BAB IV KEDUDUKAN SANKSI DALAM HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KEDUDUKAN SANKSI DALAM HUKUM"

Transkripsi

1 BAB IV KEDUDUKAN SANKSI DALAM HUKUM A. Hak dan Hukum Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya. 1 Hak pada dasarnya sesuatu yang melekat dalam diri setia manusia dan keberadaannya melekat pada eksistensi manusia itu sendiri. Hukum mengatur hubungan hukum, hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. 2 Dalam bahasa Eropa Kontinental, hak dan hukum dinyatakan dalam istilah yang sama, yaitu ius dalam bahasa Latin, droit dalam bahasa Perancis, Recht dalam bahasa jerman, dan recht dalam bahasa Belanda. 3 Dalam literatur berbahasa belanda guna membedakan antara hak dan hukum digunakan istilah subjectief 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Sebuah Pengantar, Op.Cit., Hlm Ibid,. Hlm Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), Op.Cit., Hlm

2 recht untuk hak dan objectief recht untuk hukum. 4 Arti subjectief recht sesungguhnya adalah hak dan kewajiban. Akan tetapi pada umumnya yang dimaksud dengan subjectief recht adalah hak saja tidak termasuk kewajiban. 5 Hak pada dasarnya harus dilindungi oleh hukum, pandangan tersebut dipelopori oleh pemikir-pemikir hukum alam. Akan tetapi pendapat bahwa hukum alamlah yang mengakui, menjaga dan mengawal hakhak alamiah manusia tentunya sulit diterima oleh paham-paham hukum yang bersifat positivisme. 6 Hart berpendapat bahwa jika misalnya ada yang namanya hak-hak moral (moral rights), maka hak-hak moral tersebut merupakan hak-hak alamiah (natural rights). Dan jika manusia ingin tetap eksis/survive harus ada hukum yang berisikan konten minimal (minimum content). 7 Pandangan positivistik berpendapat bahwa hak dibentuk atau diciptakan oleh hukum. Sehingga pengakuan akan hak seluruhnya bergantung pada apakah peraturan perundang-undangan mengaturnya 4 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), Op.Cit., Hlm Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Sebuah Pengantar, Op.Cit., Hlm. 42. Dikutip dari Knottenbelt, Inlending in het Nederlandse recht, Hlm. 47, Algra, Rechtsingang, Hlm. 133, van Apeldoorn, Inlending tot de studie van het Nederlandserecht, Hlm Munir Fuadi, Teori-Teori (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana PrenandaMedia Group, Jakarta, 2013, Hlm Ibid., Hlm. 43

3 79 atau tidak. Maka dari itu hak hukum hanya dapat diidentifikasi melalui peraturan perundang-undangan di luar itu tidak ada hak atau hayalan belaka. Hak yang tidak dituangkan dalam peraturan perundangundangan hanya imajiner dan tidak berarti apa-apa selain hayalan. Kalau seseorang mengatakan bahwa ia memiliki hak untuk melakukan atau memperoleh sesuatu tetapi ia tidak bisa menuntutnya maka dari itu hak tersebut hanya sebatas hayalannya saja. Hak harus dirumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, di luar peraturan perundangundangan tidak ada hak yang benar-benar hak, sebagaimana dikemukakan oleh Jeremy Bentham Dari hukum yang nyata timbul hak yang nyata. 8. Mengikuti pemahaman seperti ini sehingga jelaslah penganut positivisme menganggap bahwa hak adalah bentukan hukum. Ilustrasi hak dan hukum dapat digambarkan dengan mata uang logam dimana hak berada pada satu sisi dan hukum berasa di sisi yang lain, pertanyaannya adalah apa yang berada pada sisi kepala dan apa yang berada di sisi ekor. 9 Pemahaman yang mengatakan bahwa hak adalah bentukan hukum jika diikuti maka jelaslah hak baru ada atau lahir setelah hukum mengaturnya. 8 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), Op.Cit., Hlm Ibid., Hlm. 143.

4 Pemahaman seperti ini adalah keliru untuk diluruskan. Sikap hormati itu memuncak dalam kerelaan hati untuk melayani sesama manusia, bukan karena ada suatu hak padanya, tetapi karena timbullah rasa kewajiban dalam hati sendiri. 10 Keberadaan hak adalah perwujudan dari eksistensi manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, Dalam hubungan dengan hukum alam, dalam ilmu hukum dikenal dua konsep yaitu hukum alam (natural law) dan konsep hak-hak alamiah (natural rights) yang merupakan konsep hak asasi manusia. Dalam hal ini hukum alam sebagai induknya melahirkan hah-hak alamiah sebagai anaknya. Karena itu, tanpa hukum alam tidak mungkin ada hak-hak alamiah, karena hak alamiah manusia harus ada yang mengakui, menjaga, dan mengawalnya. Jadi, yang mengakui, menjaga, dan mengawal hak-hak alamiah tersebut adalah hukum alam, meskipun kaidah-kaidah hukum alam itu terkadang dapat muncul ke permukaan dalam bentuk hukum positif. 11 Hak adalah eksistensi manusia itu sendiri, maka dari itu hak yang menetukan lahirnya hukum, bukan hukum yang melahirkan hak, karena adanya hak maka hukum dituntut untuk melindunginya, Hukum adalah turunan dari hak. Kembali pada mata uang koin maka 10 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm Munir Fuadi, Teori-Teori (Grand Theory) Dalam Hukum, Op.Cit., Hlm

5 81 hak yang berada pada sisi kepala dan hukum yang berada pada sisi ekor. B. Sifat Hukum 1. Kepastian Hukum Ilmu hukum adalah ilmu yang bersifat preskriptif. Ilmu yang bersifat preskriptif adalah ilmu yang menganjurkan bukan mengemukakan apa adanya. 12 Ilmu hukum memberikan anjuran atau mengharuskan dilakukannya hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma tertentu. 13 Ilmu yang bersifat preskriptif disebut juga ilmu normatif. 14 Karena ilmu ini sarat dengan nilai sehingga ada juga yang menyebutnya ilmu yang bersifat prekriptif ini sebagai bagian dari kajian etika. 15 Ilmu ini adalah ilmu yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Dalam hal ini pengambil keputusan, apakah ia seorang akademis yang sedang membuat karya akademis berupa tesis, perancang aturan, hakim, lawyer, jaksa, petinggi agama, para tetua dalam hidup bermasyarakat. Mereka berpegang pada standar atau norma tertentu, apakah putusan yang ia ambil sudah sesuai dengan standar tertentu atau tidak. Jika telah 12 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), Op.Cit., Hal Ibid., Hal Ibid., Hal Ibid.

6 memenuhi standar tersebut maka putusannya benar. Sebaliknya dalam hal putusan yang diambil tidak memenuhi unsur yang terdapat dalam standar tersebut, putasan itu tidak benar. Putusan tersebut berupa anjuran atau sesuatu yang seyogyanya dilakukan. 16 Sifat preskriptif dari putusan yang dihasilkan tidak digantungkan sepenuhnya pada penganbil peputusan akan tepapi pada pada apakan putusan tersebut sudah memenuhi standar normanya, dengan dimikian sifat mengharuskan bukan karena orannya tetapi pada kebenaran putusan tersebut yaitu kebenaran yang sifatnya koherensi. Robert C. Salomon mengemukakan kebenaran koherensi sebagai: a statement or a belief is true if and only if it cohers or ties with other statemen or belief kebenarah koherensi untuk masalah-masalah dalam ruang lingkup moral atau yang mengandung nilai-nilai, bukan untuk sesutu yang sifatnya empiris kasat mata dan dapat diindra. 17 Seperti yang dilakuakn oleh Aristoteles yang berteori tanpa melakukan pengumpulan data mentah dan mengolah data tersebut. 18 Sebagai suatu ilmu, ilmu hukum masuk ilmu hukum masuk dalam ilmu yang besifat preskriptif, 16 Ibid. 17 Ibid., Hal Ibid., Hal. 2.

7 83 artinya membawa atau sarat nilai. Ilmu hukum bersifat menganjurkan tidak sekedar mengemukakan apa adanya. Ilmu hukum mempelajari tindakan atau perbuatan (act) yang berkaitan dengan norma dan prinsip hukum. 19 Sifat hukum adalah normatif. Demikian juga kata normatif adalah unsur yang pasti melekat pada hukum dalam setiap bentuk dan perwujudannya. Dapat dikatakan bahwa normatif adalah pengertian hukum. Gagasan hukum sebagai normatif karena hukum berbicara pada tataran keharusan, yang mana harus dibedakan dengan apa yang terjadi pada faktanya. Sebagaimana pemahaman yang digagas oleh Imanuel Kant yang dikutip dalam Theo Huijbers sebagai berikut: Gagasan fundamental yang berasal dari Kant, yakni tentang perbedaan antara apa yang ada (fakta das Sein) dan apa yang seharusnya (norma-das Sollen). Kant menjelaskan bahwa sesuatu yang ada tidak dapat dipersamakan dengan apa yang seharusnya, sehingga apa yang ada tidak bisa dipandang sebagai bersifat normatif. Kalau umpamanya orang-orang biasanya saling menghormati (fakta), itu tidak berarti memang harus begitu. Seandainya saya mau menerima konsekuensi ini sebagai benar, saya harus menerima juga bahwa orang harus saling membunuh, bila mereka sudah biasa saling membunuh. Dalam hal ini umumnya tidak diterima. Pendek kata: apa yang ada lain daripada apa yang seharusnya; fakta adalah fakta, bukan norma Ibid., Hal Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 45.

8 Fakta bukan norma hal ini juga berlaku terhadap peraturan sebagai produk kekuasaan. Bahwa peraturan tertulis sebagai produk kekuasaan yang telah melewati proses politik yang rumit dan sarat akan kepentingan pada akhirnya mengatur hal-hal yang bertentangan dengan hukum, namun tetap dapat dipaksakan dengan kekuasaan. Dapat dikatakan bahwa peraturan juga fakta, belum tentu memberikan keharusan. Maka dari itu sifat kepastian hukum dalam artian positivisme tidak dapat dipertahankan secara mutlak sebagaimana dikatakan oleh Sudikno bahwa: Oleh karena itu kita boleh berkata bahwa kepastian yang semu dulu, yang didasarkan atas naskah yang selalu sedikit banyak kebetulan, digantikan oleh kepastian dalam tingkat yang lebih tinggi, kepastian yang ditimbulkan dengan mengusahakan kepatutan. Kepastian yang dulu diberikan oleh kata-kata telah digantikan oleh kepastian yang diberikan oleh keadilan. 21 Sifat hukum bukan kekuasaan. Harus diselesaikan dulu bahwa hukum dan kekuasaan atau negara adalah dua hal yang berbeda eksistensi hukum tidak bergantung pada kekuasaan atau negara namun pada nilai kemanusiaan yang sifatnya universal yaitu keadilan. Pandangan yang berkembang dalam pemikiran hukum moderen bahwa kaidah hukum adalah kaidah-kaidah yang dalam penerapannya ditunjang oleh suatu kekuasaan. 22 Pandangan 21 Sudikno Mertokusumo dan Pilto A., Op.Cit., Hlm Rianto Adi, Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis, Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2012, Hlm. 2

9 85 demikian menekankan bahwa eksistensi hukum terletak pada kekuasaan. Eksistensi hukum tidak bergantung pada kekuasaan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II mengenai tataran hukum bahwa predikat hukum diberikan oleh keadilan jadi tanpa kekuasaan hukum tatap saja hukum. Sebaliknya kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenang-wenangan. Berbicara sanksi pasti berbicara kekuasaan karena sanksi dan kekuasaan adalah dua hal yang selalu hadir bersamaan, sanksi tanpa kekuasaan adalah tidak mungkin, karena sifatnya adalah tindakan paksaan terhadap pihak lain yang melakukan pelanggaran hukum oleh karena itu sanksi harus dipertahankan dengan kekuasaan (power). Sanksi tanpa hukum dalam artian diberlakukan semata-mata untuk mempertahankan kekuasaan dan kehendak penguasa belaka adalah perampokan maka dari itu tetap saja kejahatan. Hukum tanpa lembaga paksa atau sanksi tetap hukum. Hukum pada dasarnya tanpa adanya paksaan di dalamnya tetap saja tatap saja dapat dikatakan hukum, selama di dalamnya mengandung nila-nilai dari norma atau kaidah. Hukum dengan pemahaman seperti ini pada dasarnya tidak usah dipaksakan. Sifat hukum adalah normatif. Hans Kelsen yang menerangkan bahwa hukum merupakan kaidah yang berada di ranah keharusan atau tentang apa yang seharusnya bukan apa yang terjadi, seorang yang membeli barang seharusnya membayar, persoalan pada

10 prakteknya si pembeli membayar atau tidak, hal tersebut merupakan persoalan lain di luar hukum. 23 Mengenai sifat normatif hukum Theo Huijbers menerangkan demikian: Bila hukum diakui sebagai normatif, diakui bahwa hukum itu mewajibkan, bahwa hukum harus ditaati. Ketaatan itu tidak dapat disamakan dengan ketaatan terhadap perintah (Austin). Hukum ditaati, bukan karena terdapat suatu kekuasaan di belakangnya, melainkan karena mewajibkan itu termasuk hakikat hukum sendiri. 24 Hakekat hukum adalah terdapat pada sifatnya yang normatifnya karenanya memang setiap orang merasa berkewajiban untuk mentaatinya sebagai sebuah norma dan sifat tersebut tidak akan hilang bilamana pada prakteknya manusia tidak mentaatinya. Demikian lanjut Theo Huijbers: Pada hakikatnya hukum adalah norma yang mewajibkan. Hal ini jelas, sebab apabila suatu pemerintah tidak berhasil mengefektifkan suatu peraturan (ump. tentang pajak), sehingga peraturan itu kurang ditaati, kekuatan peraturan tersebut sebagai norma tidak hilang. Bahkan para tokoh neopsitivisme abad ini (a.l. Hart) menerima, bahwa salah satu unsur hakiki dari hukum adalah bahwa hukum bersifat normatif dan karenanya mewajibkan. 25 Tidak benar kalau dikatakan hukum itu dipaksakan, pendapat yang benar adalah hukum itu dipatuhi. Kenapa hukum itu dipatuhi, bukan 23 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, Hlm Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 46.

11 87 dipaksakan, karena tuntutan yang diberikan oleh hukum adalah berdasarkan rasional manusia dimana hukum menghendaki sesuatu yang baik dan mulia terjadi dalam kehidupan manusia, dengan tuntutan seperti ini manusia tidak memerlukan paksaan untuk tunduk terhadap hukum. Pemahaman yang tepat dalam mengambarkan sikap manusia terhadap hukum adalah Kepatuhan terhadap hukum bukan ketakutan terhadap hukum. Hukum senantiasa dapat ditemukan dalam aturan hukum, norma hukum dan asas hukum dengan demikian dapat dikatakan hal inilah yang menjadi kepastian hukum yang sesungguhnya. 2. Kepastian Hukum dan Sanksi Bukan karena peraturan tersebut memiliki sanksi sehingga dapat disebut sebagai hukum akan tetapi predikat hukum didapatkan karena peraturan tersebut berdasarkan hukum, maksud berdasarkan hukum di sini adalah dalam artian ketika peraturan tersebut jika dirunut ke atas materi muatan atau substansinya akan berpangkal pada asas hukum. Aturan yang di dalamnya berisikan norma yang berpangkal pada asas hukumlah yang kemudian memiliki predikat sebagai hukum sehingga di dalamnya dimuat adanya sanksi, sebenarnya sanksi tersebut adalah bentuk dari atau tuntutan dari penegakan hukum, karena aturan hukum didesain sedemikian rupa untuk sebuah peristiwa tertentu sehingga aturan tersebut juga harus

12 didesain untuk dapat diterapkan maka dari itu dilekatkanlah sanksi di dalamnya. Keberadaan sanksi dalam aturan hukum sebenarnya adalah mempertegas bahwa ada nilai, ada kebenaran atau ada hukum yang memang layak untuk dipertahankan dan harus dipertahankan yang diatur dalam aturan hukum, karena jika tidak demikian maka sanksi sama dengan kesewenang-wenangan yang membabi buta. Jadi penanda predikat hukum dalam aturan hukum adalah bukan karena ada sanksinya tetapi karena nilai yang dipertahankan oleh aturan tersebut. Pemahaman di atas sangat ditentang oleh pendangan positivistik yang berargumen bahwa jika sifat hukum yang tanpa sanksi dipertahankan maka hukum yang seperti ini tidak dapat diterapkan. Istilah Positivisme Hukum lahir pada abad ke 19 pertamakali digunakan oleh Henry Saint Simon ( ) yang kemudian dikembangkan oleh Aguste Comte ( ) dan berkembang di Eropa kontinental khususnya di Perancis 26. Latar belakang lahirnya pemikiran positivisme hukum adalah sebagai reaksi terhadap pemikiran aliran hukum alam, dimana aliran positivisme hukum secara tegas membedakan 26 Otje Salman dan Anthoni F. Susanto, Teori Hukum : Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2013, Hlm. 79.

13 89 antara hukum dan moralitas. 27 Selanjutnya menurut positivisme hukum bahwa tidak ada hukum lain selain hukum positif, hukum harus memenuhi beberapa unsur yaitu. Adanya perintah (command), kewajiban (duty), sanksi, dan kedaulatan. 28 Positivisme hukum dibangun atas dasar bahwa ilmu pengetahuan merupakan satu-satunya pengetahuan ilmiah dan menolak setiap pertanggungjawaban yang melampaui batas fakta empiris. Penekanan positivisme hukum adalah pada bentuk hukum itu sendiri yaitu dapat ditangkap oleh indra yaitu hukum tertulis atau yang kita kenal dengan sebutan peraturan perundangundangan sekaligus menolak hal-hal yang berbau metafisik atau sebagaimana dianut dalam paham hukum alam. 29 Sehingga sifat kelimuannya hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup (close logical system) bahwa ilmu hukum (jurisprudence) hanya dipandang sebagai teori hukum positif yang otonom dan dapat mencukupi dirinya sendiri, tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya. Adalah John Austin yang merupakan salah satu pelopor pemikiran positivisme hukum dengan teori pemahamannya bahwa hukum adalah perintah 27 Munir Fuadi, Teori-Teori (Grand Theory) Dalam Hukum, Op.Cit., Hlm A. Mukthie Fadjar, Teori Hukum Kontemporer (Edisi Revisi), Setara Press, Malang, 2013.Hlm Otje Salman dan Anthoni F. Susanto, Op.Cit., Hlm. 80.

14 penguasa. 30 Menurut Austin hukum di dalamnya mengandung suatu perintah, sanksi dan kedaualatan. Menurut Austin dalam perintah tersebut terkandung tiga unsur yaitu, pertama: bahwa suatu pihak menghendaki bahwa orang lain melakukan kehendaknya, kedua: pihak yang diperintah akan mengalami penderitaan jika perintah itu tidak ditaati, ketiga: bahwa perintah tersebut adalah pembedaan kewajiban terhadap yang diperintah, dan yang ke empat: menderitakan pihak yang tidak taat hanya dapat terlaksana jika yang memberikan perintah adalah pihak yang berdaulat. 31 Bahwa : Tidak penting mengapa orang mentaati perintahperintah pemerintah. Ada orang yang mentaati karena merasa berwajib mentaati kepentingan umum, ada yang mentaati sebab takut akan kekacauan, ada yang mentaati sebab merasa terpaksa. Sama saja, asal mentaati. Kalau tidak, dijatuhkan sanksi. 32 Demikian dari pemahamannya di atas dapat dikatakan Austin memandang bahwa aspek normatif dari hukum adalah merujuk pada aturan-aturan tingkahlaku yang mengatur perbuatan manusia secara lahiriah belaka. 33 Kaidah hukum harus mengandung sanksi yang teratur dan rapi dan pasti dan dijalankan oleh badan untuk melaksanakannya. 34 Manusia tidak 30 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, Hlm Ibid., Hlm Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenanda Media Group, Jakarta, 2009, Hlm Rianto Adi, Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis, Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2012, Hlm. 2

15 91 perlu berfikir, hanya perlu patuh dan melaksanakan apa perintah hukum terlepas ia suka atau tidak suka, apakah ia melakukannya dengan tertekan atau tidak, karena yang terpenting adalah manusia mentaati hukum. Hukum harus dapat diterapkan maka dari itu hukum harus memiliki sanksi, Sebagaimana dikatakan oleh Satjipto Raharjo bahwa: Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak dapat lagi disebut sebagai hukum, apabila hukum tidak pernah dilaksanakan. 35 Pandangan tersebut berhubungan sangat dipengaruhi dengan eksistensi hukum sebagai sebuah ilmu, bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang sosial yang bersifat empirik dengan metode pembenarannya adalah korespondensi. Demikian bahwa hukum harus berkorespondensi dengan fakta. Sehingga jika hukum tidak dapat diterapkan maka hukum tersebut tidak memiliki kesesuaian dengan fakta maka hukum tersebut bukanlah hukum. 36 Agar hukum dapat diterapkan hukum harus dipaksakan, paksaan tersebut adalah sanksi. Ketika dalam hukum diletakkan dengan 35 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, Hlm Hukum tidak berkorespondensi dengan fakta. karena eksistensi hukum Ilmu hukum adalah sebuàh Ilmu karena hukum memiliki standar Ilmiahnya sendiri dimana metode yang digunakan adalah Deduktif yang bawaannya Preskriptif atau sarat nilai karena ilmu hukum bersifat menganjurkan tidak hanya sekedar mengemukakan apa adanya (deskriptif) sebagaimana di ilmu sosial atau ilmu alam. Dengan kebenaran dalam kerangka keilmuan Ilmu Hukum adalah kebenaran koherensi. Dalam artian sesuatu dapat disebut hukum dilihat dari koherensinya dengan kaidah dan asas hukum bukan dengan fakta.

16 sanksi bagi siapa pun yang melanggarnya maka dengan demikian hukum dapat diberlakukan atau dengan kata lain memiliki kepastian. Sanksi ada sebagai tuntutan kepastian hukum dalam pengertian positivisme hukum. Pandangan positivisme hukum membawa postulat bahwa hanya perintah satu-satunya unsur mutlak dari hukum (Hukum Positif) adalah dibuat oleh penguasa, tidak penting bagaimana isinya apakah adil atau tidak keadilan yang ditekankan adalah keadilan prosedural, jadi hukum yang tidak adil dan semena-mena dan menindas rakyat tatap saja dapat dipaksakan sebagai hukum. C. Hukum dan Sanksi 1. Ketentuan Hukum dan Ketentuan Peraturan Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab II mengenai konsep hukum sampai dengan peraturan hukum yang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kategori hukum serta hal-hal yang memvalidasi sebuah peraturan hukum yang pada intinya ketentuan hukum memiliki perbedaan dengan ketentuan peraturan. Ketentuan hukum diturunkan dari norma hukum yang jika dirunut ke atas akan berakhir dengan berpangkal pada asas dalamnya mengandung nilai moral, hal ini jelas berbeda dengan konsep ketentuan

17 93 peraturan sebagaimana dianut oleh aliran positivisme hukum. Perkembangan pemikiran positivisme hukum dibagi atas tiga penggolongan teori yaitu, positivisme hukum analitis (Analytical legal positivism) Dikemukakan oleh John Austin (The Province of Jurisprudence Determined, 1832), positivisme hukum murni atau Teori hukum Murni yang dipelopori oleh Hans Kelsen, dan teori positivisme hukum empirik H.L.A. Hart (The Concept of Law, 1961). Menurut John Austin, hukum harus dipahami bahwa Hukum merupakan perintah penguasa yang berdaulat dalam suatu negara, jadi dasarnya adalah principle of origin (asas sumber). Selanjutnya Austin mengatakan bahwa Hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup (close logical system) sehingga ilmu hukum (jurisprudence) hanya dipandang sebagai teori hukum positif yang otonom dan dapat mencukupi dirinya sendiri, tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya. Kesimpulan Austin bahwa Hukum positif harus memenuhi beberapa unsur yaitu. Adanya perintah (command), kewajiban (duty), sanksi, dan kedaulatan. 37 H.L.A. Hart, yang berpandangan bahwa: Hukum merupakan perintah dari penguasa (command of human being). Tidak ada hubungan mutlak antara hukum dan 37 A. Mukthie Fadjar, Op.Cit., Hlm. 10.

18 moral. Pentingnya analisis konsepsi hukum dan harus dibedakan dari studi yang historis maupun sosiologis dan harus dibedakan dengan penilaian yang bersifat kritis. Sistem hukum merupakan sistem yang logis, tetap, bersifat tertutup. Pertimbangan moral tidak dapat dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi rasional. 38 Dasar-dasar pokok adalah teori hukum murni Hans Kelsen Adalah, Tujuan teori hukum, seperti Ilmu Hukum adalah mengurangi kekalutan dan meningkatkan kesatuan (unity). Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan, ia adalah pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada. Ilmu hukum adalah normatif, bukan ilmu alam. sebagai suatu teori tentang norma, teori hukum tidak berurusan dengan efektifitas norma-norma hukum. Suatu teori hukum adalah formal, suatu teori tenang cara pengaturan dan isi yang berubah-ubah menurut jalan atau pola yang spesifik. Hubungan antara teori hukum dan sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum yang ada. 39 Secara garis besar inti dari pemikiran aliran hukum positivisme hukum adalah terdiri dari beberapa poin yang mendasar yaitu : pertama, Suatu tatanan 38 H.M. Agus Santoso, Hukum, Moral & Keadilan: Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Kencana Prenanda Media Group, Jakarta, 2012, Hlm Ibid., Hlm. 57. Lihat juga A. Mukthie Fadjar, Op.Cit., Hlm. 11.

19 95 hukum negara bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial, juga bukan karena bersumber pada jiwa bangsa dan juga bukan karena dasar-dasar hukum alam, melainkan karena mendapat bentuk positifnya oleh instansi yang berwenang; kedua, Hukum harus dipandang dalam bentuk formalnya; ketiga, Hukum kebiasaan tidak dapat diterima sebagai hukum yang sungguh-sungguh. 40 dan yang Keempat bahwa Isu hukum diakui ada, tetapi bukan karena bahan ilmu hukum karena dapat merusak kebenaran ilmiah dari ilmu hukum. 41 Yang menjadi identik dari hukum ajaran positivisme hukum bahwa, dalam hukum adalah peraturan perundang-undangan yang merupakan satusatunya sumber hukum dan tidak ada hukum selain peraturan perundang-undangan. 42 Aliran positivisme hukum pada pokoknya menganggap bahwa hukum adalah ketentuan tertulis yang dibuat oleh penguasa tidak penting seperti apa materi muatan yang terkandung di dalamnya tetap saja ketentuan tersebut harus dipaksakan, demikian dapat disimpulkan bahwa ketentuan peraturan adalah produk kekuasaan. Hukum tidak semata-mata kekuasaan hukum bahkan lebih besar dari pada kekuasaan, karena 40 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit.,Hlm. 154, Dikutip dari Samidjo dan A. Sahal, Tanya Jawab Pengantar Ilmu Hukum, Amirco, Bandung, 1986, Hlm A. Mukthie Fadjar, Loc.Cit. 42 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hlm. 56.

20 hukum yang memberikan kekuasaan bukan sebaliknya, hukum pada setiap bentuknya apapun itu pasti sifat utamanya adalah normatif karena mempreskripsikan tingkahlaku manusia untuk mendatangkan damai sejahtera bagi manusia. Ketentuan peraturan adalah produk kekuasaan dan yang diutamakan adalah bentuk formalnya, belum tentu itu dapat disebut sebagai hukum karena bisa jadi ketentuan tersebut dibuat hanya untuk melegalkan sebuah kekuasaan atau bisa jadi peraturan tersebut tidaklah adil dalam hal materi muatannya bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan contohnya peraturan yang dibuat Nazi pada masa perang dunia ke II yang mengakibatkan tragedi Holocaust. Hukum tidak tergantung pada bentuknya akan tetapi kepada nilai yang diemban, maka dari itu apapun bentuknya apakah berupa kebiasaan, perintah, larangan, dibuat oleh penguasa berupa peraturan perundang-undangan atau bukan, dilekatkan dengan sanksi atau tidak, selama mengandung nila moral maka hukum tersebut pasti bersifat normatif. 2. Sanksi Dalam Hukum Meskipun dalam pembahasan pembahasanpembahasan di atas telah dikemukakan hakekat dari hukum bahwa hukum adalah keadilan dalam bentuk apapun atau setidaknya kalau itu peraturan maka peraturan tersebut harus adil. Bahwa hakekat hukum tidak tergantung dati ada atau tidak adanya saksi yang

21 97 dilekatkan padanya. Akan tetapi harus diakui bahwa dalam kenyataan hukum selalu hadir dengan adanya sanksi. Begitu melekat eratnya kata sanksi dalam hukum dapat dilihat di Indonesia kata sanksi adalah mengunakan kata hukum itu sendiri hanya ditambah dengan imbuhan an jadinya hukuman 43 meskipun istilah tersebut adalah istilah yang sering digunakan oleh orang awam namun penggunaan istilah tersebut cukup membuktikan bahwa ada pemahaman kalau hukum dan sanksi adalah sama. Sehingga sangat perlu juga untuk dibahas mengapa sanksi muncul dan seperti apa eksistensinya dalam hukum. Sanksi dalam bahasa Inggris Sanction 44 Menurut Utrecht bahwa yang dimaksud dengan sanksi adalah akibat dari sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain baik itu manusia atau lembaga sosial atas sesuatu perbuatan manusia. 45 Dalam Black's Law Dictionary pengertian sanksi dijelaskan sebagai berikut: SANCTION, In the original sense of the word, a penalty or punishment provided as a means of enforcing obedience to a law. In jurisprudence, a law is said to have a sanction when there is a state which will 43 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Edisi Revisi), Op.Cit., Hlm Echols, John M. dan Hassan Sadly, Kamus Indonesia Inggris, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Utrecht, E., Pengantar dalam Hukum Indonesia, P.T. Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 1962, Hlm. 17.

22 intervene if it is disobeyed or disregarded. Therefore international law has no legal sanction. 46 Pada dasarnya sanksi merupakan sesuatu yang bersifat negatif, bentuknya bermacam-macam bentuknya mulai dari perampasan paksa atas harta kekayaan individu, perampasan kebebasan, serta sampai pada pencabutan nyawa manusia. 47 Pada pokoknya sanksi adalah tindakan menderitakan individu yang menjadi sasaran sanksi tersebut. Agar hukum dapat diterapkan hukum harus dipaksakan, paksaan tersebut adalah sanksi. Ketika hukum diletakkan dengan sanksi bagi siapa pun yang melanggarnya maka dengan demikian hukum dapat diberlakukan atau dengan kata lain memiliki kepastian. Positivisme hukum dibangun atas dasar bahwa ilmu pengetahuan merupakan satu-satunya pengetahuan ilmiah dan menolak setiap pertanggungjawaban yang melampaui batas fakta empiris. Penekanan positivisme hukum adalah pada bentuk hukum itu sendiri yaitu dapat ditangkap oleh indra yaitu hukum tertulis atau yang kita kenal dengan sebutan peraturan perundang-undangan sekaligus menolak hal-hal yang berbau metafisik atau sebagaimana dianut dalam paham hukum alam Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary 4th, West Publishing CO, St. Paul Minn, 1968, Hlm Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Edisi Revisi), Op.Cit., Hlm Otje Salman dan Anthoni F. Susanto, Op.Cit., Hlm. 80.

23 99 Kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu yang pertama bahwa aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang dibolehkan dan sebaliknya perbuatan mana yang dilarang. Kedua bahwa setiap individu dilindungi dari tindakan kesewenang-wenangan pemerintah karena aturan yang bersifat umum akan membuat individu mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan negara atas individu. 49 Dalam pemikiran pisitivisme hukum Kepastian hukum merupakan tuntunan utama terhadap hukum. Penjelasannya bahwa supaya hukum menjadi positif, hukum harus berlaku dengan pasti. Hukum harus ditaati, bahwa supaya hukum ditaati maka hukum harus dilekatkan dengan sanksi dengan demikian hukum sungguh-sungguh positif. 50 Hukum dituntut untuk memiliki kepastian dengan maksud bahwa hukum tidak boleh berubah-ubah. Sebuah undangundang yang telah diberlakukan akan mengikat bagi setiap orang dan sifatnya tetap sampai undang-undang tersebut ditarik kembali. Sanksi ada karena positivisme hukum. Agar hukum dapat diterapkan hukum harus dipaksakan, paksaan tersebut adalah sanksi. Ketika dalam hukum diletakkan dengan sanksi bagi siapa pun yang 49 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), Op.Cit., Hlm O. Notohamidjojo, Soal-Soal pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, 2011, Hlm

24 melanggarnya maka dengan demikian hukum dapat diberlakukan atau dengan kata lain memiliki kepastian. Hukum merupakan norma utama yang mengandung saksi di dalamnya. 51 Keberadaan sanksi adalah hakekeat dari kepastian hukum yang sifatnya empirik. Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak dapat lagi disebut sebagai hukum, apabila hukum tidak pernah dilaksanakan. 52 Sehingga sanksi merupakan tuntutan kepastian hukum. Aturan yang di dalamnya berisikan norma yang berpangkal pada asas hukumlah yang kemudian memiliki predikat sebagai hukum sehingga di dalamnya dimuat adanya sanksi, sebenarnya sanksi tersebut adalah bentuk dari atau tuntutan dari penegakan hukum, karena aturan hukum didesain sedemikian rupa untuk sebuah peristiwa tertentu sehingga aturan tersebut juga harus didesain untuk dapat diterapkan maka dari itu dilekatkanlah sanksi di dalamnya. 51 Munir Fuadi, Teori-Teori (Grand Theory) Dalam Hukum, Op.Cit., Hlm Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, Hlm. 1.

25

DAFTAR PUSTAKA. A. Gunawan Setiarja, Dialektika Hukum Dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Penerbit Kanisus, Yogyakarta, 2001.

DAFTAR PUSTAKA. A. Gunawan Setiarja, Dialektika Hukum Dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Penerbit Kanisus, Yogyakarta, 2001. DAFTAR PUSTAKA A. Buku A. Gunawan Setiarja, Dialektika Hukum Dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Penerbit Kanisus, Yogyakarta, 2001. A. Mukthie Fadjar, Teori Hukum Kontemporer (Edisi Revisi),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum pikiran Tuhan tercatat pertamakali muncul pada waktu kehidupan manusia di Taman

BAB I PENDAHULUAN. Hukum pikiran Tuhan tercatat pertamakali muncul pada waktu kehidupan manusia di Taman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi Societas Ibi Ius adalah ungkapan yang dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Ungkapan klasik tersebut memberikan

Lebih terperinci

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat MAKALAH TEORI HUKUM/KELAS A REGULE Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam masyarakat DISUSUN OLEH: MARIA MARGARETTA SITOMPUL,SH 117005012/HK PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

BAB III ESENSI HUKUM

BAB III ESENSI HUKUM BAB III ESENSI HUKUM A. Tujuan Hukum Pandangan Teleologis yang berasal dari bahasa Yunani telos (τέλος) bahwa segala sesuatu bereksistensi untuk tujuan tertentu. 1 Demikian segala sesuatu pasti memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

mens wordt eerst mens door samenleving met anderen yang artinya manusia itu baru

mens wordt eerst mens door samenleving met anderen yang artinya manusia itu baru BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA Match Day 3 MASYARAKAT DAN HUKUM A. Manusia dan Masyarakat Sudah menjadi kodrat bagi setiap manusia untuk hidup sebagai makhluk sosial, hidup di antara manusia lain

Lebih terperinci

HUKUM & MASYARAKAT Sebuah Pengantar

HUKUM & MASYARAKAT Sebuah Pengantar HUKUM & MASYARAKAT Sebuah Pengantar Dengan sadar atau tidak, manusia dipengaruhi oleh peraturanperaturan hidup bersama yang mengekang kehendak dan mengatur perhubungan antar manusia. Peraturan-peraturan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA NORMA HUKUM DENGAN ASAS HUKUM

HUBUNGAN ANTARA NORMA HUKUM DENGAN ASAS HUKUM 1 HUBUNGAN ANTARA NORMA HUKUM DENGAN ASAS HUKUM Dedy Triyanto Ari Rahmad I Gusti Ngurah Wairocana Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Abstrak Hubungan antara norma hukum dengan

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

Jl. AriefRachman Hakim 51 Surabaya Website : KONRAK PERKULIAHAN

Jl. AriefRachman Hakim 51 Surabaya Website :  KONRAK PERKULIAHAN KONRAK PERKULIAHAN Mata Kuliah Fakultas/Program Studi Dosen Pengampu Bobot SKS Semester : Teori : Magister Kenotariatan : Prof. Dr. Afdol, S.H., M.S. Dr. Woro Winandi, S.H., M.Hum. Rusdianto Sesung, S.H.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH SEBUAH MATA KULIAH PENGANTAR PENGANTAR HUKUM INDONESIA Pengantar Hukum Indonesia HUKUM SEBAGAI PRANATA SOSIAL sistem norma yang bertujuan untuk mengatur tindakan maupun kegiatan masyarakat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law (Eropa Continental) yang diwarisi selama ratusan tahun akibat penjajahan Belanda. Salah satu karakteristik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM. 9/8/2012 Pertumbuhan Sosiologi Hukum

PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM. 9/8/2012  Pertumbuhan Sosiologi Hukum PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM 1 Perbandingan Karakteristik Karakteristik Sociological Jurisprucende Sociology of Law 1. Ilmu Induk Ilmu Hukum Sosiologi 2. Sifat kajian Hub. Normatik/ logistik Kusalitas (exprerience)

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pembahasan masalah pada bab sebelumnya,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pembahasan masalah pada bab sebelumnya, 90 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan masalah pada bab sebelumnya, kesimpulan dalam skripsi ini dapat diuraikan menjadi 2 hal sebagai berikut: 1. Pengaturan jangka waktu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi posisinya sangat penting dalam membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Notaris harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa Abstrak Penelitian ini mengkaji dan menjawab beberapa permasalahan hukum,pertama, apakah proses peradilan pidana konsekuensi hukum penerapan asas praduga tidak bersalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensejahterakan rakyatnya, negara memerlukan biaya yang salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. mensejahterakan rakyatnya, negara memerlukan biaya yang salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara adalah sebuah organisasi dalam suatu wilayah yang sah diikuti rakyatnya yang keberadaan dan pendiriannya telah diakui secara internasional. 1 Negara tentunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) A. SOSIOLOGI HUKUM 1. Pemahaman Dasar Sosiologi Hukum Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih

Lebih terperinci

PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tengku Erwinsyahbana

PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tengku Erwinsyahbana PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Tengku Erwinsyahbana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera E-mail: tengkuerwins@umsu.ac.id

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Pengertian Etika. Nur Hidayat  TIP FTP UB 2/18/2012 Nur Hidayat http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id TIP FTP UB Pengertian Etika Berasal dari Yunani -> ethos artinya karakter, watak kesusilaan atau adat. Fungsi etika: Sebagai subjek : Untuk menilai apakah

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sudikno dalam bukunya yang berjudul Mengenal Hukum menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sudikno dalam bukunya yang berjudul Mengenal Hukum menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah bahwa: Sudikno dalam bukunya yang berjudul Mengenal Hukum menyatakan Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan kaidah dalam kehidupan bersama,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu 1 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan Know-how, Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum

Lebih terperinci

Moral Akhir Hidup Manusia

Moral Akhir Hidup Manusia Modul ke: 07Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik Moral Akhir Hidup Manusia Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M Program Studi Psikologi Bagian Isi TINJAUAN MORAL KRISTIANI AKHIR HIDUP MANUSIA (HUKUMAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM Match Day 2 KONSEP ILMU, ILMU HUKUM DAN HUKUM

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM Match Day 2 KONSEP ILMU, ILMU HUKUM DAN HUKUM MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM Match Day 2 KONSEP ILMU, ILMU HUKUM DAN HUKUM A. ILMU Apa ilmu itu?. Dalam thesaurus Bahasa Indonesia, Ilmu diartikan sebagai (1) bidang, disiplin, keahlian, lapangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN FILSAFAT HUKUM TERHADAP TEORI PEMIDANAAN (Kontribusi Pemikiran dalam Rangka Pembaruan Hukum Pidana Nasional)

TINJAUAN FILSAFAT HUKUM TERHADAP TEORI PEMIDANAAN (Kontribusi Pemikiran dalam Rangka Pembaruan Hukum Pidana Nasional) H. Muammar Arafat Yusmad TINJAUAN FILSAFAT HUKUM TERHADAP TEORI PEMIDANAAN (Kontribusi Pemikiran dalam Rangka Pembaruan Hukum Pidana Nasional) Abstrak Tulisan ini dimulai dari pandangan positivisme hukum

Lebih terperinci

PRANATA HUKUM. Mariyani. A. Pengertian Hukum dan Pranata Hukum

PRANATA HUKUM. Mariyani. A. Pengertian Hukum dan Pranata Hukum PRANATA HUKUM Mariyani A. Pengertian Hukum dan Pranata Hukum Hukum dalam perkembangan masyarakat harus mengikuti lajunya /pesatnya kemajuan dan kompleksitas permasalahan-permasalahan yang timbul. Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

ASAS LEGALITAS DALAM PENEGAKAN HUKUM MENUJU TERWUJUDNYA KEADILAN SUBSTANTIF

ASAS LEGALITAS DALAM PENEGAKAN HUKUM MENUJU TERWUJUDNYA KEADILAN SUBSTANTIF Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 4, Oktober 2016, Halaman 252-258 p-issn : 2086-2695, e-issn : 2527-4716 ASAS LEGALITAS DALAM PENEGAKAN HUKUM MENUJU TERWUJUDNYA KEADILAN SUBSTANTIF Sunarto Fakultas

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam. Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam. Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU : Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Achmad Rivai, Penemuan Hukum oleh Hakim : dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats) yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang BAB I PENDAHAULUAN A. Latar belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang berlandaskan pada Pancasila, oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaturan mengenai jabatan Notaris oleh pemerintah mengacu pada prinsip bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM Pembahasan 1. Pengertian Etika 2. Etika,Moral dan Norma Moral 3. Etika Yang Berkembang di Masyarakat Kontrak Perkuliahan Tugas untuk nilai UAS berupa pembuatan Blog/web Konten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Assessing criminal law,

Lebih terperinci

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH FILSAFAT DAN TEORI HUKUM (3 SKS)

SILABUS MATA KULIAH FILSAFAT DAN TEORI HUKUM (3 SKS) 1 SILABUS MATA KULIAH FILSAFAT DAN TEORI HUKUM (3 SKS) Untuk Program Magister Pendidikan : Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Dosen

Lebih terperinci

KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL

KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL SERI FILSAFAT ILMU - Bagaimana hukum memandang keadilan Oleh : Abdul Fickar Hadjar Untuk dapat melihat bagaimana hukum memandang keadilan, maka kita tidak dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran ix Tinjauan Mata Kuliah F ilsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara filsafat, yakni mengkaji hukum hingga sampai inti (hakikat) dari hukum. Ilmu hukum dalam arti luas terdiri atas dogmatik hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana

BAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana BAB V KESIMPULAN Tidak dapat dipungkiri, setelah dianutnya gagasan hak asasi dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), masyarakat internasional sejak saat itu telah memiliki satu standar bersama dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN HUKUM

METODE PENELITIAN HUKUM METODE PENELITIAN HUKUM Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris Oleh : Prof. Dr. H. Gunarto., S.H., S.E., Akt., M.Hum A. Teori Dalam Ilmu Hukum Teori Hukum menurut JJH Bruggink memberikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) merumuskan bahwa, Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki beragam hak sejak ia dilahirkan hidup. Hak yang melekat pada manusia sejak kelahirannya ini disebut

Lebih terperinci

TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI SIFAT HAKEKAT MENGIKATNYA HUKUM INTERNASIONAL Apakah yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya Hukum Internasional? Mengingat Hukum Internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO Beberapa Definisi Etika, dari bahasa Yunani ethos, artinya: kebiasaan atau watak Moral, dari bahasa Latin mos (jamak: mores), artinya: cara hidup atau kebiasaan /adat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka Negara Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

HUKUM PERBANKAN INDONESIA

HUKUM PERBANKAN INDONESIA HUKUM PERBANKAN INDONESIA Oleh: Irdanuraprida Idris HUKUM Dalam Pandangan Masyarakat Ketika seseorang berhadapan dengan Hukum pada saat kondisi sedang normal, orang cenderung berpandangan bahwa Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

TUGAS KONSTITUSI MATERI MUATAN KONSTITUSI DAN ISI KONSTITUSI

TUGAS KONSTITUSI MATERI MUATAN KONSTITUSI DAN ISI KONSTITUSI TUGAS KONSTITUSI MATERI MUATAN KONSTITUSI DAN ISI KONSTITUSI KELOMPOK II : IIS FAIZAH HASRI (1212011148) IKA NURSANTI (1212011149) INNES G G (1212011152) JULIA SILVIANA (1212011161) LIDIA MAHARANI PURBA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum. Oleh karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, ini berarti bahwa

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat menyimpulkan jawaban dari permasalahan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. dapat menyimpulkan jawaban dari permasalahan sebagai berikut : 125 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan penjelasan dalam bab pembahasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan jawaban dari permasalahan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yuridis yang

Lebih terperinci