ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 2 RINGKASAN LISBETH ROTUA SIANTURI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penciptaan Kesempatan Kerja di Sumatera Utara (Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI) Otonomi Daerah merupakan suatu kelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan otonomi daerah diharapkan terciptanya kemandirian daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pemerintah daerah diharapkan mampu menentukan sendiri kemajuan pembangunannya dengan mengoptimalkan potensi sektor-sektor perekonomiannya. Kemajuan pembangunan ekonomi di suatu negara atau daerah sangat didukung oleh faktor tenaga kerja, karena tenaga kerja merupakan faktor produksi dalam menghasilkan output suatu produksi. Selain itu dengan tersedianya kesempatan kerja, maka akan mengurangi jumlah pengangguran. Jumlah pengangguran yang semakin berkurang diharapkan akan pula mengurangi jumlah kemiskinan dan tingkat kriminalitas. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi ini akan mendorong penciptaan kesempatan kerja. Dengan begitu melalui otonomi daerah diharapkan kesempatan kerja akan semakin banyak tersedia dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. Namun kondisi kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara sendiri yang ikut serta dalam mengimplementasikan otonomi daerah, justru menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun, sebelum otonomi daerah rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja mencapai 1,70 persen sedangkan pada masa otonomi daerah pertumbuhan kesempatan kerja hanya mencapai rata-rata 1,22 persen, yang berarti pada masa berlangsungnya otonomi daerah, kesempatan kerja tidak mengalami pertumbuhan sebagaimana diharapkan. Selain itu, jika dibandingkan dengan kesempatan kerja nasional, kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara sebelum otonomi daerah adalah lebih tinggi, namun setelah otonomi daerah justru pertumbuhannya menjadi lebih rendah. Oleh karena tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja dengan tahun analisis sebelum dan pada masa berlakunya otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara. dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah juga akan Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis ekonometrik yaitu metode analisis OLS (Ordinary Least Square) dengan jenis panel data yang merupakan gabungan dari sembilan unit cross-section yaitu kesembilan sektor usaha di Sumatera Utara dan sepuluh data time series yaitu dari tahun 1994 hingga Pada penelitian ini, diduga terdapat enam variabel bebas yang berpengaruh positif terhadap penciptaan kesempatan kerja. Variabel-variabel tersebut adalah investasi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), indeks pendidikan, angkatan kerja, tingkat upah riil dan otonomi daerah yang digunakan sebagai dummy variabel.

3 Berdasarkan hasil penelitian ini, model yang digunakan sudah dapat menggambarkan keragaman dalam kesempatan kerja, yang ditunjukkan oleh nilai R 2 sebesar 0,99 dan signifikansi empat variabel dari enam variabel yang diduga. Adapun keempat variabel tersebut yang berpengaruh nyata terhadap penciptaan kesempatan kerja adalah investasi, PDRB, tingkat upah riil dan dummy otonomi daerah. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah angkatan kerja dan indeks pendidikan. Variabel yang berpengaruh nyata dan memberikan nilai positif adalah variabel PDRB karena dengan tumbuhnya ekonomi diperlukan tambahan input khususnya tenaga kerja dengan begitu permintaan akan tenaga kerja semakin meningkat. Variabel investasi memberikan pengaruh yang negatif karena investasi di Sumatera Utara lebih bersifat padat modal sehingga tidak mendorong penciptaan kesempatan kerja, tingkat upah riil memberikan pengaruh yang negatif karena peningkatan upah riil secara terus menerus akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi pengusaha dan variabel dummy otonomi daerah memberikan pengaruh yang negatif karena pelaksanaan otonomi daerah tidak didukung efektifitas sistem organisasi pemerintah dan sarana prasarana yang tidak memadai untuk terwujudnya pembangunan ekonomi yang akan mendorong penciptaan kesempatan kerja. Variabel angkatan kerja tidak signifikan karena kondisi angkatan kerja di Sumatera Utara selalu melebihi kesempatan kerja yang tersedia, maka peningkatan jumlah angkatan kerja tidak mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja. Variabel indeks pendidikan tidak signifikan karena kualitas pendidikan angkatan kerja di Sumatera Utara masih tergolong rendah dan tidak memadai untuk dipekerjakan di sektor-sektor perekonomian. Melalui penelitian ini diharapkan pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara agar mengoptimalkan segala potensi di sektor-sektor perekonomian sehingga dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB), selain itu diperlukan usaha dari pemerintah daerah Sumatera Utara untuk mendorong investasi di sektor-sektor yang bersifat padat karya agar mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak. Agar tingkat upah mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja, pemerintah daerah Sumatera Utara diharapkan dapat memberi intervensi dengan menetapkan tingkat upah minimum pekerja (UMR), dengan begitu kebijakan ini akan berpihak baik kepada pengusaha maupun pekerja. Terkait dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah lebih mengefektifkan sistem pemerintahan daerah dengan menempatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di pemerintahan daerah agar mampu melaksanakan tugas kepemerintahan dengan efektif. Penelitian ini menganjurkan perlunya melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan penciptaan kesempatan kerja untuk menganalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja, misalnya faktor kenaikan harga, faktor jumlah impor, dan lain sebagainya faktor-faktor yang diduga berpengaruh sehingga dapat diketahui faktorfaktor lain di luar faktor-faktor pada penelitian ini, yang pada akhirnya menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah ketenagakerjaan. 3

4 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama : Lisbeth Rotua Sianturi Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Sumatera Utara Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Ir. Yeti Lis Purnamadewi, MSc. NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Rina Oktaviani, Ph, D. NIP : Tanggal Kelulusan :

5 5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 Lisbeth Rotua Sianturi H

6 6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Lisbeth Rotua Sianturi, lahir 22 Mei 1985 di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mungkur Parlindungan Sianturi dan Lympe Ratna Lumban Tobing. Jenjang pendidikan dimulai pada Pendidikan Sekolah Dasar Negeri No Tarutung pada tahun Pada tahun 1998 penulis masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Tarutung kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Tarutung pada tahun 2001 hingga lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa melalui jalur USMI ( Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan khususnya Organisasi Kerohanian yaitu Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di Komisi Kesenian. Selain itu Penulis juga aktif di organisasi eksternal kedaerahan yaitu Parsadaan Anak Rantau Tarutung (PARTARU) dan menjadi Bendahara selama masa periode jabatan.

7 7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih, berkat, hikmat dan bijaksana, kekuatan dan penyertaan-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penciptaan Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah, diajukan sebagai Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Ibu Ir. Yeti Lis Purnama Dewi, MSc selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas doa, kesabaran dalam membimbing penulis, dukungan serta nasehat yang diberikan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Bapak M. Parulian Hutagaol, Ph.D selaku dosen penguji utama dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas masukan dan saran yang diberikan demi kebaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh staff dosen di departemen Ilmu Ekonomi atas bimbingan yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Institut ini. 3. Kedua orangtua penulis, Bapa Mungkur P. Sianturi dan Mama Lympe R. br. Tobing. Terima kasih penulis sampaikan atas kasih sayang, perhatian, dorongan serta nasehat yang diberikan mulai dari penulis melanjutkan pendidikan di Institut ini sampai kepada penyelesaian skripsi ini. 4. Saudara-saudara penulis, Ka Susi, Ka Lenty, Abang Frengki, dan Fernando. Abang Ipar penulis, Abang Silalahi dan Abang Sianipar, serta my little daughters Olyvia, Dwi serta Mathilda, dan semua keluarga Sianturi penulis sampaikan terimakasih atas doa dan dukungannya. Semua ini dipersembahkan untuk kalian. 5. Anugrahku Lambok Trisando Cattergy Simamora (MORA). Terima kasih atas kasih sayang, perhatian dan dukungannya bagi penulis dalam menyelesaikan

8 8 skripsi ini. Suka dan duka yang telah dilalui bersama sangat berharga bagi penulis. 6. Instansi terkait Badan Pusat Statistik (BPS), Depnakertrans, BKPM, dan perpustakaan LSI IPB yang telah menyediakan data yang dibutuhkan dalam skripsi ini. Secara khusus penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Zulfiyandi dan Bapak Nurwidjaya selaku staff Depnakertrans yang telah bersedia memberikan masukan-masukan kepada penulis. 7. Saudara Marlina Siahaan, Duvi, dan Kiki yang telah membantu dalam pengolahan data dalam skripsi ini, Tuhan memberkati. 8. Kepada staff tata usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang telah meluangkan waktunya untuk mengurus segala administrasi yang berkaitan dengan penulis dan kepada saudara-saudara Ilmu Ekonomi khususnya Angkatan 41, disampaikan ucapan terima kasih atas semangat untuk sukses bersama-sama. 9. Saudara-saudara penulis di Vilga.. Fitri, Ida, Ka Lolyta, Kathryn, Laura, Lastri, Susan, Susi, Tities, Vera, dan Yuli, terima kasih atas doa dan dukungannya. 10. Keluarga PARTARU IPB khususnya saudara-saudara angkatan 41, terima kasih untuk semangat dan doanya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2008 Lisbeth Rotua Sianturi H

9 9 DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iv DAFTAR TABEL...vii DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR LAMPIRAN...ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian...7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Ketenagakerjaan Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja Teori Permintaan Tenaga Kerja Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Operasional...24 III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Metode Pendugaan Model Teknik Estimasi Model Menggunakan Data Panel Metode Pooled OLS...31

10 Metode Fixed Effect Metode Random Effect Uji Kesesuaian Model Perumusan Model Penelitian Hipotesis Penelitian Uji Hipotesis Uji Statistik Model Penduga (Uji-F) Uji Statistik untuk Masing-masing Variabel (Uji-t) Koefisien Determinasi (R 2 ) Evaluasi Model Multikolinearitas Autokorelasi Heteroskedastisitas...44 IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN SUMATERA UTARA Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara Tingkat Kemiskinan di Propinsi Sumatera Utara Kesempatan Kerja di Propinsi Sumatera Utara Perkembangan Investasi di Propinsi Sumatera Utara Tingkat Pendidikan Upah Riil...58 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi Data dan Uji Kesesuaian Model Transformasi Data Uji Kesesuaian Model Uji Chow Test Uji Hausman Test Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penciptaan Kesempatan Kerja di Sumatera Utara...62

11 Hasil Estimasi Model Interpretasi Model...65 VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...71 DAFTAR PUSTAKA...74 LAMPIRAN...77

12 12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara( ) Ketentuan Nilai Durbin Watson Laju Pertumbuhan Riil PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Utara, Jumlah Penduduk 15+ di Provinsi Sumatera Utara Tahun, Nilai Realisasi Investasi (PMA dan PMDN) Provinsi Sumatera Utara, (satuan Juta US$) Persentase Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Kemampuan Membaca dan Menulis( ) Tingkat Upah Riil Provinsi Sumatera Utara (Rupiah) Hasil Estimasi Fungsi Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara...63

13 13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perbandingan Jumlah Kesempatan Kerja dan Angkatan Kerjadi Sumatera Utara, Perbandingan Pertumbuhan Kesempatan Kerja dan Angkatan Kerja di Sumatera Utara, Diagram Ketenagakerjaan Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun Kerangka Pemikiran Persentase Pertumbuhan Kesempatan Kerja per Sektor di Sumatera Utara ( ) Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara ( )...56

14 14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Estimasi Menggunakan Model Fixed Effect Hasil Hausman Test Data Kesempatan Kerja per Sektor Data Nilai Investasi Sumatera Utara per Sektor Data PDRB Sumatera Utara per Sektor Data Indeks Pendidikan Sumatera Utara per Sektor Data Angkatan Kerja Sumatera Utara per Sektor Data Tingkat Upah Riil Sumatera Utara per Sektor Data Variabel Dummy Otonomi Daerah per Sektor

15 15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah melaksanakan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah. Salah satu wujud perubahan fundamental dalam sistem pemerintahan di Indonesia sebagai akibat pemberlakuan otonomi daerah tersebut adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan kemudian disusul oleh Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Hakekat Undang-Undang baru tersebut adalah pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah yang intinya adalah pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adanya pelimpahan kewenangan yang sangat luas kepada daerah, dalam hal ini kota dan kabupaten untuk mengatur dan melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri termasuk bidang ketenagakerjaan menyebabkan setiap daerah mempunyai kebebasan dan inisiatif untuk menentukan apa yang akan dicapai dan bagaimana cara untuk mencapainya (Zulfiyandi, 2006). Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah ini bertujuan untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan yang masih terus terjadi di wilayah-wilayah Indonesia. Bidang ini merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan dan pertumbuhan perekonomian. Suatu Negara atau daerah yang masih tergolong miskin

16 16 mengindikasikan bahwa penduduknya tidak sejahtera karena tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya. Dengan demikian, melalui otonomi daerah, masalah ketenagakerjaan diharapkan mampu diatasi oleh pemerintah yang telah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri urusan rumah tangganya dengan lebih memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Dengan kata lain, landasan filosofis tentang otonomi seharusnya menjadi dasar pemikiran bagi segenap rakyat Indonesia, karena sebagai rakyat Indonesia mereka berhak atas standar minimum ekonomi dan sosial yang sama pentingnya dengan hak politik dan kebebasan sipil. Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian. Usaha yang dimaskud di bidang ini adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang akan masuk ke pasar kerja, dimana pada umumnya pertumbuhan angkatan kerja selalu lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Pertumbuhan kesempatan kerja yang semakin lambat ini adalah akibat dari kurang tersedianya lapangan pekerjaan di pasar kerja. Kondisi kesempatan kerja di Sumatera Utara dapat dijelaskan pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling banyak dengan nilai rata-rata sebesar orang (53,47 persen). Kemudian diikuti dengan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan nilai rata-rata sebesar ,4 orang (17,43 persen). Lapangan usaha yang dalam penyerapan tenaga kerjanya sangat rendah setiap tahun adalah lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bersih serta Keuangan dan Asuransi dengan rata-rata

17 17 sebesar 14374,71 orang (0,18 persen). Kondisi kesempatan kerja ketersediaan lapangan kerja di Sumatera Utara. Kesempatan kerja tersebut belum mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja yang selalu meningkat. Tabel 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Sumatera Utara Tahun Tahun KK_1 KK_2 KK_3 KK_4 KK_5 KK_6 KK_7 KK_8 KK_ Sumber : Depnakertrans, Keterangan : KK_1 : Kesempatan Kerja Sektor Pertanian KK_2 : Kesempatan Kerja Sektor Pertambangan dan Galian KK_3 : Kesempatan Kerja Sektor Industri Pengolahan KK_4 : Kesempatan Kerja Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih KK_5 : Kesempatan Kerja Sektor Bangunan KK_6 : Kesempatan Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran KK_7 : Kesempatan Kerja Sektor Pengangkutan dan Komunikasi KK_8 : Kesempatan Kerja Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa KK_9 : Kesempatan Kerja Sektor Jasa-jasa Otonomi daerah diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah yang meningkat akan memicu penciptaan kesempatan kerja. Perlunya peningkatan kesempatan kerja adalah karena adanya keterbatasan kesempatan kerja yang berakibat kepada munculnya pengangguran,

18 dengan semakin meningkatnya pengangguran maka akan memperbanyak angka kemiskinan. Selain itu tidak tersedianya lapangan pekerjaan akan mendorong timbulnya tindakan kriminalitas di kalangan masayarakat. Dengan demikian, perlu dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja, termasuk di dalamnya dianalisis sejauh mana otonomi daerah dapat meningkatkan kesempatan kerja Perumusan Masalah Permasalahan ketenagakerjaan di Sumatera Utara terletak pada kesempatan kerjanya, yaitu kesempatan kerja di Sumatera Utara yang masih terbatas. Jika dibandingkan dengan kesempatan kerja nasional, pada umumnya kesempatan kerja Sumatera Utara masih tergolong rendah (Gambar 1.). Pada tahun kesempatan kerja di Sumatera Utara lebih tinggi dari pada kesempatan kerja nasional. Namun pada tahun 1998 lebih rendah dari pada kesempatan kerja nasional. Sebelum otonomi daerah, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja provinsi Sumatera Utara mencapai angka 1,70 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja nasional yang hanya 1,33 persen. Sementara pada masa otonomi daerah, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja provinsi Sumatera Utara hanya mencapai nilai 1,22 persen lebih rendah dibanding rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja nasional yang mencapai nilai 2,62 persen. Pertumbuhan kesempatan kerja di Sumatera Utara pada masa berlangsungnya otonomi daerah cenderung berfluktuasi. Pada awal berlangsungnya otonomi daerah, pertumbuhan kesempatan kerja

19 meningkat, namun menurun sangat drastis pada tahun 2003 sampai mencapai nilai negatif. Kemudian meningkat kembali pada tahun 2004 dan menurun kembali pada tahun 2005 sampai tahun 2007 cenderung berfluktuasi. 10,00 % Pertum buhan 5,00 0,00-5,00-10, Ratarata Ratarata Indonesia 1,76 2,52 1,58 0,72 0,31 1,11 1,33 3,12 2,92-0,94 6,74 0,98 0,87 4,69 2,62 Sumatera Utara 5,67 2,63 3,48-2,41 0,34 0,49 1,70 2,06 2,22-6,12 4,67-0,88 0,01 2,02 1,22 Sumber : Depnakertrans, (Diolah). Gambar 1. Perbandingan Persentase Pertumbuhan Kesempatan Kerja Indonesia dan Sumatera Utara, Perbandingan pertumbuhan kesempatan kerja dan pertumbuhan angkatan kerja Sumatera Utara dapat digambarkan pada Gambar 2. Dari gambar jelas terlihat bahwa setelah pemberlakuan otonomi daerah yaitu setelah tahun 2001, pertumbuhan angkatan kerja melebihi pertumbuhan kesempatan kerja. Rata-rata pertumbuhan angkatan kerja Sumatera Utara setelah otonomi daerah adalah 0,046 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja setelah otonomi daerah adalah 0,015 persen. Sementara harapan pemberlakuan otonomi daerah adalah untuk mendorong pembangunan daerah dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang

20 tersedia termasuk sumber daya manusia. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan karena penciptaan lapangan pekerjaan akan memberi efek multiplier terhadap pengurangan jumlah pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. % Pertumbuhan 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00-2,00-4,00-6,00-8, AK 7,71 0,76 3,03 2,30-0,35 1,00 5,32 2,66-0,19 0,97 0,05 0,06 3,19 KK 5,67 2,63 3,48-2,41 0,34 0,49 2,06 2,22-6,12 4,67-0,88 0,01 2,02 Sumber : BPS, (Diolah) Gambar 2. Perbandingan Pertumbuhan Kesempatan Kerja dan Angkatan Kerja di Sumatera Utara, Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja di Sumatera Utara yang dilihat dari permintaan tenaga kerja di sektor-sektor perekonomian di Sumatera Utara, dan menganalisis kaitannya dengan pemberlakuan otonomi daerah yang bertujuan untuk mendorong penciptaan kesempatan kerja di daerah.

21 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja sebelum dan pada masa otonomi daerah dan ingin menganalisis sejauh mana otonomi daerah dapat meningkatkan kesempatan kerja Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah Sumatera Utara, khususnya Dinas Ketenagakerjaan, terkait kebijakan-kebijakan yang menyangkut permasalahan dalam ketenagakerjaan. 2. Sebagai bahan studi pustaka dan informasi bagi para pembaca, serta sebagai bahan referensi untuk penelitian yang berkaitan. 3. Sebagai media untuk belajar, menambah pengalaman, dan menerapkan ilmu yang diperoleh penulis selama kuliah Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi penciptaan kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara sebelum dan pada masa otonomi daerah yaitu pada tahun Penciptaan kesempatan kerja ini dilihat dari jumlah permintaan tenaga kerja di kesembilan sektor perekonomian yang terdapat di Sumatera Utara. Analisis dilakukan dengan analisis OLS (Ordinary Least Square) menggunakan data panel (gabungan

22 dari data cross-section dan time series). Cross Section pada penelitian ini adalah kesembilan sektor perekonomian di Sumatera Utara, sedangkan Time Series adalah tujuh tahun sebelum pemberlakuan otonomi daerah yaitu tahun dan tujuh tahun lagi setelah dan pada masa otonomi daerah yaitu tahun Otonomi daerah sebagai dummy variabel untuk melihat berapa besar pengaruh pemberlakuan otonomi daerah terhadap penciptaan kesempatan kerja. Variabel dependent yang digunakan dalam analisis adalah permintaan tenaga kerja sedangkan variabel independent diantaranya adalah realisasi investasi, PDRB, indeks pendidikan, jumlah angkatan kerja, tingkat upah riil, serta dummy otonomi daerah.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Ketenagakerjaan Kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya lapangan kerja untuk diisi oleh pencari kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU RI No. 13 dalam Disnaker, 2003). Sektor tenaga kerja merupakan salah satu sektror penting bagi pembangunan ekonomi khusunya dalam upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan, sehingga kemakmuran suatu negara atau daerah banyak tergantung kepada pemanfaatn tenaga kerja seefektif mungkin. Upaya yang dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai, diharapkan dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan tingkat kesempatan atau penyerapan tenaga kerja cenderung menurun. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, maka telah ditetapkan batas usia kerja penduduk Indonesia menjadi 15 tahun. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Oktober 1998 tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja atau yang disebut dengan Penduduk Usia Kerja (PUK) terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Kelompok Angkatan Kerja

24 mencakup penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan. Penduduk yang bekerja dibagi menjadi penduduk yang bekerja penuh dan setengah menganggur. Menurut BPS (2000), bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu. Sementara yang dimaksud dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan. Penduduk yang mencari pekerjaan dibagi menjadi penduduk yang pernah bekerja dan penduduk yang belum pernah bekerja. Penduduk Usia Kerja Bukan Angkatan Kerja Angkatan Kerja Bekerja Mencari Kerja Bekerja Penuh Setengah Menganggur Pernah Bekerja Belum Pernah Bekerja Mengurus Rumah Tangga Sekolah Lainnya Sumber : BPS dalam Depnakertrans, Gambar 3. Diagram Ketenagakerjaan

25 Untuk golongan bukan angkatan kerja adalah penduduk yang tidak aktif secara ekonomi, antara lain golongan mereka yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah dan golongan lainnya (Depnakertrans, 2007). Golongan yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja. Oleh karena itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja potensial. Sektor formal sendiri didefinisikan sebagai usaha yang dimiliki badan usaha dengan memiliki tenaga kerja. Sedangkan sektor informal adalah usaha yang dilakukan sendiri atau dibantu orang lain dan atau pekerja bebas serta pekerja tak dibayar. Penggolongan semua penduduk tersebut dapat dilihat pada diagram ketenagakerjaan Gambar Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja Menurut Peraturan Daerah No 38 Tahun 2007 Bagian I Pasal 1 ayat (4) bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah ditujukan bagi perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab. Selain itu, tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat.

26 Disebutkan oleh Tambunan (2001) untuk memberikan keleluasaan pada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggungjawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, tanpa ada lagi intervensi dari pemerintah pusat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya, maka lahirlah undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah atau yang umum disebut sebagai UU Otonomi Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau yang umum disebut sebagai desentralisasi fiskal. Otonomi daerah didasarkan pada prinsip desentralisasi. Menurut UU Otonomi Daerah Pasal 1 ayat (7), desentralisasi berarti penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Osborne dan Gaebler (1992) dalam Tambunan (2001) terdapat empat kelebihan yang dimiliki desentralisasi : 1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fkeksibel daripada yang tersentralisasi, karena lembaga tersebut dapat memberikan jawaban dengan cepat terhadap lembaga dan kebutuhan masyarakat yang berubah. 2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi, hal ini mengingat para pekerja di baris depan lebih tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi. jam demi jam, hari demi hari. Seringkali mereka justru dapat menciptakan solusi terbaik, jika mendapat dukungan dari pemimpin organisasi. 3. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang tersentralisasi. Sering terjadi inovasi muncul karena gagasan yang baik dan berkembang dari

27 karyawan yang benar-benar melaksanakan pekerjaannya dan berhubungan dengan pelanggan. 4. Lembaga yang terdesentralisasi niscaya akan menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitasnya. Keefektifan pelaksanaan otonomi daerah juga dipengaruhi oleh kesiapan dan kemampuan pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintah yang diserahkan padanya dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Kesiapan ini menyangkut kesiapan perangkatnya di daerah yang umunya memiliki kemampuan yang relatif terbatas dibandingkan perangkat pemerintah pusat. Keterbatasan kemampuan keuangan dan perangkat daerahnya menyebabkan keterbatasan kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi di daerah yang bersangkutan. Menurut Kaho (1997) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah : 1. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor esensial dari otonomi dan sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan otonomi. 2. Keuangan merupakan faktor yang sangat menentukan pelaksanaan otonomi daerah karena akan menentukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah, pajak, hasil perusahaan daerah, dsb. 3. Peralatan yang cukup baik berupa prasarana dan sarana fisik yang memperlancar pembangunan.

28 4. Organisasi dan manajemen merupakan lembaga dan organisasi, pemerintah daerah yang akan menjadi aksekutif dan legislatif di daerah. Dengan tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan sumber pembiayaan dari daerah sendiri, daerah leluasa mengimplementasikan kebutuhan dan aspirasi daerahnya dalam bentuk program/proyek pembangunan, yang dikenal sebagai program/proyek regional/daerah. Dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan, daerah diberi wewenang utuh untuk menjalankan upaya untuk meningkatkan dan memperluas kesempatan kerja, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan menetapkan upah minimum. Pemberlakuan otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan perekonomian. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah ini juga diharapkan akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, maka pemerintah daerah akan berupaya untuk memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang mendorong penciptaan kesempatan kerja. Dengan begitu peningkatan kesempatan kerja ini diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran dan angka kemiskinan dan pada akhirnya berimplikasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah Teori Permintaan Tenaga Kerja Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu perusahaan akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah

29 pada suatu periode tertentu. Permintaan atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang tersebut memberikan kegunaan kepada pembeli. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang bertujuan untuk membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan turunan. Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan kepada : (1) tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan seoprang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marginal physical product dari tenaga kerja (MPP L ), (2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marjinal atau marginal revenue (MR). Penerimaan marjinal disini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPP L = MPP L. P, dan (3) biaya marjinal yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang karyawan, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Ababila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang

30 tersebut akan menambah keuntungan pengusaha, sehingga pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari tingkat upah. Upah VMPP D 1 W L 1 D L = MPP L.P L* Tenaga Kerja Sumber : Bellante dan Jackson, Gambar 4. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap Keterangan : VMPP = Value Marginal Physical Product of Labor (Nilai Pertambahan Hasil Marjinal Tenaga Kerja) P D L W L = Harga jual barang per unit = Permintaan Tenaga Kerja = Tingkat Upah = Tenaga Kerja Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang diminta oleh suatu perusahaan akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap (Gambar 5.) Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan

31 tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru. Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 6. kura D L melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMPP L ) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja ynag ditunjukkan oleh titik L 1 dan L*. Pada Gambar 6. terlihat bahwa pada kondisi awal tingkat upah berada pada W 1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L 1. Jika tingkat upah di suatu perusahaan diturunkan menjadi W*, maka jumlah tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L*. Upah D 1 W 1 W* E D L = VMPP L (MPP L.P) L 1 L* Tenaga Kerja Sumber : Bellante dan Jackson, Gambar 5. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun

32 2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja didefenisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi merupakan transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau keluaran. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka fungsi produksinya adalah : Q t = f (L t, K t ) (1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut model Neoklasik adalah sebagai berikut : π t = TR TC (2) dimana : TR = p t. Q t (3) Dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenaga Kerja (L). Tenaga Kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (W) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r). TC = r t K t + W t L t (4) dengan mensubstitusi persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh : W t L t = p t. f(l t, K t ) r t K t (5) L t = p t. f(l t, K t ) r t K t /W t (6) dimana :

33 L t W t p t K t r t Q t = Permintaan Tenaga Kerja = Upah Tenaga Kerja = Harga jual barang per unit = Kapital (Investasi) = Tingkat Suku Bunga = Output (PDRB) Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja (L t ) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w). Hukum permintaan tenaga kerja pada hakekatnya adalah semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan dari tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah besarnya jumlah angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja, upah dan skiil yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Tingkat upah tenaga kerja dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan dan kualitasnya. Semakin baiknya kualitas pendidikan akan menciptakan sumber daya dalam hal ini tenaga kerja yang lebih tinggi kualitas pendidikannya sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan memperbaiki kehidupan masyarakat. Produktivitas tenaga kerja yang semakin tinggi akan dibayar dengan tingkat upah yang tinggi.

34 Pendidikan merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif. Sehingga untuk mengukur tingkat pendidikan tersebut dalam suatu angka yang bisa diukur dan dapat digunakan dalam perhitungan, maka dengan digunakan suatu indeks yang dikenal indeks pendidikan. Todaro dan Smith (2004) menjelaskan perhitungan indeks pendidikan didasarkan pada indeks kemampuan baca tulis orang dewasa dan indeks masa bersekolah bruto. Indeks baca tulis tenaga kerja didapat dari proporsi jumlah tenaga kerja yang memiliki kemampuan baca tulis. Misalnya, terdapat 98,3 persen tenaga kerja di Indonesia yang memiliki kemampuan baca tulis sehingga indeks baca tulis tenaga kerja tersebut yaitu : Indeks kemampuan baca tulis TK = 98,3/100 = 0,983. Indeks masa bersekolah bruto didapat dari jumlah tenaga kerja yang tamat SD, SLTP, SLTA, D1/2, D3/Universitas dari total seluruh jumlah tenaga kerja yang bekerja (Todaro dan Smith, 2004). Misalnya, terdapat 79,9 persen tenaga kerja di Indonesia tamatan SD, SLTP, SLTA, D1/2, D3/Universitas, sehingga : Indeks masa bersekolah bruto = 79,9/100 = 0,799. Dengan begitu, untuk mendapatkan indeks pendidikan yang utuh, indeks kemampuan baca tulis orang dewasa dikalikan dengan dua pertiga, dan indeks masa bersekolah bruto dikalikan dengan sepertiga, maka : Indeks pendidikan = 2/3 (0,983) + 1/3 (0,799) = 0,922. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa investasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja sehingga investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, khususnya untuk

35 mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB (Y = C + I + G +NX), sehingga pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional. Dengan memperhitungkan efek pengganda, maka besarnya persentase pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan menjadi lebih besar dari besarnya persentase pertumbuhan investasi (Mankiw, 2000). Di lain pihak investasi baik PMDN maupun PMA, juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa UU otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya. Pemerintah daerah dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki daerahnya sesuai dengan kepentingan dan aspirasi rakyatnya. Otonomi daerah secara konsep teori sepadan dengan perdagangan bebas yang dalam justifikasi ekonomi ditujukan untuk memecah konsentrasi ekonomi. Pospos (2002) menjelaskan bahwa secara linear kebijakan pengaturan otonomi daerah di atas mengurai kebuntuan rendahnya tingkat investasi ke daerah. Adanya keengganan para investor untuk berinvestasi ke Indonesia adalah karena terjadinya ekonomi biaya tinggi (higt-cost economy), termasuk birokrasi perizinan investasi yang berbelit-belit. LPEM FEUI (2005) dalam pemantauan iklim investasi di Indonesia menyimpulkan bahwa dalam rangka membangun iklim investasi, maka setidaknya terdapat beberapa indikator-indikator yang dapat digunakan mencakup elemen dasar seperti perpajakan, kepabeanan, infrastruktur, regulasi ketenagakerjaan dan perizinan yang telah dikenal sebagai kendala utama dalam melakukan bisnis di Indonesia. Hal

36 yang perlu disoroti dalam hal ini yaitu mengenai masalah perizinan yang menyangkut penyerapan investasi. Proses perizinan dalam kerangka otonomi daerah inilah yang seharusnya lebih dalam dikaji oleh pemerintah kita saat ini. Kondisi investasi Indonesia seperti yang diuraikan di atas, dapat pula dilihat dari hasil survei Bank Dunia mengenai jumlah hari yang diperlukan untuk pendaftaran perusahaan baru yaitu mencapai 151 hari. Kondisi itu sangat jauh dari rata-rata secara internasional yang hanya 50,5 hari. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pengurusan izin usaha bagi para investor dilakukan oleh pemerintah pusat (BKPM) dan pemerintah provinsi (BKPMD). Setelah diimplementasikannya otonomi daerah, terdapat tumpang tindih dan tarik menarik antara kegiatan BKPMD provinsi dengan BKPM serta instansi daerah yang menangani investasi. Investasi membutuhkan stabilitas di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Kepastian di bidang hukum akan memberikan kemudahan bagi perkembangan ekonomi dan membantu para pelaku usaha dalam mengambil keputusan ekonomi. Semakin besar tingkat kepastian, maka semakin memungkinkan suatu perusahaan untuk berinvestasi, baik dalam skala tinggi, menengah, maupun kecil. Begitu pula sebaliknya, kecilnya tingkat kepastian akan mengakibatkan kurangnya investasi Penelitian Terdahulu Ardiansyah (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi dengan menggunakan

37 analisis shift share menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah seluruh sektor ekonomi di Kota Jambi pertumbuhannya meningkat. Akan tetapi setelah adanya otonomi daerah seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang lambat. Jambi kalah bersaing dengan kabupaten yang lain. Selain itu dampak krisis ekonomi juga secara tidak langsung masih berpengaruh terhadap perekonomian Jambi. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Ardiansyah adalah keduanya menganalisis dampak otonomi daerah terhadap perekonomian. Namun penelitian Ardiansyah ini tidak menganalisis dampaknya terhadap kesempatan kerja. Perbedaan juga terletak pada metode analisis. Lestari (2006) menggunakan alat analisis shift share dalam menganalisis pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi DKI Jakarta pariode Hasil analisis menyimpulkan bahwa pada periode pertumbuhan kesempatan kerja Propinsi DKI Jakarta lebih tinggi jika dibandingkan pada periode , dengan begitu pelaksanaan kebijakan otonomi daerah di DKI Jakarta menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan kesempatan kerja. Kesamaan dengan penelitian ini adalah keduanya menganalisis dampak pemberlakuan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, dan perbedaanya terletak pada metode analisisnya. Lubis (2008) mengkaji pencapaian tujuan pokok Millenium Development Goals dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Banten periode Hasil kajian dan analisis menunjukkan bahwa terdapat tiga hal yang mendukung pencapaian MDGs tersebut yaitu pertama, bahwa pada masa pelaksanaan otonomi daerah, laju pertumbuhan ekonomi di Propinsi

38 Banten cenderung meningkat terutama sektor jasa dan industri. Kedua, dari sisi pemerataan pendapatan bahwa di Provinsi Banten, distribusi pendapatan cukup merata di tiap daerah yaitu 0,20-0,35. Ketiga, dari sisi pertumbuhan kesempatan kerja adalah bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja adalah investasi (t-3), PDRB (t-1), permintaan tenaga kerja (t-1), indeks pendidikan (t-1), tingkat upah nominal (t-1) dan dummy otonomi daerah. Sektor yang paling banyak menyerap investasi adalah sektor industri. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang mengalami penguatan selama otonomi daerah, sementara sektor pertanian merupakan sektor yang lebih padat karya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian Lubis (2008) selain menitikberatkan kepada dampak otonomi daerah terhadap kesempatan kerja di Banten, juga mengkaji dampak otonomi daerah terhadap pencapaian MDGs yang memiliki tujuan dan hakekat yang relatif sama dengan otonomi daerah Kerangka Pemikiran Operasional Kebijakan otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001 telah memperlihatkan dampak di beberapa daerah yang menjalankannya, salah satunya adalah provinsi Sumatera Utara. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat mendukung kemajuan dan pembangunan daerahnya masing-masing dengan mengoptimalkan segala potensi daerah yang dimiliki. Kemajuan ekonomi yang dapat didukung oleh pemberlakuan otonomi daerah salah satunya adalah di bidang ketenagakerjaan. Dengan otonomi diharapkan masalah-masalah di bidang

39 ketenagakerjaan misalnya keterbatasan kesempatan kerja dapat ditangani oleh pemerintah daerah, sehingga diharapkan mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja. Jika melihat kondisi kesempatan kerja di Sumatera Utara setelah pemberlakuan otonomi daerah didapat bahwa kesempatan kerja cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kesempatan kerja sebelum otonomi daerah. Selain itu, jika dibandingkan dengan kesempatan kerja nasional, kesempatan kerja di Sumatera Utara lebih rendah pada masa berlakunya otonomi daerah. Masalah tersebut perlu dikaji lebih dalam untuk mengetahui penyebab terjadinya penurunan kesempatan kerja di Sumatera Utara, sehingga melalui penelitian ini dilakukan analisis lebih lanjut kepada faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara. Variabel-variabel yang diduga adalah investasi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), indeks pendidikan, angkatan kerja, tingkat upah riil dan otonomi daerah sendiri yang dijadikan sebagai dummy. Dengan hipotesis bahwa semua variabel yang diduga akan memberikan pengaruh yang positif. Teknik estimasi dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan data berupa panel data, untuk menilai tingkat signifikansi dari variabel yang diduga, kemudian diakhiri dengan interpretasi (implementasi) hasil estimasi. Adapun kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini adalah :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH (1994-2007) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H14104020 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR. Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR. Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H14103031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA IKLIM INVESTASI BERDASARKAN PERSEPSI PELAKU USAHA DAN REALISASI INVESTASI: KASUS PROVINSI JAWA BARAT OLEH ARDANI JANUAR H

KETERKAITAN ANTARA IKLIM INVESTASI BERDASARKAN PERSEPSI PELAKU USAHA DAN REALISASI INVESTASI: KASUS PROVINSI JAWA BARAT OLEH ARDANI JANUAR H KETERKAITAN ANTARA IKLIM INVESTASI BERDASARKAN PERSEPSI PELAKU USAHA DAN REALISASI INVESTASI: KASUS PROVINSI JAWA BARAT OLEH ARDANI JANUAR H14051312 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

OLEH RIA RUMATA LUBIS H

OLEH RIA RUMATA LUBIS H KAJIAN PENCAPAIAN TUJUAN POKOK MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI BANTEN, 1996-2005 OLEH RIA RUMATA LUBIS H14103016 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH SEPTIAN BAGUS PAMBUDI H 14104070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT OLEH ANDROS M P HASUGIAN H14101079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H14103094 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH. Oleh: Martyanti RB Sianturi A

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH. Oleh: Martyanti RB Sianturi A KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH Oleh: Martyanti RB Sianturi A14304034 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PEMETAAN KINERJA FISKAL DAN PENGARUH TRANSFER TERHADAP KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH OLEH KHURUM MAQSUROH H

ANALISIS PEMETAAN KINERJA FISKAL DAN PENGARUH TRANSFER TERHADAP KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH OLEH KHURUM MAQSUROH H ANALISIS PEMETAAN KINERJA FISKAL DAN PENGARUH TRANSFER TERHADAP KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH OLEH KHURUM MAQSUROH H14104008 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H14103068 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha yang dilakukan suatu negara untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA DEPOK PADA ERA OTONOMI DAERAH OLEH DELLA PUTRI RAHDINAA H14104124 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten atau Kota untuk mengembangkan potensi ekonominya. Oleh karena itu pembangunan daerah hendaknya dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, mempunyai banyak provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah di Indonesia

Lebih terperinci

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI LISTRIK DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Oleh SIGIT YUSDIYANTO H14104079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H

ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H14053127 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ix HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA Oleh Noviyani H14103053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Landasan Teori 2.1. 1.Pengertian ketenagakerjaan Ketenagakerjaan jika secara umum diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum bekerja, selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT Oleh : ROLAS TE SILALAHI A14304008 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan dan jumlah komposisi tenaga kerja tersebut akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H14094023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING DAN PELUANG INVESTASI (Studi Kasus : Kota Cimahi, Jawa Barat)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING DAN PELUANG INVESTASI (Studi Kasus : Kota Cimahi, Jawa Barat) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING DAN PELUANG INVESTASI (Studi Kasus : Kota Cimahi, Jawa Barat) OLEH : LESTY PHYTALOKA H14050165 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Reformasi yang telah terjadi membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang sentralisasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro (2006), ketimpangan dan memberantas kemiskinan untuk mencapai kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro (2006), ketimpangan dan memberantas kemiskinan untuk mencapai kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro (2006), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI PROPINSI BALI TAHUN 2006

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI PROPINSI BALI TAHUN 2006 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI PROPINSI BALI TAHUN 2006 OLEH WIDIYATI PAWIT SUWARTI H14084010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami 44 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Menurut Laporan Perekonomian Indonesia dari Bank Indonesia (2003-2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA: APLIKASI HUKUM OKUN OLEH REINHARD JANUAR SIMAREMARE H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA: APLIKASI HUKUM OKUN OLEH REINHARD JANUAR SIMAREMARE H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA: APLIKASI HUKUM OKUN OLEH REINHARD JANUAR SIMAREMARE H14102038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh

Lebih terperinci

EKONOMI WILAYAH DAN AKSES USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat)

EKONOMI WILAYAH DAN AKSES USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat) EKONOMI WILAYAH DAN AKSES USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat) OLEH: ELLY EROSA H 14103108 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode 2010-2015, secara umum pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi, dimana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010-2015, laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu elemen penting dalam tercapainya pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin besar jumlah angkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, suatu negara akan melakukan pembangunan ekonomi dalam berbagai bidang baik pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci