PARIWISATA SPIRITUAL Daya Tarik Wisata Palasari Bali

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARIWISATA SPIRITUAL Daya Tarik Wisata Palasari Bali"

Transkripsi

1 PARIWISATA SPIRITUAL Daya Tarik Wisata Palasari Bali Ni Kadek Widyastuti Dermawan Waruwu I Ketut Suartana Pustaka Larasan 2017 i

2 PARIWISATA SPIRITUAL Daya Tarik Wisata Palasari Bali Penulis Ni Kadek Widyastuti Dermawan Waruwu I Ketut Suartana Tata Letak Slamat Trisila Rancang Sampul Ibed Surgana Yuga Penerbit Pustaka Larasan Jalan Tunggul Ametung IIIA/11B Denpasar, Bali Ponsel: Pos-el: pustaka_larasan@yahoo.co.id Cetakan Pertama: 2017 ISBN ii

3 KATA PENGANTAR Oleh Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE. M.MA. MA. 1 Pembangunan Pariwisata Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan dan mengusahakan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang pariwisata. Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu menggairahkan aktivitas bisnis untuk menghasilkan manfaat sosial. budaya, dan ekonomi yang signifikan bagi suatu negara. Ketika pariwisata direncanakan dengan baik, mestinya akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan pariwisata terlihat dari penerimaan pemerintah dari sektor pariwisata dapat mendorong sektor lainnya untuk berkembang. Keberhasilan yang paling mudah untuk diamati adalah bertambahnya jumlah kedatangan wisatawan dari periode ke periode. Pertambahan jumlah wisatawan dapat terwujud jika wisatawan yang telah berkunjung puas terhadap destinasi dengan berbagai atribut yang ditawarkan 1 Dosen Tetap Kepariwisataan pada Program Studi Manajemen Perhotelan Universitas Dhyana Pura, Alumni Program Doktor Pariwisata Universitas Udayana Bali, dan Alumni Program Master of Arts International Leisure and Tourism Studi, CHN University, Netherlands. iii

4 oleh pengelolanya. Wisatawan yang puas akan cenderung menjadi loyal untuk mengulang liburannya dimasa mendatang, dan memungkinkan mereka merekomen teman-teman, dan kerabatnya untuk berlibur ke tempat yang sama. Fenomena yang terjadi pada trend pariwisata, khususnya di dunia saat ini adalah pesatnya pertumbuhan wisata rohani atau spiritual. Dari perspektif ekonomi, dampak positif pariwisata yaitu: (1) mendatangkan devisa bagi negara melalui penukaran mata uang asing di daerah tujuan wisata, (2) pasar potensial bagi produk barang dan jasa masyarakat setempat, (3) meningkatkan pendapatan masyarakat yang kegiatannya terkait langsung atau tidak langsung dengan jasa pariwisata, (4) memperluas penciptaan kesempatan kerja, baik pada sektor-sektor yang terkait langsung seperti perhotelan, restoran, agen perjalanan, maupun pada sektorsektor yang tidak terkait langsung seperti industri kerajinan, penyediaan produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, jasa-jasa lain dan sebagainya, (5) sumber pendapatan asli daerah, dan (6) merangsang kreaktivitas seniman, baik seniman pengrajin industri kecil maupun seniman tabuh dan tayang diperuntukkan konsumsi wisatawan. Kasus pembangunan pariwisata di banyak destinasi, memang tak terbantahkan telah menimbulkan dampak positif bagi perekonomioan regional dan nasional, namun patut pula diakui bahwa pariwisata juga menimbulkan dampak negatif antara lain, menyusutnya lahan pertanian untuk pembangunan pendukung infrastruktur pariwisata, meningkatnya kriminalitas, kepadatan lalu lintas, urbanisasi dan emigrasi, bermuculannya ruko-ruko, shopping centre yang melanggar tataruang wilayah, degradasi lingkungan iv

5 dan polusi. Dampak negatif yang disebutkan terakhir disebut eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif yaitu aktivitas kepariwisataan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, polusi air (sungai, laut dan sumur) dan tanah, sehingga menyebabkan kerugian sosial yang ditanggung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata. Daya Tarik Wisata Sejarah Daya tarik wisata pada awal perkembangan pariwisata di Indonesia adalah untuk mengistilahkan objek wisata, namun setelah Peraturan Pemerintah (PP) pada tahun 2009 diterbitkan, kata objek wisata selanjutnya tidak digunakan lagi untuk menyebut kata objek wisata yang merupakan suatu daerah tujuan para wisatawan. Untuk memahami pengertian dan makna dari kata daya tarik wisata tersebut, berikut dijabarkan pengertian daya tarik wisata dari beberapa sumber berikut ini: Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para wisatawan. Pada dasarnya, daya tarik wisata dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni daya tarik wisata alamiah, dan daya tarik wisata buatan. Daya tarik wisata alamiah adalah daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari keadaan alam, flora dan fauna, sedangkan daya tarik wisata buatan merupakan hasil karya manusia yang terdiri dari museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan kompleks hiburan. Daya tarik v

6 wisata lainnya yakni minat khusus yang merupakan suatu hal yang menjadi daya tarik sesuai dengan minat dari wisatawannya seperti berburu, mendaki gunung, menyusuri gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah dan lainnya. Daya tarik daerah untuk tujuan wisata akan mampu menarik wisatawan untuk mengunjunginya jika memenuhi unsur-unsur daya tarik wisata, yakni: (1) Daya tarik yang dapat disaksikan (what to see), hal ini mengisyaratkan bahwa pada daerah harus ada sesuatu yang menjadi daya tarik wisata, atau suatu daerah mestinya mempunyai daya tarik yang khusus dan atraksi budaya yang bisa dijadikan sebagai hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat terdiri dari pemandangan alam, kegiatan, kesenian, dan atraksi wisata. (2) Aktivitas wisata yang dapat dilakukan (what to do), hal ini mengisyaratkan bahwa di tempat wisata, menyaksikan sesuatu yang menarik, wiatawan juga mesti disediakan fasilitas rekreasi yang bisa membuat para wisatawan betah untuk tinggal lebih lama di tempat tujuan wisata. (3) Sesuatu yang dapat dibeli (what to buy), hal ini mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata mestinya menyediakan beberapa fasilitas penunjang untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat asal wisatawan. (4) Alat transportasi (what to arrived), hal ini mesti mampu dijelaskan bahwa untuk dapat mengunjungi daerah daya tarik tujuan wisata tersebut, kendaraan apa yang digunakan dan berapa lama wisatawan tiba ke tempat tujuan wisata yang akan dituju. (5) Penginapan (where to stay), hal ini menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat tinggal untuk sementara selama mereka berlibur. Untuk menunjang keperluan tempat tinggal sementara bagi vi

7 wisatawan yang berkunjung, daerah tujuan wisata perlu mempersiapkan penginapan-penginapan, seperti hotel berbintang atau hotel tidak berbintang dan sejenisnya. Wisata Rohani, Ziarah, Spritual? Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat tempat suci, ke makam makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah dan kekayaan melimpah. Dalam hubungan ini, orang orang Khatolik misalnya melakukan wisata ziarah ini ke Istana Vatikan di Roma, orang orang Islam ke tanah suci, orang orang Budha ke tempat tempat suci agama Budha di India, Nepal, Tibet dan sebagainya. Di Indonesia banyak tempat tempat suci atau keramat yang dikunjungi oleh umat-umat beragama tertentu, misalnya seperti Candi Borobudur, Prambanan, Pura Basakih di Bali, Sendangsono di Jawa Tengah, makam Wali Songo, Gunung Kawi, makam Bung Karno di Blitar dan sebagainya. Banyak agen atau biro perjalanan menawarkan wisata ziarah ini pada waktu waktu tertentu dengan fasilitas akomodasi dan sarana angkuatan yang diberi reduksi menarik ke tempat tempat tersebut di atas. Jika dilihat dari unsur-unsur pembentuk Daya Tarik Wisata yang Ideal, maka Palasari sebagai Daya Tarik Wisata vii

8 Spritual, Rohani, atau Ziarah sudah dianggap memenuhi kriteria, yakni: [1] Apa yang dapat disaksikan ( what to see) di Palasari? atraksi budaya (artefak bangunan Gereja, Bendungan Palasari, areal pertanian) dapat dipromosikan sebagai hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat terdiri dari pemandangan alam berupa hamparan perkebunan, kegiatan keagamaan, ziarah di pemakaman Katolik, kesenian khas Jembrana, dan atraksi wisata lainnya. [2] Aktivitas wisata yang dapat dilakukan ( what to do)? Palasari mengisyaratkan telah memenuhi unsur sebagai daya tarik wisata, karena wisatawan dapat melakukan aktivitas memancing, camping, trekking, dan aktivitas rohani Katolik [3] Apa yang dapat dibeli ( what to buy)?, hal ini mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata Palasari telah memiliki beberapa fasilitas penunjang untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat asal wisatawan. [4] Alat transportasi ( what to arrived)?, Walaupun jarak Palasari dengan Kota Denpasar termasuk cukup jauh (120 km), namun Palasari sangat mudah diakses karena terletak dekat dengan jalan lintas Denpasa- Gilimanuk, dan dapat diakses dengan berbagai jenis kendaraan, seperti bus besar, mini bus, dan jenis kendaraan lainnya. [5] Adakah penginapan ( where to stay)?, Poin ini menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat tinggal untuk sementara selama mereka berlibur. Untuk menunjang keperluan tempat tinggal viii

9 sementara bagi wisatawan yang berkunjung, Palasari telah mempersiapkan penginapan-penginapan, seperti hotel dan sejenisnya yang dibangun oleh pengusaha lokal maupun penduduk setempat. Sesungguhnya jenis jenis wisata lain dapat saja ditambahkan di sini, tergantung kapada kondisi dan situasi perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau negeri yang memang mendambakan industri pariwisatanya dapat maju dan berkembang. Pada hakekatnya semua ini tergantung kepada selera atau daya kreativitas para ahli profesional yang berkecimpung dalam bisnis industri pariwisata ini. Makin kreatif dan banyak gagasan gagasan yang dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan hidup mereka bagi perkembangan dunia kepariwisataan di dunia ini, makin bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi kemajuan industri ini, karena industri pariwisata pada hakikatnya kalau ditangani dengan kesungguhan hati mempunyai prospektif dan kemungkinan sangat luas, seluas cakrawala pemikiran manusia yang melahirkan gagasan gagasan baru dari waktu kewaktu. Pengembangan Palasari sebagai Daya Tarik Wisata Spritual dan berbagai strategi pengembangannya adalah usaha yang kreatif dan inovatif untuk memperkaya pembangunan sektor kepariwisataan Kabupaten Jembrana, Bali. Pengembangan daya tarik wisata Palasari diharapkan akan berdampak positif secara ekonomi, maupun dinamika pembangunan sosial dan budaya bagi Kabupaten Jembrana. ix

10 PENGANTAR Tak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata telah menjadi salah satu komoditi yang menunjang perekonomian berbagai negara di dunia. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia sangat memperhatikan sektor ini karena telah mampu menggenjot perekonomian masyarakat selama beberapa tahun terakhir. Wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan budaya, keindahan alam, dan bendabenda bersejarah lainnya telah memberikan daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara selama ini. Daerah Bali sudah lama terkenal di seluruh dunia serta menjadi penghasil devisa bagi daerah maupun negara selama ini. Pariwisata Bali salah satu ikon pariwisata nasional, karena memiliki daya tarik wisata berupa seni, budaya, benda-benda bersejarah, serta alam yang indah. Berbagai keunikan dan keindahan inilah sehingga Bali mendapat julukan: Pulau Seribu Pura, The Island of Paradise, dan The Island of God. Secara umum, pengelolaan dan pengembangan pariwisata Bali masih mengacu pada pendekatan kearifan lokal serta pariwisata berbasis masyarakat. Penduduk Bali mayoritas beragama Hindu. Kendati demikian, anggota masyarakat yang mendiami pulau ini juga memiliki latar belakang budaya, etnis, suku, dan agama yang beragam seperti agama Kristen, Katolik, Islam, Budha, dan Kong Hu Chu. Setiap kayakinan agama ini biasanya x

11 mendiami suatu wilayah tertentu, sehingga memiliki ciri khas sesuai dengan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Salah satunya adalah Desa Palasari yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Desa ini memiliki ciri khas serta nuansa agama Katolik tanpa menghilangkan budaya Balinya. Desa Palasari memiliki keunikan serta daya tarik wisata tersendiri bila dibandingkan dengan desa-desa lain di sekitarnya. Mulai dari lokasi pemukiman, tempat ibadah, serta ritual peribadatan dilakukan dengan perpaduan antara budaya Bali, Katolik, dan Eropa atau modern. Pada setiap kegiatan ibadah terlihat adanya suasana yang menggambarkan masyarakat Bali pada umumnya, tetapi mereka sebenarnya beragama Katolik. Gedung gereja yang berarsitektur Bali dan Eropa, Goa Maria sebagai tempat berdoa, keindahan alam yang dipoles dengan nuansa budaya Bali, serta bendungan Palasari sebagai sumber air yang kental dengan nilai-nilai religius. Jadi, setiap wisatawan yang datang ke Palasari akan diberikan kepuasan secara jasmani maupun rohani. Keunikan inilah yang membuat wisatawan domestik maupun mancanegara semakin tertarik untuk mengunjungi desa ini. Dengan demikian, buku ini merupakan hasil penelitian serta beberapa pengalaman dan pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama ini. Kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan informasi menarik serta pengetahun yang baru tentang jenis-jenis pariwisata di Indonesia, ciri khas pariwisata spiritual, konsep dan teori pariwisata spiritual, budaya organisasi spiritual, dan strategi pengembangan daya tarik wisata spiritual. Oleh xi

12 sebab itu, kiranya buku ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat mengembangkan pariwisata spiritual di daerahnya masing-masing. Denpasar, Februari 2017 xii

13 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR PENGANTAR PENULIS DAFTAR ISI BAB I. PARIWISATA INDONESIA Dasar Hukum Kepariwisataan Bali Ikon Pariwisata Nasional Pariwisata Budaya Pariwisata Alam Pariwisata Spiritual BAB II. PERKEMBANGAN PARIWISATA DI INDONESIA Penelitian Pariwisata Potensi Wisata Daya Tarik Wisata Motivasi Wisatawan Persepsi Wisatawan Strategi Pengembangan Pariwisata BAB III. TEORI PARIWISATA DAN RELEVANSINYA 1.1 Teori Motivasi 1.2 Teori Persepsi xiii

14 1.3 Teori the Tourist Qualities of a Destination BAB IV. METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Jenis dan Pengukuran Variabel Teknik Analisis Data Penyajian Hasil Analisis Data BAB V BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL Konsep Dasar Budaya Organisasi Budaya Organisasi Spiritual Hakikat Budaya Organisasi Spiritual Karakteristik Budaya Organisasi Spiritual 1.5 Pembentukkan Budaya Organiasi Spiritual BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI Kondisi Geografis Palasari Demografis Palasari Sejarah Palasari 1.5 Daya Tarik Wisata Palasari Potensi Wisata Palasari xiv

15 BAB VII. DASAR PEMBENTUKAN PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI Tuhan Yesus Hadir di Palasar Kepemimpinan Sang Guru Spiritual Kehadiran Pemimpin Spiritua Peran Pemimpin Menuju Perubahan BAB VIII. MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI Dasar Motivasi Wisatawan Motivasi Fisik Motivasi Kebudayaan Motivasi Pribadi Motivasi Status atau Prestise BAB IX. PERSEPSI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI Persepsi Terhadap Atraksi Wisata Persepsi Terhadap Aksesibilitas Persepsi Terhadap Amenitas Persepsi Terhadap Organisasi BAB X. FAKTOR PENGEMBANGAN PARIWISATA SPIRITUAL DI PALASARI Faktor Kekuatan Faktor Kelemahan Faktor Peluang Faktor Ancaman xv

16 BAB XI. STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI 1.1 Strategi Strenghts Opportunities 1.2 Strategi Strenghts Threats 1.3 Strategi Weaknesses Opportunities 1.4 Strategi Weaknesess Threats BAB XII. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA INDEKS PROFIL PENULIS xvi

17 bab I Pariwisata INDONESIA 1.1 Dasar Hukum Kepariwisataan Negara Indonesia merupakan salah satu kawasan yang memiliki daya tarik wisata yang unik, indah, dan langka di dunia. Daya tarik wisata ini berupa keindahan alam, seni, budaya, adat istiadat, benda-benda bersejarah, dan sebagainya. Pemerintah saat ini sedang menata dan mengembangkan segala potensi daya tarik wisata tersebut. Tujuan pengembangan daya tarik wisata ini adalah sebagai upaya pelestarian budaya serta menjadi identitas kebanggaan bangsa Indonesia di dunia internasional. Selain itu, keanekaragaman daya tarik wisata juga memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan devisa bagi daerah maupun negara selain komoditi alam lainnya. Sejak tahun 1978 pemerintah terus berusaha mengembangkan kepariwisataan di Indonesia. Dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978 menjelaskan bahwa pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja, dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan maupun pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan pelestarian budaya serta 1

18 keperibadian nasional. Pengembangan pariwisata yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta telah meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan dari suatu daerah ke daerah lain. Kunjungan wisatawan terus merangsang interaksi sosial dengan penduduk di sekitarnya sesuai dengan kemampuan mereka dalam beradaptasi baik di bidang ekonomi, kemasyarakatan maupun kebudayaan (Soebagyo, 2012: 17). Dasar hukum dalam pengembangan serta pengelolaan kegiatan kepariwisataan terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman dan fenomena sosial. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat atau stakeholder berusaha untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal. Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam pembangunan kepariwisataan di seluruh wilayah Indonesia yaitu dengan membuat Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah (pusat dan daerah), dan berbagai peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan. Salah satu peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

19 Dasar hukum dalam pengembangan serta pengelolaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman dan fenomena sosial di masyarakat. Secara ringkas materi yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 di atas adalah hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia. Sumber daya manusia, sumber daya alam, dan modal yang tersedia harus dimanfaatkan secara maksimal sehingga tercipta keanekaragaman daya tarik wisata di Indonesia. Dengan banyaknya daya tarik wisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta menambah devisa bagi daerah atau negara. Keberadaan pariwisata dapat juga memperluas serta membuka lapangan kerja baru secara khusus yang

20 berkompetensi dalam industri pariwisata. Selain itu, kehadiran pariwisata dapat mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan seni, budaya, dan adat istiadat suatu daerah, serta mendayagunakan daya tarik wisata tersebut sebagai strategi dalam memperat persahabatan antar suku, agama, ras, dan golongan di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan industri pariwisata di Indonesia tentu bukan pekerjaan yang mudah sekalipun sudah ada Undang-undang maupun kebijakan pemerintah sebagai dasar hukumnya. Pembangunan industri ini masih mengalami proses yang cukup panjang. Oleh sebab itu, semua stakeholder harus mampu bekerjasama tanpa harus mementingkan ego sektoral, RAS, dan kedudukannya masing-masing. Namun perlu dipahami lebih awal oleh semua pihak yang terjun dalam bisnis pariwisata harus bersinergi dan Potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan segala modal sosial yang ada harus dimanfaatkan secara maksimal, sehingga tercipta keanekaragaman daya tarik wisata di Indonesia. Dengan banyaknya daya tatrik wisata tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menambah devisa bagi daerah ataupun negara.

21 Pembangunan industri pariwisata di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah, namun lebih penting dibutuhkan kerjasama yang baik antara semua stakeholder tanpa melihat ego sestoral, RAS, dan kedudukannya masing-masing. menyiapkan berbagai hal, antara lain: pembangunan struktur (fungsi, hierarki, dan hubungan) industri pariwisata, daya saing produk pariwisata, kemitraan usaha pariwisata, kredibilitas bisnis, serta tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. Dalam pembangunan suatu destinasi pariwisata sudah sepatutnya memberdayakan masyarakat lokal. Selanjutnya, pembangunan daya tarik wisata terus ditingkatkan sehingga lebih baik dari sebelumnya, baik pembangunan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung kegiatan pariwisata lainnya. Setelah pembanguan yang bersifat mendasar tersebut, maka dilanjutkan dalam pembangunan pendukung yaitu pembangunan di bidang pemasaran (promosi). Promosi ini sangat diperlukan mengingat pangsa pasar industri pariwisata bukan saja diperuntukan bagi wisatawan domestik, melainkan bagi wisatawan mancanegara. Oleh sebab itu, pembangunan pemasaran ini harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

22 Pemangku kepentingan dalam hal ini adalah pemerintah, masyarakat, dan pengusaha. Semua stakeholder ini harus bertanggung jawab dalam membangun citra positif tentang pariwisata di Indonesia kepada dunia internasional. Secara garis besar ada dua manfaat dari kegiatan pariwisata pada suatu negara, yaitu: Pertama, pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam. Kedua, pariwisata menjadi faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan sektor ekonomi nasional lainnya (Irianto, 2011: 57). Membangun citra positif terhadap pariwisata Indonesia cukup beralasan. Hal ini dikarenakan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi segenap umat manusia di dunia ini. Dengan demikian, pemerintah maupun pemerintah daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin setiap orang

23 yang berwisata pada suatu daerah dapat memperoleh kenyamanan dan keamanan. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan pada suatu daerah menunjukkan bahwa pengembangan serta pengelolaan objek wisata tersebut dilakukan dengan baik oleh stakeholder yang ada. Semakin tinggi minat wisatawan mengunjungi suatu wilayah berarti memberikan devisa bagi daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini pariwisata telah memberikan devisa yang cukup besar bagi daerah maupun negara. Pariwisata selain mendatangkan devisa bagi negara, juga membuka lapangan kerja baru yang dapat mengurangi pengangguran. Kegiatan pariwisata memberikan manfaat yang cukup besar dalam perekonomian bangsa Indonesia serta dapat meningkatkan kegiatan di sektor-sektor lain secara tidak langsung. Meningkatnya kunjungan wisatawan pada suatu daerah menunjukkan bahwa pengembangan serta pengelolaan terhadap suatu objek wisata telah dilakukan secara maksimal oleh semua stakeholdernya. Semakin tinggi minat wisatawan berarti memberikan devisa serta mendapat citra positif terhadap objek wisata tersebut.

24 1.2 Bali Ikon Pariwisata Nasional Wilayah Indonesia memiliki daya tarik wisata yang cukup banyak dan sangat unik dibandingkan dengan negara lain di dunia. Hal ini didasarkan pada kondisi Indonesia secara geografis sebagai negara kepulauan yang kaya keindahan alam serta beraneka ragam kebudayaan. Kondisi geografis inilah yang menunjang keunikan serta daya tarik wisata tersebut. Banyak daerah tujuan wisata di Indonesia, salah satunya adalah pulau Bali. Daerah Bali sudah terkenal secara nasional maupun internasional. Bali merupakan ikon pariwisata nasional serta telah lama menjadi tujuan wisatawan domestik dan mancanegara selama beberapa tahun sampai saat ini. Bali memiliki keunikan tersendiri karena keindahan dan panorama alam serta adat istiadatnya yang beranekaragam bentuknya. Keunikan yang dimiliki oleh Pulau Bali membuat namanya terkenal di seantero dunia serta berbagai julukan disematkan padanya, seperti Pulau Dewata atau The Island of God, Pulau Seribu Pura, dan The Island of Paradise. Daerah Bali memiliki keindahan alam dan aneka ragam seni budaya. Berbagai julukan disematkan padanya, seperti The Island of Paradise, The Island of God, Pulau Seribu Pura, dan sebagainya. Berlibur ke Bali dapat memberikan suasana damai, romantis, dan terkenang sepanjang hayat.

25 Ketertarikan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara terhadap suatu objek wisata menjadi peluang besar bagi pariwisata Bali. Apalagi masyarakatnya sebagian besar membuka diri serta terlibat langsung terhadap keradaan pariwisata tersebut. Kawasan Bali telah mengalami beberapa perkembangan yang signifikan sehingga wisatawan terus tertarik untuk berlibur di daerah ini. Salah satunya dengan bertambahnya objek wisata serta semakin bervariasi atraksi wisata yang ditampilkan oleh masyarakat maupun pengelola pariwisata. Menurut Mahadewi (2004) dan Putra (2008) bahwa atraksi wisata merupakan faktor penting dalam meningkatkan kunjungan wisatawan yang datang ke Bali. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya ke Bali tentu menjadi kebanggaan bagi masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Perkembangan pariwisata Bali telah menjadi tolak ukur bagi objek wisata di Indonesia maupun negara ASEAN yang memiliki daya tarik wisata. Pariwisata Bali memiliki ciri khas dengan pendekatan pada pariwisata budaya. Ciri khas pariwisata budaya tidak berarti mengenyampingkan ciri khas lainnya seperti pariwisata alam dan pariwisata spiritual. Apalagi masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu yang kental dengan nuansa spiritualnya tentu saja menambah

26 Perkembangan pariwisata Bali menjadi tolok ukur bagi setiap objek wisata di seluruh Indonesia. Bahkan Bali juga telah menjadi rujukan bagi negara-negara ASEAN atau internasional selama ini. Pariwisata Bali memiliki ciri khas dengan pendekatan pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata spiritual. daya tarik tersendiri bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Selain itu, keberadaan agama Kristen, Katolik, Islam, Budha, dan Kong Hu Cu juga memberikan kontribusi positif terhadap keberadaan pariwisata spiritual tersebut. Keberagaman agama, etnis, dan suku di Bali menjadi modal penting dalam pengembangan pariwisata spiritual. Rasa toleransi serta kebinekaan sudah sejak lama masyarakat Bali wujudkan dalam realita kehidupan sosialnya. Lokasi tempat ibadah yang saling berdampingan yaitu Puja Mandala di Nusa Dua menjadi bukti toleransi tersebut. Selain daerah Puja Mandala ternyata objek wisata di Desa Palasari menjadi ikon pariwisata spiritual yang cukup terkenal di Bali. Oleh sebab itu, setiap wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Bali benar-benar merasa nyaman dan puas, bukan saja kepuasaan secara fisik namun kepuasan secara rohani. Jadi, daerah Bali bukan saja menyuguhkan pariwisata bernuansa budaya dan alam, tetapi juga wisata spiritual

27 (rohani) bisa didapatkan di setiap kabupaten/kota Keberagaman agama, etnis, dan suku di Bali di Provinsi Bali. menjadi modal penting dalam pengemban- Dampak pengembangan dan pengelolaan gan pariwisata spiritual. Rasa toleransi dan secara maksimal pada kebinekaan sudah sejak lama masyarakat setiap daya tarik wisata di Bali ditujukan dengan adanya peningka- realita kehidupan so- Bali wujudkan dalam tan jumlah kunjungan sialnya seperti lokasi tempat ibadah yang wisatawan. Pengembangan daya tarik wisata Bali saling berdampi ngan. secara umum tercermin dari rata-rata jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat selama 5 (Lima) tahun terakhir. Peningkatan jumlah wisatawan ini sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Perkembangan Kunjungan Wisatawan ke Bali Tahun Tahun Jumlah Wisatawan (Orang) Persentase Perubahan (%) , , , ,49 Sumber: Disparda Provinsi Bali, 2013.

28 Jumlah wisatawan yang datang ke daearah Bali sejak tahun 2008 sampai 2012 terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini sangat bervariatif mulai tahun 2009 sebesar 13,25%. Peningkatan jumlah kunjungan ini selain daya tarik wisatanya juga didukung dengan program pemerintah pada tahun 2009 dengan slogan Visit Indonesia Year. Program ini terbukti dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Indonesia, secara khusus daerah Bali. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mulai dari orang menjadi orang. Demikian juga pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebanyak orang (11,79%). Pada tahun 2011 meningkat menjadi orang (10,57%) dan tahun 2012 sebanyak orang (10,49%). Kendati mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya, namun pemerintah, pelaku usaha pariwisata, serta masyarakat terus berupaya mengembangkannya secara maksimal. Beberapa objek wisata baru yang menarik minat wisatawan sampai hari ini. Dalam konteks ini menegaskan bahwa pada dasarnya pariwisata itu bersifat dinamis, meningkatkan nilai ekonomi, serta berkelanjutan apabila dikembangkan dengan baik. 1.3 Pariwisata Budaya Modal kepariwisataan (tourism assets) sering juga disebut sumber daya kepariwisataan (tourism resource)

29 merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan suatu objek wisata. Suatu daerah dapat menjadi tujuan wisata apabila dikembangkan dengan baik. Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata. Menentukan potensi kepariwisataan di suatu daerah harus berpedoman pada apa yang dicari oleh wisatawan tersebut. Adapun modal atraksi yang menarik bagi setiap wisatawan, yaitu: alam, budaya, dan sumber daya manusia yang terdapat di daerah tersebut. Kebudayaan yang dimaksud di sini adalah kebudayaan dalam arti luas, tidak saja meliputi kebudayaan tinggi seperti kesenian atau kehidupan keraton, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengahtengah suatu masyarakat seperti pakaian, caranya berbicara, kegiatan di pasar, dan sebagainya. Menurut Koentjaraningrat (Herawati, 2010) bahwa kebudayaan itu diekspresikan dalam tiga wujud, yakni kebudayaan sebagai kompleks tingkah laku, kebudayaan sebagai ide gagasan nilai, dan kebudayaan sebagai hasil karya manusia. Jadi, semua tingkah laku dan hasil karya Pariwisata yang tetap eksis adalah pariwisata yang terus mengalami pengembangan sesuai kebutuhan wisatawan. Pariwisata bersifat dinamis serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

30 manusia (act dan artifact) dalam suatu masyarakat menjadi modal atraksi wisata (Soekadijo, 2000: 54). Ada satu pertanyaan penting yang bagi stakeholder terkait, yaitu Apakah budaya Bali masih menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara maupun domestik sampai saat ini? Berdasarkan Perda No.3/1991 pasal 3 tentang konsepsi pariwisata budaya menegaskan bahwa diharapkan adanya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara penyelenggaraan pariwisata dan kebudayaan Bali. Selain itu, mutu objek dan daya tarik wisata diharapkan semakin meningkat serta terus dilestarikan. Sebaliknya norma, nilai kebudayaan, dan agama harus dipertahankan untuk membendung pengaruh negatif dari aktivitas pariwisata yang sedang berkembang tersebut. Pariwisata budaya yang dikembangkan di Bali tampaknya selaras dengan kecenderungan pariwisata global yang sedang berkembang saat ini. Sejak dua dekade terakhir ini di Eropa khususnya mulai digalakkan kembali pariwisata budaya (cultural tourism). Bentuk pariwisata budaya ini dikemas sedemikan rupa untuk dikonsumsi oleh para wisatawan yang berkecimpung pada situs arkeologi dan museum, arsitektur (reruntuhan bangunan, bangunan yang terkenal, seni (art), patung, kerajinan, galleri, festival dan event budaya, musik dan tari, bahasa dan kesusastraan, upacara agama dan ziarah, budaya tradisional atau primitif.

31 Budaya Bali tampaknya menjadi daya tarik yang paling dominan dalam perkembangan kepariwisataan nasional maupun global saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61% wisatawan yang berkunjung ke Bali karena ingin menikmati keunikan budaya, 32% disebabkan oleh keindahan alam atau panorama alam yang mempesona, dan sisanya mencari hal-hal lain (Mantra, 1992: 9). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi serta cara hidup orang Bali tampaknya memiliki daya tarik yang paling dominan bagi setiap wisatawan. Masyarakat Bali diharapkan untuk tetap memelihara, mempertahankan, dan melestarikan makna tradisi serta cara hidup yang diwarisi secara turun temurun tersebut. Oleh sebab itu, wisatawan tetap tertarik untuk datang ke Bali secara terus menerus. Bahkan selain tradisi dan cara hidup masyarakatnya, kebudayaan Bali dalam arti luas harus tetap dipelihara dan dilestarikan oleh semua elemen masyarakat, terlebih pemerintah daerah dan pusat. Pariwisata budaya yang dikembangkan di Bali selaras dengan kecenderungan pariwisata global yang sedang berkembang saat ini. Daerah Bali menyimpan segudang peninggalan sejarah peradaban masa lalu maupun era modern sehingga menjadi daya tarik bagi sejumlah wisatawan.

32 1.4 Pariwisata Alam Pariwisata alam menjadi salah satu alternatif bagi setiap wisatawan yang berkunjung di Bali. Pariwisata alam di Bali sangat variatif seperti wisata arum jeram, wisata teras sering, wisata buah-buahan, wisata danau, wisata bendungan, wisata hutan yang dihuni oleh monyet, dan sebagainya. Wisata alam ini selalu memberikan kesejukan dan kenikmatan tersendiri bagi setiap wisatawan yang datang ke Bali. Wisata alam buatan seperti Bendungan Palasari merupakan tempat berwisata ideal bagi setiap orang yang berkunjung ke daerah Palasari Bali. Bendungan Palasari pada awalnya berfungsi sebagai pengendali banjir dan irigasi untuk pertanian. Pembangunan Bendungan Palasari ini dimulai sekitar tahun 1986 dengan luas sekitar 100 hektar. Selain berfungsi sebagai penampung air hujan dan pengendali banjir juga sebagai wisata alternatif di kawasan Kabupaten Jembrana. Bendungan ini di latar belakangi oleh hutan lindung yang cukup bagus serta mempunyai hawa sejuk, sehingga cocok untuk wisata tirta serta wana wisata di daerah sekitarnya. Bendungan ini sudah dilengkapi dengan sampan (perahu), sehingga wisatawan bisa berekreasi mengelilingi bendungan tersebut. Keberadaan Bendungan Palasari ini memiliki nilai yang sangat strategis karena selain pemanfaatan 16

33 air untuk irigasi, bendungan ini juga memiliki nilai eksotik sehingga banyak memikat hati wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke sana. Aliran airnya yang jernih terus mengalir dari kawasan pegunungan sehingga berpadu dengan hamparan sawah di sekelilingnya. Keindahan aliran air ini menambah daya tarik bagi wisatawan yang datang ke bendungan tersebut. 1.5 Pariwisata Spiritual Salah satu desa yang menjadi daya tarik wisata spiritual (wisata rohani) yang sudah cukup terkenal di daerah Bali yaitu Desa Palasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Desa Palasari yang mayoritas penduduknya beragama Katolik memiliki keunikan serta keindahan pada arsitektur gedung gerejanya. Keunikan bangunan Gereja Katolik ini terletak pada perpaduan antara arsitektur Belanda dan Bali. Gereja ini sudah berusia tua, tetapi kondisi gedungnya masih terlihat sangat kokoh dan modern. Gedung gereja ini bisa dikatakan gedung bersejarah di Desa Palasari, Bali. Keunikan lainnya adalah gereja Katolik di Palasari memiliki perpaduan akulturasi budaya Kristen dengan budaya Bali pada umumnya. Hal ini terlihat pada saat memasuki gapura dihiasi dengan ukiran Bali. Sementara di dalam gedung gereja, wisatawan 17

34 Penduduk Desa Palasari mayoritas beragama Katolik. Gereja Katolik di daerah ini merupakan kolaborasi antara arsitektur Belanda dan Bali. Keunikan gereja ini terletak pada perpaduan antara budaya Kristen dengan budaya Bali, sehingga nuansa peribadatannya seperti masyarakat Bali pada umumnya. dimanjakan dengan foto-foto yang memperlihatkan sejarah pembangunan gereja tersebut. Selain itu, mulai dari altar, salib, dan ornamen di dalam gereja semuanya terlukis dengan perpaduan budaya Bali dan nilai-nilai kekristenan. Pada patung Bunda Maria dan Yesus yang terdapat di sisi kanan dan kiri altar terdapat payung atau tedung yang biasa dipakai dalam adat Bali. Selain terkenal dengan gerejanya, Desa Palasari juga memiliki objek wisata spiritual lain yang sering dikunjungi oleh wisatawan, yaitu Goa Maria (Palinggih Ida Kaniaka Maria). Palinggih Ida Kaniaka Maria berarti tempat suci bagi Bunda Maria. Goa Maria di Palasari menjadi pusat ziarah (spiritual tourism) yaitu tempat umat memanjatkan doa supaya mendapatkan mujizat kesembuhan dari Tuhan. Perpaduan budaya Bali bukan saja hanya terlihat pada gedung gereja tetapi dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Setiap hari raya besar seperti Natal

35 dan Paskah, dekorasi gedung gereja dihiasi dengan pohon natal serta berbagai sesaji dalam kombinasi buah dan janur (gebogan). Pada gapura gereja dan pintu masuk rumah masyarakatnya dihias dengan penjor. Demikian pula busana yang dikenakan oleh jemaat pria dan wanita semuanya bernuansa adat Bali. Perpaduan antara budaya Bali dengan nilainilai kekristenan secara khusus yang beragama Katolik di Palasari merupakan tradisi yang diwarisi secara turun temurun. Umat katolik di desa ini berupaya melestarikan warisan seni budaya Bali melalui nilainilai spiritual yang dianutnya. Pelestarian seni budaya Bali ini merupakan salah satu bentuk dalam memelihara dan memantapkan kerukunan hidup beragama antara umat Hindu dengan Katolik maupun agama lain. Toleransi kehidupan beragama ini begitu kuat yang tercermin dalam penggunaan bahasa Bali dalam kidung kebaktian (lagu rohani) yang juga diiringi dengan gong yang biasa digunakan oleh umat Hindu selama ini pada setiap banjar di seluruh Bali.

36

37 BAB II PERKEMBANGAN PARIWISATA DI INDONESIA 2.1 Penelitian Pariwisata Pariwisata merupakan pilar pembangunan nasional. Dengan adanya sektor pariwisata di Indonesia mampu membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan devisa, pajak, maupun pengentasan kemiskinan. Walaupun dalam praktiknya selama ini masalah kemiskinan pada setiap daerah wisata masih cukup tinggi. Kendati demikian, pembangunan pariwisata dapat meningkatkan perekonomian suatu negara dikarenakan sektor ini memberikan peluang dalam pergerakan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat. Dampak krisis ekonomi global juga semakin mendorong negara-negara di beberapa belahan dunia untuk memprioritaskan pembangunan pada sektor pariwisata sebagai upaya pemulihan ekonomi tersebut. Untuk menjawab tujuan dan manfaat pariwisata di atas, maka para peneliti berupaya keras melakukan penelitian di berbagai daerah yang telah menjadi tujuan wisatawan selama ini. Berikut ini merupakan hasil penelitian dari beberapa peneliti yang berkaitan dengan

38 Persepsi wisatawan terhadap keberadaan objek wisata Tanah Lot di Bali menunjukkan pada level yang cenderung baik. Oleh sebab itu, melalui sektor pariwisata, pemerintah mampu meningkatkan penerimaan devisa, pajak, maupun pengentasan kemiskinan. dampak kunjungan wisatawan pada suatu objek wisata di seluruh Indonesia. Hasil penelitian Sujana (2009) yang berjudul Persepsi wisatawan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke daya tarik wisata Tanah Lot, Tabanan Bali menunjukkan bahwa persepsi wisatawan terhadap objek wisata Tanah Lot secara umum baik. Kendati pada dasarnya persepsi ini baik, namun pada kenyataannya terdapat sedikit perbedaan antara persepsi wisatawan domestik dengan wisatawan mancanegara terhadap keberadaan objek wisata Tanah Lot tersebut. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 155 sampel persepsi maka diperoleh hasil bahwa skor rata-rata variable 4,03 yang masuk dalam kategori baik pada skala Likert. Perbedaan ini terletak pada kepentingan masing-masing wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Selanjutnya, penelitian Pradnyani (2012) dengan judul Persepsi wisatawan mancanegara terhadap

39 Persepsi wisatawan mancanegara terhadap kawasan wisata Senggigi, cukup baik. Fasilitas dan daya tarik wisata merupakan komponen utama yang dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan ke suatu destinasi pariwisata. fasilitas dan daya tarik wisata di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa fasilitas dan daya tarik wisata merupakan komponen utama yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke suatu destinasi pariwisata. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah wisatawan mancanegara yang berasal 15 negara. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap fasilitas pariwisata memiliki nilai rata-rata 3.18%. Sementara penilaian yang baik diberikan terhadap daya tarik wisata dengan nilai rata-rata 3.51%. Penelitian ini menggunakan teori persepsi, teori pertukaran sosial, dan teori siklus hidup area wisata. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) tentang Persepsi wisatawan domestik (Bogor) terhadap the island of paradise menunjukkan hubungan yang saling mempengaruhi antara motivasi dan persepsi. Wisatawan domestik yang berasal dari Bogor memiliki motivasi dan persepsi yang cenderung positip terhadap keberadaan pariwisata Bali. Padahal daerah Bogor

40 merupakan daerah wisata yang cukup menarik di Indonesia. Hanya saja kelebihan Bali tentu tidak bisa dibandingkan dengan daerah wisata lain di seluruh Indonesia. Penelitian mengenai persepsi konsumen yang dilakukan oleh Suradnya bersama rekan-rekannya (2002) membuktikan bahwa persepsi konsumen merupakan faktor yang paling menentukan dalam memilih tempat wisata yang akan dikunjunginya. Pada umumnya wisatawan memilih daerah tujuan wisata tergantung pada pilihan produk wisata yang tersedia di daerah tujuan wisata tersebut. Apabila wisatawan merasa puas selama berwisata maka dapat dipastikan akan kembali mengunjungi daerah itu dalam waktu cepat atau lambat. Semua Peningkatan jumlah wisatawan terhadap objek wisata tergantung pada kepuasaan wisatawan pada daerah apabila daya tarik yang dikunjunginya. wisata yang tersedia berbeda den- K e p u a s a a n gan daerah asalnya. Memberikan wisatawan bisa diukur melalui pelayanan selama kepuasan kepada melakukan kunjungan wisatawan salah pada objek wisata. Salah satu solusi dalam mempertahankan satu indikator kepuasaan eksistensi destinasi wisatawan terletak pada wisata tersebut. pelayanan hotel tempat

41 meraka menginap. Persepsi konsumen ini sangat bergantung pada pelayan an hotel pada setiap daerah wisata. Penelitian Putra (2009) dengan judul Persepsi wisatawan terhadap pelayanan hotel melati di kawasan Ubud, Kabupaten Gianyar. Hasil penelitian ini menunjukkan sebuah kepuasan kendati masih perlu lagi ditingkatkan pelayanan pada hotel tersebut. Implikasi terhadap pelayanan hotel melati di kawasan Ubud perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan sehingga dapat bersaing dengan hotel berbintang di sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kepuasaan wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah wisata ditentukan oleh pelayanan yang maksimal serta fasilitas yang memadai. Motivasi wisatawan untuk terus mengunjungi daerah wisata karena memiliki daya tarik wisata yang unik, indah, serta pelayanan dan fasilitas yang memudahkan wisatawan tersebut beraktivitas selama di daerah tersebut. Oleh sebab itu, kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan pengusaha pariwisata dapat terjalin dengan baik serta tetap memberikan pelayanan yang maksimal kepada setiap wisatawan yang berkunjung di daerahnya. 2.2 Potensi Wisata Istilah potensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan

42 (kekuatan, kesanggupan, daya) sedangkan kata potensial mempunyai arti potensi (kekuatan, kesanggupan, kemampuan). Menurut Pendit (1999) dalam buku Ilmu Pariwisata bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Potensi wisata tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Pertama, potensi budaya adalah potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat baik itu adat istiadat, mata pencaharian, kesenian, dan budaya. Kedua, potensi alamiah adalah potensi yang ada di masyarakat berupa potensi fisik dan geografi seperti alam. Ketiga, potensi manusia adalah manusia juga memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat pementasan tarian/pementasan seni budaya suatu daerah. Mariotti (Yoeti, 1983) mengemukakan bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata serta merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Menurut Gunn bahwa potensi wisata ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan didasarkan pada empat aspek, yaitu: mempertahankan kelestarian lingkungannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, menjamin kepuasan pengunjung, meningkatkan keterpaduan dan unit pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya (Gunn, 1994: 26).

43 2.3 Daya Tarik Wisata Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa kepariwisataan merupakan usaha yang menyediakan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggara pariwisata. Sementara daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan serta nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dengan demikian, pengembangan pariwisata pada umumnya bertujuan untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan serta meningkatkan mutu objek daya tarik wisata. Dalam pembangunan objek wisata dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan kelestarian budaya dan lingkungan (Widyastuti, 2010). Daya tarik wisata yang baik memiliki empat ciri khas, yaitu: keunikan, orijinalitas, otentisity, dan keragaman. Keunikan ini diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas yaitu mencerminkan suatu Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan keanekaragaman kekayaan alam, budaya, serta hasil buatan manusia sehingga menjadi tujuan wisatawan.

44 keaslian dan kemurnian objek wisata tersebut. Apakah objek wisata itu terkontaminasi atau mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisity di sini juga mengacu pada keaslian bendanya. Otensitas lebih sering dikaitkan dengan keantikkan atau eksotisme suatu daya tarik wisata (Damanik dan Weber, 2006: 13). Daya tarik wisata merupakan fokus utama penggerak pariwisata pada sebuah destinasi (Ismayanti, 2009: 147). Dengan kata lain, daya tarik wisata sebagai penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat atau daerah wisata. Dengan melihat definisi daya tarik wisata di atas, maka setiap wilayah memungkinkan untuk dijadikan sebagai daya tarik bagi wisatawan apabila dikelola dan dikembangkan secara maksimal. Jenis-jenis daya tarik wisata ini berupa wisata rekreasi, wisata agro, wisata belanja, wisata budaya, wisata alam, wisata kuliner, dan wisata religi (spiritual tourism). Secara kualitasnya maka wisata religi ini paling unik dan mengesankan karena setiap wisatawan dapat memberikan kepuasaan bagi jasmani maupun rohaninya. Wisata religi merupakan indikator yang berkontribusi paling kuat dalam membentuk kepuasan konsumen (wisatawan). 2.4 Motivasi Wisatawan Secara umum keberadaan pariwisata di Indonesia diawali pada tahun 1988 yang ditandai

45 dengan tema tahunan kunjungan seni dan budaya. Melalui program ini wisatawan didorong untuk datang serta menyaksikan pergelaran seni dan budaya yang ada di seluruh Indonesia. Kunjungan wisatawan makin digalakkan dengan adanya program tahunan kunjungan yang dimulai pada tahun 1991, sehingga banyak wisatawan mancanegara termotivasi untuk datang ke Indonesia. Sebab, wisatawan yang datang ke Indonesia memiliki motivasi yang berbeda-beda. Motivasi ini merupakan faktor penting bagi setiap wisatawan dalam mengambil keputusan tentang daerah yang akan dikunjunginya. Motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun motivasi ini seringkali tidak disadari oleh wisatawan itu sendiri (Pitana & Gayatri, 2005: 56). Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah sangat beragam. Ditinjau dari aspek sifatnya maka setiap wisatawan memiliki motivasi umum dan Motivasi wisatawan ketika mengunjungi suatu daerah sangat beragama karena untuk menikmati keindahan alam, keunikan suatu daerah, serta berbagai atraksi wisata yang dipentaskan. Oleh sebab itu, setiap wisatawan belum tentu memiliki keinginan yang sama pada suatu tempat ketika bersama rombongannya. 29

46 motivasi khusus. Motivasi perjalanan dikatakan umum apabila motivasi ini mendorong seseorang hanya sekedar untuk beralih tempat. Suatu motivasi menjadi khusus atau selektif bilamana wisatawan terdorong untuk mengunjungi suatu objek wisata atau negara tertentu untuk menikmati atraksi wisata yang ada pada daerah tersebut. Motivasi yang spesifik seperti halnya motivasi umum akan berbeda dari satu orang dengan lainnya. Semuanya bermuara pada faktor apa yang mendorong wisatawan berkunjung ke suatu destinasi wisata tersebut (Murphy, 1985). 2.5 Persepsi Wisatawan Kata Persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu perception yang berarti penglihatan atau daya memahami. Menurut Jalaludin (1998: 51) persepsi merupakan sebuah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek-objek eksternal. Persepsi mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh indera. Selain itu, persepsi ini timbul karena adanya informasi yang diinterpretasikan. Informasi yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui sensasi atau indera. Persepsi merupakan suatu proses yang 30

47 didahului melalui penginderaan, proses berwujud diterimanya rangsangan oleh individu melalui alat reseptornya (alat inderanya). Namun menurut Walgito, Hamner maupun Organ (Emi, 2002) menjelaskan bahwa bila ditinjau dari proses psikologi maka proses ini tidak berhenti sampai pada panca indera semata tetapi rangsangan ini diteruskan ke pusat susunan saraf yaitu otak. Suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan memperoleh petanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Jadi persepsi adalah dasar proses psikologis. Oleh sebab itu, setiap individu menyadari apa yang dilihatnya, didengarnya, dan sebagainya. Proses inilah yang membuat persepsi setiap orang terhadap sesuatu menjadi sempurna. Agar setiap orang memperoleh persepsi yang lengkap terhadap sesuatu maka ada beberapa syarat yang harus dipenuihi, yaitu: 1. Perhatian, merupakan syarat psikologis dalam individu mengadakan persepsi yang merupakan langkah persiapan. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh individu yang ditunjukkan pada suatu kelompok objek. 2. Adanya objek yang dipersepsi, menimbulkan rangsangan, mengenai alat inderanya (reseptor). 3. Alat indera (reseptor) yaitu alat untuk menerima rangsangan. 31

48 Jadi, persepsi merupakan suatu aktivitas individu untuk mengenali suatu objek melalui inderanya yang kemudian diteruskan ke otak, sehingga individu dapat memberikan tanggapan terhadap objek tersebut dengan sadar. Dengan demikian, persepsi dalam kaitannya dengan pariwisata adalah pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh panca indera bagi setiap wisatawan yang diproses secara psikologis sehingga persepsinya menjadi lengkap dan bahkan sempurna terhadap sesuatu hal. Persepsi adalah suatu proses penginderaan serta proses psikologis seseorang terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Jadi, persepsi pariwisata merupakan suatu pengetahuan wisatawan secara lengkap yang ditangkap oleh panca inderanya serta diproses secara psikologis sehingga memberikan penilaian terhadap objek wisata tersebut. 2.6 Strategi Pengembangan Pariwisata Pengembangan suatu kawasan wisata perlu memperhatikan beberapa kriteria agar dapat memberikan arahan yang jelas dan berhasil tentunya. Strategi pengembangan pariwisata salah satunya diperkenalkan oleh Rev Ron O grady (Suwantoro, 2004: 81) sebagai berikut: 32

49 1. Decision making about the form of tourism in any place must be made in consultation with the local people and be acceptable to them. 2. A reasonable share of the profit deliver from tourism must return to the people. 3. Tourism must be based on sound environment and ecological principles, be should not place any members of the host community in a position inferiority. 4. The number of the tourism visiting any area should not be such that they overs helm the local population and the possibility of genuine human encounter. Dengan demikian, pengembangan pariwisata juga tidak terlepas dari komponen dasar yaitu proses perencanaan, berupa: a) Atraksi wisata dan aktivitasnya. b) Fasilitas akomodasi dan pelayanan. c) Fasilitas lainnya dan jasa seperti, operasi perjalanan wisata, tourism information, restaurant, retail shopping, bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos. d) Fasilitas dan pelayanan transportasi. e) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbah dan telekomunikasi. f) Elemen kelembagaan yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan, 33

50 perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi structural private dan public serta program sosial ekonomi dan lingkungan. Dalam menerapkan strategi pengembangan pariwisata ini tentu saja harus memperhatikan lingkungan internal dan eksternal suatu daerah wisata. Lingkungan internal menekankan pada faktor-faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), sedangkan lingkungan eksternal menekankan pada faktor-faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Kedua faktor di atas bila digabungkan dikenal dengan istilah analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunity and threats). Selain itu, strategi lainnya dalam mengembangkan suatu destinasi wisata yaitu lingkungan internal dalam matrik IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan lingkungan ekternal dalam matrik EFAS (External Factor Analisys Summary). Dari kedua matrik IFAS dan EFAS digabungkan akan menghasilkan strategi umum (grand strategy) yang kemudian dipadukan dalam matrik SWOT. Penggabungan kedua matrik ini bisa menghasilkan empat set alternatif strategi dalam pengembangan daerah wisata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh destinasi wisata tersebut. 34

51 Dalam mengembangkan suatu daerah agar menjadi daya tarik wisata serta sesuai harapan wisatawan, maka diperlukan kerjasama yang berkelanjutan dengan semua pihak. Stakeholder yang dimaksud berupa departemen konservasi alam, departemen pariwisata, pelaku industri pariwisata, tokoh masyarakat, akademisi, dan peneliti serta keterlibatan masyarakat lokal. Peran semua pihak di atas sangat diperlukan, namun penting untuk dipahami oleh pemegang kebijakan yaitu pemerintah harus memperhatikan secara serius masyarakat lokal tersebut. Keterlibatan penduduk lokal sangat bermanfaat dalam pengembangan destinasi wisata karena mereka lebih mengetahui tentang daerah mereka serta sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Dengan demikian, semua pihak harus bekerja sesuai dengan fungsi dan perannya masingmasing, tetapi memiliki fokus dan tujuan bersama yaitu mengembangkan destinasi wisata tersebut. 35

52 36

53 BAB III TEORI PARIWISATA DAN RELEVANSINYA Dalam mengembangkan suatu daerah menjadi tempat wisata tentu saja diperlukan beberapa teori dasar untuk membedah persoalan yang ada di wilayah tersebut. Secara umum teori pariwisata sudah cukup banyak beredar dalam setiap buku maupun hasil penelitian para peneliti. Penggunaan teori-teori ini didasarkan pada persoalan atau bidang kajian yang diteliti pada suatu wilayah atau objek penelitian. Artinya, tidak semua teori pariwisata digunakan dalam menganalisis suatu fenomena kepariwisataan. Oleh sebab itu, ada beberapa teori yang disajikan dalam buku ini untuk memperdalam kajian-kajian pariwisata yang sesuai dengan masalah yang sedang diteliti ataupun menjadi referensi tambahan pada kajian-kajian ilmu sosial humaniora yang berkaitan dengan kepariwisataan. 3.1 Teori Motivasi Motivasi adalah hasil proses yang bersifat internal atau ekternal bagi seorang individu yang menimbulkan sikap entusias dan persistensi untuk mengikuti 37

54 arah tindakan-tindakan tertentu (Winardi, 2002: Motivasi merupakan proses internal maupun eksternal yang 25). Oleh sebab itu, motivasi merupakan hal timbul dari setiap yang sangat mendasar orang terhadap sesuatu hal yang ada di dalam mempelajari tentang wisatawan maupun sekitarnya. Motivasi seseorang didasarkan pariwisata secara keseluruhan karena motivasi butuhan fisik, rohani pada kebutuhan-ke- merupakan trigger dari atau psikologisnya. proses perjalanan wisata. Walaupun motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Pitana & Gayatri 2005: 58). Menurut Abraham Maslow (1943) pada prinsipnya manusia memiliki lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: kebutuhan fisik (fisiological need), kebutuhan rasa aman, (security need), kebutuhan sosial (social need), kebutuhan penghargaan atau pengakuan (esteem need), dan kebutuhan jati diri (self actualization need). Jika kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Pada proses seperti ini manusia memiliki sifat tidak pernah merasa puas tentang yang telah dimilikinya. Dengan mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow di atas, maka moti- 38

55 vasi setiap wisatawan dalam melakukan perjalanan ke suatu destinasi wisata dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) katogori, yaitu: Pertama, physical motivators (motivasi yang bersifat fisik), meliputi yang berhubungan dengan istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, bersantai dan sebagainya, termasuk motivasi yang berhubungan langsung dengan kesehatan jasmani seseorang. Keseluruhan motivasi-motivasi ini memiliki satu kesamaan yaitu pengurangan ketegangan melalui aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan faktor-faktor fisik. Kedua, cultural motivator (motivasi kebudayaan) diidentifikasikan dengan keinginan wisatawan untuk mengetahui musik, seni, sejarah, tari-tarian, lukisanlukisan, agama dan aktivitas-aktivitas budaya dari negara-negara lain. Ketiga, interpersonal motivators (motivasi yang bersifat pribadi) yang mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru, mengunjungi teman dan keluarga, pelarian dari rutinitas hidup yang membosankan, atau untuk membangun pertemuan-pertemuan baru dan seterusnya. Keempat, status dan prestige motivators (motivasi karena status atau prestise) yaitu motivasi-motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kepercayaan diri dan pengembangan pribadi. Dalam kategori ini adalah perjalanan-perjalanan yang berkaitan dengan bisnis, menghadiri konvensi, belajar, pemenuhan hobi 39

56 dan pendidikan, seringkali ketertarikan pekerjaan atau profesi. Motivasi-motivasi seperti keinginan untuk diakui, diketahui, penghargaan dan reputasi yang baik dapat diraih dengan melakukan perjalanan. Selain keempat dasar motivasi di atas, maka McIntoch dan Goeldner (1986: ) menegaskan bahwa motivasi utama seseorang untuk melakukan perjalanan wisata didorong oleh motivasi fisik, budaya, motivasi antar orang, serta pengembangan status dan pribadi. Pengertian dari masing-masing motivasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Motivasi fisik, motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan untuk beristirahat, mengurangi ketegangan dan penyegaran pada tubuh dan pikiran melalui aktifitas fisik seperti berpartisipasi dengan olah raga, bersantai atau dapat juga berhubungan dengan kesehatan. b. Motivasi budaya, yaitu adanya keinginan utuk melihat dan mempelajari mengenai kota lain seperti musiknnya, makanan, sejarah, agama, dan kesenian. c. Adanya keinginan untuk bertemu dengan orang baru, mencari teman, melarikan diri dari rutinitas disebut motivasi antar pribadi. d. Motivasi pengembangan status dan pribadi adalah motivasi yang lebih mementingkan kebutuhan akan ego dan pengembangan pribadi, 40

57 seperti keinginan untuk dikenal, dihormati, dan diperhatikan. Teori motivasi ini digunakan untuk menjawab pokok permasalahan mengenai motivasi wisatawan untuk memilih mengunjungi suatu daerah wisata. Motivasi setiap wisatawan saat melakukan perjalanan wisata dikelompokkan dalam 4 (empat) katogori, yaitu: Physical motivators (motivasi yang bersifat fisik), cultural motivator (motivasi kebudayaan), interpersonal motivators (motivasi yang bersifat pribadi), dan status dan prestige motivators (motivasi karena status atau prestise). 3.2 Teori Persepsi Menurut Assael (Suradnya dkk, 2002: 2) bahwa persepsi diartikan sebagai the process by which people select, organize, and interpret sensory stimuli into a meaningful and coherent picture atau dengan kata lain the way consumers view an object (e.g., their mental picture of a brand or the traits they attribute to the brand. Dalam hal ini, persepsi merupakan suatu proses pengenalan terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan menggunakan pancaindra serta proses psikologisnya. Kesan yang diterima oleh setiap individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar. Dari 41

58 setiap proses tersebut tentu saja dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari alam individu tersebut. Dengan demikian persepsi seseorang sangat tergantung pada masing-masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan segala stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Dengan kata lain, persepsi bersifat subjektif yaitu wisatawan yang berbeda dihadapkan kepada stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan yang diambilnya akan berbeda pula. Pernyataan di atas sejalan dengan Robbins dan Judge (2008: 175) yang mengatakan bahwa persepsi sebagai proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Seharusnya tidak perlu ada perbedaan tersebut. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk bahkan terkadang mengubah persepsi karena: (a) faktor yang terletak dalam diri pembentuk persepsi; (b) faktor dalam diri objek atau target yang diartikan; dan, (c) faktor situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Persepsi diidentifikasi sebagai suatu proses di mana individu memilih, mengorganisasikan, mengartikan stimulus yang diterima melalui alat indranya menjadi suatu makna (Rangkuti, 2003: 33). 42

59 Selanjutnya, Rangkuti menambahkan bahwa persepsi berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada waktu tertentu. Persepsi dapat terjadi kapan saja, yaitu saat stimulus menggerakkan indra. Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi prilaku dan membentuk sikap. Menurut Schiffman-Kanuk (Widjaja, 2009: 32), persepsi sebagai suatu proses di mana individu menyeleksi, mengorganisasi, dan menerjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti. Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh Rangkutti (2003: 32) bahwa persepsi pelanggan didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Persepsi merupakan suatu proses pengenalan setiap individu terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan menggunakan panca indra serta proses psikologisnya. Kesan yang diterima oleh setiap individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar serta segala gejala alam di sekitarnya. 43

60 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu hal yaitu faktor eksternal dan internal. Kedua faktor ini diuraikan oleh Rangkuti (2003) sebagai berikut: 1) Faktor Eksternal. Pada faktor eksternal ini dibagi dalam beberapa aspek, yaitu: Pertama, concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan secara objektif. Kedua, novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik unutk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama. Ketiga, velocity percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih effektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat. Keempat, conditional stimuli yaitu stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain-lain. 2) Faktor Internal. Pada faktor internal juga dibagi dalam beberapa aspek, yaitu: Pertama, motivation, misalnya merasa lelah unutk menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat. Kedua, interest, halhal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik. Ketiga, needs, kebutuhan pada hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian. Keempat, assumptions, persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain. Dalam konteks ini menegaskan bahwa konsep persepsi dapat diartikan dengan suatu proses individu 44

61 untuk menginterpretasikan stimulus yang diterima oleh indera untuk diberi makna secara subkektif. Pemberian makna ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan luar individu tersebut. Dengan demikian, persepsi seseorang terhadap objek wisata semakin lengkap dan memberi penilaian apakah akan kembali berkunjung ke daerah itu atau tidak. 3.3 Teori the Tourist Qualities of a Destination Menurut Burkat dan Medlik (1976: 44) bahwa seberapa penting unit geografis sebuah destinasi wisata ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: atraksi, aksesibilities, dan fasilitas. Atraksi wisata adalah suatu perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup seni budaya, serta sejarah bangsa, dan tempat atau fenomena alam yang mempunyai daya tarik. Atraksi wisata dapat berupa sumber daya alam, budaya, etnisitas, ataupun hiburan (Latupapua, 2011). Atraksi di sini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: objek wisata (site attraction) dan atraksi wisata (event attraction). Objek wisata bersifat statis, terikat pada tempat, dapat dijamah (tangible) seperti: pantai, gunung, danau,pemandangan alam, taman nasional. Sedangkan Atraksi wisata (event attraction) bersifat dinamis yang mencerminkan adanya gerak, tidak terikat tempat dan tidak dapat dijamah seperti: adat istiadat, pakaian tradisional, seni budaya yang 45

62 melekat pada kehidupan masyarakat, upacara ritual keagamaan (caretourism.wordpress.com). Menurut Kuncoro (Nandi, 2008) bahwa atraksi wisata dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) atraksi sumber daya alam adalah setiap ekosistem dan segala isinya. Sumber daya alam fisik dan hayati merupakan atraksi wisata yang dapat dikembangkan untuk objek wisata alam; (2) atraksi buatan manusia meliputi atraksi budaya (agama, budaya modern, museum, galeri, seni, situs arekeologi, bangunan), tradisi (kepercayaan, animisme budaya, festival) dan peristiwa olahraga (olimpiade, piala dunia, turnamen). Atraksi dapat berbentuk atraksi situs (contohnya kongres-kongres, pameran dan acara olah raga), yang keduanya memiliki sebuah pengaruh gravitasional pada orang-orang bukan penduduk. Selanjutnya dapat diartikan aksesibilitas adalah sebuah fungsi dari jarak antar pusat-pusat populasi, yang berbentuk pasar wisatawan, dan dari transportasi eksternal dan komunikasi yang memungkinkan sebuah destinasi untuk dijangkau. Fasilitas pada setiap destinasi mencakup akomodasi, cattering, hiburan, dan juga transportasi internal dan komunikasi, yang memungkinkan wisatawan untuk berkeliling selama tinggal di tempat tersebut. Jelas bahwa fasilitas-fasilitas menyumbang banyak pada resor-resor yang terkenal sebagai destinasi wisatawan, kebalikannya pada area 46

63 yang kurang dalam penyediaan akomodasi tertentu bagi pengunjung. Sebuah destinasi wisata harus juga memiliki sebuah organisasi kepariwisataan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja dimana pariwisata dapat beroperasi untuk mengembangkan produk wisata dan untuk mempromosikannya dalam pasar-pasar wisatawan yang sesuai serta dapat menentukan tingkat kepentingan dan kesuksesan dari sebuah destinasi tersebut. Ketiga faktor ini dapat diterminologikan sebagai kualitas wisatawan terhadap sebuah destinasi wisata pada suatu daerah. 47

64 48

65 BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL Pada dasarnya setiap penelitian memerlukan metode penelitian. Penelitian pariwisata maupun penelitian-penelitian bidang keilmuan sosial humaniora lainnya pasti menggunakan sejumlah metode penelitian. Dalam penelitian pariwisata yang secara khusus mengkaji tentang pariwisata spiritual tentu saja memiliki persamaan dengan metode penelitian pariwisata pada umumnya. Hanya saja penelitian pariwisata spiritual lebih menekankan pada pendekatannya terhadap segala aspek spiritual yang terdapat pada suatu objek wisata. Objek wisata yang dimaksud adalah objek wisata yang memiliki nilai-nilai spiritual, benda-benda spiritual, tokoh-tokoh spiritual, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam penelitian pariwisata spiritual sebagaimana diuraikan berikut ini. 4.1 Rancangan Penelitian Dalam metode penelitian pariwisata, masalah rancangan penelitian merupakan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan oleh setiap peneliti. 49

66 Dalam rangka memberikan gambaran serta hasil penelitian yang lengkap dan jelas maka biasanya digunakan dua pendekatan sekaligus yaitu pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara umum dapat digunakan untuk menentukan katagori persepsi, motivasi serta responden yang diukur dengan menggunakan skala Likert. Skala ini merupakan alat untuk mengukur persepsi dan motivasi dari keadaan yang sangat positif. Pada alat ukur ini dapat ditentukan skore tertinggi 5 (lima) sampai keadaaan sangat buruk dengan skore terendah pada setiap satu pertanyaan yang diajukan pada setiap responden. Setiap unsurunsur penilaian pada skala tersebut akan diberikan katagori pada masing-masing variabel persepsi. Dengan demikian, penyajian hasil analisis data selama melakukan penelitian dilakukan secara formal (dalam bentuk tabel) maupun secara informal (dalam bentuk naratif). 4.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dapat ditentukan secara porposive (sengaja) oleh peneliti itu sendiri. Dalam hal ini, peneliti harus menentukan lokasi penelitian serta mengukur jaraknya pada titik tertentu. Tujuan penentuan lokasi penelitian ini adalah agar setiap orang dapat dengan mudah mencari, mengetahui, dan 50

67 mengenali lokasi penelitian tersebut. Setiap peneliti harus menentukan lokasi penelitian. Dalam menentukan suatu lokasi penelitian, setiap peneliti harus mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Lokasi (daerah) itu layak untuk diteliti secara ilmiah. 2. Adanya permasalahan yang menarik untuk dianalisis, sehingga dapat menjadi rujukan baru bagi setiap orang yang ingin mengetahui lokasi penelitian tersebut. 3. Belum pernah ada penelitian serupa yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Lokasi penelitian yang sama dapat diteliti oleh beberapa orang dengan tujuan untuk memperdalam maupun mencari topik permasalahan yang berbeda. 4. Adanya daya tarik wisata spiritual di lokasi tersebut. Apabila tidak ada unsur-unsur spiritual pada lokasi penelitian itu, maka peneliti sebaiknya mencari lokasi penelitian yang lain. 4.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data pada umumnya menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka, misalnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah wisata. Jumlah wisatawan ini dapat dilihat dari badan 51

68 pusat statistik atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan jumlah wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Sementara data kualitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk keterangan-keterangan serta berbagai uraian baik dari pihak pengelola destinasi wisata maupun wisatawan (domestik dan mancanegara). Semua pihak yang berkaitan dengan topik penelitian ini digunakan sebagai responden. Setiap responden dilakukan wawancara secara mendalam sehingga dapat menemukan jawaban atas permasalahan pada penelitian tersebut. Selain itu, sumber data primer maupun sumber sekunder sangat diperlukan dalam penelitian pariwisata spiritual. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung pada lapangan penelitian dengan melakukan survei secara langsung. Semua data ini merupakan sumber utama yang diperoleh dari responden seperti data persepsi wisatawan terhadap objek wisata spiritual atau hasil wawancara secara langsung. Sementara sumber data sekunder adalah sumber data dari pihak kedua misalnya lembagalembaga yang terkait dengan penelitian berupa datadata atau dokumen lainnya. Semua sumber data ini diolah secara seksama sehingga memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang objek pariwisata spiritual tersebut. 52

69 4.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian pariwisata spiritual biasanya menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif atau penggabungan kedua pendekatan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif atau bahkan penggabungan keduanya pasti menggunakan teknik observasi, wawancara, penyebaran angket, dan dokumentasi. Secara rinci beberapa teknik yang dimaksud akan diuraikan berikut ini: 1. Teknik observasi. Teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung untuk melihat dari dekat kejadian yang terjadi dilokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan, peneliti berbaur dengan masyarakat untuk mengamati secara langsung kegiatan sehari-hari yang sedang dijadikan objek penelitian. 2. Teknik wawancara. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab atau wawancara langsung dengan beberapa narasumber seperti: masyarakat lokal, wisatawan asing, wisatawan domestik (nusantara) yang sedang berkunjung atau pernah berkunjung ke suatu destinasi wisata spiritual tersebut. Dari setiap informasi yang didapatkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan atau topik penelitian. 53

70 3. Teknik penyebaran angket. Teknik ini dilakukan dengan menyiapkan daftar pertayaan yang akan diberikan kepada wisatawan. Hal ini bertujuan untuk mencari informasi yang lengkap tentang objek penelitian. 4. Teknik dokumentasi. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pelestarian budaya, seni, kebiasaan masyarakat, peraturan pemerintah, literatur yang berkaitan dengan nilai-nilai spiritual suatu destinasi wisata. 4.5 Jenis dan Pengukuran Variabel Dalam menentukan jenis variabel serta pengukuran variabel terhadap objek penelitian, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti, yaitu: a. Keunikan yang terdapat pada daerah penelitian. b. Keindahan pemandangan di kawasan tempat penelitian. c. Keramahan masyarakat di tempat penelitian. d. Faktor pendorong dan penarik pada objek penelitian. 4.6 Tehnik Analisis Data Dalam menganalisis data penelitian pariwisata spiritual ada beberapa teknik yang akan digunakan, 54

71 yaitu: 1. Teknik deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kualitatif berfungsi untuk mengidentifikasi potensi serta menganalisis persepsi dan motivasi wisatawan terhadap objek wisata spitual tersebut. Teknik analisis deskriptif kualitatif ini menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (1997: 73) bahwa skala likert merupakan skala pengukuran yang diberikan pada pembobotan secara gradasi dari nilai yang positif hingga negatif. Skala likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi sekumpulan atau seseorang tentang fenomena sosial yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan menggunakan skala likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi dan selanjutnya dimensi akan dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dalam bentuk pertanyaan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut: 55

72 Tabel 4.1 Pengukuran Persepsi dan Motivasi Wisatawan Terhadap Daya Tarik Wisata Dengan Skala Likert Skore Kisaran Skore Kriteria < 1,8 Sangat Buruk 2 1,8 - < 2,6 Buruk 3 2,6 - < 3,4 Cukup 4 3,4 - < 4,2 Baik 5 4,2 5,0 Sangat Baik Sumber: Modifikasi Skala Likert 2. Analisis SWOT Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) adalah suatu cara untuk mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2002). Analisis ini didasarkan pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) yang ada di tempat objek wisata. Analisis SWOT mempertimbangkan dan membandingkan antara faktor eksternal dengan faktor internal serta kekuatan dan kelemahan. Dengan demikian, hasil analisisnya dapat diambil suatu keputusan strategi pada objek atau daya tarik wisata yang sedang diteliti. 56

73 Proses pembuatan analisis SWOT dapat dilakukan melalui delapan tahap penentuan strategi pada setiap objek atau daya tarik wisata yang sedang diteliti, antara lain: 1) Membuat daftar kekuatan internal objek. 2) Membuat daftar kelemahan internal objek. 3) Membuat daftar peluang eksternal objek. 4) Membuat daftar ancaman eksternal objek. 5) Menginterpretasikan dari kombinasi kekuatan maupun peluang yang kemudian dicatat hasilnya dalam sel strategi SO (Strengths Opportunities). 6) Menginterpretasikan dari kombinasi kelemahan maupun peluang yang kemudian dicatat hasilnya dalam sel strategi WO (Weaknesses Opportunities). 7) Menginterpretasikan dari kombinasi kekuatan maupun ancaman yang dicatat hasilnya dalam sel strategi ST (Strengths Threats). 8) Mengintepretasikan dari kombinasi kelemahan maupun ancaman sehingga dicatat dalam sel strategi WT (Weaknesses Threats). 57

74 Tabel 4.2 Matriks SWOT Pada Daya Tarik Wisata Spiritual Faktor Eksternal Faktor Internal OPPORTUNI- TIES (O) Tentukan faktor peluang eksternal THREATS (T) Tentukan faktorfaktor ancaman eksternal STRENGTHS (S) Tentukan faktorfaktor kekuatan internal STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti, 2002 Keterangan: WEAKNESSES (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal STRATEGI WO Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 1) Srategi SO (Strengths Opportunities). Strategi SO yaitu strategi yang dibuat berdasarkan jalan pikiran objek, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2) Strategi ST (Strengths Threats). Strategi ST yaitu 58

75 strategi yang dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO (Weaknesses Opportunities). Strategi WO yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi WT (Weaknesses Threats). Strategi WT yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif serta berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 4.7 Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data dalam suatu penelitian pariwisata spiritual akan disajikan secara formal (dalam bentuk tabel) dan secara informal (dalam bentuk naratif). Hasil analisis mengenai persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata spiritual dapat disajikan dalam bentuk tabel yang didukung dengan penjelasanpenjelasan baik secara formal maupun informal. 59

76 60

77 BAB V BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL 5.1 Konsep Dasar Budaya Organisasi Dalam analisis Keith Davis dan John W. Newstrom menjelaskan bahwa konsep dasar budaya organisasi sebagai organizational culture is the set of assumption, beliefs, values, and norms that is shared among its members (Mangkunegara, 2005: 113). Penjelasan di atas menekankan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam suatu organisasi serta menjadi pedoman tingkah laku anggotanya. Namun bagi Robbins (2002) budaya organisasi lebih berkembang ke arah persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi yang memiliki makna bersama. Makna bersama yaitu seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, budaya organisasi menjadi sebuah sistem nilai serta kepercayaan bersama dalam organisasi, sehingga memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya. 61

78 62 Budaya organisasi merupakan perpaduan nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, serta harapan yang diyakini oleh semua anggota organisasi. Semua aspek ini menjadi pedoman bagi perilaku serta pemecahan masalah yang mereka hadapi. Dalam analisis Komariah dan Triatna (2005), Stoner (1996), dan Ismaningsih (2003) menegaskan bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan yang diyakini oleh anggota organisasi. Semua aspek ini menjadi pedoman bagi perilaku serta pemecahan masalah yang mereka hadapi. Hal ini diungkapkan oleh Tika (2006) bahwa budaya organisasi berfungsi dalam penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal secara konsisten oleh suatu kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini pun diwariskan kepada anggota baru agar mampu memahami, memikirkan, dan merasakan berbagai masalah yang terkait dalam organisasi tersebut. Dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata spiritual, maka budaya organisasi yang bercirikan spiritual sangat diperlukan dewasa ini. Apalagi sektor pariwisata telah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah maupun negara. Oleh sebab itu, pariwisata spiritual harus mampu bersaing dalam

79 dinamika kepariwisataan saat ini. Budaya organisasi spiritual dikembangkan menjadi sebuah sistem keyakinan, nilai, norma, cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi dengan memancarkan prinsip-prinsip spiritual pada daerah wisata tersebut. Untuk mewujudkan budaya organisasi spiritual ini maka sangat dibutuhkan peran serta para pemimpin yang berjiwa spiritual. Spirit pemimpin ini menjadi faktor utama dan sekaligus motor penggerak agar tercapai suasana spiritual pada destinasi wisata. Setiap pemimpin spiritual harus memiliki mental programming dengan nilai-nilai spiritual serta kearifan lokal masyarakatnya. Modal kepribadian pemimpin spiritual inilah dapat menjadi derajat homogenitas dan kekuatan, sehingga setiap orang yang ada di lokasi wisata tersebut selalu memancarkan sikap hidup secara spiritual. 5.2 Budaya Organisasi Spiritual Dalam proses pengelolaan, pengembangan, serta pemanfaatan lahan atau suatu wilayah menjadi sebuah objek wisata dapat dipastikan telah terjadi interaksi sosial antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pengusaha pariwisata. Oleh karena itu, dalam pengembangan pariwisata spiritual tentu saja dibutuhkan aspek sosial maupun aspek budaya. Dalam setiap interaksi sosial pasti terjadi transformasi 63

80 budaya. Salah satu kejelian seorang pemimpin harus mampu melihat perkembangan setiap kebudayaan yang ada di sekitarnya. Aspek budaya ini dapat dipelajari melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan formal dapat melalui SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Sementara pendidikan nonformal yaitu lingkungan sosial seperti kegiatan seni budaya yang diselenggarakan di wilayah tersebut. Pada intinya, aspek sosial dan aspek budaya dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Menurut Tilaar (2000: 54) bahwa salah satu proses transmisi kebudayaan yaitu proses pendidikan. Melalui pendidikan terjadilah proses transmisi kebudayaan. Pada umumnya, aspek budaya yang berkembang di dunia pendidikan terjadi secara organisatoris. Organisasi lembaga pendidikan pariwisata misalnya pasti memiliki budaya dan bercirikan dunia pariwisata. Oleh sebab itu, semua aspek budaya yang dikembangkan, ditanamkan, dan ditransmisi kepada anggota masyarakat melalui pada dasarnya melalui proses pendidikan. Dalam pandangan Ndraha (Mangkunegara, 2005) bahwa budaya organisasi sebagai input dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya manusia, pihak yang berkepentingan, serta anggota 64

81 masyarakat. Nuansa budaya organisasi seperti ini digerakkan oleh semua insan yang ada pada suatu wilayah tersebut. Pada konteks ini tokoh agama, tokoh masyarakat, dan semua anggota masyarakat tetap memegang prinsip-prinsip spiritual serta tingkat kerohanian yang memadai. Pada konteks budaya organisasi pariwisata spiritual tentu harus mampu mencerminkan normanorma, nilai-nilai, serta disiplin yang bernuansa spiritual. Lebih jelasnya, budaya organisasi yang mereka ciptakan harus tetap mencirikan organisasi pariwisata spiritual. Dengan memiliki ciri-ciri seperti ini maka suatu daerah bisa dikategorikan sebagai destinasi pariwisata spiritual. Dalam budaya organisasi pariwisata spiritual harus mencerminkan norma-norma, nilainilai, serta disiplin yang bernuansa spiritual. Suatu daerah bisa dikategorikan sebagai destinasi pariwisata spiritual apabila memiliki ciri-ciri budaya organiasi spiritual. 5.3 Hakikat Budaya Organisasi Spiritual Pengembangan destinasi pariwisata spiritual pada suatu daerah tentu tidak bisa terlepas dari adanya budaya organisasi spiritual. Setiap pemimpin spiritual, tokoh masyarakat, anggota masyarakat, dan 65

82 pelaku usaha pariwisata harus memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan pariwisata spiritual. Dalam perspektif psikologi, semua elemen masyarakat ini harus memiliki semangat dan jiwa yang sama serta saling terkait demi tercapainya tujuan bersama tersebut. Dalam pembentukan budaya pada suatu lembaga pariwisata spiritual pasti memiliki pola tingkah laku yang sama. Dalam hal ini, Robbin (1996) menjelaskan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi serta membangkitkan pola tingkah laku orang-orang yang ada di dalamnya. Tingkah laku orang pada organisasi itu sebagai milik dari organisasi tersebut. Apabila anggota organisasi telah memegang teguh nilai-nilai kunci organisasi maka pasti terbentuk budaya yang kuat yaitu budaya organisasi pariwisata spiritual. Menurut Tika (2006: 109), budaya organisasi bisa kuat apabila: (1) nilai-nilai budaya organisasi dianut secara bersama oleh seluruh pimpinan dan anggota organisasi; (2) nilai-nilai budaya mempengaruhi perilaku pimpinan dan anggota organisasi; (3) membangkitkan semangat berperilaku dan bekerja lebih baik; (4) resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal; (5) mempunyai sistem peraturan formal dan informal; (6) memiliki koordinasi dan kontrol perilaku. Selanjutnya, Stephen P. Robbins (Tika, 2006: 20) mengemukakn bahwa ada tiga kekuatan untuk 66

83 mempertahankan suatu budaya organisasi, yaitu: a. Praktik seleksi. Proses seleksi ini bertujuan mengidentifikasi serta mempekerjakan setiap individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang pernah sukses dalam sebuah organisasi. b. Manajemen puncak. Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Ucapan dan perilaku sangat berpengaruh terhadap psikologis anggota organisasi tersebut. c. Sosialisasi. Kegiatan sosialisasi dimaksudkan agar para karyawan yang baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya orgnisasi tersebut. Dengan demikian, hakikat budaya organisasi terjadi dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan yang kurang terlihat berupa nilai-nilai yang dianut oleh anggota kelompok yang cenderung bertahan meskipun anggotanya sudah ganti. Nilai-nilai ini sangat sukar berubah dan anggota organisasi seringkali tidak menyadari karena banyaknya nilai. Tingkatan yang lebih terlihat berupa pola gaya perilaku organisasi, yakni orang-orang yang baru masuk terdorong untuk mengikutinya. Oleh sebab itu, suatu budaya organisasi kuat apabila adanya nilai-nilai dan norma yang dianut oleh semua anggota dan pemimpinnya secara bersama- 67

84 sama. Semua nilai dan norma yang dianut itu harus dilaksanakan secara bersama-sama baik pemimpin maupun anggotanya. 5.4 Karakteristik Budaya Organisasi Spiritual Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem makna dan kesepakatan bersama, sehingga memiliki karakteristik atau ciri-ciri utama yang harus dihargai oleh organisasi tersebut. Menurut Rivai (2004) ada tujuh karakteristik primer pada suatu organisasi, yaitu: Pertama, inovasi dan pengambilan risiko terhadap tujuan yang hendak dicapai. Setiap karyawan didorong untuk inovatif serta berani mengambil risiko atas pekerjaannya. Kedua, karyawan harus cermat dan mampun menganalisis pergerakan organiasasinya. Ketiga, manajemen memiliki orientasi pada hasil tetapi bukan teknik ataupun proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. Keempat, keputusan yang diambil 68 Tiga kekuatan yang terdapat dalam budaya organisasi, yaitu: praktik seleksi, manajemen puncak, dan tindakan sosialisasi. Oleh sebab itu, suatu budaya organisasi kuat apabila adanya nilai-nilai dan norma yang dianut oleh semua anggota dan pemimpinnya secara bersama-sama.

85 harus memperhitungkan efek terhadap orang-orang yang ada di dalam organisasi itu. Kelima, terciptanya tim yang solid, sehinga tidak menonjolkan sikap individualisme. Keenam, semua anggota harus agresif dan kompetitif. Ketujuh, organisasi harus mampu mempertahankan status quo terhadap organisasi di sekitarnya. Selanjutnya, Luthans (Lako, 2004: 33) menambahkan enam karakteristik lainnya, yaitu: 1. Observed behavioral regularites, yaitu partisipan dalam organisasi saling berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan bahasa, terminologi, dan ritual-ritual yang sama dengan memberi rasa hormat satu sama lain. 2. Norms, yaitu standard perilaku yang mencakup tentang berapa banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan dan perbuata apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 3. Dominant values, yaitu nilai utama yang diharapkan kepada semua anggota organisasi untuk memberikan kualitas produk dan absensi yang rendah dalam pekerjaannya. 4. Philosophy, yaitu kebijakan tentang bagaimana para anggota dan para pelanggan diperlakukan dengan baik. 5. Rules, yaitu pedoman atau aturan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. 69

86 6. Organizational climate, yaitu cara para anggota organisasi memperlakukan dirinya dalam menghadapi pihak pelanggan dan pihak luar lainnya. Dari beberapa uraian di atas menunjukkan bahwa karakteristik sebuah organisasi terus mengalami perkembangan dan perubahan setiap waktu sesuai konteks serta daerahnya masing-masing. Oleh sebab itu, Stepen P. Robbin (Tika, 2006) menambahkan 10 (sepuluh) karakteristik yang menjadikan budaya organisasi dapat berkualitas, yaitu: 1. Inisiatif individual. Inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu ini tetap dihargai oleh anggota kelompok atau pimpinan sepanjang manyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi tersebut. 2. Toleransi terhadap tindakan berisiko. Dalam budaya organisasi setiap pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko pada tugas serta tanggung jawabnya. Apabila pemimpin memberikan toleransi kepada anggota untuk bertindak agresif dan inovatif, maka organisasi tersebut dapat mengalami kemajuan di bidangnya. 70

87 3. Tanggung jawab. Tanggung jawab (pengarahan) dimaksudkan agar sasaran dan harapan yang diinginkan secara jelas tercantum dalam visi, misi, serta tujuan organisasi. 4. Integrasi (kebersamaan). Integrasi bertujuan untuk mendorong unit-unit organisasi bekerja secara terkoordinasi. Kekompakan setiap unit organisasi dapat mendorong kualitas dan kuantitas pada pekerjaannya. 5. Dukungan manajemen. Setiap pemimipin dapat memberikan arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. 6. Kontrol/tata aturan. Alat kontrol berupa peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam organisasi. 7. Identitas. Para karyawan harus mampu mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu. 8. Sistem imbalan. Sistem imbalan yaitu kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya didasarkan atas prestasi kerja pegawai. Dengan reward ini dapat mendorong karyawan lebih bersemangat dan bertindak inovatif, sehingga kualitas kerja yang lebih maksimal. 9. Toleransi terhadap konflik. Para karyawan didorong untuk mengemukakan pendapat 71

88 dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat maupun kritik bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan agar organisasi yang lebih baik. 10. Pola komunikasi. Komunikasi harus diatasi oleh hirarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hirarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dengan bawahan atau antara karyawan itu sendiri. Budaya organisasi merupakan manifestasi dari asumsi-asumsi dasar yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Karakteristik budaya organisasi ini didasarkan pada nilai-nilai, norma, jiwa kepahlawanan, keteladanan, tata aturan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap organisasi harus mampu berinovasi setiap saat demi menjaga stabilitas dan keamanan (stability and security) baik dalam maupun di luar organisasinya. 72 Budaya organisasi merupakan manifestasi dari asumsi dasar dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Karakteristik budaya organisasi ini didasarkan pada nilai-nilai, norma, jiwa kepahlawanan, keteladanan, tata aturan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, dan sebagainya.

89 Dengan kemampuan manajerial serta organisasi yang kuat maka dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sekalipun. 5.5 Pembentukan Budaya Organisasi Spiritual Pembentukan budaya organisasi spiritual sangat mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja setiap anggota kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini memiliki korelasi yang erat dengan kinerja ekonomi serta kinerja organisasi secara keseluruhan. Secara sederhana budaya organisasi dapat diungkapkan sebagai cara berpikir, cara bekerja, cara berkomunikasi yang penuh nilai edukatif dari pemimpin organisasi tersebut. Dengan demikian, adanya hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan keefektifan proses belajar setiap anggota masyarakat terhadap lingkungan sosial barunya seperti keberadaan organisasi destinasi pariwisata spiritual di Palasari Bali sampai saat ini. Menurut Deal & Kennedy (Tika, 2006) ada 5 (lima) unsur pembentuk budaya organisasi secara umum, yaitu: a. Lingkungan usaha. Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan 73

90 tantangan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan usaha yang berpengaruh meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. b. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh organisasi. Setiap perusahaan mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan/misi organisasi tersebut. c. Pahlawan (keteladanan). Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil dalam mewujudkan nilainilai budaya pada kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer/ direktur, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. d. Ritual. Ritual merupakan kegiatan yang mengungkapkan serta memperkuat nilai-nilai yang dianut oleh organisasi tersebut. Karyawan yang berhasil memajukan perusahaan diberikan penghargaan yang dilaksanakan secara ritual setiap tahunnya. e. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal atau saluran komunikasi primer. Melalui jaringan informal, maka kehebatan organisasi dapat diceritakan dari waktu ke waktu. Jaringan komunikasi informal ini dapat dilakukan melalui orang-orang pandai bercerita, alim ulama, 74

91 mata-mata, dan sebagainya. Selanjutnya, Tika (2006) menambahkan beberapa proses terbentuknya budaya oragnisasi, yaitu: (1) interaksi antarpemimpin atau pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan dalam organisasi; (2) interkasi ini menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi; (3) artifak, nilai, dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi budaya organisasi; (4) untuk mempertahankan budaya organisasi lalu dilakukan pembelajaran kepada anggota baru dalam organisasi. Menurut Sobirin (2007: 220) mengidentifikasi proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide dan diikuti oleh lahirnya sebuah organisasi. Tahap ini merupakan titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Begitu pendiri memiliki ide untuk mendirikan organisasi, maka saat itu pula embrio terbentukknya budaya organisasi tidak terelakkan. Sedangkan realisasinya baru terjadi Proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide sehingga menjadi titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Oleh sebab itu, ide seorang pemimpin atau pendiri begitu penting dalam pembentukan sebuah organisasi. 75

92 pada saat organisasi betul-betul sudah berdiri. Bisa dikatakan bahwa begitu organisasi didirikan pembentukan budaya pun dimulai. Pembentukan suatu budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi tersebut. Para pemimpin mempunyai potensi paling besar untuk menanamkan serta memperkuat aspek-aspek budaya dalam organisasi. Menurut Schein (Gary, 1998) ada lima mekanisme utama yang diperankan oleh setiap pemimpin, yaitu: 1. Perhatian (attention). Para pemimpin meng_ komunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mengenai sesuatu seperti merencanakan rapat mengenai kemajuan atau management by walking around. 2. Reaksi terhadap krisis. Sebuah perusahaan yang sedang menghadapi tingkat penjualan yang turun maka semua pegawai bekerja dalam waktu lebih pendek dan bersedia menerima pemotongan gaji. 3. Pemodelan peran. Para pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapanharapan melalui tindakan mereka sendiri. 4. Alokasi imbalan. Kreteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan seperti peningkatan upah atau promosi dapat dikomunikasikan oleh pemimpin. 5. Kriteria menyeleksi dan memberhentikan. Para 76

93 pemimpin dapat merekrut orang yang mempunyai nilai-nilai, keterampilan, atau ciri-ciri tertentu. Dengan adanya keyakinan pada pendiri organisasi maka masalah eksternal maupun internal dapat dicari jalan keluarnya. Masalah eksternal merupakan misi inti (core mission) atau alasan (couse) bagi eksistensi organisasi tersebut. Terciptanya strategi ini demi pencapaian sasaran organisasi. Kendati dalam organisasi kadang memiliki banyak sasaran serta prioritas tertentu. Fungsi dari budaya organisasi adalah untuk membantu memahami lingkungan serta cara menanggapinya. Budaya organisasi dapat mengurangi ketegangan, ketidakpastian, dan kekacauan yang terjadi dalam organisasi maupun lingkungannya. Masalah internal dan eksternal ini bisa saling berhubungan, sehingga setiap organisasi harus mampu menghadapinya secara simultan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi pariwisata spiritual merupakan hal baru dalam dunia kepariwisataan. Oleh sebab itu, sektor pariwisata harus mengedepankan nilai-nilai spiritual dalam pengelolaan maupun dalam pengembangan pariwisata spiritual tersebut. Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral karena karena masih banyak 77

94 para pemimpin, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat menjadikan sektor ini sebagai sumber pendapatan semata tanpa memperdulikan lingkungan sosial budaya masyarakat setempat. Sebagian besar pemimpin dan anggota masyarakat terpengaruh oleh budaya Barat yang kapitalis, mereka lupa bahwa bekerja merupakan ibadah dan tanggung jawab secara moral kepada Tuhan. Banyak pula pemimpin yang memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Herman Soewardi bahwa Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya, sedangkan menurut ajaran agama, hawa nafsu manusia harus dikendalikan (Mangkunegara, 2005: 114). Akibat teladan yang diberikan oleh tokoh dan pemimpin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai spiritual, maka generasi muda atau remaja saat ini 78 Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral masyarakat. Oleh sebab itu, semua pemimpin dan anggota masyarakat harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan bagi hawa nafsunya dan hawa nafsu manusia harus dikendalikan dengan nilai-nilai spiritual atau kerohaniaan.

95 mengalami peningkatan penyimpangan moral. Dengan menerapkan sistem budaya organisasi spiritual pada suatu destinasi pariwisata maka diharapkan agar semua elemen masyarakat dapat mematuhi serta berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan normanorma yang berlaku dalam organisasi tersebut. 79

96 80

97 BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI 6.1 Kondisi Geografis Palasari Desa Palasari terletak di ujung barat Pulau Bali, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Jaraknya sekitar 20 menit dari pelabuhan penyeberangan Gilimanuk. Secara geografis Kabupaten Jembrana merupakan pintu masuk maupun ke luar Pulau Bali melalui pelabuhan tersebut. Kawasan Desa Palasari sebagian besar areal perbukitan yang memiliki struktur tanah yang sangat subur. Sementara dataran rendahnya sangat potensial untuk persawahan karena memiliki sumber air yang berasal dari Bendungan Palasari. Pada bagian tanah perbukitan dikembangkan menjadi lahan perkebunan dengan tanaman kelapa, pisang, coklat, berbagai jenis buah-buahan tropis, vanili, dan lain-lain. 81

98 Gambar 6.1 Lokasi Desa Palasari, Kabupaten Jembrana Luas Desa Palasari secara keseluruhan sekitar Ha. Adapun rincian penggunaan lahannya adalah perumahan dan pekarangan seluas 97,70 Ha, persawahan seluas 5,00 Ha, perkebunan seluas 152,59 Ha, bangunan umum 6,51 Ha, dan lain-lain 17,20 Ha. Dengan pemanfaatan lahan seperti ini menunjukkan bahwa penduduk Desa Palasari memiliki potensi ekonomi di berbagai sektor seperti perkebunan, pertanian, peternakan, dan lain-lain. 82

99 6.2 Demografis Palasari Jumlah penduduk Desa Palasari tahun 2014 sebanyak jiwa. Dilihat dari komposisi jenis kelamin maka penduduk perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 738 jiwa dan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 621 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif rata-rata berumur antara tahun dengan jumlah 425 jiwa. Sementara penduduk yang non produktif mulai dari umur tahun dan umur tahun berjumlah sekitar 934 jiwa. Komposisi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. No Tabel 6.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin-Usia Jenis Kelamin dan Usia Penduduk (Jiwa) Persentase (%) 1 Perempuan 738 0,543 2 Laki-laki 621 0,456 3 Usia Produktif 425 0,312 4 Usia Non Produktif 934 0,687 Sumber: Pendataan Desa Palasari

100 Mata pencarian penduduk Desa Palasari cukup bervariasi, yaitu: petani sebanyak 642 orang, pegawai swasta sebanyak 138 orang, pegawai negeri sipil sebanyak 182 orang. Mata pencaharian yang lain adalah pedagang sebanyak 119 orang, peternak sebanyak 98 orang, bekerja di bidang medis seperti dokter sebanyak 6 orang, bidan sebanyak 76 orang, perawat sebanyak 83 orang, dan sisanya bekerja sebagai romo/pastor 15 orang. Secara lengkap mata pencarian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. No Tabel 6.2 Komposisi Penduduk Desa Palasari Menurut Mata Pencaharian Penduduk Menurut Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Petani 642 0,472 2 Pegawai Swasta 138 0,101 3 PNS 182 0,133 4 Pedagang 119 0,087 5 Peternak 98 0,072 7 Dokter 6 0,004 8 Bidan 76 0,055 9 Perawat 83 0,061 9 Pastor 15 0,011 Sumber: Pendataan Desa Palasari

101 6.3 Sejarah Palasari Pada tanggal 15 September 1940, Pastor Simon Buis, SVD bersama dengan 18 orang kepala keluarga dari Tuka, 6 kepala keluarga dari Gumbrih, dan ditambah satu orang pimpinan rohani berangkat menuju daerah transmigrasi di Bali Barat. Alasan mereka transmigrasi ke Bali Barat karena motivasi untuk memperoleh ketenangan serta berusaha mendapatkan kepastian hidup setelah manjadi penganut agama Katolik. Apalagi mereka pada umumnya hidup dalam berbagai kesulitan ekonomi maupun hubungan sosial di desa asalnya. Melalui kepemimpinan dari Pastor Simon Buis, mereka ingin memiliki masa depan yang lebih baik serta kelangsungan generasinya ke depan. Selain itu juga didorong oleh kemauan untuk membebaskan diri dari himpitan kehidupan ekonomi karena sebagian besar masyarakatnya sebagai petani penggarap yang miskin dan melarat. Oleh sebab itu, Pastor Simon sebagai gembala dan sekaligus pencetus ide masyarakat Katolik dengan wajah khas Bali di Palasari-Bali. Umat Katolik pindah ke Palasari merupakan sebuah ujian iman dan pengorbanan yang besar. Mereka berkeinginan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak cucunya ke depan. Mereka merasakan bahwa untuk bisa tumbuh dan berkembang perlu tempat yang lebih tenang dan subur. Mereka ingin mempunyai tanah garapan sendiri sebagai 85

102 tumpuan mata pencaharian dan sumber kehidupannya. Dampak dari transmigrasi ke Palasari inilah yang memungkinkan perkembangan agama Katolik di Pulau Bali sampai sekarang ini. Berdasarkan penuturan pelaku sejarah berdirinya Desa Palasari menjelaskan bahwa selama tiga hari proses pemberangkatan anggota transmigrasi tersebut. Pada awalnya mereka mendiami kawasan hutan Pangkung Sente yang banyak ditumbuhi hutan lebat serta pepohonan yang menjulang tinggi. Setelah melalui upacara dan doa, pekerjaan yang bersejarah inipun dimulai dengan menggarap hutan lebat serta pohon-pohon besar ini dengan mengandalkan kapak. Dalam proses mengubah hutan lebat menjadi pemukiman dan lahan pertanian, anggota masyarakat ini mengalami berbagai kesulitan serta pergumulan hidup. Dengan adanya penderitaan ini, maka mereka mulai tergoda untuk kembali ke kampung asalnya yang masih indah. Kondisi inilah yang membuat mereka mengalami perpecahan dan perbedaan pendapat selama mengerjakan hutan lebat tersebut. Akibat perpecahan ini maka sekitar 18 orang di antara mereka melarikan diri tanpa permisi pada pimpinan rohani pada saat itu. Hanya 6 orang yang tetap bertahan serta bertekad untuk meneruskan pembongkaran hutan tersebut dengan harapan bisa memperoleh masa depan yang lebih baik. Keenam orang ini dijuluki sebagai 86

103 sisa kecil yang tangguh dan setia, perjuangan yang gigih dengan penuh pengorbanan. Pengorbanan serta kesetiaan mereka dalam menjalani ujian iman ini membuat kawasan angker dan hutan yang lebat menjadi pemukiman indah dengan nama Palasari sampai hari ini. Sejarah munculnya Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat banyaknya pohon pala yang tumbuh subur di hutan tersebut. Nama Palasari merupakan bagian dari vegetasi alam yang ada di sekitar masyarakat. Secara filosofis, I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Kedua istilah ini mengandung makna sebagai sisa kecil yang setia. Bahkan Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna yang merupakan sahabat Pastor Simon Buis memberi makna dari arti Palasari yang terdiri dari dari kata pahala dan sari. Istilah Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat pohon pala yang tumbuh subur di daerah tersebut. I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Jadi, Palasari berarti sisa kecil yang setia. Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna memberi makna Palasari yaitu pahala dan sari. 87

104 Setelah mengalami perkembangan beberapa tahun kemudian maka banyak anggota masyarakat yang berdatangan untuk mendiami kawasan Palasari tersebut. Semakin hari penduduknya bertambah banyak, sehingga Pastor Simon memohon tambahan lahan baru seluas 200 Ha kepada tuan Kontrolir dan Anak Agung (Raja Negara) pada saat itu. Permohonan ini pun dikabulkan sehingga kawasan Palasari semakin luas sebagaimana terlihat saat ini. Kendati sudah memiliki lahan yang luas dan pemukiman yang baik, namun perjuangan Pastor Simon Buis tidak berhenti di situ. Pemimpin spiritual ini terus berjuang untuk membangun Palasari dengan Model Dorf yaitu desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik. Pada tahun 1955 bukit di sebelah timur desa diratakan yang kemudian dibangunlah sebuah gereja dengan arsitektur Bali. Kerjasama yang baik terbangun di antara para tokoh-tokoh masyarakat, seperti Mr. Ignatius dari Belanda dan Gusti Rai S. dari Bali yang merancang pembangunan gedung gereja, sedangkan Mr. Hermens yang mengusahakan dananya. Gereja ini terletak di atas bukit yang dikelilingi oleh tembok yang disebut jaba gereja. Beranda depan gereja dibangun sebuah patung yang tinggi yaitu patung Hati Kudus Yesus sebagai simbol dari Paroki Palasari. Gereja Palasari ini diresmikan oleh Pastor Simon Bois pada tanggal 13 Desember 1958, sehingga 88

105 Mayoritas penduduk Desa Palasari beragama Katolik, namun ketika mereka melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Kearifan lokal inilah yang membuat daerah Palasari semakin terkenal dan menjadi destinasi wisata spiritual karena memiliki 3 daya tarik wisata, yaitu gedung gereja berarsitektur Bali dan Eropa, Goa Maria, serta Bendungan Palasari. gereja ini merupakan cikal bakal perkembangan agama Katolik pertama di daerah Bali Barat. Mayoritas penduduk asli Desa Palasari menganut agama Katolik. Kendati mereka beragama Katolik, namun pada saat melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Dengan tetap memegang kearifan lokal tersebut, maka daerah Palasari memiliki 3 (tiga) daya tarik wisata atau pariwisata spiritual yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, yaitu: Gereja Hati Kudus Yesus, Gua Maria, dan Bendungan Palasari. 6.4 Daya Tarik Wisata Palasari Wisatawan yang sering berkunjung ke kawasan wisata Palasari berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2014 sangat bervariasi. Keanekaragaman ini dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, tingkat usia, 89

106 pekerjaan, daerah asal, dan frekuensi kunjungan. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa wisatawan domestik maupun mancanegara yang mengujungi daerah ini didominasi oleh kaum perempuan. Dari total pengunjung yang datang ke kawasan ini sekitar 60% berjenis kelamin perempuan dan 40% berjenis kelamin laki-laki. Perbedaan minat yang signifikan antara wisatawan perempuan dengan laki-laki dikarenakan daerah Palasari merupakan tempat ibadah. Kondisi inilah yang menjadikan daerah ini lebih cocok sebagai destinasi pariwisata spiritual (spiritual tourism). Pada umumnya laki-laki tidak begitu menyukai tempattempat bersejarah apalagi tempat ibadah. Sementara kaum perempuan lebih menyukai bangunan-bangunan bersejarah seperti gedung gereja Katolik di Palasari dan Goa Maria. Kaum perempuan menyukai tempat ini karena mereka datang untuk berdoa dan meminta kesembuhan serta keselamatan dari Tuhan. Dengan demikian, tempat ibadah atau tempat bersejarah di Palasari lebih disukai oleh kaum perempuan dengan tujuan untuk berdoa dan beribadah. Wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke desa ini pada bulan Januari 2014 berjumlah 30 orang. Dari total pengunjung tersebut, maka ditemukan mulai usia tahun sebanyak sekitar 40%, usia tahun sekitar 50%, dan berusia di 90

107 atas 60 tahun sekitar 10%. Wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke tempat wisata Palasari didominasi oleh umur antara tahun. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa rata-rata wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata spiritual ini pada umumnya berusia produktif seperti pelajar, mahasiswa, dan guru-guru yang ingin mengetahui sejarah dan adat istiadat masyarakat Desa Palasari. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan (domestik maupun mancanegara) yang berkunjung ke Desa Palasari menunjukkan bahwa guru/dosen sekitar 26,6%, pegawai swasta sekitar 13,3%, mahasiswa/ pelajar sekitar 33,3%), Pegawai Negeri Sipil sekitar 6,6%, pengusaha/pebisnis sekitar 13,3%, dan ibu rumah tangga sekitar 6,6%. Mahasiswa atau pelajar dan guru lebih mendominasi karena mereka bertujuan untuk mengetahui sejarah dan seni budaya Bali yang masih dilestarikan di Desa Palasari. Selain berwisata mereka juga ingin mendapatkan pengetahuan tentang adat istiadat yang masih dilestarikan melalui keberadaan gedung gereja tersebut. Dengan demikian, tempattempat wisata spiritual lebih disukai oleh kalangan terpelajar dari pada ibu rumah tangga. Apabila ditinjau dari daerah asal wisatawan maka wisatawan dari Denpasar (Bali) sekitar 6,7%, Surabaya sekitar 26,7%, Malang sekitar 46,6%, Belanda sekitar 13,3%, dan Jerman sekitar 6,7%. Wisatawan 91

108 domestik yang berasal dari daerah Malang merupakan konsumen potensial dan terbanyak selama ini. Hal ini dikarenakan persekutuan gereja-gereja yang ada di Malang memiliki program rutin setiap tahunnya untuk berwisata spiritual di berbagai daerah di Indonesia dan secara khusus di Desa Palasari, Bali. Wisatawan yang menyukai tempat wisata spiritual biasanya mereka mencari gereja-gereja bersejarah yang memiliki keunikan, baik dari aspek bangunannya maupun seni budayanya. Oleh sebab itu, kawasan wisata spiritual Palasari menjadi salah satu alternatif pilihan bagi wisatawan karena memiliki gedung gereja yang unik serta Goa Maria sebagai tempat berdoa. Hampir semua wisatawan yang pernah berkunjung ke kawasan wisata spiritual Palasari lebih dari satu kali. Frekuensi kunjungan wisatawan ini ratarata 1 kali, 2-5 kali, dan lebih dari 5 kali. Dari hasil penelusuran menunjukkan bahwa total wisatawan yang baru pertama sekali datang ke kawasan wisata ini sekitar 26,7%, wisatawan yang datang 2-5 kali sekitar 50%, dan wisatawan yang berkunjung lebih dari 5 kali sekitar 23,3%. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wisatawan (domestik dan mancanegara) lebih dari 2 kali mengunjungi tempat wisata spiritual tersebut. Daya tarik wisata yang ada di tempat ini sangat disukai oleh wisatawan karena memiliki keuntungan ganda yaitu selain berdoa 92

109 sekaligus belajar tentang adat istiadat, seni budaya, dan nilai-nilai kerohanian yang terdapat dalam agama Katolik. 6.5 Potensi Wisata Desa Palasari Potensi yang dimiliki Desa Palasari sebagai daya tarik wisata spiritual tentu dapat dilihat dari berbagai indikator. Berdasrkan konsep yang diberikan oleh Damardjati yang kemudian dipertegas kembali oleh Pendit bahwa suatu daerah yang memiliki potensi wisata harus dilihat dari indikator yaitu adanya potensi budaya, adanya potensi alamiah, dan adanya potensi manusia. Ketiga indikator yang dimaksud akan dijelaskan di bawah ini. 1. Potensi Budaya Potensi budaya yang dimiliki oleh Desa Palasari dapat dilihat dari adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Setiap perayaan Natal sangat kental dengan nuansa Bali (Hindu). Anggota masyarakat yang mendiami kawasan ini memasang penjor di setiap rumah mereka, masyarakat yang beragama Katolik juga melakukan tradisi ngelawar dan nguling (Guling babi) sebagaimana dilakukan oleh umat Hindu pada setiap Hari Raya Galungan. Pada pintu gedung gereja dihiasi penjor serta beragam ornamen Bali (Hindu) lainnya. Tidak itu 93

110 saja, setiap warga yang melakukan kebaktian di gereja mengenakan pakaian adat Bali, seperti umat Hindu yang pergi sembahyang ke Pura. Di pelataran gereja terdapat sejumlah pajegan dari berbagai aneka buah dan jajanan khas Bali. Potensi budaya yang ada di gereja Katolik Palasari terlihat pada penggunaan arsitektur Bali, adat istiadat, seni budaya, dan kidung dalam bahasa Bali yang diiringi dengan gong. Kawasan wisata spiritual Palasari ini telah terjadi kolaborasi serta kontekstual antara budaya Bali (agama Hindu) dengan agama Katolik sebagaimana ditujukan pada gambar di bawah ini. Gambar 6.2 Natal di Gereja Katolik Mengenakan Busana Bali (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014) 94

111 Berdasarkan wawancara kepada ketua Paroki Hati Kudus Yesus di Palasari bernama Romo Bartolomeus mengatakan: Dengan dimasukkannya unsur budaya Bali sangat baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Hal ini sebagai usaha untuk tetap melestarikan budaya Bali sesuai dengan tujuan semula yaitu membangun desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik. Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa budaya pada dasarnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan secara khusus agama Katolik. Seni dan budaya dapat dimasukan dalam gereja dengan pendekatan nilai-nilai kristiani. Gambar 6.3 Gedung Gereja Katolik Hati Kudus Yesus (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014) 95

112 Keunikan bangunan gereja Katolik di Palasari menunjukkan bangunan gereja yang memadukan arsitektur ghotik dengan budaya Bali. Walaupun gereja ini sudah berusia tua namun kondisinya terlihat sangat modern dan kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada pintu masuk terdapat gapura yang pada umumnya terdapat di pura-pura (tempat ibadah umat Hindu) atau pintu rumah masyarakat Bali pada umumnya. Bagian dalam gereja terdapat patung, tabernakel, altar, salib, dan 14 ukiran jalan salib yang diukir dengan menampilkan nuansa budaya Bali. Seperti terlihat pada patung Bunda Maria dan Yesus di sisi kanan dan kiri altar terdapat payung (tedung) yang kebanyakan dipakai oleh umat Hindu Bali atau adat Bali. 2. Potensi Alam Potensi alam yang dimiliki oleh Desa Palasari sebagai daya tarik wisata secara umum maupun secara spiritual sangat memuaskan wisatawan. Dari segi alamnya memiliki keindahan seperti yang terdapat di kawasan Bendungan Palasari. Bendungan ini memiliki latar belakang hutan lindung yang cukup luas serta mempunyai hawa yang sejuk, sehingga kawasan bendungan ini sangat cocok untuk wisata tirtha maupun wahana wisata lainnya. Bendungan Palasari mulai dibangung pada bulan April 1986 yang memiliki luas 100 Ha dengan 96

113 volume air m 3. Pembangunan bendungan ini diselesaikan dalam waktu 3,5 tahun sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan dengan biaya sebesar Rp 9 Milyar yang bersumber dari pinjaman Asian Development Bank (ADB). Bendungan Palasari diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Juli Akses untuk mencapai bendungan ini sudah sangat baik berkat perhatian pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Secara umum tujuan atau fungsi pembangunan Bendungan Palasari adalah sebagai pengendalian bencana banjir, irigasi, dan usaha perikanan air tawar. Pemeliharaan ikan tawar sangat menguntungkan secara ekonomi maupun sebagai tempat pariwisata Gambar 6.4 Bendungan Palasari (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014) 97

114 alam (tempat wisata pemancingan). Ikan air tawar sangat beragam seperti ikan mujair, ikan nila, gurame, ikan gabus, lele, kaper, udang, dan asih banyak lagi ikan air tawar lainnya. Tempat ini juga dilengkapi dengan fasilitas sampan, sehingga wisatawan dapat refresing serta berekreasi mengelilingi bendungan tersebut. Selain keunikan bendungan tersebut, kawasan di sekitarnya memiliki nilai eksotik yang banyak memikat pengunjung baik wisatwan domestik maupun mancanegara. Kawasan ini dapat dijadikan sebagai tempat untuk menyalurkan hobi motorcross dan offroad. Biasanya event perlombaan motorcross dan offroad sering dilaksanakan di sekitar kawasan bendungan ini. Jadi, potensi alam di daerah Palasari sangat mendukung kegiatan pariwisata, baik wisata spiritual maupun wisata alam lainnya. 3. Potensi Manusia Potensi manusia pada konteks ini adalah kemampuan penduduk Palasari dalam menciptakan kreasi seni. Mereka mementaskan tarian malaikat pada saat misa di gereja. Tari malaikat merupakan modifikasi dari tarian Bali yang disesuaikan dengan nilai spiritual agama Katolik seperti terlihat pada gambar di bawah ini. 98

115 Gambar 6.5 Tari Malaikat dimodifikasi dari tarian Bali (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014) 99

116 100

117 BAB VII DASAR PEMBENTUKAN PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI 7.1 Tuhan Yesus Hadir di Palasari Kehadiran Tuhan Yesus di Desa Palasari bukan berarti kehadiran secara fisik, melainkan kehadiran melalui iman atas segala bentuk karya-nya bagi umat kristiani selama ini. Dalam konteks ini menegaskan bahwa keberadaan Desa Palasari tidak terjadi begitu saja, namun ada dalam rencana indah Allah Tritunggal (Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus). Kita sebagai umat beragama tentu percaya dan mengakui kemahakuasaan Allah atas dunia ini. Oleh kuasa Allahlah Desa Palasari masih eksis sampai hari ini. Dengan anugerah Allah maka kawasan Palasari dari hutan rimba menjadi pemukiman yang terkenal sampai saat ini. Segala sesuatu yang telah ada, sedang terjadi, dan bahkan yang akan terjadi di dunia tidak terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan serta perinjinan Allah Pencipta langit dan bumi. Begitu pula keberadaan pariwisata spiritual yang telah dinikmati oleh wisatawan domestik maupun mancanegara sampai hari ini merupakan kehendak Allah di dalam 101

118 Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kehadiran Tuhan Yesus di Desa Palasari bukan menjadi pemilik sorga kehadiran secara fisik, dan seluruh yang ada melainkan kehadiran di dunia ini. Dengan melalui iman atas segala bentuk karya-nya kekuasaan itu pulalah, bagi umat kristiani selama ini. Oleh karena Dia tidak ingin manusia di dunia binasa karena anugerah Allah maka dosa mereka. Dia menyelamatkan setiap majadi tempat pemu- hutan belantara menkiman dan kawasan nusia agar bertobat dan pariwisata spiritual memperoleh kehidupan yang terkenal sampai yang kekal. Itulah sebabnya orang Kristen saat ini. memberitakan Injil Yesus Kristus kepada semua umat manusia di dunia ini (Brotosudarmo, 2008: 60). Memberitakan Injil berarti memberitakan berita kabar baik, berita sukacita, dan berita keselamatan yang datang dari Yesus sendiri kepada seluruh umat manusia. Ketika Tuhan Yesus berkata: KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi (Matius 28:18) menunjukkan bahwa Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus (Allah Tritunggal) merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan tugas penyelamatan umat manusia yang berdosa dan dunia secara keseluruhan. Apa yang menjadi kehendak Allah 102

119 Bapa dan Roh Kudus juga menjadi kehendak Yesus Kristus. Sorga dan bumi adalah milik Yesus Kristus, sedangkan manusia hanya sebagai pribadi yang menumpang sementara di dunia ini. Perkataan Yesus di atas bukan berarti sorga dan bumi akan menjadi milik-nya atau baru menjadi milik- Nya, melainkan telah menjadi milik-nya sebelum manusia ada di dunia ini. Segala yang ada di sorga dan bumi ini berada di bawah kuasa, pemerintahan, pemeliharaan, dan perlindungan-nya. Gunung, lembah, angin, laut, dan segala musim berada di dalam pengawasan-nya. Semua manusia harus hidup setia sesuai petunjuk dan perintah-nya. Manusia yang tidak setia dan taat atas perintah-nya pasti menerima hukuman berdasarkan keadilan-nya. Yesus ingin agar semua manusia tidak ada satu pun tersesat dan binasa oleh karena penghukuman-nya (Waruwu & Gaurifa, 2015). Kehadiran umat kristiani yaitu agama Katolik di Desa Palasari maupun agama Kristen di Desa Blimbingsari merupakan sebuah panggilan untuk menghadirkan kemuliaan Tuhan Yesus di daerah tersebut. Tuhan Yesus menginginkan agar daerah ini menjadi berkat, makmur, sejahtera, dan sebagai salah satu desa wisata yang terkenal di Indonesia sampai hari ini. Kedua desa tersebut memiliki sejarah dan pengorbanan yang sama dalam menjadikan hutan 103

120 angker menjadi daerah yang subur, bersih, dan bahkan bisa menjadi destinasi wisata spiritual seperti saat ini (Junaedi & Waruwu, 2016). Semangat masyarakat dalam membangun kawasan Palasari sebagai salah satu destinasi wisata spiritual adalah upaya menghadirkan Injil Kristus (Kabar Sukacita) bagi Desa Palasari pada khususnya serta Pulau Bali dan Indonesia pada umumnya. Keindahan alam serta keunikan yang terdapat di daerah Palasari sebagai bukti keagungan Tuhan bagi umat manusia dan alam semesta ini. Setiap wisatawan betul-betul merasakan kehadiran Tuhan ketika mereka berdoa di gereja maupun di Goa Maria. Oleh sebab itu, kawasan wisata ini sebagai sarana memberitakan Injil kepada setiap wisatawan secara tidak langsung maupun secara langsung. Dalam Alkitab ditegaskan bahwa semua umat kristiani (Katolik dan Kristen) diperintahkan untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa (Matius Kehadiran umat kristiani di dunia ini merupakan sebuah panggilan pelayanan untuk menghadirkan kemuliaan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menginginkan agar setiap daerah yang didiami oleh umat Kristiani harus menjadi berkat, makmur, sejahtera, dan sebagai salah teladan bagi daerah lainnya. 104

121 28:19-20) serta harus mampu menjadi berkat bagi semua orang di manapun mereka berada (Kejadian 12:2-3; Galatia 3:14). Selain itu, Tuhan Yesus memiliki tujuan agung yaitu menyelamatkan umat manusia dari segala dosa-dosa mereka. Keberadaan umat kristiani di Palasari sebagai bentuk kehadiran Tuhan Yesus dalam mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, dan sebagainya. Kawasan Palasari ini secara khusus gedung gerejanya yang bersejarah terdapat banyak simbol-simbol kekristenan dengan makna spiritual (rohani). Melalui simbol tersebut memberi pencerahan bagi setiap wisatawan tentang perjalanan suci Tuhan Yesus selama di dunia ini dalam melayani umat manusia dengan penuh ketulusan serta menyelamatkan umat- Nya dari dosa. Dengan demikian, setiap wisatawan dapat mengintropeksi diri serta memberikan kekuatan spiritual dalam hati dan hidup mereka agar mampu menjalani masa depan yang lebih baik. 7.2 Kepemimpinan Sang Guru Spiritual Seorang pemimpin berkualitas memang sangat sulit ditemukan pada era yang serba kompleks saat ini. Hampir semua orang yang sedang memimpin di Indonesia sekarang ini telah terjebak dalam tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kendati ada sebagian kecil orang yang jujur pada awal 105

122 kepemimpinannya, namun bisa saja terjebak dalam sistem KKN yang sudah mengakar selama bertahuntahun di negeri ini. Bisa dikatakan bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan yang berkualitas. Dengan adanya krisis kepemimpinan ini membuat generasi muda kesulitan untuk mencari orang yang patut untuk diteladani pada masa mendatang. Untuk menyingkapi masalah krisis kepemimpinan ini, maka setiap orang harus belajar kepada Tuhan Yesus. Selama kepemimpinan dan pelayanan Tuhan Yesus di dunia walau dalam waktu singkat menunjukkan sebuah kualitas kepemimpinan yang terbaik (Junaedi & Waruwu, 2016). Pola kepemimpian dan pelayanan Tuhan Yesus ini pun diakui oleh beberapa pemimpin Islam di dunia. Menurut D Souza (2009) bahwa dalam dunia Islam, kepemimpinan Tuhan Yesus yang dikenal dengan nama Isa Almasih sangat dihormati serta memberi inspirasi bagi mereka. Jika para pemimpin ingin menunjukkan kepemimpinan spiritualnya tentu harus meniru cara 106 Hampir semua orang yang sedang memimpin di Indonesia saat ini sedang terjebak dalam tindakan KKN. Untuk menyingkapi masalah krisis kepemimpinan ini, maka setiap orang harus belajar kepada Tuhan Yesus selaku pemimpin sejati dan spiritual.

123 kepemimpinan dan pelayanan Tuhan Yesus. Apapun lembaga atau organisasi yang dipimpinnya, setiap pemimpin harus menghadirkan prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus selama kepemimpinannya. Gaya maupun tipe kepemimpinan setiap orang saat ini harus mengacu kepada kepemimpinan Tuhan Yesus. Kepemimpinan Tuhan Yesus merupakan sebuah model kepemimpinan spiritual yang sejati. Nilai spiritualitas seseorang sangat mempengaruhi pola kepemimpinannya. Melalui nilai spiritualitas ini dapat membantu seorang pemimpin membangun karakter yang baik dalam dirinya. Dengan memiliki karakter yang baik, maka dapat dipastikan sangat berdampak positif yaitu mengembangkan lembaga atau organisasi yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik (Junaedi & Waruwu, 2016). Menyadari betapa pentingnya prinsip kepemimpinan spiritual dalam berbagai bidang kehidupan saat ini, maka pilihan terakhir harus belajar dari kepemimpinan Tuhan Yesus. Untuk memimpin Memimpin organisasi bukan sekedar jabatan atau kekuasaan, tetapi sebuah panggilan batin untuk melayani semua golongan sosial. Seorang pemimpin harus memiliki sikap rela berkorban dan melayani semua orang tanpa melihat status sosialnya. 107

124 sebuah lembaga negara, perusahaan, maupun organisasi-organisasi lainnya, termasuk dalam mengembangkan pariwisata spiritual di Palasari harus menerapkan prinsip dan nilai kepemimpinan spiritual tersebut. Oleh sebab itu, apapun agama, suku, dan jabatan yang dipegang oleh seorang pemimpin harus berpedoman pada prinsip-prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus. Kepemimpinan Tuhan Yesus bermuara pada keadilan, kasih, dan pelayanan yang tulus. Memimpin suatu lembaga atau organisasi bukan hanya sekedar jabatan maupun kekuasaan, tetapi sebuah panggilan batin dalam melayani semua golongan sosial. Seorang pemimpin harus memiliki sikap rela berkorban serta melayani semua orang tanpa melihat latarbelakang suku, ras, maupun etnis. Tuhan Yesus telah memberi contoh tentang bentuk pelayanan yang maksimal di dunia ini. Dalam pelayanan-nya kadang mendapatkan hinaan, caci maki, dan bahkan mati disalibkan di antara orang berdosa. Sekalipun Tuhan Yesus tidak pernah melakukan dosa sedikitpun. Konsep kepemimpinan inilah yang harus diterapkan oleh semua pemimpin di negara ini mulai dari pusat sampai pelosok desa. 7.3 Kehadiran Pemimpin Spiritual Secara etimologis, kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus yang artinya roh, jiwa 108

125 atau semangat. Kata ini memiliki padanan dengan Bahasa Ibrani yaitu ruach dan Bahasa Yunani yaitu pneuma. Kedua istilah itu memiliki arti sebagai angin atau nafas. Sementara istilah spiritual berasal dari kata dasar Bahasa Inggris yaitu spirit yang memiliki cakupan makna yaitu jiwa, arwah/roh, semangat, hantu, moral, dan tujuan atau makna yang hakiki. Dalam bahasa Arab, istilah ini juga terkait dengan yang ruhani dan ma nawi dari segala sesuatu. Dalam Bahasa Indonesia istilah ini dapat diartikan sebagai semangat yang menggerakkan. Dengan demikian, kata spiritual berarti berbicara tentang hati nurani, moral, serta tingkah laku yang baik serta terpuji dari seseorang maupun dari sekelompok orang dalam suatu komunitas masyarakat. Kata spiritualitas merupakan suatu kata yang bersifat universal karena bisa digunakan oleh semua agama. Istilah spiritualitas merupakan saripati religius yang ada di balik ajaran atau aturan-aturan formal keagamaan, seperi agama Katolik maupun Kristen. Nilai spiritual merupakan daya dorong, motivasi, serta menumbuhkan semangat bagi seseorang sehingga memiliki keselarasan antara apa yang diimani (agamanya) dengan yang dilakukannya bagi sesama maupun dunia di sekitarnya. Menurut Zohar dan Marshall (2007) bahwa kecerdasan spiritual memiliki andil 80% dalam 109

126 kesuksesan karir seseorang. Sedangkan kepemimpinan spiritual berdasarkan hasil penelitian Percy (2003) menunjukkan bahwa para direktur dan Chief of Excutive Officer (CEO) yang efektif dalam hidup dan kepemimpinannya memiliki spiritualitas yang tinggi serta menerapkan gaya kepemimpinan spiritual. Apapun jabatan dan tugas yang diemban oleh seseorang harus memiliki dan menerapkan gaya kepemimpinan spiritual. Selama kepemimpinannya harus bisa menjadi berkat bagi anggotanya maupun orang lain yang ada di sekitarnya. Apapun yang hendak dia lakukan bukan untuk kebanggaan dirinya, tetapi selalu berorientasi untuk kemuliaan nama Tuhan dan kebaikan orang lain. Semua pemimpin seyogianya memiliki karakter dan sifat kepemimpinan spiritual tersebut. Keberadaan Desa Palasari tentu didukung dengan kehadiran tokoh-tokoh spiritual yang ada pada saat itu. Pastor Simon Buis bersama beberapa orang kepala keluarga yang berasal dari Tuka dan Gumbrih bisa dikatakan sebagai tokoh-tokoh penting yang harus diingat jasa dan pengorbanannya dalam membangun Desa Palasari sehingga ada sampai hari ini. Jerih payah tokoh-tokoh ini tidak bisa dibayar dengan uang atau harta apapun. Semangat dan pengorbanan mereka merupakan wujud dari panggilan iman. Mereka tetap percaya kepada Yesus Kristus sekalipun mendapatkan 110

127 penghinaan dan penganiayaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehadiran Pastor Simon Buis sebagai gembala serta sekaligus menjadi pencetus ide masyarakat Katolik dengan wajah khas Bali di daerah Palasari tersebut. Pastor Simon bersama sebagian anggota masyarakat kristiani memiliki keinginan besar untuk membebaskan diri dari berbagai himpitan kehidupan ekonomi yang sulit serta dari tekanan sosial lainnya. Mereka pada awalnya sebagian besar merupakan petani miskin dan melarat yang kesehariannya hanya menggarap sawah tuan tanah di desanya. Melalui terpaan kehidupan ini maka masyarakat Palasari semakin menyadari bahwa penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yesus merupakan jalan terbaik karena memiliki kepastian yaitu hidup kekal. Mereka semakin hari memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi dalam hidupnya sehingga terlihat dalam berbagai aktivitas mereka seperti dalam hal berdoa, karya seni, budaya, adat istiadat, pembangunan gedung gereja, dan sebagainya. Penerapan nilai spiritual ini semakin bertumbuh seiring dengan pengalaman dan perjalanan hidup mereka sampai sekarang ini. Keteladanan seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam setiap sendi kehidupan manusia, secara khusus untuk mengembangkan pariwisata spiritual di Palasari. Memang harus diakui bahwa 111

128 hampir semua orang di dunia ini banyak yang berminat menjadi pemimpin. Untuk menjadi pemimpin sebagian orang menghalalkan berbagai macam cara untuk dapat meraihnya. Menjadi seorang pemimpin bukan sesuatu yang harus direbut dari seseorang ataupun dari lembaga tertentu, tetapi panggilan batin yang membutuhkan pengorbanan serta pelayanan yang maksimal. Keteladanan seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam setiap sendi kehidupan manusia. Menjadi seorang pemimpin bukan sesuatu yang harus direbut, tetapi keterpanggilan batin yang membutuhkan pengorbanan dan pelayanan yang maksimal. 7.4 Peran Pemimpin Menuju Perubahan Kawasan Palasari yang terkenal angker, hutan lebat yang tidak berpenghuni, penyakit malaria ganas, dan akses jalan yang sulit tentu bukanlah pekerjaan yang mudah bagi setiap pemimpin masa kini. Kenyataan inilah yang harus dihadapi oleh para pemimpin yang ada di Palasari pada waktu itu. Pekerjaan yang sulit ini pun dibutuhkan peran pemimpin yang religius, inovatif, serta memiliki visi-misi untuk menuju perubahan yang lebih baik. 112

129 Dengan berpedoman kepada kepemimpinan Tuhan Yesus, maka setiap pemimpin di daerah ini memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak pernah mengenal lelah. Menurut Andi (Lugo, 2009: ) seorang pemimpin ideal yang dapat membuat sebuah perubahan pada negaranya atau suatu wilayah harus memiliki 5 (lima) ciri khusus, yaitu: 1. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang menyerahkan nyawanya demi rakyatnya. 2. Pemimpin yang cerdas ialah menjadi sahabat rakyatnya. 3. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang memiliki integritas. 4. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang tegas dan memiliki keberanian moral. 5. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang melayani orang yang dipimpinnya. Kelima ciri pemimpin di atas sesungguhnya merupakan ciri khas dari kepemimpinan Tuhan Yesus. Memang sangat sulit untuk mencari figurfigur pemimpin yang cerdas serta berintegritas pada saat ini. Akan tetapi, tidak salah jika kita melihat salah satu contoh figur seorang pemimpin yang hampir sama dengan kepemimpinan Tuhan Yesus yaitu kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 113

130 Kepemimpinan mereka perlu ditiru dan diteladani oleh semua pemimpin di Indonesia saat ini. Sekalipun mereka mendapat tekanan, fitnah, dan penghinaan dari beberapa pihak, namun mereka tetap memberikan kualitas terbaik selama kepemimpinannya. Selama kepemimpinan Jokowi maupun Ahok menunjukkan sikap seorang pemimpin yang melayani, penuh ketulusan, dan kejujuran. Lebih penting untuk diingat bahwa sejauh ini mereka bebas dari KKN (kurupsi, kolusi, dan nepotisme). Kendati Jokowi beragama Islam namun tersirat prinsip-prinsip kepemimpinan serta pelayanan Tuhan Yesus dalam kepemimpinannya selama ini. Apalagi Ahok yang beragama Kristen tentu harus selalu berpedoman pada kepemimpinan dan pelayanan Tuhan Yesus tersebut. Demikian pula dalam setiap pribadi pemimpin yang ada di Desa Palasari harus memiliki jiwa dan prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus. Prinsip kepemimpinan ini dimulai dari Pastor selaku tokoh agama, Kepala Desa, tokoh masyarakat, pelaku usaha (pariwisata), dan semua anggota masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Dengan kerjasama serta visi-misi yang jelas, maka Desa Palasari sampai hari ini telah mengalami perubahan yang signifikan baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya. Dengan adanya perubahan ini maka anggota masyarakatnya maupun wisatawan yang berkunjung di daerah tersebut merasa 114

131 Figur seorang pemimpin yang hampir sama dengan kepemimpinan Tuhan Yesus yaitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sekalipun mereka mendapat tekanan, fitnah, dan penghinaan, namun mereka tetap memberikan kualitas terbaik selama kepemimpinannya. Mereka menunjukkan sikap seorang pemimpin yang melayani, penuh ketulusan, kejujuran, dan bebas dari tindakan KKN. senang dan nyaman dalam melaksanakan wisata spiritualnya seperti berdoa dan beribadah di gereja. Perubahan yang terjadi di Desa Palasari dari daerah angker dapat berubah menjadi destinasi wisata spiritual waktu dan kerja keras seorang pemimpin. Peranan pemimpin dalam melakukan sebuah transformasi sangat diperlukan. Pemimpin merupakan aktor penggerak atau motivator yang baik bagi lembaga pemerintahan desa maupun pemerintahan gereja. Kehadiran seorang pemimpin dapat memberikan semangat untuk terus berjuang, sehingga mampu merubah nasib anggota masyarakatnya. Memiliki pemimpin yang transformatif serta spiritual tentu membawa perubahan besar dalam seluruh aspek hidup masyarakatnya. Bukan saja transformasi secara ekonomi, sosial, seni, dan budaya, 115

132 tetapi juga transformasi terhadap pengembangan daya tarik wisata spiritual pada suatu wilayah. Peran sentral seorang pemimpin yang transformatif dan spiritual ternyata menjadi cikal bakal perubahan pada kawasan Palasari tersebut. Oleh sebab itu, kepemimpinan yang transformatif dan spiritual menjadi modal penting bagi pembangunan masyarakat Indonesia secara keseluruhan dan Palasari pada khususnya. Memiliki pemimpin yang transformatif serta spiritual tentu membawa perubahan besar dalam seluruh aspek hidup masyarakatnya. Bukan saja transformasi secara ekonomi, sosial, seni, dan budaya, tetapi juga transformasi terhadap pengembangan daya tarik wisata spiritual pada suatu wilayah. 116

133 BAB VIII MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI 8.1 Dasar Motivasi Wisatawan Motivasi merupakan hal yang paling mendasar dalam mempelajari pariwisata maupun wisatawan. Motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun kadang tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Pitana dan Gayatri, 2005). Pada dasarnya motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan (need) dari diri manusia. Jika kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya. Motivasi inilah yang mendorong wisatawan untuk memilih suatu daya tarik wisata yang akan dikunjunginya seperti daya tarik wisata spiritual di Desa Palasari. Motivasi wisatawan domestik maupun mancanegara untuk mengunjungi daya tarik wisata di Desa Palasari sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian kami pada tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah wisatawan (domestik dan mancanegara) yang berkunjung ke daerah ini sekitar orang. Dengan mengambil sampel penelitian pada pengunjung 117

134 Motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan diri manusia. Jika kebutuhan yang pa ling dasar sudah terpenuhi maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya seperti berwisata. Motivasi inilah yang mendorong wisatawan untuk memilih suatu daya tarik wisata spiritual di Desa Palasari sampai saat ini. pada bulan Januari 2014 yang berjumlah 30 orang, maka sekitar 6,7% bermotivasi untuk meningkatkan pengetahuan, sekitar 3,3% bermotivasi untuk mempelajari keterampilan baru, sekitar 3,3% untuk mendapatkan pengalaman tentang budaya baru, sekitar 3,3% bertujuan untuk melihat-lihat (mengamati), sekitar 6,7% untuk tujuan nostalgia, dan sekitar 10% untuk spiritual fulfillment. Motivasi untuk berwisata spiritual tentu sangat mendasar karena kawasan ini merupakan tempat ibadah yang memiliki sejarah kehidupan umat Katolik yang menarik dan unik. Selanjutnya, wisatawan domestik maupun mancanegara datang ke daerah ini karena memiliki motivasi adanya suasana romantik sekitar 3,3%, sekitar 6,7% bermotivasi karena masyarakat lokalnya yang menarik dan ramah, sekitar 6,7% bermotivasi karena adanya kehidupan masyarakat yang unik dan berbeda 118

135 dari yang lain, sekitar 6,7% bermotivasi karena suasana yang eksotik, sekitar 6,7% bermotivasi karena cuaca (iklim) yang sejuk, sekitar 3,3% bermotivasi untuk fotografi, sekitar 6,7% bermotivasi untuk memancing di bendungan, sekitar 13,3% bermotivasi karena melihat bangunan dan tempat sejarah, dan sekitar 13,3% menyatakan motivasinya untuk melihat atraksi seni dan budaya. Apabila dicermati dengan baik bahwa motivasi wisatawan yang datang ke daerah ini didominasi dengan tujuan untuk spiritual fulfillment sekitar 10%, melihat bangunan dan tempat sejarah sekitar 13,3%, dan melihat atraksi seni dan budaya sekitar 13,3%. Ketiga motivasi ini merupakan satu aspek mendasar dari pariwisata spiritual. Sebab, kawasan wisata di Desa Palasari memiliki ciri khas tersendiri serta terpadu dengan nilai-nilai agama, seni, budaya, dan adat istiadat masyarakat Bali pada umumnya. Berdasarkan pengakuan wisatawan domestik yang bernama Deasy Anita Sari seorang pelajar dari Malang yang mengatakan: Saya mengunjungi Desa Palasari karena ingin mengetahui budaya Bali yang masih dilestarikan baik dari dekorasi gerejanya yang mendapatkan sentuhan budaya Bali maupun dalam prosesi misa di gereja tersebut. 119

136 Hal senada juga diungkapkan oleh wisatawan yang berasal dari Perancis bernama Michele Baughman yang menyatakan bahwa motivasinya berkunjung ke Desa Palasari adalah karena adanya atraksi seni dan budaya yang dipadukan dengan nilai-nilai agama Katolik. Berikut pernyataan wisatawan tersebut: I Have heard very often of Palasari Village about church s uniqueness. Therefore I am curious to see this place on my own. I really interested on it s culture, attraction, especially spiritual performance such as Balinese choir, angel dance that usually performed on spiritual event like Easter and Christmas. Sementara Agus Prasetyo seorang guru agama Kristen Katolik yang berasal dari Malang Motivasi memiliki motivasi dalam menambah wawasan ketika mengajar siswanya di sekolah. Ketertarikannya didasarkan pada sejarah serta keunikan Gereja Katolik tersebut. Dia menyatakan bahwa: Motivasi saya datang ke sini karena tertarik dengan sejarah dan keunikan Gereja Katolik Desa Palasari yang menjadi wisata rohani, sehingga dalam saya mengajar agama Kristen Katolik kepada anak didik di sekolah, saya bisa membagikan pengalaman saya yang sudah mengunjungi langsung Gereja Katolik Hati Kudus Yesus. 120

137 Berdasarkan hasil wawancara kepada wisatawan domestik maupun mancanegara di atas menunjukkan bahwa motivasi yang mendorong mereka untuk berkunjung ke Desa Palasari merupakan salah satu bentuk kecintaan terhadap agama, seni, dan budaya yang ada di Bali. Sikap ini sekaligus sebagai salah satu cara pelestarian seni dan budaya pada suatu daerah. Apabila semua elemen masyarakat mencintai seni dan budaya pada daerahnya maka dapat dipastikan akan menjadi daya tarik bagi setiap wisatawan. Pada umumnya, atraksi wisata dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu atraksi sumber daya alam dan atraksi buatan manusia. Atraksi sumber daya alam yaitu setiap ekosistem serta segala yang terdapat di dalamnya, sedangkan atraksi buatan manusia meliputi atraksi budaya (agama, budaya modern museum, galeri, seni, situs, arkeologi, bangunan) dan tradisi (kepercayaan, animisme budaya, festival) serta kegiatan olahraga (olimpiade, Motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Desa Palasari merupakan salah satu bentuk kecintaan terhadap agama, seni, dan budaya yang ada di Bali. Sikap ini sekaligus sebagai salah satu cara dalam melestarikan seni dan budaya Bali maupun daerah lain di Indonesia. 121

138 piala dunia, turnamen). Dengan melihat berbagai latar belakang pekerjaan dan motivasi wisatawan berarti kawasan Palasari memiliki daya tarik wisata yang unik dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Dengan melihat kembali teori hierarki kebutuhan setiap manusia menurut Maslow yang mengelompokkan motivasi menjadi empat kategori, yaitu: motivasi fisik, motivasi kebudayaan, motivasi pribadi, motivasi status atau prestise (McIntosh, 1986). Keempat motivasi inilah yang mendorong setiap wisatawan (domestik dan mancanegara) datang untuk berkunjung ke Desa Palasari. 8.2 Motivasi Fisik (Physical Motivators) Motivasi ini merupakan segala motivasi yang berhubungan dengan istirahat fisik, kenyamanan, olah raga, bersantai, serta kesehatan jasmani. Keseluruhan motivasi memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi ketegangan dan beban pekerjaan melalui aktivitasaktivitas yang berhubungan dengan faktor-faktor fisik. Salah satu contoh aktivitas fisik yang dimaksud dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 122

139 Gambar 8.1 Wisatawan memancing di Bendungan (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014) Motivasi yang bersifat fisik ini didukung dengan ketersediaan daya tarik wisata di Desa Palasari yaitu salah satunya Bendungan Palasari. Lokasi ini sangat cocok untuk bersantai bersama keluarga dengan menikmati hawa yang sejuk sambil mancing ataupun berkeliling di sekitar bendungan tersebut. Wisatawan datang ke tempat wisata Palasari sebagaimana dikemukakan sebelumnya menunjukkan bahwa hanya sekitar 3,3% yang bertujuan untuk melihat-lihat dan tujuan memancing sebanyak 6,7%. Kedua motivasi ini merupakan motivasi fisik karena berhubungan dengan kenyamanan, bersantai untuk menikmati keindahan daya tarik wisata di Palasari. Kendati motivasi ini presentase masih relatif kecil namum sangat bermanfaat bagi setiap wisatawan yang berkunjung di lokasi tersebut. 123

140 8.3 Motivasi Kebudayaan (Cultural Motivators) 124 Motivasi kebudayaan dalam hal ini adalah berkaitan dengan keunikan dan sejarah, tari-tarian, adat istiadat, dan berbagai aktivitas budaya lainnya yang terdapat di kawasan wisata Palasari selama ini. Setiap wisatawan yang datang ke daerah ini disuguhkan berbagai daya tarik wisata baik panorama alam, budaya, maupun spiritual. Kawasan Palasari adanya berbagai keunikan mulai dari sejarah pendirian Desa Palasari, keunikan gedung gereja, pementasan taritarian, dan adat istiadatnya yang bernuansa budaya Bali. Keunikan dan keindahan daerah ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 8.2 Gedung gereja dengan akulturasi budaya (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)

141 Motivasi wisatawan berkunjung ke Desa Palasari karena keinginan mendapatkan pengalaman tentang budaya baru, bangunan bersejarah, atraksi seni, dan budaya. Motivasi kebudayaan merupakan motivasi yang paling disukai oleh setiap wisatawan yang berkunjung ke Palasari. Wisatawan ini ingin mengetahui keanekaragaman seni dan budaya di Bali. Terlebih lagi memiliki keunikan tersendiri karena seni dan budaya Bali dipadukan dengan nilai-nilai kekristenan. Bisa dikatakan bahwa gereja Katolik atau kawasan Palasari inilah yang berusaha memadukan nilai seni budaya dengan nilai agama. 8.4 Motivasi Pribadi (Interpersonal Motivators) Motivasi yang bersifat pribadi mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru serta mengunjungi teman dan keluarga. Motivasi ini sebagai pelarian dari rutinitas hidup yang membosankan atau kesibukan pekerjaan. Dengan berwisata seperti ini dapat membangun pertemanan baru atau komunitas baru di sekitar kawasan wisata Palasari tersebut. 125

142 Gambar 8.3 Wisatawan berdoa di Goa Maria (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014) Dari seluruh total wisatawan yang berkunjung di Palasari ini pada tahun 2014 menunjukkan persentase yang beragam. Wisatawan yang berkeinginan mempelajari keterampilan baru sebanyak 3,3%, motivasi nostalgia sebanyak 6,7%, spiritual fullfiment sebanyak 10%, menikmati suasana romantik sebanyak 3,3%, kehidupan masyarakat lokal yang menarik dan ramah sebanyak 6,7%, kehidupan mayarakat yang unik dan berbeda dengan daerah lain sebanyak 6,7%, adanya suasana yang eksotik sebanyak 6,7%, dan adanya cuaca yang sejuk sebanyak 6,7%. Motivasi di atas merupakan suatu motivasi yang timbul secara pribadi agar terhindari dari berbagai rutinitas yang 126

BAB II PERKEMBANGAN PARIWISATA DI INDONESIA

BAB II PERKEMBANGAN PARIWISATA DI INDONESIA BAB II PERKEMBANGAN PARIWISATA DI INDONESIA 2.1 Penelitian Pariwisata P ariwisata merupakan pilar pembangunan nasional. Dengan adanya sektor pariwisata di Indonesia mampu membantu pemerintah dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

Lebih terperinci

BAB VIII MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI

BAB VIII MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI BAB VIII MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI 8.1 Dasar Motivasi Wisatawan M otivasi merupakan hal yang paling mendasar dalam mempelajari pariwisata maupun wisatawan. Motivasi merupakan trigger dari

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM PARIWIASTA

SUMBERDAYA ALAM PARIWIASTA SUMBERDAYA ALAM PARIWIASTA Pariwisata adalah salah satu sektor pembangunan yang dapat dilihat secara terpisah. Pembangunan di dalamnya juga terkait dengan sektor lain. Misalnya, pendidikan di bidang ini.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, telah menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai keunggulan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Tari Seni tari merupakan seni menggerakkan tubuh secara berirama, biasanya sejalan dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu gagasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

BAB IX PERSEPSI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI

BAB IX PERSEPSI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI BAB IX PERSEPSI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI P ersepsi wisatawan terhadap keunikan gereja Katolik di Palasari dihubungkan dengan teory The Tourist Qualities of Destination dari Burkart dan Medlik. Menurutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia wisata di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya tempat wisata yang berdiri dimasing-masing

Lebih terperinci

BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI

BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI 6.1 Kondisi Geografis Palasari D esa Palasari terletak di ujung barat Pulau Bali, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Jaraknya sekitar 20 menit dari pelabuhan penyeberangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa bagi negara yang cukup efektif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini terbilang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini menjadi fokus utama yang sangat ramai dibicarakan masyarakat karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh pembangunan

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pariwisata di Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka kesempatan kerja

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berbagai suku dan keunikan alam yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisatawan yang cukup diminati, terbukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh Menteri Pariwisata kepada Kompas.com, bahwa berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh Menteri Pariwisata kepada Kompas.com, bahwa berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi industri yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata terlihat dari munculnya atraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pariwisata dalam pembangunan Negara pada garis besarnya berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi sosial (penciptaan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panorama alam, keberadaan seniman, kebudayaan, adat-istiadat dan sifat religius

BAB I PENDAHULUAN. panorama alam, keberadaan seniman, kebudayaan, adat-istiadat dan sifat religius 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kemajuan pariwisata di Desa Adat Ubud menjadi kebanggaan yang patut disyukuri oleh seluruh lapisan masyarakat karena mempunyai keindahan panorama alam, keberadaan seniman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, emosional, individual, abadi dan universal. Sesuai dengan salah satu sifat seni yakni

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi salah satu sektor pembangunan yang terus digalakkan dalam meningkatkan perekonomian bangsa. Di Indonesia sektor pariwisata telah menjadi komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau dengan potensi alam dan budaya yang berbeda-beda antara satu pulau dengan pulau lainnya. Namun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Tinjauan penelitian sebelumnya sangat penting dilakukan guna mendapatkan perbandingan antara penelitian yang saat ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas yang sangat potensial. Pariwisata mempunyai pengaruh besar dalam membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fandeli (1995:37) mengemukakan bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek daya tarik wisata serta usaha-usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,

Lebih terperinci

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh:

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR Oleh: WINARSIH L2D 099 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan sektor paling strategis untuk menaikan atau menambah devisa bagi negara dan dapat membuka lapangan pekerjaan. Pariwisata merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata. Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri yang memiliki prospek dan potensi cukup besar untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianzb Pariwisata telah bergerak sangat cepat dan telah menjadi stimulus pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata adalah bidang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. YTH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan. pengembangan budaya bangsa dengan memanfaatkan seluruh potensi

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan. pengembangan budaya bangsa dengan memanfaatkan seluruh potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan yang kini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di dunia. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terus meningkat dan merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terus meningkat dan merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang sedang mengupayakan pengembangan kepariwisataan. Perkembangan kepariwisataan Indonesia terus meningkat dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padat sehingga orang akan mencari sesuatu yang baru untuk menghibur

BAB I PENDAHULUAN. padat sehingga orang akan mencari sesuatu yang baru untuk menghibur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keinginan manusia untuk berwisata akan terus meningkat sesuai peradabanan era modern. Hal ini disebabkan oleh rutinitas pekerjaan yang padat sehingga orang akan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam dan menarik untuk di kembangkan sebagai obyek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam dan menarik untuk di kembangkan sebagai obyek dan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Indonesia yang sangat strategis karena berada di dua benoa yakni Benoa Asia dan Benoa Australia sehingga Indonesia mempunyai iklim tropis dan hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau untuk mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah suatu fenomena yang kompleks karena banyak faktor yang berinteraksi, didukung berbagai fasilitas serta layanan yang melibatkan seluruh lapisan

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perekonomian masyarakatnya. Tidak heran jika dewasa ini banyak masyarakat bersikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya kegiatan perjalanan telah lama dilakukan oleh manusia. Di dalam hidupnya manusia selalu bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ciri itulah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan suatu daerah. Dengan pengelolaan yang baik, suatu obyek wisata dapat menjadi sumber pendapatan yang besar.menurut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH Keputusan pemerintah dalam pelaksanaan program Otonomi Daerah memberikan peluang kepada berbagai propinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan paparan pendahuluan yang menunjukkan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan paparan pendahuluan yang menunjukkan gejala-gejala 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan paparan pendahuluan yang menunjukkan gejala-gejala kesenjangan yang terjadi di lapangan dengan teori yang ada, maka dengan demikian perlu dilakukan penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang sudah terkenal sampai ke mancanegara dan memiliki kedudukan yang dapat disejajarkan dengan daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti PBB, Bank Dunia, dan World Tourism Organization (WTO) telah mengakui

BAB I PENDAHULUAN. seperti PBB, Bank Dunia, dan World Tourism Organization (WTO) telah mengakui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pariwisata merupakan aspek yang menjanjikan bagi sebuah negara secara umum dan khususnya bagi daerah lokasi wisata berada. Pariwisata menjadi aset penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan. manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan. manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami perubahan. Kegiatan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci