MAS}LAH}AH MURSALAH DAN LARANGAN PERNIKAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAS}LAH}AH MURSALAH DAN LARANGAN PERNIKAHAN"

Transkripsi

1 BAB II MAS}LAH}AH MURSALAH DAN LARANGAN PERNIKAHAN A. Konsepsi Teoritik Mas}lah}ah Mursalah Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep mas}lah}ah mursalah sebagai salah satu metode dalam mengistinbatkan hukum, terlebih dahulu dibahas hakikat mas}lah}ah itu sendiri. Para ahli ushul fiqh mengemukakan beberapa pembagian mas}lah}ah jika dilihat dari beberapa segi. a. Dilihat dari segi kualitas dan kepentingannya kemaslahatan itu, para ahli ushul fiqih membagi menjadi 3 macam yaitu: (1) Mas}lah}ah ad-dharu>riyyah, yaitu kemaslahatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia maupun di akhirat. Seperti: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. (2) Mas}lah}ah al-h}a>jiyyah, kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya yang berbentuk keringan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia. (3) Mas}lah}ah al-tah}thi>niyah, yaitu kemaslahatan yang sifatnya pelengkap berupa keluasan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. 1 1 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

2 23 b. Ditinjau dari segi kandungan mas}lah}ah, para ulama ushul fiqih membaginya menjadi dua, yaitu: (1) Mas}lah}ah al- A>mmah, yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan orang banyak. (2) Mas}lah}ah al-kha>shshah, yaitu kemaslahatan pribadi dan ini sangat jarang sekali, seperti kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan perkawinan seseorang yang dinyatakan hilang. 2 c. Berdasarkan dari eksistensi / keberadaan mas}lah}ah menurut syara terbagi kepada tiga macam, yaitu: (1) Mas}lah}ah al-mu tabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syara. Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan. Contoh menjaga agama, nyawa, keturunan, akal dan nyawa. Syara telah mensyariatkan jihad untuk menjaga agama, Qis}a>s untuk menjaga nyawa, hukuman h}udu>d kepada pezina dan penuduh untuk menjaga keturunan, hukuman dera kepada peminum arak untuk menjaga akal, dan hukuman potong tangan atas pencuri untuk menjaga harta. (2) Mas}lah}ah al-mulgha>h, yaitu kemaslahatan yang ditolak oleh syara karena bertentangan dengan ketentuan syara. Misalnya, kemaslahatan harta riba untuk menambah kekayaan, kemaslahatan minum khamr untuk menghilangkan stress, maslahah orang-orang penakut yang tidak mau berjihad, dan sebagainnya. 2 Wahidul Kahhar, Efektivitas Mas}lah}ah Mursalah Dalam Penetapan Hukum Syara (Thesis-- Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2003), 23.

3 24 (3) Mas}lah}ah Mursalah atau Istishlah ialah maslahat-maslahat yang bersesuaian dengan tujuan-tujuan syariat Islam, dan tidak ditopang oleh sumber dalil yang khusus, baik bersifat melegitimasi atau membatalkan maslahat tersebut. 3 Pembagian mas}lah}ah yang dikemukakan para ahli ushul fiqh di atas, dapat dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut: No. Segi kualitas dan kepentingannya Tabel 1.2 Pembagian Maslahah Segi kandungan mas}lah}ah Segi keberadaan mas}lah}ah menurut syara 1. Mas}lah}ah ad-dharu>riyyah Mas}lah}ah al- A>mmah Mas}lah}ah al- Mu tabarah 2. Mas}lah}ah al-h}a>jiyyah Mas}lah}ah al-kha>shshah Mas}lah}ah al- Mulgha>h 3. Mas}lah}ah al-tah}thi>niyah Mas}lah}ah Mursalah Dari berbagai pembagian mas}lah}ah di atas, penelitian ini memfokuskan pembahasan tentang mas}lah}ah mursalah. Secara etimologis mas}lah}ah mursalah terdiri atas dua suku kata yaitu mas}lah}ah dan mursalah. Al-mas}lah}ah adalah bentuk mufrad dari al-mashalih. 4 Mas}lah}ah berasal dari kata صالح dengan penambahan alif diawalnya yang secara arti kata berarti baik lawan kata dari buruk atau rusak adalah 3 Romli SA, Muqaranah Mazahib fil Ushul, Cet I (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), Rachmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), 117.

4 25 mas}dar dengan kata yaitu manfaat atau terlepas dari padanya kerusakan. 5 Mas}lah}ah telah menjadi bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. 6 Adapun pengertian mas}lah}ah dalam bahasa Arab berarti perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia. Dalam arti yang umum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau ketenangan; atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak kemudharatan atau kerusakan. Jadi setiap yang mengandung manfaat patut disebut mas}lah}ah. 7 Sedangkan kata al-mursalah adalah isim maf u>l (objek) dari fi il ma>d}i (kata dasar) dalam bentuk thula>thi (kata dasar yang tiga huruf) yaitu رسل dengan penambahan alif di pangkalnya, sehingga menjadi ارسل,yang berarti terlepas atau bebas. Bila kata mas}lah}ah digabungkan dengan mursalah, maka secara bahasa berarti kemaslahatan yang terlepas/ bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidknya dilakukan. 8 Penelitian ini menyimpulkan mas}lah}ah mursalah merupakan segala sesuatu yang menimbulkan manfaat bagi manusia namun tidak ada dalil yang mendukung maupun menolaknya. 5 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh..., W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: 1976), Amir Syarifuddin, Ushul..., Ibid.,332

5 26 Para ulama memberikan definisi yang hampir sama tentang mas}lahah menurut istilah, diantaranya menurut Abu Nur Zuhair, mas}lah}ah mursalah adalah suatu sifat yang sesuai dengan hukum, tapi belum tentu diakui atau tidaknya oleh syara. Menurut Abu Zahrah, mas}lah}ah mursalah adalah maslahat yang sesuai dengan maksud-maksud pembuat hukum (Allah) secara umum, tapi tidak ada dasar yang secara khusus menjadi bukti diakui atau tidaknya. 9 Al-Khawarizmi menyebutkan, mas}lah}ah yaitu memelihara tujuan hukum Islam dengan menolak bencana/ kerusakan/ hal-hal yang merugikan diri manusia. Ulama telah bersepakat bahwa tujuan hukum Islam adalah untuk memelihara agama, akal, harta, jiwa dan keturunan atau kehormatan. Al-Ghazali merumuskan istilah mas}lah}ah mursalah hampir sama dengan rumusan Al-Khawarizmi yaitu sebagai suatu tindakan memelihara tujuan syara atau tujuan hukum Islam, tujuan hukum Islam menurut Al-Ghazali adalah memelihara agama, akal, harta, jiwa dan keturunan atau kehormatan. Setiap hukum yang mengandung tujuan memelihara salah satu dari lima hal tersebut disebut mas}lah}ah. Sedangkan menurut Asy-Syatibi dari golongan mazhab Malikiyah mengatakan bahwa mas}lah}ah itu adalah maslahat yang tidak ditunjukkan oleh dalil khusus yang membenarkan atau membatalkannya sejalan dengan tindakan syara Rachmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqh..., Ibid.

6 27 Muhammad Muslehuddin mengartikan mas}lah}ah mursalah adalah kepentingan bersama yang tidak terbatas, atau kepentingan yang tidak ada ketentuannya. hal ini berangkat dari teori Imam Malik bahwa konsep syariah itu ada untuk kepentingan bersama, maka sesuatu yang memberikan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan bersama adalah merupakan salah satu sumber syariah. Sumber baru inilah yang dinamakan mas}lah}ah mursalah. 11 Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa mas}lah}ah mursalah adalah suatu metode ijtihad dalam menggali hukum terhadap setiap manfaat yang didalamnya terdapat tujuan syara secara umum, namun tidak terdapat dalil yang secara khusus menerima atau menolaknya. 1. Syarat-Syarat Mas}lah}ah Mursalah Sejalan dengan pengertiannya, maka syarat umum mas}lah}ah mursalah adalah ketika tidak ditemukan dalil sebagai bahan rujukan. Selanjutnya Imam Malik mengajukan syarat-syarat khususnya yaitu: a. Adanya kesesuaian antara maslahat yang dipandang sebagai sumber dalil yang berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syariat (maqa>s}id assyari> ah). Dengan adanya persyaratan ini berarti maslahat tidak boleh menegaskan sumber dalil yang lain, atau bertentangan dengan dalil yang qat i>. Akan tetapi harus sesuai dengan maslahat-maslahat yang memang ingin diwujudkan oleh syara. Misalnya, jenis maslahat itu tidak asing, meskipun tidak diperkuat dengan adanya dalil khas. 11 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam, terj. Yudian Wahyudi Asmin DKK. (Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 1991),127.

7 28 b. Maslahat itu harus masuk akal, mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan pemikiran yang rasional, dimana seandainya diajukan kepada kelompok rasionalis akan dapat diterima. c. Penggunaan dalil maslahat ini adalah dalam rangka menghilangkan kesulitan yang terjadi, seandainya maslahat yang dapat diterima akal itu tidak diambil, niscaya manusia akan mengalami kesulitan. Sebagaimana surat al-hajj ayat 78: Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekalikali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. (QS. al-hajj: 78). Surat al-baqarah ayat 185 juga menyebutkan tentang kemudahan yang diberikan Allah untuk makhluknya. Berikut dalilnya:

8 29 Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-baqarah: 185). Syarat-syarat di atas adalah syarat-syarat yang masuk akal yang dapat mencegah penggunaan mas}lah}ah mursalah menyimpang dari esensinya serta mencegah dari menjadikan nash-nash tunduk kepada hukum-hukum yang dipengaruhi hawa nafsu Ruang Lingkup Penerapan Mas}lah}ah Mursalah Ruang lingkup penerapan mas}lah}ah mursalah selain yang berlandaskan pada hukum syara secara umum, juga harus diperhatikan adat dan hubungan antara satu manusia dengan yang lainnya, dengan kata lain mas}lah}ah mursalah hanya meliputi kemaslahatan yang berhubungan dengan muamalah Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, terj. Saefullah Ma shum, dkk (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994), Rachmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqh..., 121.

9 30 Sedangkan masalah ibadah bukanlah termasuk dalam lapangan tersebut. Alasannya karena mas}lah}ah mursalah didasarkan pada pertimbangan akal tentang baik buruk suatu masalah, sedangkan akal tidak dapat melakukan hal itu untuk masalah ibadah. Segala bentuk perbuatan ibadah ta abuddi dan tawqifi, artinya kita hanya mengikuti secara apa adanya sesuai petunjuk dalam dalil. Misalnya mengenai shalat dhuhur empat rakaat dan dilakukan setelah matahari tergelincir, tidak dapat dinilai akal apakah itu baik atau buruk. Mas}lah}ah mursalah hanya dapat digunakan dalam hal selain wilayah ibadah, meskipun diantaranya ada yang tidak dapat diketahui alasan hukumnya, namun secara umum bersifat rasional dan oleh karenanya dapat dinilai baik dan buruknya oleh akal. Umpamanya minum khamr itu adalah buruk karena merusak akal; penetapan sanksi atas pelanggar hukum itu baik karena dengan begitu umat bebas dari kerusakan akal yang dapat mengarah pada tindak kekerasan Kehujjahan Mas}lah}ah Mursalah Adapun kehujjahan mas}lah}ah mursalah, golongan Maliki sebagai pelopor mas}lahah mursalah, mengemukakan tiga alasan sebagai berikut: a. Praktek sahabat yang telah menggunakan mas}lah}ah mursalah 1) Sahabat mengumpulkan al-quran ke dalam beberapa mus}h}af. Padahal hal ini tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah saw. alasan yang mendorong mereka melakukan pengumoulan itu tidak lain kecuali semata-mata karena maslahat, yaitu menjaga al-quran 14 Amir Syarifuddin, Ushul.., 340.

10 31 dari kepunahan, selain itu merupakan bukti nyata dari firman Allah, yaitu: Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. al-hijr: 9). 15 2) Khula>fa ar-ra>syidi>n menetapkan keharusan menanggung ganti rugi kepada para tukang. Padahal menurut hukum asal, bahwasanya kekuasaan mereka didasarkan atas kepercayaan (amanah). Akan tetapi ternyata seandainya mereka tidak dibebani tanggungjawab ganti rugi, mereka akan berbuat ceroboh dan tidak memenuhi kewajibannya untuk menjaga harta benda orang lain yang berada dibawah tanggungjawabnya. 3) Umar bin Khattab memerintahkan para penguasa agar memisahkan antara harta kekayaan pribadi dengan harta yang diperolehnya dari kekuasaannya. Karena Umar melihat dengan cara itu penguasa dapat menunaikan tugasnya dengan baik, tercegah dari melakukan manipulasi dan mengambil harta ghanimah (rampasan) dengan cara yang tidak halal. Jadi kemaslahatan umumlah yang mendorong Khalifah Umar mengeluarkan kebijakan tersebut. 16 4) Para Sahabat menetapkan hukuman mati kepada semua anggota kelompok (jama ah) lantaran membunuh satu orang. Jika mereka 15 Muhammad Abu Zahrah, Ushul..., Romli SA, Muqaranah...,164.

11 32 secara bersama-sama melakukan pembunuhan tersebut, karena memang kemaslahatan menghendakinya. Alasannya, orang yang dibunuh adalah ma sum (terpelihara) darahnya, sementara ia telah dibunuh dengan sengaja. Kemaslahatan mendorong untuk diterapkannya hukuman ini, agar hal seperti ini tidak terulang kembali. 17 b. Mas}lah}ah mursalah sesuai dengan tujuan syar i. Maksudnya jika mas}lah}ah mursalah diambil maka maqasid as-syari bisa terwujud. Akan tetapi jika mas}lah}ah mursalah dikesampingkan maka akan timbul madharat dan kesulitan. c. Mas}lah}ah mursalah menjadi keputusan mutlak yang jika tidak diambil akan menyulitkan dan memberikan kesempitan pada orang-orang mukallaf. Allah berfirman: Artinya:...Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan... (Q.S. Al-Hajj : 78). B. Larangan Pernikahan 1. Pengertian larangan penikahan menurut Islam Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Orang tidak boleh berbuat semaunya seperti binatang. 17 Muhammad Abu Zahrah, Ushul..., 428.

12 33 Allah telah memberikan batas dengan peraturan-peraturannya yaitu dengan syariat yang terdapat dalam al-quran dan Sunah Rasulnya dengan hukumhukum perkawinan. 18 Seorang laki-laki berhak memilih wanita mana saja yang akan dinikahinya, begitu pula sebaliknya. Namun, terdapat batasan-batasan yang mana batasan ini bersifat larangan. 19 Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah menyebutkan tidak semua perempuan dapat dinikahi. Akan tetapi, perempuan yang akan dinikahi bukan mahram bagi laki-laki yang akan menikahinya, baik keharaman tersebut bersifat abadi atau selamanya al-mu abbad) maupun keharaman yang bersifat sementara al-mu aqqad). Keharaman yang bersifat abadi menyebabkan seorang perempuan haram dinikahi oleh laki-laki selamanya, sedangkan keharaman yang bersifat sementara hanya mengharamkan perempuan untuk dinikahi oleh seorang laki-laki dalam kurun waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu. dimana jika kondisi tersebut berubah maka ia menjadi halal Dasar Hukum larangan pernikahan Dasar hukum larangan menikah dalam al-quran yaitu terdapat dalam Surat an-nisa ayat 22: 18 H.S.A Al-Hamdani, Risalah Nikah (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty, 2007), Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, 6, ter: Moh. Thalib (Bandung : Alma arif, 1990), 93.

13 34. Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. an-nisa: 22). 21 Selain itu, terdapat pula ayat al-quran yang menjelaskan larangan menikah, yaitu Surat an-nisa: 23. Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudarasaudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. an-nisa: 23) Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya (Surabaya: Duta Ilmu Surabaya, 2006), Ibid.

14 35 Sebuah hadis menjelaskan tentang larangan menikah ketika sedang menunaikan ibadah ihram yaitu sebagai berikut: ا ل ي ا ن ك ح ال م ح ر م ا وا ل ي ن اكح ا وا ل ا ي ط ب Artinya: Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh pula meminang (HR. Muslim) Bentuk-bentuk larangan pernikahan a. Haram dinikahi selamanya 1) Disebabkan dengan adanya hubungan nasab: 24 (a) Ibu (b) Anak perempuan (c) Saudari perempuan (d) Bibi dari pihak bapak (e) Bibi dari pihak ibu (f) Anak perempuan dari saudara laki-laki (g) Anak perempuan dari saudari perempuan Hikmah keharaman wanita yang disebabkan hubungan nasab adalah mengagungkan kerabat dan mwemelihara dari kebodohan. Selain itu, perrnikahan juga merupakan perluasan kasih sayang yang berlaku antara dua orang yang menikah. Sedangkan pernikahan dengan satu nasab 23 Abdillah Muhammad Ibn Al-Quzwayniy, Sunan Ibn Majjah (Beirut: Dar al-fikr, 2004), Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah..., 94.

15 36 menyebabkan gesekan-gesekan yang kasar antara mereka berdua yang kemudian menyebabkan pemutusan hubungan rahim. 25 Selain itu ada hikmah lainnya yaitu: 26 (h) Setiap manusia yang sudah maju pemikirannya, fitrahnya (jiwa murninya) tidak akan suka melepaskan nafsu seksnya kepada ibu, saudara, atau anak. Bahkan binatang pun sebagian ada yang bersikap demikian. Perasaannya terhadap bibi sama dengan perasaannya kepada ibu. Paman dari pihak ayah atau dari pihak ibu sekedudukan dengan ayah. (i) Seorang laki-laki dengan keluarga dekatnya mempunyai perasan yang kuat yang mencerminkan suatu penghormatan. Maka, akan lebih utama kalau dia mencurahkan perrasaan cintanya itu kepada perempuan lain melalui perkawinan sehingga terjadi hubungan yang baru dan rasa cinta, kasih, dan sayang antara kedua manusia menjadi sangat luas. (j) Seseorang dengan keluarganya harus mempunyai perasaan yang bersifat azali dan hal demikian harus dilakukan supaya terus bergelora agar hubungan diantara sesama mereka itu dapat berlangsung terus. Mempertemukan perasaan ini melalui jalan perkawinan dan terjadinya suatu pertengkaran kadang-kadang 25 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah, dan Talak (Jakarta: Amzah, 2009), Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, ter. Mu ammal Hamidy (Surabaya:PT Bina Ilmu, 2003), 246.

16 37 dapat menimbulkan suatu perpisahan yang dapat menghilangkan keabadian dan kekekalan cinta tersebut. (k) Keturunan yang diperoleh dari keluarga dekat kadang-kadang tidak sempurna dan lemah. Kalau pada garis seseorang itu ada kelemahan jasmani atau akal, hal ini akan bisa menular kepada keturunannya. (l) Seorang perempuan sangat membutuhkan laki-laki yang melindunginya dan menjaga kemaslahatannya disamping suaminya, terlebih kalau terjadi kegoncangan dalam hubungan keduanya. 2) Disebabkan dengan adanya hubungan perkawinan: 27 (a) Isteri dari bapak (ibu tiri). (b) Isteri dari anak laki-laki (menantu), atau isteri cucu dari anak laki-laki,atau isteri cucu dari anak perempuan, dan nasab kebawahnya. (c) Ibu isteri (ibu mertua), dan neneknya.baik nenek dari pihak bapak maupun dari pihak ibu. (d) Keturunan isteri dan nasab kebawahnya. Maksudnya adalah anak tiri perempuan dari isteri yang telah didukhu>l. 3) Disebabkan adanya hubungan persesusuan: 28 (a) Ibu seseorang dari susuan dan nasab keatasnya. 27 Ibn Rusyd, al-mujtahid wa 2 (Beirut Lebanon: Da@r El-Fikr, 2005), Wahbah Zuh}ayli@, al-fiqh al-isla@mi@ Wa Adillatuhu, 9, Abdul Hayyi al-kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2011), 132.

17 38 (b) Keturunan dari susuan dan nasab dibawahnya, yaitu anak perempuan susuan dan anak perempuannya, cucu perempuan anak laki-laki susuan dan anak perempuannya. (c) Keturunan kedua orang tua dari susuan, yaitu saudara-saudara perempuan dari susuan, dan keponakan perrempuan dari anak laki-laki susuan, serta anak perempuannya. (d) Keturunan langsung kakek dan nenek dari susuan yaitu bibi dari pihak bapak dan bibi dari pihak ibu susuan. (e) Ibu mertua dan neneknya dari susuan dan nasab keatasnya. (f) Isteri bapak dan isteri kakek dari susuan dan nasab keatasnya. (g) Isteri anak, isteri cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan susuan, dan nasab dibawahnya. (h) Anak perempuan isteri dari susuan, dan cucu perempuan dari anak-anaknya dan nasab dibawahnya, jika isteri telah digauli. Jika isteri belum digauli, maka keturunannya dari susuan tidak haram untuk dinikahi oleh bekas suaminya. Undang-undang mengatur tentang ketentuan larangan menikah yang bersifat abadi atau selamanya yaitu terdapat pada Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa ada tiga larangan menikah antara laki-laki dengan wanita yaitu karena pertalian nasab, pertalian kerabat semenda, dan pertalian sesusuan Intruksi Presiden R.I. Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

18 39 b. Haram dinikahi untuk sementara 1) Mengawini dua orang perempuan bersaudara pada waktu bersamaan. Dua saudara yang mempunyai hubungan sepersusuan, sekandung, ataupun tidak sekandung (saudara tiri) tidak ada bedanya dalam hal ini. Tidak diperbolehkan menikahi dua perempuan bersaudara dalam satu akad secara bersamaan, atau dua akad yang dilaksanakan dalam satu waktu. Apabila hal itu terjadi, maka akad nikah tersebut batal. Jika setelah menikahi saudara pertama kemudian dilanjutkan saudara yang kedua diwaktu yang berbeda namun masih dalam ikatan pernikahan saudara yang pertama, maka akad yang kedua batal. 30 Seorang laki-laki mengumpulkan dua wanita dalam satu perkawinan seperti ini tidak diperbolehkan, hal tersebut juga diberlakukan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. 31 Larangan ini bisa berubah setelah isterinya meninggal dunia. Maka seorang laki-laki dapat menikahi saudara perempuan isterinya yang telah meninggal dunia tersebut. 2) Poligami di luar batas (melebihi 4 orang) Seorang laki-laki dalam perkawinan poligami paling banyak mengawini empat orang dan tidak boleh lebih dari itu, kecuali bila salah seorang dari istrinya yang berempat itu telah diceraikannya dan habis pula masa iddahnya. Dengan begitu perempuan kelima itu haram 30 Muhammad Zuhaily, Fiqh Munakahat Kajian Fiqh Pernikahan dalam Perspektif Madzhab Syafi i (Surabaya: CV Imtiyaz, 2013), Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 73.

19 40 dikawininya dalam masa tertentu, yaitu selama salah seorang di antar istrinya yang empat itu belum diceraikan. 3) Wanita yang masih terikat ikatan perkawinan dengan lelaki lain. Seorang perempuan yang sedang terikat dalam tali perkawinan haram dikawini oleh siapapun. Keharaman itu berlaku selama suaminya masih hidup atau belum dicerai oleh suaminya. Setelah suami mati atau ia diceraikan oleh suaminya dan selesai masa iddahnya ia boleh dikawini oleh siapa saja. 32 Seseorang laki-laki yang memiliki keharaman untuk mengawini perempuan bersuami itu terdapat dalam surat An-Nisa ayat 24:. Artinya: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. an-nisa: 24) Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya..., 106.

20 41 4) Larangan karena talak tiga. Seorang suami yang telah menceraikan isterinya dengan tiga talak, baik sekaligus atau bertahap, mantan suaminya haram mengawininya sampai mantan isterinya tersebut menikah lagi dengan laki-laki lain dan habis masa iddahnya. 34 Larangan menikah dengan mantan isteri tersebut berakhir tidak hanya cukup dengan menikahnya isteri itu dengan suami kedua dalam suatu akad perkawinan, tetapi setelah isteri tersebut berhubungan badan secara sah dengan suami keduanya tersebut. 35 5) Larangan karena ihram Sebuah hadis menjelaskan tentang larangan menikah ketika sedang menunaikan ibadah ihram yaitu sebagai berikut: ا ل ي ا ن ك ح ال م ح ر م ا وا ل ي ن اكح ا وا ل ا ي ط ب Artinya: Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh pula meminang (HR. Muslim). 36 6) Menikah dengan pezina. Laki-laki yang shaleh menikah dengan pezina, pelacur ataupun antara wanita-wanita yang baik dengan laki-laki pezina haram hukumnya, kecuali setelah masing-masing menyatakan bertaubat Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Abdillah Muhammad Ibn Al-Quzwayniy, Sunan Ibn Majjah..., Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty, 2007), 36.

21 42 7) Larangan karena beda agama. Perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non muslim dan sebaliknya haram hukumnya. Dalam istilah fiqh disebut kawin dengan orang kafir. Keharaman laki-laki muslim kawin dengan perempuan musyrik atau perempuan muslimah kawin dengan laki-laki musyrik. Hal demikian terdapat dalam surat al-baqarah ayat Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orangorang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-nya. dan Allah menerangkan ayatayat-nya (perintah-perintah-nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. al-baqarah: 221). 39 Larangan menikah di atas dibedakan menjadi dua macam yaitu larangan menikah bersifat selamanya dan larangan menikah bersifat sementara. Berikut akan diklasifikasikan macam-macam larangan menikah dalam bentuk tabel. 38 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya...,43.

22 43 Tabel 1.3 Pernikahan Bersifat Selamanya dan Sementara No Larangan pernikahan bersifat selamanya Hubungan nasab: a. Ibu b. anak perempuan c. saudari perempuan d. bibi dari pihak bapak e. bibi dari pihak ibu f. anak perempuan dari saudara laki-laki g. anak perempuan dari saudri perempuan Hubungan perkawinan: a. ibu tiri b. menantu c. ibu mertua d. keturunan isteri dan nasab kebawahnya Hubungan persusuan: a. Ibu seseorang dari susuan dan nasab keatasnya. b. Keturunan dari susuan dan nasab dibawahnya c. Keturunan kedua orang tua dari susuan d. Keturunan langsung kakek dan nenek dari susuan e. Ibu mertua dan neneknya dari susuan dan nasab keatasnya f. Isteri bapak dan isteri kakek dari susuan dan nasab keatasnya. g. Isteri anak, isteri cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan susuan, dan nasab Larangan pernikahan bersifat sementara Mengawini dua perempuan bersaudara pada waktu bersamaan Poligami melebihi 4 orang Wanita yang masih teikat ikatan perkawinan dengan lelaki lain

23 dibawahnya. h. Anak perempuan isteri dari susuan, dan cucu perempuan dari anak-anaknya dan nasab dibawahnya, jika isteri telah digauli. Larangan karena talak tiga Larangan karena ihram Menikah dengan pezina Larangan karena beda agama Sedangkan dalam KHI pasal 40 larangan pernikahan yang bersifat sementara yakni dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu, seperti: 1. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat pernikahan dengan pria lain. 2. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah. 3. Seorang wanita yang tidak beragama Islam. Pasal 40 menjelaskan bahwa dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu, seperti wanita yang bersangkutan masih terikat tali perkawinan dengan orang lain, masih dalam masa iddah, dan tidak beragama Islam.

24 45 Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai empat orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam masa iddah talak raj i. Dan yang terakhir yaitu pasal 44 yang menyebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan pria yang tidak beragama islam Hukum Menikah dalam Islam Hukum menikah dalam Islam terdiri dari lima bagian yaitu sebagai berikut: Pertama: Nikah hukumnya wajib, bagi orang yang mempunyai hasrat yang tinggi untuk menikah karena syahwatnya bergejolak sedangkan dia mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup. Dia merasa terganggu dengan gejolak syahwatnya, sehingga dikawatirkan akan terjerumus di dalam perzinaan. Begitu juga seorang mahasiswa atau pelajar, jika dia merasa tidak bisa konsentrasi di dalam belajar, karena memikirkan pernikahan, atau seandainya dia terlihat sedang belajar atau membaca buku, tapi ternyata dia hanya pura-pura, pada hakekatnya dia sedang melamun tentang menikah dan selalu memandang foto-foto perempuan yang diselipkan di dalam bukunya, maka orang seperti ini wajib baginya untuk menikah jika memang dia mampu untuk itu secara materi dan fisik, serta bisa bertanggung jawab, atau menurut perkiraannya pernikahannya akan menambah semangat dan konsentrasi dalam belajar. 40 Intruksi Presiden R.I. Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

25 46 Kedua: Nikah hukumnya sunah bagi orang yang mempunyai syahwat, dan mempunyai harta, tetapi tidak khawatir terjerumus dalam maksiat dan perzinaan. Imam Nawawi di dalam Syareh Shahih Muslim menyebutkan judul dalam Kitab Nikah sebagai berikut : Bab Dianjurkannya Menikah Bagi Orang Yang Kepingin Sedangkan Dia Mempunyai Harta. 41 Ketiga : Nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai syahwat, tetapi tidak mempunyai harta. Atau bagi orang yang mempunyai harta tetapi tidak mempunyai syahwat. 42 Keempat: Nikah hukumnya makruh bagi orang yang tidak punya harta dan tidak ada keinginan untuk menikah (lemah syahwat). Dikatakan makruh, karena dia tidak membutuhkan perempuan untuk dinikahi, tetapi dia harus mencari harta untuk menafkahi istri yang sebenarnya tidak dibutuhkan olehnya. Tentu akan lebih baik, kalau dia mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu. Selain itu, istrinya akan sedikit tidak terurus, dan kemungkinan tidak akan mendapatkan nafkah batin, kecuali sedikit sekali, karena sebenarnya suaminya tidak membutuhkannya dan tidak terlalu tertarik dengan wanita. Begitu juga seseorang yang mempunyai keinginan untuk menikah, tetapi tidak punya harta yang cukup, maka baginya, menikah adalah makruh. Adapun seseorang yang mempunyai harta tetapi tidak ada keinginan untuk menikah (lemah syahwat), para ulama berbeda pendapat : 41 An-Nawawi, Syarh Shahih., Ibid.,174.

26 47 Pendapat Pertama: Dia tidak dimakruhkan menikah tetapi lebih baik baginya untuk konsentrasi dalam ibadah. Ini adalah pendapat Imam Syafi i dan mayoritas ulama Syafi iyah. 43 Pendapat Kedua: Menikah baginya lebih baik. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan sebagian dari ulama Syafi iyah serta sebagian dari ulama Malikiyah. Kenapa? karena barangkali istrinya bisa membantunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, seperti memasak, menyediakan makanan dan minuman, menyuci dan menyetrika bajunya, menemaninya ngobrol, berdiskusi dan lain-lainnya. Menikah sendiri tidak mesti melulu melakukan hubungan seks saja, tetapi ada hal-hal lain yang didapat sepasang suami selama menikah, seperti kebersamaan, kerjasama, keakraban, menjalin hubungan keluarga, ketenangan dan ketentraman. Kelima: Nikah hukumnya haram, bagi yang merasa dirinya tidak mampu bertanggung jawab dan akan menelantarkan istri dan anak dan Pernikahan diharamkan bagi mereka yang mempunyai niat buruk dalam pernikahannya. Misalnya, ingin membalas dendam dengan menyakiti hati istrinya Tujuan Pernikahan Beberapa tujuan pernikahan adalah sebagai berikut. 45 a. Memperoleh Kebahagiaan dan Ketenteraman Hidup 43 Ibid 44 Yusuf ad-duraiwisy, Nikah Siri, Mut ah dan Kontrak, (Jakarta: Dar al-haq, 2010) 45 Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (Surabaya :gita mediah press, 2006), 10-12

27 48 Seseorang yang telah melangsungkan pernikahan hidupnya menjadi lebih tenteram dan bahagia. Hal ini diterangkan Allah swt. dalam al-quran Surah ar-rum Ayat 21. Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-nya aialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. SUngguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. ar-rum :21) b. Memperoleh Keturunan yang Sah Pernikahan bertujuan memperoleh keturunan yang sah menurut agama. Pernikahan juga akan memberikan status dan kedudukan kepada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu, Allah swt. melarang hamba-nya berbuat zina. Larangan tersebut difirmankan Allah swt. dalam al-quran al-isr-a' Ayat 32. Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. al-isra :32) c. Menjaga Kehormatan dan Harkat Manusia Dengan pernikahan yang sah, kehormatan seseorang akan terjaga. Ia juga akan mendapatkan tempat dalam masyarakat di sekelilingnya.

28 49 d. Untuk Membentengi Akhlak yang Luhur Sasaran utama dari disyari atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Dari Ibn Mas ud ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: ي ا ا مع اش ا ر الش ب ا اب ام ن اس تاطااعا ال ب اء ا ةا فا لي ا تا ا زو ج فاإ ن و ا اغض ل ل ب ا اص ر ي ا س تاط ع فا ا علاي و ب الص و م فاإ ن و لاو و ا جاء )رواه اجلماعة( ا وأاح ا ص ن ل ل افر ج ال ا و ا م ن Artinya: Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena menikah itu bisa menundukkan mata dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka berpuasalah, karena puasa itu bisa menjadi kendali baginya. (HR Jamaah) Al Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, 2129.

BAB I PENDAHULUAN. benar, salah satunya adalah larangan menikah dengan orang-orang tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. benar, salah satunya adalah larangan menikah dengan orang-orang tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang mengatur semua sendi kehidupan manusia. Banyak larangan-larangan yang bertujuan untuk menuntun manusia ke jalan yang benar, salah

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

dipelajari lebih dalam karena hal ini menyangkut norma-norma kemanusiaan. membolehkan karyawan yang belum menjadi karyawan tetap untuk menikah

dipelajari lebih dalam karena hal ini menyangkut norma-norma kemanusiaan. membolehkan karyawan yang belum menjadi karyawan tetap untuk menikah BAB IV ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP KEBIJAKAN LARANGAN MENIKAH SELAMA KONTRAK KERJA DI PT. PETROKIMIA GRESIK A. Analisis Alasan Penerapan Kebijakan Larangan Menikah Selama Kontrak Kerja di PT.

Lebih terperinci

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? "kemal pasa", k_pasa03@yahoo.com Pertanyaan : Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? Jawaban : Tidak

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR A. Analisis Hukum Islam Terhadap Alasan Larangan Nikah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH ANAK PODO MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Tradisi Larangan Nikah Anak Podo Mbarep Masyarakat desa

Lebih terperinci

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI YANG HARAM UNTUK DINIKAHI حفظه هللا Ustadz Kholid Syamhudi, Lc Publication : 1437 H_2016 M RINGHASAN FIKIH ISLAM: Yang Haram Untuk Dinikahi حفظه هللا Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi Disalin dari web Beliau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH 90 BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH A. Tinjauan Tentang Jual Beli Sepatu Solid di Kecamatan Sedati Sidoarjo Dengan mengikuti empat mazhab fiqh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB II LARANGAN PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN URF

BAB II LARANGAN PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN URF BAB II LARANGAN PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN URF A. Larangan Perkawinan dalam Islam 1. Definisi Larangan Perkawinan Perkawinan baru bisa dinyatakan sah apabila telah memenuhi seluruh rukun dan syarat yang

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO 69 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO A. Pandangan Masyarakat Terhadap Larangan Perkawinan Jilu di Desa Deling Kecamaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH A. Pengertian Maslah}ah} Maslah}ah} berasal dari kata s}alah}a yang secara arti kata berarti baik lawan dari kata buruk atau rusak. Maslah}ah} adalah kata masdar s}alah}

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 SIAPAKAH MAHRAM KITA SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. 2 Adapun ketentuan siapa yang mahram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan Kebolehan Pendaftaran Pencatatan Perkawinan pada Masa Iddah Sha@ri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu keluarga melalui sebuah pernikahan, dari sebuah pernikahan inilah

BAB I PENDAHULUAN. suatu keluarga melalui sebuah pernikahan, dari sebuah pernikahan inilah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan hal penting yang tidak dapat dilepaskan dari sisi kehidupan manusia di dunia. Satu sama lain manusia di dunia bisa membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA 66 BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA A. Analisis Terhadap Faktor Faktor Yang Mendasari Adanya Tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu cara untuk membentengi seseorang supaya tidak terjerumus ke lembah kehinaan, di samping untuk menjaga dan memelihara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI A. Analisis Pernikahan wanita hamil oleh selain yang menghamili di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia melainkan seluruh makhluk ciptaan-nya

Lebih terperinci

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. Lihat Ahkam An-Nazhar Ila

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yang mengatur segala sendi kehidupan manusia di alam semesta ini, diantara aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP A. Deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya

Lebih terperinci

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak 1 A. Latar Belakang Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang memiliki tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu:

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu: 67 BAB IV ANALISIS PEMBATALAN NIKAH KARENA SAKIT JIWA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN ATURAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM YANG BERKAITAN DENGAN PEMBATALAN NIKAH. A. Analisis Pembatalan Nikah Menurut

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR: SYARIAH - MUNAKAHAT KOMPETENSI DASAR: Menganalisis ajaran Islam tentang perkawinan Menganalisis unsur-unsur yang berkaitan dengan ajaran perkawinan dalam agama Islam INDIKATOR: Mendeskripsikan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan dengan potensi hidup berpasang-pasangan, di mana

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan dengan potensi hidup berpasang-pasangan, di mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan dengan potensi hidup berpasang-pasangan, di mana dalam pergaulan hidupnya di masyarakat tidak dapat terlepas dari ketergantungan antara manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam dengan disyari atkannya nikah pada hakekatnya adalah sebagai upaya legalisasi hubungan seksual sekaligus untuk mengembangkan keturunan yang sah dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK A. Analisis terhadap Tradisi Repenan dalam Walimah Nikah di Desa Petis Sari Kec. Dukun

Lebih terperinci

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP Dalam melaksanakan pernikahan, manusia tidak terikat dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan segala sesuatunya di dunia ini dengan berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah diciptakan-nya

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H Status Perkawinan Orang Murtad (Studi Komparatif Mazhab Syafi'i dan KHI) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Syari'ah/Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pesanan Makanan Dengan Sistem

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam Sebagai Agama yang rahmatan lil alamin selalu memperhatikan nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam sangat memperhatikan

Lebih terperinci

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban: MAHRAM Pertanyaan Dari: Mirman Lasyahouza Dafinsyu, syahboy93@gmail.com, SMA Muhammadiyah Bangkinang (disidangkan pada hari Jum at, 9 Jumadilakhir 1432 H / 13 Mei 2011 M) Pertanyaan: Assalamu alaikum w.w.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan (yang berlainan jenis) untuk selama-lamanya sampai ajal menjemput,

BAB I PENDAHULUAN. insan (yang berlainan jenis) untuk selama-lamanya sampai ajal menjemput, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesungguhnya keharmonisan dalam berumah tangga merupakan salah satu tujuan yang diinginkan oleh Islam. Akad nikah diharapkan dapat menyatukan dua insan (yang

Lebih terperinci

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284 Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 284 ل ل ه م ا ف ي الس م او ات و م ا ف ي ال ا ر ض و ا ن ت ب د وا م ا ف ي ا ن ف س ك م ا و ت خ ف وه ي ح اس ب ك م ب ه الل ه ف ي غ ف ر ل م ن ي ش اء و ي ع ذ ب م ن ي ش اء

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan 66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR A. Analisis terhadap penyebab larangan nikah Tumbuk Desa di desa Candirejo Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab MATAN Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab C MATAN AS-SITTATUL USHUL Z. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Termasuk perkara yang sangat menakjubkan dan tanda yang

Lebih terperinci

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 A. KELUARGA Untuk membangun sebuah keluarga yang islami, harus dimulai sejak persiapan pernikahan, pelaksanaan pernikahan, sampai pada bagaimana seharusnya suami dan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN URF. hubungan kelamin ( ), dan juga berarti akad ( ). 1. dinikahi seperti sebab nasab atau sesusuan.

BAB II PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN URF. hubungan kelamin ( ), dan juga berarti akad ( ). 1. dinikahi seperti sebab nasab atau sesusuan. BAB II PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN URF A. Perkawinan Dalam Hukum Islam 1. Pengertian perkawinan Secara etimologis, perkawinan dalam bahasa Arab disebut dalam dua kata, yaitu nakah}a ( ) dan zawaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI PERKARA PUTUSAN NOMOR 1708/pdt.G/2014/PA.bjn. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri M dalam Putusan Nomor:

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT A. Analisis Terhadap Pemberian Wasiat Dengan Kadar Lebih Dari 1/3 Harta Warisan Kepada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU SADISME DAN MASOKISME DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU SADISME DAN MASOKISME DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI 62 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU SADISME DAN MASOKISME DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI A. Analisis Deskripsi Terhadap Perilaku Sadisme Dan Masokisme Seksual Dalam Hubungan Suami Istri Sadisme

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07 1 2 ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH... 3 Gina Maulia (10510064) Dewi Ratna Sari (10510028) KELOMPOK 3 Nilam Wahyu Nur Sarwendah (10510051) Widya Tania Artha (10510026) Kartika Trianita (10510007)

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT 40 KRITERIA MASLAHAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426

Lebih terperinci

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SELAMATAN DI BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG Selamatan di Buyut Potroh merupakan salah satu tradisi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menetapkan pernikahan sebagai wahana untuk membangun rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas tuntutan agama dan dengan pernikahanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan Ayah dengan Anak Tiri Dusun Balongrejo Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang

BAB IV. A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan Ayah dengan Anak Tiri Dusun Balongrejo Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDAPAT TOKOH AGAMA TENTANG PERNIKAHAN AYAH DENGAN ANAK TIRI DI DUSUN BALONGREJO DESA BADAS KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, yang membutuhkan orang lain dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nafsu syahwat semata, melainkan memiliki tujuan yang lebih dari itu di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. nafsu syahwat semata, melainkan memiliki tujuan yang lebih dari itu di antaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT mensyariatkan pernikahan bukan hanya untuk memenuhi nafsu syahwat semata, melainkan memiliki tujuan yang lebih dari itu di antaranya beribadah kepada

Lebih terperinci