GAMBARAN SISTEM INFORMASI GIZI DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN SISTEM INFORMASI GIZI DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 SKRIPSI"

Transkripsi

1 GAMBARAN SISTEM INFORMASI GIZI DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) SKRIPSI OLEH : Anindyajati Tyas Nareshwarie NIM: PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M

2

3 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI Skripsi, Mei 2013 Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013 xix halaman, 24 tabel, 4 bagan, 1 grafik, 3 gambar, 8 lampiran. ABSTRAK Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan angka rata-rata nasional gizi kurang dan buruk sebesar 18,4% pada tahun 2007, (Kemenkes, 2007) dan sebesar 17,9% pada tahun 2010 (Kemenkes,2010). Pemerintah diharuskan membuat program khusus untuk menanggulangi kasus kurang gizi. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, Pemerintah memerlukan informasi yang tepat yaitu melalui sistem informasi gizi. Namun, saat ini persentase pelaporan informasi gizi melalui sistem informasi gizi masih dibawah target. Persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08% yang seharusnya dapat mencapai 100%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan instrument Health Metrics Network (WHO, 2008) yaitu dengan melakukan skoring terhadap komponen sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa beberapa komponen sistem informasi gizi masih belum memadai terutama dalam hal sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan penggunaan informasi. Komponen yang sudah memadai hanya indikator. Masalah yang dihadapi antara lain tidak tersedianya kebijakan berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi, penyebaran sarana berupa ICT yang belum merata atau koneksi internet di Puskesmas, kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu, masih adanya keterlambatan dalam pelaporan, dan indikator yang belum konsisten dan format pelaporan yang berubah-ubah sehingga belum user-friendly bagi tenaga pelaksana. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan, kepastian indikator yang harus dilaporkan melalui sistem informasi gizi serta perlu ditambahkan kegiatan sosialisasi mengenai pentingnya kegiatan posyandu agar pelaksanaan sistem informasi gizi menjadi lebih baik. Selain itu, informasi yang dibutuhkan dapat dijadikan acuan untuk melakukan intervensi peningkatan kualitas gizi masyarakat baik di tingkat daerah maupun nasional. Kata kunci: Informasi Gizi, Pelaporan. Daftar bacaan : 17 ( ) ii

4 FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH SPECIFICATION OF NUTRITION Skripsi, May 2013 Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: Description of Nutrition Information System in Health Sub-department South Jakarta Administration 2013 xix page, 24 table, 4 draw, 1 graph, 3 picture, 8 attachment. ABSTRACT Riskesdas data showed the average number of national malnutrition about 18,4% in 2007 (Kemenkes, 2007) and 17,9% in 2010 (Kemenkes,2010). The Government was required to make special program to handle some cases malnutrition. In overcoming the nutritional problem, the Government requires the right information through a system that nutritional information. However, for this moment the percentage of nutritional information report by the nutritional information system is still missing the target. Health Sub-department South Jakarta Administration s percentage report is about 13,08% where it should reach 100%. This study aims to describe the implementation and the problems experienced in the implementation of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration in The research method used is a qualitative method based on approximation theory Health Metrics Network (HMN) is to do the scoring of the components of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration. From the research, there are several not adequate components of the nutrition information system especially in terms of resources, data sources, data management, information product and information dissemination and use of information. Components that are already adequate only indicator. Problems encountered include the unavailability of the policy containing the framework for nutrition information system, deployment of ICT facilities or internet connection in Puskesmas such as uneven, lack of community participation to follow the Posyandu activities, there is still a delay in reporting, and inconsistencies of indicators and the reporting format is fickle cause yet user-friendly for implementer. Therefore, policies are needed, the consistency of indicators that should be reported through the nutrition information system and need addition for socialization activities about the importance of Posyandu s activities for better implementation of nutrition information system. Furthermore, the information needed can be used as reference to intervene in improving the quality of public nutrition both at the regional and national levels. Keyword: Nutrition Information, Reporting Reference: 17 ( ) iii

5

6

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Diri Nama lengkap : Anindyajati Tyas Nareshwarie Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Mei 1990 Alamat : Taman Asri Jalan Gaga 1A Blok E12 No. 7B Larangan - Tangerang Telepon : Agama Jenis kelamin Status pernikahan Kewarganegaraan : nareshwarie@gmail.com : Islam : Perempuan : Belum menikah : Indonesia Riwayat pendidikan : SD Negeri Larangan 01, Ciledug : SMP Islam Al-Azhar 03, Bintaro : SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vi

8 Pengalaman Organisasi : - Paduan suara SMP Islam Al-Azhar 03 Bintaro. - Tari saman SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat Jakarta. Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Saya yang bersangkutan, (Anindyajati Tyas Nareshwarie) vii

9 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkat dan Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis, berupa nikmat kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan segala urusan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kesehatan masyarakat. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Amarno. Y. Wiyono dan Ibu Primastuti Laksitarini, Orang tua penulis atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah mendidik dan membesarkan penulis hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan. 2. Prof.Dr.dr.H.M.K.Tadjudin,Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Febrianti, M.si. Selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. viii

10 4. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes. dan ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan tuntunan dan bimbingan ilmu pengetahuan dalam penyusunan laporan skripsi ini. 5. Staff gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Puskesmas Jagakarsa, dan Puskesmas Tebet serta kader dari Puskesmas Jagakarsa dan Tebet sebagai informan dalam penelitian ini. 6. Eyang, kakak, dan keluarga, untuk semangat dan motivasinya supaya aku dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga. 7. Sahabat dan orang-orang terdekat penulis, yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 08 (Stoopelth) yang senantiasa menyemangati penulis selama penyusunan skripsi. 9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Jakarta, Juni 2013 PENULIS ix

11 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN... iv PENGESAHAN PANITIA UJIAN... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR BAGAN... xvi DAFTAR GRAFIK... xvii DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Bagi Kementerian Kesehatan Bagi Suku Dinas Kesehatan Bagi Peneliti Lain Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Ruang Lingkup... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9 x

12 2.1 Sistem Informasi Gizi Pengertian Sistem Informasi Gizi Tujuan Sistem Informasi Gizi Komponen Sistem Informasi Gizi Surveilans Gizi Pengertian Surveilans Gizi Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi Manfaat Surveilans Gizi Tujuan Surveilans Gizi Ruang Lingkup Surveilans Gizi Kegiatan Surveilans Gizi Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi Sistem Informasi Kesehatan Tujuan Sistem Informasi Kesehatan Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Identifikasi Kebutuhan Informasi Health Metrics Network/ HMN Kerangka Teori BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH Kerangka Pikir Definisi Istilah BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Informan Penelitian Instrumen Penelitian Sumber Data Metode Pengumpulan Data xi

13 4.7 Validasi Data Pengolahan Data Penyajian Data Analisis Data BAB V HASIL Gambaran Umum Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Visi dan Misi Keadaan Umum Wilayah Kependudukan Struktur Organisasi Gambaran Umum Seksi Kesehatan Masyarakat Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan Gambaran Umum Informan Penelitian Ruang lingkup Sistem informasi Gizi Hasil penelitian Gambaran Sumber Daya Sistem Informasi Gizi Gambaran Indikator Sistem Informasi Gizi Gambaran Sumber Data Sistem Informasi Gizi Gambaran Manajemen Data Sistem Informasi Gizi Gambaran Produk Sistem Informasi Gizi Gambaran Diseminasi dan Penggunaan Informasi Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan BAB VI PEMBAHASAN Keterbatasan Penelitian Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi Sumber Daya Sistem Informasi Gizi Indikator Sistem Informasi Gizi Sumber Data Sistem Informasi Gizi Manajemen Data Sistem Informasi Gizi xii

14 6.7 Produk Sistem Informasi Gizi Diseminasi dan Penggunaan Produk Sistem Informasi Gizi Sistem Informasi Gizi Berdasarkan Skoring HMN Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran Bagi Kementerian Kesehatan Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Bagi Peneliti Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

15 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: 35 Kebijakan dan Koordinasi 2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: 36 Dana dan Tenaga Pelaksana 2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: 37 Sarana 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan 43 Nasional 2.7 Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : 46 Kualitas Data 2.8 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan 49 dan Analisis 2.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, 50 implementasi dan Aksi 2.10 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, 51 Pengaturan Prioritas, Alokasi Sumber Daya 4.1 Triangulasi Sumber Triangulasi Metode Penilaian Sumber Daya : Kebijakan dan Koordinasi Penilaian Sumber Daya : Dana dan Tenaga Pelaksana Penilaian Sumber Daya: Sarana Penilaian Indikator 85 xiv

16 5.5 Penilaian Sumber Data Penilaian Manajemen Data Penilaian Produk Informasi : Kualitas Data Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan and 99 Analisis 5.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, 102 Pengaturan Prioritas,Alokasi Sumber Daya 5.11 Penilaian komponen sistem informasi gizi Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi 122 xv

17 DAFTAR BAGAN Nomor Halaman 2.1 Kerangka Teori Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi Struktur Organisasi Sudinkes Kota Jakarta Selatan Alur Pengumpulan Data 92 xvi

18 DAFTAR GRAFIK Nomor Halaman 5.1 Gambaran Komponen Sistem Informasi Gizi 104 xvii

19 DAFTAR GAMBAR Nomor 2.1 Kegiatan Surveilans Gizi 5.1 Contoh Pencapaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Bulanan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun Grafik data SKDN wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011 Halaman xviii

20 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 Surat Ijin Penelitian 2 Lembar Persetujuan Responden 3 Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 4 Pedoman Wawancara untuk TPG 5 Pedoman Wawancara untuk Kader 6 Pedoman Observasi 7 Pedoman Telaah Dokumen 8 Formulir Pelaporan Sistem Informasi Gizi xix

21 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosial serta harapan berumur panjang. Salah satu indikator pencapaian pembangunan kesehatan adalah status gizi anak usia bawah lima tahun (balita). Kurang gizi pada anak dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan menghambat perkembangan kognitif, meningkatkan resiko kematian, dan mempengaruhi status kesehatan pada usia remaja dan dewasa. Gizi yang cukup dan baik merupakan dasar dari pembangunan kesehatan dan kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang (Kemenkes, 2011). Gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan, yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. 1

22 2 Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya (Yayuk Farida,dkk, 2004). Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, angka ratarata nasional kurang gizi sebesar 18,4% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2010, angka rata-rata nasional kurang gizi sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI,2010). Dilihat dari data tersebut, terjadi penurunan pada gizi buruk walaupun penurunan tersebut tidak besar. Berdasarkan RPJMN tahun target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggi-tingginya 15%, data riskesdas menunjukkan bahwa angka kejadian kurang gizi masih belum mancapai target. Masih adanya kasus kurang gizi di setiap tahunnya mengharuskan pemerintah untuk membuat program untuk menanggulanginya. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, diperlukan informasi yang tepat. Salah satu upaya untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai permasalahan gizi yang ada ialah melalui sistem pelaporan berbasis website atau sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011). Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Depkes, 2012). Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi. Dalam sistem informasi gizi terdapat

23 3 beberapa data cakupan indikator, antara lain data penimbangan balita di posyandu (D/S), data kasus gizi buruk, dan data cakupan tablet Fe pada ibu hamil. Informasi yang didapatkan dari sistem informasi gizi berguna sebagai pemantauan kinerja gizi. Pada tingkat nasional yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem informasi gizi yaitu Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang bertugas dalam rekapitulasi data laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang berasal dari daerah. Untuk saat ini kontribusi pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi masih belum optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan website sistem informasi gizi secara maksimal sebagai fasilitas dalam pelaporan pembinaan gizi masyarakat untuk dilaporkan ke tingkat nasional. Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota pelaporan mengenai pemantauan status gizi dapat dilaporkan melalui dinas kesehatan provinsi atau dapat langsung dilaporkan ke tingkat pusat.

24 4 Alur pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat dimulai dari tingkat posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota. Dari alur pelaporan tersebut dapat diketahui bahwa sumber data untuk pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi berasal dari posyandu dan puskesmas. Berdasarkan data dari Ditjen Bina Gizi dan KIA pada tahun 2010, jumlah posyandu yang tersebar di wilayah Indonesia terdapat posyandu dan jumlah puskesmas sebanyak puskesmas. Sedangkan jumlah balita yang ada di Indonesia sebanyak balita (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaporan ini melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat posyandu dan puskesmas, sehingga kontribusi dari tingkat posyandu maupun puskesmas sebagai sumber data sangat penting dalam kegiatan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi. Berdasarkan data riskesdas tahun 2007, di Provinsi DKI Jakarta prevalensi gizi buruk sebesar 2,9% dan prevalensi gizi kurang sebesar 10%. Dibandingkan dengan data di Tahun 2010, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengalami penurunan yaitu prevalensi gizi buruk sebesar 2,6% dan prevalensi gizi kurang sebesar 8,7%. Untuk daerah Kota Jakarta Selatan, berdasarkan data riskesdas tahun 2007,prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sebesar 8,3%. Berdasarkan data dalam website sistem informasi gizi, persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08%. Persentase tersebut masih jauh dari target nasional yang seharusnya 100% dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi (Depkes,

25 5 2012) sehingga informasi mengenai pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan masih kurang. Hal tersebut dapat menghambat pemantauan status gizi secara nasional dan dapat mempengaruhi pemerintah dalam perancangan program untuk menanggulangi masalah gizi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Hal ini karena pentingnya pelaporan dari tingkat daerah untuk mendapatkan informasi mengenai permasalahan gizi yang ada untuk dilaporkan ke tingkat pusat sehingga peneliti akan melakukan penelitian tentang Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun Rumusan Masalah Berdasarkan data pada bulan Januari Juni tahun 2012, persentase pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih jauh dari target yaitu sebesar 13,08% sedangkan target yang ditetapkan sebesar 100%. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

26 6 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013? 1.4 Tujuan Tujuan Umum Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Tujuan Khusus 1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya gambaran sumber daya sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya gambaran indikator sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya gambaran sumber data sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya gambaran manajemen data sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

27 7 6. Diketahuinya gambaran produk informasi sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya gambaran diseminasi dan penggunaan informasi sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya gambaran sistem informasi gizi dengan skoring berdasarkan HMN (Health Metrics Network) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya masalah dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Diketahuinya alternatif solusi dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun Manfaat Penelitian Bagi Kementerian Kesehatan Mendapatkan informasi mengenai kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat kabupaten/kota Bagi Suku Dinas Kesehatan 1. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi. 2. Mendapatkan masukan dan solusi untuk menangani kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi.

28 Bagi Peneliti Lain Sebagai media pembelajaran dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai sistem informasi gizi Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Dapat memberikan masukan dan menjadi referensi bagi mahasiswa mengenai sistem informasi gizi. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini berjudul Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun Bertujuan mengetahui pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran ruang lingkup, indikator, sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi, diseminasi serta penggunaan informasi dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan instrument Health Metrics Network (WHO,2008). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada bulan Januari Februari 2013.

29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Gizi Pengertian Sistem Informasi Gizi Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8 indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya : 1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai standar memiliki risiko kematian sangat tinggi. Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat jalan. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi penyakit dapat 9

30 10 dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader. 2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S) Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak. 3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek. 4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium 5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita setiap 6 bulan terbukti menurunkan kejadian kurang Vitamin A pada anak, menurunkan

31 11 morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus. 6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal. Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu : 1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat. Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh, dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.

32 12 Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan. 2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit. MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk. Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil Tujuan Sistem Informasi Gizi Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011), yaitu: 1. Menjalin kesinambungan informasi dan pelaporan tentang pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat antara daerah dan pusat. 2. Menyediakan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat dan mudah sebagai bahan evaluasi dan perencanaan lebih lanjut.

33 13 3. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala, bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya. 4. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar wilayah propinsi maupun kabupaten/kota Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input a. Data Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Tenaga Pelaksana Tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah kabupaten/kota yaitu dilakukan oleh petugas pelaporan program

34 14 perbaikan gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah terlatih dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi. c. Dana Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon. Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi. d. Sarana Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan. Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan internet. 2. Proses a. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota yaitu dengan mengumpulkan data yang berasal dari

35 15 seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota tersebut. Data yang berasal dari puskesmas yaitu berupa laporan dalam bentuk formulir isian data bulanan (F1) sistem informasi gizi berbasis jaringan. Pengumpulan F1 dari puskesmas dilakukan tiap bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan. b. Pengolahan dan Analisis Data Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat. Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website sistem informasi gizi. Dalam hal ini kegiatan analisis data dilakukan dengan membandingkan antara target cakupan program dengan standar yang telah ditetapkan, misalnya cakupan program suplementasi vitamin A yang ditargetkan mencapai seratus persen.

36 16 3. Output a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif. Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan data. a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. b) Ketepatan waktu yaitu data yang ada tersedia tepat pada waktunya. Untuk data sistem informasi gizi ini terbagi menjadi dua, yaitu data bulanan berupa dan data semesteran yang

37 17 berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan. Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh seluruh masyarakat. d) Keakuratan data yaitu data yang dihasilkan merupakan hasil dari pengukuran yang sesuai dengan definisi operasional yang telah ditetapkan yaitu terdapat dalam ptunjuk teknis surveilan gizi.

38 Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) Pengertian Surveilans Gizi Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes, 2012) Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi 1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu 2 Ada proses analisis atau kajian data 3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus 4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan 5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi Manfaat Surveilans Gizi Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian kinerja dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan, baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Selain itu kegiatan surveilans gizi juga bermanfaat untuk mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat Tujuan Surveilans Gizi 1) Tujuan Umum Surveilans Gizi

39 19 Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratu dan berkelanjutan dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan. 2) Tujuan Khusus Surveilans Gizi a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi: 1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan; 2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya; 3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif; 4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; 5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; 6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe; 7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi; 8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana. b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika diperlukan, seperti: 1) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri; 2) Prevalensi status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa; 3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur ( WUS) dan ibu hamil;

40 20 4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya; 5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro (defisiensi zat besi, defisiensi iodium); 6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT); 7) Data terkait lainnya yang diperlukan Ruang Lingkup Surveilans Gizi Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari laporan rutin atau survei khusus, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat, perumusan kebijakan, perencanaan kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan. Dalam petunjuk pelaksanaan ini ruang lingkup kegiatan surveilans gizi mencakup pencapaian indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi masyarakat dan data terkait lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi Kegiatan Surveilans Gizi Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi dari surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan program

41 21 jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan kebijakan, seperti pada gambar di bawah ini Gambar 2.1. Kegiatan Surveilans Gizi Sumber: Jahari, Abas Basuni. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), 2006 dalam Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi (Kemenkes, 2012) Penjelasan kegiatan surveilans yang tercantum dalam gambar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu: a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI Eksklusif.

42 22 b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas. 2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk penyajian informasi lainnya 3. Diseminasi Informasi Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans

43 23 gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan. 4. Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh. Tindak lanjut atau respon dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Contoh tindak lanjut atau respon yang perlu dilakukan terhadap pencapaian indikator adalah sebagai berikut: 1. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon yang perlu dilakukan adalah: a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi buruk. c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan surveilans gizi. d. Memberikan PMT pemulihan untuk balita gizi buruk rawat jalan dan paska rawat inap. e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah dengan risiko tinggi terjadinya kasus gizi buruk.

44 24 f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait. 2. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan rendah, respon yang dilakukan adalah: a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI). b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan konseling ASI. c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih. 3. Jika hasil analisis menunjukan masih banyak ditemukan rumah tangga yang belum mengonsumsi garam beriodium, respon yang dilakukan adalah: a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar garam beriodium. b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam beriodium. 4. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan distribusi vitamin A rendah maka respon yang harus dilakukan adalah: a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi maka perlu mengirim kapsul vitamin A ke puskesmas.

45 25 b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan sweeping. c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 5. Jika hasil analisis menunjukan cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah, respon yang dilakukan adalah meminta Puskesmas agar lebih aktif mendistribusikan TTD pada ibu hamil, dengan beberapa alternatif: a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas. b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care (ANC). c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 6. Jika hasil analisis menunjukan D/S rendah dan atau cenderung menurun, respon yang perlu dilakukan adalah pembinaan kepada puskesmas untuk: a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. b. Memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, yang bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu. 5. Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi

46 Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Kemenkes, 2012) Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Berikut ini merupakan definisi operasional indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat: A. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat. Rumus : B. Balita Yang Ditimbang Berat Badannya Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%. Rumus:

47 27 C. Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif Persentase bayi umur 0 6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah bayi 0 6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi jumlah seluruh bayi umur 0 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/kms di wilayah tertentu dikali 100%. Rumus: D. Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%. Rumus:

48 28 E. Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11 bulan ditambah jumlah balita bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam) bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100% Rumus: F. Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%. Rumus:

49 29 Perhitungan dengan rumus di atas dilakukan untuk menghitung cakupan dalam satu tahun Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dijelaskan bahwa surveilans merupakan subsistem dari Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Surveilans mempunyai fungsi strategis sebagai intelijen penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang mampu berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi untuk mewujudkan Indonesia Sehat dalam rangka ketahanan nasional. Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (WHO, 2004). Komponen kunci dalam sistem informasi kesehatan adalah surveilans dimana surveilans memiliki fokus utama untuk menemukan masalah dan menyediakan tindakan yang berbasis waktu. Adanya kebutuhan dalam informasi dan tindakan yang tepat waktu memaksakan adanya persyaratan tambahan pada sistem informasi kesehatan (WHO, 2008). 2.3 Sistem Informasi Kesehatan Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi

50 30 operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporanlaporan yang diperlukan (Sutabri, 2005). Sistem informasi kesehatan adalah suatu tatanan yang proses pengalihbentukan data menjadi informasi menghasilkan informasi kesehatan bagi keperluan pengambilan keputusan sehingga dapat dilakukan berbagai bentuk tindakan pembangunan kesehatan. Informasi yang dihasilkan bagi pembangunan kesehatan meliputi juga untuk keperluan pelayanan kesehatan (Siregar, 1992). Menurut WHO (2000) sistem informasi kesehatan mengintegrasikan pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan manajemen layanan kesehatan yang efektif dan efisien di semua tingkat pelayanan kesehatan Tujuan Sistem Informasi Kesehatan Sistem informasi kesehatan bertujuan memberikan informasi yang akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk (Depkes, 2007) : 1. pengambilan keputusan diseluruh tingkat administrasi dalam rangka perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian 2. mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya penanggulangannya

51 31 3. meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri 4. meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) harus dimulai dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut akan determinan teknis SIK yang meliputi (Depkes, 2007) : 1. input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencatatan dan pengumpulan data 2. analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan dan mutunya di semua tingkatan 3. penggunaan informasi : meliputi pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat tinggi 4. sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staff yang terdidik dan terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi data, penyimpanan, analisis, dan penyiapan dokumen (fax,komputer,printer, dll)

52 Identifikasi Kebutuhan Informasi Terdapat tahapan dalam mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut (WHO,2000) : 1. Melakukan analisis fungsional pada setiap tingkat manajemen sistem pelayanan kesehatan yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi dimulai dengan analisis fungsi dari tingkat manajemen yang berbeda dari sistem kesehatan. Analisis fungsional ini harus fokus pada prioritas masalah kesehatan, strategi dan tujuan nasional, pelayanan dasar dan manajemen, sumber daya kesehatan untuk melaksanakan pelayanan, dan proses manajemen yang dibutuhkan untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan layanan dan sumber daya baik yang meliputi perawatan individu maupun pusat kesehatan masyarakat. 2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan dan pilih indikator yang layak. Setelah prioritas pelayanan dan sumber daya diketahui dapat memungkinkan untuk mengidentifikasi informasi yang relevan untuk memonitor fungsi dari sistem. Informasi yang dibutuhkan menjadi dasar dalam penentuan indikator. Dalam pemilihan indikator dilakukan dengan melihat validitas, spesifisitas dan sensitivitasnya; sumber daya yang dibutuhkan untuk pengumpulan data; dan keputusan yang dihasilkan dari indikator tersebut relevan. Informasi yang dibutuhkan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan (tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota) memiliki manfaat yang bervariasi. Pada tingkat pusat informasi dibutuhkan untuk formulasi kebijakan dan rencana

53 33 strategi. Pada tingkat regional atau provinsi, kebutuhan informasi diarahkan untuk mendukung dalam perencanaan jangka menengah. Sedangkan pada tingkat daerah atau kabupaten/kota informasi dibutuhkan untuk kebutuhan operasional dalam mengukur fungsi sistem kesehatan kabupaten/kota. 2.4 Health Metrics Network/ HMN (WHO, 2008) HMN menggunakan kekuatan dari sebuah jaringan global untuk mengkoordinasi dan penyelarasan dari mitra di seluruh kerangka yang harmonis untuk mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan negara. Bagian dari kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi kesehatan dan standar yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi kesehatan. Terdapat nilai yang jelas dalam mendefinisikan apa itu sistem informasi kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan kesehatan yang lebih baik. Selain enam komponen, sistem informasi kesehatan dapat dibagi lagi menjadi input, proses, dan output. Input mengacu pada sumber daya, proses mengacu tentang bagaimana indikator dan sumber data yang dipilih dan data yang dikumpulkan dan dikelola, sedangkan output menjelaskan mengenai penyebaran, produksi dan penggunaan informasi yang dihasilkan. Enam komponen dari sistem informasi kesehatan serta penilaian komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya

54 34 Terdiri dari peraturan legistatif dan kerangka kerja perencanaan yang diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi penuh, dan sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk menjadi fungsional. Sumber daya juga melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik, informasi dan teknologi komunikasi (ICT) serta mekanisme koordinasi di dalam dan antar enam komponen. a.) Kebijakan dan Koordinasi Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan tergantung bagaimana lembaga-lembaga dan unit fungsi dan berinteraksi. Hukum dan peraturan dalam kesehatan sangat penting karena mereka memungkinkan mekanisme untuk ditetapkan untuk memastikan ketersediaan data. Adanya kerangka hukum dan kebijakan yang konsisten dengan standar internasional, dapat menentukan parameter etis untuk pengumpulan data, dan penyebaran informasi dan menggunakan. Kerangka kebijakan kesehatan informasi harus mengidentifikasi pelaku utama dan koordinasi mekanisme, memastikan link ke program pemantauan, dan mengidentifikasi mekanisme akuntabilitas.

55 35 Tabel 2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 1 Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-todata berisi kerangka kerja untuk sistem informasi kesehatan 2 Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem informasi kesehatan dari berbagai subsistem 3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau informasi dan mengambil tindakan berdasarkan informasi Undang-undang yang mencakup semua aspek ada dan ditegakkan Ya, itu ada dan digunakan secara teratur Ya, kebijakan yang ada dan sedang dilaksanakan Tidak adekuat sama sekali Undang-undang Undangundang yang meliputi ada beberapa aspek tapi belum yang ada dan dilaksanaka ditegakkan n Ya, tapi jarang digunakan Kebijakan ada, tapi rapat yang tidak biasa Ya, tetapi tidak pernah digunakan Kebijakan keluar, tetapi belum diimpleme ntasikan tidak ada perundangundangan tersebut Tidak Tidak ada kebijakan Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) b.) Dana dan Tenaga Pelaksana Perbaikan sistem informasi kesehatan Nasional tidak dapat dicapai kecuali perhatian diberikan kepada pelatihan, penyebaran, remunerasi dan karir pengembangan sumber daya manusia di semua tingkat. Pada tingkat nasional, terampil epidemiologi, statistik dan ahli kependudukan yang diperlukan untuk mengawasi kualitas data dan standar untuk koleksi, dan untuk memastikan sesuai analisis dan penggunaan informasi. Pada tingkat perifer, staf informasi kesehatan harus bertanggung jawab untuk pengumpulan data, pelaporan dan analisis.

56 36 Tabel 2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 1 Ada sebuah unit fungsional, yang bertanggung jawab untuk administrasi sistem informasi kesehatan, manajemen, analisis, diseminasi dan penggunaan informasi di tingkat daerah 2 Aktivitas kapasitasi tenaga telah terjadi selama setahun untuk staf fasilitas kesehatan (pengumpulan data, penilaian diri, analisis dan presentasi) 3 Ada anggaran tertentu dalam anggaran nasional untuk berbagai sektor untuk memberikan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan dalam pelayanan kesehatan Unit pusat yang fungsional dengan sumber daya memadai Tidak adekuat sama sekali Kapasitas cukup telah terjadi sebagai bagian dari rencana pengembangan sumber daya manusia Ya, ada item tertentu garis anggaran - anggaran nasional untuk menyediakan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan Unit pusat yang fungsional tetapi tidak memiliki sumber daya yang memadai Cukup kapasitas, tetapi sebagian besar bergantung pada dukungan eksternal (misalnya, donor) dan masukan Nasional item baris anggaran - nya terbatas tetapi memungkinkan untuk fungsi yang memadai dari semua sumber data yang relevan Unit fungsional pusat telah sangat terbatas kapasitas Kapasitas terbatas bangunan Nasional item baris anggaran - nya terbatas dan tidak memungki nkan untuk berfungsi yang memadai dari semua relevan sumber data Tidak ada fungsi pusat unit administratif di kementerian kesehatan Tidak Tidak ada, nasional budget-line item dan fungsi yang paling relevan sumber data tidak memadai Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

57 37 c.) Sarana Kebutuhan infrastruktur nasional seperti pensil dan kertas, web-terhubung, ICT. Pada tingkat paling dasar pencatatan, ada kebutuhan untuk menyimpan, file dan mengambil catatan. Namun, ICT memiliki potensi untuk meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan penggunaan data yang berhubungan dengan kesehatan. Sementara teknologi informasi dapat meningkatkan jumlah dan kualitas data yang dikumpulkan, teknologi komunikasi dapat meningkatkan ketepatan waktu, analisis dan penggunaan informasi. Tabel 2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana Item 1 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk merekam pelayanan kesehatan tersedia 2 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk melaporkan pelayanan kesehatan tersedia Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Ya, formulir, Kadang-kadang Ada stock-out pelayanan kertas, pensil ada perekaman perekaman Kesehatan tidak dan formulir, kertas, formulir, kertas, mampu memenuhi perlengkapan pensil dan pensil dan persyaratan lain yang selalu perlengkapan lain perlengkapan lain pelaporan karena tersedia untuk tapi ini tidak yang kurangnya rekaman merekam mempengaruhi mempengaruhi formulir, kertas, informasi yang pencatatan pencatatan pensil dan diperlukan informasi yang informasi yang perlengkapan lain Ya, formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang selalu tersedia untuk merekam informasi yang diperlukan diperlukan Kadang-kadang ada stock-out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain tapi ini tidak mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan diperlukan Ada stock-out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan pelayanan Kesehatan tidak mampu memenuhi persyaratan pelaporan karena kurangnya rekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

58 38 Tabel 2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan) Item 3 Tersedianya komputer di kantor-kantor yang relevan di nasional, regional / provinsi dan distrik Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Ya, semua di Beberapa kantor Beberapa kantor kabupaten, kabupaten yang regional tingkat nasional relevan dan provinsi yang / regional dan sebagian besar relevan dan provinsi kantor-kantor mayoritas suara memiliki nasional dan Nasional komputer untuk regional / provinsi memiliki tujuan ini memiliki komputer untuk komputer untuk tujuan ini tujuan ini Tidak adekuat sama sekali Tidak, hanya relevan kantor Nasional memiliki komputer untuk tujuan ini 4 Peralatan ICT (telpon, koneksi internet dan e- mail) tersedia di tingkat nasional, regional provinsi dan kabupaten Ya, ICT infrastruktur dasar ada di tempat di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Infrastruktur ICT dasar ada di tempat di tingkat nasional; lebih dari 50% di tingkat regional provinsi; tapi kurang dari 50% di tingkat Kabupaten Infrastruktur ICT dasar ada di tempat di tingkat nasional; tapi kurang dari 50% pada regional / tingkat propinsi dan Kabupaten Infrastruktur ICT dasar adalah di tempat hanya pada tingkat nasional 5 Dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT tersedia di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Ya, ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat nasional; lebih dari 50% tingkat regional / provinsi; tapi kurang dari 50% di tingkat Kabupaten Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat nasional; tapi kurang dari 50% pada regional / tingkat propinsi dan Kabupaten Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT hanya di tingkat nasional Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

59 39 2. Indikator Satu set inti dari indikator dan sasaran yang terkait untuk tiga domain informasi kesehatan berupa determinan kesehatan, sistem kesehatan, dan status kesehatan adalah dasar untuk rencana dan strategi sistem informasi kesehatan. Indikator harus mencakup faktor-faktor penentu kesehatan, input sistem kesehatan, keluaran dan hasil, dan status kesehatan. Indikator kesehatan harus valid, dapat dipercaya, spesifik, sensitive dan layak/terjangkau dalam pengukuran. Selain itu juga harus relevan dan berguna untuk pengambilan keputusan di tingkat pengumpulan data, atau dimana kebutuhan yang jelas ada untuk data di tingkat yang lebih tinggi. Indikator sangat penting untuk memperkuat sistem informasi kesehatan dan dapat dipandang sebagai tulang punggung dari sistem, menyediakan paket informasi minimum yang diperlukan untuk mendukung fungsi sistem kesehatan. Data diperlukan untuk berbagai kebutuhan, termasuk informasi untuk meningkatkan penyediaan layanan kepada klien individu, statistik untuk perencanaan dan pengelolaan Layanan Kesehatan, dan pengukuran untuk memformulasikan dan penilaian kebijakan kesehatan.

60 40 Tabel 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional Item 1 Indikator inti minimum Nasional telah diidentifikasi untuk nasional dan tingkat subnasional, meliputi semua kategori indikator kesehatan Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Ya, minimum Minimum inti Proses dimulai - inti indikator indikator diskusi sedang diidentifikasi di diidentifikasi di dilakukan untuk tingkat nasional tingkat nasional mengidentifikasi dan dan subnasional indikator subnasional tetapi mereka penting dan menutupi tidak mencakup semua kategori semua kategori Tidak adekuat sama sekali Proses tidak dimulai tidak ada indikator minimum maupun kumpulan data diidentifikasi 2 Indikator yang untuk mengukur kesehatan mengacu pada indikator MDG s (Millenium Development Goals) 3 Pelaporan indikator terjadi secara teratur Ya, Semua sesuai kesehatan yang berhubungan dengan MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator Pelaporan secara teratur (misalnya, tahunan atau 2x setahun) Tidak semua, tapi setidaknya 50% dari kesehatan - berhubungan dengan MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator Setidaknya satu tapi kurang dari 50% sesuai MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator Pelaporan tidak teratur dan tidak lengkap Tak satu pun dari kesehatan yang berhubungan dengan MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator pelaporan sangat terbatas Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) 3. Sumber data Sumber data dibagi menjadi dua kategori utama yaitu data berbasis populasi (sensus, pencatatan sipil, dan survey populasi) dan data berbasis lembaga (catatan individu, catatan layanan dan catatan sumber daya). Satu set dasar standar untuk setiap sumber dan elemen strategis dalam mencapai standar ini yaitu data sistem informasi kesehatan biasanya dihasilkan baik secara langsung dari populasi atau dari operasi kesehatan dan lembaga lainnya, selain

61 41 itu untuk data yang berbasis lembaga menghasilkan data sebagai akibat dari administrasi dan kegiatan operasional. Kegiatan ini tidak terbatas pada sektor kesehatan, termasuk pula catatan polisi (seperti laporan kecelakaan atau kematian kekerasan), pekerjaan laporan (seperti workrelated cedera), dan makanan dan catatan pertanian (seperti tingkat produksi pangan dan distribusi). Perlu dicatat bahwa sejumlah pendekatan pengumpulan data dan sumber lainnya ada yang tidak cocok dengan salah satu kategori diatas, tetapi dapat memberikan informasi penting yang mungkin tidak tersedia di tempat lain. Dalam hal ini termasuk survey kesehatan, penelitian, dan informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat. Sistem informasi kesehatan Nasional harus menggambarkan seperangkat sumber data. Dalam banyak kasus, pengukuran indikator yang sama dengan data dari berbagai sumber dapat berkontribusi untuk informasi berkualitas lebih baik sambil mempertahankan efisiensi. Dalam kasus lain, itu lebih efisien untuk menghindari duplikasi. Pilihan optimal akan tergantung pada berbagai faktor termasuk epidemiologi, karakteristik tertentu dari instrumen pengukuran, biaya dan kapasitas pertimbangan, dan kebutuhan program. Pemilihan sumber data juga harus didasarkan pada penilaian kelayakan, periodisitas, efektivitas biaya dan keberlanjutan. Periodisitas pengukuran tergantung pada kemungkinan kecepatan perubahan indikator dan biaya. Menentukan item mana informasi yang paling tepat dihasilkan melalui kesehatan rutin informasi sistem (dan yang memerlukan survei khusus), harus menjadi pusat rencana strategis sistem informasi kesehatan nasional.

62 42 Tabel 2.5 Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional Item 1 Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak (misalnya, keluarga berencana, antenatal care, persalinan, imunisasi) 2 Terdapat surveilans yang representatif dalam perkiraan mengenai kematian balita. 3 Terdapat pengelompokkan data berupa usia dan jenis kelamin 4 Ada pertemuan dan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur yang mengukur indikator kesehatan Ya Ya Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Tidak Tidak Tidak ada Ya, koordinasi mekanisme dan rencana berkoordinasi semua perwakilan survei nasional Kelompok koordinasi dan rencana jangka panjang berkoordinasi 75% dari perwakilan survei nasional rumah tangga Rencana ada tapi tidak lengkap dan/ atau koordinasi kelompok tidak dapat secara efektif berkoordinasi survey Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Tidak koordinasi kelompok dan tidak ada rencana jangka panjang 4. Manajemen data Manajemen data adalah satu set prosedur untuk pengumpulan, Penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, pengolahan dan analisis data. Negaranegara harus memiliki penyimpan data (sebaiknya elektronik) terpusat yang menyatukan semua informasi untuk sistem informasi kesehatan nasional dan

63 43 dibuat tersedia untuk semua, idealnya melalui Internet. Ketersediaan penyimpan data seperti yang memfasilitasi referensi silang data di antara program-program, mempromosikan kepatuhan terhadap standar definisi dan metode, dan membantu mengurangi pengumpulan data berlebihan dan tumpang tindih. Ini juga menyediakan sebuah forum untuk memeriksa dan memahami data inkonsistensi dan untuk memfasilitasi rekonsiliasi data yang dilaporkan melalui sistem yang berbeda. Didefinisikannya persyaratan yang spesifik untuk priodisitas dan ketepatan waktu seperti dalam kasus surveilans penyakit. Tabel 2.6 Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 1 Ada seperangkat prosedur tertulis untuk pengelolaan data termasuk pengumpulan data, penyimpanan, pembersihan, kontrol kualitas, analisis dan presentasi untuk audiens target, dan ini dilaksanakan di seluruh Negara ya,satu set prosedur tertulis ada, termasuk semua langkah dalam pengelolaan data dan ini diimplementasikan di seluruh negara Tidak adekuat sama sekali ya, satu set ya, satu set prosedur tertulis tertulis ada, Datamanajemen namun ini hanya prosedur sebagian ada, namun diimplementa ini tidak sikan diimplement asikan Tidak ada prosedur tertulis Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

64 44 Tabel 2.6 Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan) Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 2 Unit sistem informasi kesehatan di tingkat nasional menjalankan data yang terintegrasi yang berisi data dari seluruh populasidan sumber data dan memiliki utilitas yang user-friendly yaitu pelaporandapat diakses kepada khalayak berbagai pengguna 3 Pada tingkat subnasional, ada gudang data yang setara dengan Nasional dan memiliki utilitas pelaporan yang dapat diakses untuk berbagai pengguna 4 Terdapat kamus yang menyediakan definisi yang komprehensif tentang data. Definisi ini meliputi informasi di bidang-bidang berikut: (1) penggunaan data dalam indikator; (2) spesifikasi metode pengumpulan yang digunakan; (3) periodisitas Ya, ada sebuah gudang data dengan ramah pengguna pelaporan utilitas dapat diakses untuk semua relevan pemerintah dan mitra lainnya Tidak adekuat sama sekali Ya, ada Ya, ada sebuah sebuah gudang data gudang di tingkat data di nasional tingkat tetapi nasional memiliki tetapi tidak utilitas memiliki pelaporan utilitas yang terbatas pelaporan Ya, ada gudang data pada tingkat subnasional dengan utilitas pelaporan yang dapat diakses oleh pengguna di semua tingkatan,termasuk pengguna di tingkat Kabupaten Ya, ada sebuah kamus metadata yang menyediakan definisi dalam semua 6 bidang Ya, ada gudang data tingkat nasional tetapi memiliki sebuah utilitas pelaporan yang terbatas ya, adakamus metadata tetapi hanya menyediakan definisi dalam3-5 daerah ya, ada gudang data di tingkat subnasional tetapi tidak memiliki utilitas pelaporan ya, ada kamus metadata tetapi hanya menyediak an definisi dalam1-2 daerah Tidak ada gudang data nasional Tidak ada gudang data tingkat subnasional Tidak ada kamus metadata Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

65 45 Tabel 2.6 Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan) Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 5 Kode pengenal unik tersedia untuk unit geografis administrasi (misalnya, wilayah provinsi, distrik atau kotamadya) untuk memfasilitasi penggabungan dari beberapa database dari sumber yang berbeda Kode identifikasi unik yang digunakan dalam database yang berbeda atau tabel relasional lengkap tersedia untuk menggabungkan mereka Tidak adekuat sama sekali Kode pengenal yang Kode digunakan dalam basis pengenal data yang berbeda dan tersedia, pekerjaan diperlukan tetapi tidak untuk menyelaraskan cocok antara ini di seluruh database database atau untuk membuat yang tabel relasional untuk berbeda memungkinkan penggabungan Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Tidak tersedia 5. Produk informasi Sistem informasi kesehatan Nasional harus bertujuan untuk memiliki data yang akurat dan dapat diandalkan untuk memilih indikator inti. Kebanyakan indikator diperkirakan berdasarkan sumber data empiris. Untuk memastikan kualitas data, berbagai kebijakan dan proses diperlukan. Salah satu dari keseluruhan prinsip adalah untuk mengurangi jumlah informasi yang diperlukan untuk sebuah kumpulan data minimum. Ini akan mengurangi beban pendataan dan harus memperbaiki kualitas pengumpulan data. Ketika komunikasi elektronik fasilitas tersedia, data bisa masuk di desentralisasi daerah untuk menyediakan langsung melaporkannya kepada semua tingkat. Data harus diubah menjadi informasi yang akan menjadi bukti dasar dan pengetahuan untuk membentuk tindakan kesehatan. Sistem informasi kesehatan

66 46 yang kuat dapat memastikan bahwa data yang memenuhi standar tinggi kehandalan, transparansi dan kelengkapan. Hal ini penting untuk menilai sumber data dan statistik teknik dan metode estimasi yang digunakan untuk menghasilkan indikator. Tabel 2.7 Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data Item 1 Secara sistematis ditinjau pada setiap tingkat untuk kelengkapan dan konsistensi dan inkonsistensi diselidiki dan dikoreksi. Untuk menghitung cakupan, dapat diandalkan perkiraan populasi yang tersedia Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Ya. Statistik Statistik administratif bersifat yang lengkap administratif (>90%) dan dievaluasi kualitas untuk kontrol yang kelengkapan baik dan konsistensi; Ada sedikit evaluasi kelengkapan atau konsistensi administratif statistik, mereka diserahkan oleh kurang dari 90% dari fasilitas yang relevan atau proyeksi populasi tidak tersedia Tidak adekuat sama sekali Persentase pengiriman dihadiri oleh seorang ahli profesional kesehatan yang tidak dapat diperkirakan dari statistik administratif 2 Dilaporkan setiap bulan Ya tidak 3 Beberapa kali diukur dalam 10 tahun terakhir 4 Data cakupan yang paling baru menjadi dasar perkiraan 3 atau lebih 2 1 Tidak sama sekali Data dari Perwakilan Penelitian lokal; Tidak ada setidaknya sampel pelaporan tidak 90% dari rumah tangga lengkap profesional pengiriman secara diawasi pengiriman diawasi secara nasional dengan profesional keterbatasan dan lengkap evaluasi atau tidak (> 90%) ada kelengkapan pendaftaran kelahiran Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

67 47 Tabel 2.7 Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data (lanjutan) Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 5 Estimasi data dipisahkan oleh: (1) karakteristik demografis(misalnya, usia); (2) status sosial ekonomi (misalnya, pendapatan, pekerjaan, pendidikan); dan (3) wilayah (misalnya, urban/rural, utama geografis atau wilayah administratif) Disagregasi tersedia untuk semua elemen Tidak adekuat sama sekali Disagregasi disagregasi tersedia tersedia untuk 1 elemen untuk 2 elemen Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) disagrega si tidak mungkin 6. Diseminasi dan penggunaan informasi Meskipun data merupakan bahan baku sistem informasi kesehatan Nasional, mereka memiliki nilai intrinsik. Hanya setelah data disusun, dikelola dan dianalisis mereka menghasilkan informasi. Informasi adalah nilai yang jauh lebih besar, terutama ketika terintegrasi dengan informasi lainnya dan dievaluasi dalam hal masalah yang dihadapi sistem kesehatan. Pada tahap ini, informasi menjadi bukti yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan yang mengubah pemahaman mereka tentang isu-isu kesehatan. Ini adalah proses transformasi bukti ke pengetahuan, dan sekali diterapkan dapat mengakibatkan keputusan yang secara langsung akan berdampak pada kesehatan dan kesehatan ekuitas. Dampak yang sebenarnya pada kesehatan kemudian dapat dipantau oleh sistem informasi kesehatan Nasional dengan

68 48 mengukur perubahan dalam indikator kesehatan. Ini adalah bagaimana HMN visualisasi memungkinkan budaya berulang-ulang dan berbasis bukti pengambilan keputusan dibangun di sistem informasi kesehatan Nasional yang komprehensif. Untuk berfungsinya sistem informasi kesehatan, berbagai kebijakan, administrasi, organisasi dan keuangan harus tersedia. Dukungan legislative dan peraturan diperlukan untuk memungkinkan kerahasiaan, keamanan, kepemilikan dan berbagai data. Investasi dari sumber-sumber domestik dan internasional diperlukan untuk memperkuat ICT, dan menyediakan sumber daya manusia untuk menjalankan sistem ini. Keahlian dan kepemimpinan di tingkat nasional dan tingkat subnasional juga harus disediakan untuk memungkinkan pemantauan kualitas dan penggunaan data. Harus ada infrastruktur dan kebijakan untuk mentransfer informasi antara produsen dan pengguna baik di dalam maupun di luar sistem kesehatan. Sumber daya nasional dan kapasitas yang terbatas dapat mempengaruhi seberapa jauh Negara dapat menerapkan standar, dan bagaimana hal tersebut dapat tercapai. Di Negara-negara dimana standar saat ini tidak ada, mereka cenderung berkembang dari waktu ke waktu sebagai Negara yang beradaptasi dalam menggunakan dan belajar dari kerangka HMN.

69 49 Tabel 2.8 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan dan Analisis Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 1 Pembuat program gizi di dinas kesehatan secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi 2 Grafik digunakan untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami 3 Peta digunakan untuk untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami Ya Tidak adekuat sama sekali Ya, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk menilai Benar di semua tingkat (regional provinsi, distrik kesehatan kantor, Fasilitas kesehatan) Benar di semua tingkat (regional provinsi, distrik kesehatan kantor, Fasilitas kesehatan) Benar pada kantor kesehatan (regional/provin si, distrik), tetapi tidak pada fasilitas kesehatan Benar pada kantor kesehatan ( / daerah provinsi, kabupaten ), tapi tidak pada fasilitas kesehatan Permintaan dari manajer adalah adhoc, biasanya sebagai akibat dari tekanan eksternal (misalnya, pertanyaan dari politisi atau media) Benar hanya di kantor-kantor regional / provinsi kesehatan Benar hanya di kantor-kantor regional / provinsi kesehatan Permintaan dari manajer diabaikan Tidak ada grafik yang digunakan Tidak ada peta yang digunakan Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

70 50 Tabel 2.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai 1 Orang manager di kantor administrasi kesehatan di semua tingkat ( nasional, / daerah provinsi, distrik ) menggunakan informasi kesehatan untuk manajemen pelayanan kesehatan, monitoring dan evaluasi secara periodik Informasi kesehatan digunakan oleh manajer di semua tingkatan untuk manajemen pengiriman layanan kesehatan, terus memantau dan evaluasi berkala Tidak adekuat sama sekali Informasi Semua kesehatan keputusan digunakan oleh penting manajer di tingkat yang nasional dan terpusat ke regional / provinsi tingkat tetapi tidak di nasional tingkat Kabupaten Informasi nya adalah kadangkadang digunakan 2 Informasi kesehatan digunakan untuk mengadvokasi adopsi perilaku berisiko rendah oleh kelompok rentan Indikator-indikator tersebut secara sistematis digunakan dan disesuaikan agar sesuai dengan profil risiko dan situasi yang dihadapi setiap kelompok rentan Indikator-indikator tersebut digunakan secara teratur, tapi umumnya tidak disesuaikan dengan masingmasing kelompok rentan Hanya digunakan pada adisional basis tidak dipakai; Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

71 51 Tabel 2.10 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas, Alokasi Sumber Daya Item 1 Terdapat informasi yang terbukti digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya (misalnya, untuk rencana tahunan pembangunan yang terpadu, jangka menengah, kerangka pengeluaran rencana strategis jangka panjang ) Sangat Memadai Ya, secara sistematis digunakan dengan metode dan target selaras antara berbagai perencanaan klasik Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Umumnya digunakan Informasi untuk tujuan kesehatan diagnostic untuk kadangkadang menggambarkan masalah kesehatan/ digunakan tantangan, tapi tidak menggunakan informasi kesehatan serempak antara berbagai perencanaan klasik Tidak pernah digunakan 2 Informasi secara luas digunakan oleh distrik dan tim manajemen subnasional untuk mengatur alokasi sumber daya dalam proses anggaran tahunan Sebagian besar target / proposal anggaran yang didukung oleh informasi Beberapa target anggaran proposal yang didukung oleh informasi Sedikit / sasaran proposal anggaran apakah dengan dukungan informasi nya Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Tak satu pun dari target/ proposal anggaran yang didukung oleh informasi Dalam melakukan penilaian terhadap komponen yang ada pada sistem informasi kesehatan dilakukan dengan terlebih dahulu menyesuaikan HMN dengan keadaan yang ingin dinilai pada sistem informasi gizi kemudian melakukan skoring. Skor tertinggi (3) diberikan untuk komponen yang dianggap sangat memadai dibandingkan dengan standar seperti yang didefinisikan oleh Kerangka HMN. Skor terendah (0) diberikan ketika situasi dianggap tidak memadai sama sekali dalam hal memenuhi standar. Total skor untuk setiap

72 52 kategori dikumpulkan dan dibandingkan dengan skor maksimum yang mungkin untuk menghasilkan peringkat persentase. Untuk tujuan laporan keseluruhan, skor diubah menjadi kuartil. Jadi item dengan skor jatuh dalam kuartil terendah diklasifikasikan sebagai tidak memadai sama sekali. Skor jatuh ke kuartil berikutnya diklasifikasikan ada tetapi tidak memadai, memadai, sangat memadai. 2.5 Kerangka Teori Kerangka dari HMN terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Komponen dan standar sistem informasi kesehatan yang menggambarkan 6 komponen sistem informasi kesehatan, yaitu: a. sumber daya, melibatkan personil, pembiayaan, informasi dan teknologi komunikasi serta mekanisme koordinasi dalam dan diantara 6 komponen. b. Indikator, mencakup faktor-faktor penentu kesehatan, input sistem kesehatan, keluaran dan hasil, dan status kesehatan. c. Sumber data, terdiri dari 2 kategori yaitu pendekatan berbasis populasi dan pendekatan berbasis lembaga. d. Manajemen data, mencakup semua aspek penanganan data mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan analisis. e. Produk informasi. Data harus diubah menjadi informasi yang akan menjadi bukti dasar dan pengetahuan untuk membentuk tindakan kesehatan. f. Diseminasi dan penggunaan informasi. Penyebarluasan informasi dapat ditingkatkan dengan membuat informasi mudah diakses.

73 53 2. Penguatan sistem informasi kesehatan yaitu menggambarkan prinsip, proses dan peralatan untuk memperkuat sistem informasi kesehatan. Prinsip-prinsip digunakan untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan dan langkahlangkah untuk pelaksanaannya. Bagan 2.1 Kerangka Teori Komponen dan Standar Sistem Informasi Kesehatan Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Sumber Daya Prinsip Indikator Sumber Data Manajemen Data Proses : (a) Kepemimpinan, Koordinasi dan Penilaian ; (b) Penetapan Prioritas dan Perencanaan ; (c) Pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan Peralatan Produk Informasi Diseminasi dan Penggunaan Informasi Tujuan Health Metrics Network Meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, kualitas, dan penggunaan informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan di tingkat negara dan global. Sumber : Health Metrics Network, Framework and standards for country health information systems second edition (WHO, 2008)

74 BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Pikir Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah kerangka berpikir dalam penelitian ini dengan mengadopsi teori dari hasil tinjauan pustaka tentang sistem informasi gizi. Penelitian ini dimulai dari menilai sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan melalui website sistem informasi gizi. Kemudian menilai komponen sistem informasi gizi yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan melakukan skoring berdasarkan teori Health Metrics Network (WHO,2008) dengan penyesuaian. Komponen sistem informasi kesehatan yaitu: sumber daya, indikator, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan penggunaan informasi. Berdasarkan teori yang telah diuraikan pada studi kepustakaan maka kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 54

75 Bagan 3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi SISTEM INFORMASI GIZI Sumber Daya Indikator Sumber Data Manajemen Data Produk Informasi Diseminasi dan Penggunaan Informasi 55

76 Definisi Istilah 1. Sumber Daya Sumber daya terdiri dari peraturan legislatif dan kerangka perencanaan kerja yang diperlukan untuk memastikan sistem informasi kesehatan yang berfungsi penuh, sumber daya merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk jadi fungsional. Sumber daya melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik, informasi dan teknologi komunikasi (ICT) (WHO,2008). Sumber daya terdiri dari: a. Personil yaitu tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah kabupaten/kota yaitu petugas pelaporan program perbaikan gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi. b. Dana yaitu anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dalam pemenuhan sarana penunjang untuk pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi. c. Sarana yaitu alat yang terkait dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa panduan operasional sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan. Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan internet.

77 57 d. Kebijakan adalah aturan yang melegalisasi pedoman untuk pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi yang dilaksanakan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. 2. Indikator Indikator merupakan ukuran yang dipakai dalam pelaksanaan sistem informasi gizi. Mencakup 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat, yaitu: 1) Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat 2) Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S) 3) Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif 4) Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium 5) Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A 6) Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet 3. Sumber Data Sumber data merupakan tempat diperolehnya data yang diperlukan yaitu berupa data 6 indikator sistem informasi gizi. Data dalam sistem informasi gizi berasal dari Posyandu. 4. Manajemen Data Mencakup semua aspek penanganan data mulai dari pengumpulan, penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran utuk pengolahan, kompilasi dan analisis data 6 indikator SIGIZI di Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan. 5. Produk Informasi Data diubah menjadi informasi yang jadi bukti dasar dan pengetahuan untuk membentuk tindakan kesehatan. Informasi yang didapat dari pelaporan melalui

78 58 website sistem informasi gizi berupa cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif. 6. Diseminasi dan penggunaan informasi Diseminasi merupakan penyebarluasan informasi yang dihasilkan dari sistem informasi gizi. Sedangkan penggunaan informasi yaitu pemanfaatan hasil informasi yang terdapat di informasi gizi dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan strategis di tiap tingkatan manajemen mulai dari dinas kesehatan dan puskesmas.

79 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan instrumen Health Metrics Network (WHO: 2008) yaitu menilai komponen yang ada dalam sistem informasi gizi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam mengenai gambaran pelaksanaan dan kendala yang dihadapi dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ke pusat. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari Februari Informan Penelitian Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang bersifat tidak acak dan sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan menggunakan prinsip kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequancy). Mengacu pada prinsip tersebut maka sumber informasi atau informan dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu: 59

80 60 1. Informan Utama Informan utama pada penelitian ini berjumlah 3 orang yang terdiri dari satu staf gizi yang berada di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dan dua tenaga pelaksana gizi yang berada di dua Puskesmas di wilayah kerja Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Informan utama merupakan orang yang terdapat dalam lingkup sistem manajemen kesehatan dan terlibat dalam pelaksanaan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi. 2. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini berjumlah 2 orang yang terdiri dari dua kader posyandu yang terdapat di dua puskesmas yang ada di wilayah kerja Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Informan pendukung merupakan orang yang terdapat di luar sistem manajemen kesehatan dan terlibat dalam pelaksanaan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi sebagai tenaga pencatatan hasil kegiatan posyandu. 4.4 Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara mendalam yang berisi daftar pertanyaan yang berkaitan dengan sistem informasi gizi. Selain pedoman untuk wawancara, instrumen lain yang juga digunakan adalah lembar observasi dan panduan telaah dokumen yang digunakan untuk mengamati pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem

81 61 informasi gizi. Adapun instrumen lain yang digunakan yaitu perekam suara dan alat pencatat untuk kejelasan dan keakuratan instrumentasi. Pada tahap pengolahan data digunakan instrument berupa HMN tools yang berfungsi menilai sistem informasi gizi dengan melakukan skoring. 4.5 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini yaitu : 1. Data primer berupa hasil wawancara langsung dengan informan dan hasil dari telaah dokumen serta observasi. 2. Data sekunder yaitu berupa profil dinas kesehatan. 4.6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Telaah Dokumen Menurut W. Gulo (2002) dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu. Dimana literatur-literatur yang relevan dimasukkan pula dalam kategori dokumen yang mendukung penelitian. Pada penelitian ini telaah dokumen dilakukan dengan melihat persentase pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi dan menelaah formulir yang digunakan sebagai alat pencatatan dan pelaporan hasil kinerja pembinaan gizi masyarakat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

82 62 2. Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati langsung komponen sumber daya, indikator, sumber data, manajemen data, dan produk informasi yang terdapat pada sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Observasi dilakukan di Puskesmas dan ruang seksi kesehatan masyarakat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. 3. Wawancara mendalam Wawancara mendalam atau indepth interview merupakan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif, dimana wawancara dilakukan antara seorang responden dengan pewawancara yang terampil, yang ditandai dengan penggalian yang mendalam dan menggunakan pertanyaan yang terbuka (Kresno, 2000). Pada penelitian ini wawancara mendalam dilakukan pada 5 informan yang terdiri dari 3 informan utama dan 2 informan pendukung. Wawancara mendalam dilakukan dengan menanyakan mengenai komponen sistem informasi gizi dan pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. 4.7 Validasi Data Pendekatan kualitatif menggunakan jumlah informan yang sedikit, karena itu perlu dilakukan pengecekan keabsahan data. Menurut Kresno (2000) dalam penelitian kualitatif menggunakan triangulasi meliputi:

83 63 1. Triangulasi sumber, didapatkan dari informan utama dan informan pendukung yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebagai sumber informasi. Penjelasan mengenai triangulasi sumber dapat dilihat pada tabel di bawah ini: No. 1. Sumber Daya: Tabel 4.1 Triangulasi Sumber Aspek Penelitian 1. Kebijakan dan koordinasi 2. Dana dan tenaga pelaksana 3. Sarana Informan Utama Sumber Informan Pendukung 2. Indikator Sumber Data 4. Manajemen Data 5. Produk Informasi 6. Diseminasi dan Penggunaan Informasi 2. Triangulasi metode, menggunakan telaah dokumen, observasi dan wawancara mendalam. Penggunaan metode yang berbeda diharapkan dapat memperoleh informasi yang bevariasi. Penjelasan mengenai triangulasi metode dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

84 64 No. 1. Sumber Daya: Aspek Penelitian 1. Kebijakan dan koordinasi 2. Dana dan tenaga pelaksana 3. Sarana Tabel 4.2 Triangulasi Metode Telaah Dokumen Metode Observasi Wawancara Mendalam 2. Indikator - 3. Sumber Data 4. Manajemen Data - 5. Produk Informasi 6. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Pengolahan Data Tahap pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Hasil telaah dokumen, observasi dan wawancara mendalam dicatat kembali, berdasarkan rekaman yang diperoleh pada saat wawancara mendalam ke dalam bentuk tulisan (transkip) 2. Melakukan kategorisasi data sesuai dengan aspek penelitian dan menilai komponen sistem informasi gizi berdasarkan teori HMN dengan menggunakan tools assessing national health information system (WHO, 2008) yang sudah disesuaikan dengan keadaan sistem informasi gizi. Penilaian terhadap komponen yang ada pada sistem informasi gizi dilakukan dengan melakukan skoring. Skor tertinggi (3) diberikan untuk komponen

85 65 yang dianggap sangat memadai dibandingkan dengan standar seperti yang didefinisikan oleh kerangka HMN. Skor terendah (0) diberikan ketika situasi dianggap tidak memadai sama sekali. Total skor untuk setiap kategori dikumpulkan dan dibandingkan dengan skor maksimum yang mungkin untuk menghasilkan peringkat persentase. Untuk laporan keseluruhan, skor diubah menjadi kuartil. Jadi, item dengan skor yang jatuh dalam kuartil terendah (0) diklasifikasikan sebagai tidak memadai sama sekali. Skor yang jatuh kekuartil berikutnya diklasifikasikan ada tetapi tidak memadai (1), memadai (2), sangat memadai (3). 3. Menyimpulkan gambaran sistem informasi gizi berdasarkan hasil penilaian yang mengacu pada teori HMN dengan menggunakan tools assessing national health information system (WHO, 2008). 4.9 Penyajian Data Data yang diperoleh disajikan secara naratif dan tabel yang dikelompokkan sesuai dengan kerangka pikir berdasarkan aspek yang diteliti Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu content analysis atau analisis isi yang merupakan suatu teknik mengumpulkan atau menghimpun data dan kemudian dilakukan analisa terhadap isi naskah atau hasil data yang diperoleh tersebut (Kresno,2000). Hasil penelitian yang telah dikelompokkan berdasarkan variabel kemudian dibandingkan dengan teori-teori yang ada di tinjauan pustaka.

86 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan (Sudinkes Jaksel, 2011) Visi dan Misi a. Visi Jakarta Selatan Sehat Untuk Semua. Visi tersebut bermakna terwujudnya Jakarta Selatan : 1. Dihuni oleh penduduk yang memiliki kesadaran dan kemandirian hidup sehat. 2. Mempunyai akses pelayanan perorangan dan masyarakat 3. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin 4. Terkendalinya penyakit menular 5. Terkendalinya penyakit degeneratif 6. Gizi yang seimbang 7. Meningkatnya kualitas dan respon time pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana 8. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan terkendalinya pencemaran lingkungan 66

87 67 b. Misi 1. Menyelenggarakan pembangunan kesehatan dengan kaidah-kaidah Good Governance 2. Meningkatkan pelayanan kesehatan perorangan, kesehatan masyarakat dan kegawatdaruratan kesehatan dengan prinsip pelayanan kesehatan prima 3. Mengendalikan dan menanggulangi gizi buruk, penyakit menular, penyakit tidak menular, dan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan 4. Menyelenggarakan peningkatan manajemen kesehatan 5. Menggalang kemitraan dengan berbagai sektor dan seluruh potensi yang ada di masyarakat Keadaan Umum Wilayah a. Keadaan Geografis Jakarta Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 26,2 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah kota Jakarta Selatan berdasarkan SK Gubernur Nomor 17 Tahun 2007 adalah 145,73km 2 secara astronomis Jakarta selatan terletak antara 06º 15 40,8 Lintang Selatan dan 106º 45 0,00 Bujur Timur, terbagi 10 kecamatan, 65 kelurahan, 578 RW dengan daerah terluas kecamatan Jagakarsa yaitu km 2 dan terkecil kecamatan Mampang Prapatan yaitu 7.73 km 2.

88 68 Kota Jakarta Selatan memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 176,83mm. Rata- rata suhu udara di Jakarta Selatan berkisar antara 26,4 0 c hingga 29,10c. Rata rata kelembaban udara di Jakarta Selatan berkisar antara 80% - 90%. b. Batas Wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan berbatasan dengan dua provinsi dan dua kotamadya di Provinsi DKI Jakarta. Kedua provinsi tersebut adalah Jawa Barat di selatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Provinsi Banten di barat Kota Administrasi Jakarta Selatan. Batas-batas wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan secara lebih rinci adalah sebagai berikut: Utara : Banjir Kanal, Jl.Jend.Sudirman, Kecamatan Tanah Abang dan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Selatan : Kec. Sawangan & Kotif Depok Kabupaten Bogor. Barat Timur : Kec. Ciputat & Ciledug Kabupaten Tangerang. : Kali Ciliwung Jakarta Timur. c. Wilayah Kerja Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan yang beralamat di Jl. Radio I No.8 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, membina 10 Puskesmas Kecamatan yaitu: 1. Puskemas Kecamatan Tebet 2. Puskesmas Kecamatan Setiabudi

89 69 3. Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan 4. Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu 5. Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru 6. Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama 7. Puskesmas Kecamatan Cilandak 8. Puskesmas Kecamatan Pancoran 9. Puskesmas Kecamatan Jagakarsa 10. Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Kependudukan Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Jakarta Selatan adalah orang, yang terdiri atas laki laki dan perempuan. Jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2000, Jakarta Selatan mengalami kenaikan jumlah penduduk Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan bahwa Kota Administrasi atau Kabupaten Administrasi dibentuk Suku Dinas Kesehatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas Kesehatan yang secara teknis dan administrasi berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan, serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota.

90 70 Suku Dinas Kesehatan terdiri dari 1 (satu) Sub Bagian yaitu Tata Usaha, dan 4 (empat) seksi, yaitu: Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK), Seksi Pelayanan Kesehatan, dan Seksi Penanggulangan Masalah Kesehatan (PEMKES). Struktur organisasinya Sudinkes Kota Jakarta Selatan dapat tergambar pada bagan 5.1. Bagan 5.1 Struktur Organisasi Sudinkes Kota Jakarta Selatan Kepala Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan Subbag Tata Usaha Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Penanggulangan Masalah Kesehatan Sumber: Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2011

91 Gambaran Umum Seksi Kesehatan Masyarakat Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan salah satu seksi yang berada langsung di bawah wewenang Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan. Seksi Kesehatan Masyarakat bertanggung jawab untuk melaksanakan program-program kesehatan masyarakat seperti Program Gizi, Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Sistem Informasi Kesehatan (SIK), Promosi Kesehatan (Promkes), Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), Peran Serta Masyarakat (PSM) dan Program Kesehatan Lansia. Sesuai dengan masing-masing tugas tersebut, maka struktur organisasi Seksi Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan Tahun 2012 adalah sebagai berikut: a. Kepala Seksi KesMas : dr. Hj. Dyah Ekawati b. Bagian Gizi : Latifah Hanum S.Gz c. Bagian UKGS : drg. Widyastuti, Sp.KgA d. Bagian UKS : drg. Diani Gayatri e. Bagian SP2TP : Fitriyati, Am.Keb f. Bagian KIA : Zulmainar, SSiT MKM g. Bagian SIK :Indrati Wahyuni,S.Kom M.Kes h. Bagian Promkes : Prihastri Indrawati i. Bagian Perawat Kesmas : M. Rusdi, SKM

92 72 j. Bagian PSM : Sriana Tampubolon k. Bagian Lansia : dr. Diah Eko 5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian Informan utama yang memberikan informasi dalam penelitian ini merupakan tenaga gizi yang terdapat pada tiap tingkatan manajemen mulai dari tingkat suku dinas kesehatan kota administrasi sampai tingkat Puskesmas yaitu staf gizi di suku dinas kesehatan dan TPG di Puskesmas. Sedangkan informan pendukung adalah kader di Posyandu yang menjadi tenaga pencatatan hasil kegiatan posyandu. Informan pendukung memberikan informasi tambahan mengenai kegiatan pelaporan pembinaan gizi masyarakat. Berikut adalah gambaran dari masing-masing informan: a. Informan Utama 1. Staf gizi di suku dinas kesehatan Staf gizi di suku dinas kesehatan kota administrasi Jakarta Selatan terdiri dari 1 orang dimana bagian gizi termasuk dalam seksi kesehatan masyarakat. Informan utama yang menjadi kunci sumber informasi untuk wawancara mendalam dalam penelitian ini merupakan penanggung jawab bagian gizi. Adapun latar belakang pendidikan daripada staf gizi merupakan sarjana gizi. 2. TPG di Puskesmas Dalam penelitian ini, informan selanjutnya yaitu terdiri dari dua tenaga pelaksana gizi yang berasal dari puskesmas yang berada di wilayah kerja suku dinas kesehatan kota Jakarta selatan. Tenaga pelaksana gizi yang

93 73 terpilih menjadi informan yaitu berasal dari Puskesmas Kecamatan Jagakarsa dan Puskesmas Kecamatan Tebet. b. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari dua kader Posyandu yang berada di wilayah kerja suku dinas kesehatan kota Jakarta selatan. Kader Posyandu merupakan tenaga pelaksana pencatatan hasil kegiatan gizi di Posyandu dimana merupakan sumber data dalam pelaksanaan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi. 5.3 Ruang lingkup Sistem informasi Gizi Berdasarkan hasil wawancara dengan staf gizi sebagai informan penelitian, didapatkan informasi mengenai ruang lingkup sistem informasi gizi bahwa dalam pelaksanaannya sistem informasi gizi melibatkan beberapa tingkatan manajemen dalam sistem kesehatan dimana data awal yang dilaporkan berasal dari tingkat posyandu yang dikumpulkan ke tingkat puskesmas kelurahan lalu direkap dan dikumpulkan ke tingkat puskesmas kecamatan dan kemudian direkap dan dilaporkan ke tingkat suku dinas kesehatan kota. Suku dinas kesehatan kota akan merekap dan melaporkan data ke tingkat dinas kesehatan provinsi dalam bentuk hardcopy dan melaporkan melalui website sistem informasi gizi agar dapat dilihat baik oleh tingkat dinas kesehatan provinsi maupun tingkat nasional atau pusat. Data yang dicatat oleh kader di tingkat posyandu dan dilaporkan ke tingkat puskesmas kelurahan terdapat dalam form F1 penimbangan sedangkan data dari posyandu dan puskesmas akan dijumlahkan dan direkap oleh staf gizi di tingkat suku

94 74 dinas kesehatan dalam laporan bulan gizi (LB3 gizi). Staf gizi di tingkat suku dinas kesehatan telah membuat template yang sesuai dengan format dalam website SIGIZI baik data bulanan maupun data semester dimana template tersebut akan diisi oleh puskesmas kecamatan dan akan diinput ke website SIGIZI oleh staf gizi. Ruang lingkup sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan mencakup data yang berasal dari 10 Puskesmas kecamatan yang merupakan hasil rekap dari 69 Puskesmas kelurahan. Data di Puskesmas kelurahan berasal dari 1224 Posyandu yang berisi pelayanan kesehatan terhadap sekitar balita. Website sistem informasi gizi tidak hanya dapat diakses oleh pihak yang berada dalam manajemen kesehatan saja, tetapi dapat diakses juga oleh kalangan masyarakat yang ingin mengetahui data cakupan kinerja pembinaan gizi masyarakat pada setiap daerah yang terdapat di Indonesia. Seperti pada gambar berikut:

95 75 Gambar 5.1 Contoh Pencapaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Bulanan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2012 Sumber: website sistem informasi gizi

96 Hasil penelitian Hasil penelitian ini merupakan gambaran pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang meliputi komponen dari sistem informasi gizi yaitu berupa sumber daya, indikator, sumber data, manajemen data, produk informasi, diseminasi dan penggunaan informasi Gambaran Sumber Daya Sistem Informasi Gizi Gambaran sumber daya yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam pelaksanaan sistem infomasi gizi dapat dinilai berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada saat penelitian melalui skoring yang terdapat pada tabel 5.1, 5.2 dan 5.3 berikut : Tabel 5.1 Penilaian Sumber Daya : Kebijakan dan Koordinasi No Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-to-data berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi 0 2 Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem informasi gizi dari berbagai subsistem, mulai dari dinas kesehatan sampai ke puskesmas 2 3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau pelaksanaan sistem 1 informasi gizi Total Skor Rata-rata 1 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Skor

97 77 Poin mengenai adanya regulasi yang uptodate yaitu adanya undang-undang yang berlaku dan ditegakkan diberikan skor nol (0) oleh peneliti, yang artinya tidak memadai karena berdasarkan observasi yang dilakukan belum terlihat adanya kebijakan mengenai sistem informasi gizi. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tidak ada kebijakan dan peraturan (regulasi) yang mengatur tentang pelaksanaan informasi gizi. Berikut kutipan penjelasan informan saat ditanyakan tentang regulasi yang berisi kerangka kerja untuk SIGIZI: oh belum saya belum istilahnya belum instruksikan teman-teman untuk apa namanya input. Yang penting mereka kalau ada waktu, templatenya aja Sebenarnya sih kalau Kemenkes sih suruhnya harus ada, Cuma ya itu kendalanya, karena berubah-ubah terus (staf gizi). belum. Sebenarnya sih udah disuruh dari juni kemarin uji coba gitu ya tapi nyatanya masih laporannya selalu berubah gitu loh sekalipun kita sudah buat formatnya itu pas mau dikirim kok ga terkirim (TPG2) Penjelasan di atas diungkapkan oleh staf gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebagai penanggung jawab bagian gizi dan informan yang berada di Puskesmas. Mereka mengungkapkan bahwa Kemenkes memberi perintah untuk melaporkan hasil kegiatan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi. Tetapi, untuk saat ini tidak ada kebijakan dan peraturan dari tingkat pusat yang berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi yang mengatur tentang pelaksanaan pelaporan informasi gizi melalui website sistem informasi gizi.

98 78 Kegiatan koordinasi untuk pemantauan kinerja sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan mulai dari pihak sudin sampai Puskesmas, koordinasinya tidak selalu berupa pertemuan tetapi melalui telepon. Berikut kutipan penjelasan saat ditanyakan tentang kegiatan koordinasi: Koordinasinya tidak harus dengan pertemuan. Karena pertemuan itu menyita waktu maksudnya, teman-teman tuh kalau bisa lewat telpon yang bisa disampaikan, gitu aja. Jadi ga usah lewat pertemuan kecuali dari Dinas ada surat (staf gizi) Kegiatan pertemuan yang tidak rutin untuk pemantauan kinerja sistem informasi gizi dari berbagai subsistem, mulai dari dinas kesehatan sampai ke puskesmas membuat peneliti memberikan skor dua (2) pada poin adanya kegiatan pemantauan yang rutin diberikan karena berdasarkan wawancara dapat disimpulkan bahwa kegiatan rutin jarang digunakan kecuali adanya surat dari dinas kesehatan. Poin adanya kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan diberikan nilai satu (1) oleh peneliti yang artinya ada namun kurang memadai karena tidak selalu ada surat perintah untuk melakukan pemantauan berupa kegiatan sehingga para tenaga pelaksana melakukan pemantauan hanya melalui telepon. Berdasarkan informasi dan penjelasan di atas, poin sumber daya berupa kebijakan dan koordinasi mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dapat dinilai dengan hasil skoring rata-rata 1 yang berarti kurang adekuat dikarenakan tidak adanya

99 79 peraturan, tidak rutinnya kegiatan pemantauan kinerja mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi serta kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan yang kurang memadai. Tabel 5.2 Penilaian Sumber Daya : Dana dan Tenaga Pelaksana No Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Ada sebuah unit fungsional, yang bertanggung jawab untuk administrasi sistem informasi gizi, manajemen, analisis, diseminasi dan penggunaan informasi di tingkat daerah 2 2 Ada aktivitas kapasitasi tenaga di tingkat kabupaten dan puskesmas 2 3 Ada anggaran dalam anggaran daerah yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sistem 2 informasi gizi Total Skor Rata-rata 2 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Skor Peneliti memberikan skor dua (2) pada poin adanya unit fungsional administrasi sistem informasi gizi yang artinya memadai karena berdasarkan wawancara dengan informan, didapatkan informasi bahwa ada unit yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem informasi gizi yaitu staf gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tetapi sumber daya yang tersedia masih belum memadai yaitu hanya ada satu staf gizi yang bertanggung jawab. Berikut kutipan penjelasan mengenai unit fungsional:

100 80 di sudin ini kan orang gizi banyak, ada 3 lah ya tapi kebetulan kita beda-beda pegangnya. Jadi tanggung jawab untuk laporan, surveilans lah istilahnya, saya. Jadi untuk laporan program gizi saya yang tanggung jawab (staf gizi). Pada penjelasan di atas, informan mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat kota yaitu di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan terdapat unit yang bertanggung jawab yaitu bagian gizi yang berada di bawah seksi kesehatan masyarakat sebagaimana terlihat dalam penjelasan mengenai gambaran seksi kesehatan masyarakat bahwa seksi kesehatan masyarakat terdiri dari berbagai program dan salah satunya adalah program gizi. Poin adanya aktivitas kapasitasi tenaga pelaksana diberikan skor dua (2) oleh peneliti yang artinya memadai karena berdasarkan wawancara didapatkan informasi bahwa sudah adanya pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keahlian tenaga pelaksana di tiap tingkatan baik staf gizi maupun tenaga di puskesmas yang menjadi penanggung jawab telah mendapatkan pelatihan sebelumnya. Selain mendapat pelatihan dari dinas kesehatan provinsi, suku dinas kesehatan juga mengadakan pertemuan atau sosialisasi berupa pelatihan kepada beberapa tenaga pelaksana gizi di puskesmas baik puskesmas kecamatan maupun kelurahan. Selain itu, para kader sebagai tenaga pencatatan hasil kegiatan posyandu juga telah diberikan pelatihan oleh tenaga pelaksana gizi di wilayah kerja masing-masing. Berikut kutipan penjelasan dari beberapa informan mengenai aktivitas kapasitasi:

101 81 Pelatihan gizi saya sudah, pelatihan surveilans gizi, website gizi sudah. Pkm kecamatan juga sudah 4 kecamatan. Kecamatan dilatih oleh Dinas ya, trus saya juga itu ngumpulin teman-teman juga pkm kecamatan, pkm kelurahan untuk belajar input website (staf gizi) sudah. Dari Dinas, dinas lah yah, Sudin juga. Jadi 2x, dari dinas trus kita pemantapan lagi berupa rapat atau apa gitu (TPG2) Sudah. Ibu pernah ikut di Puskesmas. Pelatihannya dari Puskesmas kecamatan (kader) Penjelasan di atas diungkapkan oleh beberapa informan, dimana mereka menyatakan bahwa telah ada pelatihan untuk tiap tingkat manajemen kesehatan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi. Peneliti memberikan skor dua (2) poin adanya anggaran yang artinya memadai karena berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa sudah ada anggaran untuk pelaksanaan sistem informasi gizi. Berikut kutipan penjelasan beberapa informan saat ditanyakan mengenai anggaran: Ya pokoknya kita program gizi kan ada anggaran, nah kemudian kita kan ada rakor-rakor. Nah pada saat rakor kita Cuma membicarakan program apa saya pikir itu kan yang penting internetnya ada, waktunya ada. itu saja sebenarnya, ga perlu dana khusus sebenarnya sih ya (staf gizi) dana untuk pelaporan SIGIZI ga ada. karena itu sudah sama dengan yang lain kan sama berupa laporan gitu ya misalnya kaya internet atau apa2nya kan udah diserahin ke puskes, tapi kalau untuk SIGIZI sekian2 mungkin ngga, karena kan sarananya juga udah disiapin (TPG 2) Kutipan diatas dipaparkan oleh staf gizi dan TPG di puskesmas sebagai informan utama, mereka mengungkapkan bahwa untuk saat ini memang belum

102 82 ada dana yang spesifik dianggarkan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi tetapi sudah tersedia dana dalam program surveilans gizi. Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka sumber daya berupa dana dan tenaga pelaksana dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring rata-rata 2 yang berarti memadai. Tabel 5.3 Penilaian Sumber Daya: Sarana No Item Sangat Memadai 1 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk mencatat kinerja pembinaan gizi masyarakat dan informasi yang tersedia 2 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk melaporkan kinerja pembinaan gizi masyarakat dan informasi yang tersedia 3 Tersedianya komputer di tingkat dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas untuk pelaksanaan sistem informasi gizi 4 Peralatan ICT (telpon, koneksi internet dan ) tersedia di dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas untuk pelaksanaan sistem informasi gizi 5 Dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT tersedia di tingkat dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor Total Skor Rata-rata 2 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

103 83 Pada poin formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain untuk mencatat dan melaporkan kinerja pembinaan gizi masyarakat peneliti memberikan skor tiga (3) yang artinya sangat memadai karena berdasarkan hasil observasi dapat dilihat formulir yang digunakan untuk mencatat dan melaporkan hasil kegiatan kinerja pembinaan gizi masyarakat tersedia di suku dinas kesehatan, puskesmas dan posyandu. Formulir pencatatan terdapat di posyandu sesuai tugas kader yaitu mencatat hasil kegiatan posyandu, sedangkan untuk formulir pelaporan tersedia di puskesmas dan suku dinas kesehatan. Tiap tingkatan memiliki formulir masing-masing yang berkaitan satu sama lain. Bentuk formulir ada pada lampiran. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara, didapatkan informasi bahwa masing-masing mempunyai formulir sebagai sarana dalam pencatatan dan pelaporan. Berikut kutipan penjelasan mengenai formulir: iya itu dari Posyandu. Yang dari posyandu itu sudah mengacu pada website yang sekarang. F1 Posyandu sudah mengacu pada website. F1 Posyandu kemudian LB3, sama format BGM itu sudah mengacu pada website (staf gizi) Poin tersedianya komputer di tingkat dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas diberikan skor 2 oleh peneliti yang artinya memadai karena hasil observasi didapatkan ada 5 buah komputer di sudin khususnya di ruang seksi kesehatan masyarakat dan ada 1 komputer khusus untuk bagian gizi di tiap puskesmas yang dapat difungsikan untuk kegiatan pelaporan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dikatakan bahwa sarana untuk pelaksanaan informasi gizi berupa peralatan ICT masih kurang terutama di tingkat puskesmas. Berikut kutipan penjelasan mengenai peralatan ICT:

104 84 Kalau disini kan kebetulan komputer banyak ya, internet jalan, ya kadang-kadang itu aja internetnya kadang-kadang ga jalan (staf gizi) belum ada akses untuk internet. Ada sih sarana yang ada internetnya tapi di atas, di lantai 4. Jadi kita mesti ke atas dulu. (TPG 1) Kutipan tersebut disampaikan oleh staf gizi dantpg yang berada di puskesmas dimana dapat diketahui bahwa sarana berupa peralatan ICT masih belum memadai di tiap puskesmas dan begitu pula dengan pemeliharaannya. Berdasarkan informasi tersebut, poin adanya peralatan ICT dan dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT diberikan skor 1 yang artinya kurang memadai karena belum memadainya peralatan ICT terutama di puskesmas menghambat TPG dalam pelaporan yaitu mengisi template menggunakan komputer di lantai 2 sedangkan untuk melaporkan ke sudin melalui internet harus ke lantai 4 terlebih dahulu. Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka sumber daya mengenai sarana dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring ratarata 2 yang berarti memadai Gambaran Indikator Sistem Informasi Gizi Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen, didapatkan informasi mengenai indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi dimana skoring terhadap indikator tersebut dapat diuraikan pada tabel 5.4 sebagai berikut :

105 85 No Item Sangat Memadai 1 Indikator inti minimum Nasional telah diidentifikasi untuk tingkat daerah, meliputi semua kategori indikator kinerja pembinaan gizi 2 Indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi mengacu pada indikator MDG s (Millenium Development Goals) 3 Pelaporan indikator terjadi secara teratur Tabel 5.4 Penilaian Indikator Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor Total Skor Rata-rata 2,3 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Berdasarkan hasil telaah dokumen didapatkan beberapa indikator mengenai pembinaan gizi masyarakat untuk dilaporkan ke tingkat pusat dari suku dinas kesehatan kota administrasi Jakarta Selatan yang tercantum pada formulir pelaporan yang telah disusun oleh staf gizi yaitu jumlah ibu hamil mendapatkan 90 tablet Fe3, SKDN, jumlah balita yang dua kali tidak naik berat badannya (2T), jumlah balita yang beradadi bawah garis merah (BGM), kasus gizi buruk, jumlah balita kurus yang mendapat PMT, jumlah posyandu yang ada, jumlah bayi 0-6 bulan masih mendapat ASI eksklusif, jumlah balita mendapat vitamin A, dan jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium. Indikator-indikator tersebut sudah mencakup indikator inti minimum nasional.

106 86 Selain itu, didapatkan juga informasi bahwa indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi sudah memadai dan mengacu pada indikator MDG s yaitu menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kesehatan ibu. Dengan demikian, indikator inti minimum nasional dan indikator mengacu pada indikator MDG s peneliti memberikan skor dua (2) yang artinya memadai. Berdasarkan observasi laporan, diketahui bahwa pelaporan dilakukan secara teratur yaitu tiap bulan untuk indikator jumlah ibu hamil mendapatkan 90 tablet Fe3, SKDN, jumlah balita yang dua kali tidak naik berat badannya (2T), jumlah balita yang beradadi bawah garis merah (BGM), kasus gizi buruk, jumlah balita kurus yang mendapat PMT. Pelaporan tiap semester untuk indikator cakupan ASI eksklusif, pemberian vitamin A dan konsumsi garam beryodium. Dengan demikian, poin pelaporan terjadi secara teratur diberikan skor tiga (3) oleh peneliti yang berarti sangat memadai. Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka indikator dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring rata-rata 2,3 yang berarti memadai Gambaran Sumber Data Sistem Informasi Gizi Berdasarkan hasil observasi, telaah dokumen dan wawancara dengan informan, didapatkan informasi mengenai sumber data yang terdapat dalam

107 87 sistem informasi gizi dimana skoring terhadap sumber data tersebut dapat diuraikan pada tabel 5.5 sebagai berikut: Tabel 5.5 Penilaian Sumber Data No Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak (misalnya, keluarga berencana, antenatal care, persalinan, imunisasi) 1 2 Terdapat surveilans yang representatif dalam perkiraan mengenai kematian balita. 1 3 Terdapat pengelompokkan data berupa usia dan jenis kelamin 2 4 Ada pertemuan dan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur dari daerah 1 Total Skor Rata-rata 1,25 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Skor Pada poin terdapatnya surveilans yang representatif mengenai kesehatan ibu dan anak, peneliti memberikan skor 1 yang artinya ada tetapi kurang memadai karena berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa telah ada kegiatan surveilans dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu yaitu terdapat kegiatan diantaranya

108 88 pemberian tablet Fe, pemeriksaan kehamilan atau pelayanan antenatal care. Pelayanan kesehatan anak yaitu adanya kegiatan penimbangan secara teratur setiap bulan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan posyandu dimana kegiatan posyandu dikatakan sebagai kegiatan surveilans gizi karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan terus menerus. Poin terdapatnya surveilans yang representatif mengenai kematian balita juga diberikan skor 1 oleh peneliti karena sudah ada pelayanan kesehatan anak yaitu terdapat laporan kegiatan penimbangan secara teratur setiap bulan dimana penimbangan tersebut juga dapat memperkirakan kematian balita jika terdapat kejadian gizi buruk. Kematian balita juga dapat diketahui apabila ada laporan dari warga. Tetapi hasil yang didapatkan dari wawancara dengan informan, mengungkapkan bahwa kegiatan surveilans tersebut menjadi kurang representatif dikarenakan adanya kendala yang dihadapi. Berikut kutipan penjelasan mengenai kendala yang dihadapi: kendalanya ya itu satu, kehadiran ibu balita. Mungkin respon mereka kurang ini ya, masih ada yang merasa kurang penting kali ya, ada beberapa orang yang mungkin merasa lebih baik ke dokter (kader 1) Kutipan diatas menjelaskan bahwa adanya kendala yang dihadapi oleh posyandu yaitu kurangnya partisipasi warga dalam mengikuti kegiatan posyandu. Hal tersebut dapat menyebabkan kegiatan surveilans dalam memperkiraan kematian balita, kesehatan ibu dan anak menjadi kurang representatif karena apabila partisipasi warga baik berupa kehadiran maupun

109 89 laporan kurang maka data atau laporan tidak mampu mencakup jumlah seluruh balita dan ibu hamil yang ada. Poin yang mengatakan terdapat pengelompokkan data berupa usia dan jenis kelamin diberikan skor dua (2) yang berarti memadai karena berdasarkan hasil telaah dokumen, didapatkan bahwa dalam surveilans gizi juga terdapat pengelompokkan data berupa usia yaitu balita dibagi menjadi empat kelompok usia yaitu 0-5 bulan, 6-11 bulan, bulan dan bulan sebagaimana tercantum dalam formulir pelaporan dan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Pada poin adanya pertemuan dan rencana tahunan, peneliti memberikan skor 1 yang berarti ada tetapi belum memadai karena mengenai pertemuan untuk mengkoordinasikan variable, koordinasi tidak selalu dilakukan dengan pertemuan. Apabila ada variable baru yang dibutuhkan oleh pusat untuk dilaporkan maka staf gizi di suku dinas kesehatan akan memperbaiki template atau formulir yang sudah disesuaikan dengan pelaporan sistem informasi gizi yang sudah ada lalu diberikan kepada tenaga pelaksana gizi di puskesmas. Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka sumber data dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring rata-rata 1,25 yang berarti ada tetapi kurang memadai.

110 Gambaran Manajemen Data Sistem Informasi Gizi Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan informan, didapatkan informasi mengenai manajemen data yang terdapat dalam sistem informasi gizi dimana skoring terhadap manajemen data tersebut dapat diuraikan pada tabel 5.6 sebagai berikut: Tabel 5.6 Penilaian Manajemen Data No Item Sangat Memadai 1 Ada seperangkat prosedur tertulis untuk pengelolaan data termasuk pengumpulan data, penyimpanan,dan analisis 2 Unit sistem informasi gizi di tingkat kabupaten menjalankan data yang terintegrasi yang berisi data dari seluruh populasidan sumber data dan memiliki utilitas yang userfriendly yaitu pelaporandapat diakses kepada khalayak berbagai pengguna 3 Pada tingkat daerah, ada gudang data yang setara dengan Nasional dan memiliki utilitas pelaporan yang dapat diakses untuk berbagai pengguna Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor 2 2 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) 1

111 91 Tabel 5.6 Penilaian Manajemen Data (lanjutan) No Item Sangat Memadai 4 Terdapat kamus yang menyediakan definisi yang komprehensif tentang data. Definisi ini meliputi informasi di bidang-bidang berikut: (1) penggunaan data dalam indikator; (2) spesifikasi metode pengumpulan yang digunakan; (3) periodisitas Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor 2 5 Kode pengenal unik tersedia untuk kabupaten untuk memfasilitasi penggabungan dari beberapa database dari sumber yang berbeda 1 Total Skor Rata-rata 1,6 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Manajemen data mencakup kegiatan mulai dari pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. Alur pengumpulan data berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

112 92 Bagan 5.2 Alur Pengumpulan Data Kementerian Kesehatan Direktorat Bina Gizi ( Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta ( & hardcopy) Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Puskesmas Kecamatan Puskesmas Kelurahan Posyandu Berdasarkan bagan di atas, diketahui bahwa pengumpulan data dimulai dari tingkat posyandu dimana kader bertugas untuk mencatat hasil kegiatan posyandu sebagai data awal untuk pelaporan. Data dari posyandu tersebut kemudian dikumpulkan ke tenaga pelaksana gizi di puskesmas kelurahan yang akan direkap lalu dikumpulkan ke tenaga pelaksana gizi di puskesmas kecamatan. TPG di puskesmas kecamatan akan merekap data tersebut untuk dikumpulkan ke suku dinas kesehatan. Kemudian staf gizi yang bertanggung

113 93 jawab di suku dinas kesehatan akan mengolah dan menganalisis data dari tiap puskesmas tersebut termasuk menindak lanjuti apabila ada data yang salah. Setelah data tersebut dianggap valid kemudian dilaporkan ke tingkat pusat secara online melalui website sistem informasi gizi. Selain melaporkan ke tingkat pusat melalui website, staf gizi di suku dinas kesehatan juga melaporkan ke dinas kesehatan provinsi Jakarta dalam bentuk hardcopy. Peneliti memberikan skor dua (2) pada poin adanya seperangkat prosedur tertulis dan terdapatnya kamus menyediakan definisi yang komprehensif tentang data, yang berarti memadai karena berdasarkan observasi yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa untuk manajemen data dalam pelaksanaan sistem informasi gizi sudah ada buku panduan berupa buku panduan surveilans yang disusun oleh Kemenkes dimana buku tersebut menjelaskan tentang prosedur untuk pengelolaan, pengumpulan serta analisis data. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan definisi operasional dari masing-masing indikator yang dilaporkan. Poin mengenai utilitas yang user-friendly yaitu pelaporan dapat diakses oleh khalayak atau masyarakat umum diberikan skor satu (1) oleh peneliti yang berarti ada tapi tidak memadai karena dari hasil observasi diketahui untuk melihat data atau pelaporannya cukup dengan mengakses website SIGIZI.depkes.go.id, maka dapat dilihat berbagai informasi gizi berupa laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Tetapi, bagi tenaga pelaksana pelaporan, website sigizi kurang user-friendly karena

114 94 mereka masih mengeluhkan kesulitan untuk mengunggah laporan. Berikut kutipan penjelasannya: untuk sigizi itu kan saya ada laporan LB3 itu kan, dimasukin ke puskesmas Cuma saya mau entry itu ga bisamasuk padahal udah pakai format yang baru. Mereka udah bikin, kita udah bikin format baru, mau diunggah gitu ga bisa juga.. baru kemarin saya coba lagi, karena sudah dibikin kan format barunya, templatenya tinggal diunggah ga bisa masuk. Jadi kayaknya dia masih ga bisa masukin data jadi Cuma bisa ngeliat laporan. Jadi untuk ngirim data ga bisa.. (staf gizi). Suku dinas kesehatan sudah memiliki gudang data yang setara dengan tingkat nasional untuk penyimpanan data. Oleh karena itu, poin mengenai adanya gudang data yang setara dengan tingkat nasional diberikan skor 2 yang berarti memadai. Poin adanya kode pengenal unik untuk memfasilitasi penggabungan dari beberapa database diberikan skor 1 karena berdasarkan observasi dapat dilihat pada template atau lembar isian untuk pelaporan yang bersumber dari puskesmas sudah memiliki kode tersendiri untuk tiap puskesmas. Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka manajemen data dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring rata-rata 1,6 yang berarti kurang memadai Gambaran Produk Sistem Informasi Gizi Berdasarkan hasil observasi, telaah dokumen dan wawancara dengan informan, didapatkan informasi mengenai produk informasi yang terdapat

115 95 dalam sistem informasi gizi dimana skoring terhadap produk informasi tersebut dapat diuraikan pada tabel 5.7 sebagai berikut: Tabel 5.7 Penilaian Produk Informasi : Kualitas Data No Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Secara sistematis ditinjau pada setiap tingkat untuk kelengkapan dan konsistensi 1 terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi. Untuk menghitung cakupan, dapat diandalkan perkiraan populasi yang tersedia 2 Dilaporkan setiap bulan 1 3 Beberapa kali diukur dalam 2 satu tahun terakhir 4 Data cakupan yang paling baru 2 menjadi dasar perkiraan 5 Estimasi data dipisahkan oleh: (1) karakteristik demografis(misalnya, usia); (2) status sosial ekonomi (misalnya, pendapatan, pekerjaan, pendidikan); dan (3) wilayah (misalnya, urban/rural, utama geografis atau wilayah administratif) 1 Total Skor Rata-rata 1,4 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Skor Peneliti memberikan skor 1 pada poin konsistensi terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi yang artinya kurang memadai karena berdasarkan hasil yang wawancara didapatkan informasi bahwa data cakupan

116 96 masih kurang konsisten dikarenakan masih terjadi perubahan-perubahan dari tingkat pusat sendiri. Berikut kutipan penjelasannya: pas mau saya unggah, ga bisa juga. Jadi memang karena sistem informasinya di Kemenkesnya masih berubah-berubah. Mereka juga dalam rangka upgrade kali ya, jadinya saya belum bisa optimal (staf gizi) Berdasarkan penjelasan diatas, didapatkan informasi bahwa belum konsistennya atau belum stabilnya perumusan cakupan data yang terdapat dalam sistem informasi gizi dari tingkat pusat. Selain itu, berdasarkan observasi terhadap website SIGIZI juga didapatkan bahwa website tersebut dalam proses renovasi. Pada poin dilaporkan setiap bulan, peneliti memberikan skor satu (1) yang berarti kurang memadai karena dari hasil wawancara didapatkan keterangan bahwa data yang harus dilaporkan setiap bulan seperti jumlah ibu hamil mendapatkan 90 tablet Fe3, SKDN, jumlah balita yang dua kali tidak naik berat badannya (2T), jumlah balita yang beradadi bawah garis merah (BGM), kasus gizi buruk, jumlah balita kurus yang mendapat PMT memang dilaporkan setiap bulannya tetapi masih terdapat keterlambatan dalam pelaporan baik dari posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke suku dinas kesehatan sehingga menyebabkan suku dinas kesehatan mengalami keterlambatan untuk melaporkan ke tingkat pusat. Keterlambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor terutama karena adanya beban kerja ganda yang dialami tenaga pelaksana sehingga mengalami kesulitan untuk fokus dalam pelaporan dan

117 97 merasa kekurangan waktu untuk mengerjakan pelaporan. Berikut kutipan penjelasan mengenai waktu pelaporan: pokoknya penyerahan itu kan kalau Posyandu ke kelurahan di awal, awal bulan. Kemudian dari PKM kelurahan ke kecamatan terakhir tanggal 10. Dari kecamatan ke Sudin itu paling lambat sebenarnya tanggal 15 tiap bulannya. Tapi kenyataannyaya itu sampai sekarang(tanggal 21) aja baru paling 5 Puskesmas kecamatan yang ngirim ke saya. Jadi kadang-kadang saya mundur banget pelaporannya ke Dinas (staf gizi) Kalau ke Sudin itu kita ada kesepakatan dibawah tanggal 10. Kalau di kecamatan pas tanggal 5, kalau Posyandu sebelum tanggal 5. Tapi kan ada aja kan trouble, bisa aja terjadi ada hal yang memang kita ga terlau sibuk atau memang ga bisa, ya kita kan kadang-kadang sibuk ke lapangan jadinya ini agak ketunda (TPG 1) Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa memang masih ada keterlambatan waktu dalam pelaporan baik dari tingkat puskesmas maupun dari tingkat suku dinas kesehatan. Mengenai poin beberapa kali diukur dalam satu tahun terakhir diberikan skor 2 oleh peneliti yang artinya sudah memadai karena dalam pelaporan, setelah TPG menerima laporan dari kader apabila ada kejanggalan maka akan ditindaklanjuti dapat dengan cara meminta kader untuk mengukur ulang. Begitu pula setelah suku dinas menerima laporan dari puskesmas yang akan menindaklanjuti apabila ada kejanggalan pada data. Berikut kutipan penjelasan mengenai beberapa kali pengukuran: kalau yang D/S kebetulan kita seperti itu kan, ga bisa diituin paling ya dengan program operasi timbang atau itu baru kita naik sedikit. Atau ada bulan vitamin A kita naik sedikit Terus ya kalau ada masalah

118 98 kayak vitamin A tuh kemarin, vit A kita sempat cakupannyasedikit. Saya kroscek lagi sama teman-teman udah masuk semua belum. Biasanya saya via telpon aja kecuali dari Dinas ada surat misalnya melihat cakupan segala macam tolong dikroscek paling saya fax lagi ke temanteman terus minta datanya (staf gizi) Peneliti memberikan skor 2 pada poin data cakupan yang paling baru menjadi dasar perkiraan yang berarti memadai karena berdasarkan telaah dokumen, cakupan yang terbaru sudah dijadikan perkiraan yaitu pihak sudin sudah membuat template untuk pengisian data sesuai dengan cakupan terbaru yang terdapat dalam website SIGIZI. Pada poin estimasi data, peneliti memberikan skor 1 yang artinya kurang memadai karena berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui bahwa dalam sistem informasi gizi hanya terdapat pengelompokkan berupa usia balita yaitu dalam 4 kelompok usia yaitu 0-5 bulan, 6-11 bulan, bulan dan bulan. Estimasi data berdasarkan wilayah hanya dipisahkan sesuai batas administrasi karena wilayah Jakarta Selatan sendiri sudah termasuk wilayah rural. Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka produk informasi dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring rata-rata 1,4 yang berarti ada tetapi belum memadai.

119 Gambaran Diseminasi dan Penggunaan Informasi Berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara dengan informan, didapatkan informasi mengenai diseminasi dan penggunaan informasi yang terdapat dalam sistem informasi gizi dimana skoring terhadap diseminasi dan penggunaan informasi tersebut dapat diuraikan pada tabel 5.8, 5.9, dan 5.10 sebagai berikut: Tabel Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan and Analisis No Item Sangat Memadai 1 Pembuat program gizi di dinas kesehatan secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi 2 Grafik digunakan untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami di dinas kesehatan kabupaten 3 Peta digunakan untuk untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami di dinas kesehatan kabupaten Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor Total Skor Rata-rata 1,6 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Pada poin pembuat program gizi di dinas kesehatan secara lengkap, tepat waktu, peneliti memberikan skor 1 yang artinya kurang memadai karena berdasarkan penjelasan pada produk informasi, masih terdapat keterlambatan pada pelaporan yang menyebabkan pembuat program gizi di dinas kesehatan juga terlambat dalam memperoleh informasi gizi. Sedangkan untuk poin

120 100 menggunakan grafik dan peta, peneliti memberikan skor 2 yang artinya memadai karena dari tingkat posyandu sampai suku dinas kesehatan menggunakan grafik untuk menjelaskan cakupan data SKDN. Seperti gambar di bawah ini: Gambar 5.2 Sumber: Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Berdasarkan skor yang diberikan tiap poinnya, maka diseminasi dan penggunaan informasi berupa kebutuhan and analisis dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dinilai dengan hasil skoring rata-rata 1,6 yang berarti ada tetapi belum memadai.

121 101 Tabel 5.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi No Item Sangat Memadai 1 Dinas kesehatan menggunakan informasi gizi untuk manajemen pelayanan kesehatan, monitoring dan evaluasi secara periodik 2 Informasi gizi ini digunakan untuk mengadvokasi adopsi perilaku berisiko rendah oleh kelompok rentan Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor 2 2 Total Skor Rata-rata 2 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Informasi dalam pelaporan sistem informasi gizi pada tiap tingkatan manajemen kesehatan baik di posyandu, puskesmas maupun suku dinas kesehatan akan disebarluaskan secara global atau lintas sektoral. Penyebarluasan tersebut melalui kegiatan atau pertemuan yang diadakan di tiap tingkatan. Berikut kutipan penjelasan dari informan mengenai penyebarluasan informasi: kan kita ada pertemuan di setiap bulan, disini kita informasikan ada forum kita namanya rapat koordinasi lintas sektoral, di kantor lurah diakhir bulan (TPG 1) kita di arisan. Jadi kan ada arisan RT. Pemberitahuan apapun, kebetulan ibu disini sebagai penggerak RT14. Disini kan RT14, nah ujung tombaknya ibu. Jadi apapun itu ibu penyampaianya (kader 1) orang kelurahan itu nanti ada rakornas sama kader-kader. Kan laporan itu dari kader semua, nanti feedback lagi setelah ini (TPG 2)

122 102 Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui bahwa informasi dalam sistem informasi gizi digunakan oleh tiap tingkatan manajemen kesehatan. Oleh karena itu, poin diseminasi dan penggunaan informasi berupa advokasi diberikan skor 2 oleh peneliti yang berarti memadai. Sehingga skor rata-rata untuk poin diseminasi dan penggunaan infomasi berupa advokasi, implementasi dan aksi adalah 2 yang artinya memadai. Tabel 5.10 Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas,Alokasi Sumber Daya No Item Sangat Memadai 1 Terdapat informasi yang terbukti digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya (misalnya, untuk rencana tahunan pembangunan yang terpadu, jangka menengah, kerangka pengeluaran rencana strategis jangka panjang ) 2 Informasi secara luas digunakan oleh dinas kesehatan untuk mengatur alokasi sumber daya dalam proses anggaran tahunan Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali Skor 1 1 Total Skor Rata-rata 1 Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008) Berdasarkan hasil wawancara dengan staf gizi yang ada di suku dinas kesehatan, didapatkan keterangan bahwa karena masih belum stabilnya cakupan data yang terdapat dalam sistem informasi gizi dari tingkat pusat menyebabkan tingkat suku dinas belum menjadikan pelaporan melalui website

123 103 sistem informasi gizi sebagai prioritas. Berikut kutipan penjelasan saat ditanyakan apakah informasi dari SIGIZI berpengaruh dalam pengambilan keputusan: selama ini sih saya belum pakai itu ya soalnya juga yang akhirnya keluar datanya di laporan akhirnya kan gizi buruk, itu kan ga bisa istilahnya tidak bisa dipakai untuk kebijakan karena kebijakan untuk penanganan gizi buruk selama ini sudah ada terus menerus jadi kita ga liat data itu pun sudah kita lanjutkan (staf gizi) Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa karena pelaporan melalui website sistem informasi gizi belum dijadikan prioritas maka tidak bisa digunakan sebagai acuan untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, peneliti memberikan skor 1 pada poin terdapat informasi yang terbukti digunakan dalam perencanaan dan penggunaan informasi yang berarti kurang memadai. Sehingga skor rata-rata untuk poin diseminasi dan penggunaan infomasi berupa perencanaan, pengaturan prioritas, alokasi sumber daya adalah 1 yang artinya kurang memadai Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Berdasarkan hasil penelitian mengenai 6 komponen dari sistem informasi gizi yang sudah dijelaskan diatas, dapat diketahui skor rata-rata dari tiap komponen. Berikut ini merupakan penilaian dari komponen secara keseluruhan:

124 104 Tabel 5.11 Penilaian komponen sistem informasi gizi No Item Skor Rata-rata Keterangan 1 Sumber Daya 1,6 Belum memadai 2 Indikator 2,3 Sudah memadai 3 Sumber Data 1,25 Belum memadai 4 Manajemen Data 1,6 Belum memadai 5 Produk Informasi 1,4 Belum memadai 6 Diseminasi dan Penggunaan Informasi 1,5 Belum memadai Total Skor Rata-Rata 1,6 Belum memadai Grafik 5.1 Gambaran Komponen Sistem Informasi Gizi Komponen Sistem Informasi Gizi Diseminasi dan Penggunaan Informasi Produk Informasi Manajemen Data Sumber Data Indikator Sumber Daya 0 0,5 1 1,5 2 Pada tabel dan grafik diatas, dapat diketahui bahwa total penilaian terhadap komponen sistem informasi gizi yang terdapat dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih belum memadai. Komponen yang dapat dikatakan sudah memadai hanya indikator. Komponen sumber daya dinilai belum memadai karena tidak adanya kebijakan untuk pelaksanaan pelaporan melalui website sistem informasi gizi.

125 105 Komponen sumber data dinilai masih belum memadai dikarenakan kurang representatifnya data yang berasal dari posyandu. Komponen manajemen data masih belum memadai karena website SIGIZI dinilai masih belum userfriendly bagi tenaga pelaksana pelaporan. Komponen produk informasi dinilai belum memadai karena masih belum konsistennya data cakupan yang harus dilaporkan dan masih adanya keterlambatan dalam pelaporan. Sedangkan komponen diseminasi dan penggunaan informasi dinilai belum memadai karena informasi masih belum dapat digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan dikarenakan belum stabilnya cakupan data. Jadi, berdasarkan penjelasan diatas didapatkan total skor rata-rata penilaian komponen sistem informasi gizi sebesar 1,6 dimana dapat dikatakan bahwa gambaran sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan secara keseluruhan masih belum memadai.

126 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain : 1. Ruangan yang ramai menyebabkan situasi dan kondisi menjadi kurang kondusif saat berlangsungnya wawancara mendalam dengan informan. Hal tersebut sangat mempengaruhi kejelasan informasi yang diberikan. 2. Hasil wawancara yang didapatkan pada penelitian ini sangat dipengaruhi oleh kejujuran informan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. 6.2 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi Kasus kurang gizi yang masih ada di setiap tahunnya mengharuskan pemerintah untuk membuat program dalam menanggulanginya. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, diperlukan informasi yang tepat. Salah satu upaya untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai permasalahan gizi yang ada ialah melalui sistem informasi gizi dimana sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi karena mencakup data hasil pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang berguna sebagai pemantauan status gizi balita secara rutin yaitu untuk mewaspadai adanya KLB balita gizi buruk. 106

127 107 Besarnya cakupan ruang lingkup sistem informasi gizi di suku dinas kesehatan kota administrasi Jakarta Selatan menyebabkan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi masih belum optimal karena tidak sebanding dengan sumber daya yang tersedia. Sumber daya yang tersedia dapat dikatakan masih kurang dikarenakan pekerjaan mereka terutama TPG di puskesmas tidak hanya mengerjakan laporan tetapi juga konseling di klinik gizi dan turun lapangan untuk kegiatan kunjungan ke rumah balita yang gizi buruk yang BGM. Keterbatasan waktu yang tersedia menyebabkan pengerjaan laporan dilakukan di sela-sela pekerjaan yang lain bahkan seringkali mengharuskan mereka mengerjakan di rumah. Hal tersebut menyebabkan beban kerja yang diterima terlalu tinggi sehingga masih sering terjadi keterlambatan pelaporan. 6.3 Sumber Daya Sistem Informasi Gizi Sumber daya dalam sistem informasi gizi terdiri dari kebijakan, kegiatan koordinasi, dana, tenaga pelaksana, dan sarana pendukung dalam pelaksanaan sistem informasi gizi. Kebijakan dari tingkat pusat yang berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi yang mewajibkan pelaksanaan sistem informasi gizi bagi tingkat daerah tidak tersedia sehingga pihak Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan pun kurang memiliki kewajiban penuh dalam pelaksanaan pelaporan melalui website sistem informasi gizi di daerah tersebut dan belum menjadikannya sebagai prioritas. Menurut teori HMN (WHO,2008), regulasi mengenai sistem informasi gizi diperlukan agar dapat memungkinkan mekanisme yang akan dibentuk untuk memastikan ketersediaan data, pertukaran data, kualitas dan penyebaran data.

128 108 Regulasi juga diperlukan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi sebagai aturan yang dapat mewajibkan pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat daerah sehingga kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi dapat lebih baik lagi. Tidak adanya kebijakan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi menjadi salah satu kelemahan pada komponen sumber daya dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan karena dapat mempengaruhi kepastian cakupan yang harus dilaporkan yang menyebabkan masih belum stabilnya format dalam website sistem informasi gizi tersebut sehingga tenaga pelaksana masih mengalami kesulitan saat mengunggah laporan. Hal tersebut menyebabkan tenaga pelaksana belum menjadikan pelaporan melalui sistem informasi menjadi prioritas. Adanya kebijakan juga sebagai aturan yang pasti mengenai waktu pelaporan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan tenaga pelaksana dalam melakukan pelaporan sehingga tidak terjadi keterlambatan. Selain itu, kebijakan juga dapat mengatur bahwa diperlukan adanya kegiatan rutin pemantauan pelaporan melalui sistem informasi gizi berupa pertemuan. Menurut WHO (2008), perlu ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem informasi gizi dari berbagai subsistem, mulai dari dinas kesehatan sampai ke puskesmas. Tetapi, hasil dari penelitian diketahui bahwa kegiatan koordinasi yang dilaksanakan tidak selalu berupa pertemuan yang rutin melainkan hanya melalui telepon. Kegiatan koordinasi berupa pertemuan dibutuhkan untuk mempermudah pemantauan apabila ditemukan kejanggalan pada data karena penjelasan secara langsung akan lebih jelas dibandingkan hanya melalui telepon. Selain mempermudah

129 109 saat ditemukan kejanggalan pada data, kegiatan koordinasi berupa pertemuan juga dibutuhkan untuk mengetahui kendala apa saja yang dialami para tenaga pelaksana di tiap tingkatan sehingga dapat ditemukan solusi untuk mengatasi kendala tersebut. Salah satu hal yang menyebabkan tidak rutinnya kegiatan pemantauan berupa pertemuan adalah tidak tersedianya kebijakan yang mengharuskan mengadakan pertemuan dalam kegiatan pemantauan. Anggaran yang spesifik dianggarkan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi belum tersedia tetapi sudah tersedia anggaran dalam program surveilans gizi. Anggaran yang tersedia tersebut dianggap memadai bagi informan terutama staf gizi di suku dinas kesehatan karena memang belum menjadikan pelaporan melalui sistem informasi gizi sebagai prioritas. Menurut WHO (2008), anggaran diperlukan dalam perencanaan guna peningkatan sumber daya. Anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi melekat pada program gizi dikarenakan tidak adanya kebijakan yang mengatur pelaporan melalui sistem informasi gizi sehingga alokasi dana untuk peningkatan sumber daya lainnya terutama pemerataan sarana pendukung berupa ICT di tiap Puskesmas masih belum merata. Tenaga pelaksana sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan telah mendapatkan pelatihan dari kementerian kesehatan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi, tenaga pelaksana gizi di puskesmas telah mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Provinsi dan arahan dari Suku Dinas Kesehatan, dan kader di posyandu sudah mendapatkan pelatihan dari pihak puskesmas. Tetapi, tenaga pelaksana di tiap tingkat manajemen kesehatan dinilai kurang memadai karena jumlah mereka yang terbatas dengan beban kerja yang tinggi.

130 110 Pelaksanaan sistem informasi gizi membutuhkan beberapa sarana antara lain formulir, kertas, pensil, komputer dan koneksi internet yang dibutuhkan untuk mencatat dan melaporkan kinerja pembinaan gizi masyarakat dan informasi yang tersedia. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diketahui bahwa kebutuhan sarana berupa formulir, kertas, pensil untuk mencatat dan melaporkan data dan komputer sudah tersedia dan memadai. Tetapi, untuk koneksi internet yang dibutuhkan untuk melaporkan melalui website sigizi masih kurang memadai terutama di puskesmas yaitu di puskesmas Jagakarsa karena tidak tersedia koneksi internet di ruang poli gizi yang letaknya di lantai 2 tetapi hanya ada di lantai 4 sehingga dapat memperlambat kerja tenaga pelaksana dalam pelaporan karena dengan banyaknya beban kerja membuat mereka tidak memiliki banyak waktu untuk bekerja di ruangan yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan seringkali mereka harus menggunakan modem pribadi untuk melakukan pelaporan melalui website sistem informasi gizi. Tidak meratanya peralatan ICT di tiap Puskesmas mengakibatkan pemeliharaan peralatan ICT juga masih kurang memadai. 6.4 Indikator Sistem Informasi Gizi Indikator dalam sistem informasi gizi antara lain data cakupan penimbangan posyandu (SKDN), cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan ibu hamil mendapat Fe3, data cakupan pemberian vitamin A, data cakupan konsumsi garam beryodium, dan data cakupan ASI eksklusif. Indikator tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan

131 111 tahun yaitu target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggitingginya 15%. Menurut teori HMN, Indikator dalam suatu sistem informasi kesehatan harus mengacu pada indikator MDG s yaitu menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kesehatan ibu. Berdasarkan hasil penilaian dengan skoring berdasarkan tools HMN, menunjukkan bahwa indikator tersebut sudah baik dan sudah memadai karena sudah mengacu pada indikator MDG s yaitu indikator data cakupan penimbangan posyandu (SKDN), cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan pemberian vitamin A dan cakupan ASI eksklusif berhubungan dengan indikator MDG s keempat yang berupa menurunkan angka kematian bayi karena indikator-indikator tersebut merupakan factor yang mempengaruhi angka kematian bayi. Sedangkan indikator pemberian tablet Fe untuk ibu hamil berhubungan dengan indikator MDG s kelima yaitu meningkatkan kesehatan ibu. Indikator yang sudah mengacu pada indikator MDG s tersebut berarti kinerja dan pencapaiannya sudah dapat diukur dan dibandingkan dengan pencapaian tingkat internasional. Pelaporan dilakukan secara teratur sesuai dengan waktu pengumpulan data yaitu ada beberapa indikator yang dilaporkan setiap bulan dan ada indikator yang dilaporkan setiap semester. Indikator yang dilaporkan setiap bulan antara lain data cakupan penimbangan balita (SKDN), cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet. Sedangkan indikator yang dilaporkan tiap

132 112 semester antara lain cakupan ASI eksklusif, pemberian vitamin A dan konsumsi garam beryodium. 6.5 Sumber Data Sistem Informasi Gizi Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi karena data yang dilaporkan dalam sistem informasi gizi didapatkan dari kegiatan pembinaan gizi masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus dimana data dalam website sistem informasi gizi dapat berguna sebagai early warning system terhadap kejadian kasus gizi buruk dan pembuatan kebijakan oleh tingkat pusat. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan surveilans mengenai kesehatan ibu dan anak serta kematian balita masih kurang representatif dikarenakan kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem informasi gizi karena data yang akan dilaporkan berasal dari kegiatan posyandu. Kurangnya partisipasi masyarakat dapat disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya dan manfaat kegiatan posyandu dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri dan masih ada sebagian dari mereka yang masih menganggap lebih baik ke dokter dibandingkan dengan memeriksakan anaknya ke posyandu. Kurangnya partisipasi masyarakat dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya dan manfaat dari posyandu terutama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.

133 113 Menurut teori WHO (2008), sumber data dalam sistem informasi kesehatan harus representatif sedangkan dalam penelitian ini terdapat kelemahan yaitu kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu sehingga data yang dihasilkan dalam pencatatan kegiatan posyandu menjadi tidak representatif dalam menjelaskan kondisi masyarakat secara keseluruhan. Pada pelaporan sistem informasi gizi, terdapat pengelompokkan data berupa usia dan jenis kelamin yaitu pada format hasil kegiatan penimbangan di posyandu (form F1) sudah mengelompokkan data berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada laporan bulan gizi (LB3) dan data balita BGM sudah ada pengelompokkan berdasarkan usia. Dalam mengkoordinasikan variable, koordinasi tidak selalu dilakukan dengan pertemuan melainkan hanya melalui telepon dan dimana apabila ada variable baru yang dibutuhkan oleh pusat untuk dilaporkan maka staf gizi di suku dinas kesehatan akan memperbaiki template atau formulir lalu diberikan kepada tenaga pelaksana gizi di puskesmas melalui . Sebenarnya, pertemuan untuk mengkoordinasikan variable dibutuhkan agar tenaga pelaksana di tiap tingkat mengerti dan memiliki persepsi yang sama. 6.6 Manajemen Data Sistem Informasi Gizi Manajemen data dalam pelaksanaan sistem informasi gizi sudah ada buku panduan berupa buku panduan surveilans gizi yang disusun oleh Kemenkes dimana buku tersebut menjelaskan tentang prosedur untuk pengelolaan, pengumpulan serta analisis data. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan definisi operasional dari masing-masing indikator yang dilaporkan. Buku panduan dibutuhkan untuk

134 114 meningkatkan pengetahuan tenaga pelaksana mengenai prosedur pelaksanaan surveilans gizi. Pelaporan dalam website sistem informasi gizi ini dapat diakses oleh khalayak atau masyarakat umum (user-friendly) karena cukup dengan mengakses website gizi.depkes.go.id maka dapat dilihat berbagai informasi gizi berupa laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut WHO (2008), dengan adanya user friendly pada sebuah sistem informasi maka diharapkan dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan. Tetapi, website sistem informasi gizi kurang dapat dikatakan user-friendly karena tenaga pelaksana masih mengeluhkan kesulitan untuk mengunggah laporan. Kesulitan tersebut dikarenakan masih adanya perubahan-perubahan format dari tingkat pusat yang belum stabil. Website yang belum user-friendly bagi tenaga pelaksana menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan tenaga pelaksana lebih memilih melaporkan dalam bentuk hardcopy dibandingkan mengunggah data kedalam website sistem informasi gizi dan ada keterlambatan dalam pelaporan melalui SIGIZI. Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat pusat mengalami keterlambatan dalam menerima laporan sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan apabila diperlukan pengambilan keputusan. Pada sistem informasi gizi juga terdapat kode untuk menggabungkan beberapa database dari tingkat provinsi sampai Puskesmas. Pengenal unik terdapat pada template atau lembar isian untuk pelaporan yang bersumber dari puskesmas yang memiliki kode tersendiri untuk tiap puskesmas dimana kode tersebut sebagai password agar hanya pihak yang memiliki otoritas yang dapat merubah data tersebut.

135 115 Kode pengenal dibutuhkan agar data tidak dapat dirubah oleh orang yang tidak memiliki wewenang. 6.7 Produk Sistem Informasi Gizi Menurut WHO (2008), produk dalam sistem informasi gizi mencakup penilaian kualitas data dimana dalam produk data terdiri dari karakteristik usia dan harus adanya konsistensi terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi, dan pelaporan data dilakukan tepat waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada ketidakkonsistenan data yang harus dilaporkan dimana adanya perubahan cakupan data salah satunya penambahan cakupan balita kurus. Adanya perubahan cakupan data tersebut menyebabkan website sigizi belum stabil karena direnovasi dan hanya dapat digunakan untuk melihat data yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut dikeluhkan oleh staf gizi dan tenaga pelaksana gizi karena mereka kesulitan untuk menginput laporan ke website sigizi. Hal tersebut menyebabkan tenaga pelaksana gizi di Puskesmas menyerahkan pelaporan melalui SIGIZI kepada staf gizi di suku dinas kesehatan sehingga data Puskesmas kelurahan di suku dinas kesehatan Jakarta selatan pada website SIGIZI terdapat kekosongan dan hanya terisi data Puskesmas kecamatan dikarenakan data yang dilaporkan ke staf gizi sudah merupakan hasil rekap dari tiap Puskesmas kelurahan di tiap Puskesmas kecamatan. Data diukur beberapa kali dalam satu tahun yaitu setelah TPG menerima laporan dari kader apabila ada kejanggalan maka akan ditindaklanjuti dapat dengan cara meminta kader untuk mengukur ulang. Begitu pula setelah suku dinas menerima

136 116 laporan dari puskesmas yang akan menindaklanjuti apabila ada kejanggalan pada data. Pengukuran data yang dilakukan beberapa kali dibutuhkan agar data akhir yang dilaporkan kedalam website sistem informasi gizi maupun ke tingkat pusat merupakan data valid dan dapat meminimalisir kesalahan. Data yang diukur sudah sesuai dengan cakupan terbaru yang dijadikan sebagai dasar pemikiran karena setiap ada perubahan pada website maka pihak sudin akan memperbaiki template atau formulir untuk pelaporan sesuai dengan data cakupan terbaru pada website. Pada pelaporan, masih ada keterlambatan baik dari posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke suku dinas kesehatan sehingga menyebabkan suku dinas kesehatan mengalami keterlambatan untuk melaporkan ke tingkat pusat secara online melalui website sistem informasi gizi. Tingkat posyandu sebagai sumber data awal mengalami keterlambatan dikarenakan kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu sebagai langkah dalam mengumpulkan data awal sehingga kader harus melakukan kunjungan langsung ke rumah warga untuk memperoleh data yang menyebabkan kader membutuhkan waktu lebih banyak untuk membuat laporan. Tingkat puskesmas mengalami keterlambatan dalam pelaporan disebabkan oleh beberapa faktor terutama karena adanya beban kerja ganda yang dialami tenaga pelaksana sehingga mengalami kesulitan untuk fokus dalam pelaporan dan merasa kekurangan waktu untuk mengerjakan pelaporan. Keterlambatan pelaporan dari tingkat paling bawah yaitu posyandu menyebabkan tingkat suku dinas kesehatan juga terlambat untuk melaporkannya ke tingkat dinas kesehatan provinsi dan kementerian kesehatan atau pusat.

137 117 Tingkat suku dinas kesehatan mengalami keterlambatan pelaporan disebabkan juga karena banyaknya beban kerja yang lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan pelaksanaan sistem informasi gizi. Belum dijadikannya pelaksanaan sistem informasi gizi sebagai prioritas berkaitan dengan belum adanya kebijakan yang mengatur dan mewajibkan kegiatan tersebut sehingga mempengaruhi kepatuhan tenaga pelaksana dalam ketepatan waktu pelaporan. Keterlambatan pelaporan dapat menyebabkan keterlambatan bagi pembuat keputusan dalam menerima laporan. Pemisahan atau pengelompokan data dalam sistem informasi gizi terdapat pengelompokkan berupa usia balita dimana data dikelompokkan karena penilaian status gizi dan pertumbuhan seseorang dapat berbeda berdasarkan usianya. Tetapi pengelompokkan data berdasarkan status sosial ekonomi dan wilayah tidak ada dimana estimasi data berdasarkan wilayah hanya dipisahkan sesuai batas administrasi karena wilayah Jakarta Selatan sendiri sudah termasuk wilayah rural. Estimasi data berdasarkan status sosial ekonomi antara lain pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan orang tua perlu diketahui dalam kasus gizi buruk dan gizi kurang agar dapat diketahui akar masalah yang melatarbelakangi terjadinya kasus gizi buruk maupun gizi kurang. 6.8 Diseminasi dan Penggunaan Produk Sistem Informasi Gizi Komponen diseminasi dan penggunaan produk sistem informasi gizi merupakan kegiatan penyebarluasan dan penggunaan informasi sesuai dengan kebutuhan yaitu sebagai bahan dalam perencanaan peningkatan kinerja pembinaan gizi masyarakat. Pada teori HMN, diseminasi digunakan dalam bentuk grafik atau peta dalam

138 118 menjelaskan informasi gizi berupa kondisi yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan hasil telaah dokumen, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan menggunakan grafik dan peta sebagai hasil analisis data gizi yang dilaporkan. Grafik tersebut menjelaskan cakupan SKDN di wilayah kerja Kota Administrasi Jakarta Selatan selama tahun Pada grafik tersebut, dapat dilihat bahwa cakupan SKDN di wilayah kerja Kota Administrasi Jakarta Selatan selalu mengalami perubahan setiap bulannya (Gambar 5.2). Pada teori HMN dijelaskan bahwa kegiatan diseminasi dan penggunaan produk dari sistem informasi kesehatan sangat penting karena dapat mempermudah para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan. Informasi yang didapatkan dalam sistem informasi gizi juga dapat digunakan untuk memantau kondisi gizi baik keadaan gizi buruk maupun gizi kurang di suatu daerah. Penyebarluasan (diseminasi) dan penggunaan produk sistem informasi gizi di suku dinas kesehatan Jakarta selatan dimulai dari tingkat posyandu, puskesmas sampai tingkat suku dinas kesehatan. Diseminasi pada tingkat posyandu dilakukan pada saat kegiatan arisan di RT mereka dimana kader yang dijadikan informan berperan sebagai penggerak dalam kegiatan arisan tersebut. Pada tingkat puskesmas, diseminasi dilakukan pada kegiatan rakornas bersama kader-kader yang diadakan di kantor lurah atau disebut rapat koordinasi lintas sektoral. Sedangkan pada tingkat suku dinas kesehatan, diseminasi akan dilakukan pada kegiatan rapat yang dihadiri oleh berbagai bidang yang terkait dengan kesehatan termasuk bidang gizi. Penggunaan produk di suku dinas kesehatan digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja di bidang gizi sehingga status gizi di daerah tersebut menjadi

139 119 lebih baik lagi. Produk dari sistem informasi gizi berguna untuk tingkat nasional dalam perancangan kebijakan mengenai program gizi untuk dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Diseminasi atau penyebarluasan produk dari sistem informasi gizi ke khalayak atau masyarakat umum dapat dilakukan dengan mengakses website sistem informasi gizi. Menurut WHO (2008), dalam penggunaan informasi sebaiknya pembuat program gizi di dinas kesehatan secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi. Tetapi pada kenyataannya, seperti penjelasan pada produk sistem informasi gizi, berdasarkan penelitian diketahui bahwa masih ada keterlambatan pelaporan baik dari posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke suku dinas kesehatan dimana keterlambatan dalam pelaporan ini dapat menyebabkan pembuat program gizi di dinas kesehatan juga terlambat dalam memperoleh informasi gizi. Masih belum konsistennya data cakupan didalamnya dari tingkat pusat, menyebabkan tingkat suku dinas kesehatan belum menjadikan pelaporan melalui website sistem informasi gizi sebagai prioritas sehingga informasi yang ada belum dapat digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya misalnya, untuk perencanaan anggaran khusus dan pemerataan sarana pendukung serta pemeliharaannya. 6.9 Sistem Informasi Gizi Berdasarkan Skoring HMN Sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dapat dilihat dari penilaian atau skoring terhadap beberapa komponen yang

140 120 terdapat dalam sistem informasi gizi antara lain sumber daya, indikator, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan penggunaan informasi. Masing-masing komponen tersebut diberikan skor dengan mengacu pada tools HMN dimana skor diberikan sesuai kenyataan yang didapatkan pada saat penelitian. Berdasarkan penilaian tersebut, gambaran sistem informasi gizi secara keseluruhan masih belum memadai karena masih terdapat kekurangan di beberapa komponen yang dinilai. Komponen indikator dinilai sudah memadai karena sudah mengacu dengan indikator MDG s yang berarti sudah dapat dibandingkan dengan indikator di tingkat internasional. Sedangkan komponen sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi, serta diseminasi dan penggunaan informasi masih memiliki kekurangan sehingga belum memadai. Kekurangan pada komponen sumber daya antara lain tidak tersedianya kebijakan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi, belum memadainya kegiatan berupa pertemuan untuk pemantauan pelaporan, dan tidak meratanya sarana yang mendukung di tiap puskesmas berupa koneksi internet. Komponen sumber data dalam sistem informasi gizi di suku dinas kesehatan Jakarta selatan juga masih terdapat kekurangan antara lain kurang representatifnya kegiatan surveilans mengenai kesehatan ibu dan anak serta kematian balita. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu yang menyebabkan proses pengumpulan data oleh kader di tingkat posyandu sebagai sumber data awal menjadi terhambat dan data tidak dapat mencakup jumlah semua balita yang ada.

141 121 Komponen manajemen data dikatakan kurang memadai karena website SIGIZI dinilai masih belum user-friendly bagi tenaga pelaksana pelaporan dimana tenaga pelaksana masih mengeluhkan kesulitan saat ingin mengunggah data. Kesulitan mengunggah data tersebut dikarenakan format yang masih berubah-ubah dan belum stabil. Kekurangan pada komponen produk informasi antara lain masih belum adanya kekonsistenan cakupan data yang harus dilaporkan karena masih terjadi perubahanperubahan cakupan data dari tingkat pusat. Perubahan cakupan data tersebut menyebabkan website sigizi direnovasi dan hanya dapat digunakan untuk melihat data yang sudah ada sebelumnya. Komponen produk informasi masih memiliki kekurangan yaitu masih adanya keterlambatan pelaporan dari tiap tingkatan. Keterlambatan tersebut dapat menyebabkan tingkat pusat sebagai perancang kebijakan mengenai program gizi mengalami keterlambatan pula dalam menerima laporan. Kekurangan pada komponen diseminasi dan penggunaan produk sistem informasi gizi antara lain masih terlambatnya pembuat program gizi di dinas kesehatan dalam memperoleh informasi gizi yang disebabkan oleh keterlambatan pelaporan pada tiap tingkatan dan belum dijadikannya pelaporan melalui website sistem informasi gizi sebagai prioritas yang disebabkan karena masih berubah-ubah data cakupan didalamnya dari tingkat pusat. Hal tersebut dapat menyebabkan informasi yang ada belum dapat digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya misalnya, untuk perencanaan anggaran khusus dan pemerataan darana pendukung.

142 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi Berdasarkan penilaian terhadap setiap komponen sistem informasi gizi pada pelaksanaan sistem informasi gizi di suku dinas kesehatan kota administrasi Jakarta selatan dengan mengacu pada teori HMN, ditemukan beberapa masalah serta alternatif solusi untuk menangani masalah tersebut: Tabel 6.1 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi Masalah Komponen Sumber Daya: 1. Tidak tersedianya kebijakan berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi, belum memadainya kegiatan berupa pertemuan untuk pemantauan Alternatif Solusi a. Membuat kebijakan yang membahas mengenai pelaksanaan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi. b. Membuat surat perintah resmi yang mewajibkan pelaksanaan sistem informasi gizi kepada Puskesmas dan melakukan pemantauan berupa pertemuan 2. Belum meratanya penyebaran sarana berupa ICT atau koneksi internet di Puskesmas a. Menyusun kebijakan yang mengatur pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi terutama mengenai anggaran khusus b. Mengganggarkan anggaran khusus untuk pelaksanaan sistem informasi gizi agar alokasi dana untuk peningkatan sumber daya berupa ICT mencukupi

143 123 Tabel 6.1 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi (lanjutan) Masalah Komponen Sumber Data: Kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu Komponen Manajemen Data: Indikator yang belum konsisten dan format pelaporan yang berubah-ubah menyebabkan belum user-friendly bagi tenaga pelaksana Komponen Produk Informasi: Masih adanya keterlambatan dalam pelaporan Alternatif Solusi a. Menambahkan kegiatan sosialisasi mengenai pentingnya kegiatan posyandu sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. b. Membuat strategi baru dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu seperti memberikan hadiah kepada masyarakat yang rutin mengikuti kegiatan Posyandu a. Melakukan fiksasi terhadap cakupan data yang harus dilaporkan b. Menyediakan form yang telah diseragamkan apabila terjadi perubahan indikator a. Membuat kebijakan pasti yang mengatur mengenai waktu pelaporan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan tenaga pelaksana dalam melakukan pelaporan b. Menambahkan tenaga pelaksana di Puskesmas sebagai tenaga khusus untuk mengerjakan laporan c. Memberikan reward kepada tenaga pelaksana untuk meningkatkan motivasi dalam mengerjakan pekerjaannya

144 124 Tabel 6.1 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi (lanjutan) Masalah Komponen Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Masih terlambatnya pembuat program gizi di Dinas Kesehatan dalam memperoleh informasi gizi Alternatif Solusi a. Membuat kebijakan pasti yang mengatur mengenai waktu pelaporan dari tiap tingkatan sehingga laporan berupa informasi gizi dapat diterima oleh pembuat program gizi di Dinas Kesehatan tanpa ada keterlambatan

145 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi. Ruang lingkup sistem informasi gizi melibatkan beberapa tingkatan manajemen dalam sistem kesehatan yaitu mulai dari posyandu, puskesmas kelurahan, puskesmas kecamatan, suku dinas kesehatan, dinas kesehatan provinsi, sampai kementerian kesehatan. Ruang lingkup suku dinas kesehatan kota administrasi Jakarta Selatan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi mencakup 79 puskesmas yang terdiri dari 10 puskesmas kecamatan dan 69 puskesmas kelurahan, 1224 posyandu dan balita. 2. Gambaran sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan berdasarkan skoring dengan menggunakan tools HMN terhadap setiap komponen dalam sistem informasi gizi dapat disimpulkan bahwa gambaran sistem informasi gizi berdasarkan skoring HMN yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih belum memadai dikarenakan masih banyak komponen dari sistem informasi gizi tersebut yang memiliki kekurangan. Komponen yang belum memadai antara lain sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan 125

146 126 penggunaan informasi. Sedangkan komponen yang sudah memadai hanya indikator. 3. Masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan antara lain: a. Tidak tersedianya kebijakan berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi, belum memadainya kegiatan berupa pertemuan untuk pemantauan b. Belum meratanya penyebaran sarana berupa ICT atau koneksi internet di Puskesmas c. Masih kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu d. Belum konsistennya cakupan data yang harus dilaporkan ke tingkat pusat menyebabkan belum user-friendly bagi tenaga pelaksana e. Masih adanya keterlambatan dalam pelaporan di tiap tingkatan f. Masih terlambatnya pembuat program gizi di Dinas Kesehatan dalam memperoleh informasi gizi. 4. Alternatif solusi untuk mengatasi masalah dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan antara lain: a. Perlu ada kebijakan yang mengatur pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi b. Perlu adanya konsistensi dalam cakupan data yang harus dilaporkan c. Perlu ditambahkan kegiatan sosialisasi mengenai pentingnya kegiatan posyandu.

147 Saran Bagi Kementerian Kesehatan 1. Perlu membuat kebijakan yang mengatur pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi. 2. Perlu melakukan fiksasi terhadap cakupan data yang harus dilaporkan melalui sistem informasi gizi sehingga tidak terjadi perubahan-perubahan pada format laporan dan dapat mempermudah tenaga pelaksana pelaporan dalam melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan pembinaan gizi secara online melalui website sistem informasi gizi Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan 1. Perlu menjadikan pelaporan melalui sistem informasi gizi sebagai prioritas dan membuat surat perintah yang menugaskan secara penuh kepada seluruh puskesmas yang ada di wilayah kerja Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi. 2. Perlu meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan posyandu sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kegiatan di posyandu agar kegiatan pelaporan dan pelaksanaan sistem informasi gizi menjadi lebih baik.

148 Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat lebih menggali lagi bagaimana pelaksanaan sistem informasi gizi di daerah lain, sehingga dapat dijadikan perbandingan serta dapat memberikan masukan untuk tingkat pusat maupun tingkat daerah dalam meningkatkan pelaksanaan sistem informasi gizi.

149 DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat Jakarta: Kementerian Kesehatan Panduan Operasional Sistem Pelaporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Berbasis Website. Jakarta: Kementerian Kesehatan Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA Jakarta: Kementerian Kesehatan Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) Kresno, Sudarti. Aplikasi Metode Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan. FKM UI. Depok Laudon, Kenneth C dan Jane P. Laudon. Management Information System. Edisi ke-10. Terjemahan Chriswan Sungkono dan Machmudin Eka P. Jakarta: Salemba Empat

150 130 Lippeveld, Theo dkk. Design and Implementation of Health Information Systems. Geneva: WHO Sarjunani, Nina. Kebijakan Pembangunan SDM Kesehatan dalam Draft Rancangan RPJMN dan Pendekatan kewilayahan. Jakarta: Kementerian Negara PPN (Bappenas) Senn, James A. Analysis and Design Information Systems. Edisi ke-2. Georgia: McGraw-Hill Publishing Company Sutabri, Tata. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Penerbit Andi WHO. Health Metrics Network, Assessing the national health information system : an assessment tool. version Switzerland: WHO WHO. Health Metrics Network, Framework and standards for country health information systems second edition. Switzerland: WHO WHO. WHO comprehensive assessment of the National Disease surveilans in Indonesia. Washington DC Yayuk Farida, dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. 2004

151

152

153

154 Lampiran 2. LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN Kami mohon kesedian untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Bagi Anda yang telah bersedia, Kami harapkan menulis pernyataan kesediaan. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Usia : Jenis kelamin : Menyatakan bahwa : Saya bersedia menjadi partisipan dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Anindyajati Tyas Nareshwarie sebagai mahasiswi Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keterangan yang Saya berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Demikian surat ini Saya buat agar dapat membantu berlangsungnya proses penelitian tersebut...., (informan) peneliti

155 Petunjuk umum wawancara : Lampiran 3. Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 1. Ucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai. 2. Lakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti. 5. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 6. Jelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah dan benar serta dijaga kerahasiaannya, tetapi informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan dan saran-saran yang berkaitan dengan topik wawancara. 7. Catat seluruh pembicaraan 8. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu. Pelaksanaan : Identitas Informan : Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak : Keterangan Wawancara : Hari/Tanggal : Lamanya : Pokok Bahasan : A. Sumber Daya 1. Personil Siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan? Siapa yang menjadi tenaga pelaksana tersebut? Apakah tenaga pelaksana tersebut sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi?

156 2. Dana Apakah ada anggaran khusus untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan? Dari mana saja anggaran tersebut berasal? Berapa besar anggaran yang ditujukan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan? Apakah anggaran tersebut mencukupi untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan? 3. Sarana Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan sistem informasi gizi? Apa saja sarana yang tersedia di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan untuk mendukung kegiatan pelaporan tersebut? Bagaimana dengan kebutuhan dan ketersediaan terhadap sarana dalam mendukung pengelolaan sistem informasi gizi? Apakah sudah memenuhi kebutuhan? 4. Kebijakan Apakah ada kebijakan dari pemerintah berupa regulasi mengenai pelaporan melalui sistem informasi gizi? Jika ada, SK nomor berapa? B. Sumber Data Apa saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Berasal dari mana data yang dikumpulkan tersebut? Apakah ada formulir tertentu yang dijadikan sebagai acuan dalam pengisian data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi? C. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Apa saja data yang diperlukan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi?

157 Berasal dari mana saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Bagaimana mekanisme pengumpulan data tersebut berlangsung? Apakah ada kegiatan koordinasi yang dilakukan seksi gizi dengan pihak puskesmas dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat? Apakah ada kendala dalam pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Apa saja kendala yang dihadapi oleh pihak Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dalam proses pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengumpulan data tersebut? 2. Penyimpanan Data Bagaimana penyimpanan data tersebut? Dalam bentuk apa data tersebut disimpan? 3. Pengolahan dan Analisis Data Bagaimana cara pengolahan (entri, koding dll)? Apakah ada proses tersebut yng dilakukan di tingkat dinas kesehatan? Bagaimana cara analisis datanya, dalam bentuk apa? Dilakukan analisis lebih lanjut atau tidak? Apakah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan analisis? Bagaimana melakukan analisis data di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota? Bagaimana tindak lanjut langsung dari hasil analisis terhadap hasil informasi yang diperoleh? D. Produk Informasi 1. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Bagaimana bentuk laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, apa saja data yang terdapat dalam laporan tersebut?

158 E. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Dalam bentuk apa diseminasi informasi disebarkan? Siapa saja yang menjadi sasaran dalam informasi ini? Apakah informasi yang diperoleh dari sistem informasi gizi berpengaruh dalam pengambilan keputusan di tingkat Dinas Kesehatan? Informasi apa saja yang digunakan dan dibutuhkan? Bagaimana menggunakan informasi tersebut? F. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan apa saja yang dilakukan pihak dinas kesehatan sebagai langkah dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem informasi gizi? Apakah ada feedback dari tingkat pusat maupun provinsi? Jika ada, dalam bentuk apa?

159 Lampiran 4. Pedoman Wawancara untuk TPG Petunjuk umum wawancara : 1. Ucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai. 2. Lakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti. 5. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 6. Jelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah dan benar serta dijaga kerahasiaannya, tetapi informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan dan saran-saran yang berkaitan dengan topik wawancara. 7. Catat seluruh pembicaraan 8. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu. Pelaksanaan : Identitas Informan : Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak : Keterangan Wawancara : Hari/Tanggal : Lamanya : Pokok Bahasan : A. Sumber Daya 1. Personil Apakah ada tenaga pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas? Siapa yang menjadi tenaga pelaksana tersebut? Apakah tenaga pelaksana tersebut sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi?

160 2. Dana Apakah ada anggaran khusus untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas? Dari mana saja anggaran tersebut berasal? Apakah ada anggaran khusus dari pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas? Berapa besar anggaran yang ditujukan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas? 3. Sarana Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan sistem informasi gizi? Apa saja sarana yang tersedia di Puskesmas untuk mendukung kegiatan pelaporan tersebut? Bagaimana dengan kebutuhan dan ketersediaan terhadap sarana dalam mendukung pengelolaan sistem informasi gizi? Apakah sudah memenuhi kebutuhan? 4. Kebijakan Apakah ada kebijakan dari pemerintah berupa regulasi mengenai pelaporan melalui sistem informasi gizi? B. Sumber Data Apa saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Berasal dari mana data yang dikumpulkan tersebut? Apakah ada formulir tertentu yang dijadikan sebagai acuan dalam pengisian data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi? C. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Apa saja data yang diperlukan oleh Puskesmas untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi?

161 Berasal dari mana saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Bagaimana mekanisme pengumpulan data tersebut berlangsung? Apakah ada kegiatan koordinasi yang dilakukan seksi gizi dengan pihak puskesmas dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat? Apakah ada kendala dalam pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Apa saja kendala yang dihadapi oleh pihak Puskesmas dalam proses pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengumpulan data tersebut? 2. Penyimpanan Data Bagaimana penyimpanan data tersebut? Dalam bentuk apa data tersebut disimpan? 3. Pengolahan dan Analisis Data Bagaimana cara pengolahan (entri, koding dll)? Apakah ada proses tersebut yng dilakukan di tingkat dinas kesehatan? Bagaimana cara analisis datanya, dalam bentuk apa? Dilakukan analisis lebih lanjut atau tidak? Bagaimana tindak lanjut langsung dari hasil analisis terhadap hasil informasi yang diperoleh? D. Produk Informasi 1. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Bagaimana bentuk laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, apa saja data yang terdapat dalam laporan tersebut? E. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Dalam bentuk apa diseminasi informasi disebarkan?

162 Siapa saja yang menjadi sasaran dalam informasi ini? Apakah informasi yang diperoleh dari sistem informasi gizi berpengaruh dalam pengambilan keputusan di tingkat Puskesmas? Informasi apa saja yang digunakan dan dibutuhkan? Bagaimana menggunakan informasi tersebut? F. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan apa saja yang dilakukan pihak Puskesmas sebagai langkah dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem informasi gizi? Apakah ada feedback dari tingkat kabupaten? Jika ada, dalam bentuk apa?

163 Lampiran 5. Pedoman Wawancara untuk Kader Petunjuk umum wawancara : 1. Ucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai. 2. Lakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti. 5. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 6. Jelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah dan benar serta dijaga kerahasiaannya, tetapi informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan dan saran-saran yang berkaitan dengan topik wawancara. 7. Catat seluruh pembicaraan 8. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu. Pelaksanaan : Identitas Informan : Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak : Keterangan Wawancara : Hari/Tanggal : Lamanya : Pokok Bahasan : A. Sumber Daya 1. Personil Apakah ada tenaga pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat? Siapa yang menjadi tenaga pelaksana tersebut? Apakah tenaga pelaksana tersebut sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi?

164 2. Sarana Apa saja sarana yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan dan pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat di Posyandu? Apa saja sarana yang tersedia di Posyandu untuk mendukung kegiatan tersebut? Bagaimana dengan kebutuhan dan ketersediaan terhadap sarana dalam mendukung pengelolaan sistem informasi gizi? Apakah sudah memenuhi kebutuhan? B. Sumber Data Apa saja data yang diperlukan untuk dilaporkan? Berasal dari mana data yang dikumpulkan tersebut? Apakah ada formulir tertentu yang dijadikan sebagai acuan dalam pengisian data yang akan dilaporkan? C. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Apa saja data yang diperlukan oleh Kader untuk dilaporkan kepada TPG? Kegiatan apa saja yang dilakukan kader untuk mendapatkan data tersebut? Bagaimana mekanisme pengumpulan data tersebut berlangsung? Apakah ada kendala dalam pengumpulan data yang akan dilaporkan kepada TPG? Apa saja kendala yang dihadapi oleh kader dalam proses pengumpulan data yang akan dilaporkan kepada TPG? Apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengumpulan data tersebut? 2. Penyimpanan Data Bagaimana penyimpanan data tersebut? Dalam bentuk apa data tersebut disimpan? 3. Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kader dalam rangka kegiatan pembinaan gizi masyarakat di posyandu?

165 D. Produk Informasi Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Bagaimana bentuk laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang dilaporkan kepada TPG? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, apa saja data yang terdapat dalam laporan tersebut? E. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Dalam bentuk apa informasi disebarkan? Siapa saja yang menjadi sasaran dalam informasi ini? Apakah informasi yang diperoleh berpengaruh dalam pengambilan keputusan di tingkat posyandu? Informasi apa saja yang digunakan dan dibutuhkan? Bagaimana menggunakan informasi tersebut?

166 Lampiran 6. Pedoman Observasi PANDUAN OBSERVASI KOMPONEN SUMBER DAYA (SARANA) Bag/Sub.Bag :... JENIS BARANG TIDAK ADA ADA KENDALA JUMLAH JENIS/SPESIFIKASI KOMPUTER SOFTWARE FORMULIR LAINNYA

167 Lampiran 7. Formulir Identifikasi Rincian laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat di Dinas Kabupaten Bogor Tanggal Asessment Unit kerja Nama Responden Telpon kantor/hp Jabatan responden Kode laporan 3. Bentuk penyajian informasi pada laporan yang ada (bisa pilih lebih dari 1) a. Dokumen b. Tabel c. Grafik d. Lainnya.. 6. Pengguna Nama Unit (diisi dg nama unit pengguna) Otoritas* 1. Nama Laporan : (diisi nama laporan sesuai dengan form A.1) 2. Indikator : (diisi dengan nama variable informasi/indicator yang dapat dihasilkan pada laporan) 4. Frekuensi Laporan: Harian :..kali / hari Mingguan :..kali/minggu Bulanan :..kali/bulan Tahunan :..kali/tahun Lainnya :. 5. Sumber Data Nama Sumber data (diisi dg nama form/ sumber data Unit Asal sumber data (diisi dengan nama unit sumber data) *: beri checklist bila unit tersebut memiliki otoritas sebagai pengguna. 7. Permasalahan dan penyebab masalah Permasalahan (diisi dengan masalah yang dihadapi) Penyebab (diisi dengan identifikasi penyebab masalah) Tanda Tangan Responden

168

169

170

171

172

173

PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI

PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI 613.2 Ind p KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI JAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN R I TAHUN 2008 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI 1 Pendahuluan 2 Latar Belakang 3 Tujuan a. Umum b. Khusus. 4 Kegiatan a. Pokok b. Rincian Kegiatan. 5 Cara melaksanakan kegiatan. 6 Sasaran 7 Jadwal pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok masa yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila ditinjau dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112 PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp 0748.21052 SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112 Organisasi Bidang Seksi Program KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TAHUN ANGGARAN 2013 : Dinas

Lebih terperinci

Sumber: https://www.dropbox.com/s/dkbpm4ypy01l3yj/sop GIZI CEPER 2013.docx?dl=0

Sumber: https://www.dropbox.com/s/dkbpm4ypy01l3yj/sop GIZI CEPER 2013.docx?dl=0 PROGRAM GIZI 1.Tujuan Sebagai pedoman Petugas Gizi Puskesmas dalam pengolahan data bulanan dari desa untuk mendapat data yang valid, akurat dan tepat waktu. Pengelolaan data adalah kegiatan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang. KERANGKA ACUAN KEGIATAN SWEEPING PELAKSANAAN BPB, PENIMBANGAN BULANAN DI POSYANDU DAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BAYI DAN BALITA UPT PUSKESMAS LOSARANG TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN Kegiatan Bulan Penimbangan

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 83.3 85.0 82.0 85.1 60.0 64.5 68.7 71.2 57.5 48.1 2005 2006 2007

Lebih terperinci

TANTANGAN PROGRAM GIZI DI INDONESIA. Doddy Izwardy Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan

TANTANGAN PROGRAM GIZI DI INDONESIA. Doddy Izwardy Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan TANTANGAN PROGRAM GIZI DI INDONESIA Doddy Izwardy Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan Mengapa Terjadi Kurang Gizi di Indonesia? Hanya 36% balita 6-23 bulan yang mengkonsumsi asupan makanan berkecukupan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi 1 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Input a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi di Kota Bengkulu yaitu pada tahun 2013 sebesar Rp. 239.990.000,00 (proporsi 0,64%)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Pertumbuhan Anak Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat di ukur

Lebih terperinci

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI I. IDENTITAS LOKASI 1. Provinsi : Tulis nama dan kode provinsi dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu sangat mendambakan kesehatan karena hal itu merupakan modal utama dalam kehidupan, setiap orang pasti membutuhkan badan yang sehat, baik jasmani maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi ini dicapai dengan dukungan masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu

Lebih terperinci

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian DR. ESI EMILIA, MSI Gizi Kurang Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian Daya tahan rendah Absensi meningkat Produktivitas rendah Pendapatan rendah Tumbuh kembang otak tidak optimal Gangguan kecerdasan &

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia yakni suatu kondisi dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat mengganggu kapasitas darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI DI KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI DI KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI DI KABUPATEN/KOTA KEMENTERIAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT 2010 Katalog Dalam Terbitan Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global

Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global Endang L. Achadi FKM UI Disampaikan pd Diseminasi Global Nutrition Report Dalam Rangka Peringatan Hari Gizi Nasional 2015 Diselenggarakan oleh Kementerian

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI GIZI DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI GIZI DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI GIZI DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat SKRIPSI OLEH : MOCHAMAD

Lebih terperinci

Kegiatan Subdit Kesehatan Usia Reproduksi T.A 2017

Kegiatan Subdit Kesehatan Usia Reproduksi T.A 2017 Kegiatan Subdit Kesehatan Usia Reproduksi T.A 2017 Disampaikan Pada : Pertemuan Rapat Koordinasi Teknis Program Kesehatan Masyarakat Bekasi 14-17 Juni 2016 STATUS KESEHATAN PEREMPUAN Angka Kematian Ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Bab VIII pasal 141 menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat,

Lebih terperinci

REVITALISASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI MELALUI PGS DAN PSG

REVITALISASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI MELALUI PGS DAN PSG REVITALISASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI 2015 2019 MELALUI PGS DAN PSG ANUNG SUGIHANTONO Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI Disampaikan pada: Workshop Cakupan Indikator Pembinaan

Lebih terperinci

Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta. p f

Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta. p f Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta p. 021 5203883 f. 021 5210176 direktoratbinagizi@gmail.com www.gizi.depkes.go.id Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015 Direktorat Bina Gizi Ditjen Bina

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1 P r o f i l T a h u n a n P u s k e s m a s K e c. T e b e t

B A B I PENDAHULUAN. 1 P r o f i l T a h u n a n P u s k e s m a s K e c. T e b e t B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatnya kesadaran, kemauan dan

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) BALITA DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) BALITA DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) BALITA DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untukmemperoleh Ijazah Sarjana Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan sasaran pembangunan milenium yang telah disepakati oleh 189 negara yang tergabung dalam PBB pada tahun 2000. Konsep pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Konsumsi gizi yang baik merupakan modal utama bagi kesehatan individu yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Individu dengan asupan gizi yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perancangan sistem..., Septiawati, FKM UI, Univerasitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perancangan sistem..., Septiawati, FKM UI, Univerasitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi seimbang. Kekurangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi seimbang. Kekurangan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi seimbang. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PEJABAT DINAS KESEHATAN DAN TPG PUSKESMAS

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PEJABAT DINAS KESEHATAN DAN TPG PUSKESMAS Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PEJABAT DINAS KESEHATAN DAN TPG PUSKESMAS Nama Wawancara Tanggal Tempat Nama Informan Pendidikan Lama Bekerja I. PETUNJUK UMUM 1. Sampaikan ucapan terima kasih

Lebih terperinci

Status Gizi. Sumber: Hasil PSG Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun

Status Gizi. Sumber: Hasil PSG Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, serta dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sasaran jangka

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat dalam hal kepadatan penduduk,

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI Kuliah Pembekalan KKP 2012 DR. Ikeu Tanziha Pengertian Pengertian analisis situasi pangan dan gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas Indikator Kinerja Utama Pemerintah Kota Tebing Tinggi 011-016 3 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KESEHATAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pertemuan sperma dan ovum sebagai rangkaian kejadian dari

BAB I PENDAHULUAN. dari pertemuan sperma dan ovum sebagai rangkaian kejadian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis dari proses fertilisasi dari pertemuan sperma dan ovum sebagai rangkaian kejadian dari pembentukan gamet, ovulasi, pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara operasional.

Lebih terperinci

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 PENCAPAIAN DAN UMPAN BALIK PELAPORAN INDIKATOR PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT 2010 Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 SASARAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat badan yang paling pesat dibanding dengan kelompok umur lain, masa ini tidak terulang sehingga disebut window

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 SKPD : Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran : 2015 PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi buruk mempunyai dimensi yang sangat luas, baik konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia maupun penyebabnya. Gizi buruk secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI UPT PUSKESMAS CARINGIN TAHUN 2016

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI UPT PUSKESMAS CARINGIN TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS KECAMATAN CARINGIN Jl. Kol. Bustomi No.47 Desa Caringin Kecamatan Caringin Telepon (0251) 8220966 Email: puskesmas.caringin@yahoo.com KERANGKA ACUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu masalah penting pencapaian pembangunan kesehatan dunia. Pencapaian program KIA dapat dilihat dari Laporan Pemantauan Wilayah

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013 1 PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013 Kadek Sri Sasmita Dewi G Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen

Lebih terperinci

UPTD PUSKESMAS CIKAUM

UPTD PUSKESMAS CIKAUM Me... PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG UPTD PUSKESMAS CIKAUM Jalan Tarum Timur No. 150 Tanjungsari Barat (0260) 453784 Subang. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYELENGGARA PROGRAM PENGENDALIAN DIARE TAHUN 2017

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DAN PEMERINTAH KAB/KOTA BIDANG KESEHATAN (GIZI DAN KIA)

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DAN PEMERINTAH KAB/KOTA BIDANG KESEHATAN (GIZI DAN KIA) PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DAN PEMERINTAH KAB/KOTA BIDANG KESEHATAN (GIZI DAN KIA) Disampaikan pada : SEMILOKA REVISI PP 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN DAN NSPK YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga LEMBAR FAKTA 1 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Apa itu Pendekatan Keluarga? Pendekatan Keluarga Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah malnutrisi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama pada negara-negara berkembang dan kurang berkembang, masalah ini mempengaruhi kondisi

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

MODUL PUSKESMAS 1. SISTEM INFORMASI PUSKESMAS (SIMPUS)

MODUL PUSKESMAS 1. SISTEM INFORMASI PUSKESMAS (SIMPUS) Modul Puskesmas 1. SIMPUS MODUL PUSKESMAS 1. SISTEM INFORMASI PUSKESMAS (SIMPUS) I. DESKRIPSI SINGKAT Sistem informasi merupakan bagian penting dalam suatu organisasi, termasuk puskesmas. Sistem infomasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DITJEN BINA KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT JAKARTA 2004

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS JEMBATAN SERONG KECAMATAN PANCORAN MAS DEPOK JAWA BARAT TAHUN 2008 ( Analisis Data Sekunder

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak janin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak janin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, remaja, dewasa sampai usia lanjut, memerlukan kesehatan dan gizi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria-kriteria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan manusia. Di era globalisasi ini banyak kita temukan penyakit-penyakit yang bukan hal biasa lagi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA 94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan pada masing-masing

Lebih terperinci

kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang diidentifikasi, telah

kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang diidentifikasi, telah Pengantar D alam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak merupakan salah satu sasaran pokok pembangunan nasional. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

Dinas Kesehatan Aceh 2016

Dinas Kesehatan Aceh 2016 Dinas Kesehatan Aceh 2016 ARAH KEBIJAKAN 2015-2019 Peningkatan surveilans gizi termasuk 1 pemantauan pertumbuhan Peningkatan promosi perilaku masyarakat tentang kesehatan, gizi, dll 2 PERBAIKAN GIZI Peningkatan

Lebih terperinci

Tabel Target dan Capaian Kinerja Urusan Kesehatan Tahun No Indikator Target 2015

Tabel Target dan Capaian Kinerja Urusan Kesehatan Tahun No Indikator Target 2015 Capaian Kinerja Capaian Kinerja Urusan Kesehatan diukur melalui beberapa indikator yang telah ditetapkan targetnya dalam RPJMD Kabupaten Blitar Tahun 2011-2016 sebagai berikut : Tabel Target dan Capaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas dalam pemeliharaan status kesehatan holistik manusia telah dimulai sejak janin, bayi, anak, remaja, dewasa, sampai usia lanjut. Dalam setiap tahapan dari siklus

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENCAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PADA BALITA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENCAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PADA BALITA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENCAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PADA BALITA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013 Citra Kusuma Wenry RL, 2014. Pembimbing : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes.

Lebih terperinci

OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI)

OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI) OPTIMALISASI POSYANDU DAN POSBINDU DLM UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI) 1. Mengidentifikasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya manusia yang berkualitas di masa depan dapat tercipta apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering dialami anak pada usia

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci