BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Rp ,- tahun 2005 meningkat menjadi Rp.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Rp ,- tahun 2005 meningkat menjadi Rp."

Transkripsi

1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Belanja Daerah Provinsi NTT. a. Total Belanja Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur selama periode 2003 s/d 2006 adalah tahun 2003 dan 2004 jumlahnya sama yaitu Rp ,- tahun 2005 meningkat menjadi Rp ,- dan tahu 2006 meningkat lebih besar lagi menjadi Rp b. Belanja Publik Belanja Publik Provinsi NTT pada tahun 2003 Sebesar Rp ,- meningkat menjadi Rp ,- pada tahun 2004 atau meningkat sebesar Rp ,- (2,46 %); pada tahun 2005 belanja publik menjadi Rp ,- atau meningkat sebesar Rp ,- (10,76 %) dibandingkan dengan belanja publik tahun Peningkatan belanja publik yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu dari Rp ,- pada tahun 2005 menjadi Rp ,- tahun 2006 atau meningkat sebesar Rp ,-( 65,80 % ). 1

2 c. Belanja Aparatur Belanja Aparatur Provinsi NTT pada tahun 2003 Sebesar Rp ,- meningkat menjadi Rp ,- pada tahun 2004 atau menurun sebesar Rp ,-(1,40 %); pada tahun 2005 belanja aparatur menjadi Rp ,- atau meningkat sebesar Rp ,- ( 3,82 %) dibandingkan dengan belanja publik tahun Peningkatan belanja publik yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu dari Rp ,- pada tahun 2005 menjadi Rp ,- tahun 2006 atau meningkat sebesar Rp ,- ( 16,68 % ). d. Rasio Belanja Daerah Provinsi NTT 1) Rasio Belanja Publik. Selama periode tahun 2003 s/d 2006, secara berturut-turut rasio belanja publik sebesar 51,70 % pada taun 2003, meningkat menjadi 52,97 % tahun 2004, meningkat lagi menjadi 54,26 % pada tahun 2005 dan rasio belanja publik yang paling besar terjadi pada tahun 2006 yaitu 62,78 %. 2) Rasio Belanja Aparatur Selama periode tahun 2003 s/d 2006, secara berturut-turut rasio belanja aparatur sebesar 48,30% pada taun 2003, menurun menjadi 47,63 % tahun 2004, menurun lagi menjadi 45,74 % pada tahun 2005 dan rasio belanja aparatur yang paling kecil terjadi pada tahun 2006 yaitu 37,22%. 2

3 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2003 s/d 2006, rasio belanja publik selalu lebih besar dari pada belanja aparatur. Dengan kata lain rasio belanja publik semakin meningkat sedangkan rasio ( % ) belanja aparatur semakin menurun Belanja Publik Per Sektor di Provinsi NTT a. Belanja Publik Dinas Pendidikan Belanja publik untuk Dinas Pendidikan selama periode tahun 2003 s/d 2006 mengalami peningkatan secara terus menerus. Secara berturut; tahun 2003 sebesar Rp ,- meningkat menjadi Rp ,- pada tahun 2004; meningkat lagi menjadi Rp ,- pada tahun 2005 ; dan pada tahun 2006 menjadi Rp ,- Rasio belanja publik untuk Dinas Pendidikan dari total belanja publik adalah: tahun 2003 sebesar 5,05 %, tahun 2004 sebesar 5,27%, tahun 2005 sebesar 5,88 % dan tahun 2006 sebesar 11,11%. Sedangkan rasio belanja publik untuk Dinas Pendidikan terhadap total belanja ( APBD ) adalah tahun: 2003 sebesar 2,61%, tahun 2004 sebesar 2,79%, tahun 2005 sebesar 3,19 % dan tahun 2006 sebesar 4,38 %. b. Belanja Publik Dinas Kesehatan Belanja publik untuk Dinas Kesehatan selama periode tahun 2003 s/d 2006 adalah sebagai berikut: tahun 2003 sebesar Rp ,- tahun 2004 menurun menjadi Rp ,- tahun 2005 meningkat 3

4 menjadi Rp ,- dan pada tahun 2006 menjadi Rp ,- Rasio belanja publik untuk Dinas Kesehatan terhadap total belanja publik adalah: tahun 2003 sebesar 3,77%, tahun 2004 sebesar 1,68%, tahun 2005 sebesar 1,99% dan tahun 2006 sebesar 2,81%. Rasio belanja publik untuk Dinas Kesehatan terhadap total belanja (APBD) adalah tahun: 2003 sebesar 1,95 %, tahun 2004 sebesar 1,00%, tahun 2005 meningkat menjadi 1,08 % dan tahun 2006 sebesar 1,10% c. Belanja Publik Sektor Infrastruktur Total belanja publik untuk Infrastruktur selama periode tahun 2003 s/d 2006 mengalami peningkatan secara terus menerus. Secara berturut; tahun 2003 sebesar Rp ,- meningkat menjadi Rp ,- pada tahun 2004; meningkat lagi menjadi Rp ,- pada tahun 2005; dan pada tahu 2006 menjadi Rp ,- Rasio belanja publik untuk Infrastruktur terhadap total belanja publik adalah: tahun 2003 sebesar 15,09 %, tahun 2004 sebesar 15,82 %, tahun 2005 sebesar 18,39 % dan tahun 2006 sebesar 33,11 %. Sedangkan rasio belanja publik untuk Infrastruktur terhadap total belanja (APBD) adalah tahun: 2003 sebesar 7,80 %, tahun 2004 sebesar 8,33 %, tahun 2005 meningkat menjadi 9,98 % dan tahun 2006 sebesar 13,05 %. 4

5 Belanja Aparatur Per Sektor di Provinsi NTT a. Belanja Aparatur Dinas Pendidikan Total belanja Aparatur untuk Dinas Pendidikan selama periode tahun 2003 s/d 2006 adalah sebagai berikut: tahun 2003 sebesar Rp ,- tahun 2004 sebesar Rp ,- tahun 2005 sebesar Rp ,- dan tahun 2006 sebesar Rp ,- Rasio belanja aparatur untuk Dinas Pendidikan terhadap total belanja aparatur adalah: tahun 2003 sebesar 5,01 %, tahun 2004 sebesar 5,53 %, tahun 2005 sebesar 5,06 % dan tahun 2006 sebesar 4,97 %. Sedangkan rasio belanja aparatur untuk Dinas Pendidikan terhadap total belanja (APBD) adalah tahun: 2003 sebesar 2,42 %, tahun 2004 sebesar 2,63 %, tahun 2005 sebesar 2,50 % dan tahun 2006 meningkat menjadi sebesar 2,87 %. b. Belanja Aparatur Dinas Kesehatan Besarnya belanja Aparatur untuk Dinas Kesehatan selama periode tahun 2003 s/d 2006 adalah sebagai berikut: tahun 2003 sebesar Rp ,- tahun 2004 sebesar Rp ,- tahun 2005 sebesar Rp ,- dan tahun 2006 sebesar Rp ,- Rasio belanja aparatur untuk Dinas Kesehatan terhadap total belanja aparatur adalah: tahun 2003 sebesar 4,00 %, tahun 2004 sebesar 4,21 % 5

6 tahun 2005 sebesar 4,36 % dan tahun 2006 sebesar 4,09 %. Sedangkan rasio belanja aparatur untuk Dinas Kesehatan terhadap total belanja ( APBD ) adalah tahun: 2003 sebesar 1,93 %, tahun 2004 sebesar 2,00 % tahun 2005 sebesar 2,15 % dan tahun 2006 sebesar 2,36 %. c. Belanja Aparatur Sektor Infrastruktur Belanja Aparatur untuk Sektor Infrastruktur selama periode tahun 2003 s/d 2006 adalah sebagai berikut: tahun 2003 sebesar Rp ,- tahun 2004 sebesar Rp ,- tahun 2005 sebesar Rp ,- dan tahun 2006 sebesar Rp ,-. Rasio belanja aparatur untuk Infrastruktur dari total belanja aparatur adalah: tahun 2003 sebesar 5,70 %, tahun 2004 sebesar 6,18 % tahun 2005 sebesar 8,97 % dan tahun 2006 sebesar 12,10 %. Sedangkan rasio belanja aparatur untuk Infrastruktur dari total belanja ( APBD ) adalah tahun: 2003 sebesar 2,75 %, tahun 2004 sebesar 2,94 %, tahun 2005 sebesar 4,43 % dan tahun 2006 sebesar 6,98 % Proporsi Belanja Publik dan Aparatur di NTT Jikalau rasio belanja publik dan aparatur di atas digabungkan maka rasio belanja daerah Provinsi NTT selama periode 2003 s/d 2006 sebagai berikut a. Secara total persentase belanja publik lebih besar dari belanja aparatur yaitu belanja publik sebesar 51,70 % - 62,78 % sedangkan belanja aparatur sebesar 48,30-37,220. Selain itu belanja publik mendapat 6

7 persentase yang meningkat setiap tahun sebaliknya belanja aparatur semakin menurun. b. Dari aspek bidang; 1).. Belanja Publik; belanja untuk infrastruktur mendapat persentase yang lebih tinggi yaitu 15,09 % - 33,11 %, disusul belanja dinas pendidikan yaitu beriksar antara 5,05 % - 11,11 %, dan dinas kesehatan yaitu 3,77 2,81 %. 2). Belanja Aparatur; seperti belanja publik, belanja untuk infrastruktur mendapat persentase yang lebih tinggi yaitu 5,70 % - 12,10 %, disusul belanja dinas pendidikan yaitu 5,01 % - 4,97 % dan terakhir belanja untuk dinas kesehatan yaitu 4,00 % 4,09 %. 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan maka saran-saran yang diajukan sebagai berikut. a. Diharapkan agar Pemerintah Daerah NTT tetap mempertahankan alokasi belanja publik yang sedikit lebih besar dari pada belanja aparatur. b. Diharapkan belanja publik untuk dinas pendidikan mendapat porsi yang cukup tinggi karena kemajuan daerah tergantung pada kualitas sumberdaya manusianya. c. Seperti sektor pendidikan, belanja publik untuk sektor kesehatan juga diharapkan mendapat alokasi APBD yang cukup tinggi untuk membangun sumberdaya manuisa yang berkualitas. 7

8 d. Diharapkan belanja publik untuk sektor infrastruktur tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan sektor pendidikan dan kesehatan. e. Belanja aparatur untuk sektor pendidikan, kesehatan dan infrstruktur yang alokasinya hampir sama, diharapakan tetap dipertahankan untuk waktu yang akan datang. 8

9 DAFTAR PUSTAKA Eoh, Jenny; Dkk, Analisis Pengeluaran Publik dan Penguatan Kapasitas Provinsi NTT. Program Antara NTT. Kupang. 2008; Halim Abdul,2001, Manajemen keuangan daerah, AMP YKPN Yogyakarta. Hasbula,2002, Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana kesehatan di Indonesia, Raja Grafindo Persada Jakarta. Kaho Riwu,2007, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,Raja Grafindo Persada Jakarta. Langoday, Thomas Ola, 2004, Desentralisasi Fiskal dan Prilaku Fiskal Moral Hasard Pemerintah Daerah, Jurnal Program Pasca sarjana Magister Manajeman UNWIRA Kupang. Lubis,2007, Kebijakan Publik, Mandar Maju Bandung. Pilang J. Andra.; Dkk,2003 Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi,Trio Rimba Persada. Supriady Dedi dan Dadang Solihin,2001, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Gramedia. Undang-Undang Otonomi Daerah No.23 tahun 1992, Tenteng Kesehatan, Media Centre,2007. Undang-Undang Otonomi Daerah No.20 tahun 2003, Tenteng Sistim Pendidikan Nasional, Media Centre. Undang-Undang Otonomi Daerah No.32 tahun 2004, Fermana Bandung. Winarno Budi,2007,Kebijakan Publik, Teori dan Proses, Media Pressindo. 9

10 10

ANALISIS BELANJA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARATIMUR TAHUN ANGGARAN SKRIPSI

ANALISIS BELANJA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARATIMUR TAHUN ANGGARAN SKRIPSI ANALISIS BELANJA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARATIMUR TAHUN ANGGARAN 2003-2006 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi OLEH GAUDENSIUS K. DANI 311 05 003 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP adalah pada tahun 2009 proporsi untuk belanja operasi sebesar

BAB VI PENUTUP adalah pada tahun 2009 proporsi untuk belanja operasi sebesar BAB VI PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dan pembahasan tentang analisis keserasian Belanja Daerah (studi APBD) kabupaten Kupang tahun 2009-2012 dapat di ambil kesimpulan : Tingkat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara. Timur Tahun Anggaran , dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB VI PENUTUP. anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara. Timur Tahun Anggaran , dapat diambil kesimpulan sebagai BAB VI PENUTUP 6.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis perkembangan dan faktor yang mempengaruhi realisasi belanja daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dalam beberapa tahun terakhir (tahun 2009 sampai 2011) dilihat dari penerimaan

BAB VI PENUTUP. dalam beberapa tahun terakhir (tahun 2009 sampai 2011) dilihat dari penerimaan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasil analisa data lapangan menunjukkan bahwa penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam beberapa tahun terakhir (tahun 2009 sampai 2011) dilihat dari penerimaan berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah pada prinsipnya lebih berorientasi kepada pembangunan dengan berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan daerah untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan

BAB VI PENUTUP. 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan BAB VI PENUTUP 1.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan 2014, menunjukkan

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Samalua Waoma Program Studi Akuntansi STIE Nias Selatan Kabupaten Nias Selatan samaluawaoma@gmail.com Abstract Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2007 2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah terus-menerus menjadi prioritas pemerintah. Menurut Mardiasmo (2002, p.16) instansi sektor

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata kemandirian keuangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014 ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014 DIDIT PERMADI 22211070 Dosen Pembimbing : Cicilia Erly Istia, SE.,MMSI LATAR BELAKANG LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Rozali Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai suatu Alternatif. P.T Raja Grafindo.

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Rozali Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai suatu Alternatif. P.T Raja Grafindo. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Rozali. 2000. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai suatu Alternatif. P.T Raja Grafindo. Jakarta Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen penting dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai suatu daftar yang memuat tentang sumbersumber

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Analisis Kinerja Pendapatan. a Kinerja pendapatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : AMP YKPN

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : AMP YKPN DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : AMP YKPN, (2002). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah:Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat,(2004). Akuntansi Keuangan

Lebih terperinci

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Rp ,00 yang merupakan hasil dari biaya-biaya yang

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Rp ,00 yang merupakan hasil dari biaya-biaya yang BAB VI PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Aset tetap Tanah terdapat mutasi penambahan nilai asset sebesar Rp.215.000.000,00 yang merupakan hasil dari biaya-biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber penerimaan dearah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber penerimaan dearah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber penerimaan dearah yang memegang peran sangat penting. Hal ini menunjukan budgetair dari pajak merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan

Lebih terperinci

Analisis kinerja keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kota depok tahun anggaran

Analisis kinerja keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kota depok tahun anggaran Analisis kinerja keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kota depok tahun anggaran 2010-2014 Nama : Suci Ramadhani NPM : 27212166 Jurusan : Akuntansi Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Peni Sawitri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat untuk melepaskan sebagian wewenang

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Halim, Abdul. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat

DAFTAR PUSTAKA. Halim, Abdul. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat DAFTAR PUSTAKA Helvianti. 2009. Skripsi. Kontribusi Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir Riau. Ferdiansyah. 2012. Skripsi. Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD 2010-2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hubungan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal di Jawa Barat. Oleh : Ikin Solikin, SE., MSi. Ak.

ABSTRAK. Hubungan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal di Jawa Barat. Oleh : Ikin Solikin, SE., MSi. Ak. ABSTRAK Hubungan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal di Jawa Barat Oleh : Ikin Solikin, SE., MSi. Ak. Belanja modal dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk pengadaan

Lebih terperinci

JURNAL ASET (AKUNTANSI RISET)

JURNAL ASET (AKUNTANSI RISET) JURNAL ASET (AKUNTANSI RISET), 9 (2), 2017, 73-80 Published every June and December JURNAL ASET (AKUNTANSI RISET) ISSN:2541-0342 (Online). ISSN:2086-2563 (Print). http://ejournal.upi.edu/index.php/aset

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1 Latarbelakang Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya desentralisasi

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Attamimi, A.Hamid S. (1990). Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia

DAFTAR PUSTAKA. Attamimi, A.Hamid S. (1990). Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur: Abdullah, Syukur. (1985). Birokrasi dan Pembangunan Nasional. Makassar: Universitas Hasanuddin. Adi, Sasmita Rahardjo. (2010). Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp , BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Deskriptif Secara keseluruhan dari tahun 2010-2014 APBD di Kabupaten/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU no. 25 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 % BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan adanya masa transisi perubahan sistem pemerintah, yang sebelumnya sistem pemerintah bersifat sentralistik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010- BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan Anggaran Belanja yang tercantum dalam APBD Kabupaten Manggarai tahun anggaran 20102014 termasuk kategori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah ke dalam program-program yang tidak lain demi terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah ke dalam program-program yang tidak lain demi terciptanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting baik bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pendapatan yang sudah terkumpul dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai perbedaan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi khusus pada kabupaten/kota

Lebih terperinci

Volume X, No. 1, Mei 2016 ISSN :

Volume X, No. 1, Mei 2016 ISSN : Volume X, No. 1, Mei 2016 ISSN : 1978-3612 Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Tingkat Kemiskinan di Daerah Perbatasan Kabupaten Merauke Fenty J. Manuhutu Pengembangan Model Pengukuran Disparitas

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PASCA OTONOMI DAERAH TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PASCA OTONOMI DAERAH TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PASCA OTONOMI DAERAH TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana Ekonomi Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Langsung Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten

BAB VI PENUTUP. Langsung Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten BAB VI PENUTUP 6.2 Kesimpulan Dari hasil analisis penelitian mengenai Alokasi anggaran Belanja Langsung Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Ende Tahun Anggaran 2009-2014 dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2011-2013 WIRMIE EKA PUTRA*) CORIYATI**) *) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi **) Alumni

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil perhitungan Rasio Keuangan pada APBD PemerintahDaerah Kabupaten Klaten tahun 2012-2014, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I A. Latar Belakang Masalah

BAB I A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan yang ada dan berlaku saat ini desa mempunyai peran yang strategis dan penting dalam membantu pemerintah daerah dan proses penyelenggaraan pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB IV METODA PENELITIAN BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32/2004 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. A Islahi, 1997, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, PT Bina Ilmu, Surabaya

DAFTAR PUSTAKA. A. A Islahi, 1997, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, PT Bina Ilmu, Surabaya DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ady Kusnadi et al, 2000, Aspek Hukum Pengawasan Dalam Pelaksanaan Keuangan Pusat dan Daerah, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, A. A Islahi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penilitian Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak

I. PENDAHULUAN. diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan daerah yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin

Lebih terperinci

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008 KONTRIBUSI PENDAPATAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANTUL (Periode 1996/1997 2005) Abstrak Supardi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1). kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit UPP AMP YKPN.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit UPP AMP YKPN. DAFTAR PUSTAKA a. Buku : Abdul Halim. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit UPP AMP YKPN. Ahmad Yani. (2002). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32/2004 tentang pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR Oleh: RISNA DWI RAHMAWATI NIM : 2013411048 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN PADA KETIGA DAERAH TINGKAT II DI JAWA TENGAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH. Oleh: Ayu Noviani Hanum, SE, Akt

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN PADA KETIGA DAERAH TINGKAT II DI JAWA TENGAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH. Oleh: Ayu Noviani Hanum, SE, Akt ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN PADA KETIGA DAERAH TINGKAT II DI JAWA TENGAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH Oleh: Ayu Noviani Hanum, SE, Akt Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang Abstrak: Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun perekayasaan (technology), namun juga dapat diartikan sebagai sebuah proses. Sesuai ragamukuran

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SOPPENG DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN TERHADAP PEMERINTAH PUSAT

PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SOPPENG DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN TERHADAP PEMERINTAH PUSAT PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SOPPENG DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN TERHADAP PEMERINTAH PUSAT MANAGEMENT FINANCE LOCAL GOVERNMENT OF SUB-PROVINCE SOPPENG AND LEVEL DEPENDED TO CENTRAL GOVERNMENT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN 2010-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Jurusan/Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah dilaksanakan pada 26 April 2016, pemerintah Jawa Tengah telah menentukan arah kebijakan dan prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bastian, Indra, 2010, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Bastian, Indra, 2010, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. 68 DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Anggito. 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih. Bapekki Depkeu Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semenjak reformasi, akuntansi keuangan pemerintah daerah di Indonesia merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi perhatian besar

Lebih terperinci

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG ANALISIS KESERASIAN DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN 2007-2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON ARTIKEL DAN RINGKASAN Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Disusun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA KUPANG PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu dan saat ini sedang mengalami booming di Halmahera Selatan. Namun pengelolaannya belum berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB VI PENETUP. 1. Hasil Analisis Rasio PAD, PT, LLPYS terhadap Total Pendapatan Daerah. besar terhadap pendapatan daerah adalah Pendapatan Tarnsfer

BAB VI PENETUP. 1. Hasil Analisis Rasio PAD, PT, LLPYS terhadap Total Pendapatan Daerah. besar terhadap pendapatan daerah adalah Pendapatan Tarnsfer BAB VI PENETUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan diatas maka kesimpulan, sebagai berikut : 1. Hasil Analisis Rasio PAD, PT, LLPYS terhadap Total Pendapatan Daerah menunjukan

Lebih terperinci