BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, yang mana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, yang mana"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, yang mana berbagai kebutuhan tersebut merupakan penunjang kehidupan bagi tiap-tiap individu agar kualitas hidup semakin meningkat. Bentuk peningkatan kualitas hidup manusia salah satunya adalah dengan dilakukannya Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun Maka dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Meningkatnya kegiatan pembangunan, mengakibatkan meningkat pula keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang 1

2 2 kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. 1 Perlindungan tersebut diperlukan demi terciptanya rasa aman dan rasa saling percaya satu sama lain di antara pemberi maupun penerima kredit dan semua pihak yang berkepentingan dalam melakukan berbagai kegiatan dibidang perkreditan. Hak-hak jaminan atau yang disebut dengan istilah zekerheidsrechten, tersebut adalah hak atas penjaminan terpenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Hal itulah yang menjadi penyebab hukum jaminan dan hukum benda sangat erat kaitannya, yang mana bahkan dalam Undangundang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) sudah lebih dahulu mengatur secara nasional tentang sebagian dari hukum benda itu yaitu hukum tanah. 2 Tujuan hak jaminan yang dimiliki adalah untuk mengatur keseimbangan posisi kedua belah pihak antara pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (debitor) didalam suatu perhubungan hukum hak-hak jaminan yang dimaksudkan sebagai usaha pengamanan dibidang perkreditan. Maka dari itu, lembaga hak jaminan mempunyai tugas yaitu untuk memperlancar dan mengamankan pemberian kredit guna mewujudkan suatu jaminan ideal yaitu suatu jaminan yang dapat secara mudah 1 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Hak Tanggungan atas Tanah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, Cetakan ke-1, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal Rachmadi Usman, Pasal-pasal tentang Hak Tanggungan atas Tanah, Cetakan ke-1, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 1.

3 3 membantu memperoleh kredit oleh pihak yang memerlukan, dan memberikan kepastian bagi pemberi kredit bahwa barang jaminan tersebut sewaktu-waktu dapat dieksekusi apabila diperlukan untuk melunasi utang pihak debitor. 3 Lembaga hak jaminan yang membebani tanah sebagaimana dimaksud diatas, menurut UUPA adalah Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), terbit pada tanggal 9 April 1966, sebagai realisasi dari Pasal 51 UUPA. 4 Adapun didalam UUHT Pasal 29 disebutkan bahwa: Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad jo. Staatsblad dan Staatsblad sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad jo. Staatsblad dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan mengenai Credietverband dan Hypotheek tesebut dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang terjadi dalam bidang perkreditan, dikarenakan pada saat itu ketentuan-ketentuan yang mengatur jaminan selama ini bersifat dualisme, yang mana sebahagian tunduk kepada Hukum Perdata Barat yang berbau hukum kolonial dan tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, 3 Ibid, hal Mariam Darus Badrulzaman, Serial Hukum Perdata Buku Kedua Kompilasi Hukum Jaminan, Cetakan ke-2, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2009), hal. 9.

4 4 dan sebahagian tunduk kepada UUPA tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang berasal dari hukum adat. Hal itu mengakibatkan ketidakpastian hukum yang pada gilirannya tidak dapat memberi perlindungan kepada pemberi pinjaman maupun kepada penerima pinjaman secara seimbang. Meskipun demikian, dengan berlakunya UUHT tidak semua ketentuan-ketentuan tentang hypotheek yang bersumber pada hukum kolonial dicabut atau dinyatakan tidak berlaku lagi, seperti beberapa ketentuan hypotheek mengenai kapal laut, pesawat udara dan lain-lain masih menggunakan ketentuan lama yang diatur dalam Buku II KUHPerdata Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 dan Pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). 5 Setelah pencabutan kedua ketentuan tersebut, maka Hak Tanggungan dapat dikatakan sebagai produk hukum yang meniadakan pluralisme lembaga jaminan yang sebelumnya ada dan berlaku di Indonesia, yang mana kondisi lembaga jaminan sebelum diterbitkannya UUHT tersebut masih diliputi adanya ketidakpastian lembaga jaminan disebabkan aturan dasar pemberlakuan lembaga jaminan khususnya untuk hipotek yang masih harus mengacu pada ketentuan Buku ke-ii Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), sementara untuk lembaga jaminan lainnya dapat dikatakan tidak mempunyai landasan hukum yang kuat dan bersifat situasional, 5 Hasan Basri Pane, Makalah Implementasi Hak Tanggungan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, 20 Mei 1996, hal. 2.

5 5 sehingga tidak mengherankan jika dalam praktik penerapan lembaga jaminan menimbulkan kerancuan dan keanekaragaman bentuk. 6 Menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 UUHT: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. Pada dasarnya, Hak Tanggungan merupakan suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, berupa objek atau jaminan yaitu hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. 7 Subjek Hukum Hak Tanggungan pada Pasal 8 dan 9 UUHT yaitu mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan Hak Tanggungan, dalam hal ini terdiri atas pihak pemberi dan pemegang hak tanggungan, karena pada prinsipnya pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan tersebut yang dibebankan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. 8 Adapun di dalam Pasal 51 UUPA, hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan atau disebut objek Hak Tanggungan 6 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Cetakan ke-1, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2013), hal Hasan Basri Pane, Op. Cit, hal Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 102.

6 6 hanyalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar sebagai syarat publisitas dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan agar mudah pelaksanaan pelunasannya. Adapun yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA. 9 Menurut Pasal 4 dan Pasal 27 UUHT pembagian objek Hak Tanggungan terdiri dari: Hak Milik; 2. Hak Guna Usaha; 3. Hak Guna Bangunan; 4. Hak Pakai atas tanah Negara, yaitu Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan; 5. Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah; 6. Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun; 7. dan Hak atas tanah berikut atau tidak berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan pembagian objek Hak Tanggungan tersebut, salah satu kebijaksanaan yang ingin diwujudkan dalam ketentuan UUHT adalah penyesuaian lingkup Objek Hak Tanggungan dengan keperluan dalam praktek dan perkembangan hukum tanah nasional, yang mana bahwa objek Hak Tanggungan dapat meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan kesatuan dengan tanah. Meskipun pada dasarnya Hak Tanggungan itu diberikan terhadap sebidang tanah, yang mana hal ini sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang dianut hukum 9 C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Op. Cit, hal Ibid

7 7 tanah nasional dan berdasarkan juga terhadap hukum adat, namun kenyataannya diatas tanah yang bersangkutan seringkali terdapat benda berupa bangunan, tanaman, maupun hasil karya lain yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Benda-benda tersebut dalam praktek juga diterima sebagai jaminan kredit bersamasama dengan tanah yang bersangkutan, dan bahkan hampir tidak ada pemberian Hak Tanggungan yang hanya mengenai tanahnya saja, sedangkan diatas tanah tersebut terdapat bangunan. 11 Rumah susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun seperti halnya didalam Pasal 27 UUHT tersebut diatas, kemudian diketahui sebagai salah satu dari objek Hak Tanggungan, yang mana pengaturan dan ketentuan mengenai rumah susun ini pertama sekali muncul adalah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun pada tanggal 31 Desember Pengaturan mengenai rumah susun kemudian diadakan pembaharuan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun pada tanggal 10 November 2011 yang selanjutnya disebut dengan UURS Nomor 20 Tahun 2011 atau UURS yang baru. Pengertian mengenai rumah susun dan satuan rumah susun terdapat dalam pasal 1 ayat (1) dan ayat (3) UURS Nomor 20 Tahun 2011 yaitu untuk rumah susun adalah: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam 11 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Cetakan ke-1, (Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 257.

8 8 arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Sedangkan untuk pengertian mengenai satuan rumah susun yang selanjutnya disebut sarusun adalah Unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Pada saat UURS Nomor 16 Tahun 1985 masih berlaku, telah ditetapkan status hak yang baru terhadap pemilikan rumah susun yakni kepada penghuni diberikan Hak Milik Satuan Rumah Susun. Kedudukan dari hak tersebut sama dengan hak-hak atas tanah yang dikenal dalam UUPA yang mana ditandai dengan ketentuan dalam pendaftaran tanahnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang selalu menyebutkan hak atas tanah dengan Hak Milik Satuan Rumah Susun tersebut bersama-sama dalam satu tarikan nafas. 12 Hak Milik Satuan Rumah Susun (HM Sarusun) bersifat simultan atau bersamaan, yang terhadapnya mengandung hak perseorangan dan hak bersama, namun paduan keduanya tetaplah memiliki pembatasan wewenang secara jelas. Hal tersebut dikarenakan inti sistem rumah susun adalah kepemilikan secara bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik yang berdiri diatasnya. Pasal 46 ayat (1) UURS yang baru menyebutkan bahwa Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. 12 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Op. Cit, hal. 103.

9 9 Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai dengan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UURS yang baru, sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun diterbitkan sertipikat hak milik sarusun yang diterbitkan oleh Kantor Pertahanhan Kabupaten/Kota setempat sebagai bukti kepemilikan atas Sarusun yang padanya dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. 13 Pemberian Hak Tanggungan dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUHT dapat dilakukan oleh Orang perseorangan atau badan hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Prosedur pemberian Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT, diketahui bahwa: Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa terjadinya pemberian Hak Tanggungan ditandai dengan adanya suatu perjanjian yang mendahuluinya itu berupa perjanjian pokok, sesuai dengan sifat accesoir Hak Tanggungan, sebab perjanjian 13 Ibid., hal. 113.

10 10 Hak Tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok yang mendahului sebelumnya. 14 Adapun pasal 10 ayat (2) UUHT menyebutkan mengenai proses Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan atau kemudian disebut dengan APHT ini haruslah dihadiri oleh pihak pemberi Hak Tanggungan, yang mana apabila tidak dapat hadir, maka dapat menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau kemudian disebut dengan SKMHT yang berbentuk akta otentik baik yang dibuat dihadapan Notaris maupun PPAT sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUHT. 15 Berbagai proses pendaftaran dalam pemberian Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan diatas apabila keseluruhannya telah terpenuhi maka kemudian Kantor Pertanahan akan menerbitkan tanda bukti adanya Hak Tanggungan berupa sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUHT, yang mana sertifikat tersebut memuat irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga karenanya mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas 14 Ibid., hal Ibid.

11 11 tanah. Ketentuan ini dimaksud untuk menegaskan kalau Kantor Pertanahan yang berwenang membuat titel eksekutorial dan hal tersebut tidak dicantumkan pada APHT, tetapi terdapat pada sertifikat Hak Tanggungan. 16 Pencantuman irah-irah pada sertifikat Hak Tanggungan tersebut menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat tersebut sehingga apabila debitor cidera janji, terhadap tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan tersebut dapat dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan hukum acara perdata. 17 Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, agar lebih mengetahui secara jelas dan tepat mengenai pemberian Hak tanggungan atas hak milik satuan rumah susun dan kaitannya dengan bangunan rumah susun tersebut sebagai satu kesatuan sampai dengan proses eksekusi terhadap satuan rumah susun tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul: Analisis Yuridis Pemberian Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 16 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal Ibid.

12 12 1. Bagaimana pengaturan dan proses pemberian jaminan hutang dengan hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. 2. Bagaimana hubungan antara hak milik Satuan Rumah Susun sebagai objek Hak Tanggungan terhadap Hak atas Tanah dimana bangunan Rumah Susun tersebut berdiri. 3. Bagaimana eksekusi hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun apabila salah satu pihak cidera janji. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaturan dan proses pemberian jaminan hutang dengan hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. 2. Untuk mengetahui hubungan antara hak milik Satuan Rumah Susun sebagai objek Hak Tanggungan terhadap Hak atas Tanah dimana bangunan Rumah Susun tersebut berdiri. 3. Untuk mengetahui eksekusi hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun apabila salah satu pihak cidera janji. D. Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis antara lain: 1. Secara teoretis

13 13 Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum jaminan, baik dari segi perundangannya maupun dari segi penerapannya khususnya tentang pemberian jaminan Hak tanggungan pada tanah dan bangunan khususnya pada Hak Milik Satuan Rumah Susun, serta menambah khasanah kepustakaan dalam bidang Hak atas Tanah Satuan Rumah Susun. 2. Secara Praktis Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum dibidang pertanahan khususnya yang berkaitan dengan pemberian Hak Tanggungan pada Hak Milik Satuan Rumah Susun serta dapat memberikan informasi dan pendapat yuridis kepada berbagai pihak khususnya instansi Badan Pertanahan Nasional guna menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk mencegah masalah yang dapat timbul berkaitan dengan pemberian Hak Tanggungan pada hak Milik Satuan Rumah Susun tersebut serta berbagai antisipasi dan tindakan yang dapat diambil jika terjadi hambatan dalam pelaksanaannya. E. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil penelusuran dan inventarisasi yang telah dilakukan sebelumnya di Perpustakaan dan perpustakaan Program Studi Magister Kenotariatan, Penelitian tentang Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 merupakan hal yang baru dan

14 14 asli, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademik. Dan juga terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun penelitian terkait dengan Hak Tanggungan atas tanah dan bangunan yaitu : 1. Dian Wayu Madina, Nim , mahasiswa program studi kenotariatan, Program Pascasarjana Medan, dengan judul Pemberian Kredit Perbankan Melalui Lembaga Hak Tanggungan dengan Tanah dan Bangunan sebagai Jaminan dengan Perumusan Masalah sebagai berikut: a) Perlindungan Hukum dalam Hal Pengembalian Hutang Debitur kepada Kreditur (Bank) sehubungan dengan Keberadaan UUHT. b) UUHT dijadikan sebagai landasan hukum bagi pemberian kredit perbankan bila terjadi suatu wanprestasi. c) Titel Eksekutorial Sertipikat Hak Tanggungan yang memuat Irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUHT. d) Roya parsial atau roya sebagian terhadap beberapa jaminan yang diikat dengan menggunakan 1 (satu) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). 2. Lidya Merlin Sigalingging, Mahasiswa program studi Kenotariatan, Program Pasca Sarjana, pada tahun 2005, dengan judul Perjanjian Jual Beli Rumah Susun Dengan Penyerahan Penggunaan Bersama atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit dengan perumusan masalah sebagai berikut : a) Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pemberian kredit rumah susun.

15 15 b) Tindakan-tindakan apakah yang dapat dilakukan pihak bank apabila debitur wanprestasi. c) Apakah perjanjian pendahuluan jual beli rumah susun merupakan perjanjian baku. 3. Cherie, Nim , Mahasiswa program studi kenotariatan, Program Pascasarjana Medan, dengan judul Kedudukan Hak Tanggungan terhadap Peningkatan Hak Guna Bangunan atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggungan dengan Perumusan Masalah sebagai berikut: a) Kedudukan Hak Tanggungan terhadap Peningkatan Hak Guna Bangunan atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani hak tanggungan. b) Pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal yang dibebani dengan Hak Tanggungan menjadi Hak Milik tersebut oleh aparatur terkait di Kantor Badan Pertanahan Medan. c) Hambatan dalam Pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik dan Dampaknya bagi pihak Bank. Apabila dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya terlihat perbedaan titik tolak dari sudut pandang penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yang mana pembahasannya pun akan berbeda pula, baik dari segi materi, maupun objek penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,

16 16 rasional, objektif dan terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait den gan data dan analisis dalam penelitian ini. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Pada dasarnya Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. 18 Teori memberikan petunjukpetunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. 19 Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori positivisme yang menyatakan bahwa perlu pemisahan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya). Teori positivisme mengidentikkan hukum dengan undang-undang, dan satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Hukum adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa terwujud konkrit. Hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. 20 Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers adalah hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab 18 W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), hal Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: IND- HILL-CO, 1990), hal Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal.79.

17 17 kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat tata hukum itu boleh dilepaskan. 21 Selanjutnya Sudikno Mertokusumo juga menyatakan bahwa tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mantaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undangundang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat Lex dura, set tamen scripta (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya). 22 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori. 23 Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting. Teori hukum sebagai suatu landasan, tugasnya adalah untuk: Menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulatpostulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang paling dalam, dan dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. 24 hal Theo Huijbers, Filsafat Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), 23 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal W.Friedmann, Loc. Cit.

18 18 Adapun mengenai pengaturan hak tanggungan, perlu diketahui dahulu tentang hak jaminan yang terdapat didalamnya. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata, Segala harta kebendaan seseorang yang menjaminkan sesuatu kepada pihak lain, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Hak jaminan tersebut kemudian diketahui sebagai bagian dari Hak Tanggungan yaitu terlihat pada definisi Hak Tanggungan pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah yang memuat unsur pokok yang mana Hak Tanggungan merupakan hak jaminan untuk pelunasan utang. Pengaturan mengenai Hak Tanggungan ini kemudian dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang mana pengaturan mengenai pemberian Hak Tanggungan disesuaikan dengan ketentuan yang ada didalam Undang-undang rumah susun tersebut agar tetap terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sesuai perintah hukum positivisme bahwa hukum adalah suatu perintah yang berbentuk peraturan perundangan-undangan. 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.

19 19 Kerangka konseptual pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak. Namun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Definisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti dari sebuah kata. 25 Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 26 Konsepsi juga diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit. Definisi operasional penting untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 27 Seperti juga dalam artinya sebagai pengetahuan tersebut di atas, maka untuk bisa mempunyai arti yang demikian itu, konsep harus bisa dikembalikan kepada empiris atau pengalaman. Pengembalian kepada pengalaman ini merupakan ujian terhadap kebenaran dan konsep tersebut. 28 yang dimaksud dengan: 25 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Cetakan ke-1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia (Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dalam Perjanjian di Sumatera Utara), (Disertasi, PPS/USU, Medan, 2002), hal Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 312.

20 20 a. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. 29 b. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan untuk itu dengan mengingat fungsi sosial atas tanah. 30 c. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat di miliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Cetakan ke-3, (Jakarta: Kencana, 2008), hal Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Op. Cit., hal Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, (Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998), hal. 16.

21 21 d. Satuan Rumah Susun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. 32 G. Metode Penelitian Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian hukum adalah kaedah, norma atau Das Sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta atau Das Sein. Deskriptif artinya mampu memberi gambaran secara jelas dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti. Analisis artinya menganalisis secara teliti permasalahan berdasarkan gambaran dan fakta sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan tinjauan yuridis mengenai pemberian hak tanggungan pada hak milik satuan rumah susun berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun. Metodologi berasal dari kata Metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan logos yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya Sifat dan Jenis Penelitian Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu bahwa penelitian dilakukan dengan menganalisis hal Ibid., hal Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002),

22 22 untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukannya 34 yaitu dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran mengenai pemberian hak tanggungan atas hak milik satuan rumah susun. Jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum pertanahan di Indonesia yang dikaitkan dengan hukum jaminan, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoretis) Sumber Data Penelitian normatif ini dilakukan dengan batasan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu berupa data sekunder. Data sekunder bertujuan untuk mencari data awal atau informasi, mendapatkan landasan teori atau landasan hukum, dan untuk mendapatkan batasan, defenisi dan arti dari suatu istilah. Data sekunder yang digunakan berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya, terdiri dari: a) bahan hukum primer, b) bahan hukum sekunder, dan 34 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Op. Cit, hal Ibid, hal. 34.

23 23 c) bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah yaitu berupa norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundangundangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan dan bahan hukum dari zaman penjajahan hingga kini masih berlaku. Bahan hukum sekunder merupakan bahanbahan yang isinya membahas bahan hukum primer yaitu berupa buku, makalah, artikel, karya tulis, dan hasil penelitian di bidang hukum. Sedangkan bahan hukum tertier merupakan bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, buku pegangan, atau berbagai bahan acuan dan rujukan lainnya Tehnik Pengumpulan Data Adapun untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, yaitu dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa bahan-bahan hukum. Pada metode penelitian kepustakaan, data-data yang diperoleh yaitu dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis berupa buku-buku, makalah-makalah, peraturanperaturan dan berbagai hal-hal yang berhubungan dengan objek pembahasan penelitian ini Analisis Data Adapun didalam penelitian hukum normative, maka analisis data pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan 36 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-1, (Jakarta : P.T. Rineka Cipta, 1996), hal Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Op. Cit, hal. 160.

24 24 hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan penyusunan penelitian. 38 Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif. Analisis data dilakukan setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sehingga memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1984), hal Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan ke-i, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 106.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Syahnida Maharani 1 ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN SYAHNIDA MAHARANI ABSTRACT Giving hypothecation

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM HAL TERJADI PERUBAHAN STATUS HAK ATAS TANAH YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ((Studi di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk) SKRIPSI Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. 11010112420124 Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal tersebut diperlukan adanya fasilitas kredit dari bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. modal tersebut diperlukan adanya fasilitas kredit dari bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, sudah tentu diperlukan modal yang besar untuk membiayainya. Modal dalam jumlah yang besar umumnya tidak dipunyai sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG SERTIFIKAT HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN 1 Oleh: Zulkarnain R. D. Latif 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia, karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga, provisi ataupun pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya adalah menunda urusan tersebut sampai ia mampu melakukannya sendiri atau mewakilkan kepada atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci