Yustisia Ramadhani, Ditha Wiradhiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Yustisia Ramadhani, Ditha Wiradhiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok"

Transkripsi

1 KETENTUAN PENGECUALIAN DAN PEMBEBASAN DALAM UNDANG-UNDANG PERSAINGAN USAHA INDONESIA, SINGAPURA, THAILAND, MALAYSIA, DAN VIETNAM; SUATU ANALISIS KOMPARATIF DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Yustisia Ramadhani, Ditha Wiradhiputra Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok Abstrak Skripsi ini membahas ketentuan pengecualian dan pembebasan yang berlaku pada negara ASEAN yang telah memiliki undang-undang persaingan usaha. Hal ini dilakukan dalam rangka ASEAN Economic Community yang akan dihadapi oleh seluruh negara ASEAN pada Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif (normative legal research) dengan studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut dipakai untuk menjawab permasalahan; pertama pengaturan ketentuan pengecualian dan pembebasan yang ada pada masing-masing undang-undang persaingan usaha kelima negara, dan kedua perbedaan yang terdapat pada ketentuan pengecualian dan pembebasan diantara masing-masing negara. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa penting untuk dilakukan harmonisasi undang-undang persaingan usaha seluruh negara ASEAN, khususnya ketentuan mengenai pengecualian dan pembebasan. Karena hingga saat ini masih terdapat banyak perbedaan yang berkaitan dengan ketentuan pengecualian dan pembebasan pada undang-undang persiangan usaha negara-negara ASEAN. REGULATED PROVISIONS CONCERNING EXCLUSION AND EXEMPTION UNDER THE COMPETITION LAW OF INDONESIA, SINGAPORE, THAILAND, MALAYSIA, AND VIETNAM; A COMPARATIVE ANALYSIS IN THE FACE OF ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Abstract This thesis discusses about exclusion and exemption provisions that stipulated in the ASEAN countries that have had competition law. This things were done in the context of ASEAN Economic Community that will be face by 2015 in all ASEAN countries. This research is a juridicial-normative (legal normative research) with literature study. This research method was used to answer the problems: first exclusion and exemption provisions that stipulated in each competition law of the five countries, second the differences of the exclusion and exemption provisions on competition law between each countries. The result suggest that is important to do the harmonization of all ASEAN countries s competition law, especially the provisions about exclusion and exemption. Because untill now, there is still many differences that related with exclusion and exemption provisions in ASEAN countries s competition law. Keywords: ASEAN Economic Community, Business Competition, Exclusion, Exemption

2 Pendahuluan Demi meningkatkan perekonomian suatu negara, selain diperlukan kegiatan ekonomi di dalam negeri sendiri, perlu juga dilakukannya kegiatan ekonomi lintas negara. Philipp J.H. Schroder dalam Cartel Stability and Economic Integration, menemukan bahwa dengan adanya integrasi ekonomi, maka menjadikan pasar akan lebih pro terhadap persaingan, melalui penurunan biaya perdagangan tertentu (tarif, biaya asuransi, atau resiko nilai tukar) dan memperlemah upaya kartel (baik dalam hal kuantitas atau harga). 1 Integrasi ekonomi sendiri, menurut Tinbergen merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua pembatasan-pembatasan (barriers) yang dibuat terhadap bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintroduksi semua bentuk-bentuk kerjasama dan unifikasi. 2 Integrasi dapat dipakai sebagai alat untuk mengakses pasar yang lebih besar, menstimulasi pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nasional. Sejak beberapa tahun lalu, marak terjadinya globalisasi ekonomi hampir di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya kerjasama-kerjasama regional yang terjadi antar negara yang memiliki kedekatan secara geografis. Sebagai contoh dari kerjasama ekonomi regional yaitu, European Union, North American Facific Trade Agreement, dan Asia Pacific Economic Cooperation. Negara-negara di ASEAN tidak mau ketinggalan untuk mengembangkan negaranya melalui integrasi ekonomi dengan melakukan kerjasama ekonomi regional, yang diimplementasikan dengan melalui dibuatnya ASEAN Economic Community. ASEAN Economic Community atau yang dapat disingkat dengan AEC, telah direncanakan oleh negara-negara di ASEAN dalam waktu yang cukup lama. Para pemimpinpemimpin ASEAN telah mencanangkan rencana ini demi terselenggaranya laju perekonomian di wilayah ASEAN agar dapat berkembang pesat seperti Uni Eropa. Pada tanggal 15 Desember 1977 di Kuala Lumpur, para pemimpin negara ASEAN kembali memformulasikan ASEAN Vision 2020 yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata. Kemudian pada tahun 2003 disepakati tiga pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 ini, yang mana salah satunya adalah ASEAN Economic Community (AEC). Namun kemudian disepakati bahwa ASEAN vision 1 Deswin Nur, Integrasi Ekonomi dan Kebijakan Persaingan di Asia Tenggara Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha; Kompetisi, (Edisi 15, 2009), hlm Jan Tinbergen (was the first Nobel Laureate in Economics in 1969), International Economic Integration, (Amsterdam: Elsevier, 1954), hlm. 10.

3 akan dipercepat yaitu menjadi tahun AEC sendiri memiliki empat kerangka kerja atau pilar, yaitu: 3 1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi Internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas. 2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce. 3. ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan perkara integrasi ASEAN untuk negara-negara CLMV yang termuat dalam Initiative for ASEAN Integration. 4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan koheren dengan ekonomi diluar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Ketika AEC pada tahun 2015 berlangsung, akan terjadi perubahan yang cukup signifikan yang akan dialami oleh negara-negara anggotanya. AEC akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan langkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisiatif-inisiatif ekonomi yang telah ada; mempercepat integrasi kawasan dalam sektor-sektor prioritas; mempermudah pergerakan para pelaku usaha; tenaga kerja terampil dan berbakat; dan memperkuat mekanisme institusi ASEAN. 4 Memasuki era pasar bebas ASEAN, daya saing negara jelas sangat penting, kerangka hukum dan kebijakan persaingan yang mendorong dinamika persaingan di dalam negeri lebih intens lagi harus segera diimplementasikan. 5 Ketua KPPU, Nawir Messi, menyatakan bahwa tujuan dari AEC akan menjadi mengerikan apabila tidak ditunjang dengan hukum persaingan yang mampu memberikan aturan main yang jelas secara global kepada seluruh pelaku usaha. Undang-undang persaingan usaha biasanya berlaku secara umum, yaitu berlaku terhadap seluruh sektor ekonomi dan terhadap seluruh pelaku usaha yang melakukan segala 3 R. Winantyo, et al., Sjamsul Arifin, et al., ed., Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015; Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, (Jakarta:PT Elex Media Komputindo, 2008), hlm Kementerian Luar Negeri, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint), Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, 2010, hlm Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Menuju Pasar Bebas ASEAN, Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha, (2013), hlm. 7.

4 kegiatan ekonomi. Namun berdasarkan sistem nasional dan persyaratan konstitusi, beberapa sektor-sektor sensitif atau pelaku-pelaku usaha tertentu mungkin secara penuh atau sebagian, akan dikecualikan dari penerapan undang-undang persaingan usaha, dimana hal ini disebut sebagai pengecualian (exclusion). Selain itu, undang-undang persaingan usaha dapat juga memberikan pembebasan (exemption) terhadap ketentuan-ketentuan khusus dalam undang-undang persaingan usaha. 6 Penentuan tentang apa yang ditundukkan di bawah hukum persaingan usaha dan apa yang dikecualikan atau dibebaskan, merupakan kewenangan mutlak setiap negara. 7 Dengan begitu, apa yang dibebaskan atau dikecualikan di suatu negara belum tentu diperlakukan sama pula di negara lain. Adanya perbedaan ketentuan pengecualian pada setiap negara, maka akan menghasilkan pula perbedaan perlakuan terhadap suatu pelaku usaha di satu negara dengan negara lainnya. Seperti misalnya pelaku usaha yang melakukan suatu perjanjian atau kegiatan, namun pada negara A pelaku usaha tersebut tidak di hukum karena tindakannya dikecualikan. Ketika tindakan yang serupa dilakukan di negara B, pelaku usaha tersebut dihukum karena dianggap melanggar undang-undang persaingan usaha. 8 Dengan berlangsungnya ASEAN Economic Community (AEC), maka adanya perbedaan ketentuan hukum persaingan usaha pada negara-negara di ASEAN, menjadi penting untuk diperhatikan. Hal ini menjadi penting, karena ketika AEC berlangsung, maka semakin mudahnya pergerakan para pelaku usaha suatu negara untuk memasuki pasar pada negara ASEAN lainnya. Adanya perbedaan ketentuan pengecualian pada masing-masing negara ASEAN, dapat berpengaruh terhadap pergerakan para pelaku usaha tersebut. Sejauh ini, hanya lima negara ASEAN yang memiliki undang-undang persaingan usaha yang komprehensif, yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Maka dengan demikian, untuk mengetahui perbedaan ketentuan pengecualian di masingmasing negara ASEAN, dapat dilihat dari undang-undang persaingan usaha kelima negara tersebut. Bayu Krisnamurthi, mantan Wakil Menteri Perdagangan, menyatakan kebijakan persaingan merupakan bagian penting untuk mendukung perdagangan bebas dan meningkatkan daya saing suatu negara. 9 6 ASEAN Secretariat. Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2013), hlm Siswanto, Op.Cit., hlm Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk. Mohammad Reza (Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerjasama; Komisi Pengawas Persaingan Usaha), Pada tanggal 20 Oktober Publik Kian Dilibatkan dalam Persaingan Usaha (16 November 2011). Diakses pada 28 Agustus 2014.

5 Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan: 1) Bagaimanakah pengaturan ketentuan pengecualian dan pembebasan dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam? ; 2) Bagaimanakah perbedaan yang terdapat dalam ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam? Tinjauan Teoritis Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut: 1. ASEAN Economic Community adalah suatu konsep integrasi ekonomi yang dicanangkan Perdana Menteri Singapura, Goh Cok Tong yang di sepakati dalam Bali Concord II oleh pemimpin negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk menciptakan suatu komunitas ekonomi terintegrasi yang dapat menciptakan kondisi bagi arus barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja yang terampil untuk mengalir dengan bebas Pengecualian (exception/exclusion) adalah dikecualikan dari atau tidak menyesuaikan terhadap penggolongan, prinsip, dan aturan umum yang berlaku. (terjemahan bebas penulis atas excluded from or not conforming to a general class, principle, rule etc 11 ). 3. Pembebasan (exemption) adalah dimaafkan atau dibebaskan dari beberapa kewajiban yang mana hal lainnya yang serupa adalah tetap menjadi subjek dari undang-undang. (terjemahan bebas penulis atas excused or free from some obligation to which others are subject 12 ). 4. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang 10 ASEAN Economic Community Blueprint Preamble (2007), Association of South East Asian Nations. 11 R. Shyam Khemani, Application of Competition Law: Exemptions and Exceptions, United Nations Conference on Trade and Development (2002), hlm Ibid.,

6 dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha Pasar adalah lembaga ekonomi dimana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa. 14 Metode Penelitian Suatu kegiatan ilmiah berupa penelitian harus didasarkan pada suatu metode ilmiah yang sistematis dan berdasarkan pemikiran-pemikiran tertentu. Maka dalam hal ini penelitian harus dilakukan secara sistematis berdasarkan metode ilmiah. Dalam penelitian ini, bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian yuridis-normatif. 15 Penelitian yuridis-normatif adalah penelitian dengan menggunakan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan sekunder yang didasarkan kepada studi kepustakaan dan peraturan perundang-undangan terkait. 16 Bahan Pustaka yang dipergunakan adalah bahan pustaka yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri untuk menunjang terutama landasan teori terhadap pengaturan mengenai Persaingan Usaha. Jenis Data yang dipergunakan oleh penulis adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari studi kepustakaan. 17 Dalam pengambilan data, penulis mengambil dari berbagai literature berupa buku teks, jurnal ilmiah, maupun informasi yang diperoleh dari publikasi oleh pemerintah. Adapun jenis bahan hukum yang dipergunakan adalah: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat masyarakat, terdiri dari: Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B), Trade Competition Act B.E Tahun 1999, Malaysian Competition Act 2010, The Law on Competition (Law No. 27/2004). Competition Commission of Singapore Guideline; A Practical 13 Indonesia, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Ps. 1 Ayat Ibid., Ps. 1 Ayat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia/UI-Press, 1996), cet. 3, hlm Ibid., 17 Ibid., hlm. 52.

7 Guide to the Competition Act, Guideline of CCS Section 34 Prohibition, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 50 huruf h, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf d, Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 89/KPPU/III/2009 tentang Pedoman Pasal 51, Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 57/KPPU/ Kep/III/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b, dan Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 235/KPPU/ Kep/VII/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang merefleksikan penggunaan bahan hukum primer berupa buku, jurnal, makalah maupun artikel yang memuat pendapat ahli tentang masalah yang berkaitan dengan perbandingan ketentuan pengecualian dan pembebasan di Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, serta kaitannya dengan berlangsungnya ASEAN Economic Community. 3. Bahan Hukum Tersier, yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, Black Law s Dictionary, dan Oxford Dictionary. Sebagai alat pengumpulan data, penulis menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dengan menelaah berbagai bahan kepustakaan dan wawancara yang dilakukan terhadap narasumber. 18 Data yang ada dianalisis secara mendalam sehingga hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif-analitis. 19 Hasil ini memberikan gambaran secara lengkap terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini penggambaran tersebut dilakukan dengan metode perbandingan, dimana perbandingan dilakukan terhadap ketentuan pengecualian dan pembebasan yang terdapat dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, yang dalam hal ini diasumsikan bahwa undang-undang persiangan usaha negara-negara tersebut merupakan hal sejenis untuk dibandingkan seiring dengan kesepakatan dibentuknya integrasi ekonomi ASEAN. 18 Ibid., hlm Ibid., hlm. 69.

8 Hasil Penelitian Terdapat beberapa perbedaan yang ada antara satu negara dengan negara lainnya dalam memberikan pengecualian dan/atau pembebasan. Pertama, bahwa terdapat perbedaan dalam hal jumlah dan jenis kategori pengecualian dan/atau pembebasan yang diberikan. Kedua, bahwa terdapat perbedaan dalam hal memuat pengaturan ketentuan pengecualian dan/atau pembebasan, apakah secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha, dalam pedoman komisi persaingan, atau dimuat secara implisit. Ketiga, bahwa terdapat perbedaan mengenai diaturnya pengecualian saja, diaturnya pengecualian dan pembebasan, atau diaturnya pembebasan saja. Keempat, bahwa terdapat perbedaan dalam hal adanya ketentuan pengecualian dan/atau pembebasan yang diatur secara rinci dan ada ketentuan yang tidak diatur secara rinci. Kelima, bahwa pada kategori pengecualian atau pembebasan yang serupa, pengaturan di suatu negara ada yang lebih luas mencakupnya dan ada yang lebih sempit. Keenam, bahwa terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diberikannya pengecualian dan/atau pembebasan. Berikut ini akan ditunjukkan kategori pengecualian dan/atau pembebasan yang diatur oleh masing-masing negara, sehingga dapat terlihat perbedaan yang terdapat pada masingmasing negara dalam hal pemberian pengecualian dan/atau pembebasan. Tabel 1. Kategori Pengecualian dan Pembebasan yang Berlaku pada Negara-negara ASEAN No Subjek Pengecualian Indonesia Singapura Thailand Malaysia Vietnam 1. Joint Venture v 2. Berdasarkan Hukum Tertulis v v v 3. Hak Atas Kekayaan Intelektual 4. Waralaba v # v 5. Standar Teknis v v# # v 6. Keagenan v # 7. Penelitian dan Pengembangan 8. Perjanjian/Hubungan Internasional v # v 9. Kegiatan Ekspor v v 10. Usaha Kecil Menengah v v# v 11. Koperasi v v 12. Pemerintah dan/atau BUMN v v v v v

9 13. General Economic Interest v v 14. Kebijakan Publik v # # 15. Diatur dalam Undangundang lain 16. Kegiatan Tertentu v 17. Clearing House v 18. Perjanjian Vertikal v 19. Net Economic Benefit v # # 20. Merger tertentu v v v 21. Block Exemption v v 22. Prinsip Solidaritas v 23. Collective Bargaining v v v Keterangan: v : Kategori pengecualian diatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha. v# : Kategori pengecualian tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha, namun diatur dalam pedoman otoritas persiangan usaha. # : Kategori pengecualian tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha maupun pedoman otoritas persiangan usaha, namun subjek pengecualian tersebut diatur secara tidak langsung (seperti misalnya merupakan bagian dari pengecualian yang ada), atau hanya secara implisit diatur. : Kategori pengecualian tidak diatur dalam undang-undang persaingan usaha, namun dapat ditemukan hal yang serupa dengan subjek pengecualian tersebut. Pembahasan Pertama, bahwa terdapat perbedaan dalam hal jumlah dan jenis kategori pengecualian dan/atau pembebasan, dimana perbedaan jenis kategori dapat ditunjukkan dari tabel diatas. Bahwa tidak ada satupun jenis kategori pengecualian atau pembebasan, yang secara serentak diatur oleh kelima negara. Ada yang diatur oleh sebagian besar negara seperti Pemerintah dan/atau BUMN, ada yang diatur hanya oleh tiga negara, dua negara, bahkan ada yang hanya diatur oleh satu negara saja seperti prinsip solidaritas dan perjanjian vertikal. Perbedaan banyaknya kategori pengecualian yang terdapat dalam kebijakan persaingan usaha masing-

10 masing negara, berdasarkan atas kepentingan dari masing-masing negara tersebut yang berkaitan dengan sektor-sektor atau perjanjian dan/atau perbuatan yang dimaksud. Selain itu, hal ini akan kembali kepada apa yang sebenarnya menjadi alasan atau melatarbelakangi suatu pengecualian dan/atau pembebasan yang diberlakukan dalam area hukum persaingan usaha suatu negara. Di beberapa negara, hukum persaingan memiliki pengecualian untuk sejumlah perjanjian kerjasama antara perusahaan jika perjanjian dapat meningkatkan efisiensi ekonomi dan memotivasi pasar. Sebagai contoh, banyak negara memungkinkan perusahaan untuk bekerja sama di bidang penelitian dan pengembangan (R & D), pengembangan standar yang seragam terhadap suatu produk, untuk merangsang skala ekonomi dan mempromosikan kemajuan teknis dan teknologi yang membawa manfaat kepada konsumen dan seluruh perekonomian. 20 Berdasarkan sistem nasional dan persyaratan konstitusi, beberapa sektorsektor sensitif, seperti mengedepankan sektor pertanian atau pelaku-pelaku usaha tertentu, seperti BUMN atau perusahaan yang bergerak dalam sektor kebijakan publik, mungkin secara penuh atau sebagian dikecualikan dari undang-undang persaingan usaha. Selain itu adanya pembebasan yang diberikan terhadap perjanjian yang sebenarnya menghalangi persiangan, namun karena mereka berkontribusi terhadap tujuan khusus nasional, seperti pengembangan teknis, kesejahteraan konsumen, lingkungan, dan pengembangan usaha kecil menengah, maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab. 21 Selain itu, alasan-alasan perlunya pengecualian dalam hukum persaingan, diberlakukan untuk sesuatu yang bersifat dan berhubungan dengan sarana publik atau karena ada kebutuhan yang mendasar terhadap pengaturan jenis kegiatan, pihak maupun industri tertentu yang menyangkut kepentingan umum yang apabila dihitung secara ekonomi, proses produksi yang dilakukan oleh satu perusahaan saja akan mampu mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Selain itu, perlindungan terhadap pihak yang lemah dalam proses persaingan yang sangat keras, yang dapat mengakibatkan sebagian pelaku usaha tersingkir dari proses persaingan. 22 Hal-hal tersebutlah yang menjadi alasan dari sebagian besar pengecualian yang diberikan oleh negara-negara ASEAN. Mengenai perbedaan jumlah kategori, Indonesia memberikan pengecualian sebanyak 12 kategori, Singapura memberikan pengecualian/pembebasan sebanyak 16 kategori, 20 ASEAN, Review Report on Vietnam Competition Law, Op.Cit., hlm ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business 2013, (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2013), hlm Ningrum Natasya Sirait, et.al., ed., Sebastian Pompe, et.al., Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: The Indonesian Netherland National Legal Reform Program, 2010), hlm. 214.

11 Thailand memberikan pengecualian/pembebasan sebanyak 5 kategori, Malaysia memberikan pengecualian/pembebasan sebanyak 10 kategori, dan Vietnam memberikan pembebasan terhadap dua situasi yaitu pembebasan terhadap perjanjian tertentu dan konsentrasi pasar yang melebihi ambang batas, dengan memenuhi kategori selayaknya pengecualian/pembebasan negara lain sebanyak 7 kategori. Kedua, bahwa terdapat perbedaan dalam hal memuat pengaturan ketentuan pengecualian dan/atau pembebasan, dimana Indonesia mengatur seluruhnya secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya, Singapura mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya, dalam pedoman komisi persaingan (CCS Guideline), dan mengaturnya secara implisit, Thailand, Malaysia, dan Vietnam mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya dan mengaturnya secara implisit. Di Indonesia, pengecualian yang diberikan, seluruhnya disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya. Tidak ada pengecualian dan/atau pembebasan yang diatur secara tersendiri dalam peraturan atau pedoman komisi pengawas persaingannya. Selain itu tidak ada pengecualian dan/atau pembebasan yang diberikan secara implisit selayaknya Singapura. Hal ini akan dirasa lebih baik, karena tidak akan membingungkan para pelaku usaha dalam mengetahui perjanjian-perjanjian dan/atau perbuatan-perbuatan yang seperti apa, yang dapat dikecualikan dari cakupan kebijakan persaingan suatu negara. Terlebih lagi dengan berlangsungnya AEC, para pelaku usaha baru yang datang dari berbagai negara akan secara lebih bebas mengisi persaingan pada pasar negara lain. Maka dirasa cukup sulit bagi para pelaku usaha pendatang, untuk mengetahui perjanjian dan/atau perbuatan yang dikecualikan dalam negara tersebut, apabila ketentuan perjanjian dan/atau perbuatan yang dikecualikan tidak diatur pada satu peraturan perundang-undangan atau tidak diatur secara komprehensif. Ketiga, bahwa terdapat perbedaan mengenai diaturnya pengecualian saja, diaturnya pengecualian dan pembebasan, atau diaturnya pembebasan saja, dimana Indonesia hanya mengatur mengenai ketentuan pengecualian. Di Indonesia, apabila pelaku usaha yang melakukan perjanjian dan/atau perbuatan yang sebenarnya dilarang namun memiliki alasan pembenar, dan ingin meminta pembebasan, maka akan dikembalikan lagi ke dalam pasal 50. Yaitu apakah perjanjian dan/atau perbuatan yang dilakukan beralasan atau berkaitan dengan hal-hal yang telah ditetapkan dalam pengecualian pasal Sehingga tidak ada block exemption selayaknya Singapura dan Malaysia, atau pembebasan lainnya yang serupa dengan block exemption, selayaknya Thailand dan Vietnam. Singapura, Malaysia, dan Thailand 23 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk. Mohammad Reza (Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerjasama; Komisi Pengawas Persaingan Usaha), loc.cit.,

12 mengatur mengenai baik ketentuan pengecualian maupun pembebasan, dan Vietnam hanya mengatur mengenai ketentuan pembebasan. Hanya saja, alasan-alasan atau kategori yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan pembebasan, seperti memenuhi kategori perjanjian untuk meningkatkan daya saing UKM, standar teknis, dan kegiatan ekspor, pada akhirnya akan sama saja dengan pengecualian yang diberikan pada negara-negara lain, seperti Indonesia. Keempat, bahwa terdapat perbedaan dalam hal adanya ketentuan yang diatur secara rinci dan tidak diatur secara rinci. Sebagai contoh yaitu kategori pengecualian yang diberikan terhadap perjanjian dan atau perbuatan yang dilaksanakan berdasarkan hukum tertulis, dimana Indonesia mengatur bahwa yang dapat dikecualikan adalah undang-undang atau peraturan dibawah undang-undang dengan delegasi undang-undang, Malaysia hanya menyebutnya dengan legislative requirement, contoh mengenai pengecualian ini dimalaysia yaitu terhadap badan-badan profesional seperti the Board of Engineers sesuai dengan Notification of Scale of Fees for Housing Development Act 1997, dan Board of Architects sesuai dengan the Architects (Scale of Minimum Fees) Rules 1986, 24 namun tidak ada ketentuan bahwa rules yang dikecualikan harus dengan delegasi act, selayaknya indonesia. Berikutnya di Singapura menyebutnya dengan legal requirement, dimana dalam the third schedule paragraph 3, yang dimaksud dengan legal requirement yaitu written law. Sehingga hanya disebutkan pengecualian hanya diberikan berdasarkan hukum tertulis, dan belum ada ketentuan hukum tertulis seperti apa yang dapat dikecualikan. Contoh berikutnya yaitu pengecualian yang diberikan terhadap perjanjian yang menghasilkan Net Economic Benefit. 25 Dimana di Singapura dan Malaysia hanya menyebutkan adanya manfaat ekonomi yang lebih besar, yang dihasilkan dari suatu perjanjian. 26 Sedangkan di Vietnam, menyebutkan bahwa manfaat ekonomi yang lebih besar adalah manfaat terhadap konsumen. Kelima, bahwa pada kategori pengecualian yang serupa, pengaturan di suatu negara ada yang lebih luas mencakupnya dan ada yang lebih sempit. Sebagai contoh pemberian pengecualian/pembebasan terhadap usaha kecil menengah, dimana Indonesia hanya mengecualikan usaha kecil, sedangkan Vietnam dan Singapura membebaskan/ mengecualikan usaha kecil dan menengah. Contoh berikutnya yaitu pemberi pengecualian terhadap kegiatan ekspor, dimana di indonesia perjanjian dan perbuatan yang bertujuan ekspor dikecualikan 24 Caesar (Raslan Loong Advocate&Solicitor of Malaya), loc.cit., 25 Net Economic Benefit atau Perjanjian dengan manfaat ekonomi bersih, yaitu terdapat manfaat ekonomi yang lebih besar dari pada efek negatif yang ditimbulkan pada persaingan. 26 Singapore Competition Act, the Third Schedule section 9.

13 secara keseluruhan (asalkan tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri), sedangkan di Vietnam pengecualian terhadap ekspor hanya diberikan dalam kaitannya dengan konsentrasi ekonomi yang dihasilkan dari penggabungan perusahaan. 27 Sehingga bukan kegiatan ekspor itu sendiri yang dikecualikan, namun penggabungan perusahaan yang melebihi ambang batas dengan alasan peningkatan ekspor yang dapat dibebaskan. Contoh selanjutnya yaitu pemberian pengecualian terhadap keagenan. Dimana di Indonesia keagenan yang dikecualikan hanyalah keagenan dalam arti sempit, serta ciri-ciri yang telah dibatasi. 28 Sedangkan di Singapura tidak dibatasi pengertian dan ciri-cirinya, sehingga segala kegiatan keagenan adalah dikecualikan dari kebijakan persaingan Singapura. Contoh yang terakhir yaitu pemberian pengecualian terhadap penelitian dan pengembangan. Dimana di Indonesia mengaturnya secara sempit yaitu hanya mengecualikan penelitian saja, tidak seperti negaranegara lainnya yang mengecualikan penelitan dan pengembangan, 29 seperti halnya Malaysia. Keenam, bahwa terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diberikannya pengecualian/pembebasan. Sebagai contoh pemberian pengecualian terhadap usaha kecil atau usaha kecil menengah, dimana indonesia memberikan pengecualian terhadap usaha kecil dengan adanya syarat yang harus dipenuhi berupa kriteria kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan, 30 sedangkan Vietnam memberikan pengecualian terhadap usaha kecil menengah dengan syarat harus dipenuhinya berupa kriteria modal yang terdaftar dan rata-rata jumlah buruh pertahun yang telah ditentukan. 31 Contoh berikutnya yaitu pemberian pengecualian terhadap perjanjian dalam rangka keagenen, dimana di Indonesia perjanjian keagenan yang dikecualiakan harus memenuhi ciri-ciri yang ditetapkan dalam Pedoman KPPU, sedangkan Singapura tidak mensyaratkan apapun terhadap perjanjian dalam rangka keagenan, segala perjanjian dalam rangka keagenan dikecualikan tanpa syarat karena termasuk sebagai perjanjian vertikal, yang mana perjanjian vertikal tidak dilarang pada undang-undang persaingan usaha Singapura. Contoh berikutnya yaitu pemberian pengecualian terhadap Koperasi, dimana di Indonesia mengecualikan Koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya, sedangkan di Thailand, koperasi dikecualikan 27 Vietnam Competition Law, article Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 7 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf d tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan, hlm Knud Hansen, et.al., Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Law Conserning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition), cet. 2, (Jakarta: GTZ bekerjasama dengan PT. Katalis, 2002), hlm Indonesia (c), Undang-undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UU No. 20 Tahun 2008, LN No. 93 Tahun 2008, TLN No Decree 56/2009 / ND-CP, article 3.

14 dengan syarat bahwa koperasi lebih ditujukan untuk keuntungan dan kemanfaatan petani. Syarat yang berbeda juga terdapat dalam hal diberikannya pembebasan terhadap merger yang melanggar larangan merger dan pemberian pembebasan dalam block exemption. Kesimpulan 1. Ketentuan pengecualian yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia (Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) secara eksplisit yaitu berjumlah dua belas kategori pengecualian, yang terdiri dari joint, bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan, hak atas kekayaan intelektual dan waralaba, penetapan standar teknis produk, keagenan, penelitian, perjanjian internasional yang telah diratifikasi, ekspor, pelaku usaha yang usaha kecil, koperasi, serta monopoli oleh pemerintah. Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Singapura (Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B)) secara eksplisit yaitu berjumlah dua belas kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari pemerintah dan suatu badan yang ditentukan oleh undang-undang, kepentingan ekonomi umum, sesuai dengan persyaratan perundang-undangan, menghindari konflik dengan kewajiban internasional, kebijakan publik, diatur dalam undang-undang lain, aktivitas tertentu, clearing house, perjanjian vertikal, net economic benefit, pembebasan terhadap merger tertentu, pembebasan terhadap kategori perjanjian tertentu (block exemption). Selanjutnya pengecualian yang ditunjukkan dari Commission Competition of Singapore Guidelines. Pada CCS Guidelines menunjukkan bahwa kebijakan hukum persaingan usaha Singapura juga memberikan pengecualian terhadap usaha kecil dan menengah, penetapan standar teknis. Berikutnya terdapat pengecualian yang diberikan secara implisit, yaitu terhadap waralaba dan keagenan. Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Thailand (Trade Competition Act B.E Tahun 1999) secara ekplisit yaitu berjumlah tiga kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara, kelompok petani dan koperasi, pembebasan terhadap perjanjian tertentu dan merger tertentu. Selain itu terdapat pengecualian yang diberikan secara implisit, yaitu pengecualian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik.

15 Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Malaysia (Malaysian Competition Act 2010) secara ekplisit yaitu berjumlah tujuh kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari kegiatan pemerintah, prinsip solidaritas, diatur dalam undang-undang masing-masing sektor, pembebasan (individual/block exemption), sesuai dengan persyaratan perundang-undangan, collective bargaining, kepentingan ekonomi umum. Selain itu juga terdapat pengecualian atau pembebasan yang diberikan secara implisit yaitu penetapan standar teknis, penelitian dan pengembangan, dan net economic benefit. Pada undang-undang persaingan usaha Vietnam (The Law on Competition (Law No. 27/2004)), tidak memberikan pengecualian terhadap perjanjian dan/atau perbuatan atau sektor tertentu, namun undang-undang ini memberikan pembebasan terhadap perjanjian tertentu dan konsentrasi pasar yang melebihi ambang batas. Dengan memenuhi kategori selayaknya pengecualian pada negara-negara lain, yang secara eksplisit diatur yaitu UKM, ekspor, standar teknis, merger tertentu, dan kategori perjanjian tertentu, serta secara implisit yaitu kebijakan publik dan net economic benefit. 2. Bahwa berdasarkan analisis perbandingan kelima undang-undang persaingan usaha maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yaitu, pertama beberapa jenis kategori-kategori pengecualian atau pembebasan yang diatur, serta jumlah kategori pengecualian atau pembebasan yang diberikan oleh setiap negara, kedua Indonesia hanya mengatur mengenai pengecualian, Singapura, Malaysia, dan Thailand mengatur mengenai pengecualian maupun pembebasan, Vietnam hanya mengatur mengenai pembebasan, ketiga pengecualian di Indonesia seluruhnya disebutkan secara ekplisit dalam undang-undang persaingan usahanya, Singapura mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya dan mengatur pada pedoman komisi persaingan usahanya, serta mengatur secara implisit atau secara tidak langsung melalui pengecualian lain yang telah ada, Malaysia, Thailand, dan Vietnam mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya dan secara implisit atau secara tidak langsung melalui pengecualian lain yang telah ada, keempat latar belakang yang menjadikan adanya pengecualian atau pembebasan pada suatu negara, kelima adanya pengaturan pengecualian yang diatur secara rinci dan ada yang tidak diatur secara rinci, keenam dalam kategori pengecualian yang sama, pengaturan di suatu negara ada yang lebih luas mencakupnya, dan ada yang lebih sempit, ketujuh syarat-syarat yang harus dipenuhi, sehingga kategori tersebut dapat dikecualikan atau dibebaskan.

16 Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, Penulis menyarankan bahwa Pemerintah serta komisi persaingan usaha setiap negara secara khusus membahas mengenai perbedaan pengecualian atau pembebasan, serta pembahasan mengenai diperlukannya harmonisasi atas ketentuan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada perbedaan perlakuan hukum terhadap para pelaku usaha dan tidak ada perbedaan hukum yang akan merugikan salah satu negara, dimana ASEAN akan berperan sebagai pasar tunggal. Selain itu perlu dibahas mengenai parameter dan rumusan yang jelas dalam hal pemberian pengecualian atau pembebasan, agar pelaku usaha tidak dibingungkan dengan ketentuan pengecualian atau pembebasan yang tersedia. Berikutnya terhadap Pelaku usaha, sebagai pihak yang sangat berkepentingan terhadap perkembangan praktek hukum persaingan usaha, khusunya pada kategori pengecualian dan pembebasan ini sebaiknya selalu memantau perkembangan harmonisasi hukum persaingan usaha agar lebih berhati-hati dalam melakukan usahanya ketika ASEAN Economic Community berlangsung, dengan melihat apakah usahanya termasuk dalam kategori yang dilarang atau justru dikecualikan/dibebaskan. Daftar Referensi Buku ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint Preamble. Association of South East Asian Nations. ASEAN Secretariat. (2013). Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business Jakarta: ASEAN Secretariat. Hansen, Knud et.al. (2002). Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Law Conserning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition) (cet. 2). Jakarta: GTZ bekerjasama dengan PT. Katalis. Luar Negeri, Kementerian. (2010). Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint). Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI. Sirait, Ningrum Natasya, et.al., ed., Sebastian Pompe, et.al. (2010). Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: The Indonesian Netherland National Legal Reform Program. Soekanto, Soerjono. (1996). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia/UI- Press.

17 Tinbergen, Jan. (1954). International Economic Integration. Amsterdam: Elsevier. Winantyo, R, et al., Sjamsul Arifin, et al., ed. (2008). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015; Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta:PT Elex Media Komputindo. Artikel Khemani, R. Shyam. (2002). Application of Competition Law: Exemptions and Exceptions. United Nations Conference on Trade and Development. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2013). Menuju Pasar Bebas ASEAN. Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Nur, Deswin Nur. (Edisi 15, 2009). Integrasi Ekonomi dan Kebijakan Persaingan di Asia Tenggara. Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Internet Publik Kian Dilibatkan dalam Persaingan Usaha. Diakses pada 28 Agustus, 2014 dari (16 November 2011). Wawancara Mohammad, Reza. (Kepala Biro Hukum, HubunganMasyarakat, dan Kerjasama; Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Pada tanggal 20 Oktober Peraturan Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No Undang-undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UU No. 20 Tahun 2008, LN No. 93 Tahun 2008, TLN No Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pasal 50 huruf h tentang Pelaku Usaha yang Tergolong Usaha Kecil. Peraturan No. 9 Tahun Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf d tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan. Peraturan No. 7 Tahun Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pasal 51 UU No. 5 Tahun Keputusan No. 89/KPPU/III/2009.

18 . Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun Keputusan No: 57/KPPU/ Kep/III/ Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun Keputusan No: 235/KPPU/ Kep/VII/2008. Malaysia. Malaysian Competition Act Singapore. The Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B). Thailand. Trade Competition Act B.E Tahun Vietnam. The Law on Competition (Law No. 27/2004).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional Oleh: Ni Putu Dewi Lestari Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh : Ni Luh Putu Wulan Purwanti I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan pintar dalam membaca peluang pasar dari segi produk dan pemasaran sehingga dapat memenangkan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly KAJIAN PENGATURAN TERHADAP STANDAR PRODUK PRIORITAS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh: I Gusti Putu Ngurah Satriawibawa I

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA? JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; 81-90 SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA? Christianus Yudi Prasetyo Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta ABSTRAK Negara-negara yang

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * Era perdagangan bebas di negaranegara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ni Luh Putu Diah Rumika Dewi I Dewa Made Suartha Bagian Hukum

Lebih terperinci

Astrid Romauli Sihite, Teddy Anggoro. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia.

Astrid Romauli Sihite, Teddy Anggoro. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia. Tinjauan Yuridis Terhadap Pengecualian Ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Mengenai Perjanjian dan atau Perbuatan Yang Bertujuan Untuk Ekspor

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ngurah Manik Sidartha I Ketut Markeling Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

KRITERIA PELANGGARAN HAK ATAS MEREK TERKENAL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KRITERIA PELANGGARAN HAK ATAS MEREK TERKENAL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KRITERIA PELANGGARAN HAK ATAS MEREK TERKENAL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: Ni Kadek Dwijayanti I Ketut Sandhi Sudarsana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan lembaga intermediasi dana dari pihak yang kelebihan dana

Lebih terperinci

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha,

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha, 103 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Anggraini, A.M. Tri, Perspektif Penetapan Harga Menurut Hukum Persaingan Usaha Dalam Masalah-Masalah Hukum Ekonomi Kontemporer, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Oleh: Andiny Manik Sharaswaty I Gusti Agung Ayu Dike Widhiaastuti Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET 1 KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET ABSTRAK Oleh Alfian Priyo Suhartono I Wayan Wiryawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi

CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi THE 2 nd EAST ASIA CONFERENCE ON COMPETITION LAW AND POLICY TANGGAL 3 DAN 4 MEI 2005 DI BOGOR Pada tanggal 3 4 Mei 2005 di Hotel Novotel, Bogor diadakan The 2 nd East Asia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN Oleh: Dewa Ayu Reninda Suryanitya Ni Ketut Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak Arus globalisasi memiliki dampak yang luas bagi kehidupan mulai dari aspek teknologi, komunikasi sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Strategi a. Konsep Strategi Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Strategi dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, bahkan kegiatan ekonomi merupakan salah satu pilar penting dalam dinamika

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

HARMONISASI PENGATURAN PERSYARATAN TENAGA KERJA ASING DALAM SKEMA REGULASI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

HARMONISASI PENGATURAN PERSYARATAN TENAGA KERJA ASING DALAM SKEMA REGULASI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 1 HARMONISASI PENGATURAN PERSYARATAN TENAGA KERJA ASING DALAM SKEMA REGULASI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY Oleh: Ida Bagus Gede Satya Wibawa Antara Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Abstrak Harmonisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari perhambaan atau perbudakan (free from servitude). 1 Black s Law Dictionary

Lebih terperinci

Oleh Agus Gede Santika Subawa Ni Nyoman Mas Aryani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Agus Gede Santika Subawa Ni Nyoman Mas Aryani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana MERGER ANTARA XL AXIATA DENGAN AXIS TELECOM INDONESIA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Agus Gede Santika Subawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerjasama ekonomi merupakan keniscayaan untuk dilakukan bagi setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Kerjasama ekonomi merupakan keniscayaan untuk dilakukan bagi setiap negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerjasama ekonomi merupakan keniscayaan untuk dilakukan bagi setiap negara sebab tidak ada satupun negara didunia yang mampu menutup diri dari kerjasama antar negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST

Lebih terperinci

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang : BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Pengantar Hukum Persaingan Usaha Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Topics to be Discussed Manfaat Persaingan Asas & Tujuan Undang-undang Persaingan Usaha Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: Putu Hendra Pratama Ni Ketut Supasti Darmawan Ida Ayu Sukihana Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada ASEAN Summitbulan Januari 2007

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Penanaman Modal. Bidang Usaha. Terbuka. Tertutup. Daftar. Persyaratan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA?

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA? TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA? Edi Cahyono (Akademi Manajemen Administrasi YPK Yogyakarta) ABSTRAK Terlaksananya tatanan

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH TERHADAP PERSAINGAN PERDAGANGAN GLOBAL

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH TERHADAP PERSAINGAN PERDAGANGAN GLOBAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH TERHADAP PERSAINGAN PERDAGANGAN GLOBAL Disusun oleh : Satya Yoga Perdana NPM : 090510075 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA Oleh Ayu Cindy TS. Dwijayanti I Ketut Tjukup Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Merger Perseroan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL. Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan

KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL. Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The role of multinational

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM) memiliki peranan yang vital dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara. Kontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG. Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan

PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG. Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan ERA GLOBALISASI Konsumen harus mampu membuat pilihan

Lebih terperinci

REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA. Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272

REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA. Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272 REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272 Apa itu Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) MEA adalah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kata Kunci: BUMN, Penunjukan Langsung, Good Corporate Governance, Asas Kewajaran.

Kata Kunci: BUMN, Penunjukan Langsung, Good Corporate Governance, Asas Kewajaran. ABSTRAK ANALISIS YURIDIS IMPLEMENTASI ASAS KEWAJARAN SEBAGAI SALAH SATU PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore.

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore. 5. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian pada analisis Bab IV tentang analisis faktor penentu Foreign Direct Investment otomotif di 5 negara ASEAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa research and development,

Lebih terperinci

HUKUM PERSAINGAN USAHA

HUKUM PERSAINGAN USAHA HUKUM PERSAINGAN USAHA Dosen Pengampu: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum www.jamalwiwoho.com 081 2260 1681 -- Bahan Bacaan Abdulrahman: Ensiklopesi Ekonomi keuangan dan perdagangan, Jakarta, Pradnya Paramita,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law research), yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan

Lebih terperinci

INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 1 : 1 Potret Kabupaten Malang 2 Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 3 Kesiapan Kabupaten Malang Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Lebih terperinci

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo *

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo * MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo * Dalam KTT Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 yang diselenggarakan di Provinsi Bali tahun 2003, antar

Lebih terperinci

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU sukarmi@kppu.go.id 1 KEBERADAAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA KPPU dan Performanya dalam menjalankan UU No. 5/1999 2 - LATAR BELAKANG - 1 Masyarakat belum mampu berpartisipasi

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. Sri Suharmini Wahyuningsih 1 Abstrak

TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. Sri Suharmini Wahyuningsih 1 Abstrak TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Sri Suharmini Wahyuningsih 1 minuk@ut.ac.id Abstrak Kesepakatan pemimpin ASEAN dalam memajukan masyarakat agar dapat mengembangan perekonomian

Lebih terperinci

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Boks SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan

Lebih terperinci

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari

Lebih terperinci