BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan. ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
|
|
- Lanny Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Anxiety (kecemasan, kegelisahan): 1) Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. 2) Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan. 3) Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap (Chaplin, 2011). Priest ( dalam Safaria & Saputra, 2009) berpendapat bahwa kecemasan atau perasaan cemas adalah suatu keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Calhoun dan Acocella (dalam Safaria & Saputra, 2009) menambahkan, kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistis maupun tidak realistis) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan. Kecemasan dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat (Mu arifah, 2005). Kecemasan adalah gangguan psikologis yang dicirikan dengan ketegangan motorik (gelisah, gemetar dan ketidakmampuan untuk rileks), hiperaktivitas dan pikiran serta harapan yang mencemaskan (Santrock, 2002).
2 12 Kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan aprehensif atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, Rathus & Greene, 2003). Menurut Kartono (dalam Marvienda, 2007) kecemasan adalah rasa ragu, gemetar atau tidak berani terhadap hal-hal yang tidak konkrit, semu ataupun tidak jelas. Selalu penuh dengan ketegangan emosional, serta dipenuhi oleh bayanganbayangan kesulitan yang ada dalam khayalan saja. Kecemasan merupakan suatu respon yang beragam terhadap situasi-situasi yang mengancam, yang pada umumnya berwujud ketakutan kognitif, keterbangkitan syaraf fisiologis, dan suatu pengalaman subjektif dari ketegangan atau kegugupan (Dayakisni & Hudaniah, 2009). Dari definisi-definisi kecemasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi yang tidak menyenangkan pada individu yang ditandai dengan rasa khawatir dan perasaan subjektif lainnya disertai reaksi kejiwaan pada emosional, kognitif dan fisiologis. 2. Reaksi yang Ditimbulkan oleh Kecemasan Calhoun dan Acocella ( dalam Safaria & Saputra, 2009) mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan dalam tiga reaksi, yaitu sebagai berikut: a. Reaksi emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti
3 13 perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain. b. Reaksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya. c. Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh sehingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat. Blackburn dan Davidson (dalam Safaria & Saputra, 2009) mengemukakan, reaksi kecemasan dapat mempengaruhi suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku, dan gerakan biologis. Hal ini dapat dilihat dalam analisis gangguan fungsional yang dibuat oleh Blackburn dan Davidson. Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson (dalam Safaria & Saputra, 2009): Simptom-simptom Psikologis Suasana hati Pikiran Motivasi Perilaku Gerakan biologis Keterangan Kecemasan, mudah marah. Khawatir, sukar konsentrasi, dan sensitif. Ketergantungan tinggi. Gelisah. Jantung berdebar-debar, dan pusing.
4 14 Dalam bukunya Principles of Psychotherapy: an Experimental Approach (1996), Maher menyebut tiga komponen dari reaksi kecemasan yang kuat, yaitu (Sobur, 2003): a. Emosional: orang tersebut mempunyai ketakutan yang amat sangat dan secara sadar. b. Kognitif: ketakutan meluas dan sering berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih, memecahkan masalah, dan mengatasi tuntutan lingkungan. c. Psikologis: tanggapan tubuh terhadap rasa takut berupa pengerasan diri untuk bertindak, baik tindakan itu dikehendaki atau tidak. Pengalaman anxiety dalam gangguan-gangguan neurotik tidak begitu jelas berbeda dengan ketakutan-ketakutan yang besar. Sesungguhnya, masalah-masalah ini mempunyai asal atau sumber dalam lingkungan yang secara emosional dirasa mengerikan atau menakutkan. Kebanyakan individu yang mengalami pengalaman neurotik tidak mampu mengidentifikasi diri, tidak memiliki pemikiran-pemikiran yang rasional, serta tidak mempunyai sumber-sumber yang realistis untuk kecemasan itu (Wiramikardja, 2005). 3. Ciri-ciri Kecemasan Beberapa ciri-ciri kecemasan (Nevid, Rathus & Greene, 2003): Ciri-ciri fisik seperti kegelisahan, jantung berdebar keras, suara yang bergetar, pusing, merasa sensitif atau mudah marah. Ciri-ciri behavioral seperti perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang.
5 15 Ciri-ciri kognitif seperti khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, khawatir terhadap hal-hal sepele, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, khawatir akan ditinggal sendirian, sulit konsentrasi. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dapat ditinjau melalui beberapa pendekatan, yaitu (Mu arifah, 2005): a) Pendekatan Biologis Pandangan teori biologis menyatakan bahwa peristiwa biologis mendahului konflik psikologis. Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu, kardiovasculer. Orang mengalami cemas karena terjadi ketidaknormalan fisik atau diawali dengan ganggguan terhadap fisik yang berefek pada psikologis. Kecemasan yang abnormal dipandang sebagai akibat suatu peristiwa biologis atau tidak berfungsinya bagian tertentu dari tubuh manusia dan bukan sebagai suatu peristiwa psikologis. b) Pendekatan Belajar Teori belajar menganggap bahwa kecemasan berkembang melalui belajar berasosiasi, sehingga stimulus yang mulanya netral menjadi suatu yang mencemaskan karena kondisioning yang didasarkan pada hubungan dengan stimulus yang tidak menyenangkan (aversive stimulus). Teori ini mengatakan bahwa kecemasan dapat diperoleh
6 16 melalui beberapa cara yang berbeda, yakni muncul melalui klasikal kondisioning dengan bermacam- macam stimulus yang mendekati. Dengan dua atau banyak kondisioning, kecemasan dapat meluas dari satu stimulus ke stimulus yang lain. c) Pendekatan Teori Kognitif Pandangan teori kognitif menyimpulkan bahwa terjadinya kecemasan karena adanya pola pikir yang salah, terdistorsi atau tidak produktif (counterproductive) menyertai atau mendahului perilaku maladaptif dan gangguan emosional. Berdasarkan teori kognitif, beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan, seperti prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang self-defeating atau irasional, sensitivitas berlebihan terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh serta selfefficacy yang rendah (Nevid, Rathus & Greene, 2003). d) Pendekatan Eksistensial dan Humanistik Teori ini mengatakan bahwa seseorang menjadi cemas karena adanya kehampaan yang menonjol dalam dirinya. Kecemasan merupakan respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi. Murray berpendapat bahwa gangguan jiwa dikarenakan orang tidak dapat memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa, diantaranya kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok, kebutuhan untuk otonomi, yakni ingin bebas pengaturan dari orang lain, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam
7 17 keinginan untuk sukses mengerjakan sesuatu. Terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri ( inferiority complex) yang berlebih- lebihan, sebab timbulnya rasa rendah diri disebabkan adanya kegagalan dalam mencapai superioritas dalam hidup. Kegagalan yang terus menerus ini dapat menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain, yaitu (Marvienda, 2007): a) Keadaan pribadi individu b) Pengalaman tidak menyenangkan c) Dukungan sosial d) Konflik e) Lingkungan f) Kehilangan orang dekat dan kematian B. Kelekatan (Attachment) 1. Definisi Kelekatan Kelekatan diartikan oleh Ainsworth (dalam Cahyani, Alsa & Helmi, 1999) sebagai suatu ikatan yang bersifat afeksional pada seseorang yang ditujukan pada orang-orang tertentu atau disebut figur lekat dan berlangsung terus- menerus. Menurut Martin Herbert dalam The Social Sciences Encyclopedia, attachment mengacu pada ikatan antara dua orang individu atau lebih; sifatnya adalah hubungan psikologis yang diskriminatif dan spesifik, serta mengikat seseorang dengan orang lain dalam rentang waktu dan ruang tertentu. Feldman
8 18 mendefinisikan attachment sebagai the positive emotional bond that develops between a child and a particular individual (Desmita, 2010) Santrock (2002), kelekatan mengacu kepada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu dengan yang lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi tersebut. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelekatan adalah ikatan afeksi dengan figur lekat yang dapat berupa orangtua, teman dan berlangsung secara terus menerus. 2. Teori Kelekatan (Attachment Theory) Teori kelekatan pertama kalinya digunakan untuk menjelaskan hubungan antara bayi dan pengasuh utama (Bretherthon dalam Helmi, 2004). Prinsip dasar dari teori kelekatan adalah hubungan kelekatan tetap penting sepanjang masa hidup (Bartholomew & Horowitz, 1991). Para ahli teori kelekatan seperti psikiater Inggris John Bowlby dan psikolog perkembangan Amerika Mary Ainsworth menyatakan bahwa kelekatan yang aman di masa bayi penting bagi perkembangan kompetensi sosial. Dalam kelekatan yang aman ( secure attachment), bayi menggunakan pengasuhnya biasanya ibu sebagai basis yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya. Kelekatan yang aman dianggap sebagai landasan yang penting bagi perkembangan selanjutnya di masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Dalam kelekatan yang tidak aman ( insecure attachment), bayi mungkin menghindari pengasuh atau memperlihatkan penolakan atau sikap ambivalen terhadap
9 19 pengasuh. Kelekatan tidak aman dianggap berkaitan dengan masalah dalam relasi dan perilaku di masa perkembangan selanjutnya (Santrock, 2007). Banyak studi yang mengukur kelekatan yang aman dan tidak aman di masa remaja dengan menggunakan Adult Attachment Inteview (AAI) oleh George, Main, dan Kaplan. Pengukuran ini menilai memori individu mengenai relasi kelekatan yang penting. Berdasarkan respons yang diberikan terhadap pertanyaanpertanyaan AAI, individu diklasifikasikan sebagai individu yang aman-otonom atau sebagai salah satu dari tiga kategori tidak aman sebagai berikut (Santrock, 2007): a) Kelekatan yang menolak/menghindar ( dismissing/avoidant attachment) adalah sebuah kategori dari individu yang tidak aman di mana individu tersebut kurang menekankan pentingnya kelekatan. Dalam sebuah studi, kelekatan yang menolak/menghindar berkaitan dengan perilaku menyimpang dan agresif pada remaja. b) Kelekatan yang bersifat preokupasi/ambivalen (preoccupied/ambivalent attachment) adalah kategori individu yang tidak aman di mana remaja terpaku pada pengalaman kelekatan. c) Kelekatan yang tidak terselesaikan/disorganisasi (unresolved/disorganized) adalah kategori yang tidak aman di mana remaja memiliki tingkat rasa takut yang tinggi dan mungkin mengalami disorientasi. Pada dekade 1980-an penelitian kelekatan diaplikasikan untuk menjelaskan hubungan romantis orang dewasa. Penelitian hubungan romantis
10 20 yang dikonsepsikan sebagai proses kelekatan dengan menggunakan dasar teori kelekatan dari Bowbly ini dilakukan oleh Hazan dan Shaver pada tahun Selanjutnya peneliti-peneliti lain mengikuti langkahnya dan memperluas topik penelitian yaitu mengaitkan gaya kelekatan dengan berbagai macam kehidupan sosial dan interaksi sosial (Helmi, 2004). Gaya Kelekatan menurut Hazan dan Shaver (dalam Collins & Read, 1990) terbagi tiga, yaitu: a) Aman; individu yang mencirikan kebahagiaan, kepercayaan, persahabatan, merasa disukai dan dipercaya oleh orang lain. b) Menghindar; individu yang ditandai dengan percaya bahwa tidak membutuhkan orang lain. c) Cemas; individu yang ditandai dengan rasa emosional yang tinggi dan rendah, kecemburuan dan obsesif. Selain itu, memiliki keraguan pada orang lain. Bartholomew dan Horowitz (1991) membagi kelekatan menjadi empat kategori, yaitu: a) Secure (aman). Kategori ini menunjukkan individu dengan rasa kelayakan dan harapan bahwa orang lain menerima dan responsif terhadapnya. b) Preoccupied (ambivalen). Kategori ini menunjukkan individu dengan rasa tidak aman yang dikombinasikan dengan evaluasi positif dari orang lain. Individu seperti ini berjuang untuk diterima oleh orang lain akan tetapi takut untuk ditolak.
11 21 c) Fearful-avoidant (takut-menghindar). Kategori ini menunjukkan individu dengan rasa tidak aman dengan evaluasi negatif pada orang lain. Pandangan yang negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Tidak dapat percaya pada orang lain sehingga menghindari hubungan dekat dengan orang lain. d) Dismissive-avoidant (menolak-menghindar). Kategori ini menunjukkan individu yang positif dalam memandang diri sendiri, merasa patut untuk membuat hubungan dekat dengan orang lain namun dikombinasikan dengan evaluasi negatif pada orang lain. Individu ini menolak hubungan dekat dengan orang lain karena mengharapkan orang lain lebih buruk dari mereka. 3. Dimensi Kelekatan Kelekatan yang dikembangkan oleh Collins dan Read (1990) terdapat tiga dimensi, yaitu: a) Kedekatan (Close); kenyamanan dengan kedekatan dan keintiman. b) Tergantung (Depend); kenyamanan dengan tergantung pada orang lain. c) Cemas (Anxiety); khawatir akan ditolak atau tidak disukai. Dimensi kelekatan yang dikembangkan oleh Collins dan Read (1990) berdasarkan keyakinan bahwa sifat dan kualitas hubungan seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh peristiwa afektif yang terjadi selama masa kanakkanak. Teori kelekatan menekankan model kognitif yang saat ini sudah mengarah pada teori-teori hubungan yang lebih umum, seperti sosial, emosional, dan perkembangan kepribadian.
12 22 Collins dan Read (1990) menunjukkan adanya kaitan antara kelekatan di masa awal atau anak-anak dengan menjalin hubungan cinta pada orang dewasa. Dimensi ini dapat dilihat sebagai prinsip panduan yang menentukan bagaimana sistem kelekatan memanifestasikan dirinya dalam hubungan dewasa. Ini menyangkut keyakinan dan harapan yang mendasari perasaan keamanan di masa dewasa, seperti apakah pasangan akan responsif dan tersedia saat dibutuhkan, apakah seseorang nyaman berada dengan kontak dekat dan keintiman, dan keyakinan tentang apakah pasangan akan terus mencintai. Keyakinan dan harapan mengenai rasa aman ini memiliki implikasi penting bagi perilaku dalam berbagai hubungan dan situasi. 4. Aspek-aspek Kelekatan Menurut Papalia, Olds dan Feldman (dalam Hermasanti, 2009 ) aspekaspek kelekatan antara lain: a) Sensitivitas figur Sensitivitas figur dapat berupa seberapa besar kepekaan figur terhadap kebutuhan individu atau sejauh mana figur lekat dapat mengetahui kebutuhan-kebutuhan individu. b) Responsivitas figur Responsivitas figur adalah bagaimana figur lekat menanggapi kebutuhan individu. Menurut Erwin (dalam Hermasanti, 2009) aspek utama pembentukan dan pengembangan kelekatan adalah penerimaan figur lekat, sensitivitas atau kepekaan figur lekat terhadap kebutuhan individu dan responsivitas kedua belah
13 23 pihak baik figur lekat maupun individu dalam menanggapi stimulus-stimulus yang diberikan untuk memperkuat kelekatan antara keduanya. C. Remaja 1. Definisi Remaja Istilah adolescene atau remaja telah digunakan untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan fisik, perkembangan kognitif, dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas 3, yaitu tahun = masa remaja awal, tahun = masa remaja pertengahan, dan tahun = masa remaja akhir (Desmita, 2010). Remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Walaupun situasi budaya dan sejarah membatasi kemampuan kita untuk menentukan rentang usia remaja, di Amerika dan kebanyakan budaya lain sekarang ini, masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun (Santrock, 2003). 2. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yaitu (Hurlock, 2012): a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b) Mencapai peran sosial pria dan wanita c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
14 24 d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e) Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya f) Mempersiapkan karier ekonomi g) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga 3. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Berbeda halnya dengan anak-anak, hubungan teman sebaya remaja lebih didasarkan pada hubungan persahabatan (Desmita, 2010). Secara lebih rinci, Kelly dan Hansen (dalam Desmita, 2010) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu: a) Mengontrol impuls-impuls agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentanganpertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung. b) Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka.
15 25 c) Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaanperasaan dengan cara-cara yang lebih matang. d) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. e) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang benar dan apa yang salah. f) Meningkatkan harga diri ( self-esteem). Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Di samping itu, penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan problem kejahatan (Desmita, 2010). Menurut Rice dan Dolgin (dalam Santoso & Febriani, 2012) pada masa ini terjadi perubahan besar pada kelompok primer remaja dengan semakin besarnya pengaruh teman sebaya terhadap kehidupan yang berakibat pada makin banyaknya waktu dan kegiatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kebutuhan sosial. Menurut Bronfenbrenner teman sebaya merupakan bagian dari mikrosistem remaja. Pada level mikrosistem ini hubungan dan interaksi individu
16 26 dengan lingkungan terdekat disekelilingnya, termasuk teman sebaya, akan sangat mempengaruhi perkembangannya. Remaja akan sangat tunduk pada kelompok teman sebaya tetapi cenderung sangat agresif terhadap saingannya (Santoso & Febriani, 2012). Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama (Santrock, 2007). Salah satu fungsi terpenting dari kelompok kawan sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpanbalik mengenai kemampuannya dari kelompok kawan sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Kawan sebaya dan kelompok kawan sebaya merupakan konsep global. Konsep ini dapat dipergunakan untuk memahami pengaruh kawan sebaya sejauh yang dimaksud adalah kondisi situasi, dan jenis situasi tertentu di mana anak berpartisipasi, seperti kenalan, klik, asosiasi orang-orang di lingkungan tempat tinggal, jaringan sahabat, dan kelompok aktivitas. (Santrock, 2007). Menurut Bukowski dkk (dalam Santrock, 2007) bahwa relasi yang baik di antara kawan-kawan sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk terjun dalam sebuah
17 27 jaringan sosial, berkaitan dengan berbagai bentuk masalah dan gangguan, mulai dari masalah kenakalan dan masalah minuman keras hingga depresi. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Ryan dan Patrick pada tahun 1996 mengenai remaja, terungkap bahwa relasi yang positif dengan kawan sebaya berkaitan dengan penyesuian sosial yang positif (Santrock, 2007). Menurut Kupersmidt dan DeRosier (dalam Santrock, 2007) bahwa bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Di samping itu, pengalaman ditolak dan diabaikan oleh kawan-kawan sebaya berkaitan dengan masalah kesehatan mental dan masalah kejahatan di masa selanjutnya. Berdasarkan studi yang dilakukan Fisher (dalam Santrock, 2007), remaja yang lebih tua yang mengembangkan kelekatan yang bersifat ambivalen dengan orangtuanya, cenderung merasa kurang puas ketika berelasi dengan sahabatnya, dibandingkan dengan remaja yang mengembangkan kelekatan yang aman dengan orangtua. Kelekatan yang aman dengan orangtua dapat menjadi modal bagi remaja dan meningkatkan kepercayaan mereka ketika menjalin relasi karib dengan orang lain, serta meletakkan landasan yang kuat untuk mengembangkan keterampilan relasi karib. Menurut Saarni, individu yang sering murung dan memiliki emosi negatif lebih sering mengalami penolakan oleh kawan-kawan sebaya, sementara individu yang memiliki emosi positif akan lebih popular. Remaja yang memiliki keterampilan regulasi-diri yang efektif dapat mengatur ekspresi emosinya dalam konteks membangkitkan emosi yang kuat, seperti ketika seorang kawan mengatakan sesuatu yang negatif (Santrock, 2007).
18 28 D. Media Sosial Menurut kamus umum bahasa Indonesia, media adalah alat (sarana) untuk menyebarluaskan informasi, seperti surat kabar, radio, televisi. Sedangkan sosial adalah segala sesuatu mengenai masyarakat, kemasyarakatan, perkumpulan; perkumpulan yang bersifat dan bertujuan kemasyarakatan. Dari definisi masing-masing kata yaitu media dan sosial, maka dapat disimpulkan bahwa media sosial merupakan alat atau sarana untuk menyebarluaskan informasi yang bersifat kemasyarakatan. Dalam hal ini media sosial yang dimaksud merupakan sarana yang digunakan oleh para penggunanya untuk berpartisipasi, berbagi informasi dalam dunia maya. Media sosial merupakan sarana untuk menjalin komunikasi dan pertemanan dengan orang lain. Media sosial yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Facebook dan Twitter. Media sosial seperti Facebook dan Twitter banyak digunakan oleh para remaja. Kelekatan merupakan bentuk ikatan afeksi seseorang dengan figur lekatnya. Figur lekat remaja adalah hubungan pertemanannya dengan kawan sebaya. Dalam hal ini remaja yang menjalin komunikasi dan pertemanan melalui media sosial. Beberapa situs jaringan sosial yang banyak digunakan yaitu Facebook dan Twitter. Pengguna dapat menggunakan situs untuk berinteraksi dengan orang yang mereka offline atau untuk bertemu orang-orang baru. Facebook, memungkinkan penggunanya untuk menampilkan diri dalam profil online, menumpuk ''teman'' yang dapat menulis komentar pada halaman masing-masing, dan melihat profil masing-masing. Anggota Facebook juga dapat bergabung
19 29 dengan kelompok virtual berdasarkan kepentingan bersama, melihat kelas yang mereka miliki bersama, dan belajar hobi satu sama lain, kepentingan, selera musik, dan status hubungan melalui profil (Ellison, Steinfield & Lampe, 2007). Sedangkan Twitter merupakan sebuah media sosial dalam format mikroblogging yang sangat terkenal di Indonesia. Penetrasi tingkat penggunaan Twitter di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia (Hasanuddin dkk, 2011). E. Kerangka Berpikir Kelekatan merupakan ikatan emosional antara dua orang atau lebih. Teori awal kelekatan yaitu hubungan emosional antara seorang ibu dan anak. Pada saat ini, teori kelekatan bukan hanya kedekatan secara fisik saja, namun untuk menjaga rasa aman (Collins & Read, 1990). Dalam perkembangannya teori awal kelekatan dapat menjadi tolak ukur hubungan seseorang dengan orang lain di masa-masa remaja, dewasa dan seterusnya. Hal ini kaitannya di masa-masa perkembangan seorang anak khususnya masa remaja yang sangat penting untuk diperhatikan. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Masa remaja dipengaruhi oleh adanya teman-teman sebaya dalam kehidupan mereka. Remaja lebih senang berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan teman-teman sebayanya. Hal ini menjadikan remaja tidak dapat lepas dari teman-temannya, yang kemudian ini merupakan bentuk kelekatan pada masa remaja. Kelekatan yang aman dengan orangtua dapat menjadi modal bagi remaja dan meningkatkan kepercayaan mereka ketika menjalin relasi karib dengan teman-temannya. Sebagai remaja, mereka akan senang apabila dapat diterima oleh
20 30 teman-teman sebayanya, dan sebaliknya akan merasa cemas apabila diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Remaja saat ini dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya atau kerabatnnya lebih banyak menggunakan media sosial. Media sosial merupakan wadah untuk saling bertukar informasi, menjalin hubungan pertemanan melalui dunia maya. Kemajuan teknologi menghadirkan kemudahan seseorang untuk melakukan komunikasi interpersonal, salah satunya dengan mengakses media sosial yang sedang booming di kalangan remaja (Triwidodo dan Dewi, 2012). Remaja pengguna media sosial akan merasa khawatir apabila ketinggalan informasi seputar teman-temannya, merasa selalu harus berinteraksi dengan teman-teman melalui media sosial. Seiring berjalannya waktu, remaja semakin banyak aktif menggunakan media sosial untuk memenuhi kebutuhan sosialnya bersama teman-teman. Hal ini menyebabkan remaja yang menjalin hubungan dengan temanteman melalui media sosial diprediksi menimbulkan kecemasan. Kecemasan merupakan perasaan kekhawatiran, kegelisahan terhadap sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui objeknya. Priest (dalam Safaria dan Saputra, 2009 ) berpendapat bahwa kecemasan atau perasaan cemas adalah suatu keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Kecemasan pada remaja yang menggunakan media sosial berupa merasa khawatir apabila tidak komunikasi dengan teman-teman di media sosial, merasa ketinggalan informasi jika tidak menggunakan media sosial setiap hari, merasa tidak dapat diterima oleh teman-teman jika tidak aktif dalam media sosial. Hal ini
21 31 menunjukkan bahwa kecemasan remaja pengguna media sosial dapat diprediksi sebagai adanya kelekatan pada remaja itu sendiri. F. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kelekatan dengan kecemasan pada remaja pengguna media sosial.
BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Menurut Durand & Barlow (2006), kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap
7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan
Lebih terperinciDEWI KUSUMA WARDHANI F
HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SKRIPSI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhui Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 HUBUNGAN
Lebih terperincicommit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Bowlby (Johnson & Medinnus, 1974) menggambarkan konsep attachment
BAB II KAJIAN TEORI A. Gaya Kelekatan (Attachment Style) 1. Definisi kelekatan Istilah kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Dewasa Awal. yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah adolescenceadolescere yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi,
Lebih terperincikelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang berkembang, internet merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah
BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia
1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciPedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan satu masa yang sangat menyulitkan, di mana terjadi percepatan perkembangan baik secara fisik, seksual, maupun sosial. Hal yang paling menarik dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada umumnya individu melakukan interaksi dengan individu lain. Proses interaksi tidak lepas dari adanya penyesuaian diri. Penyesuaian diri dilakukan untuk membantu menjaga
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa Indonesia menjadi lebih maju. Namun sayangnya, akhir-akhir ini justru banyak pemberitaan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur kepribadian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Banyak ahli mengakui bahwa kepercayaan diri merupakan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina
HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini
Lebih terperinciPERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas
Lebih terperinci