Terumbu karang merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan laut dangkal, jernih, hangat, dan memiliki kadar kalsium karbonat tinggi. Komunitas terumbu karang didominasi berbagai jenis hewan karang keras dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem paling produktif di dunia. Banyak kalangan bahkan membandingkannya dengan produktivitas hutan hujan tropis. Rata-rata produktivitas primer terumbu karang dunia adalah gc/m 2 per tahun. Terumbu karang merupakan sumber devisa negara dari sektor perikanan dan pariwisata laut (KNPELB 2004). Menurut MacKinnon et al. (1998) beberapa jenis burung yang dapat ditemui pada habitat ini adalah Kuntul (Egretta sp) dari suku Ardeidae, Cangak (Ardea sp.) suku Ardeidae, Bangau (Mycteria sp.) suku Ciconidae, dan Rajaudang (Halcyon sp.), umumnya burung-burung yang dijumpai di kawasan ini berupa burung pemakan ikan dan memiliki kaki yang panjang. 2.3 Keanekaragaman Jenis Burung Menurut WALHI (1995) keanekaragaman hayati adalah keseluruhan genus, spesies, dan ekosistem di dalam suatu wilayah. Kekayaan hayati di bumi saat ini merupakan produk beratus-ratus juta tahun sejarah evolusi. Dalam perjalanan waktu, peradaban manusia muncul dan mengadaptasi lingkungan lokal dengan menemukan, memakai, dan mengubah sumberdaya hayati lokal. Keanekaragaman hayati dapat dibagi ke dalam tiga kategori tingkatan: genus, spesies, dan ekosistem. Ketiga kategori tersebut menggambarkan aspek yang cukup berbeda dalam sistem kehidupan dan para cendekiawan mengukurnya dengan cara yang berbeda pula. Keanekaragaman hayati merupakan semua kehidupan di atas bumi, baik itu tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Keanekaragaman hayati disebut juga biodiversitas, keanekaragaman atau

30 10 keberagaman dari makhluk hidup, dapat terjadi karena adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya. Sedangkan keanekaragaman dari makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya persamaan ciri antara makhluk hidup (WWF 1989 dalam Primack et al. 1998). Selain itu Begon et al. (1990) menyatakan bahwa belum ada pengertian yang pasti mengenai istilah biodiversity terutama sebelum adanya laporanlaporan ilmiah karena kebanyakan orang mendefinisikan hal yang serupa dengan definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya. Namun Begon et al (1990) menyebutkan bahwa salah satu parameter yang diukur untuk mengetahui keanekaragaman jenis adalah mengetahui kekayaan dan kesamaan jenis individu-individu yang ada dalam komunitas tersebut. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bisa jadi diversity memiliki lebih dari satu arti. Bahkan Hulbert (1971) dalam Magurran (1983) menyatakan bahwa keanekaragaman ini merupakan sesuatu yang non konsep. Keanekaragaman sulit untuk didefinisikan, karena keanekaragaman itu tidak hanya memiliki satu komponen tetapi dua komponen yaitu keanekaragaman jenis dan kelimpahan relatif. Menurut Temple (1991) dalam Primack et al. (1998), keanekaragaman hayati dibedakan atas tiga level yaitu keanekaragaman dalam spesies, antar spesies dan ekosistem. Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi kehidupan, diantaranya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja (aspek ekonomi), selain itu keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial, lingkungan. Pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jumlah spesies yang ditemukan pada suatu komunitas, suatu ukuran yang disebut kekayaan spesies (Primack et al. 1998). 2.4 Wisata Birdwatching Kegiatan wisata pengamatan burung (birdwatching) sebagai salah satu kegiatan ekowisata adalah perjalanan ke alam bebas dengan penekanan pada apresiasi manusia pada keindahan burung yang hidup bebas di habitatnya, baik akan kemerdekaan suara, keindahan bentuk dan warna tubuh, maupun keunikan tingkah lakunya. Kegiatan ini sangat populer di negara maju tetapi kurang populer di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mempopulerkan

31 11 kegiatan wisata pengamatan burung sebagai bagian dari kepedulian terhadap konservasi alam khususnya burung (Wisnubudi 2007) MacKinnon (1990) menyatakan salah satu yang mendukung suatu kawasan menarik dikunjungi yaitu jika kawasan itu memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwaliar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu. Kegiatan birdwatching sebagai rekreasi masih merupakan hal baru di Indonesia. Bagi orang-orang tertentu yang menyukai alam (naturalis), mengamati burung dapat merupakan keasyikan tersendiri. Menikmati keindahan warna, keunikan bentuk, tingkah laku serta mendengarkan kicauan burung-burung dapat mengurangi rasa stress yang mungkin terjadi akibat kesibukan-kesibukan seharihari. Bagi orang-orang yang berjiwa seni, mengamati burung dapat memberikan inspirasi sehingga dapat meningkatkan kreativitas atau daya cipta mereka (Mulyani dan Mardiastuti 1993). Selain itu Mulyani dan Pakpahan (1993), menyebutkan pula bahwa ada beberapa karakteristik dari birdwatching untuk dikembangkan sebagai salah satu bentuk ekoturisme adalah: 1. Relatif murah (hanya memerlukan teropong dan buku panduan lapang atau field guide) 2. Dapat dilakukan dimana saja (pada berbagai tipe habitat) 3. Meningkatkan wawasan akan lingkungan, yang selanjutnya diharapkan dapat membangun dan meningkatkan semangat konservasi. 4. Dapat dilakukan oleh siapa saja (tua-muda laki-laki dan perempuan, segala tingkat pendidikan), dengan demikian aktivitas ini memiliki sasaran konsumen yang luas Walaupun pada awalnya wisata birdwatching belum populer dan berkembang di Indonesia, minat generasi muda terutama pelajar dan mahasiswa cukup besar untuk mengamati burung. Selain itu, potensi pasar dari wisatawan mancanegara cukup besar karena di negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Inggris, wisata birdwatching cukup banyak diminati berbagai kalangan dan menghasilkan keuntungan finansial yang besar bagi dunia usaha pariwisata. Wisata birdwatching merupakan kegiatan non konsumtif yang ramah lingkungan (Idris 2002).

32 12 Saat ini minat masyarakat terhadap kegiatan birdwatching semakin meningkat, bukan hanya para birdwatcher tetapi juga masyarakat umum, mahasiswa, pelajar, dan komunitas tertentu yang hanya sekedar menyalurkan hobi atau mengisi waktu luang. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya kawasan wisata atau kawasan tertentu di dalam hutan yang menyediakan jasa wisata minat khusus birdwatching, selain itu semakin maraknya kegiatan-kegiatan atau eventevent yang mengambil tema burung misalnya Bird of Parahyangan, Bird Race Surabaya, dan lain-lain. Kegiatan ini berupa perlombaan mengamati burung untuk mengidentifikasi jenis dan menduga populasinya. Adapula kegiatan yang dilakukan oleh para pencinta burung yang melakukan pengamatan di tempattempat tertentu pada saat musim migrasi, misalnya saja di puncak ataupun di pantai. Apabila dikelola dengan baik dan semua pihak dapat bekerjasama secara profesional, maka kegiatan wisata birdwatching ini dapat menjadi sesuatu yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat memberikan keuntungan secara finansial. Selain itu kegiatan ini dapat membantu upaya konservasi karena dengan kegiatan birdwatching, pengelola akan berusaha melaksanakan pengelolaan habitat burung-burung tersebut sehingga kelestariannya dapat terjaga. Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan kegiatan birdwatching (Cahyana 2007) adalah: 1. menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat pengamatan, 2. menentukan waktu pelaksanaan pengamatan burung, dan 3. mempersiapkan peralatan Sementara itu Darjono (2007) menambahkan bahwa dalam pengamatan burung ada kemudahan diantaranya apabila melihat jenis-jenis yang mudah dijumpai karena suatu jenis sudah terbiasa dengan keadaan manusia ataupun karena memiliki ukuran yang besar sehingga mudah untuk diamati seperti burungburung air baik yang hidup di pantai maupun yang ada di sekitar perairan tawar seperti danau dan sungai.

33 13 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), TNBBS (Gambar 1). Survei pendahuluan telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2008, sedangkan pengumpulan data dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Agustus sampai September Plotplot pengamatan ditempatkan di habitat danau, pantai, muara, landasan pacu (airstrip) serta terumbu karang (khusus untuk terumbu karang pengamatan hanya dilakukan selama air laut sedang surut). Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC). Pengamatan pada habitat danau dilaksanakan di Danau Menjukut dan Danau Sei Leman. Pengamatan dilaksanakan di Danau Menjukut karena danau ini merupakan salah satu danau yang terdapat di TWNC dan memiliki berbagai karakteristik yang khas. Danau Menjukut memiliki panorama yang indah karena

34 14 berhadapan langsung dengan laut lepas, selain itu di bagian tengah danau ini terdapat pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Kirin. Danau ini juga berasosiasi dengan hutan pantai dan hutan dataran rendah sehingga diduga di kawasan ini terdapat berbagai jenis satwaliar terutama burung. Danau Sei Leman dipilih untuk menjadi lokasi pengamatan karena danau ini memiliki asosiasi dengan berbagai vegetasi seperti adanya Pulau Endapat yang didominasi oleh tegakan Nipah dan menjadi habitat berbagai macam burung air. Selain itu di danau ini juga bermuara sungai, terdapat rawa dan asosiasi danau dengan hutan pantai dan hutan dataran rendah. Pengamatan di pantai dilaksanakan di Pantai Menjukut, Pantai Sei Leman dan Saung Bajau. Ketiga pantai ini memiliki keunikan masing-masing, untuk Pantai Menjukut keunikannya tidak jauh berbeda dengan Danau Menjukut karena lokasinya berdekatan, begitu pun dengan Pantai Sei Leman, keunikan dan kekhasan hampir sama dengan Danau Sei Leman. Adapun untuk Saung Bajau keunikan pantai ini adalah adanya objek yang menarik untuk dikunjungi yaitu pemandangan kapal karam dan mercusuar. Selain itu pada sore hari saat air laut surut terlihat terumbu karang yang terhampar luas dan sangat indah serta menjadi habitat beberapa burung air untuk mencari makan. Pengamatan di muara dilaksanakan di tiga muara yaitu Blambangan, Way Tinggal dan Belimbing. Ketiga muara ini diduga menjadi habitat berbagai burung air karena merupakan daerah tempat pertemuan air tawar dan air laut yang masih dipengaruhi oleh pasang surut sehingga kawasan muara ini kaya akan ikan dan organisme lain yang menjadi pakan burung-burung air. 3.2 Alat Peralatan yang digunakan adalah peta kerja (skala 1: ), binokuler, teleskop, kamera digital, kompas, GPS, buku panduan lapang: Pengenalan jenis burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan oleh MacKinnon et al. (1998). 3.3 Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan meliputi jenis burung, jumlah individu, penyebaran secara spasial dan temporal, aktivitas burung dan penggunaan habitat, kondisi habitat secara umum, baik fisik maupun vegetasinya.

35 Metode Pengumpulan data Burung Untuk mengetahui kekayaan jenis burung dilakukan metode jelajah, yaitu dengan langsung mendatangi lokasi-lokasi yang dianggap potensial terutama di habitat perairan. Setiap burung yang ditemukan dicatat secara langsung mengenai jenis, jumlah, waktu penemuan, aktivitas dan lokasinya. Metode Look and See (Bibby et al. 2000) digunakan dalam penelitian ini untuk mempersempit pilihan penelitian suatu jenis. Pelaksanaan metode Look and See ini didahului dengan cara mewawancarai petugas lapang serta masyarakat sekitar Tambling mengenai jenis-jenis burung yang pernah ditemukan di suatu tempat, setelah itu dilakukan pengamatan lapangan ke kawasan yang diduga menjadi habitat dari jenis burung yang diinformasikan oleh petugas lapang dan masyarakat sekitar. Untuk pengamatan di habitat danau Menjukut dilakukan dengan menjelajahi pinggiran danau, selain itu dilakukan pengamatan dengan bersembunyi di suatu tempat yang tertutup dan tidak terlihat oleh burung. Untuk di habitat hutan pantai dilakukan dengan menyusuri pantai dan mencatat setiap jenis yang ditemukan. Pengamatan di Danau Sei Leman dilakukan dengan beberapa cara yaitu penjelajahan ke dalam danau dengan menggunakan speed boat, penjelajahan dengan cara menyusuri tepian danau, dan dengan cara bersembunyi di tempat yang memungkinkan sehingga keberadaan pengamat tidak terlihat oleh burung. Untuk pengamatan di muara dilakukan dengan mengamati burung pada tempat yang tersembunyi di sekitar muara. Untuk mengetahui kelimpahan (jumlah individu) digunakan metode concentration count. Metode ini digunakan hanya di lokasi dan waktu tertentu. Umumnya pada pagi dan sore hari beberapa jenis-jenis tertentu berkumpul sehingga memudahkan dalam penghitungan. Kegiatan ini dilakukan dengan menghitung langsung jumlah burung dari tiap jenis yang terlihat dalam suatu habitat tertentu yang biasanya digunakan oleh burung-burung tertentu untuk berkumpul seperti di danau, pantai, muara, dan terumbu karang. Untuk mengetahui sebaran temporal (harian), pengambilan data dilaksanakan dengan menjelajah serta mencatat waktu perjumpaan. Selain itu

36 16 lokasi diplotkan dengan GPS tetapi hanya lokasi secara umum, tidak spesifik untuk tiap penemuan jenis burung. Pada saat pengamatan, pengambilan data ini dilakukan dengan mencatat jenis burung yang ditemukan beserta waktu penemuannya. Dengan cara ini dapat diketahui waktu perjumpaan burung setiap harinya sehingga dapat diketahui waktu perjumpaan jenis maksimal dan minimal pada setiap harinya. Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas burung di habitat perairan, maka aktivitas burung air yang teramati langsung dicatat, termasuk waktu pengamatan serta lokasi pemanfataan habitat oleh burung air tersebut (substrat dan ketinggian) Habitat Data habitat yang dikumpulkan berupa penutupan lahan, struktur vegetasi, serta tipe-tipe habitat yang potensial untuk dijadikan kawasan kegiatan birdwatching. Untuk penutupan lahan dilihat dari peta yang ada di TWNC serta melihat peta terbaru dari Biotrop, sedangkan untuk struktur vegetasi dan tipe habitat yang potensial untuk birdwatching dilakukan dengan mendata langsung vegetasi di lapangan serta mendata di habitat mana dapat dijumpai jenis-jenis burung dengan mudah. Selain itu dicatat juga kondisi permukaan air (dalam keadaan pasang atau surut) pada saat pengamatan, kondisi pasang surut ditentukan dengan terlihat atau tidaknya terumbu karang di sekitar pantai Belimbing. 3.5 Analisis Data Kekayaan Jenis Burung Daftar jumlah jenis untuk masing-masing habitat yang diamati disajikan dalam bentuk tabel. Selain itu, disajikan pula data perbandingan dari masingmasing habitat Kelimpahan Kelimpahan diketahui dengan menghitung langsung jumlah individu dari suatu jenis pada masing-masing lokasi. Kelimpahan dihitung per lokasi dan dihitung pula secara umum untuk enam lokasi yang diamati.

37 Jumlah Individu Analisis data disajikan dalam bentuk tabel yang menunjukkan jenis dan jumlah individu dalam lokasi tertentu. Data disajikan dalam angka jumlah individu rata-rata per hari, jumlah individu paling sedikit dan jumlah individu paling banyak Penyebaran Burung di Habitat Perairan Hasil penyebaran burung disajikan secara deskriptif, yang meliputi penyebaran baik menurut lokasi maupun menurut waktu. Pada saat pengamatan setiap jenis yang dijumpai dicatat secara lengkap mengenai lokasi serta substratnya walaupun tidak dipetakan dengan alat GPS tetapi dicatat lokasi perjumpaan setiap jenis burung yang ditemukan (danau, muara, pantai, pinggiran danau dan lain-lain) sehingga akan memudahkan apabila akan dilakukan pendataan ulang. Data mengenai sebaran temporal disajikan dalam bentuk histogram, sedangkan data mengenai sebaran spasial ditampilkan dalam bentuk peta.

38 18 BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1. Letak Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) dari segi wilayah pengelolaan termasuk dalam Sub-seksi Wilayah Konservasi (SSWK) Sukaraja Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS), sedangkan secara administrasi pemerintahan berada dalam wilayah dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Secara geografis kawasan ini sebelah Utara berbatasan dengan kawasan TNBBS dan sebelah Timur, Barat dan Selatan berhadapan dengan Samudera Hindia (Gambar 2). Gambar 2. Peta kawasan TWNC, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Pada kawasan ini terdapat enclave seluas 500 hektar yang dimanfaatkan sebagai permukiman warga sekitar yaitu Desa Pengekahan dan dimanfaatkan juga sebagai habitat untuk budidaya lobster. Menurut masyarakat adat marga Belimbing, mereka telah bermukim di lokasi tersebut sejak tahun 1700-an.

39 19 Masyarakat ini awalnya berasal dari Talang Aman Tanah Darat Sumatera Selatan yang menetap di Dusun Kanyut (yang saat ini disebut Pengekahan). Kemudian, tahun 1934 yaitu pada masa pemerintah Kolonial Belanda wilayah ini ditetapkan sebagai enclave dengan batas wilayah dari Way Belimbing sampai dengan Way Haru. Hal ini ditunjukkan dengan bukti peta dan surat kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan masyarakat dan pemerintah Belanda saat itu. Di wilayah enclave ini masih terdapat jejak-jejak leluhur mereka seperti makam leluhur yang dikeramatkan. Pada tahun 2008 tercatat 164 kepala keluarga atau sekitar 500 jiwa bermukim di wilayah ini. Untuk menuju kawasan Tambling dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain (TWNC 2008): a. Melalui jalan darat dari Bandar Lampung ke Kota Agung dan dari Kota Agung dapat langsung menuju lokasi Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Tambling dengan menggunakan fasilitas transportasi laut menuju Tampang, Blubuk, atau Teluk Belimbing; b. Melalui jalan laut kawasan Tambling, dapat ditempuh dengan menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Bakauheni, Pelabuhan Merak, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Ujung Kulon, Pelabuhan Krui dan Pelabuhan Bengkulu. Di dalam kawasan Tambling telah tesedia jalan setapak yang menghubungkan antara Wilayah Tampang dan Wilayah Belimbing yang dapat ditempuh melalui dua akses jalan, yaitu: a. Melalui Pantai: Tampang Blubuk Danau Menjukut Way Sei Leman Belimbing, dengan jarak tempuh sejauh kurang lebih km; b. Melalui lintas kawasan hutan konservasi: jarak tempuh dari Tampang Way Belimbing sejauh 21,735 km; c. Lintas udara dapat ditempuh melalui: Lapangan Udara Branti- Tambling (TWNC), Halim Perdanakusuma - Tambling (TWNC) dengan waktu tempuh kurang lebih menit.

40 Sejarah Kawasan Kawasan TWNC awalnya mempunyai luas 100 hektar untuk dimanfaatkan dan dikelola sebagai kegiatan ekowisata namun yang dikelola saat ini seluruhnya adalah sekitar hektar (luas lahan TNBBS adalah hektar). Pengelolaan kawasan wisata Tambling mulanya dilaksanakan oleh PT. Sac Nusantara di atas lahan seluas 100 hektar sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 415/Kpts-II/1992. Pengelolaannya kini dipegang oleh PT. Adhiniaga Kreasinusa (Artha Group), melalui kerja sama operasional (KSO) dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan konservasi. Sejak SK itu diturunkan pada tahun 1992, di kawasan ini mulai dikelola berbagai satwa, seperti berbagai spesies burung, Buaya muara, Kerbau liar dan Menjangan. Beberapa satwa sudah ada sejak lama, selain itu terdapat Buaya muara yang dilepas di muara yang melintasi kawasan ini, puluhan tukik (bayi penyu) juga selalu dilepas di dermaga pantai. Ada juga seekor Penyu sisik berukuran besar yang sudah dilepas, dan sampai saat ini setiap ada tukik (bayi penyu) baru maka akan secara berkala dilepaskan ke pantai. Kawasan ini pada nantinya diharapkan benar-benar ideal disebut sebagai kawasan konservasi dengan beragam satwa dan tumbuhan hutan. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No.294/Menhut-II/2007, tanggal 28 Agustus 2007, Pengelola Tambling diberi hak pengusahaan seluas 100 ha. dan 10% dari lahan tersebut akan dibuat sarana dan prasarana fisik dengan ukuran masing-masing secara proporsional. Pemerintah sudah memberikan ijin kepada P.T Adhiniaga Kreasinusa untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata melalui IPPA (Ijin Pengelolaan Pariwisata Alam). Namun saat ini belum dapat dikembangkan secara maksimal karena beberapa kendala diantaranya data potensi kawasan serta sumber daya manusia yang belum memadai. Ijin pengeloaan atau IPPA yang diberikan kepada TWNC adalah di empat lokasi yang ada di kawasan TWNC yaitu Tanjung Belimbing, Menjukut, Blubuk dan Tanjung Mas. Namun saat ini yang baru dikembangkan adalah di Tanjung Belimbing.

41 Sarana dan Prasarana Kawasan TWNC memiliki berbagai macam fasilitas sehingga berbagai kegiatan olah raga air dapat dilakukan di kawasan ini seperti berenang, berselancar, snorkeling, menyelam, fotografi, penjelajahan hutan dan pantai, susur sungai, pengamatan flora dan fauna, memancing dan safari malam. Berbagai fasilitas lengkap tersedia di kawasan ini di antaranya dermaga, airstrip sepanjang 1,5 kilometer, shelter, 5 buah cottage, guest house, kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, kuda, speed boat, kapal motor (KM Bronco dan KM Sadam), restoran, pondok kerja, pos jaga, jalan setapak, jalan cross dan mercusuar setinggi 70 meter yang dibangun Belanda pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Z.M. Willem III Keanekaragaman Hayati Kawasan ini terdiri dari ekosistem hutan pantai sampai hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, yang merupakan habitat penting bagi berbagai jenis flora penyusun hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Jenisjenis satwa liar langka yang berada di kawasan ini antara lain Rusa sambar (Cervus unicolor), Kerbau liar (Bubalus bubalis), Mentok rimba (Cairina scutulata), Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), Tarsius (Tarsius bancanus), Tapir (Tapirus indicus), Beruang madu (Helarctos malayanus), dan berbagai jenis burung. Pada kawasan ini sudah dilaksanakan penelitian mengenai burung khusus untuk burung strata bawah yaitu penelitian yang dilaksanakan oleh Imanuddin pada tahun Beberapa jenis burung yang sudah ditemukan pada penelitian tersebut adalah Srigunting batu (Dicrurus paradiseus), Pijantung kecil (Arachnothera longirostra), Merbah belukar (Pycnonotus plumosu), Burungmadu rimba (Hypogramma hypogrammicum), Burung-madu sepah-raja (Aetophyga siparaja), Cinenen merah (Orthotomus sericeus), Udang pungungmerah (Ceyx rufidorsa) dan Tepus merbah-sampah (Stachyris erythroptera). Kawasan TWNC juga memiliki berbagai macam tumbuhan yang terdiri dari tumbuhan yang hidup di hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, habutat danau, rawa, muara dan lainnya. Jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan ini diantaranya Bayur (Pterospermum javanicum), Bintaro (Cerbera manghas),

42 22 Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Pulai (Alstonia scholaris), Salam (Syzigium polyathum) dan Nipah (Nypa fruticans). Selain jenis tumbuhan asli, di kawasan ini ditemukan jenis-jenis tanaman eksotik diantaranya Pinus (Pinus merkusii), Mangga (Mangifera indica), Jambu air (Eugenia aquea), Bacang (Mangifera foetida), Sirsak (Annoana muricata), dan Krey payung (Filicium decipiens) (TWNC 2008). Pada kawasan Muara Way Sleman terdapat Pulau Endapat yang didominasi oleh jenis Nipah (Nypa fruticans) dan merupakan habitat bagi populasi kalong yang jumlahnya ribuan ekor. Selain itu dapat dijumpai pantai pasir yang panjang dan indah yang merupakan habitat bagi penyu belimbing. Pantai Karang Sawang Bajau, Savana Kobakan Bandeng, Way Sleman, Way Blambangan, Danau Menjukut (habitat buaya), pusat penangkaran rusa dan enclave Pengekahan (habitat bagi lobster) Topografi dan Iklim Bentang alam di kawasan TWNC ini berupa hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan savana atau padang rumput, danau, serta terumbu karang. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, bagian barat Kawasan TNBBS termasuk tipe iklim A (basah) dengan lebih dari 9 (sembilan) bulan basah per tahun dan di bagian timur termasuk tipe iklim B yang lebih kering dari tipe A dan mempunyai 7 (tujuh) bulan basah per tahun (Imanuddin 2009). Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada umumnya memiliki curah hujan rata-rata 1000 mm sampai dengan 4000 mm per tahun, dengan demikian keadaan curah hujan dapat dikatakan relatif tinggi. Musim hujan dibagian Barat lebih dari sembilan bulan, sedangkan dibagian Timur tujuh sampai dengan sembilan bulan (TWNC 2008).

