HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN 2016"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN DOSEN YAYASAN HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN 2016 Peneliti : Indah Putri Ramadhanti, S.ST Dana bersumber dari Institusi STIkes Prima Nusantara BukitTinggi 2016 PROGRAM STUDI DIPLOMA-III KEBIDANAN STIKES PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI 2016

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian yang berjudul Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari di BPM N Padang Panjang Tahun Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak menerima bimbingan, arahan, masukan, dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Ibu Hj. Evi Susanti, S.ST, M.Biomed selaku Ketua STIKes Prima Nusantara Bukittinggi. 2. Rekan-rekan Dosen STIKes Prima Nusantara Bukittinggi yang telah menyarankan dan memberikan masukan sehingga penulis dapat membuat laporan penelitian ini Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, disebabkan karena keterbatasan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan tanggapan, kritikan, dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Akhir kata kepada-nya kita berserah diri, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dibidang kesehatan, Amin. Bukittinggi, 2016 Penulis

3 Nama Program Studi Judul : Indah Putri Ramadhanti, S.ST : D-IV Bidan Pendidik : Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada BBL 2-10 Hari Di BPM N Padang Panjang Tahun 2016 viii + 47 halaman, 5 tabel, 2 skema, 7 lampiran ABSTRAK Angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar 50% yang cukup bulan dan 75% pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Angka kejadian ikterus ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara, klinik, dan waktu yang tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. Berdasarkan surver awal survei awal pendahuluan di BPM N Padang Panjang dari 85 persalinan didtemukan 28 orang bayi ikterus dalam 2 bulan terakhir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada BBL 2-10 hari di BPM N Padang Panjang. Penelitian ini bersifat survei analitik dengan pendekatan case control. Tehnik pengambilan sampel purposive sampling dengan jumlah populasi seluruh bayi baru lahir 2-10 hari, sampel 60 responden yaitu 30 responden kasus dan 30 responden kontrol. Penelitian dimulai tanggal 25 Juni Maret-April Pengumpulan data yang dilakukan dengan daftar ceklis, selanjutnya di uji statistik dengan menggunakan Chi-Sguare Test dengan memakai program SPSS for windows. Dari hasil pengumpulan data didapatkan yang sering melakukan pemberian ASI (40%) sebanyak 12 responden bayi ikterus, yang tidak sering memberikan ASI (60%) sebanyak 18 responden bayi ikterus. Hasil statistik menggambarkan bahwa nilai p= 0,00 0,05 berarti Ha diterima, dapat dijelaskan bahwa ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari di BPM N Padang panjang Tahun Dengan adanya penelitan ini agar tempat penelitian dapat terus meningkatkan konseling dan penyuluhan-penyuluhan tentang manfaat ASI untuk mencegah ikterus. Referensi : 16 ( ) Kata kunci : Frekuensi Pemberian ASI, Ikterus

4 Name Study Program Title : Indah Putri Ramadhanti, S.ST : D-IV Midwife Educator : The Relation Frequency Giving of Mother Milk Water with Occurence of Ikterus at Newborn Baby 2-10 Days In BPM N Padang Panjang of Year 2016 xvi + 47 pages, 5 tables, 2 schemes, 10 attachments ABSTRACK Number occurence of ikterus at newborn baby gyrate 50% what enough month and 75% at newborn baby which is less of month. Number occurence of ikterus in the reality different each other for a few state, clinic, and certain time. This matter of caused by big possibility of difference in management of BBL which is on recently experience of many progress. Pursuant to surver early survey early antecedent in Long BPM N Field from 85 copy of didtemukan 28 baby people of ikterus in last 2 months. Target of this Research to know frequency relation giving of ASI with occurence of ikterus at newborn baby 2-10 days in BPM N Padang Panjang. This research have the character of analytic survey with approach of control case. Technics of intake of sampling purposive sampel with amount of population entire/all newborn baby 2-10 days, sampel 60 responders that is 30 case respondens and 30 control responders. Research from date 25 June - 19 July Conducted facts collecting with list of ceklis, hereinafter in statistical test by using Chi-Square test by wearing program of SPSS windows for. From result of facts collecting from 60 responders which often do giving of ASI ( 40%) counted 12 baby responder of ikterus, what do not often give ASI ( 60%) counted 18 baby responder of ikterus. Result of statistic depict that value of p= 0,00 0,05 meaning Ha accepted, can be explained that there are there is frequency relation giving of ASI with occurence of ikterus at newborn baby 2-10 days in BMP N Padang Panjang of Year By way of there is this research in order to research place can continue to improve counsellings and konseling about benefit of ASI to prevent ikterus. Reference : 16 ( ) Keywords : Frequency giving of ASI, Ikterus

5 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii ABSTRACK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR SKEMA... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Batasan Masalah... 5 D. Rumusan Masalah... 5 E. Tujuan Penelitian... 5 F. Manfaat Penelitian... 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Ikterus... 7 B. Pemberian ASI C. KerangkaTeori D. Kerangka Konsep E. Hipotesa F. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Etika Penelitian E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian F. Prosedur Pengolahan Data Penelitian G. Analisa Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan C. Keterbatasan... 44

6 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

7 DAFTAR TABEL Tabel 2.1Rumus Kremer... 9 Tabel 2.2 Definisi Operasional Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Pemberian Pada BBL 2-10 Hari Di BPM N Padang Panjang Tahun Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus di BPM N Padang Panjang Tahun Tabel 4.3 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI degan Kejadian Ikterus Pada BBL 2-10 Hari di BPM N Padang Panjang Tahun

8 DAFTAR SKEMA Skema 2.1KerangkaTeori Skema 2.2Kerangka Konsep... 29

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian (Gant chart) Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Tabel Pengambilan Data Lampiran 5 Master Tabel Lampiran 6 Hasil Pengolahan dan Analisa Data

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka Kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan noenatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut (Saragih, 2011). Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, ikterus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR 2008). Ikterus neonatorum merupakan fenonema biologis yang timbul akibat tingginya produksi ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Neonatus memproduksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 grm atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus

11 yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kelahirannya. (Swaramedia, 2010). Angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar 50% yang cukup bulan dan 75% pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Angka kejadian ikterus ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara, klinik, dan waktu yang tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan (Sarwono, 2006). Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan (Boback, 2006). Menurut WHO (World Health Organization) Ikterus adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia)(suradi, 2009). Ikterus terbagi dua yaitu ikterus fisiologi dan patologi. Ikterus fisiologi adalah ikterus normal yang dialami bayi baru lahir, tidak mempunyai dasar

12 patologis sedangkan ikterus patologi adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin (Vivian, 2010). Dampak yang terjadi apabila bayi tidak diberi ASI adalah bayi tidak memperoleh kekebalan tubuh dan tidak mendapatkan makanan yang bergizi tinggi serta berkualitas, sehingga bayi mudah mengalami sakit yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan terhambat (Depkes RI, 2006). Untuk mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri introduksi ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Pemberian minum yang cukup dapat membantu pemenuhan kebutuhan glukosa pada neonatus. Makanan yang terbaik bagi neonatus adalah ASI karena ASI mempunyai manfaat yang besar bagi neonatus pada periode transisi. Kandungan yang dibutuhkan neonatus dalam ASI adalah antibodi, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI yaitu beta glukoronidase akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Selain itu meletakkan bayi dibawah sinar matahari selama menit, dapat dilakukan setiap hari antara pukul selama ikterus masih terlihat (Surasmi,2006).

13 Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekresikan dan mudah melalui membrane biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Segera setelah ada dalam hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y, protein Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi (Jejeh, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Khairunnisak pada tahun 2013 RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh di kemukahkan bahwa dari 35 responden yang sering melakukan pemberian ASI ternyata mayoritas Negatif mengalami ikterus (68,6%) dan dari 16 responden yang tidak sering melakukan pemberian ASI mayoritas 87,5% positif mengalami ikterus. Berdasarkan survei awal di 4 BPM di Padang Panjang, didapatkan data ikterus dan persalinan yang banyak di BPM N yaitu bayi ikterus 28 orang dari 85 orang yang lahir dalam 2 bulan terakhir. Jadi berdasarkan survei awal yang dilakukan, saya tertarik meneliti tentang Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada BBL 2-10 Hari Di BPM N Padang Panjang. B. Identifikasi Masalah Adapun masalah-masalah yang akan diidentifikasi adalah: 1. Ikterus merupakan masalah yang bisa berdampak serius terhadap bayi. 2. Faktor resiko terjadinya ikterus pada bayi salah satunya adalah masalah pemberian ASI.

14 3. Ibu yang beresiko mempengaruhi waktu pemberian ASI pada bayi. C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi tentang hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang diangkat adalah Adakah Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 2-10 hari Di BPM N Padang Panjang. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 2-10 hari Di BPM N Padang Panjang. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi pemberian ASI pada bayi. b. Diketahui distribusi frekuensi kejadian ikterus pada bayi baru lahir. c. Diketahui hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir.

15 F. Manfaat Penelitian 1. Responden Sebagai bahan masukan dan informasi bagi ibu yang memiliki bayi di BPM N dalam pentingnya pemberian ASI pada bayi baru lahir. 2. Bagi Tempat Penelitian Sebagai masukan kepada pihak BPM tentang pencegahan ikterus pada bayi baru lahir serta penatalaksanaannya melalui konseling dan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu-ibu hamil tentang manfaat ASI. 3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai pedoman dalam penelitian selanjutnya dan sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau referensi untuk mahasiswa. 4. Bagi Peneliti Meningkatkan dan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapatkan dalam mata kuliah kebidanan. Untuk menambah wawasan bagi peneliti dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengelola, menganalisa dan menginformasikan data hasil penelitian. 5. Peneliti selanjutnya Sebagai pedoman untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.

16 BAB II LANDASAN TEORI A. Ikterus 1. Definisi Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi dalam darah lebih dari 5 mg/dl yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi (Jejeh, 2010). Menurut Nur Muslihatum (2010) ikterus adalah kuning pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin dimana pada bayi terbagi menjadi ikterus fisiologi dan patologi. Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah (Vivian, 2010). Warna kuning pada kulit bayi dan organ-organ lain akibat kumulasi bilirubin diberi istilah jaundis atau ikterus. Jaundis pada bayi baru lahir, suatu tanda umum masalah yang potensial, terutama disebabkan oleh bilirubun tidak terkonyugasi, produk pemecahan hemoglobin (Hb) setelah lepas dari sel-sel darah merah (SDM) yang telah dihemolisis. Tantangan pada neonatal adalah membedakan jaundis fisiologi dari kondisi patologis klinis yang serius. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin

17 yang tinggi dapat menjadi Toksin dan berbahaya terhadap sistem saraf pusat bayi (Bobak, 2006). 2. Ikterus Fisiologis Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak mempunyai dasar patologi sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus fisiologi ini memiliki tanda-tanda berikut. a. Warna kuning yang terjadi pada kulit bayi yang timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir. b. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari. d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%. e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. (Vivian, 2010) Pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus fisiologis timbul pada hari kedua dan ketiga serta tidak mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensial menjadi kern-ikterus (Nur Muslihatum, 2010). Pada ikterus fisiologis, sebagian besar bilirubin merupakan bilirubin yang terkonyugasi dan bayi dalam keadaan umum yang baik. Keadaan ini bervariasi antara satu bayi dengan bayi lainnya (Hull, 2008).

18 Terdapat beberapa perbedaan tanda dan gejala antara ikterus fisiologi dan ikterus patologis. Tanda-tanda ikterus fisiologis adalah timbul pada hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 2,5 mg% untuk neonatus kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% serta ikterus menghilang pada hari ke 10 dan tidak berhubungan dengan keadaan patologis (Nur Muslihatum, 2010). Daerah Tabel 2.1 Rumus Kramer Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%) 1 Kepala dan leher 5 2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 4 Daerah 1, 2, 3 + tangan kaki di bawah tungkai 5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki (Vivian, 2010) Penyebab Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga biasa terjadi karena beberapa kondisi klinis, diantaranya adalah: a. Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan

19 mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis. b. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang tidak mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan. c. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tentu dan biasanya akan timbul pada bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubun indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu. d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidak cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah.

20 e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning. f. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning. (Guslihan, 2009). 4. Patofisiologis Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Bilverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekresikan dan mudah melalui membrane biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membrane sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y, protein Z, dan glutation) hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi (Jejeh, 2010).

21 5. Gejala Gejala ikterus, antara lain: warna kulit tubuh tampak kuning, paling baik pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan sedikit kulit untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah. Derajat ikterus ditentukan dengan melihat kadar bilirubin direk dan indirek, atau secara klinis menurut Kremer di bawah sinar biasa (day-light) (Nur Muslihatum, 2010). 6. Komplikasi Kers ikterus (enselofati biliaris) adalah suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirect pada otak. Kers ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi (>20 mg% pada bayi cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan gejala kerusakan otak berupa mata berputar, bayi tak mau menghisap, latergi, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku, epistotonus, sianosis dan retardasi mental dikemudian hari (Vivian, 2010). 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ikterus bergantung pada kondisi ikterus tersebut masih berada dalam batas normal untuk ikterus fisiologis atau merupakan indikasi proses patofisiologis. Ikterus fisiologis lebih umum terjadi pada beberapa situasi. Bayi keturunan Asia memiliki insiden ikterus yang tinggi dan bayi Amerika Afrika memiliki insiden yang rendah. Bayi yang disusui oleh ibu memiliki insiden ikterus fisiologis yang lebih tinggi dari pada bayi yang menggunakan susu botol (Varney, 2007).

22 Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah ikterus fisiologis adalah dengan mengajarkan ibu dan keluarga cara menyinari bayi dengan cahaya matahari (Nur Muslihatum, 2010): a. Sinari bayi dengan cahaya matahari pagi jam sampai 2-4 hari. b. Atur posisi kepala bayi agar wajah tidak langsung menghadap ke cahaya matahari. c. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit bayi dalam posisi terlentang 15 menit bayi dalam posisi telungkup. d. Lakukan penyinaran pada kulit seluas mungkin dan bayi tidak memakai pakaian (terlanjang). e. Beri penjelasan ibu kapan sebaiknya bayi dibawa ke petugas kesehatan. f. Beri penjelasan ibu kapan kunjungan ulang setelah hari ke-7. Tujuan utama penatalaksanaan ikterus noenatal adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kemikterus/ensofalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil trasferase dengan pemberian obat seperti luminal atau fenobarbital (Jejeh, 2010). Menurut Nur 2010, cara pengendalian ikterus yang dapat dilakukan adalah mestikulasi konjugasi bilirubin, misalnya dengan glukosa atau pemberian albumin, menambah zat-zat yang kurang dalam transportasi dan

23 metabolisme bilirubin, misalnya albumin dan glukose, melakukan fatoisomerisasi dengan terapi sinar, membatasi siklus entrohepatik, misalnya dengan memberikan minum oral secara dini, pemberian kolesteramin (questran), mengeluarkan bilirubin secar mekanis dengan transfusi tukar, serta mengatasi penyebab bila mungkin. dari: Gusliham (2009), menyebutkan penanganan ikterus pada bayi terdiri a. Penanganan sendiri di rumah 1) Berikan ASI yang cukup 8 sampai 12 kali sehari. 2) Sinar matahari dapat membantu memecah Bilirubin lebih mudah diproses oleh hati. 3) Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapatkan matahari pagi antara jam 7 sampai jam 8 pagi bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. 4) Lakukan penyiran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit terkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian atau atau terlanjang tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan. b. Terapi Medis 1) Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar Photo therapi sesuai dengan peningkatkan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi cukup bulan atau Prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi akan mengubah bilirubin

24 menjadi Lumirubin yang lebih mudah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata. 2) Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut Fiber Optic atau terapi sinar ganda atau Triple. 3) Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan Transfuse tukar yaitu penggantian darah bayi dengan darah donor. B. Pemberian ASI 1. Pengertian ASI Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya ibu mengalami masalah dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi ASI tidak lancar (Saleha, 2009). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010). ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjer payudara ibu dan merupakan makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi baik gizi, immologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009).

25 ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya berubah sesuai dengan kebutuhan bayi yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010). ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. Kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas (Maryunani, 2010). 2. Manfaat ASI a. Manfaat ASI bagi bayi (Dwi Sunar, 2009) 1) Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah dengan Makanan Pendampin ASI (MP-ASI). Setelah berumur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat bagi bayi. 2) ASI memang terbaik untuk bayi manusia, sebagaimana susu sapi yang terbaik untuk bayi sapi. 3) ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi. 4) Para dokter menyepakati bahwa pemberian ASI dapat mengurangi risiko infeksi lambung dan usus, sembelit, serta alergi.

26 5) Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang bayi yang tidak memperoleh ASI. Ketika ibu tertular penyakit melalui makanan, seperti gastroenteritis atau polio, maka antibodi ibu terhadap penyakit akan diberikan kepada bayi melalui ASI. 6) Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning. Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI. 7) ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun selalu dalam keadaan steril dan suhunya juga cocok. 8) Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI semakin mendekatkan hubungan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman, dan terlindungi. Hal ini mempengaruhi kemapanan emosinya di masa depan. 9) Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan kepadanya, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan mengonsumsi ASI, bayi semakin cepat sembuh. 10) Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI. Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.

27 11) Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI antara lain kolik, kematian bayi secara mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), eksem, dan ulcerative colitis. 12) IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin ketimbang bayi yang tidak diberi ASI. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang diberi ASI pada usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi dari pada anak yang minum susu formula. 13) Menyusui bukanlah sekedar memberi makan, tetapi juga mendidik anak. Sambil menyusui, ibu perlu mengelus bayi dan mendekapnya dengan hangat. Tindakan ini bisa memunculkan rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi. Hal itu terjadi dasar bagi pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik, yang menyayangi orang lain. b. Manfaat ASI bagi ibu (Dwi Sunar, 2009) 1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi risiko pendarahan. 2) Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali. 3) Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui bayi.

28 4) Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dan lain sebagainya. 5) ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan, seperti botol, kaleng susu formula, air panas, dan lain-lain. 6) ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula beserta perlengkapannya. 7) ASI selalu bebas kuman, sedangkan campuran susu formula belum tentu steril. 8) Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan emosional. 9) ASI tidak akan basi, karena senantiasa diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong, ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tidak pernah basi, sehingga ibu tidak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui. c. Manfaat ASI bagi keluarga (Dwi Sunar, 2009) 1) Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu, dan peralatanya. 2) Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan. 3) Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.

29 4) Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga. 5) Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia. 6) Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air panas, dan lain sebagainya ketika bepergian. d. Manfaat ASI bagi masyarakat dan Negara (Dwi Sunar, 2009) 1) Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatannya. 2) Bayi sehat membuat Negara lebih sehat. 3) Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit. 4) Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka kematian. 5) Melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu, dan peralatannya. 6) ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi. 3. Keuntungan ASI Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari mengkonsumsi ASI (Bahiyatun, 2009) : a. ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. b. Dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri, dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan alat bantu. c. Bebas dari kesalahan dalam penyediaan.

30 d. Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari pada bayi yang mendapatkan susu formula. e. Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi usus dan alat pencernaan. f. Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (marasmus, kelebihan makanan, dan obesitas). Keuntungan pemberian ASI (Buku Acuan & Panduan, 2007)): a. Mempromosikan keterikatan emosional ibu dan bayi. b. Memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui kolostrum. c. Merangsang kontraksi uterus. 4. Air Susu Menurut Stadium Lakta a. Kolostrum Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling tinggi dari pada ASI sebenarnya, khususnya kandungan immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA juga membantu dalam mencegah bayi mengalami alergi makanan. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara (Saleha, 2009). Berikut ini adalah manfaat dari kolostrum (Bahiyatun, 2009): 1) Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang

31 terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium. 2) Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3. 3) Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah. 4) Merupakan cairan viskus kental dengan warna kekuning-kuningan dan lebih kuning dari pada susu yang matur. 5) Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. 6) Lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur, tetapi berbeda dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein yang utama adalah globulin (gamma globulin). 7) Lebih banyak mengandung antibodi dari pada ASI yang matur. Selain itu, dapat memberikan perlindungan bayi sampai umur 6 bulan. 8) Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dari pada ASI yang matur. 9) Mineral (terutama natrium, kalium, dan klorida) lebih tinggi dari pada susu matur. 10) Total energi rendah jika dibandingkan dengan susu matur (hanya 58 kal/100 ml kolostrum). 11) Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dari pada ASI yang matur, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.

32 12) Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak. 13) ph lebih alkalis dari pada ASI yang matur. 14) Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dari pada ASI yang matur. 15) Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidroloisis protein yang ada di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi. 16) Volume berkisar ml/24 jam. b. Air Susu Masa Peralihan Ciri dari air susu masa peralihan adalah sebagai berikut (Saleha, 2009): 1) Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur. 2) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mangatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5. 3) Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. 4) Volumenya juga akan makin meningkat. c. Air Susu Matur Adapun ciri susu matur adalah sebagai berikut (Soleha, 2009): 1) Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relatif konstan (ada pula yang mengatakan bahwa

33 komposisi ASI relatif konstan baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5). 2) Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. 3) Merupakan suatu cairan bewarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. 4) Tidak mengumpulkan jika dipanaskan. 5) Terdapat antimikrobial faktor, antara lain sebagai berikut. a) Antibodi terdapat bakteri dan virus. b) Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T). c) Enzim (lizisim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amylase, fosfodieterase, dan alkalin fosfatase). d) Protein (laktoferin, B12 binding protein). e) Resistance faktor terhadap stafilokokus f) Komplemen. g) Interferon producing cell (sel penghasil interferon). h) Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus. i) Hormon-hormon. 5. Frekuensi Menyusui Semakin sering menyusui maka akan semakin banyak pula ASI yang diproduksi, base on demand. Proses produksi ASI itu berdasarkan

34 seberapa kosongnya gudang ASI (payudara). Semakin sering gudangya dikosangkan maka akan semakin sering proses isi ulangnya. Sehingga semakin banyak produksi ASI (Proverawati, 2010). Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar (IDAI, 2008). Rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24 jam menjadi 8 hingga 12 kali menyusui dan menghasilkan perkiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan sebagian besar bayi. Banyak bayi dalam rentang beberapa jam menyusu beberapa kali, tidur untuk beberapa jam dan bangun untuk menyusu lagi (Verney, 2007). Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (mis, kencing) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara dalam 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam (Bahiyatun, 2009). Menyusui yang dijabwalkan akan berakibat kurang baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jabwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah hari akan sangat berguna bagi ibu yang bekerja. Hal ini akan

35 memacu produksi ASI dan mendukung keberhasilan penundaan kehamilan (Bahiyatun, 2009). Pada masa awal menyusui setiap periode menyusui kira-kira berlangsung 20 sampai 45 menit untuk total dua payudara, bisa lebih cepat atau lebih lama tergantung keinginan bayi, ia yang paling tahu berapa banyak kebutuhannya sampai merasa kenyang. Namun karena bayi baru lahir umumnya sering mengantuk, panjangnya waktu yang dibutuhkan ini memerlukan kesabaran dan ketelatenan. Dengan pelekatan yang baik, susui pada satu sisi payudara sampai payudara kosong, tandanya ia berhenti menghisap dan tangan tak lagi terkepal, serta ia kelihatan rileks dan ngantuk. Saat ini, lepaskan puting dari mulutnya, sendawakan dan ganti payudara sebelahnya. Tandai dengan peniti di baju, untuk pengingat tadi pertama kali menyusui dengan payudara sebelah mana, untuk periode menyusui berikutnya ditukar (IDAI, 2008). Adalah normal bagi bayi untuk cluster feed, berarti ia sering lapar dan menyusu pada beberapa jam, kemudian tidur lama tanpa merasa lapar. Dalam minggu-minggu pertama kehidupannya, bayi yang sehat bisa menyusu setiap jam atau beberapa kali dalam satu jam, terutama saat sore dan menjelang tidur malam. Ia akan sangat puas dan kenyang setelah cluster feedings tersebut, dan ibu bisa memanfaatkannya untuk beristirahat tidur malam (IDAI, 2008). Perlu diingat, lambung bayi yang baru lahir itu kecil sekali. Karena itu mereka meminum ASI sedikit sedikit, dan sering (karena ASI sangat mudah dicerna dan diserap). Karena itu, biarkanlah bayi mengatur kapan

36 mereka mau ASI. Tidak ada kata jarak antar minum terlalu sebentar, karena saat bayi mengatur asupan ASI mereka, payudara akan mengatur produksi ASI secara otomatis. Jarak antar minum setidaknya 45 menit adalah cukup normal untuk bayi yang baru lahir (IDAI, 2008). Lambat laun, jarak antar minum ini akan bertambah jarang dengan tumbuhnya bayi, hingga 2-3 jam sekali. Namun, sewaktu waktu, ada saatnya bayi mengalami lonjakan pertumbuhan (growth spurts), selama kira-kira 2-3 hari. Growth spurts itu seringkali terjadi umur 3 minggu, 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan. Saat itu, bayi akan membutuhkan lebih banyak ASI dari sebelumnya, sehingga dia akan meminta ASI lebih sering bahkan setiap setengah jam, selama 2-3 hari itu. Tidak apa apa, turuti saja kemauan bayi itu seberapa seringnya pun, karena payudara anda akan beradaptasi dengan membuat ASI lebih banyak lagi. Setelah beberapa hari, jarak antar menyusui akan menjadi lebih jarang kembali. Beberapa dokter menyarankan para ibu untuk membuat jadwal menyusui. Namun, menyusui harus dilakukan sesuai kebutuhan si bayi. Tidak perlu dijadwal, turutilah kapanpun bayi meminta minum (IDAI, 2008). 6. Tanda Kecukupan ASI a. Bayi berkemih 6 kali dalam 24 jam dan warnanya jernih sampai kuning muda. b. Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan dengan bentuk berbiji. c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup.

37 d. Bayi setidaknya menyusu kali dalam 24 jam. e. Payudara ibu terasa lunak dan kosong setiap kali selesai menyusui. f. Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu. g. Bayi bertambah berat badannya. (Bahiyatun, 2009). C. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini dikemukan oleh para ahli tentang Kejadian Ikterus Fisiologi, Ikterus fisiologis dipengaruhi oleh pemberian ASI, yaitu: Pemberian ASI Fungsi hati yang belum sempurna Breastmilk jaundice Ikterus Fisiologis Lebam pada kulit pada kulit kepala Ketidak Cocokan darah dan Rhesus Ibu menderita diabetes Ket: Tidak diteliti Yang diteliti Skema 2.1 Kerangka Teoritis (Guslihan, 2009) D. Kerang Konsep Menurut Gusliham (2009) salah satu penyebab ikterus adalah akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Jarang

38 mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama. Berdasarkan teori tersebut maka dapat disusun sebuah kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Variabel Independen Frekuensi Pemberian ASI Variabel Dependen Ikterus Fisiologis Skema 2.2 Kerangka Konsep E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, maka hipotesis penelitian ini adalah: Ha : Ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada BBL 2-10 hari di BPM N Padang Panjang. F. Definisi Operasional Tabel 2.2 Definisi Operasional N Variabel Definisi o Operasional 1 Ikterus Warna kuning yang terjadi pada kulit dan selaput mata dan tubuh bayi berusia 2-10 hari karena penumpukan kadar bilirubin dalam darah. Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Observasi Cheklis 1. Ya Ikterus : Ordinal terdapat warna kuning pada bagian tubuh bayi usia 2-10 hari. 2. Tidak Ikterus: tidak ada warna kuning pada tubuh bayi usia 2-10 hari (Arikunto, 2006).

39 2. Frekuensi Pemberian ASI Air susu ibu yang diberikan kepada bayinya sesering mungkin, tanpa dijadwalkan minimal 1 kali dalam 2-3 jam. Wawancara Cheklis 1. Sering: pemberian ASI tanpa dijadwalkan, minimal 1 kali dalam 2-3 jam. 2. Tidak Sering: berarti dijabwalkan, 1 kali > 3 jam (Arikunto, 2006). Ordinal

40 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control yaitu penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor risiko tertentu (Sastroasmoro, 2010). B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini telah dilakukan di BPM N Padang Panjang. 2. Waktu Penelitian telah dilaksanakan bulan Maret-April C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi ikterus fisiologis usia 2-10 hari di BPM N Padang Panjang 2016, dengan rata-rata 60 persalinan perbulan. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel secara Non random atau bukan secara acak adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, semata-mata.

41 Pengambilan sampel secara proposive sampling didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri. Sampel adalah objek penelitian diambil dari keseluruan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Notoadmojdo, 2010). Jadi peneliti menginginkan pengambilan sampel case yaitu sebanyak 30 orang bayi ikterus dan sebagai sampel kontrol sebanyak 30 orang bayi yang tidak ikterus yang berusia 2-10 hari. Kemudian persyaratan subjek yang bisa diikut sertakan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang diperlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoadmojdo, 2010): a. Ibu yang memiliki bayi baru lahir di BPM N yang berusia 2-10 hari yang ikterus dan tidak ikterus. b. Ibu yang melahirkan bayi hidup di BPM tersebut. c. Ibu yang bersedia jadi responden. Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoadmojdo, 2010). D. Etika Penelitian 1. Informed Consent Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Jika responden bersedia, maka responden dianjurkan menandatangani lembar persetujuan.

42 2. Anonimity (Tanpa Nama) Untuk menjaga kerahasian subjek penelitian maka dalam lembar pengumpulan data penelitian tidak dicantumkan nama tetapi hanya menyebutkan inisial namanya saja. 3. Confidentialy (Kerahasiaan) Peneliti menjamin kerahasian informasi yang diperoleh dari responden dengan tidak mempublikasikan data yang diperoleh kepada pihak lain atau pihak yang tidak berkepentingan dan hanya menggunakannya untuk kepentingan penelitian, serta hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian (Hidayat, 2011). E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang didapat dari BPM N Padang Panjang. Data sekunder adalah data atau sumber informasi yang bukan dari tangan pertama (Notoadmodjo, 2010). Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yaitu pertanyaan tentang pemberian ASI. Instrumen penelitian ini digunakan skala Guttman dan pada umumnya dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 (Hidayat, 2011).

43 F. Pengolahan Data 1. Editing (memeriksa) Yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding (memberi kode) Yaitu memberi tanda kode terhadap observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan proses pengolahan data selanjutnya. Dimana jawaban responden diberi kode 2 apabila tidak sering frekuensi pemberikan ASI dan nilai 1 jika frekuensi pemberikan ASI sering. Untuk penilainan ikterus yaitu ikterus diberi kode 1 dan tidak ikterus diberi kode 2, dengan nilai maksimal 20 dan nilai minimum Transfering (mentransfer data) Yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan kedalam tabel sesuia dengan variable yang diteliti. 4. Tabulating (data bentuk tabel) Yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap variabel yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. G. Analisa Data 1. Analisa Univariat Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, biasanya di gunakan untuk mengetahui distribusi data, persentase yang disusun

44 berdasarkan kuesoner. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel. Hasil perhitungan persentase dimasukkan kedalam kriteria standar objektif yaitu berdasarkan kriteria teori dari setiap aspek dan kriteria sandar kualitatif berikut a. Penilaian ikterus 1) Ikterus : Bila terlihat warna kuning pada bagian tubuh bayi. 2) Tidak ikterus : Bila tidak terlihat warna kuning pada bagian tubuh bayi b. Penilaian frekuensi pemberian ASI 1) Sering : Tidak dijadwalkan, minimal 1 kali dalam 2 jam. 2) Tidak Sering : Maksimal1 kali >2 jam. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas (frekuensi pemberian ASI) dengan variabel terikat (kejadian ikterus Fisiologis), data dianalisa dengan cara memasukan data kekomputer menggunakan program SPSS. Untuk melihat kemaknaan 0,05, sehingga bila nilai p < 0,05 maka hasil statistik dinilai bermakna antara pemberian ASI segera setelah persalinan dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir,

45 jika nilai p > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna antara pemberian ASI segera setelah persalinan dengan kejadian ikterus.

46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Maret-April 2016 terhadap bayi-bayi yang baru lahir yang mengalami ikterus dan tidak mengalami ikterus di BPM N dengan jumlah 30 bayi yang ikterus dan 30 bayi yang tidak ikterus bayi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2 10 hari, maka penelitian tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut. 1. Analisis Univariat a. Frekuensi Pemberian ASI Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Pada BBL 2-10 Hari Di BPM N Padang Panjang Tahun 2016 No Kasus Frekuensi Pemberian ASI f % 1 Sering Tidak Sering Jumlah Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 30 sampel pada kasus ditemukan lebih dari separoh (60%) yang tidak sering memberikan ASI.

47 Control No Frekuensi Pemberian ASI f % 1 Sering 28 93,33 2 Tidak Sering 2 6,67 Jumlah Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 30 sampel pada control ditemukan sebagian besar (93,33%) yang sering memberikan ASI. b. Kejadian Ikterus Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus di BPM N Padang Panjang Tahun 2016 No Ikterus Kasus % Kontrol % 1 Ya Tidak Jumlah Berdasarkan table diatas dapat diketahui dari 60 sampel bayi baru lahir usia 2-10 hari 30 responden mengalami ikterus dan 30 responden tidak mengalami ikterus. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI degan Kejadian Ikterus Pada BBL 2-10 Hari di BPM N Padang Panjang Tahun 2016 Tabel 4.3 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI degan Kejadian Ikterus Pada BBL 2-10 Hari di BPM N Padang Panjang Tahun 2016 Frekuensi Kasus Kontrol Jumlah Pemberian ASI f % f % F % Sering , ,67 Tidak Sering , ,33 Jumlah P Value OR 0,00 0,048

48 Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 40 responden yang sering memberikan ASI terdapat 12 responden mengalami ikterus dan 28 responden yang tidak ikterus. Sedangkan dari 20 responden yang tidak sering memberikan ASI yaitu 18 responden mengalami ikterus dan 2 responden tidak ikterus. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,00, yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari di BPM N Padang Panjang Tahun B. Pembahasan 1. Analisa Univariat a. Frekuensi Pemberian ASI Berdasarkan tabel 4.1 ditemukan lebih dari separoh dari responden kasus tidak sering memberikan ASI pada BBL 2-10 hari di BPM N Padang Panjang Tahun 2014, dapat dilihat dari 60 sampel BBL ditemukan lebih dari separoh pada kasus yang tidak sering memberikan ASI 18 orang (60%) dan yang sering 12 orang (40%). Dimana dari hasil yang di temukan pada tabel 4.1 adalah yang mengalami ikterus. Ibu hanya memberikan ASI pada bayinya bangun saja, tanpa membangunkan bayinya yang tertidur, posisi yang salah menyusui membuat susu ibu sakit dan malas menyusui, karena ibu baru pengalaman pertama menyusui/anak pertama dan paritas lebih, dukungan dari keluarga yang kurang. Sedangkan yang sering

49 memberikan ASI, melakukan pemberian ASI tanpa dijadwalkan dan membangunkan bayinya jika waktu menyusui telah tiba minimal 2 jam sudah diberikan ASI pada bayinya, tapi produksi ASI yang masih kurang, banyak terjadi pada ibu yang memiliki anak pertama. Rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24 jam menjadi 8 hingga 12 kali menyusui dan menghasilkan perkiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan sebagian besar bayi. Menurut Bahiyatun (2009) bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara dalam 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Menyusui yang dijabwalkan akan berakibat kurang baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jabwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah hari akan sangat berguna bagi ibu yang bekerja. Hal ini akan memacu produksi ASI dan mendukung keberhasilan penundaan kehamilan. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Khairunnisak pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh bahwa lebih dari separoh yang sering pemberian ASI (68,6%). Menurut asumsi penulis dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa bayi yang tidak sering diberikan ASI lebih banyak dari pada sering diberikan ASI. Pemberian ASI yang adekuat sangat baik untuk bayi karena ASI mempunyai banyak manfaat untuk bayi dan keluarga.

50 Salah satu manfaat bayi diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa yang tidak sering memberikan ASI sebanyak 18 orang bayi (60%) dan sering 12 orang (40%) pada kasus. Yang sering memberikan ASI pada kasus ditemukan cara menyusui yang salah sehingga bayi tidak puas menyusu, air susu ibu yang sedikit. Sedangkan yang tidak sering pada kasus ditemukan jadwal menyusui ibu yang tidak teratur atau jarak terlalu lama, ibu menyusui bayinya ketika bayi bangun dan jika bayi tertidur ibu hanya membiarkan saja. b. Ikterus Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.2 dari 60 sampel terdapat bayi baru lahir yang kejadian ikterus sebanyak 30 orang dan tidak ikterus 30 orang. Menurut Jejeh (2010), Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi dalam darah lebih dari 5 mg/dl yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Pada ikterus fisiologis, sebagian besar bilirubin merupakan bilirubin yang terkonyugasi dan bayi dalam keadaan umum yang baik. Keadaan ini bervariasi antara satu bayi dengan bayi lainnya. Warna kuning yang terjadi pada kulit bayi yang timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

51 Sedangkan menurut hasil penelitian Khairunnisak tahun 2013 didapatkan bayi positif ikterus sebanyak 31 responden (60,8). Perbedaan dari hasil penelitian ini adalah jumlah bayi ikterus. Persamaannya, sama-sama menemukan bayi yang ikterus fisiologis dengan derajat I yaitu terdapat kuning pada daerah muka sampai leher. Menurut asumsi penulis kejadian ikterus disebabkan oleh kurang adekuatnya pemberian ASI kepada bayi. Kejadian ikterus yaitu 30 orang bayi. Selain disebabkan pemberian ASI, ikterus juga bisa disebakan faktor lain seperti berat bayi yang kurang 2500 gram dan paritas ibu. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 60 sampel BBL 2-10 hari ditemukan kejadian ikterus lebih banyak pada ibu yang tidak sering melakukan pemberian ASI pada bayinya dibanding dengan responden yang sering memberikan ASI, yakni sebanyak 60% yang tidak sering, dan sebanyak 40% yang sering memberikan ASI. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,00. Sehingga didapatkan bahwa p 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari. ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala

52 kebutuhan makanan bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009). Berdasarkan teori yang di sampaikan oleh Sunar (2009) yaitu rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali setiap hari, salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI. ASI adalah sumber makanan terbaik bagi bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi, Pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan mengeratkan jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentang terjadi pada bayi baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisak (2013) yang berjudul Hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari

53 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 yang menunjukkan bahwa dari 16 responden yang tidak sering melakukan pemberian ASI ternyata sebanyak 87,5% positif mengalami ikterus. Sedangkan dari 35 responden yang sering melakukan pemberian ASI ternyata mayoritas 51,4% negatif mengalami ikterus. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,020. Sehingga didapatkan bahwa p 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari. Menurut asumsi penulis dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa bayi ikterus banyak dialami oleh ibu yang tidak sering memberikan ASI pada bayinya yaitu sebanyak 18 orang (60%) yang sering 12 orang (40%) dari 30 orang bayi ikterus fisiologis. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tenaga kesehatan yang kurang memberikan penkes tentang teknik menyusui yang benar serta manfaat ASI bagi bayi ibu, faktor ibu yang malas menyusui bayinya karena takut terjadi perubahan fisik yang tidak baik serta dukungan yang kurang dari kelurga, faktor bayi yang malas menyusui disebabkan oleh terlambat pemberian ASI awal sehingga bayi lebih suka tidur, cara ibu yang tidak benar memberikan ASI dan lain-lain. C. Keterbatasan Penelitian

54 1. Seharusnya akan lebih baik lagi jika penelitian ini dilakukan dengan mengkaji berbagai macam faktor yang mempengaruhi terjadi ikterus pada bayi baru lahir. 2. Penilaian tentang ikterus seharusnya dilakukan secara observasi yang berkelanjutan, serta jumlah sampel seharusnya lebih banyak sehingga hasilnya lebih optimal. 3. Penulis memiliki keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan kemampuan akhirnya peneliti melakukan penelitian tentang frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari dengan satu variable independen dengan sampel 60 orang saja.

55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari di BPM N Padang Panjang Tahun 2016, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Lebih dari separoh responden yang mengalami ikterus tidak sering memberikan ASI. 2. Sebagian besar responden yang tidak ikterus sering memberikan ASI. 3. Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari di BPM N Padang Panjang Tahun B. Saran 1. Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian ini peneliti dapat menambah pengetahuan tentang metodelogi penelitian dan asuhan neonatus yang dapat diterapkan sendiri dan bagi masyarakat. 2. Bagi Tempat Penetian Dengan adanya penelitian ini di BPM N Padang Panjang lebih dapat meningkatkan sumber informasi tentang pentingnya pemberian ASI yang adekuat kepada bayi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Dengan adanya penelitian ini menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa diperpustakaan atau referensi untuk mahasiswa.

56 4. Bagi Responden Dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan ibu-ibu post partum tentang frekuensi pemberian ASI dan Ikterus. 5. Bagi peneliti selanjutnya. Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman atau bahan acuan dalam melaksanakan penelitian berikutnya untuk lebih dapat menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kejadian ikterus pada bayi baru lahir dan dapat mengobservasi secara berkelanjutan.

57 DAFTAR PUSTAKA Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC Guslihan, (2009). Dasa Tjipta, Kuning Pada Bayi Baru Lahir. Kapan Harus Ke Dokter?. Medan, Devisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU. Hasfirah, (2009), Mengenal Ikterus Neonatorum, (Dikutip tanggal 1 Januari 2013). Hidayat, A.Aziz Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. IDAI. (2008). Frekuensi Menyusui pada Bayi. Jakarta: EGC Jejeh, Ai, Rukiyah dan Julianti, Lia, (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: TIM. Khairunnisak. (2013). Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Maryunani, Anik, (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM Notoatmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nur, Muslihatun, Wafi, (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya. Prawirohardjo, Sarwono, (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. Proverawati, Atikah, Eni Rahmawati Kapita ASI & Meyusui. Yogyakarta: Nuha Medika. Sarwono, 1999, Ilmu Kebidana. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. EGC Sastroasmoro,S dan Sofyan,I Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto. Sunar, Dwi, Prasetyono, (2009). Buku Pintar ASI Ekslkusif. Jogjakarta: DIVA Press. Surasmi,Asrining.2006.Perawatan Bayi Risiko Tinggi.Jakarta: EGC

58 Yuliarti, Nurheti, (2010). Keajaiban ASI-Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan, dan kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: Andi Offset

59 Lampiran 1 GANT CHART JADWAL KEGIATAN PENELITIAN Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada BBL 2-10 Hari Di BPM N Padang Panjang Tahun 2016 No Kegiatan 1 Pengajuan Judul Proposal 2 Persetujuan judul penelitian 3 Penelitian 4 Pengolahan Data 5 Penyusunan laporan penelitian 6 Pengumpulan laporan penelitian Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Bukittinggi, Juli 2016 Peneliti (Indah Putri Ramadhnti, S.ST)

60 Lampiran 2 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Bukittinggi, Maret 2016 Kepada Yth. Calon Responden Penelitian di BPM Netti Rustam, Amd.Keb Padang Panjang Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini Mahasiswa Kebidanan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, akan mengadakan Penelitian tentang Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada BBL 0-7 Hari di BPM Netti Rustam, Amd.Keb Padang Panjang. Untuk tujuan tersebut, saya mohon kesediaan ibu-ibu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan, untuk dapat dipakai sebagai sumber informasi bagi peneliti. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas ibu-ibu. Partisipasi ibu-ibu dalam penelitian ini sangat kami hargai dan atas partisipasinya peneliti ucapkan terimakasih. Bukittinggi, Juni 2016 Peneliti Indah Putri ramadhanti, S.ST

61 Lampiran 3 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Alamat : Setelah mendapatkan penjelasan dan mengerti tentang tujuan penelitian, Judul : Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada BBL 0-7 Hari Di BPM Netti Rustam Padang Panjang. Peneliti : Tuti Oktriani S.ST Bahwa saya diminta untuk berperan serta dalam penelitian yang nantinya akan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sebelumnya saya sudah diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini dan saya mengerti bahwa peneliti akan menjaga kerahasiaan diri saya. Bila saya merasa tidak nyaman, maka saya berhak untuk mengundurkan diri. Demikian secara sadar, sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya berperan serta dalam penelitian ini dan bersedia menandatangani lembar persetujuan ini. Bukittinggi, Juni 2013 Responden (.)

62 Lampiran 4 PENGAMBILAN DATA Pemberian ASI Ikterus No Inisial Responden / Para Tanpa dijadwalkan, minimal 1 kali dalam 2-3 jam Yang dijadwalkan, 1 kali >3 jam Terdapat warna kuning pada selaput mata atau bagian tubuh bayi Tidak terdapat warna kuning pada bagian tubuh bayi KET 1 By. Ny. N/II 2 By. Ny. E/II 3 By. Ny. M/I 4 By. Ny. M/III 5 By. Ny. R/I 6 By. Ny. E/V 7 By. Ny. T/II 8 By. Ny. R/II 9 By. Ny. V/II 10 By. Ny. S/I 11 By. Ny. N/I 12 By. Ny. S/I 13 By. Ny. F/IV 14 By. Ny. R/I 15 By. Ny. M/I 16 By. Ny. M/II 17 By. Ny. N/I 18 By. Ny. N/V

63 19 By. Ny. R/III 20 By. Ny. F/II 21 By. Ny. A/I 22 By. Ny. A/I 23 By. Ny. Y/II 24 By. Ny. W/V 25 By. Ny. V/IV 26 By. Ny. L/I 27 By. Ny. D/III 28 By. Ny. P/I 29 By. Ny. R/III 30 By. Ny. I/I 31 By. Ny. D/II 32 By. Ny. R/II 33 By. Ny. W/II 34 By. Ny. M/I 35 By. Ny. V/I 36 By. Ny. Y/III 37 By. Ny. H/II 38 By. Ny. N/III 39 By. Ny. T/I 40 By. Ny. C/II 41 By. Ny. M/II 42 By. Ny. L/III 43 By. Ny. O/II

64 44 By. Ny. Y/IV 45 By. Ny. S/VI 46 By. Ny. J/V 47 By. Ny. W/V 48 By. Ny. T/II 49 By. Ny. R/I 50 By. Ny. D/V 51 By. Ny. N/I 52 By. Ny. B/IV 53 By. Ny. Z/VI 54 By. Ny. Y/III 55 By. Ny. E/I 56 By. Ny. L/I 57 By. Ny. A/III 58 By. Ny. I/V 59 By. Ny. R/V 60 By. Ny. M/I

65 Lampiran 5 MASTER TABEL HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN 2016 NO Ikterus Frekuensi Pembeian ASI

66 Ket : Ikterus 1. Ya 2. Tidak Frekuensi Pemberian ASI 1. Sering 2. Tidak sering

67 Lampiran 6 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA A. Analisa Univarat Frequencies Statistics Pemberian_ASI_ Pemberian_ASI_ Case Control N Valid Missing 0 0 Frequency Table Pemberian_AS_Case Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sering Tidak Sering Total Pemerian_ASI_Control Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sering Tidak Sering

68 Pemerian_ASI_Control Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sering Tidak Sering Total Kejadian_Ikterus Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya Tidak Total B. Analisa Bivariat Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Kejadian_ikterus * Pemberian_ASI % 0.0% %

69 Kejadian_ikterus * Pemberian_ASI Crosstabulation Pemberian_ASI Sering Tidak Sering Total Kejadian_ikterus Ya Count Expected Count % within Pemberian_ASI 30.0% 90.0% 50.0% Tidak Count Expected Count % within Pemberian_ASI 70.0% 10.0% 50.0% Total Count Expected Count % within Pemberian_ASI 100.0% 100.0% 100.0%

70 Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Value df sided) sided) sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases b 60 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Kejadian_ikterus (Ya / Tidak) For cohort Pemberian_ASI = Sering For cohort Pemberian_ASI = Tidak Sering N of Valid Cases 60

71

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH KHAIRUNNISAK Mahasiswi D-III Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN Rulfia Desi Maria, 2 Suci Rahmadeni

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN Rulfia Desi Maria, 2 Suci Rahmadeni HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN 2013 1,* Rulfia Desi Maria, 2 Suci Rahmadeni 1,2 STIKes Prima Nusantara Bukittinggi *e-mail : ucy_ceria@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN ASI PADA BAYI BARU LAHIR ASI adalah satu-satunya makanan bayi yang paling baik, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tergantng dari motif yang dimiliki (Taufik, 2007). menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tergantng dari motif yang dimiliki (Taufik, 2007). menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu untuk mencapai tujuan. Perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN ASI EKSKLUSIF ASI adalah satu satunya makanan bayi yang paling baik, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Definisi ASI Menurut WHO (2005) dalam Kementerian Kesehatan (2014), ASI eksklusif berarti pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain (bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu 1. Pengertian ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garamgaram organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF

SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF Pokok Bahasan : Keperawatan Maternitas Sub Pokok Bahasan : ASI Eksklusif Tempat : Puskesmas Turen Sasaran : Masyarakat yang berobat di Puskesmas Turen Tanggal : Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Untuk hidup dan meingkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral) dalam jumlah yang cukup,

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Aunida Hasyyati*,Dwi Rahmawati 1,Mustaqimah 1 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *Korepondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO ( World Health Organization)

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan di bahas yang pertama mengenai ASI Eksklusif, air susu ibu yang meliputi pengertian ASI, komposisi asi dan manfaat asi. Kedua mengenai persepsi yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses menyusui memang proses alami bagi setiap wanita yang melahirkan, tetapi tidak jarang proses ini menjadi begitu membingungkan dan penuh perjuangan bagi ibu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindunginya dalam melawan serangan penyakit. Keseimbangan zat zat gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindunginya dalam melawan serangan penyakit. Keseimbangan zat zat gizi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian ASI ASI adalah makanan alami pertama untuk bayi dan menyediakan semua vitamin, nutrisi dan mineral yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ASI Ekslusif 6 Bulan

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ASI Ekslusif 6 Bulan SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ASI Ekslusif 6 Bulan Bidang Studi Topik Subtopik Sasaran : Ilmu keperawatan : Keperawatan maternitas : Asi eksklusif 6 bulan : Masyarakat Jam : 11:00 11.20 Hari/Tangga : Kamis/18

Lebih terperinci

Melindungi kesehatan ibu :

Melindungi kesehatan ibu : KONSELING MENYUSUI 1/1 MANFAAT MENYUSUI A S I Zat-zat gizi yang lengkap Mudah di cerna, diserap secara efesien Melindungi terhadap infeksi MENYUSUI Membantu bonding dan perkembangan Membantu menunda kehamilan

Lebih terperinci

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

ASUHAN HIPERBILIRUBIN ASUHAN HIPERBILIRUBIN Pengertian. KERN IKTERUS Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. HIPERBILIRUBIN Suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai nilai yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini berada jauh dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui pengetahuan yang baik tentang pentingnya dan manfaat kolostrom

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui pengetahuan yang baik tentang pentingnya dan manfaat kolostrom 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Primigravida merupakan ibu yang baru hamil untuk pertama kalinya (Chapman, 2006). Biasanya ibu hamil yang baru pertama kali hamil belum mengetahui pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 98 kematian per kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 98 kematian per kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Bayi (AKB) menurut World Health Organization (WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup untuk tahun 2012. Berdasarkan hasil survey demografi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah air susu yang diberikan kepada bayi sejak

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah air susu yang diberikan kepada bayi sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah air susu yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

III.Materi penyuluhan a. Pengertian nifas b. Tujuan perawatan nifas c. Hal-hal yang perlu diperhatikan masa nifas d. Perawatan masa nifas

III.Materi penyuluhan a. Pengertian nifas b. Tujuan perawatan nifas c. Hal-hal yang perlu diperhatikan masa nifas d. Perawatan masa nifas SATUAN ACARA PENYULUHAN Topik : Perawatan Masa Nifas Hari Tanggal : Waktu : Sasaran : Ibu nifas Tempat : I. Latar belakang Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5, 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN PUSTAKA

BAB II TUNJAUAN PUSTAKA BAB II TUNJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Definisi ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, di berikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan

Lebih terperinci

MENGAPA IBU HARUS MEMBERIKAN ASI SAJA KEPADA BAYI

MENGAPA IBU HARUS MEMBERIKAN ASI SAJA KEPADA BAYI 1 AIR SUSU IBU A. PENDAHULUAN Dalam rangka pekan ASI (Air Susu Ibu) yang jatuh pada minggu I bulan Agustus Tahun 2012 ini, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur berupaya untuk memberikan informasi yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional salah satu tujuannya yaitu membangun sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional salah satu tujuannya yaitu membangun sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional salah satu tujuannya yaitu membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas agar tercipta masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. SDM yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis atau Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis atau Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis atau Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi diskriptif korelasi melelui metode pendekatan Cross

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada kehidupan pertama bayi, karena colostrum mengandung Zat kekebalan tubuh terutama immunoglobulin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI 1. Defenisi ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu, yang berguna bagi makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air Susu Ibu (ASI) adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi dan adalah sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Air Susu Ibu Air susu ibu (ASI) adalah makanan pertama alami untuk bayi yang memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ibu memberi Air Susu Ibu (ASI) tidak datang secara tiba-tiba. Ada

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ibu memberi Air Susu Ibu (ASI) tidak datang secara tiba-tiba. Ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami, sehingga jarang sekali ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian, menyusui juga perlu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : AVYSIA TRI MARGA WULAN J 500 050 052

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI memiliki kandungan yang membantu penyerapan nutrisi, membantu perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) 0 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun dengan tatalaksana diare yang

Lebih terperinci

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Anak bukan miniatur orang dewasa Anak sedang tumbuh dan berkembang Anak membutuhkan energi per kg BB lebih tinggi Anak rentan mengalami malnutrisi Gagal

Lebih terperinci

PENGARUH PUTING SUSU LECET TERHADAP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR

PENGARUH PUTING SUSU LECET TERHADAP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR PENGARUH PUTING SUSU LECET TERHADAP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR Ika Tristanti Dosen STIKES Muhammadiyah Kudus Jl. Ganesha I Purwosari Kudus Email: ika.tristanti@yahoo.com

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK Dinamika Kesehatan, Vol. 6 No. 2 Desember 2015 Khadijah et al., Gambaran Tingkat Ikterus Fisiologis... GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR.

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER Identitas Pengetahuan

LAMPIRAN KUESIONER Identitas Pengetahuan LAMPIRAN KUESIONER Identitas 1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : a. < 20 tahun b. 20-30 tahun c. 31-40 tahun d. > 40 tahun 4. Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah atau tidak tamat SD b. SD / sederajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS DENGAN PEMBERIAN ASI KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS DENGAN PEMBERIAN ASI KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS DENGAN PEMBERIAN ASI KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 Dame Situngkir¹, Gustien²* ¹Dinas Kesehatan Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi serta mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia atau susu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi.

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi. 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, di mana observasi atau pengumpulan data variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM PENELITIAN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM Helmi Yenie* dan Mugiati* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RUMAH BERSALIN MULIA KASIH BOYOLALI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RUMAH BERSALIN MULIA KASIH BOYOLALI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RUMAH BERSALIN MULIA KASIH BOYOLALI Astri Wahyuningsih 1, Dian Windy 2 Abstrak : Menyusui

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RB MULIA KASIH BOYOLALI

KARAKTERISTIK MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RB MULIA KASIH BOYOLALI KARAKTERISTIK MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RB MULIA KASIH BOYOLALI Endah Purwaningsih 1), Sri Wahyuni 2) Abstrak : Menyusui adalah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada umatnya melalui ibu yang menyusui bayinya dengan ASI (Irawati, 2007). ASI sangat penting untuk

Lebih terperinci

RINA HASNIYATI, SKM, M.Kes

RINA HASNIYATI, SKM, M.Kes RINA HASNIYATI, SKM, M.Kes PENDAHULUAN Bayi : Umur 0-12 bulan Bayi Cukup Bulan (Full term) Usia kehamilan Berat Badan Tinggi Badan : 270 290 hari : 2,7 3,2 kg : 48 50 cm 2. Bayi Prematur 3. Bayi BBLR Masa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a. Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PERSEPSI DAN MOTIVASI IBU DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH PEDESAAN. Lilik Hidayanti 1, Nur Lina

KONTRIBUSI PERSEPSI DAN MOTIVASI IBU DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH PEDESAAN. Lilik Hidayanti 1, Nur Lina KONTRIBUSI PERSEPSI DAN MOTIVASI IBU DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH PEDESAAN Lilik Hidayanti 1, Nur Lina ABSTRAK Pemberian ASI secara eksklusif memiliki banyak manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan tanpa

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013 1, * Sri Mulyati 1* Akper Prima Jambi Korespondensi Penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Tinjauan Teori Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian ASI Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose (gula) dan garam organik yang diproduksi karena pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung antibodi dan lebih dari 100 zat gizi, seperti AA, DHA taurin, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung antibodi dan lebih dari 100 zat gizi, seperti AA, DHA taurin, dan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Definisi Air Susu Ibu (ASI) merupakan pilihan terbaik bagi bayi karena didalamnya mengandung antibodi dan lebih dari 100 zat gizi, seperti AA, DHA taurin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu Sejak lahir makanan pokok bayi adalah Air Susu Ibu. Air Susu Ibu merupakan makanan paling lengkap, karena mengandung zat pati, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Lebih terperinci

PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN Desilestia Dwi Salmarini¹, Elvine Ivana Kabuhung², Reni Ovilla Yulianti 1 1 Akademi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) Denie Septina A, Dwi Anita A & Titik Anggraeni Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

Lebih terperinci

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA Lampiran 1 INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA A. Judul Penggunaan linen putih sebagai media pemantulan sinar pada fototerapi. B. Pengertian Foto terapi yaitu pemberian lampu fluoresen (panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan. BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu lahir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi berumur 0 6 bulan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi berumur 0 6 bulan tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ASI Eksklusif 2.1.1 Pengertian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi berumur 0 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman lain. Menurut ahli kesehatan,

Lebih terperinci

SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA

SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA RESPONSI KASUS NICU SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA OLEH Oleh: Ni Wayan Suanita Kusumawardani H1A006031 Pembimbing: dr. Hj. Artsini Manfaati, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK DI SMF ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena banyak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh bayi dan sangat penting bagi pertumbuhan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam. penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam. penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Satus Gizi Bayi Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga 34 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga November 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang. Data yang dianalisis berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2015 adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah-masalah yang sering terjadi pada menyusui, terutama terdapat pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet, payudara

Lebih terperinci

ASI ADALAH ANUGERAH LUAR BIASA YANG DIBERIKAN TUHAN KEPADA MANUSIA KENAPA BANYAK ORANG TUA TIDAK MEMBERIKAN ASI

ASI ADALAH ANUGERAH LUAR BIASA YANG DIBERIKAN TUHAN KEPADA MANUSIA KENAPA BANYAK ORANG TUA TIDAK MEMBERIKAN ASI ASI ADALAH ANUGERAH LUAR BIASA YANG DIBERIKAN TUHAN KEPADA MANUSIA KENAPA BANYAK ORANG TUA TIDAK MEMBERIKAN ASI Padahal kita tahu Manfaat ASI bagi bayi Sebagai nutrisi Meningkatkan kecerdasan Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009). BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air Susu Ibu atau yang sering disingkat dengan ASI merupakan satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki komposisi gizi yang paling lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan progam kesehatan. Pada saat ini AKI dan AKB di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan progam kesehatan. Pada saat ini AKI dan AKB di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian ibu menurut WHO, adalah kematian wanita selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhir kehamilan terlepas dari berapa lama kehamilan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari masyarakat. Angka ini digunakan untuk memonitor dan

Lebih terperinci

MANFAAT ASI BAGI BAYI

MANFAAT ASI BAGI BAYI HO4.2 MANFAAT ASI BAGI BAYI ASI: Menyelamatkan kehidupan bayi. Makanan terlengkap untuk bayi, terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO (World Health Organization)

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR Tri Anasari Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto ABSTRAK Pemberian ASI secara penuh sangat dianjurkan oleh para ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian Bayi (AKB) dari negara tersebut. AKB menggambarkan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu, dalam proses menyusui yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Untuk Menyusui Tinjauan tentang menyusui meliputi definisi menyusui, manfaat menyusui, karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. 2.1.1 Definisi

Lebih terperinci

B. MANFAAT ASI EKSKLUSIF

B. MANFAAT ASI EKSKLUSIF ASI EKSKLUSIF A. PENGERTIAN Menurut WHO, ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada enam bulan pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain. ( www.tabloid- nakita.com, 2005 )

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI 1. Definisi ASI Air susu ibu (ASI) adalah suatu lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu (Ambarwati.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air susu Ibu (ASI) merupakan pemberian air susu kepada bayi yang langsung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air susu Ibu (ASI) merupakan pemberian air susu kepada bayi yang langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air susu Ibu (ASI) merupakan pemberian air susu kepada bayi yang langsung berasal dari kelenjar payudara ibu. ASI merupakan makanan yang paling mudah dicerna dan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan berkembang menjadi anak yang sehat dan cerdas (Depkes RI, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan berkembang menjadi anak yang sehat dan cerdas (Depkes RI, 1996). 45 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling mudah dicerna dan yang terbaik bagi bayi karena dapat memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi untuk tumbuh

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG Elda Yusefni (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT Data Dinas kesehatan kota Padang

Lebih terperinci