BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA"

Transkripsi

1 83 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan Data Perusahaan Data Kondisi Lingkungan Perusahaan Demi meningkatkan kenyamanan dan keamanan pabrik, perusahaan meneliti kondisi pabrik. Dan dapat dilihat dari data kondisi lingkungan perusahaan dari Dinas Kesehatan yang meneliti kondisi pabrik. Untuk pengukuran kualitas udara, temperatur, dan kebisingan dilakukan secara berkala. Tabel 4.1 Daftar Pengukuran Dan Pemantauan K3 NO JENIS PENGUKURAN & LOKASI 1. Udara : PEMANTAUAN PENGUKURAN & PEMANTAUAN FREKUENSI PELAKSANA 1. Udara Lingkungan Kerja - Ruang Pengelasan 6 Bulan Eksternal - Ruang Painting 6 Bulan 2. Udara Luar Lingkungan - Halaman Depan 6 Bulan Eksternal Kerja - Halaman Belakang 6 Bulan 2. Penerangan : - Ruang Engineering 3 Bulan

2 84 - Kasir - Adm. Gudang - QC Test - Produksi - Personalia - PPIC - QE 3 Bulan 3 Bulan 3 Bulan 3 Bulan 3 Bulan 3 Bulan 3 Bulan Internal 3. Kebisingan 1. Lingkungan Kerja - Ruang Painting - Ruang Pengelasan 3 Bulan 3 Bulan - Ruang PK & Coil - Ruang CT/VT - Ruang QC 3 Bulan 3 Bulan 3 Bulan Internal 2. Luar Lingkungan Kerja - Kebun Belakang 3 Bulan - Halaman Depan - Ruang Genset 4. Emisi - Genset - Forklip - Blasting - Spray 5. Getaran - Sand Blasting - Painting - Tank Making 3 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan Internal Eksternal Eksternal

3 85 6. Kebauan - Sand Blasting - Painting 6 Bulan 6 Bulan Eksternal 7. Limbah Cair - Kebun Belakang 6 Bulan Eksternal 1. Kualitas Udara, jika dibandingkan dengan surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan, kualitas udara di dua lokasi (ruang Produksi dan ruang kantor), yang diukur masih dibawah nilai ambang batas. Tabel 4.2 Hasil Kelembaban dan Temperatur Udara Lokasi Kelembaban Temperatur Ruang Produksi % C Ruang kantor % C 2. Tingkat Kebisingan, hasil pengukuran tingkat kebisingan dari PT Trafoindo Prima Perkasa secara keseluruhan masih dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan menurut KepMenaker. No. Kep51/Men/1999, Tentang : Nilai ambang batas faktor fisika ditempat kerja dan Kep. MENLH No: 48/MENLH/11/1996 Tentang : Baku tingkat kebisingan.

4 86 Tabel 4.3 Laporan Hasil Pengukuran Kebisingan Bulan Januari 2006 NO LOKASI KRITERIA HASIL PERATURAN PENGUKURAN 1 Lingkungan Kerja NAB = 85 dba KepMenaker. No. Ruang painting Ruang fixing part R. Tank Making Ruang Radiator Ruang Potong Ruang CT/VT Ruang QC 84,9 dba 82,5 dba 83,75 dba 83,55 dba 75,5 dba 71,75 dba 70,65 dba Kep51/Men/1999 Tentang : Nilai ambang batas faktor fisika ditempat kerja 2. Luar Lingkungan Kerja NAB = 70 dba Kep. MENLH No : 48/MENLH/11/1996 Halaman depan Halaman belakang Halaman samping 75,4 dba 56,15 dba 61,65 dba Tentang : Baku tingkat kebisingan Tata Tertib Perusahaan Dan Disiplin Perusahaan Tata Tertib Perusahaan 1. Waktu kerja normal adalah dari pukul WIB 2. Waktu istirahat adalah dari pukul WIB

5 87 3. Cuti hamil adalah selama 3 bulan 4. Kecelakaan atau sakit diperkenankan libur sesuai dengan anjuran dokter Disiplin Perusahaan 1. Masuk dan pulang kerja tepat waktu 2. Masuk kerja berpakaian yang sopan menit sebelum waktu pulang kerja karyawan diperkenankan meninggalkan pekerjaan secara bergantian untuk persiapan pulang disamping kebersihan lokasi kerja harus dijaga dan dipertahankan. 4. Karyawan tidak diperkenankan membawa benda apapun milik perusahaan tanpa seijin atasannya pada saat pulang kerja. 5. Karyawan tidak dalam keadaan mabuk dilokasi kerja 6. Karyawan tidak boleh memperjual belikan jenis barang apapun dilokasi pabrik. 7. Dilarang merokok dilokasi pabrik 8. Harus memakai perlengkapan yang telah ditentuakan diarea pabrik Visi dan Misi Perusahaan Visi Perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa bertekad menjadi perusahaan yang terunggul dalam mutu, kehandalan dan pelayanan pelanggan dengan harga yang kompetitif dibidang

6 88 peralatan listrik tegangan menengah serta menjadi perusahhan yang terlengkap dalam varian produknya, bebas dari pencemaran lingkungan dan tanpa kecelakaan kerja. Misi Perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa sebagai penghasil produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, dengan cara memeperhatikan dampak yang timbul terhadap lingkungan dan keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan, senantiasa menetapkan, mengimplentasikan dan melakukan perbaikan terus menerus terhadap Sistem Manajemen Mutu, Sistem manajemen Lingkungan dan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja seperti yang digariskan dalam standar ISO 9001:2000, ISO 14001:1996 dan OHSAS 18001:1999, sehingga tercapai kepuasan pelanggan, lingkungan yang bebas dari pencemaran dan peningkatan faktor keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan demi terwujudnya visi perusahaan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perusahaan : 1. Wilayah pabrik harus bebas rokok 2. Setiap tenaga kerja wajib menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. 3. Pembersihan pada wilayah proses produksi oleh petugas kebersihan harus dilakukan secara rutin

7 89 4. Setiap tenaga kerja diwajibkan untuk mengenakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. 5. Setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama 6. Pihak perusahaan akan memeberikan ganti rugi perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja 7. Setiap tenaga kerja memperoleh jaminan tenaga kerja (JAMSOSTEK). 8. Mematuhi peraturan dan undang-undang yang berhubungan dengan persyaratan produk, persyaratan pengendalian lingkungan dan keselamatan dan kesehatan kerja. 9. Melakukan perbaikan terus menerus sistem manajemen lingkungan, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. 10. Menekan kecelakaan kerja, jumlah karyawan yang sakit dan potensi kecelakaan kerja. 11. Mengendalikan pencemaran air, tanah dan udara akibat dan aktivitas produksi.

8 Pengumpulan Data Penelitian Data Kecelakaan Kerja Tabel 4.4 Data Kecelakaan Kerja Produksi Bulan Juni Mei 2006 DATA KECELAKAAN KERJA NO. BULAN JUMLAH KECELAKAAN 1 Juni 3 2 Juli 4 3 Agustus 1 4 September 1 5 Oktober 3 6 November 4 7 Desember 3 8 Januari 2 9 Februari 1 10 Maret 2 11 April 4 12 Mei 3 TOTAL 31

9 Data Jumlah Karyawan Tabel 4.5 Data Jumlah Karyawan Produksi Bulan Juni Mei 2006 DATA JUMLAH KARYAWAN NO. BULAN JUMLAH KARYAWAN 1 Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei 263 TOTAL Rata-Rata

10 Data Absensi Karyawan Tabel 4.6 Data absensi Karyawan Produksi ABSENSI KARYAWAN PABRIK BULAN JUNI 2005 MEI 2006 NO BULAN JUMLAH SAKIT KECELAKAAN IZIN ALPA CUTI JUM. KARYAWAN ABSENSI 1 Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Total

11 93 Jumlah Absensi Bulan Juni 2005-Mei 2006 Nilai Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Bulan Grafik 4.1 Jumlah Absensi Bulan Juni 2005 Mei 2006 Data Jumlah Kecelakaan Bulan Juni 2005-Mei 2006 Nilai 4,5 4 3,5 2, ,5 1 0, Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Bulan Grafik 4.2 Jumlah Kecelakaan Bulan Juni 2005 Mei 2006

12 Pengolahan Data Perhitungan Kuantitatif Perhitungan Ratio Kekerapan (Frekuensi) Cidera Kecelakaan Kerja Perhitungan Bulan juni 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 276 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 66 x 8 jam = 528 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 276 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 528 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 52,74 53 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 53 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

13 95 Perhitungan Bulan juli 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 274 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 76 x 8 jam = 608 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 4 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 274 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 608 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 70,98 71 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 71 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

14 96 Perhitungan Bulan Agustus 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 274 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 73 x 8 jam = 584 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 1 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 481 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 584 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 17,72 18 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 18 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

15 97 Perhitungan Bulan September 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 274 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 61 x 8 jam = 488 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 1 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 274 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 488 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 17,69 18 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 18 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

16 98 Perhitungan Bulan Oktober 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 274 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 79 x 8 jam = 632 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 274 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 632 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 53,22 53 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 53 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

17 99 Perhitungan Bulan November 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 274 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 84 x 8 jam = 672 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 4 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 274 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 672 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 71,02 71 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 71 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

18 100 Perhitungan Bulan Desember 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 274 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 83 x 8 jam = 664 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 274 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 664 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 53,25 53 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 53 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

19 101 Perhitungan Bulan Januari 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 273 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 76 x 8 jam = 608 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 2 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 273 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 608 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 35,60 36 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 36 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

20 102 Perhitungan Bulan Februari 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 273 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 86 x 8 jam = 688 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 1 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 273 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 688 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 17,82 18 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 18 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

21 103 Perhitungan Bulan Maret 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 272 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 75 x 8 jam = 600 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 2 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 272 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 600 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 35,72 36 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 36 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

22 104 Perhitungan Bulan April 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 273 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 87 x 8 jam = 696 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 4 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 273 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 696 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 71,31 71 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 71 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

23 105 Perhitungan Bulan Mei 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : Jumlah karyawan : 263 orang karyawan Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 76 x 8 jam = 608 Jam/Bulan Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan = 263 x 26 x 8 = Jumlah absensi dalam sebulan = 608 Jumlah Man-hours kerja (nyata) = Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x Jumlah man-hours kerja Ratio Kekerapan cidera = = 55,45 55 Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006, 55 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.

24 106 Dari perhitungan tersebut maka hasil secara keseluruhan terdapat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.7 Ratio Kekerapan Cidera Bulan Juni 2005 Mei 2006 No Bulan Ratio Kekerapan 1 Juni 53 2 Juli 71 3 Agustus 18 4 September 18 5 Oktober 53 6 November 71 7 Desember 53 8 Januari 36 9 Februari Maret April Mei 55 Total 553 Rata-rata 46,08

25 107 Ratio Kekerapan Cidera Nilai Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Bulan Grafik 4.3 Ratio Kekerapan Cidera Kecelakaan Kerja per Bulan Jumlah Jam Kerja Produktif Juni Mei 2006 Nilai Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Bulan Grafik 4.4 Jumlah Jam Kerja Produktif Juni 2005 Mei 200

26 Perhitungan Ratio Keparahan (Severity) Cidera Kecelakaan Kerja Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Juni 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 10 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 10 x = 175, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 175,80 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 175,80 hari hilang. Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Juli 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 18 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 18 x = 319, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 319,44 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 319,44 hari hilang.

27 109 Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Agustus 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 9 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 9 x = 159, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 159,55 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 159,55 hari hilang. Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan September 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 4 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 4 x = 70, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 70,79 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 70,79 hari hilang.

28 110 Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Oktober 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 20 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 20 x = 355, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 355,87 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 355,87 hari hilang. Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan November 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 18 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 18 x = 319, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 319,60 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 319,60 hari hilang.

29 111 Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Desember 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 18 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 18 x = 319, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 319,55 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 319,55 hari hilang. Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Januari 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 12 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 12 x = 213, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 213,61 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 213,61 hari hilang.

30 112 Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Februari 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 14 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 14 x = 249, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 249,57 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 249,57 hari hilang. Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Maret 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 16 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 16 x = 285, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 285,83 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 285,83 hari hilang.

31 113 Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan April 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 12 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 12 x = 213, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 213,94 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 213,94 hari hilang. Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Mei 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = Jumlah hari hilang = 65 Hari (Cacat Kecelakaan jari tangan, yang menyebabkan ruas jari kelingking kiri putus dihitung hilang 50 hari {Tabel 2.1}+ 15 Hari absensi kecelakaan kerja) Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera = 65 x = 1201, Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 1201,56 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu jam waktu produktif selama 1201,56 hari hilang.

32 114 Tabel 4.8 Ratio Keparahan Cidera Bulan Juni 2005 Mei 2006 No Bulan Ratio Kekerapan 1 Juni 175,80 2 Juli 319,44 3 Agustus 159,55 4 September 70,79 5 Oktober 355,87 6 November 319,60 7 Desember 319,55 8 Januari 213,61 9 Februari 249,57 10 Maret 285,83 11 April 213,94 12 Mei 1201,56 Total 3885,11 Rata-rata 323,75

33 , ,8 319,44 355,87 319,6 319,55 213,61 159,55 249,57 285,83 213,94 70,79 0 Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Grafik 4.5 Ratio Keparahan Cidera Kecelakaan Per Bulan Perhitungan % Kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Kebutuhan alat pelindung diri pada perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa telah cukup jumlahnya dengan kebutuhan karyawan. Bila dilihat Alat Pelindung Diri (APD) yang ada telah cukup memadai baik secara kuantitas maupun secara kualitas, karena pengawasan APD telah dilakukan secara berkala, sehingga semua sesuai dengan keperluan. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana para karyawan memaksimalkan ketersedian alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan untuk melindungi diri dari kecelakaan, sehingga dapat menekan seminimal mungkin terjadinya kecelakaan. Tabel alat pelindung diri dapat dilihat pada lampiran 9.

