PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS. Oleh RINA EKAWATI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS. Oleh RINA EKAWATI A"

Transkripsi

1 PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS Oleh RINA EKAWATI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Rina Ekawati A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN RINA EKAWATI. Pengaruh Naungan Tegakan Pohon terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran Indigenous. (Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA dan JUANG GEMA KARTIKA). Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh naungan tegakan pohon terhadap pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman sayuran indigenous. Percobaan dilaksanakan di Vegetable Garden, University Farm, Darmaga, Bogor mulai Februari 2009 hingga Juni Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan 2 taraf naungan : naungan (N1) dan tanpa naungan (N0) dengan 4 ulangan masing-masing untuk 10 spesies tanaman sayuran indigenous sehingga kombinasi perlakuan menghasilkan 80 satuan percobaan pada luasan lahan 600 m 2. Ukuran bedeng untuk setiap spesies tanaman sayuran indigenous adalah 5 m x 1.5 m dan jarak antar bedeng 60 cm. Bahan tanaman yang digunakan adalah 10 spesies tanaman sayuran indigenous: Kenikir (Cosmos caudatus), Kemangi (Ocimum americanum), Beluntas (Pluchea indica), Pohpohan (Pilea trinervia), Daun Ginseng (Talinum triangulare), Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Terubuk (Saccharum edule), Sambung Nyawa (Gynura procumbens), Katuk (Sauropus androgynus). Benih kenikir dan kemangi disemai pada tray semai selama 3 minggu. Bahan tanaman lainnya diperbanyak dengan cara stek batang. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman beluntas, kenikir, kemangi, poh pohan, terubuk, dan mangkokan adalah 50 cm x 25 cm; jarak tanam untuk tanaman katuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan kedondong cina adalah 50 cm x 20 cm. Hasil percobaan menunjukkan bahwa naungan meningkatkan pertumbuhan yang lebih baik terhadap variabel pertumbuhan tanaman daun ginseng (tinggi, panjang daun, lebar daun, dan panjang cabang), sambung nyawa (diameter, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun), katuk (panjang dan lebar daun), jumlah daun kenikir, diameter tanaman kemangi dan pohpohan (tinggi tanaman, diameter batang, panjang dan lebar daun, jumlah cabang, dan

4 panjang cabang) daripada perlakuan tanpa naungan. Naungan memberikan persentase edible part total tanaman kedondong cina, kenikir, kemangi dan pohpohan di lahan naungan yang lebih baik dibandingkan dengan lahan tanpa naungan. Produktivitas tanaman daun ginseng dan pohpohan di lahan ternaungi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan terbuka. Produktivitas tanaman daun ginseng di lahan ternaungi dan terbuka berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha, sedangkan produktivitas tanaman pohpohan di lahan terbuka berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha. Naungan juga memberikan hasil yang lebih baik terhadap variabel bobot basah dan kering total per tanaman daun ginseng, sambung nyawa, dan pohpohan. Bobot basah dan kering total per tanaman tersebut pada lahan ternaungi lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan. Tanaman kedondong cina, daun ginseng, katuk, sambung nyawa, kenikir, kemangi dan pohpohan berpotensi untuk dikembangkan pada lahan dengan kondisi intensitas cahaya rendah (lahan ternaungi) dengan kisaran intensitas cahaya Watt/m 2.

5 Judul Nama NIM :PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS : Rina Ekawati : A Dosen Pembimbing I Menyetujui, Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Anas D. Susila, MSi NIP Juang Gema Kartika, SP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 14 Oktober Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Sabar dan Ibu Sirepawati. Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri Klegen 02 Madiun, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 4 Madiun. Selanjutnya, penulis lulus dari SMU Negeri 3 Madiun pada tahun Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB. Selanjutnya, tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Tahun 2009 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-Dasar Hortikultura. Penulis juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007 pernah menjabat sebagai sekretaris I Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Madiun, PASMAD. Tahun 2008 penulis menjadi Bendahara I OMDA Madiun. Tahun 2008/2009 menjadi Sekretaris I Himpunan Mahasiswa Agronomi Fakultas Pertanian IPB. Tahun 2008 penulis juga aktif dalam kegiatan Festival Tanaman XXIX dan menjabat sebagai Sekretaris I. Saat ini penulis menjadi asisten Tim Pengujian Efektivitas Pupuk dan Zat Pengatur Tumbuh Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama menjalankan studi, penulis menerima beasiswa yaitu beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik).

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang berjudul Pengaruh Naungan Tegakan Pohon Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran Indigenous ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui pengaruh naungan tegakan pohon terhadap pertumbuhan dan produkivitas beberapa tanaman sayuran indigenous. Penelitian ini dilaksanakan di Vegetable Garden, University Farm, IPB, Darmaga, Bogor. Ucapan terimakasih dan penghargaan tak luput penulis sampaikan kepada: 1. Ayah, ibu dan adik Yudha tercinta serta seluruh keluarga besar penulis atas doa, dukungan, motivasi, serta kasih sayangnya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si dan Juang Gema Kartika, SP selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian. 3. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si selaku pembimbing akademik atas arahan dan bimbingan ilmu yang diberikan kepada penulis. 4. Dr. Edi Santosa, SP. M.Si selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. 5. Seluruh teknisi kebun yang telah membantu penulis selama pelaksanaan kegiatan penelitian. 6. Saudari seperjuangan dari satu bimbingan, Diah Mbok Setyowati dan Ari Ai Purwanti yang selalu memberikan motivasi dan semangat. 7. Sahabat-sahabatku: Dewi Pramita, Indra Imoet, Rea, Ima, Mila, Aci, Hida, Siko, Amoy, Fefin, Muti, Dendih, Rifqi, Warno, Ady, Abdul, Rohim serta teman-teman seperjuangan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. 8. Keluarga besar As-Shohwah angkatan 42: Ais, Mia, Iin, Tyas, Silla, Dini, Vivit, Tika, dan Fitri atas bantuan moral dan spiritualnya. 9. Keluarga besar Pasmad Madiun : Ribut, Meike, Rois, Uul, Rendra, Lia, dan lainnya yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu.

8 10. Mbak Nurin Andria Satya dan Mas Tri Yulianto Hari Prabowo atas dukungan dan doa restunya kepada penulis. 11. Seseorang yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, nasihat dan membuat penulis lebih positif, Nuris Gusharia Satya. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber inspirasi bagi penulis, juga bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Desember 2009 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)... 4 Kemangi (Ocimum americanum)... 5 Beluntas (Pluchea indica (L) Less.)... 5 Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.)... 6 Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.)... 7 Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)... 8 Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.)... 8 Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)... 9 Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum) Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Pengaruh Naungan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Hasil Mangkokan (Nothopanax scutellarium) Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum) Daun Ginseng (Talinum triangulare) Katuk (Sauropus androgynus) Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Kenikir (Cosmos caudatus) Kemangi (Ocimum americanum) Pohpohan (Pilea trinervia) Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.) Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 83

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rata-rata Intensitas Cahaya di Lahan Percobaan Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Mangkokan Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Mangkokan Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Mangkokan Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Mangkokan Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Beluntas Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Beluntas Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Beluntas Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Beluntas Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedondong Cina Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Kedondong Cina Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Kedondong Cina Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Kedondong Cina Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Daun Ginseng Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Daun Ginseng Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Daun Ginseng... 43

11 17. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Daun Ginseng Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Katuk Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Katuk Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Katuk Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Katuk Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Sambung Nyawa Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Sambung Nyawa Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Sambung Nyawa Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Sambung Nyawa Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kenikir Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Kenikir Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Kenikir Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Kenikir Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kemangi Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Kemangi Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Kemangi Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Kemangi... 66

12 34. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Pohpohan Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Pohpohan Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Pohpohan Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Pohpohan Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Terubuk Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran Indigenous... 75

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Lahan Terbuka Lahan Ternaungi Pesemaian Kenikir Pesemaian Kemangi Pesemaian Pohpohan Pesemaian Katuk Pesemaian Sambung Nyawa Pesemaian Daun Ginseng Tanaman Beluntas di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi Tanaman Daun Ginseng di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi Tanaman Katuk di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi Tanaman Sambung Nyawa di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi... 85

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah Tata Letak Percobaan Contoh Perhitungan Persentase Naungan Hasil Analisis Tanah di Lokasi Percobaan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Suhu dan Kelembaban Relatif di Lahan Tanpa Naungan Suhu dan Kelembaban Relatif di Lahan Naungan Data Iklim Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Tanaman Beluntas Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Tanaman Kedondong Cina Rekapitulasi Uji F Peubah Lebar Daun Tanaman Kedondong Cina Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Tangkai Daun Tanaman Kedondong Cina Rekapitulasi Uji F Peubah Tinggi Tanaman Daun Ginseng Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Tanaman Ginseng Rekapitulasi Uji F Peubah Lebar Daun Tanaman Daun Ginseng Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Cabang Tanaman Daun Ginseng Rekapitulasi Uji F Peubah Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Sambung Nyawa Rekapitulasi Uji F Peubah Lebar Daun Tanaman Sambung Nyawa Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Tangkai Daun Tanaman Sambung Nyawa Rekapitulasi Uji F Peubah Jumlah Daun Tanaman Kenikir Rekapitulasi Uji F Peubah Diameter Tanaman Kemangi

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia yang termasuk dalam wilayah Asia Tenggara memiliki beberapa keragaman spesies tanaman. Sekitar spesies diantaranya adalah tanaman sayuran. Walaupun sekitar 100 spesies dianggap sebagai sayuran utama dan 125 spesies sebagai sayuran pendukung, akan tetapi hanya sekitar 50 spesies sayuran yang memiliki bentuk dan nilai komersial yang tinggi. Sekitar 30 spesies telah diintroduksi dari daerah temperate dan dibudidayakan di dataran tinggi tropika (AVRDC, 2008). Menurut Bermawie (2006), lebih dari 50 jenis telah terinventarisasi sebagai sayuran indigenous yang sebelumnya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di pedesaan. Tanaman sayuran merupakan bahan pangan yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan manusia untuk tetap sehat. Tanaman sayuran mengandung zat-zat gizi yang bermanfaat, seperti vitamin (A, B, C, D, E dan K), mineral (Fe, Ca, Zn, Mn dan K), dan serat sehingga keberadaan tanaman sayuran sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Selama ini, sayuran daun yang kita kenal hanyalah sayuran hijau yang banyak kita jumpai di pasar tradisional dan supermarket, seperti kangkung, bayam, daun pepaya, dan daun singkong. Sebenarnya, masih banyak jenis tanaman sayuran lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu kemangi, kenikir, katuk, beluntas, dan pohpohan. Tanaman sayuran tersebut digolongkan ke dalam sayuran indigenous. Sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat disuatu daerah tertentu (Kusmana dan Suryadi, 2004). Sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya hanya memanfaatkan tanaman sayuran indigenous sebagai tanaman pagar, tanaman penghias pekarangan, dan obat suatu penyakit karena beberapa sayuran indigenous mengandung bahan aktif yang baik untuk kesehatan. Menurut Hermanto (2008), daun tanaman kenikir memiliki aroma yang khas, dikarenakan daun tanaman kenikir mengandung minyak atsiri dan polifenol. Pemanfaatan

16 2 tanaman sayuran indigenous di Indonesia juga masih dilakukan oleh masyarakat tertentu dalam jumlah kecil dan tidak berkesinambungan (Hermanto, 2008), sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanaman sayuran indigenous ini belum optimal. Pada umumnya, tanaman sayuran indigenous banyak tumbuh secara liar di tempat-tempat terbuka seperti, pekarangan rumah, kebun, dan ladang. Bahkan, tanaman sayuran indigenous dapat tumbuh sebagai tanaman liar di sepanjang sungai-sungai (Lestari, 2008). Menurut Rahardjo (2007), tanaman krokot (Portulaca oleraceae) dapat tumbuh di tempat terbuka maupun di sela-sela tanaman lain. Tempat-tempat terbuka tersebut dalam pembudidayaan tanaman sayuran indigenous umumnya kurang intensif sehingga masyarakat kurang begitu mengenal tanaman sayuran indigenous dan produksinya juga menjadi rendah. Berdasarkan penelitian Manurung et al. (2007), terdapat beberapa sayuran yang berpotensi dikembangkan di bawah naungan dengan tingkat naungan sedang, diantaranya adalah bayam, kangkung, dan katuk (indigenous). Dengan demikian, kemungkinan sayuran indigenous dapat dikembangkan di bawah naungan. Adanya pengaruh naungan dapat menguntungkan dan juga merugikan terhadap tanaman. Pada tanaman temu-temuan (Curcuma spp.), pengaruh naungan cenderung meningkatkan beberapa sifat, seperti masa dormansi, tinggi tanaman, diameter batang semu, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, warna daun, jumlah anakan, jumlah stomata, kandungan klorofil daun, bobot basah dan bobot kering tajuk, jumlah dan panjang rimpang, jumlah ruas dan jumlah mata tunas pada rimpang primer (Archita, 2005). Erlangga (2008) menyatakan bahwa naungan dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang dan lebar daun tanaman kunyit (Curcuma domestica L.), tetapi untuk jumlah anakan dan jumlah daun lebih banyak yang dalam kondisi tidak ternaungi (lahan terbuka). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Handayani (2007) bahwa meskipun tanaman daun ginseng ditanam pada kondisi lapang tanpa naungan, tetapi produktivitas daun ginseng tergolong tinggi jika dibandingkan dengan jenis sayuran indigenous lain. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian tentang pengaruh berbagai tingkat naungan pada pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) (Kurniawati et al., 2005),

17 3 dimana bobot basah dan kering tanaman semakin menurun dengan meningkatnya taraf naungan. Sebagian besar petani memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk membudidayakan sayuran di lahan tanpa naungan. Meskipun demikian, Wijaya et al. (2007) dalam Susila et al., (2007) menyatakan bahwa hanya 11% petani yang memiliki pengalaman untuk membudidayakan sayuran dengan sistem dudukuhan. Sistem dudukuhan merupakan nama lokal dari sistem agroforestry yang terbagi dalam empat sistem, yaitu sistem pohon-pohonan, sistem campuran antara tanaman tahunan dengan buah-kayu/pohon-pisang, sistem campuran antara buahbuahan dengan pohon/kayu, dan sistem lahan kosong yang belum ditanami. Hal tersebut memberikan peluang untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi sayuran indigenous dengan memanfaatkan lahan-lahan di bawah naungan (intensitas cahaya rendah) yang potensial sehingga akan diperoleh spesies tanaman sayuran indigenous yang adaptif dan berproduksi tinggi pada kondisi lahan di bawah naungan. Oleh karena itu, penelitian tentang budidaya tanaman sayuran indigenous pada kondisi lahan di bawah naungan tegakan pohon perlu dilakukan untuk mendapatkan spesies tanaman sayuran indigenous yang mampu beradaptasi pada lahan tersebut. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh naungan tegakan pohon terhadap pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman sayuran indigenous. Hipotesis Terdapat perbedaan respon pertumbuhan dan produktivitas antara beberapa tanaman sayuran indigenous pada lahan di bawah naungan tegakan pohon dengan di lahan terbuka (tanpa naungan).

18 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) Kenikir merupakan salah satu jenis tumbuhan tropika yang berasal dari Amerika Latin, tetapi tumbuh liar dan mudah diperoleh di Florida, Amerika Serikat, serta Indonesia. Tanaman kenikir diintroduksi oleh orang-orang Spanyol ke Filipina karena tanaman tersebut digunakan sebagai sayuran pada waktu melaut. Tanaman yang termasuk dalam famili Asteraceae ini merupakan perdu yang dapat mencapai tinggi hingga 300 cm dan berbau khas (aromatik). Batang tegak, segi empat, beralur membujur, bercabang banyak, beruas berwarna hijau keunguan. Daunnya majemuk, bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang cm, berwarna hijau. Bunga tanaman kenikir merupakan bunga majemuk berbentuk bongkol yang memiliki panjang tangkai bunga hingga 5 cm, berbentuk seperti cawan, serta memiliki kelopak di bagian bawah bunga berwarna hijau yang berbentuk lonceng. Buah tanaman kenikir berbentuk jarum, keras dan ujungnya berambut, sedangkan bijinya berukuran kecil, keras, panjang 1 cm hingga 3 cm, dan berwarna hitam (van den Bergh, 1994). Tanaman kenikir dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1600 m dpl. Tanaman kenikir yang tidak dibudidayakan sering tumbuh sebagai gulma di lingkungan habitat manusia dan menyukai tempat-tempat terbuka atau panas yang tidak terlalu basah dan subur (van den Bergh, 1994). Daun Cosmos caudatus mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol, dan minyak atsiri. Akar tanaman kenikir mengandung hidroksieugenol dan koniferil alkohol. Cosmos caudatus terutama dibudidayakan untuk konsumsi sehari-hari dan konsumsi pasar lokal dalam skala kecil. Daun kenikir banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayuran. Secara tradisional, daun ini juga digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, lemah lambung, penguat tulang dan pengusir serangga. Bagian yang dapat dimakan dari tanaman ini adalah daun pucuk dan daun. Setiap 100 g tanaman kenikir mengandung air 93 g, protein 3 g, lemak 0.4 g, karbohidrat 0.4 g, serat 1.6 g, Ca 270 mg, vitamin A 0.9 mg, dan

19 5 nilai energi tanaman ini rendah yaitu 70 kj dari daun yang dapat dikonsumsi (van den Bergh, 1994). 2. Kemangi (Ocimum americanum) Tanaman kemangi termasuk ke dalam famili Ocinaceae (Lamiaceae). Tanaman kemangi berupa semak, dengan panjang m. Daun berwarna hijau, menyirip, dan berasa dingin. Bunganya berwarna putih. Bijinya bulat kecil dan berwarna hitam. Akar tunggangnya berwarna coklat. Tanaman tumbuh tegak dengan batang berwarna hijau atau ungu, daun berbentuk lanset dengan panjang cm dan lebar 1-3 cm berwarna hijau-hijau tua, bunga tersusun pada ujung batang utama dan cabang samping berwarna putih atau merah muda, biji lonjong berwarna coklat gelap-hitam yang terdapat dalam kapsul. Bagian yang dapat dimakan dari tanaman ini adalah daun dan biji (Adi, 2006). Tanaman kemangi merupakan tanaman tahunan tetapi lebih banyak diusahakan sebagai tanaman setahun yang dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Kemangi juga sering tumbuh di pinggir-pinggir jalan, sawah, dan hutan jati. Tanaman kemangi menyukai cahaya matahari dan berangin. Kemangi juga dapat ditanam di pematang-pematang sawah (Sunarto, 1994). Seluruh bagian dari tanaman kemangi dapat untuk pengobatan dalam keadaan segar atau kering. Daun kemangi biasa dimakan sebagai lalap. Tanaman ini berkhasiat untuk mengatasi bau badan, bau keringat, bau mulut, badan lesu, dan ejakulasi prematur, serta dapat menyembuhkan panas dalam dan sariawan. Selain itu, juga dapat digunakan sebagai peluruh gas perut, peluruh haid, dan peluruh produksi ASI yang berlebih (Permadi, 2008). Setiap 100 g bagian tanaman kemangi yang dapat dikonsumsi mengandung air 87 g, protein 3.3 g, serat 2.0 g, Ca 320 mg, Fe 4.5 mg, dan vitamin C 27 mg. Jumlah energi tanaman kenikir adalah 180 kj/100 g (Sunarto, 1994). 3. Beluntas (Pluchea indica (L) Less.) Beluntas (Pluchea indica (L) Less.) termasuk dalam famili Asteraceae dan genus Pluchea, tanaman tahunan, berupa tanaman perdu yang bercabang banyak, berdaun lebat, tingginya mencapai 3 m bila tidak dipangkas dan sering ditanam

20 6 sebagai tanaman pagar pekarangan (LIPI, 1979). Beluntas berasal dari Asia Tenggara dan umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu. Menurut Dalimartha (2005), tanaman beluntas tumbuh pada tempat yang memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan. Beluntas memiliki daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur, pinggir bergerigi, letaknya berselang, dan memberikan aroma harum bila diremas. Warna daun hijau terang, berkelenjar, dan mempunyai ukuran panjang 2,5-9 cm. Bunga berbentuk malai yang keluar di ujung cabang dan ketiak daun, bergerombol. Buahnya berbentuk gasing yang berwarna coklat yang bersudut putih (Mursito, 2002). Menurut Dalimartha (2005), tanaman beluntas berbau khas aromatis (sengir) dan rasanya getir. Secara tradisional daun beluntas digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare. Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit. Selain itu, daun beluntas juga sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lalapan. Bagian tanaman ini yang sering dimanfaatkan adalah daunnya karena berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan (stomakik), membantu pencernaan, meluruhkan keringat (diaforetik), meredakan demam (antipiretik), dan bersifat menyegarkan (Dalimartha, 2005). Selain itu, akar beluntas bermanfaat sebagai peluruh keringat dan penyejuk (demulcent). Menurut Adi (2006), beluntas memiliki akar yang mengandung flavonoid dan tanin. Daunnya berkhasiat untuk anti bau badan, peluruh keringat, scabies, dan anti perdarahan. Akarnya berkhasiat sebagai penyejuk, anti nyeri rematik dan tulang, serta obat sakit pinggang. 4. Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) Tanaman mangkokan merupakan tanaman yang hidup sepanjang tahun dan dapat hidup dalam kondisi udara panas maupun dingin. Mangkokan yang termasuk dalam famili Aliaceae dapat hidup subur pada keadaan udara lembab dan tumbuh menyebar pada ketinggian daerah m dpl. Mangkokan juga dapat tumbuh subur pada tanah yang lembab, namun pada tanah-tanah kering bahkan tanah kurus, mangkokan hidup meskipun dalam pertumbuhannya tidak berdaun banyak (Mahesworo, 2002).

21 7 Tanaman mangkokan merupakan tanaman hias perdu. Daunnya unik, yaitu berbentuk hati sampai oval dengan bagian tepi melengkung ke atas seperti mangkok. Daunnya berwarna hijau mengkilap dengan tulang daun menonjol. Diameter daun sekitar 5 cm hingga 10 cm (Mursito dan Prihmantoro, 2002). Perkembangbiakan tanaman ini sering dilakukan dengan stek. Tanaman mangkokan selain berfungsi sebagai tanaman pagar hidup juga dapat dimanfaatkan untuk sayur atau lalap, salah satu bahan ramuan untuk pembuatan minyak bacem yang digunakan untuk kesehatan rambut, sebagai tanaman hias di pekarangan rumah, dan sebagai makanan ternak piaraan. Tanaman ini mengandung : kalsium oksalat, peroksidase, amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, vitamin A, B1, dan C (Mahesworo, 2002). 5. Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.) Saccharum edule Hasskarl atau terubuk adalah tanaman yang termasuk ke dalam famili Gramineae, kelas monokotil dan merupakan tanaman Angiospermae divisi Spermatophyta. Saccharum edule Hasskarl atau disebut juga dengan tebu telur berasal dari daerah Papua New Guinea. Terubuk diduga berasal dari turunan Saccharum robustum Brandes & Jeswiet ex Grassl yang dianggap sebagai tetua tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). S. edule dikembangkan dari daerah Kalimantan dan Jawa melewati Melanesia hingga New Hebrides (Jansen, 1994). Tidak banyak diketahui tentang ekologi tanaman terubuk. Terubuk dapat tumbuh di daerah tropis panas-basah Melanesia dengan kemiringan yang rendah. Terubuk juga dapat tumbuh di daerah perbukitan yang mencapai ketinggian 2300 m dpl (Jansen, 1994). Daunnnya berbentuk tunggal, berpelepah, berbentuk lanset dengan ujung dan pangkalnya runcing, bagian tepinya rata, kasap, pertulangan sejajar, panjangnya sekitar cm dan lebarnya sekitar 8-12 cm. Umumnya, daun tanaman ini berwarna hijau. Daun-daunnya berfungsi untuk fotosintesis. Bunganya adalah bunga majemuk berbentuk malai dengan panjang sekitar cm. Pada bunganya terdapat tiga buah benang sari dan dua buah tangkai putik. Kepala putiknya berwarna merah keunguan. Saccharum edule dapat diperbanyak

22 8 dengan stek batang atau pemisahan anakan/rumpun. Bunga terubuk dapat dipanen sekitar 5 bulan setelah tanam (Jansen, 1994). Bentuk terubuk mirip dengan tanaman tebu. Terubuk dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Bunga merupakan bagian yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran ( sayur lodeh, asem, kari, atau opor) atau dapat juga dijadikan sebagai lalapan. Batangnya digunakan sebagai obat batuk, obat pegal linu, dan obat kuat. Setiap 100 g terubuk segar yang dikonsumsi mengandung air 89 g, protein g, tanpa lemak, karbohidrat g, serat 0.7 g, Ca 10 mg, Fe mg, vitamin C 21 mg dan nilai energinya adalah kj (Jansen, 1994). 6. Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) Merupakan tanaman terna, tumbuh tegak yang termasuk dalam famili Urticaceae yang tingginya dapat mencapai 2 m. Pilea trinervia diketahui berasal dari daerah Himalaya tropis bagian timur dan Jawa. Penyebaran untuk tanaman ini cukup luas yaitu dari India dan Srilanka hingga Taiwan, Jepang, Filipina dan Indonesia (Mahyar, 1994). Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di daerah pegunungan pada ketinggian m dpl. Pohpohan juga dapat tumbuh di daerah lembab, baik yang mengandung sedikit maupun banyak humusnya. Pohpohan tumbuh tegak, berupa herba monoecious atau dioecious, daun berbentuk ovate-oblong dengan panjang 6-20 cm, lebar 2-10 cm, panjang bunga 5-30 cm, dan panjang petiolnya 1-6 cm. Pilea trinervia dapat dikembangbiakkan secara stek atau menggunakan biji (Mahyar, 1994). Daun pohpohan (Pilea trinervia Wight.) sering dikonsumsi masyarakat sebagai lalapan karena daunnya sangat lunak dan mempunyai aroma yang khas atau berbau harum. Pohpohan sering ditanam sebagai tanaman pagar atau ornamental (Mahyar, 1994). 7. Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) Merupakan tanaman herba menahun, sukulen, tergolong ke dalam famili Portulacaceae dan bukan genus Panax seperti ginseng yang digunakan untuk obat-obatan. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Amerika Tropis (Rifai, 1994). Daun ginseng ini adalah tanaman perdu yang tumbuhnya semi menjalar

23 9 dan bisa mencapai tinggi 60 cm. Daunnya oval atau lonjong berwarna hijau mengkilat. Berbunga majemuk dengan kelopak berwarna pink. Batang tanaman membentuk sudut (segitiga). Tanaman ini sangat mudah untuk dikembangbiakan, baik dengan biji maupun setek batang. Asal medianya gembur, cukup humus dan tidak tergenang air, tanaman ini bisa tumbuh subur. Daun ginseng juga cantik di tanam dalam pot sebagai tanaman hias karena bentuk daun dan bunganya menarik. Setiap 100 g daun ginseng yang dikonsumsi mengandung air g, protein g, lemak g, karbohidrat g, serat g, abu 2.4 g, Ca mg, Fe mg, beta-karoten 3 mg, vitamin B mg, vitamin B mg, niacin 0.30 mg, vitamin C 31 mg dan energi total adalah 105 kj (Rifai, 1994). Semua bagian tanaman ini bisa dimakan, mulai dari akar hingga daunnya. Biasanya akarnya tanaman ini bisa mengembung jika dibiakan melalui biji. Banyak yang memanfaatkan umbi tanaman ini untuk dikeringkan sebagai ramuan obat. Daunnya biasa dijual sebagai sayuran. Daunnya sangat cocok ditumis, dibuat cah (dimasak dengan sedikit air) atau sebagai campuran sayur bening/sup. Rasanya lezat dengan tekstur lembut dan sedikit berlendir. Secara turun-temurun akar dan daunnya dipercaya dapat meningkatkan stamina tubuh. Sejauh ini baru diketahui bahwa di dalam akar daun ginseng mengandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan tanin. Bagian daun mengandung vitamin A yang cukup tinggi, serat dan beragam mineral penting lainnya (Sutomo, 2006). 8. Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) Daerah asli tanaman katuk tidak diketahui secara pasti, namun banyak yang menduga tanaman ini berasal dari India dan Srilanka. Tanaman katuk merupakan tanaman yang termasuk famili Euphorbiaceae, berupa perdu yang tumbuh menahun, berkesan ramping sehingga sering ditanam beberapa batang sekaligus sebagai tanaman pagar yang tingginya sekitar 1 2 m. Batang tanaman ini tumbuh tegak, saat masih muda berwarna hijau, setelah tua menjadi kelabu keputihan, berkayu, dan memiliki percabangan yang jarang. Daun berbentuk majemuk genap, bunganya berbentuk unik, kelopaknya keras dan berwarna putih

24 10 semu kemerahan, sedangkan buahnya berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti kancing, berwarna putih dan bijinya beruang empat (Muhlisah, 1999). Katuk dapat tumbuh baik pada daerah-daerah dengan ketinggian m dpl dan biasa ditanam sebagai pagar hidup di pekarangan rumah (LIPI, 1979). Katuk ditanam luas untuk pucuk tajuknya yang lembut. Sayuran ini dikonsumsi secara luas di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan seluruh wilayah India hingga Asia Tenggara. Semak tahunan ini memiliki adaptasi tropika dan subtropika serta produktif sepanjang tahun walaupun tanaman cenderung agak dorman pada cuaca dingin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Sebagai sayuran daun, katuk sangat kaya akan protein. Setiap 100 g daun katuk mengandung 79.8 g protein, 1.8 g karbohidrat, 1.9 g serat, 2 g abu, IU vitamin A, 0.23 mg vitamin B1, 0.15 mg vitamin B2, 136 mg vitamin C, 234 mg Ca, 64 mg P, 3.1 mg zat besi, dengan total energi 310 kj (van den Bergh, 1994). Tanaman ini mulai berbunga pada 48 hari setelah tanam, daun muda dapat dipanen mulai 124 hari setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan secara kontinu sebulan sekali. Tanaman ini bermanfaat untuk memperlancar ASI bagi ibu-ibu yang baru melahirkan serta membersihkan darah kotor. Daun katuk dapat diolah menjadi sayur atau dikonsumsi sebagai lalap. Katuk juga dapat mengobati penyakit bisul, frambusia dan susah buang air kecil (Muhlisah, 1999). 9. Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum) Menurut Mahesworo (2002), kedondong cina merupakan tanaman dalam famili Aliaceae yang hidup sepanjang tahun dan dapat hidup di daerah dengan udara panas maupun dingin, serta akan hidup subur di daerah dengan keadaan udara lembab. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian antara m dpl dan tingginya mencapai 3 m. Kedondong Cina sangat cocok untuk dijadikan sebagai tanaman pagar sekaligus sebagai penghias pekarangan atau halaman rumah. Tanaman ini dimanfaatkan daunnya untuk lalap dan sayuran. Perbanyakan kedondong cina yang umum dilakukan adalah dengan stek sehingga untuk keperluan stek maka

25 11 diperlukan batang atau cabang yang sehat dan sudah berkayu. Panjang batang untuk stek ± 40 cm (Mahesworo, 2002). 10. Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens) termasuk ke dalam suku Asteraceae, dan pada beberapa daerah dikenal dengan sebutan ngokilo. Sambung nyawa merupakan salah satu tanaman obat yang cukup potensial untuk dikembangkan yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah, gangguan pada kantong kemih, menurunkan panas, menghilangkan rasa nyeri pada pembengkakan, dan juga penyakit ginjal. Sebuah hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak etanol daun sambung nyawa mampu menghambat pertumbuhan tumor pada mencit karena diinfus dengan benzpirena. Lebih jauh dinyatakan bahwa pada dosis 2,23 mg/0,2 ml dan 4,46 mg/0,2 ml dari ekstrak heksan mampu menghambat pertumbuhan kanker. Sambung nyawa bersifat manis, tawar, dingin dan sedikit toksik. Rasa manis mempunyai sifat menguatkan (tonik) dan menyejukkan (Manoi dan Kristina, 2007). Bagian yang dapat dimakan dari tanaman ini adalah daunnya. Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi cm. Batangnya lunak, dengan penampang bulat, berwarna hijau keunguan. Daun sambung nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan berbuah. Sambung nyawa dapat tumbuh di selokan, pagar rumah, pinggiran hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian m dpl, tumbuh di dataran yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur (Manoi dan Kristina, 2007).

26 12 Pengaruh Naungan Pada hakikatnya, satu-satunya mekanisme masuknya energi ke dalam dunia kehidupan adalah melalui fotosintesis. Fotosintesis adalah proses sintesis karbohidrat dan oksigen dari penggabungan karbondioksida dan air yang dibantu oleh cahaya matahari serta klorofil. Fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: air, karbondioksida, cahaya, dan suhu. Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang sering sebagai faktor pembatas. Cahaya sebagai faktor pembatas dapat ditentukan dari kisaran intensitas cahaya optimum. Kisaran intensitas cahaya optimum berbeda-beda untuk tiap tanaman. Tanaman dapat digolongkan menjadi: (1) Tanaman naungan, adalah tanaman yang memerlukan intensitas cahaya rendah, (2) Tanaman setengah naungan, adalah tanaman yang memerlukan intensitas cahaya sedang, dan (3) Tanaman cahaya penuh, adalah tanaman yang memerlukan intensitas cahaya tinggi (Harjadi, 1989). Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa adaptasi terhadap naungan dicapai melalui: (i) mekanisme peningkatan luas area daun yang bertujuan untuk meminimalkan penggunaan metabolit, serta (ii) mekanisme penurunan jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Intensitas cahaya di bawah kisaran optimum menyebabkan pertumbuhan, perkembangan dan hasil panen secara relatif rendah pada keadaan kekurangan intensitas cahaya. Tanaman yang kekurangan intensitas cahaya maka jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan karbondioksida dan air sangat rendah, akibatnya pembentukan karbohidrat yang digunakan untuk pembentukan senyawa lain juga rendah (Harjadi, 1989). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa daun naungan berukuran lebih besar tetapi lebih tipis dibandingkan dengan daun matahari. Daun matahari menjadi lebih tebal daripada daun naungan karena membentuk sel palisade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade. Menurut Sukarjo (2004), adaptasi tanaman terhadap naungan tergantung dari kemampuan untuk merespon kondisi kekurangan cahaya, yaitu dengan cara mengubah sifat morfologis maupun fisiologis tanaman.

27 13 Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter batang kakao ternyata sangat kecil (0.1 mm). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan taraf naungan yang relatif kecil tidak segera berpengaruh terhadap diameter batang selama periode 4 bulan pengamatan. Namun, pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tunas ternyata lebih cepat (Harris dan Napitupulu, 1991). Menurut Djukri dan Purwoko (2003), naungan 50% dapat digunakan untuk seleksi karena didasarkan atas perolehan klon talas toleran yang lebih baik dibandingkan dengan naungan 25% dan 75%. Sopandie et al., (2003) menyatakan bahwa genotipe padi gogo toleran memberikan respon terhadap naungan dengan meningkatkan panjang ruas batang sehingga tinggi tanaman bertambah. Pada genotipe toleran, penurunan jumlah anakan dan jumlah daun tidak diikuti dengan penurunan luas daun total. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan luas daun per individu daun, seperti ditunjukkan juga oleh peningkatan luas daun bendera. Menurut Nasaruddin (2002), pada kondisi cahaya penuh nilai fotosintesis aktif rasio (PAR) pada permukaan daun mencapai mmol m 2 /s. Intensitas cahaya yang optimal akan mempengaruhi aktivitas stomata untuk menyerap CO 2, makin tinggi intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan daun tanaman, maka jumlah absorpsi CO 2 relatif makin tinggi pada kondisi jumlah curah hujan cukup, tetapi pada intensitas cahaya matahari diatas 50% absorpsi CO 2 mulai konstan (Nasaruddin, 2002). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pada tumbuhan yang hidup di bawah tegakan pohon atau terlindung oleh kanopi daun akan terjadi pemanjangan batang yang dikarenakan pada kondisi intensitas cahaya matahari yang rendah, degradasi auksin akan berkurang sehingga kandungan auksin akan meningkat.

28 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2009 Juni 2009 dan berlokasi di Vegetable Garden, University Farm, Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian tersebut berada pada ketinggian 200 m dpl yang dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 dan 2. Jenis tanahnya merupakan tanah latosol. Pengukuran bobot basah, bobot kering, dan pengeringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Umum Cikabayan, IPB, Darmaga. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 spesies tanaman sayuran indigenous, yaitu: Kenikir (Cosmos caudatus), Kemangi (Ocimum americanum), Beluntas (Pluchea indica), Pohpohan (Pilea trinervia), Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd), Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Sambung Nyawa (Gynura procumbens), Katuk (Sauropus androgynus), dan Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Bahan lainnya adalah tanah, pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, sekam, pembenah tanah (dolomit), pupuk NPK ( ), hormon tumbuh akar dengan bahan aktif IBA, IAA dan NAA, pupuk daun, dan insektisida berbahan aktif karbofuran 3%. Alat-alat yang digunakan adalah polibag ukuran 15 cm x 15 cm, tray semai, meteran, jangka sorong, kertas label, spidol, kantong plastik, kamera digital, oven, pyranometer, termo-hygrometer, timbangan analitik dan alat pertanian standar. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan 2 taraf, yaitu naungan (N1) dan tanpa naungan (N0). Terdapat sepuluh paralel percobaan yang terdiri atas 10 komoditas tanaman sayuran indigenous, yaitu: Kenikir (Cosmos caudatus), Kemangi (Ocimum americanum), Beluntas (Pluchea indica), Pohpohan (Pilea trinervia), Daun

29 15 Ginseng (Talinum triangulare), Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Sambung Nyawa (Gynura procumbens), Katuk (Sauropus androgynus), dan Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali untuk masing-masing jenis tanaman sehingga kombinasinya menghasilkan 80 satuan percobaan. Denah tata letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Model rancangan penelitian yang digunakan adalah: Y ij = µ + α i + B j + ε ij dimana : Y ij : nilai pengamatan pada perlakuan naungan ke-i dan kelompok ke-j µ : nilai rataan umum α i B j ε ij : pengaruh perlakuan ke-i : pengaruh ulangan (kelompok) ke-j : pengaruh galat percobaan i = 1, 2 j = 1, 2, 3, 4 Pengolahan data dilakukan dengan Uji-F. Apabila menunjukkan hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Pelaksanaan Penelitian Pesemaian Sebelum penanaman di lapang, dilakukan pesemaian benih kenikir dan kemangi. Benih kenikir dan kemangi disemai pada tray semai selama tiga minggu. Kemudian, bibit dipindah-tanamkan ke lapangan. Bahan tanaman lainnya (beluntas, katuk, mangkokan, pohpohan, kedondong cina, ginseng, sambung nyawa, dan terubuk) diperbanyak terlebih dahulu dengan cara stek batang. Panjang stek beluntas dan katuk ± 30 cm, stek tanaman sambung nyawa sepanjang 7-15 cm atau beruas minimal 3 ruas, stek tanaman terubuk sepanjang cm atau minimal memiliki 3 mata tunas. Stek tanaman tersebut ditanam di dalam polibag ukuran 15 cm x 15 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang ayam, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Sebelum ditanami, media tanam dalam polibag yang digunakan disiram dahulu dengan air supaya suhu media tanam tidak terlalu panas. Selanjutnya, bahan

30 16 tanaman ditanam kemudian pesemaian tersebut dirawat dengan cara disiram setiap hari. Sebelum ditanam ke dalam media pesemaian, bahan stek tanaman diberi hormon tumbuh akar dengan bahan aktif IBA, IAA dan NAA pada bagian pangkal batang yang telah dipotong atau dilukai yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan akar. Kondisi pesemaian tanaman katuk, sambung nyawa dan daun ginseng dapat dilihat pada Gambar Lampiran 6, 7 dan 8. Pada 4 MSS (minggu setelah semai), pesemaian kenikir dan kemangi dilakukan pemberian pupuk daun yang memiliki kandungan unsur N 21.30%, P 2 O % dan K 2 O 15.78% dengan dosis 1 g/l air yang dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan daun. Frekuensi pemberian pupuk daun adalah 1 kali seminggu hingga pesemaian kemangi dan kenikir berumur 5 MSS. Adapun kondisi pesemaian kenikir dan kemangi disajikan pada Gambar Lampiran 3 dan 4. Pengolahan Lahan dan Penanaman Ukuran bedeng adalah 5 m x 1.5 m dan jarak antar bedeng 60 cm. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman beluntas, kenikir, kemangi, pohpohan, terubuk, dan mangkokan adalah 50 cm x 25 cm (populasi tanaman/ha), sedangkan jarak tanam untuk tanaman katuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan kedondong cina adalah 50 cm x 20 cm (populasi tanaman/ha). Pada setiap bedeng tanaman beluntas, kenikir, kemangi, pohpohan, terubuk, dan mangkokan terdapat 60 tanaman, sedangkan untuk tanaman katuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan kedondong cina terdapat 75 tanaman. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 5 tanaman untuk setiap bedeng. Sebelum penanaman, dilakukan pengapuran dengan dosis 2 ton/ha. Seminggu kemudian lahan dipupuk dengan menggunakan pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/ha. Pupuk kandang ditebarkan pada bedengan 1 minggu sebelum penanaman. Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 3 minggu. Pada saat penanaman, diberikan insektisida dengan bahan aktif karbofuran 3% (dosis 10 kg/ha) dengan tujuan untuk menghindari adanya serangan serangga yang akan mengganggu perakaran tanaman pada saat tanam. Pemberian insektisida dengan bahan aktif karbofuran 3% sekitar 4-5 butir per lubang tanam. Aplikasi pemupukan dilakukan pada 2 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dengan

31 17 menggunakan pupuk NPK ( ) dengan dosis 150 kg/ha yang diaplikasikan pada tanaman dengan konsentrasi 10 g/l dan pupuk tersebut dikocorkan pada tanaman dengan dosis 240 ml/tanaman. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dengan cara memanfaatkan air hujan, tetapi apabila tidak ada hujan digunakan instalasi irigasi sprinkler. Penyiraman dilakukan maksimal satu kali sehari pada sore hari. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Penanaman di lapang dilakukan pada waktu sore hari, hal ini dimaksudkan agar tanaman dapat menyesuaikan diri pada lingkungan yang berbeda dengan lingkungan pada saat pesemaian. Pengamatan dilakukan seminggu sekali mulai 2-10 minggu setelah tanam (MST). Panen Kegiatan panen dimulai pada 6, 8, dan 10 minggu setelah tanam (MST) berdasarkan tingkat kesiapan tanaman untuk dipanen. Kemudian panen dilakukan setiap minggu tergantung dari komoditasnya. Cara panen dilakukan dengan memotong pucuk daun atau cabang yang masih muda sepanjang cm. Pengamatan Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman terdiri atas: 1. Tinggi tanaman, yang diukur dari permukaan tanah hingga pucuk tanaman tertinggi (terpanjang). Metode pengukuran ini dilakukan untuk setiap jenis sayuran. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. 2. Diameter batang, yang dilakukan pada batang tua setinggi cm dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. 3. Panjang daun, yang diukur adalah daun dewasa (tidak tua dan tidak muda). Panjang daun tanaman terubuk adalah daun tanaman ke-10 dari pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.

32 18 4. Lebar daun, yang diukur dari bagian daun terlebar. Lebar daun tanaman terubuk yang diukur adalah daun tanaman ke-10 dari pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. 5. Panjang tangkai daun, yang diukur adalah daun dewasa (tidak tua dan tidak muda). Pengamatan panjang tangkai daun dilakukan pada tanaman mangkokan, kedondong cina, sambung nyawa dan pohpohan. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. 6. Jumlah Daun, dilakukan pada tanaman katuk dan kenikir. 7. Jumlah Cabang, dilakukan pada tanaman beluntas, ginseng, katuk, dan pohpohan. 8. Panjang Ruas, yang diukur adalah ruas pertama dari pangkal batang. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali pada tanaman terubuk. 9. Panjang Cabang, yang diukur adalah cabang tertinggi dari titik percabangan pertama. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali pada tanaman ginseng. Pengamatan terhadap produktivitas tanaman, meliputi: bobot basah, bobot kering, kadar air, dan produktivitas tanaman per satuan waktu tanaman. 1. Bobot basah tanaman, pengukuran terhadap bobot basah tanaman dilakukan sesaat setelah tanaman dipanen dengan cara ditimbang dulu, menggunakan timbangan analitik. Bagian tanaman yang dipanen hanya bagian daun lalu ditimbang. 2. Bobot kering tanaman, pengukuran terhadap bobot kering tanaman dilakukan setelah tanaman dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 24 jam. Tanaman yang telah kering kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. 3. Kadar air tanaman, pengukuran terhadap kadar air tanaman dilakukan pada waktu siang hari setelah tanaman mengalami proses pengeringan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar air = Bobot basah tanaman (g) Bobot kering tanaman (g) x 100% Bobot kering tanaman (g)

33 19 4. Persentase bagian yang dikonsumsi (edible part), pengukuran terhadap persentase bagian yang dikonsumsi tanaman dilakukan sebelum tanaman mengalami proses pengeringan. Persentase edible part ini dihitung menggunakan rumus: Persentase edible part: Bobot bagian yang bisa dikonsumsi (g) x 100% Brangkasan (g) 5. Produktivitas tanaman, perhitungan produktivitas tanaman dilakukan setiap kali panen (6, 8 dan 10 MST). Produktivitas tanaman dalam satuan kg/ha dihitung berdasarkan rumus : Produktivitas: Bobot basah per bedeng (kg) x m 2 Luas bedeng (m 2 ) 1 ha Selain itu, juga dilakukan pengukuran suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada pukul 07.30, 13.30, dan 17.30, sedangkan pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada pukul 09.00, dan Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan setiap seminggu sekali di dalam dan di luar naungan. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat Pyranometer dengan satuan Watt/m 2. Adapun rumus untuk menghitung persentase naungan adalah sebagai berikut. Persentase (%) naungan = 100% x (1 I/D) I = intensitas di dalam naungan D = intensitas di luar naungan

34 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Secara umum, daya tumbuh tanaman di lahan terbuka dan ternaungi cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase daya tumbuh bibit 75%-100% pada umur 1 MST (minggu setelah tanam). Tanaman kenikir, kemangi, dan pohpohan tidak ditanam bersamaan dengan tanaman lain (mangkokan, beluntas, kedondong cina, terubuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan katuk), karena benih tanaman kenikir dan kemangi masih terlalu kecil dan pohpohan belum bertunas. Daya berkecambah benih kenikir dan kemangi mencapai 75% tetapi kondisi pertumbuhan bibitnya tidak seragam dan berukuran kecil. Untuk mengatasi hal tersebut, diberikan pupuk daun dengan kandungan unsur N 21.30%, P 2 O % dan K 2 O 15.78% dengan konsentrasi 1 g/l air untuk merangsang pertumbuhan daun baru. Kondisi pesemaian tanaman pohpohan dapat dilihat pada Gambar Lampiran 5. Secara umum, hama penyakit tanaman (HPT) yang menyerang tanaman sayuran indigenous beragam dan tergantung dari jenis tanamannya. Adapun hama yang menyerang tanaman terubuk adalah rayap (Coptotermes curvignathus), sambung nyawa terkena hama ulat daun dan belalang hijau. Intensitas serangan penyakit tertinggi terjadi pada tanaman daun ginseng yang terkena penyakit layu bakteri, yaitu sekitar 4%. Hasil analisis tanah sebelum pemberian kapur dan pupuk kandang sapi (Tabel Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai C-organik pada lahan terbuka adalah 1.67%, N-total 0.21%, P 2 O ppm, K 2 O 11 mg/100 g, dan ph 4.2. Hasil analisis tanah pada lahan ternaungi menunjukkan bahwa nilai C-organik 1.95%, N-total 0.25%, P 2 O ppm, K 2 O 27 mg/100 g, dan ph 4.5. Merujuk pada kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah pada Tabel Lampiran 4, maka tanah pada lahan terbuka bersifat sangat masam, kadar N-total tergolong sedang, kadar C-organik tergolong rendah, kadar P 2 O 5 tergolong sangat tinggi, dan kadar K 2 O tergolong rendah, sedangkan tanah pada lahan ternaungi bersifat masam, kadar N-total tergolong sedang, kadar C-organik tergolong rendah, kadar P 2 O 5 tergolong tinggi, dan kadar K 2 O tergolong sedang.

35 21 Suhu rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan terbuka selama pengamatan berlangsung berturut-turut yaitu 26 C dan 36.9 C. Kelembaban relatif rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan terbuka berturut-turut yaitu 57% dan 79.89%. Suhu rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan ternaungi selama pengamatan berlangsung berturut-turut yaitu C dan 38.7 C. Kelembaban relatif rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan ternaungi berturut-turut yaitu 50% dan 86%. Data suhu dan kelembaban relatif rata-rata pada periode mingguan pertanaman beberapa tanaman sayuran indigenous dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5 dan 6. Pada Tabel 1, intensitas cahaya tertinggi terjadi sekitar pukul dengan intensitas rata-rata W/m 2 pada lahan terbuka dan W/m 2 pada lahan ternaungi. Berdasarkan data iklim dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (Tabel Lampiran 7), curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu mm. Persentase naungan tertinggi terjadi pada pukul yaitu sebesar 80.2%. Contoh perhitungan persentase naungan disajikan pada Lampiran 2. Tabel 1. Rata-rata Intensitas Cahaya di Lahan Percobaan Perlakuan Intensitas cahaya (W/ m 2 ) Tanpa Naungan Naungan (80.2%) (66.4%) (57.5%)

36 22 Hasil 1. Mangkokan (Nothopanax scutellarium) Tabel 2 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon tidak berpengaruh terhadap semua variabel pertumbuhan mangkokan (tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun) pada umur 2 hingga 10 MST. Tanaman mangkokan sejak umur 2 hingga 10 MST terus mengalami pertambahan tinggi, namun pada umur 7 hingga 10 MST pertambahan tinggi tanaman berjalan lambat karena terdapat tanaman yang terserang hama lalu kering dan mati setelah dilakukan pemanenan. Naungan menurunkan bobot basah dan kering total per tanaman (Tabel 3) serta bobot basah total per petak tanaman mangkokan (Tabel 4), namun perlakuan naungan meningkatkan kadar air total tanaman. Bobot basah dan kering total baik per tanaman maupun per petak di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan naungan, namun persentase kadar air total per tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan. Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada Mangkokan terhadap variabel persentase edible part total dan perlakuan naungan menurunkan produktivitas total tanaman. Produktivitas total tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan naungan. Produktivitas di lahan tanpa naungan dan ternaungi berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha. 2. Beluntas (Pluchea indica L.) Tabel 6 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon menurunkan variabel diameter batang (5 MST) dan jumlah cabang tanaman beluntas pada 10 MST, namun perlakuan naungan meningkatkan panjang daun (3, 6 dan 7 MST) dan lebar daun pada 3 MST. Diameter batang dan jumlah cabang di lahan tanpa naungan lebih besar daripada di lahan naungan, sedangkan panjang dan lebar daun di lahan naungan lebih panjang dan lebar daripada di lahan tanpa naungan. Kondisi tanaman beluntas di lahan tanpa naungan dan ternaungi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 9.

37 23 Naungan menurunkan bobot basah dan kering total per tanaman beluntas (Tabel 7), namun perlakuan naungan meningkatkan kadar air per tanaman dan per petak pada saat umur panen 10 MST. Bobot basah dan kering total per tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan naungan. Persentase kadar air per tanaman dan per petak di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan. Berdasarkan data pada Tabel 8 dan 9, dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada beluntas terhadap variabel bobot basah, bobot kering, kadar air total per petak, persentase edible part total dan produktivitas total tanaman. Saat umur panen 6 MST, produktivitas tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada di lahan naungan, berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha, sedangkan persentase edible part di lahan naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan tanpa naungan, berturut-turut adalah 14.73% dan 7.06%.

38 24 Tabel 2. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Mangkokan Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman(cm) Tanpa Naungan 11.51± ± ± ±2.92 Naungan 10.45± ± ± ±1.97 Uji F tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.46± ± ± ±0.05 Naungan 0.43± ± ± ±0.04 Uji F tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 2.54± ± ± ±0.44 Naungan 2.74± ± ± ±0.55 Uji F tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 3.12± ± ± ±0.56 Naungan 3.43± ± ± ±076 Uji F tn tn tn tn KK Panjang Tangkai Daun Tanpa Naungan 2.34± ± ± ±0.2 (cm) Naungan 2.48± ± ± ±0.43 Uji F tn tn tn tn KK

39 25 Tabel 2. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Mangkokan (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman(cm) Tanpa Naungan 13.67± ± ± ± ±3.22 Naungan 12.28± ± ± ± ±1.70 Uji F tn tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.45± ± ± ± ±0.05 Naungan 0.44± ± ± ± ±0.03 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.00± ± ± ± ±1.07 Naungan 3.45± ± ± ± ±0.24 Uji F tn tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 4.79± ± ± ± ±1.1 Naungan 4.21± ± ± ± ±0.65 Uji F tn tn tn tn tn KK v Panjang Tangkai Daun Tanpa Naungan 2.60± ± ± ± ±0.54 (cm) Naungan 2.23± ± ± ± ±0.89 Uji F tn tn tn tn tn KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

40 26 Tabel 3. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Mangkokan Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 5.03±1.18a 13.87±0.61a 13.33± a Naungan 1.4±0.26b 2.83±0.68b 13.6± b Uji F * ** tn ** KK (%) Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 1.17±0.71 4±0.32±0.32a 2.25± a Naungan 0.6± ±1.7±b 2.63± b Uji F tn ** tn ** KK (%) Kadar Air (%) Tanpa Naungan 16.52± ±0.16b 4.98± b Naungan 11.17± ±6.81a 4.28± a Uji F tn ** tn * KK (%) v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

41 27 Tabel 4. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Mangkokan Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 28.1±5.83a ± ± a Naungan 10.5±4.77b ± ± b Uji F * tn tn * KK (%) Bobot Kering (g) Tanpa Naungan ± ± ± Naungan 7.9± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) z v v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 3.42± ± ± Naungan 1.63± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) x v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

42 28 Tabel 5. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Mangkokan Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 16.74± ± ± Naungan 10.68± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v v Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan 30.47± ± ± a Naungan 13.33± ± ± b Uji F tn tn tn * KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

43 29 Tabel 6. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Beluntas Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 20.40± ± ± ±3.91 Naungan 24.20± ± ± ±4.16 Uji F tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.34± ± ± ±0.02a Naungan 0.33± ± ± ±0.03b Uji F tn tn tn ** KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 3.59± ±0.15b 4.51± ±0.30 Naungan 4.21± ±0.36a 5.19± ±0.46 Uji F tn * tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.79± ±0.15b 2.34± ±0.19 Naungan 2.07± ±0.17a 2.62± ±0.27 Uji F tn * tn tn KK Jumlah Cabang Tanpa Naungan 4.35± ± ± ±2.7 Naungan 4.75± ± ± ±1.37 Uji F tn tn tn tn KK v v

44 30 Tabel 6. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Beluntas (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 29.03± ± ± ± ±9.38 Naungan 33.34± ± ± ± ±10.98 Uji F tn tn tn tn tn KK v v Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.35± ± ± ± ±0.04 Naungan 0.32± ± ± ± ±0.05 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.56±0.30b 4.50±0.36b 4.84± ± ±0.27 Naungan 5.79±0.57a 6.01±0.71a 6.23± ± ±0.94 Uji F * * tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 2.43± ± ± ± ±0.20 Naungan 2.96± ± ± ± ±0.55 Uji F tn tn tn tn tn KK Jumlah Cabang Tanpa Naungan 11.35± ± ± ± ±6.67a Naungan 10.10± ± ± ± ±2.66b Uji F tn tn tn tn * KK v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

45 31 Tabel 7. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Beluntas Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 17.90± ± ±16.25a a Naungan 20.50± ± ±43.54b b Uji F tn tn * * KK (%) v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 9.367± ± a± a Naungan 2.00± ± b± b Uji F tn tn tn ** KK (%) y x Kadar Air (%) Tanpa Naungan 1.678± ± ±0.20b Naungan 9.36± ± ±0.53a Uji F tn tn ** tn KK (%) v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

46 32 Tabel 8. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Beluntas Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan ±10.64a 25.33± ± Naungan 77.7±23.92b 15.43± ± Uji F * tn tn tn KK (%) v v v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 10.87± ± ± Naungan 7.90± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 3.415± ± ±0.36b Naungan 1.627± ± ±0.91a Uji F tn tn ** tn KK (%) v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

47 33 Tabel 9. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Beluntas Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 7.06±4.35b 15.57± ± Naungan 14.73±6.40a 21.53± ± Uji F * tn tn tn KK v Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan ±14.19a ± ± Naungan ±31.90b ± ± Uji F * tn tn tn KK v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

48 34 3. Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum) Tabel 10 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon meningkatkan variabel panjang daun pada 7 hingga 10 MST, lebar daun (7, 8 dan 10 MST) dan panjang tangkai daun tanaman kedondong cina pada 7-10 MST. Panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun di lahan naungan lebih panjang dan lebar daripada di lahan tanpa naungan. Berdasarkan data pada Tabel 11, 12 dan 13, dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada kedondong cina terhadap variabel bobot basah, bobot kering, kadar air total per tanaman maupun per petak, persentase edible part total dan produktivitas total tanaman. Saat umur panen 8 MST, naungan menurunkan variabel bobot kering dan kadar air tanaman per petak. Bobot kering dan kadar air tanaman per petak di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada di lahan naungan, berturut-turut adalah 10 g dan 2.13 g, sedangkan kadar air tanaman berturut-turut adalah 20.94% dan 8.34%. 4. Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) Tabel 14 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon meningkatkan variabel tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, dan panjang cabang tanaman daun ginseng. Variabel-variabel tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik di lahan naungan daripada perlakuan tanpa naungan. Kondisi tanaman daun ginseng di lahan tanpa naungan dan ternaungi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 10. Naungan meningkatkan bobot basah dan kering total per tanaman daun ginseng (Tabel 15). Bobot basah dan kering total per tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada perlakuan tanpa naungan. Saat umur panen 10 MST, naungan meningkatkan variabel bobot basah dan kering per tanaman. Bobot basah dan kering per tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan, berturut-turut adalah g dan g, sedangkan bobot kering per tanaman berturut-turut adalah g dan 27.4 g. Berdasarkan data pada Tabel 16 dan 17 dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada tanaman daun ginseng terhadap variabel bobot basah, bobot kering, kadar air total per petak, persentase edible part total dan produktivitas total tanaman.

49 35 Tabel 10. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedondong Cina Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 13.58± ± ± ±2.50 Naungan 10.80± ± ± ±0.96 Uji F tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.43± ± ± ±0.04 Naungan 0.41± ± ± ±0.04 Uji F tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 3.03± ± ± ±0.28 Naungan 3.49± ± ± ±0.19 Uji F tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.57± ± ± ±0.13 Naungan 1.65± ± ± ±0.04 Uji F tn tn tn tn KK Panjang Tangkai Daun Tanpa Naungan 5.72± ±0.74b 6.93± ±0.69 (cm) Naungan 7.465± ±0.58a 8.60± ±0.56 Uji F tn * tn tn KK

50 36 Tabel 10. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedondong Cina (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 15.86± ± ± ± ±2.70 Naungan 12.24± ± ± ± ±1.58 Uji F tn tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.45± ± ± ± ±0.03 Naungan 0.48± ± ± ± ±0.04 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.41± ±0.65b 3.17±0.91b 2.37±1.11b 1.92±1.13b Naungan 4.77± ±0.16a 4.83±0.15a 4.56±0.21a 4.54±0.31a Uji F tn * * * * KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.93± ±0.19b 1.51±0.34b 1.14± ±0.52b Naungan 2.11± ±0.09a 2.17±0.06a 2.04± ±0.11a Uji F tn * * tn * KK Panjang Tangkai Daun Tanpa Naungan 7.13± ±0.35b 5.88±0.77b 3.94±2.05b 5.04±0.97b (cm) Naungan 8.65± ±0.84a 8.50±0.73a 7.95±1.14a 8.08±1.18a Uji F tn * ** * * KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

51 37 Tabel 11. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Kedondong Cina Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 7.267± ± ± Naungan 10.66± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan ± ±0.06a 4.10± Naungan ± ±0.15b 5.33± Uji F tn ** tn tn KK (%) v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 28.03± ±0.14b 4.22± Naungan 8.72± ±3.04a 4.948± Uji F tn * tn tn KK (%) w v y v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

52 38 Tabel 12. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Kedondong Cina Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan ± ± ± Naungan 27.55± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 9.80± ±2.25a 4.83± Naungan 13.23± ±4.44b 3.70± Uji F tn ** tn tn KK (%) v v w Kadar Air (%) Tanpa Naungan 5.432± ±0.38b ±1.51b Naungan 1.204± ±7.92a ±1.08a Uji F tn * * tn KK (%) x v w Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

53 39 Tabel 13. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Kedondong Cina Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 22.75± ± ± Naungan 34.81± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v w Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan 42.37± ± ± Naungan 36.73± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

54 40 Tabel 14. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Daun Ginseng Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 12.90±2.60b 16.62±2.20b 19.59±1.82b 21.71±1.99b 24.20±1.81b Naungan 20.99±2.34a 24.27±1.46a 28.17±2.63a 31.90±2.21a 37.70±4.49a Uji F ** ** ** ** * KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.49± ± ± ± ±0.14 Naungan 0.49± ± ± ± ±0.13 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 5.91±0.36b 6.64±0.43b 7.18±0.74b 7.19±0.89b 7.16±1.06b Naungan 7.59±1.19a 8.75±0.98a 9.88±0.86a 10.36±0.82a 10.39±0.52a Uji F * * * ** ** KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.95±0.06b 2.16±0.08b 2.22±0.17b 2.20±0.27b 2.15±0.39b Naungan 2.88±0.35a 3.13±0.20a 3.41±0.14a 3.59±0.22a 3.56±0.23a Uji F * ** ** ** ** KK Panjang Cabang (cm) Tanpa Naungan 6.78±1.19b 10.42± ± ± ±3.24b Naungan 10.64±1.51a 13.00± ± ± ±1.50a Uji F * tn tn tn * KK Jumlah Cabang Tanpa Naungan 3.50± ± ± ± ±3.19 Naungan 3.40± ± ± ± ±4.08 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v

55 41 Tabel 14. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Daun Ginseng (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 24.20±1.81b 26.57±3.14b 29.73±4.11b 30.55± ±4.23 Naungan 37.70±4.49a 39.32±3.20a 41.83±3.89a 33.85± ±8.41 Uji F * * * tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.77± ± ± ± ±0.13 Naungan 0.79± ± ± ± ±0.18 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 7.16±1.06b 7.05±0.90b 7.04±0.81b 5.78± ±1.02 Naungan 10.39±0.52a 10.42±0.97a 10.76±1.34a 9.17± ±1.19 Uji F ** ** ** tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 2.15±0.39b 2.18±0.36b 2.16±0.32b 1.73±0.36b 1.55±0.30b Naungan 3.56±0.23a 3.66±0.37a 3.72±0.55a 3.18±0.54a 2.86±0.56a Uji F ** ** ** * * KK Panjang Cabang (cm) Tanpa Naungan 18.42±3.24b 18.93±3.03b 19.96± ± ±1.95 Naungan 25.86±1.50a 22.75±3.14a 23.55± ± ±0.48 Uji F * ** tn tn tn KK Jumlah Cabang Tanpa Naungan 9.30± ± ± ± ±6.84 Naungan 13.95± ± ± ± ±4.24 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

56 42 Tabel 15. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Daun Ginseng Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 61.4± ± ±4.86b b Naungan 88.5± ± ±43.28a a Uji F tn tn * ** KK (%) v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 11.10± ± ±6.35b 42.33b Naungan 4.97± ± ±9.93a 59.40a Uji F tn tn * * KK (%) v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 6.336± ± ± Naungan ± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) w v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

57 43 Tabel 16. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Daun Ginseng Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 562.9± ± ± Naungan 721.7± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v 6.91 w v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 57.67± ± ± Naungan 62.50± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 8.048± ± ± Naungan ± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

58 44 Tabel 17. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Daun Ginseng Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 25.31± ± ± Naungan 18.21± ± ± Uji F tn tn tn tn KK Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan ± ± ± Naungan ± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v w v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

59 45 5. Katuk (Sauropus androgynus) Tabel 18 menunjukkan bahwa naungan meningkatkan variabel panjang daun (6 dan 10 MST) dan lebar daun pada 5 hingga 6 MST. Variabel panjang dan lebar daun tersebut lebih panjang dan lebar daripada di lahan tanpa naungan. Kondisi tanaman katuk di lahan tanpa naungan dan ternaungi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 11. Berdasarkan data pada Tabel 19, 20 dan 21, dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada tanaman katuk terhadap variabel bobot basah, bobot kering, kadar air total per tanaman maupun per petak, persentase edible part total dan produktivitas total tanaman. Saat umur panen 6 MST, naungan menurunkan variabel bobot basah per petak, namun perlakuan naungan meningkatkan kadar air tanaman per petak pada umur panen 10 MST. Naungan meningkatkan produktivitas tanaman katuk saat umur panen 6, yaitu berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha. 6. Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Tabel 22 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon meningkatkan variabel diameter batang, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun tanaman sambung nyawa. Variabel-variabel tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik di lahan naungan daripada perlakuan tanpa naungan. Kondisi tanaman sambung nyawa di lahan tanpa naungan dan ternaungi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 12. Naungan meningkatkan bobot basah total per tanaman sambung nyawa (Tabel 23). Naungan juga meningkatkan kadar air tanaman per petak saat umur panen 10 MST (Tabel 24). Bobot basah total per tanaman dan kadar air tanaman per petak di lahan naungan lebih tinggi daripada perlakuan tanpa naungan. Berdasarkan data pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa naungan menurunkan persentase edible part total tanaman. Persentase edible part total di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada di lahan naungan, berturut-turut adalah % dan 56.64%.

60 46 Tabel 18. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Katuk Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 23.70± ± ± ± ±7.59 Naungan 22.98± ± ± ± ±10.80 Uji F tn tn tn tn tn KK v Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.44± ± ± ± ±0.05 Naungan 0.27± ± ± ± ±0.06 Uji F tn tn tn tn tn KK 7.47 v 8.07 v Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 3.58± ± ± ± b±0.38 Naungan 4.06± ± ± ± a±0.26 Uji F tn tn tn tn * KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.93± ± ± ±0.15b 2.24±0.11b Naungan 2.07± ± ± ±0.04a 2.49±0.08a Uji F tn tn tn * * KK Jumlah Cabang Tanpa Naungan 2.30± ± ± ± ±0.85 Naungan 2.20± ± ± ± ±0.66 Uji F tn tn tn tn tn KK Jumlah Daun Tanpa Naungan 9.60± ± ± ± ±3.19 Naungan 10.05± ± ± ± ±4.47 Uji F tn tn tn tn tn KK v v

61 47 Tabel 18. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Katuk (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 32.30± ± ± ± ±11.67 Naungan 41.25± ± ± ± ±13.55 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v v Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.35± ± ± ± ±0.05 Naungan 0.33± ± ± ± ±0.03 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.51±0.38b 4.51± ± ± ±0.70b Naungan 5.59±0.26a 5.44± ± ± ±0.37a Uji F * tn tn tn * KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 2.24±0.11b 2.16± ± ± ±0.37 Naungan 2.49±0.08a 2.54± ± ± ±0.37 Uji F * tn tn tn tn KK Jumlah Cabang Tanpa Naungan 2.80± ± ± ± ±1.29 Naungan 2.30± ± ± ± ±1.23 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v v Jumlah Daun Tanpa Naungan 20.85± ± ± ± ±8.99 Naungan 19.05± ± ± ± ±5.95 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v w Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

62 48 Tabel 19. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Katuk Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 9.03± ± ± Naungan 10.77± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v v v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan ± ± ± Naungan 0.60± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) y v w v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 6.29± ± ± Naungan 60.73± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v x v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

63 49 Tabel 20. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Katuk Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan ±8.36b ± ± Naungan 48.2±1.90a ± ± Uji F * tn tn tn KK (%) w v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 13.67± ± ± Naungan 19.63± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 2.612± ± ±0.27b 9.02 Naungan 1.648± ± ±0.42a 7.77 Uji F tn tn * tn KK (%) v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

64 50 Tabel 21. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Katuk Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 15.23± ± ± Naungan 13.38± ± ± Uji F tn tn tn tn KK w v Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan 39.37±11.15b 79.96± ± Naungan 64.27±2.53a 75.29± ± Uji F * tn tn tn KK w v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

65 51 Tabel 22. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Sambung Nyawa Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 16.89± ± ± ± ±2.13 Naungan 18.10± ± ± ± ±4.41 Uji F tn tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.61±0.02a 0.66± ± ± ±0.05 Naungan 0.57±0.02b 0.64± ± ± ±0.04 Uji F * tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 7.18± ± ± ±0.39b 8.92±0.53b Naungan 8.48± ± ± ±1.03a 11.78±0.97a Uji F tn tn tn * * KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 3.44± ± ± ±0.17b 4.21±0.22b Naungan 4.036± ± ± ±0.41a 5.41±0.38a Uji F tn tn tn * * KK Panjang Tangkai Tanpa Naungan 1.62± ± ± ± ±0.18 Daun (cm) Naungan 1.97± ± ± ± ±0.23 Uji F tn tn tn tn tn KK

66 52 Tabel 22. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Sambung Nyawa (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 23.43± ± ± ± ±8.35 Naungan 33.65± ± ± ± ±2.56 Uji F tn tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.62± ±0.03b 0.60±0.07b 0.57± ±0.06b Naungan 0.71± ±0.02a 0.78±0.06a 0.72± ±0.04a Uji F tn ** ** tn * KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 8.92±0.53b 8.50±0.63b 8.46± ± ±1.40 Naungan 11.78±0.97a 11.84±1.32a 11.79± ± ±1.67 Uji F * * tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 4.21±0.22b 3.86±0.41b 3.68±0.49b 3.32± ±0.61 Naungan 5.41±0.38a 5.42±0.53a 5.30±0.52a 3.97± ±0.77 Uji F * * * tn tn KK Panjang Tangkai Tanpa Naungan 2.07± ±0.07b 2.12± ± ±0.34 Daun (cm) Naungan 2.54± ±0.31a 2.64± ± ±0.33 Uji F tn * tn tn tn KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

67 53 Tabel 23. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Sambung Nyawa Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan ± ± ±63.57b b Naungan ± ± ±62.11a a Uji F tn tn ** * KK (%) Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 12.13± ± ± Naungan 6.57± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 6.706±2.04b 8.18± ± Naungan ±2.66a 8.597± ± Uji F * tn tn tn KK (%) v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

68 54 Tabel 24. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Sambung Nyawa Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 566± ± a± Naungan 613± ± b± Uji F tn tn tn tn KK (%) Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 75.20± ± a± Naungan 58.07± ± b± Uji F tn tn tn tn KK (%) v w w Kadar Air (%) Tanpa Naungan 7.56± ± ±0.98b Naungan 10.23± ± ±2.71a Uji F tn tn * tn KK (%) v x Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

69 55 Tabel 25. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Sambung Nyawa Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 43.49±13.25a 42.61a±8.47a 36.07± a Naungan 15.75±0.29b 14.20b±3.34b 27.26± b Uji F * * tn * KK Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan ± ± ±75.94a Naungan ± ± ±34.64b Uji F tn tn * tn KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

70 56 7. Kenikir (Cosmos caudatus) Tabel 26 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon meningkatkan variabel tinggi tanaman saat umur panen 2 MST dan jumlah daun tanaman kenikir pada saat 7 MST. Variabel-variabel tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik di lahan naungan daripada perlakuan tanpa naungan. Naungan menurunkan bobot basah, bobot kering total per tanaman kenikir, namun perlakuan naungan meningkatkan kadar air per tanaman saat umur panen 10 MST (Tabel 27). Bobot basah dan kering total per tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada di lahan naungan. Persentase kadar air per tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan, berturut-turut adalah 6.19% dan 3.09%. Naungan juga menurunkan bobot basah dan kering per petak tanaman pada saat umur panen 8 MST (Tabel 28). Berdasarkan data pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan terhadap variabel persentase edible part dan produktivitas total tanaman kenikir. Naungan menurunkan produktivitas tanaman saat umur panen 8 MST, yaitu berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha. 8. Kemangi (Ocimum americanum) Tabel 30 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon meningkatkan variabel tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar tanaman kemangi. Variabel-variabel tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik di lahan naungan daripada perlakuan tanpa naungan. Berdasarkan data pada Tabel 31, 32 dan 33 dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan terhadap variabel bobot basah total per tanaman dan per petak, persentase edible part total serta produktivitas total tanaman. Naungan meningkatkan kadar air tanaman total per petak (Tabel 32). Kadar air total tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada perlakuan tanpa naungan, yaitu berturut-turut adalah 28.1% dan 17.43%.

71 57 Tabel 26. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kenikir Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 5.61± ±0.57b 10.48± ± ±2.65 Naungan 7.93± ±1.40a 14.89± ± ±6.10 Uji F tn * tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.16± ± ± ± ±0.05 Naungan 0.16± ± ± ± ±0.11 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 5.99± ± ± ± ±0.99 Naungan 6.43± ± ± ± ±4.01 Uji F tn tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 4.20± ± ± ± ±0.85 Naungan 4.38± ± ± ± ±3.42 Uji F tn tn tn tn tn KK Jumlah Daun Tanpa Naungan 8.00± ± ± ± ±3.14 Naungan 8.15± ± ± ± ±10.15 Uji F tn tn tn tn tn KK v

72 58 Tabel 26. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kenikir (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 27.98± ± ± ± ±8.36 Naungan 28.06± ± ± ± ±8.02 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v v Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.50± ± ± ± ±0.09 Naungan 0.36± ± ± ± ±0.19 Uji F tn tn tn tn tn KK v Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 16.92± ± ± ± ±2.36 Naungan 16.36± ± ± ± ±0.45 Uji F tn tn tn tn tn KK v v Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 13.58± ± ± ± ±1.63 Naungan 12.18± ± ± ± ±0.57 Uji F tn tn tn tn tn KK v v v Jumlah Daun Tanpa Naungan 22.75± ±6.12a 34.45± ± ±10.08 Naungan 23.50± ±1.70b 15.76± ± ±13.03 Uji F tn ** tn tn tn KK v v w w Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

73 59 Tabel 27. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Kenikir Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 68.30± ±8.38a ±19.74a a Naungan 42.33± ±7.00b ±19.50b 79.33b Uji F tn * ** * KK (%) v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 9.13± ±1.27a ±4.79a 53.77a Naungan 6.50± ±0.66b 3.2±2.08b 10.40b Uji F tn ** ** ** KK (%) v Kadar Air (%) Tanpa Naungan ± ± ±0.07b Naungan ± ± ±1.82a Uji F tn tn * tn KK (%) w v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

74 60 Tabel 28. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Kenikir Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 352.3± ±26.03a 283.7± Naungan 358.1± ±24.54b 104.6± Uji F tn ** tn tn KK (%) w w 9.68 w Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 59.20± ±7.99a 50.93± Naungan 59.07± ±2.08b 13.93± Uji F tn * tn tn KK (%) w v w w Kadar Air (%) Tanpa Naungan ± ± ± Naungan ± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

75 61 Tabel 29. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Kenikir Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 36.59± ± ± Naungan ± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v v Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan ± ±34.71a ± Naungan ± ±32.73b ± Uji F tn ** tn tn KK 9.99 w w 9.27 w Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

76 62 Tabel 30. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kemangi Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 6.40± ± ± ± ±3.70b Naungan 7.40± ± ± ± ±4.09a Uji F tn tn tn tn * KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.14± ± ± ± ±0.03 Naungan 0.13± ± ± ± ±0.01 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 3.24± ± ± ±0.32b 4.81±0.24b Naungan 3.36± ± ± ±0.16a 6.30±0.50a Uji F tn tn tn ** ** KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.76± ± ±0.14b 2.06±0.07b 2.09±0.11b Naungan 1.83± ± ±0.21a 2.78±0.13a 2.74±0.25a Uji F tn tn ** ** ** KK

77 63 Tabel 30. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kemangi (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 30.74±2.78b 24.13± ± ± ±5.30 Naungan 46.08±1.88a 17.20± ± ± ±5.04 Uji F ** tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.26± ±0.02b 0.30±0.02b 0.31± ±0.05 Naungan 0.29± ±0.02a 0.34±0.01a 0.35± ±0.02 Uji F tn ** * tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.49±0.22b 3.71± ± ± ±0.31 Naungan 6.11±0.36a 4.33± ± ± ±0.30 Uji F ** tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.91±0.08b 1.65± ± ± ±0.23 Naungan 2.67±0.15a 1.79± ± ± ±0.22 Uji F ** tn tn tn tn KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

78 64 Tabel 31. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Kemangi Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 71.57± ± ± Naungan 31.87± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) y v v v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 6.30± ±0.6a 16.00± Naungan 5.23± ±0.06b 4.27± Uji F tn * tn tn KK (%) x v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 6.57±5.06b 4.61± ± Naungan 7.58±3.68a 21.48± ± Uji F * tn tn tn KK (%) v v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

79 65 Tabel 32. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Kemangi Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 211.7± ± ± Naungan 315.8± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v w w v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 32.97±18.40b 15.60± ±15.52b Naungan 41.77±10.82a 3.30± ±6.71a Uji F * tn * tn KK (%) 2.00 w 8.97 v 4.70 w v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 5.48±0.33b 7.13±2.82b 4.288±0.70b 17.43b Naungan 6.89±0.30a 11.33±1.07a 10.92±3.05a 28.16a Uji F ** * * ** KK (%) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

80 66 Tabel 33. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Kemangi Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 43.55± ± ± Naungan 88.47± ± ± Uji F tn tn tn tn KK w w Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan ± ± ± Naungan ± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v w w v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

81 67 9. Pohpohan (Pilea trinervia) Tabel 34 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon meningkatkan seluruh variabel pertumbuhan tanaman pohpohan (tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, jumlah cabang dan panjang tangkai daun). Variabel-variabel tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik di lahan naungan daripada perlakuan tanpa naungan. Naungan meningkatkan bobot basah total per tanaman pohpohan (Tabel 35). Bobot basah total per tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan. Naungan juga meningkatkan bobot basah total per tanaman saat umur panen 6, 8 dan 10 MST. Berdasarkan data pada Tabel 36 dan 37 dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan terhadap variabel bobot basah dan kering total per petak, persentase edible part total dan produktivitas total tanaman. Naungan meningkatkan produktivitas tanaman saat umur panen 10 MST, yaitu berturutturut adalah kg/ha dan kg/ha. 10. Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.) Berdasarkan data pada Tabel 38 dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan terhadap variabel pertumbuhan tanaman terubuk (tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, dan panjang ruas batang). Naungan menurunkan variabel lebar daun terubuk saat umur 4 MST. Hingga penelitian ini berakhir tanaman terubuk belum memasuki masa panen karena umur panen terubuk yang tergolong panjang yaitu sekitar 25 MST (minggu setelah tanam) hingga 40 MST (Kurniatusolihat, 2009) sehingga data agronomis terubuk (bobot basah, persentase edible part dan produktivitas tanaman) tidak dapat dihitung.

82 68 Tabel 34. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Pohpohan Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 9.17±2.15b 10.66±1.99b 11.7±1.80b 11.51± ±3.21 Naungan 15.66±1.54a 15.98±1.60a ±1.26a ± ±2.63 Uji F ** * * tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.25± ±0.07b 0.25±0.07b 0.25± ±0.08b Naungan 0.37± ±0.02a 0.41±0.03a 0.46± ±0.05a Uji F tn * * tn * KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 3.89±1.31b 3.81±1.28b 3.74±1.18b 3.08±1.09b 2.80±0.93b Naungan 6.84±0.91a 7.35±1.11a 8.08±1.06a 8.57±1.49a 8.47±2.27a Uji F ** * * * * KK v Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 2.59±0.69b 2.62±0.72b 2.59±0.69b 2.15±0.75b 1.95±0.63b Naungan 4.21±0.46a 4.59±0.65a 5.23±0.69a 5.63±0.92a 5.54±1.39a Uji F * * * * * KK v Jumlah Cabang Tanpa Naungan 3.2± ± ± ± ±1.26 Naungan 3.1± ± ± ± ±0.91 Uji F tn tn tn tn tn KK v Panjang Tangkai Daun (cm) Tanpa Naungan 1.01±0.26b 1.06±0.28b 1.01±0.22b 0.93±0.35b 0.78±0.26b Naungan 1.80±0.14a 2.03±0.23a 2.43±0.25a 2.72±0.43a 2.75±0.74a Uji F ** ** ** * * KK v

83 69 Tabel 34. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Pohpohan (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 3.38± ± ±1.60b 10.65± ±6.08 Naungan 4.54± ± ±1.29a 15.49± ±2.34 Uji F tn tn * tn tn KK v Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.20± ± ±0.05b 0.34±0.05b 0.32±0.11 Naungan 0.40± ± ±0.09a 0.52±0.12a 0.49±0.09 Uji F tn tn * * tn KK 7.61 v Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 2.33±0.52b 1.45± ± ±0.13b 0.79±0.68 Naungan 8.49±2.70a 1.89± ± ±0.15a 1.44±0.57 Uji F * tn tn * tn KK v v v v Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.58±0.35b 1.09± ± ±0.15b 0.59±0.57 Naungan 5.51±1.63a 1.48± ± ±0.34a 1.25±0.32 Uji F * tn tn * tn KK v v v v Jumlah Cabang Tanpa Naungan 3.25± ± ±1.28b 5.88± ±1.78 Naungan 4.55± ± ±1.60a 10.94± ±2.16 Uji F tn tn * tn tn KK v v Panjang Tangkai Daun (cm) Tanpa Naungan 0.59±0.13b 0.41± ± ±0.05b 0.22±0.23 Naungan 2.86±1.03a 1.06± ± ±0.20a 0.37±0.12 Uji F * tn tn * tn KK v v v 7.07 v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

84 70 Tabel 35. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Pohpohan Peubah Perlakuan Per Tanaman Total 6 MST 8 MST 10 MST (1+2+3) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 13.60±1.64b 2.375±1.07b 12.73± b Naungan 61.07±24.60a 4.225b±0.26a 53.87±13.64a a Uji F * * * * KK (%) v v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 1.13± ± ±0.46b 4.40 Naungan 7.47± ± ±1.24a Uji F tn tn tn tn KK (%) v 5.52 v v Kadar Air (%) Tanpa Naungan 10.54± ± ± Naungan 6.82± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) v v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

85 71 Tabel 36. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Pohpohan Peubah Perlakuan Per Petak Total 6 MST 8 MST 10 MST (4+5+6) Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 30.07± ±2.39b 15.60±2.04b Naungan ± ±1.32a 55.40±12.38a Uji F tn * * tn KK (%) w v Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 3.47± ± ± Naungan 26.13± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) w v x u Kadar Air (%) Tanpa Naungan 9.34± ± ± Naungan 5.91± ± ± Uji F tn tn tn tn KK (%) w Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

86 72 Tabel 37. Pengaruh Naungan Terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Pohpohan Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total Edible Part (%) Tanpa Naungan 67.65± ± ± Naungan 93.63± ± ± Uji F tn tn tn tn KK v v Produktivitas (kg/ha) Tanpa Naungan 40.10± ±3.18b 20.80±2.72b Naungan ± ±1.76a 73.87±16.50a Uji F tn * * tn KK w v Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

87 73 Tabel 38. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Terubuk Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 33.93± ± ± ± ±19.57 Naungan 38.72± ± ± ± ±6.12 Uji F tn tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.36± ± ± ± ±0.11 Naungan 0.32± ± ± ± ±0.03 Uji F tn tn tn tn tn KK Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 22.16± ± ± ± ±11.35 Naungan 24.45± ± ± ± ±4.96 Uji F tn tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 0.85± ± ±0.07a 1.07± ±0.25 Naungan 0.78± ± ±0.02b 0.78± ±0.09 Uji F tn tn * tn tn KK Panjang Ruas Batang (cm) Tanpa Naungan ±2.16 Naungan ±0.92 Uji F tn KK

88 74 Tabel 38. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Terubuk (lanjutan...) Umur Tanaman (MST) Peubah Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 49.91± ± ± ± ±23.57 Naungan 54.90± ± ± ± ±6.64 Uji F tn tn tn tn tn KK Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.55± ± ± ± ±0.25 Naungan 0.43± ± ± ± ±0.06 Uji F tn tn tn tn tn KK v v Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 37.13± ± ± ± ±18.32 Naungan 39.49± ± ± ± ±6.08 Uji F tn tn tn tn tn KK Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.19± ± ± ± ±0.38 Naungan 0.92± ± ± ± ±017 Uji F tn tn tn tn tn KK v Panjang Ruas Batang (cm) Tanpa Naungan 9.15± ± ± ± ±3.62 Naungan 9.99± ± ± ± ±1.09 Uji F tn tn tn tn tn KK Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5) Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

89 75 Pembahasan Secara umum, beberapa tanaman sayuran indigenous menunjukkan pertumbuhan (tinggi, diameter, panjang daun, lebar daun, panjang cabang dan panjang tangkai daun), persentase edible part dan produksi tanaman yang lebih baik dan tinggi di bawah naungan tegakan pohon (lahan ternaungi) jika dibandingkan dengan tanaman sayuran di lahan terbuka (tanpa naungan). Tanaman sayuran indigenous tersebut adalah kedondong cina (Nothopanax fruticosum), daun ginseng (Talinum triangulare), katuk (Sauropus androgynus), sambung nyawa (Gynura procumbens), kenikir (Cosmos caudatus), kemangi (Ocimum americanum) dan pohpohan (Pilea trinervia). Pengaruh naungan terhadap persentase edible part dan produktivitas total beberapa tanaman sayuran indigenous disajikan pada Tabel 39. Tabel 39. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran Indigenous Tanaman Persentase Edible Part (%) Produktivitas (kg/ha) Naungan Tanpa Naungan Naungan Tanpa Naungan Mangkokan Beluntas Kedondong Cina Daun Ginseng Katuk Sambung Nyawa Kenikir Kemangi Pohpohan Pada tabel di atas terlihat bahwa tanaman kedondong cina, kenikir, kemangi dan pohpohan memiliki persentase edible part total di lahan naungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan tanpa naungan, berturut-turut adalah %, 85.64%, % dan %. Hal tersebut disebabkan persentase edible part berhubungan langsung dengan bobot basah per tanaman dan bobot brangkasan. Apabila bobot basah per tanaman tinggi maka persentase edible part juga akan tinggi. Tanaman daun ginseng memiliki persentase edible part total di lahan naungan yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan tanpa naungan yaitu

90 76 berturut-turut adalah 76.60% dan 81.27%. Hal tersebut dikarenakan persentase edible part saat umur panen 6 MST di lahan naungan lebih rendah dibandingkan lahan terbuka yaitu sekitar 18.21%, sedangkan di lahan terbuka sekitar 25.31%. Hal tersebut juga akan mempengaruhi persentase edible part total tanaman daun ginseng karena pada saat umur panen 8 dan 10 MST, persentase edible part di lahan naungan lebih tinggi dibandingkan saat 6 MST. Tanaman daun ginseng dan pohpohan memiliki produktivitas total di lahan naungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan tanpa naungan, berturutturut adalah kg/ha dan kg/ha. Hal tersebut dikarenakan produktivitas tanaman berhubungan langsung dengan bobot basah tanaman per bedeng. Apabila bobot basah tanaman per bedeng tinggi maka produktivitasnya juga akan tinggi. Pada pertumbuhan tanaman, peubah tinggi dan panjang cabang tanaman daun ginseng; peubah diameter batang dan panjang tangkai daun tanaman sambung nyawa; serta peubah tinggi tanaman, diameter batang, dan panjang tangkai daun tanaman pohpohan pada lahan ternaungi lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan. Saat tanaman berumur 2 MST, tinggi tanaman daun ginseng di lahan ternaungi dan terbuka berturut-turut adalah cm dan cm, sedangkan panjang cabang berturut-turut adalah cm dan 6.78 cm. Pada saat tanaman berumur 7 MST, diameter batang tanaman sambung nyawa di lahan ternaungi dan terbuka berturut-turut adalah 0.74 cm dan 0.62 cm, sedangkan panjang tangkai daun berturut-turut adalah 2.62 cm dan 2.05 cm. Pada saat tanaman berumur 2 MST, tinggi tanaman pohpohan di lahan ternaungi dan terbuka berturut-turut adalah cm dan cm, diameter batang tanaman berturut-turut adalah 0.39 cm dan 0.25 cm, sedangkan panjang tangkai daun berturut-turut adalah 2.03 cm dan 1.06 cm. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan tanaman yang ternaungi dan memperoleh intensitas cahaya yang rendah akan mengalami etiolasi (pemanjangan batang atau ruas tanaman). Menurut Gardner et al., (1991), pemanjangan batang (etiolasi) terjadi karena perusakan auksin oleh cahaya yang lebih sedikit pada tegakan yang ternaung dan auksin yang terdapat pada tanaman berfungsi untuk merangsang perpanjangan sel, menunda absisi daun dan buah, dan merangsang terjadinya partenokarpi (buah tanpa biji) pada buah.

91 77 Tanaman daun ginseng, katuk, sambung nyawa dan pohpohan pada lahan ternaungi memiliki ukuran daun yang lebih panjang, lebar dan tipis daripada di lahan tanpa naungan. Saat tanaman berumur 8 MST, panjang daun ginseng pada lahan ternaungi sekitar cm, sedangkan pada lahan terbuka sekitar 7.04 cm. Menurut Hale dan Orcutt (1987), permukaan daun yang ternaungi akan menjadi lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan daun matahari. Heddy (1989) menyatakan bahwa tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan memiliki struktur daun yang lebih besar, tipis, dan daunnya keputih-putihan tanpa klorofil yang cukup. Hasil bobot basah per tanaman mangkokan, beluntas, kedondong cina, kenikir, dan kemangi pada lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada di lahan ternaungi. Hal ini dikarenakan cahaya yang diterima oleh tanaman tinggi sehingga laju fotosintesis menjadi cepat yang pada akhirnya menyebabkan fotosintat yang dihasilkan meningkat. Fotosintat yang tinggi menyebabkan bobot tanaman, baik bobot basah maupun kering tanaman juga meningkat. Hasil bobot basah per tanaman daun ginseng dan sambung nyawa, bobot basah per petak tanaman katuk, dan bobot basah total per tanaman pohpohan pada lahan ternaungi lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan. Hal tersebut dikarenakan bobot basah di lahan ternaungi lebih banyak mengandung klorofil (terutama klorofil b) per satuan berat daun. Klorofil yang lebih banyak ini berkaitan dengan lebih banyak grana yang terbentuk pada daun ternaung dibandingkan pada daun matahari (Lakitan, 2008). Tanaman terubuk pada penelitian ini belum memasuki masa panen karena umur panen terubuk yang tergolong panjang yaitu sekitar MST (minggu setelah tanam) sehingga data agronomis terubuk (bobot basah, persentase edible part dan produktivitas tanaman) tidak dapat dihitung. Sebenarnya, untuk mengetahui produktivitas tanaman terubuk dapat juga diperkirakan dari pengukuran biomassa tanaman. Hal tersebut dikarenakan tanaman terubuk yang tergolong ke dalam famili Gramineae adalah salah satu tanaman C4. Tanaman C4 adalah tanaman yang mampu memfiksasi CO 2 untuk membentuk senyawa dengan 4 atom C, yakni asam malat dan asam aspartat, bukan senyawa PGA (asam 3- fosfogliserat). Tanaman C4 ini dapat melakukan fotosíntesis dengan lebih efisien

92 78 pada intensitas cahaya tinggi dan menghasilkan lebih banyak biomassa dibanding tanaman C3 (Lakitan, 2004). Tanaman C3 adalah tanaman yang mampu memfiksasi CO 2 untuk membentuk asam 3-fosfogliserat (PGA). Selain tanaman C3 dan C4, terdapat beberapa spesies tanaman yang mempunyai sifat yang berbeda dengan kebanyakan tumbuhan lainnya, yakni membuka stomata pada malam hari dan menutup stomata pada siang hari. Fiksasi CO 2 dilakukan pada malam hari karena stomata menutup pada siang hari sehingga akan dapat mengurangi laju transpirasi dan lebih mampu untuk beradaptasi pada daerah kering. Tanaman yang memiliki metabolisme CO 2 tersebut termasuk dalam famili Crassulaceae, maka metabolisme CO 2 ini disebut sebagai Metabolism Acid Crassulacean (CAM).

93 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengaruh naungan meningkatkan variabel pertumbuhan tanaman daun ginseng (tinggi, panjang daun, lebar daun, dan panjang cabang), sambung nyawa (diameter, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun), katuk (panjang dan lebar daun), jumlah daun kenikir, diameter tanaman kemangi dan pohpohan (tinggi tanaman, diameter batang, panjang dan lebar daun, jumlah cabang, dan panjang cabang). Pengaruh naungan meningkatkan persentase edible part tanaman (kedondong cina, kenikir, kemangi dan pohpohan), meningkatkan bobot basah dan kering total per tanaman daun ginseng, bobot basah total per tanaman sambung nyawa dan pohpohan. Produktivitas tanaman daun ginseng dan pohpohan di lahan ternaungi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan terbuka. Produktivitas tanaman daun ginseng di lahan ternaungi dan terbuka berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha, sedangkan produktivitas tanaman pohpohan berturut-turut adalah kg/ha dan kg/ha. Tanaman kedondong cina, daun ginseng, katuk, sambung nyawa, kenikir, kemangi dan pohpohan berpotensi untuk dikembangkan pada lahan dengan kondisi intensitas cahaya rendah (lahan ternaungi) dengan kisaran intensitas cahaya Watt/m 2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh taraf naungan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman sayuran indigenous sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Selain itu, juga perlu digunakan jenis tanaman sayuran indigenous yang memiliki karakter yang diinginkan oleh masyarakat, seperti toleran naungan, respon terhadap pemupukan, tahan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT), dan memiliki rasa (taste) yang berbeda dari sayuran lain (unik).

94 DAFTAR PUSTAKA Adi, L.T Tanaman Obat dan Jus Untuk Asam Urat dan Rematik. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 172 hal. Archita, A Pengaruh Intensitas Cahaya Rendah Terhadap Keragaan Sifat Agronomis Tanaman Temu-temuan (Curcuma spp.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. AVRDC Collection and conservation of indigenous germplasm to enhance biodiversity and maintain livelihoods in ASEAN. [22 Maret 2008]. Bermawie, N Sayuran indigenous sebagai sumber nutrisi dan obat-obatan keluarga. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Dalimartha, S Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Puspa Swara. Jakarta. 66 hal. Djukri dan B.S Purwoko Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Ilmu Pertanian 10 (2): Erlangga, N Analisis Keragaman Aksesi Tanaman Kunyit (Curcuma domestica VAL.) Pada Kondisi Naungan dan Tanpa Naungan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gardner, F.P., R. B. Pearce, and R. L. Mitchell Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Hale, M. G. and D. M. Orcutt The Physiology of Plant Under Stress. John Wiley & Sons, Inc. Canada. 206 p. Handayani, D Identifikasi Karakter Hortikultura Beberapa Sayuran Indigenous. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harjadi, S.S Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 506 hal. Harris, A dan L.A Napitupulu Pengaruh naungan tegakan tanaman karet tua dan naungan buatan terhadap pertumbuhan varietas kakao di pembibitan. Berita Pen. Perkeb 1 (2): Heddy, S Hormon Tumbuhan. Cetakan 2. CV Rajawali. Jakarta. 98 hal.

95 81 Hermanto, D Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Sayuran Indigenous. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jansen, P.C.M Saccharum edule Hasskarl, p In J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA: Vegetables. Bogor. Kurniatusolihat, N Pengaruh Bahan Stek dan Pemupukan Terhadap Produksi Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kurniawati, A, L.K Darusman dan R.Y. Rachmawaty Pertumbuhan, produksi dan kandungan triterpenoid dua jenis pegagan ( Centella asiatica L. (Urban)) sebagai bahan obat pada berbagai tingkat naungan. Bul. Agron 33 (3): Kusmana dan Suryadi Mengenal Sayuran Indijenes. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 28 hal. Lakitan, B Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Edisi 1. Cet. 5. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 206 hal. Lakitan, B Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Edisi 1. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 206 hal. Lestari, M.A Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa Sayuran Indigenous. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. LIPI Tanaman Pekarangan. Lembaga Biologi Nasional. Bogor. 97 hal. Mahesworo Tanaman Pagar yang Bermanfaat. Jakarta: Penebar Swadaya. 25 hal. Mahyar, U.W Pilea Lindley, p In J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA: Vegetables. Bogor. Manoi, F dan N.N. Kristina Budidaya, kandungan kimia dan pengolahan sambang nyawa. Warta Puslitbangbun 13 (3). Manurung, G.E.S., J.M. Roshetko, S. Budidarsono and I. Kurniawan Dudukuhan Tree Farming Systems in West Java: How to Mobilize Self- Strengthening of Community-Based Forest Management? In: [A.D. Susila, B.S. Purwoko, M.R. Reyes and M.C. Palada. Research Report SANREM- CRSP: Agroforestry and Sustainable Vegetable Production in Southeast Asian Watersheds. Indonesian TMPEGS Book. Bogor].

96 82 Muhlisah, F Taman Obat Keluarga. Jakarta: Penebar Swadaya. 94 hal. Mursito, B Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Penebar Swadaya. Jakarta. 94 hal. Mursito, B dan H. Prihmantoro Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal. Nasaruddin, Kakao, budidaya dan beberapa aspek fisiologisnya. Jurnal Agrisistem 2 (1): Rahardjo, M Krokot (Portulaca oleraceae) gulma berkhasiat obat mengandung omega 3. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13 (1): 1-4. Rifai, M.A Talinum triangulare (Jacq.) Willd., p In J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA: Vegetables. Bogor. Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi Sayuran Dunia 3: Prinsip, Produksi, dan Gizi. Edisi Kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 320 hal. Salisbury, FB dan C.W Ross Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Institut Teknologi Bandung. Sopandie, D., M.A. Chozin, S. Sastrosumarjo, T. Juhaeti dan Sahardi Toleransi padi gogo terhadap naungan. Hayati 10 (2): Sukarjo, E.I Toleransi beberapa jenis Curcuma spp. terhadap intensitas naungan. JIPI. 6 (2): Sunarto, A.T Ocimum americanum L., p In J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA: Vegetables. Bogor. Sutomo, B Manfaat daun kolesom Jawa (daun ginseng). [22 Juni 2008]. Van den Bergh, M.H Sauropus androgynus (L.) Merrill, p In J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA: Vegetables. Bogor. Wijaya, K., S. Budidarsono, and J.M. Roshetko Socioeconomic Baseline Studies: Agro-forestry and Sustainable Vegetables Production in Southeast Asian Watershed. In: [A.D. Susila, B.S. Purwoko, M.R. Reyes and M.C. Palada. Research Report SANREM-CRSP: Agroforestry and Sustainable Vegetable Production in Southeast Asian Watersheds. Indonesian TMPEGS Book. Bogor].

97 LAMPIRAN

98 84 Gambar 1. Lahan Terbuka Gambar 2. Lahan Ternaungi Gambar 3. Pesemaian Kenikir Gambar 4. Pesemaian Kemangi Gambar 5. Pesemaian Pohpohan Gambar 6. Pesemaian Katuk Gambar 7. Pesemaian S. Nyawa Gambar 8. Pesemaian Daun Ginseng

99 85 Tanpa Naungan Naungan Gambar 9. Tanaman Beluntas di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi Tanpa Naungan Naungan Gambar 10. Tanaman Daun Ginseng di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi Tanpa Naungan Naungan Gambar 11. Tanaman Katuk di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi Tanpa Naungan Naungan Gambar 12. Tanaman Sambung Nyawa di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sayuran Indigenous

TINJAUAN PUSTAKA Sayuran Indigenous 3 TINJAUAN PUSTAKA Sayuran Indigenous Sayuran adalah tanaman yang ditumbuhkan untuk mendapatkan bagian tanaman yang biasa dikonsumsi mentah atau dimasak sebagai bagian dari makanan (Somantri, 2006). Sayuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L. PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.) Husnul Jannah Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram E-mail: nung_okas@gmail.com

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

INTERAKSI INTENSITAS NAUNGAN DAN DOSIS PEMUPUKAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) AMELIA RAHMAWATI

INTERAKSI INTENSITAS NAUNGAN DAN DOSIS PEMUPUKAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) AMELIA RAHMAWATI INTERAKSI INTENSITAS NAUNGAN DAN DOSIS PEMUPUKAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) AMELIA RAHMAWATI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan organisme yang terkandung dalam alam Plantae. Biasanya, organisme yang menjalankan proses fotosintesis diklasifikasikan sebagai tumbuhan. Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A24050822 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor, pada bulan Januari sampai April 2008. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 220 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

umbinya tipis berwarna kuning pucat dengan bagian dalamnya berwarna putih

umbinya tipis berwarna kuning pucat dengan bagian dalamnya berwarna putih TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), klasifikasi tanaman bengkuang adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara agaris yang memiliki iklim tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Hampir

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK ORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KENIKIR (Cosmos caudatus) DAN KATUK (Sauropus androgynus) PRIMA RAHANITA A

PENGARUH PUPUK ORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KENIKIR (Cosmos caudatus) DAN KATUK (Sauropus androgynus) PRIMA RAHANITA A PENGARUH PUPUK ORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KENIKIR (Cosmos caudatus) DAN KATUK (Sauropus androgynus) PRIMA RAHANITA A34304054 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Sudah lama buah pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang merah termasuk dalam faimili Liliaceae yang termasuk tanaman herba, tanaman semusim yang tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu yang merupakan kumpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH Budidaya bawang merah umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam (benih). Pemanfaatan umbi sebagai benih memiliki beberapa kelemahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di MJ Flora, desa JambuLuwuk, Bogor dengan curah hujan 3000 mm/tahun. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat kurang lebih 700 meter di atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

III. MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci