BAB II TINJAUAN PUSTAKA. balik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan,
|
|
- Glenna Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Respon diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud balik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Selain itu menurut Daryl Beum respon juga diartikan sebagai tingkahlaku balas atau sikap yang menjadi tingkahlaku atau adu kuat. Respon pada hakekatnya merupakan tingkahlaku balas atau juga sikap yang menjadi tingkah laku balik, yang juga merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tersebut (Adi, 1994:105). Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:
2 1. Pengaruh atau penolakan. 2. Penilaian. 3. Suka atau tidak suka. 4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi. Perubahan sikap dapat menggambarkan respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu subjek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu: 1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik. 2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu. Menurut Hunt (1962) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada dalam diri individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwaperistiwa yang terjadi di luar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut Hunt sebagai suatu Respon (Adi, 1994:109).
3 2.2 Narapidana Pengertian Narapidana Wanita Kehidupan narapidana adalah suatu pola kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh narapidana dan dikelompokkan pada suatu tempat yang tidak bebas sifatnya (geraknya) guna mempertanggungjawabkan perbuatannya serta mengarahkannya kepada perbuatan yang benar menurut hukum dan agama agar mereka dapat bertobat bila sudah bebas nanti. Narapidana wanita yang dibina dalam lembaga pemasyarakatan disebut warga binaan pemasyarakatan atau klien pemasyarakatan. Narapidana atau warga binaan adalah terpidana yang menjalani pidana di LAPAS, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Seseorang yang dipenjara berarti telah terbukti melakukan pelanggaran, yang tentu saja tidak disukai dan ditentang oleh masyarakat. Masyarakat pun pada akhirnya mendiskreditkan atau menurunkan status seorang narapidana dari seseorang yang seutuhnya menjadi seseorang yang tercemar dan diabaikan karena perbuatan yang pernah dilakukan oleh para terpidana. Wanita sebagai pelaku kejahatan dianggap telah melanggar norma ganda oleh masyarakat, yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang bagaimana seharusnya wanita berperilaku dan bersikap. Bagi narapidana wanita harus mampu melakukan penyesuaian diri yang dilakukan secara seimbang baik dalam penyesuaian secara pribadi dan sosial. Bahwa narapidana wanita mampu menerima dirinya dan menerima orang lain,
4 melakukan kerjasama, beraktivitas serta membina komunikasi sehingga mereka mampu menyikapi diri dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah di lingkungan LP. Narapidana wanita tersebut tidak mengalami kesulitan yang mendasar, akan tetapi terdapat permasalahan dalam penyesuaian diri terhadap peraturan yang diberlakukan. Peran keluarga dan lingkungan sosial mampu memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat menyesuaikan diri Hak Dan Kewajiban Narapidana Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai beberapa hak yaitu: 1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan. 2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan/menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja. 3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan. b. Mendapat perawatan jasmani maupun rohani. c. Mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan. f. Mendapatkan bahan bacaan dan media.
5 g. Menerima kunjungan keluarga. h. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi). i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. j. Mendapat pembebasan bersyarat. k. Mendapat cuti menjelang bebas. l. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan. m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh narapidana, yaitu bahwa setiap narapidana pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban narapidana ditetapkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu: 1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. 2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Undang-Undang Nomor 12 Pasal 1 butir 3 Tahun 1995). Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu
6 pranata masyarakat, sebagai tempat untuk mendidik para narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka ditengah-tengah masyarakatnya. Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan (Panjaitan, Petrus, 1995:10). Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana. Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang ini menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab Petugas Pemasyarakatan Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana dari lembaga untuk kembali ke masyarakat tidak kalah pentingnya daripada tugas untuk memasukkan narapidana ke dalam lembaga. Berhasilnya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan.
7 Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan sehat ditunjukan dalam 5 aspek, yaitu: 1. Berpikir realitas. 2. Mempunyai kesadaran diri. 3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas. 5. Mampu mengendalikan emosi. Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan: 1. Menjunjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan. 2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan pemasyarakatan. 3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan. 4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan. 5. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan. 6. Menjaga rasa keadilan masyarakat. 7. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan prilaku. 8. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamanan. 9. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 10. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan.
8 Petugas lembaga pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus menerus meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana. Petugaspetugas yang dimaksudkan dalam uraian dimuka melakukan peranan sesuai dengan kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan, dan berusaha menciptakan bentuk kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan proses pemasyarakatan sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. 2.4 Sistem Pemasyarakatan Konsep Sistem Pemasyarakatan Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini yaitu secara konseptual dan historis. Sangat berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan. Pembinaan narapidana menurut sistem kepenjaraan terkesan sebagai lembaga pembalasan atas kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku, sedangkan dalam sistem pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebagai pribadi dan warga negara, serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan melainkan dengan pembinaan terarah yang kedepannya dapat menyadarkan sipelaku kejahatan. Dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan narapidana agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Hal ini
9 menunjukan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai pelembagaan respon masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum pada hakekatnya merupakan pola pembinaan yang berorientasi pada masyarakat. Peran serta masyarakat harus dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan pembinaan. Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya perbaikkan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu: Orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakkan balas dendam dari negara, tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan, negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam masyarakat (Harsono, 1995:1). Pada tanggal 15 juli 1963, pada penganugerahan gelar Doctor Hounouris Causa dalam ilmu hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan: a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita akibat dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. b. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan (Muladi, 1992:104).
10 Dalam Konperensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada tanggal 27 april 1964 pokok-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut: 1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju ke tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansiil dan materiil, tetapi yang juga lebih adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensiil dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan negara. 2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya kemerdekaannya. 3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. Karena itu harus diadakan pemisahan antara: a. Yang residivis dan yang bukan. b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan.
11 c. Macam tindak pidana yang dibuat. d. Sudah tua (40 tahun keatas), dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun). e. Orang terpidana dan orang tahanan. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan pengasingan dari masyarakat. Kini menurut sistem pemasyarakatan mereka tidak boleh diasingkan dari masyarakat dalam arti secara kultural. Secara bertahap mereka akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan. 6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan Negara sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat yang ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila. Pendidikan dan bimbingan harus berisikan asas yang tercantum didalam pancasila, kepada narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan, bermusyawarah untuk bermufakat positif. Narapidana harus dimanfaatkan untuk kegiatan demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.
12 8. Tiap manusia harus diperlakukan sebagai layaknya manusia, meskipun telah tersesat. Tidak boleh selalu ditunjukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah penjahat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung perasaannya. 9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu diusahakan agar narapidana mendapat mata pencaharian untuk keluarga dengan jalan menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan anak-anak disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga. 10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota ke tempat-tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan. Sistem yang baru ini kemudian dikenal dengan nama Sistem Pemasyarakatan yang juga merupakan tujuan dari pidana penjara. Di dalam pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena dalam sistem pemasyarakatan narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai. Maka dengan itu dapat diuraikan bahwa usaha pergantian dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan yang dikenal adalah suatu pembinaan narapidana yang didasarkan Pancasila sebagai falsafah
13 Bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat. Didasarkan atas pertimbangan sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai lagi dengan kepribadian bangsa Indonesia yang di dalam kehidupan sehari-hari selalu berpedoman dan berlandaskan kepada falsafah Pancasila. Sistem pemasyarakatan Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah sebuah proses therapoutie yaitu proses pembinaan yang bertujuan membina warga binaan yang sementara tersesat hidupnya karena kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Narapidana yang dibina harus bisa dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat agar selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Untuk mencapai hal ini maka dilakukanlah pembinaan secara kelompok dan perorangan. Bimbingan sosial kelompok bertujuan untuk meningkatkan fungsionalitas sosial individu-individu melalui pengalaman-pengalaman kelompok yang disusun secara sadar dan bertujuan. Kelompok digunakan sebagai target kegiatan-kegiatan interventifnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, karena pertimbangan bahwa penggunaan kelompok merupakan mekanisme yang lebih baik, dan bahwa kelompok memiliki kekuatan yang apabila digali dan dikembangkan dapat merupakan sumber penyembuhan dan pengembangan bagi anggota-anggotanya (Harsono, 1995:70).
14 Sedangkan pembinaan yang diselenggarakan secara perorangan adalah suatu proses yang digunakan oleh badan sosial tertentu untuk membantu individu agar dapat memecahkan masalah didalam kehidupan sosial mereka secara lebih efektif. Definisi ini mempunyai empat bagian pokok yang menjadi unsur-unsur yang saling berhubungan dengan yang lainnya. Titik pokok dari bimbingan perseorangan ini adalah: seseorang (person) dengan suatu masalah (problem) datang ke suatu tempat (place) dimana seseorang pekerja yang berwenang menolong dia dengan suatu proses (proces) (Perlman,1991:1). Dalam peraturan pemerintah RI No. 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Menurut Mangunhardjuna pembinaan adalah: suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang dimiliki dan mempelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Harsono, 1995:70). Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan sebagai sistem perlakuan bagi narapidana. Pembinaan tersebut yang meliputi berbagai
15 upaya pembinaan/bimbingan menjadi indikator dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Pengertian akan sebab orang melanggar norma akan dapat membantu menemukan cara yang terbaik untuk pembinaan terhadap sipelanggar hukum atau narapidana, karena itu ada hubungan antara mencari sebab kriminal dengan mencari sistem pembinaan yang efektif (Mardjono Reksodiputro, 1994:3). Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan itu adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu metode social case work: cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat Wujud Pembinaan Wujud pembinaan adalah: 1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi: a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara, buta angka, buta bahasa). b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya. c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama. d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain. e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan rohani melalui: olahraga, hiburan segar, membaca.
16 2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga pemasyarakatan: a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan. b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain. c. Beribadah, sembahyang di mesjid, gereja dan lain sebagainya. d. Berolahraga bersama masyarakat. e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas. f. Pengurangan masa pidana/remisi Proses Pembinaan Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan: Tahap pertama :Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap narapidana untuk mengetahui hal ikhwal yang bersangkutan. Tahap kedua :Bilamana proses pembinaan telah berjalan selamalamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan (insyaf, disiplin, patuh terhadap peraturan tata tertib), maka yang bersangkutan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang medium (medium security), dengan kebebasan yang lebih banyak. Tahap ketiga :Bilamana proses pembinaan telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan,
17 baik secara fisik, mental maupun keterampilannya, maka dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar. Tahap keempat :Bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan lepas bersyarat, atas usul dari Dewan Pembina Pemasyarakatan. Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk memperoleh asimilasi narapidana harus telah menjalani ½ (setengah) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan. Untuk memperoleh pembebasan bersyarat narapidana harus telah menjalani ⅔ (dua pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (Harsono, 1995:31). Cuti Menjelang Bebas (CMB) adalah proses pembinaan narapidana luar lembaga pemasyarakatan, bagi terpidana yang tidak dapat diberikan pelepasan bersyarat karena masa hukuman atau masa pidananya pendek, untuk dapat diberikan CMB narapidana harus telah menjalani ⅔ (dua pertiga) dari masa pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan jangka waktu cuti sama dengan
18 cuti terakhir paling lama enam bulan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana karena telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana Tujuan Pembinaan Secara umum tujuan pembinaan adalah: 1. Memantapkan iman (ketahanan mental). 2. Membina mereka agar segera mampu berintegrasi secara wajar dalam kehidupan kelompok selama dalam lembaga pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat), setelah selesai menjalani pidana. Sedangkan secara khusus tujuan pembinaan adalah: 1. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya. 2. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional. 3. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum dengan tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum. 4. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengadilan terhadap bangsa dan negara. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan narapidana berusaha kearah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, sebagai suatu cara baru untuk menjadi seseorang yang dapat berguna bagi negara, hal ini merupakan usaha yang dilakukan untuk mencapai negara yang sejahtera.
19 2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan Sasaran pemasyarakatan dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sasaran khusus Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan adalah menungkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang meliputi: a. Kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Kualitas intelektual. c. Kualitas profesionalisme/keterampilan. d. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani. e. Kualitas sikap dan perilaku. 2. Sasaran umum Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Indikator-indikator tersebut antara lain: a. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan gangguan keamanan. b. LAPAS berisi lebih rendah dari pada kapasitas (pemerataan isi LAPAS). c. Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi. d. Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis. e. Semakin banyaknya jenis institusi UPT pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis/golongan warga binaan pemasyarakatan.
20 f. Presentase kematian dan sakit narapidana/tahanan lebih sedikit atau sama dengan angka kematian dan sakit dari anggota masyarakat. g. Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada umumnya. h. LAPAS dan RUTAN adalah instansi terbersih di lingkungan masingmasing. i. semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam LAPAS dan sebaliknya semakin berkurangnya nilai-nilai subkultur penjara dan LAPAS. 2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial Konsep Kesejahteraan Sosial Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu program yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan suatu konsep yang relatif baru berkembang, terutama di negara-negara berkembang. Masalah-masalah kemiskinan, penyakit dan disorganisasi sosial merupakan masalah sosial yang sudah lama ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Permasalahan kesejahteraan sosial yang begitu luas dan kompleks telah menyebabkan timbulnya beraneka pemahaman konsepsi dan usaha perwujudan kesejahteraan sosial itu dalam masyarakat setiap negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak mulai berdirinya telah memikirkan tentang peranan kesejahteraan sosial di dalam pembangunan nasional.
21 Kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai suatu kegiatan terorganisasi yang membantu tercapainya penyesuaian timbal balik diantara perorangan dengan lingkungannya. Tujuan ini diwujudkan melalui penggunaan teknik-teknik dan metode-metode untuk membantu perorangan, kelompok-kelompok dan kesatuankesatuan masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka serta memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap pola-pola kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan (dinamis), dan melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial. Menurut Walter A. Friedlander (1961), Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga yang bertujuan mengangkat individu dan kelompok untuk mencapai standard hidup dan kesehatan yang memuaskan, serta relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya. Definisi diatas menjelaskan: 1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang berintikan lembagalembaga dan pelayanan sosial. 2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.
22 3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya (Perlman, 1991:18). Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No.6 Tahun 1974 tentang ketentuanketentuan pokok kesejahteraan sosial berbunyi: Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Definisi tersebut menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial itu adalah keadaan yang sebaik-baiknya yaitu pemenuhan kebutuhan manusia yang terdiri dari aspek jasmaniah dan rohaniah. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat tinggal, air, udara dan pemeliharaan kesehatan serta kebutuhan kerohanian Keberfungsian Sosial Fungsi sosial yaitu pelaksanaan tugas-tugas pokok yang dilaksanakan oleh individu dan anggota masyarakat sebagai suatu petunjuk umum kearah kehidupan bersama manusia dan masyarakat yang berupa fungsi pengaturan, pemilikan, pelaksanaan dan pengawasan. Kemampuan berfungsi sosial yaitu mengacu kepada cara-cara individu atau kolektivitas (seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan,
23 masyarakat dan sebagainya) bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu: 1. Dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial Keberfungsian sosial dapat dipandang sebagai penampilan/pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektivitas. 2. Dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan Orang selalu dihadapkan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. 3. Dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkan aspirasinya tidaklah mudah. Ia dihadapkan kepada keterbatasan, hambatan dan kesulitan serta permasalahan yang harus ditangani dan dipecahkan. Uraian diatas menggambarkan bahwa setiap orang selalu dihadapkan kepada permasalahan sosial. Kemampuan seseorang di dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang dialami menunjukan kemampuannya dalam melaksanakan keberfungsian sosial.
24 2.6 Kerangka Pemikiran Penempatan para pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan ke dalam masyarakat. Pemasyarakatan merupakan bagian yang paling akhir dari sistem peradilan pidana. Sebagai sebuah tahapan yang terakhir sudah semestinya terdapat harapan dan tujuan berupa pembinaan dari penghuni lembaga pemasyarakatan. Pada prinsipnya di Indonesia, tujuan pemberian sanksi pidana haruslah berfungsi untuk membina, yaitu bagaimana narapidana setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan menjadi baik, mempunyai keterampilan hidup yang dibutuhkan, keseimbangan mental dan fisik pulih, dihormati segala hak dan kewajibannya sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
25 Bagan berikut menunjukan kerangka pemikiran secara skematis, yaitu: Bagan 1 Bagan Kerangka Pemikiran LEMBAGA PEMASYARAKATAN PROGRAM PEMBINAAN 1. Pendidikan umum. 2. Pendidikan keterampilan. 3. Pendidikan rohani. 4. Sosial budaya, kunjungan keluarga. 5. Kegiatan rekreasi: olahraga, hiburan, membaca. NARAPIDANA WANITA KLAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN RESPON NARAPIDANA WANITA TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN RESPON POSITIF RESPON NEGATIF
26 2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional Definisi Konsep Konsep adalah istilah, yaitu satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka dibatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut: 1. Respon yaitu pandangan, pemahaman dan persepsi terhadap objek tertentu. 2. Warga binaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu narapidana wanita dewasa yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan wanita dan telah menjalani masa pidana 1 (satu) tahun. 3. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana/warga binaan pemasyarakatan. 4. Pembinaan yaitu semua usaha atau kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan warga binaan Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti, yakni: 1. Respon warga binaan yaitu pandangan, pemahaman, dan persepsi warga binaan lembaga pemasyarakatan terhadap pembinaan, yang diukur dari penilaian, menyenangi atau menolak, suka atau tidak suka, mengharapkan atau menghindari pembinaan, dengan indikatornya:
27 a. Sikap warga binaan terhadap pembinaan. b. Reaksi warga binaan terhadap pembinaan yang dapat dilihat dari partisipasi atau keterlibatan dalam pembinaan. 2. Adapun indikator-indikator pembinaan adalah: a. Pengetahuan narapidana terhadap jenis-jenis pembinaan: 1) Pendidikan umum. 2) Pendidikan keterampilan. 3) Pendidikan rohani. 4) Sosial budaya, kunjungan keluarga. 5) Kegiatan rekreasi: olahraga, hiburan, membaca. b. Pemahaman narapidana terhadap tujuan pembinaan. Membina narapidana agar dapat berintegrasi, setelah selesai menjalani pidana kembali menjadi warga negara yang bertanggung jawab. c. Pemahaman narapidana pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh petugas lembaga pemasyarakatan dan instansi terkait. d. Manfaat pembinaan yang diterima narapidana. Agar seorang narapidana menyadari akan perbuatannya dan kembali menuju masyarakat yang sejahtera. e. Pemahaman narapidana terhadap sarana dan prasarana yang disediakan, meliputi: 1) Ruangan/bangunan fisik. 2) Poliklinik.
28 3) Peralatan pendukung pembinaan. 4) Sarana hiburan, olahraga, keterampilan dan sebagainya. 5) Sarana ibadah seperti mesjid dan gereja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sejak manusia itu dilahirkan pada
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil
BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berasaskan Pancasila. Dalam usaha-usahanya Negara menjumpai banyak rintangan dan
Lebih terperinciMENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
Lebih terperinciBAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga
BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang
Lebih terperinciP, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana Indonesia pidana penjara diatur sebagai salah satu bentuk pidana pokok berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terpidana
Lebih terperinciNOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci1 dari 8 26/09/ :15
1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS LEMBAGA PEMASYARAKATAN. A. Landasan Hukum Pelaksanaan Pembinaan Narapidana
BAB II TINJAUAN YURIDIS LEMBAGA PEMASYARAKATAN A. Landasan Hukum Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Hukum tidak terlepas dari kehidupan manusia, maka kalau membahas mengenai hukum maka tidak terlepas membicarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga timbul berbagai
Lebih terperinciFUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari
FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari Sriwulan_@yahoo.co.id Abstraksi Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, aliran neo-klasik, dan aliran modern menandai babak baru dalam wacana hukum pidana. Pergeseran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
Lebih terperinciPEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto
PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memandang narapidana sebagai individu anggota
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah
BAB IV EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I SUKAMISKIN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembaharuan sistem secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan hak-hak kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan kemerdekaan
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan 1. Pengertian Pembinaan Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika dalam Konferensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu
Lebih terperinciBAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA
BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA A. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana
BAB I PENDAHULUAN I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana I.2. PENGERTIAN JUDUL I.2.1. Pengertian Judul dari Terminologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah kepenjaraan 1 di Hindia Belanda dimulai tahun 1872 dengan berlakunya wetboekvan strafrescht de inlanders in Nederlandsch Indie (Kitab Undang Undang
Lebih terperinciPENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA
PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA, SH., MH 1 Abstrak : Dengan melihat analisa data hasil penelitian, maka telah dapat ditarik kesimpulan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil
Lebih terperincimenegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk
1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum sebagai pedoman tingkah laku masyarakat. Aturan atau kaidah hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat
Lebih terperinciUU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN
UU 12/1995, PEMASYARAKATAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN
Lebih terperinci2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK A. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Munculnya ide sistem Pemasyarakatan untuk pertama kalinya dicetuskan oleh Dr. Sahardjo, S.H sebagai menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan
Lebih terperinciPP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 57 TAHUN 1999 (57/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA) Tentang: KERJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya akan disingkat dengan LAPAS merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Baik tidaknya suatu program dapat dilihat dari proses evaluasi yang dilakukan. Evaluasi sangat dibutuhkan untuk melihat sejauh apa perkembangan
Lebih terperinciPENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah
Lebih terperinciKODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA
KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinci2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan global telah menyisakan banyak problem dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini yang paling nyata adalah semakin kuatnya kompetisi terbuka dalam
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun 1997 T e n t a n g PENYANDANG CACAT UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9
Lebih terperinciSKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)
SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan merupakan masalah krusial yang sangat meresahkan masyarakat, baik itu dari segi kualitas maupun dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan
BB I PENDHULUN. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dalam Bab terakhir ini penulis akan dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi yang mengacu pada deskripsi dari hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah 'konflik' berasal dari kata Latin 'configere' yang berarti saling
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Konflik 1. Pengertian Konflik Istilah 'konflik' berasal dari kata Latin 'configere' yang berarti saling memukul. Dalam pengertian sosiologi, konflik dapat didefinisikan
Lebih terperinci2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
No.605, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. Pegawai Pemasyarakatan. Majelis Kehormatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciHAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar
Lebih terperinciBAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil
BAB III POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN 1990 1. Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 mengatur tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat
BAB I PENDAHULUAN Sudah merupakan kodrat dan takdir Tuhan bahwa manusia tidak dapat secara mandiri tanpa bantuan orang lain, manusia harus hidup secara berkelompok merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945. Tapi tidak berdasarkan atas kekuasaan
Lebih terperinciSedangkan pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut ensiklopedi sebagai berikut2:
BAB I PENDAHULUAN l.l. Batasan Pengertian Pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut Departemen Kehakiman adalah unit pelaksanaan teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana1. Sedangkan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai anggota masyarakat, individu harus mematuhi norma-norma yang berlaku, agar tercapai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara
Lebih terperinciBAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak
BAB II Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Anak 2.1 Dasar Hukum Perlindungan Hak Anak Di Lembaga Pemasyarakatan. Kenakalan anak disebut juga dengan Juvenile
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional
Lebih terperinci