BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prosedur a. Pengertian Prosedur Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian prosedur. Setiap ahli memberikan pengertian yang beragam berdasarkan ilmu yang mereka pelajari disertai dengan asumsi dan persepsi yang digambarkan dalam pendapatnya masing-masing. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:703), menyatakan bahwa : Prosedur adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktifitas, metode langkahdemi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem Menurut Moekijat dalam buku Ida Nuraida Manajemen Administrasi Perkantoran (2008:53) Mengemukakan bahwa : Prosedur perkantoran adalah urutan langkah-langkah atau pelaksanaanpelaksanaan pekerjaan dimana pekerjaan tersebut dilakukan, berhubungan dengan ada yang dilakukan, bagaimana melakukanya, bilamana melakukanya, dimana melakukanya dan siapa melakukanya Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan a) Metode-metode yang dibutuhkan untuk menangani aktivitas-aktivitas yang akan datang b) Urutan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu c) Pedoman untuk bertindak Menurut MC Maryati dalam bukunya Manajemen Perkantoran Efektif (2008:43) Mengemukakan bahwa : Prosedur adalah serangkaian dari tahapan-tahapan atau urutan-urutan dari langkah-langkah yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menurut The Liang Gie dalam buku Kamus Administrasi Perkantoran (2000:187) Mengemukakan bahwa :

2 Prosedur adalah suatu rangkaian metode yang telah menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang merupakan suatu kebulatan. Misalnya prosedur membuat surat pada suatu perusahaan. Dalam kegiatan ini terdapa suatu rangkaian ketentuan-ketentuan mengenai cara menyusun konsep suratnya, cara mengetiknya pada kertas surat, atau cara menkliknya kesemuanya telah pasti. Dari beberapa pendapat dan teori yang telah diuraikan diatas penulis dalam pengamatan ini menyimpulkan bahwa : Prosedur adalah urutan-urutan atau langkah-langkah yang telah menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang terencana sejak sejak permulaan sampai selesai. b. Pentingnya Prosedur Pentingnya prosedur dalam perkantoran menurut MC. Maryati dalam bukunya Manajemen Perkantoran Efektif (2008:43) mengemukakan bahwa : Prosedur kerja membuat pekerjaan kantor dapat dilaksanakan lebih lancar. Sehingga waktu penyelesaian lebih cepat. Prosedur kerja juga memberikan pengawasan lebih baik tentang apa dan bagaimana suatu pekerjaan telah dilakukan. Prosedur kerja menjadikan setiap bagian yang lain. Dengan adanya prosedur kerja maka pekerjaan dapat dikendalikan dengan baik, dan tentu saja hal tersebut akan membuat penghematan yang besar bagi perusahaan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya prosedur sebagai berikut: a) Mempersingkat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan kantor sehingga memberi keuntungan bagi perusahaan dalam penghematan waktu kerja pegawai b) Memberi pengawasan lebih baik kepada pegawai dalam prosedur kerja. c) Mengkoordinasi prosedur kerja dengan bagian yang lain. c. Manfaat Prosedur Menurut Ida Nuriada (2014:44) dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran, mengemukakan bahwa : Prosedur sangat bermanfaat bagi level manajerial maupun level nonmanajerial dalam melaksanakan fungsi manajemen di bagiannya masingmasing. Menurut Ida Nuraida (2008:36-37) mengemukakan bahwa:

3 Prosedur tertulis sangat bermanfaat bagi tingkat manajerial maupun non manajerial dalam melaksanakan fungsi manajemen pada setiap bagian/divisi. Manfaat prosedur tertulis antara lain : 1) Planning-Controlling a) Mempermudah dalam pencapaian tujuan. b) Merencanakan secara seksama mengenai besarnya beban kerja yang optimal bagi masing-masing pegawai. c) Menghindari pemborosan atau memudahkan penghematan biaya. d) Mempermudah pengawasan yang berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang sudah dilakukan, menilai apakah pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai dengan prosedur atau tidak. Apabila pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan prosedur maka perlu diketahui penyebabnya. Hal ini dilakukan sebagai bahan masukan dalam tindakan koreksi terhadap pelaksanaan atau revisi terhadap prosedur. Dengan adanya prosedur yang telah dibakukan maka dapat disampaikan proses umpan balik yang konstruktif 2) Organizing a) Mendapatkan instruksi kerja yang dapat dimengerti oleh bawahan mengenai : Bagaimana tanggung jawab setiap prosedur pada masingmasing bagian/divisi, terutama pada saat pelaksanaaan kegiatan yang berkaitan dengan bagian-bagian lain. Misalnya, bagian/divisi yang terlibat dalam inventarisasi barang-barang kantor suatu perusahaan adalah bagian sarana dan prasarana serta bagian keuangan. Bagaimana proses penyelesaian suatu pekerjaan. b) Dihubungkan dengan alat-alat yang mendukung pekerjaan kantor serta dokumen kantor yang diperlukan. c) Mengakibatkan arus pekerjaan kantor menjadi lebih baik dan lebih lancar serta menciptakan konsistensi kerja. 3) Staffing-Leading a) Membantu atasan dalam memberikan training atau dasar-dasar instruksi kerja bagi pegawai baru dan pegawai lama. Prosedur mempermudah orientasi pegawai baru. Sedangkan bagi pegawai lama, training juga diperlukan apabila pegawai lama harus menyesuaikan diri dengan

4 metode dan teknologi yang baru, atau mendapat tugas baru yang masih asing sama sekali. Dengan demikian pegawai akan terbiasa dengan prosedur- prosedur yang baku dalam suatu pekerjaan rutin di kantor yang berisi tentang cara kerja dan kaitannya dengan tugas lain. b) Atasan perlu mengadakan conselling bagi bawahan yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur. Penyebab ketidaksesuaian harus diketahui dan atasan dapat memberikan pengarahan yang dapat memotivasi pegawai agar mau memberikan kontribusi yang maksimal bagi kantor. c) Mempermudah pemberian penilaian terhadap bawahan. 4) Coordination a) Menciptakan koordinasi yang harmonis bagi tiap departemen dan antar departemen. b) Menetapkan dan membedakan antara prosedur-prosedur rutin dan prosedur-prosedur independen. 2. Kawasan Berikat a. Pengertian Kawasan Berikat Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER -17 /BC/2012 Pasal 1 Menyebutkan bahwa : Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER -17 /BC/2012 Pasal 1 Menyebutkan bahwa : Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya disingkat PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER -17 /BC/2012 Kegiatan Kawasan berikat adalah Pengolahan dan Penggabungan

5 a) Pengelolaan adalah kegiatan mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa Bahan Penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau budidaya flora dan fauna. b) Kegiatan Penggabungan adalah menggabungkan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi yang berasal dari impor, dari Kawasan Berikat lain, dan/atau dari tempat lain dalam daerah pabean. b. Penyelenggara Kawasan berikat Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER - 35/BC/2013 Pasal 3 Menyebutkan bahwa : Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Penyelenggaraan Kawasan Berikat dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Penyelenggara Kawasan Berikat melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat. Pengusahaan Kawasan Berikat dilakukan oleh: a) Pengusaha Kawasan Berikat; atau b) PDKB (Pengusaha Dalam Kawasan Berikat) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER -35/BC/2013 menyebutkan bahwa : Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain da lam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Kriteria barang untuk digabungkan sebagaimana dimaksud meliputi: a) Untuk melengkapi produk utama yang merupakan hasil produksi Kawasan Berikat dan/atau sebagai barang untuk keperluan promosi dalam kurun waktu tertentu; b) Nilai barang yang digabungkan tidak lebih besar dari nilai hasil produksi Kawasan Berikat;

6 c) Barang hasil penggabungan diekspor secara bersamaan dalam satu kemasan; dan d) Memperhatikan kewajaran jumlah dan jenis barang yang akan digabungkan c. Pengertian Subkontrak Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Lokasi kawasan berikat Nomor - 35 /BC/2013 Pasal 76 menyebutkan bahwa: Subkontrak adalah kerjasama satu perusahaan dengan perusahaan lain atau kegiatan penyerahan sebagian order ke perusahan lain dalam perjanjian kontrak dikarenakan adanya kendala teknis seperti masih terbatasnya kapasitas produksi perusahaan yang memberikan subkontrak sedangkan permintaan melebihi kapasitas produksi perusahaan yang bersangkutan. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mensubkontrakkan sebagian kegiatan pengolahan yang bukan merupakan kegiatan utama dari proses produksinya kepada: a) Memberikan pekerjaan subkontrak sebagian kegiatan pengolahan kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau kepada badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau b) Menerima pekerjaan subkontrak dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau dari badan usaha di tempat lain dalam pabean. daerah Dalam rangka pekerjaan subkontrak Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang menerima pekerjaan subkontrak dapat menambahkan barang untuk kepentingan pengerjaan subkontrak. Penambahan barang pada saat pengerjaan subkontrak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus memberitahukan data jenis dan jumlah barang yang akan ditambahkan pada saat pengajuan permohonan persetujuan pekerjaan subkontrak; b) Data jenis dan jumlah barang yang akan ditambahkan dicantumkan dalam perjanjian subkontrak; dan c) Data jenis dan jumlah barang yang ditambahkan pada hasil pekerjaan subkontrak diberitahukan dalam lampiran dokumen : Pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan

7 Pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya. d) Pemeriksaan awal atau penyortiran dan pemeriksaan akhir atau pengepakan, atas pekerjaan subkontrak harus dilakukan di Kawasan Berikat yang bersangkutan. Pekerjaan pemeriksaan awal meliputi pekerjaan pengecekan kualitas dan kuantitas barang saat pertama barang datang atau diterima. Pekerjaan penyortiran meliputi kegiatan pemisahan barang untuk di simpan di gudang bahan baku sebelum masuk proses produksi. Pekerjaan pemeriksaan akhir meliputi kegiatan kontrol kualitas hasil produksi Kawasan Berikat apakah layak untuk di ekspor. Pekerjaan pengepakan meliputi kegiatan pengemasan hasil produksi Kawasan Berikat. e) Barang hasil subkontrak harus dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan. Sesuai Peraturan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor - 35/BC/2013 Pasal 77 Menyatakan bahwa : Pengolahan sebagian Kegiatan Pengolahan yang bukan merupakan kegiatan proses produksinya kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB di tempat lain dalam daerah pabean yang disebut juga Pekerjaan Subkontrak. Pelaksanaan pekerjaan subkontrak paling lama jangka waktunya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan subkontrak sampai dengan barang hasil subkontrak dimasukan kembali ke Kawasan Berikat. 3. Prosedur Subkontrak Kawasan Berikat Ke Kawasan Berikat Lain a. Pengajuan Permohonan Subkontrak memperoleh izin Subkontrak Dari KB ke KB Lainnya Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor -35 /BC/2013 Pasal 77 Menyebutkan bahwa : Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memberikan pekerjaan subkontrak dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan subkontrak sampai dengan barang hasil subkontrak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat,setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. Jangka waktu tidak dapat diberikan perpanjangan. Untuk mendapatkan persetujuan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan

8 Agar Permohonan perijianan subkontrak dapat segera diselesaikan maka persyaratan berikut ini harus terpenuhi : 1) Surat Permohonan persetujuan subkontrak kurang dari 60 (enam puluh) hari ke TLDDP (Tempat Lain Dalam Daerah Pabean) 2) Surat Perjanjian Kontrak Kerja yang telah ditandatangani kedua belah pihak di atas materai. Kedua perusahaan yang mengadakan perjanjian pekerjaan subkontrak tersebut. a). Uraian pekerjaan yang dilakukan b). jangka waktu pekerjaan subkontrak; dan c). data konversi pemakaian barang dan/atau bahan, meliputi: i. Data jumlah barang dan/atau bahan yang akan disubkontrakkan. ii. Data jumlah barang dan/atau bahan yang akan ditambahkan oleh penerima subkontrak iii. Data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak; dan iv. Data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan 3) Surat Penetapan sebagai PDKB (Pengusaha Dalam Kawasan Berikat) dari menteri keuangan yang masih berlaku. Surat Pernyataan sanggup membayar jaminan, ditandatangani di atas materai. 4) Surat Ijin Usaha Perusahaan TLDDP dari Instansi terkait yang masih berlaku Atau fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB atau fotokopi izin badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan menerima pekerjaan subkontrak. 5) Konversi Bahan baku terhadap barang jadi. Konversi adalah bahan baku yang perhitungannya harus sesuai dengan beratnya dari hasil produksi dari perhitungan berat tersebut. Misal berat barang adalah satu ton akan menjadi 500 buah setelah diproduksi. 6) Flow Chart/Alur Produksi perusahaan. Perusahaan harus memberikan bagan atau gambar dengan alur produksi yang sesuai ketentuan sesuai Perusahaan. b. Pengeluaran Barang dan/atau Bahan Dari Kawasan Berikat Ke Kawasan Berikat Lain

9 Pada pengeluaran barang dari Kawasan Berikat (KB) ke Kawasan Berikat (KB) Lain Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor - 57 /BC/2011 yaitu Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain yang merupakan penerima pekerjaan subkontrak menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain (BC 2.7): 1) Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya yang akan mengeluarkan barang dan/atau bahan dalam rangka pekerjaan subkontrak ke Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain membuat dokumen pemberitahuan pengeluaran barang (BC.2.7)untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya dan menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat dengan dilampiri: a) Surat persetujuan subkontrak b) Dokumen pelengkap pabean (Packinglist,Invoice)+Surat Jalan c) Perjanjian subkontrak. 2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menerima dan memberi nomorpendaftaran, tanggal danstempel jabatan pada dokumen pemberitahuan pengeluaranbarang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya (BC.2.7)kemudian menunjuk Petugas Bea dan Cukai agar dilakukan pemeriksaan fisikberdasarkan manajemen risiko. 3) Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat melakukan pemeriksaan fisik berdasarkanmanajemen risiko dan mencatat hasil pemeriksaan pada dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke TempatPenimbunan Berikat lainnya(bc.2.7). Setelah selesai melakukan pengawasan stuffing dan penyegelanpada petikemas/kemasan atau sarana pengangkut, nomor dan jenis segel dicatat padadokumen pemberitahuan dimaksud dan selanjutnya menyerahkan kembali dokumen tersebut kepada PKB/PDKB 4) Petugas Bea dan Cukai dapat mengambil sampel/potongan atau foto atas barang yang akan disubkontrakkan untuk memudahkan pengecekan pada

10 saat pemasukan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak ke Kawasan Berikat. 5) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat meneliti hasil pemeriksaan. Apabila sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat memberikan persetujuan keluar pada dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut daritempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya(bc.2.7), kemudian menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud kepadapengusaha Kawasan Berikatatau PDKB atau kuasanya, untuk pengeluaran barang. 6) Petugas Bea dan Cukai di pintu Kawasan Berikat mencocokkan terhadap petikemas/kemasan atau sarana pengangkut serta keutuhan segel. Selanjutnya membubuhkancap SELESAI KELUAR dan mencantumkan nama, tanda tangan, tanggal dan jampengeluaran pada dokumen pemberitahuan dimaksud dan selanjutnya mengirim kembali copy dokumen pemberitahuan tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat. 7) Pejabat Bea Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menyimpan copy dokumen pemberitahuan untuk dipergunakan kembali pada waktu pemasukan barang hasil pekerjaan subkontrak ke Kawasan Berikat dan menyerahkan berkas dokumen pemberitahuan kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk diarsipkan. c. Pemasukan Barang dan/atau Bahan Dari Kawasan Berikat (KB) Ke Kawasan Berikat (KB) Lainnya Pada pemasukan barang Kawasan Berikat (KB) ke Kawasan Berikat (KB) Dokumen yang digunakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor - 57 /BC/2011 yaitudokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) Dengan prosedur sebagai berikut: 1) Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya yang akan memasukkan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan ke Kawasan Berikat membuat dokumen pemberitahuan

11 pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) dan menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat dengan dilampiri: a) Surat persetujuan subkontrak b) Dokumen pemberitahuan pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) yang dipergunakan untuk pengeluaran barang dalam rangka pekerjaan subkontrak; c) Perjanjian subkontrak d) Dokumen pelengkap pabean. 2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menerima dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) dan memberi nomor pendaftaran, tanggal dan stempel jabatan pada dokumen pemberitahuan dimaksud, dan menyampaikannya kepada Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya untuk pemasukan barang ke Kawasan Berikat. 3) Pada waktu pemasukan barang ke Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya menyerahkan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) kepada Petugas Bea dan Cukai di pintu Kawasan Berikat. 4) Petugas Bea dan Cukai di pintu masuk Kawasan Berikat mencocokan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) yang diterima dengan nomor petikemas/kemasan dan identitas sarana pengangkut, serta memastikan keutuhan segel: a) Apabila sesuai kemudian membubuhkan cap SELESAI MASUK dan mencantumkan nama, tanda tangan, tanggal dan jam pemasukan pada dokumen pemberitahuan dimaksud. b) Apabila tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan indakan pengamanan dan melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Kawasan Berikat atau unit pengawasan untuk penyelesaian lebih lanjut.

12 5) Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat yang mengawasi pemasukan barang melakukan pengawasan pembongkaran atau stripping dan penimbunan barang di Kawasan Berikat. 6) Dalam hal hasil pengawasan pembongkaran atau stripping menunjukan sesuai: a) Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang memberikan catatan tentang pemasukan barang yang meliputi hasil pengawasan pembokaran atau stripping, dan hal-hal lain tentang pemasukan barang. b) Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat. c) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menerima dokumen pemberitahuan dimaksud dari Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang. d) Berdasarkan dokumen pemberitahuan dimaksud yang telah diberi catatan pemasukan, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan penelitian dengan cara membandingkan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) pada saat pengeluaran barang dalam rangka subkontrak dengan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.7) yang diterima dari Petugas Bea dan Cukai. Apabila sesuai dan tidak melewati jangka waktu subkontrak, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat membubuhkan cap SETUJU TIMBUN pada dokumen. e) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menyimpan copy dokumen pemberitahuan dimaksud dan menyerahkan berkas dokumen pemberitahuan dimaksud kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk disimpan sebagai arsip. 7) Dalam hal hasil pengawasan pembongkaran atau stripping menunjukan tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan tindakan pengamanan dan melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Kawasan Berikat atau unit pengawasan untuk

13 penyelesaian lebih lanjut. Penggunaan barang tidak dapat dilakukan sebelum mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean. 4. Prosedur Subkontrak Kawasan Berikat (KB) Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) a. Pengajuan Permohonan Subkontrak Memperoleh Izin Subkontrak Kawasan Berikat (KB) Ke Tempat lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) Pada Pengajuan Permohonan Subkontrakdari Kawasan Berikat (KB) ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor -35 /BC/2013 bahwa Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memberikan pekerjaan subkontrak dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan subkontrak sampai dengan barang hasil subkontrak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. Jangka waktu tidak dapat diberikan perpanjangan. Untuk mendapatkan persetujuan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan: 1) Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya mengajukan permohonan persetujuan subkontrak kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat yang dilampiri dengan: a) Fotokopi izin usaha perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan menerima pekerjaan subkontrak. b) Perjanjian subkontrak. 2) Dalam hal permohonan Kepala Kantor Pelayanan Utama, atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat menerbitkan surat persetujuan subkontrak. 3) Prosedur Surat Permohonan dari KB ke Ke TLDDP meliputi: a) Surat Permohonan Harus di tandangani oleh orang yang berwenang b) Fotocopy izin usaha perusahaan industri/badan usaha di TLDDP yang akan menerima pekerjaan subkontrak

14 c) Surat perjanjian Surat perjanjian meliputi i. Uraian pekerjaan yang dilakukan ii. Jangka waktu pekerjaan subkontrak iii. Data konversi pemakaian barang dan/atau bahan yang meliputi: - Data jumlah barang dan/atau bahan yang akan di Subkontrakan - Data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak - Data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan 4) Surat penetapan sebagai PDKB (Pengusaha Dalam Kawasan Berikat) dari menteri keuangan yang masih berlaku. Surat ini adalah pernyataan sanggup membayar jaminan, ditandatangani di atas materai. 5) Perhitungan perkiraan barang /bahan sisa dan/atau potongan untuk pekerjaan yang menghasilkan sisa atau konversi bahan baku terhadap barang jadi. 6) Perhitungan Besarnya Bea Masuk, PPN (Pajak Perhitungan Nasional), PPh (Pajak Penghasilan), PPNBM (Pajak Perhitungan Barang Mewah) yang harus dibayar sebagai dasar perhitungan Jaminan. Sesuai barang, merk, jumlah, dan jenis barang dengan ketentuan pajak yang telah ditetapkan. 7) Flow Chart/Alur Produksi perusahaan. 8) Surat Pernyataan dari penerima pekerjaan subkontrak tentang kesediaanya untuk diaudit DJBC 9) Jika sudah lengkap dan benar, Petugas Beacukai mengkonsep surat persetujuan yang akan diteliti dan diberi Nota Pendapat yang ditanda tangani oleh kepala seksi 10) Setelah semua lengkap kepala kantor menerbitkan surat persetujuan. b. Pengeluaran Barang dan/atau Bahan Dari Kawasan Berikat (KB) Ke Tempat lain dalam daerah Pabean (TLDDP) Pada pengeluaran barang dari Kawasan Berikat (KB) ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) Dokumen yang digunakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor - 57 /BC/2011 yaituperusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.1) Pengeluaran barang dari

15 Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) adalah sebagai berikut: 1) Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya yang akan mengeluarkan barang dan/atau bahan dalam rangka pekerjaan subkontrak ke perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean menyerahkan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.1) yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kawasan Berikat dengan dilampiri: a) surat persetujuan subkontrak; b) dokumen pelengkap pabean; c) perjanjian subkontrak; dan d) Surat Tanda Terima Jaminan dari bendahara penerimaan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya. 2) Pejabat Bea dan Cukai di Kawasan Berikat menerima dan memberi nomor pendaftaran, tanggal dan stempel jabatan pada dokumen pemberitahuan kemudian menunjuk Petugas Bea dan Cukai agar dilakukan pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko. 3) Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat melakukan pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko dan pengawasan stuffing serta mencatat hasil pemeriksaan pada dokumen pemberitahuan dimaksud butir 1 dan selanjutnya menyerahkan kembali dokumen dimaksud kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat. 4) Petugas Bea dan Cukai dapat mengambil sampel/potongan atau foto atas barang yang akan disubkontrakkan untuk memudahkan pengecekan pada saat pemasukan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak ke Kawasan Berikat. 5) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat meneliti hasil pemeriksaan, memberikan persetujuan keluar pada dokumen pemberitahuan dimaksud kemudian menyerahkan dokumen pemberitahuan tersebut kepada Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya, untuk pengeluaran barang. 6) Petugas Bea dan Cukai di pintu Kawasan Berikat mencocokkan terhadap petikemas/kemasan atau sarana pengangkut. Selanjutnya membubuhkan cap SELESAI KELUAR dan mencantumkan nama, tanda tangan, tanggal dan

16 jam pengeluaran pada dokumen pemberitahuan selanjutnya mengirim kembali copy dokumen pemberitahuan tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat, dan copy dokumen pemberitahuan tersebut untuk perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean penerima pekerjaan subkontrak sekaligus sebagai dokumen pelindung pengangkutan. 7) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menyimpan copy dokumen pemberitahuan untuk dipergunakan kembali pada waktu pemasukan barang hasil pekerjaan subkontrak ke Kawasan Berikat dan menyerahkan berkas dokumen pemberitahuan tersebut kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk diarsipkan. c. Pemasukan Barang dan/atau Bahan Dari Tempat lain dalam daerah Pabean (TLDDP) Ke Kawasan Berikat (KB) Pada pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) ke Kawasan Berikat (KB) Dokumen yang digunakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor - 57 /BC/2011 yaitupenerima pekerjaan subkontrak adalah perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.2). Dalam hal Pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) adalah sebagai berikut: 1) Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya yang akan memasukkan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan ke Kawasan Berikat membuat dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.2) dan menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat dengan dilampiri: a) Surat persetujuan subkontrak b) Dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.1) yang dipergunakan untuk pengeluaran barang dalam rangka pekerjaan subkontra;

17 c) Perjanjian subkontrak d) Dokumen pelengkap pabean. 2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menerima dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.2) dan memberi nomor pendaftaran, tanggal dan stempel jabatan pada dokumen pemberitahuan dimaksud, dan menyampaikannya kepada Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya untuk pemasukan barang ke Kawasan Berikat. 3) Pada waktu pemasukan barang ke Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB atau kuasanya menyerahkan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.2) kepada Petugas Bea dan Cukai di pintu Kawasan Berikat. 4) Petugas Bea dan Cukai di pintu masuk Kawasan Berikat mencocokan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.2) yang diterima dengan nomor petikemas/kemasan dan identitas sarana pengangkut, serta memastikan keutuhan segel: a) Apabila sesuai kemudian membubuhkan cap SELESAI MASUK dan mencantumkan nama, tanda tangan, tanggal dan jam pemasukan pada dokumen pemberitahuan dimaksud. b) Apabila tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan indakan pengamanan dan melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Kawasan Berikat atau unit pengawasan untuk penyelesaian lebih lanjut. 5) Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat yang mengawasi pemasukan barang melakukan pengawasan pembongkaran atau stripping dan penimbunan barang di Kawasan Berikat. 6) Dalam hal hasil pengawasan pembongkaran atau stripping menunjukan sesuai: a) Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang memberikan catatan tentang pemasukan barang yang meliputi hasil

18 pengawasan pembokaran atau stripping, dan hal-hal lain tentang pemasukan barang. b) Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat. c) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menerima dokumen pemberitahuan dimaksud dari Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang. d) Berdasarkan dokumen pemberitahuan dimaksud yang telah diberi catatan pemasukan, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan penelitian dengan cara membandingkan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.1) pada saat pengeluaran barang dalam rangka subkontrak dengan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan (BC 2.6.2) yang diterima dari Petugas Bea dan Cukai. Apabila sesuai dan tidak melewati jangka waktu subkontrak, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat membubuhkan cap SETUJU TIMBUN pada dokumen. e) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menyimpan copy dokumen pemberitahuan dimaksud dan menyerahkan berkas dokumen pemberitahuan dimaksud kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk disimpan sebagai arsip. 7) Dalam hal hasil pengawasan pembongkaran atau stripping menunjukan tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan tindakan pengamanan dan melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Kawasan Berikat atau unit pengawasan untuk penyelesaian lebih lanjut. Penggunaan barang tidak dapat dilakukan sebelum mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean. B. Metode Pengamatan 1. Lokasi Pengamatan

19 Dalam melakukan suatu pengamatan memerlukan lokasi yang dijadikan objek untuk memperoleh data dan informasi. Lokasi yang dipilih sebagai tempat pengamatan adalah bagian Kantor Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta yang beralamatkan di JL. L.U. Adisucipto 36 Colomadu, Karanganyar, Surakarta Telp. (0271) Alasan penulis memilih lokasi tersebut berdasarkan atas pertimbanganpertimbangan, antara lain adalah sebagai berikut: a. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta sangat mendukung pengamatan ini, dengan memberikan ijin yang memungkinkan penulis mendapatkan data-data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang akan diamati. b. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta merupakan satu-satunya kantor yang mengawasi dan melayani bea dan cukai se-eks karesidenan Surakarta sehingga segala aktivitas tentang bea dan cukai terpusat di kantor tersebut. Maka dari itu penulis mendapat lebih banyak informasi mengenai subkontrak yang dapat diambil menjadi penunjang kelancaran dalam pembuatan tugas akhir c. Masalah yang dikaji sesuai dengan judul pengamatan, karena bagian Kantor Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta mempunyai aktivitas surat-menyurat,dan penataan dalam dokumen, sehingga perlu adanya kegiatan yang baik dan tepat agar penyelenggaraan kegiatan subkontrak terutama pada bagian Kantor Pelayanan Kepabeanan dan Cukai dapat berjalan dengan baik. d. Lokasinya mudah dijangkau dan cukup strategis. 2. Tujuan Pengamatan a. Penulis ingin mengetahui, mengerti dan memahami lebih jauh tentang Prosedur Subkontrak dari Kawasan Berikat (KB) Ke Kawasan Berikat (KB) Lainya atau Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta b. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta dapat memberikan ilmu pengetahuan tentang pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan cukai khususnya kegiatan subkontrak sehingga

20 sebagai penulis mendapat wawasan dan pengetahuan luas dalam hal tersebut melalui praktek kerja lapangan/magang selama 1 (satu) bulan di di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta 3. Jenis Pengamatan Pengamatan yang dilakukan pada bagian Kantor Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta adalah dengan menggunakan metode pengamatan deskriptif kualitatif, maksudnya dalam pengamatan ini dilakukan secara langsung dan mengamati segala kejadian yang ada pada perusahaan. Menurut H.B. Sutopo (2002:35), menyatakan bahwa : Karakteristik metodologi kualitatif memusatkan pada deskriptif yaitu penelitian kualitatif melibatkan kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari pada sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Jadi dalam mencari pemahaman penelitian kualitatif cenderung tidak memotong halaman cerita dan data lainnya dengan simbol-simbol angka. Peneliti berusaha menganalisa data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat. Dalam pengamatan ini penulis mendeskripsikan, memaparkan, menganalisa mengenai berbagai hal yang menjadi bahan pengamatan dengan cara menggali, menemukan fakta-fakta yang ada untuk kemudian data-data yang terkumpulkan dipaparkan. Penulis memfokuskan pengamatan pada Prosedur Subkontrak, karena inilah yang dapat dilihat dengan jelas dan nyata yang terjadi dilapangan. Keadaan tersebut akan dipaparkan dengan melihat pelaksanaan Prosedur Subkontrak di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta berdasarkan pertimbangan teoritis yang dikemukakan oleh para ahli. 4. Penentuan Sampel dan Sumber Data a. Penentuan Sampel Teknik penentuan sampel yang digunakan oleh penulis adalah Purposive Sampling. Menurut H. B Sutopo (2002:56), menyebutkan bahwa : Dalam penelitian kualitatif cuplikan yang diambil lebih bersifat selektif. Penulis mendasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan, keingintahuan

21 pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi, dan sebagainya. Sumber data disini tidak digunakan sebagai yang mewakili populasinya tetapi lebih mewakili informasinya, dalam purposive sampling, peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber. Maka dari pada itu penulis memilih informan Kepala Pelayanan Kepabeanan (PKC 1) dan Kepala Seksi Perbendaharaan yang mengetahui informasi dan masalah Prosedur Subkontrak secara mendalam. b. Sumber Data Menurut H.B. Sutopo (2002:49) menyebutkan bahwa : Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Data tidak akan diperoleh tanpa adanya sumber data. Betapapun menariknya suatu permasalahan atau topik pengamatan, bila sumber datanya tidak tersedia, maka ia tidak akan punya arti karena tidak akan bisa diteliti dan dipahami. Menurut Sutopo (2002:50), menyebutkan bahwa : Dalam Penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan narasumber di sini memiliki posisi yang sama, narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang minta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi ini, sumber data yang berupa manusia didalam pengamatan lebih tepat disebut sebagai informan daripada sebagai responden. Adapun sumber data yang digunakan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut: 1) Narasumber atau Informan Informan adalah objek penting dalam sebuah pengamatan. Informan adalah orang-orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi permasalahan yang akan di bahas, tanpa informan kita tidak akan mendapatkan informasi-informasi yang kita butuhkan. Dalam pengamatan deskriptif kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasi. Untuk memilih siapa yang menjadi narasumber, pengamat wajib memahami posisi dan informasi yang dimilikinya, sesuai dengan kebutuhan pengamatan. Hal ini disebut dengan istilah purposive sampling, yaitu pengamat cenderung memilih narasumber yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data tepat. Narasumber

22 atau informan yang dipilih penulis untuk mendapatkan data dan informasi adalah para pegawai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipa Madya Pabean B Surakarta. Penulis mendapatkan informasi tentang Prosedur Subkontrak dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa pegawai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipa Madya Pabean B Surakarta pada Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai yang memahami kegiatan subkontrak dan Seksi perbendaharaan yang memahami prosedur pengajuan dan penarikan jaminan dalam rangka subkontrak. 2) Peristiwa atau aktivitas Menurut H.B. Sutopo (2002:51), Data dan informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, penulis bisa mengetahui yang terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Penulis harus mengetahui dan memahami apa saja peristiwa, kejadian, dan aktivitas yang berupa kegiatan dalam Prosedur Subkontrak di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta 3) Dokumen dan arsip Menurut H.B. Sutopo (2002:54), menyebutkan bahwa : Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bersangkutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu yang berupa rekaman tertulis (gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu). Peristiwa-peristiwa yang telah lama dilakukan dan terjadi pada kantor bagian Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipa Madya Pabean B Surakarta bisa diteliti dan dipahami atas dasar kajian dari dokumen atau arsip-arsip sehingga penulis akan lebih mudah untuk melakukan pengamatan. 5. Teknik Pengumpulan data Sesuai dengan bentuk pendekatan pengamatan kualitatif dan sumber data yang akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, observasi dan dokumen. Untuk mengumpulkan data dalam kegiatan

23 pengamatan memerlukan cara tertentu, sehingga proses pengamatan berjalan dengan lancar. Atas dasar konsep tersebut maka ketiga teknik pengumpulan data di atas digunakan dalam pengamatan ini: 1) Wawancara Menurut H.B. Sutopo (2002:58), menyebutkan bahwa : Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan teknik wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam. Teknik wawancara ini merupakan teknik yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, terutama pada penelitian lapangan. Secara umum kita mengenal ada dua jenis teknik wawancara yaitu wawancara struktur dan wawancara tidak struktur yang disebut wawancara mendalam (indepth interviewing). Menurut Sutopo (2002:58), menyebutkan bahwa : Tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampau, dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang. Menurut Sutopo (2002:59), menyebutkan bahwa : Wawancara di dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti di dalam penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik wawancara mendalam. Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pernyataan yang bersifat open-ended, dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang di teliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Dalam tekhnik wawancara Penulis mendapatkan informasi tentang Prosedur Subkontrak dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa pegawai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipa Madya Pabean B Surakarta pada Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai yang memahami kegiatan subkontrak dan Seksi Perbendaharaan yang memahami prosedur pengajuan dan penarikan jaminan dalam rangka subkontrak. 2) Observasi Menurut H.B. Sutopo (2002:64), menyebutkan bahwa :

24 Teknik observasi di gunakan untuk menggali data dan yang berupa peristiwa, tempat, atau lokasi dan benda, serta rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung atau tidak langsung. Pada observasi ini dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan. Menurut H.B. Sutopo (2002:67), menyebutkan bahwa : Observasi berperan aktif. Tidak sebagaimana halnya dengan observasi berperan pasif, observasi berperan aktif ini merupakan cara khusus dan peneliti tidak bersikap pasif sebagai peneliti, tetapi memainkan sebagai peran yang memungkinkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitian, dengan mempertimbangkan akses yang bisa di perolehnya yang bisa di manfaatkan bagi pengumpulan data. Peneliti bahkan bisa beperan tidak hanya dalam bentuk berdialog atau bercakap-cakap yang mengarah pada pendalaman dan kelengkapan datanya, tetapi juga bisa mengarahkan peristiwa-peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan datanya. Dalam penulisan ini penulis mengadakan pengamatan secara langsung di bagian Kantor Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta. 3) Mengkaji dokumen Menurut Sutopo (2002:54), menyebutkan bahwa : Dalam mengkaji dokumen, peneliti sebaiknya tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha menggali dan menangkap maknanya yang tersirat dari dokumen tesebut. Oleh karena itu dokumen dan arsip bukan hanya menjadi sumber data yang penting bagi peneliti kesejarahan, tetapi juga dalam penelitian kualitatif pada umumnya. Menurut (H.B. Sutopo. 2002:69), menyebutkan bahwa : Teknik pengumpulan data dengan mempelajari dokumen-dokumen, peraturan-peraturan, laporan-laporan dan literature lainnya. Dengan teknik berguna juga untuk mengkaji kejadian-kejadian yang lampau. Teknik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan berbagai arsip yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, yaitu tentang Prosedur Subkontrak dari Kawasan Berikat (KB) Ke Kawasan Berikat (KB) Lainya atau Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe madya pabean B Surakarta 6. Teknik Analisis Data

25 Analisis data dilakukan untuk mengelola data sedemikian rupa sehingga dapat menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil pengamatan ini. Pada perkembangan terakhir sudah banyak yang mencoba menjelaskan proses analisis data secara rinci, meski masih beragam caranya namun dapat dipahami sesuai dengan sifat keterbukaan dan kelenturan metodologi ini. Data yang berupa deskripsi kalimat yang dikumpulkan lewat observasi dan wawancara, mencatat dokumen, dan lainlainnya, yang kemudian sudah disusun secara teratur, tetap merupakan susunan kata berupa kalimat yang amat besar jumlahnya sebelum siap digunakan dalam analisis akhir. Apa yang harus dilakukan penulis dengan data kalimat yang sangat banyak tersebut? Di sinilah proses analisis bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data perlu selalu diingat dan disadari. Hal yang juga penting dan perlu diperhatikan dan dipahami sebelum proses analisis akhir dilakukan adalah perlunya pengaturan data yang disesuaikan dengan cara analisisnya. Menurut H.B. Sutopo (2002:91). Dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami. Komponen-komponen dalam analisis data tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Reduksi Data Menurut H.B. Sutopo (2002: 91). Menyatakan bahwa : Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, sepanjang pelaksanaan penelitian. Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh dilapangan. Dalam menyusun ringkasan tersebut penulis juga membuat coding, memusatkan tema, menentukan batasbatas permasalahan, dan juga menulis memo. b. Sajian Data Menurut H.B. Sutopo (2002:92). Menyatakan bahwa Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan dan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca, akan bisa mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan penulis untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahamannya. c. Penarikan Simpulan dan Vefikasi Menurut H.B. Sutopo (2002:93), Menyebutkan bahwa :

26 Simpulan perlu di verivikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua yang timbul melintas pada pengamatan pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan. Verifikasi juga dapat berupa kegiatan yang dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian, misalnya dengan cara berdiskusi, atau saling memeriksa antar teman (terutama bila penelitian dilakukan secara kelompok untuk mengembangkan apa yang disebut konsesus antar sujektif). Verifikasi bahkan juga dapat dilakukan dengan usaha yang lebih luas yaitu dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Pada dasarnya makna data harus di uji validasinya supaya simpulan pengamatan menjad lebih kokoh dan dipercaya. Dari ketiga komponen tersebut, dapat dipadukan dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Setelah pengumpulan data berakhir, pengamatan bergerak diantara tiga komponen analisisnya. Proses analisis ini disebut model analisis interaktif, dapat digambarkan seperti berikut: Bagan 2.1 Teknik Analisis Data Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prosedur a. Pengertian Prosedur Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian prosedur. Setiap ahli memberikan

Lebih terperinci

2) Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama, atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat menerbitkan surat

2) Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama, atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat menerbitkan surat 60 BAB IV PEMBAHASAN A. Prosedur Subkontrak Kawasan Berikat (KB) Ke Kawasan Berikat (KB) Lain 1. Pengajuan Permohonan Subkontrak memperoleh izin Subkontrak Dari KB ke KB lainya Pada Prosedur memperoleh

Lebih terperinci

TLDDP ( Tempat Lain Dalam Daerah Pabean )

TLDDP ( Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini persaingan untuk mendapatkan pasar dunia semakin ketat. Oleh karena itu pemerintah berusaha untuk menciptakan iklim investasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 2 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 2 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 2 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus.

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. 3.1.1 Pengertian Kepabeanan Menurut UU No.17 Tahun 2006 Pasal

Lebih terperinci

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR - 57 /BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR - 57 /BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR - 57 /BC/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR - 57 /BC/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

TATACARA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN KEMBALI BARANG DAN/ATAU BAHAN KE DAN DARI PELAKSANA PEKERJAAN SUB KONTRAK

TATACARA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN KEMBALI BARANG DAN/ATAU BAHAN KE DAN DARI PELAKSANA PEKERJAAN SUB KONTRAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-10/BC/2011 TENTANG : PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-63/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENDIRIAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Prosedur Menurut MC Maryati (2008:43) prosedur diartikan sebagai berikut: Prosedur adalah serangkaian dari tahapan-tahapan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa

Lebih terperinci

TATACARA MEMPEROLEH PERSETUJUAN SEBAGAI PKB ATAU PKB MERANGKAP PDKB SETELAH FISIK BANGUNAN BERDIRI

TATACARA MEMPEROLEH PERSETUJUAN SEBAGAI PKB ATAU PKB MERANGKAP PDKB SETELAH FISIK BANGUNAN BERDIRI Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep- /BC/1997 Tanggal : Juli 1997 TATACARA MEMPEROLEH PERSETUJUAN SEBAGAI PKB ATAU PKB MERANGKAP PDKB SETELAH FISIK BANGUNAN BERDIRI 1. Pemohon

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah di SMK Negeri 9 Surakarta, berada di Jalan Tarumanegara, Banyuanyar, Banjarsari, Surakarta 57137.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -35/BC/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -35/BC/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -35/BC/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-57/BC/2011

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KASUS (Pendekatan Kualitatif)

PROPOSAL STUDI KASUS (Pendekatan Kualitatif) PROPOSAL STUDI KASUS (Pendekatan Kualitatif) Sistematika Proposal KuaLIttitatif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. FOKUS MASALAH C. RUMUSAN MASALAH D. TUJUAN PENELITIAN E. MANFAAT PENELITIAN BAB II

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

FASILITAS KB DAN KITE:

FASILITAS KB DAN KITE: FASILITAS KB DAN KITE: ALTERNATIF PEMANFAATAN FASILITAS IMPOR BAGI INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai I. Pendahuluan Industri yang hasil produksinya ditujukan

Lebih terperinci

FASILITAS KB DAN KITE:

FASILITAS KB DAN KITE: FASILITAS KB DAN KITE: FASILITAS KB DAN KITE: ALTERNATIF PEMANFAATAN FASILITAS IMPOR BAGI INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai I. Pendahuluan Industri yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Berdasarkan judul penelitian ini, maka penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 9 Surakarta, berada di Jalan Tarumanegara, Banyuanyar, Banjarsari,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif untuk menjelaskan mengenai efektivitas program peningkatan kualitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-15/BC/2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka Dan Metode Pengamatan

BAB II Tinjauan Pustaka Dan Metode Pengamatan BAB II Tinjauan Pustaka Dan Metode Pengamatan A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Prosedur Pada suatu kantor atau instansi, prosedur dibuat untuk membantu kelancaran dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengelolaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:657) pengelolaan didefinisikan sebagai berikut ini : a. Proses, cara, perbuatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2016 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2016 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2016 TENTANG TATACARA PELAYANAN PERIZINAN TRANSAKSIONAL DI KAWASAN BERIKAT SECARA ONLINE DIREKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIN. Hulonthalangi. Penetapan lokasi penelitian karena secara geografis mudah dijangkau

BAB III METODOLOGI PENELITIN. Hulonthalangi. Penetapan lokasi penelitian karena secara geografis mudah dijangkau BAB III METODOLOGI PENELITIN 3. 1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3. 1. 1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Kramat Kecamatan Hulonthalangi. Penetapan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permohonan dalam pengajuan jaminan bagi suatu perusahaan adalah kewajiban yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan pengolahan produk yang akan diekspor maupun

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 04 /BC/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 04 /BC/2014 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 04 /BC/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L No.942, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengembalian Bea Masuk. Impor Barang. Tujuan Ekspor. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor di pasaran global,

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-01/BC/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Prosedur Prosedur berasal dari salah satu kata dalam bahasa inggris, yaitu Procedure yang dapat diartikan sebagai cara atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 33/1996, TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT *34743 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1996 (33/1996) Tanggal: Sumber: Tentang: 4 JUNI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG TATALAKSANA PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, MEMUTUSKAN :

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-45/BC/2001 TANGGAL 31 JULI 2001 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PABEAN BARANG EKSPOR YANG MENDAPAT KEMUDAHAN EKSPOR Menimbang : DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Sebutan Vokasi Ahli Madya (A.Md) Program Diploma III Manajemen Administrasi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Sebutan Vokasi Ahli Madya (A.Md) Program Diploma III Manajemen Administrasi PROSEDUR SUBKONTRAK DARI KAWASAN BERIKAT (KB) KE KAWASAN BERIKAT (KB) LAINNYA ATAU TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN (TLDDP) PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SURAKARTA

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-14/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT UNTUK DIIMPOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur 1. Pengertian Prosedur Kegiatan administrasi kantor harus mempunyai pola kerja yang baik yang menunjang tujuan organisasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan salah satu program penunjang dari rencana pembangunan jangka

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan salah satu program penunjang dari rencana pembangunan jangka BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan kota Surakarta. Hal ini dikarenakan Dinas Kesehatan kota Surakarta merupakan Dinas yang berwenang dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-26/BC/2007 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di MAN I Surakarta yang beralamat di Jl. Sumpah Pemuda 25 Kelurahan Kadipiro Kecamatan

Lebih terperinci

TATAKERJA PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN EKSPOR BARANG DENGAN MENGGUNAKAN PEB BERKALA

TATAKERJA PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN EKSPOR BARANG DENGAN MENGGUNAKAN PEB BERKALA LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-151/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR TATAKERJA PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN EKSPOR BARANG DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 101/PMK.04/2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 101/PMK.04/2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 101/PMK.04/2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 291/KMK.05/1997 TENTANG KAWASAN BERIKAT MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Peneliti mengambil lokasi penelitian di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Pinilih Kelurahan Gumpang, Kecamatan Kartasura, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Jalan Balayudha kilometer 4,5 Palembang Sumatera Selatan. Alasan

BAB III METODE PENELITIAN. di Jalan Balayudha kilometer 4,5 Palembang Sumatera Selatan. Alasan BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 1 yang beralamatkan di Jalan Balayudha kilometer 4,5 Palembang Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam melakukan sebuah penelitian, diperlukan sebuah pendekatan/desain penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut memiliki landasan yang kokoh dilihat dari sudut metodologi

Lebih terperinci

, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta

, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta No. 2069, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pusat Logistik Berikat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 271/PMK.06/2015 TENTANG PUSAT LOGISTIK BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Prosedur a. Pengertian Prosedur Prosedur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah tahap-tahap untuk menyelesaikan suatu aktifitas.

Lebih terperinci

TATAKERJA PENERBITAN NIPER

TATAKERJA PENERBITAN NIPER LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR DAN PENGAWASANNYA TATAKERJA PENERBITAN NIPER A. Perusahaan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan menggunakan sebagian besar waktunya dalam mengumpulkan data secara langsung, dan data yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Nomor : KEP- 75 /BC/1996

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Nomor : KEP- 75 /BC/1996 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Nomor : KEP- 75 /BC/1996 T E N T A N G TATACARA PEMERIKSAAN PABEAN ATAS BARANG EKSPOR

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 Peraturan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Metode penelitian adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Metode penelitian adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Istilah lain metode di sini adalah suatu

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan tempat dimana penulisi melakukan kegiatan kerja praktek dan penulis ditempatkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

A. PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENARIKAN JAMINAN CUSTOM BOND 1. PENGAJUAN JAMINAN CUSTOM BOND

A. PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENARIKAN JAMINAN CUSTOM BOND 1. PENGAJUAN JAMINAN CUSTOM BOND BAB IV PEMBAHASAN Pengajuan Jaminan Custom Bond adalah fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kegiatan ekspor non-migas dengan penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KONSEP PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- /BC/20 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KONSEP PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- /BC/20 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KONSEP PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- /BC/20 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional memegang peranan penting dalam sejarah pembangunan di Negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA)

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA) Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA) Kuala Namu, 21 September 2016 Latar Belakang & Ruang Lingkup 1 Latar Belakang Adanya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-01/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PUSAT LOGISTIK BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

No. SOP: 16/TMPB/2016. Revisi Ke - Tanggal Penetapan 7 Desember Tanggal Revisi: -

No. SOP: 16/TMPB/2016. Revisi Ke - Tanggal Penetapan 7 Desember Tanggal Revisi: - No. SOP: 16/TMPB/2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B Standar Operasional Prosedur Bea Masuk,

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENERBITAN IJIN PEMBONGKARAN BARANG IMPOR DI LUAR KAWASAN PABEAN. Nomor : SOP/WBC.14/KPP.MP.02/1

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENERBITAN IJIN PEMBONGKARAN BARANG IMPOR DI LUAR KAWASAN PABEAN. Nomor : SOP/WBC.14/KPP.MP.02/1 Status Dokumen No. Distribusi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : SOP/WBC.14/KPP.MP.02/1 Disahkan oleh : Kepala KPPBC TMP B Samarinda Yudiyarto NIP 19720226 199603 1 001 SEJARAH PERUBAHAN DOKUMEN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Geyer yang terletak di Jalan Purwodadi-Solo Km 15 Geyer, Desa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 24 /BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti. 1 Pemilihan lokasi atau site selection

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti. 1 Pemilihan lokasi atau site selection BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah tempat yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian dan juga merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Menurut Pendapat Surakhmad (1980) Penelitian merupakan : kegiatan ilmiah guna menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN NIPER PEMBEBASAN DAN/ATAU NIPER PENGEMBALIAN

SURAT PERMOHONAN NIPER PEMBEBASAN DAN/ATAU NIPER PENGEMBALIAN 57 LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- /BC/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-13/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI TEMPAT

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KAWASAN BERIKAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KAWASAN BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 291 /KMK.05/1997 TENTANG KAWASAN BERIKAT KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Mengingat :

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEMUDAHAN IMPOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian adalah sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif karena penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan suatu keadaan yang sebenarnya atau

Lebih terperinci

TATAKERJA PENERBITAN NIPER

TATAKERJA PENERBITAN NIPER LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-141/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Lebih terperinci