KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU ESTER BR SEMBIRING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU ESTER BR SEMBIRING"

Transkripsi

1 i KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU ESTER BR SEMBIRING FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Ester Br Sembiring B i

3 ii ABSTRACT ESTER BR SEMBIRING. Presence of Microbiological Quality of Fresh Milk as the Raw Material of Cheese. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN. The aim of this study was to observe microbiological quality of fresh milk as the raw material of cheese. There were 35 milk samples taken from six farms. The total count of microorganisms, Staphylococcus aureus, and coliforms were examined with plate count method (pour plate method). The result showed that the milk samples from the third farm had the highest number of total plate count ( cfu/ml), the fifth farm showed the highest number of Staphylococcus aureus ( cfu/ml), and of coliform ( cfu/ml). Compared to the maximum number of microbial contamination according to the Indonesia National Standard (SNI ), all the samples (100%) from the six farms were higher than the standard. The high number of Staphylococcus aureus and coliform contamination in milk due to the inadequate personal hygiene practices and the poor cleanliness level of water, cages, and equipment. This condition should be considered as a risk of food contamination that can cause disease for the consumers. Keyword: milk, total plate count, coliform, Staphylococcus aureus ii

4 iii RINGKASAN ESTER BR SEMBIRING. Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN. Keju mengandung vitamin A, B, dan D, serta berbagai mineral penting bagi tubuh, seperti fosfor dan kalsium. Bagi kaum vegetarian, keju dapat digunakan sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi, yaitu 70 gram keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100 gram daging. Keju secara umum dibuat dari susu sapi, namun dapat juga dibuat dari susu kambing atau domba. Mayoritas keju dibuat dari susu sapi dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi. Namun dalam proses pembuatan keju, tidak hanya proses perlakuan panas yang mempengaruhi kualitas keju, tetapi juga susu sebagai bahan dasar yang mengandung bermacam-macam mikroorganisme, karena susu segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi manusia dan hewan, tetapi juga mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat pada susu mempengaruhi proses pembuatan produk olahan susu dan mempengaruhi keamanan serta kualitasnya, seperti Staphylococcus aureus, koliform, dan Clostridium tyrobutyricum. Staphylococcus aureus hidup di lingkungan hewan dan manusia seperti air, makanan, mukosa hidung, dan kulit manusia atau hewan serta secara alami ada dalam susu dan produk susu. Bakteri penyebab mastitis ini dapat menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan enzim proteolitik serta sangat penting dalam kasus keracunan makanan termasuk kualitas keju. Bakteri koliform dapat membuat perusakan tekstur lebih dini dan rasa tidak enak pada keju dan merupakan ancaman kesehatan masyarakat serta digunakan sebagai mikroorganisme indikator (indicator organism) terhadap adanya kontaminasi feses. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas mikrobiologis susu segar yang dipasok sebagai bahan baku keju. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai kondisi sanitasi kandang, peralatan kandang, lingkungan sekitar kandang, dan higine personal pekerja kandang sebagai masukan dalam rangka pembinaan dan pengawasan pangan asal hewan. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel susu segar dari enam peternakan pemasok susu segar sebagai bahan baku keju dengan jumlah yang berbeda dari setiap peternakan. Jumlah keseluruhan sampel susu segar yaitu 35 sampel yang kemudian diuji kualitas mikrobiologisnya terhadap total plate count, koliform, dan Staphylococcus aureus dengan metode hitungan cawan dengan cara tuang (pour plate method). Hasil pengujian jumlah total mikroorganisme ditemukan bahwa peternakan 3 mememiliki jumlah rata-rata tertinggi ( cfu/ml), terhadap koliform peternakan 5 memiliki jumlah rata-rata tertinggi ( cfu/ml), dan terhadap Staphyloccous aures ( cfu/ml). Tingginya cemaran mikroorganisme tersebut terkait dengan kebersihan lingkungan kandang dan peralatan kandang, kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan peternakan, dan praktik higiene personal yang kurang baik. Kontaminasi yang terjadi berhubungan dengan kondisi kebersihan lingkungan kandang, peralatan kandang, kebersihan air yang digunakan untuk keperluan iii

5 iv peternakan, dan kebersihan pekerja kandang yang kurang baik. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas susu dan produk susu seperti keju yang dihasilkan serta dapat menimbulkan penyakit bagi konsumen. Kata kunci: susu, jumlah mikroorganisme, koliform, Staphylococcus aureus iv

6 v Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB v

7 vi KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU ESTER BR SEMBIRING Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 vi

8 vii Judul Skripsi : Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju Nama : Ester Br Sembiring NIM : B Disetujui Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. Ketua Diketahui drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus: vii

9 viii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum Papa, Mama, dan kakakkakak tersayang (Rayland, Mega, dan Andryani) serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang selalu diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman seperjuangan selama penelitian (Wulan, Yuni, dan Adik). Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Raymond atas waktu, perhatian, dan dukungan yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seangkatan Avenzoar 45 yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Ester Br Sembiring viii

10 ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuala, Sumatera Utara pada tanggal 6 September 1990 dari ayah Sadar Sembiring (almh) dan ibu Suasana Br Purba. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri , Kabupaten Karo dan lulus pada tahun 2002, dilanjutkan ke SMP ASISI, Kabupaten Karo dan lulus pada tahun Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMA Negeri 1 Tigabinanga, Kabupaten Karo dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Mayor yang dipilih penulis adalah kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH IPB serta Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia (Himpro Ruminansia) FKH IPB. Penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan, Asisten Praktikum Histologi, dan Asisten Praktikum Radiologi. ix

11 x DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA... 4 Definisi Susu.. 4 Karakteristik Susu.. 4 Penghitungan Jumlah Total Mikroorganisme 5 Karakteristik Koliform... 7 Karakteristik Staphylococcus aureus. 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan Jumlah Sampel Bahan dan Alat.. 11 Pengujian Jumlah Total Mikroorganisme.. 11 Pengujian Jumlah Koliform Pengujian Jumlah Staphylococcus aureus. 13 Analisis Data.. 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Mikroorganisme Jumlah Koliform pada Susu Jumlah Staphyloccus aureus pada Susu Pencegahan dan Pengendalian Staphyloccus aureus SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi xii x

12 xi DAFTAR TABEL Halaman 1 Syarat mutu susu segar menurut SNI Tipe komposisi susu (%) dari beberapa spesies Jumlah rataan hasil pengujian total plate count (TPC) dan persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju 15 4 Jumlah rataan koliform dan persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju Jumlah rataan Staphyloccous aureus dan persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju. 22 xi

13 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil uji total plate count, koliform, dan Staphylococcus aureus dari sampel susu segar. 35 xii

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tahun 1998 Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menghasilkan susu segar dengan jumlah hampir 1 juta kg per hari. Tahun 2009 produksi susu peternakan sapi perah di Indonesia mencapai 19 juta liter dalam setahun (BPSRI 2009). Namun konsumsi susu per kapita per tahun masyarakat Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan konsumsi masyarakat negara lainnya. Tahun 2010 konsumsi susu per kapita penduduk Indonesia hanya mencapai 11.9 liter per tahun, sedangkan Thailand 31.7 liter, Filipina 22.1 liter, dan India 42.8 liter (Deptan 2010). Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat susu dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya konsumsi susu di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi dan busung lapar, seperti di daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Hasil survei tahun 2007 menyebutkan 5.4% anak balita di Indonesia mengalami prevalensi gizi buruk dan kurang gizi sebesar 13%. Faktor lain yang mempengaruhi hingga saat ini konsumsi susu menurun di Indonesia yaitu proses pengolahan susu yang kurang optimal dalam cita rasa, karena sebagian orang tidak menyukai mengonsumsi susu asli, serta adanya lactose intolerance pada manusia yang mengakibatkan individu tersebut tidak dapat mengonsumsi susu yang mengandung laktosa (McSweeney 2009). Telah banyak makanan dan minuman diproduksi yang berbahan dasar susu seperti keju, yoghurt, dan produk fermentasi susu lainnya sebagai usaha untuk meningkatkan produksi dan konsumsi susu. Upaya tersebut dapat membantu masyarakat yang tidak menyukai susu asli dapat memperoleh manfaat susu dengan mengonsumsi produk olahan susu (Jakobsen et al. 2011). Di negaranegara berkembang, program untuk meningkatkan produksi susu telah banyak dilakukan tetapi tidak selalu disertai dengan menjaga kebersihan. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas susu dan juga produk-produk yang berbahan dasar susu (Elmoslemany et al. 2010).

15 2 Keju mengandung vitamin A, B, dan D, serta berbagai mineral penting bagi tubuh, seperti fosfor dan kalsium (Jay et al. 2005). Bagi kaum vegetarian, keju dapat digunakan sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi, yaitu 70 gram keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100 gram daging (Winarno dan Ivone 2007). Keju secara umum dibuat dari susu sapi, namun dapat juga dibuat dari susu kambing atau domba. Mayoritas keju dibuat dari susu sapi dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi. Susu yang digunakan dalam pembuatan keju secara umum dipanaskan secara pasteurisasi, yaitu 72 C minimal selama 15 detik atau 63 C selama 30 menit. Selain itu juga dapat digunakan susu dengan pemanasan subpasteurisasi yaitu C minimal 15 detik. Jika yang digunakan susu nonpasteurisasi, keju harus dimatangkan (dengan cara diperam) paling sedikit selama 60 hari pada suhu tidak kurang dari 4 C untuk mengendalikan mikroorganisme patogen (Little et al. 2008). Dalam proses pembuatan keju, tidak hanya proses perlakuan panas yang mempengaruhi kualitas keju, tetapi juga susu sebagai bahan dasar yang mengandung bermacam-macam mikroorganisme. Susu segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi manusia dan hewan, tetapi juga mikroorganisme (Rasolofo et al. 2011). Susu merupakan pangan yang sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi bakteri sehingga susu menjadi tidak dapat diolah lebih lanjut atau tidak layak lagi dikonsumsi oleh manusia (Jay et al. 2005). Secara alami pada susu ditemukan mikroorganisme, tetapi jumlah mikroorganisme bertambah dengan adanya kontaminasi dari tangan dan baju pemerah, kandang, peralatan dalam proses pemerahan susu (ember, lap, saringan), dan penyakit tertentu pada hewan (Jørgensen et al. 2005). Jumlah mikroorganisme dapat meningkat mencapai 100 kali lipat atau lebih dari jumlah mikroorganisme awal saat susu disimpan pada suhu 25 C dalam waktu yang lama. Peningkatan jumlah mikroorganisme tersebut kurang dari sel per ml pada susu yang berasal dari ambing yang sehat (Chye et al. 2004). Kontaminasi bakteri dimulai saat pemerahan dan dapat berkembang menjadi dua kali lipat setiap setengah jam pada suhu 25 C dan ph (Millogo et al. 2010).

16 3 Mikroorganisme yang terdapat pada susu mempengaruhi proses pembuatan produk olahan susu dan mempengaruhi keamanan serta kualitasnya, seperti Staphylococcus aureus, koliform, dan Clostridium tyrobutyricum (Wron 2006). Staphylococcus aureus hidup di lingkungan hewan dan manusia seperti air, makanan, mukosa hidung, dan kulit manusia atau hewan (Vicosa et al. 2010). Bakteri penyebab mastitis ini dapat menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan enzim proteolitik. Bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang dapat menimbulkan keracunan makanan (Forsythe 2000). Bakteri koliform dapat merusak tekstur lebih dini dan rasa tidak enak pada keju (Bennet 2005). Bakteri ini sering digunakan sebagai mikroorganisme indikator (indicator organism) terhadap adanya kontaminasi feses. Keberadaan bakteri ini menandakan adanya kemungkinan mikroorganisme enteropatogenik atau toksigenik atau kedua-duanya yang merupakan ancaman kesehatan masyarakat (Altalhi dan Hassan 2009). Melihat banyaknya bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju serta dapat menimbulkan masalah kesehatan pada masyarakat khususnya bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri koliform, maka perlu dilakukan penelitian terhadap susu segar dari peternakan yang memasok pabrik keju. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas mikrobiologis susu segar yang dipasok sebagai bahan baku keju.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapatkan perlakuan apapun. Susu segar merupakan susu murni yang tidak mengalami perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN 2011). Menurut Gustiani (2009), susu segar yang baik adalah susu yang mengandung zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang, tidak mengandung atau bersentuhan dengan barang atau sesuatu yang diharamkan, tidak mengandung agen penyebab penyakit seperti mikroba patogen, antibiotik, logam berat, dan pestisida serta tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apa pun. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar No Karakteristik SNI 1 Berat jenis (pada suhu 27.5 ⁰ C) minimum g/ml 2 Kadar lemak minimum 3.0 % 3 Kadar protein minimum 2.8 % 4 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7.8 % 5 Warna, bau, rasa, kekentalan tidak ada perubahan 6 Derajat keasaman ⁰ SH 7 ph Uji alkohol 70% Negatif 9 Jumlah sel somatis maksimum 4 x 10 5 /ml 10 Residu antibiotika Negatif 11 Cemaran mikroorganime a. Total plate count 1 x 10 6 cfu/ml b. Staphyloccous aureus 1 x 10 2 cfu/ml c. Enterobacteriaceae 1 x 10 3 cfu/ml Karakteristik Susu Susu adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar ambing, berfungsi utama sebagai nutrisi yang kompleks untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

18 5 manusia atau hewan yang baru lahir karena zat gizi yang dikandung sangat lengkap dengan perbandingan sempurna seperti karbohidrat, lemak susu, protein dari asam amino, mineral, dan vitamin. Komposisi susu terdiri dari air (87.20%), protein (3.50%), lemak (3.70%), abu (0.70%), bahan kering (12.80%), dan laktosa (4.90%) (Taylor 1995). Karbohidrat susu sapi terdiri dari laktosa yaitu 5% dan hampir konsisten pada semua breed sapi. Protein susu sebagian besar terdiri dari kasein yaitu 80-85%, jika ph susu menurun menjadi 4.6 maka kasein akan berubah menjadi lapisan endapan, bagian cairan endapan tersebut disebut whey. Kandungan lemak pada susu yaitu 3.5-5% dan bervariasi pada setiap breed serta sebagian besar terdiri dari trigliserida (Jay et al. 2005). Susu antar spesies berbeda-beda tipe komposisinya yang juga dipengaruhi oleh status nutrisi, tahap laktasi, umur, interval menyusui, dan kesehatan seperti mastitis dan penyakit lainnya (McSweeny 2009). Tipe komposisi susu (%) dari beberapa spesies dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tipe komposisi susu (%) dari beberapa spesies (McSweeny 2009) Spesies Bahan Kering Lemak Protein Laktosa Abu Sapi Kambing Domba Kerbau Penghitungan Jumlah Total Mikroorganisme Mikroorganisme merupakan kelompok organisme mikroskopik yang sangat beragam dapat berupa sel tunggal atau himpunan sel seperti bakteri (Sunatmo 2009). Kualitas mikrobiologi pangan dipengaruhi oleh mikroorganimse awal, kondisi pengolahan, dan kontaminasi setelah pengolahan. Mikroorganisme dapat ditemukan pada tanah, air, dan udara. Mikroorganisme dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh dan dapat juga digunakan untuk menimbulkan cita rasa dan sifat fisik pada produk olahan susu. Selain itu, mikroorganisme juga dapat menyebabkan kerusakan produk serta pangan yang tercemar oleh mikroorganisme

19 6 patogen atau penghasil toksin dan dapat menjadi wahana transmisi penyakit (Lukman 2009). Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya risiko yang berbahaya dalam pakan atau produk olahan yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu dan untuk menilai manajemen keamanan pangan serta mutu pangan berdasarkan hazard analysis critical control points (HACCP). Pengujian mikrobiologi meliputi pengujian kuantitatif dengan penghitungan dan pengujian kualitatif dengan mendeteksi ada atau tidaknya mikroorganimse pada susu, produk olahan susu, dan bahan pangan lainnya (Jasson et al. 2010). Salah satu cara pengujian jumlah mikroorganisme pada susu yaitu metode hitungan cawan atau jumlah total mikroorganisme (total plate count). Selain pada susu, pengujian ini juga dapat digunakan pada bahan pangan lainnya seperti daging. Prinsip pengujian ini yaitu jika satu sel bakteri ditumbuhkan pada media agar, maka akan tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata (Lukman 2009). Penghitungan dari pengujian ini yaitu berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh di media agar. Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan pangan asal hewan dan hasil olahannya. Pengujian jumlah total mikroorganisme merupakan cara yang paling sensitif dalam menghitung jumlah total cemaran mikroorganisme, karena pada pengujian ini hanya sel yang masih hidup yang dihitung dan dapat digunakan untuk isolasi serta identifikasi mikroba lainnya, khususnya koloni yang tumbuh dari satu sel mikroba dengan penampakan pertumbuhan spesifik. Menurut Widyastika (2008) pengujian jumlah total mikroorganisme juga memiliki kelemahan, yaitu: a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroorganisme yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk suatu koloni. b. Media dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda. c. Mikroorganisme yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada media padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas serta tidak menyebar.

20 7 d. Memerlukan persiapan dan waktu inkhubasi beberapa hari atau hingga pertumbuhan koloni dapat dihitung. Karakteristik Koliform Bakteri koliform adalah bakteri berbentuk batang yang memiliki sifat anaerob fakultatif dan termasuk bakteri gram negatif. Sumber energi untuk pertumbuhan koliform berasal dari oksidasi senyawa organik (Wron 2006). Pertumbuhan bakteri yang bersifat heterotrof ini hanya memakan waktu yang singkat yaitu 15 menit sampai 20 menit. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah menjadi dua kali lipat tergantung pada media, suhu, ketersedian oksigen, dan ph. Koliform termasuk kelompok psikotrofik yang mengalami pertumbuhan minimum pada suhu -10 C, optimum pada suhu C, dan maksimum pada suhu 24 C (Garbutt 1997). Mekanisme untuk mendapatkan energi bakteri yang memiliki flagela peritrikus ini terdapat dua cara, yaitu apabila ada oksigen, energi diperoleh secara respirasi aerob dan apabila tidak ada oksigen maka energi diperoleh secara fermentasi anaerob. Bakteri yang termasuk kelompok koliform yaitu Escherichia coli, Edwarsiella, Citrobacter, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia, Proteus, Arizona, Providentia, dan Pseudomonas. Koliform dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu koliform fekal seperti Escherichia coli dan non-fekal seperti Enterobacter aerogenes (Garbutt 1997). Escherichia coli memproduksi indol dan asam di dalam medium glukosa tetapi tidak memproduksi asetoin. Bakteri yang tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon ini dapat memproduksi karbondioksida dan hidrogen dengan perbandingan 1:1. Bakteri ini berperan dalam sintesis vitamin K serta secara normal ditemukan di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas, sehingga sering terdapat dalam feses karena itu disebut bakteri fekal (Wron 2006). Adapun klasifikasi Escherichia coli menurut Songer dan Post (2005) yaitu: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria

21 8 Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli Enterobacter aerogenes memproduksi asam lebih sedikit, membentuk asetoin, tetapi tidak membentuk indol. Bakteri ini memproduksi karbondioksida dan hidrogen dengan perbandingan 2:1 dan dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Enterobacter aerogenes dapat ditemukan di dalam air, limbah dan juga pada saluran pencernaan hewan berdarah panas serta dapat menginfeksi saluran kemih (Sunatmo 2009). Bakteri ini dapat memproduksi gas lebih banyak dari pada Escherichia coli sehingga sering menyebabkan kerusakan susu, keju, dan makanan lainnya. Enterobacter aerogenes ditemukan pada tanaman atau hewan yang telah mati dan sering menimbulkan lendir pada makanan (Winarno 1993). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), koliform termasuk bakteri yang dapat mengubah karbohidrat melalui glikolisis. Proses yang tidak mengharuskan adanya oksigen ini merupakan proses perombakan karbohidrat menjadi asam piruvat yang akan diubah lagi menjadi asam laktat melalui fermentasi. Terbentuknya asam laktat tersebut menyebabkan turunnya ph sehingga susu menjadi asam dan menurunkan kualitas susu serta produk berbahan dasar susu. Uji koliform dilakukan sebagai indikasi sanitasi pada proses pengolahan bahan pangan. Adanya jumlah yang besar dari koliform dalam suatu bahan pangan sangat tidak diinginkan dan menandakan sanitasi yang tidak baik. Jumlah koliform dalam susu segar yang diperbolehkan menurut SNI tentang Susu Segar adalah 20 cfu/ml. Karakteristik Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad atau berkelompok seperti buah anggur. Nama dari Staphylococcus sendiri berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata staphyle dan coccos, yang berarti seperti kelompok anggur dan berbentuk kokus (bulat), sedangkan nama aureus berasal dari bahasa Latin

22 9 yaitu gold yang berarti bahwa bakteri ini tumbuh dalam koloni besar yang berwarna kuning (Cook dan Cook 2005). Bakteri ini merupakan salah satu penyebab foodborne diseases berupa keracunan makanan (Gaman dan Sherrington 1992). Adapun klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Songer dan Post (2005) yaitu: Kingdom : Protista Divisio : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus Pertumbuhan Staphylococcus aureus dipengaruhi oleh faktor dari kombinasi lingkungan fisik seperti suhu, ph, dan air (Charlier et al. 2009), mempunyai suhu optimum pada C, bahkan beberapa strain dapat tumbuh pada suhu rendah yaitu C dan pada ph dengan ph optimum (Bennet 2005). Bakteri gram positif ini menghasilkan enterotoksin yang tahan panas yang ketahanan panasnya melebihi sel vegetatifnya, serta dilepaskan ke dalam makanan selama bakteri tumbuh dan memperbanyak diri dalam makanan (Jay 1996). Karena itu, walaupun bakteri ini mudah mati dengan pemanasan suhu 66 C selama 10 menit, enterotoksin tersebut masih dapat bertahan pada suhu 100 C selama 30 menit (Cliver dan Riemann 2003). Berdasarkan serologis enterotoksin tersebut dapat dibedakan menjadi tujuh tipe yaitu SEA, SEB, SEC, SEC2, SEC3, SED, dan SEE (Forsythe 2000). Tipe A dan D banyak ditemukan dalam makanan. Batas maksimum Staphylococcus aureus dalam produk keju menurut SNI tentang Susu Segar adalah 1 x 10 2 cfu/ml dengan uji toksin enterotoksin negatif. Staphylococcus aureus umumnya disebarkan oleh para pengelola pangan, selama pengolahan, pemasakan, dan penyiapannya. Sumber kontaminasi Staphylococcus aureus pada susu segar dapat berasal dari lingkungan seperti air, tanah, tanaman, tangan pemerah, kandang, puting, pakaian, peralatan pemerahan, batuk atau bersin, dan rambut manusia (Jørgensen et al. 2005). Makanan yang

23 10 tercemar oleh Staphylococcus biasanya menunjukkan bahwa galur Staphylococcus di dalam makanan yang tercemar sama dengan ada pada tubuh orang yang menangani pangan tersebut (Pelczar dan Chan 2008). Keju yang dibuat dari susu mentah atau kurang baik perlakuannya juga dapat menyebabkan masalah keracunan makanan. Selama periode 5 tahun terakhir, Staphylococcus aureus menyebabkan 5.1% wabah keracunan makanan di Eropa dan di Italia menyebabkan 4 orang meninggal dari 233 wabah yang dilaporkan (Normanno et al. 2005). Upaya pencegahan untuk mengurangi risiko bahaya Staphylococcus aureus yang mencemari bahan pangan, maka pengelola pangan dan peternakan harus memperhatikan higiene personal dengan baik (Gaman dan Sherrington 1992).

24 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai 23 Februari sampai dengan 11 Maret Sampel susu diambil di peternakan pemasok susu untuk pabrik keju. Pengujian Mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pengambilan dan Jumlah Sampel Sampel susu diambil di tempat penampungan yang berasal dari 6 peternakan pemasok susu untuk pabrik keju dengan jumlah yang berbeda-beda dari setiap peternakan. Sampel diambil dari pemerahan pagi dan sore. Peternakan 1 sebanyak 4 sampel, peternakan 2, 6 sampel, peternakan 3, 8 sampel, peternakan 4, 4 sampel, peternakan 5, 12 sampel, dan peternakan 6, 1 sampel. Jumlah keseluruhan sampel yang diperiksa sebanyak 35 sampel. Volume sampel minimal 500 ml. Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, kemudian kantong plastik diberi label dan disimpan dalam cool box berisi es. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel susu sapi, plate count agar (Acumedia 7157A), Vogel Johnson agar (Oxoid CM0641), violet red bile agar (M049S Himedia), buffered pepton water (BPW) 0.1% (Pronadisa Cat ), dan alkohol 70%. Alat yang digunakan adalah kantong plastik sampel steril, cool box, cawan petri (Normax, diameter 10 cm), tabung reaksi (Iwaki Pyrex volume 15 ml), sumbat tabung reaksi, pipet volumetrik ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, dan 10 ml (Iwaki Pyrex), kertas label, spidol marker, tissue, kain lap, gunting steril, pengocok tabung (Vortex mixer VM-1000), pembakar bunsen, inkubator (Memmert INB 500), dan counter untuk menghitung koloni.

