ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET PADA SISTEM PEREMAJAAN BERTAHAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET PADA SISTEM PEREMAJAAN BERTAHAP"

Transkripsi

1 J. TIDP 1(3), November, 2014 ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET PADA SISTEM PEREMAJAAN BERTAHAP ANALYSIS OF RUBBER FARMERS INCOME IN GRADUAL REJUVENATION SYSTEM * Dewi Listyati dan Yulius Ferry Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi Indonesia * dewi_listyati@yahoo.com (Tanggal diterima: 18 Agustus 2014, direvisi: 3 September 2014, disetujui terbit: 7 November 2014) ABSTRAK Peremajaan merupakan salah satu upaya meningkatkan produktivitas tanaman karet (Hevea brasiliensis) tua dan rusak. Kendala peremajaan di perkebunan rakyat adalah terbatasnya modal petani dan kekhawatiran petani kehilangan pendapatan selama peremajaan. Penelitian bertujuan mendapatkan sistem peremajaan yang lebih murah dan efisien, serta menjamin kesinambungan pendapatan petani. Penelitian dilaksanakan Januari 2012 Juni 2014 di Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Penelitian dirancang menggunakan 8 sistem peremajaan, yaitu (1) 30%30%40% + jagung, (2) 30%30%40% + kacang tanah, (3) 50%50% + jagung, (4) 50%50% + kacang tanah, (5) 70%30% + jagung, (6) 70%30% + kacang tanah, (7) % + jagung, (8) % + kacang tanah. Data yang dikumpulkan meliputi penerimaan dari hasil penjualan lump tanaman karet tua, penjualan kayu tanaman karet yang ditebang, penjualan produksi tanaman sela selama dua kali musim tanam/tahun, biaya usaha tani dan pendapatan petani. Hasil penelitian menunjukkan model peremajaan tebang % memberikan pendapatan yang terbesar pada umur karet TBM, namun memerlukan biaya tunai yang juga lebih besar. Jumlah pendapatan atas biaya tunai selama 3 tahun dari model peremajaan % antara Rp ,00 (R/C=3,83) Rp ,00 (R/C=3,83). Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh maka alternatif model peremajaan dipilih model peremajaan 70%30% atau 50%50%. Jumlah pendapatan biaya tunai yang diperoleh dari model peremajaan 70%30% sebesar Rp ,00 (R/C=4,88) Rp ,00 (R/C=4,87), sedangkan model peremajaan 50% 50%, sebesar Rp ,00 (R/C=5,07) Rp ,00 (R/C=4,90). Pada peremajaan karet rakyat, peran tenaga kerja dalam keluarga sangat penting, selain mempercepat pekerjaan juga lebih hemat. Kata kunci: Hevea brasiliensis, peremajaan, tebang bertahap, pendapatan petani ABSTRACT Rejuvenation is one of the efforts to increase the productivity of rubber tree (Hevea brasiliensis) that already old and damaged. The obstacle encountered during rejuvenation in smallholder rubber plantations is limited costs and losing of revenue. The objective of this study was to obtain the rejuvenation system which is cheaper and more efficient, as well as to ensure the continuity of farmers income. This research was carried out in Way Tuba District, Way Kanan Regency, Lampung from January 2012 June The study was designed using eight rejuvenation systems, namely: (1) 30%30%40% + corn, (2) 30%30%40% + peanut, (3) 50%50% + corn, (4) 50%50% + peanut, (5) 70%30% + corn, (6) 70% 30% + peanut, (7) % + corn, and 8) % + peanut. The collected data including revenue from lump of old rubber plant, revenue from timber, revenue from intercrops (two times during growing season/year), farming cost and farmers income. The results showed that the rejuvenation model at % of logging provide the highest revenue at immature rubber plantation, but require high cash costs. Total revenue for the cash costs for 3 years obtained from % rejuvenation model is IDR46,412, (R/C=3.83) IDR55,080, (R/C=3.83). However, based on the R/C value, an alternative model of rejuvenation that can be selected are 70%30% or 50%50%. Total revenue at cash cost obtained from the rejuvenation model of 70%30% is IDR45,035, (R/C=4.88) IDR52,144, (R/C=4.87). Meanwhile, rejuvenation model of 50%50% gives cash cost revenue of IDR44,213, (R/C=5.07) IDR50,944, (R/C=4.90). The role of family member as a labour in the rejuvenation system is important to speed up the work, which would be more efficient. Keywords: Hevea brasiliensis, rejuvenation, gradually cutting, farmer s income 157

2 Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap (Dewi Listyati dan Yulius Ferry) PENDAHULUAN Perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai ha dengan produksi kg sehingga dengan volume tersebut, Indonesia menjadi negara penghasil karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Menurut status pengusahaannya, seluas ha (84,93%) merupakan perkebunan rakyat (PR) yang diusahakan oleh KK petani, perkebunan besar negara (PBN) ha (7,39%) serta swasta (PBS) ha atau 7,68% (Direktorat Jenderal Perkebunan [Ditjenbun], 2013). Permasalahan utama yang dihadapi hingga saat ini adalah produktivitas yang masih rendah, yaitu 1 ton/ha/tahun dibandingkan negara produsen karet lainnya, seperti Thailand yang sudah mencapai 1,6 ton/ha/tahun, Vietnam 1,358 ton/ha/tahun, India 1,334 ton/ha/tahun, dan Malaysia 1,5 ton/ha/tahun (Boerhendhy & Amypalupy, 2011). Secara nasional ratarata produktivitas karet Indonesia pada tahun 2012 sudah mencapai kg/ha/tahun, tetapi pada perkebunan rakyat baru mencapai 991 kg/ha/tahun. Menurut Said & Junedi (2008) penyebab rendahnya produktivitas tanaman karet rakyat antara lain karena tingginya jumlah tanaman yang sudah tua/rusak dan sebagian besar (60%) masih menggunakan klon asalan. Menurut Ditjenbun (2013) tanaman tua dan rusak sekitar ha. Kondisi tanaman karet PR berbeda dengan perkebunan yang diusahakan oleh PBN maupun PBS karena pada PBN dan PBS sudah melakukan peremajaan dan budidaya secara teratur sehingga produktivitasnya lebih tinggi, yaitu masingmasing kg/ha/tahun dan kg/ha/tahun. Rendahnya tingkat produktivitas yang dicapai perkebunan karet rakyat tersebut berdampak pada rendahnya pendapatan petani. Sasaran pengembangan jangka panjang produksi karet alam yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2025 adalah sebesar 4 juta ton. Pada tahun 2012 produksi karet Indonesia baru mencapai sekitar 3 juta ton sehingga untuk mencapai sasaran jangka panjang tersebut produktivitas perkebunan rakyat harus lebih ditingkatkan lagi. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas karet adalah melakukan peremajaan pada perkebunan karet rakyat yang sudah tua dan rusak dengan klonklon unggul (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Upaya tersebut mengalami kendala karena sebagian petani karet tidak bersedia melakukan peremajaan dengan alasan modal dan khawatir adanya kekosongan pendapatan selama tanaman karet masih muda atau belum menghasilkan (TBM). Namun demikian, Akib & Pribadi (1999) serta Azwar et al. (1999) menyebutkan bahwa pada umumnya yang menjadi permasalahan utama petani dalam melakukan peremajaan adalah keterbatasan modal. Untuk mengatasi masalah ini secara cepat diperlukan bantuan dari pemerintah serta dukungan pihak lainnya. Bantuan pemerintah untuk peremajaan telah digulirkan pada perkebunan karet rakyat, dalam bentuk benih, saprodi, upah penanaman dan pemeliharaan, pendampingan oleh penyuluh, dan model peremajaan partisipatif yang melibatkan semua stakeholders, seperti pemerintah daerah, investor, lembaga keuangan, dan sumber teknologi (Supriadi, 2009). Namun demikian, bantuan dari pemerintah terbatas anggarannya, sedangkan percepatan peremajaan dengan klon unggul pada perkebunan karet rakyat perlu segera dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi peremajaan yang dapat dilakukan petani secara mandiri sesuai kemampuan dan tidak menghilangkan pendapatan serta tidak mengandalkan bantuan pemerintah. Teknologi peremajaan tersebut adalah sistem peremajaan tebang bertahap, yaitu sistem peremajaan yang dilakukan secara terstruktur dengan tahaptahap penebangan dan membiarkan sebagian tanaman tua untuk sementara tetap tumbuh. Pada sistem peremajaan tebang bertahap, petani masih memperoleh pendapatan dari penyadapan karet yang masih tegak, penjualan kayu dari sebagian tanaman yang ditebang, dan panen tanaman sela yang ditanam di antara tanaman karet muda (Rusli & Ferry, 2014). Penyadapan karet tua yang dilakukan pada cabang primer setinggi 2,75 m dengan menggunakan tangga/parapara bambu masih memberikan pendapatan Rp ,00 per minggu/ha (Rusli & Ferry, 2012). Sumber pendapatan petani lainnya adalah dari penjualan kayu karet (Lasminingsih, Woelan, & Daslin, 2009). Permintaan kayu karet di pasar Internasional diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin berkurangnya ketersediaan kayu hutan alam. Di India, Thailand, dan Malaysia penggunaan kayu karet sudah mencapai masingmasing 96%, 83,9%, dan 62% dari kebutuhannya, sedangkan di Indonesia baru mencapai 27% (Gunawan, 2003). Sumber pendapatan petani yang potensial pada masa peremajaan, yaitu dari penanaman tanaman sela di antara karet tanaman belum menghasilkan (TBM) (Said & Juned, 2008). Hasil kajian Suriansyah (1999) menunjukkan tanaman sela memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan karet. Pola tanam karet + jagung kedelai kacang hijau dapat memberikan nilai pendapatan Rp ,00 /ha/tahun. Di Kabupaten Ogan Komering Ulu, pendapatan petani dari penanaman palawija di antara tanaman karet dapat mencapai Rp ,00 Rp ,00/tahun (Nancy & Supriadi, 2005). Tanaman sela tidak saja memberikan pendapatan bagi petani pada awal peremajaan, tetapi sampai tanaman karet mulai menghasilkan. 158

3 J. TIDP 1(3), November, 2014 Penelitian bertujuan mengetahui sistem peremajaan karet yang efektif dan efisien serta dapat memberikan pendapatan pada petani secara berkesinambungan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan Januari 2012 Juni 2014 di Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Penelitian dilakukan di areal perkebunan karet rakyat yang sudah berumur >30 tahun dengan bahan tanaman klon asalan (non unggul) yang ditebang secara bertahap. Penelitian menggunakan 8 sistem peremajaan yang dibedakan menurut tahap mulai tahun pertama sampai dengan tahun ke tiga. Perlakuan terdiri dari: (1) tahap penebangan 30%30%40% + jagung, (2) tahap penebangan 30%30%40% + kacang tanah, (3) tahap penebangan 50%50% + jagung, (4) tahap penebangan 50%50% + kacang tanah, (5) tahap penebangan 70%30% + jagung, (6) tahap penebangan 70%30% + kacang tanah, (7) penebangan total % + jagung, dan (8) penebangan total % + kacang tanah. Setelah tanaman karet tua ditebang sesuai dengan perlakuan, selanjutnya pada lahan tersebut ditanam kembali dengan bibit karet. Jarak tanam 3 6 m, sama dengan jarak tanam awal, ukuran lubang tanam cm. Di antara tanaman karet ditanam tanaman sela (jagung dan kacang tanah) dengan jarak tanam masingmasing cm dan cm, sedangkan jarak tanaman sela dengan pohon karet 150 cm. Penanaman jagung dan kacang tanah dilakukan dua kali dalam dua musim tanam/tahun. Pemeliharaan tanaman antara lain, penyiraman yang dilakukan terutama pada musim kemarau, penyiangan, pemupukan disesuaikan rekomendasi Nugroho, Istianto, & Karyudi (2005), sedangkan untuk dosis pemupukan jagung masingmasing urea 200 kg/ha, KCl 150 kg/ha, dan 225 kg/ha SP36, kacang tanah dengan dosis urea 150 kg/ha, SP kg/ha, dan KCl kg/ha. Pengendalian serangan hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida. Pada umumnya pemeliharaan tanaman dilakukan oleh tenaga kerja keluarga, kecuali bila tenaga kerja keluarga tidak mencukupi untuk menangani baru menggunakan tenaga buruh tani. Data yang dikumpulkan meliputi komponen output dan input yang dikeluarkan, seperti hasil penjualan dari lump, kayu karet, dan panen tanaman sela dan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian sarana produksi dan upah tenaga kerja. Selanjutnya, dari data yang diperoleh dilakukan analisis untuk mengetahui pendapatan petani karet dari beberapa sistem peremajaan tebang bertahap dengan introduksi tanaman sela. Analisis pendapatan digunakan rumus Downey & Erickson (1985) sebagai berikut: I = (Y. Py ) (Xi. Pxi ) Keterangan : I = pendapatan (Rp/ha) Y = output/hasil (kg) Pxi = harga input (Rp) Py = harga output (Rp) Xi = input (i = 1,2,3...n) Indikator analisis yang dipakai adalah R/C ratio, yaitu analisis imbangan penerimaan dan biaya yang digunakan untuk mengukur kriteria kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Usaha dikatakan layak apabila nilai R/C lebih besar dari 1. Semakin tinggi nilai R/C nya maka tingkat keuntungan suatu usaha juga akan semakin tinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Biaya Peremajaan Karet Secara Bertahap dengan Tanaman Sela di Antara TBM Petani dalam melakukan peremajaan karet dan penanaman tanaman sela di antara TBM, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga (tenaga upahan), juga menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini berpengaruh pada jumlah biaya yang dikeluarkan petani yang dibedakan sebagai biaya total dan biaya tunai. Biaya total terdiri dari biaya upah, biaya pengadaan bibit, pupuk, dan saprodi lainnya. Biaya tunai merupakan biaya riil yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan dalam biaya total selain saprodi, upah tenaga kerja luar dan penggunaan tenaga kerja keluarga juga diperhitungkan. Biaya total maupun biaya tunai dari masingmasing sistem peremajaan dibandingkan dengan penebangan %. Peremajaan dengan penebangan total % memerlukan biaya yang tertinggi terutama pada tahun pertama, dibandingkan pola lainnya (Tabel 1). Namun, pada tahun ke dua, model peremajaan ini hanya memerlukan biaya sebesar Rp ,00 Rp ,00, lebih kecil dibandingkan cara peremajaan lainnya. Peremajaan dengan tebang bertahap 70%30%, pada tahun pertama memerlukan biaya 67,86% 71,18% dari peremajaan tebang %. Tahun kedua membutuhkan biaya lebih tinggi, yaitu sekitar 155,76% 163,60%, sedangkan pada tahun ketiga sistem peremajaan ini membutuhkan biaya sama dengan peremajaan %. Total biaya pada peremajaan 159

4 Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap (Dewi Listyati dan Yulius Ferry) ini selama tiga tahun adalah 93,19% 94,86% lebih rendah dibandingkan biaya peremajaan %. Sistem peremajaan tebang bertahap 50%50%, pada tahun pertama memerlukan biaya sebesar 49,87% 52,62% dibandingkan biaya yang diperlukan pada peremajaan tebang %. Pada tahun kedua sebesar 186,93% 205,99%, dan pada tahun ketiga sama dengan kedua sistem peremajaan di atas. Total biaya pada peremajaan 50%50% selama tiga tahun sebesar 89,37% 91,53%, lebih kecil dibandingkan biaya pada sistem peremajaan % dan 70%30%. Biaya peremajaan terendah terdapat pada tahap peremajaan 30%30%40% sampai tahun kedua, pada tahun ketiga biaya peremajaan ini meningkat menjadi lebih tinggi dari yang lain. Hal ini disebabkan oleh masih adanya biaya penebangan dan pengadaan bibit karet pada tahun ketiga tersebut, namun total pembiayaan tiga tahap pada peremajaan ini masih yang terendah, yaitu 80,39% 82,37% dibandingkan sistem peremajaan total (%). Pada peremajaan dengan penebangan % (tebang total) memerlukan biaya yang tertinggi terutama pada tahun pertama dibandingkan pola lainnya (Tabel 1). Kebutuhan biaya yang lebih tinggi tersebut dikarenakan biaya untuk penebangan, pengadaan benih karet dan tanaman sela menjadi lebih besar karena arealnya lebih luas. Untuk peremajaan seluas 1 ha dengan pola ini, diperlukan bibit karet sebanyak 550 polybag (@ Rp9.000,00), sedangkan benih tanaman sela jagung diperlukan sebanyak 10 kg (@ Rp40.000,00/kg), benih kacang tanah 60 Rp30.000,00. Pada tahun kedua, model peremajaan ini hanya memerlukan biaya Rp ,00 Rp ,00, lebih kecil dibandingkan cara peremajaan lainnya. Hal ini disebabkan tidak ada lagi pembelian benih yang merupakan salah satu komponen besar dalam kegiatan peremajaan. Alternatif peremajaan yang mungkin dapat dilakukan petani, yaitu peremajaan tebang bertahap 70%30% dan 5050%, dengan biaya yang lebih kecil, baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya. Tabel 1. Biaya peremajaan karet dengan beberapa sistem tebang bertahap dan penanaman tanaman sela per hektar (dalam ribuan Rupiah) Table 1. Rejuvenation cost with some systems of gradual logging and intercrops per hectare (in thousands of Rupiah) Tahun ke1 Tahun ke2 Tahun ke3 Jumlah Biaya Sistem Peremajaan Rp % Rp % Rp % Rp % 30%30%40% + jagung 30%30%40% + kacang tanah 50%50% + jagung 50%50% + kacang tanah 70%30% + jagung 70%30% + kacang tanah % + jagung % + kacang tanah ,88 16,45 30,78 10,03 52,62 17,53 49,87 16,02 71,18 29,01 67,86 28,46 57,83 60, ,34 39,62 116,31 38,61 205,99 74,41 186,93 79,02 163,60 49,56 155,76 60,96 29,82 33, ,95 127,78 180,36 114,15 29,82 33,81 29,82 33,81 29,82 33, ,35 38,49 80,39 38,03 89,37 31,04 91,83 33,07 94,86 33,18 93,19 34,13 46,89 49,29 160

5 J. TIDP 1(3), November, 2014 Pada Tabel 1 memperlihatkan, tahap peremajaan yang berbeda akan menyebabkan kebutuhan tenaga kerja berbeda untuk setiap tahap (tahun), demikian pula jumlah uang tunai yang diperlukan. Pada peremajaan tebang % volume pekerjaan lebih tinggi sehingga memerlukan biaya lebih banyak. Selain itu, jumlah pohon yang diremajakan lebih banyak, penanaman tanaman sela lebih luas, dan luas penanaman selama 3 tahun sudah mencapai 3 ha. Lain halnya dengan persentase peremajaan 30%30%40%, karena tahapan pekerjaan lebih lama, volume pekerjaan lebih terdistribusi setiap tahunnya dan luas penanaman tanaman sela lebih sempit, baru mencapai 1,6 ha selama tiga tahun. Demikian juga untuk persentase tahap peremajaan yang lain, sampai tiga tahun peremajaan luas penanaman tanaman sela belum mencapai 3 ha, tidak seperti pada peremajaan %. Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam keluarga mempengaruhi besarnya biaya tunai yang digunakan pada peremajaan tanaman karet dan penanaman tanaman sela. Tahap peremajaan % memerlukan biaya tunai hanya sebesar 46,89% 49,29% dari biaya total kegiatan, demikian juga dengan tahap peremajaan lainnya, biaya tunai jauh lebih kecil dibandingkan biaya total yang diperlukan. Peran tenaga kerja dalam keluarga sangat penting karena dapat menghemat biaya peremajaan sekitar 42,36%61,68%. Penghematan tertinggi terjadi pada peremajaan tebang bertahap 50%50% dan 70%30%, yaitu masingmasing 58,33% 58,76% dan 59,06% 61,68%. Hal ini dapat terjadi karena pada kedua model peremajaan tersebut antara tenaga kerja dalam keluarga yang tersedia dengan jenis pekerjaan berada dalam kondisi seimbang. Pada peremajaan yang dibantu pemerintah, upah yang diberikan dapat merupakan pendapatan petani sebagai tenaga kerja, dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Di Sumatera Barat tenaga kerja dalam keluarga ini dapat dihimpun menjadi lebih besar dengan membentuk organisasi arisan tenaga kerja untuk mengerjakan pemeliharaan kebun seperti penyiangan dan sebagainya. Bagi petani yang mendapat giliran, semua tenaga kerja dalam keluarga pada organisasi tersebut secara bersamasama bekerja di kebun petani yang memperoleh giliran tersebut (Sudjarmoko & Ferry, 2007). Bentuk organisasi ini merupakan modal sosial petani dalam melakukan usahataninya (Mangkuprawira, 2010; Mulyandari, Sumardjo, Pandjaitan, & Lubis, 2010). Pada peremajaan karet yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga masih rendah, yaitu 13,33% 31,33%. Padahal menurut hasil penelitian tersebut peran tenaga kerja dalam keluarga ini sangat menentukan keberhasilan peremajaan yang dilakukan. Artinya, semakin besar jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang tersedia maka keberhasilan petani dalam melakukan peremajaan semakin tinggi (Sihotang, Aima, & Hamzah, 2009). Ini menunjukkan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang tersedia perlu diperhatikan dalam pelaksanaan peremajaan. Penerimaan (Pendapatan Kotor) Petani Karet Selama Peremajaan Petani karet yang melakukan peremajaan dengan sistem tebang bertahap tidak akan kehilangan pendapatan. Peremajaan dengan sistem tebang bertahap masih memungkinkan petani memperoleh pendapatan dari penjualan kayu karet yang ditebang, lump dari penyadapan tanaman karet yang belum ditebang dan dari hasil tanaman sela yang ditanam di antara tanaman karet muda (TBM). Persentase tanaman karet yang ditebang dari setiap tahap penebangan berpengaruh pada luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman sela, kayu karet yang diperoleh serta lump dari menyadap pohon yang belum ditebang sehingga selanjutnya mempengaruhi penerimaan (pendapatan kotor) yang diperoleh (Tabel 2). Pada tahun pertama, penebangan total % (semua ditebang) memperoleh penerimaan tertinggi, namun pada tahun kedua dan ketiga model penebangan total ini hanya memperoleh penerimaan dari penjualan hasil tanaman sela, yaitu masingmasing Rp ,00 Rp ,00/ha/tahun. Sistem peremajaan % memberikan pendapatan kotor atau penerimaan tertinggi dari hasil penjualan selama tiga tahun. Model peremajaan tebang bertahap 70%30%, pada tahun pertama memperoleh penerimaan sebesar 62,36% 69,36% dibandingkan peremajaan %. Pada tahun ke dua cara peremajaan ini dapat memberikan penerimaan sebesar 146,66% 149,53%. Hal ini terjadi disebabkan pada tahun pertama jumlah kayu karet dan panen tanaman sela yang dijual lebih sedikit dibandingkan peremajaan %, sedangkan pada tahun kedua masih ada kayu karet yang ditebang dan luas tanaman sela juga bertambah sehingga penerimaannya lebih tinggi. Pada tahun ketiga penerimaan hanya dari tanaman sela, sama dengan peremajaaan %, dan hasilnya tidak banyak perbedaan. Total penerimaan sampai tahun ketiga pada model peremajaan tebang bertahap 70% 30% adalah sebesar 91,45%,03% dibandingkan peremajaan %. 161

6 Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap (Dewi Listyati dan Yulius Ferry) Tabel 2. Penerimaan dari hasil penjualan kayu karet, lump, dan panen tanaman sela dari beberapa sistem peremajaan penebangan bertahap (1 ha) Table 2. Revenue of rubber wood, lump and intercrops at several systems of gradual rejuvenation (1 ha) Hasil penjualan (Rp. 000) No. Sistem peremajaan Jumlah (Rp) % 1. 30%30%40% + jagung: Kayu karet Lump Tanaman sela 2 30%30%40% + kacang tanah: Kayu karet Lump Tanaman sela 3. 50%50% + jagung: Kayu karet Lump Tanaman sela 4. 50%50% + kacang tanah: Kayu karet Lump Tanaman sela 5. 70%30% + jagung: Kayu karet Lump Tanaman sela 6. 70%30% + kacang tanah: Kayu karet Lump Tanaman sela 7. % + jagung: Kayu karet Lump Tanaman sela 8. % + kacang tanah: Kayu karet Lump Tanaman sela Tahun ke1 Tahun ke2 Tahun ke (29,68%) (26,50%) (49,52%) (47,40%) (69,36%) (62,36%) (%) (%) (90,55%) (81,74%) (200,59%) (177,29%) (149,53%) (146,66%) (%) (%) (166,12%) (161,44%) (85,96%) (,22%) (91,45%) (,03%) (%) (%) (69,95%) (66,51%) (87,67%) (85,86 %) (90,17%) (88,03%) (%) (%) 59,35 3,11 37,54 54,00 2,78 43,22 44,44 2,31 53,25 36,73 1,99 61,28 43,21 1,44 55,35 37,23 1,24 61,53 38,96 61,04 32,83 67,17 Keterangan: Harga kayu karet: Rp ,00/m 3, jagung: Rp2.000,00/kg, lump: Rp7.000,00/kg (tahun ke1 dan 2), Rp5.000,00/kg (tahun ke3), kacang tanah Rp5.000,00/kg Notes : Price of rubber wood: IDR600,000.00/m 3, corn: IDR2,000.00/kg, lump: IDR7,000.00/kg (first and second years), IDR5,000.00/kg (third year), peanut: IDR5,000.00/kg 162

7 J. TIDP 1(3), November, 2014 Pada model peremajaan tebang bertahap 50% 50%, penerimaan pada tahun pertama hanya sebesar 47,40% 49,52% dari peremajaan %. Pada tahun kedua cara peremajaan ini penerimaannya lebih tinggi dibandingkan peremajaan %, yaitu mencapai 177,29% 200,59% dan pada tahun ketiga model peremajaan ini sama dengan model peremajaan lainnya. Total penerimaan sampai tahun ketiga pada model peremajaan tebang bertahap 50%50% sebesar 85,96%,22% dibandingkan peremajaan %. Model peremajaan tebang bertahap 30%30% 40%, pada tahun pertama penerimaan dari hasil penjualan sebesar 26,50% 29,68% dibandingkan peremajaan %. Penerimaan pada tahun kedua untuk cara peremajaan ini sebesar 81,75% 90,55% dan pada tahun ketiga penerimaannya mencapai 161,44% 166,12%, lebih tinggi dibandingkan model peremajaan yang lain. Total penerimaan sampai tahun ketiga pada model peremajaan tebang bertahap 30%30%40% sebesar 66,51% 69,95% dibandingkan peremajaan %. Tingginya penerimaan dari hasil penjualan setiap tahun lebih banyak dipengaruhi oleh tersedianya kayu hasil tebangan. Tanpa kayu tebangan, penerimaannya berkisar Rp ,00 Rp ,00 yang berasal dari tanaman sela, sedangkan total penerimaan selama 3 tahun ditentukan oleh luas penanaman tanaman sela per tahun yang ditentukan oleh tahap peremajaan. Penerimaan tersebut merupakan pendapatan kotor petani selama peremajaan berlangsung, belum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan peremajaan dan berusahatani. Hasil kayu karet cukup berarti karena merupakan komponen yang terbesar dari total penerimaan, yaitu mencapai 32,83% 59,35%. Semakin besar persentase penebangan, makin besar pula peran kayu karet sebagai sumber pendapatan. Peran kayu karet akan terus meningkat sehubungan dengan makin terbatasnya persediaan kayu pertukangan, meubel, dan sebagainya. Saat ini telah tersedia klon karet kayu dengan hasil lateks tinggi dan mutu kayu yang baik dan tinggi. Kayu karet termasuk kayu kelas tiga, sama dengan meranti, ramin, dan lainlain. Kayu karet akan bernilai ekonomi tinggi dengan semakin meningkatnya mutu kayu karet. Apabila pengembangan tanaman karet dimasa mendatang menggunakan klon unggul latek kayu maka peremajaan akan lebih mudah karena biaya peremajaan akan dapat dipenuhi dari hasil penjualan kayu karet. Pendapatan penting lainnya setelah kayu karet adalah dari hasil tanaman sela. Peran tanaman sela lebih menentukan setelah tanaman karet habis ditebang. Pada tahun ketiga, semua model peremajaan mengandalkan sumber pendapatan dari tanaman sela, demikian selanjutnya sampai tanaman karet menghasilkan (Ferry, Pranowo, & Rusli, 2013). Pendapatan Bersih Petani Pendapatan bersih petani adalah pendapatan setelah dikurangi dengan biaya penebangan tanaman tua, persiapan lahan, penanaman karet dan tanaman sela, pemeliharaan tanaman karet dan tanaman sela, biaya panen tanaman sela, serta belanja bahan seperti bibit dan saprodi lainnya. Terdapat dua macam pendapatan bersih petani, yaitu pendapatan bersih petani berdasarkan biaya total dan pendapatan bersih petani atas biaya tunai. Pendapatan Petani Berdasarkan Biaya Total Pada tahun pertama, pendapatan bersih petani tertinggi diperoleh pada peremajaan % dengan tanaman sela kacang tanah atau jagung. Namun pada tahun kedua dan ketiga, tahap peremajaan ini mengalami penurunan yang sangat tajam sehingga lebih rendah dibandingkan tahap peremajaan 70% 30% dan 50% 50%. Tahap peremajaan 70% 30% pada tahun pertama memberikan pendapatan lebih rendah dibandingkan tahap peremajaan % tetapi masih lebih tinggi dibandingkan yang lain. Pada tahun kedua tahap peremajaan ini juga mengalami penurunan tetapi masih lebih baik dari tahap peremajaan lain, kecuali dengan tahap peremajaan 50% 50%. Tahap peremajaan 50% 50% pada tahun pertama pendapatan petani berada di bawah dari tahap peremajaan 70% 30%, namun pada tahun kedua, khususnya tahap peremajaan 50% 50% dengan tanaman sela kacang tanah menghasilkan pendapatan tertinggi. Pada tahun ketiga, pendapatan petani tertinggi diperoleh pada tahap peremajaan 30% 30% 40% karena peremajaan ini masih menghasilkan kayu dari pohon karet yang ditebang (Tabel 3). Dari semua tahap peremajaan tanaman karet dengan introduksi tanaman sela yang diuji, terlihat kesinambungan pendapatan petani dalam setiap tahunnya, dengan pendapatan minimum sebesar Rp ,00/tahun pada tahap peremajaan 30% 30% 40%. Potensi kayu karet untuk menunjang peremajaan sangat besar karena kayu karet memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hasil penjualannya dapat digunakan sebagai tambahan modal untuk meremajakan kebun karet. Ratarata hasil kayu karet gelondongan dari tanaman klon asalan sebesar 0,2 0,4 m 3 /batang atau m 3 /ha. Apabila populasi karet rakyat pada umur >30 tahun tinggal 200 batang/ha, dan luas kepemilikan 2 ha/kk maka pada peremajaan akan diperoleh kayu karet gelondongan sebanyak m 3 /kk (Balfas, 2003; Siagian, Wibowo Suhendry, Rachmawan, & Supriadi, 2006). Menurut Siagian & Daslin (2003) potensi kayu pada tanaman karet umur

8 Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap (Dewi Listyati dan Yulius Ferry) tahun (kayu dari batang + cabang) adalah 0,90 0,95 m 3 /pohon. Pada populasi pohon/ha akan dihasilkan 260 m3/ha kayu karet yang berdiameter lebih besar dari 10 cm dan 180 m3/ha kayu karet berdiameter lebih dari 15 cm. Apabila harga kayu karet ratarata mencapai Rp ,00/m 3 maka hasil penjualan per hektar kayu karet akan mencapai Rp ,00. Hasil penelitian Gunawan (2003) menyatakan bahwa hasil penjualan kayu karet oleh petani sebanyak 41% digunakan untuk peremajaan, sedangkan sisanya untuk kebutuhan lain seperti keperluan rumah tangga, membayar utang, dan perbaikan rumah. Selama peremajaan dan tanaman karet masih TBM, peran tanaman sela sebagai sumber pendapatan bagi petani cukup besar, yaitu 37,54% 7,17%. Nilai R/C atas biaya total dari semua sistem peremajaan lebih besar dari satu, artinya layak dikembangkan karena menguntungkan. Seperti untuk R/C sebesar 1,68 diartikan setiap petani mengeluarkan biaya sebesar satu rupiah maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1,68. Demikian pula pada perlakuan lainnya sesuai nilai R/C. Tabel 3. Pendapatan petani pada berbagai tahap peremajaan berdasarkan biaya total (dalam ribuan Rupiah) Table 3. Farmers income at various stage of rejuvenation based on total cost (in thousands of Rupiah) No. Sistem Peremajaan Tahun ke1 Tahun ke2 Tahun ke3 Jumlah 1. 30%30%40% + jagung: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1, ,58 1, %30%40% + kacang tanah: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1,63 1,32 1,68 1, %50% + jagung: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1,64 1,82 1,61 1, %50% + kacang tanah: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1,80 1,78 1,88 1, %30% + jagung: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio ,71 1,72 1, %30% + kacang tanah: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1,73 1,77 1,89 1,78 7. % + jagung Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1,74 1,87 1,88 1,79 8. % + kacang tanah: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 1,89 1,88 1,88 1,89 164

9 J. TIDP 1(3), November, 2014 Pendapatan Petani Berdasarkan Biaya Tunai Apabila diperhitungkan berdasarkan biaya tunai yang dikeluarkan petani maka pendapatan petani menjadi lebih tinggi (Tabel 4). Semakin tinggi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga maka semakin tinggi peningkatan pendapatan berdasarkan biaya tunai. Peremajaan bertahap dan tanaman sela sampai tiga tahun mengakibatkan pendapatan petani dapat berkesinambungan dan perekonomian petani tidak terpengaruh (Tabel 4). Hal ini karena terdapat tiga hal yang menjadi kunci penentu kesinambungan pendapatan petani pada peremajaan tanaman karet rakyat, yaitu kayu karet, tenaga kerja keluarga, dan tanaman sela. Peran tenaga kerja keluarga cukup besar yang dicerminkan oleh selisih antara biaya total dengan biaya tunai. Dalam perhitungan biaya tunai, tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan sebagai biaya sehingga menghemat pengeluaran petani dan yang dihitung sebagai biaya adalah yang riil dibayarkan petani (Tabel 3 dan 4). Oleh karena upah buruh harian cukup besar, yaitu Rp40.000,000/HOK maka pada umumnya petani dengan anggota keluarganya yang tidak ada kegiatan lain akan mengerjakan sendiri kegiatan di kebun karet atau bila dikerjakan sendiri terlalu lama maka dibantu bersamasama dengan tenaga luar keluarga. Tabel 4. Pendapatan petani pada berbagai tahap peremajaan berdasarkan biaya tunai (dalam ribuan Rupiah) Table 4. Farmers income at various stage of rejuvenation based on cash cost (in thousands of Rupiah) No. Sistem Peremajaan Tahun ke1 Tahun ke2 Tahun ke3 Jumlah 1. 30%30%40% + jagung: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 5,44 5,33 2,44 3, %30%40% + kacang tanah: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 5,00 3,99 2,66 3, %50% + jagung: Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 4,93 5,03 5,41 5, %50% + kacang tanah Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 5,59 4,22 5,57 4, %30% + jagung Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 4,17 5,63 5,76 4, %30% + kacang tanah Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 4,14 5,52 5,56 4,87 7. % + jagung Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 3,02 6,26 6,30 3,83 8. % + kacang tanah Penerimaan (Rp.000) Biaya (Rp.000) Pendapatan (Rp.000) R/C ratio 3,12 5,57 5,56 3,83 165

10 Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap (Dewi Listyati dan Yulius Ferry) KESIMPULAN Sistem peremajaan tebang % memberikan pendapatan yang terbesar selama 3 tahun, namun memerlukan biaya lebih besar. Berdasarkan jumlah pendapatan atas biaya tunai dan nilai R/C yang diperoleh maka alternatif model peremajaan yang dapat dipilih yaitu sistem peremajaan tebang bertahap 50% 50% (R/C 1,71 1,81) atau 70%30% (R/C 1,71 1,78). Pada peremajaan karet rakyat peran tenaga kerja dalam keluarga sangat penting karena dapat menghemat biaya. Melalui sistem peremajaan tebang bertahap petani tetap memperoleh pendapatan selama tanaman karet belum menghasilkan dan biaya dapat disesuaikan dengan kemampuan petani. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kepala Kebun Cahaya Negeri yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan Camat Way Tuba yang telah menyediakan lokasi penelitian. DAFTAR PUSTAKA Azwar, R., Honggokusumo, S., Wibawa, G., Siagian, N., Rosyid, M. J., & Ridha. (1999). Teknologi peningkatan produktivitas dan diversifikasi produk industri perkebunan rakyat. Paper presented at Lokakarya Model Peremajaan Karet Rakyat Secara Swadaya dan Ekspose Teknologi Hasil Penelitian Perkebunan. Palembang, Oktober Akib, M., & Pribadi, A. W. (1999). Potensi dan kendala penerapan pola pengembangan perkebunan karet yang partisipatif. Paper presented at Lokakarya Model Peremajaan Karet Rakyat Secara Swadaya dan Ekspose Teknologi Hasil Penelitian Perkebunan. Palembang, Oktober Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2005). Prospek dan arah pengembangan agribisnis karet. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Retrieved from Balfas, J. (2003). Prospek teknologi dan pemasaran kayu karet. Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu (pp ). Medan: Pusat Penelitian Karet. Boerhendhy, A., & Amypalupy, K. (2011). Optimalisasi produktivitas karet melalui penggunaan bahan tanam, pemeliharaan, sistem eksploitasi, dan peremajaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), Downey, W.D., & S.P. Erickson. (1985). Manajemen agribisnis. Dialihbahasakan oleh Rochidayat, Gonda, S., & Alfonsus. Jakarta: Penerbit Erlangga. Direktorat Jenderal Perkebunan. (2013). Statistik perkebunan Indonesia: Karet. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Ferry, Y., Pranowo, D., & Rusli. (2013). Pengaruh tanaman sela terhadap pertumbuhan tanaman karet muda pada sistem penebangan bertahap. Buletin Riset Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, 4(3), Gunawan. A. (2003). Pemasaran kayu karet sebagai bahan baku industri kayu. Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu (pp ). Medan: Pusat Penelitian Karet. Lasminingsih, M., Woelan, S., & Daslin, A. (2009). Evaluasi keragaan klon karet IRR seri. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet (pp ). Mangkuprawira, S. (2010). Strategi peningkatan kapasitas modal sosial dan kualitas sumber daya manusia pendamping pembangunan pertanian. Forum penelitian agro ekonomi, 28 (1), Mulyandari, R. S. H., Sumardjo, Pandjaitan, N. K., & Lubis, D. P. (2010). Pola komunikasi dalam pengembangan modal manusia dan sosial pertanian. Forum penelitian agro ekonomi, 28(2), Nancy, C., & Supriadi, M. (2005). Karakterisasi sosial ekonomi peremajaan dan pengembangan karet rakyat partisipatif di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet, 23(2), Nugroho, P. A., Istianto, & Karyudi. (2005). Metode peningkatan keseragaman karet belum menghasilkan. Warta Perkaretan, 24(1), Rusli, & Ferry, Y. (2012). Penyadapan latek pohon karet tua. Tree Majalah Semi Populer Tanaman Rempah dan Industri, 3(7), 25. Rusli, & Ferry, Y. (2014). Model peremajaan karet rakyat dan implikasinya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 2(3), Said, Y. M., & Junedi, H. (2008). Upaya optimalisasi lahan peremajaan karet dengan tanaman sela (intercropping) di Kelurahan Sridadi Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 45, Sudjarmoko, B., & Ferry, Y. (2007). Peran tanaman kayu manis terhadap pendapatan petani di Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Rempah (pp ). Bogor, 21 Agustus Siagian, N., Wibowo, S. A., Suhendry, I., Rachmawan, A., & Supriadi. (2006). Jurnal Penelitian Karet, 24(1), Siagian, N., & Daslin, A. (2003). Peningkatan produktivitas melalui perbaikan sistem tanam dan penggunaan klon karet penghasil latekskayu. Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu (pp ). Medan: Pusat Penelitian Karet. Sihotang, R., Aima, M. H., & Hamzah. (2009). Pengembangan perkebunan karet rakyat Provinsi Jambi melalui peremajaan tanaman. Pengkajian Pelaksanaan Kegiatan Peremajaan APBD Provinsi (p. 97). Jambi: Badan Penelitian Pengembangan Daerah. Supriadi, M. (2009). Implementasi Model Peremajaan Partisipatif dalam Program Revitalisasi Perkebunan Karet. Warta Perkaretan, 28(1), Suriansyah. (1999). Hasil pengkajian sistem pertanian berbasis karet berwawasan agribisnis di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. BPTP Palangkaraya. 166

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu) afrizon41@yahoo.co.id Pengkajian Keragaan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Email : julistia_06@yahoo.com No.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BIMA 1 DI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BIMA 1 DI NUSA TENGGARA TIMUR ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BIMA 1 DI NUSA TENGGARA TIMUR Helena Da Silva dan Bambang Murdolelono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Pengembangan jagung hibrida di

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN THE ANALYSE OF INCOME SWADAYA FARMERS PATTERN IN PANGKALAN KURAS SUB-DISTRICT PELALAWAN REGENCY Masrayani

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN DAN MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA MODEL PEREMAJAAN BERTAHAP

PENGARUH PEMUPUKAN DAN MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA MODEL PEREMAJAAN BERTAHAP J. TIDP 2(2), 85-90 Juli, 2015 PENGARUH PEMUPUKAN DAN MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA MODEL PEREMAJAAN BERTAHAP EFFECT OF FERTILIZER AND MYCORRHIZA ON GROWTH OF YOUNG RUBBER PLANT

Lebih terperinci

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul)

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul) VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul) Retno Utami H. dan Eko Srihartanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian yang

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Karet Rakyat Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Karet Rakyat Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Karet Rakyat Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu Oleh: Septianita Abstract The research aims to know the factor that influence rubber farmer

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN SELA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA SISTEM PENEBANGAN BERTAHAP

PENGARUH TANAMAN SELA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA SISTEM PENEBANGAN BERTAHAP Pengaruh Tanaman Sela terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet Muda pada Sistem Penebangan Bertahap (Yulius Ferry, Dibyo Pranowo, dan Rusli) PENGARUH TANAMAN SELA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BIAYA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TANI TEMBAKAU KASTURI, PADI DAN JAGUNG TRHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHA TANI KELUARGA ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan devisa negara terhadap ekspor minyak dan gas bumi. Karet alam sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup

Lebih terperinci

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena Latar Belakang Permasalahan lahan kritis di Indonesia semakin besar dengan semakin meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena pemanfaatannya yang melebihi kapasitasnya.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet Usahatani karet yaitu suatu bentuk usahatani yang dilakukan petani melalui pengusahaan karet. Banyak penelitian yang melakukan penelitian terkait dengan usahatani

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

291 ZIRAA AH, Volume 41 Nomor 3, Oktober 2016 Halaman ISSN Elektronik

291 ZIRAA AH, Volume 41 Nomor 3, Oktober 2016 Halaman ISSN Elektronik 291 PENDAPATAN USAHATANI KACANG PANJANG (Vigna sinensis L) DI KELURAHAN LANDASAN ULIN UTARA KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (Cowpea Farming Income (Vigna sinensis L)

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN 226 ANALISIS USAHA TANI KELAPA SAWIT DI DESA HAMPALIT KECAMATAN KATINGAN HILIR KABUPATEN KATINGAN (Analysis of oil palm farming in Hampalit Village, Katingan Hilir Sub district, Katingan District) Asro

Lebih terperinci

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

Kajian Paket Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Kering di Provinsi Jambi

Kajian Paket Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Kering di Provinsi Jambi Kajian Paket Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Kering di Provinsi Jambi Syafri Edi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Abstrak Budidaya tanaman jagung di Provinsi Jambi dilaksanakan pada

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG 131 Buana Sains Vol 8 No 2: 131-136, 2008 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG Ahmad Zubaidi PS Agribisnis Fak. Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN TABUNGAN PETANI UNTUK MENANGGUNG BIAYA PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA DI MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN

ANALISIS KEMAMPUAN TABUNGAN PETANI UNTUK MENANGGUNG BIAYA PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA DI MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN Volume 2 Nomor 1 Edisi Februari 2017 ISSN : 2540-816X ANALISIS KEMAMPUAN TABUNGAN PETANI UNTUK MENANGGUNG BIAYA PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA DI MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN Oleh : Tirta Jaya Jenahar dan

Lebih terperinci

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : 1829-9946 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO UMI BAROKAH Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALYSIS EFFECT OF INPUT PRODUCTION FOR CASSAVA FARMING IN SUKASARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBIBITAN KARET PADA PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI, SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBIBITAN KARET PADA PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI, SUMATERA UTARA ANALISIS EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBIBITAN KARET PADA PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI, SUMATERA UTARA Muhamad Nurung Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b ARTIKEL Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor Farm Income of the Intercropping System between Sweet Potato and Sweet Corn in Gunung Malang

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TANAMAN SELA DI ANTARA KARET DI WILAYAH KOTA PRABUMULIH, SUMATERA SELATAN

ANALISIS USAHATANI TANAMAN SELA DI ANTARA KARET DI WILAYAH KOTA PRABUMULIH, SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 157-166 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 157-166 ANALISIS USAHATANI TANAMAN SELA DI ANTARA KARET DI WILAYAH KOTA PRABUMULIH, SUMATERA SELATAN Analysis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN Agricola, Vol 4 (1), Maret 2014, 1-7 p-issn : 2088-1673., e-issn 2354-7731 ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) Surel: untari_83@yahoo.com

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR

PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR Jemmy Rinaldi dan I Ketut Kariada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Jasinga. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT (Studi Kasus: Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau) Dionica Putri 1), H M Mozart B Darus M.Sc 2), Ir. Luhut Sihombing, MP 3) Program

Lebih terperinci

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET DI SUSUN OLEH: ROBIANTO, SP Latar Belakang Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet

Lebih terperinci

Keywords: fertilizer, income, land area, rubber.

Keywords: fertilizer, income, land area, rubber. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI KARET (Studi Kasus di Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal) Agus Stiawan, Sri Wahyuningsih, Eka Dewi Nurjayanti Progdi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau   Abstrak. Profil Pengembangan Tanaman Palawija dan Kelembagaan Penunjang di Lokasi Eks Primatani Agroekosistem Lahan Pasang Surut Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL

ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL Oleh: Yusri Muhammad Yusuf *) dan Zulkifli **) Abstrak Analisis usaha dalam kegiatan usaha diperlukan untuk kepentingan

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 5 No. 1 FEBRUARI 2017

JIIA, VOLUME 5 No. 1 FEBRUARI 2017 ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI PADI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DENGAN SISTEM TEGEL DI KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Comperative Analysis of Jajar Legowo Rice Farming Planting System

Lebih terperinci

Keragaan Usahatani Kacang Hijau di Lahan Suboptimal Kabupaten Sambas

Keragaan Usahatani Kacang Hijau di Lahan Suboptimal Kabupaten Sambas Keragaan Usahatani Kacang Hijau di Lahan Suboptimal Kabupaten Sambas Rusli Burhansyah 1*, Y. Nurhakim 1, dan Nila Prasetiaswati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat Jl. Budi Utomo

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADA KOPI TRADISIONAL DAN KOPI SAMBUNG DI DESA LUBUK KEMBANG, KEC. CURUP UTARA, KAB. REJANG LEBONG

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADA KOPI TRADISIONAL DAN KOPI SAMBUNG DI DESA LUBUK KEMBANG, KEC. CURUP UTARA, KAB. REJANG LEBONG ISSN: 141-8837 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADA KOPI TRADISIONAL DAN KOPI SAMBUNG DI DESA LUBUK KEMBANG, KEC. CURUP UTARA, KAB. REJANG LEBONG (FARMING INCOME ANALYSIS ON TRADITIONAL AND GRAFTING COFFEE

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

Kata Kunci : biaya, pendapatan, karet rakyat, kelapa sawit rakyat

Kata Kunci : biaya, pendapatan, karet rakyat, kelapa sawit rakyat ANALISIS KOMPARASI TINGKAT PENDAPATAN USAHA TANI KARET RAKYAT DENGAN USAHA TANI KELAPA SAWIT RAKYAT DI DESA BUNTU BAYU KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN Selly Natalia 1), Salmiah 2) dan Sinar Indra

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

ANALISIS USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 Maret 2008, Vol. 4 No. 1 ANALISIS USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO ANALYSIS OF MAIZE LAND HOLDING AT THE DRY LAND AT LIMBOTO

Lebih terperinci

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung PRISMA (08) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung Ulfasari Rafflesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 3 (2) : 240 246, April 2015 ISSN : 23383011 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI Feasibility study on Pineapple Farming at Doda Village, Sigi

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI DEWI SAHARA, YUSUF DAN SUHARDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara ABSTRACT The research on increasing farmer

Lebih terperinci

Asda Rauf; Amelia Murtisari Jurusan Agribisnis Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

Asda Rauf; Amelia Murtisari Jurusan Agribisnis Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo Jurnal Jurnal Perspektif Perspektif Pembiayaan Pembiayaan dan Pembangunan dan Pembangunan Daerah Daerah Vol. 2. Vol. 2, 2 Oktober-Desember. 1, Juli - September 2014 2014 ISSN: 2338-4603 Penerapan Sistem

Lebih terperinci

BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG

BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG 44 BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG (Its Outgrows Chili Contribution Outgrow( Capsicum annum L ) To Rice Farmer Income

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING HERY SURYANTO DAN SUROSO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Dalam mengusahakan tanaman lada (Piper nigrum L) banyak menghadapi kendala

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 1 (4) : 391-398, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Sensitivity Analysis Of Cocoa

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENINGKATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PROGRAM PRIMA TANI DESA SEBAPO, PROVINSI JAMBI 1)

PERCEPATAN PENINGKATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PROGRAM PRIMA TANI DESA SEBAPO, PROVINSI JAMBI 1) PERCEPATAN PENINGKATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PROGRAM PRIMA TANI DESA SEBAPO, PROVINSI JAMBI 1) Firdaus*, Endrizal*, Jon Hendri* *Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian KM 6,5 Bengkulu

Lebih terperinci

PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN TAHUNAN DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI DESA KERTA, KECAMATAN PAYANGAN, GIANYAR

PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN TAHUNAN DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI DESA KERTA, KECAMATAN PAYANGAN, GIANYAR PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN TAHUNAN DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI DESA KERTA, KECAMATAN PAYANGAN, GIANYAR Jemmy Rinaldi dan I Ketut Kariada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Tanaman tahunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 2 (3) : 337-342, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Feasibility Analysis Of Milkfish Farms

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI TANAMAN PADI DI KECAMATAN SEBANGKI KABUPATEN LANDAK JURNAL PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI TANAMAN PADI DI KECAMATAN SEBANGKI KABUPATEN LANDAK JURNAL PENELITIAN ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI TANAMAN PADI DI KECAMATAN SEBANGKI KABUPATEN LANDAK JURNAL PENELITIAN OLEH: GUNARDI DWI SULISTYANTO DR. NOVIRA KUSRINI, SP, M.SI MASWADI, SP, M.SC SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KARET (Hevea brasiliensis) DI DESA BUNGA PUTIH KECAMATAN MARANG KAYU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KARET (Hevea brasiliensis) DI DESA BUNGA PUTIH KECAMATAN MARANG KAYU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA 137 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KARET (Hevea brasiliensis) DI DESA BUNGA PUTIH KECAMATAN MARANG KAYU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA (The Revenue Analysis of Rubber Farming (Hevea brasiliensis) in Bunga

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL REPLANTING TANAMAN KARET DI DESA BATUMARTA 1 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

KELAYAKAN FINANSIAL REPLANTING TANAMAN KARET DI DESA BATUMARTA 1 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN KELAYAKAN FINANSIAL REPLANTING TANAMAN KARET DI DESA BATUMARTA 1 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN (FINANCIAL FEASIBILITY OF REPLANTING RUBBER PLANT IN BARUMARTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tentang Benih Pada Tanaman Karet Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagian tanaman

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2017, 35 (1) : 71-82 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2017, 35 (1) : 71-82 DOI:10.22302/ppk.jpk.v1i1.283 DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NAGAWUTUNG KABUPATEN LEMBATA

ANALISIS USAHATANI RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NAGAWUTUNG KABUPATEN LEMBATA 39 Buana Sains Vol 12 No 2: 39-44, 2012 ANALISIS USAHATANI RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NAGAWUTUNG KABUPATEN LEMBATA Asnah 1) dan L. Latu 2) 1)Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN KEDELAI (Glycine max L.) Muh. Fajar Dwi Pranata 1) Program Studi Agribisnis Fakultas

KELAYAKAN USAHATANI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN KEDELAI (Glycine max L.) Muh. Fajar Dwi Pranata 1) Program Studi Agribisnis Fakultas KELAYAKAN USAHATANI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN KEDELAI (Glycine max L.) Muh. Fajar Dwi Pranata 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi Fajardwipranata21@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Pendapatan Petani Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun, penentuan Dengan efisiensi biaya produksi maka akan mencapai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM 5.1. Sejarah Karet Dunia dan Indonesia Karet merupakan tanaman berumur panjang dan secara ekonomis satu siklus pertanamannya memakan waktu sekitar 30 tahun. Tanaman karet yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Pertanian Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI. Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI. Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi email: suharyon@yahoo.com ABSTRAK Analisis usahatani terhadap 10 responden yang melakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR ANALYSIS FEASIBILITY FINANCIAL OF RUBBER PLANTATIONS OF EX UPP

Lebih terperinci

POTENSI KAYU KARET HASIL PEREMAJAAN DI TINGKAT PERUSAHAAN PERKEBUNAN The Potency of Rubber Wood Derived from Rubber Estates Replanting Program

POTENSI KAYU KARET HASIL PEREMAJAAN DI TINGKAT PERUSAHAAN PERKEBUNAN The Potency of Rubber Wood Derived from Rubber Estates Replanting Program Warta Perkaretan 2012, 1(2), 75 84 POTENSI KAYU KARET HASIL PEREMAJAAN DI TINGKAT PERUSAHAAN PERKEBUNAN The Potency of Rubber Wood Derived from Rubber Estates Replanting Program Sekar Woelan, Nurhawaty

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS KLON KARET IRR SERI-100 DAN 200 PADA BERBAGAI AGROKLIMAT DAN SISTEM SADAP

PRODUKTIVITAS KLON KARET IRR SERI-100 DAN 200 PADA BERBAGAI AGROKLIMAT DAN SISTEM SADAP PRODUKTIVITAS KLON KARET IRR SERI-100 DAN 200 PADA BERBAGAI AGROKLIMAT DAN SISTEM SADAP Productivity of IRR 100 and 200 Series Rubber Clones on Various Agro-climate and Tapping Systems Aidi-Daslin Balai

Lebih terperinci