PERBANDINGAN TRAMADOL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL T E S I S

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN TRAMADOL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL T E S I S"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN TRAMADOL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL T E S I S Oleh dr. DIANI NAZMA DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2008

2 PERBANDINGAN TRAMADOL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL T E S I S Oleh Dr. DIANI NAZMA Pembimbing I : Dr. HASANUL ARIFIN, SpAn. Pembimbing II : Dr. A. SANI P. NASUTION, SpAn. KIC Tesis Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Spesialis Anestesiologi Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2008

3 PERBANDINGAN TRAMADOL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL T E S I S Dr. DIANI NAZMA Menyetujui, PEMBIMBING I PEMBIMBING II (Dr. Hasanul Arifin, SpAn) (Dr. A. Sani P. Nasution, SpAn.KIC) NIP NIP PENGUJI I PENGUJI II (Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC) (Dr. Akhyar H. Nasution SpAn.) NIP NIP Mengetahui, Ketua Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi FK USU-RSUP HAM Medan Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU-RSUP HAM Medan (Dr. Hasanul Arifin, SpAn) (Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC) NIP NIP

4 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia Nya saya berkesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan keahlian dibidang Anestesiologi. Shalawat dan salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya Radhiallahu anhum ajma in yang telah membawa perubahan dari sistem kejahiliyahan ke sistem berilmu pengetahuan seperti saat ini. Semoga karya tulis ini merupakan sumbangsih bagi perkembangan Anestesiologi di Indonesia. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di universitas ini. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di fakultas ini. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan, Rumah Sakit Haji Mina Medan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan Rumah Sakit ini. Dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih tak terhingga kepada dr. Hasanul Arifin, SpAn. dan dr. A. Sani P. Nasution, SpAn. KIC sebagai pembimbing penelitian saya, dimana atas bimbingan, pengarahan dan sumbang saran yang telah diberikan, saya dapat menyelesaikan penelitian ini pada waktunya. Juga dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC sebagai Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Nazaruddin Umar, SpAn. KNA

5 sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Akhyar H. Nasution SpAn. sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Reanimasi dan dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn sebagai Kepala Instalasi Anestesiolosi dan Reanimasi, atas bimbingannya selama saya menjalani program pendidikan penelitian ini. Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada guru guru saya : Dr. Chairul Mursin, SpAn., Dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn., Dr. Yutu Solihat, SpAn., Dr. Soejat Harto, SpAn., Dr. Muhammad, SpAn., Dr. Veronica H.Y.,SpAn. KIC, Dr. Tjahaya Indra Utama, SpAn, Dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn dan guru-guru saya sewaktu saya menjalani program pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Prof. Dr. Karjadi Wirjoatmojo, SpAn. KIC, Prof. Dr. Herlien H Megawe, SpAn. KIC, Prof. Dr. Siti Chasnak Saleh, SpAn.KNA, Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAn. KIC, Prof. Dr. Sri Wahjoeningsih, SpAn. KIC, Prof. dr. Koeshartono, SpAn. KIC. Pall.Med. (ECU), Dr. Bambang Wahjuprajitno, SpAn. KIC., Dr. Tommy Sunartomo, SpAn. KIC, Dr. Teguh Sylvaranto, SpAn. KIC, Prof. DR. Dr. Nancy Margarita Rehatta SpAn. KNA, Dr. Hardiono, SpAn. KIC., Dr. Herdy Sulistyono, SpAn. KIC, Dr. Elizeus Hanindito, SpAn. KIC, Dr. Hari Anggoro D., SpAn. KIC, Dr. Puger Rahardjo, SpAn. KIC dan lain-lain baik di Fakultas Kedokteran USU Medan maupun di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang dengan keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu sebagai pembimbing metode penelitian dan analisa statistik pada penelitian ini yang banyak memberikan masukan, arahan, kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Kepada seluruh pasien dan keluarganya di RSUP. H. Adam Malik Medan, RS Haji Medan, RS Pirngadi Medan dan RSU Dr. Soetomo Surabaya yang besar perannya sebagai guru kedua saya dalam menempuh pendidikan spesialis. Khususnya yang berperan serta dalam penelitian ini, rasa sakit mereka telah memotivasi saya untuk dapat memberikan yang terbaik dari ilmu yang saya dapatkan dan pelajari, saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf bila pelayanan saya kurang berkenan di hati.

6 Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh teman-teman Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi, karyawan, paramedis Anestesiologi dan Reanimasi FK USU dan FK Unair yang telah banyak membantu dan memberi semangat dalam penyelesaian program pendidikan dan penelitian ini. Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta, papa Drs. H. Faisal Harahap, MA dan mama Dra. Hj. Sahnim Lubis atas segala jerih payah, pengorbanan, do a, dan kasih sayang beliau berdua dalam mengasuh, membesarkan dan membimbing saya. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan dan mengekalkan segala amal jariyah yang telah beliau berdua kerjakan selama ini. Demikian halnya kepada kakak Santi Aniza Harahap dan abang Achmad Fauzi Harahap, yang senantiasa memberi nasehat, motivasi, teladan dan telah banyak memberikan bantuan moril selama saya mengikuti program pendidikan ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah kita berlindung dan kembali, semoga kita semua senantiasa diberi limpahan rahmat dan karunia-nya. Amin ya Robbal alamin. Wassalam, Medan, Juli 2008 Dr. Diani Nazma

7 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Gambar... vii Daftar Tabel...viii Daftar Grafik...viiii Daftar Lampiran... vi Abstrak... x Abstrack... xi BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH HIPOTESA TUJUAN MANFAAT... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA FISIOLOGI Termosensor dan Jalur Saraf Aferen Hipotalamus-Pusat Integrasi Respon Efektor PATOFISIOLOGI ETIOLOGI MEKANISME PERTUKARAN PANAS MONITOR TEMPERATUR PENATALAKSANAAN MENGGIGIL NONFARMAKOLOGIS FARMAKOLOGIS KERANGKA KONSEP BAB 3 METODE PENELITIAN DESAIN TEMPAT DAN WAKTU a. Tempat b. Waktu POPULASI DAN SAMPEL Populasi Sampel KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI... 27

8 Kriteria Inklusi : Kriteria Ekslusi Kriteria Drop Out ESTIMASI BESAR SAMPEL CARA KERJA IDENTIFIKASI VARIABEL RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA DEFINISI OPERASIONAL MASALAH ETIKA PROSEDUR KERJA BAB 4 HASIL PENELITIAN Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian Jenis suku, pendidikan dan pekerjaan pada kedua kelompok penelitian Tinggi Blok Pada Kedua Kelompok Penelitian Jumlah cairan sebelum dan selama tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Perubahan hemodinamik pada kedua kelompok penelitian Perubahan temperatur ruangan dan core pasien pada kedua kelompok penelitian Kejadian menggigil saat sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Efek samping tramadol sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian BAB 5 PEMBAHASAN Gambaran Umum Hemodinamik setelah pemberian tramadol Menggigil setelah pemberian Tramadol HCl Temperatur ruangan dan core pasien Mual dan muntah setelah pemberian Tramadol HCl Uji hipotesis BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN BAB 7 DAFTAR PUSTAKA... 52

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Alur kontrol termoregulasi 8 Gambar 2.2. Hubungan hipotermia dan hipotalamus 10 Gambar 2.3. Mekanisme kontrol termoregulasi 11 Gambar 2.4. Hubungan anestesi dengan penurunan core temperatur 11 Gambar 2.5. Ambang termoregulator pada manusia normal 12 Gambar 2.6. Gambar 2.7 Ambang termoregulator pada manusia yang teranestesi Rumus bangun tramadol 12 22

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok 35 Tabel 4.2. Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian 36 Tabel 4.3. Jenis suku, pendidikan dan pekerjaan pada kedua kelompok penelitian 37 Tabel 4.4. Tinggi blok pada kedua kelompok penelitian 38 Tabel 4.5. Jumlah cairan sebelum dan selama tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian 39 Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Perubahan hemodinamik sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Perubahan temperatur ruangan dan core pasien saat sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Kejadian menggigil saat sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Efek samping Tramadol sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian

11 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 4.1. Timbulnya menggigil setelah pemberian tramadol 43 Grafik 4.2. Timbulnya mual setelah pemberian tramadol 45 Grafik 4.3. Timbulnya muntah setelah pemberian tramadol 45

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Riwayat Hidup Peneliti 55 Lampiran 2. Penjelasan Mengenai Penelitian 56 Lampiran 3. Randomisasi Blok Sampel dan Daftar Sampel 59 Lampiran 4. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian 62 Lampiran 5. Lembaran Observasi Perioperatif Pasien 63 Lampiran 6. Persetujuan Komite Etik FK USU 65 Lampiran 7. Sebaran Data Hasil Penelitian 66

13 ABSTRAK Latarbelakang dan Objektif : Menggigil adalah komplikasi yang tidak menyenangkan dan sering terjadi, angka kejadian sekitar % kasus setelah tindakan anestesi spinal. Banyak intervensi obat-obatan telah diteliti, namun efektifitasnya dalam mencegah menggigil masih belum jelas. Efek tramadol sebagai pencegah menggigil setelah tindakan anestesi spinal sudah pernah diteliti pada dosis Tramadol HCl 1 mg/kgbb. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan efektifitas dari Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb dengan 1 mg/kgbb yang diberikan secara intravena untuk mencegah terjadinya menggigil setelah tindakan anestesi spinal. Metode : Setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran USU, 102 sampel dikumpulkan, pria dan wanita, dari umur 18 sampai 60 tahun dengan status fisik ASA 1 dan 2, yang mengikuti tindakan pembedahan elektif di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan. Sampel kemudian dibagi secara acak menjadi dua kelompok dengan masing-masing 51 subjek. Penelitian ini bersifat prospektif, acak terkontrol secara random tersamar ganda. Grup A menerima Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dan grup B menerima Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv untuk mencegah menggigil setelah tindakan anestesi spinal. Tekanan darah, laju nadi, laju nafas, saturasi oksigen perifer, temperatur inti, temperatur membran timpani, menggigil, mual dan muntah diawasi dan dicatat. Semua data kemudian dianalisa menggunakan tes T idendependent dan Chi-square. Hasil : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara umur (p=0,057), jenis kelamin (p=0,427), BMI (0,257) dan ketinggian blok spinal anestesi (p=0,535) antara Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb iv dibandingkan dengan Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv. Tekanan sistolik dan diastolik setelah pemberian dari kedua obat tersebut didapatkan berbeda secara signifikan. Menggigil, temperatur inti, mual dan muntah pada kedua kelompok tidak didapati adanya perbedaan yang bermakna. Kesimpulan : Penelitian ini menyimpulkan bahwa Tramadol 0,5 mg/kgbb iv dapat digunakan untuk mencegah menggigil setelah tindakan anestesi spinal. Kata Kunci : Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv, Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv, anestesi spinal, menggigil.

14 ABSTRACT Background and Objectives : Shivering is an unpleasant and frequent complication and is seen in % cases after spinal anesthesia. Numerous pharmacological interventions have been proposed, but their relative efficacy remains unclear. The effect of Tramadol 1mg/kgBW iv in the prevention of perioperative shivering after spinal anesthesia has been studied. The aim of this study is to compare the efficacy of Tramadol HCl 0.5 mg/kgbw with 1 mg/kgbw injected intravenously for prevention of post spinal anesthesia. Methods : After getting the approval from the ethic committee of USU Medical school. 102 healthy samples were enrolled, men and women, age 18 to 60 yrs, physical state ASA 1 2, who underwent elective surgery in Adam Malik General Hospital and Pirngadi Hospital, Medan. The sample was divided randomly into two groups each with 51 subjects. In a prospective, controlled, randomised, doubleblinded clinical trial. Group A received Tramadol HCl 0.5 mg/kgbw iv and group B received Tramadol HCl 1 mg/kgbw iv to prevent shivering after spinal anesthesia. Blood pressure, heart rate, respiratory rate, peripheral oxygen saturation, temperature core, temperature membrane tympani, shivering, nausea, and vomiting were determined and recorded. All data were analysed by using T- independent and Chi-square test. Results : There were no significant difference between age (p=0.057), sex (p=0.427), BMI (0.257) and height of block of spinal anesthesia (p=0.535) between Tramadol HCl 0.5 mg/kgbw iv compared to Tramadol HCl 1 mg/kgbw iv. The systolic (p=0.024) and diastolic (p=0.031) pressure after injection of both drugs were significantly different. Shivering, core temperature, nausea and vomiting observed between the two dosages were not statistically different. Conclusions : This study concluded that Tramadol 0.5 mg/kgbw iv can be used to prevent shivering after spinal anesthesia. Key word : Tramadol HCl 1 mg/kgbw iv, Tramadol HCl 0.5 mg/kgbw iv, Spinal Anesthesia, Shivering.

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Menggigil merupakan keadaan yang tidak nyaman dan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah tindakan pemberian general maupun regional anestesi pada pasien yang menjalani operasi elektif ataupun darurat. 1,4,6,8 Terjadinya menggigil bisa sesaat setelah tindakan anestesi, dipertengahan jalannya operasi maupun di ruang pemulihan. Penyebab terjadinya menggigil sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan penyebab terjadinya menggigil paska anestesi, oleh karena obat-obat anestesi dapat menginhibisi pusat termoregulasi sehingga terjadi perubahan mekanisme termoregulasi tubuh terhadap penurunan suhu inti tubuh berupa menggigil. 1,2,4,5,8 Angka kejadian menggigil perioperatif meningkat pada umur yang ekstrim, 10 tereksposenya tubuh terhadap ruang operasi dengan lingkungan yang dingin, memberikan cairan infus atau transfusi darah dengan suhu lingkungan ruang operasi yang dingin atau tidak dihangatkan saat sebelum, selama, dan setelah tindakan anestesia dan operasi yang durasinya panjang. 1,2,7,9,10 Kejadian timbulnya menggigil selama anestesi regional sekitar % pada kasus - kasus yang telah di laporkan. 2,3,4,6 Telah dilakukan penelitian pendahuluan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada pasien yang menjalani pembedahan dengan spinal anestesi sampai ketinggian blok Thorakal 10 pada 30 orang didapatkan angka kejadian menggigil 50 %. Menggigil menyebabkan efek fisiologi yang merugikan, seperti vasokonstriksi perifer, kompensasi kebutuhan oksigen yang meningkat sampai 5 kali, meningkatkan produksi karbon dioksida, menurunkan oksigen saturasi arteri, metabolisme obat yang menurun, mengganggu terbentuknya faktor-faktor pembekuan, menurunnya respon imun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya pemecahan protein dan iskemik otot jantung. 1,2,4,6,7,8,10 Efek fisiologi yang merugikan ini dapat mengakibatkan morbiditas terhadap jantung diantaranya meningkatkan resiko angina dan meluasnya iskemia otot

16 jantung, luka operasi menjadi infeksi, meningkatnya perdarahan sehingga kebutuhan tranfusi darah juga dapat meningkat dan dapat meningkatkan lama tinggal pasien di ruang ICU paska pembedahan. 7,8 Pada saat menggigil, ditubuh terjadi peningkatan rangsangan simpatis sehingga terjadi peningkatan konsentrasi katekolamin dalam sirkulasi plasma maka terjadi peningkatan laju nadi, tekanan darah dan cardiac output. 10 Keadaan ini sangat merugikan bagi pasien, maka menggigil harus dicegah terutama pasien dengan gangguan fungsi kardiovaskular dan pulmonal (antara lain jantung aritmia, gagal jantung, infark miokardium dan hipertensi) geriatri dan bayi. Pada tindakan anestesi spinal terjadi blok pada sistem simpatis sehingga terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari kompartemen sentral ke perifer, hal ini yang akan menyebabkan hipotermia. 1,6,7 Diduga ada tiga penyebab terjadinya hipotermia pada anestesi spinal yaitu redistribusi panas internal dari kompartemen sentral ke perifer 7,8, hilangnya termoregulasi vasokonstriksi dibawah ketinggian blok serta berubahnya nilai ambang vasokonstriksi dan nilai ambang menggigil. 1,6 Bila sudah terjadi hipotermia untuk meningkatkan temperatur inti tubuh sebagai kompensasinya tubuh akan menggigil. Usaha untuk mengatasi dan mencegah menggigil perioperatif ada beberapa cara diantaranya dengan berbagai intervensi mekanik (alat pemanas cairan infus, suhu lingkungan yang ditingkatkan, lampu penghangat dan selimut penghangat) 1,2,7,8 dan obat-obatan baik opioid maupun non opioid yang telah diuji untuk mencegah dan mengurangi perioperatif hipotermia dan menggigil pada pasien yang menjalani operasi, 2,4,8 tetapi tidak semua rumah sakit mampu membeli peralatan mekanik, oleh karena itu penatalaksanaan mengigil banyak hanya dengan obat-obatan, dan ternyata merupakan alternatif terapi yang cukup efektif. 1 Untuk penggunaan obat golongan opioid khususnya Petidine, telah banyak diteliti memang efektif untuk penanganan maupun mencegah terjadinya menggigil pada golongan opioid. Oleh karena itu berpendapat bahwa Petidine merupakan obat paling efektif untuk penatalaksanaan dan mencegah terhadap menggigil. Tetapi Petidine mempunyai beberapa efek samping yang tidak diinginkan diantaranya mendepresi pernafasan, mual, muntah, gangguan hemodinamik dan perlu dipertimbangkan pemberiannya pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal sehingga

17 perlu pengawasan lebih ketat pada pasien post anestesi. 3,4,6 Selain itu dosis yang digunakan untuk penatalaksanaan menggigil dengan Petidine hanya 25 mg sehingga akan bersisa ( 1 ampul berisi 100 mg ), dimana 75 mg ini akan terbuang dan ditakutkan akan disalahgunakan, maka dicari obat-obat selain opioid yang dapat digunakan untuk menangani menggigil. 2,3,4 Telah banyak dilakukan penelitian terhadap tramadol dibandingkan dengan petidin untuk pengobatan menggigil pasca anestesi, seperti penelitian oleh Nanda PA dkk Tramadol HCl 1 mg/kgbb dgn Petidine 0,5 mg/kgbb, Reihanak T dkk Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb dgn Petidine 0,5 mg/kgbb, Dhimar AA dkk Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb dgn Petidine 0,5 mg/kgbb didapatkan hasil yang memuaskan dengan banyak keuntungan dari tramadol sehingga dapat mengurangi penggunaan Petidine. 3,4 Pada umumnya tramadol digunakan sebagai obat analgesik sintetik yang bekerja di sentral dan mempunyai farmokologi yang kompleks. 5 Tramadol terdiri dari kombinasi R dan L enantiomer, dimana enantiomer L mempunyai efek klinis terutama untuk menginhibisi reuptake dari norepinephrin sedangkan enantiomer R mempunyai efek klinis menginhibisi reuptake serotonin ( 5-HT / 5- hydroxytryptamine), memfasilitasi pelepasan 5-HT dan mengaktifasi reseptor μ. Tramadol bekerja terutama pada reseptor μ opioid agonist, dan juga mempunyai minimal efek dari reseptor к. Norepinephrin merupakan mediator utama dalam mengkontrol sentral termoregulasi, tetapi ada yang berpendapat akibat dari aktifitas kombinasi serotononergik dan noradrenergik maupun salah satu. 5, Untuk penggunaan tramadol sebagai terapi terhadap menggigil sudah pernah diteliti pada dosis 3 mg/kgbb, 2 mg/kgbb 1 mg/kgbb dan 0,5 mg/kgbb ternyata pada pemberian dosis 0,5 mg/kgbb sudah menunjukkan efektifitas untuk mengatasi menggigil pasca anestesi dengan efek depresi nafas dan sedasi yang sangat minimal, sedangkan dosis yang digunakan untuk mencegah menggigil pasca anestesi yang telah dilakukan dengan Tramadol HCl pada dosis 1 mg/kgbb (Saha E dkk), dimana dosis ini juga dipakai untuk analgetik dan masih didapatkan efek samping yang tidak diinginkan. 2 Sedangkan Tramadol HCl pada dosis 0,5 mg/kgbb sebagai pencegahan terjadinya menggigil selama pemberian anestesi pada pasien yang menjalani operasi

18 dengan anestesi spinal belum pernah diteliti dan belum ada dosis yang jelas untuk memberikan efek mencegah menggigil dengan efek samping yang minimal. 1,2,3, RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah pemberian Tramadol HCl pada dosis 0,5 mg/kgbb akan memberikan efek yang sama dengan dosis 1 mg/kgbb secara intravena dalam mencegah menggigil dengan efek samping yang minimal pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal? 1.3. HIPOTESA Tidak ada perbedaan pada pemberian Tramadol HCl pada dosis 0,5 dengan 1 mg/kgbb secara intravena dalam mencegah menggigil dengan efek samping yang minimal pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal TUJUAN Tujuan umum : untuk mendapatkan dosis Tramadol HCl yang tepat dalam mencegah menggigil dengan efek samping yang minimal pada tindakan anestesi spinal Tujuan khusus : 1. Untuk mengetahui efek Tramadol HCl pada dosis 0,5 mg/kgbb dan 1 mg/kgbb intravena yang digunakan dalam mencegah menggigil pada anestesi spinal. 2. Untuk mengetahui pada temperatur inti berapa akan terjadi menggigil. 3. Untuk mengetahui kejadian efek samping yang timbul (mual dan muntah) setelah pemberian Tramadol HCl pada dosis 0,5 mg/kgbb dan 1 mg/kgbb intravena.

19 1.5. MANFAAT Mendapatkan dosis Tramadol HCl yang efektif untuk mencegah mengigil dengan efek samping yang minimal Sebagai bahan acuan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah kasus yang lebih besar Sebagai bahan acuan penelitian lanjutan dengan menggunakan dosis Tramadol HCl yang berbeda Sebagai bahan acuan penelitian lanjutan dengan menggunakan Tramadol HCl dibandingkan obat lain yang dapat digunakan mencegah menggigil.

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menggigil pasca pembedahan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada tindakan anestesi, dilaporkan angka kejadian sebesar menggigil selama anestesi regional sekitar 40-60% dilaporkan pada pasien-pasien yang menjalani berbagai jenis pembedahan yang berbeda pada periode atau segera setelah pembedahan. Menggigil adalah aktivitas otot secara menyeluruh sebagai mekanisme tubuh untuk meningkatkan temperatur. Ciri khas menggigil adalah tremor ritmik dan dapat merupakan respon termoregulator normal terhadap hipotermia selama pembedahan. Gerakan mirip menggigil yang berasal dari non termoregulator dan bersifat involunter juga bisa muncul pada periode pasca pembedahan. Menggigil non termoregulator dapat berhubungan dengan pengendalian nyeri yang tidak adekuat pada saat pulih sadar atau berhubungan dengan etiologi lain. Pengerasan otot tonik pada waktu pulih sadar dari agen halogen dapat terlihat seperti mengigil. Serupa pula, gerakan klonik spontan yang menyerupai menggigil juga dapat terlihat FISIOLOGI Temperatur inti manusia normal dipertahankan antara 36,5-37,5 0 C pada suhu lingkungan dan dipengaruhi respon fisiologis tubuh. Pada keadaan homeotermik, sistem termoregulasi diatur untuk mempertahankan temperatur tubuh internal dalam batas fisiologis dan metabolisme normal. Tindakan anestesi dapat menghilangkan mekanisme adaptasi dan berpotensi mengganggu mekanisme fisiologis fungsi termoregulasi. Kombinasi antara gangguan termoregulasi yang disebabkan oleh tindakan anestesi dan eksposur suhu lingkungan yang rendah, akan mengakibatkan terjadinya hipotermia pada pasien yang mengalami pembedahan. Menggigil merupakan salah satu konsekuensi terjadinya hipotermia perioperatif yang dapat berpotensi untuk terjadi sejumlah sekuele, yaitu peningkatan konsumsi oksigen dan potensi produksi karbon dioksida, pelepasan katekolamin, peningkatan cardiac output, takikardia, hipertensi, dan peningkatan tekanan intraokuler. Definisi hipotermia adalah

21 temperatur inti 1 0 C lebih rendah di bawah standar deviasi rata-rata temperatur inti manusia pada keadaaan istirahat dengan suhu lingkungan yang normal ( C). Kerugian paska operasi yang disebabkan oleh gangguan fungsi termoregulasi adalah infeksi pada luka operasi, perdarahan, dan gangguan fungsi jantung yang juga berhubungan dengan terjadinya hipotermia perioperatif. Fungsi termoregulasi diatur oleh sistem kontrol fisiologis yang terdiri dari termoreseptor sentral dan perifer yang terintegrasi pada pengendali dan sistem respon eferen. Input temal aferen datang dari reseptor panas dan dingin baik itu di sentral atau di perifer. Hipotalamus juga mengatur tonus otot pembuluh darah kutaneus, menggigil, dan termogenesis tanpa menggigil yang terjadi bila ada peningkatan produksi panas. Secara historis, traktus spinotalamikus lateralis diketahui sebagai satusatunya jalur termoaferen menuju pusat termoregulasi di hipotalamus. Seluruh jalur serabut saraf asendens ini terpusat pada formatio retikularis dan neuron termosensitif berada pada daerah di luar preoptik anterior hipotalamus, termasuk ventromedial hipotalamus midbrain, medula oblongata, dan korda spinalis. Input multiple yang berasal dari berbagai termosensitif, diintegrasikan pada beberapa tingkat di korda spinalis dan otak untuk koordinasi bentuk respon pertahanan tubuh. Sistem termoregulasi manusia dibagi dalam tiga komponen : termosensor dan jalur saraf aferen, integrasi input termal, dan jalur saraf efektor pada sistem saraf otonom Termosensor dan Jalur Saraf Aferen Banyak pengetahuan mengenai struktur sistem termoregulasi yang diperoleh dari penelitian pada hewan. Input termal aferen dapat berasal dari sentral dan perifer. Reseptor termal terdapat pada kulit dan membran mukosa yang sensitif terhadap sensasi termal dan memberikan kontribusi terhadap refleks termoregulasi. Reseptor spesifik dingin mengeluarkan impuls pada suhu C. Impuls ini berjalan pada serabut saraf tipe A-δ. Reseptor panas mengeluarkan impuls pada suhu C dan berjalan pada serabut saraf tipe C. Reseptor dingin berespon terhadap perubahan sementara temperatur lingkungan dalm waktu lama, gradual, atau cepat. Respon yang cepat terhadap

22 perubahan temperatur lingkungan dalam waktu lama, gradual, atau cepat. Respon yang cepat terhadap perubahan temperatur lingkungan biasanya diikuti respon temperatur kulit. Hal ini dibuktikan pada penelitian terhadap sistem termoregulasi manusia secara kimia. Pada penelitian tersebut, disebutkan bahwa produksi panas tubuh selalu diukur melalui kebutuhan oksigen tubuh. Termoregulasi terhadap dingin dipengaruhi oleh reseptor dingin pada kulit dan dihambat oleh pusat reseptor panas. Reseptor dingin kulit merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap temperatur dingin dan input aferen yang berasal dari reseptor dingin ditransmisikan langsung ke hipotalamus. Gambar 2.1. Alur Kontrol Termoregulasi Berbeda dengan reseptor dingin perifer, lokasi reseptor dingin sentral tidak begitu jelas secara anatomis. Produksi panas pada temperatur kulit yang hangat meningkat bila temperatur inti tubuh menurun kurang dari 36 0 C. Pusat termoreseptor dingin kurang begitu penting bila dibandingkan input sensoris dingin perifer, akan tetapi suatu penelitian terhadap transeksi korda spinalis, menyimpulkan bahwa proses di pusat termoregulasi akan aktif bila temperatur inti tubuh di bawah titik ambang batas set-point dan kurang sensitif terhadap termoreseptor perifer.

23 Hipotalamus-Pusat Integrasi Mekanisme informasi termal aferen akan diolah oleh pusat regulasi temperatur yang berada di hipotalamus. Hipotalamus anterior menerima informasi termal aferen secara integral dan hipotalamus posterior mengontrol jalur desendens ke efektor. Area preoptik hipotalamus berisi saraf sensitif dan insensitif terhadap temperatur temperatur. Beberapa ahli membaginya dalam saraf yang sensitif terhadap panas meningkatkan respon peningkatan produksi panas lokal yang diaktivasi oleh mekanisme pelepasan panas tubuh dan dingin sebaliknya, meningkatkan respon terhadap dingin tubuh pada area preoptik hipotalamus. Saraf yang sensitif tehadap stimulasi termal lokal dikontrol oleh hipotalamus posterior, formatio retikularis, dan medula spinalis. Hipotalamus posterior menerima rangsang aferen dingin yang berasal dari perifer dengan stimulasi panas yang bersumber dari area preoptik hipotalamus dan mengaktifkan respon efektor. Deteksi dingin dibedakan dengan panas berdasarkan impuls aferen yang berasal dari reseptor dingin. Bila temperatur inti tubuh turun 0,5 0 C dibawah nilai normal, neuron preoptik akan menjadi tidak aktif. Kulit mengandung reseptor dingin dan panas, dimana reseptor dingin 10 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan reseptor panas. Suatu penelitian terhadap manusia menyimpulkan bahwa termoregulasi otonom bekerja melalui empat mekanisme saraf yaitu : deteksi panas sentral, deteksi dingin perifer, pusat inhibisi panas sebagai respon metabolik terhadap dingin, dan inhibisi termoregulasi keringat terhadap kulit yang dingin. Temperatur set-point didefinisikan sebagai batas ambang temperatur sekitar 36,7-37,1 0 C. Set-point ini dapat disebut juga thermoneutral zone atau interthreshold range dan pada manusia sangat unik. Pada manusia set-point ini bervariasi, selama tidur suhu tubuh sekitar 36,2 0 C sampai menjelang pagi, meningkat lebih dari 1 0 C menjelang malam. Wanita memiliki nilai set-point yang lebih tinggi 1 0 C selama siklus menstruasi pada fase luteal. Pada tumor intrakranial seperti space-occupying lesion dan keadaan dehidrasi dapat menyebabkan peningkatan temperatur set-point dengan mekanisme yang belum jelas.

24 Gambar 2.2. Hubungan hipotermia dan hipotalamus Respon Efektor Respon termoregulasi ditandai dengan pertama, perubahan tingkah laku yang secara kuantitatif mekanisme ini lebih efektif, kedua, respon vasomotor yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan piloereksi sebagai respon terhadap dingin, dan vasodilatasi dan berkeringat sebagai respon terhadap panas, ketiga, menggigil dan peningkatan rata-rata metabolisme. Pada keadaan sadar, perubahan tingkah laku lebih jelas terlihat bila dibandingkan dengan mekanisme otonom regulasi temperatur tubuh. Bila hipotalamic termostat mengindikasikan adanya temperatur tubuh terlalu dingin, impuls dapat sampai ke korteks serebri tanpa melalui hipotalamus untuk menghasilkan sensasi rasa dingin. Keadaan ini menimbulkan perubahan tingkah laku seperti peningkatan aktivitas motorik, berusaha mencari penghangat atau memakai penghangat tambahan. Kontrol respon tingkah laku terhadap dingin didasari oleh besarnya signal panas yang diterima kulit. Dapat diambil kesimpulan bahwa pengaturan suhu tubuh bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh inti pada batas normal dengan mekanisme seperti gambar dibawah ini.

25 Gambar 2.3. Mekanisme kontrol termoregulasi PATOFISIOLOGI Fungsi termoregulasi mengalami perubahan selama dilakukan tindakan anestesi dan mekanisme kontrol terhadap temperatur setelah dilakukan tindakan anestesi baik umum maupun regional akan hilang. Seorang anestesiologist harus mengetahui management kontrol termoregulasi pasien. Tindakan anestesi menyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang ditandai dengan peningkatan ambang respon terhadap panas dan penurunan ambang respon terhadap dingin. Hampir semua obat-obat anestesi mengganggu respon termoregulasi. Temperatur inti pada anestesi umum akan mengalami penurunan antara 1,0-1,5 0 C selama satu jam pertama anestesi yang diukur pada membran timpani. Sedangkan pada anestesi spinal dan epidural menurunkan ambang vasokonstriksi dan menggigil pada tingkatan yang berbeda, akan tetapi ukurannya kurang dari 0,6 0 C dibandingkan anestesi umum dimana pengukuran dilakukan di atas ketinggian blok. Gambar 2.4. Hubungan anestesi dengan penurunan core temperatur.

26 Pemberian obat lokal anestesi untuk sentral neuraxis tidak langsung berinteraksi dengan pusat kontrol yang ada di hipotalamus dan pemberian lokal anestesi intravena pada dosis ekuivalen plasma level setelah anestesi regional tidak berpengaruh terhadap termoregulasi. Mekanisme gangguan pada termoregulasi selama anestesi regional tidak diketahui dengan jelas, tapi diduga perubahan sistem termoregulasi ini disebabkan pengaruh blokade regional pada jalur informasi termal aferen. Gambar 2.5. Ambang termoregulator pada manusia normal (tidak teranestesi). Gambar 2.6. Ambang termoregulator pada manusia yang teranestesi. Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai dan pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar C, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartermen inti ke perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi. Pada anestesi spinal terjadi menggigil di atas blokade dari lokal anestesi disebabkan karena ketidakmampuan kompensasi otot di bawah ketinggian blokade

27 untuk terjadinya menggigil. Sama seperti pada anestesi umum, hipotermia terjadi pada jam pertama anestesi, atau setelah dilakukan tindakan anestesi spinal. Hal ini terjadi karena proses redistribusi panas inti tubuh ke perifer oleh vasodilatasi yang disebabkan blokade anestesi spinal. Terjadinya hipotermia tidak hanya murni karena faktor blokade spinal itu sendiri tapi juga karena faktor lain seperti cairan infus atau cairan irigasi yang dingin, temperatur ruangan operasi dan tindakan pembedahan. Pasien akan mengalami penurunan temperatur tubuh oleh karena terjadi redistribusi panas di bawah ketinggian blok ditambah pemberian cairan dengan suhu yang rendah akan memberikan implikasi yang tidak baik pada pasien yang menjalani pembedahan terutama pasien dengan usia tua karena kemampuan untuk mempertahankan temperatur tubuh pada keadaan stress sudah menurun. Pemberian obat lokal anestesi yang dingin seperti es, akan meningkatkan kejadian menggigil dibandingkan bila obat dihangatkan sebelumnya pada suhu 30 0 C, tetapi penghangatan ini tidak berlaku pada pasien yang tidak hamil karena tidak ada perbedaan jika diberikan dalam keadaan dingin atau hangat. Menggigil selama anestesi regional anestesi dapat dicegah dengan mempertahankan suhu ruangan yang optimal, pemberian selimut dan lampu penghangat atau dengan pemberian obat yang efektifitasnya sama untuk mengatasi menggigil paska anestesi umum. Terjadinya hipotermia selama regional anestesi tidak dipicu oleh sensasi terhadap dingin. Hal ini menggambarkan suatu kenyataan bahwa persepsi dingin secara subjektif tergantung pada input aferen suhu pada kulit dan vasodilatasi perifer yang disebabkan oleh regional anestesi. Setelah terjadi redistribusi panas tubuh ke perifer pada induksi anestesi umum dan regional, hipotermia selanjutnya tergantung pada keseimbangan antara pelepasan panas pada kulit dan metabolisme panas yang akan melepas panas tubuh. Selama anestesi spinal terdapat dua faktor yang akan mempercepat pelepasan panas dan mencegah timbulnya perubahan temperatur inti yang terlihat setelah anestesi : pertama, dengan menurunkan ambang vasokonstriksi yang digabungkan dengan vasodilatasi pada tungkai bawah selama blok terjadi. Oleh karena itu kehilangan panas terus berlangsung selama anestesi spinal meskipun mekanisme aktivitas efektor berlangsung di atas ketinggian blok. Hal ini terlihat khususnya pada kombinasi antara anestesi umum dan epidural. Kedua, anestesi

28 spinal menurunkan ambang vasokonstriksi selama tindakan anestesi dan meningkatkan rata-rata sensasi dingin bila dibandingkan hanya dengan anestesi umum saja karena vasokonstriksi yang secara kuantitatif terpenting pada ekstremitas bawah dihambat oleh blokade itu sendiri. Menggigil merupakan mekanisme pertahanan terakhir yang timbul bila mekanisme kompensasi yang lain tidak mampu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. Rangsangan dingin akan diterima afektor diteruskan ke hipothalamus anterior dan memerintahkan bagian efektor untuk merespon berupa kontraksi otot tonik dan klonik secara teratur dan bersifat involunter serta dapat menghasilkan panas sampai dengan 600% diatas basal. Mekanisme ini akan dihambat oleh tindakan anestesia dan pemaparan pada lingkungan yang dingin dan dapat meningkat pada saat penghentian anestesia. Penurunan laju metabolisme yang disebabkan oleh hipotermia dapat memperpanjang efek anestesi sedangkan menggigil yang menyertainya akan meningkatkan konsumsi oksigen 100% - 600% 2,4, dan meningkatkan resiko angina dan aritmia pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler. 2 Morbiditas yang mungkin terjadi dan telah dilaporkan cukup bermakna adalah peningkatan kebutuhan metabolik (hal ini dapat membahayakan pada pasien dengan cadangan hidup yang terbatas dan yang berada pada resiko kejadian koroner), menimbulkan nyeri pada luka, meningkatkan produksi CO 2, denyut jantung, memicu vasokonstriksi dan dengan demikian meningkatkan resistensi vaskular, tekanan darah, dan volume jantung sekuncup sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokuler dan intrakranial. Sebagai tambahan, resiko perdarahan dan infeksi luka bedah akan meningkat pada pasien hipotermik. Karena alasan-alasan itulah, mempertahankan pasien pada suhu normal merupakan baku perawatan ETIOLOGI Etiologi menggigil pasca pembedahan masih belum jelas, tetapi diperkirakan bahwa hipotermia selama pembedahan dan gangguan pada pusat termoregulator merupakan faktor penyebab yang utama. Penelitian elektromiografi menunjukkan bahwa menggigil post anestesia berbeda dengan menggigil yang disebabkan oleh flu. Faktor lain yang dipikirkan sebagai modulator menggigil meliputi penggunaan obat

29 anestesi, dan respon febril. Menggigil merupakan respon terhadap hipotermia selama pembedahan terhadap perbedaan antara suhu darah dan kulit dengan suhu inti tubuh. Setiap pasien yang menjalani pembedahan berada dalam resiko mengalami hipotermia. 1 Ahli anestesi menempatkan menggigil pada posisi ke-8 sebagai yang sering terjadi, dan ke-21 sebagai komplikasi yang perlu dicegah. 15 Pada manusia, suhu inti tubuh dipertahankan dalam batas yang sempit dari C. 18,19 Walaupun literatur yang ada saat ini tidak memberikan definisi yang jelas tentang normotermia ataupun hipotermia, adalah merupakan konsensus dari para ahli bahwa normotermia didefinisikan terbaik sebagai temperatur inti yang berkisar antara 36ºC- 38ºC (96.8ºF-100.4ºF). Hipotermia didefinisikan sebagai temperatur inti yang kurang dari 36ºC (96.8ºF). Hipotermia dapat terjadi diluar temperatur tersebut jika pasien mengeluh merasa kedinginan atau menampilkan gejala hipotermia seperti menggigil, vasokonstriksi perifer, dan piloereksi. 1 Hipotermia sering terjadi sebagai efek samping dari anestesia. 2 Yang diakibatkan oleh vasodilatasi akibat hambatan pada pusat pengaturan suhu dan transfer panas antar kompartemen. Faktor yang mendukung kejadian hipotermia bervariasi, meliputi berikut ini : 1 Usia ekstrim (Anak-anak dan orangtua) Kehamilan Suhu ruangan Lama dan jenis prosedur bedah Kondisi yang ada sebelumnya (kehamilan, luka bakar, luka terbuka, dll) Status hidrasi Penggunaan cairan dan irigasi yang dingin Pemberian anestesia umum Pemberian anestesia regional 2.4. MEKANISME PERTUKARAN PANAS Pertukaran gas antara tubuh dan lingkungan sekitar dicapai dengan berbagai cara seperti yang dijelaskan berikut ini : a. Radiasi

30 Radiasi mengarah kepada hilangnya panas via sinar panas infrared (sebuah tipe gelombang elektromagnetis) yang meradiasi keluar dari kulit. Gelombang ini berasal dari semua benda yang ada dengan suhu diatas nol mutlak (absolute zero temperature), dan intensitas radiasi meningkat sebanding dengan peningkatan suhu benda. Dalam kondisi normal, radiasi meliputi sekitar 60 % dari panas yang hilang dari tubuh manusia. b. Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas dari benda dengan suhu yang lebih tinggi ke benda dengan suhu yang lebih rendah. Ini adalah sifat panas sebagai energi kinetik. Perpindahan panas dengan konduksi sendiri bertanggung jawab untuk 15% dari hilangnya panas dari tubuh. c. Konveksi Ketika panas hilang dari kulit, ia akan menghangatkan udara tepat di atas permukaan kulit. Peningkatan suhu permukaan ini membatasi kehilangan panas tubuh yang berlebih akibat konduksi. Akan tetapi ketika aliran udara dari kipas (atau hembusan angin) melewati kulit, ia akan menggantikan lapisan hangat dari udara di atas permukaan kulit dan menggantinya dengan udara yang lebih dingin, hal ini menyebabkan hilangnya panas tubuh terus menerus akibat konduksi. Efek yang sama dihasilkan dengan peningkatan alirandarah tepat di bawah permukaan kulit. Aksi dari aliran (darah dan udara) menyebabkan hilangnya panas yang dikenal dengan konveksi. d. Evaporasi Perubahan air dari fase zat cair mejadi gas memerlukan panas, dan ketika air atau keringat berevaporasi dari permukaan tubu, panas yang digunakan adalah panas tubuh. Normalnya, evaporasi meliputi 20% dari hilangnya panas tubuh (kebanyakan merupakan akibat dari insensible fluid loss dari paru). Evaporasi memainkan peran penting dalam adaptasi stress thermal. Panas adalah suatu bentuk energi, dan temperatur adalah pengukuran dari panas tubuh. Keseimbangan panas dihubungkan dengan jumlah panas tubuh, meningkat dengan produksi panas dan berkurang oleh evaporasi melalui keringat. Radiasi, konduksi, dan konveksi dapat meningkatlkan atau menurunkan panas tubuh

31 tergantung keadaan lingkungan. Sebagai contoh, jika temperatur ruangan lebih besar dari temperatur tubuh, radiasi akan meningkatkan panas tubuh, begitu juga sebaliknya bila temperatur ruangan kurang dari temperatur tubuh. Proses terjadinya panas tubuh adalah obligat, hal ini terjadi tanpa melalui mekanisme termoregulasi, atau fakultatif yang terjadi karena manipulasi oleh mekanisme termoregulasi untuk menyimpan panas. Panas obligat termasuk dalam basal metabolisme rate (BMR). Pengeluaran energi ini untuk mempertahankan homeostasis normal tubuh dan rata-rata kurang lebih 40 Kcal/m 2 /jam. Energi ini akan meningkat pada usia muda, juga adanya perangsangan sistem saraf simpatis oleh demam dan oleh hormon tiroksin, androgen, dan growth hormon. Pengeluaran energi akan menurun seiring dengan pertambahan usia, selama tidur, dan malnutrisi. Panas tubuh fakultatif termasuk latihan fisik yang dapat meningkatkan produksi panas 20 kali BMR. Menggigil akan meningkatkan produksi panas enam kali lipat di atas BMR dan termogenesis tanpa menggigil merupakan hal yang penting bagi neonatus tetapi tidak untuk orang dewasa. Pelepasan panas pada saat istirahat lebih banyak (75%) melalui konduksi, konveksi, dan radiasi. Kehilangan panas karena konveksi terjadi njika lapisan luar kulit hilang atau rusak. Kehilangan panas karena radiasi adalah proporsional perbedaan temperatur antara pasien dan suhu lingkungan. Sisanya, 25% kehilangan panas pada waktu istirahat adalah evaporasi melalui insensible water loss, yang secara prinsipil evaporasi terjadi melalui saluran pernafasan. Berkeringat terjadi karena sekresi air pada kulit yang disebabkan oleh evaporasi spesifik panas laten sebesar 0,58 cal/g, proses evaporasi ini dapat melepaskan panas lebih dari 20 kali BMR. Pasien dengan normal temperatur inti 37 0 C yang teranestesi, permukaan tubuhnya akan terpapar dengan suhu ruang operasi antara C. Terpapar dengan suhu dingin ini sering diperberat dengan pemberian larutan dingin antiseptik dan diikuti dengan evaporasi dipermukaan kulit atau cairan dingin yang diberikan ke tubuh pasien atau oleh pemberian caitan infus intravena yang akan meningkatkan kehilangan panas secara konduksi. Pengukuran terhadap panas tubuh tidak dapat dilakukan secara langsung. Pengukuran ini dapat diperoleh dari produk rata-rata temperatur tubuh, massa tubuh

32 dan panas tubuh. Pengukuran rata-rata tempertur tubuh (Tbody) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Tbody = 0,66 Tcore + 0,34 Tskin Tcore = temperatur inti tubuh dan Tskin = rata-rata temperatur kulit tubuh Akurasi hasil pengukuran ini tergantung adekuasi pengukuran temperatur kulit MONITOR TEMPERATUR Efek fisiologik dari perubahan temperatur tubuh adalah alasan utama untuk memonitor temperatur tubuh sewaktu tindakan anestesi. Selain hipotermi sebagai suatu indikasi operasi, sebagai proteksi terhadap iskemik jaringan adalah direkomendasikan temperatur inti intraoperatif harus dijaga diatas 36 0 C. Pengukuran temperatur harus akurat dan konsisten. Merupakan kewajiban dari praktisi untuk menentukan metode terbaik untuk mengawasi temperatur inti pasien, dan untuk menggunakan perangkat pengawasan suhu secara benar, sekaligus memperkirakan bagian mana yang akan diukur, kenyamanan pasien, dan keamanan. Temperatur yang terukur dapat berbeda tergantung dari lokasi atau bagian tubuh mana yang diperiksa. Selama periode perioperatif, temperatur tubuh dapat berubah dengan cepat, maka sebaiknya temperatur yang diukur adalah temperatur inti. Temperatur inti adalah suhu darah perfusi pada sistem organ vital. Temperatur inti diukur pada arteri pulmonal, distal esofagus, nasofaring dan membran timpani. Distal esofagus (25% dari bagian bawah esofagus) memberikan gambaran temperatur darah dan serebral. Temperatur membran timpani dan aural kanal memberikan estimasi temperatur hipotalamus dan berkorelasi dengan temperatur esofagus. Temperatur inti juga dapat diperkirakan dengan menggunakan bagian oral, aksiler, ataupun kandung kencing. Temperatur kulit dan rektal yang disesuaikan dapat menggambarkan temperatur inti dengan cukup baik, tetapi menjadi tidak dapat diandalkan ketika terjadi Krisis Hipertermia Maligna. Beberapa penelitian terakhir menyatakan bahwa pengawasan timpani menggunakan infra merah merupakan metode pengukuran temperatur sebelum dan pasca pembedahan yang lebih disukai. Perlu diingat bahwa ketepatan pembacaan temperatur bergantung pada operator, anatomi pasien, dan alat ukurnya.

33 2.6. PENATALAKSANAAN MENGGIGIL NONFARMAKOLOGIS Pencegahan terjadinya proses redistribusi yang menyebabkan hipotermia dapat dilakukan dengan pemberian selimut hangat. Redistribusi panas terjadi dengan adanya vasodilatasi yang disebabkan oleh tindakan anestesi sehingga panas berpindah dari inti tubuh ke perifer. Penghangatan di seluruh permukaan tubuh secara pre-emtive dapat dilakukan dengan menggunakan forced air warming. Alat ini tidak meningkatkan temperatur inti tubuh, tetapi meningkatkan panas tubuh, khususnya pada daerah kaki dan panas dilepas melalui permukaan kulit. Penggunaan alat ini tidak efektif dan jarang digunakan dalam praktek klinis karena membutuhkan waktu satu jam untuk proses penghangatan sebelum digunakan. Tindakan penghangatan yang terlalu berlebihan justru dapat menyebabkan pasien mengalami keringat yang banyak dan tidak nyaman. Penghangat pasif, termasuk menggunakan kain katun dapat digunakan pre operatif untuk mengurangi pelepasan panas ke lingkungan. Melapisi permukaan tubuh dengan penghangat pasif sangat penting dan lebih efektif. Bagaimanapun, penghangat pasif atau dengan penambahan penghangat lain tidak memperbaiki konservasi panas secara signifikan dan sistem penghangat pasif tidak efektif dalam jangka waktu lama, apalagi pada operasi besar. Hanya 10% produksi panas dihasilkan dengan pemanasan dan humidifying inspired gas, metode ini relatif tidak efektif untuk mempertahankan suhu normotermia. Temperatur kamar disesuaikan oleh pelepasan panas dari tubuh pasien dengan cara radiasi dan konveksi dan selalu ada pada suhu > 23 C untuk mempertahankan dalam batas normotermia. Penggunaan water mattresses tidak efektif untuk mencegah pelepasan panas karena panas yang dikeluarkan relatif sedikit dari bagian belakang. Kehilangan panas secara konduksi dapat dikurangi bila cairan intravena dihangatkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Sistem forced air-warming yang terbaik untuk mempertahankan suhu tubuh dalam batas normotermia pada prosedur pembedahan. Pembedahan yang berlangsung lama dan akan efektif khususnya bila digunakan intraoperatif pada pasien yang mengalami vasodilatasi. Alat ini meningkatkan temperatur inti

34 intraoperatif dan postoperatif sehingga mengurangi kejadian menggigil pascaanastesi dan ketidaknyamanan pasien. Strategi khusus untuk pengendalian temperatur tubuh adalah sebagai berikut: 1. Mempertahankan temperatur ruang operasi yang sesuai dengan usia dewasa yaitu C. 2. Menggunakan gas inspirasi yang hangat dengan menggunakan penghangat humidifiers, alat ini dapat mengurangi kehilangan panas tetapi tidak untuk pencegahan. 3. Menggunakan sistem penghangat konveksi dengan forced warm air. 4. Menggunakan selimut penghangat, untuk mengurangi kehilangan panas, cairan intravena dan cairan irigasi harus dihangatkan terlebih dahulu di atas temperatur tubuh (cairan intravena 40 C; cairan untuk irigasi 40 C). 5. Menggunakan lampu penghangat secara langsung dapat menyebabkan kulit menjadi merah terutama daerah dada, wajah, dan leher karena alat ini mempunyai densitas yang tinggi pada termoreseptor. Salah satu penyebab terjadinya menggigil adalah pemberian cairan kristaloid intravena dan cairan lainnya pada suhu antara C (suhu kamar operasi). Pada penelitian terhadap wanita hamil, menggigil terjadi pada 64% dan jika cairan intravena diberikan pada suhu C, kejadian menggigil berkurang hingga 15%. Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa pada pemberian semua cairan intravena hendaknya dihangatkan terlebih dahulu. Kamar operasi dengan temperatur kurang dari 20 C dapat menyebabkan penurunan temperatur tubuh. Pada pasien tua, menggigil dapat terjadi jika temperatur tubuh turun sekitar 0,7 C. Hal ini disebabkan karena pada usia tua kapasitas termoregulasi sudah menurun. Setelah pemberian obat-obat anestesi, kehilangan panas meningkat oleh karena vasodilatasi khususnya pada regional anestesi. Pada pasien didapatkan bahwa cairan irigasi yang dihangatkan dapat mengurangi terjadinya penurunan temperatur tubuh dan kejadian menggigil.

35 FARMAKOLOGIS Hampir semua anestetis akan berusaha mengobati keadaan menggigil pada periode pasca pembedahan. Mekanisme kerja dan lokasi kerja dan dosis optimal obat-obat yang memiliki kemampuan menghilangkan menggigil masih belum jelas. Sebagian besar diduga dengan cara menurunkan ambang menggigil. Banyak sediaan obat digunakan untuk tujuan ini, walaupun masih dalam tahap uji klinis seperti clonidine, doxapram, ketanserin, alfentanil, dexametason dosis rendah, Magnesium sulfat, Ketamin dll. Salah satu obat yang paling efektif adalah Meperidin, tetapi oleh karena memiliki efek samping yang berbahaya maka perlu dilakukan pengawasan secara ketat, oleh sebab itu dicari alternatifnya dan dari penelitian-penelitian terakhir didapatkan tramadol lebih efektif dari meperidine dengan efek samping yang lebih minimal. Salah satu jenis atypical central-acting opioids adalah tramadol hydrocloride yang merupakan sintetik 4-phenyl-piperidine yang analog dengan kodein dan merupakan derivat dari aminocyclohexanol. Tramadol merupakan obat analgesik sintetik yang bekerja di sentral dan mempunyai farmokologi yang kompleks. 5 Tramadol terdiri dari kombinasi R dan L enantiomer, dimana enantiomer L mempunyai efek klinis terutama untuk menginhibisi reuptake dari norepinephrin sedangkan enantiomer R mempunyai efek klinis menginhibisi reuptake serotonin (5- HT / 5-hydroxytryptamine), memfasilitasi pelepasan 5-HT dan mengaktifasi reseptor μ. Tramadol bekerja terutama pada reseptor μ opioid agonist, dan juga mempunyai minimal efek dari reseptor к. Norepinephrin merupakan mediator utama dalam mengkontrol sentral termoregulasi, tetapi ada yang berpendapat akibat dari aktifitas kombinasi serotononergik dan noradrenergic maupun salah satu. 5, SEJARAH Pada tahun 1962 ahli kimia perusahaan farmasi Grϋnenthal, Jerman, saat mencari struktur campuran obat baru dengan efek antihistamin antialergi dan spasmolitik, ternyata campuran obat ini mempunyai sifat seperti opioid. Obat tersebut secara farmakologi menunjukkan aktifitas antinociceptive dan efek pada system syaraf pusat. Campuran obat yang asli terdiri dari L- dan R- enantiomer (campuran cis trans), campuran ini mudah dipisahkan dengan perbedaan daya larut.

36 Uji farmakologis pada 12 orang, R-enantiomer menunjukkan analgetik yang lebih kuat, kemudian campuran ini diberi nama tramadol. Gambar 2.7. Rumus bangun tramadol FARMAKOKINETIK Pada pemberian oral, tramadol diabsorbsi secara cepat oleh usus kecil sebesar % dan bioavailabilitasnya 70% pada dosis tunggal. Mula kerja tramadol 5-10 menit dengan half-life (T1/2) 5,1 (SD±0,8) jam dan peak plasma concentrations tercapai pada 2-4 jam. Tramadol melewati sawar plasenta sebesar 1% dan 0,1% berada dalam air susu ibu. Metabolisme tramadol terjadi dihati. Jalur metabolisme utama tramadol adalah N- dan O- demethylasi dan glucuronidasi atau sulfasi. Hasil metabolit aktif dari tramadol yaitu O-desmethyltramadol dikenal sebagai M1. Metabolit M1 dikalisa oleh isozim CYP2D6 pada sitokrom P-450. Proses metabolisme menurun pada pasien dengan kelainan fungsi hati. Volume distribusi tramadol adalah 2,6 dan 2,9 liter/ kg pada laki-laki dan wanita (rata-rata 2,7 L/kg) setelah pemberian 100 mg intravena. Tramadol mengikat protein plasma hanya 20%, sebanyak 86% tramadol yang diabsorbsi, dan ikatan sendiri juga terlihat pada konsentrasi 10 μg/ml. Tramadol dan metabolitnya diekskresi terutama melalui urin dengan waktu paruh plasma 6,3 jam, sisanya kurang dari 1% tramadol diekskresi melalui saluran biliaris. Pasien dengan gangguan fungsi organ (hepar atau ginjal) sangat berpengaruh terhadap kadar plasma. Pada keadaan ini dianjurkan untuk mengurangi jumlah dosis

37 total menjadi setengahnya, misalnya dosis 200 mg/hari dibagi dalam dua dosis per 12 jam pada gagal ginjal kronik, dan 50 mg tiap 12 jam pada gangguan fungsi hepar kronik FARMAKODINAMIK Tramadol memiliki afinitas lemah terhadap reseptor µ opioid dan juga pada reseptor K, dan δ. Kekuatan afinitas tramadol 6000 kali lebih lemah dari morfin, 100 kali lebih lemah dari dextropropoxyphene, 10 kali lebih lemah dari kodein, dan ekuivalen dengan dekstrometorpan. Tramadol adalah obat recemic mixture dan tiap enantiomer memiliki opioid binding affinities yang berbeda dan juga dalam penghambatan terhadap monoaminergik re-uptake. Enantiomer (+) tramadol dan metabolitnya berikatan kuat dengan reseptor µ opioid dibanding enantiomer (-) tramadol. Enantiomer (+) memiliki efek inhibisi re-uptake 5-hydroxy tryptamine (5- HT atau serotonin) empat kali lebih kuat. Hal ini menyebabkan stimulasi pelepasan 5-HT presinaptik. Enantiomer (-) berefek inhibisi re-uptake noradrenalin. Aktivitas tramadol sebagian dapat dihambat oleh nalokson (30%). Tramadol diindikasikan untuk terapi nyeri moderat hingga nyeri berat dan berpotensi analgetik yang sama dengan petidin. Memiliki potensi 1/1.000 kali fentanyl dan 1/10 kali morfin intravaskular. Tramadol mg ekuivalen dengan morfin 5-15 mg intravaskular. Tramadol 1 mg/kgbb intravena sangat efektif untuk mengobati menggigil pascaoperasi dan berpotensi anti menggigil yang sama dengan meperidin pada dosis efektif mg. Untuk meminimalisasi efek samping yang terjadi, hendaknya tramadol diberikan secara perlahan dalam 2 sampai 3 menit. Tramadol dapat meningkatkan transmisi monoaminergik sehingga obat ini tidak diberikan pada pasien yang sedang diterapi dengan monoamine oxidase inhibitors, dan pasien dengan riwayat epilepsi. Depresi pernafasan jarang terjadi pada pemberian tramadol dibanding pemberian morfin intravena dan tidak mempengaruhi fungsi jantung sehingga aman diberikan pada pasien dengan gangguan kardiovaskular. Terhadap gastrointestinal, tramadol tidak mempengaruhi peristaltik usus dan sfinkter oddi. Efek samping yang sering terjadi walaupun kejadiannya kecil adalah nyeri kepala (5,3%), mual (4,8%), sedasi (2,4%), dan mulut kering (2,2%) terhadap reaksi anaphylactoid atau anafilaksis, tramadol tidak menyebabkan

38 pelepasan histamin dan estimasi kejadiannya diperkirakan 1 dalam Pada kasus pasien cedera kepala dengan peningkatan kadar katekolamin darah, tramadol tidak dianjurkan untuk diberikan karena dapat menimbulkan kejang. Ondansetron dapat mengurangi potensi analgetik tramadol apabila diberikan secara bersamaan TRAMADOL SEBAGAI ANTI MENGGIGIL Pada tahun 1963, Feldberg dan Myers mengemukakan suatu terori yang disebut monoamine theory pada sistem termoregulasi. Teori ini menyatakan bahwa the body temperature set point dikontrol oleh keseimbangan antara norepineprin dan serotonin ( 5 hydroxy triptamine [5-HT] ) yang berada di area preoptik anterior hipotalamus. Tramadol merupakan obat analgetikm yang secara farmakologis sangat kompleks dan mengandung enentiomer (+) dan (-). Peranan tramadol untuk mengatasi menggigil adalah dengan cara inhibisi re-uptake norepinefrin oleh enantiomer (-) sedangkan enantiomer (+) menghambat re-uptake 5-HT, sehingga memfasilitasi pelepasan 5HT dan mengaktivasi reseptor µ opioid. Norepinefrin adalah mediator terbesar pada kontrol sistem termoregulasi. Sebagai contoh, penyuntikan norepinefrin intrventrikuler dapat menurunkan temperatur inti dan metabolisme tubuh pada hewan primata. Pengaruh 5 HT masih kontroversi, akan tetapi banyak para ahli percaya bahwa 5 HT bekerja menghambat sistem kontrol termoregulasi tubuh. Peranan reseptor µ opioid adalah menurunkan ambang vasokonstriksi dan menggigil, pengaruh ini sama seperti pada anastesi volatile atau anestesi intravena INDIKASI - Terapi nyeri sedang sampai berat pada kondisi akut maupun kronik. Dosis yang digunakan 1 3 mg/kgbb secara intravena setiap 8 jam dengan dosis maksimum 400 mg per hari. - Anti menggigil Dosis yang digunakan untuk terapi menggigil 0,5 2 mg/kgbb secara intravena, dan sebagai pencegahan dosis yang sudah digunakan secara intravena adalah 1 mg/kgbb.

39 EFEK SAMPING Efek samping tramadol sama seperti opioid antara lain mual, muntah dan mengantuk. Kejadian pruritus maupun reaksi pada kulit sangat sedikit KERANGKA KONSEP ANESTESI SPINAL Suhu ruangan Status hidrasi Cairan irigasi yg dingin Menggigil Hipotalamus Redistribusi panas tubuh dari inti ke perifer Vasodilatasi Lama operasi Tindakan op Pembedahan Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb Tramadol HCl 1 mg/kgbb Inhibisi reuptake serotonin (5-HT) Fasilitasi pelepasan 5-HT Mual Muntah Tekanan darah Tindakan pembedahan Keterangan : X menghambat

40 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. DESAIN Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol secara random tersamar ganda untuk mengetahui perbedaan efek pemberian Tramadol HCl dosis 0,5 mg/kgbb dengan 1 mg/kgbb dalam mencegah menggigil pada anestesi spinal dengan efek samping yang minimal. Random dilakukan dengan memakai cara randomisasi blok. Randomisasi blok yang dimaksud sebagai berikut : 1. Dilakukan oleh relawan yang telah dilatih sebelumnya. 2. Dengan memakai tabel angka random. (18) 3. Pena dijatuhkan diatas tabel angka random, angka yang terkena merupakan urutan untuk memulai penelitian. 4. Kelompok A adalah Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dan Kelompok B adalah Tramadol 1 mg/kgbb iv. 5. Untuk kelompok AB adalah angka 0 sampai 4 dan untuk kelompok BA adalah angka 5 sampai Randomisasi dilakukan satu kali, urutan AB atau BA dibuat dan disimpan daftarnya oleh relawan yang melakukan randomisasi yang telah dilatih (desain daftar pasien terlampir). 7. Obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi (peneliti dan pasien tidak mengetahui komposisi obat dalam spuit). 8. Setelah melakukan randomisasi dan menyiapkan obat oleh relawan yang melakukan randomisasi, obat tersebut diberikan ke peneliti didalam amplop putih TEMPAT DAN WAKTU a) Tempat a. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan b. Rumah Sakit Umum Pirngadi, Medan

41 b) Waktu Maret 2008 s/d Mei POPULASI DAN SAMPEL Populasi Populasi adalah pasien yang menjalani pembedahan elektif di RSUP Haji Adam Malik Medan dan RSU Pirngadi Medan Sampel Diambil dari pasien dengan status fisik ASA 1-2 yang akan menjalani pembedahan elektif dengan spinal anestesi. Setelah dihitung secara statistik, seluruh sample dibagi secara random menjadi 2 kelompok. Kelompok A mendapat Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb dan kelompok B mendapat Tramadol HCl 1 mg/kgbb secara intravena 15 menit sebelum dilakukan anestesi spinal KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria Inklusi : a. Bersedia ikut dalam penelitian. b. Usia tahun. c. Operasi pada ektremitas bawah, urologi, digestif dan obgyn dengan anestesia spinal. d. PS ASA 1-2. e. Tinggi blok Th 6-8. f. Temperatur ruang operasi C. g. Temperatur ruang pemulihan C. h. Status nutrisi normal ( BMI kg/m 2 ) Kriteria Ekslusi : a. Pasien dengan kontraindikasi spinal anestesi. b. Pasien dengan mastoiditis akut mapun kronis.

42 c. Pasien dengan kehamilan. d. Pasien dengan irigasi ( TURP). e. Pasien dengan riwayat peminum alkohol. f. Temperatur axila tubuh pre operasi <36 0 C / > 38 0 C Kriteria drop out : a. Penurunan tekanan darahlebih dari 20% tekanan darah basal setelah spinal punctur. b. Pasien dengan blok total spinal. c. Pasien dengan riwayat alergi atau hipersensitif terhadap tramadol ESTIMASI BESAR SAMPEL Besar sampel dihitung dengan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi : 15 n 1 = n 2 = (Zα 2 PQ + Zβ P 1 Q 1 + P 2 Q 2 ) 2 ( P 1 P 2 ) 2 n 1 = n 2 = {1,96 2 x 0,9 x 0,1 + 1,28 (1x0) + (0,8x0,2) } 2 = 45,84 ~ 46 ( 1 0,8 ) 2 Keterangan : Zα = Kesalahan tipe I = 5%, hipotesis dua arah 1,96 Zβ = Kesalahan tipe II=10%, maka 1,28 P1 = Power Tramadol HCl 1 mg 80 % 1 P2 = Power Tramadol HCl 0,5 mg 80 % 0,8 P = ½ ( P 1 + P 2 ) = ½ ( 1 + 0,8 ) = 0,9 n = Besar sampel untuk tiap kelompok 46 orang Total sampel 2 kelompok = 92 orang + 10 % = 102 orang Maka besar sampel tiap kelompok 51 orang 3.6. CARA KERJA Persiapan pasien dan obat : a. Setelah mendapat informed consent dan disetujui komite etik semua sampel yang akan menjalani operasi dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi.

43 b. Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok dan dilakukan randomisasi tersamar ganda oleh relawan yang sudah dilatih. c. Kedua kelompok menjalani prosedur persiapan operasi elektif. Pada hari penelitian : a. Obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi pada saat akan dilakukan penelitian dengan cara Tramadol HCl 2 cc (100 mg) diencerkan menjadi 10 cc menggunakan spuit 10 cc sehingga tiap cc mengandung 10 mg dan Tramadol HCl 1 cc (50 mg) diencerkan menjadi 10 cc menggunakan spuit 10 cc sehingga tiap cc mengandung 5 mg. Kemudian obat dimasukkan ke dalam ampop putih. Sebagai contoh : Sampel dengan berat badan 60 kg menggunakan : Tramadol 0.5 mg/kgbb akan diberikan 30 mg pada kelompok A = 6 cc Tramadol 1 mg/kgbb akan diberikan 60 mg pada kelompok B = 6 cc Pada kedua kelompok sama-sama diberikan 6 cc obat. Hal ini dilakukan supaya peneliti tidak mengetahui obat apa yang diberikan ke sampel penelitian. b. Kedua kelompok diberikan infus preload cairan Ringer Lactat sebanyak 15 ml/kgbb pada suhu ruangan. c. 15 menit sebelum dilakukan spinal anestesi, pasien diberikan obat Tramadol HCl yang ada dalam amplop putih selama 2-3 menit oleh peneliti. Setelah selesai pasien dinilai kembali tekanan darah, nadi, nafas, dan temperatur membran timpani. Peneliti sendiri yang akan mengobservasi pasien. d. Pasien dimiringkan posisi lateral dekubitus untuk dilakukan anestesi spinal dengan Bupivacain 0,5% 2 ml, setelah itu diposisikan supine kembali dan diberikan oksigen 3 L/menit nasal prong. Tindakan anestesi spinal dilakukan oleh PPDS anestesi semester 2 keatas. e. Dinilai tinggi blok dilakukan oleh relawan. f. Dilakukan pencatatan dan pengamatan pada pasien: Kriteria menggigil, mual, muntah dan temperatur membran timpani setiap 15 menit setelah tindakan anestesi spinal sampai tindakan pembedahan selesai dan dilanjutkan sampai 1 jam sesudah operasi.

44 g. Setelah semua sampel terkumpul relawan memberikan daftar identitas pasien dan jenis obat yang diberikan kepada pasien selama penelitian. h. Kriteria menggigil berdasarkan tanda klinis pada derajat 3 dan 4. Skor menggigil (Crossley & Mahajan) 4 = Skor MENGGIGIL 0 Tidak ada menggigil 1 Piloereksi atau peripheral vasokonstriksi 2 Aktrifitas otot hanya pada satu grup otot 3 Aktifitas otot lebih dari satu grup otot 4 Seluruh tubuh menggigil MENGGIGIL MUAL MUNTAH YA TIDAK i. Hasil kriteria menggigil, mual, muntah, dan temperatur core pasien pada sebelum, durante dan setelah operasi dibandingkan secara statistik. j. Penelitian dihentikan bila subjek menolak berpartisipasi, terjadi blok total spinal, kegawatan jalan nafas, jantung, paru dan otak yang mengancam jiwa IDENTIFIKASI VARIABEL a. Variabel independen : 1. Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb 2. Tramadol HCl 1 mg/kgbb b. Variabel dependen : a. Skor menggigil b. Mual c. Muntah d. Temperatur core

45 3.8. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA a. Data yang akan terkumpul dianalisa dengan program software SPSS versi 15. b. Pengujian kenormalan dilakukan dengan Kolmogorov-Siminov. c. Analisis data menggigil yang sudah dikelompokkan, temperatur core, mual dan muntah bila distribusinya normal dengan uji t- tidak berpasangan, sedangkan bila distribusinya tidak normal dengan uji chi-squre. d. Batas kemaknaan yang ditetapkan 5%. e. Interval kepercayaan yang dipakai 95 % DEFINISI OPERASIONAL Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah keadaan tekanan darah, nadi, nafas, skor menggigil, temperatur membran timpani dan axila, mual, dan muntah setelah pemberian Tramadol HCl anestesi spinal. Anestesi spinal: tindakan anestesi dengan cara memberikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid. Tehnik ini cukup efektif dan mudah dikerjakan. Obat anestesi lokal yang banyak digunakan adalah bupivakain 0,5% hiperbarik, oleh karena bupivakain memiliki lama kerja blokade sensorik dan motorik yang cukup panjang. Tramadol HCl : obat analgetik sintetik yang bekerja secara sentral, golongan aminocyclohexanol dengan efek kerja mirip opioid. Mekanisme kerja tramadol dengan menginhibisi reuptake noradrenalin dan serotonin (5HT). Tramadol bekerja terutama pada reseptor μ opioid agonist, dan juga mempunyai minimal efek dari reseptor к. Norepinephrin merupakan mediator utama dalam mengkontrol sentral termoregulasi, tetapi ada yang berpendapat akibat dari aktifitas kombinasi serotononergik dan noradrenergic maupun salah satu. 5, Tekanan darah : hasil kali cardiac output dan tahanan perifer sistemik. Nilai normalnya untuk sistolik mmhg, dan diastolik mmhg. Diukur dengan monitor standar non invasif. Laju nadi : jumlah pulsasi ( denyut dan pasang surut arteri ) yang dirasakan pada suatu arteri permenit. Normalnya sekitar x per menit.

46 Laju nafas : jumlah satu siklus inspirasi dan ekspirasi dalam satu menit. Normalnya sekitar x per menit. Kriteria menggigil : mengukur aktifitas otot akibat mekanisme tubuh untuk meningkatan temperatur inti sesuai dengan kriteria dari Crossley & Mahajan, dimana termasuk kriteria menggigil pada derajat 3 dan 4. Temperatur : derajat panas tubuh yang dapat diukur melalui kulit, oral, axila, rektal dan membran timpani. Suhu tubuh inti dapat digambarkan dari membran timpani. Temperatur ini diukur menggunakan thermometer membran timpani infrared merk CE dengan sensitifitas + 0,2 0 C. Mual disebut juga nausea merupakan sensasi yang timbul sebelum terjadi muntah, ditandai dengan perasaan khusus didaerah lambung dan penolakan makanan. Muntah : mengeluarkan cairan yang ada didalam lambung MASALAH ETIKA Dalam penelitian ini dilakukan spinal anestesi. Pada spinal anestesi bisa terjadi beberapa kemungkinan : a. Total blok anestesi spinal. Hal ini bisa terjadi ketika anestesi spinal tergantung pada kecepatan memberikan obat lokal anestesi, posisi pasien saat anestesi spinal. Penanganannya adalah dengan menjaga jalan nafas dan memberikan oksigen 100% kalau perlu intubasi, memberikan cairan koloid dan efedrin dan siap dengan obat-obat darurat (misal adrenalin, sulfas atropine) dan alat-alat darurat (misalnya set intubasi dan DC-Shock). b. Terjadi post dural puncture headache (PDPH). Hal ini bisa terjadi karena kebocoran cairan serebrospinal ketika spinal puncture dengan menggunakan spinocan nomor besar (no 23 G ke atas). Insiden kejadian PDPH Di RS Adam Malik Medan dan RSU Pirngadi Medan dilakukan dengan spinocan yang sudah cukup baik yaitu nomor 25 G 27 G sehingga insiden PDPH sudah sangat jarang terjadi. Namun bila terjadi dapat diatasi dengan posisi pasien tetap berbaring terlentang selama minimal 24 jam dan rehidrasi cukup adekuat.

47 c. Pada anestesi spinal juga bisa terjadi hipotensi akibat blok simpatis. Dikatakan hipotensi bila terjadi penurunan tekanan darah sampai 20% dari tekanan darah basal dan masih dapat ditolerir oleh pasien-pasien dewasa muda yang sehat. Namun untuk mengantisipasi terjadinya hipotensi maka sudah disiapkan cairan kristaloid dan efedrin. Bila terjadi hipotensi segera diberikan efedrin 5 10 mg, dan ekstra cairan kristaloid sebanyak 250 ml. Bila perlu ditambah lagi efedrin 10 mg dan ekstra pemberian kristaloid sampai 2 ml/kg. d. Terjadi mual dan muntah setelah pemberian obat tramadol, hal ini karena tramadol akan memfasilitasi pelepasan 5-HT dan menginhibisi reuptake 5-HT (5 Hydroxytryptamine). Pada penelitian diharapkan dengan mengencerkan menjadi 10 cc dan disuntikkan secara intravena selama 2-3 menit diharapkan akan mengurangi insiden ini. Pada penelitian yang ditelah dilakukan dengan Tramadol HCl 1 mg/kgbb dilaporkan kejadian mual dan muntah 19,4 %. Apabila keluhan mual dan muntah sangat mengganggu maka akan diatasi dengan pemberian ondansetron 4 mg iv dan dexametason 4 mg iv. e. Bila masih terjadi menggigil pasien akan diberikan selimut, terapi dengan dosis tramadol tetap, dinaikkan dua kali dosis awal atau dengan Petidine 0,5 mg/kgbb iv.

48 3.11. PROSEDUR KERJA POPULASI Kriteria inklusi SAMPEL Kriteria eksklusi Random tersamar ganda Tramadol HCl 0,5 mg/kgbb Tramadol HCl 1 mg/kgbb Anestesi Spinal Anestesi Spinal Utama: - Menggigil - Efek samping : Mual Muntah Tambahan : - Temperatur core Utama: - Menggigil - Efek samping : Mual Muntah Tambahan : - Temperatur core

49 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari awal Maret sampai akhir Mei 2008, dan terkumpul 106 sampel dengan status fisik ASA I dan II yang menjalani tindakan pembedahan dengan anestesi spinal dan dikeluarkan sebanyak 4 orang dikarenakan tidak termasuk kriteria normal pada indeks massa tubuh. Dari 102 sampel yang diikutkan sampai penelitian berakhir dibagi dalam 2 kelompok perioperatif masing masing 51 sampel penelitian, yaitu kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok Karakteristik umum subjek penelitian dinilai dari umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh. Hasil penelitian terlihat pada tabel dibawah ini (tabel 4.1). Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok Variabel : Kel. Tramadol Kel. Tramadol p 1 mg/kg BB (n=51) 0.5 mg/kg BB (n=51) Umur (thn) 40.7 (SD 10.5) 36.2 (SD 13.0) 0.057(NS) * Jenis Kelamin L 29 (56.9%) 25 (49.0%) 0.427(NS)** P 22 (43.1%) 26 (51.0%) Berat Badan (kg) 56.3 (SD 7.3) 57.8 (SD 8.4) 0.337(NS)* Tinggi Badan (cm) (SD 6.6) (SD 7.9) 0.607(NS)* Indeks Massa Tubuh 21.6 ( SD 1.4) 22.0 (SD 1.7) 0.257(NS)* * Uji t independent ** Uji chi square Umur sampel yang termasuk dalam penelitian berkisar antara tahun dengan rerata 40.7 (SD 10.5) tahun pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan 36.2 (SD 13.0) tahun pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dengan uji t - independen didapat nilai p = berarti tidak ada perbedaan umur pada kedua kelompok penelitian.

50 Jenis kelamin (L/P) pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 29/22 (56.9% / 43.1%) dan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv 25/26 (49.0% / 51.0%) dengan uji chi square didapat nilai p = berarti tidak ada perbedaan. Berat badan sampel penelitian berkisar antara kg dengan rerata 56.3 (SD 7.3) kg pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan 57.8 (SD 8.4) kg pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dengan uji t - independen didapat nilai p = berarti tidak ada perbedaan. Tinggi badan sampel penelitian berkisar antara cm dengan rerata (SD 6.6) m pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan (SD 7.9) m pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dengan uji t - independen didapat nilai p = berarti tidak ada perbedaan. Indeks massa tubuh sampel penelitian berkisar antara dengan rerata 21.6 (SD 1.4) pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan 22.0 (SD 1.7) pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dengan uji t - independen didapat nilai p = berarti tidak ada perbedaan Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian Karakteristik jenis operasi yang dilaksanakan pada sampel penelitian yaitu bedah digesitif, bedah ortopedi, obstetri ginekologi, bedah urologi, bedah plastik dan bedah toraks kardio vaskular. Hasil penelitian terlihat pada tabel dibawah ini (tabel 4.2). Tabel 4.2. Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian Jenis Operasi (Σ) : Kel. Tramadol HCl Kel. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n = 51) 0.5 mg/kg BB (n = 51) * Bedah Digestif 13 (25.5%) 15 (29.4%) 0.327(NS) ** * Bedah Ortopedi 9 (17.6%) 14 (27.5%) * Obstetri Ginekologi 12 (23.5%) 13 (25.5%) * Bedah Urologi 16 (31.4%) 7 (13.7%) * Bedah Plastik 1 (2.0%) 1 (2.0%) * Bedah TKV 0 (0.0%) 1 (2.0%) Total 51 (100.0%) 51 (100%) **Uji chi-square

51 Jenis operasi terbanyak dalam penelitian ini adalah bedah digestif pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 13 (25.5%) dan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv 15 (29.4%). Jenis operasi dianalisis dengan uji chi square (x 2 ) untuk menilai perbedaan proporsi antara kedua kelompok penelitian didapatkan nilai p = berarti tidak ada perbedaan jenis operasi antara kedua kelompok Jenis suku, pendidikan dan pekerjaan pada kedua kelompok penelitian Karakteristik sosial ekonomi sampel penelitian dinilai dari suku, pendidikan dan pekerjaan. Hasil penelitian terdapat pada tabel dibawah ini (tabel 4.3). Tabel 4.3. Jenis suku, pendidikan dan pekerjaan pada kedua kelompok penelitian Jenis (Σ) : Kel. Tramadol HCl Kel. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n = 51) 0.5 mg/kg BB (n = 51) * Suku - Batak - Sunda - Aceh - Padang - Jawa - Melayu - Kalimantan * Pendidikan : - SD - SMP - SMA - D1/D2/D3 - S1 * Pekerjaan : - PNS - Wiraswasta - Karyawan - Petani - Mahasiswa - IRT - ABRI / POLISI ** Uji chi square 27 (52.9%) 1 (2.0%) 3 (5.9%) 2 (3.9%) 10 (19.6%) 7 (13.7%) 1 (2.0%) 13 (25.5%) 9 (17.6%) 25 (49.0%) 1 (2.0%) 3 (5.9%) 5 (9.8%) 15 (29.4%) 5 (9.8%) 11 (21.6%) 1 (2.0%) 14 (27.5%) 0 (0.0%) 36 (70.6%) 1 (2.0%) 1 (2.0%) 4 (7.8%) 9 (17.6%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 5 (9.8%) 10 (19.6%) 25 (49.0%) 6 (11.8%) 5 (9.8%) 10 (19.6%) 12 (23.5%) 2 (3.9%) 4 (7.8%) 9 (17.6%) 13 (25.5%) 1 (2.0%) (NS)** (NS)** (S)**

52 Jenis suku terbanyak dalam penelitian adalah suku batak pada kelompok pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 27 (52.9%) dan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv 36 (70.6%). Jenis suku dianalisis dengan uji chi square (x 2 ) untuk menilai perbedaan proporsi antara kedua kelompok penelitian didapatkan nilai p = berarti tidak ada perbedaan jenis suku antara kedua kelompok. Jenis pendidikan terbanyak dalam penelitian adalah SMP pada kelompok pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 25 (49.0%) dan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv 25 (49.0%). Jenis pendidikan dianalisis dengan uji chi square (x 2 ) untuk menilai perbedaan proporsi antara kedua kelompok penelitian didapatkan nilai p = berarti tidak ada perbedaan jenis pendidikan pada kedua kelompok. Jenis pekerjaan terbanyak dalam penelitian adalah wiraswasta pada kelompok pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 15 (29.4%) sedangkan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv ibu rumah tangga 13 (25.5%). Jenis pekerjaan dianalisis dengan uji chi square (x 2 ) untuk menilai perbedaan proporsi antara kedua kelompok penelitian didapatkan nilai p = berarti ada perbedaan jenis pekerjaan antara kedua kelompok Tinggi Blok Pada Kedua Kelompok Penelitian Karakteristik tinggi blok sampel penelitian adalah torakal 6, 7 dan 8. Hasil penelitian terdapat pada tabel dibawah ini (tabel 4.4). Tabel 4.4. Tinggi blok pada kedua kelompok penelitian Tinggi Blok (Σ) : Kel. Tramadol Kel. Tramadol p 1 mg/kg BB (n = 51) 0.5 mg/kg BB (n = 51) * Torakal 6 26 (51.0%) 29 (56.9%) (NS)** * Torakal 7 1 (2.0%) 0 (0.0%) * Torakal 8 24 (47.1%) 22 (43.1%) Total 51 (100.0%) 51 (100%) ** Uji chi square Tinggi blok terbanyak dalam penelitian ini adalah torakal 6 pada kelompok pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 26 (51.0%) dan pada kelompok

53 Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv 29 (56.9%). Jenis tinggi blok dianalisis dengan uji chi square (x 2 ) untuk menilai perbedaan proporsi antara kedua kelompok penelitian didapatkan nilai p = berarti tidak ada perbedaan tinggi blok yang bermakna antara kedua kelompok Jumlah cairan sebelum dan selama tindakan operasi pada kedua Kelompok Penelitian Perbandingan jumlah cairan yang dimasukkan sebelum dan selama tindakan operasi dari kedua kelompok terdapat pada tabel dibawah ini (tabel 4.5). Tabel 4.5. Jumlah cairan sebelum dan selama tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Variabel Kel. Tramadol HCl Kel. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n=51) 0.5 mg/kg BB (n=51) Cairan Pre - Op (ml) (SD 117.2) (SD 143.2) 0.546(NS)* Cairan Durante Op (ml) (SD 640.6) (SD 515.7) 0.442(NS)* * Uji t independent Cairan yang dimasukkan sebelum operasi pada sampel penelitian berkisar antara ml dengan rerata (SD 117.2) ml pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan (SD 143.2) ml pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dengan uji t - independen didapat nilai p = maka tidak ada perbedaan. Cairan yang dimasukkan selama operasi pada sampel penelitian berkisar antara ml dengan rerata (SD 640.6) ml pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan (SD 515.7) ml pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv dengan uji t - independen nilai p = berarti tidak ada perbedaan Perubahan hemodinamik pada kedua kelompok penelitian Karakteristik hemodinamik yang diamati pada kedua kelompok yaitu tekanan sistolik, tekanan diastolik, laju nadi, laju nafas, dan saturasi oksigen perifer. Hasil penelitian terlihat pada tabel 4.6.

54 Tabel 4.6. Perubahan rerata hemodinamik sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Hemodinamik : Kel. Tramadol HCl Kel. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n=51) 0.5 mg/kg BB (n=51) * Sistolik : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Diastolik : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Laju nadi : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Laju nafas : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Saturasi O 2 perifer : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Uji t independent (SD 14.3) (SD 17.0) (SD 15.8) (SD 17.8) (SD 16.6) 82.2 (SD 10.4) 76.1 (SD 11.3) 69.5 (SD 11.7) 74.9 (SD 15.0) 73.6 (SD 7.6) 87.0 (SD 15.1) 86.3 (SD 19.2) 79.5 (SD 16.7) 80.4 (SD 22.7) 78.9 (SD 15.6) 19.7 (SD 2.2) 19.7 (SD 2.7) 18.7 (SD 2.5) 18.9 (SD 2.8) 19.8 (SD 2.3) 98.9 (SD 1.0) 99.0 (SD 1.0) 99.1 (SD 1.0) 99.3 (SD 0.8) 99.2 (SD 0.8) (SD 15.5) (SD 17.8) (SD 16.6) (SD 20.5) (SD 15.8) 77.1 (SD 13.0) 74.8 (SD 13.4) 70.5 (SD 11.7) 73.6 (SD 11.8) 77.1 (SD 10.1) 86.8 (SD 13.6) 88.8 (SD 16.1) 77.7 (SD 14.6) 81.6 (SD 15.4) 77.8 (SD 13.4) 19.8 (SD 2.1) 19.4 (SD 2.8) 19.1 (SD 2.6) 18.0 (SD 1.7) 19.1 (SD 2.5) 98.4 (SD 1.3) 98.9 (SD 1.3) 99.2 (SD 1.4) 99.4 (SD 0.8) 98.9 (SD 0.9) (S)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (S)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* Dengan uji t independen keadaan tekanan darah sistolik dan diastolik saat sebelum operasi antara kedua kelompok ada perbedaan, sedangkan selama dan post op tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok. Dari data tekanan sistolik

55 menunjukkan level penurunan terendah terjadi pada menit ke 60 selama tindakan pembedahan. Dengan uji t independen keadaan laju nadi saat sebelum, selama dan setelah tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Dari data laju nadi menunjukkan level penurunan terendah terjadi pada menit ke 60 selama tindakan pembedahan. Dengan uji t independen keadaan laju nafas saat sebelum, selama dan setelah tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Dari data laju nafas menunjukkan level penurunan terendah terjadi pada menit ke 60 untuk kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan menit ke 120 pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv selama tindakan pembedahan. Dengan uji t independen keadaan saturasi oksigen perifer saat sebelum, selama tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Dari data saturasi oksigen perifer menunjukkan level penurunan terendah terjadi pada menit ke 60 selama tindakan pembedahan Perubahan temperatur ruangan dan core pasien pada kedua kelompok penelitian Perbandingan temperatur ruangan dan core pasien pada sebelum, selama dan setelah tindakan operasi dari kedua kelompok terdapat pada tabel 4.7. Dengan uji t independen keadaan temperatur ruangan saat sebelum, selama dan setelah tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok, (nilai p>0,05). Dengan uji t independen keadaan temperatur core pasien saat sebelum, selama tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok, (nilai p>0,05).

56 Tabel 4.7. Perubahan rerata temperatur ruangan dan core pasien pada kedua kelompok penelitian Temperatur : Kel. Tramadol HCl Kel. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n=51) 0.5 mg/kg BB (n=51) * Ruangan : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Core : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Uji t independent 23.5 (SD 0.8) 23.6 (SD 0.7) 23.6 (SD 0.7) 23.3 (SD 0.9) 25.4 (SD 0.8) 36.7 (SD 0.5) 36.4 (SD 0.5) 35.5 (SD 0.7) 35.5 (SD 0.8) 36.1 (SD 0.6) 23.8 (SD 0.7) 23.8 (SD 0.7) 23.7 (SD 0.6) 23.4 (SD 0.5) 25.0 (SD 1.1) 36.7 (SD 0.3) 36.5 (SD 0.4) 35.4 (SD 0.6) 35.3 (SD 0.8) 36.1 (SD 0.5) (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* (NS)* 4.8. Kejadian menggigil saat sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Perbandingan kejadian menggigil pada sebelum, selama dan setelah tindakan operasi dari kedua kelompok terdapat pada tabel dibawah ini (tabel 4.8). Dari data timbulnya kejadian menggigil pada selama dan setelah tindakan operasi dari kedua kelompok dengan uji chi-square rata-rata tidak ditemukan perbedaan yang bermakna, (nilai P>0,05). Hasil penelitian menunjukkan menggigil muncul pertama kali pada menit ke 30 untuk kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan menit ke 15 pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv selama tindakan pembedahan. Menggigil tidak muncul ladi pada menit ke 45 setelah operasi untuk kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv dan menit ke 120 selama tindakan pembedahan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv.

57 Tabel 4.8. Kejadian menggigil saat sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Menggigil : Kel. Tramadol HCl Ke l. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n=51) 0.5 mg/kg BB (n=51) * Pre-op 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) * DO : 0' 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) * DO : 15' 0 (0.0 %) 3 (5.9 %) (NS)** * DO : 30' 1 (2.0 %) 2 (3.9 %) (NS)** * DO : 45' 1 (2.0 %) 1 (2.0 %) (NS)** * DO : 60' 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) * DO : 75' 2 (5.4 %) 1 (3.3 %) (NS)** * DO : 90' 2 (6.1 %) 0 (0.0 %) (NS)** * DO : 105' 1 (4.8 %) 1 (8.3 %) (NS)** * DO : 120' 1 (5.6 %) 0 (0.0 %) (NS)** * Post op : 0' 2 (3.9 %) 0 (0.0 %) (NS)** * Post op : 15' 1 (2.0 %) 0 (0.0 %) (NS)** * Post op : 30' 1 (2.0 %) 0 (0.0 %) (NS)** * Post op : 45' 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) * Post op : 60' 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) **Chi square 4 Ju m la h o ra n g ,5 mg/ kg BB 1 mg/kg BB 0 Pre-op DO 15' DO 45' DO 75' DO 105' PO 0' PO 30' PO 60' Grafik 4.1. Timbulnya Menggigil setelah pemberian Tramadol

58 4.9. Efek samping tramadol sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi pada kedua kelompok penelitian Karakteristik efek samping yang timbul setelah pemberian tramadol pada kedua kelompok adalah mual dan muntah. Hasil penelitian terlihat pada tabel dibawah ini (tabel 4.9). Tabel 4.9. Efek samping tramadol pada kedua kelompok penelitian Efek samping : Kel. Tramadol HCl Kel. Tramadol HCl p 1 mg/kg BB (n=51) 0.5 mg/kg BB (n=51) * Mual : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' * Muntah : - Pre-op - DO : 0` - DO : 60' - DO : 120' - Post Op : 60' **Chi square 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 2 (3.9 %) 1 (5.6 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0%) 1 (2.0 %) 1 (2.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 1 (2.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) (NS)** (NS)** (NS)** (NS)** Dengan uji chi-square data efek samping tramadol saat sebelum, selama tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok, (nilai p>0,05). Timbulnya mual pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv terjadi pada menit ke 60 setelah tindakan anestesi sebanyak 1 orang dan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv muncul pada menit ke 0 dan 60 masing-masing 1 orang setelah tindakan anestesi, dianalisa dengan uji chi-square timbulnya mual pada pasien saat sebelum, selama tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok, (nilai p>0,05).

59 3 Ju m la h o ra n g Pre-op DO 0' DO 60' DO 120' Post op 60' Grafik 4.2. Timbulnya Mual setelah pemberian Tramadol 0,5 mg/ kg BB 1 mg/ kg BB Muntah pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv setelah tindakan anestesi terjadi pada menit ke 60 (2 orang) dan 120 (1 orang) dan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv muncul pada menit ke 60 sebanyak 1 orang setelah tindakan anestesi, dianalisa dengan uji chi-square timbulnya muntah pada pasien saat sebelum, selama tindakan operasi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok, (nilai p>0,05). 3 Ju m la h o ra n g 2 1 0,5 mg/ kg BB 1 mg/ kg BB 0 Pre-op DO 0' DO 60' DO 120' Post op 60' Grafik 4.3. Timbulnya Muntah setelah pemberian Tramadol

60 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Dari data umum karakteristik sampel terlihat bahwa usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh, (tabel 4.1), antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik yang berarti sampel yang diambil relatif homogen dan layak untuk dibandingkan. Juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok pada jenis tindakan operasi (tabel 4.2), suku dan pendidikan (tabel 4.3), tinggi blok akibat tindakan anestesi spinal (tabel 4.4) maupun banyaknya cairan yang diberikan sebelum dan selama tindakan anestesi (tabel 4.5). Adapun dalam hal jenis pekerjaan pada kedua kelompok ada perbedaan yang bermakna (tabel 4.3), yaitu pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv 15 (29.4%) sedangkan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv ibu rumah tangga 13 (25.5%). Tetapi perbedaan waktu ini tidak mempengaruhi terhadap interpretasi timbulnya menggigil maupun efek samping lainnya seperti mual dan muntah pada kedua kelompok Hemodinamik setelah pemberian tramadol Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perubahan hemodinamik sebelum, selama dan sesudah tindakan anestesi spinal, berupa tekanan sistolik, tekanan diastolik, laju nadi, laju nafas dan saturasi oksigen perifer (tabel 4.6). Keadaan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum tindakan anestesi antara kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna, pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv (SD 14.3) lebih meningkat daripada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv (SD 15.5). Walaupun secara klinis perubahan tekanan sistolik dan diastolik ini tidak berarti ada perbedaan yang bermakna. Saha dkk dan Bhatnagar dkk mengakatakan setelah pemberian tramadol dari penelitian yang telah dilakukannya pada umumnya memberikan pengaruh terhadap gambaran hemodinamik yang relatif

61 stabil (sistem kardiovaskular), walaupun dapat terjadi perubahan hemodinamik yang bersifat sementara terjadi sesaat setelah pemberian intravena, 27 hal ini yang mungkin menyebabkan adanya perbedaan bermakna pada sistolik dan diastolik pada saat setelah pemberian obat antara dua kelompok tramadol dimana dipengaruhi oleh besarnya dosis, sedangkan perbandingan tekanan darah sistolik dan diastolik rerata selama dan sesudah tindakan pembedahan dengan anestesi spinal antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan bermakna. Duthie menyatakan bahwa ada sedikit pengaruh tramadol terhadap ritme jantung setelah pemberian intravena dan secara klinis tidak ada perubahan yang signifikan, 27 Pada penelitian ini, laju nadi pada kedua kelompok sebelum, selama dan setelah tindakan pembedahan dengan anestesi spinal relatif stabil dan dibuktikan dari hasil penelitian tidak ada perbedaan bermakna. Dari penelitian Saha dkk dan Bhatnagar dkk didapatkan tramadol tidak mendepresi pernafasan 10,20 sehingga laju nafas stabil dan hal ini berhubungan dengan saturasi oksigen perifer dan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang depresi nafas pada penggunaan tramadol untuk menggigil walaupun berbeda dosis, untuk laju nafas pada kedua kelompok sekitar kali per menit sedangkan saturasi oksigen pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv % dan % pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv, setelah dianalisa secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok untuk laju nafas dan saturasi oksigen perifer pada sebelum, selama dan setelah tindakan pembedahan sengan anestesi spinal Menggigil setelah pemberian Tramadol HCl Kejadian menggigil dari data yang ada timbul setelah dilakukan tindakan anestesi selama dan setelah tindakan operasi pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv ditemukan 6 orang dan 7 orang pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv, secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok. Mekanisme terjadinya menggigil pada anestesi regional sampai sekarang belum jelas. Diduga perubahan sistem termoregulasi disebabkan oleh karena pengaruh blokade regional pada jalur informasi termal aferen. 21 Beberapa faktor

62 yang mungkin dapat manyebabkan penurunan temperatur inti dan gangguan pada jalur informasi yang berasal dari reseptor adalah : 3,21 1. Blokade simpatis yang menyebabkan vasodilatasi perifer, peningkatan aliran darah kulit dan pelepasan panas melalui permukaan kulit. 2. Suhu kamar operasi yang rendah atau pemberian cairan infus kristaloid yang cepat dengan suhu ruangan. 3. Pengaruh langsung dari larutan obat anestesi yang dingin terhadap struktur termosensitif pada korda spinalis. Bhatnagar dkk mengatakan bahwa menggigil dapat terjadi akibat hipotermia, stress nyeri, hambatan refleks spinal dan penurunan aktivitas simpatis. 31 Menggigil pada anestesi regional terjadi hanya diatas ketinggian dari blok, hal ini disebabkan karena kompensasi otot dibawah blokade tidak mampu untuk menggigil. Penelitian Saha dkk menggunakan Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv sebagai pencegahan berhasil 80% dan 86,67%. 27 Chan dkk dengan Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb sebagai penatalaksanaan, tetap terjadi menggigil 20%, sedangkan Tsai dkk mendapatkan 13 %. 2,13 Pada penelitian ini didapatkan kejadian menggigil pada Tramadol HCl 1 mg/kgbb % dan Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb 13.73%. Penelitian ini membagi kejadian menggigil secara klinis dalam dua kategori sesuai derajat menggigil seperti yang dijelaskan pada kajian pustaka, yaitu menggigil derajat 0, 1 dan 2 masuk dalam kategori tidak menggigil sedangkan derajat 3 dan 4 masuk dalam kategori menggigil Temperatur ruangan dan core pasien Terjadi penurunan bertahap temperatur core pasien pada kedua kelompok dari sebelum selama dan setelah tindakan pembedahan dengan anestesi spinal dari sebelum dengan sesaat dilakukan tindakan anestesi diapat disebabkan pemberian cairan preload. Selama tindakan pembedahan berlangsung juga terjadi penurunan dari temperatur core pasien, hal ini terjadi terutama akibat terjadinya vasodilatasi terjadi dibawah ketinggian blok sehingga terjadi redistribusi panas inti tubuh ke perifer. 5,21 Setelah 1 jam dari tindakan pembedahan dari data yang didapat temperatur core pasien mulai naik kembali walaupun masih dibawah temperatur core pasien saat sebelum dilakukan tindakan pembedahan.

63 Untuk menghilangkan bias pada penelitian ini, temperatur ruangan dipertahankan dan cairan intravena tidak ada yang dihangatkan. Untuk ruang operasi antara C dan pada ruang pemulihan pada suhu C. Setelah dianalisa secara statistik pada kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan untuk temperatur core pasien dan temperatur ruangan baik sebelum, selama maupun setelah tindakan pembedahan dengan anestesi spinal Mual dan muntah setelah pemberian Tramadol HCl Penggunaan obat tramadol untuk mencegah dan penatalaksaan menggigil memiliki beberapa efek samping yang dapat membuat pasien merasa tidak nyaman diantaranya mual dan muntah. Pada penelitian ini untuk mengurangi efek samping yang terjadi, dilakukan pengenceran terhadap obat terlebih dahulu kemudian diberikan secara perlahan selama 2-3 menit. Pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv timbulnya mual 1 orang dan muntah 2 orang, sedangkan kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv mual 2 orang dan muntah 1 orang Setelah dianalisa secara statistik timbulnya mual dan muntah pada pasien saat sebelum, selama tindakan operasi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Tetapi harus tetap diingat bahwa munculnya mual dan muntah juga dapat diakibatkan karena tindakan bedah. Penelitian Chan dkk dengan Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb dilaporkan kejadian mual dan muntah 50%, Tsai dkk mendapatkan mual 13.3% dan muntah 6.67% dan Talakoub dkk melaporkan muntah 19.4% dan mual 77.78%. 2,4,13 Dhimar dkk menggunakan Tramadol HCl 1mg/kgbb melaporkan kejadian mual dan muntah 6.6% dan Sajedi dkk mendapatkan mual 26,7%. 12,34 Pada penelitian ini didapatkan pada Tramadol HCl 1 mg/kgbb kejadian mual 1.96% dan muntah 3.92%, sedangkan Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb kejadian mual 3.92% dan muntah 1.96% Uji hipotesis Hipotesis : Tidak ada perbedaan pada pemberian Tramadol HCl pada dosis 0.5 mg/kgbb dengan 1 mg/kgbb secara intravena dalam mencegah menggigil dan efek samping yang timbul pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal.

64 Kejadian menggigil pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv terjadi pada 6 orang, sedangkan pada kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv terjadi pada 7 orang, dan secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (nilai p>0,05). Pada kelompok Tramadol HCl 1 mg/kgbb iv timbulnya mual 1 orang dan muntah 2 orang, sedangkan kelompok Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb iv mual 2 orang dan muntah 1 orang dan secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (nilai p>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tramadol HCl dosis 0.5 mg/kgbb dan 1 mg/kgbb secara intravena sama efektifnya dalam mencegah menggigil dan kejadian efek samping yang timbul pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal tidak ada perbedaan. Kesimpulan : Hipotesis dapat diterima.

65 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN 1. Kejadian menggigil, mual maupun muntah pada dosis Tramadol HCl 0.5 dan 1 mg/kg bb iv tidak ada perbedaan yang signifikan. 2. Munculnya kejadian menggigil dengan dosis Tramadol Hcl 0.5 dan 1 mg/kg bb iv setelah terjadi penurunan temperatur inti lebih dari 1 0 C. 3. Pada tekanan sistolik dan diastolik sebelum dilakukan tindakan pembedahan ada perbedaan yang bermakna, sedangkan pada selama dan setelah tindakan pembedahan tidak ada perbedaan. 4. Tidak ada perbedaan bermakna pada dosis Tramadol HCl 0.5 dan 1 mg/kg bb iv terhadap laju nadi, laju nafas, saturasi oksigen dan temperatur inti pasien, baik secara statistik maupun klinis. 6.2 SARAN 1. Pada tiap tindakan pembedahan dengan anestesi spinal dapat direkomendasikan pemberian Tramadol HCl dalam mencegah terjadinya menggigil. 2. Pada penelitian ini telah diketahui dosis Tramadol HCl 0.5 dan 1 mg/kg bb iv tidak ada perbedaan dalam hal mencegah mengigil maupun timbulnya efek samping. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap dosis Tramadol HCl lebih rendah yang masih dapat mencegah terjadinya menggigil. 3. Penelitian ini perlu dilanjutkan dalam hal penilaian penggunaan Tramadol HCl pada anestesi general maupun epidural dalam mencegah mengigil.

66 BAB 7 DAFTAR PUSTAKA 1. English W. Post-Operative Shivering, Causes, Prevention and Treatment. World Federation of Societies of Anaesthesiologist. WWW implementation by the NDA Web Team. 2002; Issue 15; Article Chan AMH, Ng KFJ, Tong EWN, Jan GSK. Control of Shivering Under Regional Anaesthesia in Obstetric Patients with Tramadol HCl. Can J Anesth 1999; 46(3): Nanda PA, Sange M, Baheti DK. A Comparison of Intravenous Pethidine and Tramadol HCl in the Treatment of Perioperative Shivering. Bombay Hospital Journal. 4. Talakoub R, Noorimeshkati S. Tramadol HCl versus Meperidine in the Treatment of Shivering During Spinal Anesthesia in Cesarean Section. Journal of Research in Medical Science. 2006; 11(3): Witte JLD, Kim JS, Sessler DI, Bastanmehr H, Bjorksten AR. Tramadol HCl Reduces the Sweating, Vasoconstrictor and Shivering Thresholds. Anesth Analg. 1998; 87: Roy JD, Girard M, Drolet P. Intrathecal Meperidine Decrease Shivering During Cesarean Delivery Under Spinal Anesthesia. Anesth Analg. 2004; 98: Morgan GE. Patients Monitors. In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ eds. Clinical Anesthesiology. Stamford: Appleton & Lange. 2006: Alfonsi P. Postanaesthetic Shivering, Epidemiology, Pathophysiology and Approaches to Prevention and Management. Minerva anestesiol. 2003; 69: Bhattacharya PK, Bhattacharya L, Jain RK, Agarwal RC. Post Anaesthesia Shivering (PAS) : A Review. Indian J. Anaesth 2003; 47(2): Whitte JD, Sessler DI. Perioperative shivering: Physiology and Pharmacology. Anaesthesiology 2002; 96(2): Whitte JD. Tramadol HCl in the treatment of post anesthetic shivering. Acta Anaesthesiol Scand 1997; 41(4): Dhimar AA, Patel MG, Swadia VN. Tramadol HCl for control of shivering (comparison with pethidine). Indian J. Anaesth. 2007; 51(1): 28 31

67 13. Tsai YC, Chu KS. A comparison of Tramadol HCl, amitriptyline, and Maperidine for postepidural anesthetic shivering in parturients. Anesth Analg 2001;93: Stoelting RK. Thermoregulation. In: Stoelting RK, Hiller` SC,editors. Pharmacology & physiology in anesthetic practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006, p Sastroasmoro S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-2. Jakarta, CV Sagung Seto, p Dahlan MS. Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta, Arkans, 2006.p Marino PL. Hyperthermia and hypothermia syndromes. In: Marino PL, Sutin KM, editors. The ICU Book. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007, p Alhashemi JA, Kaki AM. Effect of intrathecal Tramadol HCl administration on postoperative pain after transurethral resection of prostate. British journal of anaesthesia 2003; 91(4): Kranke P, Eberhart LH, Roewer N, Tramer MR. Single-dose parenteral pharmacological intervention fot the prevention of post operative shivering : A quantitative systematic review of randomized controlled trials. Anesth Analg 2004; 99: Marcou TA, Marque S, Mazoit JX, Benhamou D. The median effective dose of Tramadol HCl and morphine for postoperative patients : A study of interactions. Anesthe Analg 2005;100: Rush M, Wetherall A. Temperature measurement : Practice guidelines. Pediatric nursing 2003;15(9): Witte JD, Kim JS, Sessler DI, Bastanmehr, Bjorksten AR. Tramadol HCl reduces the sweating, vasoconstriction and shivering thresholds. Anesth Analg 1998; 87: Mallet ML. Pathophysiology of accidental hypothermia. QJ Med 2002; 95: Tang K. Tramadol HCl damned with faint praise? British journal of anaesthesia 2000;84(3). 25. Raffa RB, Friderichs E. Profile of Tramadol HCl and Tramadol HCl analogues. In: Bountra C, Munglani R, Schmidt WK editors. Pain. New York: marcel Dekker,Inc; 2003, p

68 26. Kaye K, Theaker N. Tramadol HCl. A position statement of the NSW therapeutic assessment group Inc. NSW Therapeutic Assessment Group Inc and NSW health department; Saha E, Ray M, Mukherjee. Effect of Tramadol HCl in prevention of postanaesthetic shivering following general anaesthesia for cholecystectomy. Indian J Anaesth 2005; 49(3): Sessler DI. Perioperative Heat Balance. Anaesthesiology 2000; 92: Buggy DJ, Crossley AWA. Thermoregulation, mid perioperative hypothermia and post-anesthetic shivering. British journal anaesthesia 2000; 84: Carrol M. An evaluation of temperature measurement. Nursing standard 2000; 14(44):

69 LAMPIRAN 1 Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr. Diani Nazma Tempat/ tgl. Lahir : Jakarta / 13 Maret Pekerjaan : Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Periode 1 Januari sekarang. Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat rumah : Komp. Dit. Jen. Moneter C-11 Jl.Kemanggisan raya, Slipi, Jakarta Barat Jl. Karya setuju, Gg Bilal No.22, Medan No. Telepon : / HP Anak ke : 3 dari 3 bersaudara Orang tua : Drs. H. Faisal Harahap MA Dra. Hj. Sahnim Lubis Status : Belum Menikah Riwayat Pendidikan : : PLAY GROUP PAK KASUR, Cikini, Jakarta : TK LABSCHOOL, Rawamangun, Jakarta : SD LABSCHOOL, Rawamangun, Jakarta : SMP SUMBANGSIH, Grogol, Jakarta : SMA SUMBANGSIH, Setiabudi, Jakarta : SMAN 78, Slipi, Jakarta : Pendidikan Dokter Umum FK TRISAKTI, Jakarta 2004 sekarang : PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi FK USU Medan

70 LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian PERBANDINGAN TRAMADOL HCL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL Bapak/Ibu/Saudara/I Yth, Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul: PERBANDINGAN TRAMADOL HCL 0.5 DAN 1 MG/KGBB IV DALAM MENCEGAH MENGGIGIL DENGAN EFEK SAMPING YANG MINIMAL PADA ANESTESI SPINAL Sebelum menjelaskan tentang penelitian di atas saya memperkenalkan diri saya: Nama : dr. Diani Nazma Umur : 30 tahun Pekerjaan : Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi Dan Reanimasi FK USU Medan Bapak/Ibu/Saudara/I Yth, Penelitian ini menyangkut tindakan anestesi pada pasien yang menjalani pembedahan yang terencana dengan anestesi spinal. Pada anestesi spinal, pembiusan dilakukan separuh badan dan pasien tetap sadar. Rasa sakit dan nyeri selama pembedahan sudah dihilangkan dengan tindakan anestesi spinal, tetapi pada tindakan ini juga kadang-kadang terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu menggigil. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efek dari pemberian obat Tramadol HCl untuk mencegah terjadinya menggigil dan melihat efek samping yang timbul pada pasien pada tindakan pembedahan dengan anestesi spinal.

71 Banyak obat-obatan yang dapat digunakan untuk menghilangkan menggigil, dan yang paling sering digunakan adalah petidin tetapi obat ini mempunyai banyak efek samping. Selain obat tersebut diatas ada obat lain yang memliki cara kerja yang hampir sama, dengan efek samping yang lebih minimal. Obat tersebut adalah Tramadol HCl dan obat ini mempunyai rentang keamanan yang luas untuk dipakai. Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian akan diambil sebagai sukarelawan pada penelitian ini, berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jenis obat apa dan dosis yang paling baik digunakan untuk mencegah terjadinya menggigil dan melihat efek samping yang timbul. Untuk lebih jelasnya, pada saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/i akan menjalani prosedur penelitian sebagai berikut : 1. Setelah sukarelawan di hantarkan ke ruang tunggu kamar operasi lalu sukarelawan dipasang infus dan dinilai tekanan darah, nadi, nafas,, temperatur ditelinga. 2. Sebelum pembedahan berlangsung sukarelawan akan dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, kelompok A akan disuntikkan Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb/iv, kelompok B akan disuntikkan Tramadol HCl 0.5 mg/kgbb/iv tanpa diketahui oleh peneliti maupun sukarelawan. 3. Kedua kelompok akan diberikan cairan infus sebanyak 15 ml/kgbb sebelum dilakukan tindakan anestesi spinal pada suhu ruangan. Setelah selesai pasien dinilai tekanan darah, nadi, nafas dan temperatur di telinga menit sebelum dilakukan anestesi spinal, pasien diberikan Tramadol HCl melalui intravena (pembuluh darah vena) dengan dosis yang telah ditentukan oleh relawan selama 2-3 menit. 5. Setelah itu pasien dimiringkan posisi seperti orang meringkuk untuk dilakukan anestesi spinal dengan bupivacain 0,5% 2 ml, setelah itu diposisikan terlentang kembali dan diberikan oksigen melalui hidung.

72 6. Dalam kondisi teranestesi, suka relawan dilakukan pengamatan terhadap tekanan darah, nadi, nafas, menggigil dan temperatur membran timpani setiap 15 menit sampai operasi berakhir. 7. Setelah operasi selesai, pasien akan keruang pemulihan selama beberapa jam, dan pada pasien tetap dilakukan pengamatan terhadap tekanan darah, nadi, nafas, menggigil dan temperatur membran timpani setiap 15 menit sampai 1 jam setelah operasi berakhir. Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian., Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian dapat menghubungi Dr. Diani Nazma (Tel : / No. HP: ) untuk mendapat pertolongan. Kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i sangat diharapkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini ( ± 1 hari ). Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti: Dr. Diani Nazma Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/i yang telah terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan. Medan, 1 Februari 2008 Peneliti, ( Dr. Diani Nazma )

73 LAMPIRAN 3 RANDOMISASI BLOK SAMPEL DAN DAFTAR SAMPEL Nomor Sekuens : : AAABBB : AABABB : AABBAB : AABBBA : ABAABB : ABABAB : ABABBA : ABBAAB : ABBABA : ABBBAA : BAAABB : BAABAB : BAABBB : BABAAB : BABABA : BABBAA : BBAAAB : BBAABA : BBABAA : BBBAAA Kelompok A untuk Tramadol 0.5 mg/kgbb Kelompok B untuk Tramadol 1 mg/kgbb iv

74 Pena jatuh pada angka 88 maka angka berikutnya adalah : 97, 14, 82, 10, 44, 05, 23, 85,19, 83, 93, 03, 25, 98, 82, 61. No. Kelompok Nama 1. B Asnidar 2. B Juri Harapan Purba 3. A M. Ridwan 4. A Lilik 5. B Nelson Sianipar 6. A Jaban Nilawati 7. B Damayanti 8. B Ruben Manalu 9. B Yuswar Benny 10. A Fitriani Sitorus 11. A Lastiar D. Manalu 12. A Naoki Siahaan 13. A Fauziah 14. A Marisi Uli Benni A. 15. B Darwis Damanik 16. B Abu Sawah Lbs 17. A Hotni Setia 18. B Wagimin 19. B Vita Wahyuni 20. B Nurhayati 21. A Malam Marbun 22. A Abdurrahim 23. A Imran Nasution 24. B Rusmina S. 25. A Hariyani 26. A M. Soni Husni 27. B Roslina 28. B Januari Saragih 29. A Tigor Dongan 30. B T. Rimbun 31. A Hendra lesmana 32. B Hanihuruk Jenni 33. B Hisar Sirait 34. A Sopa Simamora 35. B Yunaili No. Kelompok Nama 36. A Nurmalina Siagian 37. A Maria Delima 38. A Marianto 39. B Julia Heni 40. A Burju S. L. T. 41. B Tesemar Sukatenel 42. B Dame 43. A Purnama B 44. B Abdurrahman Sng 45. A Linda Simbolon 46. A Jasniwati 47. B Siti Aminah 48. B Robert Sitorus 49. B Ahmad Fauzi 50. B Syamsul Bahri 51. A Hamidah 52. A Edi Suherman 53. B Sofyan Jamal 54. A Jum Juma 55. A Slamet Purba 56. A Desminar Hu 57. B Suwaini 58. B Juliana Manik 64

75 59. B Mulya Tarigan 60. A Ervina Nainggolan 61. B Elly Y. Siregar 62. B Elisa Tarigan 63. A Nurani 64. A Nuraini Nasution 65. A Dira Novita Sari 66. B Sri Wahyu Ningsih 67. B Manahan Manik 68. B Sri Suwarni 69. A Sugeng 70. B Monang Sidabutar No. Kelompok Nama 71. A Ismail 72. A Sartika 73. A Siti Kharijah Nst 74. A Wenny 75. A Fajar Simanjuntak 76. B Bahrain Munthe 77. B Enny Santy 78. B Sabidin 79. A Hermina Sipahutar 80. B Feris Panjaitan 81. A Abdul Rahim 82. B Edy Syahputra 83. A Irfan Antoni Sitepu 84. B Boby Jumadi 85. B Rohani 86. B Hotlan Sinurat 87. B Munariyo 88. A Togar Manurung 89. A Bitler Parlindungan 90. A Rommy Sugiarto 91. B Mariani Barus 92. B Ponirin 93. A Obatta Ginting 94. A Ontiur M Gultom 95. A M. Yusuf 96. B Junaidi 97. B Tumiar Siagian 98. A Eri Okta 99. A Tiarma Siregar 100. B Abdul Gafar 101. B Amrijal 102. A Melida Evayanti 61

76 LAMPIRAN 4 ` Lembar Persetujuan Calon Subjek Penelitian Setelah memperoleh informasi baik secara lisan tulisan maupun mengenai penelitian / penapisan yang dilakukan oleh dr. Diani dan informasi tersebut telah saya pahami dengan baik mengenai manfaat tindakan yang akan dilakukan keuntungan dan kemungkinan ketidaknyamanan yang mungkin akan dijumpai, saya Nama: Alamat: Identitas : Secara sukarela, setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian / penapisan tersebut. Kepada saya tidak dibebankan biaya apapun untuk penelitian ini. saksi Medan,

77 ( ) ( ) LAMPIRAN 5 Lembaran Observasi Perioperatif Subjek Penelitian IDENTITAS Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pekerjaan : Alamat : Pendidikan terakhir : Suku / bangsa : Tinggi badan : cm Berat badan : cm No. Medikal Rekord : Riwayat pemakaian obat narkotik Riwayat minum alkohol Riwayat sakit telinga berair : Ya / Tidak : Ya / Tidak : Ya / Tidak Diagnosis : Tindakan : Jenis operasi : 62

78 Ketinggian blok SAB : Mulai anestesi : selesai: Mulai operasi : selesai: Operasi Pre Durante Post Menit Sistolik Diastolik Nadi Nafas SpO2 Blok Ruang o C Core o C Menggigil Preload : Maintenance : ml ml ml ml Cairan rumatan dihangatkan : Y / T Premedikasi : Tramadol mg/kgbb iv Skor MENGGIGIL Crossley & Mahajan 0 Tidak ada menggigil 1 Piloereksi atau peripheral vasokonstriksi 2 Aktrifitas otot hanya pada satu grup otot 3 Aktifitas otot lebih dari satu grup otot 4 Seluruh tubuh menggigil Skor SEDASI RAMSAY 0 Tidak tersedasi 1 Pasien cemas dan agitasi / gelisah / keduanya. 2 Pasien kooperatif, orientasi dan tenang 3 Pasien respon terhadap perintah saja 4 Pasien menunjukkan respon yang cepat 63

79 ( mg ) Bila menggigil ada, Th / menggigil: - mg jam - mg jam - mg jam Terapi lain : Midazolam : Efedrin : mg jam mg jam terhadap ketukan kecil pada glabellar atau rangsang suara keras 5 Pasien menunjukkan respon lamban dan lemah terhadap ketukan kecil pada glabellar atau rangsang suara keras 6 Pasien tidak menunjukkan respon apapun LAMPIRAN 6 64

80 LAMPIRAN 7 65

PERBANDINGAN INSIDENSI POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH ANESTESIA SPINAL DENGAN JARUM 27G QUINCKE DAN 27G WHITACRE TESIS.

PERBANDINGAN INSIDENSI POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH ANESTESIA SPINAL DENGAN JARUM 27G QUINCKE DAN 27G WHITACRE TESIS. PERBANDINGAN INSIDENSI POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH ANESTESIA SPINAL DENGAN JARUM 27G QUINCKE DAN 27G WHITACRE TESIS Oleh EDLIN DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menggigil paska anestesi regional sekitar 40-60%. Ciri khas menggigil berupa tremor ritmik dan merupakan respon termoregulator yang normal terhadap hipotermia selama anestesi regional

Lebih terperinci

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu kulit (shell temperature) Suhu kulit menggambarkan suhu kulit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENAMBAHAN PETIDIN 0,1MG/KGBB DENGAN 0,2MG/KGBB KE DALAM BUPIVACAIN HIPERBARIK 20 MG UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PADA ANESTESI INTRATEKAL

PERBANDINGAN PENAMBAHAN PETIDIN 0,1MG/KGBB DENGAN 0,2MG/KGBB KE DALAM BUPIVACAIN HIPERBARIK 20 MG UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PADA ANESTESI INTRATEKAL PERBANDINGAN PENAMBAHAN PETIDIN 0,1MG/KGBB DENGAN 0,2MG/KGBB KE DALAM BUPIVACAIN HIPERBARIK 20 MG UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PADA ANESTESI INTRATEKAL TESIS RAHMAD DHANY PROGRAM MAGISTER KLINIK SPESIALIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN CAIRAN RINGER LAKTAT PENGGANTI PUASA TERHADAP PERUBAHAN HEMODINAMIK SETELAH INDUKSI PROPOFOL 2 MG/KGBB IV PADA GENERAL ANESTESI TESIS

EFEK PEMBERIAN CAIRAN RINGER LAKTAT PENGGANTI PUASA TERHADAP PERUBAHAN HEMODINAMIK SETELAH INDUKSI PROPOFOL 2 MG/KGBB IV PADA GENERAL ANESTESI TESIS EFEK PEMBERIAN CAIRAN RINGER LAKTAT PENGGANTI PUASA TERHADAP PERUBAHAN HEMODINAMIK SETELAH INDUKSI PROPOFOL 2 MG/KGBB IV PADA GENERAL ANESTESI TESIS AKHMAD RUSDY NASUTION PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi

Lebih terperinci

OLEH ADHI SETIA PUTRA NIM TESIS

OLEH ADHI SETIA PUTRA NIM TESIS PERBANDINGAN KEJADIAN MUAL MUNTAH PADA PEMBERIAN TRAMADOL SUPPOSITORI 100 mg DAN TRAMADOL INTRAVENA 100 mg SEBAGAI ANALGETIK PASKA BEDAH PADA OPERASI EKSTREMITAS BAWAH DENGAN SPINAL ANESTESI OLEH ADHI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI PADA PREMEDIKASI FENTANIL

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI PADA PREMEDIKASI FENTANIL PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI PADA PREMEDIKASI FENTANIL 2µg/kgBB INTRAVENA + DEKSKETOPROFEN 50 mg INTRAVENA DENGAN FENTANIL 4µg/kgBB INTRAVENA TESIS Oleh ADE FITRIANI

Lebih terperinci

BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN

BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN Thermoregulasi merupakan salah satu pokok bahasan yang diberikan selama 4 jam dalam 1 semester. Dalam pokok bahasan terdapat 3 hal yang penting untuk dikaji secara

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MULA KERJA ROKURONIUM BROMIDA 0,6 mg/kg iv SESUDAH 4 MENIT PEMBERIAN EFEDRIN 70 µg/kg iv DENGAN ROKURONIUM BROMIDA 1 mg/kg iv

PERBANDINGAN MULA KERJA ROKURONIUM BROMIDA 0,6 mg/kg iv SESUDAH 4 MENIT PEMBERIAN EFEDRIN 70 µg/kg iv DENGAN ROKURONIUM BROMIDA 1 mg/kg iv PERBANDINGAN MULA KERJA ROKURONIUM BROMIDA 0,6 mg/kg iv SESUDAH 4 MENIT PEMBERIAN EFEDRIN 70 µg/kg iv DENGAN ROKURONIUM BROMIDA 1 mg/kg iv TESIS DEWI YUSMELIASARI PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS DEPARTEMEN/SMF

Lebih terperinci

TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO

TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN INFUS DENGAN NaCl HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO Virgianti Nur Faridah 1), Sri Hananto

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Widyawati, AMKep. SST. PENGARUH TINDAKAN PERAWATAN PEMBERIAN SELIMUT HANGAT TERHADAP KECEPATAN KEMBALINYA SUHU TUBUH NORMAL PADA PASIEN YANG MENGALAMI HIPOTERMI SETELAH MENJALANI OPERASI DENGAN ANESTESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1900 pesalinan dengan seksio sesarea (SC) menjadi salah satu pilihan yang dilakukan kebanyakan ibu tanpa memperhatikan indikasi untuk prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBILASAN CAVUM ABDOMEN

PENGARUH PEMBILASAN CAVUM ABDOMEN PENGARUH PEMBILASAN CAVUM ABDOMEN MENGGUNAKAN CAIRAN NaCl 0,9% HANGAT TERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH POST SECTIO SESAREA DI KAMAR OPERASI RSUD Dr. MOHAMAD SOEWANDHIE SURABAYA Eni Sumarliyah¹, Eka Sulistyowati²,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

Oleh : DWI LUNARTA D.S. SIAHAAN TESIS

Oleh : DWI LUNARTA D.S. SIAHAAN TESIS PERBANDINGAN KETAMIN 0,5 MG/KGBB INTRAVENA DENGAN KETAMIN 0,7 MG/KGBB INTRAVENA DALAM PENCEGAHAN HIPOTENSI AKIBAT INDUKSI PROPOFOL 2 MG/KGBB INTRAVENA PADA ANESTESI UMUM Oleh : DWI LUNARTA D.S. SIAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jeanny Ivones (G2B ) Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Jeanny Ivones (G2B ) Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro Page 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir semua reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh tergantung dari keseimbangan air dan elektrolit. Konsentrasi cairan di dalam sel (cairan intra sel) dan di luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, 2005). Pembedahan

Lebih terperinci

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Demografi Nama Umur Pekerjaan Alamat a. Aktifitas dan istirahat Ø Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal Ø Dispnea nokturnal karena pengerahan tenaga b. Sirkulasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN INFUS HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN SECTIO CAESARIA DI KAMAR OPERASI

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN INFUS HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN SECTIO CAESARIA DI KAMAR OPERASI PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN INFUS HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN SECTIO CAESARIA DI KAMAR OPERASI Nayoko 1 RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya, Jawa Timur 1 Kutipan: Nayoko. (2016).

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA 1 Ayu Y.S Fajarini 2 Lucky Kumaat, 2 Mordekhai Laihad 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

MANFAAT IRIGASI HANGAT DURANTE OPERASI TERHADAP PENCEGAHAN HIPOTERMI PASCA BEDAH TUR PROSTAT

MANFAAT IRIGASI HANGAT DURANTE OPERASI TERHADAP PENCEGAHAN HIPOTERMI PASCA BEDAH TUR PROSTAT MANFAAT IRIGASI HANGAT DURANTE OPERASI TERHADAP PENCEGAHAN HIPOTERMI PASCA BEDAH TUR PROSTAT Kusnanto*, Harmayetty*, Nancy M. Rehatta**, Sabilal Alif***, Joni Haryanto*, Slamet Mustofa ABSTRACT Trans Urethral

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN SUHU TUBUH

KESEIMBANGAN SUHU TUBUH KESEIMBANGAN SUHU TUBUH Niken Andalasari Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dari tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.tubuh bagian dlm ex: cranium,

Lebih terperinci

Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) pada Pasien dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anastesi Spinal di RSUD Karawang Periode Juni 2014

Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) pada Pasien dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anastesi Spinal di RSUD Karawang Periode Juni 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) pada Pasien dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anastesi Spinal di RSUD Karawang Periode Juni 2014 1 Nur Akbar Fauzi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Maizar Amatowa Iskandar, 2012 Pembimbing I : Pinandojo Djojosoewarno, dr., Drs., AIF. Pembimbing II : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Maizar Amatowa Iskandar, 2012 Pembimbing I : Pinandojo Djojosoewarno, dr., Drs., AIF. Pembimbing II : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH AKTIVITAS FISIK SUBMAKSIMAL (ROCKPORT 1-MILE WALK TEST) TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PRIA DEWASA YANG RUTIN BEROLAHRAGA DAN YANG TIDAK RUTIN BEROLAHRAGA Maizar Amatowa Iskandar, 2012 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

OLEH CHRISMAS GIDEON BANGUN NIM:

OLEH CHRISMAS GIDEON BANGUN NIM: PERBANDINGAN EFEK INFLASI CUFF DENGAN LIDOKAIN HCl 2% 6 CC + NATRIUM BIKARBONAT 7,5% 0,6 CC DENGAN LIDOKAIN HCl 1,5 MG/KG BB INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN BATUK DAN HEMODINAMIK SEBELUM DAN SESUDAH EKSTUBASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado PERBANDINGAN LAJU NADI PADA AKHIR INTUBASI YANG MENGGUNAKAN PREMEDIKASI FENTANIL ANTARA 1µg/kgBB DENGAN 2µg/kgBB PADA ANESTESIA UMUM 1 Kasman Ibrahim 2 Iddo Posangi 2 Harold F Tambajong 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan

Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan SKRIPSI Oleh Siti Khodijah 091121048 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Lebih terperinci

Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2

Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2 PREVALENSI KEJADIAN PONV PADA PEMBERIAN MORFIN SEBAGAI ANALGETIK PASCA OPERASI PENDERITA TUMOR PAYUDARA DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : JOHN FRANS SITEPU

TESIS. Oleh : JOHN FRANS SITEPU PERBANDINGAN EFEKTIFITAS DEXAMETHASON 0,2 MG/kgBB I.V DENGAN LIDOKAIN 2% 1,5 MG/kgBB I.V UNTUK MENCEGAH NYERI TENGGOROKAN SETELAH INTUBASI ENDOTRAKEAL PADA ANESTESI UMUM TESIS Oleh : JOHN FRANS SITEPU

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH AROMATERAPI SANDALWOOD (Santalum album) TERHADAP KECEPATAN PEMULIHAN FREKUENSI DENYUT NADI SETELAH AKTIVITAS FISIK BERAT

ABSTRAK. PENGARUH AROMATERAPI SANDALWOOD (Santalum album) TERHADAP KECEPATAN PEMULIHAN FREKUENSI DENYUT NADI SETELAH AKTIVITAS FISIK BERAT ABSTRAK PENGARUH AROMATERAPI SANDALWOOD (Santalum album) TERHADAP KECEPATAN PEMULIHAN FREKUENSI DENYUT NADI SETELAH AKTIVITAS FISIK BERAT Livia Dwi Buana, Tjoeng, 2015 Pembimbing I : Stella Tinia Hasianna,

Lebih terperinci

TESIS DONY SIREGAR PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

TESIS DONY SIREGAR PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF PERBANDINGAN KOMBINASI ONDANSETRON 2mg IV DENGAN DEKSAMETASON 4mg IV DAN ONDANSETRON 4 mg IV DENGAN DEKSAMETASON 4mg IV SEBAGAI PROFILAKSIS PADA PASIEN RESIKO TINGGI MUAL MUNTAH SETELAH OPERASI YANG MENJALANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan.pembedahan biasanya diberikan anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling umum di seluruh dunia. Penyakit kardiovaskular menyumbang hampir mendekati 40% kematian di negara

Lebih terperinci

BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA

BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA 1. KONSEP ENERGI Energi sering menjadi pokok bahasan setiap hari, namun tak banyak orang yang memahami konsep dasar energi. Energi dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu :

Lebih terperinci

OLEH: dr. YUNITA DEWANI NIM: Universitas Sumatera Utara

OLEH: dr. YUNITA DEWANI NIM: Universitas Sumatera Utara KEJADIAN DAN TINGKAT KEPARAHAN POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH TINDAKAN ANESTESI SPINAL DENGAN JARUM 26G ATRAUCAN DIBANDINGKAN DENGAN 26G QUINCKE PADA PASIEN BEDAH SESAR OLEH: dr. YUNITA DEWANI NIM:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH i PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011 ERGONOMI - TEMPERATUR - Universitas Mercu Buana 2011 Tubuh Manusia dan Temperatur Kroemer & Kroemer,, 2001) Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Iklim Kerja 1. Pengertian Iklim kerja Iklim kerja adalah keadaan udara di tempat kerja. 2 Iklim kerja merupakan interaksi berbagai variabel seperti; temperatur, kelembapan udara,

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dr tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.

Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dr tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar. SUHU TUBUH Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dr tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.tubuh bagian dlm ex: cranium, thorax, rongga perut, rongga pelvis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HIPOTERMI DENGAN WAKTU PULIH SADAR PASCA GENERAL ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN RSUD WATES AMILA HANIFA NIM: P

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HIPOTERMI DENGAN WAKTU PULIH SADAR PASCA GENERAL ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN RSUD WATES AMILA HANIFA NIM: P NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HIPOTERMI DENGAN WAKTU PULIH SADAR PASCA GENERAL ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN RSUD WATES AMILA HANIFA NIM: P07120213004 PRODI D-IV KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

TERMOREGULASI 4/12/2016 MATERI AJAR FISIOLOGI VETERINER II (TERMOREGULASI) 1

TERMOREGULASI 4/12/2016 MATERI AJAR FISIOLOGI VETERINER II (TERMOREGULASI) 1 TERMOREGULASI DIVISI FISIOLOGI DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN IPB 4/12/2016 MATERI AJAR FISIOLOGI VETERINER II (TERMOREGULASI) 1 Pengaturan keseimbangan total energi

Lebih terperinci

Oleh: M. Winardi S. Lesmana NIM: TESIS

Oleh: M. Winardi S. Lesmana NIM: TESIS Efek Penambahan Efedrin HCl 75 µg/kg BB IV Terhadap Mula Kerja Atracurium Besylate 0,5 mg/kg BB IV Tehnik Priming Dibandingkan dengan Rocuronium Bromida 1 mg/kg BB IV pada Tindakan Anestesi Umum Intubasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang, 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

IV-138 DAFTAR ISTILAH

IV-138 DAFTAR ISTILAH IV-138 DAFTAR ISTILAH Evaporasi; (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan Termoregulasi Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 1 Pendahuluan MASALAH YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH JUS KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L) DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH TERHADAP PRIA DEWASA

ABSTRAK. PENGARUH JUS KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L) DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH TERHADAP PRIA DEWASA ABSTRAK PENGARUH JUS KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L) DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH TERHADAP PRIA DEWASA L Arif Firiandri Y, 2011; Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, M.Kes, dr. Pembimbing II : dr

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat 2 Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, penyakit jantung koroner, pembuluh darah jantung dan otot jantung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN RINGER ASETAT MALAT DAN RINGER LAKTAT TERHADAP KADAR BASE EXCESS PASIEN OPERASI BEDAH SESAR DENGAN ANESTESI SPINAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk mengikuti ujian akhir

Lebih terperinci

OLEH ADE WINATA NIM TESIS

OLEH ADE WINATA NIM TESIS PERBANDINGAN KOMBINASI KETOROLAK 30 mg DAN FENTANYL PATCH 12,5 µg/ JAM, KETOROLAK 30 mg DAN FENTANYL PATCH 25 µg/jam, KETOROLAK 30 mg DAN PLACEBO PATCH UNTUK PENATALAKSANAAN NYERI SETELAH PEMBEDAHAN LAPARATOMI

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan dalam tubuh mencakup 50% - 60% dari total berat badan (Ignatavicius & Workman, 2006). Jumlah tersebut sangat bervariasi tergantung dari umur, jenis kelamin dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS MAGISTER Oleh ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemulihan pascaoperasi mastektomi dengan anestesi umum adalah waktu yang penuh dengan stres fisiologi bagi banyak pasien. Dalam fase ini dapat terjadi kegawatan sehingga

Lebih terperinci

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K.

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K. ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K. (14019) 6.Ratna A. (14024) 7.Tetie (14026) ADAPTASI BAYI

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data digilib.uns.ac.id 76 BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada

Lebih terperinci

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE SKRIPSI INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE LEBIH MENURUNKAN TEKANAN DARAH DARIPADA LATIHAN DEEP BREATHING PADA WANITA MIDDLE AGE DENGAN PRE-HYPERTENSION NI PUTU HARYSKA WULAN DEWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar dalam sistem endokrin manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 ) yang dikontrol

Lebih terperinci

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80 PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80.000 PADA DEPARTEMEN GIGI MULUT RSUP H. ADAM MALIK MEDANPADA TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sectio caesarea (SC) merupakan prosedur operatif yang dilakukan di bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci