Kandungan Klorofil-a dan Karaginan Eucheuma cottonii yang Ditanam pada Kedalaman Berbeda di Desa Palasa, Pulau Poteran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kandungan Klorofil-a dan Karaginan Eucheuma cottonii yang Ditanam pada Kedalaman Berbeda di Desa Palasa, Pulau Poteran"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 Kandungan Klorofil-a dan Karaginan Eucheuma cottonii yang Ditanam pada Kedalaman Berbeda di Desa Palasa, Pulau Poteran Aminatul B. Ikrom, dan Aunurohim Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Indonesia aunurohim@bio.its.ac.id Abstrak Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis tinggi adalah Eucheuma cottoni. Untuk melakukan penyerapan terhadap cahaya pada tingkat kedalaman yang berbeda, E. cottonii menggunakan berbagai macam pigmen diantaranya klorofil-a dan fikoeritrin. Kandungan pigmen yang berbeda pada berbagai tingkat kedalaman ini diperkirakan akan berpengaruh terhadap produk utama hasil fotosintesis pada E. cottonii, yaitu karaginan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan klorofil-a dan karaginan rumput laut jenis E. cottonii yang ditanam pada kedalaman yang berbeda yaitu 20 cm, 120 cm dan 220 cm. Metode yang digunakan untuk penanaman bibit adalah metode rakit apung. Pemanenan dilakukan setelah 45 hari masa penanaman. Selanjutnya dilakukan analisis laboratorium terkait kandungan klorofil-a dan karaginan. Hasil penelitian ini, didapatkan bahwa kedalaman memberikan pengaruh yang nyata tehadap kandungan klorofil-a dan karaginan pada E. cottonii. Kandungan klorofil-a dan karaginan tertinggi pada kedalaman 20 cm dengan kandungan klorofil-a sebesar 104,84 mg/g dan karaginan sebesar 68,43 %. Kata Kunci E. cottonii, metode rakit apung, klorofil-a dan karaginan I. PENDAHULUAN UMPUT laut banyak dikembangkan di pesisir pantai RIndonesia, mengingat panjangnya garis pantai Indonesia ( km), maka peluang budidaya rumput laut sangat menjanjikan. Jika menilik permintaan pasar dunia ke Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata-rata 21,8 % dari kebutuhan dunia, sekarang ini pemenuhan untuk memasok permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1 %. Rendahnya produksi rumput laut Indonesia disebabkan karena kegiatan budidaya yang masih kurang optimal [1]. Ganggang merah (Rhodophyceae) seperti Eucheuma sp. dikelompokkan sebagai rumput laut penghasil karaginan karena memiliki kadar karaginan yang relatif tinggi, sekitar % dari berat keringnya [2]. Salah satu kawasan pesisir yang mempunyai potensi untuk dikembangkan budidaya rumput lautnya adalah di Desa Palasa, Pulau Poteran, Madura. Diketahui sebagian besar wilayah Pulau Poteran merupakan wilayah pesisir. Berdasarkan hasil survey dan wawancara sekitar 90 % masyarakat pada umumnya merupakan nelayan dan berprofesi sebagai petani rumput laut yang memanfatkan luas laut yang dimiliki sebagai mata pencaharian utama. Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Pulau Poteran, Madura khususnya Desa Palasa adalah Eucheuma cottoni. Jenis ini mempunyai nilai ekonomis penting karena sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang sama dengan agar-agar dan alginat yaitu digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain) [3]. Alga memerlukan cahaya untuk proses fotosintesis sehingga distribusinya tergantung pada tersedianya cahaya. Pada suatu perairan, dengan bertambahnya kedalaman maka cahaya akan berkurang secara kuantitatif dan kualitatif [4]. Untuk melakukan penyerapan terhadap cahaya, alga mengembangkan berbagai macam pigmen. Setiap pigmen memiliki tingkat absorpsi yang berbeda terhadap spektrum warna cahaya. Beberapa pigmen yamg masuk dalam kelompok utama adalah (1) Chlorophylls (Chl) yang dengan kuat mengabsorpsi cahaya biru dan merah, contohnya adalah Chl a (terdapat pada seluruh alga dan (2) Phycobilins yang mengabsorpsi cahaya hijau, kuning, dan orange, contoh phycoerythrin (terdapat pada alga merah) [5]. Pada tingkat kedalaman yang berbeda, terjadi perubahan komposisi pigmen klorofil-a [6]. Komposisi pigmen yang berbeda pada berbagai tingkat kedalaman ini diperkirakan akan berpengaruh terhadap produk utama hasil fotosintesis pada E. cottonii, yaitu karaginan. Berdasarkan penjelasan di atas untuk pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan informasi maka diperlukan penelitian di Desa Palasa, Pulau Poteran, Madura untuk mengetahui adanya perbedaan kandungan klorofil-a dan karaginan rumput laut jenis E. cottoni yang dipengaruhi oleh perbedaan kedalaman penanaman dan kaitannya dengan intensitas pencahayaan

2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 2 II. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2014 di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi ITS dan. Penerapan Metode Penanaman dengan rakit apung dilakukan di Desa Palasa, Pulau Poteran, Madura. B. Pemilihan Bibit Bibit yang digunakan berasal dari budidaya sendiri yakni rumput laut yang telah berumur 20 hari dengan berat 100 g, dari sisa budidaya sebelumnya atau dari pembudidaya lain dalam satu daerah. C. Penanaman Bibit Budidaya rumput laut ini menggunakan metode rakit apung dimana rakit sebagai alat utama dalam proses budidaya. Rakit yang berjumlah 1 buah terbuat dari bambu ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 9 x 7 m yang sisi dalamnya terbagi menjadi empat bagian yang dibatasi bambu. Tali yang digunakan untuk mengikat rumput laut, digunakan tali ris berupa tali nilon berukuran diameter 4 mm dengan panjang sekitar 11 meter sebanyak 3 buah yang diikatkan dari satu sisi rakit ke satu sisi yang berlawanan. Jarak antar tali ris sekitar kurang lebih 2,25 m. Sepanjang tali ris terdapat tali ris lagi yang menjulur ke bawah dengan panjang 20 cm, 120 cm dan 220 cm. Pada tali ris (menjulur ke bawah) terdapat pengikat rumput laut yang dinamakan tali gabar. Tiap tali gabar memiliki panjang kurang lebih 20 cm berjumlah 1 buah tiap risnya. Pada bagian tengahnya, diikatkan secara kuat pada tali ris sehingga kedua ujungnya bergelantungan bebas dan kemudian dapat digunakan untuk mengikat rumput laut. Tiap ikatan antara tali ris yang menjulur ke bawah berjarak cm dalam satu tali ris. Bibit rumput laut yang berukuran besar dipotong menjadi lebih kecil, kira-kira apabila ditimbang memiliki berat sekitar 100 gram. Kemudian bibit diikat secara kuat pada tali gabar. Proses pengikatan rumput laut di lokasi penelitian dilakukan di darat, biasanya dapat dilakukan di gardu kecil di pinggir pantai yang memang disediakan untuk para pekerja, kemudian tali ris diikatkan ke rakit. Dalam penelitian ini rakit dipasang pada berbagai tingkat kedalaman., yaitu 20 cm, 120 cm, dan 220 cm di bawah permukaan laut. Jarak antara bibit satu dengan lainnya adalah 25 cm. Langkah berikutnya setelah tali ris diikatkan, rakit di tarik ke lokasi budidaya yakni sekitar 200 meter dari tepi pantai hingga 1 mil ke arah laut. Langkah terakhir yakni mengikatkan tali pengikat rakit ke jangkar ataupun pasak yang ditancapkan di dasar laut. Untuk ilustrasi penanaman dapat dilihat pada Lampiran 1. D. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman rumput laut di lokasi penelitian dilakukan setiap dua atau tiga hari sekali. Pemeliharaan meliputi pengontrolan rakit sebagai tempat budidaya, pengontrolan tali ris sebagai pengikat rumput laut, dan pengontrolan terhadap tanaman rumput laut dari hama dan penyakit. E. Pemanenan Pemanenan dilakukan apabila berat rumput laut telah mencapai berat sekitar empat kali berat awal atau sudah mencapai masa budidaya 45 hari dengan tingkat pertumbuhan 2-3% setiap harinya [2]. Eucheuma cottoni memiliki kandungan karagenan yang optimal setelah mencapai 45 hari. Pada umur 45 hari memperlihatkan kandungan karagenan 47% dan selanjutnya hanya terjadi peningkatan karagenan yang tidak signifikan sehingga pemanenan sebaiknya dilakukan sampai rentaang waktu 45 hari. Apabila pemeliharaan masih tetap dilakukan berarti hanya akan menambah biaya operasional budidaya. Setelah dipanen, rumput laut dibawa ke laboratorium dan diamati kandungan klorofil a dan karaginan. F. Analisis Klorofil-a dan Karaginan Analisis Klorofil-a Diambil 10 g (berat basah) sampel rumput laut Eucheuma cottonii. Diblender dalam 10 ml aseton 80%. CaCO 3 ditambahkan agar tidak terbentuk feofitin. Dihomogenkan dengan melakukan sentrifugasi sebesar 3000 rpm selama 15 menit. Diambil cairannya, bila cairannya keruh, disaring sehingga diperoleh filtrat jernih. Filtrat jernih diambil sebanyak 5 ml dituang dalam kuvet dan selanjutnya diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 427 nm. Untuk mengetahui kadar klorofilnya dibuatkan larutan standart klorofil dan diukur dengan panjang gelombang yang sama. Kandungan klorofil dihitung menggunakan rumus : Klorofil-α (mg) = nilai absorbansi sampel x konsentrasi klorofil standart nilai absorbansi standart [7]. Analisis Karaginan Diambil rumput laut laut kering sekitar 5 g, dan dicuci dengan air tawar. Selanjutnya direndam dengan aquades selama 12 jam. Sterilisasi di autoclave dengan suhu C selama 30 menit. Setelah selesai, dipanaskan dalam 200 ml air dengan suhu C, diambil filtrat sampai 100 ml. Kemudian dihaluskan menggunakan blender. Disaring dan diendapkan dengan isopropanol 100 ml. Langkah terakhir dikeringkan di bawah sinar matahari selama kurang lebih 7 hari [8]. Untuk menentukan kadar karagenan rumput laut digunakan rumus: Kadar Karagenan = Wc Wm Keterangan: Wc = berat karagenan ekstrak (g) Wm = berat rumput laut kering (g) [9]. G. Perhitungan Biomassa Dilakukan pengukuran biomassa untuk memperkuat hasil karaginan yang didapat karena ada hubungan antara karaginan dengan biomassa rumput laut E.cottonii. Produksi biomassa dihitung dengan persamaan sebagai berikut : W = Wt Wo

3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 3 Dimana : W = Produksi biomassa (gram) Wt = Berat basah pada akhir percobaan (gram) Wo = Berat basah pada awal percobaan (gram) III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kandungan Klorofil-a Panen awalnya direncanakan pada hari ke 45 setelah penanaman. Pada penelitian ini, panen dilakukan seminggu lebih awal dari rencana semula, salah satunya karena ombak begitu besar yang mengakibatkan rakit apung (ancak) patah dan sebagian rumput laut terhempas. Seperti penjelasan Triajie (2012) dalam penelitiannya di Desa Talang, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur bahwa arus dan ombak yang berkekuatan besar dapat menyebabkan kerusakan pada rumput laut seperti patah atau terlepas dari rakit apung. seperti pada gambar di bawah ini : berat kering. Jumlah klorofil-a semakin menurun bersamaan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Kandungan klorofil-a yang paling rendah dihasilkan oleh E.cottonii yang ditanam pada kedalaman 220 cm, yaitu sebesar 81,42 mg/g berat kering. Diduga, kandungan klorofil-a pada E.cottonii dipengaruhi oleh perbedaan intensitas cahaya. Permukaan perairan menyerap cahaya dengan kuat, tetapi dengan bertambahnya kedalaman penyerapan cahaya semakin lemah. Semakin dalam perairan intensitas cahaya yang diterima semakin berkurang [10]. Aminot dan Rey (2000) menyebutkan bahwa klorofil-a menyerap sinar tampak pada panjang gelombang kurang dari 460 nm (biru) dan nm (merah). Tingkat penyerapan cahaya pada klorofil-a dapat dilihat pada Gambar di bawah ini: Gambar 4.2 Tingkat penyerapan cahaya pada klorofil-a (Steer, 2002 Gambar 4.1 Ancak yang Patah (ancak pada awalnya berbentuk segiempat dan gambar di atas adalah salah satu sisi ancak yang patah karena diterjang ombak) Dari data yang didapat kemudian dilakukan pengolahan data untuk mengetahui bagaimana pengaruh kedalaman terhadap kandungan klorofil-a dan karaginan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kedalaman berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil-a pada Eucheuma cottonii. Lebih jelasnya dapat dilihat dari hasil analisa statistika dibawah ini : Keberhasilan cahaya yang diserap oleh tanaman tergantung pada intensitasnya. E.cottonii yang ditanam di permukaan perairan akan mendapat penyinaran yang lebih lama, dibanding dengan yang ditanam di perairan yang lebih dalam [11]. Adanya perbedaan intensitas cahaya dan lama penyinaran terhadap alga diduga akan mempengaruhi pembentukan klorofil-a, akibatnya klorofil-a di kedalaman 20 cm lebih banyak jumlahnya daripada di kedalaman 120 cm ataupun 220 cm. Di bawah ini adalah grafik perbedaan kandungan klorofila Eucheuma cottonii yang ditanam pada kedalaman berbeda : Tabel 4.1 Hasil Anova One Way untuk Pengaruh Kedalaman terhadap Kandungan Klorofil-a ( α= 5%) Kedalaman Rata-rata 20 cm 104,84 a 120 cm 94,497 b 220 cm 81,42 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey Terlihat pada tabel di atas, angka pada kolom rata-rata dijumpai notasi yang berbeda yang menunjukkan bahwa kandungan klorofil-a pada E.cottonii berbeda nyata dengan kedalaman 120 cm dan kedalaman 220 cm. Kandungan klorofil-a yang tertinggi dihasilkan oleh E.cottonii yang ditanam pada kedalaman 20 cm, yaitu rata rata 104,84 mg/g Gambar 4.3 Perbedaan Kandungan Klorofil-a pada Eucheuma cottonii yang Ditanam pada kedalaman yang Berbeda. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman perairan. Adanya bahan-bahan yang melayang dan tingginya nilai kekeruhan di perairan dekat pantai penetrasi cahaya akan berkurang di tempat ini. Intensitas cahaya yang diterima sempurna oleh

4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 4 thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis yang menentukan tingkat pertumbuhan rumput laut [12]. B. Kandungan Karaginan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kedalaman rumput laut berpengaruh nyata terhadap kandungan karaginan. Pada kolom grup, notasi yang ditampilkan berbeda (a,b dan c) hal itu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan karaginan yang signifikan antara rumput laut yang ditanam pada kedalaman 20 cm, dengan 120 cm dan 220 cm. Lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel hasil analisis Anova di bawah ini : Tabel 4.2 Hasil Anova One Way untuk Pengaruh Kedalaman terhadap Kandungan Karaginan ( α= 5%) Kedalaman Rata-rata 20 cm 68,427 a 120 cm 61,255 b 220 cm 55,68 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan hasil dari fotosintesis yang juga menjadi bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain [12]. Jika dikaitkan dengan fotosintesis, maka akan ada hubungannya dengan kandungan klorofil-a. Semakin banyak klorofil-a maka akan semakin meningkat proses fotosintesinya, dan meningkat pula kandungan karaginannya [12]. Jadi semakin banyak kandungan klorofil-a maka semakin tinggi pula kandungan kandungan karaginannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa kandungan karaginan tertinggi terdapat pada kedalaman 20 cm sebesar 68,43 %, serta kandungan klorofil-a tertinggi terdapat pada kedalaman 20 cm juga yaitu sebesar 104,84 mg/g. Dibawah ini adalah hasil karaginan yang ditanam pada kedalaman berbeda : Gambar 4.4 Perbedaan Kadar Karaginan pada Eucheuma cottonii yang ditanam pada kedalaman yang berbeda. Beberapa penelitian kadar karaginan yang dilakukan di Indonesia menunjukkan hasil yang beragam untuk lokasi yang berbeda. Hasil penelitian kandungan karaginan rumput laut di perairan Kecamatan Kupang Barat tergolong baik namun lebih rendah dibandingkan penelitian Syaputra (2005) sebesar 48% di Lhokseudu Aceh, Apriyana (2006) sebesar 68,35% di perairan Kecamatan Bluto dan Amarullah (2007) sebesar 52,11% di Teluk Tamiang. Menurut Doty (1985) tentang CAY (standar kadar karaginan) bagi rumput laut sebesar 40%. Selanjutnya menurut Dawes, C.J (1981) bahwa kadar karaginan sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat, dimana siklus hidup algae juga berperan dalam menentukkan kualitas karaginan. Zaitsev (1969) dalam Syaputra (2005) menyatakan bahwa kandungan karaginan dari rumput laut sangat bervariasi tergantung spesies, tahap pertumbuhan dan kondisi lingkungan setempat. Hasil pengamatan terhadap kandungan karaginan menunjukkan bahwa kadar tertinggi dihasilkan oleh Eucheuma yang ditanam pada kedalaman 20 cm, yaitu sebesar 68,43% berat kering. Sedangkan untuk kedalaman 120 cm sebesar 61,25% berat kering dan 220 cm sebesar 55,68% berat kering. Perbedaan kadar karaginan tersebut diduga dipengaruhi oleh waktu pemeliharaan, jarak tanam, dan metode ekstraksi. Hayashi dkk., (2007) menyatakan bahwa kondisi karaginan terbaik dapat dicapai bila rumput laut dibudidayakan selama 45 hari. Sementara Freile-Pelegrin (2006), menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas karaginan adalah benda asing, musim, cahaya, nutrien, suhu dan salinitas. Jumlah dan kualitas karaginan yang berasal dari budidaya laut bervariasi, tidak hanya berdasarkan varietas, tetapi juga umur tanaman, sinar, nutrien, suhu dan salinitas [8]. Sulistijo dan Atmadja (1996) menambahkan bahwa biomassa rumput laut berkorelasi dengan kandungan karaginannya, dimana saat biomassa tinggi maka karaginan yang dihasilkan juga tinggi. Tabel 4.3 Hasil Anova One Way untuk Pengaruh Kedalaman terhadap Biomassa ( α= 5%) Kedalaman Rata-rata 20 cm 223,33 a 120 cm 171,67 b 220 cm 140,00 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey Produksi paling tinggi dijumpai pada perlakuan penanaman dengan kedalaman 20 cm sebesar 223,33 gram dan terendah pada kedalaman 220 cm sebesar 140,00 gram disebabkan kondisi lingkungan yang sangat mendukung antara lain dengan adanya arus dan gelombang yang optimal yang dapat mempercepat tumbuhnya percabangan baru dan mempercepat penyerapan unsur hara/nutrien. Hal ini didukung pernyataan Winarno (1990), ombak diperlukan oleh rumput laut untuk mempercepat zat-zat makanan terserap ke dalam sel sedangkan arus diperlukan untuk pertumbuhan karena membawa zat-zat makanan bagi rumput laut dan menghanyutkan kotorankotoran yang melekat. Pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa dengan kedalaman penanaman yang berbeda akan menghasilkan produksi biomasaa yang sangat berbeda dengan kemampuan masing-masing dalam pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena setiap perlakuan mempunyai kesempatan untuk memperoleh sinar matahari dan unsur hara yang berbeda

5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 5 sehingga pertumbuhannya juga berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat Gambar 4.5 Perbedaan Biomassa pada Eucheuma cottonii yang ditanam pada kedalaman yang berbeda. Terjadi penurunan produksi biomassa pada penelitian ini dibandingkan dengan panen-panen biasanya (3-4 kali lipat berat awal). Biomassa yang didapat hanya 1-2 kali lipat berat awal. Hal itu diduga disebabkan karena ombak dan gelombang yang membuat rumput laut banyak yang patah, karena gangguan hama seperti: hewan pemangsa dan ice-ice (penyakit), gangguan predator dapat menyebabkan perbedaan dan penurunan pertumbuhan. Gambar 4.6 Eucheuma cottonii yang Terkena Penyakit Ice-Ice Penyakit ice-ice Penyakit rumput laut didefinisikan sebagai terganggunya struktur dan fungsi yang normal, seperti terjadinya perubahan laju pertumbuhan, penampakkan (warna dan bentuk), serta akhirnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas. Ice-ice diketahui pertama kali menginfeksi Eucheuma di Philipina pada tahun 1974 merupakan penyakit yang banyak menyerang rumput laut pada saat musim hujan (Oktober-April). Ice-ice merupakan penyakit dengan tingkat infeksi cukup tinggi di negara Asia penghasil Eucheuma [13]. Penyakit ini merupakan efek bertambah tuanya rumput laut dan kekurangan nutrisi ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi hancur atau rontok. Iceice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih dan membusuk [13]. Stress yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas cahaya, akan memudahkan infeksi patogen. Dalam keadaan stress, rumput laut (misalnya: Gracilaria, Eucheuma atau Kappaphycus) akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Laminaria juga terinfeksi penyakit yang mirip ice-ice disebabkan karena tinggi Hidrogen Sulfida (H2S) yang diproduksi oleh bakteri saprofit. Kejadian penyakit ice-ice bersifat musiman dan menular. Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio spp. Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice [13]. Faktor-faktor predisposisi atau pemicu lainnya juga dapat menyebabkan ice-ice. Predisposisi itu antara lain serangan hama seperti ikan baronang (Siganus spp.), penyu hijau (Chelonia midas), bulu babi (Diadema sp.) dan bintang laut (Protoneostes) yang menyebabkan terjadinya luka pada thallus. Luka akan memicu terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Pertumbuhan bakteri pada thallus akan menyebabkan bagian thallus tersebut menjadi putih dan rapuh. Selanjutnya, pada bagian tersebut mudah patah dan jaringan menjadi lunak. Infeksi ice-ice menyerang pada pangkal thallus, batang dan ujung thallus muda, menyebabkan jaringan menjadi berwarna putih. Pada umumnya penyebarannya secara vertikal (dari bibit) atau horizontal melalui perantara air. Infeksi akan bertambah berat akibat serangan epifit yang menghalangi penetrasi sinar matahari karena thallus rumput laut tidak dapat melakukan fotosintesa sehingga menyebabkan biomassa E. cottonii akan turun [13]. C. Kualitas Perairan Pengukuran faktor fisik-kimia perairan dalam penelitian dilakukan untuk mengetahui kisaran kualitas air yang ditolerir dan dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii. Parameter kualitas air diamati setiap 7 hari, meliputi: ph, oksigen terlarut (DO), kecerahan, suhu, salinitas dan kandungan Mg yang diambil 6 kali selama 45 hari proses penelitian. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian, sebagaimana tertera pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Fisik-Kimia Perairan Parameter Hasil Referensi ph 8,2-8,4 7-9 ( Patadjai, 2007) DO 7,6 >6,5 (Wardoyo, 1975 Suhu ( 0 C) (Neish, 2005) Salinitas (ppm) ( Patadjai, 2007) Kecerahan ( m ) (Ditjenkanbud, 2005) Mg mg/l 103,2 - IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kedalaman memberikan pengaruh yang nyata tehadap kandungan klorofil-a dan karaginan pada E cottonii

6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 6 Semakin dalam posisi E. cottonii, maka kandungan klorofil-a dan karaginan semakin menurun. 2. Kandungan klorofil-a dan karaginan tertinggi pada kedalaman 20 cm. Untuk kandungan klorofil-a sebesar 104,84 mg/g dan karaginan sebesar 68,43 %. 3. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan karaginan E. cottonii. 4. Semakin tinggi biomassa rumput laut maka akan semakin tinggi pula kadar karaginannya. Biomassa tertinggi pada kedalaman 20 cm sebesar 223,33 gram dan terendah pada kedalaman 220 cm sebesar 140,00 gram. LAMPIRAN Lampiran 1 : Ilustrasi Penanaman Rumput Laut E. Cottonii dengan Metode Rakit Apung yang telah membantu. DAFTAR PUSTAKA. [1] Aslan, L. M Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Dalam Bidang Budidaya Perairan. Disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Haluoleo Tanggal 22 Januari [2] Aslan, L. M Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius. 96 hal. [3] Mubarak, H Petunjuk Tekhnis Budidaya Rumput Laut. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 20 Hlm. [4] Neish, I., C., The ABC of Eucheuma Seaplant Production. Agronomy, Biology, and Crop-handling of Betaphycus, Eucheuma and Kappaphycus the Gelatinae, Spinosum and Cottonii of Commerce. SuriaLink Monograph. [5] Sunarto Peranan Cahaya dalam Proses Produksi di Laut. Bandung : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran [6] Tandeau, Nicole Phycobiliprotein and phycobilisome: the early observations. Kluwer Academic Publisher. Netherland. Photosynthesis Research. 76: [7] Windholz, Martha et al The Merck Index An Encyclopedia of Chemicals & Drugs. Ninth Edition. USA : Merck & Co.Inc [8] Abdan et al The Effect of Planting Distance on Growth and Carragenan Content of Seaweed Eucheuma spinosum using Long Line Method. Kendari : Hijau Tridarma University. [9] Munoz J., Freile-Pelegrin, Y., Robledo, D., Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) Color Strains In Tropical Waters of Yucatan, Mėxico. Aquaculture. 239: [10] Saffo, Mary Beth New Light on Seaweeds. BioScience, Vol. 37, No. 9.pp [11] Abidin Z., 1987., Ilmu Tanaman. Bandung. Penerbit Angkasa [12] Pelegrín, Yolanda Freile & Daniel Robledo Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Nicaragua. Mexico : Springer Science & Business Media B.V [13] Santoso, Limin., Yudha Tri Nugraha Pengendalian Penyakit Ice- Ice Untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Bandar Lampung : Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,Universitas Lampung UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan finansial melalui Beasiswa Bidik Misi tahun dan kepada Bapak Aunurohim, S.Si., DEA selaku Dosen pembimbing yang membantu hingga terselesaikannya penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan keluarga atas doa dan kasih sayangnya serta dukungan teman-teman seperjuangan angkatan 2010 dan seluruh pihak

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA Abdul Qadir Jailani, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA Veronika dan Munifatul Izzati Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKOLOGIS TERHADAP SEBARAN PENYAKIT ICE-ICE

DAMPAK FAKTOR EKOLOGIS TERHADAP SEBARAN PENYAKIT ICE-ICE DAMPAK FAKTOR EKOLOGIS TERHADAP SEBARAN PENYAKIT ICE-ICE Apri Arisandi, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: apri_unijoyo@yahoo.com ABSTRAK Faktor ekologis berperan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

Keywords : infection, ice-ice, Kappaphycus alvarezii

Keywords : infection, ice-ice, Kappaphycus alvarezii Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol.,No. 1, April 011 Kecepatan dan Presentase Infeksi Penyakit Ice-Ice pada Kappaphycus alvarezii di Perairan Bluto Sumenep Velocity and Infection Percentage of Ice-Ice

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia. Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 31-35 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00066

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Maspari Journal 03 (2011) 58-62 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Reza Novyandi, Riris Aryawati

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKOLOGIS TERHADAP SEBARAN PENYAKIT ICE-ICE

DAMPAK FAKTOR EKOLOGIS TERHADAP SEBARAN PENYAKIT ICE-ICE DAMPAK FAKTOR EKOLOGIS TERHADAP SEBARAN PENYAKIT ICE-ICE Oleh: Apri Arisandi; Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo e-mail: apri_unijoyo@yahoo.com ABSTRAK Faktor

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: PENGARUH JARAK LOKASI PEMELIHARAAN TERHADAP MORFOLOGI SEL DAN MORFOLOGI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DI DESA LOBUK KECAMATAN BLUTO, KABUPATEN SUMENEP Ardiansyah Rozaki 1, Haryo Triajie 2, Eva Ari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan ii Maspari Journal 03 (2011) 51-57 http://masparijournal.blogspot.com Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian Materi Bahan Bahan yang digunakan untuk budidaya adalah rumput laut S. polycystum yang diambil dari Pantai Karangbolong (Cilacap), NaOH 0,5%,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES ALGA KOMPETITOR Eucheuma cottonii PADA LOKASI YANG BERBEDA DI KABUPATEN SUMENEP

IDENTIFIKASI SPESIES ALGA KOMPETITOR Eucheuma cottonii PADA LOKASI YANG BERBEDA DI KABUPATEN SUMENEP IDENTIFIKASI SPESIES ALGA KOMPETITOR Eucheuma cottonii PADA LOKASI YANG BERBEDA DI KABUPATEN SUMENEP Moh Hadi Hosnan 1, Apri Arisandi 2, Hafiludin 2 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan 1 B. D. Putra et al. / Maspari Journal 03 (2011) 36-41 Maspari Journal 03 (2011) 36-41 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda

Lebih terperinci

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini 1.2 Ansar Ismail, 2 Rully Tuiyo, 2 Mulis 1 ansarismail@yahoo.com 2 Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) YANG DIRENDAM AIR BERAS DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA Nursyahran dan Reskiati Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA J. Agrisains 12 (1) : 57-62, April 2011 ISSN : 1412-3657 PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA Irawati Mei Widiastuti 1) 1) Program

Lebih terperinci

STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI

STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI Dwi Budi Wiyanto 1 dan Komang Dianto 2 1) Prodi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau (FAH) terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga,

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011 Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo 1,2 Alfandi Daud, 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii 3 Kerangka Pemikiran Penempatan posisi tanam pada kedalaman yang tepat dapat meningkatkan produksi rumput laut dan kualitas kandungan karaginan rumput laut. Untuk lebih jelas, kerangka pemikiran penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KARAGINAN RUMPUT LAUT

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KARAGINAN RUMPUT LAUT PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus sp. YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN DAN TANPA KANTONG JARING Muhammad Safir 1) dan Amal Aqmal 2) 1) Program studi Ilmu akuakultur, Fakultas

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput laut jenis S. duplicatum yang diperoleh dari petani rumput

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT 23 Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang didapatkan digunakan untuk mensimulasikan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL

PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL Restiana Wisnu Ariyati 1, Lestari Lakhsmi Widowati 1, Sri Rejeki 1 B3 05 1 Program

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan

METODE PENELITIAN. Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan Ketapang Lampung Selatanpada bulan Agustus-November 2014. Sampel rumput laut dianalisis

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : 13-20 ISSN 0216-1877 MENINGKATKAN PRODUKSI RUMPUT LAUT GRACILARIA GIGAS MELALUI MODIFIKASI SISTEM JARING (STUDI KASUS : DI PERAIRAN NUSAKAMBANGAN, CILACAP) Oleh:

Lebih terperinci

The growth of regenerated tissue culture of Kappaphycus alvarezii with different planting spaces

The growth of regenerated tissue culture of Kappaphycus alvarezii with different planting spaces Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan pada jarak tanam yang berbeda The growth of regenerated tissue culture of Kappaphycus alvarezii with different planting spaces Ayuningsih

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik TUGAS AKHIR - SB09 1358 Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik Oleh : Shinta Wardhani 1509 100 008 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah pesisir Teluk Kupang cukup luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh Pulau

Lebih terperinci

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 PERTUMBUHAN ALGA COKELAT Padina australis Hauch DI PERAIRAN PESISIR, DESA KAMPUNG AMBON, KECAMATAN LIKUPANG TIMUR, KABUPATEN MINAHASA UTARA DESY M.H. MANTIRI Rene Charles Kepel 1, Desy M.H. Mantiri 1,

Lebih terperinci

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol.24 (1) April 2014: ISSN:

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol.24 (1) April 2014: ISSN: PENGARUH PERBEDAAN VARIETAS RUMPUT LAUT (Kappaphycus sp) DAN VARIASI KEDALAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT MENGGUNAKAN METODE BUDIDAYA Top Down Effect of Different Types of Seaweed (Kappaphycus

Lebih terperinci

Dampak Infeksi Ice-ice dan Epifit terhadap Pertumbuhan Eucheuma cottonii

Dampak Infeksi Ice-ice dan Epifit terhadap Pertumbuhan Eucheuma cottonii ILMU KELAUTAN Maret 213 Vol. 18 (1) 1 6 ISSN 853-7291 Dampak Infeksi Ice-ice dan Epifit terhadap Pertumbuhan Eucheuma cottonii Apri Arisandi 1*, Akhmad Farid 1, Eva Ari Wahyuni 1, Siti Rokhmaniati 2 1*

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Panen dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line

Pengaruh Umur Panen dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 03 No. 12 Sep 2013 (156 163) ISSN : 2303-3959 Pengaruh Umur Panen dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria

PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria TUGAS AKHIR SB 1358 PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria sp.) OLEH: HENNY ANDHINI OKTAVIA (1504 100 022) DOSEN PEMBIMBING: 1. KRISTANTI INDAH.P.,S.si.,M.si 2. TUTIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau ganggang dan hidup pada salinitas tinggi, seperti di perairan payau ataupun di laut. Rumput

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN PADA BERBAGAI KEDALAMAN BIBIT DAN UMUR PANEN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN TELUK PALU ABSTRAK

RESPON PERTUMBUHAN PADA BERBAGAI KEDALAMAN BIBIT DAN UMUR PANEN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN TELUK PALU ABSTRAK Media Litbang Sulteng III (2) : 104 111, September 2010 ISSN : 1979-5971 RESPON PERTUMBUHAN PADA BERBAGAI KEDALAMAN BIBIT DAN UMUR PANEN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN TELUK PALU Oleh: Masyahoro

Lebih terperinci

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe (The growth of Kappaphycus alvarezii under different depth and initial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang Budidaya rumput laut di Ketapang di mulai pada tahun 1990. Awalnya budidaya rumput laut dimiliki pengusaha asal Cina, sedangkan

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line

Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 03 No. 12 Sep 2013 (113 123) ISSN : 2303-3959 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line

Lebih terperinci

Effect of NPK ferlilizer (nitrogen, phosphorus, potassium) on seaweed, Kappaphycus alvarezii, growth and white spot desease prevention

Effect of NPK ferlilizer (nitrogen, phosphorus, potassium) on seaweed, Kappaphycus alvarezii, growth and white spot desease prevention Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 1, 7-11 (April 214) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-443 e-issn 2337-5 jasm-pn48 Effect of NPK

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun

Lebih terperinci

5.1 Keadaan Umum Perairan Gugus Pulau Nain

5.1 Keadaan Umum Perairan Gugus Pulau Nain 55 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Perairan Gugus Pulau Nain 5.1.1 Kondisi perairan potensi budidaya rumput laut Rumput laut secara ekologis dapat memberikan manfaat lingkungan yakni dapat mengurangi

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan panen

Rencana Kegiatan panen 2015/06/01 19:37 WIB - Kategori : Pakan CARA PRAKTIS MEMANENAN RUMPUT LAUT YANG MEMENUHI STANDAR KUALITAS Peningkatan produksi rumput laut indonesia saat ini pada kenyataannya belum diimbangi dengan peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput laut Rumput laut atau seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang banyak di panen di laut. Rumput laut atau alga yang sering kali di terjemahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rumput Laut Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif karena tidak dilakukan perlakuan terhadap objek yang diuji (Nazir,

Lebih terperinci

I b M PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN MELALUI BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii VARIETAS MERAHDENGAN METODE TALI JALUR GANDA

I b M PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN MELALUI BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii VARIETAS MERAHDENGAN METODE TALI JALUR GANDA 35 I b M PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN MELALUI BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii VARIETAS MERAHDENGAN METODE TALI JALUR GANDA Rahmi 1), Darmawati 1), Burhanuddin 1) dan Akmal 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis khatulistiwa serta kaya akan sumberdaya laut. Di samping fauna laut yang beraneka ragam dijumpai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

FENOMENA FAKTOR PENGONTROL PENYEBAB KERUGIAN PADA BUDIDAYA KARAGINOFIT DI INDONESIA. Oleh. Kresno Yulianto 1)

FENOMENA FAKTOR PENGONTROL PENYEBAB KERUGIAN PADA BUDIDAYA KARAGINOFIT DI INDONESIA. Oleh. Kresno Yulianto 1) Oseana, Volume XXIX, Nomor 2, Tahun 2004 : 17-23 ISSN 0216-1877 FENOMENA FAKTOR PENGONTROL PENYEBAB KERUGIAN PADA BUDIDAYA KARAGINOFIT DI INDONESIA Oleh Kresno Yulianto 1) ABSTRACT PHENOMENON OF THE CONTROLLING

Lebih terperinci

Alginofit 20 gram. Perendaman KOH 2% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir. Perendaman NaOH 0,5% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir

Alginofit 20 gram. Perendaman KOH 2% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir. Perendaman NaOH 0,5% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir Lampiran 1. Skematis cara kerja ekstraksi alginat Alginfit 0 gram Perendaman KOH % selama 0 menit Dicuci dengan air mengalir Perendaman NaOH 0,5% selama 0 menit Dicuci dengan air mengalir Perendaman HCl

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5... Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali.

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian A. Materi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum polycystum (Lampiran 3), sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N,

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : Pengaruh Kedalaman Tanam Terhadap Pertumbuhan Eucheuma spinosum Pada Budidaya dengan Metode Rawai Yuniarlin Hilmi Farnani, Nunik Cokrowati, Nihla Farida Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Rumput laut merupakan sumber daya alam lautan yang memiliki nilai gizi lengkap dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Rumput laut makanan (edible seaweed) telah

Lebih terperinci

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) Standar Nasional Indonesia Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak. Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond

Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak. Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 157-161 (09) 157 Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila

Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila Noorkomala Sari 1506 100 018 Dosen pembimbing : N.D Kuswytasari, S.Si, M.Si Awik Puji Dyah N., S.Si,

Lebih terperinci

Uji Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur

Uji Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 1 No. 1 (122 132) ISSN : 233-399 Uji Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur Growth of Seaweed (Kappaphycus alvarezii) Brown

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma Cottonii) DI KECAMATAN BLUTO SUMENEP MADURA JAWA TIMUR

STUDI KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma Cottonii) DI KECAMATAN BLUTO SUMENEP MADURA JAWA TIMUR 79 STUDI KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma Cottonii) DI KECAMATAN BLUTO SUMENEP MADURA JAWA TIMUR Doni Ferdiansyah Staff Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura doni.ferdiansyah@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Serbuk Simplisia CAF dan RSR Sampel bionutrien yang digunakan adalah simplisia CAF dan RSR. Sampel terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor seperti debu dan tanah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci