TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMERIKSAAN SAKSI DIPERSIDANGAN MELALUI TELECONFERENCE JEMMY MARIANGI / D
|
|
- Fanny Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMERIKSAAN SAKSI DIPERSIDANGAN MELALUI TELECONFERENCE JEMMY MARIANGI / D ABSTRAK Tulisan ini berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Pemeriksaan Saksi di Persidangan Melalui Teleconference. Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau di buktikan dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan saksi. Banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya saksi termasuk saksi korban merupakan unsure yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Namun demikian, keberadaan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat termasuk perhatian penegak hukum. Perlindungan saksi dan korban sudah di sadari sebagai hal penting dalam proses penegakan hukum pidana. Bahkan, kredibilitas aparat penegak hukum ikut dipertaruhkan karena pentingnya peran saksi dan korban dalam mengungkap suatu peristiwa kejahatan. Saksi yang merasa terancam keselamatannya atau keluarganya, sudah tentu tak akan membeberkan informasi penting yang ia ketahui dalam kesaksiannya. Keterangan saksi memegang peranan penting yang sangat signifikan dalam mengungkap fakta-fakta dipersidangkan tentang tindak pidana yang terjadi akan tetapi seorang saksi harus memenuhi syarat sebagai orang yang mengetahui sendiri, mendengar sendiri, dan mengalami sendiri suatu tindakan pidana, bukan saksi yang memperoleh keterangan dari pendengar orang lain (testimonium de auditu). Keterangan seorang sakasi di persidangan mempunyai kekuatan pembuktian jika saksi disumpah. Dalam pasal 185 KUHAP dinyatakan keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Pasala 160 KUHAP dinyatakan, saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukumnya. Namun dalam praktiknya sekarang ini muncul pemeriksaan saksi melalui teleconference atau videoconference yang menimbulkan perdebatan baik dikalangan praktisi hukum maupun ahli hukum. Kata Kunci : Teleconfrence, Videoconference, Audioconfrence, dan Saksi. I. PENDAHULUAN dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) Dasar 1945 yaitu : "segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung bukan berdasarkan atas kekuasaan hukum dan pemerintahan itu dengan tidak (machtstaat). Demikianlah penegasan ada kecualinya" Indonesia sebagai Negara yang terdapat dalam Undang-Undang hukum, maka seyogyanya hukum harus Dasar Hal ini berarti bahwa Negara Indonesia sebagaimana digariskan adalah berperan dalam segala bidang kehidupan, baik dalam kehidupan berbangsa dan Negara hukum yang demokratis bernegara maupun dalam kehidupan warga berdasarkan Pancasila dan Undang- negaranya. Hal tersebut bertujuan untuk Undang dasar 1945 dengan menjunjung menciptakan keamanan, ketertiban, tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin keadilan, dan kesejahteraan. Gustav kedudukan yang sama dan sederajat bagi setiap warga negara dalam hukum dan Radbruch menyatakan bahwa hukum itu bertumpu pada tiga nilai dasar, yaitu pemerintahan, yang mana implementasi dari konsep Negara hukum ini tertuang 1
2 kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. 1 Namun ketika harus diuraikan secara bertingkat maka pilar yang pertama adalah keadilan. Hukum itu ada untuk menciptakan keadilan, bahkan keadilan itu juga merupakan asas hukum sehingga muncul penerapaan hukum harus berlandaskan pada pancasila dan Undangundang Dasar Dalam mewujudkan keadilan dan penegakan hukum yang dicita-citakan itu, maka hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara dilindungi dan diberi kekuasaan yang merdeka dan bebas oleh negara dari berbagai intervensi dari pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sebagai jaminan ketidakberpihakan hakim kecuali terhadap hukum dan keadilan, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Karena itu, dalam mewujudkan suatu keadilan, kepastian dan ketertiban hukum bagi masyarakat, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Atas dasar itu, maka hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus dituntut harus berdasarkan atas fakta hukum di persidangan, norma/kaidahkaidah hukum, moral hukum, dan doktrin hukum sebagai pertimbangan putusannya terhadap suatu perkara, demi tegaknya keadilan, kepastian, dan ketertiban hukum, yang merupakan tujuan utama hukum itu sendiri. Tindakan seperti itu, secara yuridis mendapat legitimasi, yang pada prinsipnya mengamanatkan kepada hakim untuk menggali nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat agar putusan yang dibuat dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itulah sedari awal para haikm telah dituntut untuk menjaga independensinya agar tidak terpengaruh oleh opini publik 1. Anonim, di unduh 12 juli 2013, pukul 20:18 2. Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan,edisi Ke-2, Sinar Grafika, Jakarta,2000.Hlm 68 ataupun berbagai tekanan dalam bentuk apapun. penegakan hukum salah satu keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau dibuktikan dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi. Tanpa harus mengabaikan keterangan dan bukti dari kepolisian sebagai acuan awal untuk menuju ketahap berikutnya,karena pelayanan kepolisian dalam penyidikan tindak pidana masih perlu ditingkatkan, baik yang menyangkut perbaikan system dan prosedur pelayanan, perbaikan standar pelayanan maupun perubahan perilaku ptugas pelayanan. 3 Banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi termasuk saksi Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Namun demikian, keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat termasuk perhatian penegak hukum. Adanya kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan diasumsikan banyak disebabkan oleh kurang atau tidak berperannya Saksi dan Korban membantu penegak hukum. Baik karena kurangnya kesadaran masyarakat maupun karena dikhawatirkan mendapat ancaman dari pihak tertentu. Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. padahal pertanggung jawaban pidana disebut sebagai toerekenbaarheid dimaksudkan untuk menentukan apakah 3.Edy Ichwanto,Pelayanan Prima Kepolisian,Bulsak Kapolri,Jakarta,1999.Hlm 26 2
3 seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (Crime) yang terjadi atau tidak. 4 Dari sistematika alat bukti yang diatur dalam KUHAP, secara jelas bahwa keterangan saksi menempati urutan pertama, itu artinya secara hakikat bahwa saksi memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Keterangan saksi memegang peranan yang sangat signifikan dalam mengungkap fakta-fakta di persidangan tentang tindak pidana yang terjadi, akan tetapi seorang saksi harus memenuhi syarat sebagai orang yang mengetahui sendiri, mendengar sendiri, dan mengalami sendiri suatu tindak pidana, bukan saksi yang memperoleh keterangan dari pendengaran orang lain (testimonium de auditu). Keterangan seorang saksi di persidangan akan mempunyai kekuatan pembuktian jika saksi di sumpah. Dalam pasal 185 KUHAP dinyatakan "keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan". Selanjutnya dalam Pasal 160 KUHAP menayatakan,"saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaikbaiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya". Keterangan saksi menjadi alat bukti yang utama dalam pembuktian perkara pidana, namun demikian tidak setiap keterangan saksi dapat menjadi suatu alat bukti yang sah, hal ini tentu saja harus memenuhi persyaratan agar seorang saksi dapat menjadi suatu alat bukti, yaitu : 5 a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji bahwa ia akan menerangkan yang 4. Roeslan Saleh,Perbuatan dan Pertanggung jawab Pidana, Penerbit Aksara baru, Jakarta,1981 Hlm Jimly Asshidiqie,Hukum Acara Pengajuan Undang-undang,Sekertariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkama konstitusi RI,Jakarta,2006. Hlm 220 sebenarnya dan tiada lain yang sebenarnya; b. keterangan yang diberikan harus mengenai peristiwa pidana yang saksi dengar sendiri, lihat sendiri, atau alami sendiri dengan menyebut secara jelas sumber pengetahuannya. Keterangan saksi berupa ulang dari cerita orang lain tidak mempunyai nilai keterangan sebagai alat bukti. Demikian juga pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran tidak dapat dinilai sebagai keterangan yang bernilai sebagai alat bukti; c. keterangan saksi harus dinyatakan di sidang pengadilan. Pernyataan keterangan di luar sidang pengadilan tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah; d. keterangan seorang saksi saja bukan merupakan alat bukti yang sah, karena itu harus dipenuhi batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Keempat persyaratan ini harus mutlak dipenuhi agar suatu keterangan dapat dinilai sebagai suatu alat bukti yang sah. Selanjutnya dalam kasus tindak pidana pembunuhan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman D.I Yogyakarta, dimana pengadilan tak kondusif maka 10 saksi kasus-kasus tersebut direkomendasikan untuk memakai Video Telekonferensi. 6 B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang memicu persoalan hukum sehubungan dengan penggunaan Teleconference dalam pemeriksaan saksi dipersidangan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah eksistensi pemeriksaan saksi melalui Teleconference dipersidangan dalam pemeriksaan perkara pidana? 2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian saksi yang diperiksa melalui 6 Majalah Kompas, terbitan 1 Juli
4 Teleconference dipersidangan dalam pemeriksaan perkara pidana? II.PEMBAHASAAN 2.1 TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMERIKSAAN SAKSI DIPERSIDANGAN MELALUI TELECONFERENCE A. Pengertian Teleconfrence Pengertian teleconference atau telekonferensi atau teleseminar adalah komunikasi langsung di antara beberapa orang yang biasanya dalam jarak jauh atau tidak dalam satu niangan dan dihubungkan oleh suatu sistem telekomunikasi. Jadi teleconference adalah pertemuan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan tersebut bisa menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan audiovideo (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat dan mendengar apa yang dibicarakan, sebagaimana pertemuan biasa. Dalam telekonferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard yang sama dan setiap peserta mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi aplikasi. 7 B. Sistem telekomunikasi dapat mendukung teleconference karena menyediakan satu atau lebih dari berikut ini: audio, video, dan / atau layanan data oleh satu atau lebih berarti, seperti telepon, komputer, telegraf, teletip, radio, dan televisi. C. Di Indonesia, terdapat beragai layanan teleconference melalui telepon baik fixed maupun mobile (Audio Conference) yang mempunyai kemampuan untuk melayani percakapan sampai 30 pemanggil dalam 7.hhtp://unindrax1eione.Wordpres.com/jaringa n-dan-telekomunikasi-3/teleconference/. Di unduh pada tanggal 23 juli tahun 2013 pada pukul satu konferensi. Jumlah peserta dapat diatur sesuai dengan keinginan penyelenggara konferensi. Sistem conference atau konferensi juga bisa dilengkapi dengan PIN (Personal Identification Number) sehingga menjamin kerahasiaan suatu konferensi dari pemanggil yang tidak diundang dalam telekonferensi atau teleconference tersebut. Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban penggunaan teleconference diperbolehkan sebagaimana dalam Pasal 9 yang berbunyi : (1) Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa. (2) Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut. (3) Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. B. Pengertian Saksi Saksi adalah seseorang yang memberikan pernyataan atau menandatangani kesaksian dalam suatu dokumen sebagai alat bukti di kemudian hari atau seseorang yang memberikan keterangan berdasarkan kesaksiannya sendiri mengenai sesuatu fakta yang dilihatnya sendiri, didengarnya sendiri, dirasakannya sendiri Hhtp://id.wikipwdia.org/wiki/saksi diunduh pada tanggal 23 juli 2013 pukul
5 Pada dasarnya, siapa saja dapat menjadi saksi yang diajukan untuk memberikan keterangan menurut kesaksiannya. Kesaksian itu pada pokoknya merupakan keteranganketerangan yang dapat berisi fakta-fakta yang dilihat sendiri, didengar sendiri, atau dialami sendiri oleh saksi yang memberi keterangan. Karena itu, siapa saja dapat dianggap memenuhi syarat untuk menjadi saksi, kecuali orang yang tidak sehat mental atau sakit jiwa dan untuk kasuskasus tertentu anak kecil yang belum dewasa. Dalam Pasal 171 KUHAP ditentukan pengecualian untuk memberikan kesaksian di bawah sumpah adalah: 1) anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; 2) orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. Baik orang yang sakit ingatan (insane persons) maupun anak di bawah umur dianggap tidak cakap untuk memahami hakikat sumpah dan akibat sumpah yang akan diucapkannya itu sekiranya ia diterima sebagai saksi. Hanya saja, untuk kasus-kasus tindakan pidana tertentu, kesaksian oleh anak-anak yang belum dewasa dapat saja dipertimbangkan oleh majelis hakim jika hal itu memang benar-benar diperlukan. Namun, kesaksian yang diberikan oleh anak-anak di bawah umur itu ditentukan tidak di bawah sumpah, karena toh anak-anak di bawah umur dianggap belum dapat mengerti makna hakiki dari sumpah yang akan diucapkannya itu. 9 C. Perlindungan Saksi Hak Warga Negara untuk Memperoleh Perlindungan adalah bagian Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia yang telah diletakkan dalam Perubahan (Arnandemen) UUD 1945 secara implisit dirumuskan secara normatif dalam Pasalpasal seperti yang tercantum dalam Bab XA, Pasal 28A-28J. 9.Op.Cit., Hlm.219 Pasal 28A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 23G (Ayat 1): Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Dua pasal tersebut menentukan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan berhak untuk mendapatkan perlindungan, dan yang mempunyai kewajiban untuk melindungi hak adalah negara atas kehidupan setiap orang dan hak untuk mendapatkan perlindungan, terutama pemerintah. Hal itu dengan jelas diatur dalam Pasal 281 Ayat (4), yang menyebutkan: "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah". Dari 10 (sepuluh) pasal yang mengatur Hak Asasi Manusia dalam UUD R! 1945 tersebut menempatkan negara, terutama Pemerintah, bertanggungjawab untuk melaksanakannya dan hanya 1 (satu) pasa! saja yang menyatakan pelaksanaan Hak Asasi Manusia menjadi tanggung jawab setiap orang yaitu Pasal 28J Ayat(1): "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia oran lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara". Pasal-pasal tersebut diatas jelas menunjukkan bahwa setiap orang wajib untuk menghormati hak asasi orang lain dan negara memiliki tanggung jawab untuk memberi perlindungan terhadap hak asasi manusia, khueusnya hak asasi warga negaranya. D. Alat Bukti Alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan dipersidangan dijelaskan dalam pasal 184 5
6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa. 3. Sistim dan Perinsip Pembuktian Pembuktian yang dilakukan mengenai argumentasi atau dalil yang didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara, merupakan bagian yang paling penting dalam hukum acara di pengadilan. Di dalamnya terkait erat persoalan hak-hak hukum dan bahkan hak asasi setiap orang atau pihak-pihak yang dipersangkakan telah melakukan pelang-garan hukum. Lebih-lebih dalam hukum pidana, dimana seseorang dapat didakwa telah melakukan per-buatan pidana tertentu, yang apabila berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan disertai dengan keyakinan hakim menyatakannya bersalah, padahal sebenarnya ia tidak bersalah, sehingga putusan hakim berdasarkan pembuktian yang dilakukan itu dapat menyebabkan orang yang bersalah bebas tanpa ganjaran, sedangkan orang yang sama sekali tidak bersalah menjadi terpidana dengan cara yang sangat tidak adil. Oleh sebab itu, metode pembuktian yang dikembangkan oleh hakim, haruslah benar-benar dapat dipertanggung-jawabkan, sehingga dapat sungguh-sungguh meng-hasilkan keadilan PEMERIKSAAN SAKSI DI PERSIDANGAN MELALUI TELECONFRENCE A. Eksistensi Pemeriksaan Saksi Di Persidangan Melalui Teleconfrence Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Pemeriksaan saksi melalui teleconference merupakan bagian dari penegakan hukum, khususnya dalam tahap persidangan. Perdebatan tentang pemeriksaan saksi dalam persidangan yang dilakukan melalui teleconference telah menyita perhatian publik, pihak yang pro beranggapan bahwa walaupun pemeriksaan saksi telah diatur dalam Pasal 160 ayat(l) huruf a KUHAP, yang menyebutkan bahwa saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaikbaiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum. Kemudian dalam ketentuan Pasal 167 ayat(l) KUHAP disebutkan, setelah saksi memberikan keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang member! izin untuk meninggalkannya. Penggunaan teleconference dalam pemeriksaan saksi dapat dilakukan demi mendapatkan kebenaran materiil. Teleconference hanyalah merupakan salah satu bentuk sarana teknologi untuk mendengarkan keterangan saksi saja. Akan tetapi pihak yang kontra, berpendapat bahwa pemeriksaan saksi di persidangan melalui teleconference/video conference tidak diatur dalam KUHAP, sehihgga tidak bisa diterima dan dianggap melanggar KUHAP. B. Kekuatan Pembuktian Saksi Yang Diperiksa Melalui Teleconference Dipersidangan Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Mengenai kekuatan pembuktian pemeriksaan saksi yang diperiksa melalui teleconference, hal ini jelas masih terkait pembahasan sebelumnya. Bahwa untuk menilai kekuatan pembuktian keterangan saksi-saksi yang diberikan melalui teleconference harus jelas terlebih dahulu keterangan saksi tersebut bernilai sebagai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat(l) KUHAP. keterangan saksi-saksi melalui teleconference dalam tindak pidana terorisme dengan terdakwa ustad Abubakar Basyir masih dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti berupa keterangan saksi, namun demikian nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan 10.Ibid.,Hlm.218 6
7 saksi melalui teleconference mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas.. Namun kebebasan itu tidak mutlak adanya, karena putusan yang diambil harus konstitusional tidak sewenang-wenang dan berdasarkan alat bukti yang sah 11 Sebaliknya, karya-karya hakim itu hanya diakui sebagai hukum manakala ia dihasilkan dalam suatu proses pengadilan. Pendapat seorang hakim yang dinyatakan di luar tugasnya mengadili, bukan merupakan ketentuan hukum yang sah 12 Jadi Kekuatan pembuktian saksi yang diperiksa dalam sidang - sidang melalui Teleconfrence mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas. limitatif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP tetapi terbuka kemungkinan untuk mempertimbangkan alat bukti lain 2. untuk mengungkap kebenaran materil. 3. Pembuktian pemeriksaan saksi melalui Teleconfrence harus diatur secara jelas dalam RUU KUHAP yang baru untuk memberikan kepastian hukum untuk mencari kebenaran materil. III.PENUTUP A. Kesimpulan 1. Eksistensi pemeriksaan saksi Di persidangan melalui Teleconfrence dalam pemeriksaan Perkara Pidana tidak diatur dalam KUHAP, hanya diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi. Dalam perkembangannya pemeriksaan saksi tersebut sudah digunakan dalam beberapa kali persidangan baik atas permintaan Jaksa Penuntut Umum maupun Penasehat Hukum. Namun permintaan tersebut dapat dilaksanakan bilamana telah memperoleh persetujuan Majelis Hakim di persidangan. 2. Kekuatan pembuktian alat bukti melalui Teleconfrence mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas tergantung keyakinan hakim di persidangan. B. Saran Saran 1. Dalam penyusunan RUU KUHAP yang baru nanti sebaiknya penetapan alat bukti tidak ditetapkan secara 11. Tajuddin,Makalah,AnalisaTerhadap Pemeriksaan Saksi di Persidangan Melalui Teleconfrence dihubungkan dengan Yurisprudensi dan Kepastian Hukum serta Perbandingan dalam Praktik pada Common Law Sistem, 2013Hlm Ibid hal 2 7
8 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Jimly Asshidiqie,Hukum Acara Pengajuan Undang-undang,Sekertariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkama konstitusi RI,Jakarta,2006 Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan,edisi Ke-2, Sinar Grafika, Jakarta,2000. Edy Ichwanto,Pelayanan Prima Kepolisian,Bulsak Kapolri,Jakarta,1999. Roeslan Saleh,Perbuatan dan Pertanggung jawab PIdana, Penerbit Aksara baru, Jakarta,1981 Tajuddin,Makalah,AnalisaTerhadap Pemeriksaan Saksi di Persidangan Melalui Teleconfrence dihubungkan dengan Yurisprudensi dan Kepastian Hukum serta Perbandingan dalam Praktik pada Common Law Sistem, 2013 B. Sumber Internet Hhtp://id.wikipwdia.org/wiki/saksi hhtp:// 3/teleconference/. C. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-undang Nomor 08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 8
9 BIODATA PENULIS Nama : Jemmy Mariangi Tempat/Tanggal Lahir : Malala, 01 Januari 1990 Alamat Rumah : BTN Palupi Griya Blok E No No. Telp :
Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciselalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman di berbagai bidang kehidupan membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Keberhasilan yang dicapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperincidengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciRancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBagian Kedua Penyidikan
Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persidangan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono yang dilaksanakan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut
Lebih terperinciFUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA
79 BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA A. Tinjauan Umum Keterangan Anak Dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Anak Dibawah Umur Dalam Hukum Indonesia Pengertian anak
Lebih terperinciRUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
!"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciNILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1
NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif adalah pendekatan penelitian
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik
Lebih terperinciPERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciBADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI Sumber gambar http://timbul-lawfirm.com/yang-bisa-jadi-saksi-ahli-di-pengadilan/ I. PENDAHULUAN Kehadiran
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam buku pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUHAP) disebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM
KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM Oleh : Sumaidi ABSTRAK Penyitaan merupakan tindakan paksa yang dilegitimasi (dibenarkan) oleh undang-undang atau dihalalkan oleh hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas
Lebih terperinciPERANAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (STUDI PN PALU NOMOR 10/PID.SUS-TIPIKOR/2013/PN.
PERANAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (STUDI PN PALU NOMOR 10/PID.SUS-TIPIKOR/2013/PN.PL) JOHAR MOIDADI / D 101 10 532 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Peranan
Lebih terperinciALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)
ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
KEWAJIBAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Christian Tambuwun 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciEFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006 TENTANG JAMINAN PERLINDUNGAN SAKSI (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI TOLI-TOLI) ANDI ARSAN / D
EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006 TENTANG JAMINAN PERLINDUNGAN SAKSI (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI TOLI-TOLI) ANDI ARSAN / D 101 10 031 ABSTRAK Undang-Undang tentang perlindungan saksi dan korban
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.790, 2014 BNPT. Perkaran Tindak Pidana Terorisme. Perlindungan. Saksi. Penyidik. Penuntut Umum. Hakim dan Keluarganya. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan
Lebih terperinciProgram Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya
Implementasi Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan hal yang penting saat pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena berdasarkan tahapan pembuktian inilah terjadi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciHukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual
Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciBAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang
BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat
Lebih terperinciGUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN
GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui
BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945) menyebutkan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
Lebih terperinci