IMPLEMENTASI RANGKAIAN PENGHITUNG KERAPATAN FLUKS NEUTRON TERKOREKSI N16 RSG-GAS BERBASIS LABVIEW. Oleh PUJI SIAMATUN. Skripsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI RANGKAIAN PENGHITUNG KERAPATAN FLUKS NEUTRON TERKOREKSI N16 RSG-GAS BERBASIS LABVIEW. Oleh PUJI SIAMATUN. Skripsi"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI RANGKAIAN PENGHITUNG KERAPATAN FLUKS NEUTRON TERKOREKSI N16 RSG-GAS BERBASIS LABVIEW Oleh PUJI SIAMATUN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015

2 ABSTRAK IMPLEMENTSI RANGKAIAN PENGHITUNG KERAPATAN FLUKS NEUTRON TERKOREKSI N16 RSG-GAS BERBASIS LABVIEW Oleh PUJI SIAMATUN Telah dilakukan penghitungan sinyal N16 terkoreksi N16-corr ) untuk mendeteksi kecelakaan reaktifitas daerah daya. Penghitungan sinyal N16-corr melibatkan dua kanal pengukuran, yaitu detektor kerapatan fluks neutron dan detektor laju dosis gamma. Rangkaian penghitung N16-corr terdiri dari trigger amplifier (K), integrator (I), dan summing element (S). Rangkaian penghitung N16-corr di simulasikan menggunakan program LabVIEW. Nilai histerisis yang didapatkan yaitu sebesar 0.01 V, dengan nilai batas 0.94 V dan nilai korreksi = mv/s. Nilai selisih antara N16 terkoreksi modul perangkat keras terpasang dengan perangkat lunak adalah sebesar V. Kata kunci : Detektor kerapatan fluks neutron, detektor laju dosis gamma, LabVIEW, scram, sinyal N16 terkoreksi ( N16-corr ). i

3

4

5

6 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii HALAMAN JUDUL... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv HALAMAN PENGESAHAN... v SURAT PERNYATAAN... vi RIWAYAT HIDUP.... vii MOTO... viii PERSEMBAHAN... ix KATA PENGANTAR... x SANWANCANA... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR TABEL... xviii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Batasan Masalah... 7 D. Tujuan Penelitian... 7 E. Manfaat Penelitian... 8 xiii

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Neutron Reaktor Nuklir Radioaktif Jenis dan Fungsi Reaktor Fisi B. Sistem Proteksi Reaktor Neutron Fluks Density Measurement System Sistem Pemantau Radiasi Gamma Prinsip Kerja Sistem Pemantau Radiasi Gamma C. Detektor Detektor Isian Gas Detektor Neutron D. Rangkain Penghitung N16 Terkoreksi E. Pengenalan LabVIEW F. National Instruments OPC Server G. Siemens S III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian B. Alat dan Bahan Perangkat Keras a. Laptop b. Kabel c. PLC S d. Multiplier Phoniex MCR-FLL-C-2UI-DCI Perangkat Lunak C. Prrosedur Penelitian Perancangan Sistem Pembuatan Sistem Perangkat Lunak Uji Coba Sistem Data Analisis xiv

8 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kalibrasi Nilai Keluaran NI OPC dengan Nilai Pengukuran Reaktor Hasil Pembuatan Softwere B. Pengujian Program 1. Pengujian dengan Sinyal Uji Pengujian Sinyal Real Pengujian Data Terukur Secara Offline V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

9 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Daftar Pengkabelan PLC S7-300 analog Pengubahan Pengkabelan Hasil Pembacaan OPC Server dengan sumber arus 0-20 ma Kontrol dan Indikator pada Panil Depan Daftar Konversi Nilai kanal Pengukuran JAC01 CR831dan JRE10 FX Daftar Konversi Nilai kanal Pengukuran JKT03 CR811/821/ Data Pengukuran detektor JKT 03 CX831 dan JAC01 CR Data pengukuran JRG10 FX801 terpasang dengan instrumentasi maya N16 terkoreksi Hasil Pengukuran dengan simulasi sumber arus Konversi input NI OPC server ke Arus (ma) Pola sinyal ramp JRE10 FX801 dengan nilai N16 konstan Hasil Pengukuran JAC01 CR831 dan JKT03 CX Data pengukuran JRG10 FX801, JAC01 CR831, JKT03 CX xviii

10 DAFTAR GAMBAR GAMBAR Halaman 1. Reaksi fisi Prinsip kerja PLTN Sketsa sederhana reaktor G.A. Siwabessy Diagram alir pemantau radiasi gamma (JAC01 CX831) Detektor isian gas Detektor gamma ionisation chamber Lokasi detektor gamma ionisation chamber Detektor compenstated ion chamber Rangkaian penghitung N16 terkoreksi Icon LabVIEW Icon Pallete Tampilan NI OPCServer PLC Siemens S7-300 dan modul Instalasi pengkabelan Siemens S Multiplier Phoniex MCR-FL-C-UI-2UI-DCI Diagram alir penelitian Susunan perangkat Penghitung Fluks Neutron Terkoreksi N Rancangan sistem monitoring Teras dan komponen internal kolar reaktor Blok diagram pengukuran kerapatan fluks neutron Posisi detektor fluks neutron Pengubahan posisi kabel kabinet CVA Instalasi distribusi aktif pada panel CVA06 sebelum dan sesudah pemasangan disburtor aktif (multiplier phoniex) Diagram alir pengolahan data Bagan uji coba sistem Transmisi data dari NIOPC server ke project labview Blok diagram pengambilan data secara rata-rata dari 10 data perdetik Blok diagram konversi nilai arus ke besaran daya (MW), persen daya (%), dan tegangan (V) (a) Blok diagram konversi arus ke nilai daya, persen daya dan tegangan untuk detektor JAC01 (b) Blok diagram konversi arus ke nilai daya, persen daya dan tegangan untuk detektor JKT Tampilan pengukuran JAC01 CR811/821/ xvi

11 31. Tampilan pengukuran JKT03 CX811/821/ Blok diagram untuk menampilkan nilai persen daya (%) JRG10 FX801 dari pengukuran perangkat keras dan perangkat lunak Blok diagram untuk menampilkan nilai persen daya (%) dari detektor JAC01 CR831, JKT03 CX831, dan JRG10 FX Blok digram penampilan data dalam tabel Tabel tampilan program Blok diagram tampilan waktu Blok diagram penyimpanan data dalam bentuk excel dan text.lvm Grafik pengukuran N16 terkoreksi dengan sinyal uji ramp rangkaian penghitung JRE 10 FX801 (hasil scan) Grafik pengukuran N16 terkoreksi dengan sinyal uji ramp amplitudo dalam volt dan time dalam detik (perangkat lunak) Pengujian nilai real di Ruang Kontrol Utama (RKU) Implementasi rangkaian penghitung N16 terkoreksi instrumentasi maya Blok diagram pengendalian perhitungan U ØN16corr Blok diagram rangkaian penghitung N16 terkoreksi Grafik pengukuran daya terhadap waktu Grafik hasil perngukuran 0-5 MW (0-1,02 volt ) Grafik hasil perngukuran 5-10 MW (1-2 volt ) Grafik pengukuran 1-1,05 V Grafik daya MW (2-3,3 V) Tampilan perhitungan N16 terkoreksi secara off line Blok diagram membaca data dari file text xvii

12 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi nuklir adalah teknologi yang melibatkan reaksi inti atom. Teknologi nuklir dapat ditemukan pada berbagai aplikasi, dari yang sederhana seperti detektor asap hingga sesuatu yang besar seperti reaktor nuklir. Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti berantai terkendali, baik pembelahan inti (fisi) atau penggabungan inti (fusi) atau suatu perangkat yang digunakan untuk membuat, mengatur, dan menjaga kesinambungan reaksi nuklir berantai pada laju yang tetap (Darwis, 2000). Jenis dan fungsi reaktor nuklir bergantung pada tujuan pemanfaatan hasil reaksi, seperti untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), produksi radionuklida, radiografi neutron, analisis aktivasi neutron dan berbagai eksperimen dengan hamburan neutron. Fungsi reaktor fisi dibedakan menjadi dua, yaitu reactor penelitian dan reakor daya. Reaktor penelitian utamanya menggunakan pemanfaatan neutron hasil pembelahan untuk berbagai penelitian dan iradiasi serta produksi radioisotop. Panas yang ditimbulkan dirancang sekecil mungkin sehingga panas tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor penelitian dilakukan dengan

13 2 sistem pendingin, yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder (Rohman, 2014). Reaktor penelitian digunakan untuk pembuatan radioisotop (isotop radioaktif) dan untuk penelitian. Reaktor SerbaGuna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merupakan reaktor riset jenis Material Testing Reactor (MTR) pertama di dunia yang dioperasikan langsung dengan menggunakan bahan bakar dengan pengkayaan uranium rendah, low enriched uranium (LEU). Elemen bakar didasarkan pada teknologi MTR. Elemen bakar kendali dirancang untuk dapat disisipi penyerapjenis-garpu (Fork type). Besarnya fluks neutron yang terjadi pada teras reactor diukur menggunakan system kanal pengukuran yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya reaktor (Darwis, 2000). Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy (RSG-GAS) merupakan reaktor penelitian yang digunakan untuk penelitian, melayani kegiatan iradiasi, pendidikan dan pelatihan. Fasilitas RSG-GAS dibangun berdasarkan konsep reaktor kolam terbuka dengan menggunakan air sebagai pendingin dan moderator serta menggunakan Beryllium sebagai reflektor. Fasilitas RSG-GAS didesain dengan prinsip paparan minimum terhadap masyarakat dan operator RSG-GAS selama operasi normal dan kondisi kecelakaan serta didesain dengan daya thermal nominal 30 MW dan fluks neutron maksimum di Central Irradiation Position (CIP) sebesar 5, n/cm 2.s (Edison, 2015).

14 3 Reaksi fisi yang berlangsung antara neutron dan bahan bakar terutama U-235 di teras reaktor menghasilkan panas, produk fisi dan produk aktivasi yang bersifat aktif. Kuantitas panas persatuan waktu yang dihasilkan oleh reaktor merupakan daya thermal reaktor. Panas ini harus ditransfer ke sistem pendingin agar kenaikan suhu pada elemen bakar tidak melampaui batas keselamatannya. Mengingat bahwa kemampuan transfer panas sistem pendingin mempunyai batas tertentu maka daya reaktor harus dibatasi pula pada nilai tertentu. Oleh karena daya reaktor sebanding dengan kerapatan fluks neutron dan kerapatan bahan bakar maka pengaturan daya dapat dilakukan dengan mengatur kerapatan fluks neutron di teras reaktor. RSG-GAS dilengkapi dengan Sistem Instrumentasi dan Kendali (I dan K) yang berfungsi untuk memantau dan mengendalikan variabel-variabel proses reaktor yaitu, suhu, laju alir pendingin, level air kolam, periode reaktor, daya dan lain sebagainya. Jika terjadi kegagalan pada sistem, struktur atau komponen atau terjadi kesalahan dalam pengoperasian, bagian dari sistem I dan K yang disebut Sistem Proteksi Reaktor (SPR) akan melakukan tindakan protektif untuk mencegah reaktor melampaui batas keselamatannya atau mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh kecelakaan. Pengaturan kerapatan fluks neutron di teras RSG-GAS dilakukan dengan menyisipkan atau mengeluarkan batang penyerap neutron (yang disebut batang kendali) dari dalam teras reaktor. Jika batang kendali bergerak ke dalam teras maka daya reaktor akan menurun sebaliknya jika ke luar teras daya reaktor akan naik.

15 4 Pergerakan batang kendali ini dilakukan oleh Sistem Penggerak Batang Kendali (SPBK) yang mendapat perintah dari dua sistem lain. Satu diantara sistem tersebut adalah sistem kendali kalang tertutup yang berfungsi untuk mengatur daya reaktor agar dapat secara otomatis bertahan pada daya tertentu. Sedangkan sistem yang lain adalah SPR yang berfungsi untuk melakukan tindakan protektif dengan memberikan perintah kepada SPBK untuk menjatuhkan batang kendali ke dalam teras reaktor sehingga reaksi berantai fisi terhenti (disebut dengan Scram), jika daya reaktor atau periode reaktor melebihi batas tertentu. Pengukuran kerapatan fluks neutron yang digunakan untuk pengendalian ini diakuisisi oleh kanal pengukuran yang detektor neutronnya diinstal disekitar teras reaktor (Edison, 2015). Variabel proses pendeteksi kecelakaan tidak semuanya langsung dapat diperoleh dari kanal pengukuran tetapi beberapa variabel proses pendeteksi kecelakaan diperoleh dari pemrosesan beberapa nilai output kanal pengukuran untuk menyajikan besaran fisis yang representatif. Salah satu variabel proses pendeteksi kecelakaan yang dihasilkan melalui pemrosesan nilai-nilai output kanal pengukuran adalah kerapatan fluks neutron terkoreksi N-16 yang diproses oleh tiga rangkaian penghitung redundan JRE10 FX801, JRF10 FX801 dan JRG10 FX801. Nilai yang dihasilkan tiga rangkaian penghitung ini menunjukkan besarnya daya reaktor yang cepat dan akurat sehingga digunakan SPR sebagai variabel inisiasi scram jika nilainya melebihi 109 % daya nominal (Edison, 2015).

16 5 Dalam rangka rencana penggantian SPR, International Atomic Energy Agency (IAEA) merekomendasikan agar PRSG membuat simulator terlebih dahulu untuk menjamin bahwa kinerja SPR pengganti memenuhi kinerja SPR terpasang. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai aplikasi program LabVIEW dalam pembuatan salah satu simulator, yaitu simulator rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N-16. Pembuatan simulator tidak dibutuhkan pengadaan perangkat keras untuk akuisisi data, karena menggunakan perangkat akuisisi yang sudah ada. Panel depan maya yang ditampilkan pada layar komputer dibuat hanya dengan menjalankan program LabVIEW sehingga tidak memerlukan tambahan biaya untuk perangkat keras. Disamping itu panel depan berikut kontrol dan indikatornya dapat dengan mudah dikembangkan agar sesuai dengan keperluan simulasi. Perhitungan yang dilakukan terhadap input dari data kerapatan fluks neutron daerah daya dan laju dosis Gamma N-16 dalam sistem pendingin primer dilakukan secara digital melalui fungsifungsi matematika yang disediakan program aplikasi LabVIEW. Setelah simulator tersebut siap digunakan maka dilakukan pengujian dengan sinyal uji step dan ramp dengan pola dan urutan tertentu sesuai dengan data pengujian yang terdapat dalam dokumen komissioning. Kemudian pengujian dilakukan juga dengan data real dari kanal pengukuran kerapatan fluks neutron dan kanal pengukuran laju dosis gamma sistem pendingin primer. Perbaikan-perbaikan dan pengaturan nilai konstanta dilakukan bersamaan dengan eksekusi program agar dapat diperoleh kinerja simulator yang sedekat mungkin dengan desain rangkaian penghitung reall terpasang.

17 6 Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis ingin membuat perekaman dan pemantauan data kanal pengukuran fluks neutron (JKT03) daerah daya dan laju dosis gamma (JAC01) dalam sistem pendingin primer RSG GAS berbasis LabVIEW sebagai implementasi rangkaian penghitung N16 terkoreksi. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana membuat instrumentasi maya dengan program LabVIEW yang dapat mengintegrasikan fungsi : 1. Pembacaan data pengukuran JKT03 CX831, JAC01 CX831 dan JRG10 FX801dari file elektronik tempat data pengukuran tersimpan. 2. Perhitungan kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 berdasarkan data bacaan JKT03 CX831dan JAC01 CX Penampilan data dalam satu chart yang memudahkan pengamatan terhadap perbedaan antara data hasil rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya dan JRG10 FX Pengujian rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya baik dengan sinyal uji ramp JRE10 FX801 maupun dengan data riil hasil pengukuran JKT03 CX831 dan JAC01 CX Pengaturan nilai awal dan histeris untuk mendapatkan konstanta sehingga rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya dapat benarbenar mendekati kinerja JRG10 FX801.

18 7 C. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah merancang instrumentasi maya dengan program LabVIEW yang dapat mengintegrasikan fungsi : 1. Pembacaan data pengukuran JKT03 CX831, JAC01 CX831 dan JRG10 FX801dari file elektronik tempat data pengukuran tersimpan. 2. Perhitungan kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 berdasarkan data bacaan di atas. 3. Penampilan data dalam satu chart yang memudahkan pengamatan terhadap perbedaan antara data hasil rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya dan JRG10 FX Pengujian rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya baik dengan sinyal uji ramp JRE10 FX801 maupun dengan data riil hasil pengukuran JKT03 CX831 dan JAC01 CX Pengaturan nilai awal dan histeris untuk mendapatkan konstanta sehingga rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya dapat benarbenar mendekati kinerja JRG10 FX801. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat simulator penghitungan sinyal N16 terkoreksi untuk menjamin kinerja SPR pengganti memenuhi kinerja SPR terpasang PRSG-GAS.

19 8 2. Membuat program pembacaan data pengukuran JKT03 CX831, JAC01 CX831 dan JRG10 FX801dari file elektronik tempat data pengukuran tersimpan menggunakan perangkat akusisi data berbasis LabVIEW. 3. Membuat program perhitungan kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 berdasarkan data pembacaan JAC01 CR831 dan JKT03 CX831 menggunakan perangkat akusisi data berbasis LabVIEW. 4. Membuat program penyimpanan data hasil bacaan dari setiap pengukuran menggunakan program LabVIEW. 5. Analisis data antara data hasil rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 maya dan JRG10 FX801. E. Manfaat Penelitian Maanfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menambah pengetahuan dan pengalaman praktis penulis dalam mengaplikasikan program LabVIEW untuk keperluan yang lebih luas dalam sain dan teknologi. 2. Membantu PRSG dalam pembuatan simulator rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16 sehingga kinerja rangkaian terpasang dapat terkarakterisasi dengan akurat. 3. Penghitungan sinyal N16 terkoreksi sebagai salah satu penjamin kinerja SPR pengganti memenuhi kinerja SPR terpasang PRSG-GAS.

20 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Neutron Neutron adalah zarah elementer penyusun inti atom yang tidak mempunyai muatan listrik. Atom tersusun dari proton, neutron dan elektron. Proton dan neutron sebagai penyusun inti atom, sedangkan elektron bergerak mengelilingi inti atom. Neutron dalam inti seperti sinar gamma dapat menembus suatu bahan dengan mudah. Interaksi neutron dengan inti atom berbeda dengan interaksi partikel radioaktif. Neutron merupakan zarah elementer penyusun inti atom yang tidak mempunyai muatan listrik. Energi diam sebuah neutron hampir sama dengan massa sebuah proton, yaitu sebesar 1,67492 x gram atau 939,6 MeV/c 2 (Susetyo, 1988). Neutron dilambangkan dengan, sedangkan cacah neutron dalam inti atom biasa dilambangkan dalam huruf N. Neutron bukan partikel yang mantap di luar inti. Neutron bebas meluruh secara radioaktif menjadi sebuah proton, sebuah elektron dan sebuah antineutrino dengan umur rata-rata 15,5 menit. Neutron memiliki energi diam 937,57 MeV dan momen magnetik ( N ) sebesar -1,9135 (Wiyatmo, 2009).

21 10 Neutron dilahirkan dalam reaksi pembelahan, bergerak dengan kecepatan tinggi di dalam teras dan berinteraksi dengan berbagai material, berdifusi serta kemudian diperlambat, neutron berada dalam berbagai tingkatan energi dan bergerak kesegala arah. Pada suatu titik tertentu neutron lahir dan diserap secara terus menerus selama reaksi pembelahan berlangsung. Perkalian antara rapat neutron (n = n/cm 3 ) dengan kecepatannya (v = cm/det) didalam teras selama reaksi pembelahan disebut fluks neutron (ϕ = n/det cm 2 ). ϕ = n.v (1) Fluks neutron mempunyai satuan n/det cm 2, hal ini menunjukkan jumlah atau kuantitas neutron yang berinteraksi dengan inti dalam suatu titik di dalam teras dalam satuan waktu. Interaksi dalam satuan waktu disebut juga laju reaksi antara neutron dengan inti atom. Fluks neutron biasanya dinyatakan dalam Fluks neutron cepat dan Fluks neutron lambat atau termal. Di teras reaktor fluks neutron bervariasi, paling besar dibagian tengah dan paling kecil pada daerah tepi teras. Fluks neutron cepat maksimum berada pada bahan bakar dan Fluks neutron lambat maksimum berada daerah moderator. Moderator adalah bagian dari reaktor yang bersifat memperlambat laju neutron dari energi saat membelah sekitar 2 Mev ke energi termal 0,0252 ev (El- Wakil, 1971). Apabila sebuah neutron bergerak mendekati suatu inti atom dan memasuki daerah medan pengaruhnya maka ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Kemungkinan pertama, neutron akan menumbuk inti dan sesudah tumbukan neutron dibelokkan arahnya dari arah semula dengan membentuk sudut θ dan inti akan

22 11 terpental, peristiwa semacam ini disebut reaksi hamburan. Kemungkinan kedua, neutron masuk ke dalam inti atom dan tidak lagi merupakan badan yang berdiri sendiri. Peristiwa ini disebut reaksi tangkapan. Neutron dapat diserap atau ditangkap oleh suatu inti atom yaitu, contohnya pada pemancaran sinar gamma. Reaksi pemancaran sinar gamma termasuk ke dalam tangkapan radiatif. Tangkapan radiatif adalah semua reaksi yang ditimbulkan oleh tangkapan neutron dan tidak mengalami pembelahan (Pratoyo, 1978). Pada reaksi pemancaran sinar gamma, neutron ditangkap oleh inti dan menyebabkan inti kelebihan energi. Kelebihan energi kemudian dipancarkan dalam bentuk sinar gamma sehingga inti kembali normal 10 atau ground state. Sinar dipancarkan oleh nuklida (inti atom) yang dalam keadaan tereksitasi (isomer) dengan panjang gelombang antara 0,005 Å hingga 0,5 Å. Daya ionisasinya di dalam medium sangat kecil sehingga daya tembusnya sangat besar bila dibandingkan dengan daya tembus partikel α atau. Karena tidak bermuatan, sinar tidak dibelokkan oleh medan listrik maupun medan magnet (Glasstone, 1963). 2. Reaktor Nuklir Reaktor adalah tempat berlangsungnya reaksi. Perbedaan antara reaktor nuklir dengan reaktor nuklir lain adalah proses reaksi yang terjadi di dalamnya. Reksi fisi adalah suatu reaksi pembelahan yang terjadi akibat penembakan neutron menabrak bahan fisil, secara umum dapat ditulis sebagai berikut: X + n X1 + Xβ + (β atau γ) n + E (2)

23 12 X disebut inti bahan fisil yang secara popular disebut bahan bakar, karena dalam reaksi ini dibebaskan sejumlah energi. Hanya beberapa inti dapat bereaksi fisi, yaitu U-238, U-235, dan Pu-238.Ke dua unsur terakhir merupakan unsur buatan manusia sebagai hasil dari reaksi inti-inti Th 232, U 238 dengan neutron. Kebolehjadian suatu inti berfisi dinyatakan dengan (penampang fisi mikroskopik). Besaran tersebut tergantung pada energi neutron yang bereaksi dengan inti (Mashudi, 2005). Reaksi fisi yang berlangsung dalam reaktor menghasilkan zat radioakif dengan aktivitas yang besar. Zat radioaktif ini harus tetap dipertahankan berada pada elemen bakar sebagai lapisan pertama dari beberapa lapisan (multiple barrier) agar tidak membahayakan manusia atau lingkungan. Oleh karena itu desain reaktor harus dilengkapi dengan sistem keselamatan yang tujuan utamanya adalah untuk menjaga reaktor tetap dalam batas keselamatannya sehingga integritas bahan bakar dapat dijamin. Jika terjadi kegagalan struktur, sistem atau komponen atau kesalahan manusia sehingga terjadi kecelakaan, sistem keselamatan harus tetap dapat meminimalisir dampaknya dengan mengaktifkan lapisan-lapisan berikutnya seperti pengungkung (confinement) agar zat radio aktif tetap tertahan di dalam gedung reaktor. Fungsi-fungsi keselamatan yang harus diperankan oleh sistem keselamatan ini tentunya membutuhkan instrumentasi dan kendali dalam mendeteksi variabel proses yang menyimpang dan selanjutnya memerintahkan aktuator untuk melakukan tindakan protektif. Salah satu variabel proses pendeteksi penyimpangan di RSG-GAS adalah daya maksimum reaktor yang dibatasi 109 % dari daya nominal. Nilai ini ditentukan oleh rangkaian penghitung kerapatan daya terkoreksi N-16 yang

24 13 merupakan bagian dari SPR. Sebagai landasan teori yang mendukung dalam pembuatan simulator rangkaian ini secara garis besar akan dibahas hal-hal berikut ini. a. Reaksi Fisi Ketika inti atom fissile berat seperti atau menyerab sebuah neutron, inti atom dapat mengalami fisi nuklir. Inti berat tersebut membelah menjadi dua atau lebih inti ringan yang disebut produk fisi dan membebaskan energi kinetik, radiasi gamma, dan beberapa neutron. Contoh reaksi fisi nuklir dan gambar reaksi fisi sebagai berikut: + 0 n 1 [ 92 U 235 ]* 38 Sr Xe n MeV (3) Produk fisi merupakan radioaktif sehingga akan meluruh dengan melepaskan radiasi. Neutron baru yang dihasilkan pada proses fisi merupakan neutron cepat. Di dalam reaktor thermal neutron baru mengalami proses moderasi oleh moderator menjadi neutron thermal. Neutron thermal tersebut berdifusi dalam medium bahan bakar sebelum mengalami kemungkinan bereaksi dengan inti lainnya, yang juga menghasilkan neutron. Kejadian seperti ini berulang terus dan dikenal sebagai reaksi berantai nuklir. Untuk mengendalikan reaksi berantai nuklir seperti ini digunakan penyerab neutron yang dapat mengurangi bagian dari neutron yang akan menyebabkan fisi lebih banyak lagi. Mekanisme penambahan atau pengurangan penyerab menjadi tugas dari sistem instrumentasi dan kendali berdasarkan hasil pengukuran kerapatan fluks neutron.

25 14 Gambar 1. Reaksi fisi (Murray, 2009) b. Radiasi Radiasi yang berasal dari proses nuklir dibedakan dalam empat jenis : Radiasi partikel bermuaatan Radiasi tidak bermuatan Elektron cepat Partikel berat bermuatan Radiasi elektromagnetik Neutron Sumber utama elektron cepat adalah radio isotop yang meluruh dengan melepaskan beta minus. Radio isotop ini sebagian besar dihasilkan oleh reaksi netron dengan inti stabil di dalam reaktor nuklir. Partikel berat bermuatan meliputi semua ion-ion energetic dengan masa satu satuan masa atom atau lebih, seperti aprtikel alpha, proton, produk fisi, atau produk reaksi nuklir lain. Radiasi elektro magnetik seperti sinar gamma dilepaskan dalam pengaturan kembali sel-sel elektron atom atau berasal dari transisi dalam inti sendiri. Radiasi yang penting dalam pemantauan dan pengendalian sebagaian besar reaktor nuklir adalah sinar gamma dan neutron. Radiasi gamma dilepaskan oleh inti tereksitasi dalam transisinya menuju kepada tingkat nuklir yang lebih rendah (Alatas dkk, 2015).

26 15 c. Interaksi radiasi Operasi detektor radiasi pada dasarnya bergantung pada cara radiasi yang dideteksi berinteraksi dengan materi detektor itu sendiri. Interaksi yang terjadi ketika partikel berat bermuatan seperti partikel alpha bertumbukan dengan zat terutama melalui gaya coulomb diantara muatan positifnya dengan muatan negatif elektron orbital. Hasil dari tumbukan partikel alpha dengan zat dapat mengakibatkan elektron dari atom zat tersebut tereksitasi atau bahkan elektron tersebut sepenuhnya terlepas dari atom absorber (ionisasi). Karena energi partikel alpha besar maka interaksi berlangsung sepanjang jejaknya menembus absorber sampai energinya habis dan terhenti. Pasangan ion berupa elektron bebas dan ion positif dari atom zat yang ditumbuk dan melepaskan elektron mempunyai kecenderungan untuk berekombinasi untuk membentuk atom neutral. Demikian pula dengan elektron cepat, mekanisme yang sama seperti interaksi partikel alpha berlangsung dalam absorber namun demikian jejaknya lebih pendek dan berliku karena masanya ringan. Meskipun banyak sekali mekanisme interaksi sinar gamma dalam zat, hanya tiga jenis yang memegang peran penting dalam pengukuran radiasi, yaitu : a) Absorbsi photoelectric. Dalam proses absorbsi photoelectric, photon gamma mengalami interaksi dengan atom absorber dan sepenuhnya menghilang. Sebagai penggantinya sebuah elektron dilepaskan dari salah satu kulit ataom absorber dan menghasilakan atom absorber yang terionisasi.

27 16 b) Hamburan compton. Proses interaksi ini berlangsung antara photon sinar gamma penumbuk dan sebuah elektron dalam zat absorber. Ini merupakan mekanisme interaksi yang mendominasi untuk energi sinar gamma of sumber radioisotope. Dalam hamburan Compton, photon sinar gamma yang datiang dibelokkan dan memindahkan sebagian energinya kepada elektron. Setelah interaksi, elektron dapat tereksitasi atau sepenuhnya terlepas dari atom absorber. c) Produksi Pasangan. Mekanisme interaksi ini menghasilkan pasangan elektron-positron untuk energi sinar gamma beberapa MeV. Interaksi neutron lambat yang disebabkan oleh reaksi (n,α), (n,p) dan (n, fisi). Reaksi ini menghasilkan radiasi sekunder dengan energi yang cukup untuk dideteksi secara langsung (DEO, 1993). 3. Radioaktif Aktivasi dari sumber radioisotop didefinisikan sebagai laju peluruhan dengan persamaan peluruhan radioaktif berikut, dn/dt decay = - (4) Dimana nilai N adalah nomor inti radioaktif dan didefinisikan sebagai peluruhan konstan. Pada aktivasi curie(ci) sebesar 3,7 x disentegrsi/detik. Aktivitas dari

28 17 sumber radioaktif didefinisikan sebagai aktivitas per unit massa dari sampel radioisotop dengan persamaan sebagai berikut. specific activity = = = (4) Dengan : M : berat molekul sampel; Av : bilangan avogadro (6,02 x inti/mol); dan : peluruhan radioisotop konstan (ln 2/waktu paruh) (Knoll, 1898). 4. Jenis dan Fungsi Reaktor Fisi Ada dua jenis reactor fisi yaitu reaktor daya dan reaktor riset. a. Reaktor daya (Power Reactor) Reaktor daya (power reactor) adalah reaktor nuklir yang memanfaatkan energi hasil reaksi fisi untuk pembangkitan daya (listrik) atau sering disebut Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Energi reaksi sebesar 202 MeV biasanya berbentuk energi kinetik fragmen fisi, dan gerakan fragmen fisi ini akan bertumbukan dengan inti di sekitarnya sehingga timbul panas. Kemudian energi termal dari reaksi fisi tersebut akan dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan, misalnya memutar generator listrik, menggerakkan baling-baling penggerak kapal, memanaskan air yang dibutuhkan selama musim dingin atau untuk menyuling air laut (membuat air minum dari air laut yang kadar garamnya tinggi) (Alatas dkk, 2015). Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.

29 18 PLTN termasuk dalam pembangkit daya base load, yang dapat ekerja dengan baik ketika daya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari). Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari 40 MWe hingga 1000 MWe. Pada dasarnya sistem kerja dari PLTN sama dengan pembangkit listrik konvensional, yaitu: air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran. Ulang yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga menghasilkan tenaga listrik. Satu gram U-235 setara dengan 2650 batu bara. Pada PLTN panas yang digunakan untuk menghasilkan uap yang sama, dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisil (uranium) dalam reaktor nuklir. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terusmenerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak melepaskan partikel seperti CO2, SO2, atau NOx, juga tidak mengeluarkan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena itu PLTN merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN, adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN (Alatas dkk, 2015). Prinsip kerja PLTN sebenarnya mirip dengan pembangkit listrik lainnya, misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Perbedaan antara dua jenis pembangkit listrik itu adalah sumber panas yang digunakan. PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir, sedang PLTU mendapatkan suplai panas dari pembakaran bahan bakar

30 19 fosil seperti batubara atau minyak bumi. Uap bertekanan tinggi pada PLTU digunakan untuk memutar turbin. Tenaga gerak putar turbin ini kemudian diubah menjadi tenaga listrik dalam sebuah generator. Perbedaan PLTN dengan pembangkit lain terletak pada bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan uap, yaitu Uranium. Reaksi pembelahan (fisi) inti Uranium menghasilkan tenaga panas (termal) dalam jumlah yang sangat besar serta membebaskan 2 sampai 3 buah neutron. Media pemindah panas biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak melepaskan partikel seperti CO2, SO, atau NOx, juga tidak melepaskan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena itu PLTN merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN, adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan dilokasi PLTN, sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari (Alatas dkk, 2015). Gambar 2. Prinsip kerja PLTN

31 20 b. Reaktor Riset Reaktor Riset Reaktor riset adalah reaktor nuklir yang digunakan untuk berbagai penelitian di bidang aplikasi teknik nuklir, dalam hal ini reaksi nuklir (pembelahan) dipakai sebagai sumber neutron dan pada umumnya daya reaktor rendahsebesar 100 kw 30 MW. Perbedaan utama dari reaktor riset dan reaktor daya adalah pada pemanfaatan neutron dari hasil reaksi fisi yang terjadi di dalamnya. Dalam reaktor riset, energi hasil reaksi fisi tidak dimanfaatkan tetapi dibuang ke lingkungan. Dalam perancangan reactor riset, efisiensi termodinamika system tidak menjadi fokus utama, sehingga temperatur pendingin tidak perlu tinggi, cukup pada rentang 40 50oC. Fokus utama perancangan reaktor riset adalah kuantitas dan kualitas partikel neutron. Neutron digunakan untuk berbagai manfaat baik yang bersifat riset ilmu pengetahuan maupun untuk tujuan komersial. Pemanfaatan neutron antara lain adalah untuk produksi radiosiotop yang dapat dimanfaatkan di bidang kesehatan, pertanian dan industri, analisis material melalui teknik Analisis Pengaktivan Neutron (APN), spektrometer neutron, difraktometer neutron, silicon dopping (bahan semikonduktor), riset pengembangan material baru dan lain sebagainya. Reaktor riset kebanyakan berbentuk kolam dan bertekanan rendah (1 atm). Gambar 3 menggambarkan sketsa sederhana reaktor G.A. Siwabessy yang ada di Serpong, Tangerang. Panas yang diambil oleh pendingin air (berlaku juga sebagai moderator) dibuang ke lingkungan melalui menara pendingin (Alatas dkk, 2015).

32 21 Gambar 3. Sketsa sederhana reaktor G.A. Siwabessy Pada reaktor ini terdapat tabung berkas neutron (neutron beam tube) untuk menyalurkan partikel neutron keluar dari teras sehingga mudah untuk dimanfaatkan. Reaktor riset di Yogyakarta dan Bandung sangat identik dengan reaktor G.A. Siwabessy. Bahan bakar reaktor G.A. Siwabessy berbentuk lempeng atau plat, sedangkan reaktor Kartini di Yogyakarta dan batang kendali (cadmium) bahan bakar uranium bejana reaktor gambar 3. Struktur dan konstruksi reaktor nuklir fisi. TRIGA 2000 di Bandung berbentuk silinder (batang). a. Reaktor Triga 2000 Bandung Nama TRIGA berasal dari singkatan Training, Research, Isotop production, by General Atomic menunjukan fungsi reaktor sebagai reaktor penelitian. Reaktor Triga Bandung mulai dibangun pada tanggal 1 Januari 1961 dan mencapai kektritisan pada 16 Oktober 1964 dan secara resmi mulai dioperasikan pada tanggal 20 Februari 1965 dengan daya sebesar 259 kw. Pada tahun 1974, daya reaktor ditingkatkan menjadi1 MW dan kemudian di upgrade lagi menjadi 2 MW pada 24 Juni Bahan bakar

33 22 yang digunakan adalah uranium diperkaya yang dicampur secara homogen dengan zirkonium hidrida (UZrH), air (H2 O) sebagai moderator dan pendingin, reflektor grafit dan H2 O sebanyak 4 buah dan batang kendali B4 C sebanyak 5 buah. b. Reaktor Kartini Yogyakarta Reaktor Kartini di Yogyakarta adalah reaktor TRIGA kedua yang dibangun di Indonesia. Pembangunannya dimulai pada tanggal 1 April 1975 dan mencapai kekritisan pada 25 Januari Reaktor yang dioperasikan pada daya 100 kw ini menggunakan bahan bakar, moderator, pendingin dan reflektor yang sama dengan reaktor Bandung, tetapi jumlah batang kendali hanya 3 buah. c. Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy Serpong Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG- GAS) mulai dibangun di Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong pada tanggal 1 Januari 1983 dan mencapai kekritisan pada tanggal 29 Juli Reaktor ini dapat dioperasikan pada daya maksimal 30 MW. Bahan bakar yang digunakan adalah U3Si2Alx, moderator dan pendingin air ringan, reflector Be dan H2O, batang kendali Ag, In, Cd (8 buah). Pertahanan berlapis RSG-GAS dimulai dari desain elemen bakar reaktor, sistem pendingin reaktor dan pengungkung reaktor yang dilengkapi dengan sistem ventilasi. Penggunaan sistem redundansi pada seluruh sistem keselamatan bertujuan untuk meningkatkan keandalan sistem keselamatan sehingga resiko kegagalan dapat diperkecil untuk melindungi keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan (Alatas dkk, 2015).

34 23 Reaktor penelitian digunakan untuk pembuatan radioisotop (isotop radioaktif) dan untuk penelitian. Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) merupakan reaktor riset jenis MTR (Material Testing Reactor) pertama di dunia yang dioperasikan langsung dengan menggunakan bahan bakar dengan pengkayaan uranium rendah, LEU (low enriched uranium). Elemen bakar didasarkan pada teknologi MTR (Material Testing Reactor). Elemen bakar kendali dirancang untuk dapat disisipi penyerap jenis-garpu (Fork type). Besarnya fluks neutron yang terjadi pada teras reaktor diukur menggunakan sistem kanal pengukuran yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya reaktor (Darwis, 2000). B. Sistem Proteksi Reaktor (SPR) Sistem proteksi reaktor berbasis pada sistem redudansi 3 dengan fungsi yang sama diberlakukan ke dalam suatu sistem logika bersama atau dalam redudansi 2 bergantung pada hubungan logika atau rancangan dari sistem reaktor yang bersangkutan. Tindakan pengamanan dilakukan oleh system redundan 2 dari 3 atau 1 dari 2. Kanal pengukuran fluks neutron masing-masing dipasok oleh satu kabinet distribusi. 1. Neutron Flux Density Measurement System Fungsi instrumentasi adalah merekam flux neutron density dalam sistem pengukuran untuk memonitor shutdown, subtrical, pendingin reaktor, dan pengecekan start-up dan operasi reaktor dalam seluruh beban spectrum. Tujuan dilakukannya pengukuran kerapatan fluks neutron ini adalah agar didapatkan sinyal proposional pada reaktor daya yang tepat dengan perubahan sementara serta kesesuaian laju sinyal dari

35 24 perubahan daya reaktor. Sinyal keluaran dari sistem pengukuran kerapatan fluks neutron adalah nilai masukan dari reactor protection system (RPS) dan operasi instrumen dan kontrol (sistem operasi reaktor). RPS menggunakannya saat shutdown atau batas start-up pada kasus gangguan reaktiviti, beban unbalanced dan bagian channel pendingin. Sesuai dengan fungsinya (source range-reactor full load). Daerah ini dibagi menjadi 3 sub-range: a. Start-up range JKT01 CX811 dan JKT01 CX821 b. Intermediate range JKT01 CX811 dan JKT02 CX821 c. Power range JKT01 CX811 dan JKT03 CX841 (Inter Atom, 1895). 2. Sistem Pemantau Radiasi Gamma (JAC01 CR811/821/831) Sistem pengukuran gamma (JAC01 CR811/821/831) adalah sistem pengukuran gamma pendingin primer yang terpasang di balai percobaan reaktor. Sistem JAC01CR811/821/831 adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengetahui radiasi gamma air pendingin primer hasil dari produksi fisi. Radiasi gamma dideteksi dengan detektor gamma yang keluarannya berupa signal. Signal ini digunakan untuk menentukan batas atau limit value, sehingga pada harga batas tertentu mampu untuk memadamkan reaktor. Pengukuran terdiri dari 3 kanal ukur yang sama dengan moda eksekusi two out of three. Secara berkala pada sistem ini dilakukan uji fungsi untuk mengetahui keakuratan nilai yang ditampilkan oleh sistem tersebut. Sistem pemantau

36 25 laju dosis gamma yang ada di RSG-GAS dikalibrasi dengan menggunakan generator arus (Inter Atom, 2008). Sistem pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811/821/831) merupakan sistem pemantau radiasi N-16 pada kolam pendingin primer hasil reaksi fisi reaktor. Sistem pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811/821/831) terdiri dari 3 redundansi dengan spesifikasi rangkaian modul yang sama. Sistem ini memerintahkan RPS untuk SCRAM, jika minimal 2 dari 3 kanal pengukurannya melebihi harga batas yang diizinkan. Kanal pengukuran pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811/821/831) masing-masing terdiri dari sejumlah modul yang dirangkai pada kabinet yang terpisah. a. Modul Amplifier (M35101-A3151Z) berfungsi untuk memperkuat arus yang dihasilkan oleh detektor. Keluaran dari modul ini berupa tegangan 0-10 Vdc. b. Modul High Voltage (M35101-A2201) berfungsi untuk tegangan kerja detektor c. Modul converter arus ke tegangan (M74003-A9143) berfungsi untuk mengubah arus 0-20 ma ke tegangan 0-10 Vdc. d. Modul converter tegangan ke arus (M35101-A1401) berfungsi untuk mengubah tegangan 0-10 Vdc ke arus 0-20 ma. 3. Prinsip kerja sistem pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811/821/831) Kanal pengukuran pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811) diletakkan di ruang 930 kabinet CNE01, kanal pengukuran pemantau radiasi gamma (JAC01 CR821) diletakkan di ruang 931 kabinet CNF01, kanal pengukuran pemantau radiasi gamma

37 26 (JAC01 CR831) diletakkan di ruang 932 kabinet CNG01. Karena ketiga redundansi mempunyai rangkaian modul dan jenis komponen yang sama. Prinsip kerja instrumentasi pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811/821/831. RPS / KLA60 CR811/ 821/ 831 KLA60 CR811 M35101-A3151 Z M35101-A9098Z Detector KC003 KC045 M35101-A1401 v I M74003-A9143 I V BC063 Limit Signal Tranducer & Comp. CLN02/ R101 M35101-A2201 KC129 6FP1706 M74003-R8181 v I KC081 M35101-A1805 BC045 BC075 FC111 6DT2001 GC111 CNE01 KC033 CLE01 KLA60 CR821 M35101-A3151 Z M35101-A9098Z Detector KC003 M35101-A2201 KC045 M35101-A1401 v I KC129 M74003-A9143 I V BC063 6FP1706 M74003-R8181 Limit Signal Tranducer & Comp. CLN02/ R101 KC081 M35101-A1805 BC045 v I EC075 FC111 6DT2001 GC111 Q14.0 KLA60 CR831 M35101-A3151 Z CNF01 KC033 M35101-A9098Z CLF01 Detector KC003 M35101-A2201 KC045 M35101-A1401 v I KC129 M74003-A9143 I V EC147 6FP1706 Limit Signal Tranducer & Comp. CLN02/ R101 M74003-R8181 v I KC081 M35101-A1805 EC129 EC075 FC111 6DT2001 GC135 Q15. 6 Level 13 CNG01 KC033 RPS CLG01 CVA06 Marshalling Kiosk CQA06 MCR Comp Gambar 4. Diagram alir pemantau radiasi gamma (JAC01 CR811/821/831) Detektor Kamar ionisasi gamma menggunakan prinsip pembentukan ion dan produksi elektron untuk menghasilkan arus listrik. Jenis detektor yang digunakan adalah KG122 SBX gamma Ionization Chamber. Detektor ini akan bekerja pada tegangan kerjanya VDC. Modul yang digunakan adalah Modul high voltage (M A2201) berfungsi untuk mensuplai tegangan tinggi detektor. Keluaran dari detektor yang berupa arus listrik yang masih lemah dikuatkan dengan modul Amplifier

38 27 (M35101-A3151Z) berfungsi untuk memperkuat arus yang dihasilkan oleh detektor. Keluaran dari modul ini berupa tegangan 0-10 Vdc. Untuk mengurangi terjadinya drop tegangan, maka tegangan 0-10 vdc dirubah menjadi arus listrik dengan menggunakan modul converter tegangan ke arus (M35101-A1401) berfungsi untuk mengubah tegangan 0-10 Vdc ke arus 0-20 ma. Untuk mengembalikan ke bentuk tegangan maka dipasang modul converter arus ke tegangan (M74003-A9143) berfungsi untuk mengubah arus 0-20 ma ke tegangan 0-10 Vdc. Untuk input kepenampil, maka digunakan modul distributor (Sukino, 2011). C. Detektor Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron. Sebenarnya terdapat banyak jenis detektor antara lain tiga jenis detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor (Knoll, 1898). 1. Detektor Isian Gas Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk

39 28 silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda seperti gambar 5. katoda Anoda wire v RL - + Gambar 5. Detektor isian gas (Knoll, 1989) Nilai medan elektrik dari dalam geometri silinder pada radius r, dimana anoda berada di tengah silinder jauh dari katoda yang letaknya di lapisan luar silinder, kutub muatan dari konfigurasi tegangan dibutuhkan karena elektron akan tertarik keluar secara aksial. Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ionpositif dan ion-ion negatif (elektron. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 ev s.d. 40 ev. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik (Knoll, 1898). Detektor kamar ionisasi gamma digunakan sebagai sensor laju dosis gamma yang dipasang di bawah pipa pendingin primer. Pengukuran ini berfungsi untuk mengetahui aktivitas N-16. Jika hasil pengukuran melebihi batas yang diijinkan, maka sistem proteksi reaktor akan memberikan tindakan protektif. Tipe detektor yang digunakan adalah KG122 SBx, jenis gamma Ionization Chamber dengan range

40 29 pengukuran Gy/h dan range energinya adalah 60 Kev s/d 7 Mev. Detektor ini diletakkan pada satu tempat yang sama pada pendingin primer experiment hall reaktor (Suherkiman, 2008). Detektor gamma ionization chamber menggunakan prinsip pembentukan ion dan produksi elektron untuk menghasilkan arus listrik. Elektron yang terlepas dari kulit atom akibat tumbukan dengan zarah radioaktif ditarik oleh gaya induksi listrik anoda yang bertegangan tinggi. Secara sederhana kamar ionisasi terdiri dari dua plat atau silinder elektroda yang diantaranya terdapat gas isian. Sinar gamma di dalam ruangan gas akan mengionisasi gas isian. Adanya medan listrik akan memberikan tenaga pemisah dan penggerak terhadap ion positif dan elektron untuk bergerak menuju katoda (-) dan anoda (+). Jumlah elektron yang dihasilkan di anoda atau arus listrik yang timbul sebanding dengan harga tegangan yang diberikan antara anoda dan katoda (Sukino, 2011). ( a ) ( b ) Gambar 6. Detektor Gamma Ionisation Chamber (Sukino, 2011).

41 30 Gambar 7. Lokasi Detektor Gamma Ionisation Chamber (Sukino, 2011). 2. Detektor Neutron Seperti sinar gamma, neutron tidak mempunyai muatan, karena itu dalam zat neutron tidak dapat berinteraksi melalui gaya Coulomb. Meskipun reaksi yang dialami neutron dalam zat berbeda-beda bergantung energi neutron, dalam hal ini akan dibahas hanya neutron thermal saja. Interaksi neutron thermal untuk kepentingan deteksi adalah reaksi yang disebabkan neutron yang dapat menghasilkan radiasi sekunder dengan energi yang cukup untuk dideteksi secara langsung. Hasil reaksi yang mungkin adalah partikel berat bermuatan seperti : inti recoil, proton, partikel alpha dan fragment fisi. Setiap jenis detektor neutron melibatkan kombinasi dari materi target yang didesain untuk menghasilkan partikel berat bermuatan bersamasama dengan salah satu detektor radiasi lain yang dibahas pada bagian terdahulu. Untuk kepentingan tulisan ini, hanya akan dibahas mengenai detektor neutron Compensated Ion Chamber (CIC). Pada saat reaktor beroperasi pada daya tinggi, baik paparan sinar gamma maupun populasi neutron tinggi. Oleh karena itu untuk memberikan hasil pengukuran kerapatan fluks neutron, kontribusi gamma kepada hasil pengukuran harus

42 31 diminimalisir. Detektor yang dapat melakukan ini adalah detektor CIC yang gambar skematiknya diperlihatkan dalam Gambar 6. Gambar 8. Detektor compenstated ion chamber Detektor terdiri dari dua kamar ionisasi yang konsentris. Satu terletak pada bagian luar dan satu kamar lain pada bagian. Dinding luar kamar bagian luar dilapisi dengan boron sehingga neutron termal yang datang ditangkap oleh boron dengan reaksi : (5) (6) Partikel alpha dan 7 Li diemisikan dari titik penangkapan neutron dalam arah yang berlawanan, sehingga salah satu dari partikel ini akan masuk ke dalam kamar ionisasi

43 32 bagian luar dan proses interaksi dengan gas isian seperti dibahas terdahulu berlangsung (Sadeghi, 2010). Pengukuran fluks neutron dan laju dosis gamma oleh detektor di teras reaktor yang dipantau oleh penunjukan daya di ruang kendali utama (RKU). RSG-GAS mempunyai beberapa jenis sistem kanal pengukuran yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya reaktor. Sistem tersebut antara lain sistem pengukur fluks neutron JKT01 CX811/821, JKT02 CX811/821, JKT03 CX811/821/831/841 dan JKT04 DX001. Masing-masing detektor tersebut memiliki daerah kerja tertentu. Selain itu terdapat pula sistem kanal pengukuran daya JRF10 FX805 yang merupakan hasil rerata gabungan sistem pengukuran daya JKT03 CX811/821/831/841 dan JAC01 CR811/821/831 yang bekerja berdasarkan hasil pengukuran radiasi gamma yang dihasilkan dari peluruhan isotop N-16 yang di pasang pada ujung pipa pendingin primer sebelum delay chamber. Sistem kanal pengukuran JKT03 CX811/821/831/841 dan JAC01 CR811/821/831/841 dan JRF10 FX805 merupakan kanal yang digunakan sebagai acuan pembacaan daya reaktor untuk operasi daya tinggi. Kedua sistem pengukuran daya tersebut menunjukkan persen daya dari daya nominal yang diizinkan untuk suatu konvigurasi teras tertentu. Kedua sistem pengukuran daya tersebut mempunyai jangkauan penunjukan 0-160% secara linier. Sistem kanal pengukuran JKT04 DX001 adalah kanal pengukur fluks neutron yang mempunyai jangkauan kerja linier yang lebar dengan sistem dekade, dengan penunjukkan arus (Ampere), mulai batas bawah A hingga batas atas 10-4 A. Sistem ini digunakan sebagai acuan untuk opersai reaktor daya rendah sampai daya tinggi, di samping itu

44 33 pula kanal ini untuk pengendalian daya secara otomatis juga untuk sistem pengendali daya dalam Watt digunakan faktor konversi tertentu yang diperoleh dari hasil kalibrasi daya secara kalorimetri. Prinsip kerja dari kanal pengukuran daya adalah mengubah radiasi (neutron dan gamma) menjadi besaran listrik. Sistem instrumentasi RSG-GAS, semua besaran parameter reaktor mempunyai harga arus listrik dari 0 sampai 20 ma, tujuan dalam melakukan kalibrasi adalah untuk melakukan konversi parameter yang diukur atau dihitung, dalam hal ini daya reaktor ke dalam besaran arus listrik di antara 0 sampai 20 ma. Hasil pengukuran daya standar secara kalorimetri, dipergunakan untuk mengkalibrasi atau mengeset penunjukkan daya reaktor di ruang kendali utama, sehingga didapat penunjukan daya yang benar. Kanal pengukur JKT03 CX811/821/831/841 dan JMF01 FX805 pada tingkat daya hasil kalibrasi daya MW dapat dihitung dengan persamaan Amper = (7) Dimana: P = daya (Watt); I = arus yng terukur detektor pada operasi daya reaktor P MW (Wiranto, 2003). D. Rangkaian Penghitung N16 Terkoreksi ( N16 ) Dari analisis keselamatan diharuskan bahwa daya reaktor tidak boleh melebihi 34,3 MW. Jika terjadi kecelakaan reaktivitas, daya reaktor akan berubah sangat cepat. Untuk itu diperlukan instrumen yang dapat mengukur daya reaktor dengan cepat dan akurat dan di masukkan ke bagian SPR lain untuk menginisiasi tindakan protektif

45 34 berupa scram reaktor. Masing-masing dari keempat detektor neutron rentang daya ditempatkan pada sudut bagian luar teras reaktor. Dengan demikian masing-masing detektor hanya dengan akurat menunjukkan daya lokal pada bagian disekitar sudut tempat detektor tersebut terpasang. Disamping itu kesebandingan antara fluks neutron dan daya dapat berubah dari waktu ke waktu karena kerapatan bahan bahan bakar berubaha dengan adanya pembakaran. Permasalah lain juga timbul jika pemantauan daya reaktor menggunakan pengkur dosis gamma dalam pendingin primer (JAC01). JAC01 dapat mengukur daya reaktor dengan akurat namun lambat. Untuk mendapatkan sinyal fluks neutron yang cepat dan akurat, bagian analog SPR dilengkapi dengan rangkaian penghitung kerapatan fluks neutron terkoreksi N16. Rangkaian ini melakukan perhitungan matematis N16-corr agar didapatkan nilai yang akurat dengan respon proses yang cepat. Adapun perhitungan matematis tersebut adalah : (8) (9) (10)

46 35 Kecepatan koreksi diperoleh dari : (11) Dimana; c ; vk = vaktor koreksi (mv/s); = tegangan keluaran dari integrator (V); = waktu konstan (s); = sinyal N16; = dinyal kerapatan fluks neutron terkoreksi N16; = sinyal kerapatan fluks neutron; H = histeris; c adalah konstanta yang bergantung pada nilai awal; Limitatation adalah nilai maksimum yang dizinkan, dan = deviasi maksimum yang diizinkan antara sinyal kerapatan fluks neutron dengan laju dosis gamma N16 selama reaktor start-up atau shutdown. Sedangkan adalah waktu minimum yang dibutuhkan untuk start-up dari 0 sampai 100 % daya nominal 30 MW.

47 36 Penghitungan sinyal N16 terkoreksi dilakukan untuk mendeteksi kecelakaan reaktifitas daerah daya di kolam rekator yang menyebabkan terjadinya scram atau penghetian operasi secara mendadak akibat daya melebihi batas maksimum. N16-corr Sinyal N16-corr membutuhkan sinyal masukan dari rangkaian penghitung yang bernilai positif dari batas pengukuran. Rangkaian penghitung untuk N16-corr harus ditampilkan dengan proses yang cepat, namun dikarenakan faktor pengukuran kerapatan fluks neutron yang nilainya kurang akurat, sedang untuk pengukuran laju dosis gamma yang lambat namun hasilnya akurat. Maka dilakukanlah perhitungan matematik N16- corr agar didapatkan nilai yang akurat dengan respon proses yang cepat. Rangkaian ini terdiri dari trigger amplifier K, integrator I dan summing element S. Trigger amplifier dan integrator darigenerator(tegangan keluaran U XN ). Keluaran tegangan dari N16-corr akan sama dengan penjumlahan U dan variabel koreksi U XN. Jika sinyal U lebih kecil dari U N16 maka nilai variabel U XN akan menutupi kekurangan tersebut. Pengaturan parameter dari rangkaian penghitung N16-corr adalah v K yaitu kecepatan koreksi dari masukan tegangan Ux dan waktu konstan T (integrator). v K = (12) Di mana : v K = tegangan terkoreksi(volt); Ux = tegangan keluaran dari trigger amplifier(volt); dan T = waktu konstan(s) (Inter Atom, 1989).

48 37 Berikut adalah gambaran matematik rangkaian penghitung N16 terkoreksi ( N16-corr ). Trigger amplifier integrator U Summing element U N Ux - Uxn + + N16-corr Gambar 9. Rangkaian N16 terkoreksi (Inter Atom, 1989) Sehingga untuk mendapat nilai N16 terkoreksi didunakan persamaan di bawah ini, N16-corr = + U XN (13) U XN = (14) Karena bernilai konstan maka, U XN = (15) N16-corr = + (16) Di mana diketahui, N16-corr = tegangan N16 terkoreksi (volt); T = waktu konstan (s); U XN = tegangan keluaran dari generator (volt); = tegangan kerapatan fluks neutron (volt); t = waktu (s); dan tegangan konstan (volt) (Inter atom, 1989).

49 38 E. Pengenalan LabVIEW LabVIEW adalah sebuah software pemograman yang diproduksi oleh National instruments dengan konsep yang berbeda. Seperti bahasa pemograman lainnya yaitu C++, matlab atau Visual basic, LabVIEW juga mempunyai fungsi dan peranan yang sama, perbedaannya bahwa labview menggunakan bahasa pemrograman berbasis grafis atau blok diagram sementara bahasa pemrograman lainnya menggunakan basis text. Program labview dikenal dengan sebutan Vi atau Virtual instruments karena penampilan dan operasinya dapat meniru sebuah instrument. Pada labview, user pertama-tama membuat user interface atau front panel dengan menggunakan control dan indikator, yang dimaksud dengan kontrol adalah knobs, push buttons, dials dan peralatan input lainnya sedangkan yang dimaksud dengan indikator adalah graphs, LEDs dan peralatan display lainnya. Gambar 10. Icon LabVIEW Perangkat lunak LabVIEW terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : 1. Front panel adalah bagian window yang berlatar belakang abu-abu serta mengandung control dan indikator. Front panel digunakan untuk membangun sebuah VI, menjalankan program dan mendebug program.

50 39 2. Blok diagram dari Vi adalah bagian window yang berlatar belakang putih berisi source code yang dibuat dan berfungsi sebagai instruksi untuk front panel. 3. Control dan Functions Pallete 4. Control dan Functions Pallete digunakan untuk membangun sebuah Vi. a. Control Pallete Control Pallete merupakan tempat beberapa control dan indikator pada front panel. b. Functions Pallete Functions Pallete di gunakan untuk membangun sebuah blok diagram, functions pallete hanya tersedia pada blok diagram, untuk menampilkannya dapat dilakukan dengan mengklik windows >>show control pallete atau klik kanan pada lembar kerja blok diagram. Contoh dari functions pallete. Gambar 11. Icon pallete

51 40 F. National Instruments OPC Server National Instruments (NI) OPC Server menyediakan sebuah antarmuka untuk berkomunikasi dengan berbagai perangkat. Kombinasi NI OPC Server dan LabVIEW menyediakan satu platform untuk memberikan pengukuran berkinerja tinggi dan kontrol untuk kedua sistem instrumentasi baru dan yang sudah ada. Server NI OPC terhubung melalui OPC Client di data logging LabVIEW dan Modul Supervisory Control (DSC) sehingga dapat mengembangkan sistem HMI / SCADA secara total dengan PLC, Programmable Automation Controller (PACs) dan sensor (Halvorsen, 2012). Tampilan NI OPC Server disajikan pada gambar berikut. Gambar 12. Tampilan NI-OPC Server

52 41 G. Siemens S7-300 PLC adalah sistem elektronik yang beroperasi secara digital dan didesain untuk pemakaian di lingkungan industri, menggunakan memori yang dapat diprogram untuk penyimpanan secara internal instruksi yang mengimplementasikan fungsi spesifik seperti logika, urutan, pewaktuan, pencacahan dan operasi aritmatik untuk mengontrol mesin atau proses melalui modul I/O digital maupun analog. Dalam perkembangannya PLC banyak dikembangkan oleh berbagai macam perusahaan elektronik, salah satu perusaan yang mengembangkan PLC dan telah banyak digunakan dalam berbagai industri adalah Siemens. PLC Siemens S7-300 didesain berbentuk modular, sehingga penggunanya dapat membangun suatu sistem dengan mengkombinasikan komponen-komponen atau susunan modul-modul S7-300 seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 13. PLC Siemens S7-300 dan modul (Reference Manual SIMATIC S7-300 dan Modul)

53 42 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februai sampai dengan Juni Pembuatan program dilaksanakan di Sub Bidang Sistem instrumentasi dan Kendali serta pengambilan data di Ruang Kontrol Utama (RKU) PRSG GAS BATAN. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Perangkat Keras (Hardware) Berikut perangka tkeras yang digunakan dalam penelitian ini adalah; a. Laptop Laptop berfungsi sebagai client (projec LabVIEW) dan server (NI OPC), serta penampil pengukuran data. b. Kabel Kabel digunakan untuk menghubungkan distributor aktif dari multifier ke PLC. c. PLC S7-300 PLC Siemens S7-300 didesain berbentuk modular, sehingga penggunanya dapat membangun suatu sistem dengan mengkombinasikan komponen-komponen atau susunan modul-modul S7-300 seperti yang ditunjukkan pada gambar 11 PLC S7-

54 disusun dari beragam komponen (Reference Manual SIMATIC PLC S7-300, 2003). Daftar pengkabelan ditumjukan pada tabel 1. Tabel 1. Daftar Pengkabelan PLC S7-300 Modul Analog No. Sistem Alamat Keterangan 1 JKT 03 CX811 (Flux) PIW318 MODUL 4 ; PIN 18(+), 19(-) 2 JKT 03 CX821 (Flux) PIW320 MODUL 5 ; PIN 2(+), 3(-) 3 JKT 03 CX831 (Flux) PIW322 MODUL 5 ; PIN 4(+), 5(-) 4 JKT 03 CX841 (Flux) PIW324 MODUL 5 ; PIN 6(+), 7(-) 5 JAC 01 CR811 PIW 284 MODUL 2 ; PIN 16(+), 17(-) 6 JAC 01 CR821 PIW 350 MODUL 2 ; PIN 18(+), 19(-) 7 JAC 01 CR831 PIW 288 MODUL 3 ; PIN 2(+), 3(-) 8 JRG 10 FX801 PIW 326 MODUL 5 ; PIN 8(+), 9(-) Gambar 14 merupakan PLC S7-300 yang sedang dalam proses instalasi pengkabelan PLC. Gambar 14. Instalasi Pengkabelan PLC S7-300 d. Multiplier Phoniex MCR - FL - C - UI - 2UI DCI Gambar 15. Multiplier PhoniexMCR - FL - C - UI - 2UI DCI

55 44 2. Perangkat Lunak yang Digunakan dalam Penelitian Perangkat lunak merupakan program yang dibuat untuk memantau dan merekam data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan perangkat lunak LabVIEW LabVIEW adalah perangkat lunak pemograman yang diproduksi oleh National instruments. Seperti bahasa pemograman lainnya yaitu C++, matlab atau Visual basic, LabVIEW juga mempunyai fungsi dan peranan yang sama, perbedaannya bahwa LabVIEW menggunakan Bahasa pemrograman berbasis grafis atau blok diagram sementara Bahasa pemrograman lainnya menggunakan basis text. Program LabVIEW dikenal dengan sebutan Vi atau Virtual instruments karena penampilan dan operasinya dapat meniru sebuah instrument. C. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan. Prosedur yang dilakukan adalah perancangan sistem, realisasi sistem, pengujian sistem dan data. Jika data yang diinginkan sesuai maka lanjut ke tahap pengambilan data, pengolahan data, pembuatan laporan dan selesai. Gambar 16 merupakan tahapan yang dilakukan pada penelitian ini.

56 45 Mulai Perancangan Sistem Pembuatan Sistem Uji Coba Sistem Data Benar Tidak Ya Pengambilan Data Data Hasil Analisis Selesai Gambar 16. Diagram Alir Penelitian Langkah kerja yang dilakukan penelitian ini bagian pertama, dilakukan penyusunan blok diagram penelitian guna mempermudah jalannya penelitian. Diagram blok ini juga mempermudah dalam menyusun sebuah rancangan penelitian jika dalam suatu rancangan terdapat kendala kendala. 1. Perancangan Sistem Implementasi dasar desain tersebut dibutuhkan komputer PC yang sudah diinstalasi dengan perangkat lunak program aplikasi LabVIEW dan driver untuk

57 46 perangkat akuisisi data. Kemudian komputer juga dihubungkan dengan perangkat akuisisi data (PLC) untuk mengakuisisi data dari kanal pengukuran. atau komputer dapat mengambil data dari penyimpan data dalam Gambar 17. LAN PLC Gambar 17. Susunan perangkat Penghitung Fluks Neutron Terkoreksi N16 Program penghitung fluks neutron koreksi N16 melakukan perhitungan matematis berdasarkan data masukan N16 dan kerapatan fluks neutron dari Data Acqusition (DAQ) atau dari penyimpan data komputer. Data PLC digunakan saat perangkat penghitung kerapatan perangkat Rangkaian Penghitung Fluks Neutron Terkoreksi N16 terhubung langsung ke kanal pengukuran saat reaktor beroperasi. Sedangkan data dari penyimpan data digunakan saat akan menjalankan program dengan masukan dari data operasi reaktor sebelumnya. Perancangan alat ini meliputi perancangan perangkat keras dan perangkat lunak. Alat dirancang untuk merubah keluaran distributor pasif dari RPS menjadi aktif yang selanjutnya didistribusikan ke dalam perangkat PLC S7-300 yang akan digunakan. Perancangan perangkat keras dilakukan untuk mengukur data yang dilanjutkan dengan perancangan perangkat lunak sebagai pembaca dan perekam data. Bagan sistem monitoring dapat dilihat pada gambar 18.

58 47 Panel RKU JKT 03 JAC01 RPS distributor CVA06 Distributor pasif CQA06 KolamReaktor Distributor aktif JRG10 FX801 Client PLC server Gambar 18. Rancangan sistem monitoring Gambar 19 merupakan gambar teras reaktor dan komponen internal dalam kolam. Sedangkan gambar 20 merupakan blok diagram pengukuran kerapatan fluks neutron.

59 48 Gamabr 19. Teras dan komponen internal kolam reaktor Blok diagram sistem pengukuran kerapatan fluks neutron ditunjukan pada gambar 18.

60 49 Ionization chamber Giude tube Terminal box Protection tube for measuring cables Liniear DC amplifier High-voltage generator 9. Test and indicator unit 10. simulator 6. Buffer amplifier Limit value unit 11. Indicator recorder neutron fluks 12. Indicator module, high-voltage>max.resp>min Gambar 20. Blok diagram pengukuran kerapatan fluks neutron Pengukuran kerapatan fluks neutron dideteksi oleh detektor neutron yang berada di teras reaktor. Setiap penggantian atau perubahan susunan bahan bakar di dalam

61 50 teras reaktor akan berpengaruh terhadap distribusi fluks neutron yang dihasilkan pada tiap titik lokasi oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran distribusi fluks neutron thermal pada pusat teras. Pengukuran fluks neutron dilakukan dengan berbagai metode baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu cara pengukuran fluks neutron secara langsung adalah metode detektor swadaya. Detektor merupakan bagian yang sangat penting dari suatu sistem pencacah radiasi karena alat ini berfungsi untuk menangkap radiasi dan mengubahnya menjadi sinyal atau pulsa listrik. Terdapat dua besaran yang biasa diukur dari suatu paparan radiasi nuklir yaitu jumlah radiasi dan energi radiasi. Jumlah radiasi diperlukan untuk mengetahui aktivitas sumber radiasi, sedangkan energi radiasi digunakan untuk menentukan jenis sumber radiasi. Setiap radiasi yang mengenai detektor akan diubah menjadi sebuah sinyal (pulsa) listrik sehingga jumlah radiasi dapat ditentukan dengan mengukur jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor. Tinggi sinyal (pulsa) listrik yang dihasilkan detektor menunjukkan energi radiasi yang mengenai detektor sehingga energi radiasi dapat ditentukan dengan mengukur tinggi pulsa listrik yang dihasilkan detektor. Detektor kerapatan fluks neutron berada di teras reaktor, posisi masing masing detektor kerapatan fluks neutron berda di beberapa tempat yang berbeda dengan alasan agar didapatkan nilai pengukuran yang akurat. Posisi tiap detektor kerapatan fluks neutron ditunjukan pada gambar 21.

62 51 JKT02 CX821 JKT03 CX831 JKT03 CX821 JKT04 CX801 JKT02 CX811 JKT01 CX821 JKT01 CX811 JKT03 CX841 JKT03 CX811 Gambar 21. Posisi detektor fluks neutron Pada tahap perancangan sistem perangkat keras dilakukan pemotongan dan pemindahan titik jalur pengkabelan di kabinet CVA06 untuk pengambilan data

63 52 pengukuran daya. Pengukuran daya didapat dari dua detektor yaitu detektor kerapatan fluks neutron (JKT03) dan laju dosis gamma yang dihasilkan dari peluruhan N16 (JAC01). Perancangan sistem dilakukan dengan merubah posisi pengkabelan JKT03 CX811/821/831/841, JAC01 CR811/821/831, dan JRE10 FX801. Tabel 2 adalah tabel pengubahan posisi pengkabelan di kabinet CVA06. Tabel 2. Pengubahan pengkabelan No Sistem Alamat Awal Perubahan Alamat 1 JKT03 CX811 CVA06 AA001 18(-)17 (+) CVA06 BA010 18(-) 17(+) 2 JKT03 CX821 CVA06 AA002 26(-)25 (+) CVA06 BA011 26(-) 25(+) 3 JKT03 CX831 CVA06 AA003 18(-)17 (+) CVA06 BA012 18(-) 17(+) 4 JKT03 CX841 CVA06 AA003 20(-) 19(+) CVA06 BA012 20(-) 19(+) 5 JAC01 CR811 CVA06 AA008 5(-) 6 (+) CVA06 BA008 5(-) 6 (+) 6 JAC01 CR821 CVA06 AA006 21(-)22 (+) CVA06 BA009 21(-) 22(+) 7 JAC01 CR831 CVA06 AA005 13(-) 14(+) CVA06 BA009 13(-) 14(+) 8 JRE10 FX801 CVA06 AA008 7(-) 8 (+) CVA06 BA008 7 (-) 8(+) Pengubahan posisi kabel Gambar 22. Pengubahan posisi kabel di kabinet CVA06 Pengubahan posisi kabel di kabinet CVA06 selanjutnya distribusikan ke Multiplier Phoniex MCR - FL - C - UI - 2UI DCI sebagai distributor aktif dengan pengaturan keluaran 0-10 V.

64 53 sebelum Sesudah Gambar 23. Instalasi Distribusi Aktif pada Panel CQA06 sebelum dan sesudah pemasangan distributor aktif Keluaran multiplier dihubungkan ke PLC S7-300 sebagai perangkat keras akusisi data yang digunakan untuk menghubungkan server yang dilanjutkan perangkat lunak LabVIEW. Program yang dibuat pada perangkat lunak LabVIEW dimaksudkan untuk pemantauan dan perekaman data pengukuran daya dari detektor neutron dan lajudosis gamma yang selanjutnya dilakukan perhitungan N16 terkoreksi untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat dan real time. Sebelum dilakukan pengukuran secara langsung menggunakan perangkat lunak yang dibuat maka dilakukan pengujian pembacaan dari perangkat lunak OPC Server dengan memberikan masukan sinyal arus sebesar 0-20 ma menggunakan sumber arus. Kemudian dilakukan pengecekan kanal lainya dengan mengambil tiga titik pengukuran 0 ma, 10 ma dan 20 ma pada tiap kanal. Hasil pembacaan OPC server dengan sumber arus 0-20 ma ditunjukan pada tabel 3.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyusun inti atom, sedangkan elektron bergerak mengelilingi inti atom. Neutron

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyusun inti atom, sedangkan elektron bergerak mengelilingi inti atom. Neutron 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Neutron Neutron adalah zarah elementer penyusun inti atom yang tidak mempunyai muatan listrik. Atom tersusun dari proton, neutron dan elektron. Proton dan neutron

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februai sampai dengan Juni 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februai sampai dengan Juni 2015. 42 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februai sampai dengan Juni 2015. Pembuatan program dilaksanakan di Sub Bidang Sistem instrumentasi dan

Lebih terperinci

Implementasi Rangkaian Penghitung Kerapatan Fluks Neutron Terkoreksi N16 RSG-GAS Berbasis LABVIEW

Implementasi Rangkaian Penghitung Kerapatan Fluks Neutron Terkoreksi N16 RSG-GAS Berbasis LABVIEW JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 04, No.01, Januari Tahun 20161 Implementasi Rangkaian Penghitung Kerapatan Fluks Neutron Terkoreksi N16 RSG-GAS Berbasis LABVIEW Puji Siamatun, Arif Surtono & Edison

Lebih terperinci

PENGUKURAN FAKTOR KOMPENSASI DETEKTOR RENTANG DAYA KNK 50 UNTUK TERAS RSG-GAS. A.Mariatmo, Ir. Edison dan Heri Prijanto

PENGUKURAN FAKTOR KOMPENSASI DETEKTOR RENTANG DAYA KNK 50 UNTUK TERAS RSG-GAS. A.Mariatmo, Ir. Edison dan Heri Prijanto PENGUKURAN FAKTOR KOMPENSASI DETEKTOR RENTANG DAYA KNK 50 UNTUK TERAS RSG-GAS A.Mariatmo, Ir. Edison dan Heri Prijanto ABSTRAK PENGUKURAN FAKTOR KOMPENSASI DETEKTOR RENTANG DAYA KNK 50 UNTUK TERAS RSG-GAS.

Lebih terperinci

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 Pokok Bahasan STRUKTUR ATOM DAN INTI ATOM A. Struktur Atom B. Inti Atom PELURUHAN RADIOAKTIF A. Jenis Peluruhan B. Aktivitas Radiasi C. Waktu

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul

Lebih terperinci

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN TUGAS Mengenai : PLTN Di Susun Oleh: ADRIAN Kelas : 3 IPA MADRASAH ALIYAH ALKHAIRAT GALANG TAHUN AJARAN 2011-2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. - PLTN dikelompokkan

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI suatu emisi (pancaran) dan perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel 2 3 Peluruhan zat

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS -Inti atom atau nukllida terdiri atas neutron (netral) dan proton (muatan positif) -Massa neutron sedikit lebih besar

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Lecture Presentation NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY By : NANIK DWI NURHAYATI, S,Si, M.Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Lebih terperinci

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down Berkala Fisika ISSN : 141-9662 Vol.9, No.1, Januari 26, hal 15-22 Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down Risprapti Prasetyowati (1), M. Azam (1), K. Sofjan Firdausi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia kepada tingkat kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia kepada tingkat kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, termasuk juga kemajuan dalam bidang teknologi nuklir telah mengantarkan umat manusia kepada

Lebih terperinci

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR PENGENALAN (PLTN) PEMBANGKIT L STR KTENAGANUKLTR I _ Sampai saat ini nuklir khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang seperti industri, kesehatan, pertanian, peternakan,

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS -Inti atom atau nukllida terdiri atas neutron (netral) dan proton (muatan positif) -Massa neutron sedikit lebih besar daripada massa proton -ukuran inti atom berkisar

Lebih terperinci

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021)

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021) ALAT UKUR RADIASI Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta 10350 Telepon : (021) 230 1266 Radiasi Nuklir Secara umum dapat dikategorikan menjadi: Partikel bermuatan Proton Sinar alpha

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya teknologi dan peradabaan manusia, kebutuhan terhadap energi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x.

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x. 1 5. KIMIA INTI A. Unsur Radioaktif Unsur radioaktif secara sepontan memancarkan radiasi, yang berupa partikel atau gelombang elektromagnetik (nonpartikel). Jenis-jenis radiasi yang dipancarkan unsur radioaktif

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. AFRI YAHDI : 2013110067 2. M.RAZIF : 2013110071 3. SYAFA RIDHO ILHAM : 2013110073 4. IKMARIO : 2013110079 5. CAKSONO WIDOYONO : 2014110003

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) Veetha Adiyani Pardede M0209054, Program Studi Fisika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah email: veetha_adiyani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16 MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-16 CAKUPAN MATERI 1. INTI ATOM 2. BILANGAN ATOM DAN BILANGAN MASSA 3. MASS DEFECT 4. RADIOAKTIVITAS 5. WAKTU PARUH

Lebih terperinci

BAB II RADIASI PENGION

BAB II RADIASI PENGION BAB II RADIASI PENGION Salah satu bidang penting yang berhubungan dengan keselamatan radiasi pengukuran besaran fisis radiasi terhadap berbagai jenis radiasi dan sumber radiasi. Untuk itu perlu perlu pengetahuan

Lebih terperinci

Inti atom Radioaktivitas. Purwanti Widhy H, M.Pd

Inti atom Radioaktivitas. Purwanti Widhy H, M.Pd Inti atom Radioaktivitas Purwanti Widhy H, M.Pd bagian terkecil suatu unsur yg mrpkn suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. Bagian Atom : Elektron Proton Netron Jumlah

Lebih terperinci

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi yang lebih tinggi dari sinar alpha. Partikel sinar beta memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan partikel alpha. Sinar β merupakan

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor Kartini merupakan reaktor nuklir tipe TRIGA Mark II (Training Research and Isotop Production by General Atomic) yang mempunyai daya maksimum 250 kw dan beroperasi

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa mendatang penggunaan bahan bakar berbasis minyak bumi harus dikurangi karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan dampak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan dengan membuat simulasi AHR menggunakan software MCNPX. Analisis hasil dilakukan berdasarkan perhitungan terhadap nilai kritikalitas (k eff )

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Neutron adalah zarah elementer penyusun inti atom yang tidak mempunyai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Neutron adalah zarah elementer penyusun inti atom yang tidak mempunyai A. Kajian Teoritis BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Neutron Neutron adalah zarah elementer penyusun inti atom yang tidak mempunyai muatan listrik. Atom tersusun dari proton, neutron dan elektron. Proton dan neutron

Lebih terperinci

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN Muhammad Ilham, Annisa Khair, Mohamad Yusup, Praba Fitra Perdana, Nata Adriya, Rizki Budiman 121178, 12115, 121177, 121118, 12116, 12114 Program Studi Fisika, Institut

Lebih terperinci

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R3 EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza Andiana

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi 3.1 Konfigurasi Teras Reaktor Spesifikasi utama dari HTTR diberikan pada tabel 3.1 di bawah ini. Reaktor terdiri

Lebih terperinci

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral) FISIKA INTI A. INTI ATOM Inti Atom = Nukleon Inti Atom terdiri dari Proton dan Neutron Lambang Unsur X X = nama unsur Z = nomor atom (menunjukkan banyaknya proton dalam inti) A = nomor massa ( menunjukkan

Lebih terperinci

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir. Vol. 13 No. 1, April 2016 EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89 Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali ABSTRAK

Lebih terperinci

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20 PREDIKSI UN FISIKA 2013 1. Perhatikan gambar berikut Hasil pengukuran yang bernar adalah. a. 1,23 cm b. 1,23 mm c. 1,52mm d. 1,73 cm e. 1,73 mm* 2. Panjang dan lebar lempeng logam diukur dengan jangka

Lebih terperinci

Analisis dan Penentuan Distribusi Fluks Neutron Thermal Arah Aksial dan Radial Teras Reaktor Kartini dengan Detektor Swadaya

Analisis dan Penentuan Distribusi Fluks Neutron Thermal Arah Aksial dan Radial Teras Reaktor Kartini dengan Detektor Swadaya Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675 Volume14, Nomor 4, Oktober 006 Artikel Penelitian: 155-159 Analisis dan Penentuan Distribusi Fluks Neutron Thermal Arah Aksial dan Radial Teras Reaktor Kartini

Lebih terperinci

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA CONTOH BATASAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id APA ITU KIMIA INTI? Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi

Lebih terperinci

TENIK PENGUKURAN TINGKAT DAYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE CANDU

TENIK PENGUKURAN TINGKAT DAYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE CANDU TENIK PENGUKURAN TINGKAT DAYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE CANDU DJARUDDIN HASIBUAN Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG)-BATAN Kawasan Puspitek Serpong Tangerang 15310, Banten Telp. 021-7560908 Abstrak

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) Veetha Adiyani Pardede M2954, Program Studi Fisika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah email: veetha_adiyani@yahoo.com ABSTRAK Aras-aras inti dipelajari

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007 PERHITUNGAN PEMBUATAN KADMIUM-109 UNTUK SUMBER RADIASI XRF MENGGUNAKAN TARGET KADMIUM ALAM Rohadi Awaludin Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN Kawasan Puspiptek, Tangerang, Banten ABSTRAK PERHITUNGAN

Lebih terperinci

PELURUHAN RADIOAKTIF

PELURUHAN RADIOAKTIF PELURUHAN RADIOAKTIF Inti-inti yang tidak stabil akan meluruh (bertransformasi) menuju konfigurasi yang baru yang mantap (stabil). Dalam proses peluruhan akan terpancar sinar alfa, sinar beta, atau sinar

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN TUGAS... iv KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMBANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), maka peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) 1. 1. SISTEM TENAGA LISTRIK 1.1. Elemen Sistem Tenaga Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah dan aman untuk mengirimkan energi adalah melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DAN JENIS-JENIS REAKTOR PLTN (Yopiter L.A.Titi, NRP:1114201016, PascaSarjana Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November (ITS Surabaya) 1. Pendahuluan Nuklir

Lebih terperinci

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi VII. PELURUHAN GAMMA Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi 7.1. PELURUHAN GAMMA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mempelajari Sub-pokok

Lebih terperinci

BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF

BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF 1. PROSES PROSES PELURUHAN RADIASI ALPHA Nuklida yang tidak stabil (kelebihan proton atau neutron) dapat memancarkan nukleon untuk mengurangi energinya dengan

Lebih terperinci

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6 KIMIA INTI 1. Setelah disimpan selama 40 hari, suatu unsur radioaktif masih bersisa sebanyak 0,25 % dari jumlah semula. Waktu paruh unsur tersebut adalah... 20 hari 8 hari 16 hari 5 hari 10 hari SMU/Ebtanas/Kimia/Tahun

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id DETEKTOR RADIASI NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id nanikdn@uns.ac.id - Metode deteksi radiasi didasarkan pd hasil interaksi radiasi dg materi: proses ionisasi & proses eksitasi -

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

PENGUKURAN FLUKS NEUTRON SALURAN BEAMPORT TIDAK TEMBUS RADIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MOLYBDENUM (SAMOP) REAKTOR KARTINI

PENGUKURAN FLUKS NEUTRON SALURAN BEAMPORT TIDAK TEMBUS RADIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MOLYBDENUM (SAMOP) REAKTOR KARTINI PENGUKURAN FLUKS NEUTRON SALURAN BEAMPORT TIDAK TEMBUS RADIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MOLYBDENUM (SAMOP) REAKTOR KARTINI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Dian Filani Cahyaningrum 1), Riyatun

Lebih terperinci

Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer)

Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer) Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer) 1 Mei Budi Utami, 2 Hanu Lutvia, 3 Imroatul Maghfiroh, 4 Dewi Karmila Sari, 5 Muhammad Patria Mahardika Abstrak

Lebih terperinci

Hasbullah, M.T. Electrical Engineering Dept., Energy Conversion System FPTK UPI 2009

Hasbullah, M.T. Electrical Engineering Dept., Energy Conversion System FPTK UPI 2009 Hasbullah, M.T Electrical Engineering Dept., Energy Conversion System FPTK UPI 2009 Konversi Energi (Energy Conversion) : Perubahan bentuk energi dari yang satu menjadi bentuk energi lain. Hukum konservasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Program Studi : Pendidikan Fisika/Fisika Nama Mata Kuliah :Fisika Inti Kode

Lebih terperinci

Spesifikasi Teknis Teras Reaktor Nuklir Kartini dan Eksperimental Setup Fasilitas Uji In-vitro dan In-vivo Metode BNCT

Spesifikasi Teknis Teras Reaktor Nuklir Kartini dan Eksperimental Setup Fasilitas Uji In-vitro dan In-vivo Metode BNCT Spesifikasi Teknis Teras Reaktor Nuklir Kartini dan Eksperimental Setup Fasilitas Uji In-vitro dan In-vivo Metode BNCT Drs. Widarto Peneliti Madya Reaktor Riset Kartini Tipe TRIGA (Training Riset Isotop

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di  dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education 01. Batas ambang frekuensi dari seng untuk efek fotolistrik adalah di daerah sinar ultraviolet. Manakah peristiwa yang akan terjadi jika sinar-x ditembakkan ke permukaan logam seng? (A) tidak ada elektron

Lebih terperinci

Definisi PLTN. Komponen PLTN

Definisi PLTN. Komponen PLTN Definisi PLTN PLTN adalah sebuah pembangkit daya thermal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkilt Listrik

Lebih terperinci

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh.

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh. 1. Pendahuluan Sinar X adalah jenis gelombang elektromagnetik. Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tanggal 8 November 1895, ia menemukan secara tidak sengaja sebuah gambar asing dari generator

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1993

Fisika EBTANAS Tahun 1993 Fisika EBTANA Tahun 1993 EBTANA-93-01 Dimensi konstanta pegas adalah A. L T 1 B. M T C. M L T 1 D. M L T M L T 1 EBTANA-93-0 Perhatikan kelima grafik hubungan antara jarak a dan waktu t berikut ini. t

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si. DETEKTOR RADIASI INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Alat deteksi sinar radioaktif atau sistem pencacah radiasi dinamakan detektor radiasi. Prinsip: Mengubah radiasi menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN Maksud dan tujuan kuliah ini adalah memberikan dasar-dasar dari fenomena radiaktivitas serta sumber radioaktif Diharapkan agar dengan pengetahuan dasar ini kita akan mempunyai

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

RADIOAKTIF. Oleh : I WAYAN SUPARDI

RADIOAKTIF. Oleh : I WAYAN SUPARDI RADIOAKTIF Oleh : I WAYAN SUPARDI PENDAHULUAN Fluoresensi yakni perpendaran suatu bahan selagi disinari cahaya. Fosforecensi yaitu berpendarnya suatu bahan setelah disinari cahaya, jadi berpendar setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan listrik di Indonesia semakin meningkat, sedangkan bahan bakar fosil akan segera habis. Oleh karena itu dibutuhkan pembangkit listrik yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R4 EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza

Lebih terperinci

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI Disusun Oleh : ERMAWATI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 1999 1 ABSTRAK Dalam mendesain semua sistem nuklir, pelindung radiasi, generator isotop, sangat tergantung dari jalan

Lebih terperinci

Sistem Pencacah dan Spektroskopi

Sistem Pencacah dan Spektroskopi Sistem Pencacah dan Spektroskopi Latar Belakang Sebagian besar aplikasi teknik nuklir sangat bergantung pada hasil pengukuran radiasi, khususnya pengukuran intensitas ataupun dosis radiasi. Alat pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi energi listrik dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam hal ini industri memegang peranan penting dalam kenaikan konsumsi listrik dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R1 EKSPERIMEN DETEKTOR GEIGER MULLER Dosen Pembina : Drs. R. Arif Wibowo, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

RADIOAKTIF 8/7/2017 IR. STEVANUS ARIANTO 1. Oleh : STEVANUS ARIANTO TRANSMUTASI PENDAHULUAN DOSIS PENYERAPAN SIFAT-SIFAT UNSUR RADIOAKTIF REAKSI INTI

RADIOAKTIF 8/7/2017 IR. STEVANUS ARIANTO 1. Oleh : STEVANUS ARIANTO TRANSMUTASI PENDAHULUAN DOSIS PENYERAPAN SIFAT-SIFAT UNSUR RADIOAKTIF REAKSI INTI RADIOAKTIF Oleh : STEVANUS ARIANTO PENDAHULUAN SIFAT-SIFAT UNSUR RADIOAKTIF PANCARAN SINAR RADIOAKTIF SINAR,, HVL BAHAN STRUKTUR INTI ATOM ENERGI IKAT INTI KESTABILAN INTI ATOM HUKUM PERGESERAN WAKTU PARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penemuan sinar-x pertama kali oleh fisikawan berkebangsaan Jerman Wilhelm C. Roentgen pada tanggal 8 November 1895 memberikan hal yang sangat berarti dalam perkembangan

Lebih terperinci

GANENDRA, Vol. V, No. 1 ISSN ANALISIS DAN PENENTUAN DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SALURAN TEMBUS RADIAL UNTUK PENDAYAGUNAAN REAKTOR KARTINI

GANENDRA, Vol. V, No. 1 ISSN ANALISIS DAN PENENTUAN DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SALURAN TEMBUS RADIAL UNTUK PENDAYAGUNAAN REAKTOR KARTINI ANALISIS DAN PENENTUAN DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SALURAN TEMBUS RADIAL UNTUK PENDAYAGUNAAN REAKTOR KARTINI Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Maju ABSTRAK ANALISIS DAN PENENTUAN DISTRIBUSI FLUKS

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 2 Doc. Name: AR12FIS02UAS Version : 2016-09 halaman 1 01. Batas ambang frekuensi dari seng untuk efek fotolistrik adalah di daerah sinar ultraviolet. Manakah peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Runusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Runusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi inti yang terjadi pada proses peluruhan radio

Lebih terperinci