BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam suatu tatanan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam suatu tatanan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam suatu tatanan kehidupan sosial. Bureau (2005) mendefinisikan keluarga sebagai kelompok dari dua atau lebih individu yang dihubungkan oleh kelahiran, pernikahan, atau adopsi dan tinggal bersama serta berbagi fungsi sosial lainnya satu dengan yang lain. Seiring perkembangan zaman fungsi keluarga juga mengalami perubahan dari masa ke masa. Dahulu, pandangan tradisional mengatakan orang mengakui pernikahan hanya untuk memperoleh keamanan ekonomi, penyediaan barangbarang dan jasa, serta untuk memperoleh status sosial, dan juga untuk melanjutkan keturunan. Kemudian terjadi perubahan pandangan mengenai fungsi keluarga, yakni orang menginginkan pernikahan yang dilandasi cinta, keinginan untuk hidup bersama dan memuaskan kebutuhan emosional, mampu membesarkan anak sebagai penerus keturunan, selain juga ingin memiliki keamanan ekonomi. Halhal tersebut kini menjadi penting terkait dengan alasan mengapa seseorang menikah, cinta dan afeksi merupakan harapan utama orang dalam pernikahan saat ini (Barich dan Bielby, 1996 dalam Degenova, 2008). Ketika anak hadir sebagai buah dari pernikahan dalam sebuah keluarga, tugas perkembangan dari pasangan yang sudah menikah bertambah menjadi orang tua (Papalia, 2008). Menjadi orang tua berarti memperoleh peran dan tanggung jawab baru, yaitu sebagai seorang ayah dan seorang ibu. Menurut Hill dan Aldous (dalam

2 Akbar, 2008) proses menjadi orang tua meliputi antara lain kelahiran anak, perawatan, dan memberi pengasuhan pada anak. Mengasuh anak dikenal sebagai hal penting yang mempengaruhi pengalaman manusia dan dapat mengubah manusia secara emosional, sosial, dan intelektual. Mengasuh anak adalah sebuah proses yang menunjukkan suatu interaksi antara orang tua dan anak yang berkelanjutan dan proses ini memberikan suatu perubahan, baik pada orang tua maupun anak (Levine dalam Martin & Colbert, 1997). Kewajiban sebagai orang tua secara umum juga diungkapkan Brooks (dalam Akbar, 2008) yaitu dalam mengasuh anak orang tua berkewajiban untuk memelihara, melindungi, dan mengarahkan anak dalam berkembang. Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara dengan ibu Risna sebagai berikut, Semenjak memiliki anak rasanya semakin bertambah tanggung jawab yang om tante pikul. Tersadar waah sekarang kami sudah jadi orang tua. Bahagia senang rasanya, tapi kami sadar kewajiban jadi orang tua untuk anak-anak kami juga gak mudah, besarkan anak itu gak bisa main-main. Kami selalu berusaha jadi orang tua yang baik, ngasi pengasuhan, pendidikan dan menuhi kebutuhan anak-anak kami, biar anak-anak kami bisa tumbuh besar jadi orang sukses. (Komunikasi Personal, 05 November 2011) Pola asuh yang merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua meliputi tidak hanya pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (afeksi atau perasaan) tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan (Gunarsa, 2002). Pola pengasuhan menurut Baumrind (dalam Sigelman, 2002) mengandung dua dimensi tingkah laku yakni, dimensi acceptance/resposiveness dan dimensi demandingness/control. Dimensi acceptance/resposiveness menggambarkan bagaimana orang tua merespon

3 anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua. Sedangkan dimensi demandingness/control menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua kepada anak-anaknya (Sigelmen, 2002). Kedua dimensi di atas akan membentuk beberapa jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak. Menurut Baumrind (dalam Sigelman, 2002) pola asuh terdiri dari tiga jenis yakni, authoritative, authoritarian dan permissive, kemudian Maccoby & Martin (1983) menambahkan satu jenis pola asuh lagi dengan pola asuh Neglectful. Authoritarian parenting merupakan pola asuh yang mengkombinasikan tingginya demandingness/control dan rendahnya acceptence/responsive. Authoritative parenting; memiliki keseimbangan dalam kedua dimensi baik demandingness/control maupun acceptence/responsive. Selanjutnya pada permissive parenting pola pengasuhan ini mengandung demandingness/control yang rendah dan acceptence/responsive yang tinggi. Terakhir neglectful parenting merupakan orang tua yang mengkombinasikan rendahnya demandingness/control dan acceptence/responsive yang rendah pula (Sigelmen, 2002). Pengasuhan anak adalah tanggung jawab orang tua baik ayah maupun ibu, akan tetapi pada umumnya dalam sebuah keluarga para ibulah yang berkonsetransi pada kewajiban menjaga rumah tangga dan terutama membesarkan ataupun mengasuh anak, sedangkan ayah menyediakan kebutuhan keluarga (Coontz, 2005 dalam Zinn, Eitzen dan Wells, 2009). Meski saat ini banyak ditemui keluarga modern yang membagi tanggung jawab pengasuhan anak secara

4 seimbang antar ayah dan ibu, karena fenomena banyaknya ibu berkerja saat ini, namun tetap banyak dijumpai para ibu yang memilih menjadi ibu rumah tangga agar dapat total mengurus keperluan keluarga terutama pengasuhan anak. Hal ini juga terkait dengan kepuasan dalam rumah tangga yang dialami ibu. Ibu yang paling tidak puas dengan pernikahan mereka adalah mereka yang melihat diri mereka tidak terorganisir dan tidak mampu menghadapi tuntutan sebagai ibu. Maka harapan dapat mengasuh anak dengan baik dan mengorganisir dirinya serta keluarga dengan baik merupakan salah satu hal yang diharapkan oleh wanita dewasa menikah yang telah menjadi ibu (Degenova, 2008). Dapat dilihat pada kutipan wawancara dengan ibu Hafni sebagai berikut, Kalau nantulang milih fokus jadi ibu rumah tangga aja un, karena pengen bisa 100% ngurus adek-adek apa lagi F kan kayak gini, ngurus tulang dan rumah. Insyaallah dari hasil pencarian tulang udah bisa mencukupi seharihari, jadi gak perlu ikut kerja juga. (Komunikasi Personal, 03 November 2011) Bicara mengenai pola asuh secara lebih mendalam ditemukan fakta bahwa dalam pernikahan yang dilangsungkan, terkandung nilai-nilai atau norma-norma budaya yang sangat kuat dan luas (Abu dalam Natalia & Iriani, 2002). Nilai sendiri menurut Kluckhohn (dalam Adisubroto, 1994) merupakan suatu konsepsi yang dapat terungkap secara eksplisit atau implisit, yang menjadi ciri khas individu atau karakteristik suatu kelompok mengenai hal-hal yang diinginkan dan berpengaruh terhadap proses seleksi dan sejumlah modus, cara dan hasil akhir suatu tindakan. Lebih spesifik dikatakan nilai-nilai budaya yang dimiliki orang tua memberi pengaruh tersendiri terhadap bagaimana mereka menjalani sebuah keluarga, termasuk dalam pengasuhan anak. Telaah lintas budaya juga mendapati

5 adanya pengaruh budaya terhadap pola pengasuhan yang juga berdampak besar pada perkembangan anak (Dayakisni, 2004). Darling (1999) juga menyampaikan ada tiga faktor yang mempengaruhi pola asuh, yakni jenis kelamin anak, kebudayaan, dan kelas sosial ekonomi. Mengenai kebudayaan sendiri, Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki kekayaan aneka ragam budaya. Budaya di Indonesia dipengaruhi oleh suku-suku yang ada. Salah satu suku yang mendominasi di Indonesia adalah suku dari Utara pulau Sumatera, yakni suku Batak. Batak terdiri dari beberapa fouk, seperti Batak Toba, Dairi, Simalungun, Karo dan Mandailing (Tinambunan, 2010). Orang-orang yang bersuku Batak umumnya dijumpai berdomisili di provinsi Sumatera Utara, termasuk di ibukotanya yakni kota Medan. Meski perkembangan zaman mengakibatkan orang-orang Batak juga dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, tetap pada hakikatnya suku Batak berasal dari provinsi Sumatera Utara (Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, 1997). Perkembangan suku Batak sendiri di kota Medan ternyata tidak terlepas dari kebudayaan Melayu yang lebih dominan. Melayu merupakan dinamika yang penting bagi kelompok-kelompok Batak yang berhubungan langsung dengan kebudayaan Melayu di Medan. Sekitar tahun 1920-an dominasi etnik di Medan mulai berubah. Orang-orang Batak yang ada di Medan mulai memunculkan diri dengan hasil pekerjaan mereka sekaligus memperlihatkan identitas mereka. Meski dengan melakukan beberapa penyesuaian yang mempengaruhi beberapa aspek dasar suku Batak sendiri. Orang Batak merupakan kaum minoritas kecil di kota-

6 kota, tetapi sangat berpengaruh pada saat itu, hal ini juga menyebar ke Tapanuli Utara dan Selatan (Hasselgren, 2008) Masyarakat Batak yang bermukim di kota Medan mengalami perubahan dalam pembentukan organisasi-organisasi yang semakin didominasi oleh orang Kristen Batak Toba. Perkembangan-perkembangan yang terjadi berimplikasi bahwa komunitas Melayu dari awal tahun 1920-an mulai kehilangan kebudayaannya dan identitasnya dalam suku etnis semula. Medan menjadi lingkungan yang multi-etnis dimana lebih mudah bagi kelompok-kelompok lain untuk menonjolkan jati dirinya. Meskipun perbedaan etnis menjadi realitas penting di Medan, tetapi diantara penduduk urban pribumi juga memiliki rasa kebersamaan. Di dalam berbagai perkembangan ini, tidak tampak adanya etnis yang dominan baik secara suku maupun agama. Kelompok imigran yang banyak dijumpai di kota Medan adalah Batak Toba dan Mandailing (Ibid, 2008). Tingkat kompetisi yang tinggi pada orang-orang yang bermukim di kota Medan, membuat orang Batak berusaha keras untuk dapat hidup bertahan (survive). Berbagai cara dilakukan misalnya sebagian orang menukar identitas mereka agar dapat diterima dengan mudah, atau meleburkan diri terhadap pola dan tatanan hidup pada masyarakat pribumi pertama yang tingga di kota Medan. Tetapi, tetap ditemui orang-orang Batak yang hidup berkelompok dengan membentuk komunitas yang kuat. Mereka membentuk kesatuan-kesatuan hegemonis marga menurut garis keturunan, kelompok satu daerah asal (sahuta) dari tingkat pemuda hingga jenjang kekeluarga yang sudah menikah. Mereka juga

7 aktif membentuk kelompok dalam satu pola pikir dan tujuan yang disbeut dengan partungkoan. Suku Batak terkenal sangat menjujung tinggi budaya yang mereka anut (Gultom, 1992). Banyak nilai-nilai dari suku Batak yang masih diterapkan oleh orang Batak dalam menjalani kehidupannya. Suku Batak juga memiliki nilai atau keyakinan yang masih dipegang teguh oleh kebanyakan masyarakat atau keluarga berlatar belakang suku Batak khususnya Batak Toba sampai dengan saat ini. Dikenal 7 filsafah kehidupan Batak yakni; Mardebata, Marpinompar, Martutur, Maradat, Marpangkirimon, Marpatik dan Maruhum. Salah satu keyakinan yang terkandung dalam filsafah Marpangkirimon yang juga masih dipegang teguh oleh orang Batak adalah sebuah tujuan hidup yang lebih dikenal dengan istilah 3H, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Tujuan hidup 3H ini terbentuk dalam lingkungan suku Batak karena merupakan wujud dari kebudayaan yang terus menerus terwaris dan mendarah daging bagi masyarakat Batak dan memberi banyak pengaruh terhadap kehidupan orang Batak, termasuk dalam perjalanan rumah tangga (Tinambunan, 2010). Nilai yang pertama yaitu hamoraon. Hamoraon (kekayaan) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang. Kekayaan selalu identik dengan harta kekayaan dan anak. Tanpa anak akan merasa tidak kaya, walaupun banyak harta, seperti diungkapkan dalam bahasa Batak, Anakkonhido hamoraon diahu (anakku adalah harta yang paling berharga bagi saya) (Tinambunan, 2010). Selanjutnya hagabeon adalah kebahagiaan dalam keturunan artinya keturunan memberi harapan hidup, karena keturunan itu ialah suatu kebahagiaan

8 yang tak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat. Bagi orang Batak, kebahagiaan dalam berketurunan (gabe) ini terasa lengkap dalam sebuah keluarga apabila keluarga itu memiliki anak laki-laki dan perempuan. Sebuah keluarga Batak belum dikatakan gabe kalau hanya memiliki anak laki-laki atau hanya ada anak perempuannya saja (Harahap & Siahaan dalam Irmawati, 2007). Menjadi penekanan dalam nilai ini selanjutnya adalah bagi orang tua anak laki-laki adalah penerus keturunannya, sehingga anak laki-laki sering disebut sebagai sinuan tunas, artinya tunas yang baru. Ungkapan ini memperlihatkan bahwa anak lakilaki memiliki keistimewaan dalam pandangan orang tua, terlihat pula dari perbandingan jumlah anak laki-laki yang diinginkan lebih banyak dari anak perempuan (Tinambunan, 2010). Dapat diperkuat dari hasil wawancara dengan ibu Hafni dan ibu Risna berikut, Pada dasarnya tulang dan nantulang menerima saja apa pemberian Allah, tapi memang ada kebahagiaan tersendiri ketika tahu anak kami laki-laki. Kan sebagai orang Batak punya anak laki-laki itu hal yang membanggakan. Sebagai anak laki-laki, kami berharap dek F bisa tumbuh menjadi orang yang bisa bertahan dalam kehidupan, membawa nama baik keluarga khusunya marga Rambe. Ibu Hafni (Komunikasi Personal, 03 November 2011) Waktu hamil tante kepikirannya anak laki-laki terus, apa lagi waktu anak pertama, jadi pas lahir laki-laki rasanya senang bangga. Om juga bangga ada yang neruskan marga Manik, apalagi ompungnya senang kali. Yah ternyata memang dikabulkan laki-laki tapi dengan kondisi Autis ini. Tante mikirnya ini cobaan, gimanapun kami tetap sayang, D tetap anak laki-laki kebanggan kami. Ibu Risna (Komunikasi Personal, 05 November 2011) Pardosi (1989) menyatakan beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat Batak Toba menginginkan anak laki-laki yaitu: (a) anak laki-laki dianggap penerus keturunan (marga ayah), (b) anak laki-laki dapat menggantikan

9 kedudukan dalam acara adat dan tanggung jawab adat, dan (c) anak laki-laki pembawa nama dalam silsilah kekerabatan dalam masyarakat Batak. Nilai terakhir dari konsep 3H adalah hasangapon. Hasangapon (kemuliaan dan kehormatan) merupakan suatu kedudukan seseorang yang dimilikinya di dalam lingkungan masyarakat (Tinambunan, 2010). Simanjuntak (dalam Irmawati, 2007) menyatakan bahwa untuk mencapai hasangapon seseorang harus terlebih dahulu berketurunan (gabe) dan memiliki kekayaan (mora). Filasafah hidup yang diyakini orang-orang dengan latar belakang suku Batak akan memberi kekhasan tersendiri bagi orang tua suku Batak termasuk dalam pengasuhan anak-anak mereka. Khususnya terkait pada nilai 3H yang sudah dipaparkan di atas, pengharapan yang sangat besar pada anak terlihat pada nilai hagabeon, orang tua Batak menggantungkan harapan hidup mereka pada anak khususnya anak laki-laki sebagai penerus marga (Tinambunan, 2010). Penelitian oleh Irmawati (2002) menghasilkan kesimpulan kekayaan (hamoraon), anak (hagabeon) dan kehormatan (hasangapon) sangatlah penting bagi keluarga Batak. Namun diantara nilai-nilai tersebut, anak (hagabeon) merupakan nilai yang paling penting. Dalam nilai gabe, juga tercakup unsur-unsur kaya dan kehormatan. Aspirasi orangtua mengenai pendidikan anak ternyata agar anaknya mampu bersekolah sampai tingkat perguruan tinggi. Pembentukan motivasi berprestasi pada anak-anak Batak Toba sekalipun pada awalnya bersifat ekstrinsik namun kemudian hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi ini terinternaiisasi menjadi motivasi intrinsik. Berbicara mengenai pola pengasuhan, orangtua cenderung bergaya authoritative. Sekalipun demikian, gaya

10 authoritarian tetap masih ada berkaitan dengan keinginan agar anak bersikap taat pada aturan agama dan orangtua. Pola pengasuhan ini diikuti juga oleh sikap orangtua yang mendorong pencapaian pendidikan anak dibidang pendidikan/akademik berupa dukungan, kontrol dan kekuasaan, yang mereka perlihatkan dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu. Sebuah seminar nasional peringatan 100 tahun gugurnya pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dengan pembicara Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., juga menyampaikan bahwa nilai dalam keluarga Batak berpusat pada 3H yakni hagabeon-hamoraon-hasangapon yang harus dijunjung tinggi, sehingga harus menjaga kesehatan agar panjang umur dan berketurunan, harus kerja keras dan hemat agar dapat sejahtera, dan harus ditambah sifat penolong, idaman masyarakat, dan berpengetahuan luas supaya terhormat. Pengasuhan anak menjadi faktor penting dalam keluarga, orang tua Batak harus mampu mengasuh anakanaknya dengan sebaik mungkin sehingga anak-anak mereka akan mampu membawa nama baik keluarga Batak. Penekanan pada prestasi anak menjadi hal yang sangat penting dalam pengasuhan orang tua Batak. Anak dituntun untuk dapat berprestasi dan sukses di masa depannya, dan orang tua berperan aktif sebagai fasilitator keberhasilan anak. Khusus pada ibu dalam keyakinan suku Batak wanita sangat dijunjung tinggi kehormatannya, ibu merupakan tonggak penting dalam sebuah keluarga, dimana ibu adalah kekuatan dalam keluarga. Tidak jarang dijumpai dalam keluarga batak ibu yang bekerja keras demi keluarganya. Disatu sisi ibu melaksanakan tugas-tugasnya di luar rumah dan di sisi lain juga mengatur segala

11 keperluan di dalam rumah termasuk pengasuhan anak-anaknya (Tinambunan, 2010). Tugas wanita Batak dalam keluarga sudah diasosiasikan semenjak mereka anak-anak, terlebih lagi dalam masyarakat Batak yang mengagungkan anak lakilaki, ibu dituntun oleh keluarga harus mampu mendidik dan membesarkan anak agar berhasil sesuai dengan tuntutan keluarga (Maulina dan Sutatminingsih, 2005). Terlihat jelas bahwa latar belakang suku orang tua, dalam hal ini suku Batak, memberikan banyak pengaruh pada orang tua dalam menjalani keluarga dan mengasuh anak. Dimana nilai-nilai yang dibawa orang tua sebagai orang Batak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan orang tua pada anak-anak mereka. Keluarga Batak sendiri khususnya orang tua terhubung dengan nilai 3H yakni hagabeon-hamoraon-hasangapon. Ternyata dalam perjalanan sebuah keluarga, ketika sang anak hadir dalam keluarga anak-anak yang dilahirkan tidak selalu normal seperti adanya. Ditemui pula anak-anak yang dilahirkan dengan kebutuhan khusus. Pada dasarnya setiap orang tua berharap akan memiliki anak-anak yang bertumbuh kembang secara normal. Seorang anak dikatakan normal apabila mampu berkembang dengan baik dan seimbang seiring pertumbuhannya dan berlangsung seperti individu lain pada umumnya. Sedangkan pada kondisi anak-anak dengan kebutuhan khusus akan mengarah pada keterlambatan dan gangguan pada perkembangan dan tumbuh kembangnya, salah satunya Autisme (Papalia, 2008). Autisme merupakan salah satu penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi yang ditandai adanya gangguan pada hubungan interpersonal (interaksi sosial), gangguan pada perkembangan bahasanya (komunikasi) dan adanya

12 kebiasaan untuk melakukan pengulangan tingkah laku yang sama (Yusuf, 2003). Anak-anak dengan Autisme mengalami kegagalan dalam perkembangan yang tergolong dalam kriteria Gangguan Pervasif dengan kehidupan Autistik yang tidak disertai dengan halusinasi dan delusi dan lebih banyak dijumpai pada anak lakilaki (APA, 1995). Akhir-akhir ini kasus Autisme menunjukkan peningkatan di Indonesia. Bila Amerika dapat menentukan bahwa kejadian di negaranya adalah 1:150 (satu anak Autistik per seratus lima puluh anak) dan Inggris berani mengeluarkan angka 1:100, tidak demikian dengan Indonesia. Meskipun beberapa profesional memperkirakan angka tersebut tidak banyak berbeda dengan di Indonesia, tapi hal tersebut tidak mungkin dipastikan tanpa data-data yang akurat. Saat ini di Indonesia sedang dilakukan pendataan mengenai jumlah penderita Autisme (Yayasan Autisma Indonesia, 2009). Orang tua yang memiliki anak dengan gangguan Autisme akan memiliki tantangan tersendiri dalam membesarkan sang anak. Reaksi pertama orang tua ketika anaknya didiagnosa mengalami Disabilities adalah tidak percaya (shock), sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak, tidak mudah bagi orang tua untuk mengalami fase ini (Pueschel, Bernier, & Wiedenman 1988). Hal ini umunya menjadi lebih kompleks dan dirasakan secara mendalam oleh pihak ibu, diperkuat berdasarkan kutipan wawancara dengan 2 orang orang tua yang memiliki anak dengan gangguan Autisme, yakni dengan ibu Risna dan ibu Hafni sebagai berikut,...terkadang masih merasa seperti bermimpi, nantulang merasa sulit menerima kenyataan dek F mengalami gangguan Autisme, sesak di dada

13 kalau teringat. Ini lagi terus berusaha ikhlas, tawakal sama ketetapan Allah. Ibu Hafni (Komunikasi Personal, 03 November 2011) Kami merasa takut menghadapi kenyataan, bingung karena tidak paham apa itu Autis. Bertanya tanya dalam hati, ini kesalahan siapa? Juga marah pada diri sendiri dan tante juga takut untuk hamil lagi. Ibu Risna (Komunikasi Personal, 05 November 2011) Sebagai ibu, meski memiliki anak dengan gangguan Autisme tentunya kewajibannya memberi pengasuhan yang baik pada anak harus tetap dilaksanakan. Salah satu jurnal oleh Rachmayanti membahas penerimaan orang tua terhadap anak dengan gangguan Autisme, yang juga terkait dengan pola asuhnya, menggunakan tori Ross (2004, dalam bukunya On Death and Dying ) digambarkan reaksi-reaksi orang tua kepada anak-anak dengan kebutuhan khusus. Penerimaan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi lima tahap sebagai berikut; tahap pertama adalah Denial (menolak menerima kenyataan), kemudian kedua adalah tahap Anger (marah), ketiga tahap Bargaining (menawar), tahap keempat yakni Depression (depresi) dan tahapan terakhir adalah Acceptance (pasrah dan menerima kenyataan). Patut dicatat bahwa, kelima tahap tersebut di atas tidak harus terjadi secara berurutan. Bisa saja ada satu tahap atau lebih yang terlompati, atau kembali muncul jika ada hal-hal yang mengingatkan ketidak sempurnaan anak mereka (bila dibandingkan dengan anak lain yang sebaya). Demikian pula pada tahap awal. Ada juga orang tua yang telah begitu lama mencari diagnosa dan penyembuhan. Begitu mereka mendapatkan diagnosa dan metode yang dapat membantu mereka, perasaan legalah yang mereka dapatkan, bukan menolak menerima kenyataan (denial). Kondisi orang tua berpengaruh terhadap

14 pengasuhannya pada anak, maka pada dasarnya pola pengasuhan orang tua khususnya pada anak dengan gangguan Autisme dapat berubah sesuai kondisi. Dikatakan pula orang tua cenderung over protektif dalam pengasuhannya pada anak Autis yang mengarah pada gaya pengasuhan permissive (Rachmayanti, 2004). Peran dan tanggung jawab yang dipikul oleh orang tua akan lebih besar apabila anak yang dilahirkan berkebutuhan khusus (Heward, 1996, dalam Akbar 2008). Diperkuat dengan wawancara pada ibu Hafni berikut, Banyak yang udah kami coba lakukan untuk membantu F, seperti mendatangkan terapis ke rumah, mengajak F berolah raga di lapangan, mengajak F berenang, mengajak F jalan-jalan, memenuhi kebutuhankebutuhan dan keperluannya, juga yang pasti terus berusaha menjadi orang tua yang baik, meski terasa sulit. Kadang rasanya pengen nyerah karena perkembangan F juga begitu-begitu saja, tapi nantulang langsung istighfar. F titipan Allah nantulang harus tanggung jawab, besarkan F sebaik mungkin, biarlah Allah yang nentukan akhirnya, yang penting sebagai orang tua nantulang harus tetap berusaha demi F. (Komunikasi Personal, 03 November 2011) Kehadiran anak dengan kebutuhan khusus dalam sebuah keluarga secara umum menimbulkan reaksi emosional pada orang tua, merupakan pengalaman stres yang tidak biasa, khususnya bagi para ibu (Hutt dan Gibby, 1979) yang secara tidak langsung akan terkait dengan bagaimana sang ibu memberi pengasuhan pada anaknya yang mengalami Autisme. Merupakan sebuah fakta bahwa beberapa anak terlahir dengan gangguan Autisme, hal ini tidak terkecuali dapat terjadi pada keluarga Batak. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya salah satu nilai terpenting yang diyakini orang Batak adalah nilai hagabeon, yang terkait erat dengan kebahagiaan dalam memperoleh keturunan. Dikatakan bahwa keturunan memberi harapan hidup,

15 maka sangat besar keinginan untuk memiliki keturunan pada suku Batak khususnya berjenis kelamin laki-laki (Tinambunan, 2010). Namun ketika pasangan suku Batak telah berhasil memiliki keturunan anak laki-laki, tetapi dengan kondisi memiliki gangguan Autisme, tentu saja orang tua dengan latar belakang suku Batak tetap berkewajiban memberi pengasuhan terbaik terhadap anaknya. Terlihat dari kutipan wawancara dengan ibu Hafni berikut,...kalau bicara sebagai orang Batak kami ya orang tua senang punya anak laki-laki salah satunya F sebagai penerus marga, walaupun dengan kekurangannya. Kami akan terus berusaha membesarkan F sebaik mungkin, Nantulang selalu berdoa sama Allah semoga masih ada harapan, semoga kerja keras kami sebagai orang tua memberi hasil suatu saat. (Komunikasi Personal, 01 November 2011) Sebuah penelitian oleh Martina V Sianipar mengenai ibu dengan anak berkebutuhan khusus, di dalamnya didapati kutipan komunikasi personal peneliti pada 2 Januari 2007 dengan B. Samosir yang mengatakan bahwa dalam masyarakat Batak Toba jika memiliki anak yang abnormal biasanya akan dianggap sebagai karma atas dosa yang dilakukan oleh orang tua atau nenek moyang anak yang bersangkutan dan keadaan ini dapat membuat keluarga khususnya ibu yang bertanggung jawab penuh pada pengasuhan anak menjadi malungun (sedih). Tetapi bila dilihat lebih dalam nilai-nilai budaya dapat memberi pengaruh yang bervariasi. Ketika ibu menggunakan konsep positif dari hagabeon yang mengatakan anak sebagai harapan bagi orang tua dan penekanan suku Batak pada keberhasilan anak, maka akan memberi semangat tersendiri pada ibu untuk memberi pengasuhan terbaik yang dapat membantu perkembangan anak. Anak meski dengan keterbatasan Autistiknya harus tetap dapat berhasil dan berprestasi sesuai konsep dasar hagabeon. Akan tetapi bila ibu Batak lebih fokus pada rasa

16 gagal memberi keturunan seperti pemaparan B. Samosir, maka dikhawatirkan akan berpengaruh negatif pula pada pengasuhannya. Semakin terlihat bahwa beberapa faktor khususnya budaya dan kondisi anak mempengaruhi pola asuh. Kondisi keterbatasan anak dengan gangguan Autismenya serta pengaruh nilai-nilai budaya suku Batak yang menjadi latar belakang ibu membuat semakin komplekslah tugas pengasuhan anak oleh ibu suku Batak. Saat ini jutaan keluarga menghadapi tantangan sehari-hari dalam membesarkan anak dengan gangguan Autisme, termasuk keluarga-keluarga berlatar belakang suku Batak. Mengingat keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan terpenting bagi seorang anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Degenova, 2008). Berdasarkan fenomena tersebut peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan bagaimana seorang ibu berlatar belakang suku Batak dengan latar belakang budayanya serta dengan nilai-nilai yang diyakininya memenuhi tugas perkembangannya sebagai orang tua dalam mengasuh anak lakilakinya yang dilahirkan dengan gangguan Autisme. Sangat diharapkan penelitian ini akan bermanfaat dalam memberikan gambaran pola pengasuhan yang baik bagi anak laki-laki dengan gangguan Autisme oleh ibunya yang berlatar belakang suku Batak, agar membantu perkembangan keduanya ke arah kondisi yang lebih baik.

17 B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas maka, peneliti merumuskan pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini yaitu, a. Bagaimana gambaran pola asuh ibu suku Batak pada anak laki-laki dengan gangguan Autisme? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pola asuh ibu suku Batak pada anak laki-laki dengan gangguan Autisme. D. MANFAAT PENELITIAN Ada dua manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu: D.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara lain: a) Dapat memberikan masukan yang bermanfaat dan memperluas serta menambah informasi dari segi teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi khususnya pada bidang Psikologi Perkembangan. Secara lebih spesifik pada aspek pola asuh terkait dengan pengaruh budaya. b) Dapat menjadi masukan dan referensi untuk bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya, terkait pola asuh dan budaya.

18 D.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara lain: a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat mengenai gambaran pola asuh oleh ibu khususnya yang berlatar belakang suku Batak, pada anak Autis khususnya anak laki-laki. b) Memberi sumbangan informasi yang bermanfaat kepada para orang tua terkait pola pengasuhan anak, khususnya pada orang tua yang memiliki anak dengan gangguan Autisme dan pada orang tua dengan latar belakang suku Batak agar dapat memberi pengasuhan yang tepat. c) Memberikan informasi kepada masyarakat yang belum menikah mengenai gambaran-gambaran kemungkinan yang ada di dalam pernikahan. Khususnya ketika menjadi orang tua, termasuk kemungkinan memiliki anak Autis sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam menghadapi kondisi tersebut dan proses belajar untuk nantinya menjalani sebuah keluarga. d) Memberikan informasi dan masukan kepada para professional atau para ahli termasuk Psikolog, khususnya yang berkonsentrasi pada perkembangan anak Autistik dalam membantu mencari data-data untuk menyelesaikan masalah pola asuh oleh orang tua khususnya oleh ibu suku Batak.

19 E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : Landasan teori berisi landasan teoritis yang bersumber dari literatur dan pendapat para ahli/pakar yang dapat digunakan sebagai landasan berpikir dalam pembahasan penelitian ini. BAB III : Metode penelitian menjelaskan mengenai metode penelitian kualitatif, responden penelitian, metode pengambilan data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas dan validitas penelitian, dan prosedur penelitian. BAB IV : Analisa data dan pembahasan berisi uraian mengenai hasil penelitian, analisis data dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan saran, berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan saran yang berisi saran-saran praktis sesuai dengan hasil dan masalah-masalah penelitian serta saransaran metodologis untuk penyempurnaan penelitian selanjutnya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. POLA ASUH A.1. Pengertian Pola Asuh Hetherington & Whiting (1999) menyatakan bahwa pola asuh sebagai proses interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti proses pemeliharaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah institusi pendidikan primer, sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di lembaga lain. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Proses pernikahan menjadi salah satu upaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat

Lebih terperinci

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme. Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme. Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma JURNAL BAB 1 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat menjadi 80 juta jiwa (Menkokesra). Data statistik tersebut

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat menjadi 80 juta jiwa (Menkokesra). Data statistik tersebut BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, populasi manusia lanjut usia (selanjutnya disebut lansia ) diprediksikan akan semakin meningkat. Berdasarkan data statistik tahun 2010, jumlah lansia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah sel-sel tubuh yang tumbuh tanpa kendali dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada manusia modern.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. pertama (gewesten) dan keresidenan Tapanuli merupakan salah satunya.

BAB I. Pendahuluan. pertama (gewesten) dan keresidenan Tapanuli merupakan salah satunya. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku yang mendiami Provinsi Sumatera Utara tepatnya berada di wilayah Tapanuli. Menurut Lance Castles(2001:1) Tapanuli adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut pengetahuan umum anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut pengetahuan umum anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut pengetahuan umum anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan perkawinan antara pria dan wanita. Anak juga sering dijadikan pedoman dalam mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa menjadi orang tua merupakan masa yang alamiah terjadi dalam kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan. Menjadi orangtua membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu ikatan resmi antara laki-laki dan perempuan secara sah di mata hukum. Bagi setiap pasangan yang telah menikah, memiliki keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi telah menumbuhkan berkah berupa lahirnya para entrepreneur baru.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi telah menumbuhkan berkah berupa lahirnya para entrepreneur baru. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan akhirnya krisis multi dimensional yang telah menyebabkan

Lebih terperinci

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Noorfi Kisworowati F 100 050 234

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin

Lebih terperinci

SUSI RACHMAWATI F

SUSI RACHMAWATI F HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN PERKAWINAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA AWAL PERKAWINAN PASANGAN BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

2. Wanita. a. Sebelum mengisi pertanyaan terlebih dahulu tulislah dahulu identitas Bapak/Ibu/Saudara/I pada tempat yang telah disediakan.

2. Wanita. a. Sebelum mengisi pertanyaan terlebih dahulu tulislah dahulu identitas Bapak/Ibu/Saudara/I pada tempat yang telah disediakan. DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN MENGENAI NILAI DAN PERANAN ANAK LAKI-LAKI DALAM KELUARGA BATAK TOBA PERANTAU (Studi pada Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kanak-kanak akhir disebut juga sebagai usia sekolah dasar. Pada periode ini, anak dituntut untuk melaksanakan tugas belajar yang membutuhkan kemampuan intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dihadapkan dengan tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika memasuki masa dewasa salah satu tugas perkembangan yang akan dilalui seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal dasar pertumbuhan dan perkembangan karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan, Pendidikan adalah pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah peristiwa penting dalam kehidupan seorang individu, di mana pernikahan ini memiliki beberapa tujuan yaitu mendapatkan kebahagiaan, kepuasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat lebih dari 500 etnis di Indonesia (Suryadinata, 1999). Suku Batak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Tiri Istilah ibu tiri secara harfiyah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ibu merupakan panggilan yang takzim kepada wanita, sedangkan tiri berarti bukan darah daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karya terobosan dalam teori ruang neo-marxian adalah The Production of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karya terobosan dalam teori ruang neo-marxian adalah The Production of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Ruang Karya terobosan dalam teori ruang neo-marxian adalah The Production of space karya Henry Lefebvre. Aspek kunci dari argumen Lefebvre yang kompleks itu terletak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan

BAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kecacatan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh setiap individu karena dengan kondisi cacat individu mempunyai keterbatasan atau hambatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, masyarakat mengganggap bahwa keluarga tersusun atas ayah, ibu dengan anak-anak. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pada struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK FENOMENA PILIHAN HIDUP TIDAK MENIKAH (STUDI DESKRIPTIF PADA WANITA KARIR ETNIS BATAK TOBA DI KOTA MEDAN) SKRIPSI Diajukan Oleh PRIMA DAFRINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa termasuk di dalam kategori remaja akhir dan dewasa awal. Pada masa itu umumnya merupakan masa transisi. Mereka masih mencari jati diri mereka masing-masing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap keluarga tentunya akan mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan kehidupan pernikahan mereka. Setiap pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi.

Lebih terperinci

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada kekurangan baik fisik maupun mentalnya. Akan tetapi, terkadang terjadi keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak merupakan anugrah terindah yang dimiliki oleh setiap pasangan. Semenjak dilahirkan anak selalu menjadi pusat perhatian. Orang tua adalah yang pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan potensi oleh Tuhan. Potensi yang dimiliki setiap individu harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki pasangan untuk menikah adalah harapan setiap individu. Pasangan adalah teman hidup di saat senang maupun susah, setiap orang mempunyai ekspektasi tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan kehadiran seorang anak. Anak yang terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua. Orang tua mendambakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA BAB II PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA 2.1 Keluarga Sejahtera Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas

Lebih terperinci