43 23 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Menjukut Deskripsi Habitat Menjukut merupakan suatu kawasan yang terdapat di kawasan TWNC yang terdiri atas hutan, danau dan pantai di sekitarnya. Danau merupakan salah satu tipe habitat utama yang terdapat di kawasan ini dan memiliki luas kurang lebih 150 hektar. Vegetasi yang ada di danau ini adalah vegetasi hutan pantai yang terdiri dari tanaman Pandan laut (Pandanus odoratissimus), Cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan tanaman khas pantai yang lain, selain itu terdapat hutan campuran disekitarnya yang terdiri dari berbagai jenis pohon (Gambar 3.a). Danau ini berhadapan langsung dengan laut lepas (Samudera Hindia) sehingga memiliki panorama yang sangat indah (Gambar 3.b). (a) (b) Gambar 3. (a) Vegetasi di sekitar Danau Menjukut; (b) Danau Menjukut berbatasan langsung dengan laut lepas. Wilayah Menjukut memiliki habitat utama berupa danau yang bersih dengan air yang sangat jernih serta memiliki beberapa pulau di bagian tengahnya. Pulau-pulau ini memiliki vegetasi berupa tegakan pohon yang cukup rapat serta dihuni berbagai satwaliar. Pada habitat Danau Menjukut ini terdapat pula habitat berlumpur di tepian danau yang langsung berbatasan dengan hutan dataran rendah yang ada di sekitarnya. Letak Danau Menjukut yang berbatasan dengan laut lepas mengakibatkan, pada saat air laut pasang, pasir yang memisahkan danau dan pantai akan terendam sehingga air laut akan masuk ke dalam danau dan akan berpengaruh terhadap kandungan garam serta organisme di dalam danau. Setelah air laut surut di

44 24 kawasan ini akan didatangi berbagai jenis burung yang mencari makan di sekitar danau. Selain itu pada saat air laut surut, pasir pantai akan terlihat kembali seperti jalan yang memisahkan danau menjukut dengan laut lepas, dan biasanya digunakan sebagai jalan alternatif oleh masyarakat sekitar untuk keluar masuk kawasan TWNC ini. Selain berupa habitat danau, kawasan Menjukut ini juga terdiri atas tipe habitat berupa pantai yang memanjang dan seolah memisahkan danau ini dengan laut lepas. Pantai disekitar danau ini tersusun atas pasir yang teksturnya sangat halus sehingga sangat sulit untuk berjalan di atas pasir ini Kekayaan dan Kelimpahan Individu Burung Jenis burung yang ditemukan di kawasan ini sebanyak 29 jenis (Tabel 1; Lampiran 2) yang terdiri dari burung air sebanyak 6 jenis dan burung arboreal serta terrestrial sebanyak 23 jenis. Individu yang paling banyak ditemukan adalah Pergam laut (Ducula bicolor) yaitu sekitar 20 individu untuk rata-rata perjumpaan per hari. Untuk penemuan terbanyak jenis ini adalah 44 jenis pada hari tertentu dan adapula dalam satu hari tidak ditemukan sama sekali. Pergam laut (Ducula bicolor) memiliki kebiasaan terbang diantara pulaupulau kecil. Selain itu jenis ini juga biasa bertengger di atas pohon-pohon yang tinggi. Danau dan Pantai Menjukut terdiri dari ekosistem yang cukup bervariasi terutama tersusun atas hutan pantai dan hutan dataran tendah yang memiliki pohon dengan tajuk yang tinggi. Selain itu di Danau Menjukut terdapat pulaupulau kecil, salah satunya Pulau Kirin yang terletak di tengah danau. Hal ini memungkinkan Pergam laut (Ducula bicolor) menggunakan habitat ini melakukan aktivitasnya. Pada saat pengamatan dapat dilihat pula jenis-jenis penetap (umumnya ditemukan setiap hari dalam jumlah individu yang relatif sama) yaitu Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), Cangak merah (Ardea purpurea), Cangak abu (Ardea cinerea), Walet sapi (Collocalia esculenta), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), dan Cerek kalung-kecil (Charadrius dubius).

45 Tabel 1. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari (rata-rata, minimum dan maksimum) di habitat Danau dan Pantai Menjukut No Nama local Nama latin rata-rata min 1 Cangak abu Ardea cinerea Cangak merah Ardea purpurea Kuntul karang Egretta sacra Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Ayam-hutan merah Gallus gallus Cerek kalung-kecil Charadrius dubius Trinil pantai Tringa hypoleucos Wili-wili besar Burhinus giganteus Pergam laut Ducula bicolor Merpati-hutan metalik Columba vitiensis Cabak maling Caprimulgus macrurus Walet sapi Collocalia esculenta Kapinis rumah Apus affinis Raja-udang meninting Alcedo meninting Cekakak belukar Halcyon smyrnensis Cekakak sungai Todirhamphus chloris Kirik-kirik biru Merops viridis Kangkareng perut-putih Anthracoceros albirostris Caladi tilik Dendrocopus molucensis Cipoh kacat Aegithina tiphia Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Merbah kacamata Pycnonotus erythrophthalmos Srigunting hitam Dicrurus macrocercus Kepudang kuduk-hitam Oriolus chinensis Kucica kampong Copsychus saularis Cinenen belukar Orthotomus atrogularis Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Perenjak jawa Prinia familiaris Cabai merah Dicaeum cruentatum max 5.2. Sei Leman Deskripsi Habitat Danau Sei Leman merupakan danau yang paling besar yang ada di TWNC dan saat ini sudah dimanfaatkan sebagai kawasan yang menjadi primadona untuk dikunjungi. Danau ini memiliki luas kira-kira 195 hektar. Jaraknya kurang lebih 6 km dari kantor TWNC dan dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dengan menggunakan mobil jip dan apabila menggunakan sepeda motor dapat ditempuh lebih cepat.

46 26 Danau Sei Leman memiliki panorama alam yang sangat indah, air yang tenang dikelilingi hutan yang hijau serta barisan vegetasi Nipah (Nypa fruticans) menjadi daya tarik yang potensial di TWNC (Gambar 4.a). Vegetasi yang ada di kawasan ini sangat khas yaitu Nipah (Nypa fruticans) yang juga menjadi habitat utama dari populasi Kalong (Pteropus sp.) yang ada di TWNC (Gambar 4.b). Selain itu Danau ini menjadi habitat berbagai macam satwaliar yaitu Rusa sambar (Cervus unicolor), Kerbau liar (Bubalus bubalis) (Gambar 4.b), Biawak erasia (Varanus salvator), serta habitat bagi burung baik burung air, terestrial maupun arboreal. (a) (b) Gambar 4. (a) Danau Sei Leman saat pagi hari; (b) Vegetasi Nipah (Nypa fruticans) mendominasi Danau Sei Leman Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Sebanyak 48 jenis burung ditemukan di habitat Sei Leman (Tabel 2). Kekayaan jenis burung di kawasan ini paling tinggi dibandingkan dengan habitat lain yang digunakan sebagai lokasi penelitian di TWNC. Jenis dengan kelimpahan tertinggi adalah pergam laut (Ducula bicolor) yaitu ditemukan sekitar 52 individu (jumlah terbanyak per hari pada saat pengamatan) dan pernah dalam satu hari tidak ditemukan sama sekali (nol). Untuk rata-rata jumlah individu yang ditemukan dalam 7 hari pengamatan jenis ini memiliki rata-rata 20 individu. Jenis-jenis lain yang dijumpai setiap hari pada pengamatan adalah Kuntul karang (Egretta sacra), Cangak abu (Ardea cinerea), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), dan Cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Adapun untuk jenis yang ditemukan cukup melimpah yaitu yang memiliki rata-rata penemuan per hari lebih dari 3 individu adalah Trinil pantai (Tringa hypoleucos) yaitu sebanyak 5 individu per harinya, Punai gading (Treron vernans) yaitu sekitar 7 individu per

47 hari, Walet sarang-putih (Collocalia fuciphaga) dan Walet linchi (Collocalia linchi) masing-masing 4 dan 7 individu setiap harinya serta Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), Layang-layang batu (Hirundo tahitica) dan Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) masing-masing 5, 4, dan 5 individu per hari. Danau Sei Leman memiliki berbagai macam asosiasi habitat seperti habitat danau yang berbatasan langsung dengan hutan dataran rendah serta di dalamnya terdapat vegetasi Nipah menjadikan danau ini sangat khas karena selain menjadi habitat berbagai jenis burung, kawasan ini juga menjadi habitat dari Kalong yang jumlahnya mencapai ribuan ekor. Tabel 2. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Danau dan Pantai Sei Leman No Nama local Nama latin rata-rata min 1 Cangak laut Ardea sumatrana Cangak abu Ardea cinerea Cangak merah Ardea purpurea Kuntul karang Egretta sacra Kuntul kecil Egretta garzetta Elang-ikan kepala-kelabu Ichtyophaga ichtyaetus Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Ayam-hutan merah Gallus gallus Cerek kalung-kecil Charadrius dubius Trinil kaki-merah Tringa tetanus Trinil pantai Tringa hypoleucos Punai gading Treron vernans Pergam hijau Ducula aenea Pergam laut Ducula bicolor Uncal loreng Macropygia unchal Tekukur biasa Streptopelia chinensis Delimukan zambrud Chalacophaps indica Kadalan kera Phaenicophaeus tristis Bubut alang-alang Centropus bengallensis Walet sarang-putih Collocalia fuciphaga Walet linchi Collocalia linchi Kapinis rumah Apus affinis Raja-udang meninting Alcedo meninting Pekaka emas Pelargopsis capensis Cekakak merah Halcyon coromanda Cekakak belukar Halcyon smyrnensis max 27

48 Tabel 2. Lanjutan No Nama local Nama latin rata-rata min max 27 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Kirik-kirik laut Merops philippinus Kirik-kirik biru Merops viridis Kangkareng perut-putih Anthracoceros albirostris Takur tenggeret Megalaima australis Caladi tilik Dendrocopus molucensis Pelatuk kundang Reinwardtipicus validus Layang-layang batu Hirundo tahitica Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Merbah mata-merah Pycnonotus brunneus Srigunting hitam Dicrurus macrocercus Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus Srigunting batu Dicrurus paradiseus Gagak hutan Corvus enca Kucica kampong Copsychus saularis Cinenen belukar Orthotomus atrogularis Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Perenjak Jawa Prinia familiaris Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Cabai merah Dicaeum cruentatum Saung Bajau Deskripsi Habitat Saung Bajau merupakan salah satu kawasan yang terletak di TWNC yaitu berupa pantai yang memanjang dan terletak antara laut lepas dengan airstrip. Saung Bajau memiliki daya tarik tersendiri karena di kawasan ini terdapat kapal tua yang berumur sudah hampir 10 tahun (Gambar 5.a). Kapal tua ini bahkan menjadi salah satu tempat yang banyak didatangi oleh burung-burung yang hidup di sekitar pantai tersebut. Selain itu, pada sore hari ketika air surut terlihat hamparan terumbu karang (Gambar 5.b) yang merupakan habitat ikan-ikan yang melimpah dan digunakan oleh burung air untuk mencari makan, sehingga pada sore hari dapat ditemukan beberapa jenis burung air yang mencari makan di habitat terumbu karang ini. Saung bajau, airstrip dan terumbu karang merupakan tempat-tempat yang mudah

49 29 dikunjungi di TWNC karena letak lokasi ini berdekatan dengan guest house dan dermaga masuk ke kawasan TWNC. Setiap pengunjung yang datang dapat dengan mudah mengakses ketiga lokasi ini. (a) (b) Gambar 5. (a) Kapal karam di Saung Bajau; (b) Terumbu karang saat senja hari Selain Saung Bajau terdapat pula airstrip (Gambar 6.a) yang berupa hamparan rumput sepanjang 1,5 km dan menjadi habitat berbagai burung terrestrial. Selain itu kawasan ini juga menjadi salah satu tempat yang digunakan oleh Rusa sambar (Cervus unicolor) untuk mencari makan. Gambar 6. (a) (b) (a) Airstrip yang menjadi habitat burung terestrial; (b) Mercusuar sebagai salah satu daya tarik kawasan TWNC Daya tarik lain dari daerah ini adalah adanya menara mercusuar (Gambar 6.b) yang merupakan peninggalan pada masa penjajahan Belanda. Pada zaman dahulu menara ini dijadikan acuan arah oleh para nahkoda kapal, tetapi saat ini mercusuar hanya dijaga untuk kepentingan dinas perhubungan. Walaupun demikian, mercusuar ini sewaktu-waktu dapat dikunjungi apabila ada warga atau turis yang berwisata ke kawasan TWNC.

50 Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Kekayaan jenis burung di Saung Bajau, terumbu karang dan airstrip sebanyak 46 jenis (Tabel 3). Jenis yang melimpah di kawasan ini adalah Pergam laut (Ducula bicolor) dengan jumlah perjumpaan per harinya sebanyak 20 individu dan jumlah individu terbanyak dalam hari tertentu yaitu sebanyak 88 individu. Selain itu ada jenis yang stabil (ditemukan setiap hari dan sebaran temporalnya merata sepanjang hari) diantaranya Kuntul karang (Egretta sacra), Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), Cerek kalung-kecil (Charadrius dubius), Walet linchi (Collocalia linchi), Cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Ditemukan pula jenis-jenis dengan jumlah individu melimpah seperti Trinil pantai (Tringa hypoleucos). Selain itu adapula jenis-jenis yang perjumpaannya lebih sering melalui suara seperti Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), Srigunting (Dicrurus sp.), Takur (Megalaima sp.) dan Kangkareng perutputih (Anthracoceros albirostris). Tabel 3. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Saung Bajau No Nama local Nama ilmiah rata-rata min max 1 Kuntul karang Egretta sacra Elang tiram Pandion haliaetus Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Alap-alap capung Microhierax fringillarius Ayam-hutan merah Gallus gallus Cerek kalung-kecil Charadrius dubius Cerek tilil Charadrius alexandrius Cerek asia Charadrius veredus Trinil semak Tringa glareola Trinil pantai Tringa hypoleucos Camar-angguk coklat Anous stolidus Punai gading Treron vernans Pergam laut Ducula bicolor Tekukur biasa Streptopelia chinensis Delimukan zambrud Chalacophaps indica Tuwur asia Eudynamys scolopacea Kadalan kera Phaenicophaeus tristis Kadalan kembang Phaenicophaeus javanicus Kadalan birah Phaenicophaeus curvirostris

51 Tabel 3. Lanjutan No Nama local Nama ilmiah rata-rata min max 20 Bubut alang-alang Centropus bengallensis Cabak maling Caprimulgus macrurus Cabak kota Caprimulgus affinis Walet linchi Collocalia linchi Walet sapi Collocalia esculenta Tepekong jambul Hemiprocne longipennis Cekakak sungai Todirhamphus chloris Kirik-kirik laut Merops philippinus Kirik-kirik biru Merops viridis Kangkareng perut-putih Anthracoceros albirostris Takur warna-warni Megalaima mystacophanus Takur tenggeret Megalaima australis Layang-layang batu Hirundo tahitica Layang-layang rumah Delichon dasypus Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Srigunting hitam Dicrurus macrocercus Srigunting bukit Dicrurus remifer Srigunting sumatera Dicrurus sumatranus Kucica kampong Copsychus saularis Remetuk laut Gerygone sulphurea Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Cinenen merah Orthotomus sericeus Kekep babi Artamus leucorhynchus Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Cabai merah Dicaeum cruentatum Burung-gereja erasia Passer montanus Muara Blambangan Deskripsi Habitat Muara Blambangan terletak 2 km sebelah timur Danau Menjukut, dengan vegetasi pantai berupa Pandan laut (Pandanus odoratissimus), Nyamplung (Callophyllum inophyllum) dan tumbuhan lain. Sebagai salah satu habitat perairan yang ada di kawasan TWNC, muara ini memiliki keindahan tersendiri dengan panorama alam laut lepas dan hamparan pasir yang cukup luas. Pada saat laut pasang, permukaan air di muara ini akan naik sampai pasir di sekitarnya terendam air laut (Gambar 7.a). Setelah air laut surut biasanya kawasan ini didatangi

52 32 berbagai jenis burung seperti Belibis (Dendrocygna sp.), Trinil (Tringa sp.), dan Kuntul karang (Egretta sacra). Vegetasi yang ada di sekitar Muara Blambangan terdiri dari vegetasi hutan pantai dan hutan dataran rendah yang terdiri dari pohon-pohon yang sangat tinggi sampai semak belukar yang rapat (Gambar 7.b). Vegetasi di sekitar muara ini menjadi habitat Monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis) dan ular Sanca batik (Phyton reticulatus). Muara ini dapat digunakan sebagai jalan alternatif menuju kawasan Menjukut dan Tampang Tua (pemukiman warga sekitar TWNC) apabila air laut sedang naik jarena jalan pasir tidak dapat dilalui. Mula-mula pengunjung menyeberang menggunakan sampan setelah itu, untuk mencapai kawasan yang dituju, dapat berjalan kaki menyusuri hutan sekitarnya. Gambar 7. (a) (b) (a) Muara Blambangan saat air naik; (b) Vegetasi di sekitar Muara Blambangan Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Muara Blambangan terletak tidak jauh dari Danau dan Pantai Menjukut Jumlah jenis burung yang ditemukan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan di kedua lokasi tersebut. Jumlah jenis yang ditemukan di muara ini sebanyak 22 jenis burung yang didominasi oleh burung air (Tabel 4). Jenis yang paling melimpah di kawasan ini adalah Pergam laut (Ducula bicolor) dan Trinil pantai (Tringa hypoleucos), yang memiliki rata-rata perjumpan jenis lebih dari 20 individu per hari. Perjumpaan rata-rata masing-masing jenis ini adalah 27 dan 23 individu per hari.

53 Tabel 4. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Muara Blambangan No Nama local Nama ilmiah rata-rata min 1 Cangak merah Ardea purpurea Elang tiram Pandion haliaetus Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Ayam-hutan merah Gallus gallus Cerek kalung-kecil Charadrius dubius Cerek tilil Charadrius alexandrius Trinil pantai Tringa hypoleucos Pergam laut Ducula bicolor Merpati-hutan metalik Columba vitiensis Tekukur biasa Streptopelia chinensis Bubut alang-alang Centropus bengallensis Cabak maling Caprimulgus macrurus Cabak kota Caprimulgus affinis Walet sarang-putih Collocalia fuchiphaga Walet linchi Collocalia linchi Raja-udang meninting Alcedo meninting Cekakak sungai Todirhamphus chloris Cipoh jantung Aegithina viridissima Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Srigunting batu Dicrurus paradiseus Kucica kampong Copsychus saularis Cabai merah Dicaeum cruentatum max Muara Way Tinggal Deskripsi Habitat Muara Way Tinggal merupakan kawasan yang menghubungkan Danau Sei Leman dengan lautan. Vegetasi yang tumbuh tidak jauh berbeda dengan kawasan lahan basah yang lain yang ada di TWNC seperti terdiri dari Pandan laut (Pandanus odoratissimus), Cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan tanaman lain khas hutan pantai. Selain itu hutan di sekitarnya menambah unik kawasan ini karena tersusun dari beberapa vegetasi yang khas. Muara ini memiliki keutamaan berupa panorama alam yang indah karena merupakan habitat lahan basah dari aliran danau Sei Leman yang berhadapan langsung dengan laut lepas (Gambar 8.a). Selain itu kawasan ini juga menjadi habitat dari burung-burung air yang memanfaatkan muara ini sebagai tempat

54 34 beraktivitas. Di muara ini dapat dijumpai berbagai jenis burung air, burung arboreal dan burung terestrial (Gambar 8.b) Muara Way Tinggal sangat menarik dikunjungi terutama saat senja hari. Selain karena panorama alamnya yang indah,di kawasan ini juga dapat dijumpai berbagai jenis burung. Beberapa jenis burung yang dapat dijumpai adalah Cangak Laut (Ardea sumatrana), Kuntul karang (Egretta sacra), Elang-ikan kepalakelabu (Ichthyophaga ichthyaetus) dan Delimukan zamrud (Chalcophaps indica). Gambar 8. (a) (b) (a) Perbatasan pantai dengan Muara Way Tinggal; (b) Muara Way Tinggal sebagai habitat burung-burung air Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Muara Way Tinggal memiliki kekayaan jenis burung yang cukup tinggi yaitu 38 jenis burung (Tabel 5). Di kawasan ini burung air dan burung pantai cukup melimpah serta selalu ditemukan hampir setiap hari pengamatan. Ada pun jenis-jenis dengan kelimpahan tinggi adalah Pergam laut (Ducula bicolor), dan Walet linchi (Collocalia linchi). Kedua jenis ini memiliki rata-rata penemuan individu lebih dari 30 individu per hari. Tabel 5. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Muara Way Tinggal No Nama lokal Nama ilmiah rata-rata min 1 Cangak laut Ardea sumatrana Kuntul karang Egretta sacra Elang-ikan kepala-kelabu Ichtyophaga ichtyaetus Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Cerek tilil Charadrius alexandrius Cerek asia Charadrius veredus Trinil kaki-merah Tringa tetanus Trinil pantai Tringa hypoleucos max

55 Tabel 5. Lanjutan No Nama lokal Nama ilmiah rata-rata min max 9 Punai gading Treron vernans Pergam hijau Ducula aenea Pergam laut Ducula bicolor Delimukan zamrud Chalacophaps indica Kadalan kera Phaenicophaeus tristis Walet sarang-putih Collocalia fuchiphaga Walet linchi Collocalia linchi Walet sapi Collocalia esculenta Cekakak sungai Todirhamphus chloris Kirik-kirik laut Merops philippinus Kirik-kirik biru Merops viridis Takur tenggeret Megalaima australis Caladi tilik Dendrocopus molucensis Pelatuk kundang Reinwardtipicus validus Layang-layang batu Hirundo tahitica Cipoh kacat Aegithina tiphia Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Merbah mata-merah Pycnonotus brunneus Merbah kacamata Pycnonotus erythrophthalmos Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus Srigunting batu Dicrurus paradiseus Gagak hutan Corvus enca Tepus pipi-perak Stachyris melanothorax Kucica kampung Copsychus saularis Remetuk laut Gerygone sulphurea Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Cinenen merah Orthotomus sericeus Cabai merah Dicaeum cruentatum Muara Belimbing Deskripsi Habitat Muara Belimbing merupakan salah satu muara yang berada di kawasan TWNC. Letaknya sekitar 3 km dari kantor pengelola. Muara ini dahulunya merupakan habitat Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), namun saat ini sudah jarang ditemukan. Hal ini kemungkinan karena kawasan ini sering dilalui

56 36 oleh berbagai kendaraan karena merupakan penghubung antara kantor TWNC dengan pemukiman warga sekitar yaitu Desa Pengekahan. Muara ini tersusun atas vegetasi hutan pantai dan hutan dataran rendah (Gambar 9). Namun berbeda dengan muara yang lain, di muara ini tidak banyak dijumpai jenis burung. Kemungkinan karena setiap hari selalu ramai oleh aktivitas masyarakat yang berlalu-lalang melewati muara ini (a) (b) Gambar 9. (a) Vegetasi hutan dataran rendah di Muara Belimbing; (b) Vegetasi hutan pantai di sekitar Muara Belimbing Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung Muara Belimbing adalah muara terdekat dari kantor TWNC sehingga berbagai macam kegiatan banyak menggunakan fasilitas jembatan yang berada di muara ini. Hal tersebut menyebabkan jenis satwaliar terutama burung terganggu sehingga pada saat pengamatan hanya ditemukan sekitar 21 jenis (Tabel 6). Jenis yang ditemukan antara lain Kuntul karang (Egretta sacra), Trinil pantai (Tringa hypoleucos) dan Cerek kalung-kecil (Charadrius dubius). Tabel 6. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Belimbing No Nama lokal Nama ilmiah max rata-rata min 1 Kuntul kerbau Bubulcus ibis Kuntul karang Egretta sacra Ayam-hutan merah Gallus gallus Cerek kalung-kecil Charadrius dubius Trinil pantai Tringa hypoleucos Kadalan beruang Phaenicophaeus diardi Walet linchi Collocalia linchi Walet sapi Collocalia esculenta Cekakak sungai Todirhamphus chloris

57 Tabel 6. lanjutan No Nama lokal Nama ilmiah rata-rata min max 10 Takur tenggeret Megalaima australis Layang-layang batu Hirundo tahitica Cipoh kacat Aegithina tiphia Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Merbah kacamata Pycnonotus erythrophthalmos Tepus merbah-sampah Stachyris erythroptera Tepus pipi-perak Stachyris melanothorax Kucica kampung Copsychus saularis Remetuk laut Gerygone sulphurea Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Cabai merah Dicaeum cruentatum Pembahasan Umum Perbandingan tiap Habitat Penelitian dilaksanakan di enam lokasi yaitu Menjukut, Sei Leman, Saung Bajau, Blambangan, Way Tinggal dan Belimbing. Setiap habitat memiliki tipe habitat yang hampir sama yaitu berupa lahan basah. Kawasan TWNC memiliki dua danau utama yaitu Danau Menjukut dan Danau Sei Leman. Kedua danau ini memiliki persamaan berupa danau air payau, namun berbeda vegetasi dan asosiasi habitatnya. Kedua danau ini memiliki beberapa perbedaan yang menjadi penciri dari masing-masing. Hal ini menyebabkan terdapat perbedaan dalam hal kekayaan jenis burung yang ditemukan yang kemungkinan disebabkan oleh ketersediaan makanan, cover, shelter, keberadaan predator dan lain sebagainya. Hal yang paling khas di Danau Menjukut adalah adanya pulau di tengah danau yang dihuni oleh berbagai satwaliar yaitu Pulau Kirin (Gambar 10). Selain itu pada saat air laut pasang, pantai yang memisahkan danau dengan laut lepas akan terendam dan seolah-olah hilang, sehingga air laut masuk ke danau. Danau Sei Leman juga memiliki keunikan yaitu merupakan danau yang memiliki berbagai asosiasi habitat seperti adanya tegakan Nipah (Nypa fruticans), sehingga apabila menjelajahi danau menggunakan speed boat terlihat tegakan Nipah yang masih utuh. Selain itu pada habitat ini dapat ditemukan satwa yang

58 38 tidak ditemukan di Danau Menjukut yaitu Kalong (Pteropus sp.) yang populasinya mencapai ribuan ekor.keunikan lain adalah asosiasi danau ini dengan hutan pantai dan hutan dataran rendah membuat danau ini dihuni berbagai macam satwaliar baik yang hidup di hutan dataran rendah, hutan pantai maupun habitat lain seperti paparan lumpur dan rawa. Danau Sei Leman saat ini merupakan kawasan yang paling banyak dikunjungi apabila ada kunjungan dari luar ke kawasan TWNC. Beberapa keunikan juga terdapat di sekitar Saung Bajau, selain keindahan pantai berpasir, di kawasan ini juga terdapat kapal karam yang umurnya sudah puluhan tahun. Pemandangan ini dapat dinikmati setiap saat pagi, siang, dan sore hari. Pada saat sore hari ketika air laut sedang surut, terlihat adanya terumbu karang di sekitar pantai Saung Bajau ini. Terumbu karang ini biasanya menjadi tempat yang selalu dikunjungi beberapa burung air untuk mencari makan seperti Kuntul karang (Egretta sacra), Trinil pantai (Tringa hypoleucos) dan Cerek (Charadrius sp.). Habitat perairan lain yang diamati adalah muara. Pengamatan di muara dilaksanakan di Muara Blambangan, Way Tinggal dan Belimbing. Ketiga habitat ini memiliki karakteristik yang berbeda baik dari vegetasi maupun dari jenis satwaliar yang diamati. Muara Blambangan memiliki keunikan berupa habitat yang cukup beragam seperti hutan pantai, hutan dataran rendah dan habitat rawa. Hutan pantai terdiri dari vegetasi Pandan laut (Pandanus odoratissimus), Cemara laut (Casuarina equisetifolia). Pada habitat hutan pantai banyak ditemukan burung air seperti Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), Cerek kalung-kecil (Charadrius dubius), dan Trinil pantai (Tringa hypoleucos). Sementara pada habitat hutan dataran rendah dan rawa yang ada di kedua sisi Sungai Blambangan selain ditemukan berbagai jenis burung seperi Kucica kampung (Copsychus saularis), dan Cangak merah (Ardea purpurea) ditemukan pula berbagai jenis mamalia primata seperti Monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa reptil seperti ular Sanca batik (Phyton reticulatus). Muara Way Tinggal memiliki kekhasan berupa habitat perpaduan antara hutan pantai, hutan dataran rendah, rawa dan danau. Keanekaragaman hayati terutama burung cukup tinggi baik burung terestrial, arboreal, maupun burung-

59 burung air. Jenis yang khas dan banyak ditemukan di muara ini adalah Cangak laut (Ardea sumatrana) dan Delimukan zamrud (Chalcophaps indica). Kawasan Belimbing juga mempunyai muara sungai yang cukup besar yaitu Muara Belimbing. Muara ini memilki jembatan yang menghubungkan kawasan konservasi TWNC dengan perkampungan masyarakat sekitar yaitu Desa Pengekahan. Muara ini tersusun atas habitat utama berupa hutan pantai dan hutan dataran rendah. Kekayaan jenis burung di muara ini tidak sebanyak di muara yang lain kemungkinan hal ini disebabkan karena muara ini dilalui jembatan yang setiap saat dilewati warga yang memasuki kawasan TWNC dan para petugas yang melakukan kunjungan ke pekampungan. Banyaknya aktivitas manusia di kawasan ini diduga mengakibatkan habitat satwaliar terganggu sehingga sedikit jenis yang dijumpai di kawasan ini Kekayaan Jenis Burung antar Habitat Pengamatan yang dilakukan selama periode Agustus sampai September 2009, di habitat Danau (Menjukut dan Sei Leman), Pantai (Menjukut, Sei Leman dan Saung Bajau serta airstrip) dan Muara (Blambangan, Way Tinggal dan Belimbing) menemukan 83 jenis burung yang terdiri atas 20 jenis burung air dan burung pantai, serta 63 jenis burung arboreal dan terrestrial. Selain itu untuk kekayaan jenis burung dari masing-masing habitat cukup bervariasi. Setiap habitat memiliki kekayaan jenis yang berbeda (Tabel 7). Tabel 7. Kekayaan jenis burung yang terdapat pada tiap lokasi penelitian No Lokasi Habitat utama Tipe habitat Perkiraan luas/ panjang Jumlah jenis burung 1 Menjukut Danau dan Danau air payau, 150 ha 29 Pantai pantai pasir, Pulau Kirin, tepian danau yang berlumpur, rawa, hutan dataran rendah, dan hutan pantai 2 Sei Leman Danau Danau air payau, vegetasi nipah, paparan lumpur, lapangan terbuka hijau, rawa, hutan dataran rendah, hutan pantai 195 ha 48 39

60 Tabel 7. Lanjutan No Lokasi Habitat utama Tipe habitat Perkiraan 3 Saung Bajau Pantai Pantai berpasir, terumbu karang, kapal karam, Air strip, hutan pantai, hutan dataran rendah 4 Blambangan Muara Muara sungai, hutan pantai, hutan dataran rendah, rawa 5 Way Tinggal Muara Muara sungai, hutan dataran rendah, pantai, hutan pantai, danau, paparan lumpur, rawa 6 Belimbing Muara Muara sungai, hutan dataran rendah Jumlah luas/ panjang jenis burung 3 km km 22 3 km 38 5 km Jenis-jenis burung yang ditemukan cukup beragam (Lampiran 1), termasuk beberapa jenis yang sudah dilindungi seperti Elang tiram (Pandion haliaetus), Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), Elang-ikan kepala-kelabu (Ichtyophaga ichtyaetus), Alap-alap capung (Microhierax fringillarius), dan Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris). Jenis-jenis tersebut masuk dalam kriteria Apendix II CITES (Lampiran 5) Penyebaran Jenis pada tiap Habitat Habitat yang dijadikan lokasi penelitian di TWNC adalah habitat perairan. Habitat yang diamati berupa danau dan pantai dengan berbagai asosiasinya. Setiap habitat yang diamati memiliki karakteristik yang hampir sama sehingga jenis yang ditemukan pun hampir sama. Ada beberapa jenis burung yang ditemukan di hanpir semua habitat yang diamati, namun ada pula beberapa jenis burung yang hanya ditemukan di lokasi tertentu. Setiap jenis yang ditemukan di setiap habitat umumnya memiliki keterkaitan dengan habitat yang diamati misalnya keterkaitan dalam hal ekologi, makanan, ruang, dan pola pemanfaatan habitat. Trinil pantai (Tringa hypoleucos), Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), Kucica kampung (Copsychus saularis) dan Cabai merah (Dicaeum cruentatum) adalah jenis-jenis yang ditemukan di semua lokasi pengamatan. Adapula jenis yang hanya ditemukan di satu habitat

61 41 tertentu pada saat pengamatan, antara lain Kuntul kerbau (Egretta sacra), Alapalap capung (Microhierax fringillarius), Wili-wili besar (Burhinus giganteus), Camar angguk-cokelat (Anous stolidus), Tuwur asia (Eudynamys scolopacea), Kadalan kembang (Phaenicophaeus javanicus), Srigunting bukit (Dicrurus remifer), Srigunting sumatera (Dicrurus sumatranus), dan Kepudang kuduk-hitam (Oriolus chinensis) (Tabel 8). Jenis-jenis yang hanya ditemukan di satu lokasi mungkin karena jenis tersebut memiliki tingkat adaptasi tertentu terhadap suatu habitat. Adaptasi yang dimaksud bisa berupa jenis vegetasi, faktor makanan, persaingan dengan jenis lain dan lain-lain. Selain jenis-jenis yang ditemukan di lokasi pengamatan adapula beberapa jenis yang ditemukan di luar lokasi pengamatan yaitu Uncal kouran (Macropygia ruficeps), Pelatuk ayam (Dryocopus javensis), Kacembang gadung (Irena puella ) dan Tepus dahi-merah (Stachyris rufifrons).

62 42 Tabel 8. Penyebaran jenis burung pada setiap lokasi penelitian di TWNC No Nama lokal Nama ilmiah Famili Lokasi M SL SB BM WT BL 1 Cangak laut Ardea sumatrana Ardeidae 2 Cangak abu Ardea cinerea Ardeidae 3 Cangak merah Ardea purpurea Ardeidae 4 Kuntul kerbau Bubulcus ibis Ardeidae 5 Kuntul karang Egretta sacra Ardeidae 6 Kuntul kecil Egretta garzetta Ardeidae 7 Elang tiram Pandion haliaetus Pandionidae 8 Elang-ikan kepala-kelabu Ichtyophaga ichtyaetus Acciptridae 9 Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Acciptridae 10 Alap-alap capung Microhierax fringillarius Falconidae 11 Ayam-hutan merah Gallus gallus Phasianidae 12 Cerek kalung-kecil Charadrius dubius Charadriidae 13 Cerek tilil Charadrius alexandrius Charadriidae 14 Cerek asia Charadrius veredus Charadriidae 15 Trinil kaki-merah Tringa tetanus Scolopacidae 16 Trinil semak Tringa glareola Scolopacidae 17 Trinil pantai Tringa hypoleucos Scolopacidae 18 Wili-wili besar Burhinus giganteus Burhanidae 19 Camar-angguk coklat Anous stolidus Sternidae 20 Punai gading Treron vernans Columbidae 21 Pergam hijau Ducula aenea Columbidae 22 Pergam laut Ducula bicolor Columbidae 43

63 43 Tabel 8. Lanjutan No Nama lokal Nama ilmiah Famili Lokasi M SL SB BM WT BL 23 Merpati-hutan metalik Columba vitiensis Columbidae 24 Uncal loreng Macropygia unchal Columbidae 25 Uncal kouran* Macropygia ruficeps Columbidae 26 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae 27 Delimukan zamrud Chalacophaps indica Columbidae 28 Tuwur asia Eudynamys scolopacea Cuculidae 29 Kadalan beruang Phaenicophaeus diardi Cuculidae 30 Kadalan kera Phaenicophaeus tristis Cuculidae 31 Kadalan kembang Phaenicophaeus javanicus Cuculidae 32 Kadalan birah Phaenicophaeus curvirostris Cuculidae 33 Bubut alang-alang Centropus bengallensis Cuculidae 34 Cabak maling Caprimulgus macrurus Caprimulgidae 35 Cabak kota Caprimulgus affinis Caprimulgidae 36 Walet sarang-putih Collocalia fuchiphaga Apodidae 37 Walet linchi Collocalia linchi Apodidae 38 Walet sapi Collocalia esculenta Apodidae 39 Kapinis rumah Apus affinis Apodidae 40 Tepekong jambul Hemiprocne longipennis Hemiprocnidae 41 Raja-udang meninting Alcedo meninting Alcedinidae 42 Pekaka emas Pelargopsis capensis Alcedinidae 43 Cekakak merah Halcyon coromanda Alcedinidae 44 Cekakak belukar Halcyon smyrnensis Alcedinidae 45 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Alcedinidae 44

64 44 Tabel 8. Lanjutan No Nama lokal Nama ilmiah Famili Lokasi M SL SB BM WT BL 46 Kirik-kirik laut Merops philippinus Meropidae 47 Kirik-kirik biru Merops viridis Meropidae 48 Kangkareng perut-putih Anthracoceros albirostris Bucerotidae 49 Takur warna-warni Megalaima mystacophanus Capitonidae 50 Takur tenggeret Megalaima australis Capitonidae 51 Pelatuk ayam* Dryocopus javensis Picidae 52 Caladi tilik Dendrocopus molucensis Picidae 53 Pelatuk kundang Reinwardtipicus validus Picidae 54 Layang-layang batu Hirundo tahitica Hirundinidae 55 Layang-layang rumah Delichon dasypus Hirundinidae 56 Cipoh jantung Aegithina viridissima Chlorosopseidae 57 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chlorosopseidae 58 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 59 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Pycnonotidae 60 Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Pycnonotidae 61 Merbah mata-merah Pycnonotus brunneus Pycnonotidae 62 Merbah kacamata Pycnonotus erythrophthalmos Pycnonotidae 63 Srigunting hitam Dicrurus macrocercus Dicruridae 64 Srigunting bukit Dicrurus remifer Dicruridae 65 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus Dicruridae 66 Srigunting sumatera Dicrurus sumatranus Dicruridae 67 Srigunting batu Dicrurus paradiseus Dicruridae 68 Kepudang kuduk-hitam Oriolus chinensis Dicruridae 45

65 45 Tabel 8. Lanjutan No Nama lokal Nama ilmiah Famili 69 Kacembang gadung* Irena puella Oriolidae Lokasi M SL SB BM WT BL 70 Gagak hutan Corvus enca Corvidae 71 Tepus dahi-merah* Stachyris rufifrons Timalidae 72 Tepus merbah-sampah Stachyris erythroptera Timalidae 73 Tepus pipi-perak Stachyris melanothorax Timalidae 74 Kucica kampung Copsychus saularis Turdidae 75 Remetuk laut Gerygone sulphurea Silviidae 76 Cinenen belukar Orthotomus atrogularis Silviidae 77 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Silviidae 78 Cinenen merah Orthotomus sericeus Silviidae 79 Perenjak Jawa Prinia familiaris Silviidae 80 Kekep babi Artamus leucorhynchus Silviidae 81 Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Nectarinidae 82 Cabai merah Dicaeum cruentatum Dicacidae 83 Burung-gereja erasia Passer montanus Ploceidae Jumlah Jenis Keterangan: * = Jenis yang ditemukan di luar lokasi pengamatan M = Danau dan Pantai Menjukut WT = Muara Way Tinggal SL = Danau dan Pantai Sei Leman BL = Muara Belimbing SB = Saung Bajau BM = Muara Blambangan 46

66 Sebaran Temporal Perjumpaan jenis terbanyak atau paling efektif adalah pada pukul WIB dan pukul WIB (Gambar.10). Hampir semua habitat menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu waktu diantara jam tersebut cenderung tidak efektif untuk melakukan pengamatan karena umumnya pada jam tersebut burung-burung tidak tampak beraktivitas). Jenis-jenis yang pernah ditemui pada waktu-waktu tersebut biasanya adalah burung-burung pantai seperti Trinil pantai (Tringa hypoleucos) dan Cerek kalung-kecil (Charadrius dubius). Burung-burung Passeriformes (burung berkicau) hanya dapat didengar suara kicauannya. Waktu Belimbing Way Tinggal Blambangan Saung Bajau Sei Leman Menjukut Jumlah Jenis Gambar 10. Perbandingan sebaran temporal burung pada beberapa habitat di kawasan TWNC.

67 Sebaran Spasial Burung yang ditemukan di lokasi penelitian cukup beranekaragam. Jenis yang ditemukan terdiri dari burung air, burung terestrial dan burung arboreal. Sebagian dari jenis yang ditemukan menyebar secara teratur di semua habitat (lokasi penelitian), misalnya Trinil pantai (Tringa hypoleucos), Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), dan Kucica kampung (Copsychus saularis). Jenis-jenis ini hampir ditemukan setiap hari. Selain jenis yang menyebar teratur juga ditemukan beberapa jenis yang hanya ditemukan pada habitat tertentu misalnya saja Wili-wili besar (Burhinus giganteus) dan Elang tiram (Pandion haliaetus). Pada saat pengamatan selesai dapat diketahui bahwa dari enam lokasi yang diamati ditemukan sebanyak 83 jenis burung yang ditemukan di habitat perairan. Jenis tersebut memiliki berbagai macam keunikan dan karakteristik yang berbeda. Keunikan dapat terlihat dari bentuk fisiknya yang menarik, suara yang indah, habitat yang spesifik, perilaku dan banyak yang lainnya. Keunikan dan karakteristik burung cukup potensial untuk dijadikan obyek ekowisata yang disebut birdwatching. Ada beberapa jenis yang menarik untuk dijadikan objek birdwatching misalnya Cangak laut (Ardea sumatrana), Cangak merah (Ardea purpurea), Cangak abu (Ardea cinerea), Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris), Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), Kuntul karang (Egretta sacra), Pergam laut (Ducula bicolor), Kadalan (Phaenicophaeus sp.), Srigunting (Dicrurus sp.), dan Wili-wili besar (Burhinus giganteus). Jenis-jenis tersebut ada yang menyebar secara acak, mengelompok, ataupun menyebar teratur. Semua jenis ditemukan di lokasi penelitian. Ada yang terpusat di Danau Sei Leman, Danau Menjukut, menyebar di Saung Bajau dan ada pula yang menempati muara-muara yang ada di kawasan TWNC (Gambar 11).

68 Keterangan : Gambar 11. Sebaran spasial jenis burung yang potensial untuk wisata birdwatching

69 Frekuensi Pertemuan Jenis Frekuensi pertemuan jenis (Fpj) burung menunjukkan mudah atau tidaknya setiap jenis yang dijumpai pada serangkaian pengamatan. Kemudahan menjumpai jenis burung sangat berhubungan erat dengan pelaksanaan wisata birdwatching. Jenis burung yang mudah dijumpai akan menjadi jenis yang diunggulkan dalam kegiatan wisata birdwatching. Jenis yang sulit dijumpai, tidak dijadikan jenis burung yang diunggulkan untuk ditawarkan, tetapi jenis burung ini dapat dijadikan nilai tambah karena dapat menjumpai jenis yang sulit atau sangat sulit adalah suatu atraksi yang menarik dalam kegiatan wisata birdwatching (Kurnia 2003). Tingkat frekuensi perjumpaan yang tinggi bukan berarti bahwa jenis ini selalu mudah dijumpai secara langsung, namun bisa juga secara tidak langsung melalui suara. Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris) adalah salah satu jenis yang mudah dijumpai, namun kemudahan ini dikombinasikan dengan perjumpaan secara tidak langsung. Sama halnya dengan jenis lainnya dari famili Cuculidae seperti Srigunting (Dicrurus sp.) yang umumnya hanya terdengar suaranya. Menurut Kurnia (2003) tingkat pertemuan jenis burung dipengaruhi oleh sifat kunjungan dan kelimpahan jenis burung. Sifat kunjungan jenis burung berkaitan dengan jenis penetap, pengunjung tidak tetap, jenis lepasan, dan jenis migran. Kelimpahan jenis burung berkaitan dengan dominasi jenis burung dan juga penyebaran jenis burung. Untuk sifat kunjungan burung di TWNC ada jenis-jenis penetap artinya selalu ditemukan sepanjang tahun, bahkan setiap hari dapat dijumpai seperti Kuntul karang (Egretta sacra), Cangak abu (Ardea cinérea), Cangak merah (Ardea purpurea), Pergam laut (Ducula bicolor), Kucica kampung (Copsychus saularis), Punai gading (Treron vernans), Elang-laut perut-putih (Anthracoceros albitrosis) dan Cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Selain itu ditemukan juga jenis-jenis bukan penetap artinya jenis ini hanya ditemukan pada waktu tertentu saja seperti yang ada di TWNC adalah Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) Mentok rimba (Cairina scutulata) dan Belibis (Dendrocygna sp.).

70 50 Selain jenis penetap dan jenis bukan penetap dikenal pula jenis burung yang berasal dari lepasan sewaktu pengamatan di TWNC, terlihat adanya burung jenis Merpati-hutan metalik (Columba vitiensis) yang merupakan jenis endemik dari Kalimantan. Ada kemungkinan jenis tersebut adalah asli dari TWNC namun belum dipublikasikan atau kemungkinan lain adalah ada warga sekitar yang membawa burung tersebut lalu melepaskannya di TWNC. Hal ini cukup menarik karena dapat melihat jenis endemik Kalimantan berada di Sumatera. Pada bulan tertentu saat musim migrasi, kawasan TWNC ini menjadi daerah persinggahan bagi burung-burung migran. Fenomena ini terjadi antara bulan Agustus- Desember setiap tahunnnya. Jumlah burung yang melimpah dan beranekaragam ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan birwatching karena memiliki keunikan dapat melihat jenis-jenis burung dari negara lain terutama jumlahnya yang banyak memudahkan para birdwatcher untuk melihat langsung pemandangan yang spektakuler ini. Selain perjumpaan langsung ada beberapa jenis burung yang dijumpai secara tidak langsung yaitu dengan mengenali suara dari jenis-jenis burung tersebut. Suara burung yang nyaring dan kicaunya yang indah dapat menjadi potensi yang mungkin dikembangkan pula untuk kegiatan birdwatching Rekomendasi Wisata Birdwatching Rekomendasi Lokasi Setelah dilaksanakan penelitian selama dua bulan pada enam lokasi perairan yang ada di TWNC yaitu Menjukut, Sei Leman, Saung Bajau, Blambangan, Way Tinggal dan Belimbing maka dapat diketahui potensi dari masing-masing lokasi yang diamati baik potensi habitat maupun potensi jenis. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa masing-masing habitat memiliki keunikan dan potensi yang khas, namun untuk lokasi yang direkomendasikan untuk dilaksanakannya wisata birdwatching hanya empat lokasi yaitu: 1) Saung Bajau Saung Bajau merupakan suatu kawasan yang berupa habitat pantai yang berada di sepanjang pantai Belimbing (Gambar 12). Kawasan ini memiliki panorama yang sangat indah terutama bila dilihat pada sore hari karena akan

71 51 terlihat adanya terumbu karang pada saat air laut surut. Di kawasan ini juga dapat dinikmati pemandangan matahari terbenam. Pada kawasan ini juga dapat dilihat adanya mercusuar dan kapal karam yang dapat member nilai lebih sebagai daya tarik objek untuk dinikmati. Setelah menikmati indahnya pantai dengan berbagai pemandangan yang mempesona, pengunjung juga dapat menikmati pemandangan hutan pantai dan hutan dataran rendah yang dipisahkan oleh airstrip. Gambar 12. Saung Bajau dan kenampakan mercusuar. 2) Sei Leman Danau Sei Leman memiliki panorama yang sangat indah serta kaya akan keanekaragaman hayati khususnya burung air (Gambar 13). Untuk pengamatan di Danau dan Pantai Sei Leman perjalanan dari guest house ke lokasi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan (mobil jip) selama 30 menit. Setelah tiba di lokasi, pengamatan dapat dilaksanakan di pinggiran danau atau pantai atau dapat pula dilakukan penjelajahan ke dalam area danau yaitu ke tegakan Nipah sampai muara dengan menggunakan speed boat. Pengelola TWNC telah menyediakan beberapa speed boat yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk mengelilingi dan memasuki area danau. Selain itu di danau ini terdapat gazebo atau gubuk yang dibuat untuk beristirahat para pengunjung. Sehingga setelah pengamatan pagi para pengunjung dapat beristirahat untuk kemudian melaksanakan pengamatan di sore hari bagi yang berminat untuk melanjutkan pengamatan.

72 52 Gambar 13. Danau Sei Leman dan vegetasi di sekitarnya. 3) Way Tinggal Muara Way Tinggal terletak di muara sungai yang berhubungan langsung dengan Danau Sei Leman. Muara ini memiliki karakteristik yang khas diantaranya tersusun atas hutan pantai dan hutan dataran rendah serta memiliki asosiasi habitat perairan dengan paparan lumpur dan danau (Gambar 14). Kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati terutama burung baik burung yang termasuk burung air maupun burung terrestrial dan arboreal. Jarak muara ini kira-kira 1 km dari Danau Sei Leman. Pada kawasan ini dapat ditemukan kumpulan batu karang yang menahan ombak sehingga dapat mengurangi abrasi akibat hantaman ombak. Pada saat air surut, di muara ini akan terlihat paparan lumpur yang menjadi habitat beberapa jenis burung yang menarik untuk diamati. Gambar 14. Muara Way Tinggal dengan berbagai asosiasi habitatnya.

73 53 4) Menjukut Danau Menjukut merupakan salah satu kawasan di TWNC yang penting untuk dikunjungi. Danau ini memiliki karakteristik yang khas berupa danau yang indah yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Pada habitat danau ini juga terdapat pulau kecil yang terletak di tengah danau yaitu Pulau Kirin (Gambar 15). Danau yang indah dan pantai yang mempesona menjadikan kawasan ini potensial untuk dijadikan kawasan wisata minat khusus. Untuk mencapai tempat ini dari kantor TWNC diperlukan waktu satu jam dengan menggunakan kendaraan, dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sepanjang 2 km, ada pun jaraknya kurang lebih 10 km dari kantor TWNC. Sumber: Mardiastuti 2009 Gambar 15. Pesona Danau Menjukut Potensi dari masing-masing lokasi sudah dijelaskan pada bagian deskripsi habitat dan kekayaan jenis. Adapun pertimbangan lain adalah akses menuju lokasi serta panorama alam yang memukau dari masing-masing lokasi Rekomendasi Waktu a. Pengamatan Pagi (Pukul ) Apabila pengunjung atau birdwatcher menginginkan pengamatan pagi maka dapat dilakukan mulai pukul dan lokasi yang baik dikunjungi pada jam ini adalah Danau dan Pantai Sei Leman serta Saung Bajau dan airstrip.

74 54 Jenis-jenis burung yang dapat ditemukan di kawasan ini adalah Kuntul karang (Egretta sacra), Cangak abu (Ardea cinérea), Cangak merah (Ardea purpurea), Cangak laut (Ardea sumatrana), Pergam laut (Ducula bicolor), Kucica kampung (Copsychus saularis), Punai gading (Treron vernans), Elang-laut perutputih (Anthracoceros albitrosis) dan Cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Bahkan menurut keterangan dari petugas lapangan bernama Syamsudin SGA (Security Group Artha) pada musim tertentu dapat dijumpai pula Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) dan Belibis (Dendrocygna sp.). Selain keanekaragaman burung di danau Sei Leman ini dapat dilihat pula keindahan danau yang dikelilingi oleh vegetasi hutan dataran rendah dan tegakan Nipah yang mempesona (Gambar 16.a dan 16.b). Di kawasan ini pula dapat ditemukan berbagai satwaliar lain seperti Rusa sambar (Cervus unicolor), ular Sanca batik (Phiton reticulatus), Kerbau liar (Bubalus bubalis), dan Kalong (Pteropus sp.) yang jumlahnya ribuan ekor (Gambar 16.a, 16.c dan 16.d). (a) (b) (c) (d) Gambar 16. (a) Tegakan Nipah dan populasi kalong di dalamnya; (b) Keindahan danau sei Leman saat pagi hari; (c) Kerbau liar (Bubalus bubalis) di danau Sei Leman; (d) Ular Sanca batik (Phyton reticulatus) di hábitat sekitar Danau Sei Leman.

75 55 Kegiatan pengamatan di Saung Bajau dan airstrip dapat dilakukan dengan berjalan kaki karena jaraknya hanya sekitar 100 meter dari guest house menuju airstrip sedangkan untuk ke Saung Bajau dapat dilakukan dengan menyusuri pantai sekitar guest house. Ada beberapa burung yang dapat dilihat diantaranya Kuntul karang (Egretta sacra), Pergam laut (Ducula bicolor), Kucica kampung (Copsychus saularis), Punai gading (Treron vernans), Elang-laut perut-putih (Anthracoceros albitrosis), Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), Cabak maling (Caprimulgus macrurus), Cabak kota (Caprimulgus affinis) dan Trinil pantai (Tringa hypoleucos). Selain menemukan berbagai jenis burung, di kawasan ini para pengunjung juga dapat menikmati pemandangan alam yang sangat indah seperti pantai yang bersih, mercusuar yang merupakan salah satu peninggalan sejarah masa pendudukan Belanda, serta dapat menikmati pemandangan matahari terbit (sunrise). (a) (b) (c) (d) Gambar 17. Jenis burung yang ditemukan: (a) Gagak hutan (Corvus enca), (b) Burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis), (c) Delimukan zamrud (Chalcophaps indica) dan (d) Kadalan Kera (Phaenicophaeus tristis).

76 56 Para birdwatcher juga dapat melaksanakan pengamatan di Danau dan Pantai Menjukut, Danau dan Pantai Sei Leman, Muara Way Tinggal, serta Saung Bajau dan airstrip antara pukul Jenis-jenis burung yang ditemukan di Danau Sei Leman, Saung Bajau dan airstrip pada pukul tidak jauh berbeda dengan burung yang ditemukan pada pukul Jenis-jenis burung yang ditemukan di muara Way Tinggal tidak jauh berbeda dengan jenis burung yang ditemukan di Sei Leman namun di Way tinggal jenis burung lebih beragam karena ditemukan pula Ayam-hutan merah (Gallus gallus), Kirik-kirik laut (Merops philippinus), Srigunting jambul-rambut (Dicrurus hottentottus), Gagak hutan (Corvus enca), Delimukan zamrud (Chalcophas indica), Burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis) serta Kadalan Kera (Phaenicophaeus tristis) (Gambar 17). Pada pengamatan di Danau Menjukut, beberapa jenis burung yang dapat ditemukan adalah Kuntul karang (Egretta sacra), Cangak abu (Ardea cinérea), Cangak merah (Ardea purpurea) (Gambar 18.a), Pergam laut (Ducula bicolor), Kucica kampung (Copsychus saularis), Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albitrosis) dan Cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Bahkan menurut petugas SGA (Security Group Artha) pada musim tertentu dapat dijumpai pula Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) dan Belibis (Dendrocygna sp.). (a) (b) Gambar 18. (a) Cangak merah (Ardea purpurea); (b) Wili-wili besar (Burhinus giganteus) Selain itu di sepanjang pantai menuju Danau Menjukut dapat ditemukan pula burung air dari suku Burhanidae yaitu Wili-wili besar (Burhinus giganteus) (Gambar 18.b). Kemudian apabila perjalanan ditempuh melewati hutan, kadang-

77 57 kadang dapat pula ditemukan Merpati-hutan metalik (Columba vitiensis) yang merupakan jenis merpati endemik Kalimantan namun ditemukan di Sumatera (diduga karena lepasan dari warga sekitar). Sepanjang Pantai Menjukut dapat pula ditemukan satwaliar lain selain burung, misalnya Ular air ( Lapermis curtus) (19.a). Selain di sepanjang pantai, disekitar danau juga dapat ditemukan berbagai satwaliar seperti Biawak (Varanus salvator) (Gambar 19.b). Keindahan Danau Menjukut selain didukung oleh vegetasi yang khas dan danau yang indah juga didukung oleh pasir pantai yang cukup luas yang juga menjadi pemisah antara danau ini dengan laut lepas. Untuk mencapai lokasi ini pengunjung dapat menempuh perjalanan sekitar 90 menit dari guest house menuju Muara Blambangan, dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 2 km atau rata-rata dapat ditempuh dengan waktu 45 menit. (a) (b) Gambar 19. (a) Ular laut (Lapemis curtus), (b) Biawak erasia (Varanus salvator). b. Pengamatan Sore (Pukul ) Apabila pengunjung atau birdwatcher menginginkan pengamatan sore hari maka dapat dilakukan mulai pukul dan lokasi yang baik dikunjungi pada jam ini adalah Danau dan Pantai Sei Leman, Muara Way Tinggal, Saung Bajau dan airstrip serta terumbu karang di sekitar pantai Belimbing. Adapun jenis-jenis burung yang dapat ditemukan sudah dikemukakan pada deskripsi pengamatan pada pukul dan pukul Apabila pengamatan dilakukan pada sore hari ada hal lebih yang didapatkan selain keanekaragaman burung juga dapat dilihat pula panorama alam yang indah seperti terlihatnya terumbu karang karena pada sore hari air laut sudah surut, kemudian dapat dilihat pula keindahan langit senja hari dan matahari terbenam (Gambar 20).

78 58 (a) (b) (c) Gambar 20. (a) Mercusuar sekitar airstrip; (b) Kuntul karang (Egretta sacra) pada sore hari di Saung bajau; (c) Pergam laut (Ducula bicolor); (d) Burung-burung pantai di Saung Bajau. (d) Pengamatan Jenis Burung Tertentu Beberapa jenis burung potensial untuk dijadikan objek wisata birdwatching karena memiliki keunikan bentuk, warna, serta mudah untuk dilihat tanpa menggunakan alat seperti teropong atau teleskop. Selain itu beberapa diantaranya merupakan jenis yang sudah langka sehingga bila dapat menemukan jenis burung tertentu akan memberi kepuasan tersendiri bagi pengamat (Gambar 21).

79 59 (a) (b) Gambar 21. Jenis-jenis burung yang ditemukan di kawasan TWNC (a) Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster); (b) Kuntul karang (Egretta sacra). Setiap jenis burung memiliki keunikan tersendiri baik dari ciri fisik, perilaku, suara maupun dilihat dari segi sosial atau sejarahnya. Misalnya saja burung tertentu dikeramatkan oleh masyarakat adat tertentu. Berikut adalah beberapa jenis yang direkomendasikan untuk kegiatan birdwatching. 1. Wili-wili besar (Burhinus giganteus) Menurut MacKinnon et al. (1998) jenis ini memiliki ukuran besar yaitu sekitar 55 cm dengan ciri fisik mahkota dan bagian atas coklat abu-abu, hitam dan putih. Sayap memiliki corak abu-abu, hitam, dan putih. Bulu primer bagian dalam putih, dengan bulu primer bagian luar yang hitam. Bagian bawah keputih-putihan, dengan sedikit warna abu-abu pada dada (Gambar 22). (a) (b) Gambar 22.Wili-wili besar (Burhinus giganteus) (a) saat berjalan di pantai; (b) saat terbang.

80 60 Burung ini biasanya menghuni pantai pasir kerikil, dan umumnya dijumpai berpasangan. Jika burung ini berdiri sering membuat gerakan menganggukangguk yang lucu. Jenis ini biasanya membuat sarang di pasir. Jenis ini tersebar secara global di Asia Tenggara, Filipina, seluruh Indonesia dan Australia. Pada saat pengamatan di TWNC, Wili-wili besar ini ditemukan di habitat Pantai Menjukut, yaitu sepanjang pantai antara Muara Blambangan dan Danau Menjukut. Pada saat pengamatan, jenis ini ditemukan setiap pagi (pukul ) dan sore hari (pukul ). Jenis ini menjadi menarik untuk dijadikan objek wisata birdwatching karena populasinya yang sudah sedikit sehingga jenis ini masuk kriteria IUCN dan dilindungi oleh PP No.7 tahun 1999 dan UU No.5 tahun Selain itu jenis ini memiliki keindahan fisik baik bentuk maupun ukurannya yang gampang dilihat, sehingga apabila dapat melihat langsung jenis ini akan menjadi kepuasan tersendiri. 2. Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus) merupakan salah satu jenis burung air yang termasuk kategori burung merandai. Jenis ini memiliki ukuran sangat besar sekitar 110 cm, dengan ciri fisik bulu berwarna hitam dan putih dengan paruh yang besar. Jenis ini memiliki sayap, punggung dan ekor berwarna hitam, tubuh bagian bawah dan kalung leher putih. Kepala botak, leher dan tenggorokan merah jambu dengan bulu kapas putih halus pada mahkota (Gambar 23) (MacKinnon et al. 1998). Sumber: Paul Cullen (2008) Gambar 23. Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus)

81 61 Bangau tongtong tersebar secara global di India, Cina Selatan, Asia Tenggara dan Sunda Besar. Jenis ini memiliki kebiasaan mengunjungi sawah, Padang rumput terbuka yang terbakar atau kebanjiran, dan mangrove. Selain itu jenis ini sering pula terlihat pula melayang-layang di udara panas yang naik, atau dalam kelompok kecil dengan bangau. Jenis ini biasanya bersarang dalam kelompok di daerah berhutan (MacKinnon et al. 1998). 3. Kadalan (Phaenichopaeus spp.) Selama penelitian di kawasan TWNC ditemukan sebanyak empat jenis burung kadalan yaitu Kadalan beruang (Phaenicophaeus diardi), Kadalan birah (Phaenicophaeus curvirotris) (Gambar 24 a), Kadalan kera (Phaenicophaeus tristis) (Gambar 24 b), dan Kadalan kembang (Phaenicophaeus javanicus) Jenisjenis burung ini umumnya ditemukan pada pohon di hutan yang agak terbuka. Jenis ini memiliki bentuk fisik yang sangat cantik terutama warnanya yang mencolok, umumnya berwarna hijau cerah dan ada pula perpaduan antara hijau tua cerah dengan warna merah jelaga. Keunikan lain adalah pada umumnya ketika jenis ini ditemukan di suatu hábitat biasanya disekitarnya terdapat primata misalnya Monyet atau Owa. Dalam penelitian ini teramati burung kadalan ini memakan serangga yang beterbangan akibat gerakan primata di pohon. (a) (b) Gambar 24. (a) Kadalan birah (Phaenicophaeus curvirotris); (b) Kadalan kera (Phaenicophaeus tristis). Jenis-jenis ini dapat dijumpai di sekitar guest house, airstrip, hutan dataran rendah Belimbing, dan Danau Sei Leman, umumnya ditemukan pada jam pagi. Jenis-jenis ini menyukai pohon yang terletak di pinggiran hutan terutama yang agak terbuka dan cukup terkena sinar matahari.

82 62 4. Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster) Jenis burung ini memiliki ukuran yang besar yaitu sekitar 70 cm dan memiliki ciri fisik berupa warna putih, abu-abu, dan hitam (Gambar 25). Jenis ini merupakan penetap yang umum di sekitar pantai, danau besar, dan sungai dekat pantai di seluruh Sunda Besar. Elang ini sering terlihat bertengger pada pohon di pinggir perairan dan daerah karang. Pada saat terbang, jenis ini melayang dan meluncur dengan indah dan anggun, dengan sayap berbentuk huruf V. Elang ini biasanya menangkap ikan pada permukaan laut, selain itu jenis ini membangun sarang yang kokoh pada pohon tinggi yang terbuat dari cabang dan ranting. Sarang burung Elang ini umumnya digunakan bertahun-tahun (MacKinnon et al. 1998). Gambar 25. Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster). Elang jenis ini sangat menarik untuk diamati karena selain bentuknya yang indah, ukuran burung ini relatif besar sehingga mudah untuk diamati. Selain itu jenis ini sudah masuk kriteria CITES Appendix II, dilindungi oleh PP No.7 tahun 1999 dan UU No.5 tahun 1990 yang menunjukkan bahwa jenis ini adalah jenis yang memiliki kekhasan tertentu sehingga kuota jual belinya dibatasi dan keberadaannya dilindungi. 5. Elang-ikan kepala-kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus) Elang ini memiliki ukuran besar yaitu sekitar 70 cm dan memiliki warna abu-abu, coklat dan putih (Gambar 26). Jenis ini tidak umum dijumpai namun

83 63 penyebarannya luas di sepanjang sungai di Sumatera dan Kalimantan. Elang jenis ini memiliki kebiasaan mengunjungi perairan, danau, sungai dan rawa di hutan (MacKinnon et al. 1998). Gambar 26. Elang-ikan kepala-abu (Ichthyophaga ichthyaetus). Elang-ikan kepala-kelabu adalah jenis yang mudah diamati karena aktivitasnya lebih banyak diam di pinggiran perairan. Jenis ini sangat menarik untuk diamati karena selain bentuknya yang indah, ukuran burung ini relatif besar sehingga mudah untuk diamati. Selain itu jenis ini sudah masuk kriteria CITES Appendix II, dilindungi oleh PP No.7 tahun 1999 dan UU No.5 tahun 1990 yang menunjukkan bahwa jenis ini adalah jenis yang memiliki kekhasan tertentu sehingga kuota jual belinya dibatasi dan keberadaannya dilindungi. 6. Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris) Jenis Kangkareng ini memiliki ukuran kira-kira 45 cm dengan warna tubuh hitam dan putih (Gambar 27). Memiliki tanduk (casque) besar berwarna putih kekuningan. Jenis ini umumnya terlihat di hutan primer dan hutan sekunder dataran rendah di seluruh Sunda Besar (MacKinnon et al. 1998).

84 64 Sumber: Ooi Beng Yean (2002) Gambar 27. Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostrsis). Jenis Kangkareng ini sangat menarik untuk diamati karena selain bentuknya yang indah, jenis ini juga biasanya mengeluarkan suara yang khas. Selain itu jenis ini sudah masuk kriteria CITES Appendix II, dilindungi oleh PP No.7 tahun 1999 dan UU No.5 tahun 1990 yang menunjukkan bahwa jenis ini adalah jenis yang memiliki kekhasan tertentu sehingga kuota jual belinya dibatasi dan keberadaannya dilindungi. 7. Cangak laut (Ardea sumatrana) Burung air ini memiliki ukuran tubuh yang besar yaitu sekitar 115 cm. Secara fisik jenis ini memiliki tubuh berwarna abu-abu gelap kecoklatan, bagian kepala beruban dan berjambul pendek (Gambar 28). Jenis ini tidak umum dijumpai, tetapi tersebar luas di sekitar Sunda Besar, biasanya menghuni hutan mangrove, rawa, pesisir dan batu karang. Biasanya terlihat berjalan sendirian di tepi pantai untuk memburu ikan terumbu karang atau di tepian sungai (MacKinnon et al. 1998). Pada saat pengamatan, jenis ini ditemukan sekitar Danau Sei Leman dan Muara Way Tinggal. Ukurannya yang besar membuat jenis ini mudah diamati, namun sangat sulit menemukan Cangak laut karena jenis ini menyukai habitat tertentu seperti di pinggir pantai atau di pohon-pohon sekitar danau. Jika menemukan jenis ini terutama dapat melihat sarangnya akan memberikan kepuasan tersendiri bagi yang melihatnya karena jenis ini termasuk jenis yang langka selain itu penyebarannya terbatas.

85 65 Gambar 28. Cangak laut (Ardea sumatrana) di atas sarangnya. 8. Pekaka emas (Pelargopsis capensis) Jenis ini memiliki ukuran yang sangat besar jika dibandingkan dengan burung dari suku Alcedinidae yang lain yaitu sekitar 35 cm. Secara fisik jenis ini memiliki ciri punggung biru dengan paruh merah mencolok (Gambar 29). Jenis ini memiliki kebiasaan hidup berpasangan tetapi bila berburu makanan sendirian. Biasanya bertengger pada dahan yang mati dan ketika terganggu akan terbang sambil mengeluarkan suara tanda bahaya yang ribut. Sumber: Lip Kee Gambar 29. Pekaka emas (Pelargopsis capensis) Pekaka emas merupakan salah satu jenis dari suku Alcedinidae atau burung-burung berwarna cerah. Jenis ini menarik untuk diamati karena keindahan fisiknya baik bentuk maupun warnanya. Jenis ini cukup sulit untuk ditemukan

86 66 karena umumnya hidup di habitat perairan terutama sungai yang bersasosiasi dengan rawa dan yang mengandung banyak ikan. Selain itu jenis ini sudah dilindungi oleh PP No.7 tahun 1999 dan UU No.5 tahun 1990 yang menunjukkan bahwa jenis ini adalah jenis yang memiliki kekhasan tertentu sehingga keberadaannya dilindungi. 9. Kuntul karang (Egretta sacra) Secara umum jenis ini memiliki ciri fisik berukuran agak besar kira-kira 58 cm, dijumpai dalam dua bentuk warna yaitu putih atau abu-abu arang. Jenis yang lebih sering ditemukan adalah abu-abu (Gambar 30). Jenis ini terdapat di seluruh Sunda Besar dan pada umumnya ditemukan di terumbu karang bila air laut surut dan pantai pasir di pulau-pulau lepas pantai (MacKinnon et al. 1998). Gambar 30. Kuntul karang (Egretta sacra) di terumbu karang saat air laut surut. Jenis ini termasuk burung migran dan sangat menarik untuk diamati karena selain bentuknya yang indah, ukuran burung ini relatif besar sehingga mudah untuk diamati. Jenis ini mudah untuk ditemukan terutama di habitat pantai pada saat air laut surut. Selain itu jenis ini sudah dilindungi oleh PP No.7 tahun 1999 dan UU No.5 tahun 1990 yang menunjukkan bahwa jenis ini adalah jenis yang memiliki kekhasan tertentu sehingga keberadaannya dilindungi Rekomendasi untuk Pengelola TWNC Keberhasilan pengelolaan suatu kawasan sangat tergantung pada sumber daya manusia pengelola yang ada di dalamnya. Pengelola berperan penting baik dalam perencanaan, pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan di lapangan. Setelah melaksanakan penelitian selama dua bulan di kawasan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan salah satu kelompok terbesar dari hewan bertulang belakang (vertebrata) yang jumlahnya diperkirakan ada 8.600 jenis dan tersebar di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 13 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), TNBBS (Gambar 1). Survei pendahuluan telah dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU MASHUDI A. mashudi.alamsyah@gmail.com GIRY MARHENTO girymarhento@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan keanekaragaman sumberdaya hayatinya yang tinggi dijuluki megadiversity country merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan jenis burung di Pulau Serangan, Bali pada bulan Februari sampai Maret tahun 2016. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 kali, yang dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN Sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 13 ribu pulau, Indonesia layak disebut sebagai negara dengan potensi bahari terbesar di dunia. Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Menjukut 5.1.1. Deskripsi Habitat Menjukut merupakan suatu kawasan yang terdapat di kawasan TWNC yang terdiri atas hutan, danau dan pantai di sekitarnya. Danau merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E 14201020 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman burung yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah burung yang tercatat di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumberdaya pesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang adalah struktur di dasar laut

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT BIDANG KEGIATAN PKM-GT Diusulkan oleh: DAHLAN E34070096 2007 TUTIA RAHMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pariwisata saat ini semakin menjadi sorotan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung 60 Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung Gambar 10. Stasiun pengamatan pertama penelitian burung pada lahan basah Way Pegadungan yang telah menjadi persawahan pada Bulan April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A / Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba dengan luas areal 13.490 hektar merupakan salah satu kawasan konservasi darat di Bengkulu yang memiliki kekayaaan sumber daya dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata di Indonesia tetap bertumbuh walaupun pertumbuhan perekonomian global terpuruk, pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si Apa yang dimaksud biodiversitas? Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah : keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A34201037 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN SKRIPSI Oleh : PARRON ABET HUTAGALUNG 101201081 / Konservasi Sumber Daya Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN

BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 18 BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1. Letak Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) dari segi wilayah pengelolaan termasuk dalam Sub-seksi Wilayah Konservasi (SSWK) Sukaraja Balai Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi (Data Kemendagri.go.id, 2012). Indonesia memiliki potensi alam yang melimpah sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci