BAB I PENDAHULUAN. Diskriminasi gender yang terjadi di Sri Lanka bukanlah hal yang baru, namun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Diskriminasi gender yang terjadi di Sri Lanka bukanlah hal yang baru, namun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diskriminasi gender yang terjadi di Sri Lanka bukanlah hal yang baru, namun hingga saat ini masih belum ada jalan keluar bagi permasalahan diskriminasi yang dialami kaum perempuan di negara tersebut. Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki secara hukum, tetapi di dalam aturan keluarga dan masing-masing komunitas, ketentuan-ketentuan yang ada cenderung diskriminatif. Seperti halnya mengenai aturan perkawinan, perceraian, properti, hingga transaksi keuangan. Di dalam beberapa kelompok masyarakat, perempuan tidak diakui hak kesetaraannya dengan laki-laki, terutama hak kepemilikan tanah pemukiman yang berasal dari bantuan negara. Undang-Undang ketenagakerjaan telah sesuai dengan standar internasional, tetapi masih relatif lemah implementasinya, Undang-Undang ketenagakerjaan tidak menguntungkan bagi kaum perempuan. Mereka ditempatkan dalam tingkatan yang jauh lebih rendah dari laki-laki dalam piramida kerja. Mayoritas kaum perempuan menerima 13 tahun akses pendidikan gratis untuk dapat bersekolah di sebagian besar daerah di Sri Lanka. Namun demikian, banyak perempuan Sri Lanka yang tidak memiliki akses yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan. Meskipun Sri Lanka termasuk salah satu negara pertama di dunia pada era pemerintahan modern yang mengizinkan kaum perempuan untuk ikut memilih, dan bahkan pernah memiliki perdana menteri perempuan, namun 1

2 hanya sebagian kecil dari perempuan yang ikut berpartisipasi di tingkat politik. Berbeda dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Selatan, Sri Lanka tidak memiliki jumlah kuota yang membutuhkan persentase khusus dari perempuan untuk mencalonkan diri untuk suatu jabatan atau posisi yang lebih baik dalam sistem pemerintahan. 1 Pada kebanyakan distrik, persentase dari anak-anak yang putus sekolah, tidak bersekolah atau baru mulai bersekolah tidaklah terlalu signifikan. Namun pada salah satu distrik yang rawan konflik, terdapat 17% anak putus sekolah, tidak bersekolah atau tidak pernah mendaftar untuk bersekolah. 2 Berbicara tentang politik kaum perempuan, Sri Lanka pernah dipimpin oleh perdana menteri dan presiden perempuan. Namun hal tersebut tidak selalu menunjukkan sebuah profil politik yang tinggi bagi kaum perempuan. Hal tersebut juga tidak mewakili keterlibatan dari kaum perempuan pada suatu kebijakan perencanaan dan pengambilan keputusan untuk tingkat yang lebih tinggi. 3 Partai-partai politik besar di Sri Lanka masih belum mampu berbuat banyak sehubungan dengan representasi perempuan di tingkat politik. Panitia pada proses pemilihan memegang kekuasaan yang mempunyai kapabilitas untuk memajukan atau bahkan menghalangi representasi perempuan. Sejumlah partai politik memperlihatkan kurangnya komitmen untuk mengakui perempuan sebagai 1 Paula Green, "Team 1325 and Women in Sri Lanka:Building a Common Platform for Peace", diakses tanggal 10 Januari Rohan Senarath, "Melanjutkan Isu Sistem Pendidikan di Sri Lanka", diakses tanggal 26 Juni Nelathi De Soysa, "The Truth behind Sri Lanka s Gender development statistics", diakses tanggal 19 Januari

3 nominator yang layak untuk memperkuat peran kaum perempuan sebagai pemimpin dalam sistem politik Sri Lanka. 4 United Nations Development Programme (UNDP) adalah badan PBB yang berfokus pada program pembangunan di suatu negara. UNDP bekerja dengan mitra nasional untuk membantu negara tersebut mencapai tujuan pembangunan / pemberdayaan manusia. Di antara implementasinya adalah dengan membantu permasalahan kesenjangan antar daerah dengan memperkuat ekonomi lokal dan sistem tata kelola yang mampu memberikan pelayanan sosial secara adil, sambil membantu masyarakat yang kurang beruntung dalam akses sistem keadilan dan memberikan bantuan hukum. UNDP juga bekerja untuk melindungi lingkungan dan mengembangkan kemampuan nasional untuk menanggapi dan mengurangi risiko bencana. Setelah memulai operasinya di Sri Lanka di tahun 1967, UNDP didedikasikan untuk mendukung Sri Lanka dalam pencapaian program Millennium Development Goals (MDGs) dan pengurangan kemiskinan. Program ini ditunjukkan dengan adanya kegiatan para aktivis UNDP yang terjun langsung ke lapangan untuk memberikan pelatihan bagi warga masyarakat di Sri Lanka, terutama kaum perempuan dalam upaya menyetarakan gender dan memperjuangkan hak politiknya di Sri Lanka. Dengan berakhirnya 30 tahun konflik di Sri Lanka, negara ini sekarang 4 Chulani Kodikara, "Sri Lanka: where are the women in local government? ", diakses tanggal 20 Januari

4 dalam posisi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencapai pembangunan manusia yang adil dan berkelanjutan. Namun tujuan UNDP di Sri Lanka yang seharusnya berjalan dengan positif ternyata seperti jalan di tempat di tengah konflik berdarah antara pemerintah Sri Lanka dengan gerakan separatis Macan Tamil (LTTE). Bahkan pasca berakhirnya konflik, tidak ada kemajuan yang signifikan dari program MDGs. Program-program dari MDGs ini di antaranya adalah upaya pengentasan kemiskinan, pemajuan pendidikan, penyetaraan kaum perempuan, pengurangan angka kematian pada anak, dan pemerangan berbagai macam penyakit, seperti HIV dan malaria. Tantangan ketidaksetaraan gender yang juga termasuk di dalam salah satu poin dari program MDGs masih sulit untuk diatasi. Dilihat dari berbagai indikator, kaum perempuan masih mengalami diskriminasi gender, terutama di ranah politik. Menurut hasil laporan dari Global Gender Gap Report pada tahun 2012, Sri Lanka berada pada peringkat 55 dari 134 negara untuk kesetaraan gender, berada di atas semua negara Asia Selatan dan kedua setelah Filipina dari kawasan Asia. Namun hal tersebut jauh menurun jika dibandingkan pada tahun 2010, di mana Sri Lanka berada di peringkat 16 berdiri di atas negara-negara maju seperti AS, Belanda, Kanada, Australia dan negara-negara Eropa lainnya. 5 Global Gender Gap Report yang diperkenalkan oleh World Economic Forum pada tahun 2006, merupakan kerangka untuk menangkap besarnya lingkup berbasis 5 "The Global Gender Gap Report 2012" 4

5 disparitas gender dan pelacakan kemajuan gender itu sendiri. Indeks nasional tentang kesenjangan gender didasarkan pada kriteria ekonomi, politik, pendidikan, dan kesehatan, dan memberikan peringkat negara yang memungkinkan untuk perbandingan yang efektif di seluruh wilayah dan kelompok pendapatan dari waktu ke waktu. Laporan ini menilai harapan hidup, gaji, akses ke pekerjaan, akses ke pendidikan dasar dan tingkat yang lebih tinggi, dan apakah perempuan terwakili di pemerintahan dan struktur pengambilan keputusan. Survey ini melihat bagaimana negara-negara membagi sumber daya dan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan, terlepas dari tingkat sumber daya yang tersedia. 6 Meskipun dipengaruhi oleh nilai-nilai patriarki dan norma-norma sosial, Sri Lanka telah mencapai tingkat yang lebih baik dalam pencapaian kesetaraan gender jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Pada tahun 1940-an, Sri Lanka telah mendirikan akses bebas bagi pelayanan kesehatan serta pendidikan yang merupakan faktor penting dalam mencapai persamaan gender baik pada pendidikan dasar, menengah, dan atas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dari latar belakang masalah di atas, maka penulis mengambil sebuah rumusan masalah sebagai pertanyaan dasar dalam penelitian ini: 6 "Gender equality, health and survival indicators: Sri Lanka among top Surpasses even some developed countries", diakses tanggal 3 Juli

6 "Mengapa peran UNDP dalam Menyetarakan Gender Di Sri Lanka belum berhasil?" C. Literature Review Dalam penelitian ini, penulis menggunakan literatur atau pedoman yang dianggap dapat menjelaskan dengan baik dan komprehensif atas apa yang akan diteliti. Terdapat beberapa literatur yang dapat digunakan untuk menulis penelitian ini. Yang pertama adalah tulisan dari Nelathi De Soysa yang berjudul The Truth Behind Sri Lanka s Gender Development Statistics. Tulisan ini mengeksplorasi kesenjangan antara indeks pembangunan gender dengan indeks pemberdayaannya, menyoroti realitas tersembunyi yang mempengaruhi perempuan di Sri Lanka, realitas yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Dalam tulisan ini disebutkan bahwa kaum perempuan masih kurang terwakili dalam berbagai bidang dan cenderung untuk mencari pekerjaan di bagian bawah piramida kerja. Kaum perempuan biasanya mendapatkan pekerjaan dengan status dan gaji yang rendah sebagai buruh di perkebunan atau sebagai petani. Selain itu, mayoritas pekerjaan yang tersedia bagi perempuan berada di luar lingkup peraturan ketenagakerjaan. Contoh dari hal tersebut adalah meningkatnya jumlah perempuan yang terlibat dalam industri garmen, yang cenderung menderita cacat fisik langsung terkait dengan kerja keras berjam-jam. 7 7 The Truth Behind Sri Lanka s Gender Development Statistics. diakses tanggal 2 Juni

7 Kedua, tulisan dari Sunimalee Madurawala yang berjudul Gender Equality in Human Development: What s Holding Sri Lanka Back?. Tulisan ini menyebutkan bahwa pemerintah Sri Lanka pernah dipimpin oleh perdana menteri pertama perempuan di era pemerintahan modern, kemudian kembali dipimpin oleh presiden eksekutif perempuan pertama di tahun Dalam konteks ini cukup mengejutkan melihat fakta bahwa perempuan di Sri Lanka miskin dalam partisipasi politik. Ini bukanlah sebuah tren baru tapi fenomena yang diamati sejak kemerdekaan Sri Lanka. Hanya ada 13 anggota parlemen atau kurang dari 6% dari total 225 kursi perempuan di dewan perwakilan rakyat Sri Lanka. 8 Berbeda dengan literatur di atas, penelitian ini lebih menekankan adanya peran dari PBB melalui UNDP dalam upaya menyetarakan gender di Sri Lanka, mulai dari tingkat efektivitas sampai pada berbagai hambatan yang dialami oleh UNDP dalam mencapai tujuan dari MDGs. Salah satu poinnya adalah mengurangi diskriminasi gender dalam berbagai bidang, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan politik. D. Kerangka Teori Dalam upaya menjawab rumusan masalah serta menarik suatu asumsi dasar, penulis menggunakan beberapa pendekatan, yaitu konsep dari Efektivitas Rezim Internasional, terkait peran UNDP di Sri Lanka, kemudian Teori Dominasi Sosial 8 Gender Equality in Human Development: What s Holding Sri Lanka Back? Diakses tanggal 2 Juni

8 dan Konsep Androcracy. Beberapa pendekatan ini sangat relevan dengan kasus yang sedang dibahas karena mampu menjabarkan secara terperinci, dan sekaligus mampu berperan dalam menjembatani kasus tentang peran UNDP dalam menghadapi permasalahan diskriminasi gender yang terjadi di Sri Lanka. Dalam memahami Efektivitas sebuah rezim internasional, terdapat beberapa pengertian efektivitas rezim internasional. Para ekonom mendefinisikan efektivitas rezim sebagai rasio keuntungan yang didapat dari hasil yang diberikan dan biaya yang berkaitan dengan pencapaian tersebut. Pemahaman ini menyebar kepada banyak penelitian awal pada evaluasi kebijakan publik. Sedangkan hukum internasional berkaitan dengan efektivitas rezim internasional. Hukum internasional memahami efektivitas sebagai status hukum tertentu dari suatu norma, yakni terikat pada tujuan atau terikat dengan pelaksanaan aturan, seperti dampaknya terhadap situasi faktual yang relevan. Definisi efektivitas tersebut memiliki keterkaitan dengan gagasan efektivitas yang diterapkan oleh para ilmuwan politik yang biasanya lebih tertuju pada ketercapaian tujuan daripada penggunaan sumber daya. Contohnya diskusi mengenai institusi domestik. Dengan mengaplikasikan efektivitas rezim tersebut, maka kita dapat mengetahui sejauh mana efektivitas rezim internasional dalam mempertahankan legitimasinya di dalam sebuah fenomena. 9 Teori Dominasi Sosial dimulai dengan suatu pengamatan bahwa kelompokkelompok sosial manusia yang cenderung diselenggarakan sesuai dengan suatu 9 Stokke, Olav Schram. (2006). Determining the Effectiveness of International Regimes. meeffectiveness.pdf Diakses pada tanggal 10 Juni

9 hierarki atau tingkatan. Ketidaksetaraan hierarki sosial berdasarkan kelompok merupakan suatu hasil dari pendistribusian nilai sosial (social value) yang tidak adil terhadap kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik nilai sosial positif maupun negatif. Ketidaksetaraan distribusi dari nilai sosial ini pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh ideologi sosial, keyakinan, mitos, serta doktrin religius tertentu sebagai alat pembenaran. Penjelasan dari proses umum yang menghasilkan serta memelihara suatu hierarki sosial berdasarkan kelompok dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1 Sumber: Jim Sidanius & Felicia Prato, Social Dominance, Cambridge, Cambridge University Press 1999, Hal 40. Teori Dominasi Sosial menjelaskan bahwa determinan awal dari segala bentuk dominasi disebut dengan Orientasi Dominasi Sosial (ODS). Pengertian dari ODS yaitu "Derajat keinginan suatu individu untuk mendukung hierarki sosial 9

10 berdasarkan kelompok dan dominasi kelompok superior terhadap kelompok inferior". 10 ODS merupakan komponen paling psikologis dari Teori Dominasi Sosial. Ruang lingkup ODS sangat luas karena berhubungan dengan suatu sikap terhadap ideologi sosial, sikap, keyakinan, jalur karier, maupun kebijakan politik. Selain itu, ODS berkaitan dengan distribusi nilai sosial di dalam masyarakat. Nilai sosial yang didistribusikan juga dapat berbentuk suatu kekayaan, kekuasaan, status, pekerjaan, kesehatan, dan prestis. Sebagai contoh, di dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Jim Sidanius dan Levin, maka ditemukan bahwa seorang individu dengan skor ODS yang tinggi lebih cenderung memiliki afeksi yang negatif terhadap kelompok subordinat. Sedangkan pada beberapa penelitian-penelitian lainnya juga ditemukan bahwa seorang individu dengan skor ODS yang tinggi akan cenderung untuk lebih berprasangka negatif kepada kelompok yang lain, konservatif, mendukung gerakan militer, Status-Enhancing Political Institutions (mendukung peningkatan status institusi politik), dan Favor Status-Enhancing Occupations (mendukung peningkatan terhadap status pekerjaan), serta lebih patriotik. Orang dengan ODS tinggi juga disebut sebagai personal yang kejam, di mana mereka dapat melakukan apa saja untuk mencapai sebuah tujuan serta tidak memperhatikan suatu standar moral yang berlaku. Berbeda halnya dengan seorang individu yang memiliki skor ODS tinggi, individu dengan skor ODS yang rendah akan lebih bersifat 10 Jim Sidanius & Felicia Pratto, Social Dominance, Cambridge, Cambridge University Press 1999, Hal

11 mendukung gerakan feminisme, persamaan hak kaum gay, serta program-program sosial secara umum. Hierarki memiliki suatu struktur. Hal ini berarti bahwa hierarki tersebut didasarkan pada: 1. Umur, yaitu bahwa orang dewasa memiliki lebih banyak kekuatan dan status lebih tinggi dari anak-anak. 2. Gender, yaitu laki-laki memiliki lebih banyak kekuatan dan status yang lebih tinggi daripada perempuan. 3. Sewenang-wenang, yaitu suatu hierarki berbasis kelompok yang budayanya didefinisikan dan tidak selalu terdapat di setiap lapisan masyarakat. Penentuan dari hierarki Sewenang-wenang dapat didasarkan pada etnisitas (misalnya, tingkatan kulit putih atas kulit hitam di negara AS), agama, kebangsaan, dan sebagainya. Hierarki sosial manusia terdiri dari kelas atas atau kelompok hegemonik, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam hal ini masing-masing kelas masih dapat dibagi-bagikan lagi. Peran sosial yang lebih kuat semakin mungkin untuk ditempati oleh anggota dari kelompok hegemonik. Kaum laki-laki lebih dominan daripada kaum perempuan, dan mereka lebih memiliki kekuasaan di tingkat politik. Kebanyakan laki-laki berstatus tinggi dan memiliki posisi yang penting. Keyakinan 11

12 berprasangka seperti contohnya rasisme, seksisme, nasionalisme, dan kelasisme adalah hasil manifestasi dari hierarki sosial. 11 Berbagai tahap diskriminasi hierarki didorong oleh mitos yang dilegitimasi, yang membenarkan suatu kepercayaan dominasi sosial, seperti mitos paternalistik (hegemoni dalam melayani masyarakat yang terlihat setelah minoritas tidak mampu), dan mitos timbal balik (saran bahwa kelompok-kelompok hegemonik dan yang di luar kelompok sebenarnya sama saja), serta mitos suci (hak ilahi dari raja atau sebuah mandat yang disetujui agama tentang hegemoni untuk memerintah). Teori Dominasi Sosial mengacu pada Teori Identitas Sosial, menunjukkan perbandingan sosial pada suatu proses pengendalian diskriminasi individu. Tindakan yang diskriminatif (seperti komentar menghina minoritas) dilakukan untuk meningkatkan harga diri individu yang telah melakukan tindakan tersebut. Pengertian umum tentang gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, serta perkasa. Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan telah terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, dan melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui suatu proses yang panjang, 11 Ibid 12

13 sosialisasi gender tersebut pada akhirnya dianggap menjadi ketentuan dari Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi. Dengan demikian perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat kaum laki-laki dan kodrat kaum perempuan. 12 Gender dan Dominasi Konsisten dengan asumsi bahwa kaum laki-laki cenderung lebih dominan daripada kaum perempuan, Teori Indentitas Sosial memprediksi bahwa kaum lakilaki akan cenderung memiliki ODS yang lebih tinggi daripada kaum perempuan. Dengan demikian, kaum laki-laki akan cenderung berfungsi sebagai hierarki penegak, yaitu, mereka akan melakukan tindakan diskriminasi seperti teror sistematis yang dilakukan oleh petugas polisi dan contoh ekstrim seperti regu tembak dan kamp konsentrasi Nazi. Hal ini didukung oleh bukti-bukti seperti contoh, seorang petugas kepolisian memiliki ukuran tingkat ODS yang lebih tinggi dibandingkan warga sipil. Teori Dominasi Sosial berpendapat bahwa laki-laki akan cenderung memiliki ukuran tingkat ODS yang lebih tinggi daripada perempuan. Selanjutnya konsep Androcracy atau disebut juga Andrarchy adalah suatu bentuk pemerintahan di mana penguasa pemerintah adalah laki-laki atau suatu bentuk dari pemerintahan yang didominasi oleh kaum laki-laki. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, istilah "Andros" yang berarti "laki-laki", serta istilah "Kratos" yang artinya "memerintah". 12 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hal

14 Munculnya ideologi feminisme pada abad ke-20 telah meningkatkan kesempatan yang sama bagi kaum perempuan, baik yang memungkinkan kaum perempuan untuk menantang hegemoni tradisional dari suatu institusi Androcratic. Meskipun demikian, suatu penelitian yang telah dilakukan di benua Afrika, Australia, dan negara-negara di benua Eropa terus menunjukkan suatu tingkat partisipasi politik yang secara keseluruhan tidak lagi didominasi oleh kaum laki-laki dalam suatu sistem pemerintahan. Pada tahun 2004, negara-negara Nordik di wilayah Eropa Timur dan Atlantik Utara memiliki perwakilan kaum perempuan dengan persentase tertinggi pada angka hampir mencapai 40% dari seluruh anggota parlemen. Hal ini berbeda dari negara-negara Arab dengan jumlah perwakilan terendah yakni pada angka 6%. Konsep Androcracy sebagai bias gender dapat mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan di banyak negara. Isu-isu bahwa perempuan yang kurang terwakili merupakan akibat dari diskriminasi gender. Kleinberg dan Boris menunjukkan suatu paradigma dominan yang mempromosikan image ayah dengan pendapatan produktif dengan image ibu yang tergantung secara finansial, mengesampingkan hubungan antara sesama jenis, serta marginalisasi keluarga orang tua tunggal. 13 Berbagai tradisi kebudayaan di Sri Lanka yang bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan dan tetap dipertahankan oleh berbagai kelompok dan segenap lapisan masyarakat di negara tersebut, kemudian membentuk suatu dominasi yang 13 "Androcracy", diakses tanggal 22 Januari

15 kuat dari laki-laki atas kaum perempuan di Sri Lanka di berbagai bidang. Ini meliputi bidang sosial, pertanian, pendidikan, dan terutama pada tingkat politik. Dominasi maskulin yang telah tercermin di dalam sistem politik pemerintahan Sri Lanka membuat kaum perempuan mengalami berbagai bentuk hambatan untuk turut berperan dalam ranah politik di negara tersebut. Stereotip tumbuh di tengah-tengah masyarakat Sri Lanka bahwa ranah politik bukanlah suatu ranah yang pantas bagi kaum perempuan. Sikap stereotip berlaku dalam masyarakat Sri Lanka terhadap kaum perempuan bahwa mereka tidak didorong untuk terlibat ke dalam arena politik. Kurangnya sumber finansial juga merupakan hambatan besar bagi partisipasi politik perempuan. Dalam skenario ini kaum perempuan merasa enggan untuk ikut berpartisipasi di tingkat politik. Selain itu, adanya berbagai macam hambatan budaya yang meningkatkan kesenjangan gender. Hal tersebut dikarenakan orang-orang yang merupakan penduduk Sri Lanka terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang konservatif dengan keyakinan yang kuat dalam norma-norma budaya dan berakar pada prasangka mendalam yang memperkuat stereotip gender. 14 Beberapa masalah yang melekat dalam wacana perempuan dan politik. Kaum perempuan di Sri Lanka sangat sedikit diartikulasikan sebagai perempuan independen dan kuat. Banyak perempuan yang dinominasikan untuk menggantikan kekosongan yang ditimbulkan oleh pengunduran diri atau kematian saudara laki-laki. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di wilayah Asia Selatan, tidak ada kuota 14 "Where is Her + Story in Sri Lankan Political HISTORY ( His + Story)?", diakses tanggal 20 Januari

16 ataupun akademi politik khusus bagi kaum perempuan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan bagi mereka maupun untuk mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Upaya nyata dari pemerintah Sri Lanka untuk membantu mengangkat peran politik perempuan cenderung nihil dan situasi tersebut dibiarkan terus-menerus. E. Argumen Utama Penulis mencoba memberikan argumen utama bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi atau menghambat peran UNDP dalam tujuannya untuk menyetarakan gender di Sri Lanka disebabkan oleh beberapa faktor utama. Di antaranya yaitu konflik 30 tahun antara pemerintah Sri Lanka dengan kelompok separatis Macan Tamil (LTTE) yang menghambat aktifitas UNDP di Sri Lanka serta kondisi internal Sri Lanka sendiri, di mana tidak adanya dukungan atau komitmen dari pemerintah Sri Lanka untuk menyetarakan gender. Hal-hal tersebut diperparah oleh sistem patriarki yang kuat di Sri Lanka sehingga menghambat program MDGs, terutama dalam misi Empowering Women yang bertujuan untuk menyetarakan gender di Sri Lanka. F. Jangkauan Penelitian. Penelitian ini mengambil jangkauan waktu sejak tahun 1967, di mana UNDP mulai beroperasi di Sri Lanka dan kemudian menjalankan program MDGs. 16

17 Tujuannya mengarahkan Sri Lanka pada kesetaraaan gender dan peningkatan partisipasi aktif perempuan di dalam struktur kekuasaan, dan juga pengambilan keputusan politik. Jangkauan waktu dibatasi hingga tahun 2012, dengan melihat situasi gender dalam berbagai bidang di Sri Lanka beberapa tahun setelah berakhirnya konflik yang banyak menelan korban jiwa antara pemerintah Sri Lanka dan kelompok separatis Macan Tamil (LTTE). G. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat sekunder sehingga harus dipahami kualitasnya. Kemudian didukung oleh fakta yang berdasarkan pada kerangka teori yang diterapkan sehingga dapat ditemukan adanya hubungan antara fakta yang satu dengan yang lain. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menunjang metode tersebut adalah melalui studi kepustakaan (library research) yang diambil dari buku-buku, Jurnal, koran majalah, dan media internet yang relevan. H. Sistematika Penulisan Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, review literatur, kerangka pemikiran, metode penelitian, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan. 17

18 Bab II membahas tentang peran UNDP sekaligus kegagalannya di Sri Lanka dalam menyetarakan gender. Bab III adalah gambaran umum mengenai kesenjangan gender terkait kendala yang dihadapi UNDP di Sri Lanka serta konflik berkepanjangan antara pihak pemerintah Sri Lanka dengan kelompok Macan Tamil. Bab IV berfokus pada tidak adanya komitmen dari pemerintah Sri Lanka untuk menyetarakan posisi kaum perempuan agar sama dengan laki-laki terutama dalam pengambilan keputusan, dilihat dari minimnya kuota bagi kaum perempuan di ranah politik. Bab V membahas mengenai faktor patriarki yang menghambat kaum perempuan dalam kesetaraan gender di Sri Lanka. pembahasan. Bab VI merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh 18

19 19

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan PENGENTASAN KEMISKINAN & KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan Pengantar oleh: Rajiv I.D. Mehta Director Pengembangan ICA Asia Pacific 1 Latar Belakang Perekonomian dunia

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan Dr. Hefrizal Handra Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang 2014 Deklarasi MDGs merupakan tantangan bagi negara miskin dan negara berkembang untuk mempraktekkan good governance dan komitmen penghapusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita + Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N 10 BAB 1 BAB 1 P E N G A N T A R Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N Partisipasi sejajar perempuan dalam pengambilan keputusan bukanlah semata-mata sebuah tuntutan akan keadilan demokrasi, namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sesuai kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA (Disampaikan dalam Diplomat Briefing, Jakarta 11 Maret 2013) Kata Pengantar Refleksi tentang Pencapaian MDG ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Berkendara sepeda motor sudah menjadi budaya pada masyarakat modern saat ini.kesan bahwa berkendara motor lebih identik dengan kaum adam nampaknya begitu kokoh dan membumi

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

60 menit tahun. Misi: Kesetaraan Gender. Subjek. Hasil Belajar. Persiapan. Total waktu:

60 menit tahun. Misi: Kesetaraan Gender. Subjek. Hasil Belajar. Persiapan. Total waktu: Misi: Kesetaraan Gender P1 Misi: Kesetaraan Gender Freida Pinto Aktris Subjek Geografi, Sains, Pemahaman Bahasa Hasil Belajar Untuk mengetahui definisi kesetaraan gender Untuk mengeksplorasi beberapa penyebab

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 233 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah peneliti melakukan analisis mulai dari level teks, level konteks, hingga menemukan frame besar Kompas, peneliti menarik beberapa kesimpulan untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB II FINLANDIA DAN MASALAH KETIDAKADILAN GENDER. A. Hak Pilih Perempuan (Women Suffrage) sebagai Awal Mula Perwujudan

BAB II FINLANDIA DAN MASALAH KETIDAKADILAN GENDER. A. Hak Pilih Perempuan (Women Suffrage) sebagai Awal Mula Perwujudan BAB II FINLANDIA DAN MASALAH KETIDAKADILAN GENDER A. Hak Pilih Perempuan (Women Suffrage) sebagai Awal Mula Perwujudan Keadilan Gender di Finlandia Perempuan Finlandia merupakan perempuan pertama di Eropa

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan PAKET 1 MEMBANGUN PERSPEKTIF INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (120 ) 1 Kompetensi Dasar: Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

dapat menghadapi satu sama lain secara fisik, legal, kultural, dan psikologis. Maka dari itu, pendidikan dengan adanya keragaman budaya memberikan keu

dapat menghadapi satu sama lain secara fisik, legal, kultural, dan psikologis. Maka dari itu, pendidikan dengan adanya keragaman budaya memberikan keu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya keragaman budaya dalam dunia pendidikan memberikan berbagai keuntungan, seperti yang diungkapkan oleh Gurin, Nagda, dan Lopez (2004, 19) bahwa para pelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Nusa Dua Bali, 25 26 Maret 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan BAB V KESIMPULAN Konstitusi yang berlaku dari era sebelum dan setelah Revolusi 2011 untuk dapat menjamin kesetaraan gender dan penolakan diskriminasi bagi perempuan dan lakilaki tampaknya hanya hitam diatas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV DUKUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERWUJUDAN KEADILAN GENDER DI FINLANDIA

BAB IV DUKUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERWUJUDAN KEADILAN GENDER DI FINLANDIA BAB IV DUKUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERWUJUDAN KEADILAN GENDER DI FINLANDIA A. Kerja Sama Gerakan Perempuan di Eropa Sejarah bersatunya gerakan perempuan di Eropa untuk memperjuangkan keadilan sebagai

Lebih terperinci

Gender, Interseksionalitas dan Kerja

Gender, Interseksionalitas dan Kerja Gender, Interseksionalitas dan Kerja Ratna Saptari Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan Gender: Memastikan Peran Maksimal Lembaga Akademik, Masyarakat Sipil,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media

Lebih terperinci

BAB PERTAMA PENDAHULUAN. adanya peluang kerja di suatu badan usaha (Maitland, 1993). Tenaga kerja

BAB PERTAMA PENDAHULUAN. adanya peluang kerja di suatu badan usaha (Maitland, 1993). Tenaga kerja BAB PERTAMA PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Iklan lowongan kerja yang dimuat di media massa, merupakan salah satu aktivitas awal rekrutmen yang bertujuan untuk menyebarkan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN UPAH GENDER

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN UPAH GENDER PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN UPAH GENDER Dara Veri Widayanti 1 Nindy Sintya Indriani Rachman 2 Widya Mauretya 3 1,2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma Jl. Margonda

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci