KEBIJAKAN PEMAJAKAN ATAS PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PEMAJAKAN ATAS PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PEMAJAKAN ATAS PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA RATIH WULANDARI DAN NING RAHAYU Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Abstrak. Penelitian ini membahas tentang kebijakan pemajakan atas produk perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia dalam memperhatikan asas-asas pemungutan pajak yang baik dan kendala-kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan studi lapangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan pemajakan atas produk perbankan syariah di Indonesia belum memperhatikan asas keadilan dan asas kepastian hukum, Di Malaysia, pemajakan atas produk perbankan syariah belum memperhatikan asas keadilan. Kendala-kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah, pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap bank syariah, dan peraturan yang ada belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah. Kata Kunci: Kebijakan Pemajakan; Perbankan Syariah; Asas-asas Pemungutan Pajak Taxation policy on Islamic Banking Products in Indonesia and Malaysia Abstract. This study discusses about two issues, the taxation policy on Islamic banking products in Indonesia and Malaysia in considering of good tax collection principles and constraints in the development of Islamic banking in Indonesia. This study used a qualitative approach to data collection techniques through the study of literature and field study. These results indicate that the taxation policy on Islamic banking products in Indonesia have regard to the principle of equality and the principle of certainty. In Malaysia, the taxation policy on Islamic banking products do not considered the equality principle. The development of Islamic banking in Indonesia still facing obstacles which are limited human resources with expertise on Islamic banks, people s miss understanding of the Islamic banks, and regulation that does not fully accommodate the operations of Islamic banks. Key words: Tax policy; Islamic Banking; Tax Collection Principles

2 1. PENDAHULUAN Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting didalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga perantara keuangan. Bank dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagaimana telah disebutkan bahwa bank memiliki peran penting di dalam kehidupan masyarakat, namun demikian tidak semua golongan masyarakat dapat menerima keberadaan lembaga perbankan (konvensional) tersebut. Keberatan tersebut antara lain berkaitan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Seperti halnya bank konvensional, bank Islam juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution) yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah. Perbankan syariah di Indonesia diawali dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991 di Jakarta yang juga merupakan hasil kerja Tim Perbankan MUI dan mulai beroperasi 1 Mei Berkenaan dengan perpajakan, belum ada peraturan maupun ketentuan perpajakan yang mengatur secara spesifik mengenai transaksi keuangan syariah yang dilakukan oleh perbankan syariah pada awal lahirnya bank syariah di Indonesia. Reformasi perpajakan pada tahun 2008, salah satunya menghasilkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang dalam Pasal 31D memerintahkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur perlakuan Pajak Penghasilan atas transaksi kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Di Malaysia, sejalan dengan kemajuan pengembangan bank syariah, pemerintah telah lebih dahulu melakukan sejumlah penyempurnaan Undang-Undang yang dapat menjadi insentif bagi lembaga dan pengguna jasa keuangan syariah. Peneliti akan menganalisis kesesuaian kebijakan pemajakan atas produk perbankan syariah yang ada saat ini di Indonesia dan Malaysia dengan asas-asas pemungutan pajak yang baik serta menganalisis kendala-kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan mengenai kebijakan pemajakan atas produk perbankan syariah karena dalam hal ini baru ada peraturan perpajakan di Indonesia

3 yang benar-benar mengatur secara khusus, setelah sebelumnya tidak ada peraturan yang mengatur serta ingin melihat kendala-kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Pemilihan Malaysia sebagai negara pembanding dengan alasan: (i) Malaysia merupakan pelopor dan pioneer perbankan syariah di Asia Tenggara (Wilson, 2005), (ii) Malaysia telah jauh lebih dahulu memiliki payung yuridis bagi berkembangnya produk dan jasa keuangan syariah dengan adanya Islamic Banking Act 1983, (iii) Malaysia telah lebih dahulu mengakomodasi kebutuhan lembaga keuangan syariah dibandingkan Indonesia dengan mengamandemen serta menyempurnakan Undang-Undang perpajakannya yang bertujuan untuk menghindari terjadinya diskriminasi penerapan ketentuan pajak terhadap instrumen keuangan syariah. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kebijakan pemajakan atas produk perbankan syariah di Indonesia dan di Malaysia dalam memperhatikan asas-asas pemungutan pajak yang baik 2. Menganalisis kendala-kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia 2. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Kebijakan Fiskal Ada dua pengertian kebijakan fiskal, yaitu berdasarkan pengertian luas dan menurut pengertian sempit. Kebijakan fiskal berdasarkan pengertian luas adalah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi dengan mempergunakan instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara. Adapun kebijakan fiskal berdasarkan pengertian sempit adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan bagaimana tatacara pembayaran pajak yang terhutang. Kebijakan fiskal berdasarkan pengertian sempit ini disebut juga Kebijakan Perpajakan. (Mansury, 1999, h. 1) Kebijakan ini pertama-tama ditentukan berdasarkan atas suatu hasil kajian tentang : sebaiknya apa-apa saja yang dipakai sebagai tujuan pemungutan pajak. Keefektifan suatu kebijakan pajak, menurut Thuronyi terganyung pada kata-kata yang penuh arti, dapat dimengerti, masuk akal, dan tersusun dengan baik ( The effectiveness of tax law is enhanced if its words are meaningful, intelligible, well thought out, and well organized ). 2.2 Asas-asas Pemungutan Pajak Menurut Smith, sebagaimana yang dikutip oleh Nurmantu menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada 4 asas, yaitu:

4 1. Equality: The subjects of every state ought to contribute towards the support of the government, as nearly possible, propotion to their respective abilities; that is, in proportion to the revenue which they respectively enjoy under the protection of the state 2. Certainty: The time of the tax of payment, the manner of payment and the quantity to be paid should certain, clear, and plain to the contributor and every other person 3. Convenience: Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it most likely to be convenient for the contributor to pay 4. Efficiency: Every tax ought to be contrived as both to take out and keep out of the pockets of the people as little as possible, over and above what brings into the public treasury (Nurmantu, 2003, h. 82) Asas keadilan atau equity merupakan salah satu asas yang sangat penting untuk diperhatikan di dalam suatu sitem pemungutan pajak. Asas keadilan menghendaki supaya tekanan pajak diantara subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan Negara. Menurut Mansury, terdapat persyaratan-persyaratan yang harus terpenuhi dalam pemenuhan asas keadilan secara horizontal dan vertikal. Syarat keadilan horizontal adalah: (Mansury, 1996, h. 4) a. Definisi penghasilan, semua tambahan kemampuan ekonomis, yaitu semua tambahan kemampuan untuk dapat menguasai barang dan jasa, dimasukan dalam pengertian objek pajak atau definisi penghasilan, b. Globality, semua tambahan kemampuan itu merupakan ukuran dari keseluruhan kemampuan membayar atau the global ability to pay, oleh karena itu harus dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak, c. Nett income, yang menjadi ability to pay adalah jumlah neto setelah dikurangi semua biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu, d. Personal exemption, untuk wajib pajak orang pribadi suatu pengurangan untuk memelihara diri Wajib pajak, e. Equal treatment for the equals, jumlah seluruh penghasilan yang memenuhi definisi penghasilan, apabila jumlahnya sama, dikenakan pajak dengan tarif yang sama, tanpa membedakan jenis-jenis penghasilan atau sumber penghasilan. Syarat keadilan vertikal adalah;

5 a. Unequal treatment for the unequals, yang membedakan besarnya tarif adalah jumlah seluruh penghasilan atau jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis, bukan karena perbedaan sumber penghasilan atau perbedaan jenis penghasilan, b. Progression, apabila jumlah penghasilan seorang wajib pajak lebih besar, dia harus membayar pajak lebih besar dengan menerapkan tarif pajak yang prosentasenya lebih besar. Asas kepastian antara lain mencakup kepastian mengenai siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, apa-apa saja yang dijadikan sebagai objek pajak, serta besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan bagaimana jumlah pajak yang terutang itu harus dibayar (Rosdiana dan Tarigan, 2005, h. 134). Asas convenience dimaksudkan supaya saat pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang menyenangkan /memudahkan wajib pajak, misalnya pada saat menerima penghasilan. Asas efficiency, dapat dilihat dari dua sisi: dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban Wajib Pajak) lebih kecil dari jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin. 2.3 Insentif Pajak Insentif pajak atau yang dalam peraturan perpajakan Indonesia disebut dengan fasilitas pajak secara umum dapat diartikan sebgai kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal perpajakan. Dalam bukunya, Tax Incentives in Developing Countries and International Taxation, Viherkentta mengatakan: There is no universally accepted definition of a tax incentives, In this study, the concept denotes a tax reduction intended to encourage business operations including inward foreign investment (Viherkentta, 1991, h. 6) Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa insentif pajak merupakan sebuah fasilitas yang diberikan kepada investor agar tertarik untuk menanamkan modalnya disuatu Negara. Beberapa alasan rasional pemberian insentif usaha dalam bentuk insentif pajak menurut tulisan yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) adalah: Industrial policy The transfer of property knowledge or technology Employment objectives Access to overseas market

6 Regional or locational objectives (Chalk, 2001) Menurut Spitz sebagaimana dikutip oleh Suandy umumnya terdapat empat macam bentuk insentif pajak, yaitu: (Suandy, 2006, h. 18) Pengecualian dari pengenaan pajak Pengurangan dasar pengenaan pajak Pengurangan tarif pajak Penangguhan pajak 2.4 Perpajakan dalam Lembaga Perbankan Lembaga keuangan khususnya perbankan pada banyak negara berkembang merupakan objek pajak yang penting. Hal ini terutama didukung oleh keadaan dimana umumnya lembaga perbankan memiliki sistem akuntansi dan pembukuan yang sistematis. Pada banyak Negara terkadang terjadi distorsi kebijakan perpajakan terhadap lembaga keuangan yang mencerminkan sekaligus 2 (dua) hal, yaitu perilaku keengganan untuk berubah (inertia) dan opportunism. (Honohan, 2003) Menurut Honohan (2003), perpajakan bagi lembaga keuangan sebaiknya memenuhi (tiga) kriteria yaitu: Pertama, dapat meminimalkan distorsi yang ditimbulkan dari kebijakan perpajakan, khususnya menghindari terjadinya disintermediasi pada lembaga keuangan formal misalnya dalam bentuk peralihan kepada lembaga yang tidak dikenakan pajak atau pesaing lembaga keuangan formal yang terkena beban pajak lebih rendah. Kedua, kebijakan perpajakan tersebut dapat menjadi instrumen korektif dari distorsi yang terjadi dalam lembaga keuangan seperti yang dihasilkan oleh imperfect dan asymmetric information kontrak keuangan. Ketiga, kebijakan tersebut tidak memaksakan melakukan pemungutan pajak pada aktivitas dan sektor keuangan yang potensi penerimaannya lebih kecil dari marginal distortion cost. 3. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena peneliti berupaya untuk mendapatkan pemahaman mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu kebijakan pajak atas produk perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia dalam memperhatikan asas-asas pemungutan pajak yang baik, serta ingin mengetahui kendala-kendala dalam pengembangan bank syariah di Indonesia. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Jenis penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan adalah deskriptif,

7 berdasarkan manfaat adlah penelitian murni, berdasarkan dimensi waktu adalah crosssectional. 4. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Kebijakan Pemajakan atas Produk Perbankan Syariah Indonesia dan Malaysia a. Produk Penghimpunan Dana Berdasarkan konsep asas-asas pemungutan pajak menurut Adam Smith ada empat hal yang harus diperhatikan dalam suatu pemungutan pajak yaitu equity, certainty, convenience, dan efficiency. Menurut Mansury, keadilan dalam suatu pemungutan pajak dapat diukur melalui tujuh persyaratan. Persyaratan tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu, keadilan horizontal dan keadilan secara vertikal. Pemungutan pajak atas bonus dari deposito, tabungan, dan giro dapat dikatakan adil secara horizontal jika memenuhi lima persyaratan yang diajukan oleh Mansury, pertama definisi penghasilan. Pendefinisian penghasilan yang menjadi objek pajak harus dilakukan secara tegas, jelas, tidak mengandung arti ganda dan tidak memberikan penafsiran lain. Di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2009 mengatur perlakuan Pajak Penghasilan atas transaksi kegiatan Usaha Berbasis Syariah dipersamakan dengan atau sebagaimana yang berlaku atas transaksi sepadan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam industri yang sama yang berdasarkan sistem konvensional (mutatis mutandis).pada pemungutan pajak penghasilan atas bonus dari deposito, tabungan, dan giro di Indonesia pendefinisian objek pajak diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (1) huruf f. Berdasarkan Undang-undang pajak penghasilan Malaysia jenis penghasilan berupa bagi hasil atau bonus yang diterima oleh Subjek Pajak Malaysia dari bank syariah merupakan objek pajak penghasilan. Definisi penghasilan yang menjadi objek pajak, dalam hal ini bonus (bunga) baik di Indonesia maupun Malaysia telah dilakukan secara tegas, jelas, tidak mengandung arti ganda, dan tidak memberikan penafsiran lain. Dengan demikian pemungutan pajak atas bonus tersebut telah memenuhi persyaratan pertama dari keadilan horizontal. Persyaratan yang kedua adalah globality, ukuran kemampuan membayar adalah jumlah keseluruhan tambahan kemampuan ekonomis selama satu tahun pajak dari sumber apapun dan berapa penghasilan yang diterima dan dengan jenis apapun. Pengenaan pajak penghasilan atas bonus yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia dan Malaysia dikenai

8 pajak final, sehingga penghasilan tersebut tidak lagi digabung dengan penghasilan lain yang di terima oleh wajib pajak. Dengan demikian pengenaan pajak penghasilan final atas atas bonus yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia dan Malaysia tidak dapat memenuhi persyaratan kedua dari keadilan horizontal karena pajak dikenakan hanya pada satu jenis penghasilan yaitu bonus (bunga). Pada pemotongan pajak penghasilan final atas bunga yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia dan Malaysia dalam menghitung penghasilan kena pajak, dasar pengenaannya adalah gross income. Pajak penghasilan dikenakan langsung tanpa memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan wajib pajak. Hal ini tentu tidak sesuai dengan persyaratan ketiga yang dikemukakan oleh Mansury, yaitu penghasilan netto (nett income). Jadi persyaratan ketiga dari keadilan horizontal juga tidak terpenuhi baik di Indonesia maupun Malaysia. Persyaratan yang keempat adalah personal exemption, untuk wajib pajak orang pribadi perlu diberikan pembebasan atau pengurangan atas penghasilannya yang dikenakan pajak. Pembebasan atau pengurangan itu dianggap sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk memungkinkan wajib pajak tersebut mempunyai kemampuan untuk mencari penghasilan. Pemberian personal exemption merupakan keharusan, akan tetapi pemberiannya lebih tepat diterapkan pada sistem global taxation. Pada pemungutan pajak atas bunga yang diperoleh dari bank syariah baik di Indonesia maupun Malaysia tidak diberikan personal exemption karena pajak penghasilan hanya dikenakan atas satu jenis penghasilan sehingga pemberian personal exemption tidaklah tepat. Syarat keempat keadilan horizontal tidak terpenuhi pada pemungutan pajak atas bunga yang diterima oleh orang pribadi. Persyaratan yang kelima adalah Equal treatment for the equals, suatu pemungutan pajak adalah adil secara horizontal apabila beban pajaknya adalah sama atas semua Wajib Pajak yang mendapatkan penghasilan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan berasal. Pemungutan pajak atas bunga yang diperoleh dari bank syariah dikenakan pajak penghasilan final, berarti menggunakan sistem schedular taxation yang membedakan penghasilan berdasarkan jenisnya. Dengan demikian, pajak penghasilan final atas bunga tabungan, deposito dan giro yang berasal dari perbankan syariah baik di Indonesia maupun Malaysia tidak memenuhi persyaratan yang kelima yaitu menghendaki perlakuan yang sama terhadap penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang sama. Terkait dengan pemenuhan asas keadilan secara vertikal, ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kebijakan pajak penghasilan menurut Mansury. Persyaratan yang pertama adalah, unequal treatment for the unequals. Penghasilan yang diperoleh oleh nasabah dari produk simpanan di bank syariah tentu akan berbeda-beda tergantung jumlah dana yang

9 di setor serta jenis produknya yang dipengaruhi oleh penggunaan prinsip (akad) syariah yang berbeda. Pemungutan pajak penghasilan atas bonus atau bagi hasil yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia maupun Malaysia dikenakan pajak final dengan tarif tunggal. Dengan demikian, kebijakan pajak penghasilan atas bonus atau bagi hasil yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia maupun Malaysia tidak dapat mengakomodir persyaratan unequal treatment for the unequals. Persyaratan yang kedua adalah progression, pajak penghasilan atas bonus atau bagi hasil yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia maupun Malaysia menggunakan tarif tunggal dalam pengenaan pajak penghasilan, sehingga syarat progression tidak dapat terpenuhi. Dari kelima syarat yang diajukan oleh Mansury demi tercapainya keadilan horizontal dalam pemungutan pajak, hanya satu persyaratan yang terpenuhi oleh kebijakan pajak penghasilan final atas bonus (bunga) deposito, tabungan, serta giro dari bank syariah yakni syarat definisi penghasilan. Jadi dengan kata lain, kebijakan pajak penghasilan final atas atas bonus (bunga) deposito, tabungan, serta giro dari bank syariah di Indonesia dan Malaysia belum memperhatikan keadilan secara horizontal maupun vertikal. Asas yang terpenting dalam suatu pelaksanaan pemungutan pajak selanjutnya adalah asas kepastian hukum atau certainty. Asas kepastian hukum menghendaki agar pengenaan pajak kepada Wajib Pajak haruslah jelas penetapannya dan tidak menimbulkan keragu-raguan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan kepastian subjek pajaknya, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 terkait dengan produk penghimpunan dana, maka yang menjadi subjek pajak adalah nasabah yang melakukan penyimpanan dana nya melalui tabungan, giro atau deposito pada bank syariah sedangkan objeknya adalah penghasilan yang diterima oleh nasabah baik berupa bonus maupun bagi hasil (bunga). Sedangkan mengenai tarifnya adalah 20% dari jumlah bruto yang diterima oleh nasabah, prosedurnya adalah melalui mekanisme withholding tax sama dengan prosedur pajak penghasilan berupa bunga pada perbankan konvensional. Berdasarkan hal-hal tersebut, asas kepastian hukum atas pemungutan pajak penghasilan yang diperoleh dari produk penghimpunan dana di bank dapat dikatakan telah diperhatikan. Di Malaysia, kepastian mengenai kepastian subjek pajak, kepastian objek pajak, kepastian mengenai tarif dan prosedur perpajakannya semua tertuang dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (Income Tax Act 53). Berdasarkan Income Tax Act 53 Part VII Section 109C, subjek pajaknya adalah subjek pajak dalam negeri Malaysia yang memperoleh penghasilan berupa bonus (bunga) dari bank atau lembaga keuangan sesuai Banking and Finance Institutions Act 1989 atau Islamic Bank Act 1983 serta objek pajaknya adalah penghasilan

10 berupa bonus (bunga) yang tidak dikecualikan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia sebagaimana yang telah diapaparkan sebelumnya. Tarif pajak sebesar 5% diatur dalam Schedule 1 (Section6) tentang tarif pajak. Sementara prosedur perpajaknnya adalah melalui pemotongan oleh bank yang kemudian diwajibkan menyetor pajak yang dipotong tersebut kepada Direktur Jendral Lembaga Hasil Dalam Negeri Malaysia. Dalam asas pemungutan pajak juga perlu diperhatikan mengenai asas convenience, dimaksudkan bahwa pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang menyenangkan/memudahkan wajib pajak. Permungutan pajak penghasilan atas bonus yang diperoleh nasabah dari produk penghimpunan dana baik di Indonesia maupun Malaysia menggunakan sistem withholding tax dengan bank sebagai pemberi penghasilan melakukan pemotongan pajak penghasilannya pada saat memberikan bonus kepada nasabah dengan demikian asas convenience nya telah diperhatikan. Asas convenience juga terkait dengan asas efficiency dalam pemungutan pajak. Asas efficiency dapat dilihat dari dua sisi: dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban Wajib Pajak) lebih kecil dari jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin. Digunakannya sistem pemungutan pajak withholding tax dalam pemungutan pajak penghasilan atas bonus yang diperoleh nasabah dari produk penghimpunan dana baik di Indonesia maupun Malaysia telah memperhatikan asas efficiency dalam kaitannya dengan sistem pemungutan pajak atas bonus atau bagi hasil yang diperoleh nasabah dari giro syariah, tabungan syariah, deposito syariah, saving account dan investment account. Salah satu kebijakan pajak Malaysia yang berbeda dengan Indonesia adalah adanya bentuk insentif pajak berupa pengecualian dari pengenaan pajak penghasilan atas bonus yang diperoleh dari penempatan dana di bank syariah oleh bukan subjek pajak Malaysia. Sebagaimana yang diatur dalam Income Tax Exemption Order No. 12 Tahun 2007 yang terdapat dalam Undang-undang pajak penghasilan Malaysia (Schedule 6, Paragraph 33 Income Tax Act 53), atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh nasabah yang bukan merupakan subjek pajak Malaysia dari bank syariah merupakan jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan. Insentif berupa pengecualian penghasilan berupa bunga yang diterima oleh nasabah yang bukan merupakan subjek pajak Malaysia dari bank syariah dari pengenaan pajak penghasilan di Malaysia pada dasarnya merupakan salah satu upaya menghilangkan

11 perbedaan perlakuan perpajakan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional. Pemberian insentif pajak ini menarik masuknya dana yang berasal dari luar Malaysia ke bankbank syariah yang ada di Malaysia. Semakin banyaknya dana yang terhimpun oleh bank tentu dapat membantu perluasan usaha, selain itu dana yang ada dapat di salurkan melalui bentukbentuk produk pembiayaan syariah yang tentu saja akan sangat bermanfaat dalam menggerakan sektor ekonomi riil Malaysia Sampai sejauh ini, pemberian insentif ini telah menunjukan pengaruh positif dalam perkembangan keuangan Islam di Malaysia terutama untuk bank syariah salah satunya adalah menghilangkan ketergantungan sumber dana dari penempatan-penempatan dana oleh pemerintah. b. Produk Penyaluran Dana dan Pelayanan Jasa Pemungutan pajak atas penghasilan usaha yang diterima bank syariah dapat dikatakan adil secara horizontal jika memenuhi lima persyaratan yang diajukan oleh Mansury, pertama definisi penghasilan. Pendefinisian penghasilan yang menjadi objek pajak harus dilakukan secara tegas, jelas, tidak mengandung arti ganda dan tidak memberikan penafsiran lain. Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 pasal 23 ayat 4 huruf a, atas penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank tidak dilakukan pemotongan pajak. Sehingga penghasilan yang diperoleh oleh bank syariah di Indonesia dari produk penyaluran dana serta pelayanan jasa menjadi penghasilan dari usaha yang menjadi objek pajak penghasilan badan. Sedangkan di Malaysia, setelah amandemen, pasal 2 ayat 7 Income Tax Act menetapkan bahwa keuntungan atau laba yang diterima dan biaya yang dikeluarkan, sebagai pengganti bunga dari transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, diperlakukan dengan cara yang sama sebagai pendapatan bunga. Oleh karena itu, pendapatan yang diperoleh dari transaksi penyaluran dana dan pelayanan jasa merupakan objek pajak berdasarkan pasal 4 huruf a yaitu sebagai pendapatan bisnis (bussines income). Definisi penghasilan yang menjadi objek pajak, dalam hal ini yang diperoleh oleh bank syariah dari penyaluran dana serta pelayanan jasa baik di Indonesia maupun Malaysia telah dilakukan secara tegas, jelas, tidak mengandung arti ganda, dan tidak memberikan penafsiran lain. Dengan demikian pemungutan pajak atas bonus tersebut telah memenuhi persyaratan pertama dari keadilan horizontal. Persyaratan yang kedua adalah globality, ukuran kemampuan membayar adalah jumlah keseluruhan tambahan kemampuan ekonomis selama satu tahun pajak dari sumber apapun dan berapa penghasilan yang diterima dan dengan jenis apapun. Baik di Indonesia maupun Malaysia menggunakan sistem scheduler taxation yang membedakan penghasilan berdasarkan jenisnya, maka persyaratan globality tidak terpenuhi. Persyaratan yang ketiga

12 adalah penghasilan netto (nett income). Penghasilan yang diperoleh bank syariah di Indonesia maupun Malaysia dari produk penyaluran dana serta pelayanan jasa menjadi penghasilan dari usaha yang menjadi objek pajak penghasilan badan. Dalam menghitung besarnya pajak terhutang, penghasilan tersebut terlebih dahulu akan dikurangi dengan biaya-biaya yang diperbolehkan, sehingga dasar pengenaan pajaknya adalah penghasilan netto. Biaya-biaya yang menjadi pengurang penghasilan bruto sama hal nya dengan personal exemption yang ada pada wajib pajak orang pribadi. Dengan demikian persyaratan ketiga yaitu penghasilan netto dapat dikatakan telah terpenuhi, selain itu dengan adanya biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto maka terpenuhi pula persyaratan keempat yaitu personal exemption. Persyaratan yang kelima adalah Equal treatment for the equals, suatu pemungutan pajak adalah adil secara horizontal apabila beban pajaknya adalah sama atas semua Wajib Pajak yang mendapatkan penghasilan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan berasal. Jika perbedaan ini berlaku, maka pengenaan pajak menjadi tidak adil karena seharusnya yang menjadi dasar perbedaan perlakuan pajak antara wajib pajak yang satu dengan yang lainnya adalah jumlah global amount yang berbeda dan bukan jenis penghasilan yang berbeda. Baik di Indonesia maupun Malaysia menggunakan sistem scheduler taxation yang membedakan penghasilan berdasarkan jenisnya Dengan demikian, pajak penghasilan atas produk penyaluran dana dan pelayanan jasa yang diperoleh perbankan syariah baik di Indonesia maupun Malaysia tidak memenuhi persyaratan yang kelima yaitu menghendaki perlakuan yang sama terhadap penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang sama. Dari kelima syarat yang diajukan oleh Mansury demi tercapainya keadilan horizontal dalam pemungutan pajak, persyaratan yang terpenuhi oleh kebijakan pajak penghasilan atas produk penyaluran dana dan pelayanan jasa yang diperoleh bank syariah yakni syarat definisi penghasilan, penghasilan netto serta personal exemption. Jadi dengan kata lain, kebijakan pajak penghasilan final atas atas bonus (bunga) deposito, tabungan, serta giro dari bank syariah di Indonesia dan Malaysia memperhatikan keadilan secara horizontal. Terkait dengan pemenuhan asas keadilan secara vertikal, ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kebijakan pajak penghasilan menurut Mansury. Persyaratan yang pertama adalah, unequal treatment for the unequals. Pemungutan pajak penghasilan atas bonus atau bagi hasil yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia maupun Malaysia dikenakan pajak dengan tarif tunggal. Dengan demikian, kebijakan pajak penghasilan atas

13 bonus atau bagi hasil yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia maupun Malaysia tidak dapat mengakomodir persyaratan unequal treatment for the unequals. Persyaratan yang kedua adalah progression, pajak penghasilan atas bonus atau bagi hasil yang diperoleh dari bank syariah di Indonesia maupun Malaysia menggunakan tarif tunggal dalam pengenaan pajak penghasilan atas produk penyaluran dana dan pelayanan jasa, sehingga syarat progression tidak dapat terpenuhi. Dengan demikian, kebijakan ini dapat dikatakan tidak memperhatikan keadilan secara vertikal. Selain asas keadilan, asas yang terpenting dalam suatu pelaksanaan pemungutan pajak adalah asas kepastian hukum atau certainty. Asas kepastian hukum menghendaki agar pengenaan pajak kepada Wajib Pajak haruslah jelas penetapannya dan tidak menimbulkan keragu-raguan dalam pelaksanaannya. Asas kepastian hukum dalam produk pembiayaan syariah dalam beberapa hal masih terdapat ketidakpastian. Pertama, terkait dengan perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai pada transaksi murabahah. Pada periode sebelum lahirnya Undang-undang nomor 42 tahun 2009, atas transaksi murabahah dikenakan pajak pertambahan nilai sebagimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP, diketahui bahwa terdapat tunggakan utang pajak pertambahan nilai pada beberapa bank syariah. Kemudian kebijakan yang diambil oleh Direktorat Pajak pada saat itu adalah mengajukan usulan PPN Ditanggung Pemerintah yang kemudian disahkan DPR dan dimasukan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2010 mengenai perubahan APBN tahun anggaran 2010 yang kemudian terbitlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251 tahun Dalam praktiknya, peraturan menteri ini tidak berjalan. Hal ini sebgaimana yang disampaikan oleh bapak Marlan Kepala Divisi Akuntansi Bank Syariah Mandiri dari Bank Syariah Mandiri: Kebijakan ini menurut Bank Syariah Mandiri sama sekali belum bisa diimplementasikan, karena teknisnya bermasalah. Terakhir kita bicara dengan temanteman dari badan kebijakan fiskal mengatakan bahwa pada prakteknya teman-teman di Dirjen Pajak kesulitan mengaplikasikan peraturan menteri keuangan ini, karena dari pemeriksaan BPK mereka tidak merekomendasikan PPN murabahah ditanggung pemerintah. (wawancara tanggal 12 Juni 2012 di kantor pusat Bank Syariah Mandiri) Sehingga dalam hal ini aspek kepastian hukum mengenai utang pajak atas transaksi murabahah yang terutang belum terpenuhi karena sampai saat ini bank-bank yang sudah menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN murabahah belum menerima kejelasan tentang bagaimana status utang pajak mereka tersebut.

14 Masalah yang kedua terkait dengan transaksi ijarah muntahiyah bittamlik. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa terdapat perbedaan pendapat antara bank dengan pihak DJP mengenai pembebanan biaya penyusutan. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 1169 tahun 1991 kegiatan sewa usaha guna usaha dengan hak opsi ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya. Demikian juga pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 tahun 2011 mengatur tentang pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah yang dijalankan oleh kegiatan usaha non-bank. Peraturan-peraturan yang ada saat ini mengatur transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan non-bank. Jika DJP memang menginginkan perlakuan pajak antara bank syariah dan bank konvensional di samakan maka seharusnya dilakukan perubahan ataupun penambahan dalam peraturan-peraturan tersebut mengenai pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dijalankan oleh bank syariah sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda pada tahap implementasi kebijakannya. Hal ini dikarenakan pada praktiknya terdapat perbedaan penerapan, sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak Marlan selaku Kepala Divisi Akuntansi Bank Syariah Mandiri berikut: Kita mengajukan permohonan revisi peraturan itu agar tidak ada penafsiran yang berbeda-beda pada tahap implementasinya karena tidak semua bank syariah berani membiayakan biaya penyusutan itu karena khawatir tersangkut masalah pajak biasanya sih bank-bank asing yang lebih takut dan sebelum peraturannya direvisi maka mereka tidak akan membiayakan (wawancara tanggal 12 Juni 2012 di kantor pusat bank syariah mandiri) Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kepastian hukum mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif dan prosedur perpajakannya. Di Indonesia kepastian hukum atas prosedur perpajaknnya masih belum diperhatikan karena masih adanya keragu-raguan dalam pelaksaan prosedur perpajakan atas produk pembiayaan dengan prinsip murabahah serta ijarah muntahiyah bittamlik sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Berbeda dengan Indonesia yang melakukan penyesuaian peraturan perpajakannya jauh setelah lahirnya bank syariah pertama di Indonesia, Malaysia justru sebelum lahirnya bank syariah pertamanya telah membuat berbagai peraturan yang dapat mendukung serta menghapus peraturan-peraturan yang dapat menghambat operasional bank. Hal ini tentu akan lebih memberi kepastian hukum yang lebih kuat karena dalam perjalanannya bank syariah telah memiliki landasan hukum yang jelas sehingga minim menimbulkan keragu-raguan dalam hal kepastian hukumnya. Pajak penghasilan atas produk penyaluran dana serta pelayanan jasa yang diperoleh bank syariah di Indonesia maupun Malaysia tergolong dalam jenis penghasilan yang diperoleh dari

15 usaha. Penghasilan ini merupakan objek pajak penghasilan badan. Sistem pemungutan pajak yang digunakan adalah, self assessment system sehingga besarnya pajak penghasilan badan yang harus dibayar di hitung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Asas convenience dalam pemungutan pajak dengan menggunakan self assessment system adalah dalam kewenangan wajib pajak untuk menghitung sendir pajak yang harus dibayarnya yang tentu saja tetap memperhatikan peraturan-peraturan yang di buat oleh fiskus serta tetap memperhatikan kemampuan membayar wajib pajak badan. Asas convenience juga terkait dengan asas efficiency dalam pemungutan pajak. Asas efficiency dapat dilihat dari dua sisi: dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban Wajib Pajak) lebih kecil dari jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin. Dalam sistem pemungutan self assessment system, fiskus berperan untuk mengawasi, seperti misalnya melakukan penelitian apakah Surat Pemberitahuan (SPT) telah diisi lengkap serta kebenaran perhitungan dan penulisan. Selanjutnya untuk memastikan kebenaran material data yang ada dalam SPT, fiskus akan melakukan pemeriksaan yang merupakan salah satu bentuk pengawasan. Sedangkan dari sisi wajib pajak, dalam hal biaya untuk pemenuhan kewajiban perpajakannya selain pajak yang harus dibayarkan juga adanya tambahan biaya jika dalam melakukan pelaksanaan kewajiban perpajakannya di lakukan oleh pihak lain yang dalam hal ini adalah konsultan pajak. Namun, penggunaan sistem pemungutan ini tetap dirasa lebih tepat dan tetap sesuai dengan asas efficiency. Dalam kaitannya dengan produk penyaluran dana serta pelayanan jasa yang dijalankan oleh bank syariah di Malaysia, juga terdapat insentif pajak yang diberikan yaitu bagi bank asing yang menjalankan bisnis perbankan dengan mata uang selain Ringgit Malaysia serta telah terdaftar dibawah Islamic Banking Act 1983, berdasarkan Income Tax Exemption Order No. 12, 2007 atas penghasilan yang diterimanya dari usaha yang dilakukan dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan badan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun Berdasarkan alasan dalam pemberian insentif sebagaimana yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund, pemberian insentif ini adalah guna mendorong majunya industri perbankan syariah yang ada di Malaysia (industrial policy). Dengan adanya insentif ini diharapkan para pelaku industri perbankan syariah dari Negara lain berminat untuk menanamkan modalnya di Malaysia. Jika dilihat dari jumlah bank syariah asing yang

16 membuka cabangnya di Malaysia, hingga bulan November tahun 2012 terdapat 11 Bank Syariah Lokal Malaysia dan 10 Bank Syariah yang berasal dari luar Malaysia. Berikut adalah nama-nama Bank Syariah asing yang ada di Malaysia: PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk, HSBC Amanah Malaysia Berhad, Kuwait Finance House (Malaysia) Berhad, Al Rajhi Banking & Investment Corporation (Malaysia) Berhad, Asian Finance Bank Berhad, OCBC Al-Amin Bank Berhad, Standard Chartered Saadiq Berhad, Alkhair International Islamic Bank Bhd, Deutsche Bank Aktiengesellschaft dan Elaf Bank B.S.C. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikator bahwa insentif pajak yang diberikan pemerintah Malaysia cukup mampu menarik minat para pelaku industri perbankan syariah Negara-negara lain. Dari sisi para investor dengan adanya insentif ini tentu memberikan banyak keuntungan, diantaranya dana yang seharusnya dikeluarkan untuk membayar pajak penghasilan dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya. Selain itu dana yang ada dapat di salurkan melalui bentuk-bentuk produk pembiayaan syariah yang tentu saja akan sangat bermanfaat dalam menggerakan sektor ekonomi riil Malaysia serta mempermudah warga Malaysia dalam mendapatkan dana melalui pembiayaan syariah. Sampai sejauh ini, pemberian insentif ini telah menunjukan pengaruh positif dalam perkembangan keuangan Islam di Malaysia terutama untuk bank syariah salah satunya adalah menghilangkan ketergantungan sumber dana dari penempatan-penempatan dana oleh pemerintah serta membuka peluang transaksitransaksi perdagangan internasional sehingga membuka akses pasar internasional di Malaysia. Jika melihat dari kebijakan pajak yang diterapkan pemerintah Indonesia atas industri perbankan syariah, pajak hanya berfungsi sebagai sumber penerimaan Negara saja. Disisi lain fungsi regulerend yaitu fungsi untuk mengatur, untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, terutama ditujukan terhadap sektor swasta belum dioptimalkan. Malaysia, fungsi pajak atas perbankan syariah tidak hanya berfungsi menghimpun dana dari masyarakat demi kepentingan pembiayaan kegiatan pemerintah saja (fungsi budgetair) melainkan telah digunakan untuk mengatur keadaan industri perbankan syariah. Dengan diberikannya insentif-insentif pajak terkait industri perbankan syariah, pemerintah Malaysia mengharapkan akan semakin mendorong kemajuan industri perbankan syariah. Indonesia sendiri dalam pembuatan kebijakan atas perbankan syariah ini masih lahir dari desakan para pelaku industri perbankan syariah, sehingga kebijakan yang dihasilkan baru pada taraf pengaturan perlakuan perpajakannya saja dan belum berkembang pada usaha pengembangan indusri perbankan syariah secara makro.

17 4.2. Analisis Kendala-kendala Dalam Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia a. Terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan syariah disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping itu, lembagalembaga akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas dan peneliti bank), masih sangat sedikit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Yuslam Fauzi: Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi kendala utama di dalam mengembangkan perbankan syariah karena pekerja belum bisa mengikuti perkembangan pesat dan dinamis dari usaha jasa tersebut. Bagaimana pun, dalam mengembangkan bank syariah tidak sama dengan organisasi lain. Ada ilmunya sendiri dan perlu orang-orang yang mau belajar. Perbankan syariah setiap tahun masih kekurangan sekitar lima ribu orang tenaga kerja yang baru menamatkan kuliahnya dari perguruan tinggi negeri atau swasta di dalam negeri (di kutip dalam antara-news.com, diakses tanggal 25 November 2012) Pengembangan sumber daya manusia dibidang perbankan syariah sangat perlu karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan, serta ketrampilan pengelola bank. Sumber daya manusia dalam perbankan syariah harus memiliki pengetahuan yang khas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan, serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten. Keterbatasan sumber daya manusia yang memahami perbankan syariah dengan baik juga dapat mempengaruhi pengembangan produk-produk perbankan syariah. Kompetisi di industri perbankan sudah sangat ketat sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan produk-produk standar untuk menarik nasabah. b. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah Kurangnya pemahaman akan bank syariah melahirkan masih adanya pendapat bahwa tidak ada perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Prof. Irfan Syauqi: Saya melihat munculnya persepsi yang mengatakan bahwa tidak ada nya perbedaan antara bank syariah yang ada dengan bank konvensional itu disebabkan oleh banyak hal. Pertama, masyarakat belum banyak paham apa itu bank syariah. Sehingga karena ketidakpahaman itu, masih banyak yang

18 menganggap dalam prakteknya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, padahal sebenarnya ada perbedaan. Faktor kedua, bisa jadi dari sisi bank nya, misalkan customer service bank syariah kurang menjelaskan apa itu bank syariah atau juga bagian pembiayaan kurang menjelaskan kepada masyarakat yang memerlukan pembiayaan, mengapa pembiayaannya harus menggunakan akad ini, kenapa seperti ini.. (wawancara tanggal 2 Oktober 2012 di kantor pusat badan amil zakat nasional) Adanya perbedaan karakteristik produk bank konvensional dengan bank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara lain disebabkan oleh anggapan hilangnya kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Oleh karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana pada bank syariah juga dapat memberikan keuntungan finansial yang kompetitif. Disamping itu, salah satu karakteristik khusus dari hubungan bank dengan nasabah dalam sistem perbankan syariah adalah adanya moral force dan tutunan terhadap etika usaha yang tinggi dari semua pihak. Hal ini selanjutnya akan mendukung prinsip kehati-hatian dalam usaha bank maupun nasabah. c. Peraturan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah Sistem keuangan syariah secara karakteristik berbeda dengan sistem keuangan konvensional, terdapat beberapa kekhususan yang tidak dapat dipersamakan sehingga penggunaan kerangka hukum konvensional menjadi kurang memadai. Sehingga diperlukan peraturan-peraturan yang berbeda pula dari peraturan yang ada saat ini. Peraturan yang ada saat ini masih cenderung berorientasi kepada konsep bank konvensional, sehingga dalam operasionalnya masih banyak kendala. Belum adanya semacam kompilasi hukum ekonomi atau keuangan islam yang disepakati bersama untuk dijadikan rujukan dan disahkan oleh negara juga meupakan salah satu kendala. SIMPULAN DAN SARAN 1. Saran Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: a. Kesesuaian kebijakan pajak atas perbankan syariah di Indonesia dengan asas-asas pemungutan pajak; i) kebijakan pajak atas produk penghimpunan dana tidak memperhatikan asas keadilan (equality), sedangkan asas kepastian hukum (certainty), kenyamanan

19 (convenience) dan efisiensi (efficiency) telah diperhatikan, ii) kebijakan pajak atas produk penyaluran dana dan pelayanan jasa telah memperhatikan asas kenyamanan (convenience) dan efisiensi (efficiency), sedangkan asas keadilan (equality) dan asas kepastian hukum (certainty) tidak diperhatikan. b. Kesesuaian kebijakan pajak atas perbankan syariah di Malaysia dengan asas-asas pemungutan pajak; i) kebijakan pajak atas produk penghimpunan dana tidak memperhatikan asas keadilan (equality), kepastian hukum (certainty), kenyamanan (convenience) dan efisiensi (efficiency) telah diperhatikan, ii) kebijakan pajak atas produk penyaluran dana dan pelayanan jasa telah memperhatikan kepastian hukum (certainty, kenyamanan (convenience) dan efisiensi (efficiency) sedangkan asas keadilan (equality) tidak diperhatikan. c. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yaitu, sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sangat terbatas, pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah dan peraturan-peraturan yang terkait dengan bank syariah belum dapat mengakomodir dengan baik. 2. Saran a. Dalam pembuatan kebijakan pajak atas perbankan syariah sebaiknya perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait; praktisi perbankan syariah, dewan syariah nasional, bank Indonesia, serta akademisi, sehingga kebijakan yang lahir bisa mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang terkait dan tidak menimbulkan ketidakselerasan saat implementasi. Untuk melengkapi kebijakan pajak atas perbankan syariah Indonesia perlu juga mempertimbangkan adanya pemberian insentif pajak, sehingga pajak tidak berperan sebagai fungsi regulerend saja. b. Kendala-kendala yang dihadapi oleh bank syariah di Indonesia harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Salah satu yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membuat kerangka kebijakan perbankan syariah yang mencakup semua aspek, seperti dalam sisi standarisasi pendidikan untuk menciptakan sumber daya yang mumpuni dalam sektor perbankan syariah. Selain itu diperlukan kajian ulang atas kebijakan-kebijakan yang masih menimbulkan perbedaan pendapat antara pihak regulator dengan pihak praktisi. Untuk Perbankan syariah yang ada saat ini sebaiknya lebih menggalakan aspek edukasi publik baik

20 dengan cara memberikan penjelasan secara detail pada saat transaksi dengan para nasabah maupun dengan cara membuat brosur atau iklan. Kepustakaan Chalk, Nigel. A Tax Incentives in The Philippines: A Regional Perspective, IMF Working Paper Creswell, John W Research design: Qualitative & Quantitative Approaches. London: Sage Publication Inc. Hegazy, Walid Islamic Finance in Malaysia: A Tax Perspective. In Proceeding of The Harvard University Forum on Islamic Finance. Harvard University, Cambridge, MA. Honohan, Patrick Taxation of Financial Intermediation: Theory and Practice for Emerging Economies. Washington DC: The World Bank and Oxford University Press Mansury, R Kebijakan Fiskal, Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4) Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: Ind-Hill Co. Nurmantu, Safri Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit. Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suandy, Erly Perencanaan Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Syafi i Antonio, Muhammad Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Pres. Viherkentta, Timo Tax Incentives in Developing Countries and International Taxation, The Hague: Kluwer Law International. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah

Hukum Pajak. Asas-Asas dalam Pemungutan Pajak (Pertemuan #4) Semester Genap

Hukum Pajak. Asas-Asas dalam Pemungutan Pajak (Pertemuan #4) Semester Genap Hukum Pajak Asas-Asas dalam Pemungutan Pajak (Pertemuan #4) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami asas-asas dalam pemungutan pajak, khususnya four cannons of taxation; 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak adalah penyangga utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, seiring dengan tuntutan pembangunan yang diakomodir

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN Asas Keadilan PAJAK Untuk memberikan dasar pada keadilan ini maka dijelaskan dengan bermacam macam teori yaitu : 1. Teori Asura

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN Asas Keadilan PAJAK Untuk memberikan dasar pada keadilan ini maka dijelaskan dengan bermacam macam teori yaitu : 1. Teori Asura DASAR HUKUM DAN PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK Asas Keadilan Asas Yuridis Asas Ekonomis Asas Finansial PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK PRINSIP KEADILAN DAN PEMERATAAN (EQUALITY) PRINSIP

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok) ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) RIZKI WULANDARI Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994

DAFTAR PUSTAKA. Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994 DAFTAR PUSTAKA Buku: Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994 Dwidjowijoto, Riant N. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA DITINJAU DARI ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK

ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA DITINJAU DARI ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA DITINJAU DARI ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK Muhammad Maulana Imam S Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Tidak banyak yang memahami fungsi dan tujuan keberadaan Bank Indonesia dalam perekonomian nasional. Bank Indonesia seringkali dilihat sebagai bank umum yang bertugas

Lebih terperinci

8 Universitas Indonesia

8 Universitas Indonesia BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALISIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Secara Umum Sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagai UU KUP yang pertama

Lebih terperinci

SITY NURHAYATI Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI

SITY NURHAYATI Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI Hambatan dan Implikasi Beban Pajak Dalam Perubahan Ketentuan Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Badan Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Studi Kasus PT X) SITY NURHAYATI Program Studi Ilmu Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumbersumber penerimaan dari

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Abdurrahman (2002) bank sebelumnya memiliki kewajiban sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Abdurrahman (2002) bank sebelumnya memiliki kewajiban sebagai BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank dan Kewajibanya Menurut Abdurrahman (2002) bank sebelumnya memiliki kewajiban sebagai agent of development, pemerintah dalam hal ini khususnya departemen keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional

BAB I PENDAHULUAN. kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ide pendirian bank syariah di negara negara Islam tidak terlepas dari kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional yang beredar di negara

Lebih terperinci

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 9 No. 1, April 2009 : 9-17 ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT. RAFINDO IRON STEEL

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT. RAFINDO IRON STEEL ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT. RAFINDO IRON STEEL Iman Akbar Arrifandi, Heri Sukendar W Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No.27,(021) 53696969,Arrifandi94@gmail.com

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama yang menjadi andalan bagi. penerimaan kas Negara Indonesia, selain penerimaan negara dari sumber

BABl PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama yang menjadi andalan bagi. penerimaan kas Negara Indonesia, selain penerimaan negara dari sumber BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber utama yang menjadi andalan bagi penerimaan kas Negara Indonesia, selain penerimaan negara dari sumber yang lain. Negara Indonesia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA. A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya

BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA. A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Pajak Pada hakekatnya pengertian pajak berbeda-beda tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya. Perbankan Syariah dalam menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya. Perbankan Syariah dalam menjalankan fungsinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah sesuai UU No.21 tahun 2008 adalah segala sesuatu yang berkaitan tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran kepada negara. Sebuah iuran yang wajar, mengingat negara dan mereka yang membayar iuran sesungguhnya saling membutuhkan. Kontraprestasi yang diterima

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori keagenan Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. Namun disisi lain, manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai perantara keuangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

Implementasi Psak No. 31 Tentang Akuntansi Perbankan Untuk Pengakuan Pendapatan Dan Beban Bunga Pada PT. Bank Bjb Kantor Cabang Majalengka

Implementasi Psak No. 31 Tentang Akuntansi Perbankan Untuk Pengakuan Pendapatan Dan Beban Bunga Pada PT. Bank Bjb Kantor Cabang Majalengka Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2016-04-18 Implementasi Psak No. 31 Tentang Akuntansi Perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan merupakan salah satu instrumen yang penting dalam ekonomi modern, terutama dalam pembangunan suatu negara di bidang ekonomi. Bank memiliki peran sebagai

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN PAJAK BERGANDA ATAS TRANSAKSI MURA>BAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

BAB III KETENTUAN PAJAK BERGANDA ATAS TRANSAKSI MURA>BAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA BAB III KETENTUAN PAJAK BERGANDA ATAS TRANSAKSI MURA>BAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA A. Ketentuan Pajak Berganda Pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah suatu Negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya sangat memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh dua elemen penting yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan persaingan diantara perusahaan

Lebih terperinci

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. 1 Pengertian Pajak (1) Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah merupakan bagian dari pelaksanaan ekonomi Islam. Bank syariah atau Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah setiap lembaga yang kegiatan usahanya di

Lebih terperinci

136/PMK.03/2011 PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH

136/PMK.03/2011 PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH 136/PMK.03/2011 PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH Contributed by Administrator Friday, 19 August 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Intermediary) sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang

Intermediary) sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank mempunyai peran yang penting bagi aktivitas perekonomian. Karena berperan ke arah peningkatan taraf hidup masyarakat. Bank sebagai lembaga moneter dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diantaranya dari penerimaan pajak. Pada dasarnya fungsi pajak terdiri dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diantaranya dari penerimaan pajak. Pada dasarnya fungsi pajak terdiri dari dua BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Fungsi Pajak Pada pembahasan Bab sebelumnya penulis telah menjelaskan bahwa pemerintah membutuhkan sumber pembiayaan dari berbagai sumber penerimaan, diantaranya dari penerimaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sektor Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Negara Republik Indoneisa Nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan yaitu badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula permintaan atau kebutuhan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Namun,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian menjadi bagian penting dalam proses penelitian karena berbicara mengenai cara peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara berkembang yang tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, seperti

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG 1 BAB I LATAR BELAKANG I.1 Latar Belakang Masalah Melihat perkembangan di industri perbankan, kini setiap bank berlomba untuk meningkatkan jasa dalam bentuk servis kepada masyarakat. Sebagaimana kita ketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak

BABl PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya, selama lebih dari beberapa dasawarsa terakhir penerimaan dari sektor perpajakan mengalami perubahan yang selalu meningkat. Hingga saat

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003.

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. DAFTAR REFERENSI BUKU Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, PT RajaGrafindo Persada, edisi revisi 2006, Jakarta. Brotodihardjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pengeluaran pembangunan. Pentingnya penerimaan pajak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. maupun pengeluaran pembangunan. Pentingnya penerimaan pajak terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan yang penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2)

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2) Judul : Analisis Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak dan Pertumbuhan Penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) Sebelum dan Sesudah Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Nama : Ida Ayu Lidya Kusuma Dewi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pengenaan Pajak di Indonesia Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara Indonesia lebih-lebih dalam beberapa tahun terakhir ini. Dari tahun ke tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat peringkat 4 dari seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manusia tanpa terkecuali dalam kegiatan di perbankan. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manusia tanpa terkecuali dalam kegiatan di perbankan. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, pada masa ini masyarakat Indonesia telah sadar betapa pentingnya syariat islam dalam mengatur setiap kegiatan manusia tanpa

Lebih terperinci

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT LAPORAN SKRIPSI Oleh Anne Valerye Janias 1301042045 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana

BAB I PENDAHULUAN. tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. syariah. 2 Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. syariah. 2 Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk syariah. 2 Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia, perbankan syariah sangat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dahulu sektor perbankan hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai persepsi PNS atas pemungutan PPh Pasal 21 sesuai teori The Four Maxim Taxation, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Kata Kunci: Perhitungan, penyetoran, dan pelaporan

Kata Kunci: Perhitungan, penyetoran, dan pelaporan Judul : Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Jasa Pembasmian Hama Pada Villa X Nama : Ni Made Desi Sukmayanti Nim : 1406043073 ABSTRAK Undang-undang no.36 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ketiga, sehingga dalam praktek berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi informasi umum bahwa salah satu sumber pemasukan negara yang cukup menjanjikan adalah dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu sumber keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang utama yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang utama yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang utama yang harus dilakukan oleh para produsen dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan agar lebih berkembang

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PERUBAHAN PAJAK PENGHASILAN MENURUT UU NO 36 TAHUN 2008

POKOK-POKOK PERUBAHAN PAJAK PENGHASILAN MENURUT UU NO 36 TAHUN 2008 POKOK-POKOK PERUBAHAN PAJAK PENGHASILAN MENURUT UU NO 36 TAHUN 2008 OLEH: RITA KOESWATIE AGUSTINE 3203005306 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2009 POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah lama ada, dari adanya upeti wajib kepada

Lebih terperinci

Bab1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. industri perbankan. Perkembangan ini dapat dilihat dari sisi volume usaha,

Bab1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. industri perbankan. Perkembangan ini dapat dilihat dari sisi volume usaha, Bab1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dari industri perbankan. Perkembangan ini dapat dilihat dari sisi volume usaha, mobilisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang telah diketahui bahwa negara dalam hal menyelenggarakan pemerintahan termasuk membiayai pembangunan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Pajak di Indonesia adalah alat fiskal yang sangat penting, terbukti hampir 80% dana yang bersumber dari APBN berasal dari pajak. Pajak merupakan sumber

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya membutuhkan kesiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank sebagai salah satu lembaga keuangan merupakan sarana dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat. Bank sebagai lembaga keuangan yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN LATAR BELAKANG PENELITIAN 1.1. Latar Belakang Mengurangi ketergantungan sumber financial external terutama program luar negeri maka pemerintah Indonesia secara terus menerus

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak BAB 4 PEMBAHASAN Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat (1) yang saat ini berlaku di Indonesia mengandung pengertian bahwa, yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan dunia perbankan. Hampir semua aktivitas perekonomian memanfaatkan perbankan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan di segala bidang. Penerimaan negara dari sektor pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, sangat bertumpu pada pembangunan nasional demi mewujudkan kemakmuran rakyatnya. Dalam menjalankan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia, merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti; pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting. syariah telah memasuki persaingan berskala global,

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting. syariah telah memasuki persaingan berskala global, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting dalam memperlancar jalannya pembangunan suatu bangsa. Saat ini perbankan syariah telah memasuki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 1 Undang-undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan negaranya untuk berkembang di internasional. Untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), 32

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencangkup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank menurut istilah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkannya. Bank juga dikenal sebagai lembaga keuangan. yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkannya. Bank juga dikenal sebagai lembaga keuangan. yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Bank juga dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ditandai dengan semakin berkembangnya jaman dari waktu ke waktu, hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya dunia bisnis di Indonesia. Adanya kegiatan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan modern dewasa ini adalah suatu kebutuhan masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga keuangan tersebut adalah bank yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang berdaulat. Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang berdaulat. Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat merupakan tanggung jawab Negara yang berdaulat. Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini pajak merupakan sumber utama dana untuk pembangunan karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantara prinsip-prinsip tersebut yang paling utama adalah tidak

BAB I PENDAHULUAN. diantara prinsip-prinsip tersebut yang paling utama adalah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang melaksanakan perantara keuangan dari pihak-pihak yang kelebihan dana kepada pihak-pihak lain yang membutuhkan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KETENTUAN PAJAK YAYASAN DALAM MENENTUKAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG PADA YAYASAN PENDIDIKAN M DI SIDOARJO

ANALISIS KETENTUAN PAJAK YAYASAN DALAM MENENTUKAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG PADA YAYASAN PENDIDIKAN M DI SIDOARJO ANALISIS KETENTUAN PAJAK YAYASAN DALAM MENENTUKAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG PADA YAYASAN PENDIDIKAN M DI SIDOARJO Dewi Agustya Ningrum, SE., M.Ak. Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi UMAHA, Universitas

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.Cabang Batam

Analisis Perbandingan Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.Cabang Batam Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis Vol. 1, No. 2, December 2013, 140-146 p-issn: 2337-7887 Article History Received October, 2013 Accepted November, 2013 Analisis Perbandingan Beban Operasional

Lebih terperinci