VI. PERMASALAHAN KONSERVASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. PERMASALAHAN KONSERVASI"

Transkripsi

1 VI. PERMASALAHAN KONSERVASI Akar permasalahan konservasi ditinjau dari sikap masyarakat yang menjadi fokus dari penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (a) sikap dan aksi konservasi oleh masyarakat maupun pengelola; (b) ketidak-berlanjutan pengetahuan lokal; dan (c) masalah kebijakan pengelolaan. Hal ini dijelaskan secara rinci sebagai berikut : A. Sikap dan Aksi Konservasi Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap masyarakat pendarung dan sikap pengelola yang berkaitan erat dengan 22 pernyataan stimulus kedawung, ternyata hanya sebanyak 10 pernyataan stimulus atau 45 % saja yang berkaitan stimulus kedawung yang menjadi sikap masyarakat dan sikap pengelola hanya berupa stimulus manfaat ekonomi dan stimulus alamiah tentang fungsi ekologis. Stimulus alamiah tentang informasi kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi ternyata tidak menjadi stimulus sikap masyarakat pendarung maupun pengelola untuk aksi konservasi kedawung. Masyarakat pendarung dan pengelola tidak memahami atau tidak menangkap sinyal yang memberi informasi tentang kelangkaan. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi populasi dan regenerasi pohon kedawung di hutan alam yang tidak memiliki anakan dan individu remaja. Stimulus religius yang ditunjukkan atau direfleksikan dengan sikap kerelaan berkorban masyarakat pendarung maupun pengelola untuk aksi konservasi kedawung tidak nampak terefleksi secara nyata di lapangan. Berdasarkan pernyataan stimulus kedawung yang telah dirumuskan melalui penelitian tahap 1 sampai 7, seperti yang dimuat pada Bab II tentang metoda, maka ringkasan hasil uji stimulus kedawung terhadap sikap masyarakat, sikap pengelola dan aksi konservasi kedawung secara keseluruhan, seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Sedangkan data hasil pengujian sikap secara terinci dimuat pada Lampiran 1 dan 2. Pada tabel ini menunjukkan bahwa aksi konservasi tidak terwujud di lapangan. Hal ini sangat berhubungan dengan sikap masyarakat pendarung maupun sikap pengelola. Stimulus alamiah tentang informasi kelangkaan kedawung dan stimulus religius tentang kerelaan berkorban, tidak menjadi sikap,

2 baik bagi masyarakat pendarung maupun bagi pengelola. Artinya sinyal kedawung yang sebagian besar yang berkaitan dengan informasi kelangkaan, tidak menjadi informasi bagi masyarakat maupun pengelola, sehingga tidak menjadi stimulus bagi sikap masyarakat maupun pengelola untuk aksi konservasi. Tabel 15. Keterkaitan stimulus kedawung dengan sikap masyarakat sikap pengelola terhadap aksi konservasi No Pernyataan stimulus 1. Stimulus Alamiah, Informasi kelangkaan (4 pernyataan) Informasi fungsi ekologis (5 pernyataan) 2. Stimulus Manfaat Informasi nilai ekonomi (4 pernyataan) Informasi nilai obat (4 pernyataan) 3. Stimulus Religius Direfleksikan kerelaan berkorban (7 pernyataan) S i k a p Masyarakat *) Pengelola *) (-) 3 (-) 4 (+) (+) 5 (+) 3 (-) (-) 2(-) (-) 2 (-) 3 (-) (-) 4 (+) 3 (-) Aksi Konservasi (9 pernyataan) 3 (-) 2 (-) Keterangan *) : nilai rata-rata skor > 3,9 stimulus berkait erat dengan sikap dan aksi, ditandai dengan (+) nilai rata-rata skor <3,8 stimulus tidak berkait dengan sikap dan aksi, ditandai dengan (-) Stimulus dari suatu unit atau suatu spesies keanekaragaman hayati adalah spesifik dan unik ditujukan kepada subjek yang spesifik pula. Stimulus kedawung unik dan ditujukan kepada subjek yang unik pula, yaitu kepada masyarakat pendarung yang sudah bertungkus lumut dengan kedawung. Fakta selama ini banyak mengungkapkan, bahwa sinyal manfaat suatu sumberdaya hayati adalah yang paling cepat ditangkap oleh masyarakat menjadi stimulus, karena sudah berkembangnya informasi tentang manfaat. Namun apabila sinyal lainnya (stimulus alamiah dan religius) tidak dipahami dan tidak menjadi stimulus sikap untuk aksi konservasi bagi kelompok masyarakat, maka yang akan terjadi adalah discontinuity, inconsistency, disparity dan distorsion dari sumberdaya alam hayati. Kelompok masyarakat inilah yang disebut dengan kelompok free rider atau kelompok pecundang sebagai pelaku terdepan yang menimbulkan masalah konservasi di lapangan. Masyarakat pendarung di TNMB merupakan masyarakat kecil yang menjadi salah satu stakeholder inti yang dulunya berperan sebagai subjek-kunci dalam kegiatan konservasi kedawung. Namun peran ini terkikis karena tidak terjadi pembinaan dan perlindungan tentang hak dan kewajiban mereka serta (-) 1(-) 74

3 terjadinya intervensi luar. Hal ini dapat dibuktikan antara lain dari fakta pola penyebaran spasial pohon kedawung, dimana kelimpahan populasi kedawung jauh lebih tinggi di kawasan bagian barat yang berdekatan dengan perkampungan masyarakat pendarung, dibanding dengan kelimpahan kedawung yang jauh lebih rendah di kawasan bagian timur yang berjauhan dengan perkampungan penduduk. Sikap dan aksi konservasi dapat terwujud apabila ketiga kelompok stimulus alamiah, manfaat dan religius tersebut telah menjadi satu dan mengkristal menjadi pendorong sikap setiap individu masyarakat dan pengelola. Ketiga kelompok stimulus pendorong sikap untuk aksi konservasi ini disingkat dan disebut Tri-stimulus amar konservasi (amar singkatan dari alamiah, manfaat dan religius). Selanjutnya rincian analisis tentang sikap dan aksi untuk konservasi dikemukan sebagai berikut. 1. Ketidak-terkaitan stimulus dengan sikap masyarakat Berdasarkan hasil penelitian dapat dipastikan terjadi ketidak-terkaitan stimulus kedawung terhadap sikap masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stimulus kedawung yang sangat direspon masyarakat hanya stimulus manfaat ekonomi. Berikut ini dikemukakan hasil dan analisis penelitiannya. a. Stimulus manfaat Manfaat ekonomi. Berdasarkan paket pernyataan stimulus kedawung tentang manfaat ekonomi kedawung yang terdiri dari 4 pernyataan, menunjukkan sikap masyarakat memberi respon sangat suka terhadap pernyataan stimulus kedawung yang berhubungan dengan manfaat ekonomi. Sinyal kedawung tentang informasi nilai ekonomi ditangkap positif menjadi stimulus oleh masyarakat dan telah menjadi stimulus kuat (evoking stimulus) selama ini, seperti pernyataan stimulus : Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam. Ungkapan kegembiraan seperti inilah yang keluar dari Mbah Setomi, seorang pendarung buah kedawung yang sudah sepuh dari kampung Timur Sawah yang telah mulai memanen buah kedawung di hutan Meru Betiri sejak penjajah Jepang masuk ke kampung mereka Curahnongko tahun

4 Pernyataan stimulus : Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya. Pernyataan ini sangat direspon positif oleh masyarakat. Buah pohon kedawung sudah masak/tua yaitu mulai awal bulan September sampai akhir Oktober sehingga menjadi stimulus kepada masyarakat masuk hutan untuk memanen kedawung. Kegiatan masyarakat masuk hutan untuk memanen buah kedawung ini sudah berlangsung sejak lama, jauh sebelum kawasan hutan Meru Betiri ini dikukuhkan oleh pemerintah menjadi taman nasional pada tahun 80 an. Pada bulan Agustus sampai September merupakan bulan yang menyenangkan bagi masyarakat pendarung kedawung, karena merupakan musim untuk memanen buah kedawung. Biasanya pada masa itu mereka menginap di hutan selama 3-5 hari. Berikut ini dikemukakan hasil pengolahan data seperti dapat dilihat pada Gambar 15. Sikap Masyarakat (Semua stimulus terkait dengan sikap masyarakat) Stimulus kedawung tentang manfaat ekonomi Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung tentang nilai manfaat ekonomi Skor rata2 Sikap *) 1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu 4,8 + Rata-rata 4,9 + *) + = sangat suka atau suka (rata-rata skor > 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka (rata-rata skor < 3,8) Gambar 15. Keterkaitan sikap masyarakat terhadap stimulus nilai manfaat ekonomi kedawung Sejak kawasan hutan ini menjadi taman nasional, maka kegiatan masyarakat masuk hutan dan mengambil hasil hutan dianggap suatu pelanggaran. Kegiatan pengambilan kedawung ini umumnya mereka lakukan dengan kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang, yaitu satu orang sebagai pemanjat dan pemungut buah di atas pohon, sedangkan yang lain mengumpulkan buah yang sudah jatuh di bawah pohon. Teknik pengambilan buah kedawung biasanya dilakukan dengan cara dipanjat, dimana tangga yang digunakan adalah dengan cara membuat patek di pohon tersebut. Hal ini terlihat dengan adanya kayu-kayu kecil yang ditancapkan 76

5 pada pohon tersebut dengan ukuran yang disesuaikan dengan tapak kaki dan langkah kaki si pemanjat. Tidak semua orang bisa memanjat pohon kedawung, karena memerlukan keberanian dan keterampilan tinggi dengan menggunakan n pantek seperti dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini : (a) (b) (c) Gambar 16. Alat dan bahan patek (a), seorang pendarung sedang memanjat tanpa tali pengaman ( b), dan bekas patek yang tertancap di pohon kedawung (c). Pengambilan buah kedawung dilakukan satu tahun sekali, yaitu pada bulan Agustus atau September. Adapun langkah kerja yang dilakukan dalam pengambilann kedawung adalah sebagai berikut - Pembuatan patok untuk injakann dari batang jambe yang sudah tua, jika tidak ada jambe patok dibuat dari bambu - Patok yang akan dibuat diambil dari bagian paling bawah dan dipotong dengan panjang cm - - Setiap potongan dibagi empat bagian Bagian yang dipotong empat dibentuk sedemikian rupa sehingga mudah untuk ditancapkan ke pohon kedawung (diruncingkan) - - Panjang patok yang sudah jadi/siap dipatokan panjangnya lebih kurang 15 cm Patok tersebut dibenamkan/dipatokkan ke pohon kedawung sedalam 1/3 bagian dari panjang patok - - Patok ditancapkan dengan jarak cm Setelah semua patok tertancap di batang pohon kedawung, maka pohon bisa dipanjat sampai kecabang utama dan buah kedawung bisa diambil. Untuk buah kedawung yang letaknyaa di ujung ranting, pengambilan dilakukan dengan galah yang diujungnya diikatkan pisau/clurit. Namun ada juga cabang yang potong. Dalam masyarakat ada kesepakatan tidak tertulis, yaitu apabilaa pada saat musim kedawung berbuah di hutan dan pada pohon tersebutt sudah dipasang pasak 77

6 yang baru, maka orang lain tidak boleh memanen buah kedawung pada pohon tersebut pada musim itu. Ini merupakan konsensus masyarakat yang penting untuk menghindari konflik sesama masyarakat pendarung kedawung. Sedangkan terhadap pernyataan Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat, semua masyarakat menyatakan sikapnya sangat suka. Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomi masyarakat memandang pohon kedawung itu merupakan salah satu sumber pendapatan mereka sejak lama dan dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi kehidupan keluarga terutama di masa paceklik. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat ikatan hidup yang erat antara mereka dengan pohon kedawung, tetapi ikatan nilai ekonomi ini belum menjadikan pendorong bagi masyarakat untuk berbuat konservasi kedawung di hutan alam. Secara sadar ataupun tidak disadari masyarakat pendarung TNMB telah ikut dan berperan di dunia global melalui kedawung. Berdasar hasil wawancara dengan masyarakat diketahui semua biji kedawung setiap tahun habis terjual kepada tengkulak. Hal ini sesuai dengan penelitian Purwandari (2001), bahwa semua hasil biji kedawung habis terserap oleh industri jamu di Jawa dan kebutuhan industri masih belum bisa terpenuhi, suplai biji kedawung langsung diserap industri jamu meningkat setiap tahunnya dan rata-rata per tahun mencapai 88 ton. Biji kedawung digunakan oleh sepuluh industri jamu di Jawa, lima diantaranya termasuk industri jamu besar yang sudah mengekspor produknya ke mancanegara. Sekitar 51 macam produk obat tradisional atau jamu berbahan baku biji kedawung. Masa kini dan mendatang perlu dijalin kerjasama yang saling menguntung antara masyarakat, pengelola dan industri jamu untuk konservasi kedawung. Pemerintah seharusnya berperan sebagai fasilitator dan regulator secara proaktif bagi kepentingan ketiga belah pihak dengan prinsip keadilan yang berkelanjutan, misalnya pajak yang dipungut oleh pemerintah dari industri jamu hendaknya disalurkan untuk kepentingan penelitian, peningkatan kapasitas masyarakat untuk konservasi dan peningkatan nilai tambah bagi masyarakat. Manfaat obat. Berdasarkan paket pernyataan stimulus kedawung tentang manfaat obat yang terdiri dari 4 pernyataan, hanya satu pernyataan, yaitu: Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung yang menjadi sikap 78

7 masyarakat, tetapi hanya sebatas mengetahui dan menyukai biji kedawung bermanfaat untuk obat sakit perut. Masyarakat sekarang ini sehari-hari tidak lagi memanfaatkan biji kedawung untuk mengobati sakit perut. Mereka sudah banyak beralih menggunakan obat-obat pabrik farmasi yang dijual bebas di warungwarung, karena praktis dan terpengaruh dengan siaran TV yang mulai masuk tahun Saat ini sudah terjadi perubahan budaya masyarakat tentang menjaga kesehatan keluarga. Hanya beberapa orang tua yang selalu menyimpan biji kedawung di rumahnya untuk dijadikan persediaan obat keluarga. Sedangkan masyarakat umumnya tidak lagi menyimpan biji kedawung. Masyarakat tidak mengetahui manfaat atau khasiat kedawung yang beranekaragam, selain untuk dapat mengobati sakit perut. Berbeda dengan masyarakat tradisional di Afrika yang banyak tahu tentang manfaat kedawung selain untuk obat sakit perut (Hall, Tomlison, Oni, Buchy dan Aebischer, 1997). Walaupun begitu ada beberapa orang yang sangat suka dengan pohon kedawung seperti yang diungkapkan oleh Suparno, seorang pendarung kedawung. Dia memberi julukan untuk pohon kedawung sebagai pohon kehidupan - pohon sumber waras. Pohon ini banyak sekali jasanya baik sebagai pelestarian hutan melalui peningkatan kesuburan tanah, mencegah longsor, erosi. Juga pohon ini memberikan manfaat kalau bijinya dikonsumsi secara teratur ia akan memelihara kesehatan perut. Berikut dikemukan rincian hasil dalam bentuk Gambar 17. Sikap Masyarakat Stimulus kedawung: nilai manfaat obat, yang belum terkait sikap masyarakat 5, 6 dan 8 Stimulus kedawung yg terkait sikap masyarakat : 7 Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung tentang nilai manfaat obat Skor rata2 Sikap*) 5 Biji kedawung dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung. 2,7-6 Biji kedawung selalu ada disimpan di rumah untuk obat. 2-7 Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung. 4,4 + 8 Pohon kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya. 3,2 - Rata-rata 3,1 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9); - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 17. Sikap masyarakat terhadap stimulus nilai manfaat obat kedawung 79

8 Begitu juga Mbah Setomi mengungkapkan perasaannya, bahwa kedawung merupakan pohon tumbuhan obat yang unggul. Sejak zaman Jepang kedawung paling banyak dipakai untuk mengobati penyakit dan kedawung sangat dikenal di masa itu untuk obat segala macam penyakit dan dicampur dengan temulawak. Makan biji kedawung dapat menghaluskan kulit, melancarkan pernapasan. Pohon kedawung adalah pohon yang membanggakan di hutan, karena manfaat dan fungsinya yang dirasakan Mbah Setomi berdasarkan pengalamannya. Berdasarkan analisis data terbukti bahwa sikap masyarakat terhadap nilai manfaat obat berbeda nyata pada kelas umur masyarakat pendarung. Begitu juga ada korelasi yang nyata antara kelas umur dengan sikap manfaat obat. Masyarakat kelas umur di atas 40 tahun ternyata lebih merespon stimulus nilai manfaat obat. Hasil analisis menunjukkan pula bahwa dalam masyarakat mulai terjadi ketidak-keberlanjutan pengetahuan tentang manfaat obat kedawung dari generasi tua ke generasi muda. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah terutama generasi muda lebih banyak dipengaruhi dengan informasi luar dan menganggap obat kedawung sudah kuno. Tokoh masyarakat Mbah Setomi mengatakan (1) banyak generasi muda sekarang tidak tahu, karena tidak pernah mengambil buah kedawung di hutan; (2) banyak anak muda sombong, membanggakan obat-obat modern; (3) menganggap obat dari kedawung tidak praktis dan merepotkan dan (4) obat yang dijual di warung atau toko sudah siap pakai dan manjur. TNMB memiliki banyak spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit perut dan gangguan pencernaan, yaitu dari 355 spesies tumbuhan obat telah diketahui sebanyak 135 spesies berkhasiat untuk mengobati penyakit perut atau gangguan pencernaan, salah satu di antaranya yang paling dikenal masyarakat adalah pohon kedawung. Pengetahuan tradisional masyarakat hutan di Afrika Barat tentang manfaat dan pengolahan kedawung jauh lebih banyak, berkembang dan maju dibanding masyarakat TNMB. Hal ini dapat dimengerti karena keanekaragaman tumbuhan di hutan alam di Afrika Barat jauh lebih sedikit dibanding ekosistem hutan hujan tropika Indonesia. Masyarakat Afrika tidak punya banyak pilihan terhadap spesies 80

9 yang bermanfaat, seperti masyarakat hutan TNMB. Maka proses trial and error pada masyarakat Afrika jauh lebih intensif terjadi dan dalam waktu panjang. b. Stimulus alamiah Kelangkaan. Sinyal alamiah tentang kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi kedawung secara menyeluruh tidak menjadi informasi bagi masyarakat, sehingga sinyal ini tidak menjadi stimulus bagi masyarakat untuk aksi konservasi. Masyarakat tidak menyukai kehidupan kedawung yang bersifat soliter, tidak bisa hidup berdekatan dengan sesama jenisnya. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan kedawung yang anakannya tidak bisa tumbuh menjadi besar di sekitar pohon induknya, bahwa masyarakat tidak suka dengan kondisi dan sifat kedawung ini. Begitu juga masyarakat tidak memahami sinyal tentang sulitnya menjumpai anakan pohon kedawung di hutan alam sebagai informasi dan pertanda ancaman kelangkaan, sehingga sinyal ini tidak menjadi stimulus bagi sikap untuk aksi konservasi. Masyarakat menyukai pohon kedawung dewasa yang jumlahnya jauh lebih banyak dibanding pohon yang muda atau anakannya. Artinya mereka tidak memahami sinyal ini sebagai informasi kelangkaan, mereka hanya fokus aspek ekonomi jangka pendek, yaitu kepada pohon kedawung dewasa yang bisa berbuah terkini. Sikap masyarakat terhadap stimulus ini untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 18 berikut ini. Sikap Masyarakat Stimulus kedawung: Kondisi populasi dan regenerasi yang belum terkait sikap masyarakat 14, 15 dan 17 Stimulus kedawung yg terkait sikap masyarakat : 16 Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung: kondisi populasi dan regenerasinya Skor rata2 Sikap*) 14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya. 2,7-15 Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam. 3,1-16 Anakan kedawung hanya tumbuh di tempat terbuka terkena sinar matahari. 4, Pohon dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan 1,4 - Rata-rata 3 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 18. Sikap masyarakat terhadap stimulus tentang kelangkaan kedawung 81

10 Berdasarkan analisis data ternyata bahwa masyarakat kelas umur diatas 40 tahun lebih memahami kondisi populasi kedawung yang sudah menuju langka. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tidak terjadi keberlanjutan pengetahuan tentang konservasi dari masyarakat lebih tua kepada masyarakat yang lebih muda. Berdasarkan hal di atas, maka penyuluhan dan pendampingan tentang konservasi kedawung perlu diprioritaskan pada kelompok masyarakat umur < 40 tahun. Fungsi ekologis. Berdasarkan 5 pernyataan stimulus kedawung, ada 4 pernyataan yang dipahami dan disukai masyarakat, seperti pernyataan stimulus nomor 9, 10, 11 dan 12, seperti dapat dilihat pada Gambar 19. Pernyataan stimulus 13 direspon negatif oleh masyarakat, yaitu pernyataan buah kedawung yang muda dimakan satwa lutung. Masyarakat umumnya tidak suka dan tidak rela buah kedawung muda dimakan satwa budeng, karena akan mengurangi hasil panenannya. Ini artinya, stimulus nilai ekologis yang berbenturan dengan stimulus nilai ekonomi, maka sikap masyarakat akan lebih berpihak kepada nilai ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa kedawung secara alami hidup berdampingan dengan berbagai spesies tumbuhan, yaitu sekitar 75 % diantaranya adalah termasuk spesies tumbuhan obat. Keanekaragaman tumbuhan obat tersebut berupa pohon, liana, perdu maupun tumbuhan bawah. Masyarakat memahami kedawung dapat memberi kehidupan kepada jenis tumbuhan lain. Sinyal dari karakteristik kedawung ini dapat dijadikan informasi bagi masyarakat, sehingga menjadi stimulus bagi sikap masyarakat untuk aksi konservasi. Sikap masyarakat yang terkait dengan stimulus : 9,10, 11 dan 12 Stimulus kedawung: Nilai fungsi ekologis, yang tidak terkait dengan sikap masyarakat : 13 Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung tentang nilai fungsi ekologis Skor rata2 Sikap*) 9 Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal 4, Kedawung adalah pohon tertinggi pengayom tumbuhan lainnya di hutan 4, Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu. 4, Kedawung menggugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setiap tahun. 4, Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng 1,8 - Rata-rata 4,0 + *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 19. Sikap masyarakat yang terkait stimulus fungsi ekologis kedawung 82

11 Contoh beberapa spesies tumbuhan obat tingkat pohon yang ada antara lain: bendo (Artocarpus elasticus Rein Ex Bl.), timo (Kleinhovia hospita L), gundang (Ficus variegata Bl.), waru (Hibiscus tiliaceus L.), winong (Tetrameles nudiflora R.Br.), glintungan (Bischofia javanica Bl.), suren (Toona sureni Bl.) dan lain-lain (Mirwan, 1995; Sihotang, 1996; Dewi, 1999; Rinekso, 2000; Winara, 2001; Iskandar, 2003). Masyarakat pendarung menyadari fungsi pohon kedawung dapat mencegah erosi dan longsor. Menurut mereka seperti yang diungkapkan oleh Mbah Setomi sebagai berikut: Pohon kedawung sangat jarang tumbuh di tempat datar di hutan dan umumnya pohonnya punya tamping (banir). Pohon kedawung berperan sebagai penjaga longsor serta tumbuh banyak dilereng-lereng bukit, karena dia perlu sinar matahari. Kedawung pohon paling tinggi dan lurus, tapi kalau pohon apak (beringin) tumbuh lebih dulu, maka kedawung akan kalah atau pohon kedawungnya bisa berbelok mencari sinar matahari. Dia setuju dan semangat sekali kalau kedawung dilestarikan di hutan, termasuk juga pohon joho. Begitu juga masyarakat memahami dan menyukai pohon kedawung karena dapat berfungsi menyuburkan tanah di sekitar tempat tumbuhnya dengan guguran daunnya secara serentak sebanyak 1 atau 2 kali dalam satu tahun. Kalimat lain yang diucapkan dengan penuh kebanggaan oleh Mbah Setomi adalah : Saya suka dan bangga dengan pohon kedawung. Kedawung menyediakan pupuk untuk menyuburkan tanah hutan dan sangat bermanfaat bagi jenis tumbuhan lain yang ada di sekitarnya. Pohon kedawung itu adalah pohon penyubur hutan, karena dia setiap tahun menggugurkan daunnya, bahkan ada yang sampai 3 kali menggugurkan semua daunnya dalam satu tahun. Musim kemarau dia mengugurkan daun, tidak serentak mengugurkan daun, masing-masing individu berbeda waktu gugur daunnya. Pada saat itu akan banyak sekali sampah yang menjadi pupuk dan juga sinar matahari akan lebih banyak masuk ke lantai hutan waktu mengugurkan daun. Orang yang tidak tahu mengira pohon kedawung mati. Banyak orang yang tak mengerti dengan kelebihan kedawung ini dalam konservasi hutan. Masyarakat pendarung kedawung, juga sekaligus sebagai pendarung madu lebah di hutan. Mereka mengetahui dan menyukai pohon kedawung ketika sedang berbunga banyak didatangi lebah madu untuk mengambil pakan. Menurut masyarakat, madu dari lebah yang pakannya dari bunga kedawung ini dicirikan dengan madu berwarna kuning. Berikut ini pada Gambar 20 dapat dilihat bentuk tajuk pohon kedawung dari kejauhan di hutan taman nasional Meru Betiri. 83

12 Gambar 20. (a) (b) Bentuk tajuk pohon kedawung dari kejauhan (yang dilingkar) (a), bunga kedawung yang merupakan sumber pakan lebah madu (b). Pohon kedawung yang merupakan salah satu spesies pohon tertinggi dan terbesar di TNMB memiliki berbagai nilai manfaat penting bagi kehidupan manusia dan ekosistem hutan. Pohon kedawung adalah pohon kehidupan yang sangat berpotensi membangun image dan stimulus bagi masyarakat untuk berperilaku aksi konservasi, asal saja disosialisasikan, disambungkan pengetahuan ini dengan baik dan secara konsistenn kepada masyarakat pendarung. Masyarakat tidak senang apabila satwa budeng memakan buah kedawung yang muda, karena akan mengurangi hasil panenan mereka. Namun ada persepsi lain seperti pernyataan Mbah Setomi yang bersifat konservasionis bebagai berikut: Budeng tidak bisa mengambil buah kedawung di ujung ranting, karena rantingnya kecil dan bisa patah, dia akan jatuh. Budeng makan buah kedawung muda secara teratur, masing-masing individu makan bergantian. Buah gompol diambil seperlunya dan dibawa ke dahan lain untuk memakannya dan kemudian mengulangnya kembali secara bergantian. Kalau buah padaa satu gompol itu habis baru pindah ke gompol yang lain dan kalau sudah kenyang dia akan pergi. Budeng sangat hemat dalam memakan buah kedawung dan dia tidak makan mengacak semua gompol yang ditemui, melainkan satu gompol ke gompol lainnya. Budeng itu sangat hemat dan masih banyak meninggalkan buah kedawung yang utuh, apalagi buah yang tumbuh diujung ranting, ini tidak diambilnya. Budeng tidak bisa memanjat pohon kedawung yang berdiameter besar, sehingga tidak semua pohon kedawung yang bisa dipanjatnya. Namun kalau manusia, semuanya diambil, bahkan kalau banyak yang menebang cabang pohon kedawung! Ungkapan di atas dapatlah dipastikan bahwa telah terjadi ketidak- berlanjutan pengetahuan lokal kepada generasi muda, khususnya tentang pemahaman konservasi. 84

13 Berdasarkan hasil analisis data, sikap terhadap nilai fungsi ekologis tidak berbeda nyata antara masyarakat pendarung kelompok umur di bawah 40 tahun dengan kelompok umur di atas 40 tahun. Walaupun hubungan kelas umur dengan sikap terhadap stimulus fungsi ekologis tidak nyata, tetapi ada kecenderungan bahwa masyarakat pendarung yang berumur di atas 40 tahun cenderung lebih respon terhadap stimulus fungsi ekologis kedawung. 2. Ketidak-terkaitan stimulus dengan sikap pengelola Berdasarkan hasil penelitian dapat terbukti terjadi ketidak-terkaitan antara stimulus kedawung terhadap sikap pengelola. Hanya stimulus manfaat, yaitu yang berhubungan nilai manfaat ekonomi yang terkait erat dengan sikap pengelola. Sedangkan stimulus alamiah tentang kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi yang memberikan sinyal bahwa kedawung saat ini terancam langka belum menjadi informasi dan stimulus bagi sikap pengelola. Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata bahwa stimulus kedawung yang berkaitan dengan sikap pengelola hanya stimulus manfaat ekonomi saja. Stimulus tentang manfaat obat kedawung tidak dipahami oleh pengelola, yaitu bahwa kedawung memiliki manfaat obat untuk berbagai macam penyakit, selain untuk obat sakit perut kembung. Sedangkan stimulus alamiah tentang kelangkaan serta kondisi populasi dan regenerasi sama sekali belum menjadi pendorong sikap bagi pengelola untuk konservasi. Analisis lebih jauh mengenai masalah ini diuraikan sebagai berikut ini : a. Stimulus manfaat Manfaat ekonomi. Berdasarkan paket pernyataan stimulus manfaat ekonomi kedawung yang terdiri dari 4 pernyataan, menunjukkan bahwa sikap pengelola merespon positif terhadap stimulus manfaat ekonomi, yaitu pada pernyataan stimulus 1, 3 dan 4. Namun pernyataan stimulus : Saat pohon kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya disikapi negatif oleh pengelola. Pengelola tidak suka masyarakat masuk kawasan hutan karena pengelola beranggapan dan memandang masyarakat masuk hutan adalah pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku dan masyarakat dianggap sebagai aktor perusak kawasan hutan taman nasional. 85

14 Pernyataan Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat, kurang disukai oleh sebagian pengelola dan masih mengkhawatirkan akan berdampak negatif terhadap konservasi taman nasional. Namun lebih dari 50 % pengelola menyadari dan menyukai bahwa kedawung sudah sejak lama menjadi sumber mata-pencaharian masyarakat. Mereka merasa terkendala dan terikat dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu bahwa memasuki kawasan taman nasional dilarang tanpa izin. Selama ini pengelola belum berupaya mencari jalan keluar agar masyarakat secara legal dapat mengambil buah kedawung di kawasan secara lestari. Pernyataan Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu disukai oleh juga pengelola, namun tanda suka ini belum direfleksikan dalam program pengembangan kedawung yang terencana dan benar. Program peningkatan nilai tambah kedawung untuk ekonomi masyarakat belum dilakukan, terbukti dari masyarakat selama 50 tahun terakhir masih menjual dalam bentuk biji kedawung kepada tengkulak. Selama ini nilai tambah hanya dinikmati oleh industri jamu dengan mengekspor berbagai produk jamu dari bahan baku kedawung, seperti yang dilakukan oleh dua Industri Jamu Besar di Jawa. Analisis hasil penelitian lebih jelasnya disajikan dalam bentuk Gambar 21 sebagai berikut. Sikap pengelola Stimulus kedawung Nilai manfaat ekonomi yang belum terkait dengan sikap pengelola : 2 Stimulus kedawung yg terkait dengan sikap pengelola : 1, 3 dan 4 Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung tentang nilai manfaat ekonomi Skor rata2 Sikap *) 1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang menghitam 4,7 + 2 Saat kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan memanen buahnya. 2,3-3 Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. 3,9 + 4 Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu 4,6 + Rata-rata 4,0 + *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9); - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 21. Sikap pengelola yang terkait dengan stimulus manfaat ekonomi kedawung 86

15 Selama ini pengelola hanya memberikan perhatian kepada 3 spesies yang dianggap prioritas menurut pengelola taman nasional, yaitu spesies harimau jawa (Panthera tigris Sondaica), bunga padma (Rafflesia zollingeriana) dan penyu hijau (Chelonia mydas) (Balai Taman Nasional Meru Betiri, 2004). Ketiga spesies ini tidak berkaitan langsung dengan kepentingan hidup masyarakat pendarung maupun masyarakat lain yang hidup di sekitar kawasan TNMB. Walaupun pengelola melakukan program rehabilitasi dengan salah satu tanaman pokoknya kedawung, tetapi sampai hari ini masih sebatas agar lahan rehabilitasi segera hijau ditutupi vegetasi. Penanaman kedawung dilakukan dengan jarak tanam yang salah, yaitu terlalu rapat. Pengelola belum bersikap bahwa pohon kedawung penting dan merupakan komoditi strategis yang bisa menjadi stimulus untuk masyarakat berperilaku konservasi. Manfaat obat. Berdasarkan paket pernyataan stimulus kedawung tentang nilai manfaat obat kedawung yang terdiri dari 4 pernyataan, menunjukkan bahwa sikap pengelola secara keseluruhan terhadap pernyataan stimulus kedawung memberi respon tidak suka atau tidak tahu. Pernyataan Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung merupakan satu-satunya yang direspon positif oleh pengelola, tetapi hanya sebatas mengetahui dan menyukai biji kedawung bermanfaat untuk obat sakit perut. Namun pengelola jarang atau tidak pernah memanfaatkan biji kedawung untuk mengobati sakit perut. Sama juga dengan masyarakat, ternyata pengelola kalau sakit perut menggunakan obat-obat pabrik farmasi yang dijual bebas di toko-toko obat. Pengelola juga tidak mengetahui tentang potensi manfaat pohon kedawung lainnya seperti halnya pengetahuan masyarakat tradisional di Afrika Barat yang banyak tahu tentang manfaat kedawung (Hall, Tomlison, Oni dan Buchy, 1997). Analisis hasil penelitian lebih jelasnya disajikan dalam bentuk Gambar 22 sebagai berikut. 87

16 Sikap pengelola Stimulus kedawung Nilai manfaat obat yang tidak terkait dengan sikap pengelola : 5, 6 dan 8 Stimulus kedawung yg terkait dengan sikap pengelola : 7 Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung tentang nilai manfaat obat Skor rata2 Sikap *) 5 Biji kedawung dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung. 1,9-6 Biji kedawung selalu ada disimpan di rumah untuk obat. 1,3-7 Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung. 4,3 + 8 Pohon kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya. 3,0 - Rata-rata 2,6 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (>3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/setuju (<3,8) Gambar 22. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat obat b. Stimulus alamiah Kelangkaan. Sikap pengelola ternyata belum berkaitan dengan stimulus alamiah. Sinyal tentang kelangkaan yang menginformasikan kondisi populasi dan regenerasi kedawung belum menjadi informasi bagi pengelola, sehingga sinyal ini belum menjadi stimulus bagi sikap pengelola untuk aksi konservasi. Pengelola tidak menyukai kondisi terhadap sifat atau karakter kedawung yang anakannya tidak bisa tumbuh menjadi besar di sekitar pohon induknya. Hakl ini artinya bahwa pengelola tidak memahami karakter kedawung yang hidup soliter dan tidak bisa hidup berdekatan sesama spesiesnya, sehingga perlu dibantu menyebarkan bijinya. Pengelola juga tidak merespon positif atau tidak memahami terhadap kondisi seperti sulitnya menjumpai pohon kedawung yang muda di hutan alam serta tentang pohon kedawung dewasa yang jumlahnya jauh lebih banyak dibanding pohon kedawung yang muda. Padahal fenomena atau sinyal ini merupakan informasi yang sangat penting, yaitu bahwa regenerasi kedawung di hutan alam terputus karena sangat sulit terjadi regenerasi. Pengelola tidak menangkap sinyal tentang kondisi populasi kedawung sebagai informasi kelangkaan, sehingga tidak menjadi stimulus bagi sikap pengelola untuk aksi konservasi. Pernyataan stimulus 14, 15, 16 dan 17 tersebut 88

17 sama sekali tidak ada yang overlap dengan sikap pengelola, seperti terlihat pada Gambar 23 berikut ini. Sikap pengelola Stimulus kedawung Kondisi populasi dan regenerasi belum terkait dengan sikap pengelola : 14, 15, 16 dan 17 Keterangan No Pernyataan stimulus: kondisi populasi dan regenerasinya Skor rata2 Sikap *) 14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya. 2,1-15 Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam. 3,7-16 Anakan kedawung hanya tumbuh di tempat terbuka terkena sinar matahari. 2,8-17 Pohon kedawung dewasa jauh lebih banyak dari pohon mudanya di hutan. 2,2 - Rata-rata 2,7 - + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/tidak setuju (< 3,8) *) Gambar 23. Sikap pengelola terhadap kondisi populasi dan regenerasi kedawung Fungsi ekologis. Berdasarkan uji terhadap 5 pernyataan stimulus kedawung, ternyata pengelola kurang memahami dan kurang berpengalaman dengan fungsi ekologis pohon kedawung dibandingkan dengan masyarakat pendarung. Ada tiga pernyataan yang direspon negatif oleh pengelola. Pengelola belum menyadari bahwa pohon kedawung merupakan pohon besar dan bertajuk tertinggi pada canopy hutan yang menaungi berbagai jenis tumbuhan penting lainnya. Pengelola tidak mengetahui bahwa bunga kedawung merupakan pakan yang disukai lebah madu. Begitu juga pengelola tidak mengetahui bahwa pohon kedawung menggugurkan daun 1 sampai 2 kali dalam setahun. Kondisi ini merupakan sifat fisiologis kedawung untuk mengatasi kekeringan dan sekaligus menjadi hal yang sangat positif bagi pendauran hara dalam menyuburkan tanah dan memelihara kualitas lingkungan hidup hutan alam. Berikut dapat dilihat analisis hasil penelitian seperti pada Gambar

18 Sikap pengelola Stimulus kedawung Fungsi ekologis yang tidak terkait dengan sikap pengelola : 10, 11 dan 12. Stimulus kedawung yg terkait dengan sikap pengelola : 9 dan 13 Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung tentang fungsi ekologis Skor rata2 Sikap *) 9 Pohon kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal 4, Kedawung adalah pohon besar dan tinggi mengayom tumbuhan lainnya 3,4-11 Pohon kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu. 3,5-12 Pohon kedawung menggugurkan daun sebanyak 1 atau 2 kali per tahun. 3,2-13 Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng 4,4 + Ratarata 3,7 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (>3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/setuju (<3,8) Gambar 24. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat ekologis 3. Bias stimulus terhadap sikap masyarakat dan sikap pengelola Berdasarkan hasil penelitian ternyata bahwa sikap masyarakat dan sikap pengelola terjadi bias dengan stimulus kedawung terhadap sikap konservasi. Informasi alamiah tentang kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi kedawung di hutan alam tidak dipahami oleh masyarakat maupun oleh pengelola (pernyataan 14, 15 dan 17). Informasi tentang kelangkaan yang penting ini tidak menjadi stimulus bagi sikap konservasi masyarakat maupun pengelola. Namun demikian pada Gambar 25 ditunjukkan bahwa masyarakat dibandingkan dengan pengelola lebih menangkap dan memahami informasi yang diberikan kedawung untuk aksi konservasi, yaitu seperti pernyataan 10, 11, 12 dan 16. Ini menunjukkan bahwa masyarakat pendarung mempunyai pengalaman yang lebih banyak tentang kedawung dibandingkan dengan pengelola. Hal ini sangat logis karena masyarakat lebih banyak dan lebih intensif berinteraksi dengan kedawung, paling tidak pada saat mereka mengambil buah kedawung setiap tahunnya. 90

19 Stimulus Kedawung yg berkaitan erat dg sikap masyarakat 2, 3, 10, 11, 12 dan 16 Stimulus Kedawung yang bias dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola: manfaat obat (5,6,8), kondisi populasi dan regenerasi (14,15,17) Stimulus Kedawung yg berkaitan erat dg sikap pengelola: nilai fungsi ekologis (13) Stimulus Kedawung terkait erat dg sikap masyarakat dan pengelola: nilai ekonomi (1, 4), nilai obat (7), nilai fungsi ekologis (9) Keterangan No Pernyataan stimulus kedawung Masyarakat *) Pengelola*) Nilai manfaat ekonomi (Stimulus manfaat) (+) (+) 1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam (+) (+) 2 Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya. (+) (-) 3 Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. (+) (-) 4 Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu (+) (+) Nilai manfaat obat (Stimulus manfaat) (-) (-) 5 Biji kedawung dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung. (-) (-) 6 Biji kedawung selalu ada disimpan di rumah untuk obat. (-) (-) 7 Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung. (+) (+) 8 Pohon kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya. (-) (-) Nilai fungsi ekologis (Stimulus alamiah) (+) (-) 9 Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal (+) (+) 10 Kedawung adalah pohon raksasa pengayom tumbuhan lainnya di hutan (+) (-) 11 Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu. (+) (-) 12 Kedawung menggugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setahun. (+) (-) 13 Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng (-) (+) Kondisi populasi dan regenerasi (Stimulus alamiah) (-) (-) 14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya. (-) (-) 15 Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam. (-) (-) 16 Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari. (+) (-) 17 Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan (-) (-) *) + = sangat suka atau suka/setuju - = tidak suka atau kurang suka/tidak setuju Gambar 25. Stimulus yang terkait dan bias dengan sikap masyarakat dan pengelola 4. Ketidak-sejalanan stimulus dengan aksi konservasi masyarakat Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi ketidak-sejalanan stimulus kedawung dengan aksi masyarakat untuk konservasi. Berdasarkan 8 pernyataan aksi konservasi kedawung yang paling mungkin dan mudah dilakukan oleh masyarakat yang diartikulasikan berdasarkan pernyataan stimulus kondisi populasi dan regenerasi kedawung, ternyata ada perbedaan seperti yang dapat 91

20 dilihat pada Gambar 26. Hanya satu pernyataan disukai masyarakat, yaitu melakukan penjarangan kedawung yang ditanam di lahan rehabilitasi. Masyarakat tidak melakukan aksi konservasi secara sadar di dalam kawasan hutan. Pernyataan 22 yaitu Ada biji kedawung yang tercecer diperjalanan pulang di hutan sehabis memanen ternyata ada kurang lebih 50 % dari masyarakat secara tidak sengaja berperan sebagai penyebar biji di hutan alam, yaitu adanya buah atau biji yang tercecer pada waktu memikul hasil panenannya pulang ke rumah. Aksi Masyarakat Aksi Konservasi kedawung yang belum direspon dengan aksi masyarakat 18,19,20,21,22,23, dan 24 Aksi konservasi kedawung yg terkait aksi masyarakat : 25 Keterangan No Pernyataan Aksi Konservasi Kedawung Skor rata2 Sikap*) 18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam. 1,6-19 Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut 2,3-20 Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit. 2,3-21 Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam. 2,4-22 Ada biji kedawung tercecer diperjalanan pulang di hutan sehabis memanen 2,9-23 Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan. 2,2-24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya. 2,7-25 Jarak tanam Kedawung di lahan rehabilitasi baiknya diperlebar minimal 30 m. 4,7 + Rata-rata 2,6 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9); - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 26. Aksi masyarakat untuk konservasi kedawung Pernyataan dan pengakuan Mbah Setomi tentang penyebaran kedawung adalah sebagai berikut : Waktu saya memikul buah kedawung pulang, sering beberapa buah kedawung jatuh di hutan dan saya biarkan dengan harapan agar bisa tumbuh. Buahnya saya bawa ke rumah, kemudian baru bijinya dikeluarkan. Walaupun orang mengambil semuanya tanpa tersisa, namun ada saja yang tertinggal karena ada yang tak bisa diambil dengan genter, terutama buah yang paling di ujung. Ini akan menjadi sumber benih yang penting di hutan. Bukti ini dapat dilihat pada Gambar 12 tentang peta penyebaran pohon kedawung dengan menggunakan GIS. Pada gambar tersebut terlihat pola penyebaran spasial kedawung semakin mendekati ke arah perkampungan 92

21 masyarakat pendarung kedawung dan bersifat mengelompok, yaitu di desa Curahnongko dan Andongrejo. Terlihat jelas ada Pengaruh intervensi manusia terlihat jelas dalam pola penyebaran kedawung. Proses ini terjadi pada masyarakat pendarung dari generasi tua atau satu generasi sebelum generasi sekarang ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya dijumpai pohon kedawung yang remaja. Sebaliknya pola penyebaran spasial kedawung di kawasan hutan alam bagian Timur yang berjauhan dengan perkampungan masyarakat, penyebarannya jarang dan satu-satu dengan jarak sangat berjauhan lebih dari 500 meter. Kajian kesesuaian habitat kedawung berdasarkan faktor ketinggian dari permukaan laut, topografi dan kedekatan dengan sungai menghasilkan peta habitat potensial kedawung di kawasan TNMB seperti pada Gambar 12. Pola penyebaran spasial kedawung ini menginformasikan bahwa faktor pelaku penyebar biji kedawung di hutan alam adalah manusia pendarung kedawung, selain kemungkinannya juga dilakukan oleh aliran air hujan. Adanya interaksi masyarakat pendarung kedawung dengan TNMB memberi dampak positif bagi konservasi kedawung. Jadi dugaan tentang masyarakat pendarung kedawung sebagai pelaku utama yang menyebabkan kelangkaan kedawung tidaklah benar dan tidak sesuai dengan fakta, bahkan mereka berperan positif terhadap penyebaran biji kedawung di hutan alam. Pernyataan aksi konservasi yang 7 butir lagi, justru yang sangat penting bagi kebutuhan konservasi kedawung tidak dilakukan oleh masyarakat, seperti dapat dilihat pada Gambar 26 di atas. Masyarakat sangat jarang melakukan penanaman kedawung di hutan alam dan dari 80 responden hanya 3 orang yang menyatakan pernah dengan sengaja menyebarkan biji kedawung di hutan alam. Menurut pengakuan Mbah Setomi hal ini terjadi sebagai berikut ini : Buah yang jatuh di bawah pohon kedawung dan tidak kena cahaya matahari langsung tidak bisa tumbuh dan dimakan ulat dan menjadi busuk. Kalau diserahkan ke alam saja, maka banyak yang tidak tumbuh. Mbah Setomi kalau pergi ke hutan dia sering membuang buah kedawung tua di lahan hutan yang terbuka disana, sini, dan dia melihat tahun berikutnya tumbuh menjadi anakan kedawung baru, ini berdasarkan pengalamannya. Mbah Setomi sudah lama melakukan ini jauh sebelum program rehabilitasi, ini dilakukan karena dia tidak punya lahan sendiri. Biji kedawung 93

22 perlu sinar matahari langsung untuk tumbuh secara alami di lantai hutan. Kalau jauh jatuhnya dari pohon induknya dan kena sinar matahari baru biji tersebut bisa tumbuh. Kalau di bawah kedawung ada jenis tumbuhan lain yang duluan tumbuh, sehingga biji dan anakan kedawung tak bisa hidup lagi. Mbah Setomi selain menanam kedawung, juga dia menanam kluwek, kemiri dan lain-lain. Kalau secara sadar masyarakat ikut melakukan konservasi kedawung dengan membantu menyebarkan biji kedawung sejak dahulu, seperti mbah Setomi, maka tentu panenan buah kedawungnya akan lebih banyak dan dapat meningkatkan pendapatan mereka yang sangat nyata sekarang ini. Karena pekerjaan yang relatif kecil dan sederhana ini tidak dilakukan sejak dahulu secara sadar, maka dampak negatifnya sangat dirasakan sekarang. Masyarakat sudah kehilangan modal waktu selama 50 tahun lebih untuk dapat memanen buah kedawung yang lebih banyak padahal pohon kedawung baru mulai berbuah pada umur sekitar tahun (Soejono, 1993). Inilah yang dimaksud oleh Watt (1973), bahwa waktu termasuk kedalam kategori modal, selain keanekaragaman dan ruang yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Masyarakat tidak termotivasi untuk menanam kedawung di kawasan hutan alam, karena umumnya mereka belum menyadari dan belum memahami bahwa pohon kedawung sudah mulai langka. Masyarakat tidak menyadari, bahwa kedawung memerlukan bantuan tenaga mereka untuk menyebarkan biji bagi proses regenerasinya. Masyarakat belum memahami teknologi untuk mempermudah biji kedawung berkecambah seperti melalui perendaman dengan air panas, padahal teknologi sederhana ini sudah sejak tahun 1994 dikembangkan melalui hasil penelitian IPB. Hal ini berarti bahwa sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat tidak terjadi. Mbah Setomi juga mendukung kondisi ini dengan menyatakan bahwa sampai tahun 1992 tidak pernah ada pembinaan atau penyuluhan dari petugas PA (staf taman nasional) maupun Perhutani, sehingga masyarakat tidak pernah berhubungan dengan PA, kecuali dicegat apabila masyarakat membawa hasil dari hutan. Petugas PA sudah hafal jalan-jalan orang mencari madu, kedawung, kluwek, joho dan lain-lain, sehingga mereka tinggal menunggu di jalan saja dan menyita hasil hutan bawaan masyarakat. 94

23 Masyarakat juga dalam melakukan pengambilan buah kedawung sering melakukan pemotongann cabang atau ranting pohon kedawung yang banyak buahnya dan sulit untuk dijangkau dengan galah. Perilaku masyarakat memanen buah kedawung seperti ini bersifat tidak konservasi karena menganut pola pikir jangka pendek dan tidak berpikir jangka panjang. Hal ini diketahui berdasarkan pengamatan beberapa kali di hutan, dimana masyarakat melakukan pemotongan dahan besar yaitu rata-rata 2 atau 3 dahan untuk setiap pohon kedawung. Hal ini sejalan dengan sinyal 19 Buah kedawung yang tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut, bahwa sebagian besar masyarakat sangat suka melakukan pemungutan semua buah kedawung, termasuk yang terdapatt di pinggir tajuk. Hal ini tidak mungkin dilakukan dengan bantuan galah dan satu-satunya cara memanen buah yang terdapat di pinggir tajuk adalah dengan cara memangkas dahan dan cabang pohon kedawung seperti terlihat pada Gambar 27 berikut ini. Gambar 27. Percabangan utama pohon kedawung yang dipotong masyarakat pada waktu memanenn buah kedawung (tanda lingkaran putih). Perilaku masyarakat ini akan mengurangi produksi buah kedawung untuk tahun-tahun mendatang karena luas permukaan percabangan tempat tumbuhnya buah kedawung semakin berkurang. Disini terlihat masyarakat belum berpikir jangka panjang, atau mereka berpikir berbuat seperti itu percuma, karena orang lain akan berbuat setelah mereka pulang dari hutan. Untuk mengatasi perilaku ini perlu ditemukan atau dicari teknologi pengambilan buah kedawung yang tidak merusak. Peran laboratorium perguruan tinggi, khususnya dibidang teknologi 95

24 pemanenan hasil hutan non kayu sangat penting dan diperlukan untuk memecahkan permasalahan ini. Berdasarkan analisis data kelas umur ternyata, bahwa masyarakat pendarung dari kelas umur > 40 tahun lebih berperilaku konservasi. Hasil analisis ini menunjukkan perlu penyuluhan dan pendampingan tentang konservasi kedawung yang diprioritaskan kepada masyarakat pendarung kelompok umur muda dibawah 40 tahun. Faktor-faktor pembatas lingkungan ekosistem alam ini harus menjadi stimulus bagi manusia dalam berperilaku terhadap alam, karena stimulus yang diberikan oleh kedawung saat musim dia berbuah yaitu dimana buah yang tumbuh dari ujung ranting-ranting pada lingkar tajuk terluar diperuntukkan bagi proses regenerasi kedawung. Buah ini tidak bisa dipungut oleh satwa budeng karena akan membahayakan dirinya dengan resiko jatuh. Namun dipihak lain buah inilah yang diambil habis oleh manusia tanpa menyisakan dan tanpa menyemaikannya di hutan, sehingga spesies ini menjadi langka di hutan. Kurangnya stok biji yang tersebar jauh dari pohon induknya adalah penyebab sangat lambatnya proses regenerasi terjadi di hutan alam. Tidak tertutup kemungkinan bahwa aksi yang dilakukan oleh seseorang tidak sejalan dengan sikapnya. Oleh karena itu kemudian muncul keraguan terhadap konsistensi hubungan antara sikap dengan perilaku seseorang. Ada beberapa alasan yang menyebabkan perilaku masyarakat pendarung tidak sesuai dengan sikapnya. Pertama, ketidaksesuaian antara sikap orang tersebut dengan informasi mengenai kenyataan sesungguhnya atau kenyataan yang terjadi. Kedua, ketidaksesuaian antara sikap orang tersebut dengan sikap panutannya. Ketiga, adalah karena hak kepemilikan yang tidak jelas atau perasaan tidak memiliki. Contoh untuk alasan pertama misalnya seseorang yang mengambil sikap menentang pengambilan semua buah kedawung yang tua di hutan TNMB, tetapi dia sendiri melakukannya karena dia melihat orang banyak melakukan hal yang sama. Jika ia tidak memungut buah kedawung yang tua semuanya, dia tetap merasa sia-sia dan merasa rugi karena orang lain memungutnya tanpa menyisakan buah yang tua untuk sumber biji bagi regenerasi kedawung di hutan TNMB. 96

25 Sehingga sikap seseorang yang positif menjadi sirna karena tidak adanya komitmen dari sikap bersama. Contoh alasan pertama dapat pula dipakai sebagai contoh untuk alasan yang kedua, karena orang yang menjadi panutannya setuju dengan tindakan mengambil semua buah kedawung yang tua di hutan tanpa menyisakan sebagian buah tua untuk regenerasi kedawung. Hal ini sesuai menurut Koentjaraningrat (1974), bahwa konsep panutan ke atas masih dominan di kalangan masyarakat Indonesia. Konsep seperti itu mendorong seseorang untuk menghindari perbedaan pendapat dengan panutannya. Alasan ketiga adalah yang paling dominan pada masyarakat pendarung, yaitu adalah masalah kebijakan pengelolaan taman nasional yang membatasi hak masyarakat akses ke sumberdaya hayati taman nasional dengan alasan perlindungan dan pelestarian potensi sumberdaya hayati. Pengalaman yang berharga tentang domestikasi dan budidaya kedawung adalah yang dilakukan oleh konsorsium FAHUTAN IPB LATIN bersama masyarakat pendarung pada areal demplot 7 ha pada tahun Kedawung yang ditanam pada periode 4 tahun pertama ternyata pertumbuhan anakannya sangat cepat yaitu mencapai 7 m lebih seperti ditunjukkan grafik pada Gambar 28. tinggi (cm) umur (tahun) Series1 Gambar 28. Pertumbuhan pohon kedawung yang kerdil, sejak ditanam tahun 1994 dengan jarak tanam yang rapat 6 m x 5 m Setelah tahun ke 4 dan selanjutnya pertumbuhan tinggi maupun diameternya sangat lambat atau kerdil. Hal ini karena jarak tanam kedawung terlalu rapat (6 m x 5 m), sehingga terjadi persaingan antar spesies yang sama, maupun dengan spesies pohon trembesi (Enterolobium saman PRAIN) yang sama-sama ditanam pada tahun 1994, seperti dapat dilihat pada Gambar 29 berikut ini : 97

26 Gambar 29. (a) (b) Pohon kedawung umur 3 tahun (a); dan pohon kedawung tumbuh kerdil berumurr 12 tahu dg tingginya hanya 8,5 meter (b) Pengalaman pada demplot 7 ha ini menunjukkan bahwa stimulus alamiah kedawung di hutan alam belum dapat dipahami dengann baik, terutama oleh Konsorsium FAHUTAN IPB - LATIN dan pengelola pada tahun 1994 waktu itu. Padahal di hutan alam fenomena alamiah ini sangat jelas ditunjukkan oleh kedawung, yaitu tidak adanya anakan kedawung yang bisa tumbuh dan hidup di sekitar pohon induknya. Jarak antar individu pohon kedawung di hutan alam yang paling dekat yang pernah dijumpai adalah sekitar 30 m dan kejadian ini sangat jarang. Padaa kondisi normal pohon kedawung yang berumur 10 tahun tingginya dapat mencapai 15 meter atau lebih seperti terlihat pada Gambar 30. Hal ini karena tempat tumbuhnya terbuka dan tidak ternaungi, sehingga mendapat cahaya yang cukup untuk kebutuhan hidupnya. Dalam masyarakat sendiri belum berkembang proses pembelajaran mandiri tentang budidaya kedawung di hutan alam. Hal ini terjadi karena banyak faktor penyebab, tetapi paling tidak hal ini didorong dan suatu refleksi sikap masa bodoh dari komponen sikap affective dari masyarakat pendarung yang telah tertanam dipikiran masyarakat sejak dahulu. Kebijakan pengelolaan TNMB telah menutup akses masyarakat terhadap sumberdaya hayati taman nasional. Masyarakat pendarung kedawung merasa tidak memilikii hutan Meru Betiri lagi seperti terungkap dari pernyataan mereka bahwa alas iku duwek e londo (hutan ini milik Belanda); di masaa Perhutani: alas iku duwek e mandor (hutan ini milik 98

27 mandor), dan masa pengelolaan Taman Nasional alas iku duwek e PA (hutan itu miliknya taman nasional). (a) (b) Gambar 30. Pohon kedawung umur 10 tahun tumbuh di lahan rehabilitasi TNMB (a) dan pohon kedawung berumur 10 tahun yang ditanam di kampus IPB Darmaga Bogor yang ditanam pada tahun 1995 (b). 5. Ketidak-sejalanan stimulus dengan aksi konservasi pengelola Secara keseluruhan stimuluss kedawung yang sedang terjadi di hutan alam belum berjalan simultan dengan aksi konservasi oleh pengelola. Berdasarkan 6 pernyataan aksi konservasi kedawung yang diartikulasikan sesuai dengan pernyataan stimulus alamiah kedawung tentang kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasinya, ternyata seperti yang ditunjukkan pada Gambar 31 tidak satupun pernyataan yang disikapi dan dilakukan positif oleh pengelola. Patroli dan larangan masyarakat masuk hutan, menjadi kegiatan penting konservasi yang dilakukan pengelola seperti yang terlihat pada pernyataan nomor 26, padahal ini tidak ada kaitannya dengan stimulus alamiah untuk konservasi kedawung. Masyarakat selama ini terkesan menerima peringatan-peringatan dalam bentuk larangan memasuki kawasan taman nasional. Pengelola selama ini mempersepsikan masyarakat bukan sebagai mitra, bukan sebagai bagian dari subjek taman nasional, masyarakat lebih cenderung dilihat sebagai pelaku perusak 99

28 hutan taman nasional. Walaupun pengelola menganggap penting penyuluhan kepada masyarakat, namun sebenarnya pengelola belum memahami apa substansi penyuluhan yang akan diberikan kepada masyarakat. Ini ditunjukkan melalui respon negatif yang diberikan pengelola, bahwa sebenarnya pengelola belum memahami kebutuhan konservasi kedawung. Aksi Pengelola Aksi Konservasi kedawung yang tidak terkait dengan aksi pengelola 18, 21, 23, 24, 25 dan 26 Keterangan No Pernyataan kebutuhan aksi konservasi kedawung Skor rata2 Sikap*) 18 Menyemaikan atau menyebarkan biji Kedawung di areal hutan alam. 1,6-21 Pohon kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam. 2,9-23 Biji kedawung direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu dikecambahkan. 2,8-24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya. 3,2-25 Jarak tanam kedawung di lahan rehabilitasi sebaiknya diperlebar sekurangnya 30 m. 2,8-26 Patroli dan larangan masyarakat masuk hutan, bukan kegiatan penting untuk dilakukan 2,2 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 31. Aksi pengelola tidak sejalan dengan harapan konservasi kedawung Pernyataan 25 tentang Jarak antar pohon kedawung di lahan rehabilitasi sebaiknya diperlebar/berjauhan, pihak pengelola menyikapinya negatif dan hanya memandang sisi sempit saja, yaitu agar tetelan (istilah masyarakat untuk lahan rehabilitasi) segera tertutup dengan vegetasi, tanpa melihat kualitas apa yang akan terjadi pada tanaman pokok itu sendiri. Pengalaman dan fakta dari demplot kedawung 7 ha menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon kedawung lambat dan kerdil. Sampai saat ini pengelola tetap mengharuskan masyarakat melakukan penanaman dengan jarak tanam 6 m x 5 m dan sejak tahun 1999 lebih dari pohon kedawung yang ditanam. Sekiranya pohon kedawung yang ditanam di tetelan (lahan rehabilitasi) tidak segera dijarangi sesuai dengan sifat hidupnya di hutan alam, yaitu hidup soliter dari jenis sesamanya, maka akan terjadi kegagalan pada panen kedawung di masa datang. Secara keseluruhan pengelolapun belum memahami tentang teknologi untuk mempermudah biji kedawung berkecambah, seperti melalui perendaman dengan air panas. Padahal teknologi sederhana ini sudah lama dikembangkan. Juga di 100

29 dalam kalangan pengelola sendiri belum berkembang proses pembelajaran mandiri tentang budidaya kedawung di hutan alam meskipun ada beberapa orang staf taman nasional di Resort Sarongan yang telah berpengalaman dengan teknik mempercepat berkecambahnya biji dengan memotong sedikit ujung biji dengan menggunakan gunting kuku dan persentase berkecambahnya meningkat. Sampai sekarang pola pikir pengelola dalam menjalankan tugas sehariharinya berpegang pada tafsiran peraturan perundangan yang kaku dan sempit. Pengelola masih berpikir pengelolaan taman nasional dan konservasi adalah perlindungan kawasan dan memisahkan masyarakat dengan hutan habitat tempat hidup mereka. Padahal paradigma pengelolaan kawasan konservasi saat ini dan ke depan seharusnya masyarakat lokal sekitar hutan berperan sebagai subjek yang merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan kawasan konservasi yang dinamis. 6. Bias stimulus terhadap aksi konservasi masyarakat dan pengelola Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa terjadi bias terhadap pemahaman stimulus kedawung, sehingga aksi konservasi oleh masyarakat maupun aksi konservasi oleh pengelola tidak terjadi atau tidak dilakukan sejalan dengan stimulus kedawung. Bias pemahaman terutama terjadi terhadap stimulus kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasinya. Hal ini menunjukan bahwa sinyal tentang kelangkaan tidak menjadi informasi bagi masyarakat dan pengelola yang ditunjukkan oleh kedawung di hutan alam melalui tidak adanya anakan yang hidup dan tumbuh selama lebih dari 10 tahun terakhir. Begitu juga buah kedawung yang tumbuh di pinggir tajuk umumnya diambil masyarakat dan ini sangat sukar bagi masyarakat mengambilnya tanpa melakukan dengan cara memotong cabang atau ranting (seperti pernyataan 19). Artinya sinyal atau fenomena ini menginformasikan bahwa buah kedawung yang tumbuh pada bagian pinggir tajuk terluar sangat berguna bagi pohon kedawung untuk regenerasinya secara alami. Berikut ini penjelasan secara keseluruhan dikemukakan dalam bentuk Gambar 32, bahwa aksi-aksi konservasi yang diharapkan oleh kedawung terjadi, tetapi hal ini tidak dilakukan oleh masyarakat maupun pengelola. 101

30 Aksi masyarakat yg terkait erat harapan konservasi kedawung : 25 Harapan aksi konservasi kedawung Terjadi bias pemahaman stimulus kedawung, sehingga harapan konservasi kedawung tidak sejalan dengan aksi masyarakat dan aksi pengelola : Aksi pengelola Keterangan No Pernyataan Harapan Aksi Konservasi Kedawung Masyarakat*) Pengelola*) 18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam. (-) (-) 19 Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk tidak semuanya dipungut (-) 0 20 Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit. (-) 0 21 Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam. (-) (-) 22 Ada biji kedawung tercecer diperjalanan di hutan sehabis memanen (-) 0 23 Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan. (-) (-) 24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya. (-) (-) 25 Jarak tanam kedawung di lahan rehabilitasi diperlebar min. 30 m (+) (-) 26 Patroli dan larangan masuk hutan, bukan kegiatan penting dilakukan 0 (-) Rata-rata 2,6 (-) (-) *) 0 = tidak relevan untuk diujikan + = sangat suka atau suka/setuju ; - = tidak suka atau kurang suka/kurang setuju Gambar 32. Bias pemahaman stimulus kedawung, tidak sejalan dengan aksi masyarakat dan aksi pengelola untuk konservasi kedawung 7. Kerelaan berkorban masyarakat untuk aksi konservasi Penelitian untuk mengkaji stimulus religius apakah telah berperan mendorong sikap masyarakat pendarung untuk aksi konservasi didekati melalui kerelaan berkorban untuk aksi konservasi. Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan menunjukkan dengan menguji 7 pernyataan tentang kerelaan berkorban dapat diketahui, bahwa sikap dan aksi masyarakat tidak dilandasi kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung. Artinya nilai-nilai religius dan nilai-nilai sosio-budaya masyarakat tradisional tidak menjadi stimulus bagi kerelaan berkorban untuk aksi konservasi. Pernyataan Biji kedawung yang dipanen, ada yang disisakan/ditinggalkan di hutan menggambarkan bahwa sinyal ini tidak dipahami masyarakat, yaitu bahwa kedawung butuh bijinya disisihkan sebagian kecil untuk sumber bibit di hutan. Dipihak lain bagi masyarakat menganggap bahwa semua biji kedawung 102

31 yang dipanen dapat dijadikan uang. Sangat jarang dengan kesadaran sendiri masyarakat rela menyisihkan sebagian kecil biji untuk dibibitkan. Dari 80 orang responden hanya 3 orang yang membibitkan kedawung dari biji yang mereka panen sendiri. Alasannya adalah karena pohon kedawung masih banyak di hutan dan bisa tumbuh sendiri secara alami. Rincian hasilnya dapat dilihat pada Gambar 33 berikut. Kerelaan berkorban masyarakat Kerelaan berkorban untuk konservasi : Nihil 13, 20, 27, 28, 29, 30 dan 31 Keterangan No Pernyataan kerelaan berkorban masyarakat untuk konservasi Skor rata2 Sikap 13 Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng 1,8-20 Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit. 2,3-27 Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. 2,3-28 Kedawung ditanam di lahan rehabilitasi tanpa imbalan menanam palawija. 1,4-29 Kedawung ditanam di lahan pertanian hak milik pribadi masyarakat. 1,4-30 Permudaan kedawung di hutan tidak bisa diserahkan kepada alam saja. 2,3-31 Biji kedawung yang dipanen selama ini, ada yang ditinggalkan di hutan 1,8 - Rata-rata 1,9 - + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/setuju (< 3,8) Gambar 33. Kerelaan berkorban masyarakat belum ada untuk konservasi kedawung Masyarakat pendarung tidak ada yang rela memindahkan anakan kedawung yang tumbuh dibawah pohon induknya, kecuali Mbah Setomi. Walaupun mereka mengetahui bahwa biji kedawung di bawah pohon induknya, tidak akan pernah bisa tumbuh menjadi pohon besar, kecuali dipindahkan jauh dari pohon induknya. Masyarakat tidak pernah menanam pohon kedawung di lahan pertanian milik mereka sendiri, karena mereka tahu pohon kedawung yang sudah besar akan banyak mengambil luasan lahan pertanian mereka yang sempit. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh pengelola, bahwa agar berhasil konservasi kedawung memerlukan lahan hutan atau perkebunan yang relatif luas. Namun begitu, dapat diketahui bahwa masyarakat pendarung kelas umur diatas 40 tahun lebih rela berkorban untuk konservasi kedawung, sehingga 103

32 penyuluhan dan pendampingan tentang konservasi kedawung perlu diprioritaskan kepada masyarakat kelompok umur muda dibawah 40 tahun. Menurut Quedraogo (1995) nilai-nilai spritual pada masyarakat tradisional sekitar hutan di Afrika Barat sangat mendorong mereka untuk bersikap dan berperilaku untuk aksi konservasi terhadap sejenis pohon kedawung yang nama lokalnya nere (Parkia biglobosa Jack.). Pohon nere mempunyai fungsi spritual, dimana batangnya digunakan sebagai simbol dalam cerita populer dan kepercayaan spritual mereka. Daun nere banyak digunakan dalam upacara keagamaan dan adat, kelahiran, kebangkitan, pemakaman dan pemujaan. Bijinya banyak digunakan untuk ritus dan upacara adat pada hari kelahiran, pesta, hari memakaman dan bagi waris. Nilai-nilai religius inilah yang telah menjadi stimulus kuat bagi sikap dan perilaku konservasi nere dalam masyarakat tradisional Afrika Barat. Mereka sudah sejak turun temurun membudidayakan nere dan bahkan pengetahuan mereka mengenai pemanfaatan biji spesies ini sudah maju sampai kepada proses fermentasi. Walaupun ada tradisi pada masyarakat pendarung yaitu bahwa sebelum mereka berangkat ke hutan, sehari sebelumnya mereka akan membuat acara syukuran di rumah bersama-sama keluarga dan anggota pendarung agar hasil panenan yang bisa dibawa pulang banyak. Namun tradisi religius ini tidak menjadi stimulus bagi sikap dan kerelaan berkorban masyarakat pendarung untuk aksi konservasi. Menurut pengalaman penulis waktu kecil di kampung, kakek dan orangorang tua dulu menanam pohon durian dengan niat untuk anak cucunya agar dapat memanen buah durian dimana mereka hanya berharap pahala dari Tuhan. Begitu juga dari pengalaman masyarakat adat suku Dayak di Kalimantan Barat yang pernah penulis wawancarai pada tahun 2005, bahwa terdapat norma dan hukum adat yang tidak memperbolehkan menebang pohon sialang tempat bersarang lebah madu, karena madu sangat berguna bagi kehidupan mereka. Pohon durian untuk anak cucu, pahala dan pohon sialang tempat bersarang lebah madu, merupakan stimulus untuk pembentukan sikap konservasi bagi orang-orang tua dahulu dan bagi masyarakat adat yang hidup di sekitar hutan 104

33 Berdasarkan uraian tersebut ternyata bahwa stimulus manfaat ekonomi dari kedawung telah mendorong dan menjadi sikap masyarakat pendarung untuk masuk hutan dan memanen buahnya. Namun stimulus manfaat ekonomi ini belum menjadikan bentuk motivasi dar masyarakat untuk berbuat konservasi terhadap kedawung di hutan alam. Hal ini terjadi karena modal sosial, spritual dan nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat sudah mulai menghilang. Menurut Pranadji (2006) tata nilai maju suatu masyarakat yang berkaitan dengan keberlanjutan adalah masyarakat yang memiliki tata nilai dasar kuat yang merupakan gabungan keseluruhan atau beberapa tata nilai maju yang sekaligus membentuk nilai composit (gabungan) masyarakat untuk keberlanjutan. Nilai-nilai religius yang bersifat universal ini, yaitu : (1) rasa malu dan harga diri, (2) kerja keras, (3) rajin dan disiplin, (4) hidup hemat, tidak mubazir dan tidak boros (5) gandrung inovasi, (6) menghargai prestasi,(7) berpikir sistematik, (8) empati tinggi, (9) rasional/ impersional, (10) sabar dan syukur, (11) amanah (high trust), dan (12) visi jangka panjang. Nilai-nilai dasar inilah yang mulai melemah, belum berkelanjutan dan belum terpelihara dan berkembang dalam diri masyarakat. Hal ini terlihat dari sikap dan perilaku mereka antara lain kurang berempati kepada kedawung, tidak punya visi jangka panjang, tidak gandrung inovasi, kurang sabar dan syukur. Kondisi ini terjadi, diduga kuat penyebabnya adalah karena adanya intervensi luar yang telah berlangsung lama dalam masyarakat pendarung. Berkaitan dengan dibatasinya akses masyarakat ke sumberdaya hutan taman nasional yang sudah berlangsung sejak tahun 1929, yaitu sejak ditetapkannya hutan Meru Betiri menjadi hutan lindung sampai sekarang ini. Faktor hak kepemilikan yang tidak jelas sangat mempengaruhi kerelaan berkorban masyarakat untuk aksi konservasi. Hal yang berbeda terjadi di masyarakat adat Pesisir Krui di Lampung yang berhasil melestarikan repong hutan damar mata kucing secara turun temurun. Keberhasilan ini terjadi, karena hak kepemilikan masyarakat adat terhadap sumberdaya hutannya legal dan jelas. Faktor yang bersifat psikis dan sudah melekat pada komponen sikap affective dari kebanyakan masyarakat pendarung adalah antara lain masalah keteladanan dan ketidak keharmonisan hubungan dengan staf taman nasional. 105

34 Ungkapan kekecewaan dan benci yang direfleksikan oleh tetua masyarakat, seperti diungkapkan Mbah Setomi. Petugas PA sejak tahun 1972 mulai melarang dan menyita hasil hutan yang masyarakat bawa dari hutan. Mereka dituduh sebagai tukang ngerusak hutan, tukang membakar hutan, apa saja yang dihasilkan (dibawa) dari hutan akan dirampas semua. Tetapi kalau sudah berwujud uang, petugas juga meminta bagian. Pada tahun 1988 boreg-boreg (cukong-cukong pencuri kayu) kayu jati mulai ada, mereka mendatangi penduduk agar mau ngempleng (mencuri) jati dengan diiming-imingi pendapatan tinggi. Sejak itu pencurian kayu jati mulai marak dan terang-terangan, bahkan sampai ada yang memakai gergaji senso (chain saw. Masyarakat menjadi sangat kecewa, karena pelaku tidak ada yang ditangkap, bahkan mereka kerjasama dengan petugas PA, polisi dan tentara. Akhirnya masyarakat berpikir untuk apa menjaga kelestarian hutan. 8. Kerelaan berkorban pengelola untuk aksi konservasi Berdasarkan hasil penelitian dengan menguji 5 pernyataan tentang kerelaan berkorban dapat diketahui, bahwa sikap dan aksi pengelola tidak dilandasi kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung, maupun kerelaan berkorban untuk masyarakat, seperti ditunjukkan pada Gambar 34. Pernyataan stimulus 2 yaitu : Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya. Sebagaimana telah disebutkan di bagian awal dari bab ini, bahwa pengelola tidak suka masyarakat masuk kawasan hutan, pengelola beranggapan dan memandang masyarakat masuk hutan adalah pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku dan masyarakat masih dianggap aktor perusak kawasan hutan taman nasional. Dari pernyataan sikap pengelola ini menunjukkan bahwa pengelola belum rela berkorban dan menyisihkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk berpikir dan melakukan penyuluhan, bimbingan dan pendampingan kepada masyarakat. Masyarakat dengan cara demikian dapat tetap melakukan pemungutan buah kedawung secara lestari. Bahkan sekiranya pengelola meminta masyarakat untuk menyebarkan biji kedawung di hutan, maka masyarakat pendarung secara sukarela akan melakukan penyebaran biji kedawung ke tempat terbuka yang jauh dari pohon induknya dan sesuai bagi persyaratan kedawung untuk hidup. 106

35 Kerelaan berkorban pengelola Kerelaan berkorban pengelola tidak ada untuk konservasi : 2, 3, 23, 27dan 30 Keterangan No Pernyataan kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi Skor ratarata*) 2 Saat kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan untuk memanennya. 2,0-3 Kkedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. 3,5-27 Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. 2,6-28 Kedawung yg ditanam di lahan rehabilitasi dapat imbalan menanam palawija. 3, Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja. 2,6 - Rata-rata 2,9 - *) + = sangat suka atau suka/setuju (> 3,9) ; - = tidak suka atau kurang suka/tak setuju (<3,8) Gambar 34. Kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi kedawung belum terjadi. Sikap*) Hanya sebagian kecil pengelola yang suka dengan masyarakat yang menanam kedawung di lahan rehabilitasi dengan mendapat imbalan menanam palawija. Artinya dalam jangka panjang pengelola sangat khawatir lahan hutan dikuasai oleh masyarakat dan belum rela berkorban untuk membina masyarakat agar resiko yang dkhawatirkan tidak terjadi atau sekecil mungkin terjadi. Ini juga terlihat dalam surat DITJEN PKA 16 Des 1999 no. 1354/DJ-V/KK/1999 kepada Kepala Balai TNMB tentang kegiatan rehabilitasi kawasan butir 3 c alinea (3) Areal rehabilitasi dapat digarap oleh peserta rehabilitasi dalam jangka waktu 3 tahun dan setelah itu peserta harus dengan sukarela meninggalkan kawasan tanpa kompensasi. Begitu juga pernyataan 27, 28 dan 30 yang direspon negatif oleh sebagian besar pengelola menunjukkan bahwa pengelola belum mempunyai kerelaan berkorban untuk aksi konservasi kedawung, yaitu pengelola belum rela berkorban untuk melakukan penyemaian bibit kedawung di hutan alam. Nilai-nilai religius tidak menjadi stimulus bagi kinerja pengelola untuk rela berkorban terhadap aksi konservasi. Hal ini juga dipengaruhi karena rendahnya insentif dan reward yang diberikan negara kepada pengelola selama ini. 107

36 9. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola Berdasarkan hasil penelitian terbukti, bahwa ada perbedaan pengalaman antara masyarakat dengan pengelola, seperti ditunjukkan pada Tabel 16 berikut : Tabel 16. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola tentang kedawung No Pernyataan stimulus dan aksi konservasi kedawung terhadap sikap masyarakat dan sikap pengelola Masyarakat Penge -lola Nilai manfaat ekonomi (stimulus manfaat) 1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu + + Nilai manfaat obat (stimulus manfaat) 5 Biji kedawung dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung Biji kedawung selalu ada disimpan di rumah untuk obat Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung Pohon kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya. - - Nilai fungsi ekologis (stimulus alamiah) 9 Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal Kedawung adalah pohon raksasa pengayom tumbuhan lainnya di hutan Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu Kedawung menggugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setahun Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng - + Kondisi populasi dan regenerasi (stimulus alamiah) 14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan - - Aksi konservasi kedawung dan kerelaan berkorban 18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam Ada biji kedawung yang tercecer diperjalanan pulang di hutan sehabis memanen Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya Jarak tanam Kedawung di lahan rehabilitasi baiknya diperlebar min. 30 m Patroli dan larangan masuk hutan, bukan kegiatan penting untuk dilakukan Pohon kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia Pohon kedawung ditanam di lahan rehabilitasi tanpa imbalan menanam palawija Pohon kedawung ditanam di lahan pertanian hak milik pribadi masyarakat Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja Biji kedawung yang dipanen selama ini, ada yang ditinggalkan di hutan = sangat suka atau suka/setuju - = tidak suka atau kurang suka/setuju/tak tahu Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa ternyata masyarakat lebih berpengalaman dengan kedawung, masyarakat lebih memahami potensi 108

37 stimulus kedawung, terutama stimulus tentang nilai manfaat ekonomi dan nilai fungsi ekologis. Sebagian masyarakat berpengalaman dalam menyebarkan biji di hutan alam, walaupun mereka melakukannya tidak sengaja atau tidak dengan sadar, yaitu melalui cara tercecernya biji waktu proses pengangkutan di dalam hutan. Hal ini terjadi karena masyarakatlah yang lebih banyak berinteraksi dengan kedawung dan interaksi ini terjadi berulang-ulang setiap tahun, terutama pada saat panen buah kedawung atau saat mereka masuk hutan mengambil tumbuhan obat lainnya. Adanya perbedaan pengalaman antara masyarakat dan pengelola ini, akan menyebabkan perbedaan sikap dan perilaku untuk konservasi kedawung. Pengelola sampai saat ini masih menganggap masyarakat yang masuk hutan memanen buah kedawung adalah pelaku utama yang menyebabkan kedawung menjadi langka. Padahal berdasarkan pengalaman masyarakat malahan sebaliknya, tanpa disadari sebenarnya mereka membantu untuk konservasi kedawung dengan ikut menyebarkan biji di hutan. Oleh karena itu seharusnya pengelola menjadikan kelompok masyarakat pendarung kedawung sebagai pelaku utama dalam konservasi kedawung. Cara ini bisa dilakukan secara sadar, mudah dan murah serta melakukan terlebih dahulu peningkatan kapasitas masyarakat pendarung tersebut. Hubungan sikap-stimulus, erat keterkaitannya dengan keberlanjutan konservasi atau memungkinkan pula putusnya keberlanjutan konservasi tersebut. Sebagai contoh adalah stimulus manfaat ekonomi dari kedawung yang telah membuat sikap masyarakat pada periode Agustus-Oktober secara turun temurun untuk masuk hutan dan memanen buah masak dari tumbuhan obat ini. Semua biji habis mereka jual tanpa ada yang dijadikan bibit (pernyataan stimulus 2 dan 3). Masyarakat pendarung kedawung belum secara sadar untuk menyemaikan biji kedawung di areal hutan yang terbuka dan terkena sinar matahari. Keadaan seperti ini telah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Pengalaman dan perilaku masyarakat pendarung ini kurang tergali oleh pengelola, sehingga pengelola tidak dapat membuat umpan balik (feedback) kepada masyarakat. Misalnya, pengelola belum pernah memberikan penyuluhan kepada masyarakat pendarung agar mau dengan sadar menyemaikan biji kedawung di tempat-tempat terbuka di hutan yang 109

38 berjauhan dari pohon induknya. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat pendarung dan generasi penerusnya agar dapat memanen buah kedawung secara berkelanjutan, bahkan dapat meningkatkan hasilnya, karena mereka melakukan intervensi untuk regenerasinya. Berdasarkan hasil analisis data diketahui adanya perbedaan yang nyata pada sikap nilai manfaat obat, sikap terhadap kondisi populasi dan regenerasi, serta sikap dan aksi terhadap kebutuhan konservasi kedawung. Hal ini terjadi pada masyarakat dengan pengalaman lebih dari 10 tahun yang memiliki sikap lebih konservasi. Keadaan ini wajar dalam masyarakat yang normal, karena semakin banyak dan lama pengalaman mendarung kedawung, maka mereka akan semakin memiliki sikap dan aksi konservasi kedawung yang lebih baik. Sikap terhadap nilai manfaat ekonomi, sikap nilai manfaat ekologis dan kerelaan berkorban tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara masyarakat yang sudah lama berpengalaman lebih dari 10 tahun dengan masyarakat yang berpengalaman kurang dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan sangat lambatnya perkembangan pengetahuan tentang kedawung dalam masyarakat serta sangat kurangnya informasi tentang kedawung yang sampai kepada masyarakat. Ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa tidak ada penyuluhan maupun program upaya peningkatan pengetahuan kedawung yang dilakukan oleh pengelola kepada masyarakat. Berdasarkan uji Pearson Correlation ditemukan korelasi yang nyata antara umur dan lama pengalaman terhadap sikap konservasi. Semakin tua umur dan semakin lama pengalaman, ternyata sikap, aksi dan kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung semakin besar. Hubungan atau korelasi yang nyata dan positif terjadi antara sikap manfaat obat dengan aksi konservasi kedawung, Hubungan nyata yang positif terjadi pula antara kerelaan berkorban dengan sikap dan aksi konservasi kedawung. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan masyarakat untuk bersikap dan beraksi untuk konservasi kedawung, walaupun hal ini belum cukup memadai untuk mewujudkan tercapainya konsevasi kedawung yang diharapkan. Untuk meningkatkan atau menghilangkan perbedaan ini perlu dilakukan pendampingan kepada mayarakat serta perlu dibangun image bahwa 110

39 hutan Meru Betiri adalah untuk kesejahteraan masyarakat yang perlu dilestarikan agar manfaatnya berkesinambungan. Pandangan (image) bahwa alas iku duwe e pemerintah harus dihilangkan dari pola pikir masyarakat, dan diganti dengan hutan ini modal dasar dan utama untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang harus dikonservasi dan dikembangkan nilai tambahnya oleh masyarakat untuk masyarakat bersama-sama dengan pengelola. 10. Ketidak-sejalanan stimulus terhadap sikap dan aksi konservasi masyarakat dan pengelola Berdasarkan hasil penelitian ternyata, bahwa perilaku masyarakat dan pengelola tidak sejalan dengan kebutuhan konservasi kedawung yang seharusnya dilaksanakan simultan sesuai dengan kaedah keterkaitan dan kesejalanan stimulus, sikap dan aksi konservasi. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 35 diketahui bahwa terjadi bias pemahaman stimulus kedawung oleh masyarakat maupun oleh pengelola. Sebanyak 9 aksi konservasi dan kerelaan berkorban yang diharapkan kedawung untuk dilakukan, yang direfleksikan terutama dari stimulus alamiah tentang kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi, ternyata masyarakat maupun pengelola tidak dilakukan. Artinya bahwa informasi yang dikeluarkan kedawung yang sedang terjadi di kawasan hutan alam, belum menjadi stimulus pendorong bagi sikap maupun aksi konservasi oleh masyarakat maupun oleh pengelola. Masyarakat hanya memahami informasi dan menyukai pernyataan 16 bahwa, Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari tetapi stimulus ini tidak secara simultan mendorong aksi konservasi oleh masyarakat. Padahal sesuai dengan harapan kedawung dari sinyal atau informasi yang ditunjukkannya terutama melalui kondisi populasinya seharusnya masyarakat pendarung ataupun pengelola rela berkorban untuk memindahkan anakan kedawung yang tumbuh di bawah pohon induknya atau menyemaikan bijinya di areal-areal yang terbuka terkena langsung sinar matahari dan yang berjauhan dari pohon induknya. Ada tiga pernyataan penting (yaitu nomor 14, 15 dan 17) tentang kondisi populasi dan regenerasi kedawung yang dipahami bias oleh masyarakat maupun pengelola, sehingga sikap dan aksi konservasi kedawung tidak berjalan. 111

40 Perbedaan stimulus kedawung dengan sikap dan aksi masyarakat dan pengelola dapat digambarkan sebagai berikut. Sikap dan Aksi masyarakat yg terkait erat harapan konservasi kedawung : 16, 22 Harapan aksi konservasi kedawung Terjadi bias pemahaman stimulus kedawung, sehingga sikap dan aksi masyarakat atau pengelola untuk konservasi tidak berjalan : 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 26 Sikap dan aksi pengelola Keterangan No Pernyataan stimulus kelangkaan (kondisi populasi dan regenerasi) Masyarakat Pengelola 14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan - - Pernyataan Aksi Konservasi Kedawung 18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk tidak semuanya dipungut Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam Ada biji kedawung yang tercecer diperjalanan di hutan sehabis memanen Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya Jarak tanam kedawung di lahan rehabilitasi baiknya diperlebar min. 30 m Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. - - Keterangan : 0 = tidak relevan untuk diujikan ; + = sangat suka atau suka/setuju; - = tidak suka atau kurang suka/setuju Gambar 35. Bias pemahaman stimulus kedawung, sikap dan aksi pendarung atau pengelola untuk konservasi tidak berjalan simultan Kegiatan penjarangan pohon kedawung di lahan rehabilitasi adalah sekaligus merupakan kegiatan pemuliaan kedawung dengan melakukan seleksi pohon-pohon yang berkualitas. Penampakan morfologi pohon kedawung yang unggul dapat didekati dari tinggi, percabangan dan luas tajuknya. Pohon unggul diharapkan dapat menghasilkan buah yang lebih banyak. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan Etherington (1975) dalam bukunya Environment and Plant Ecology dan hasil penelitian Rinekso (2000) di TNMB. 112

41 Masyarakat dan atau pengelola tidak menjalankan ke-13 aksi dari 14 aksi konservasi penting yang dibutuhkan kedawung. Pada Gambar 36 dikemukakan bagan alir stimulus kedawung, sikap dan aksi konservasi kedawung yang seharusnya simultan terjadi. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, padahal itu sebagai prasyarat terwujudnya konservasi kedawung di hutan alam. Variabel bebas Stimulus Alamiah Kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi : (14) Anakan Kedawung sangat jarang tumbuh menjadi besar di sekitar pohon induknya, (15) Pohon Kedawung yang masih kecil/ muda sangat jarang ada di kawasan hutan alam, (16) Anakan Kedawung hanya hidup dan tumbuh di tempat terbuka terkena sinar matahari, (17) Pohon Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan alam; Fungsi ekologis: (9) Pohon Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit terjal, (10) Kedawung merupakan pohon besar dan tinggi pengayom berbagai jenis tumbuhan hutan lain, (11) Pohon Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu, (12) Pohon Kedawung gugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setiap tahun; (13) Buah Kedawung yang muda menjadi bahan makanan satwa budeng; Stimulus Manfaat Manfaat ekonomi (1) Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam, (2) Saat pohon Kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan memanen buahnya; (3) Pohon Kedawung di hutan sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat; (4) Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu Manfaat obat (5) Biji Kedawung disangrai berkhasiat untuk mengobati sakit perut kembung ; (6) Biji kedawung disimpan di rumah untuk obat (7) Pohon Kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya; (8) Biji Kedawung disangrai suka dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung, Stimulus Religius (termasuk nilai sosio-budaya) Stimulus ini berpengaruh atau tidak kepada sikap, dinilai dari pendekatan dan refleksi dari kerelaan berkorban untuk konservasi (pernyataan no. : 18, 19, 27, 28, 31) Sikap Variabel tak bebas Aksi dan Kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung (18) Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam, (19) Buah kedawung yang tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut, (20) Biji kedawung yang dipanen sendiri ada yang dijadikan bibit, (21) Pohon kedawung saat ini perlu penanaman di hutan alam, (22) ) Ada biji yang tercecer diperjalanan pulang di hutan sehabis memanen, (23) Biji kedawung direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, kemudian disemaikan, (24) Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya. (25) Jarak tanam kedawung di lahan rehabilitasi diperlebar minimal 30 m. (26) Patroli dan larangan masyarakat masuk hutan, bukan kegiatan penting untuk dilakukan (27) Pohon Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. (28)Pohon kedawung ditanam di lahan rehabilitasi tanpa imbalan menanam palawija. (29) Pohon kedawung ditanam di lahan pertanian hak milik masyarakat. (30)Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja. (31) Biji kedawung yang dipanen selama ini, ada yang ditinggalkan sengaja di hutan untuk sumber bibit Gambar 36. Bagan ketidak-sejalanan stimulus dengan sikap dan aksi pendarung dan pengelola untuk konservasi kedawung (yang digaris bawah). Pernyataan yang digaris bawah, artinya pernyataan yang disikapi positif dan dilakukan oleh masyarakat pendarung maupun oleh pengelola. 113

42 B. Ketidak-berlanjutan Pengetahuan Lokal Salah satu hipotesis penelitian ini adalah bahwa konservasi kedawung dan hutan yang dikenal hari ini adalah merupakan suatu estafet local and traditional knowledge dari sustainability domestication of plant resources yang merupakan suatu proses evolusi tumbuhan dengan masyarakat dalam ekosistem atau habitatnya (Harris dan Hillman, 1989). Dalam hal ini evolusi merupakan suatu proses pembelajaran bagi masyarakat terhadap tumbuhan liar dan suatu habitat hutan alam yang secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Pada masyarakat hutan Meru Betiri, ini sukarnya proses konservasi yang terjadi masa ini adalah tidak lain karena proses pembelajaran dari masa lalu tidak bersambung ke masa kini. Daya kreativitas dan kemandirian masyarakat untuk berinovasi dalam konservasi kedawung atau dalam peningkatan nilai tambah produknya selama ini tidak berkembang atau stagnant. Mereka hanya sebagai pengumpul biji (gather) dan menjualnya kepada tengkulak yang datang ke rumah mereka. Proses ini telah berlangsung secara turun temurun selama lebih dari 50 tahun tanpa ada perubahan atau kemajuan dari kearifan masyarakatnya. Sebelum konsorsium IPB dan LATIN pada tahun 1994 melakukan pendampingan terhadap masyarakat pendarung, ternyata mereka belum pernah melakukan pembibitan dan budidaya kedawung. Masyarakat pendarung dari kelompok umur di bawah 40 tahun dibanding dengan umur di atas 40 tahun, ternyata memiliki perbedaan sikap yang nyata, dimana masarakat yang berumur di atas 40 tahun memiliki sikap dan perilaku untuk aksi konservasi yang lebih baik. Ini menunjukkan bahwa komponen cognition yaitu pengetahuan lokal dan pengalaman tentang kedawung kurang memadai di dalam diri individu pendarung, terutama kelompok yang berumur di bawah 40 tahun. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa pendidikan dasar formal bagi masyarakat pendarung kedawung tidak berpengaruh nyata terhadap sikap, aksi maupun kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung. Berdasarkan analisis ini terlihat pendidikan sekolah dasar belum berperan sebagai agen untuk memelihara keberlanjutan pengetahuan lokal bagi anak-anak generasi mudanya. Ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan anak-anak SD Curahnongko, bahwa ternyata 114

43 mereka banyak tidak tahu tentang hutan Meru Betiri, apalagi tentang kedawung, umumnya mereka tidak tahu. Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan formal di sekolah sudah tidak mengaitkan materi kurikulum lokalnya dengan menggunakan contoh-contoh potensi sumberdaya alam lokalnya. Tidak ada perbedaan nyata dari sikap dan aksi konservasi antara masyarakat yang bapaknya pendarung kedawung dengan bukan pendarung kedawung. Malahan sebaliknya, perbedaan yang nyata aksi konservasi kedawung terjadi pada masyarakat yang bapaknya bukan sebagai pendarung kedawung, yaitu lebih bersikap konservasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat tidak terjadi keberlanjutan pengetahuan lokal tentang konservasi kedawung dari bapak ke anak. Berdasarkan wawancara terbuka dengan masyarakat, diketahui tidak adanya keberlanjutan pengetahuan lokal masyarakat yang memadai untuk meningkatkan nilai tambah kedawung di dalam kelompok mereka. Sebagai contohnya, bahwa mereka sampai saat ini belum mengetahui teknologi pengolahan biji kedawung menjadi camilan biji kedawung yang gurih, seperti dilakukan oleh masyarakat Jawa di Probolinggo. Camilann biji kedawung sering dijual oleh pedagang asongan di terminal bus Probolinggo. Bagi masyarakat sekitar hutan di Afrika Barat makanan yang namanya Dadawa yang terbuat dari hasil fermentasi biji sejenis kedawung (Parkia biglobosa) sangat terkenal, seperti contoh dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 37. (a) (b) Biji kedawung yang diolah menjadi camilan biji kedawung yang gurih dijual pedagang asongan di Probolinggo (a); Dadawaa makanan khas masyarakat Afrika yang terbuat dari biji Parkia biglobosa (b) 115

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan 1. Konservasi kedawung di lapangan gagal, karena terjadi ketidak-sejalanan antara stimulus dengan sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Sinyal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BIO-EKOLOGI TUMBUHAN OBAT KEDAWUNG (Parkia timoriana (DC) Merr.) DI HUTAN ALAM TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

BIO-EKOLOGI TUMBUHAN OBAT KEDAWUNG (Parkia timoriana (DC) Merr.) DI HUTAN ALAM TAMAN NASIONAL MERU BETIRI BIO-EKOLOGI TUMBUHAN OBAT KEDAWUNG (Parkia timoriana (DC) Merr.) DI HUTAN ALAM TAMAN NASIONAL MERU BETIRI (Bioecological of kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) medicinal plant in natural forest Meru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan 252 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Perairan Sagara Anakan memiliki potensi yang besar untuk dikelola, karena berfungsi sebagai tempat pemijahan biota laut, lapangan kerja, transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) Siti Nurul Kamaliyah SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) DEFINISI Suatu cara penanaman & pemotongan rumput, leguminosa, semak & pohon shg HMT tersedia sepanjang rahun : m. hujan : rumput &

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA PKMM-1-6-2 MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut.

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut. JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD VI (ENAM) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Kehadiran hewan dan tumbuhan itu sesungguhnya dapat menjaga keseimbangan alam. Satu makhluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PENANAMAN Tujuan pembelajaran : Setelah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Pasal 93 ayat (2), Pasal 94 ayat (3), Pasal

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU Diarsi Eka Yani (diarsi@ut.ac.id) PS Agribisnis, FMIPA, Universitas Terbuka ABSTRAK Abrasi pantai yang terjadi

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) PENDAHULUAN Blimbing manis dikenal dalam bahasa latin dengan nama Averhoa carambola L. berasal dari keluarga Oralidaceae, marga Averhoa. Blimbing manis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perburuan satwa liar merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang sudah dikenal oleh manusia sejak zaman prasejarah. Masyarakat memiliki keterkaitan

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanaman kakao lindak di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan

Lebih terperinci

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN PENDAHULUAN Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh dengan nama latin Camellia sinensis, merupakan salah satu tanaman perdu berdaun hijau (evergreen shrub). Tanaman teh berasal dari daerah pegunungan di Assam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buah ini sudah lama menjadi salah satu makanan khas dari kota Medan.Buah ini

BAB I PENDAHULUAN. buah ini sudah lama menjadi salah satu makanan khas dari kota Medan.Buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG USAHA Durian merupakan salah satu jenis buah yang sangat di idolakan di Indonesia. Sesuai dengan sebutan durian yang di duga berasal dari istilah melayu, buah ini sudah

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Pasal 93 ayat (2), Pasal 94 ayat (3), Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran 9 diharapkan peserta didik mampu; melaksanakan pengajiran tanaman sayuran.

Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran 9 diharapkan peserta didik mampu; melaksanakan pengajiran tanaman sayuran. Kegiatan Pembelajaran 9. Pengajiran Tanaman Sayuran. A. Deskripsi Kegiatan pembelajaran pengajiran tanaman sayuran berisikan uraian pokok materi; Jenis & bahan ajir, pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan Strategi Penyelamatan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) dari... STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB XI PEMANGKASAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA Pemeliharaan pada tanaman muda Kegiatan-kegiatan : Penyiangan Pendangiran Pemupukan Pemberian mulsa Singling dan Wiwil Prunning Pemberantasan hama dan

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan

Lebih terperinci