34 Perhitungan Kualitatif Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tabel 4.9 Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja No Uraian Kejadian Penyebab Akibat 1 Terpleset tetesan oli Lingkungan pabrik Terjatuh dan Terluka 2 Mata terkena debu Lingkungan pabrik Iritasi pada mata 3 Tabung gas N2 jatuh Penempatan tidak baik Tertimpa dan terluka 4 Tertusuk/ tergores potongan silicon Human error Terluka 5 Terkena panas dari tungku annealing oven Human error Lingkungan Pabrik Terluka dan Tebakar 6 Terjatuh dilubang mesin slitter Human error Terjatuh dan terluka 7 Tertimpa benda karena sling crane putus Lingkungan Pabrik Lingkungan Pabrik Tertimpa dan Terluka 8 Radiasi komputer Lingkungan pabrik Kesehatan pekerja 9 Tabung angin kompresor meledak Lingkungan pabrik Terluka 10 Penerangan diarea kerja Lingkungan pabrik Terantuk Gangguan mata untuk jangka panjang 11 Kejatuhan fixing part Penempatan tidak baik Tertimpa dan terluka

35 Terkena gram besi saat mengencangkan baut Human error Terjepit dan terluka 13 Getaran Impact wrench Lingkungan pabrik Kesehatan jangka panjang 14 Terjepit pengencang steel bench Human error Terjepit dan terluka 15 Tersandung kabel melintang Human error Terjatuh dan terluka Penempatan tidak baik 16 Tertimpa tumpukkan core Penumpukkan bahan Tertimpa dan terluka yang tidak tepat 17 Iritasi kulit dari oli trafo revisi Lingkungan pabrik Kesehatan jangka panjang 18 Tersandung rel lori Human error Terjatuh dan terluka Penempatan tidak baik 19 Terjepit mesin press core condition Human error Terjepit dan terluka 20 Terpotong pisau mesin cutting Human error Terpotong dan terluka 21 Terjatuh kelubang mesin potong core Human error Lingkungan Pabrik Terjatuh dan terluka 22 Kejatuhan matris core Lingkungan Pabrik Terjatuh dan terluka 23 Tergores gergaji mesin band saw Human error Terluka 24 Keletihan mata akibat susun core Lingkungan pabrik Iritasi pada mata

36 Terjepit pintu gerbang Human error Terjepit dan terluka 26 Terjatuh kelubang annealing Human error Terjatuh dan terluka Lingkungan Pabrik 27 Terjepit roll mesin slitter Human error Terjepit dan terluka 28 Terbentur beban core Human error Terbentur dan terluka Lingkungan pabrik 29 Keletihan saat proses annealing Lingkungan pabrik Dapat menimbulkan jenis kecelakaan yang lain 30 Tertabrak lori Human error Terjatuh dan terluka 31 Terbentur putaran dudukan pisau core Lingkungan pabrik Human error Lingkungan pabrik Terbentur dan terluka 32 Iritasi mata karena terkena aceton Bahan kimia Iritasi pada mata 33 Kebisingan pada saat memasang matris 34 Terkena putaran Uncoiler pada mesin potong core 35 Ledakan regulator gas N2 yang pecah Human error Lingkungan pabrik Human error Lingkungan pabrik Kesehatan jangka panjang Terbentur dan terluka Terbakar dan Terluka

37 Tersetrum listrik karena instalasi rusak Human error Lingkungan pabrik Terstrum dan Terluka Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja Tabel 4.10 Uraian dan Klasifikasi Kecelakaan Kerja No Bulan Uraian Kejadian Klasifikasi Kecelakaan 1. Juni Terpleset tetesan oli mesin sewaktu membawa bahan baku 2. Tersandung kabel yang melintang sewaktu berjalan 3. Tertimpa tumpukan core sewaktu bekerja 4. Juli Tergores gergaji mesin band saw sewaktu bekerja 5. Terpotong pisau mesin mesin cutting core sewaktu mengganti mata pisau 6. Terpleset tetesan oli mesin sewaktu membawa bahan baku 7. Terjepit mesin press core condition sewaktu bekerja Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab : Lingkungan Pabrik Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Tertimpa Penyebab : Lingkungan pabrik Jenis kecelakaan : Tergores Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terpotong Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab : Lingkungan Pabrik Jenis kecelakaan : Terjepit Penyebab : Human error

38 Agustus Terpotong pisau mesin mesin cutting core sewaktu mengganti mata pisau 9. September Terjatuh dilubang mesin mesin slitter sewaktu berjalan Jenis kecelakaan : Terpotong Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab: Human error Lingkungan pabrik 10. Oktober Tersetrum listrik karena instalasi rusak 11. Terjepit pintu gerbang sewaktu menutup sehingga jari tangan patah 12. Kejatuhan matris core sewaktu berjalan 13. November Terbentur beban crena sewaktu berjalan Jenis kecelakaan : Tersetrum Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terjepit Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Tertimpa Penyebab : Lingkungan pabrik Jenis kecelakaan : Terbentur Penyebab : Human error 14. Tertabrak lori sewaktu berjalan Jenis kecelakaan : Tertabrak Penyebab : Human error 15. Iritasi mata karena terkena aceton Jenis kecelakaan : Iritasi Penyebab : Lingkungan pabrik 16. Terjepit Pengencamg steel bench sewaktu menyetel mesin 17. Desember Tersandung kabel yang melintang sewaktu berjalan Jenis kecelakaan : Terjepit Penyebab : human error Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab : Human error

39 Terjatuh kelubang mesin slitter sewaktu berjalan Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab: Human error Lingkungan pabrik 19. Tergores gergaji mesin band saw sewaktu bekerja 20. Januari Kajatuhan Fixing part sewaktu bekerja 21. Terjepit roll mesin slitter seaktu bekerja 22. Februari Terpotong pisau mesin cutting sewaktu bekerja 23 Maret Terkena panas dari tungku annealing oven 24 Tersandung rel lori sewaktu membawa bahan baku 25. April Tersetrum listrik karena instalasi rusak 26. Terkena putaran uncoiler pada mesin potong core 27. Kejatuhan matris core sewaktu bekerja Jenis kecelakaan : Tergores Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Tertimpa Penyebab : Lingkungan pabrik Jenis kecelakaan : Terjepit Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terpotong Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terbakar Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab : Lingkungan pabrik Jenis kecelakaan : Tersetrum Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terbentur Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Tertimpa Penyebab : Lingkungn pabrik

40 Terbentur beban crane sewaktu berjalan 29. Mei Terpotong pisau mesin cutting sewaktu bekerja 30. Tersetrum listrik karena instalasi rusak Jenis kecelakaan : Terbentur Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terpotong Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Tersetrum Penyebab : Human error 31 Iritasi kulit dari oli trafo Jenis kecelakaan : Iritasi Penyebab : Lingkungan pabrik Identifikasi Faktor Utama Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan refensi yang ada, beberapa faktor-faktor utama yang umum dipergunakan dalam menentukan penyebab utama suatu permasalahan antara lain: 4M (Man-manusia, Machine-mesin, Method-metode, Material-bahan baku), 4P (Place-tempat, Procedure-prosedur, People-manusia, Policy-kebijakan), 4S (Surrounding-lingkungan, Supplier-pemasok, System-sistem, Skill-kemampuan). Faktor utama tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan. Tabel 4.11 Definisi Faktor-faktor Utama Penyebab Kecelakaan kerja Faktor Utama Man-manusia Keterangan Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pekerja

41 123 Machine-mesin Hal-hal yang berkaitan dengan mesin dan peralatan secara fisik Method-metode Hal-hal yang berkaitan dengan langkah kerja, prosedur dan pelaksanaannya Material-bahan baku Hal-hal yang berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan Place-tempat Procedure-prosedur People-manusia Policy-kebijakan Surrounding-lingkungan Supplier-pemasok System-sistem Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi tempat kerja Hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perusahaan Hal-hal yang berkaitan dengan kerja Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi tempat kerja Hal-hal yang berkaitan dengan pemasok Hal-hal yang berkaitan dengan langkah kerja, prosedur dan pelaksanaannya Skill-kemampuan Hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan pekerja Hal yang didapat dari penelitian ini, untuk menentukan faktor-faktor utama mana yang akan digunakan berdasarkan akar kecelakaan kerja. Yaitu perbuatan tidak selamat (berbahaya), keadaan tidak selamat (berbahaya) dan Penyimpangan kebijakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Setelah mendapat data historis kecelakaan kerja selama satu tahun terdapat 34 kejadian kecelakaan kerja, untuk itu

42 124 dapat ditentukan faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja. Untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja maka dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan pihak perusahaan. Diskusi dilakukan dengan 3 orang expert diperusahaan. Para expert tersebut dipilih atas pertimbangan pengalaman dan jabatan diperusahaan, khusunya dibagian produksi. Berdasarkan tabel 4.10 lalu diputuskan untuk membandingkan dengan 3 penyebab kecelakaan kerja berdasarkan teori akar kecelakaan kerja yang memilki definisi sama. Faktor-faktor utama yang terpilih adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan tidak selamat atau perbuatan berbahaya disamakan dengan manmanusia, people-manusia karena sama-sama berkaitan dengan kondisi pekerja. Faktor utama yang dipilih menjadi faktor man-manusia 2. Keadaan tidak selamat atau keadaan berbahaya disamakan dengan placetempat, surrounding-lingkungan karena sama-sama dengan kondisi tempat kerja. Faktor utama yang dipilih menjadi faktor surrounding-lingkungan. 3. Kebijakan keselamatan kerja disamakan dengan policy-kebijakan karena sama-sama berkaitan dengan kebijakan perusahaan. Faktor utama yang dipilih sebagai penyebab kecelakaan kerja menjadi faktor penyimpangan policykebijakan. Setelah mendapatkan faktor-faktor utama yang akan dipergunakan untuk didiskusikan oleh 3 orang expert yaitu faktor man-manusia, faktor surroundinglingkungan dan penyimpangan policy-kebijakan maka diadakan diskusi/ wawancara. Berdasarkan faktor bahaya penyimpangan policy-kebijakan terdiri dari 5 subfaktor,

43 125 yang diambil dari kebijakan yang ada diperusahaan. Kebijakan perusahaan yang ada adalah: 1. Wilayah pabrik harus bebas rokok 2. Setiap tenaga kerja wajib menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya 3. Pembersihan pada wilayah proses produksi oleh petugas kebersihan harus dilakukan secara rutin 4. Setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. 5. Setiap tenaga kerja diwajibkan untuk mengenakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. 5 subfaktor penyebab kecelakaan yang diambil merupakan penyimpangan dari kebijakan diatas yaitu: 1. Merokok dilokasi pabrik 2. Membuang sampah tidak pada tempatnya 3. Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan 4. Tidak mematuhi peraturan untuk mengenakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan 5. Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3.

44 Penentuan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Didalam menentukan faktor penyebab kecelakaan kerja berdasarkan 36 data kejadian kecelakaan kerja menggunakan diskusi dengan 3 expert. Hasilnya adalah sebagai berikut

45 127 Tabel 4.12 Rakapitulasi Hasil Diskusi Pemilihan Penyebab Kecelakaan Kerja Man-Manusia Surrounding-Lingkungan Penyimpangan No Bulan kebijakan Jumlah. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X Kecelakaan 1 Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Jumlah

46 128 Jumlah Penyebab Kecelakaan Jumlah X2 X3 X5 X6 X7 X11 X12 X13 X14 X16 X20 X22 Kode Penamaan Grafik 4.6 Hasil Diskusi Penyebab Kecelakaan Kerja Untuk lebih jelas urutan dari jumlah penyebab yang paling banyak sampai dengan sedikit terdapat pada tabel dibawah ini : Pada tabel 4.2 dijelaskan bahwa X1-X22 merupakan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dari tiga faktor utama, yaitu Manusia, Lingkungan, dan Penyimpangan kebijakan K3. Pada tabel ini dapat dilihat jumlah setiap subfaktor yang terjadi selama bulan Juni 2005 Mei Sebagai contoh pada bulan Juni 2005 dari tiga kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh subfaktor X5 (Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat) sebanyak 1 kali, X6 (Mengambil posisi atau sikap tidak selamat ) 1 kali, X12 (Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok) 1 kali, X14 (Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang

47 129 berlebihan, penjajaran yang berbahaya) 2 kali, X20 (Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan) 1 kali, dan X22 (Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3) sebanyak 2 kali. Atau lebih jelasnya dari ketiga kecelakaan pada bulan Juni 2005 disebabkan oleh faktor dan subfaktor sebagai berikut : 1. Faktor Manusia Subfaktor yang menjadi penyebabnya : X5 = Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat ( 1 kali) X6 = Mengambil posisi atau sikap tidak selamat (1 kali) 2. Faktor Lingkungan Subfaktor yang menjadi penyebabnya : X12 = Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok (1 kali) X14 = Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya ( 2 kali) 3. Faktor Penyimpangan kebijakan K3 Subfaktor yang menjadi penyebabnya : X20 = Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan (1 kali) X22 = Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 (2 buah)

48 130 Sedangkan untuk jumlah merupakan hasil penjumlahan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja selama bulan Juni 2005 Mei Sebagai contoh pada kolom X1 selama 12 bulan yaitu Juni 2005 Mei 2006 memilki total nol, artinya dari kecelakaan yang terjadi selama periode tersebut tidak ada yang disebabkan oleh subfaktor Kegiatan tidak sah (X1). Pada kolom X3 selama 12 bulan, yaitu bulan Juni Mei 2006 memilki jumlah 14, artinya selama 12 bulan telah terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh subfaktor X3 sebanyak 14 kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.15, Tabel 4.16, Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 (Contoh kecelakaan kerja dan klasifikasi penyebab terjadinya). Sedangkan untuk penamaan kode X1-X22 dapat dilhat pada Tabel Tabel 4.13 Peringkat Penyebab kecelakaan Kerja hasil Diskusi Rank Penyebab KK Kode Jumlah pengaman 1 Tidak adanya pengawasan langsung terhadap X22 21 setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 2 Mengambil posisi atau sikap tidak selamat X Tidak memanfaatkan perlengkapan K3 X Bekerja pada peralatan yang bergerak atau X7 14 perlengkapan berbahaya 5 Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, X14 13

49 131 pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya 6 Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, X12 11 licin, berkarat, longgar, bengkok 7 Kegiatan dengan kecepatan berbahaya X2 3 8 Rancangan atau konstruksi yang tidak selamat X Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan X20 3 oleh petugas kebersihan 10 Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak X5 2 selamat 11 Tanpa pelindung X Peredaran udara yang kurang selamat X16 1 Tabel diatas menjelaskan pengurutan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan mulai dari yang paling banyak sampai yang paling sedikit. Dari tabel tersebut dapat dilihat mana subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Dan pada kenyataannya subfaktor X22 atau tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 merupakan kasus yang paling banyak terjadi.

50 132 Faktor Utama Manusia (X1-X9) Tabel 4.14 Kode Penamaan Item Penyebab Kecelakaan Kerja Penyebab Kecelakaan Kerja Kegiatan tidak sah Kegiatan dengan kecepatan berbahaya Tidak memanfaatkan perlengkapan K3 Salah penggunaan perlengkapan K3 Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat Mengambil posisi atau sikap tidak selamat Bekerja pada peralatan yang bergerak atau perlengkapan berbahaya Mengganggu, menyalahgunakan, dan mngejutkan Tidak memakai pakaian keamanan atau pelindung bahan Kode X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Lingkungan (X10-X17) Perlindungan yang kurang memadai Tanpa pelindung Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok Rancangan atau konstruksi yang tidak selamat Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya X10 X11 X12 X13 X14

51 133 Penyimpangan Kebijakan K3 (X18-X22) Penerangan yang kurang selamat Peredaran udara yang kurang selamat Pakaian atau perlengkapan yang kurang selamat Merokok dilokasi pabrik Membuang sampah tidak pada tempatnya Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan Tidak mematuhi peraturan yang ada Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 Tabel diatas menjelaskan penamaan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dari X1 sampai X22. Subfaktor-subfaktor tersebut merupakan bagian dari tiga faktor utama penyebab kecelakaan, yaitu Manusia, Lingkungan dan Penyimpangan kebijakan K Analisa Analisa Kondisi Pabrik dan Kegiatan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Didapat dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan, diketahui bahwa selama ini perusahaan telah memilki divisi khusus, program-program serta kegiatan

52 134 pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang menangani masalah-masalah seputar K3. Walaupun telah memilki divisi khusus berserta program dan kebijakannya namun pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan masih terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan faktor human error merupakan faktor utama yang memilki hubungan sangat kuat dengan penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Dimana faktor human error tersebut yang terdiri dari subfaktor tidak memanfaatkan perlengkapan yang telah disediakan dan mengambil kedudukkan atau sikap tidak selamat, merupakan dua subfaktor yang paling sering terjadi hingga menyebabkan kecelakaan. Selain itu ditempat kedua faktor penyimpangan kebijakkan K3 juga sering kali menjadi penyebab terjadinya kecelakaan dimana subfaktornya adalah tidak mematuhi peraturan yang berlaku menjadi penyebab paling utama untuk faktor ini Walaupun telah disediakan APD (Alat Pelindung Diri), pada kenyataannya tidak semua pekerja mau menggunakan alat pelindung diri. Berdasarkan hasil analisa para pekerja tidak mau menggunakan alat tersebut karena berbagai alasan, seperti : malas, mengganggu kenyaman kerja dan merasa dirinya sudah ahli dan paham dalam melakukan pekerjaannya. Padahal berdasarkan data perusahaan alat pelindung diri yang disediakan sudaj cukup memadai dan mencukupi untuk semua para karyawan disetiap bagian atau departemen masing-masing. Sehingga disini terlihat kurangnya kesadaran para karyawannya dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

53 135 Kurang maksimalnya pengawasan secara langsung para pekerja PT. Trafoindo Prima Perkasa juga berpengaruh terhadap terhadap kecelakaan yang terjadi. Hal ini terjadi karena belum adanya divisi khusus K3 yang mengawasi setiap departeman dipabrik. PT. Trafoindo Prima Perkasa hanya memiliki divisi K3 secara umum yang mengawasi keseluruhan aktivitas K3 dipabrik, sehingga pengawasan secara langsung masih sangat kurang. Jika pengawasan dilakukan secara maksimal terhadap para karyawannya resiko kecelakaan kerja dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam menangani masalah kecelakaan kerja, perusahaan mengeluarkan kebijakkan dimana setiap pekerja wajib mengikuti asuransi JAMSOSTEK. Untuk mengikuti asuransi JAMSOSTEK, harus mengisi data-data pekerja pada formulir JAMSOSTEK yang telah disediakan (formulir ini dapat dilihat pada lampiran). Asuransi JAMSOSTEK dirasakan sangat membantu para pekerja yang terkena kecelakaan, besar kecilnya anggaran yang diterima oleh pekerja dilihat dari parahtidaknya kecelakaan yang dialaminya. Setelah dilakukan pengamatan pada lingkungan perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa, dapat dilihat bahwa hampir tidak ada masalah berarti mengenai kondisi lingkungan, hal ini karena PT. Trafoindo Prima Perkasa selalu melakukan pemeriksaan kondisi lingkungan kerja secara berkala baik secara internal maupun eksternal perusahaan, sehingga apa yang ada diperusahaan telah sesuai dengan ketetapan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan pemerintah. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini akan sedikit dibahas mengenai beberapa kondisi lingkungan kerja fisik di PT. Trafoindo Prima Perkasa.

54 136 Untuk Temperatur Udara Data terbaru yang dimilki perusahaan yaitu hasil penelitian dari divisi K3 perusahaan menunjukkan hasil sebesar C (Tabel 4.2) untuk ruang produksi. Temperatur sebesar ini sebenarnya cukup tinggi dari batas normal, karena batas normal temperatur yang ideal adalah sebesar C. Berdasarkan penelitian ketahanan tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar sekitar ± 25% untuk kondisi panas dan ± 35% untuk kondisi dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh (Sutalaksana, 1979, h.81). untuk kasus ini temperatur di lantai produksi PT. Trafoindo Prima Perkasa merupakan temperaur maksimal yang diperbolehkan, yaitu 33,75 C, yang diperoleh dari 27 C + 6,75 C (27 C x 25%). Walaupun panas tetapi masih dalam batas normal yang diperbolehkan. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan cepat lelah dan cenderung membuat banyak kesalahan (Sutalaksana, 1979, h.81). Panasnya temperatur dilantai produksi pabrik lebih disebabkan oleh aktivitas mesin yang bermacam-macam. Pada saat jam kerja sebagian besar mesin akan beroperasi sehingga akan mengeluarkan udara panas. Tetapi hal itu telah diantisipasi dengan menyediakan ventilasi udara yang cukup memadai sehingga akan terjadi pergantian udara didalam pabrik dengan udara dari luar pabrik, sehingga temperatur udara didalam tidak melebihi batas normal. Hal ini demi kenyamanan dan keamanan para pekerjanya. Sedangkan untuk temperatur didalam ruang kantor yaitu sebesar C (Tabel 4.2) merupakan temperur ideal yang diperbolehkan. Karena batas terendah temperatur ideal adalah sebesar 15,6 C,

55 137 dapat diperoleh dari 24 C - 8,4 C (24 C x 35%). Temperatur yang terlalu rendah akan menyebabkan cepat mengantuk dan cenderung kurang konsentrasi sehingga dapat membuat banyak kesalahan (Sutalaksana, 1979, h.81). Untuk Pencahayaan Pada PT. Trafoindo Prima Perkasa pencahayaan sudah cukup ideal yaitu berdasarkan dua sumber cahaya yang terdiri dari sumber panas misalnya matahari. Berdasarkan pengamatan, cahaya matahari masuk melalui sirkulasi udara yaitu berupa ventilasi udara, dan celah-celah pada atap dan terdapat lampu neon yang tersebar pada lingkungan tempat kerja. Kedua sumber cahaya ini menghasilkan penerangan yang baik bagi para pekerjanya untuk dapat melihat benda yang sedang dikerjakan. Konstruksi pintu bangunan dan ventilasi udara yang cukup besar memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Konstruksi pintu bangunan yang besar juga dapat digunakan untuk sewaktu-waktu terjadinya kebakaran agar pekerja dapat mudah keluar ruangan. Jarak antar mesin juga memeilki celah yang cukup luas yang memungkinkan pekerja untuk berjalan dengan aman pada waktu terjadi kebakaran. Selain itu, PT. Trafoindo Prima Perkasa telah mengantisipasi akan terjadinya kebakaran dengan menyediakan peralatan pemadam api seperti tabung-tabung pemadam api., selang pemadam kebakaran dan yang terlebih penting adalah alarm kebakaran untuk memperingatkan pekerja jika terjadi seaktu-waktu terjadi

56 138 kebakaran. Tabung-tabung pemadam api ini diletakkan disetiap sudut ruang pabrik maupun ruang kantor untuk memudahkan penanganan apabila terjadi kebakaran. Kebisingan Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kebisingan pada pabrik PT. Trafoindo Prima Perkasa secara keseluruhan masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan. Dimana pada ruang Tank Making sebesar 83,75 dba dari batas tertinggi yang ditetapkan sebesar 85 dba (Tabel 4.3). Sedangkan halaman depan tingkat kebisingannya adalah sebesar 75,4 dba (Tabel 4.3) dari batas yang di ijinkan sebesar 70 dba. Tingkat kebisingan tersebut melebihi batas yang diijinkan, hal ini disebabkan karena pada halaman depan yang terletak ditepi jalan raya dimana banyak dilalui oleh bermacam-macam jenis kendaraan, adanya area parkir untuk kendaraan (motor dan mobil) yang masuk PT. Trafoindo Prima Perkasa, juga ditambah dengan aktifitas forklip dihalaman depan untuk mengangkut produk ke truk-truk pengangkut. Berdasarkan pengamatan tingginya tingkat kebisingan ini agak sulit untuk diturunkan, hal ini disebabkan karena suara-suara yang timbul tidak hanya berasal dari dalam kawasan pabrik tetapi juga dari luar area pabrik sehingga agak sulit untuk mengantisipasi hal tersebut. Tetapi hal ini tidaklah mengganggu aktifitas didalam pabrik maupun dikantor, karena letaknya yang agak jauh dari halaman depan.

57 Analisa Hasil Perhitungan Ratio Kekerapan Cidera Dari hasil perhitungan, ratio kekerapan cidera kecelakaan kerja pada PT Trafoindo Prima Perkasa diperoleh angka ratio kekerapan cidera yang paling tinggi yaitu pada bulan Juli 2005, November 2005 dan April 2006 sebesar 71. Selanjutnya bulan Mei 2005 sebesar 55. Juni 2005, Oktober 2005 dan Desember 2005 sebesar 53. Pada bulan Januari 2006 dan Maret 2006 sebesar 36. Dan yang terendah ada pada bulan Agustus 2005, September 2005 dan Februari 2006 sebesar 18. ( lihat Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Ratio Kekerapan Cidera Per Bulan). Nilai rata ratio kekerapan cidera adalah sebesar 46,08 46 korban, yang berarti 46 korban terjadi setiap juta man-hours kerja. Nilai yang diatas rata-rata terjadi pada bulan Juni 2005, Juli 2005, Oktober 2005, November 2005, Desember 2005, April 2006 dan Mei Sedangkan untuk ratio kecelakaan dibawah rata-rata terjadi pada bulan Agustus 2005, September 2005, Januari 2006, Februari 2006, dan Maret Perbedaan yang terdapat pada ratio kekerapan ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah korban kecelakaan kerja per bulannya. Pada bulan Agustus 2005, September 2005, januari 2006, Februari 2006, dan Maret 2006, merupakan bulan dimana terjadi angka kecelakaan yang paling rendah dibanding bulan-bulan lainnya. Ratio kekerapan cidera bertujuan untuk menghitung frekuensi terjadinya kecelakaan kerja setiap satu juta man-hours kerja yang didasarkan pada jumlah kecelakaan yang terjadi setiap bulannya dan jumlah absensi setiap bulannya.

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap 2005/2006 USULAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UNTUK MEMINIMALISASI TINGKAT KECELAKAAN PADA DEPARTEMEN PRODUKSI DI PT.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 76 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dan menentukan masalah, melakukan pengumpulan data baik melalui buku-buku maupun studi lapangan, dan melakukan sistem berdasarkan

Lebih terperinci

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban HOUSEKEEPING Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban Penerapan housekeeping yang baik dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman. Housekeeping

Lebih terperinci

MEMPELAJARI IDENTIFIKASI BAHAYA KERJA DIPROSES BAG MAKING PADA PT SUPERNOVA FLEXIBLE PACKAGING. Disusun Oleh: Andy Permana/

MEMPELAJARI IDENTIFIKASI BAHAYA KERJA DIPROSES BAG MAKING PADA PT SUPERNOVA FLEXIBLE PACKAGING. Disusun Oleh: Andy Permana/ MEMPELAJARI IDENTIFIKASI BAHAYA KERJA DIPROSES BAG MAKING PADA PT SUPERNOVA FLEXIBLE PACKAGING Disusun Oleh: Andy Permana/30411836 Latar Belakang Perusahaan Hambatan Penerapan Keselamatan dan kesehatan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN MAGANG

BAB III PELAKSANAAN MAGANG BAB III PELAKSANAAN MAGANG 3.1 Pengenalan Lingkungan Kerja Penulis memulai praktek pelaksanaan kerja atau magang pada Kantor Pusat Perum BULOG selama satu bulan yang dimulai dari tanggal 01 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan, karena manusia merupakan aset hidup yang perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 4.1 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu kerugian baik itu bagi korban kecelakaan kerja maupun terhadap perusahaan (Organisasi),

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7. Kesimpulan 7.. Waktu baku perusahaan. Waktu baku perusahaan yang merupakan waktu baku yang sudah dihitung dengan menambahkan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran di

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 1. Cara aman membawa alat gelas adalah dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 Satu tangan Dua tangan Dua jari Lima jari Kunci Jawaban : B Alat-alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan Kerja Tarwaka (2008: 4) mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN RESIKO DAN K3 DI DEPARTEMEN BAG MAKING MENGGUNAKAN FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS) PADA PT SUPERNOVA FLEXIBLE PACKAGING

ANALISIS PENGENDALIAN RESIKO DAN K3 DI DEPARTEMEN BAG MAKING MENGGUNAKAN FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS) PADA PT SUPERNOVA FLEXIBLE PACKAGING ANALISIS PENGENDALIAN RESIKO DAN K3 DI DEPARTEMEN BAG MAKING MENGGUNAKAN FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS) PADA PT SUPERNOVA FLEXIBLE PACKAGING Disusun Oleh: Andy Permana/30411836 Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. BISMA KONINDO DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. BISMA KONINDO DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. BISMA KONINDO DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS Disusun Oleh: Okky Oksta Bera (35411444) Pembimbing : Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Tujuan Pembelajaran Setelah melalui penjelasan dan diskusi 1. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Penerapan K3 sekurang-kurangnya 3 buah 2. Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki perkembangan era industrialisasi yang bersifat global seperti sekarang ini, persaingan industri untuk memperebutkan pasar baik pasar tingkat regional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan tulang punggung suksesnya pembangunan bangsa dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya

Lebih terperinci

LOGO. Lingkungan Fisik Area Kerja

LOGO. Lingkungan Fisik Area Kerja LOGO Lingkungan Fisik Area Kerja LOGO Identifikasi Lingkungan Kerja Fisik No Jenis Area Temperatur Kebisingan Pencahayaan Udara Ruang Gerak Lantai Dinding Atap 1 Buffer area 27-30 C 85 dba Tidak ada bau

Lebih terperinci

Keselamatan Kerja. Garis Besar Bab Bab ini menjelaskan dasar-dasar pengoperasian yang aman. Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja. Garis Besar Bab Bab ini menjelaskan dasar-dasar pengoperasian yang aman. Keselamatan Kerja Keselamatan Kerja Garis Besar Bab Bab ini menjelaskan dasar-dasar pengoperasian yang aman. Keselamatan Kerja Keselamatan Kerja Pengetahuan Selama Bekerja Pengetahuan selama bekerja 1. Selalu bekerja dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis material baik untuk konstruksi utama maupun untuk accessories tambahan

BAB I PENDAHULUAN. jenis material baik untuk konstruksi utama maupun untuk accessories tambahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Maraknya pembangunan di bidang offshore yang membutuhkan berbagai jenis material baik untuk konstruksi utama maupun untuk accessories tambahan membuat perusahaan

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan kesehatan yang datang dari pekerjaan mereka tersebut. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan kesehatan yang datang dari pekerjaan mereka tersebut. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan aset yang penting bagi perusahaan, tenaga kerja juga merupakan faktor produksi yang memiliki peran dalam kegiatan perusahaan. Dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, diantaranya: 1. Berdasarkan analisis konsep 5S yang telah dilakukan, untuk masingmasing

Lebih terperinci

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk

Lebih terperinci

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) SIR 01 = KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya tingginya tingkat kecelakaan kerja dan rendahnya tingkat derajat kesehatan kerja di indonesia disebabkan minimnya kesadaran pengusaha untuk menerapkan Kesehatan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.P BUKU PENILAIAN DAFTAR

Lebih terperinci

Buku Pelajaran untuk Pekerja Orang Asing

Buku Pelajaran untuk Pekerja Orang Asing Buku Pelajaran untuk Pekerja Orang Asing Daftar Isi Ⅰ Manajemen Umum 1 Ⅰ-1.Pakaian Kerja 1 Ⅰ-2.Rapih dan Teratur 2 Ⅰ-3.Jalur Aman 3 Ⅰ-4.Kantor dan Tempat Istirahat 4 Ⅰ-5.Tempat Tinggal 5 Ⅰ-6.Peralatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus didukung dengan sebuah kinerja yang baik yang harus terus

BAB 1 PENDAHULUAN. harus didukung dengan sebuah kinerja yang baik yang harus terus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Era persaingan yang terus-menerus berkembang saat ini, setiap perusahaan dituntut untuk mampu bertahan dalam persaingan yang ada, serta mengembangkan setiap sumber

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment)

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Maesaroh, Yayan Harry Yadi, Wahyu Susihono,, Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan di setiap tempat kerja sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, merupakan kewajiban

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahap kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Tahap ini meliputi: 1. Survei pendahuluan lokasi untuk mendapatkan gambaran

Lebih terperinci

MODUL 3 KESELAMATAN KERJA (Kebijakan dan Prosedur K3)

MODUL 3 KESELAMATAN KERJA (Kebijakan dan Prosedur K3) MODUL 3 KESELAMATAN KERJA (Kebijakan dan Prosedur K3) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 3 A. PERSPEKTIF Pekerjaan jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil karet yang ada di Indonesia yang memiliki areal perkebunan yang cukup luas. Badan Pusat Statistik propinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas kontruksi harus memenuhi unsur keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kegiatan konstruksi kecelakaan dapat terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013). PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kerja agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempat

Lebih terperinci

STANDAR USAHA TAMAN REKREASI. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Tempat dan Ruang

STANDAR USAHA TAMAN REKREASI. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Tempat dan Ruang LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 NOMOR 2014 TENTANG STANDAR USAHA TAMAN REKREASI STANDAR USAHA TAMAN REKREASI I. PRODUK A. Tempat dan Ruang B. Fasilitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Tahu Sumedang adalah salah satu makanan khas Kota Sumedang. Pabrik Tahu di Sumedang semakin berkembang karena potensi pasar yang tinggi. Salah satu pabrik tahu di Kota Sumedang yaitu pabrik tahu

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Daftar Isi

Kata Pengantar. Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Oiltanking berkomitmen untuk menjalankan semua kegiatan usaha dengan cara yang aman dan efisien. Tujuan kami adalah untuk mencegah semua kecelakaan, cidera dan penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia industri, mengakibatkan munculnya masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Masalah

Lebih terperinci

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA PROSEDUR NO DOKUMEN : P-AAA-HSE-01 STATUS DOKUMEN : MASTER COPY NO : NOMOR REVISI : 00 TANGGAL EFEKTIF : 1 JULI 2013 DIBUAT OLEH : DIPERIKSA OLEH : DISETUJUI OLEH : HSE MANAJEMEN REPRESENTATIF DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, hampir semua pekerjaaan manusia telah dibantu oleh alat-alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia, contohnya mesin. Bantuan mesin

Lebih terperinci

Ketentuan gudang komoditi pertanian

Ketentuan gudang komoditi pertanian Standar Nasional Indonesia Ketentuan gudang komoditi pertanian ICS 03.080.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah dan definisi...1 3 Persyaratan

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA 0,8 0,6 0,4 0,2. Ringan Berat Mati 0,69

DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA 0,8 0,6 0,4 0,2. Ringan Berat Mati 0,69 1 200 150 100 50 0 0 1 2008 2 2009 Ringan Berat Mati 3 2010 4 2011 5 2012 6 2013 No. Tahun RINGAN BERAT MATI TOTAL 1 2008 162 74 19 285 2 2009 176 83 44 303 3 2010 100 94 15 209 4 2011 94 101 22 217 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang konstruksi bangunan merupakan salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung perkembangan pembangunan di Indonesia. Dengan banyaknya perusahaan

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL

USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL Retno Fitri Wulandari 36412165 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

JE65 PERLINDUNGAN PENTING. Alat Pengambilan Sari / Ekstraktor Jus 2 Kecepatan

JE65 PERLINDUNGAN PENTING. Alat Pengambilan Sari / Ekstraktor Jus 2 Kecepatan Alat Pengambilan Sari / Ekstraktor Jus 2 Kecepatan PERLINDUNGAN PENTING Saat menggunakan peralatan elektronik, untuk mengurangi resiko kebakaran, sengatan listrik, dan/atau cedera ke seseorang, tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk dengan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diharapkan dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja. Banyak berbagai macam

Lebih terperinci

STANDAR USAHA ANGKUTAN JALAN WISATA. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. I PRODUK A. Mobil Bus Wisata

STANDAR USAHA ANGKUTAN JALAN WISATA. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. I PRODUK A. Mobil Bus Wisata LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA ANGKUTAN JALAN WISATA STANDAR USAHA ANGKUTAN JALAN WISATA I. I PRODUK A. Mobil Bus.

Lebih terperinci

K3 Konstruksi Bangunan

K3 Konstruksi Bangunan K3 Konstruksi Bangunan LATAR BELAKANG PERMASALAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional adalah bidang ekonomi khususnya pada sektor industri. Pada sektor ini telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan penulis pada perusahaan JOIES CLUB, maka diperoleh kesimpulan yaitu sebagai

Lebih terperinci

3. Bagaimanakah pelaksanaan kerja lembur: a. Pada hari kerja biasa b. Pada hari istirahat mingguan c. Pada hari libur nasional d. Apakah ada surat per

3. Bagaimanakah pelaksanaan kerja lembur: a. Pada hari kerja biasa b. Pada hari istirahat mingguan c. Pada hari libur nasional d. Apakah ada surat per DAFTAR PEMERIKSAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Jenis Perusahaan Jumlah.. orang WNI WNA Laki-laki Wanita Penyandang Laki-laki Wanita Cacat D M A D M A Lk P D M A D M A NO. KLUI 1. Nama Perusahaan 2. Alamat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi. Hal ini ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi

Lebih terperinci

ALAT / MATERIAL / PROSES / LINGKUNGAN Halaman 2 Rp. PENJELASAN CEDERA / KERUSAKAN NAMA KORBAN / KOMPONEN (JIKA ADA) CEDERA / KERUSAKAN....... SKETSA KEJADIAN / DENAH / GAMBAR / FOTO SKETSA / DENAH / GAMBAR

Lebih terperinci

Created by: Esa Rahmanda H Click to edit Master title style

Created by: Esa Rahmanda H Click to edit Master title style MEMPELAJARI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. INDOLAKTO JAKARTA Created by: Esa Rahmanda H 32410439 Click to edit Master title style Latar Belakang Kebutuhan Manusia Meningkat Perusahaan

Lebih terperinci

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah No. Responden : KUESIONER PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD, PENGETAHUAN TENTANG RISIKO PEKERJAAN KONSTRUKSI PEKERJA KONSTRUKSI DAN SIKAP TERHADAP PENGGUNAAN APD DI PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMEN U-RESIDENCE

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Di era globalisasi ini persaingan industri yang semakin kompetitif menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Gerakan kerja operator berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang dihubungkan dengan gerakan-gerakan kerjanya, tata letak tempat kerja, dan perancangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan

BAB 1 : PENDAHULUAN. didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Kondisi Fasilitas Fisik di Tempat Produksi Dilihat dari kondisi aktual dari fasilitas fisik di tempat produksi mochi kacang, jika ditinjau dari segi antropometri

Lebih terperinci

KESEHATAN KERJA. oleh; Syamsul Rizal Sinulingga, MPH

KESEHATAN KERJA. oleh; Syamsul Rizal Sinulingga, MPH KESEHATAN KERJA oleh; Syamsul Rizal Sinulingga, MPH Disampaikan dalam Perkuliahan Kesehatan Masyarakat Jurusan D-III Kebidanan Poltekkes Kemenkes RI Pangkalpinang 2013 Pengantar Kesehatan kerja adalah

Lebih terperinci

Modul 08- Program Penanganan Manual dan Mekanik

Modul 08- Program Penanganan Manual dan Mekanik Orientasi Chevron OE/HES untuk FDT Modul 08- Program Penanganan Manual dan Mekanik Chevron 2005 DOC ID Tujuan Modul Memami bahaya dan aturan Keselamatan Penanganan Manual Memahami bahaya dan aturan Keselamatan

Lebih terperinci

K3LH MATERI 5 MENERAPKAN KAIDAH ATURAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

K3LH MATERI 5 MENERAPKAN KAIDAH ATURAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) MENERAPKAN KAIDAH ATURAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) 1. Unsur-unsur dalam Lingkungan Kerja a. Tempat kerja Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN Bab 7. Kesimpulan dan Saran BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan pada bab 4 dan 5, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu beroperasi dengan baik tanpa bantuan manusia. kegiatannya membutuhkan pegawai yang ahli pada bidangnya.

BAB I PENDAHULUAN. mampu beroperasi dengan baik tanpa bantuan manusia. kegiatannya membutuhkan pegawai yang ahli pada bidangnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini semakin maju dan modern, banyak teknologi yang berhasil diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia, tetapi secanggih apapun peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dan tidak boleh disamakan dengan alat atau mesin pabrik, masing-masing dari

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dan tidak boleh disamakan dengan alat atau mesin pabrik, masing-masing dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karyawan merupakan aset yang berharga bagi organisasi atau perusahaan. Sebagai aset, karyawan harus bisa dikelola dengan baik agar tetap bisa memberikan kontribusi

Lebih terperinci

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH) DOKUMEN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP MATRIKS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PUSKESMAS KEBONDALEM 1. Kualitas Udara dan debu Sumber Aktivitas lalul lintas kendaraan diluar dan area parkir berpotensi

Lebih terperinci

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB III METODE & DATA PENELITIAN BAB III METODE & DATA PENELITIAN 3.1 Distribusi Jaringan Tegangan Rendah Pada dasarnya memilih kontruksi jaringan diharapkan memiliki harga yang efisien dan handal. Distribusi jaringan tegangan rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang terus berkembang dan tumbuh secara cepat serta berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian kecelakaan Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sistem yang berhubungan semua unsur yang berada dalam

Lebih terperinci

PROSEDUR PENANGANAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA. Pengertian. Tujuan. 1. Bahan Beracun dan Berbahaya

PROSEDUR PENANGANAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA. Pengertian. Tujuan. 1. Bahan Beracun dan Berbahaya Pengertian 1. Bahan Beracun dan Berbahaya Adalah semua bahan kimia yang mempunyai efek mengakibatkan kerugian terhadap orang dan lingkungan sekitarnya seperti: korosif, oksidasi, bersifat racun, meledak

Lebih terperinci

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA TUJUAN Memelihara lingkungan kerja yang sehat. Mencegah, dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja. Mencegah dan mengobati

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGOPERASIAN

PETUNJUK PENGOPERASIAN PETUNJUK PENGOPERASIAN LEMARI PENDINGIN MINUMAN Untuk Kegunaan Komersial SC-178E SC-218E Harap baca Petunjuk Pengoperasian ini sebelum menggunakan. No. Pendaftaran : NAMA-NAMA BAGIAN 18 17 16 1. Lampu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pengolahan data dan analisis data yang telah dilakukan penulis pada CV. Motekar, maka diperoleh kesimpulan yaitu sebagai

Lebih terperinci

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus. Memahami pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Memahami peranan manajemen dalam menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja Memahami cara mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja Memahami

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGGUNAAN. Chest freezer EFE EFI EFL

PETUNJUK PENGGUNAAN. Chest freezer EFE EFI EFL PETUNJUK PENGGUNAAN Chest freezer ID 7084 718-00 EFE EFI EFL Indonesia 0 1 2 1 3 0 4 1 -! & & $ & $ ' ' - $ ' 5 6 ' +! $ / " ' 7 / " # $ / # " 8 9 : ; < = : > : < :? > : < : = @ : A : B : C : : =? : :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh mesin terhadap resiko terjadinya kecelakaan kerja pada manusia cukup besar, karena setiap mesin memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kompleksitas

Lebih terperinci

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

pekerja. 4 Data kasus kecelakaan kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Proses Pembuatan Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih dahulu harus mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENERAPAN PROGRAM K3 PERKANTORAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA SEKRETARIS

PENTINGNYA PENERAPAN PROGRAM K3 PERKANTORAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA SEKRETARIS Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2017, pp. 612~618 613 PENTINGNYA PENERAPAN PROGRAM K3 PERKANTORAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA SEKRETARIS Suparman HL ASM BSI Jakarta suparman@bsi.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. HITACHI CONSTRUCTION MACHINERY INDONESIA

MEMPELAJARI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. HITACHI CONSTRUCTION MACHINERY INDONESIA MEMPELAJARI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. HITACHI CONSTRUCTION MACHINERY INDONESIA Nama : Indah Wulandari NPM : 34413373 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Stephanus Benedictus Bera

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN MAGANG 3.1 Pengenalan Lingkungan Kerja Penulis memulai praktek pelaksanaan kerja atau magang pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM selama 1 (satu) bulan yang dimulai dari tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat dimana dilakukan suatu kegiatan atau aktivitas baik di rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi bahaya. Apabila potensi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci