BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam,
|
|
- Harjanti Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia Pengertian Lansia Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam, 2008). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun ke atas. Secara umum proses menjadi lansia didefinisikan sebagai perubahan yang terkait dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menimbulkan menurunnya kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Nugroho, 2008) Batasan Umur Lansia Lansia dapat dibedakan berdasarkan batasan umurnya masing-masing. Menurut WHO, ada empat tahap batasan umur lansia yaitu usia pertengahan (middle age) antara tahun, usia lanjut (elderly) antara tahun, dan usia lanjut usia (old) antara tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut Depkes RI, batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara tahun, usia lanjut dini 10
2 11 (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Maryam, 2008) Perubahan pada Lansia Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan mental, psikososial dan perubahan fisik (Hutapea, 2005). 1) Perubahan mental Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan. Perubahan mental yang terjadi pada lansia berupa munculnya sifat egosentrik dan tamak apabila memiliki sesuatu. Lansia cenderung tetap ingin mendapat peran di masyarakat dan apabila nanti meninggal, lansia ingin mencapai sorga (Nugroho, 2008). 2) Perubahan sosial Menurut Nugroho (2008), perubahan sosial yang terjadi pada lansia terjadi karena perubahan pekerjaan seperti masa pensiun. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, dan kehilangan teman untuk bersosialisasi. Sedangkan menurut Azizah (2011), perubahan sosial yang terjadi pada lansia juga disebabkan oleh
3 12 perubahan aspek kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan perubahan minat dan penurunan fungsi. 3) Perubahan fisik a. Terjadinya perubahan pada sistem indera, dimana lensa mata lansia mulai kehilangan elastisitas dan menjadi kaku, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Pada sistem pendengaran, mulai terjadi gangguan pada pendengaran (Nugroho, 2008). b. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paruparu yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat (Hutapea, 2005). c. Perubahan pada sistem kardiovaskuler masa jantung mulai bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat, konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun (Azizah, 2011). d. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh lansia menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit (Hutapea, 2005). e. Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus serta terjadinya atrofi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur (Azizah, 2011). f. Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa mulai berkurang, kepekaan sentuhan berkurang dan pendengaran
4 13 berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental menurun serta ingatan visual berkurang (Hutapea, 2005). g. Perubahan pada sistem perkemihan, pola berkemih menjadi tidak normal seperti banyak berkemih di malam hari sehingga mengharuskan lansia pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan kejadian inkontinensia urine meningkat pada lansia (Azizah, 2011). h. Terjadi perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun (Hutapea, 2005). Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, hampir 80% lansia mengalami perubahan fisik yang bersifat kronis dan mengganggu mobilitas serta kemandirian lansia (Potter & Perry, 2005). Perubahan fisik yang paling sering terjadi pada lansia adalah pada sistem muskuloskeletal, dimana terjadi perubahan pada kolagen yang merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia dan menimbulkan dampak berupa nyeri dan penurunan kemampuan otot sehingga lansia mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011). Penyakit yang paling sering menyebabkan disabilitas pada lansia adalah golongan penyakit atritis (Depkes RI, 2008).
5 Rheumatoid Athritis Definisi Rheumatoid Athritis Rheumatoid Athritis (RA) adalah penyakit multisistem kronik yang ditandai oleh beragam manifestasi klinis dengan awitan penyakit umumnya pada usia antara 35 dan 40 tahun. Gambaran utama adalah sinovitis inflamatorik yang biasanya mengenai sendi (Leveno, 2009). RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan (Corwin, 2009) Penyebab Rheumatoid Athritis Menurut John & Johnson (2007), penyebab pasti dari RA masih belum diketahui meskipun terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ; 1. Genetik RA dapat terjadi karena memiliki keturunan penyakit ini dalam keluarga. Namun adanya keturunan RA dalam keluarga tidak akan meningkatkan resiko pada anakanak. 2. Infeksi Beberapa tipe dari atritis terjadi akibat infeksi. Beberapa penelitian mengatakan bahwa infeksi yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus dapat memicu respon imun yang abnormal akan menyebabkan RA.
6 15 3. Lingkungan Beberapa studi menemukan bahwa perokok berat dan orang yang terpapar asap rokok lebih mudah terkena RA daripada orang yang bukan perokok. RA juga diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi yang bereaksi terhadap kolagen tipe 11 dari tulang rawan sendi pasien (Sudoyo, 2007) Manifestasi Klinis Rheumatoid Athritis RA merupakan suatu penyakit yang memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh RA adalah perasaan lelah, anoreksia, berat badan menurun, demam, poliatritis simetris yang terjadi biasanya pada sendi perifer, kekakuan sendi pada pagi hari, peradangan sendi kronik yang menyebabkan terjadinya erosi di tepi tulang, deformitas sendi, terdapatnya nodul-nodul rematoid yang sering berlokasi di sendi siku dan terjadinya manifestasi ekstra-artikular dimana RA tidak hanya menyerang sendi namun dapat menyerang organ lainnya seperti jantung yang akan mengakibatkan terjadinya perikarditis (Price & Wilson, 2005). Berdasarkan penelitian, 90% lansia mengeluhkan nyeri di sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006) Patofisiologi Rheumatoid Athritis RA merupakan penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicunya yaitu bakteri, mikoplasma atau virus yang
7 16 menginfeksi sendi. Meskipun IgG yang memperantarai respon imun awal berhasil menghancurkan mikroorganisme, namun tubuh cenderung membentuk antibodi lain yaitu IgM atau IgG. Antibodi tersebut menetap di kapsul sendi sehingga akan menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan pada sendi (Corwin, 2009). Inflamasi awal mengenai sendi sinovial dan kemudian menjadi menebal pada sendi atrikular kartilago. Penebalan tersebut akan menyebabkan granulasi pada persendian yang disebut dengan pannus yang apabila panus ini menyebar akan menyebabkan terjadinya nekrotik pada sendi. Proses inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada sendi dan akan menimbulkan nyeri yang hebat serta deformitas (Suratun, Heryati, Manurung, Raenah, 2008) Penatalaksanaan Rheumatoid Athritis Tujuan dari pengobatan RA adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien, serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005). Menurut American Collage Rheumatology, penanganan RA dapat meliputi terapi farmakologis (obat-obatan), non farmakologis (kompres panas/dingin, masase, relaksasi dan distraksi) serta tindakan operasi (Purwoastuti, 2009). Penggunaan terapi farmakologis yang sering diresepkan dokter pada pasien RA adalah DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan Leflunomid dengan kombinasi obat anti-inflamasi atau NSAID dan kortikosteroid dosis rendah (Arthritis Foundation, 2014).
8 17 Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis ini juga dapat menimbulkan berbagai macam keluhan lain seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal yang disebabkan oleh efek samping dari NSAID yang memblok prostaglandin secara keseluruhan (WebMD, 2014). Menurut hasil penelitian penggunaan terapi non farmakologis pada pasien RA dapat memblok dan menurunkan impuls nyeri dan digunakan sebagai pertolongan pertama ketika nyeri RA menyerang serta terapi non farmakologis seperti kompres panas/ dingin dan masase dapat meningkatkan aliran darah dan mampu meredakan sensasi nyeri (Tamsuri, 2006). 2.3 Nyeri Pada Rheumatoid Athritis Definisi Nyeri Rheumatoid Athritis Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Potter & Perry, 2005). Nyeri RA adalah nyeri yang dirasakan di daerah sendi dan merupakan permasalahan utama yang paling sering terjadi dan hal yang sangat penting untuk ditangani (Jenkins, 2011). Nyeri RA akan memberat apabila perjalanan penyakit tidak diatasi serta akan meningkat seiring dengan ambang nyeri pasien sendiri (Isbagio, 2006). Nyeri RA akan menimbulkan rasa tidak nyaman, keletihan dan disabilitas pada pasien (Clair, Pisetsky, Haynes, 2004).
9 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis Menurut Berman, Snyder, Kozier, Erb (2009), penyebab terjadinya nyeri secara umum adalah adanya trauma mekanik, trauma termal, trauma kimiawi, trauma elektrik, neoplasma, peradangan dan faktor psikologis. Nyeri pada RA disebabkan oleh proses peradangan (inflamasi) pada membran sinovial yang terjadi akibat proses fagositosis yang menghasilkan enzim-enzim dalam sendi dan akan memecahkan kolagen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi dan menimbulkan nyeri (Jenkins, 2011) Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis Menurut Potter & Perry (2005), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri meliputi usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, ansietas, pengalaman sebelumnya, efek plasebo, dukungan keluarga dan sosial, keletihan dan pola koping. Menurut Ari (2009), terdapat dua faktor yang berperan dalam beratnya rasa nyeri pada pasien RA yaitu beratnya penyakit dan ambang nyeri pasien. Makin berat penyakit, maka makin bertambah pula rasa nyeri yang dirasakan pasien RA dan apabila perjalanan penyakit dapat dihentikan (remisi), maka rasa nyeri akan berkurang. Pasien dengan ambang nyeri yang tinggi akan merasakan nyeri ringan dan tidak akan mengganggu aktivitasnya. Faktor lainnya yang mempengaruhi nyeri pada
10 19 pasien RA adalah usia dan jenis kelamin. Insiden RA meningkat pada usia 40 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita (Price & Wilson, 2005) Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis Fisiologi dari setiap nyeri yang dirasakan pasien adalah sama. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Corwin, 2009). Menurut Potter & Perry (2005), berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor cutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. a. Reseptor A-δ (A-δ fiber) Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
11 20 b. Serabut C (C fiber) Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi. c. Reseptor visceral Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis Menurut Mutaqqin (2008), karakteristik nyeri RA dapat dikaji menggunakan PQRST yang terdiri dari : 1. Provoking Incident (faktor penyebab nyeri). Nyeri RA dirasakan ketika sendi yang mengalami peradangan digerakkan atau sering disebut Joint Tenderness on Moving (Mutaqqin, 2008).
12 21 2. Quality and Quantity of Pain (kualitas dan kuantitas nyeri). Nyeri yang dirasakan oleh pasien RA adalah nyeri dengan rasa terbakar di bagian sendi yang mengalami pembengkakan, nyeri akan berkurang ketika sendi yang mengalami pembengkakan diistirahatkan (Dewi, 2009). 3. Region Nyeri RA biasanya terjadi di daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki (Buffer, 2010). 4. Severuty (Scale) of Pain Nyeri yang dialami oleh pasien RA didapatkan skala nyeri rata-rata enam mengindikasikan nyeri sedang (Dewi, 2009). 5. Time Nyeri pada pasien RA digolongkan menjadi nyeri kronis non malignant yang mengindikasikan nyeri tidak bersifat responsif terhadap metode-metode pembebasan nyeri (Prasetyo, 2010). Pada umumnya, pasien dengan RA akan merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri RA juga akan dirasakan lebih berat saat pasien dalam posisi duduk atau berbaring dalam jangka waktu yang lama (Jenkins, 2011) Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis Nyeri secara umum dapat diukur dengan berbagai metode yaitu dengan menggunakan alat pengukuran skala nyeri seperti skala nyeri numerik, deskriptif dan analog visual
13 22 (Potter & Perry, 2005). Menurut Datak (2008), pengukuran skala nyeri dengan menggunakan skala nyeri numerik (Numeric Rating Sace/NRS) merupakan skala yang paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala NRS merupakan skala nyeri yang paling sering dan lebih banyak digunakan di klinik. NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi teraupetik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat terkontrol Nyeri berat tidak terkontrol Gambar 1. Skala Nyeri Numerik (Sumber : Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis Menurut Jenkins (2011), penatalaksanaan nyeri pada pasien RA adalah sebagai berikut :
14 23 1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) TENS merupakan stimulasi kutaneus yang menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar dan efektif untuk mengontrol nyeri pasca bedah serta mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (Potter & Perry, 2005). 2. Masase Masase merupakan teknik relaksasi dengan usapan perlahan menggunakan lotion dan dapat memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah local sehingga mampu menurunkan nyeri pada pasien RA (Kusyati, 2006). 3. Kompres panas/dingin Kompres panas/ dingin dapat melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan (Alimul, 2008). 4. Distraksi Distraksi merupakan suatu suatu tindakan pengalihan nyeri dengan memberikan stimulus yang menyenangkan dan menyebabkan pelepasan endorphin (Potter & Perry, 2005). 5. Aktifitas Aktifitas fisik akan mampu melepaskan endofin dan mampu mengurangi nyeri yang dirasakan pasien RA (Jenkins, 2011).
15 24 6. Splinting Splinting merupakan sebuah terapi okupasional yang bermanfaat dalam menurunkan nyeri pada sendi ketika beraktifitas (Jenkins, 2011). 7. Obat Farmakologis Analgesik merupakan pengobatan yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Terdapat tiga jenis analgesik yaitu Non- narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), analgesic narkotik atau opiat dan obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik (Potter & Perry, 2005). 8. Pembedahan Tindakan pembedahan dilakukan apabila pasien RA mengalami nyeri yang menetap dan dapat mencegah pergeseran sendi (Jenkins, 2011) Kompres hangat jahe Kompres hangat merupakan terapi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat (Alimul, 2008). Selain itu, kompres hangat berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah serta menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan. Indikasi pemberian kompres hangat adalah untuk pasien yang mengalami perut kembung, pasien yang mengalami kedinginan, pasien dengan radang sendi, pasien yang mengalami kejang otot, pasien yang mengalami abses ataupun hematoma (Kusmiati, 2009). Kompres hangat seringkali di kombinasikan
16 25 dengan rempah-rempah, salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe. Secara historis, jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan obat tradisional untuk pascaoperasi mual seperti gejala mual, kemoterapi, dan kehamilan, rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan nyeri sendi dan otot. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006). Menurut Susanti (2014), sebelum dilakukan pengompresan jahe dibersihkan dan ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dihangatkan. Setelah itu, handuk dimasukkan ke dalam air hangat jahe dan diperas dahulu sebelum dilakukan pengompresan. Kompres dilakukan di daerah yang mengalami nyeri. Kompres hangat jahe dilakukan selama menit. Menurut Utami (2005), kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA selain itu efek farmakologis pada jahe adalah memiliki rasa pedas dan panas, berkhasiat sebagai pencahar, antiemeltik dan antirematik. Komponen utama dari jahe adalah senyawa gingerol (Misrha, 2009). Pengaruh kompres hangat jahe terhadap nyeri adalah sesuai dengan teori gate control yang mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori
17 26 A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan deta-a berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan ke otak dihambat (Potter & Perry, 2005) Back massage Back massage adalah suatu pijatan menggunakan sentuhan tangan di daerah punggung dengan lotion/balsem yang dapat memberikan sensasi hangat dan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Intervensi back massage difokuskan pada area punggung bagian bawah yaitu dari segmen spinal T.12 sampai L.4. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Back massage berfungsi untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2005). Sensasi hangat back massage juga dapat meningkatkan rasa nyaman. Nilai
18 27 terapeutik yang lain dari termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis pasien (Kusyati, 2006). Back massage dilakukan sekitar 10 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengurangi keluhan nyeri (Tamsuri, 2006). Menurut Wijanarko & Riyadi (2010), posisi seseorang saat akan diberikan back massage hendaknya dalam posisi yang rileks agar bagian yang akan di massage tidak mengalami ketegangan. Posisi yang dianjurkan adalah posisi tidur telungkup dan duduk. Posisi tidur telungkup yang baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada bantal, dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Lengan diletakkan di samping badan, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Untuk posisi duduk, punggung diposisikan tegak. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam keadaan rileks srta tidak ada bagian tubuh yang kontraksi. Menurut Bambang (2011), teknik back massage terdiri dari effleurage (mengusap), petrissage (mencubit), friction (menggosok) dan tapotement (menepuk). Effleurage merupakan tipe masase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan dan halus dilakukan saat memulai dan mengakhiri pijatan (Berman, Snyder, Kozier, Erb, 2009). Gerakan ini bertujuan untuk meratakan minyak dan menghangatkan otot agar lebih rileks. Effleurage dilakukan dengan telapak tangan dan jemari rapat dan bergerak dengan kuat dari bokong menuju bahu dan gerakan lebih ringan dari bahu menuju bokong (Sinclair, 2006). Petrissage adalah tindakan mencubit atau menjepit
19 28 beberapa bagian kulit dengan menggunakan ujung jari (Anastasia, 2009). Tindakan ini dilakukan secara ringan dan berirama serta bertujuan untuk memperlancar penyaluran zat-zat dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh darah dan getah bening (Sinclair, 2006). Friction merupakan gerakan memberi tekanan pada kulit untuk memperlancar sirkulasi darah, mengaktifkan kelenjar kulit, menghilangkan kerut dan memperkuat otot kulit (Bain, 2006). Gerakan terakhir adalah tapotement yang merupakan gerakan ketukan yang berturut-turut dan cepat menggunakan bagian samping tangan atau ujung jari. Khasiat gerakan Tapotement yaitu menyegarkan otototot, melancarkan peredaran darah dan getah bening pada tempat yang diurut (Potter &Perry, 2005). 2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan Skala Nyeri RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan dan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu genetik, infeksi dan lingkungan (Corwin, 2009). Nyeri merupakan keluhan utama yang dirasakan pasien RA (Yatim, 2006). Tujuan dari pengobatan RA adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005). Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal (WebMD, 2014).
20 29 Terapi non farmakologis yang dapat diberikan pada pasien RA adalah stimulasi kutaneus seperti kompres hangat jahe dan back massage. Kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA (Utami, 2005). Kompres hangat jahe bekerja dalam memvasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan suplai darah dan oksigen ke area nyeri (Kusmiati, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014), dengan judul Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar tahun 2014 disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid dengan ρvalue = 0,000 (ρ < 0,05). Back massage adalah salah satu tehnik memberikan masase pada punggung dengan usapan secara perlahan (Kusyati, 2006). Back masase bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011) dengan judul Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Pembantu Karang Asem didapatkan hasil terdapat pengaruh pemberian back massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pustu Karang Asem dengan ρvalue = 0,003 (ρ < 0,05).
21 30 Dari masing-masing penelitian disimpulkan bahwa kompres hangat jahe dan back massage efektif dalam menurunkan nyeri sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaannya.
BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Usia lanjut dikatakan
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya
BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri
Lebih terperinciEva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK
PERBEDAAN PENGARUH TERAPI KOMPRES HANGAT DAN TEKNIK SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADA LANSIA YANG MENGALAMI PENYAKIT OSTEOARHRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA PUSPAKARMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan
Lebih terperinciBAB I. tahun dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000, jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah penduduk usia lanjut secara dramatis pada abad 21 nanti. Berdasarkan data proyeksi penduduk tahun 1990-2025 dari Badan Pusat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rheumatoid arthtritis 1. Definisi Kata arthtritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthtron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan jaringan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan 206 tulang, perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan dan menjadi beban tanggungan baik oleh keluarga, masyarakat,
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Usila atau usia lanjut merupakan kelompok yang rentan yang selalu ketergantungan dan menjadi beban tanggungan baik oleh keluarga, masyarakat, dan negara. Melihat kenyataan
Lebih terperinciPENGURUTAN (MASSAGE)
PENGURUTAN (MASSAGE) Massage merupakan salah satu cara perawatan tubuh paling tua dan paling bermanfaat dalam perawatan fisik (badan) Massage mengarahkan penerapan manipulasi (penanganan) perawatan dari
Lebih terperinciSKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH DISUSUN OLEH: YURNILA NINGSIH ACHMAD J 110 050 017 DIPLOMA IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dilihat dari data Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari data Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika melaporkan bahwa terdapat sekitar 35 juta pasien rematik (Purwoastuti, 2009). Di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. deformitas sendi progresif yang menyebabkan disabilitas dan kematian dini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang persendian dan menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri, serta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu dengan munculnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang persendian dan menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri, serta bisa menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,43% (Maryam, 2008). Semakin seseorang bertambah usia maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa yang dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan melalui serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia. Semua individu pasti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rheumatoid Arthritis (RA)merupakan penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. RA merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk lanjut usia (lansia) merupakan penduduk yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat
Lebih terperinciClinical Science Session Pain
Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB III ASUHAN KEPERAWATAN
TINJAUAN TEORI A. Pengertian SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan normal. Selama hamil seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikologis. Perubahan-perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Myalgia cervical atau sering dikenal dengan nyeri otot leher adalah suatu kondisi kronis dimana otot mengalami ketegangan atau terdapat kelainan struktural tulang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Kushariyadi, 2011). Indonesia menempati urutan ke-4 besar negara dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya penduduk lanjut usia (lansia) akan mempengaruhi peningkatan di dunia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Penduduk lanjut usia merupakan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur harapan hidup ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui standart tim kesehatan
Lebih terperinciMenurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI
SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI OLEH ANDITA NOVTIANA SARI FLAMINGO 1 P17420509004 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI KEPERAWATAN MAGELANG 2011 SATUAN ACARA PENYULUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran, dimana penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur-angsur turun, dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh
Lebih terperinciNYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI
NYERI A. PENGERTIAN Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sesungguhnya maupun potensi kerusakan jaringan. Setiap orang pasti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sesungguhnya maupun potensi kerusakan
Lebih terperinciLAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA. TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom. Ns. Emira Apriyeni, S.
LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA KETUA: TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom Ns. Emira Apriyeni, S.kep PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini. meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia
Lebih terperinciWa Ode Yuliastri 1* STIKES Mandala Waluya Kendari, Indonesia *
EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP PENURUNAN NYERI RHEUMATOID ARTHRITIS PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RUMBIA KABUPATEN BOMBANA Wa Ode Yuliastri 1* STIKES Mandala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri
BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 2007). Sebagaimana dalam hirarki kebutuhan Maslow, kenyamanan merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Sebagaimana dalam
Lebih terperinci2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan meningkat diberbagai bidang di Indonesia telah mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari
Lebih terperinciEFEKTIFITAS DAN KENYAMANAN TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION
EFEKTIFITAS DAN KENYAMANAN TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION ( TENS ) PULSE BURST DAN ARUS TRABERT DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK DI LUTUT PADA USIA LANJUT SKRIPSI Disusun Oleh: WIWIK WIDIYASARI
Lebih terperinciKelompok 6 (adri, diah, yuyun, irfan, rama)
Kelompok 6 (adri, diah, yuyun, irfan, rama) Masase (massage) berasal dari bahasa Arab mash yang artinya menekan dengan lembut atau dari kata Yunani massien yang berarti memijat atau melulut. Tetapi istilah
Lebih terperinciPengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional
Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan
Lebih terperinciPERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT
PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh sejak awal kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia berkaitan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh sejak awal kehidupan sampai usia lanjut pada semua organ
Lebih terperinciPENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI
PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat
BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum
Lebih terperinciNora Haryani, Gambaran Pengetahua
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA PENDERITA ARTRITIS REUMATOID TERHADAP PERAWATAN NYERI SENDI DI DESA PAYA KULBI KECAMATAN KARANG BARU KABUPATEN ACEH TAMIANG Nora Hayani 1 1 Dosen Prodi D-III
Lebih terperinciMANAJEMEN NYERI PERSALINAN. By : Basyariah Lubis, SST, MKes
MANAJEMEN NYERI PERSALINAN By : Basyariah Lubis, SST, MKes Pengertian Nyeri Suatu sensori yang tidak menyenangkan dari satu pengalaman emosional yang disertai kerusakan jaringan secara actual/potensial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN
KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autoimun merupakan suatu respon imun terhadap antigen jaringan sendir yang terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self tolerance
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Koping Nyeri 1.1 Pengertian koping Menurut Lazarus dan Folkman (1989) koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan suatu rasa atau sensasi yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) a. Pengertian Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciGangguan Pada Bagian Sendi
Gangguan Pada Bagian Sendi Haemarthrosis ( Hemarthrosis ) Hemarthrosis adalah penyakit kompleks di mana terjadi perdarahan ke dalam rongga sendi - Penyebab (Etiologi) Traumatic nontraumatic Degrees - Gejala
Lebih terperinciEFEKTIVITAS DAN KENYAMANAN TRANCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK MUSKULOSKELETAL PADA USIA LANJUT
EFEKTIVITAS DAN KENYAMANAN TRANCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK MUSKULOSKELETAL PADA USIA LANJUT SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang paling sering ditemui, yang ditandai dengan kerusakan kartilago dan penyempitan celah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif. Seiring dengan keberhasilan
Lebih terperinciPada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
Lebih terperinciPENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI
PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
Lebih terperinciLampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia
Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian Myalgia adalah nyeri otot yang merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah
Lebih terperinciBEDA PENGARUH TERAPI INFRA RED DENGAN PARAFFIN BATH TERHADAP PENGURANGAN NYERI AKIBAT REMATOID ARTRITIS JARI-JARI TANGAN
BEDA PENGARUH TERAPI INFRA RED DENGAN PARAFFIN BATH TERHADAP PENGURANGAN NYERI AKIBAT REMATOID ARTRITIS JARI-JARI TANGAN DI BALAI KESEHATAN KARYAWAN ROKOK KUDUS Oleh : KUSWARDANI J 110 070 061 PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan ovum yang menghasilkan sel tunggal (zigot), selama kehamilan pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan fertilisasi hasil implantasi dari penyatuan spermatozoa dan ovum (Prawirohardjo, 2008). Masa kehamilan membutuhkan perawatan khusus, agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Nyeri pada penderita artritis reumatoid adalah gejala yeng sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyeri pada penderita artritis reumatoid adalah gejala yeng sering terjadi pada lansia. Nyeri pada penyakit pada penyakit artritis reumatoid terutama disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tumbuh dan berkembang. Salah satu tahap pertumbuhan dan perkembangannya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja putri merupakan salah satu bagian dalam program kesehatan reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu harus mandapatkan perhartian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap wanita.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap wanita. Kehamilan terjadi karena adanya proses pembuahan yaitu bertemunya sel telur wanita dengan sel spermatozoa
Lebih terperinciMata Ajar                   : Keperawatan Komunitas. Pokok Pembahasan    : Rematik (Artritis reumatoid dan Osteoartritis)
SAP Rematik Ditulis pada Kamis, 24 Maret 2016 02:51 WIB oleh damian dalam katergori SAP tag SAP, gout, rematik, endokrin http://fales.co/blog/sap-rematik.html SATUAN ACARA PENYULUHAN Mata Ajar : Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tahap perkembangan manusia, setiap manusia pasti mengalami masa remaja atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 tahun, sedangkan
Lebih terperinciKOMPRES HANGAT MENURUNKAN NYERI PERSENDIAN OSTEOARTRITIS PADA LANJUT USIA
KOMPRES HANGAT MENURUNKAN NYERI PERSENDIAN OSTEOARTRITIS PADA LANJUT USIA Ani Dwi Pratintya, Harmilah, Subroto Poltekkes Kemenkes Yogyakarta E-mail: any_tintya@yahoo.co.id Abstract: The purpose of this
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dismenorheayaitu nyeri di perut bagian bawah ataupun di punggung bagian bawah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dismenorheayaitu nyeri di perut bagian bawah ataupun di punggung bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas remas (kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13 Tahun 1998). Secara biologis penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. semua organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan 206 tulang, perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ
Lebih terperinciPENGARUH AROMATERAPI TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN
PENGARUH AROMATERAPI TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Isa Khasani dan Nisa Amriyah Abstrak Sectio caesarea merupakan salah satu pembedahan
Lebih terperinciTerapi Komplementer Massage Punggung untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan
Terapi Komplementer Massage Punggung untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Makalah Ini Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Holistik II Disusun oleh : Dahlia Budi Utami (22020112120004)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian telah banyak di kembangkan untuk mengatasi masalah-masalah penuaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan pengetahuan serta teknologi memberikan dampak bagi segala bidang, khususnya dalam bidang ilmu kesehatan dan informasi. Meningkatnya ilmu pengetahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sehat adalah suatu gambaran kondisi Indonesia di masa depan, yakni masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan
Lebih terperinci