BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebudayaan dari nenek moyang yang masih bisa dinikmati dan dijumpai pada
|
|
- Glenna Kusnadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari bermacammacam suku bangsa. Keberanekaragaman suku bangsa tersebut yang menjadikan bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang agung. Warisan kebudayaan dari nenek moyang yang masih bisa dinikmati dan dijumpai pada saat ini antara lain berupa candi, prasasti, benda-benda bersejarah, dan peninggalan-peninggalan yang lainnya. Sebagian besar bangsa Indonesia pasti sudah tidak asing dengan peninggalan-peninggalan tersebut, karena candi dan relief biasanya lebih terkenal dibandingkan peninggalan kebudayaan lainnya. Berbeda dengan peninggalan kebudayaan yang berupa naskah. Naskah merupakan peninggalan kebudayaan yang sering diabaikan dan ditinggalkan dibanding dengan peninggalan lainnya. Naskah merupakan tuangan sebuah ide, gagasan yang di dalamnya menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan yang mendalam tentang kehidupan masyarakat pada zamannya. Robson (1994:1) mengemukakan bahwa naskah adalah kesusastraan tertulis dalam bentuk buku tulisan tangan yang dipergunakan untuk mencatat hal-hal yang penting. Naskah dipandang sebagai dokumen budaya, gambaran dari kehidupan bangsa Indonesia pada masa lampau. Mengingat umur naskah yang sangat tua, kondisi naskah pasti mengalami kerusakan-kerusakan karena termakan oleh zaman. Maka naskah-naskah lama yang masih ada harus segera dilakukan penanganan khusus. Penanganan terhadap naskah bertujuan agar isi 1
2 2 yang terkandung di dalam naskah dapat dinikmati atau dipelajari oleh masyarakat sekarang, selain itu untuk menghindari kepunahan naskah karena rusak atau hilang, dan mempertahankan bukti-bukti sejarah. Bidang yang sesuai untuk penanganan naskah adalah bidang filologi, dan yang menangani naskah adalah seorang filolog. Edwar Djamaris (2002:7) mengungkapkan bahwa tugas utama seorang filolog adalah mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang berarti memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga kita dapat mengetahui naskah yang paling dekat dengan aslinya karena naskah itu sebelumnya mengalami penyalinan untuk kesekian kalinya, serta cocok dengan kebudayaan yang melahirkannya. Suatu naskah ditangani agar isi yang terkandung di dalamnya bisa diungkapkan kembali dan informasiinformasi masa lampau bisa disebarluaskan kepada masyarakat. Penanganan tersebut meliputi perbaikan huruf dan bacaan, ejaan, bahasa, tata tulisnya, kemudian menyunting dan mengalihaksarakan dengan disertai komentar atau tafsiran, dan yang terakhir adalah menerbitkan kembali naskah yang telah bersih dari kesalahan. Dari segi bahasa, jenis naskah ada bermacam-macam, antara lain, naskah Bali, Aceh, Batak, Madura, naskah Melayu dan tidak terkecuali adalah naskah Jawa. Naskah Jawa memiliki banyak jenis yang dapat diketahui dari isinya. Penjenisan naskah Jawa berdasarkan isinya oleh Nancy K. Florida (2000: 5) adalah sebagai berikut: 1. Sejarah 2. Arsip Keraton Surakarta
3 3 3. Upacara Adat 4. Arsitektur dan Keris 5. Hukum 6. Wayang 7. Cerita Wayang 8. Piwulang atau ajaran 9. Syair Puisi 10. Roman Islam 11. Sejarah Islam 12. Musik dan Tari 13. Adat dan pengetahuan tentang Jawa, di antaranya meliputi: a. Ramalan b. Perhitungan waktu c. Obat-obatan 14. Mistik Kejawen Berdasarkan beberapa klasifikasi naskah di atas, ketertarikan peneliti tertuju pada naskah yang termasuk dalam jenis naskah sejarah dengan judul Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton. Dilihat dari segi isinya, naskah Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton merupakan naskah yang berisi pengetahuan tentang sejarah Keraton dari Ki Ageng Tarub sampai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (selanjutnya disingkat KGPAA) Mangkunegara IV. Keraton adalah daerah tempat seorang penguasa memerintah atau tempat tinggalnya. Dalam pengertian sehari-hari, keraton sering merujuk pada istana penguasa di Jawa. Dalam Bahasa Jawa, kata karaton berasal dari kata dasar
4 4 ratu yang berarti penguasa. Sedangkan dalam Bahasa Melayu bisa di artikan sebagai datuk atau datu yang kemudian akan dikenal dengan istilah kedaton. Di Surakarta istilah kedaton merujuk pada kompleks tertutup bagian dalam keraton tempat raja dan putra-putrinya tinggal. Jadi bisa disimpulkan bahwa keraton merupakan tempat tinggal orang-orang yang mempunyai kuasa di Jawa. Dalam naskah Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton menceritakan tentang silsilah keturunan keraton, yang bisa diartikan sebagai silsilah orangorang yang berkuasa di tanah Jawa. Episode-episode yang ada dalam naskah Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton ada yang sama dengan naskah Babad Tanah Jawi, tetapi tidak semua sama persis. Naskah Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton lebih menekankan pada silsilah keraton yang dimulai dari Ki Ageng Tarub sampai dengan KGPAA Mangkunegara IV atau nama aslinya Raden Mas Sudira. Sedangkan di dalam Babad Tanah Jawi cakupan ceritanya lebih meluas. Naskah Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton sudah dialih aksarakan oleh Sutarmo dan Suyatno, pihak Reksapustaka. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut, masih terjadi banyak kesalahan dalam pemenggalan kata dan kekeliruan dalam alih aksara. Naskah ini masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan penulisan yang apabila tidak dilakukan penelitian lebih lanjut akan menimbulkan perbedaan persepsi yang dapat menyesatkan bagi pembaca. Maka dari itu amat disayangkan apabila naskah ini tidak diteliti secara filologis.
5 5 Langkah awal penelitian filologi adalah inventarisasi naskah melalui katalog-katalog, yaitu Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto, 1983), Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida, 1996), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998), Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend, 1998), dan Katalog Naskah Lokal Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta. Berdasarkan hasil inventarisasi dari 5 katalog tersebut, hanya ditemukan satu naskah yang berjudul Sêrat Sajarah Urun Wijining Karaton (selanjutnya disingkat STWK). Naskah tersebut tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka Surakarta dengan nomor naskah B 38 (Katalog lokal Reksapustaka) dan di dalam Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta naskah tersebut bernomor (Girardet-Sutanto, 1983). Gambar 1: Punggung naskah
6 6 Judul naskah tertulis pada cover dalam naskah yang di dalamnya juga sedikit menjelaskan tentang isi naskah. Di samping itu juga dicantumkan tentang pengarang naskah yaitu Raden Ngabehi Karyarujita. Gambar 2: Cover dalam Cover dalam yang berbunyi: Punika sajarah turun wijining karaton, wiwit Ki Agêng Tarub peputra Rara Nawangsih kagarwa Raden Bondhan Kajawan, dumugi Kangjêng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara ingkang kaping IV peputra Kangjêng Ratu Pakubuwana Prameswari Dalêm Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana ingkang kaping sadasa. Karanganipun Raden Ngabehi Karyarujita Abdi dalêm mantri garap ing kantor Radyapustaka. Terjemahan: Ini Sejarah keturunan Keraton, dari Ki Ageng Tarub berputra Rara Nawangsih yang diperistri Raden Bondhan Kajawan, sampai dengan Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV berputra Kangjeng Ratu Pakubuwana Permaisuri Raja Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana X. Karangan Raden Ngabehi Karyarujita abdi dalem juru tulis di kantor Radyapustaka.
7 7 Pada naskah STWK juga terdapat kolofon yang berada di halaman pertama pupuh pertama. Kolofon tersebut berbunyi: Dadi suci samadyaning bumi/ ari Dite Pahing wuku Maktal/ guru wurukung gigise/ kanêm Kunthara Windu/ leking Sura purnama siddhi/ Ehe sangkala ijrah/ nalika mangapus/ paksa karya wedha Nata/ cecarangan aluranireng leluri/ kang sinungsih ing suksma//. Artinya: menjadi suci di tengah-tengah bumi/ hari Minggu Pahing wukunya Maktal/ hari yang ketujuh/ mangsa keenam Kunthara Windu/ bulan Sura ketika bulan purnama/ dengan penanda tahun Ehe Ijrah/ ketika mengarang/ paksa karya wedha Nata (1842)/ cerita episode baru tentang urutannya leluhur/ yang diberi berkah oleh Tuhan// Gambar 3: Kolofon Di dalam naskah tersebut ditulis sengkala, yaitu penanda tahun dengan kata-kata yang berbunyi paksa karya wedha Nata yang berarti tahun 1842 Jawa.
8 8 Naskah STWK merupakan naskah tunggal yang berbentuk tembang. Hal ini bisa dilihat dari adanya penanda pupuh purwapada yang terletak di awal teks, madyapada di tengah teks, dan wasanapada di akhir teks. Tanda ini menjelaskan atau merupakan bukti bahwa naskah STWK tersebut berbentuk sebuah tembang. Gambar 4: Purwapada Adanya tanda madyapada yang terletak di tengah teks. Tanda madyapada di atas berbunyi mandrawa yang berarti bahwa teks tersebut masih jauh atau masih lama berakhirnya. Gambar 5: Madyapada Terdapat satu penulisan madyapada yang berbeda sendiri dengan yang lainnya. Penulisan tersebut berada dipergantian antara pupuh pertama dengan pupuh kedua. Gambar 6: Madyapada yang berbeda
9 9 Adanya tanda wasanapada yang terletak di akhir teks. Tanda wasanapada di atas berbunyi iti atau titi yang menjelaskan atau merupakan bukti bahwa berakhirnya naskah STWK tersebut. Gambar 7: Wasanapada Bentuk tembang naskah STWK juga ditandai dengan adanya tanda padaluhur yang fungsinya untuk menandai di setiap pergantian bait. Gambar 8: Pada luhur Naskah STWK terdiri dari 83 halaman dan rata-rata terdiri dari 18 baris di setiap halamannya. Naskah STWK disajikan dalam bentuk puisi atau tembang yang dituangkan dalam 14 pupuh tembang. Berikut tabel jenis tembang dan jumlah bait teks STWK: Tabel 1. Jenis Tembang dan Jumlah Bait No. Jenis Tembang Jumlah Bait Halaman 1. Dhandhanggula Asmaradana
10 10 3. Gambuh Megatruh Maskumambang Pocung Pangkur Kinanthi Durma Sinom Girisa Juru demung Dhandhanggula Kinanthi Tinta yang digunakan dari awal hingga akhir adalah tinta berwarna hitam. Akan tetapi, pada halaman 1-29 pemakaian tintanya tipis. Sedangkan pada halaman selanjutnya, penggunaan tinta tebal sehingga menimbulkan tinta agak tembus ke halaman baliknya. Tulisan teks STWK adalah miji ketumbar dengan gaya tulisan yang miring ke kanan. Dalam lembar teks terdapat garis tepi berupa garis tipis menggunakan pensil. Cara penulisan naskah ditulis secara bolak balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Pada naskah ini terdapat keunikan dalam penulisan halamannya. Terdapat dua macam halaman, yaitu dengan angka aksara Jawa dan juga
11 11 dengan angka Arab. Tetapi penulisan halaman antara angka Jawa dengan angka Arab mengalami perbedaan, selisih satu nomor. Gambar 9: Penulisan halaman STWK dipilih sebagai objek kajian penelitian didasari oleh dua alasan. Pertama adalah dari segi filologis dan kedua dari segi isi. Alasan tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Segi filologis Secara Filologis banyak ditemukan varian atau permasalahan tentang kesalahan penulisan di dalam naskah STWK. Varian-varian yang terdapat dalam naskah STWK ini, yaitu : a. Lakuna, yaitu bagian yang terlampaui atau kelewatan Terdapat kata mri yang seharusnya mring. Gambar 10: Lakuna...tan pait mri Jeng Susunan Kudus... Kata mri mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik dan konteks kalimat menjadi mring yang artinya kepada.
12 12 b. Adisi, yaitu bagian yang berlebihan atau penambahan. Terdapat kata pangingkising yang seharusnya pangikising. Gambar 11: Adisi...pangingkising driyanira... Kata pangingkising mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik dan konteks kalimat menjadi pangikising yang artinya mengikis. c. Hiperkorek yaitu perubahan ejaan karena pergeseran lafal. Terdapat kata kerit yang seharusnya kerid. Gambar 12: Hiperkorek.kerit.. Kata kerit mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi kerid. d. Penulisan yang tidak konsisten Ketidakkonsistenan penggunaan aksara murda. Ketika menulis nama orang, ada yang menggunakan aksara murda dan ada yang menggunakan
13 13 aksara biasa. Kata Tarub yang seharusnya menggunakan huruf kapital pada penulisan Latin, sedangkan pada penulisan aksara Jawa seharusnya menggunakan aksara Murda. (a) nênggih Ki Agêng Tarub (b) marma Jaka Tarub tan dadya ji Gambar 13: Ketidakkonsistenan aksara Murda e. Kesalahan metrum Gambar 14: Kesalahan mentrum Kesalahan metrum terdapat pada tembang Sinom (pupuh X, pada 8, gatra 1) yang tertulis 8i seharusnya 8a, ingêla-êla lir putri setelah mengalami pembetulan menjadi ingêla-êla lir putra.
14 14 f. Cara penanganan ketika ada kesalahan dalam penulisan Gambar 15: Kesalahan penulisan 1 sang lir retna lan mantu kawula Gambar 16: Kesalahan penulisan 2 lan manehe putraningong Gambar 17: Kesalahan penulisan 3 sang retna anjrit kapati/ mulat wengis krodhanira/ pangeran anarik keris/ saha samangsang(h) aglis Terdapat kata samangsang(h) yang seharusnya samangsah. Kata samangsang(h) mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi samangsah.
15 15 Ketika terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis menggunakan dua sandhangan agar huruf tersebut tidak dapat dibaca. Tetapi ada satu kata yang mengalami kesalahan dalam penulisan, tetapi penulis tidak menggunakan dua sandhangan dan hanya menambah kata yang benar tanpa mencoret ataupun menggunakan dua sandhangan agar tidak dapat dibaca. g. Cara penulis dalam menyisipkan kata Gambar 18: Sisipan kata delêrêse ingkang anggalih h. Penamaan nama tembang dengan menggunakan sasmita tembang Gambar 19: Sasmita tembang tan pegat mrih karahayon Pegat berarti tembang Megatruh, yang berarti pupuh selanjutnya tembangnya Megatruh. Keindahan sastra ditemukan di setiap pergantian pupuh pada naskah STWK dengan menggunakan sasmita tembang yang terletak di
16 16 akhir pupuh dengan tujuan agar pembaca bisa langsung mengerti pupuh selanjutnya menggunakan tembang apa. Sasmita tembang adalah pemberian nama pupuh tembang berupa isyarat, biasanya dalam bentuk kata, kelompok kata, atau suku kata (Padmosoekotjo, 1953: 35). i. Keunikan cara penulisan lainnya Di dalam menulis angka, ada yang menggunakan angka aksara Jawa, tetapi juga ada yang menulisnya dieja menggunakan aksara Jawa. Hal ini merupakan sebuah variasi agar pembaca tidak bosan dalam membaca naskah tersebut. Gambar 20: Ketidakkonsistenan penulisan angka 2. Segi isi Berdasarkan segi isi, naskah STWK berasal dari enam kata yaitu serat yang artinya buku yang memuat cerita (karya sastra), sajarah berarti silsilah, turun berarti keturunan, wijining bisa diartikan keturunan, dan karaton berarti tempat tinggal raja-raja (Poerwadarminta, 1939) jadi STWK memiliki arti karya sastra yang di dalamnya memuat silsilah keturunan para raja-raja.
17 17 STWK merupakan naskah yang di dalamnya menjelaskan tentang silsilah Keraton dari masa Ki Ageng Tarub sampai dengan KGPAA Mangkunegara IV. Keraton merupakan tempat tinggal raja atau tempat tinggal orang-orang yang berkuasa di tanah Jawa. Jadi naskah STWK merupakan naskah yang menceritakan tentang silsilah orang-orang besar atau raja yang ada di Jawa. Naskah STWK merupakan suatu karya sastra sejarah. Selain mengandung unsur sastra, di dalamnya juga mengandung unsur sejarah, keindahan, dan juga unsur khayalan. Karya sastra sejarah yang diceritakan di dalam naskah STWK termasuk dalam historiografi tradisional yang memiliki ciri istana sentris dan memiliki fungsi genetis yang di dalamnya hanya menuliskan hal-hal tertentu saja seperti silsilah atau yang lainnya yang dianggap penting serta digunakan untuk melacak asalusul seseorang. Historiografi pada masa ini memiliki ciri-ciri magis, religius, bersifat sakral, menekankan kultus, dewa raja dan mitologi, bersifat anakronisme, etnosentrisme, dan berfungsi sosial psikologis untuk memberi kohesi pada suatu masyarakat tentang kebenaran-kebenaran kedudukan suatu dinasti (Indriyanto, 2001: 2). Historiografi tradisional biasanya dikenal dengan istilah seperti babad, serat kanda, sajarah, carita, wawacan, hikayat, sejarah, tutur, salsilah, dan cerita-cerita manurung (Sjamsuddin, 2007: 10). Karyakarya sejarah yang dihasilkan terdiri dari naskah-naskah dalam bahasabahasa daerah dan sejarah di dalamnya masih difungsikan sebagai mitos (Dasuki, 2003: 347).
18 18 Dalam peristiwa-peristiwa sejarah biasanya sering dimunculkan namanama orang yang terkait di dalam ceritanya. Tujuan disebutkan nama-nama tersebut adalah selain untuk informasi, juga merupakan sebuah alat legitimasi. Hal ini juga berlaku untuk naskah STWK. Di dalam naskah STWK disebutkan nama-nama Raja yang dahulu pernah berkuasa di Jawa. Salah satu raja tersebut adalah KGPAA Mangkunegara IV yang di dalam naskah ini diceritakan menjadi keturunan dari Jaka Tarub. Hal ini untuk menguatkan kedudukan KGPAA Mangkunegara IV sebagai seorang raja dan akan mendapat pengakuan dengan kepatuhan demi melanggengkan kekuasaannya. Silsilah raja-raja besar yang pernah berkuasa di Jawa terangkum di dalam naskah STWK. Hal ini bisa dilihat pada isi naskah berikut: - Pupuh pertama bait kedua yang menjelaskan bahwa naskah STWK merupakan naskah yang di dalamnya memuat tentang silsilah orangorang yang pernah berkuasa di Jawa (silsilah keraton) yang berbunyi: ginanjarkên ing sawiji-wiji/ para turun wijining karatyan/ kang minangka bebukane/ nênggih Ki Agêng Tarub/ sajatine darah ing Pêngging/ putra Sri Dayaningrat/ ingkang kaping pitu/ dadya kalêrês kang raka/ lawan Prabu Dayaningrat kang mungkasi/ ing Pêngging praja harja// Artinya: Dihadiahkan satu persatu/ para keturunan keraton/ yang menjadi cikal bakal/ yaitu Ki Ageng Tarub/ sejatinya keturunan di Pengging/ anak Sri Dayaningrat/ yang ketujuh/ jadi urutannya kakak/ dengan Prabu Dayaningrat yang terakhir/ di Kerajaan Pengging//
19 19 Gambar 21: Pupuh pertama bait kedua - Pupuh empat belas bait ke delapan yang berbunyi: Samya trahing kali abu/ baboning bawana Jawi/ pinapudyeng wadya bala/ widadaning prameswari/ ambawani kawibawan/ tumangkaping wahyu jati// Artinya: Yang keturunan dari Bapak/ babonnya Tanah Jawa/ dipuja oleh semuanya/ ketulusannya prameswari/ sifatnya bijaksana/ mendapatkan wahyu sejati dari Tuhan// Gambar 22: Pupuh empat belas bait delapan
20 20 Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas dan juga informasi yang ada di dalam teks, maka naskah ini dirasa penting untuk diteliti baik secara filologis maupun secara isi untuk nantinya disunting menjadi naskah yang bersih dari kesalahan dan juga informasi yang terkandung di dalamnya dapat diungkapkan sebagai warisan nenek moyang yang berpotensi hilang karena perubahan jaman. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian dari naskah STWK, sebagai berikut : 1. Bagaimanakah suntingan teks naskah STWK yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? 2. Bagaimana silsilah dari Ki Ageng Tarub sampai KGPAA Mangkunegara IV yang terdapat dalam naskah STWK? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menyajikan suntingan teks naskah STWK yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. 2. Mengungkapkan silsilah dari Ki Ageng Tarub sampai KGPAA Mangkunegara IV yang terdapat dalam naskah STWK.
21 21 D. Batasan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan pembatasan masalah untuk mencegah agar tidak terjadi perlebaran permasalahan. Batasan masalah tersebut ditekankan pada dua kajian utama, yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas tentang permasalahan seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja filologis, yakni meliputi inventarisasi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, aparat kritik, dan terjemahannya. Sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahankesalahan. Kajian isi berfungsi untuk mengungkapkan isi yang terkandung dalam naskah STWK. E. Kajian Teori 1. Pengertian Filologi Secara etimologi, filologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari dua suku kata philos dan logos. Philos artinya cinta dan logos artinya kata (logos juga berarti ilmu). Dengan demikian, filologi secara harfiah berarti cinta dengan kata-kata (Djamaris, 2002: 6). Adapun filologi Jawa adalah ilmu yang mempelajari tentang kata-kata yang objek utama penelitiannya adalah naskah-naskah lama yang merupakan hasil karya dari kesusastraan di tanah Jawa. 2. Objek Filologi Manyambeang (1989: 18) mengatakan bahwa obyek filologi adalah naskah atau teks dengan menggunakan media bahasa sebagai sarana penelitian. Naskah dan teks memiliki pengertian yang berbeda. Naskah
22 22 adalah kesusastraan tertulis dalam bentuk buku tulisan tangan yang dipergunakan untuk mencatat hal-hal yang penting. Sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja (Hartini, 2012: 19). 3. Langkah Kerja Penelitian Filologi Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris (2002: 10), meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli atau naskah yang berwibawa, transliterasi naskah, dan suntingan teks. Adapun menurut Edi S. Ekadjati dalam kumpulan makalah filologi (1992: 1-8), langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks yang akan diterbitkan, ringkasan isi naskah, alih aksara dan penyajian teks. Akan tetapi teori-teori tersebut digunakan sesuai dengan kondisi naskah yang akan diteliti. Penanganan naskah STWK ini menggunakan langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris yang dimodifikasi dengan langkah kerja Edi S Ekadjati dengan menghilangkan perbandingan naskah dalam penggarapannya. Adapun langkah kerja penelitian filologi naskah STWK adalah sebagai berikut : a. Penentuan Sasaran Penelitian Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian filologi adalah penentuan sasaran penelitian. Sasaran penelitian bisa dipilih dari segi tulisan (huruf), bahasa, bentuk, bahan, maupun isinya. Dari segi tulisan, ada naskah yang hurufnya Jawa, Arab, Bali, Sasak, dan Batak. Dari segi
23 23 bahasa ada yang berbahasa Jawa, Sunda, dan Melayu. Adapun dari segi bentuk ada yang berbentuk puisi dan prosa. Dari segi bahan ada yang berbahan kertas, lontar, dan rotan. Dan dari segi isi ada yang berisi sejarah, piwulang, kakawin, dan lain sebagainya. Berdasarkan keanekaragaman naskah tersebut, sasaran penelitian sudah ditentukan naskah bertuliskan Jawa carik yang ditulis pada kertas, berbentuk tembang dan berisi tentang silsilah Keraton dari masa Ki Ageng Tarub sampai dengan KGPAA Mangkunegara IV. Keseluruhan kriteria yang ditentukan oleh peneliti tersebut telah terangkum di dalam naskah yang berjudul Sêrat Sajarah Turun Wijining Karaton. b. Inventarisasi Naskah Menurut Edi S. Ekajati (1992), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan mendatangi tempattempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, dimana tempat penyimpanannya, dan penjelasan lain tentang keadaan naskah. c. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah Langkah selanjutnya adalah observasi pendahuluan. Setelah mengecek ke beberapa katalog, akan ditemukan informasi mengenai naskah yang akan diteliti. Kemudian mengecek data secara langsung ke tempat penyimpanan naskah. Setelah mendapatkan sumber data yang
24 24 dimaksud yakni naskah STWK, dilanjutkan dengan langkah selanjutnya yaitu mendeskripsikan naskah. Deskripsi naskah merupakan uraian terperinci mengenai suatu naskah. Melalui deksripsi ini, pembaca bisa mengetahui keadaan naskah tanpa harus melihat naskah secara langsung. Emuch Herman Sumantri (1986: 2) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi atau data mengenai : judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang atau penyalin, asal-usul naskah, fungsi sosial naskah, serta ikhtisar teks atau cerita. d. Ringkasan Isi Naskah Naskah merupakan produk masa lampau. Oleh karena itu, biasanya aksara dan bahasa yang dipakai sulit dipahami oleh khalayak sekarang. Menurut Edi S Ekadjati (1992), ringkasan isi naskah berguna untuk mempermudah pengenalan isi naskah naskah yang akan diteliti lebih lanjut. Ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah. e. Transliterasi Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf, dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Siti Baroroh Baried, et al, 1985:65). Transliterasi terhadap suatu naskah sangat perlu dilakukan karena masyarakat sekarang sudah jarang yang mengerti tentang aksara
25 25 Jawa. Padahal di dalam naskah terdapat informasi yang bermanfaat dari nenek moyang. Naskah STWK adalah naskah tunggal, oleh karena itu peneliti memilih untuk menggunakan transliterasi standar. Transliterasi standar, yaitu transliterasi yang disesuaikan dengan ejaan yang berlaku. f. Kritik Teks Kritik teks adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang mengandung kalimatkalimat atau rangkaian kata-kata tertentu (Paul Mass dalam Darusuprapta, 1984:1). Apabila di dalam naskah STWK terdapat teks yang mengalami kesalahan, maka akan dibenarkan sesuai dengan pertimbangan tertentu. g. Suntingan Teks dan Aparat Kritik Menurut Darusuprapta (1984:5) suntingan teks merupakan teks yang telah mengalami pembetulan-pembetulan dan perubahanperubahan, sehingga dianggap bersih dari segala kekeliruan. Untuk menyajikan sebuah bacaan yang bersih dari kesalahan, harus mengadakan sebuah kritik teks. Alat dari kritik teks adalah aparat kritik. Menurut Darusuprapta (1984: 8) aparat kritik merupakan uraian tentang kelainan bacaan, yaitu bagian yang merupakan pertanggungjawaban ilmiah dalam penelitian naskah, berisi segala macam kelainan dalam semua naskah yang diteliti.
26 26 h. Terjemahan Terjemahan adalah suatu langkah dalam kajian filologi yang berupa penggantian bahasa naskah ke dalam bahasa lain, misalnya saja dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar lebih mudah dipahami masyarakat secara umum. Dalam penelitian ini, menggunakan metode penerjemahan isi atau makna sehingga lebih mudah dalam penyampaiannya. Menurut Darusuprapta (1984:9) terjemahan isi atau makna adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan katakata bahasa sasaran yang sepadan. 4. Pengertian Sejarah, Silsilah Secara etimologi, kata sajarah berasal dari bahasa Arab yaitu Sajaratun (syajaroh) yang artinya pohon kehidupan. Maksudnya, segala hal yang mengenai kehidupan memiliki pohon yakni masa lalu itu sendiri. Sebagai pohon, sejarah adalah awal dari segalanya yang menjadi realitas masa kini. Syajarah sering dikaitkan pula dengan makna kata silsilah (juga dari bahasa Arab) yang berarti urutan, seri, hubungan,dan daftar keturunan. Kata syajarah bersinonim dengan istilah babad dalam tradisi masyarakat Jawa yang berarti riwayat kerajaan, riwayat bangsa, buku tahunan, dan kronik (Abd Rahman Hamid, 2011: 4). Menurut Louis Gottschalk (1985:27), history berasal dari kata benda Yunani istoria, yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya oleh filsuf Yunani Aristoteles, istoria berarti suatu pertelaan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan kronologi merupakan
27 27 faktor atau tidak di dalam pertelaan. Sejarah digunakan untuk menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses pengujian dan penganalisisan tersebut disebut historiografi (penulisan sejarah). Menurut Kuntowijaya, sejarah adalah rekontruksi masa lalu. Peristiwa yang terjadi di masa lampau menjadi bagian-bagian dalam penyusunan kembali sejarah (1995: 17). Selain mendefinisikan sejarah, Kuntowijaya (1995: 19-35) juga menjelaskan mengenai kegunaan sejarah. Kegunaan sejarah ada dua yaitu secara instrinsik dan ekstrinsik. Kegunaan sejarah secara instrinsik meliputi sejarah sebagai ilmu, sejarah untuk mengetahui masa lampau, sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan sejarah sebagai profesi. Sedangkan kegunaan sejarah ekstrinsik adalah sejarah sebagai pendidikan moral, sejarah sebagai pendidikan penalaran, sebagai pendidikan politik, kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan, ilmu bantu, latar belakang, rujukan, dan bukti. Naskah STWK merupakan naskah yang berjenis sejarah. Berdasarkan kegunaan sejarah, naskah STWK memiliki guna instrisik berupa sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau dan secara ekstrisik berupa sejarah sebagai ilmu bantu. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, silsilah merupakan 1). Asal usul suatu keluarga berupa bagan; susur galur (keturunan); 2). Catatan yang menggambarkan hubungan keluarga ternak sampai dengan beberapa generasi; 3). Penggambaran hubungan antara bahasa induk dan
28 28 bahasa-bahasa tuturan dalam keluarga bahasa (2008: 1307). Silsilah merupakan sarana untuk mengetahui sejarah hidup seseorang secara biologis. Melalui silsilah, bisa ditemukan seseorang tersebut keturunan dari siapa. F. Metode Penelitian 1. Bentuk dan Jenis Penelitian Bentuk penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, yang artinya pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu semata-mata menggambarkan, melaporkan objek penelitian berdasarkan data yang sebagaimana adanya. Seperti yang diungkapkan oleh Bogdan dan Bikeln dalam Attar Semi (1993: 24) bahwa pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif berpandangan bahwa semua penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala bentuk tanda (semiotik) mungkin akan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research yaitu penelitian yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Edi Subroto,1992:42). Peneliti dalam pengerjaan datanya dibantu dengan buku-buku, majalah, naskah cetak, dokumen-dokumen, dan lain sebagainya yang ada di perpustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian.
29 29 2. Sumber Data dan Data Sumber data adalah segala sesuatu yang mampu memberikan data atau menunjuk pada tempat. Sedangkan data adalah yang dihasilkan dari sumber data. Sumber data disini adalah naskah STWK yang tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka Surakarta dengan nomor katalog B 38. Sedangkan datanya adalah naskah dan teks STWK yang sudah bersih dari kesalahan. Selain naskah STWK, peneliti juga menggunakan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yang berupa buku-buku dan naskahnaskah yang di dalamnya membahas tentang sejarah Ki Ageng Tarub dan sejarah Keraton, seperti Naskah Babad Tanah Jawi, Babad Mataram, dan Serat Jaka Tarub, dan sumber informasi penunjang lain yang dapat membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan naskah STWK. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan inventarisasi data. Pengertian inventarisasi naskah adalah usaha-usaha mendata atau mengumpulkan data. Hal ini ditempuh dengan mencari informasi naskah di dalam katalog-katalog yang kemudian mendaftar semua judul naskah yang sama. Setelah mendapat informasi dari katalog-katalog, langkah selanjutnya adalah mengecek langsung ke lokasi penyimpanan naskah dan melakukan pengamatan atau observasi. Teknik selanjutnya adalah mendeskripsikan keadaan naskah. Setelah itu naskah dialihmediakan menggunakan kamera digital atau kamera handphone yang kemudian ditransfer ke komputer dengan dilakukan pengeditan agar naskah mudah dalam pembacaannya. Teknik selanjutnya,
30 30 menggunakan teknik transliterasi. Teknik ini digunakan agar mendapatkan alih aksara sekaligus bisa mendapatkan kesalahan dari teks yang sudah dialihaksarakan dalam bentuk suntingan teks. Teknik akhir yang digunakan adalah teknik analisis isi (content analysis). Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana tanda-tanda yang ada pada naskah STWK terbaca dan selanjutnya dianalisis isinya. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dibagi menjadi dua, yaitu analisis secara filologis dan analisis data isi. Analisis data secara filologis menggunakan metode standart. Metode standart digunakan karena isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan dianggap suci atau penting dari sudut pandang agama. Robson (1994: 25) menyebutkan jalan keluar dalam metode standar, antara lain: 1) Apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks, peneliti dapat memberikan tanda yang mengacu pada aparatus kritik dan menyarankan bacaan yang lebih baik, 2) Jika terdapat teks yang salah, penyunting dapat memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang mengacu pada aparatus kritik dan bacaan asli akan didaftar dan ditandai sebagai naskah. Edwar Djamaris (2002: 24) mengemukakan bahwa hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar, yaitu mentransliterasi teks, membetulkan kesalahan dalam teks, membuat catatan perbaikan atau perubahan, memberi komentar atau tafsiran, membagi teks dalam beberapa bagian dan menyusun daftar kata sukar.
31 31 Analisis data kedua adalah analisis data berupa isi. Analisi ini menggunakan metode intepretasi isi yang terkandung di dalam naskah atau teks. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali juga disebut dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Namun keduanya, analisis dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode dalam intepretasi (Kuntowijoyo, 1995: 100). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1003) intepretasi adalah pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoretis terhadap sesuatu. Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Penarikan kesimpulan berdasarkan pada analisis data dengan menyajikan hasil suntingan yang bersih dari kesalahan dan menelaah isi yang terkandung di dalam teks tersebut. G. SISTEMATIKA PENULISAN I. Pendahuluan Yang terdiri dari tujuh subbab meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, kajian teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. II. Pembahasan Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi kemudian dilanjutkan pembahasan kajian isi.
32 32 III. Penutup Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar istilah dalam naskah STWK.
Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN
Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam pemerintahan. Seperti yang terdapat pada kerajaan-kerajaan di Indonesia yang hingga saat ini
Lebih terperinciNilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang
Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Oleh: Sugeng Triwibowo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Miftah1919@gmail.com Abstrak:
Lebih terperinciBAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga
BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang
7 BAB II KAJIAN TEORI A. Filologi 1. Pengertian Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Dengan demikian, kata filologi membentuk
Lebih terperinciKAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA
KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan. 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan tiga buah naskah yang
373 BAB IV PENUTUP Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, maka akhir penelitian ini dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan
Lebih terperinciSERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)
SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik
digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Naskah-naskah yang terdapat di Nusantara memiliki isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah
Lebih terperinciANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI
ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama
BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Filologi 1. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (Djamaris, 1977: 20). Filologi berasal dari kata Yunani philos yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan tulisan tangan berupa benda konkret yang dapat dilihat dan dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010:3). Dalam sebuah penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan pada masa itu. Naskah yang dijumpai saat ini, antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di
11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Sehingga
Lebih terperinciPATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.
PATHISARI Skripsi punika asil saking panaliten filologi tumrap Sěrat Pangracutan ingkang kasimpěn ing Perpustakaan Pura Pakualaman Ngayogyakarta mawi kode koleksi 0125/PP/73. Skripsi punika awujud suntingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memang belum menjadi bangsa yang sepenuhnya maju, akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di antaranya adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.
Lebih terperinciMENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI???
MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI??? Peninggalan suatu kebudayaan yang berupa puing bangunan besar, semarak tapi belum cukup. Gambaran pikiran dan perasaan tersebut dapat dipahami lewat dokumen tertulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang dimiliki yaitu kebudayaan.koentjaraningrat (1985) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari tujuh
Lebih terperinci2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan
Lebih terperinciBAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
29 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah
Lebih terperinciKAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA
KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Lebih terperinciNASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi
1 NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis) Proposal Skripsi Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Lebih terperinci: SUNTINGAN TEKS BESERTA KAJIAN PRAGMATIK
NASKAH BIDAYATUSALIK : SUNTINGAN TEKS BESERTA KAJIAN PRAGMATIK Santi Rahayu Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Santirahayu5610@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini
Lebih terperinciPokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu
1. Fakultas/ Program Studi 2. Mata Kuliah dan Kode : Fakultas Bahasa dan Seni/ Pendidikan Bahasa Jawa : FILOLOGI JAWA I 3. Jumlah SKS : Teori : 2 SKS Praktik : - SKS 4. Kompetensi : Mahasiswa memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang
Lebih terperinciKAJIAN FILOLOGI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT AMBEK SANGA SKRIPSI
KAJIAN FILOLOGI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT AMBEK SANGA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai peninggalan tulisan, naskah menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan pandangan hidup yang
Lebih terperinciWahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo
KAJIAN FILOLOGI SERAT-SERAT ANGGITAN DALEM KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA IV JILID I (WANAGIRI JAMAN KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA III) Wahyu Aris Aprillianto Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah yang beragam banyaknya. Bahasa daerah yang beragam digunakan sebagai alat komunikasi oleh
Lebih terperinciDarmawasita: suntingan teks dan kajian isi BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
Darmawasita: suntingan teks dan kajian isi Monika Fitri Setyowati C0100036 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bela Masalah Dalam mengungkapkan informasi tentang berbagai hal yang pernah hidup dan berkembang di
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Naskah SDR yang dijadikan objek penelitian tidak mempunyai nomor
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap naskah SDR, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Naskah SDR yang dijadikan objek penelitian tidak mempunyai
Lebih terperinci2014 SAJARAH CIJULANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan
Lebih terperinciSERAT LANGENDRIYA EPISODE DAMARWULAN NGARIT (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
SERAT LANGENDRIYA EPISODE DAMARWULAN NGARIT (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak warisan hasil budaya dalam bentuk naskah atau manuskrip (Marsono, 2010), yang bahkan sampai saat ini belum dapat dihitung jumlahnya. Manuskrip
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra
Lebih terperinciTeks, Tekstologi, dan Kritik Teks
Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui
Lebih terperinci2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan sebuah bentuk karya tulis yang berupa bahan kertas atau buku tercipta dalam kurun waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah naskah Masaaila Aqiidatu `l-islam ( MAI ) hasil pemikiran Abu Laits As-Samarqandi. Data atau objek penelitian ini adalah teks
Lebih terperinciKAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI
KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI Diajukan pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang
Lebih terperinciMATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau
MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya
Lebih terperinciTRANSLITERASI. Pengertian Transliterasi. Manfaat Transliterasi. Metode Transliterasi. Masalah-Masalah Transliterasi
TRANSLITERASI Pengertian Transliterasi Onions (dalam Darusuprapta 1984: 2), adalah suntingan yang disajikan dengan jenis tulisan lain. Manfaat Transliterasi 1. pelestarian naskah 2. pengenalan naskah Baried
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. belum pernah dilakukan kegiatan transliterasi teks atas naskah Wawacan Rawi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian naskah Sunda, baik yang telah dilakukan oleh orang Barat maupun oleh bangsa pribumi, sejauh pengetahuan penulis hingga kini belum pernah dilakukan kegiatan
Lebih terperinciKAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ
KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Nur Jannah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka
BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian terdahulu pernah meneliti tentang Fitoterapi yang sedang dibahas melalui skripsi ini. Penelitian yang dilakukan oleh
Lebih terperinciTINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA
TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciKAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI
KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai
Lebih terperinciKarya sastra melukiskan corak, cita-cita, aspirasi, dan perilaku masyarakat, sesuai dengan hakikat dan eksistensinya karya sastra merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata satra dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yaitu akar kata sas-, yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih hidup dan berkembang cukup baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali Tradisional yang dibentuk oleh pupuh-pupuh. Setiap pupuh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor
BAB V PENUTUP A. Simpulan Hasil penelitian dan pembahasan telah diuraikan dalam bab IV. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Inventarisasi naskah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi penentu utama kebijaksanaan, baik untuk pribadi maupun untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman masa lalu dapat menjadi penentu utama kebijaksanaan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan bangsa atau negara.
Lebih terperinciBAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN
24 BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari beberapa uraian yaitu, (1) objek penelitian, (2) metode, (3) prosedur penelitian, (4) teknik pengumpulan data 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian
Lebih terperinciMETODE EDISI: STEMMA
METODE EDISI: STEMMA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan Indonesia Objek
Lebih terperinciBAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN
BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah naskah Sunda berjudul Sajarah Cijulang (SC). Naskah SC merupakan naskah yang berada di kalangan masyarakat.
Lebih terperinciTINJAUAN FILOLOGI DAN ISI SERAT PRIMBON SKRIPSI
TINJAUAN FILOLOGI DAN ISI SERAT PRIMBON SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMBANG MACAPAT BERFORMAT VIDEO INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA DAERAH DI SEKOLAH DASAR
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMBANG MACAPAT BERFORMAT VIDEO INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA DAERAH DI SEKOLAH DASAR Joko Daryanto Universitas Sebelas Maret Abstrak Tembang Macapat merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan
Lebih terperinciSYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik
SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Lebih terperinciPlease purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Ketokohan Ki Gede Sebayu sebagai pendiri Tegal memang sudah tersohor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak kekayaan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa benda (tangible
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Oleh sebab itu, untuk memahami kebudayaan suatu bangsa dengan baik, informasi-informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra di Bali masih berhubungan erat dengan masyarakat pendukungnya. Pada zaman kerajaan, sastra menjadi dasar dan cermin tindakan para raja dalam mengemban
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari paparan bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kuran Jawi merupakan produk terjemah tafsir Al-Qur'a>n yang merujuk kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teks dibagi menjadi tiga yaitu teks lisan, teks tulisan tangan dan teks cetakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mempelajari naskah tidak hanya melihat naskah dari segi fisik namun juga harus dilihat dari segi isi naskah yang disebut teks. Menurut sifat penurunannya, teks dibagi
Lebih terperinci