BAB II PENDETA DAN NARAPIDANA HUKUMAN MATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDETA DAN NARAPIDANA HUKUMAN MATI"

Transkripsi

1 BAB II PENDETA DAN NARAPIDANA HUKUMAN MATI Menurut Erikson ada 3 (tiga) pondasi yang digunakan Erikson untuk mengembangkan teori kepribadiannya. Adapun teori Erikson sebgai berikut : 1) Prinsip Epigenitik 2) Krisis 3) Ritualisasi dan Ritualisme 1) Prinsip Epigenetik Prinsip yang ditentukan secara genetik bagi perkembangan kepribadian manusia adapun menurut Erikson mendeskrisikan prinsip ini sebagai berikut: Kapanpun kita berusaha memahami pertumbuhan manusia, harus diingat kalau prinsip epigenetik yang mengaturnya sudah mulai beroperasi sejak organisme masih di dalam rahim. Secara umum bisa dikatakan, prinsip ini menegaskan bahwa apa pun yang bertumbuh memiliki suatu rancangan dasar, dari dalam rancangan inilah bagian-bagian pertumbuhan muncul, di mana setiap bagian memiliki asal tertentunya, sampai semua bagian itu akhirnya tampil penuh untuk mengerjakan suatu fungsi secara lengkap. (1968, hlm. 92). Meskipun, menurut Erikson, seluruh kepribadian terbentuk di sepanjang delapan tahap perkembangan, namun semua tahapan itu sudah ada dalam bentuk benih saat manusia lahir. Ketika setiap karakteristik kepribadian kemudian menyingkapkan dirinya, mereka harus berpadu dengan karakteristik-karakteristik yang sudah berkembang di tahap sebelumnya, sehingga menciptakan sebuah konfigurasi karakteristik kepribadian yang sama sakali baru di tahap berikutnya. Dengan kata lain, setiap tahap, ketika karakteristik-karakteristik ini 20

2 muncul, dibangun dari yang sudah mendahuluinya, dan menjadi dasar bagi pembentukan yang akan muncul sesudahnya. Erikson (1985) menyatakan, Kekuatan yang diperoleh di setiap tahap perkembangan dites oleh keniscayaannya untuk melapaui tahap berikutnya mengembangkan kekuatan yang awalnya rapuh di tahap sebelumnya (hlm. 263). Menurut prinsip epigenitik, karakteristik kepribadian yang jadi mengemuka di suatu tahap perkembangan, sudah eksis sebelum tahap itu muncul, dan akan terus eksis setelah tahapan itu dilalui. Namun karena ada alasan-alasan sosial dan biologis, hanya satu perkembangan karakteristik kepribadian tertentu saja yang menjadi fokus di suatu tahap, lalu perkembangan karakteristik yang lain yang menjadi fokus di tahap lainnya. 2) Krisis Kata krisis disini mengandung arti sebagai titik balik yang penting. Titik balik yang penting disni mengandung pengertian bahwa setiap tahap perkembangan ini memunculkan resolusi positif yang memungkinkan, atau jika gagal diselesaikan, sebuah resolusi negatif. Resolusi positif berkontribusi bagi penguatan ego dan karenanya, memperbesar kemampuan manusia beradaptasi. Resolusi negatif sebaliknya melemahkan ego dan menghambat manusia beradaptasi. Lebih jauh lagi. Resolusi krisis yang positif di sebuah tahap akan meningkatkan kemungkinan diraihnya resolusi positif bagi krisis yang muncul di tahap berikutnya dan sebaliknya. Berdasaarkan prinsip epigenetik, setiap krisis selalu eksis dalam tiga fase berikut: fase tidak matang/ dewasa atau belum berkembang (immature) yaitu ketika krisis tidak menjadi Titik fokus perkembangan kepribadian, fase kritis yaitu ketika disebakan berbagai alasan biologis, psikologis, dan sosial. Ia menjadi titik fokus perkembangan kepribadian, dan fase resolusi, ketika Resolusi atas krisis mempengarui perkembangan kepribadian di tahap selanjutnya. Jika krisis krisis yang berkaitan dengan delapan tahap perkembangan ini 21

3 terselesaikan secara positif, perkembangan kepribadaian normal yang akan muncul. Jika satu atau lebih krisis terselesaikan secara negatif, perkembangan normal tersebut akan teerhambat. Dengan kata lain, setiap krisis di suatu tahap harus bisa diselesaikan secara positif di tahap tersebut sebelum individu sepenuhnya siap untuk mengatasi krisis lain yang akan mendominasi tahap berikutnya. Kendati factor biologis yang menentukan kapan delapan tahap perkembangan kepribadian ini muncul, yaitu karena proses pematangan fisiologis penentu kapan sebuah pengalaman jadi memungkinkan, namun lingkungan sosial yang menentukan benar atau tidaknya suatu krisis di sebuah tahap peekembangan dapat terselesaikan secara positif. Karena alasan inilah tahap perkembangan yang di usulkan Erikson dinamai tahap-tahap psikososial perkembangan, untuk mengontraskannya dengan tahap-tahap psikososial Freud. 3) Ritualisasi dan Ritualisme Bagi Erikson, penting sekali mengakui perkembangan kepribadian muncul di sebuah seting budaya. Alih-alih melihat manusia terjebak di dalam budayanya, seperti yang dilakukan Freud, Erikson menekankan kesesuaian antara individu dan budayanya. Faktanya, di taraf yang lebih besar, kerja budaya adalah menyediakan cara-cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologis manusia. Menurut Erikson, pengalaman internal dan eksternal manusia mestinya sama, minimal di beberapa tarafnya, jika seorang individu berkembang dan berfungsi normal di budayanya masing-masing. Erikson (1985) menyatakan, Setiap tahap dan krisis yang berurutan ini memiliki relasi yang khusus dengan salah satu elemen dasar masyarakat, dan karena alasan yang sederhana inilah siklus hidup manusia seiring komponen-komponen kepribadiannya mulai berkembang (hlm. 250). 22

4 Saling jalinan yang harmonis antara penyingkapan syarat-syarat kepribadian dan kondisikondisi sosial dan budaya yang ada ini dimungkinkan lewat ritualisasi. Menurut Erikson (1977), ritualisasi adalah pola-pola perilaku yang muncul berulang yang mencerminkan nilainilai, keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebisaan dan perilaku-perilaku yang diatur dan diberi sanksi oleh masyarakat dan budaya tertentu. Meski ritualisasi-ritualisasi yang telah menjadikan hidup bermakna di masyarakat atau budaya tertentu, namun kebanyakan individu terlibat di dalam hal-hal tersebut tanpa tahu kenapa mereka berbuat demikian: [Setiap anak harus] diyakinkan dan diwajibkan untuk menjadi terspesieskan selama masa kanak-kanak yang panjang lewat beberapa bentuk keluarga: dia harus diakrabkan lewat ritualisasi dengan suatu versi eksistensi manusia. Karenanya ia mengembangkan perasaan yang berbeda bagi identitas berkelompoknya. Kita harus mengakui dari luar kalau ritualsasi adalah sebuah aspek dari hidup sehari-hari yang lebih jelas terlihat di budaya dan kelas berbeda, atau bahkan keluarga yang berbeda dari yang kita punya, di mana faktanya, ritualisasi lebih sering daripada tidak dialami sekedar sebagai satu-satunya cara yang tepat untuk melakukan hal-hal tertentu; sehingga pertanyaan yang kemudian muncul lalu kenapa tidak setiap orang melakukan seperti yang kita lakukan. Ritualisasi, kalau begitu, adalah pola-pola perilaku sehari-hari yang disetujui secara kultural yang memampukan seseorang menjadi anggota yang diterima di suatu budaya. Mereka meliputi karakteristik-karakteristik di mana ktia berhubungan dengan orang lain seperti berjabat tangan, berpelukan dan berciuman. Mereka menyediakan mereka menyediakan panduan-panduan yang menetapkan batas-batas antara perilaku yang bisa diterima dan tidak. Contohnya, Anda mungkin diizinkan untuk membuat sebuah kontak badan dengan orang asing di sebuah dansa, namun perilaku itu tidak bisa ditolerir di situasi lain. Dengan cara 23

5 yang sama, mungkin diperbolehkan bagi seorang warnita mengenakan bikini di pantai, namun pakaian seperti ini jelas menyebabkan kegaduhan di tempat kerja atau di sekolah. Ritualisasi-ritualisasi memandu hampir setiap aspek perilaku sosial dan menjadi mekanismemekanisme di mana individu di budayanya masing-masing menjadi tersosialisasikan. Erikson mendefinisikan budaya sebagai versi tertentu tentang keberadaan manusia, menunjukkan kalau banyak versi yang sama sahihnya eksis. Bahkan Erikson yakin, kecuali syarat ritualisasi dapat memuaskan kebutuhan dasar manusia, budaya sebenarnya arbitret. Contohnya, banyak variasi budaya eksis bagi praktik-praktik kencan, perkawinan dan membesarkan anak, namun perbedaan-perbedaan ini kurang begitu penting ketimbang fakta bahwa itu semua mendukung reproduksi dan pelanggengan budaya yang didalamnya hal-hal tersebut muncul. Bagi beberapa orang, hakikatnya arbitret ritualisasi ini hilang dan nilai fungsional mereka terlalu berlebihan dilihat. Bagi individu-individu ini, ritualisasi-ritualisasi menjadi terlalu dipentingkan lebih dari yang dimungkinkan. Erikson menyebut pelebihan atau sebaliknya, terdistorsinya ritualisasi-ritualisasi ini sebagai ritualisme. Ritualisme adalah ritualisasi yang tidak tepat atau keliru, dan mereka adalah penyebab-penyebab di banyak patologi sosial dan psikologis. Contohnya sebuah ritualisasi individu yang berprestasi dan karenanya menguatkan perasaan diri berharga akan status-status tersebut. Namun, mengidolakan atau memuja orang-orang demikian akan menjadi sebuah pelebihan yang tidak tepat bagi ritualisasi, dan karenanya menjadi sebuah ritualisme. Sebuah ritualisme kalau begitu adalah sebuah ritualisasi yang telah menjadi mekanisme dan stereotip kalau begitu adalah sebuah ritualisasi yang telah menjadi mekanisme dan stereotip. Upacara-upacara 24

6 hampa ini. tidak punya daya untuk mengikat individu-individu di sebuah budaya bersamasama, karenanya menyimpangkan tujuan orisinil ritualisme Tahapan Psikososial Erikson 1. Masa Bayi: Rasa Percaya Versus Rasa Tidak Percaya Menurut dalam bukunya Mathew untuk teori Erikson Jika pengasuhan terhadap bayibayi ini dapat memuaskan kebutuhan mereka lewat cara-cara yang konsisten dan penuh cinta, bayi pun akan mengembangkan perasaan kepercayaan dasar. Namun jika orang tua menolak dan memuaskan kebutuhan mereka dengan cara yang tidak konsisten, yang muncul adalah ketidak percayaan dasar. Jika pengasuhan dipenuhi rasa sayang dan diberikan secara konsisten, bayi belajar mereka tidak perlu khawatir terhadap orang tua yang penuh kasih dan bisa diandalkan, dan karenanya tidak begitu terganggu saat orang tua hilang dari pandangan mereka Prestasi sosial pertama bayi, kalau begitu, adalah kesediaannya membiarkan ibu hilang dari pandangan tanpa menimbulkan rasa cemas atau marah, karena ibu telah menjadi sebuah kepastian batin yang sama besarnya dengan prediktibilitas dunia luar. Konsistensi, kontinuitas dan kesamaan pengalaan yang seperti ini menyediakan sebuah basis mentah bagi perasaan identita ego yang bergantung, saya kira, kepada kognisi bahwa terdapat sebuah populasi batin kenangan dan antisipasi sensasi dan imaji, yang berkorelasi erat dengan populasi diluar diri yaitu benda-benda dan orang-orang yang dikenal dan dapat diprediksi (Erikson, 1985, hlm.247) 1 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013)

7 Krisis rasa percaya dasar lawan rasa tidak percaya dasar disebut terselesaikan secara positif ketika anak lebih banyak mengembangkan rasa percaya daripada tidak. Menurut Erikson, rasa tidak percaya tetap dialami anak yang pengasuhan orangtuanya penuh cinta dan konsisten bukan karena negatifnya pengasuhan itu, melainkan anak mulai belajar, bahwa jika dia memercayai setiap orang dan segala sesuatu sama besarnya seperti ia percaya orangtua mereka, kesulitan kadang muncul. Sejumlah kecil rasa tidak percaya sehat adanya, dan justru kondusif bagi upaya anak menjaga kelangsungan hidupnya. Namun, anak yang dominan dengan rasa percayalah yang memiliki keberanian untuk mengambil resiko dan tidak mudah dikalahkan rasa kecewa dan putus asa. Erikson menyatakan bahwa ketika krisis yang mencirikan suatu tahap dapat terselesaikan secara positif, sebuah kebajikan akan muncul. Kebajikan ini menambahkan kekuatan bagi egonya. Ditahap ini, ketika anak memiliki rasa percaya lebih besar daripada rasa tidak percaya, kebajikan berupa harapan yang akan muncul. Erikson mendefinisikan harapan sebagai keyakinan yang bertahan lama tentang bisa diraihnya keinginan-keinginan yang sangat didamba, tak peduli tekanan gelap dan kemarahan menandai awal eksistensinya 2 Menurut John W. Santrock Kepercayaan vs. Ketidapercayaan Dasar menurut teori Erikson, menerima penekanan Freud pada pentingnya hubungan orangtua-bayi selama penyusuan, tapi dia memperluas dan memperkaya pandangan Freud ini. Hasil baik selama masa bayi, Erikson percaya, tidak bergantung pada jumlah makanan atau stimulasi oral yang ditawarkan, melainkan pada kualitas pengasuhan: mengurangi ketidaknyamanan dengan segera dan sepeka mungkin, menggendong bayi dengan lembut, menunggu dengan sabar 2 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013),

8 sampai bayi cukup menyusu, dan menyapihnya bila bayi tampak tidak berminat pada ASI atau susu botol. Menurut Erikson, mustahil orangtua bisa memenuhi semua kebutuhan bayi. Banyak faktor yang memengaruhi kebahagiaan pribadi, kondisi hidup saat ini (misalnya, bertambahnya anak kecil dalam keluarga), dan praktik budaya pengasuhan dari orang tua. Akan tetapi, bila keseimbangan pengasuhan sarat dengan perhatian dan kasih sayang, konflik psikologis di tahun pertama kepercayaan dasar vs. ketidakpercayaan (basic trust versus mistrust) bisa diatasi dengan baik. Bayi yang percaya berharap dunia itu baik dan menyenangkan, sehingga dia yakin untuk berpetualang dan melakukan eksplorasi di dalamnya. Bayi yang tidak percaya tidak mau mengandalkan kasih dan kebaikan hati orang lain, sehingga dia melindungi dirinya dengan menarik diri dari orang dan sesuatu di sekitarnya. Kepercayaan versus ketidakpercayaan (trust versus mistrust) adalah tahap pertama dari perkembangan psikososial menurut Erikson, yang dialami dalam satu tahun pertama dari kehidupan seseorang. Di masa bayi, kepercayaan akan menentukan landasan bagi ekspektasi seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. 3 Rasa percayamenurut Erik Erikson (1968), satu tahun pertama dalam kehidupan ditandai oleh tahap perkembangan rasa percaya versus rasa tidak percaya (trust-versus mistrust). Bayi tadinya merasakan adanya kehidupan yang teratur, hangat, dan terlindungi dalam kandungan ibu, kemudian sang bayi menghadapi sebuah dunia yang kurang aman. Erikson berpendapat bahwa bayi mempelajari rasa percaya jika mereka diasuh secara 3 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012), 26 27

9 konsisten dan hangat. Jika bayi tidak diberi makan dengan baik dan tidak ditempatkan dalam suasana hangat secara konsisten maka bayi cenderung mengembangkan rasa tidak percaya. Rasa percaya versus rasa tidak percaya tidaklah sama sekalil berakhir dalam satu tahun pertama kehidupan. Rasa percaya versus rasa tidak percaya muncul lagi dalam tahaptahap perkembangan selanjutnya. Sebagai contoh, anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya masih dapat memiliki rasa tidak percaya yang muncul pada tahap berikutnya, yang mungkin terjadi apabila orang tua mereka terpisah atau bercerai karena konflik berkepanjangan. 4 Menurut Penney Upton usia bayi (lahir hingga 18 bulan) memiliki Konflik dasar kepercayaan versus ketidakpercayaan, peristiwa penting makannya, hasil anak-anak mengembangkan rasa percaya bila orang-orang yang mengasuhnya memberikan keandalan, perhatian, dan kasih sayang. Ketiadaan hal tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan 5 Usia Tabel. Pentahapan Freud dan Erikson Pentahapan Freud Pentahapan Umum Erikson Lahir 1 tahun Oral Rasa percaya vs tidak percaya: Harapan 1 3 tahun Anal Otonomi vs rasa malu, ragu-ragu: Kehendak 3 6 tahun Falik (Odipal) Inisiatif vs rasa bersalah: Tujuan 6 11 tahun Latensi Kegigihan/industri vs inferioritas: Kompetensi Masa remaja Genital Identitas vs kebingungan peran: Kesetiaan Dewasa muda Dewasa Keintiman vs isolasi: Cinta Semangat-berbagi vs penyerapan diri dan 4 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012),214 5 Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Erlangga, 2012),

10 Usia Usia senja Pentahapan Freud Pentahapan Umum Erikson stagnasi : Perhatian Integritas ego vs rasa putus asa: Hikmat Menurut William Crain Tahap paling umum: Kepercayaan vs ketidakpercayaan Mendasar merupakantahap umum periode oral ini terdiri atas perkenalan umu ego anak yang sedang perkembang dengan dunia sosial. Di tahap pertama, ketika bayi berusaha memasukkan hal-hal yang mereka butuhkan, mereka berinteraksi dengan para pengasuhnya, mengikuti cara budaya bertindak pada dirinya yang terpenting dari interaksi-interaksi ini adalah bayi berusaha menemukan sejumlah konsistensi, prediksi dan reliabilitas di dalam tindakan-tindakan mengasuh mereka. Ketika memahami bahwa orang tua cukup konsisten dan bisa diandalkan, mereka mulai mengembangkan pemahaman tentang kepercayaan mendasar kepada orang tua. Bayi menjadi paham jika mereka merasa dingin, basah atau lapar, maka orang tua bisa diandalkan untuk membebaskan rasa sakit itu. Beberapa orang tua mungkin akan lebih sering datang menengok bayi mereka, sementara yang lain menengok sesuai jadwal tertentu, namun di kedua kasus ini bayi belajar bahwa orang tua bisa diandalkan dan karena itu bisa dipercaya. Kebalikan dari hal ini adalah rasa tidak percaya, perasaan bahwa orang tua tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dipercaya dan mungkin tidak akan pernah hadir jika dibutuhkan (1963,h.247). Di sisi lain, bayi juga harus belajar memercayai dirinya sendiri. Karena masalah ini menjadi semakin akut waktu mereka mengetahui besarnya konsekuensi dari giginya yang gatal telah menyakiti puting ibu lewat gigitan yang tajam dan genggaman yang keras. Ketika bayi belajar mengatur dorongan ini yaitu menyedot tanpa menggigit, menggenggam tanpa menyakiti bayi mulai melihat dirinya cukup bisa diperacaya sehingga para pengasuhnya 29

11 tidak perlu khawatir akan digigit (1963, h.248). Untuk ibu sendiri, Erikson menyarankan agar mereka tidak menarik diri terlalu menyolok atau menyapih terlalu cepat bayinya. Karena jika hal ini terjadi, si bayi akan merasa perawatannya tidak bisa dipercaya karena tiba-tiba dihentikan begitu saja. Setelah berhasil mengembangkan rasa percaya kepada pengasuh, bayi akan menunjukkannya di dalam tingkah laku, Erikson melihat tanda pertama kepercayaan pada ibu ini muncul ketika bayi rela membiarkan ibu menghilang dari pandangan matanya tanpa rasa cemas atau marah yang tidak perlu (1963, h.47). istilah tidak perlu ini penting untuk dijelaskan, karena kita melihat di dalam uraian Bowlby bahwa kebanyakan bayi mengalami kecemasan akan perpisahan. Namun jika orang tuanya bisa diandalkan, kata Erikson, maka bayi bisa belajar mentolerir ketidakhadiran mereka. Hanya jika orang tuanya tidak bisa diandalkan, barulah bayi tidak membiarkan mereka pergi, dan terserang paning bila memaksa pergi juga. 6 Menurut Jest dan Feist Rasa Percaya Mendasar versus Rasa Tidak Percaya Mendasar merupakan Hubungan antarpribadi bayi yang paling signifikan adalah dengan pengasuh utama mereka, biasanya ibu. Ketika sadar bahwa ibu selalu menyediakan makanan secara teratur, mereka pun mulai belajar rasa percaya dasar. Jika mereka terus belajar mendengarkan secara konsisten suara ibu yang menyenangkan dan ritmis, mereka mengembangkan lebih banyak lagi rasa percaya mendasar. Ketika mereka dapat bersandar kepada lingkungan visual yang menyenangkan, mereka dapat memadatkan rasa percaya dasar mereka lebih kuat lagi. Dengan kata lain, jika pola mereka menerima hal-hal yang berkaitan dengan cara budaya memberikan hal-hal, maka bayi dapat belajar rasa percaya dasar. Sebaliknya, bayi 6 William Crain. Teori Perkembangan. ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007),

12 akan belajar rasa tidak percaya mendasar jika tidak menemukan kaitan antara kebutuhankebutuhan oral-pengindraan mereka dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Rasa percaya dasar biasanya bersifat sintonik, sedangkan rasa tidak percaya mendasar bersifat distonik. Meskipun begitu, bayi harus mengembangkan kedua sikap ini. Terlalu banyak rasa percaya membuat mereka naif dan rapuh terhaap tipu muslihat ddunia, semantara terlalu sedikit rasa percaya membawa kepada rasa frustasi, kemarahan, kebencian, sinisme, atau depresi. Keduanya, rasa percaya an tidak percaya mendasar, merupakan pengalaman yang tidak terelakkan bagi bayi. Semua bayi yang bertahan hidup sudah mendapatkan makan dan perawatan yang baik sehingga mereka cukup memiliki alasan untuk percaya. Selain itu semua bayi yang sudah difrustasikan oleh sakit, lapar, dan tidak nyaman memiliki alasan yang cukup untuk tidak p Erikson yakin bahwa rasio percaya dan tidak percaya cukup kritis bagi kemampuan manusia untuk beradaptasi. Dalam Masa Kanak-kanak Awal, Sekali lagi Erikson mengambil sebuah panangan yang lebih luas. Baginya, anak kecil menerima kesenangan bukan hanya dari menguasai otototot anus dan perut namun, juga dari menguasai fungsi-fungsi tubuh lainnya serpti buang air kecil, berjalan, melempar, memeluk, dan sebagainya. Selain itu, anak-anak mengembangkan perasaan kontrol atas lingkungan antarpribadi mereka, sama seperti mengukur kontrol diri mereka. Meskipun begitu, masa kanak-kanak awal juga merupakan waktu untuk mengalami keraguan dan rasa malu ketika anak belajar bahwa sebagian besar upaya mereka mencapai otonomi tidak berhasil. 7 Menurut pendapat Erik H Erikson kepercayaan dasar vs ketidakpercayaan dasar,ibu menciptakan perasaan percaya pada diri anak-anaknya melalui administrasi yang kualitasnya 7 Jess Feist dan Gregory J. Feist. Theories of Personalitiy. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),

13 merupakan kombinasi antara perhatian yang sensitif terhadap kebutuhan-kebutuhan individual si bayi dan perasaan sebagai pribadi yang dapat dipercaya yang kuat di dalam kerangka gaya hidup budaya yang dapat dipercaya. Hal itu membentuk dasar untuk perasaan identitas di dalam diri anak yang kelak akan mengombinasikan perasaan baik-baik saja, perasaan menjadi diri sendiri, dan menjadi seperti apa dirinya kelak sebagaimana yang dipercaya oleh orang-orang lain. Jadi, (di dalam batas-batas tertentu yang sebelumnya didefinisikan sebagai hal-hal yang harus di dalam perawatan anak) ada beberapa frustrasi di tahap-tahap selanjutnya, yang tidak dapat dipikul oleh anak yang sedang tumbuh jika frustrasinya menghasilkan pengalaman kesamaan yang semakin besar dan kontinuitas perkembangan yang semakin kuat, yang terus menerus di perbarui, menuju ke arah integrasi siklus akhir kehidupan individual dengan rasa memiliki yang lebih luas dan bermakna. Orangtua tentu bukan hanya memiliki cara-cara tertentu untuk membimbing melalui larangan dan ijin; mereka juga harus mampu merepresentasikan kepada anak tentang sebuah keyakinan yang mendalam, yang nyaris somatis, bahwa ada makna untuk hal-hal yang sedang mereka lakukan. Akhirnya anak-anak menjadi neurotik bukan karena frustrasi, tetapi karena kurang atau hilangnya makna sosial untuk frustrasi-frustrasinya 8. Menurut pendapat dari Laura Berk kepercayaan vs. ketidapercayaan dasar erikson, erikson menerima penekanan Freud pada pentingnya hubungan orangtua-bayi selama penyusuan, tapi dia memperluas dan memperkaya pandangan Freud ini. Hasil baik selama masa bayi, Erikson percaya, tidak bergantung pada jumlah makanan atau stimulasi oral yang ditawarkan, melainkan pada kualitas pengasuhan: mengurangi ketidaknyamanan dengan segera dan sepeka mungkin, menggendong bayi dengan lembut, menunggu dengan sabar 8 Erik H. Erikson, Childhood and Society, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2010) p

14 sampai bayi cukup menyusu, dan menyapihnya bila bayi tampak tidak berminat pada ASI atau susu botol. Menurut Erikson, mustahil orangtua bisa memenuhi semua kebutuhan bayi. Banyak faktor yang memengaruhi kebahagiaan pribadi, kondisi hidup saat ini (misalnya, bertambahnya anak kecil dalam keluarga), dan praktik budaya pengasuhan dari orang tua. Akan tetapi, bila keseimbangan pengasuhan sarat dengan perhatian dan kasih sayang, konflik psikologis di tahun pertama kepercayaan dasar vs. ketidakpercayaan (basic trust versus mistrust) bisa diatasi dengan baik. Bayi yang percaya berharap dunia itu baik dan menyenangkan, sehingga dia yakin untuk berpetualang dan melakukan eksplorasi di dalamnya. Bayi yang tidak percaya tidak mau mengandalkan kasih dan kebaikan hati orang lain, sehingga dia melindungi dirinya dengan menarik diri dari orang dan sesuatu di sekitarnya. 9 Menurut pendapat John W. Santrock Rasa percayamenurut Erik Erikson (1968), satu tahun pertama dalam kehidupan ditandai oleh tahap perkembangan rasa percaya versus rasa tidak percaya (trust-versus mistrust). Bayi tadinya merasakan adanya kehidupan yang teratur, hangat, dan terlindungi dalam kandungan ibu, kemudian sang bayi menghadapi sebuah dunia yang kurang aman. Erikson berpendapat bahwa bayi mempelajari rasa percaya jika mereka diasuh secara konsisten dan hangat. Jika bayi tidak diberi makan dengan baik dan tidak ditempatkan dalam suasana hangat secara konsisten maka bayi cenderung mengembangkan rasa tidak percaya. Rasa percaya versus rasa tidak percaya tidaklah sama sekalil berakhir dalam satu tahun pertama kehidupan. Rasa percaya versus rasa tidak percaya muncul lagi dalam tahap- 9 Laura E. Berk. Development Through The Lifespan. Edisi Kelima Dari Prenatal sampai remaja(yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) p

15 tahap perkembangan selanjutnya. Sebagai contoh, anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya masih dapat memiliki rasa tidak percaya yang muncul pada tahap berikutnya, yang mungkin terjadi apabila orang tua mereka terpisah atau bercerai karena konflik berkepanjangan. Kemandirian Erik Erikson (1968) mengedapankan bahwa kemandirian merupakan isu yang penting pada pada tahun kedua kehidupan. Erikson menggambarkan tahap kedua perkembangan sebagai tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi dibangun seiring dengna berkembangnya kemampuan mental dan motorik. Pada tahap ini, bayi tidak hanya mampu berjalan, namun mereka juga mampu memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, mendorong dan menarik, serta memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan semua prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatunya sendiri, apakah itu menyiram toilet, membuka bungkusan paket, atau memutuskan apa yang hendak dimakan. Penting bagi orang tua untuk mengenali motivasi balita dalalm melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka. Mereka dapat belajar mengendalikan otot dan dorongandorongan mereka. Namun, ketika pengasuh tidak sabar dan melakukan hal-hal yang ebetulnya dapat dilakukan oleh balita itu sendiri maka yang berkembang adalah rasa malu dan ragu-ragu. Setiap orang tua membuat anaknya menjadi terburu-buru dari waktu ke waktu. Apabila orang tua selalu bersikap terlalu melindungi anaknya ataupun terlalu banyak mengkritik kecelakaan-kecelakaan kecil yang terjadi (misalnya, kencing di celana, bermain tanah, menumpahkan, atau memecahkan), anak tersebut akan mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu yang berlebihan mengenai kemampuan mereka untuk mengendalikan diri sendiri dan dunianya. Sebagaimana yang akan didiskusikan di bab-bab selanjutnya, Erikson 34

16 berpendapat bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan. Sampai sejauh ini, kita telah berdiskusi mengenai bagaiana emosi dan kompetensi emosi berubah seiring dengan perkembangan anak-anak. Kita juga telah mengkaji peran gaya emosional; sebagai dampaknya, kita telah melihat bagaimana emosi memberikan nada-nada pada pengalaman kita. Meskipun demikian, emosi juga menuliskan liriknya karena emosi terdapat dala inti relasi kita dengan orang lain Kanak-kanak Awal: Otonomi versus Rasa Malu dan Ragu Menurut pendapat dalam bukunya Matthew, tahap ini mencul sejak akhir tahun pertama hidup manusia, kurang lebih, sampai akhir tahun ketiga, dan berkorelasi erat dengan tahap anal perkembangan psikoseksual Freud. Selama tahap ini, anak dengan cepat belajar banyak keterampilan. Mereka belajar berjalan, memanjat, menarik, mendorong dan bicara. Secara umum, mereka belajar bagaimana menahan dan melapas sesuatu. Bukan hanya diaplikasikan ke objek-objek fisik, namun menahan dan melepas juga berkaitan dengan feses dan urine juga. Dengan kata lain, anak sekarang bisa memutuskan dari dirinya untuk melakukan sesuatu atau tidak. Kalau begitu anak menjadi terlibat di dalam peperangan kehendak dengan orangtuanya. Tahap ini, kalau begitu, menjadi sangat menentukan bagi perbandingan cinta dan benci, kerjasama dan kesediaan, kebebasan mengekspresikan diri dan pensupresiannya. Dari rasa boleh mengendalikan diri tanpa harus kehilangan penghargaan diri, datanglah rasa kehendak baik dan kebanggaan yang akan berthan lama, dari hilangnya rasa boleh mengendalikan diri selain harus takluk pada kendali dari luar, datanglah rasa ragu dan rasa malu yang memberatkan. (Erikson, 1985, hlm.254). 10 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012) p

17 Erikson mendefinisikan kehendak sebagai kegigihan tak tertembus untuk menggunakan kehendak bebas selain juga pembatasan diri, tak peduli pengalaman rasa malu dan ragu yang dirasakan dimasa bayi. Sekali lagi penting untuk dicatat kalau resolusi yang positif bagi krisis yang mencirikan di tahap ini tidak berarti anak tidak lagi mengalami rasa malu dan ragu. Sebaliknya, ego anak menjadi cukup kuat untuk menghadapi secara tepat pengalaman-pengalaman malu dan ragu yang tak terelakkan datangnya itu. Perhatikan kalau kebajikan-kebajikan yang muncul sebagai hasil dari resolusi positif krisis-krisis ini bukan lain adalah fungsi-fungsi ego. Contohnya kebajikan harapan dan kehendak memiliki sejumlah pengaruh bagi kualitas hidup manusia namun kecil saja bagi kelangsungan hidup, artinya mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya(id), tetapi tidak sefleksibel, opyimis atau sebahagia mereka yang umumnya memiliki harapan dan kehendak. 11 Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu menurut pandangan dari Laura berk merupakan peralihan menuju masa balita, Freud menganggap cara orangtua dalam mengajarkan buang air dengan benar (toilet training) sangat menentukan kesehatan psikologis. Akan tetapi bagi Erikson, pelatihan ini hanyalah salah satu dari sekian banyak pengalaman yang berpengaruh. Penghindaran lazim oleh balita yang baru bisa berjalan dan bicara Tidak!, Akan kulakukan sendiri memperlihatkan bahwa mereka telah memasuki periode munculnya rasa percaya diri. Mereka mau melakukan sendiri bukan hanya di toilet, tetapi juga dalam situasi lain. Konflik pada diri balita, otonomi vs. rasa malu dan ragu (autonomy versus shame and doubt), bisa diatasi dengan baik bila orangtua memberikan bimbingan tepat dan pilihan wajar pada anak-anak mereka. Seorang anak usia 2 tahun yang penuh percaya diri memiliki 11 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013),

18 orangtua yang tidak suka mengkritik atau menyerang dia saat gagal dalam keterampilan baru menggunakan toilet, makan dengan sendok, atau membereskan mainan. Mereka memenuhi tuntutan akan otonomi diri melalui toleransi dan pengertian misalnya, memberikan tambahan waktu untuk menyelesaikan permainan sebelum berangkat ke toko grosir. Sebaliknya, bila orangtua berlebihan atau kurang dalam pengendalian, hasilnya adalah anak akan merasa terpaksa dan malu atau ragu akan kemampuannya untuk mengendalikan dorongannya dan bertindak sendiri dengan benar. Pendek kata, kepercayaan dasar dan otonomi menumbuhkan pengasuhan hangat dan peka serta harapan wajar bagi pengendalian terhadap dorongan yang mulai muncul di tahun kedua. Bila anak memasuki beberapa tahun pertamanya tanpa rasa percaya yang cukup pada pengasuh dan perasaan positif mengenai individualitas, dia sama saja sedang menabur benih-benih masalah. Orang dewasa yang kesulitan membangun ikatan dekat, terlalu mengandalkan orang tercinta, atau terus-menerus ragu akan kemampuan diri untuk mengatasi tantangan baru, tidak akan bisa sepenuhnya menguasai tugas-tugas kepercayaan dan otonomi selama masa bayi dan balita. 12 Menurut pendapat John W Shartok Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan (autonomy versus shame and doubt) adalah tahap kedua dari perkembangan menurut Erikson, yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru mulai berjalan (1 hingga 3 tahun). Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuhnya, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah keputusan mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa 12 Laura E. Berk. Development Through The Lifespan. Edisi Kelima Transisis Menjelang Dewasa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) p

19 kemandirian atau otonominya. Jika bayi terlalu banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu. 13 Kemandirian menurut John W. Santrock menurut teori Erik Erikson (1968) mengedapankan bahwa kemandirian merupakan isu yang penting pada pada tahun kedua kehidupan. Erikson menggambarkan tahap kedua perkembangan sebagai tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi dibangun seiring dengna berkembangnya kemampuan mental dan motorik. Pada tahap ini, bayi tidak hanya mampu berjalan, namun mereka juga mampu memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, mendorong dan menarik, serta memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan semua prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatunya sendiri, apakah itu menyiram toilet, membuka bungkusan paket, atau memutuskan apa yang hendak dimakan. Penting bagi orang tua untuk mengenali motivasi balita dalalm melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka. Mereka dapat belajar mengendalikan otot dan dorongan-dorongan mereka. Namun, ketika pengasuh tidak sabar dan melakukan hal-hal yang ebetulnya dapat dilakukan oleh balita itu sendiri maka yang berkembang adalah rasa malu dan ragu-ragu. Setiap orang tua membuat anaknya menjadi terburu-buru dari waktu ke waktu. Apabila orang tua selalu bersikap terlalu melindungi anaknya ataupun terlalu banyak mengkritik kecelakaan-kecelakaan kecil yang terjadi (misalnya, kencing di celana, bermain tanah, menumpahkan, atau memecahkan), anak tersebut akan mengembangkan rasa malu dan raguragu yang berlebihan mengenai kemampuan mereka untuk mengendalikan diri sendiri dan dunianya. Sebagaimana yang akan didiskusikan di bab-bab selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan. 13 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012), 26 38

20 Sampai sejauh ini, kita telah berdiskusi mengenai bagaiana emosi dan kompetensi emosi berubah seiring dengan perkembangan anak-anak. Kita juga telah mengkaji peran gaya emosional; sebagai dampaknya, kita telah melihat bagaimana emosi memberikan nada-nada pada pengalaman kita. Meskipun demikian, emosi juga menuliskan liriknya karena emosi terdapat dala inti relasi kita dengan orang lain. 14 Menurut penney upton Masa kanak-kanak awal (2 hingga 3 tahun) ini merupakan Konflik dasar otonomi versus rasa malu dan ragu, peristiwa penting latihan ke toilet, hasil anak-anak perlu mengembangkan rasa pengendalian pribadi atas keterampilan-keterampilan fisik dan rasa kemandirian. Keberhasilan tahap ini akan mendorong perasaan otonom; kegagalan menimbulkan perasaan malu dan ragu. 15 Menurut William Crain Tahap umum: Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu, Erikson mendefinisikan konflik di titik ini sebagai otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi muncul dari dalam, sebuah pendewasaan biologis yang mengasuh kemampuan anak untuk melakukan segala hal dengan caranya sendiri mengontrol otot perut mereka sendiri, berdiri di atas kaki sendiri, menggunakan tangannya sendiri, dan sebagainya. Rasa malu dan ragu-ragu, sebaliknya, datang dari kesadaran akan ekspektasi dan tekanan sosial. Contohnya, seorang gadis kecil yang mengompol di celana jadi sadar diri, khawatir kalau orang lain melihatnya dalam kondisi itu. Rasa ragu berasal dari kesadaran bahwa dirinya tidak begitu berkuasa, sehingga orang lain bisa mengontrol dia dan bertindak lebih baik daripada dia. Harapan idealnya, anak bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi. Orang tua di sejumlah budaya berusaha membantu anak mereka mengalami hal ini. Dengan lembut mereka 14 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012), Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Erlangga, 2012), p

21 berusaha membantu anak belajar perilaku sosial tanpa menghancurkan independensinya. Namun sayang, orang tua lain tidak sesensitif ini, malah mempermalukan anak mereka secara berlebihan, contohnya saat mereka buang angin. Orang tua mematahkan hati anak dengan sikap bermusuhan, atau menertawakan upaya mereka melakukan hal-hal tertentu dengan caranya sendiri. Dalam kondisi yang demikian, anak bisa mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu yang abadi, yang ujung-ujungnya malah menggiring impuls-impuls mereka kepada pembatasan diri sendiri. Maka mereka akan mengembangkan kekuatan ego dalam bentuk kehendak yang kokoh. Kehendak, kata Erikson, merupakan kebulatan tekad yang tidak bisa dipatahkan untuk melatih pilihan bebas dan pengendalikan diri (1964, h.119). Erikson memasukkan pengendalian-diri di dalam definisi ini karena percaya bahwa penting bagi anak untuk belajar mengontrol ipuls-impuls mereka sendiri, dan menentukan apa yang tidak pantas (tidak boleh) dilakukan. Jadi anaklah yang seharusnya berinisiatif demikian bukannya kekuatan eksternal. 16 Menurut Jess Feist dan georgry Otonomi versus Rasa Malu dan Ragu-Ragu menurut teori erikson, jika masa kanak-kanak awal adalah waktunya pengekspresian-diri dan otonomi, maka ini juga menjadi waktu bagi rasa malu dan ragu-ragu (shame and doubt) saat anak-anak gigih untuk mengekspresikan ode muskuler-uretra-anal, mereka tampaknya menemukan sebuah budaya yang berusaha melarang sejumlah pengekspresian-diri seperti itu. Orangtua mungkin mempermalukan anak ketika mereka mengotori celana dengan urin atau feses, atau ketika mereka mengacak-acak makanan mereka. Orangtua bisa juga menanamkan keraguan dengan mempertanyakan kemampuan anak-anak untuk memenuhi standar-standar orangtua. 16 William Crain. Teori Perkembangan.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007),

22 Konflik antara otonomi dan rasa malu dan keraguan ini menjadi krisis psikososial utama masa kanak-kanak awal. Idealnya, anak-anak harus mengembangkan sebuah proporsi yang tepat antara otonomi dan rasa malu dan keraguan, dan proporsi ini mestinya mendukung otonomi-kualitas sintonik masa kanak-kanak awal. Anak-anak yang terlalu sedikit mengembangkan otonomi akan mengalami kesulitan-kesulitan di tahap-tahap selanjutnya, kehilangan kesempatan untuk meraih kekuatan dasar tahap-tahap berikutnya. Otonomi berkembang dari rasa percaya mendasar. Jika rasa percaya mendasar sudah terbangun pada masa bayi, anak-anak akan belajr untuk memiliki keyakinan pada diri mereka sendiri, dan dunia mereka akan tetap utuh sekalipun anak-anak mengalami krisis psikososial ringan. Jika mereka tidak dapat mengembangkan rasa percaya menasr selama masa bayi, maka upaya-upaya untuk meraih kendali atas organ-organ otot anal dan uretra selama masa kanak-kanak awal akan menemui perasaan malu dan ragu-ragu yang kuat, menyiapkan tahapan bagi sebuah krisis psikososial yang serius. Rasa disingkapkan. Rasa ragu, di sisi lain, adalah perasaan tidak pasti, perasaan bahwa sesuatu masih tetap tersembunyi dan tidak bisa dilihat. Rasa malu dan ragu-ragu adalah kualitas distonik, dan keduanya tumbuh dari rasa tidak percaya mendasar yang sudah terbentuk pada masa bayi. Kehendak: Kekuatan Dasar Masa Kanak-Kanak Awal Anak baru dapat berkembang hanya jika lingkungan mengizinkan sejumlah pengekspresian-diri dalam cara mereka mengontrol otot anus dan otot-otot lainnya. Ketika pengalaman mereka menghasilkan terlalu banyak rasa malu dan ragu-ragu, anak tidak akan bisa mengembangkan secara adekuat kekuatan dasar kedua yang penting ini. Kehendak yang tidak adekuat akan terekspresikan sebagai kompulsi, patologi inti masa kanak-kanak awal. 41

23 Kehendak yang terlalu sedikit dan kompulsivitas yang terlalu banyak akan terbawa ke dalam usia bermain sebagai lemahnya tujuan, dan ke dalam usia sekolah sebagai kurangnya rasa percaya diri. 17 Menurut bukunya Erik H erikson otonomi versus rasa malu dan ketidapercayaan. Tahap ini menjadi penentu bagi rasio antara cinta dan benci, kerja sama dan keras kepala, kebebasan untuk mengekspresikan diri dan menekannya. Dari perasaan pengendalian diri tanpa kehilangan penghargaan diri timbul perasaan kehilangan penghargaan diri timbul perasaan akan keinginan kontrol diri dan perasaan bangga yang abadi; dari perasaan kehilangan kontrol diri dan perasaan terlalu dikuasai orang lain timbul kecenderungan abadi untuk selalu ragu-ragu dan malu. Jika, bagi sebagian pembaca, potensi-potensi negatif tahapan-tahapan kami tampak mendapat penekanan yang terlalu keras, kami harus mengingatkan bahwa hal itu bukan hanya akibat dari terpreokupasi dengan data klinis. Orang dewasa, yang tampaknya matang dan tidak neurotik, menunjukkan sensitivitas tentang kemungkinan timbulnya rasa malu karena kehilangan muka dan ketakutan untuk diserang dari belakang, yang bukan hanya tidak rasional dan berlawanan dengan pengetahuan yang mereka miliki, tetapi juga dapat menjadi makna yang menentukan bila sentimen-sentimen yang terkait memengaruhinya, misalnya kebijakan antarras dan internasional. Perasaan memiliki martabat yang sah dan kebebasan yang sah secara hukum di pihak orang-orang dewasa di sekitarnya memberikan ekspektasi yang pasti kepada anak yang berkemauan baik bahwa jenis otonomi yang dibantu perkembangnya pada masa kanak-kanak tidak akan menghasilkan keragu-raguan atau rasa malu yang tidak semestinya di kehidupan dewasanya kelak. Jadi, perasaan otonomi yang dibantu perkembangannya pada anak dan 17 Jess Feist dan Gregory J. Feist. Theories of Personalitiy. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),

24 dimodifikasi sepanjang hidupnya akan membantu (dan dibantu oleh) terpeliharanya rasa keadilan di dalam kehidupan ekonoi maupun politik Usia Prasekolah: Inisiatif versus Rasa Bersalah Menurut Matthew dalam teori EriksonTahap ini muncul dari sekitar tahun keempat sampai tahun kelima, dan berkorelasi dengan tahap falik perkebangan psikoseksual Freud. Menurut Ericson, anak ditahap ini siap untuk mengembangkan sebuha keingintahuan yang tidak kenal lelah tentang perbedaan-perbedaan ukuran pada umumnya, dan perbedaan jenis kelamin pada khususnya.. belajar sekarang semakin aktif dan detail; membawa dia menjauh dari keterbatasan dirinya menuju kemungkinan-kemungkinan di masa depan (1959, hlm.76). Ditahap ini batas-batas dites untuk dipelajari apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak. Jika orangtua menguatkan perilaku dan fantasi yang diinisiatifkan sendiri oleh anak, mereka akan meninggalkan tahap ini dengan rasa isnisiatif yang sehat. Namun, jika orang tua mengolok, mengejek, tidak memedulikan atau memarahi perilaku dan imajinasi yang diinisiatifkan sendiri oleh anak, mereka akan meninggalkan tahap ini dengan rendahnya rasa kemandirian. Bukannya bersemangat mengambil inisiatif, mereka cenderung mengalami rasa bersalah ketika melakukan perilaku-perilaku jenis itu dan karenanya, cenderung menjalani hidup dalam batas-batas sempit yang ditetapkan orang lain bagi mereka. Erikson mendefinisikan tujuan sebagai keberanian untuk merancang dan mengejar tujuan-tujuan bernilai yang tidak akan bisa terhambat oleh dikalahkannya fantasi-fantasi infantil, oleh rasa bersalah, dan oleh rasa takut yang teramat sangat akan penghukuman 18 Erik H. Erikson, Childhood and Society, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2010),

25 (1964, hlm. 122). Anak-anak yang secara positif menyelesaikan krisis-krisis di tiga tahap pertama ini akan memiliki kebajikan-kebajikan berupa harapan, kehendak dan tujuan. 19 Dalam bukunya laura berk di dalam teori Erikson: Inisiatif vs. Rasa Bersalah, Erikson (1950) menguraikan masa kanak-kanak awal sebagai periode penuh semangat. Setelah anak-anak memiliki rasa otonomi, mereka menjadi sedikit lebih tenang dibanding ketika balita. Energi mereka tercurahkan untuk mengatasi konflik psikologis selama masa prasekolah: inisiatif vs. rasa bersalah (iniative versus guilt). Seperti bisa dilihat dari kata initiative versus guilt). Seperti bisa dilihat dari kata initiative, anak-anak memiliki rasa kebertujuan. Mereka ingin sekali melakukan tugas-tugas baru, mengikuti aktivitas teman sebaya, dan mencari tahu apa yang bisa mereka lakukan dengan bantuan orang dewasa. Mereka juga mengalami kemajuan dalam perkembangan kesadaran diri. Erikson menganggap permainan sebagai cara anak-anak belajar tentang diri dan dunia sosial mereka. Permainan memberikan kesempatan pada anak-anak prasekolah untuk mencoba berbagai keterampilan baru dengan sedikit risiko gagal dan menerima kritik. Permainan juga menciptakan sebuah organisasi sosial kecil anak-anak yang harus bekerja sama demi mencapai peran keluarga dan pekerjaan yang sangat jelas polisi, dokter, dan perawat dalam masyarakat Barat, pemburu kelinci dan pembuat tembikar dalam masyarakat Suku India Hopi, tukang bangunan dan pembuat tombak dalam masyarakat baka di Afrika Barat (Goncu, Patt, & Kouba, 2004). Ingat bahwa teori Erikson dibangun di atas tahapan psikososial Freud (lihat Bab 1). Dalam konflik Oedipus dan Electra Freud, untuk menghindari hukuman dan memelihara kasih sayang orangtua, anak-anak membentuk superego (superego), atau hati nurani, melalui 19 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013),

26 identifikasi dengan orangtua berjenis kelamin sama. Walhasil, mereka mengadopsi standar peran gender dan moral dari masyarakat mereka. Setiap kali anak melanggar standar hati nurani, dia akan merasa bersalah. Bagi Erikson, dampak negatif masa kanak-kanak awal adalah terlalu ketatnya superego sehingga anak-anak merasa sangat bersalah karena mereka terlalu sering ditekan, dikritik, dan dihukum oleh orang dewasa. Bila ini terjadi, permainan dan upaya anak-anak prasekolah untuk menguasai tugas-tugas baru menjadi berantakan. Meskipun gagasan Freud tidak lagi diterima sebagai penjelasan yang memadai mengenai perkembangan hati nurani, gambaran Erikson tentang inisiatif mampu menangkap berbagai perubahan kehidupan emosional dan sosial pada diri anak-anak. Sejatinya, masa kanak-kanak awal adalah sebuah masa ketika anak-anak mengembangkan citra diri yang penuh dengan rasa percaya diri, pengendalian lebih efektif atas emosi mereka, keterampilan sosial baru, landasan moralitas, dan pemahaman jelas tenang diri sendiri sebagai seorang anak laki-laki atau perempuan. 20 Menurut bukunya Laura berk diambil dalam Teori Erikson: Inisiatif vs Rasa Bersalah dalam bukunya perubahan kepribadian apa saja yang terjadi selama tahapan inisiatif vs. rasa bersalah Erikson? Gambaran Erikson mengenai inisiatif vs rasa bersalah (initiative versus guilt) menangkap perubahan emosional dan sosial selama masa kanak-kanak awal. Pikiran sehat mengenai inisiatif bergantung pada eksplorasi dunia sosial melalui permainan, pembentukan nurani melalui identifikasi dengan orantua dari jenis kelamin yang sama, dan penerimaan terhadap pengasuhan yang mendukung Laura E. Berk. Development Through The Lifespan. Edisi Kelima Transisi Menjelang Dewasa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) p Laura E. Berk. Development Through The Lifespan. Edisi Kelima Transisi Menjelang Dewasa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) p

27 Menurut John W santrock Prakarsa versus rasa bersalah (initiative versus guilt), yang merupakan tahap ketiga dari perkembangan menurut Erikson, berlangsung selama masa prasekolah. Ketika anak-anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang menuntut mereka untuk mengembangkan perilaku yang aktif dan bertujuan. Anak-anak diharapkan mampu bertanggung jawab terhadap tubuh, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Namun, perasaan bersalah dapat muncul apabila anak dianggap tidak bertanggung jawab dan menjadi sangat cemas. 22 Menurut John W shartoc Inisiatif versus Rasa Bersalah dalam tahapan Erikson, menurut delapan tahap perkembangan Erik Erikson (1968) yang terjadi selama periode tertentu di masa hidup manusia. Dua tahap pertama erikson, percaya versus tidak percaya (trust versus mistrust), dan autonomi versus rasa malu dan ragu-ragu, menjelaskan apa yang Erikson sebut sebagai tugas perkembangan utama di masa bayi. Perkembangan psikososial Erik Erikson terkait dengan tahap inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt) di masa kanak-kanak awal. Mulai sekarang, anak-anak menjadi lebih yakin bahwa mereka adalah diri mereka sendiri; selam amasa kanak-kanak awal, ereka mulai menemukan pribadi yang diinginkan. Secara intensif mereka mengidentifikasi kepada orang tuanya, yang hampir selalu terlihat kuat dan cantik; meskipun sering kali tidak masuk akal, tidak sependapat, dan kadangkala membahayakan. Selama kanak-kanak awal, anak-anak menggunakan keterampilan perseptual, motorik, kognitif, dan bahasa untuk melakukan sesuatu. Mereka memiliki kelebihan energi yang memungkinkan mereka melupakan kegagalan-kegagalannya dengan cepat dan mendekati area-area baru yang terlihat menarik bahkan meskipun areaarea itu terlihat berbahaya tanpa kekurangan energi dan rasa keterarahan yang meningkat. Pada tahap ini dengan inisiatifnya sendiri, anak-anak dengan gembira bergerak menuju dunia 22 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012), 26 46

28 sosial yang lebih luas. Inisiatif ini dipimpin oleh suara hati (conscience). Inisiatif dan antusias mereka tidak hanya memberi reward, namun juga rasa bersalah, yang dapat menurunkan penghargaan diri. 23 Menurut bukunya Penney upton Prasekolah (3 hingga 5 tahun), Konflik dasar inisiatif versus rasa bersalah, peristiwa penting eksplorasi, hasil anak-anak perlu mulai menunjukkan kendali dan kekuasaan atas lingkungan. Keberhasilan dalam tahap ini akan mendorong rasa bertujuan. Anak-anak yang berusaha menunjukkan kekuasaan berlebihan akan mengalami penolakan, yang menimbulkan rasa bersalah. 24 Menurut bukunya William CarainTahap umum: Inisiatif vs Rasa BersalahInisiatif, seperti instrusi, berarti pergerakan ke depan. Lewat inisiatif, anak membuat rencana, menetapkan tujuan dan mempunyai semangat untuk mencapainya. Saya mencatat contohnya, sejumlah aktivitas salah satu putra kami waktu berusia 5 tahun. Suatu hari dia memutuskan untuk melihat seberapa tinggi bisa menyusun mainan baloknya, kemudian menemukan permainan lain untuk seberapa tinggi dia bisa melompat dari tempat tidur orang tuanya, dan akhirnya mendorong anggota keluarga yang lain untuk melihat sebuah film baru yang kebanyakan berisi aksi dan kekerasan. Tingkah laku ini dia lakukan berdasarkan tujuan, hasrat persaingan dan kualitas imajinatif tertentu. Di titik ini, krisis datang ketika anak mulai menyadari bahwa rencana-rencana terbesar mereka dan harapan-harapan terdalamnya hancur berantakan. Ambisi-ambisi ini tentunya ambisi odipal keinginan untuk memiliki salah satu orang dan bersaing dengan yang satunya. Lalu anak menemukan kalau harapan-harapan ini melanggar tabu sosial dan 23 John W. Santrock, Life Span Development (Jakarta: Erlangga, 2012) p Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Erlangga, 2012),

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut

Lebih terperinci

Erikson. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. 8 tahap psikososial. Daftar Pustaka. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Erikson. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. 8 tahap psikososial. Daftar Pustaka. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: Erikson Fakultas PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Program Studi PSIKOLOGI Biografi Evaluasi Teori 8 tahap psikososial Daftar Pustaka Biografi Bernama lengkap Erik Homberger Erikson,

Lebih terperinci

Rentang Perkembangan Manusia UMBY

Rentang Perkembangan Manusia UMBY Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Infancy & Early Childhood (masa bayi dan kanak-kanak awal) Belajar berjalan, mengambil makanan padat Belajar bicara Belajar mengontrol eliminasi (urin & fekal) Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi

Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi Oleh Mutia Ratnasari* Abstrak Karya tulis ini berjudul Perkembangan Kepribadian pada Tokoh Utama dalam Novel Babalik

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Teori Psikososial Erik Erikson

Psikologi Kepribadian I Teori Psikososial Erik Erikson Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Teori Psikososial Erik Erikson Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Struktur Kepribadian Ego Kreatif Ego kreatif:

Lebih terperinci

BAB IV A. PERBEDAAN, KRITIK, SERTA KONTRIBUSI TENTANG KONSEP. 1. Perbedaan konsep perkembangan kepribadian Erik H. Erikson dan Ibn

BAB IV A. PERBEDAAN, KRITIK, SERTA KONTRIBUSI TENTANG KONSEP. 1. Perbedaan konsep perkembangan kepribadian Erik H. Erikson dan Ibn BAB IV A. PERBEDAAN, KRITIK, SERTA KONTRIBUSI TENTANG KONSEP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ERIK H. ERIKSON DAN IBN KHALDUN. 1. Perbedaan konsep perkembangan kepribadian Erik H. Erikson dan Ibn Khaldun. Aspek

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK MASA KANAK-KANAK AWAL Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK 1 Tugas Perkembangan Kanak-kanak Awal a)belajar perbedaan dan aturan-aturan jenis kelamin. b)kontak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Review Teori Perkembangan Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Perkembangan Psikoseksual Freud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Defenisi Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon / jawaban di dalam acara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian

Lebih terperinci

TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA

TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA 1 Tahapan Perkembangan Manusia (Hurlock) Periode prenatal Periode Infancy : 0 akhir pekan 2 Periode Bayi : akhir pekan kedua 2 tahun Periode Awal Masa Kanak-kanak : 2-6 tahun

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini sering dikatakan sebagai masa keemasan atau golden age. Masa keemasan adalah masa dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang

Lebih terperinci

Peran Orang Tua dalam Menanamkan Keagamaan pada Anak Usia Dini Afitria Rizkiana, Pendahuluan Usia dini merupakan masa yang sangat

Peran Orang Tua dalam Menanamkan Keagamaan pada Anak Usia Dini Afitria Rizkiana, Pendahuluan Usia dini merupakan masa yang sangat Peran Orang Tua dalam Menanamkan Keagamaan pada Anak Usia Dini Afitria Rizkiana, 125120307111008 Pendahuluan Usia dini merupakan masa yang sangat penting sepanjang hidup, karena pada masa ini adalah masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

- keluarga besar. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap perbedaan Individual

- keluarga besar. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap perbedaan Individual Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap perbedaan Individual Faktor Hereditas (keturunan) --> melalui kromosom Faktor Lingkungan. Perubahan pd masa kanak-kanak berkaitan dg. kematangan --> perbedaan individual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I

Psikologi Kepribadian I MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian I Psikologi Kepribadian I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 13 61101 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

Freud s Psychoanalytic Theories

Freud s Psychoanalytic Theories Modul ke: 02Fakultas Erna PSIKOLOGI Freud s Psychoanalytic Theories Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si Program Studi Psikologi Freud (1856-1939) Pendekatan Dinamis Dinamakan juga : Energi psikis, energi dorongan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara. konservatif. Meskipun banyak rintangan, Montessori adalah wanita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara. konservatif. Meskipun banyak rintangan, Montessori adalah wanita BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Montessori 2.1.1. Sejarah Maria Montessori lahir pada tahun 1870 di Italia, sebuah negara yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara konservatif. Meskipun

Lebih terperinci

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th MASA KANAK-KANAK AWAL By FH Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th 1 Tugas Perkembangan Kanak-kanak Awal a) Belajar perbedaan dan aturan-aturan jenis kelamin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL Psikologi Umum 1 PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL Erik Homburger Erikson Ursa majorsy Teori perkembangan Erikson sangat dipengaruhi oleh psikoanalisa Freud. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN PSIKO-SOSIAL REMAJA DARI PERSPEKTIF ERIK ERIKSON

BAB II PERKEMBANGAN PSIKO-SOSIAL REMAJA DARI PERSPEKTIF ERIK ERIKSON BAB II PERKEMBANGAN PSIKO-SOSIAL REMAJA DARI PERSPEKTIF ERIK ERIKSON Dalam bab ini, penulis akan memaparkan: bibiografi Erik Erikson, pengertian perkembangan psikososial remaja, melihat aspek-aspek dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menjelaskan tentang periodisasi perkembangan peserta didik Indikator Mahasiswa mampu menjelaskan periodisasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Kemandirian Anak Usia Dini 1. Pengertian Kemandirian Anak Usia Dini Menurut Sitti Hartinah (2011:36) perkembangan sosial mengandung makna pencapaian suatu kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa mendapatkan teman baru selain teman di rumahnya. Anak juga dapat bermain dan berinteraksi

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat yang paling sulit pada masa remaja adalah masa remaja awal, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat yang paling sulit pada masa remaja adalah masa remaja awal, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat yang paling sulit pada masa remaja adalah masa remaja awal, karena berbagai masalah yang dihadapi remaja. Remaja awal berada pada rentang usia 12 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana seseorang yang sudah berkeluarga sangat berharap mempunyai anak. Jika anak dalam keadaan sehat, orang tuapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT BAGIAN PSIKOLOGI KLINIS FAKULTAS PSIKOLOGI UNDIP BEKERJASAMA DENGAN RS. HERMINA BANYUMANIK SEMARANG PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM SEMARANG, 23 AGUSTUS 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEKS ANAK* (Pendekatan Praktis Bentuk dan Antisipasi Penyimpangan seks anak)

PENDIDIKAN SEKS ANAK* (Pendekatan Praktis Bentuk dan Antisipasi Penyimpangan seks anak) PENDIDIKAN SEKS ANAK* (Pendekatan Praktis Bentuk dan Antisipasi Penyimpangan seks anak) Oleh : AGUNG HASTOMO, S.Pd** NIP : 132319836 JURUSAN PENDIDIKAN PRA-SEKOLAH dan SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

PAUD yang Selaras dengan Prinsip Tumbuh Kembang Anak. Nurul Malika

PAUD yang Selaras dengan Prinsip Tumbuh Kembang Anak. Nurul Malika PAUD yang Selaras dengan Prinsip Tumbuh Kembang Anak Nurul Malika 125120307111070 Pendahuluan Pemerintah Indonesia sudah pasti mempunyai ketetapan tersendiri pada bidang pendidikan. Pendidikan adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza Teori Perkembangan Psikososial Oleh : Yulia Ayriza Teori Perkembangan Psikososial (Menurut Erik Erikson) Erikson (1950, 1968 ) mengatakan bahwa manusia lebih berkembang dalam tahap psikososial daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

Perkembangan Anak dan Remaja. Dra. Riza Sarasvita MSi, MHS, PhD, Psikolog Direktur PLRIP BNN

Perkembangan Anak dan Remaja. Dra. Riza Sarasvita MSi, MHS, PhD, Psikolog Direktur PLRIP BNN Perkembangan Anak dan Remaja Dra. Riza Sarasvita MSi, MHS, PhD, Psikolog Direktur PLRIP BNN Latar Belakang Proses Perkembangan Kognitif Tokohnya adalah Piaget (1936) Perkembangan kognitif memiliki 4 aspek:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

Psikologi Terapan UI ini.

Psikologi Terapan UI ini. SERING BUANG AIR BESAR DI CELANA Boleh jadi si kecil enggak sakit perut, tapi semata-mata lantaran ingin membangkang. Penyebabnya, toilet training yang salah. Dibanding si kecil mengompol, buang air besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

Perkembangan Emosi Pada Bayi

Perkembangan Emosi Pada Bayi Perkembangan Emosi Pada Bayi Oleh Sutji Martiningsih Wibowo Sumbangan tulisan untuk Buletin Akhwat Yayasan Islam Paramartha Pilihan topik bahasan kali ini adalah Perkembangan emosi pada bayi yang mungkin

Lebih terperinci

FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA

FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA Fase fase Kepribadian Sigmund Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan kepribadian sesuda usia 5 tahun sebagian

Lebih terperinci

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menginginkan kehidupan yang bahagia dan tubuh yang ideal. Harapan ini adalah harapan semua wanita di dunia, tetapi kenyataannya tidak semua wanita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

Mendidik Anak Usia Dini dengan Permainan

Mendidik Anak Usia Dini dengan Permainan Mendidik Anak Usia Dini dengan Permainan Pendidikan Anak Usia Dini yang Selaras dengan Tumbuh Kembang Sebagai bahan Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Anak Usia Dini Dosen Pengampu : Unita Werdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

Ilmu Perkembangan Anak Universitas Negeri Yogyakarta. Oleh : Yulia Ayriza

Ilmu Perkembangan Anak Universitas Negeri Yogyakarta. Oleh : Yulia Ayriza Ilmu Perkembangan Anak Universitas Negeri Yogyakarta Oleh : Yulia Ayriza TUMBUH KEMBANG ANAK PERTUMBUHAN Berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran organ individu dan hal ini dapat

Lebih terperinci