25 12 Pengujian Jumlah Total Mikroorganimse Pengujian jumlah total mikroorganisme menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang (pour plate method). Sebanyak 1 ml sampel dipindahkan dari 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, dan Pengujian ini dimulai dari pengenceran 10-3 sampai Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke dalam cawan Petri, kemudian dituang 10 ml sampai dengan 15 ml plate count agar yang sudah didinginkan hingga suhu 45 C pada masing-masing cawan. Suspensi dan plate count agar dihomogenkan dengan cara cawan diputar ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam dengan posisi terbalik. Cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dipilih untuk penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilanjutkan pada cawan Petri dengan pengenceran yang lebih tinggi bila pada cawan Petri dengan pengenceran terendah berisi < 25 koloni dan atau > 250 koloni. Namun, jika seluruh cawan Petri memiliki jumlah kurang dari 25, dicatat jumlah sebenarnya dari tingkat pengenceran terkecil. Semua koloni yang tumbuh dihitung dalam setiap cawan Petri. Rumus perhitungan jumlah total mikroorganisme: Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml) = jumlah koloni x faktor pengenceran * * Faktor pengenceran = Pengujian Koliform Pengujian koliform menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang (pour plate method). Sebanyak 1 ml sampel dari 10 0 dipindahkan ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-2, 10-3, dan Pengujian ini dimulai dari pengenceran 10-2 sampai Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke dalam cawan Petri, kemudian dituang 10 ml sampai

26 13 dengan 15 ml agar violet red bile. Suspensi dan agar violet red bile dihomogenkan dengan cara cawan diputar ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat. Setelah agar violet red bile memadat, dituang lagi 3-4 ml agar violet red bile cair 45 ºC-48 ºC (overlay) di atas permukaan agar yang telah memadat sebelumnya dan dibiarkan memadat kembali. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam sampai dengan 48 jam pada posisi terbalik. Cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dipilih untuk penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilanjutkan pada cawan Petri dengan pengenceran yang lebih tinggi bila pada cawan Petri dengan pengenceran terendah berisi < 25 koloni dan atau > 250 koloni. Namun, jika seluruh cawan Petri memiliki jumlah kurang dari 25, dicatat jumlah sebenarnya dari tingkat pengenceran terkecil. Koloni berwarna merah keunguan dikelilingi oleh zona merah dengan diameter koloni 0.5 mm. Semua koloni yang tumbuh dihitung dalam setiap cawan Petri. Rumus perhitungan jumlah mikroba sama seperti rumus perhitungan pengujian jumlah total mikroorganisme. Pengujian Staphylococcus aureus Pengujian Staphylococcus aureus menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang (pour plate method). Sebanyak 1 ml sampel dipindahkan dari 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-2, 10-3, dan Pengujian ini dimulai dari pengenceran 10-2 sampai Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke dalam cawan Petri, kemudian dituang 10 ml sampai dengan 15 ml Vogel Johnson agar. Suspensi dan Vogel Johnson agar dihomogenkan dengan cara cawan diputar ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam sampai dengan 48 jam pada posisi terbalik. Cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dipilih untuk penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilanjutkan pada cawan Petri dengan pengenceran yang lebih tinggi bila pada cawan Petri dengan pengenceran

27 14 terendah berisi < 25 koloni dan atau > 250 koloni. Namun, jika seluruh cawan Petri memiliki jumlah kurang dari 25, dicatat jumlah sebenarnya dari tingkat pengenceran terkecil. Koloni Staphylococcus aureus pada Vogel Johnson agar mempunyai ciri khas bundar, licin dan halus, konveks, diameter 2 mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang. Konsistensi koloni seperti mentega atau lemak jika disentuh oleh ose. Galur non-lipolitik memiliki sifat koloni sama seperti di atas, tetapi tidak dikelilingi zona opak dan zona luar yang terang. Semua koloni yang tumbuh dihitung dalam setiap cawan Petri. Rumus perhitungan jumlah mikroba sama seperti rumus perhitungan pengujian jumlah total mikroorganisme. Analisis Data Hasil pengujian laboratorium terhadap uji jumlah total mikroorganisme, koliform, dan Staphylococcus aureus yang berupa data kualitatif dianalisis secara deskriptif.

28 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Mikroorganisme Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu yang diperiksa adalah cfu/ml pada sampel susu pagi dan cfu/ml pada sampel susu sore. Hal tersebut (100%) melebihi batas jumlah mikroorganisme yang ditetapkan dalam SNI tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroorganisme (BMCM) yaitu sebesar cfu/ml. Sampel susu pagi memiliki kandungan mikroorganisme lebih besar dari sampel susu sore. Sampel susu dari peternak 3 menunjukkan jumlah rata-rata mikroorganisme tertinggi dibandingkan dengan sampel susu dari peternak lain. Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu dari masing-masing peternak secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah rataan hasil pengujian jumlah total mikroorganisme dan persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju Pemerahan Pagi Pemerahan Sore Jumlah Jumlah sampel Peternakan Rataan + simpangan baku sampel yang Rataan + simpangan baku yang (cfu/ml) melebihi (cfu/gml) melebihi BMCM BMCM 1 (n=2,2) (0.%) (0%) 2 (n=4,2) (50.0%) (100%) 3 (n=3,5) (100%) (80.0%) 4 (n=4) (0%) (n=12) (41.7%) (n=1) (0%) - 0 Rata-rata (n=35) (34.6%) (66.7%) BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor SNI tentang batas maksimum cemaran mikroorganisme pada susu segar BMCM pada susu segar = 10 6 cfu/ml Rataan nilai pengujian jumlah mikroorganisme yang tinggi pada semua sampel susu yang diperiksa menunjukkan gambaran populasi mikroorganisme yang tumbuh sangat tinggi. Jumlah mikroorganisme yang diperoleh hanya

29 16 merupakan estimasi dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme yang diperoleh lebih banyak dari pada mikroorganisme sesunguhnya (Lukman 2009). Secara normal susu yang baru dikeluarkan dari ambing mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang sedikit yaitu berkisar ratusan sampai ribuan cfu/ml. Namun jumlah mikroorganisme akan bertambah dengan adanya kontaminasi yang berasal dari tanah, air, udara, debu, peralatan pemerahan, dan pekerja (Magadan et al. 2010). Rataan jumlah mikroorganisme pada sampel susu pagi lebih tinggi daripada susu sore. Hal tersebut disebabkan oleh waktu antara pemerahan dan penerimaan susu di pabrik keju pada pagi hari lebih lama dari pada susu sore dan susu tidak disimpan pada suhu dingin. Kondisi tersebut mengakibatkan mikroorganisme tumbuh secara cepat dengan melakukan pembelahan sel dari satu sel menjadi dua sel dalam waktu tertentu yang disebut waktu generasi (Lukman et al. 2009). Menurut Hayes dan Boor (2001), sumber kontaminasi mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu lingkungan yang meliputi air, tanah, tanaman, dan kandang, tubuh sapi, dan juga peralatan pemerahan. Sumber kontaminasi dari hewan dapat berasal dari puting yang tidak dibersihkan sebelum pemerahan, yaitu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada susu mencapai koloni/ml (Sanjaya et al. 2007). Kontaminasi tersebut dapat berupa sedimen susu yang merupakan debris atau reruntuhan kotoran yang bisa melewati saringan susu dan ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan jumlah total mikroorganisme yang tinggi. Sumber kontaminasi dari hewan juga dapat berasal dari ambing yang sakit, kondisi tersebut dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme pada susu mencapai koloni/ml (Jørgensen et al. 2005). Selain itu, tingginya jumlah mikroorganisme pada sampel susu pagi juga dapat disebabkan adanya kontaminasi udara dalam kandang. Menurut Sanjaya et al. (2007), kontaminasi udara di dalam kandang dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme dalam susu sekitar koloni/ml. Sumber kontaminasi mikroorganisme pada susu juga dapat berasal dari peralatan pemerahaan yang kontak dengan susu seperti ember, milk can, tabung penghisap dari mesin pemerahan, milk pipelines, dan bulk tanks. Peralatan pemerahan yang tidak dibersihkan dengan benar dapat meninggalkan residu

30 17 sehingga menjadi media pertumbuhan mikroorganisme mencapai > 10 6 koloni/ml (Hayes dan Boor 2001). Menurut Chambers (2002), kontaminasi mikroorganisme lainnya dapat berasal dari air yang digunakan untuk membersihkan peralatan dan kontainer pengangkut susu. Sumber kontaminasi dapat berasal dari air sumur, danau, dan sungai yang digunakan tanpa mendapat perlakuan terlebih dahulu. Mikroorganisme yang dapat mengontaminasi susu karena penggunaan air yang tercemar yaitu koliform, Clostridium, dan Streptococcus. Anderson et al. (2009) menambahkan bahwa pakan juga dapat menjadi sumber kontaminasi potensial karena beberapa patogen dapat bertahan beberapa bulan pada pakan yang kering seperti Salmonella. Susu segar dapat mengandung mikroorganisme seperti Salmonella sp., Escherichia coli O157, Listeria monocytogenes, Lactobacillus sp., Streptococcus sp., Stapylococcus sp., dan Micrococcus spp. Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan penyakit dan menurunkan kualitas susu yang berakibat perubahan dan penyingkiran susu karena terjadi pengasaman dan penggumpalan susu (Chye et al. 2004). Mikroorganisme yang mengontaminasi susu dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroorganisme patogen dan mikroorganisme pembusuk. Mikroorganisme patogen meliputi Stapylococcus aureus, Escherichia coli, dan, Salmonella sp., sedangkan mikroorganisme pembusuk antara lain adalah Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. (Oliver et al. 2005). Mikroorganisme patogen dan apatogen dapat berkembang dalam susu karena susu memiliki kandungan zat gizi yang tinggi dan lengkap. Mikroorganisme patogen dapat menjadi sumber zoonosis dan menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat (foodborne illnes) bila mikroorganisme tersebut mengontaminasi susu dan produk berbahan dasar susu. Mikroorganisme apatogen bila mengontaminasi susu dan produk berbahan dasar susu akan menjadi cepat rusak, bau tengik, dan kualitasnya menurun (Sanjaya et al. 2007). Susu segar dapat menjadi sumber terjadinya foodborne illness yang terkait dengan konsumsi susu segar atau tidak dipasteurisasi, susu yang tidak dipanaskan dengan baik atau susu yang tercemar kembali setelah pemanasan. Tahun di Amerika Serikat terjadi 45 wabah foodborne illness dan 1007 orang sakit yang disebabkan mengonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi atau keju yang

31 18 dibuat dari susu yang tidak dipasteurisasi. Susu yang tidak dipasteurisasi dan produk berbahan dasar susu yang dibuat dari susu yang tidak dipasteurisasi dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kematian, seperti Shiga toksin yang dihasilkan oleh Escherichia coli (Omiccioli et al. 2009). Jumlah Koliform pada Susu Jumlah rata-rata koliform pada sampel susu yang diperiksa adalah cfu/ml pada sampel susu pagi dan cfu/ml pada sampel susu sore. Jumlah tersebut melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroorganisme (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI tentang Batas Maksimum Cemaran Koliform pada susu segar yaitu 20 cfu/ml. Sampel susu pagi memiliki jumlah koliform lebih besar dari sampel susu sore. Sampel susu dari peternak 5 menunjukkan jumlah rata-rata koliform tertinggi dibandingkan dengan sampel susu dari peternak lain. Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu dari masing-masing peternak secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah rataan koliform dan persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju Pemerahan Pagi Pemerahan Sore Jumlah Jumlah sampel Peternakan Rataan + simpangan sampel yang Rataan + simpangan yang baku (cfu/ml) melebihi baku (cfu/gml) melebihi BMCM BMCM 1 (n=2,2) (100%) (100%) 2 (n=4,2) (100%) (100%) 3 (n=3,5) (100%) (100%) 4 (n=4) (100%) (n=12) (100%) (n=1) (100%) - 0 Rata-rata (n=35) (100%) (100%) BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor SNI tentang batas maksimum cemaran mikroorganisme pada susu segar BMCM koliform pada susu segar = 20 cfu/ml

32 19 Tingginya rata-rata kontaminasi koliform pada semua sampel susu dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi yang berasal dari air yang digunakan dalam peternakan dan kurangnya kebersihan di dalam kandang. Air yang terkontaminasi koliform dapat terjadi karena air terkontaminasi dengan feses hewan atau manusia. Menurut Manning (2010), air yang terkontaminasi koliform merupakan sumber kontaminasi yang paling penting di sebuah peternakan karena bakteri ini dapat bertahan hidup dalam sedimen air selama enam bulan, bahkan dapat bertahan hidup sepanjang musim dingin. Air yang telah terkontaminasi dapat bercampur dengan air tanah dan menjadi sumber penularan ke tanaman dan rumput yang dimakan oleh ternak melalui sistem irigasi serta mengontaminasi sumber air yang berada di sekitar peternakan. Faktor lain yang menyebabkan tingginya jumlah koliform pada semua sampel susu (100%) yaitu jarak peternakan yang dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga meningkatkan penyebaran dan kontaminasi pada air yang berasal dari pembuangan dan penampungan kotoran manusia yang terlalu dekat dengan sumur, danau atau sungai sebagai sumber air (Winarno 1993). Tingginya jumlah koliform pada enam peternakan tersebut menunjukkan tingkat kontaminasi fekal yang tinggi pada susu. Hal ini disebabkan karena bakteri ini merupakan mikroflora normal yang hidup pada saluran pencernaan mahluk hidup berdarah panas dan dapat berada di lingkungan melalui feses (Ayu et al. 2005). Kesalahan dalam pemerahan dan penyimpanan susu yang tidak menggunakan rantai dingin.juga dapat meningkatkan jumlah bakteri di tempat penampungan susu atau kendaraan penampung susu (Altalhi dan Hassan 2009). Escherichia coli sebagai salah satu anggota dari koliform akan tumbuh aktif dalam suhu sekitar 37 C. Organisme ini dapat menyebabkan pembusukan yang cepat pada susu karena mampu melakukan fermentasi laktosa pada suhu sekitar 35 C. Escherichia coli dapat mengakibatkan penurunan kualitas susu dan produk berbahan dasar susu sebagai sumber protein karena mampu mendegradasi protein (Donnenberg 2002). Susu atau produk olahan susu yang terkontaminasi oleh Escherichia coli bila dikonsumsi akan menyebabkan gejala gastritis seperti muntah, diare, dan dapat disertai demam. Escherichia coli O15:H7 merupakan salah satu serotipe dari Escherichia coli yang menghasilkan Shiga toksin. Toksin

33 20 tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan usus, diare berdarah, dan sindrom hemolitik uremik yang ditandai dengan anemia hemolitik, serta gagal ginjal (Johnson 2002). Escherichia coli juga dapat mengontaminasi sayur dan buah-buahan akibat penggunaan manur sebagai pupuk (Bhunia 2008). Menurut Armstrong (2008), saat dalam pencernaan bakteri ini akan melintasi perut dan bagian pencernaan yang pada akhirnya akan masuk pada bagian paling bawah dari saluran gastrointestinal terutama pada bagian hubungan antara ileum dan kolon. Kontaminasi dan infeksi Escherichia coli juga dapat terjadi secara langsung dari manusia ke manusia melalui kontak dengan manusia yang telah terinfeksi. Sebuah penelitian di Bangladesh menemukan 11% dari kontak individu yang terinfeksi dapat menimbulkan infeksi kepada individu lain khususnya anak-anak. Sumber infeksi Escherichia coli dapat berasal dari feses. Menurut Manning (2010), 1 gram feses mengandung 10 juta bakteri. Escherichia coli dalam jumlah sel saja dapat menimbulkan penyakit klinis sehingga praktik kebersihan dan kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat menjadi faktor terjadinya penularan. Escherichia coli dapat menimbulkan penyakit intestinal atau ekstraintestinal dari hasil ekspresi multiplikasi faktor virulensi (VFs), yaitu adhesion, toksin, siderophores, dan sistem ekskresi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam menurunkan imunitas, menimbulkan inflamasi, dan juga luka pada permukaan saluran pencernaan tetapi tidak berperan dalam proses replikasi (Johnson 2002). Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi sistemik (koliseptikemia) dan infeksi pada saluran pencernaan (kolibasilosis enterik). Bakteri ini menyerang secara sistemik melalui aliran darah, paru-paru, dan umbilikal. Tingkat keparahan penyakit akan sesuai dengan rendahnya tingkat gamaglobulin dalam darah. Infeksi pada saluran pencernaan terjadi melalui oral, kemudian berkolonisasi pada usus serta menghasilkan toksin yang dapat menimbulkan diare, gangguan absorbsi pada usus kecil, dan pada mukosa kolon (Atlas 2006). Selain Escherichia coli, anggota dari koliform yang menimbulkan gastritis yaitu Hafnia dan Edwardsiella (Sides 2006).

34 21 Anggota koliform yang lain yang dapat mencemari susu dan menimbulkan kerugian pada peternak yaitu seperti Serratia. Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan warna merah atau merah jambu pada susu, Pseudomnas synxantum menyebabkan susu menjadi kuning dan juga bau yang tidak enak pada lapisan krim, dan Pseudomnas syncyanea dapat menimbulkan warna biru pada susu. Hal ini dapat mengakibatkan penyingkiran terhadap susu (Sanjaya et al. 2007). Selain pada susu, perubahan warna juga dapat terjadi pada produk olahan berbahan dasar susu, karena mikroorganisme tersebut membentuk pigmen yang merubah warna produk berbahan dasar susu seperti keju (Dwidjoseputro 1994). Koliform dapat membuat susu berlendir, tengik, susu pecah, asam, dan menimbulkan bau (Winarno 1993). Hal tersebut membuat susu sebagai bahan keju tidak layak digunakan karena akan menghasilkan keju yang memiliki aroma dan rasa yang tidak baik serta menimbulkan rekahan atau lubang pada keju. Hal tersebut terjadi karena koliform dapat memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas (Ayu et al. 2005). Kadar koliform pada air yang digunakan untuk usaha peternakan maksimal 1 cfu/ml atau dapat dilakukan klorinasi dengan konsentrasi 50 ppm bila jumlah koliform melebihi batas tersebut (Effendi 2003). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan seharihari, memenuhi syarat kesehatan, dapat diminum bila sudah dimasak, maksimal total koliform adalah 0 MPN/100 ml, dan fekal koliform maksimal 0 MPN/100 ml. Jumlah Staphylococcus aureus pada Susu Jumlah rata-rata Staphylococcus aureus pada sampel susu yang diperiksa adalah cfu/ml pada sampel susu pagi dan cfu/ml pada sampel susu sore, yang berarti melebihi jumlah Batas Maksimum Cemaran (BMCM) yang ditetapkan SNI tentang Batas Maksimum Cemaran Staphylococcus aureus pada susu segar yaitu 100 cfu/ml. Sampel susu pagi memiliki jumlah Staphylococcus aureus lebih besar daripada sampel susu sore. Sampel susu dari peternak 5 menunjukkan jumlah rata-rata Staphylococcus aureus tertinggi dibandingkan dengan sampel susu dari peternak lain. Jumlah rata-rata

35 22 mikroorganisme pada sampel susu dari masing-masing peternak secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah rataan Staphylococcus aureus dan persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju Peternakan Pemerahan Pagi Rataan + simpangan baku (cfu/ml) Jumlah sampel yang melebihi BMCM Pemerahan Sore Rataan + simpangan baku (cfu/gml) Jumlah sampel yang melebihi BMCM 1 (n=2,2) (100%) (100%) 2 (n=4,2) (100%) (100%) 3 (n=3,5) (100%) (100%) 4 (n=4) (100%) (n=12) (100%) (n=1) (0%) - 0 Rata-rata (n=35) (96.1%) (100%) BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor SNI tentang batas maksimum cemaran mikroorganisme pada susu segar BMCM Staphyloccus aureuspada susu segar = 10 2 cfu/ml Kontaminasi Staphylococcus aureus yang tinggi pada sampel susu dapat disebabkan adanya kontaminasi yang berasal dari pekerja, sehingga bakteri ini bertambah jumlahnya dan menimbulkan kontaminasi pada susu. Rataan jumlah mikroorganisme pada sampel susu pagi lebih tinggi daripada susu sore. Hal tersebut disebabkan oleh waktu antara pemerahan dan penerimaan susu di pabrik keju pada pagi hari lebih lama dari pada susu sore, dan susu tidak disimpan pada suhu dingin. Kondisi tersebut mengakibatkan mikroorganisme tumbuh secara cepat dengan melakukan pembelahan sel dari satu sel menjadi dua sel dalam waktu tertentu yang disebut waktu generasi (Lukman et al. 2009). Tingginya kontaminasi Staphylococcus aureus pada semua sampel susu dapat disebabkan kurangnya higiene personal pekerja saat melakukan pemerahan, seperti pemerah tidak mencuci tangan sebelum melakukan pemerahan atau mencuci tangan tidak menggunakan sabun. Menurut Cretenet et al. (2011), keberadaan Staphylococcus aureus pada susu dan produk susu menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Mikroorganisme Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu yang diperiksa adalah 2 087 731.0 + 3 666 559.0 cfu/ml pada sampel susu pagi dan 1 928 889 + 14 559

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu 2 TINJAUAN PUSTAKA Susu Menurut BSN (2011) tentang Susu Segar, definisi susu segar (raw milk) adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan alami yang mempunyai nilai gizi tinggi dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi manusia. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang penilaian higiene dan sanitasi tempat peternakan sapi dan tempat pemerahan susu sapi segar, jumlah bakteri Coliform

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan bakteri yang memiliki habitat normal di usus manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya Escherechia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu adalah bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap yaitu terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu bahan pangan yang penting

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU MENANGANI AIR SUSU MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU Air susu mengandung zat-zat gizi yg sangat cocok utk perkembangbiakan bakteri penyebab kerusakan air susu. Proses produksi yg tdk hygienes, penanganan yg

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, syarat-syarat air minum

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia. Pada zaman dahulu beberapa orang senantiasa mencari tempat tinggal dekat dengan air, dikarenakan agar mudah mengambil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi 4 TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya sehat atau baik untuk kesehatan. Tujuan higiene adalah untuk menjamin agar daging tetap aman dan layak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah yang sehat dan bersih yang digunakan untuk bahan utama makanan yang sangat komplit. Susu merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan tentang gizi mendorong orang untuk mendapatkan bahan pangan yang sehat dan berkualitas agar dapat diandalkan untuk meningkatkan dan memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

DETEKSI BAKTERI GRAM NEGATIF (Salmonella sp., Escherichia coli, dan Koliform) PADA SUSU BUBUK SKIM IMPOR DINY MALTA WIDYASTIKA

DETEKSI BAKTERI GRAM NEGATIF (Salmonella sp., Escherichia coli, dan Koliform) PADA SUSU BUBUK SKIM IMPOR DINY MALTA WIDYASTIKA DETEKSI BAKTERI GRAM NEGATIF (Salmonella sp., Escherichia coli, dan Koliform) PADA SUSU BUBUK SKIM IMPOR DINY MALTA WIDYASTIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK DINY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna viridis) 1. Klasifikasi Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar

BAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman dengan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar maupun yang sudah

Lebih terperinci

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. Cara beternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kesempurnaan Susu UHT/Uji Kekeruhan (Aschaffenburg test) Pengujian dilakukan terhadap 30 sampel susu UHT dari Australia dengan merek A sebanyak 15 sampel, dan merek B sebanyak 15

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Air Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 atomhidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui ikatan kovalen tersebut, sebesar 11,02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroba terdapat hampir di semua tempat. Di udara mulai dari permukaan tanah sampai pada lapisan atmosfir yang paling tinggi. Di laut terdapat sampai pada dasar laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, air, protein, lemak, serat, dan asam amino yang paling mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Mengkonsumsi sayuran hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar Lampung, Laboratorium Penguji Balai Veteriner Lampung, dan Laboratorium Nutrisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Tuladenggi adalah salah satu Kelurahan dari lima Kelurahan yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

ABSTRAK ISOLASI BAKTERI KOLIFORM PADA BEBERAPA JENIS SUSU KENTAL YANG BEREDAR DI KOTA AMBON

ABSTRAK ISOLASI BAKTERI KOLIFORM PADA BEBERAPA JENIS SUSU KENTAL YANG BEREDAR DI KOTA AMBON ABSTRAK ISOLASI BAKTERI KOLIFORM PADA BEBERAPA JENIS SUSU KENTAL YANG BEREDAR DI KOTA AMBON Nur Alim Natsir, Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Ambon, 085243549813,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan

BAB II KAJIAN TEORI. termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan BAB II KAJIAN TEORI A. Susu Sapi 1. Pengertian Susu Sapi Susu adalah sekresi yang dihasilkan mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA Sandy Saputra 05031381419069 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN

Lebih terperinci

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NANANG SYAIFUL

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini yaitu mengisolasi bakteri Propionibacterium dari keju. Keju sendiri merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA mulut. 6) Bandeng presto merupakan makanan yan cukup populer sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bandeng Presto Jenis olahan bandeng presto adalah salah satu diversifikasi pengolahan hasil perikanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dekke Naniura Pada masyarakat Batak terdapat beberapa makanan tradisional yang menggunakan ikan mas sebagai bahan dasarnya seperti dekke naniarsik dan dekke naniura. Dekke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu sebagai bahan pangan sudah dikenal manusia sejak dahulu, walaupun waktu itu secara alamiah belum diketahui zat-zat yang dikandung dan manfaatnya bagi pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Seseorang pada umur produktif, susu dapat membantu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci