PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA"

Transkripsi

1 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 2 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PERILAKU PUSAT PRIMATA ANAK ORANGUTAN SCHMUTZER, (Pongo TAMAN pygmaeus MARGASATWA pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI TAMAN INDONESIA MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

3 3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perilaku Anak Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Safari Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Idam Ragil Widianto Atmojo NIM G

4 4 RINGKASAN IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO. Perilaku Anak Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Safari Indonesia. Dibimbing oleh R.R DYAH PERWITASARI dan ENTANG ISKANDAR. aaaaasalah satu komponen penting dalam proses perkembangan tingkah laku anak orangutan adalah induk. Di habitat eksitu banyak ditemukan anak orangutan yang ditolak induknya. Permasalahan yang timbul bagaimana memelihara anak orangutan yatim piatu akibat penolakan oleh induk atau ketidakmampuan induk merawat anak. Penelitian ini bertujuan menerangkan perbedaan antara perkembangan tingkah laku anak orangutan yang diasuh oleh induknya dan perawat. Penelitian ini dilakukan di Pusat Primata Schmutzer (PPS), Taman, Margasatwa Ragunan, Jakarta dan di Taman Safari Indonesia (TSI), Bogor, dari September 2007 sampai April Objek penelitian adalah delapan anak orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus) yang masing-masing berumur 1 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun dengan jumlah dan komposisi umur yang sama pada kedua tempat tersebut. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu focal animal sampling dan ad libitum. Pengamatan dilakukan pada perkembangan perilaku anak orangutan yang dapat diketahui berdasarkan kemampuan dalam perilaku bergerak, bermain, makan (feeding), dan perilaku sosial. Berdasarkan hasil pengamatan pada seluruh anak orangutan di PPS dan TSI diperoleh rata-rata persentase perilaku yang paling banyak dilakukan anak orangutan secara berurutan adalah istirahat, bergerak, makan, bermain, sosial, agonistik, dan perilaku merawat diri (self care). Berdasarkan pola aktifitas hanya PPS3 dan PPS4 yang sesuai dengan pola umum aktifitas yang terjadi di alam. Perkembangan perilaku bergerak dan bermain meningkat seiring bertambahnya usia pada semua individu di kedua tempat. Perkembangan perilaku makan tidak menunjukkan peningkatan dan penurunan seiring bertambahnya usia di kedua tempat, tetapi perkembangan perilaku sosial mengalami penurunan dikedua tempat seiring bertambahnya usia. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa perkembangan perilaku anak orangutan anak di PPS yang diasuh oleh induk orangutan secara langsung mempunyai perkembangan perilaku yang lebih baik pada perilaku bergerak dan bermain, sedangkan perkembangan perilaku makan dan sosial mengalami perkembangan yang lebih baik pada orangutan di TSI yang diasuh perawat. Kata kunci: anak orangutan, perkembangan perilaku, induk, perawat satwa

5 5 ABSTRACT IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO. Infants Behavior of The Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus) at Schmutzer Primat Center, Ragunan Zoological Park and Indonesia Safari Park. Supervised by R. R DYAH PERWITASARI and ENTANG ISKANDAR. aaaaaone of the important component in infant development of the orangutan is the parent. In the exsitu habitat, some evidences of infants have been rejected by their parents were identified. The problem arousing from this condition was how to take care of orphan orangutan infants that are refused by their parents or the disability of parents in taking care of their infants. The aim of the research was to determine the difference of behavior development between infants nursed by their parents and those nursed by people. The research has been conducted at the Schmutzer Primate Center (PPS), Ragunan Zoological Park, Jakarta and Indonesia Safari Park (TSI), Bogor, from September 2007 to April The objects of the research were eight orangutan infants from Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus); their age were 1 month, 6 months, 1 year, and 2 years old. Focal animal and ad libitum sampling methods were used on the research. The observation was done on the development of orangutan infant behavior which based on resting, moving, feeding, playing, social, agonistic, and self care. Results indicated that based on the activity pattern, only Chelin (PPS3) and Kano (PPS4) were correspond to general activity pattern in natural habitat. Behavior development of moving and playing increased as orangutan infants grew up. Feeding behavior development did not show neither increase or decrease. However, social behaviour development decreased as they grew up. These findings indicated that the behavior development of moving and playing of orangutan infants in PPS nursed by their parents is better than those nursed by people, while, the development of social and feeding behavior of infants in PPS nursed by people is better than those nursed by their parents. Key words: orangutan infants, behavior development, parents, nurse.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa aaaaaaaaaaaaa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, aaaaaaaaaaaaaaa penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan aaaaaaaaaaaaaa kritik atau tinjauan suatu masalah aaaaaaaaaaaaab. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau aaaaaaaaaaaaaseluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB 6

7 7 Judul Tesis : Perilaku Anak Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Pusat...Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan dan Taman..Safari Indonesia Nama :.Idam Ragil Widianto Atmojo NIM :.G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc Ketua Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi S. DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro Tanggal Ujian : 28 Juli 2008 Tanggal Lulus :

8 Penguji luar pada ujian tesis: Ir. Dones Rinaldi, M.ScF 8

9 9 PRAKATA aaaaapuji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2007 hingga April 2008 ini ialah perilaku anak orangutan, dengan Judul Perilaku Anak Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Safari Indonesia. aaaaaterima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu drh. Yohana beserta staf, perawat satwa, dan keeper di Taman Safari Indonesia. Ibu Mimi, M.Si beserta staf dan keeper orangutan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, yang telah membantu selama pengumpulan data. aaaaaterima kasih juga disampaikan kepada alm. bapak tercinta semoga selalu mendapat kasih sayang Allah, mamah, kakak-kakakku (Mbak Ika dan Mbak Rita) atas segala doa, motivasi, dan dukungannya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Sahroni, S.Si, M.Si atas segala dukungan, semangat, dan kerjasamanya, serta seluruh mahasiswa Zoologi angkatan 2006 semoga kita selalu kompak. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh civitas akademika FKIP Unversitas Pakuan khususnya seluruh dosen Program Studi Pendidikan Biologi atas segala semangat dan doanya. Terakhir ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Hani Nursalbiyah Nasution, S.Pd atas segala motivasi, doa, perhatian dan kasih sayangnya. Bogor, Agustus 2008 Idam Ragil Widianto Atmojo

10 10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 13 Agustus 1983 dari ayah bernama Suripto dan ibu bernama Suwarti. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri Cibadak dan pada tahun 2005 penulis lulus dari Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pascasarjana IPB, penulis memilih Program Studi Biologi dan tertarik pada bidang Zoologi. Penulis berhasil menyelesaikan S-2 pada tahun 2008.

11 11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum.. 4 Habitat dan Penyebaran.. 5 Perilaku Orangutan. 6 Perkembangan Perilaku Anak Orangutan.. 8 Anak Orangutan di Habitat Eksitu Orangutan di Pusat Primata Schmutzer. 15 Orangutan di Taman Safari Indonesia 16 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. 17 Alat dan Objek Penelitian 17 Metode Pengamatan 17 Teknik Analisis Data 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Aktivitas Perilaku Bergerak Perilaku Makan Perilaku Istirahat Perilaku Bermain. 51 Perilaku Sosial. 59 Perilaku Agonistik Perilaku Merawat Diri (Self Care) SIMPULAN. 77 SARAN 77 DAFTAR PUSTAKA. 79 LAMPIRAN 83 iii v i

12 12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi umur orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus Pygmaeus) berdasarkan morfologi, umur, jenis kelamin, dan tingkah laku. aaaa4 2. Perkembangan kemampuan anak orangutan dan interaksi dengan ibunya aaaa Tahap perkembangan orangutan berdasarkan umur dan berat badan. aaaa Perilaku maternal orangutan di penangkaran Rekomendasi luas kandang satwa primata berdasarkan berat badan. aaaa Persentase perilaku harian seluruh individu aaaa Persentase pola aktivitas harian berdasarkan jam pengamatan. aaaa Berat badan anak orangutan di PPS dan TSI Daftar pakan PPS1 dan TSI1... aaaa Daftar pakan PPS2 dan TSI2... aaaa Daftar pakan PPS3 dan TSI aaaa 12. Daftar pakan PPS4 dan TSI4. aaaa ii

13 13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Penyebaran orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Pygmaeus) Grafik aktivitas anak orangutan berdasarkan jam pengamatan Grafik persentase perilaku harian anak orangutan selama penelitian Grafik rata-rata perilaku bergerak seluruh anak orangutan A. PPS1 sedang belajar bergelantungan meniru gerakan induk.. 26 B. TSI1 sedang belajar berajalan dibantu perawat A. PPS2 sedang bergelantungan di batang pohon B. TSI2 sedang berayun di batang pohon Grafik rata-rata perilaku makan seluruh anak orangutan selama penelitian A. PPS1 sedang menyusu pada induk 36 B. TSI1 sedang minum susu formula dibantu perawat A. PPS2 sedang mengambil makanan dari mulut induk B. TSI2 sedang minum susu tanpa bantuan perawat A. PPS3 sedang makan di pangkuan induk 41 B. TSI3 sedang minum susu di kandang tidur A. PPS4 sedang makan buah dengan 1 tangan.. 44 B. TSI4 sedang minum susu di kandang tidur Grafik rata-rata perilaku istirahat seluruh anak orangutan selama penelitian A. PPS1 sedang tidur diperut induk yang sedang istirahat 47 B. TSI1 sedang tidur sambil berpelukan A. PPS2 sedang tidur dekat induk.. 48 B. TSI2 sedang duduk di kandang tidur A. PPS3 sedang duduk di atas rumput 49 B. PPS3 sedang duduk di atas pohon buatan A. PPS4 sedang duduk di atas rumput 50 B. TSI4 sedang duduk di arena baby zoo dengan keeper Grafik rata-rata perilaku bermain seluruh anak orangutan selama penelitian. 52 iii

14 14 DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Halaman 18. A. PPS1 sedang bermain di ranting pohon bersama induk 54 B. TSI1 sedang memainkan boneka Grafik rata-rata perilaku sosial seluruh anak orangutan Selama penelitian A. PPS1 sedang interaksi dengan induk. 62 B. TSI1 sedang dimandikan perawat A. PPS2 sedang berinteraksi dengan induk di atas pohon 64 B. TSI2 sedang digendong perawat A. PPS3 sedang beronteraksi dengan induk B. TSI3 sedang berinteraksi dengan perawat A. PPS4 sedang berinteraksi dengan induk B. TSI4 sedang disisiri perawat Grafik rata-rata perilaku agonistik seluruh anak orangutan selama penelitian PPS4 sedang melakukan perilaku agonistik dengan orangutan lain Grafik rata-rata perilaku self care seluruh anak orangutan Selama penelitian.. 75 iv

15 15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar objek penelitian di PPS dan TSI Persentase perilaku anak orangutan berdasarkan jam pengamatan 85 v

16 16 PENDAHULUAN aaaaakeanekaragaman satwa yang terdapat di Indonesia cukup tinggi, sehingga Indonesia menempati lima besar negara dengan jumlah mamalia yang tinggi, termasuk di dalamnya adalah jumlah satwa primata yang lebih dari 40 spesies. Salah satu satwa primata yang berasal dari Indonesia adalah orangutan (Kaplan & Rogers 1994). Cuningham et al. (1988) mengemukakan orangutan merupakan satu-satunya golongan kera besar yang terdapat di daratan Asia. Satwa tersebut hanya terdapat di Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan, Indonesia. Orangutan merupakan salah satu satwa liar yang paling dikenal karena perilaku dan bentuk tubuhnya yang mirip manusia, serta tingkat kepandaiannya yang tinggi. Akibat keunikannya itu, orangutan menjadi satwa buruan untuk dijadikan peliharaan, sehingga kelangsungan hidup spesies ini terancam. aaaaasatwa primata ini memiliki perilaku yang komplek, karena otak yang telah berkembang lebih maju, sehingga dapat mengatasi masalah dan berperilaku lebih rumit. Adanya perilaku sosial, seperti lamanya waktu pengasuhan anak oleh induk merupakan salah satu bentuk perilaku yang terjadi pada satwa primata yang memiliki otak yang besar seperti orangutan (Hook 2000). Perburuan liar terhadap orangutan untuk diperdagangkan, dan dipelihara masih terus berlangsung karena lemahnya penegakan hukum. Sementara itu, kawasan yang seharusnya dilindungi untuk kepentingan konvervasi masih belum efektif melindungi satwa liar, khususnya orangutan (Meijaard & Rijksen 2001). aaaaaorangutan secara resmi bersatus sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan surat keputusan Mentri Kehutanan No. 522/kpts-II/1997, yang memperbaiki status orangutan sebagai jenis yang dilindungi penuh dan dilarang untuk ditangkap, dilukai, dibunuh, ditahan, diproses, dipelihara, dan diperdagangkan baik dalam keadaan hidup maupun mati. Menurut IUCN (2007), orangutan termasuk ke dalam satwa yang sangat kritis (critically endangered) dan termasuk ke dalam Apendiks 1 dalam CITES (2008) yang berarti satwa tersebut tidak boleh diperjualbelikan. aaaaafaktor penyebab lain semakin berkurangnya jumlah orangutan di habitat aslinya yaitu semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dengan pesat.

17 2 17 Menurut Meijaard & Rijksen (2001) penyebab berlanjutnya penurunan jumlah orangutan yaitu karena manusia dan orangutan menyukai habitat yang sama seperti di daerah sepanjang aliran sungai di lembah-lembah, di hutan-hutan, dan orangutan tidak dapat mempertahankan habitatnya yang tergusur akibat digunakan untuk permukiman oleh manusia, ditambah lagi dengan terdesaknya habitat mereka karena berkurangnya lahan hutan, adanya fragmentasi atau degradasi akibat konversi lahan hutan menjadi areal perkebunan, lahan pertanian, hutan tanaman industri, bahkan untuk tempat tinggal. Menurut Galdikas (1978) ketika persaingan untuk mendapatkan lahan terjadi, yang paling sering menjadi korban dan akhirnya tersisih adalah satwa-satwa yang hidup di hutan, salah satunya orangutan. aaaaadi beberapa tempat observasi, taman satwa, dan kebun binatang banyak ditemukan anak orangutan yang ditolak induknya. Hal ini menjadi menarik karena di habitat aslinya induk orangutan memiliki hubungan yang erat dengan anak, sehingga untuk mengambil anak orangutan tersebut dilakukan dengan membius bahkan membunuh induknya (Masteripieri et al. 2002). Permasalahan yang timbul selanjutnya adalah bagaimana memelihara anak orangutan yatim piatu akibat penolakan oleh induk atau ketidakmampuan induk merawat anak, sehingga pengetahuan mengenai perawatan anak orangutan sangat diperlukan. Menurut Kaplan dan Rogers (1994) kesalahan merawat dapat menyebabkan anak orangutan tersiksa hidupnya dan akibat terburuk adalah kematian. aaaaabayi orangutan memiliki kemampuan yang masih terbatas untuk melakukan aktivitas. Menurut Chalmers (1980) bayi primata mempunyai sensor yang akan berkembang dengan cepat untuk mengenal lingkungan pada usia 2 sampai 4 bulan. Penglihatan merupakan sensor yang sudah berkembang dengan baik pada usia tersebut, bayi orangutan secara bertahap akan menjadi lebih aktif. Perilaku yang ditunjukkan oleh bayi orangutan berawal dari perilaku pasif menjadi perilaku sederhana sampai menghasilkan perilaku komplek dan rumit hingga bervariasi. Bayi primata membutuhkan waktu cukup lama bersama induknya agar menjadi individu yang mandiri lewat pembelajaran dengan induknya. aaaaaorangutan yang hidup di luar habitat aslinya memiliki kelangsungan hidup yang sangat berbeda. Untuk menanggulangi hal ini manusia mencoba membangun

18 183 berbagai macam fasilitas yang menyerupai habitat aslinya. Pada beberapa taman satwa, permasalahan yang ditemukan adalah adanya penolakan dan atau ketidak mampuan induk orangutan untuk merawat anak yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, diperlukan perawatan oleh manusia, dan penanganan ini harus mendapat perhatian yang serius, terutama yang berkaitan dengan perawatan dan pemiliharaan anak orangutan. Oleh karena itu, informasi yang berkaitan dengan perawatan anak orangutan oleh induk maupun oleh perawat menjadi penting. aaaaadi Indonesia, terdapat dua kebun binatang yang secara khusus melakukan konservasi pada orangutan, khususnya orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus) yaitu Taman Margasatwa Ragunan (TMR) yang terdapat di Jakarta dan Taman Safari Indonesia (TSI) yang berada di Cisarua Bogor. Perbedaan dari kedua kebun binatang ini terletak pada penanganan anak orangutan. TMR mempunyai pusat satwa primata yang diberi nama Pusat Primata Schmutzer (PPS) yang secara khusus memelihara satwa-satwa primata. Di PPS, anak orangutan dipelihara dan diasuh oleh induknya, sedangkan di TSI selain memiliki koloni orangutan yang mengasuh anaknya secara langsung, TSI juga memiliki anak orangutan yang diasuh oleh perawat. aaaaadalam konservasi eksitu sangat diperlukan informasi berupa perilaku harian dari anak orangutan yang dirawat oleh induknya dan perilaku anak orangutan yang dirawat oleh manusia (perawat). Berdasarkan informasi tersebut kita dapat mengetahui perbedaan perkembangan tingkah laku yang bermanfaat dalam penentuan langkah-langkah selanjutnya dalam usaha pengelolaan dan pelestarian orangutan di PPS dan TSI. aaaaapenelitian ini bertujuan untuk menerangkan perbedaan antara perkembangan tingkah laku, dari anak orangutan yang diasuh oleh induknya di Pusat Primata Schmutzer (PPS) dan anak orangutan yang diasuh oleh perawat di Taman Safari Indonesia (TSI). Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dasar tingkah laku, sebagai acuan untuk meningkatkan usaha perawatan, pengelolaan, dan pelestarian anak orangutan di PPS dan di TSI khususnya serta di seluruh kawasan Indonesia pada umumnya.

19 19 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum aaaaaorangutan merupakan satu-satunya golongan kera besar yang terdapat di daratan Asia. Di Indonesia, orangutan terdapat di pulau Sumatra dan Kalimantan (Cuningham et al.1988). Orangutan memiliki kekerabatan yang cukup dekat dengan manusia, perkembangan dan perilaku yang dimiliki tidak jauh berbeda dengan manusia, termasuk di dalamnya kecerdasan yang dimiliki orangutan (Nadler & Codner 1983). Menurut Groves (1972) orangutan termasuk kelas Mamalia dengan ordo Primata, Famili Pongidae dan memiliki genus Pongo, dengan nama spesies Pongo pygmaeus. Selanjutnya menurut Chemnick dan Ryder (1993) Pongo pygmaeus dibagi ke dalam dua sub spesies berdasarkan kromosom dan DNA mitokondria, yaitu orangutan Sumatra (Pongo pygmaeus abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus). aaaaamenurut Kaplan & Rogers (1994) orangutan dapat diklasifikasikan menjadi tujuh golongan berdasarkan morfologi, umur, jenis kelamin, dan tingkah laku (Tabel 1). Perbedaan yang jelas antara orangutan dewasa dengan anak adalah terdapat daerah terang pada mata dan mulut anak orangutan. Warna rambut coklat dengan tipe rambut bayi yang masih berdiri dan jarang, daerah terang di sekitar mata dan mulut, warna rambut, serta tipe rambut akan berubah seiring dengan pertambahan umur (Kuze et all, 2005). TabelA1.AKlasifikasi umur orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus AAAAAAApygmaeus) berdasarkan morfologi, umur, jenis kelamin, dan AAAAAAAtingkah laku No Klasifikasi Umur 1. Bayi (0-2,5 tahun) 2. Anak (2,5 7 tahun) 3. Remaja (7 10 tahun) Morfologi Warna rambut coklat muda dengan bercak hitam diseluruh tubuh Warna tubuh coklat tua dengan bercak putih yang hampir pudar Warna tubuh coklat terang atau mengkilap dibanding individu dewasa dengan ukuran tubuh Tingkah laku Masih tergantung pada induknya. Pergerakan sudah bebas tapi masih mengikuti tingkah laku induk dalam beraktivitas. Tingkah laku sudah terpisah dari induk, dan perkembangan

20 205 Tabel 1. (Lanjutan) 4. Jantan pradewasa (10 15 tahun) 5. Betina dewasa (12 35 tahun) 6. Jantan dewasa (12 35 tahun) 7. Umur lanjut (> 35 tahun) Sumber : Kaplan & Rogers (1994) Terdapat bantalan pipi dan kantung suara mulai berkembang. Wajah terlihat mulai hitam dan ukuran tubuh lebih besar atau relatif sama dengan ukuran tubuh betina dewasa Wajah terlihat hitam dan berjanggut, sekilas sulit dibedakan dengan individu jantan pra dewasa. Betina dewasa tidak memiliki bantalan pipi. Ukuran tubuh dua kali lebih besar dari ukuran tubuh betina dewasa, dan terdapat bantalan pipi dan kantung suara yang sudah besar. Wajah terlihat hitam, dengan rambut berwarna hitam kusam Kulit tubuh mulai keriput, rambut semakin tipis dan jarang. tingkah laku sosial mulai terlihat. Pada individu betina mulai terjadi pematangan seksual. Pematangan seksual mulai terlihat dan mulai terjadi pemilihan pasangan. Dalam pergerakan biasanya diikuti oleh anak. Hidup secara soliter. Sering menyuarakan seruan panjang. Di tempat pemeliharaan, berat orangutan jantan dapat mencapai 150 kg. Sedangkan berat orang utan betinanya dapat mencapai kisaran 70 kg. Pergerakan semakin lambat dan kadang terlihat bergerak di permukaan tanah. Pada individu jantan bantalan pipi dan kantung suara mulai menyusut. Habitat dan Penyebaran aaaaamenurut Rijksen (1978) sisa prasejarah orangutan dapat ditemukan di guagua bagian selatan China, Vietnam utara dan Sumatera. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa penyebaran hewan ini lebih luas pada masa lampau, bahkan mungkin meliputi seluruh Jazirah Asia Tenggara (Dataran Sunda). Orangutan hidup di hutan tropik dataran rendah, rawa-rawa, sampai hutan perbukitan dengan ketinggian 1500 mdpl. Pada umumnya, di hutan Kalimantan orangutan hidup di hutan primer, dan sekunder (Gambar 1). Namun seiring adanya kerusakan hutan, orangutan diidentifikasi berada di pinggiran pemukiman

21 216 penduduk (Meijaard & Rijksen 2001). Orangutan tidak memiliki dominasi terhadap satu jenis pohon atau vegetasi (Rijksen 1978). Gambar 1. Penyebaran Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus) Sumber: Meijaard & Rijksen (2001) Perilaku Orangutan aaaaaperilaku yang dilakukan satwa sangat tergantung pada lingkungan di sekitarnya. Pada umumnya, perilaku utama orangutan dapat dibagi menjadi empat yaitu bergerak, makan, istirahat, sosial (Simanjuntak, 1998). aaaaaperilaku bergerak merupakan salah satu perilaku yang ditunjukan oleh satwa. Berdasarkan Maple et al. (1978) pergerakan arboreal sangat kurang dilakukan orangutan di penangkaran dibandingkan di alam. Hewan yang berada di penangkaran lebih banyak bergerak di tanah secara bipedal atau kuadrupedal. Hal ini sesuai menurut Galdikas (1978) bahwa pergerakan normal yang dilakukan adalah memanjat dan berjalan di antara cabang, sedangkan pergerakan di atas tanah sangat jarang terjadi di alam. aaaaaperilaku makan merupakan segala aktifitas yang meliputi kegiatan untuk menggapai, mengolah, memegang mengunyah dan menelan makanan (MacFarland 1993). Makanan utama orangutan adalah buah-buahan (sekitar 60%), selain itu makan daun dan bunga. Namun di alam jika tidak terdapat makanan, orangutan pernah terlihat mengkonsumsi kulit kayu, dan berbagai jenis serangga. Menurut beberapa peneliti, orangutan dapat mengkonsumsi 300 jenis tumbuhan di hutan (Supriatna & Wahyono 2000).

22 22 7 aaaaaperilaku istirahat adalah perilaku yang dilakukan oleh orangutan saat tidak melakukan pergerakan apapun, misalnya duduk, berdiri, tidur pada cabang pohon, atau berada dalam sarang (Galdikas 1978). Menurut Fagen (1981), primata muda terbukti menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain dibandingkan kelompok usia lain. Sebagian bayi dan anak-anak, bermain seringkali diawali dengan bermain wajah, yang digambarkan sebagai pelemasan (membuka mulut lebar). Ketika orangutan tumbuh dewasa perilaku bermain berubah. Perilaku bermain sering ditemukan pada anak-anak, tetapi hampir semua hewan terus bermain hingga masa dewasa. Saat hewan muda tumbuh dewasa dan matang perilaku bermain manjadi lebih menyerupai imitasi, mereka mulai meniru penampilan dominan dan berkelahi sebagai anak-anak. Pada usia anak-anak, tujuan bermain adalah untuk mempelajari tentang lingkungan, sedangkan pada usia remaja, bermain menjadi cara berprilaku dalam suatu kelompok (Poirier et al. 1977). Bermain merupakan bagian terpenting dari hidup anak, bermain adalah cara untuk mempelajari lingkungan, merupakan suatu bentuk pelatihan dan merupakan cara untuk dapat mempelajari tingkah laku sosial yang berbeda (Saczawa 2005). Menurut hasil penelitian Zucker et al. (1995) menunjukkan bahwa anak orangutan di kebun binatang yang hidup berkelompok dengan yang seusia mereka cenderung lebih banyak bermain. Anak orangutan yang berumur kurang dari setahun selalu bersama ibunya sepanjang waktu. aaaaacunningham et al. (1988) mengemukakan bahwa orangutan merupakan primata semi soliter. Pada saat tertentu akan hidup berkelompok, terutama saat musim buah dan musim kawin. Dalam kelompok, terjadi interaksi sosial, salah satunya adalah proses belajar, terutama pada betina muda dalam hal mengasuh anak. Orangutan merupakan satwa diurnal maka aktivitasnya banyak dilakukan pada siang hari. Menurut Fagen (1993) meskipun orangutan sering dianggap hewan yang sangat soliter, induk dan anak terlihat mencari makan bersama. Pada waktu makan induk dan anak mempunyai kesempatan untuk belajar dan bermain bersama. aaaaamenurut Charmels (1980) terdapat hubungan yang erat antara perkembangan perilaku sosial, seperti komunikasi, menelisik (grooming), perilaku bermain dan seksual dengan kempuan sensorik, gerak tungkai dan koordinasi sensoris serta

23 23 8 motorik. Orangutan betina akan melahirkan setelah 9 bulan masa kebuntingan. Anak akan mengikuti induknya sampai dengan usia 5 sampai 6 tahun. Hidup anak orangutan selama masa menyusui sangat tergantung terhadap induknya, karena belum dapat mencari makanannya sendiri. Selama masa tersebut, induk orangutan akan mengajarkan anaknya untuk hidup mandiri dan mencari makanan sendiri (Kaplan & Rogers 1994). Betina dan anaknya cenderung arboreal, sementara pejantannya lebih cenderung terestrial karena tubuhnya yang besar. Namun, semua orangutan membangun sarang di atas pohon untuk tidur pada malam hari dan tempat beristirahat pada siang hari (Cizsek dan Schommer 1999). aaaaasalah satu perilaku sosial yang sering dilakukan oleh anak dan induk adalah menelisik (grooming) yang merupakan kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit, dimana aktifitas ini sering dijumpai pada primata yang berlangsung saat istirahat atau makan. Saat melakukan menelisik primata menggunakan kedua tangannya untuk menarik, menyibak, menyisir dan mencari kuti atau kotoran (Chalmers 1980). Menelisik (grooming) dapat dilakukan sendiri (autogrooming) yang termasuk ke dalam perilaku merawat diri (self care) maupun dengan individu lain (allogrooming). aaaaabagi primata, perilaku menelisik merupakan suatu bentuk komunikasi, yaitu komunikasi dengan sentuhan (Grier 1984), selain itu menelisik berfungsi untuk memperkuat hubungan antar individu dalam suatu kelompok serta meredakan ketegangan pada saat terjadi konflik di antara individu (Wood-Gush 1993). aaaaaperilaku agonistik adalah interakasi negatif yang dilakukan anak dengan individu lain, meliputi perilaku merebutkan makanan, mainan, daerah, dan dominasi, sedangkan perilaku merawat diri (self care) adalah perilaku yang dilakukan anak orangutan untuk merawat dirinya seperti, membersihkan diri, menelisik diri sendiri (autogrooming), buang air kecil dan defekasi, meregangkan badan, dan menguap (Maple 1980). Perkembangan Perilaku Anak Orangutan aaaaaanak orangutan di alam bebas merasakan betapa kuatnya perlindungan yang diberikan oleh induk sampai mereka tumbuh dewasa. Hal ini terjadi di habitat aslinya, ibunya mengajarkan mereka tentang lingkungan, makanan, teman atau

24 24 9 musuh. Induk orangutan tidak segan-segan untuk berkelahi dan mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi anaknya yang berada dalam pelukan. Begitu kuatnya perlindungan induk sehingga untuk mengambil anaknya di habitat aslinya, harus membunuh induknya (Maple 1980). aaaaamenurut Horr (1975) serta Kaplan dan Rogers (1994) perkembangan perilaku anak orangutan akan berkembang sesuai dengan bertambahnya usia (Tabel 2). Anak orangutan di alam pada 6 bulan pertama akan selalu menempel pada induknya. Bayi orangutan memiliki daya ingat yang baik terhadap rangsangan sosial dan non sosial, mereka dapat mengenali wajah dan suara induknya (Maple 1980). Tabel 2. Perkembangan kemampuan anak orangutan dan interaksi dengan AAAAAA induknya Umur Kemampuan Anak Orangutan 1 hari - Bayi dapat mencari dan menyusu pada puting susu induknya - Bayi digendong induknya, dan dibuai 2 hari sampai 5 hari - Bayi dapat menyusu pada induknya - Bayi bergelantung pada induknya 1 sampai 6 bulan - Bayi masih menyusu pada induknya -.Tidak bisa meninggalkan tubuh induknya namun dapat Abergerak - Bayi dapat bergelantung pada tubuh induknya 8 sampai 12 bulan - Bayi masih menyusu pada induknya -.Bayi sudah dapat mengunyah beberapa makanan di cabang pohon ayang dekat - Bayi sudah dapat bergelantungan di cabang pohon yang dekat -.Sudah berani meninggalkan induknya ketika induk tidur Aatau makan -.Mampu meniru perilaku induk, seperti perilaku saat induknya amakan, adan memanipulasi objek-objek - Mencoba mendirikan sarang -.Mampu berkomunikasi dengan induknya melalui senyuman dan abelaian 2 tahun -.Anak orangutan sudah mampu memakan dedaunan yang Ajauh dari ainduknya -.Mampu berpergian dengan jarak 18 sampai 27 meter dari A Ainduknya, anamun masih berada di belakang induknya ketika berjalan adi tanah - Berlangsung proses penyapihan 3,5 tahun -.Mampu melewati pohon-pohon dengan bergelantungan, namun asesekali masih dibantu oleh induknya - Mampu meniru gerakan induknya yang lebih sulit - Induk sudah mengatur jarak dengan anaknya 4,5 sampai 6 tahun -.Induk sudah mulai menolak anaknya dengan mendorong Amenggunakan tangannya atau dengan suara-suara -.Induk orangutan sesekali mencegah anaknya masuk keadalam sarang -.Mampu membuat sarang dengan sederhana, dan mencari Amakanan asendiri -.Mampu berpindah dari satu pohon ke pohon yang lainatanpa bantuan ainduknya - Mampu membedakan buah, atau daun yang dapat dimakan Aatau tidak Sumber : Horr (1975) serta Kaplan dan Rogerss (1994).

25 25 10 aaaaapada tengah tahun pertama, anak akan mulai lepas dari induknya, dan mulai bergerak sendiri. Pada akhir tahun pertama, anak bisa berada di atas pohon beberapa meter dari induknya. Namun terlihat lutut masih lemah dan tidak seimbang, dan terlihat mulai sedikit bergantungan pada ranting. Akhir tahun kedua, kemampuan bergerak sudah terlihat baik, meskipun berat dan panjang anak orangutan tersebut sedikit bertambah. Anak tersebut juga mulai berayun di pohon dengan satu tangan. Pada tahun ketiga dan keempat masih mengikuti induknya, namun dia bisa bermain dengan orangutan lain (Cuningham et al. 1988). Menurut MacKinnon (1974) dan Rijksen (1978) terdapat perbedaan tahap perkembangan bayi orangutan berdasarkan umur dan berat badan (Tabel 3). Tabel 3. Tahap perkembangan orangutan berdasarkan umur dan berat badan Tahap kehidupan Bayi (infant) Anak-anak (Juvenile) Umur (tahun) Berat Badan (kg) Karakteristik A B A B 0-2 ½ 0-2 ½ Memiliki karakteristik sebagai hewan yang sangat kecil dan sangat tergantung pada induknya dalam hal makanan dan cara berpergian (A). Sedangkan menurut Rijksen karakteristiknya adalah lingkaran sekitar mata dan mulut memiliki pigmen berwarna terang kontras dengan pigmentasi wajah yang lebih gelap; rambut di sekeliling wajah panjang dan agak mengarah ke luar, selalu digendong induknya selama berpergian; sangat tergantung pada induknya dalam hal makanan; tidur disarang bersama induknya (B) 2 ½ ½ Hewan kecil yang mulai mandiri dalam hal mencari makanan, bepergian tapi masih hidup bersama induknya (A). Hewan ini masih sering digendong oleh induknya, tapi dapat menjelajah sendiri dalam wilayah yang dekat; sering bermain sendiri dan kadang bersama sesama orangutan muda; awalnya masih tidur bersama induknya; tapi kemudian membangun sarang sendiri berdekatan dengan sarang induknya; pada akhir tahap ini induknya mulai dapat memiliki bayi lain dan perhatian pada anaknya itu sedikit berkurang. Karakter wajah sama seperti pada bayi (B). Ket: A. Mackinnon; B. Rijksen Sumber : Mackinnon (1974) dan Rijksen (1978)

26 2611 aaaaamenurut Kaplan dan Rogers (1994) tidak seperti spesies primata lain, induk orangutan memberikan seluruh pengalaman hidupnya bagi bayi mereka. Induk orangutan merupakan satu-satunya alat transportasi, dukungan, makanan, pengalaman belajar yang mendasar. Induk orangutan satu-satunya pemberi perhatian, dan anak orangutan bergantung sepenuhnya pada kemampuan dan perhatian induk. Cara pengungkapan kasih sayang terhadap induknya ditunjukan dengan berbagai cara seperti membuka mulut lebar-lebar atau menyisir rambut induknya lalu induk akan membalas dengan menyediakan makanan dan membantunya berpindah tempat. Menurut Maple (1980) menyatakkan bahwa seringkali induk merespon kasih sayang anak dengan memberi pelukan dan gendongan. aaaaapada 12 bulan pertama kehidupannya, perilaku bersosial sangat tinggi sampai setelah tahun-tahun pertama kehidupannya. Bayi orangutan mengkomunikasikan kasih sayang terhadap induknya melalui beberapa cara yang berbeda-beda. Bayi orangutan menunjukan gigi atau gusinya (senyum), membuka mulutnya lebar-lebar, menggigit wajah induknya dengan lembut, menjilati bibir, mulut, tangan dan dan ujung jari-jari induknya (Horrisson 1960). Induk orangutan akan menjaga anaknya hingga benar-benar dewasa. Pada masa awal, induk akan memastikan anaknya menempel pada tubuhnya. Meski pada waktu-waktu tertentu anaknya berusaha menjelajah sendiri, dia akan mengawasinya dengan ketat dan akan membuat suara panggilan jika anaknya itu berada terlalu jauh. Anak orangutan yang telah remaja sekalipun masih selalu berada dekat induknya (Maple 1980). Perilaku maternal dari orangutan di penangkaran (habitat eksitu) (Tabel 4). Tabel 4. Perilaku maternal orangutan di penangkaran Perilaku Menggendong dalam buaian Memeluk Mendorong Gendongan ventral Gendongan dorsal Berpegangan erat Menyusui, membantu menyusui Berhenti menyusui Melindungi Menunjukan bayi Berdiri sambil menggapai Penjelasan membuai bayi di lantai atau dalam gendongan memeluk bayi di lantai maupun di atas pohon mendorong bayi secara ventral atau dorsal di lantai bayi digendong di atas ventrum induk bayi digendong di atas dorsal induk bayi berpegangan erat pada induknya induk mendekatkan bayi ke arah puting induk menjauhkan bayi dari putting melindungi bayi dari hewan lain atau serangan fisik mempertontonkan bayi pada hewan lain bayi berdiri sambil berusaha menggapai induknya

27 Tabel 4. (Lanjutan) 2712 Memukul atau mengenggam Bergulat Mencari makanan; Memberi makanan: Adu mulut: Panggilan panjang Rengekan Ekspresi wajah Menguap Memanjat Berjalan Berayun inspeksi olfaktori Mengulurkan tangan Sentuhan Bergantungan sendiri Melatih manipulasi Menghisap jari Bergerak dengan kontak Sumber: Maple (1980) melakukan kontak dengan hewan hewan dengan tangan terbuka atau kepalan bergulat dengan atau berguling dengan hewan lain merebut makanan dari mulut atau tangan hewan lain memberi makanan pada hewan lain resiprokal, gigitan non-agresif vokalisasi yang dalam dan berkelanjutan vokalisasi yang dibaut dengan tarikan nafas melalui bibir yang dijulurkan memperlihatkan gigi, mulut agak terbuka, ujung mulut ditarik ke belakang; memperlihatkan gigi: membuka mulut dengan gigi langsung terlihat pada hewan lain memanjat tubuh hewan lain, tali atau benda lain berjalan secara kuadrupedal dan bipedal gerakan mengayun tangan mengendus tangan sendiri setelah melakukan kontak dengan hewan lain, atau membaui tubuh hewan lain mengulurkan tangan pada hewan lain, kontak tangan, kontak mulut; membersihkan tubuh hewan lain, membersihkan tubuh sendiri bayi bergantung pada batang besi sendiri induk meletakan tangan bayi pada pipa atau batang besi menghisap jari kaki atau jari tangan sendiri atau jari hewan lain bayi bergerak sambil melakuan kontak dengan induk aaaaamenurut Maple et al. (1978) terdapat contoh perilaku penyapihan antara induk dan bayinya yang terjadi selama minggu ke-18, awalnya induk orangutan akan menjauhkan anaknya dan selolah mencoba mengajarinya bergelantungan di atas pipa. Sedangkan menurut Harrison (1962) menyatakan pada usia 3 bulan induknya telah mencoba mengajarinya memanjat dengan cara menggendong anaknya pada satu tangan dan tangan yang lain mengayun pada besi kandang serta bayi orangutan diajari secara langsung oleh induknya selama 4 sampai 5 tahun kemudian belajar melalui teman-temannya. aaaaamenurut Maple (1980) kemampuan maternal adalah kegiatan yang dapat dipelajari, meski masih menimbulkan perdebatan tetapi terdapat bukti kuat bahwa bayi orangutan betina yang dipisahkan dari induknya sebelum masa belajarnya selesai akan mengalami gangguan psikologis dan tidak mampu menjadi induk yang baik. Orangutan belajar melalui berbagai cara, pertama mereka meniru induknya, meniru apa yang diucapkan, meniru cara makan hingga dahan yang dipilih untuk berayun, kedua melalui pengamatan dan deduksi, ketiga melalui coba-coba dengan cara mengendus atau merasakan.

28 28 13 aaaaaperkembangan anak orangutan dapat diketahui dengan mengamati perkembangan kemampuan anak orangutan, sesuai penelitian MacKinnon (1974) dan Rijksen (1978), bahwa terdapat perbedaan tahap perkembangan bayi orangutan berdasarkan umur. Selain itu, menurut Kaplan dan Rogers (1994) perkembangan perilaku anak orangutan akan berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Berdasarkan hasil para peneliti tersebut, perkembangan perilaku anak orangutan dapat diketahui berdasarkan kemampuan dalam perilaku bergerak, bermain, makan (feeding), dan perilaku sosial. Anak Orangutan di Habitat Eksitu aaaaaorangutan bisa ditemukan di beberapa kebun binatang yang terdapat di dalam dan luar negeri. Seperti satwa liar lainnya, orangutan memerlukan habitat yang sesuai dengan tempat hidupnya di alam. aaaaaorangutan di kebun binatang memerlukan tempat yang mendukung pergerakan dan kehidupannya. Kelahiran anak orangutan telah banyak terjadi, dan tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di kebun binatang di luar negeri. Kelahiran bayi orangutan yang pertama di daratan Continental dan Amerika adalah pada tahun 1982 di Berlin, namun bayi pasangan orangutan Kalimantan tersebut mati setelah satu tahun karena adanya infanticide (pembunuhan bayi) dan air susu yang dimiliki induk tidak keluar, sehingga mengalami kekurangan nutrisi (Harrisson 1986). aaaaakelahiran anak tersebut tentunya didukung oleh keadaan lingkungan, tingkat stres serta makanan yang diterima. Namun keberhasilan kelahiran orangutan akan berhubungan dengan keberhasilan anak orangutan tersebut untuk bertahan hidup sampai dewasa di habitat eksitu. Keberhasilan ini dapat dipantau dari perilaku harian anak orangutan tersebut (Meijaard & Rijksen 2001). aaaaaharrisson (1960) menyarankan sembilan langkah penting dalam merawat bayi orangutan di penangkaran eksitu: 1) jauh dari tanah; 2) mampu meraih dan menggapai tali atau batang dengan cepat sehingga melatih tungkai mereka; 3) memiliki banyak daun segar untuk dikunyah dan dimainkan; 4) berada di luar

29 2914 ruangan; 5) berada di bawah sinar matahari dan dalam kondisi hujan hampir setiap hari; 6) diberi selimut saat malam hari; 7) memberi pelukan; 8) tidak ada orang asing dan yang terpenting tidak ada orang yang memiliki penyakit flu atau paruparu yang bernafas di dekat bayi orangutan; 9) memiliki waktu makan, mandi dan tidur yang rutin dan teratur. aaaaafaktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada saat mendisain suatu kandang antara lain adalah: 1) memberikan kenyamanan fisik pada satwa yang sedang dikandangkan; 2) sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan normal satwa; 3) pemeliharaan yang sesuai dan mampu menjaga kesehatan satwa; 4) kandang harus memenuhi syarat penelitian dan perawat satwa (Bennet et al. 1995). Menurut Iskandar (2007) faktor yang mendukung keberhasilan suatu program penangkaran diantaranya: 1) ketertarikan antara pasangan; 2) ukuran dan bentuk kandang yang sesuai dengan pola pergerakan di alam; 3) pengayaan lingkungan yang dapat mendukung terjadinya pola tingkah laku yang sesuai di alam; 4) jenis pakan; 5) lokasi kandang; 6) kontrol kesehatan. Ukuran kandang satwa primata berdasarkan bobot badan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rekomendasi Luas Kandang Satwa Primata Berdasarkan Berat aaaaaaaa Badan Satwa Primata Berat Luas Individu Tinggi (kg) ft 2 m 2 in cm Monyet Kelompok 1 1 1,6 0, ,80 Kelompok 2 3 3,0 0, ,20 Kelompok ,3 0, ,20 Kelompok ,0 0, ,28 Kelompok ,0 0, ,44 Kelompok ,0 0, ,84 Kelompok 7 > 30 15,0 1, ,84 Kera Kelompok ,0 0, ,70 Kelompok ,0 1, ,40 Kelompok ,0 2, ,36 Sumber: Institute of Laboratory Animal Resources, Commission on Life Sciences National aaaaaaa Research Council (1996)

30 30 15 Orangutan di Pusat Primata Schmutzer (PPS) aaaaapusat Primata Schmutzer terletak di dalam Kompleks Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Pusat Primata Schmutzer merupakan hibah dari mendiang Nyonya Puck Schmutzer dan diresmikan pada tahun 2002 oleh Gubernur Sutiyoso. PPS mulai dikelola oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sejak tanggal 2 Mei PPS memiliki 16 jenis primata yang berasal dari dalam dan luar negeri. Area ini memiliki luas 13 ha. Di dalamnya terdapat kandang luar (enclosure) gorila, simpanse dan orangutan, serta kandang-kandang primata jenis monyet dan kera (Laporan PPS 2007). aaaaamenurut Laporan PPS (2007) kandang luar yang terdapat di PPS diberikan beberapa pengayaan (enrichment) yang dapat membuat satwa seperti berada di habitatnya. Kandang luar untuk orangutan mempunyai luas 2 ha dan dibagi menjadi dua area yang dipisahkan dengan adanya terowongan orangutan. Dalam kandang luar ini terdapat berbagai pengayaan yang dipergunakan untuk satwa tersebut, baik buatan (artifisial) maupun asli. Seperti pohon, pohon buatan, tali karet, ban mobil bekas dan sebagainya. Saat malam, orangutan tersebut dimasukkan ke dalam kandang tidur yang terdapat di area bawah terowongan orangutan. Selain 2 enclosure, orangutan juga terdapat di kandang sentral. Kandang ini dipergunakan untuk memisahkan orangutan tertentu yang tidak dapat dimasukan dalam kelompok orangutan lainnya, seperti induk dengan anak yang dipisahkan dari individu lain. Kandang sentral mempunyai luas 100 m 2 yang mempunyai alas pasir dengan pengayaan berupa tali karet, pohon buatan, dan ban bekas. aaaaapps memiliki 14 individu anak orang orangutan, terdiri dari hasil sitaan sebanyak 10 individu dan sumbangan masyarakat yang telah sadar tentang satwa liar, sedangkan 4 individu orangutan merupakan kelahiran di PPS. Beberapa orangutan yang terdapat di PPS telah dapat membangun sarang di atas pohon. Beberapa dari orangutan itu pun mulai tidak masuk ke dalam kandang, dan mulai menyukai berada di alam terbuka (Laporan PPS, 2007).

31 31 16 aaaaamenurut Badan Meteorologi dan Geofisika (2007) Jakarta, daerah Margasatwa Ragunan mempunyai suhu sekitar C, kelembaban rata-rata 30-50%, dengan curah hujan rata-rata sekitar mm per bulan dari September 2007 sampai April 2008, sehingga daerah PPS cenderung panas. Orangutan di Taman Safari Indonesia (TSI) aaaaataman Safari Indonesia memeliki beberapa fasilitas yang merupakan bagian dari sarana pengelolaan satwa, meliputi rumah sakit khusus anak satwa (nursery), tempat anak satwa (baby zoo), dan beberapa kandang untuk anak satwa. Taman Safari memiliki 16 jenis satwa primata yang berasal dari dalam dan luar negeri (Laporan TSI, 2007). aaaaaluas tempat bermain untuk anak orangutan di nursery adalah 25 m 2 dengan pengayaan berupa talang besi, ban bekas, dan tali. Di depan nursery terdapat pohon buatan tempat anak orangutan berusia satu tahun belajar bergelantung, memanjat dan bermain. Baby zoo yang mempunyai luas 30 m 2 merupakan tempat khusus bagi para pengunjung untuk berfoto bersama anak orangutan. Arena baby zoo mempunyai pengayaan berupa tali-tali untuk bergelantungan, ban bekas untuk bermain, dan pohon buatan (Laporan TSI, 2007). aaaaasaat pagi semua anak orangutan diberi makan atau minum susu, lalu anak orangutan tersebut mulai diasuh oleh perawat. Di rumah sakit satwa terdapat 6 orang perawat. Satu perawat mengasuh 4 individu anak orangutan. Saat malam orangutan tersebut dimasukkan ke dalam kandang tidur di rumah sakit hewan TSI, orangutan dipisahkan berdasarkan umurnya dan dijaga oleh perawat. aaaaamenurut Badan Meteorologi dan Geofisika (2007) Cisarua Bogor, daerah Taman Safari Indonesia (TSI) mempunyai suhu sekitar C, kelembaban 60-70%. Curah hujan di daerah sekitar TSI cukup tinggi rata-rata sekitar mm per bulan dari September 2007 sampai April 2008.

32 32 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian aaaaapenelitian dilakukan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan dan di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. Dari bulan September 2007 sampai April Alat dan Objek Penelitian aaaaaalat yang digunakan dalam penelitian antara lain teropong binokuler, kamera, alat pengukur waktu (stopwatch), Rh meter, dan termometer. Objek penelitian adalah delapan anak orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus) (lampiran 1). Di PPS terdapat empat individu anak orangutan semuanya lahir di PPS yaitu Olif (usia 1 bulan), Mio (usia 6 bulan), Chelin (usia 1 tahun), dan Kano (usia 2 tahun) semuanya diasuh oleh induk mereka. Di TSI terdapat lebih dari 18 individu anak orangutan, namun hanya 4 individu anak orangutan yang mempunyai usia sama dengan anak orangutan di PPS yaitu Muti (usia 1 bulan), Aming (usia 6 bulan), Toti (usia 1 tahun), dan Dika (usia 2 tahun) yang semuanya diasuh oleh perawat. Metode Pengamatan aaaaapenelitian menggunakan dua metode yaitu focal animal sampling dan ad libitum. Metode focal animal sampling yaitu mengamati satu individu dalam satuan waktu tertentu (2 jam pengamatan setiap individu dalam satu hari), serta mencatat perilaku yang dilakukan oleh individu tersebut dan menghitung frekuensi serta waktu yang diperlukan untuk melakukan perilaku tersebut, sedangkan metode ad libitum yaitu mengamati seluruh tingkah laku individu secara keseluruhan, metode ini sangat penting untuk melihat kejadian-kejadian yang jarang terjadi dan penting, termasuk interaksi dengan individu lain (Martin & Bateson 1986).

33 33 18 aaaaaperilaku anak orangutan dicatat selama 8 jam setiap harinya dari pukul sampai pukul Perilaku yang terjadi pada satu individu dalam durasi 2 jam dicatat seluruhnya, selanjutnya pencatatan perilaku dilakukan pada individu lainnya dengan durasi yang sama diselingi jeda waktu antara dua pengamatan. Pengamatan dilakukan sejak anak orangutan keluar dari kandang tidur hingga kembali masuk ke dalam kandang tidur. Data perilaku harian yang dicatat berupa: perilaku bergerak, makan, istirahat, bermain, sosial, agonistik, dan perilaku merawat diri (self care) (Maple 1980). aaaaadata pola perilaku dikelompokkan sesuai dengan jenis aktivitas yang dilakukan setiap hari. Perilaku bergerak: merangkak, merayap, berjalan bipedal, berjalan kuadrupedal, memanjat, bergantung dengan tangan, bergantung dengan tangan dan kaki, menyeret tubuh, berayun dan lain-lain. Perilaku makan meliputi: makan buah, rumput, daun, susu induk, umbi, kacang-kacangan, tanah atau pasir, dan lain-lain. Perilaku istirahat meliputi: tidur, duduk, berdiri diam, terlentang, tengkurap, dan menempel pada induk. Perilaku bermain meliputi: bermain sendiri, memainkan benda (daun, ranting, tanah atau pasir, buah, boneka, sayuran, buah, dan tali). Perilaku sosial diantaranya: menelisik (grooming), berinteraksi dengan induk atau orangutan lain, bermain dengan orangutan lain, berinteraksi dengan perawat. Perilaku agonistik meliputi: perilaku merebut makanan, mainan, daerah, dan dominasi. Perilaku merawat diri (self care) adalah meliputi: membersihkan diri, menelisik diri sendiri (groom self), buang air kecil dan defekasi, meregangkan badan, dan menguap. aaaaadi PPS, pengamatan dilakukan di dalam kandang tidur, terowongan orangutan, di atas terwongan orangutan atau di tempat-tempat yang memudahkan pengamatan. Di TSI pengamatan dilakukan di nursery, dan di baby zoo. Pengamatan juga dilakukan pada saat anak orangutan sendiri dan saat berinteraksi dengan pengasuh atau induknya. Data pendukung yang diambil adalah jarak antara anak dengan induk atau perawat, ketinggian posisi individu, jarak antara anak dengan individu lain (selain induk dan perawat), suhu kandang atau ruangan, kelembaban, dan curah hujan.

34 34 19 aaaaadata aktivitas, perkembangan tingkah laku orangutan hasilnya dapat dibandingkan antara anak yang diasuh oleh induknya dan anak yang diasuh oleh perawat. Teknik Analisis Data aaaaaanalisis data perilaku harian anak orangutan dilakukan secara deskriptif dan analisis statistik non parametrik. Presentase frekuensi perilaku menggunakan rumus : % perilaku = = frekuensi perilaku X X 100% total frekuensi perilaku Persentase perilaku laku anak orangutan dibandingkan antara anak yang diasuh oleh induknya dan anak yang diasuh oleh perawat.

35 35 HASIL DAN PEMBAHASAN aaaaapada bulan September 2007 sampai dengan April 2008 telah dilakukan pengamatan perilaku anak orangutan yang berada di Pusat Primata Schmutzer (PPS), Taman Margasatwa Ragunan dan di Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua. Jumlah total waktu pengamatan semua individu sebanyak 640 jam pengamatan. Data dari kedua tempat tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis perilaku (Tabel 6). Tabel 6. Persentase perilaku harian seluruh individu Perilaku (%) No Individu Merawat Bergerak Makan Istirahat Bermain Sosial Agonistik Diri 1 Olif (PPS1) 16,51 16,19 50,09 4,58 9,99 0,70 1,94 2 Mio (PPS2) 27,08 18,72 26,88 16,16 6,92 1,89 2,35 3 Chelin (PPS3) 28,85 17,47 23,66 20,14 4,87 2,54 2,47 4 Kano (PPS4) 33,51 18,79 16,92 23,50 3,13 1,63 2,52 5 Muti (TSI1) 14,24 18,96 47,66 3,11 12,00 2,24 1,79 6 Aming (TSI2) 22,66 18,81 30,34 14,56 9,30 2,33 2,00 7 Toti (TSI3) 26,69 19,62 16,10 20,28 8,10 7,06 2,15 8 Dika (TSI4) 25,46 17,75 26,35 15,52 7,35 4,77 2,80 aaaaarata-rata perilaku yang banyak dilakukan oleh semua anak orangutan berturut-turut adalah istirahat, bergerak, makan, bermain, sosial, agonistik, dan perilaku merawat diri (self care). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Saczawa (2005) yang menyatakan bahwa anak orangutan yang berusia antara 3 bulan sampai 2 tahun lebih banyak melakukan perilaku istirahat, bermain, bergerak, dan makan. Pola Aktivitas aaaaaaktivitas PPS1 dan PPS2 banyak dilakukan pada pagi hari, kemudian menurun di siang hari, dan paling rendah aktivitas dilakukan pada sore hari (Gambar 2). Hal ini terlihat pada seluruh anak orangutan di TSI. Dari seluruh anak orangutan di PPS dan TSI, aktivitas PPS3 dan PPS4 yang berbeda yaitu, aktivitas banyak dilakukan pada pagi hari, menurun pada siang hari, dan pada sore hari aktivitas kembali meningkat namun tidak sebanyak pagi hari (Lampiran 2). Hal ini karena anak orangutan di PPS mengikuti aktivitas yang biasa dilakukan

36 36 21 induknya di PPS. Total aktivitas harian setiap individu merupakan jumlah dari jam pengamatan pagi, siang, dan sore (Tabel 7). Tabel 7. Persentase pola aktivitas harian berdasarkan jam pengamatan Perilaku Jam Individu (%) Pengamatan PPS1 PPS2 PPS3 PPS4 TSI1 TSI2 TSI3 TSI4 Pagi 42,6 43,5 38,2 40,0 31,3 36,6 32,3 35,9 Bergerak Siang 25,5 29,7 26,0 29,1 39,8 32,6 37,4 32,8 Sore 31,9 26,8 35,8 30,9 28,9 30,8 30,3 31,31 Pagi 45,5 43,6 46,4 37,0 41,2 41,5 42,8 38,0 Makan Siang 32,7 33,0 26,4 27,9 30,8 34,0 27,3 31,7 Sore 21,8 23,4 27,2 35,1 25,6 24,5 29,9 30,3 Pagi 32,7 21,1 33,5 27,7 34,3 36,3 26,4 29,1 Istirahat Siang 46,3 43,5 40,0 41,1 43,8 39,0 46,0 39,9 Sore 21,0 35,4 26,5 31,2 21,9 24,7 27,6 31,0 Pagi 36,8 34,3 33,4 37,7 28,8 29,1 42,2 42,9 Bermain Siang 24,2 22,4 25,9 24,4 54,2 40,1 31,7 30,9 Sore 39,0 43,3 40,7 37,9 17,0 30,8 26,1 26,2 Pagi 24,4 25,0 17,0 31,0 36,1 42,6 50,0 18,4 Sosial Siang 48,5 52,4 53,0 55,0 43,8 28,2 33,6 42,9 Sore 27,1 22,6 30,0 14,0 21,3 29,2 16,4 38,7 Pagi 25,6 38,4 32,0 24,4 25,1 27,8 43,1 9,60 Agonistik Siang 40,5 41,8 42,6 41,0 35,5 34,0 28,6 58,5 Sore 33,9 19,8 25,4 34,6 39,4 38,2 28,3 31,9 Pagi 21,7 31,7 27,0 24,0 29,1 18,8 32,5 25,0 Merawat Siang 46,0 45,8 46,4 42,1 45,3 49,0 47,3 40,0 Diri Sore 32,3 22,5 26,4 33,4 25,6 32,3 20,2 35,0 Ket: Pagi ( ); Siang ( ); Sore ( ). aaaaapola aktivitas pada PPS3 dan PPS4 menyerupai pola aktivitas orangutan di alam, yaitu aktivitas tinggi di pagi hari, menurun di siang hari, kemudian kembali meningkat di sore hari tetapi tidak sebanyak pagi hari. Di TSI, semua pola aktivitas anak orangutan tidak ada yang sama dengan pola aktivitas yang terjadi di habitat alam, hal ini disebabkan semua perilaku yang harus dilakukan anak orangutan di TSI sudah diatur oleh perawat. Aa

37 3722 Gambar 2. Aktivitas anak orangutan berdasarkan jam pengamatan, A. PPS; B.TSI aaaaaanak orangutan di PPS dan TSI pada pagi hari banyak melakukan aktivitas makan, bergerak, dan bermain. Ketika siang hari anak orangutan baik di PPS maupun TSI banyak melakukan perilaku istirahat, dan saat sore hari anak orangutan di PPS mulai beraktivitas meskipun hanya makan sambil duduk dan beristirahat, hanya PPS3 dan PPS4 yang mulai beraktivitas lagi meskipun tidak setinggi pagi hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rijksen (1978), yang menyatakan bahwa perilaku makan anak orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser banyak dilakukan pada pagi hari, perilaku berjalan (bergerak) banyak dilakukan pada sore hari, sedangkan pada siang hari anak orangutan secara umum sangat sedikit melakukan aktivitas. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian Maple (1980) di kebun binatang Yerkes dan Taman Margasatwa Atlanta. Maple (1980) menunjukkan pada pagi hari di antara pukul orangutan banyak melakukan perilaku makan dan interaksi sosial, siang hari di antara pukul orangutan banyak melakukan istirahat (tidur siang) dan sangat sedikit melakukan aktivitas, sebelum kembali beraktivitas pukul Lebih jauh Saczawa (2005) penelitian pada anak Mandrillus leucophaeus dan Pongo pygmaeus untuk menunjukkan kedua spesies ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain pada pagi hari dari pada siang dan sore hari. Di antara seluruh perilaku, perilaku yang paling banyak dilakukan adalah istirahat, sedangkan yang paling sedikit adalah persentase merawat diri (self care) (Gambar 3).

38 38 23 Perilaku Perilaku Gambar 3. Grafik persentase perilaku harian anak orangutan selama penelitian aaaaaaaaaaa. PPS; B. TSI aaaaaberdasarkan hasil pengamatan perilaku pada seluruh anak orangutan di PPS dan TSI, perilaku bergerak, bermain, dan self care meningkat seiring bertambahnya usia, sedangkan perilaku istirahat, dan sosial menurun seiring bertambahnya usia. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Saczawa 2005) dan Maple (1980) yang menyatakan, semakin bertambahnya usia anak orangutan, maka anak orangutan lebih banyak bermain dan bergerak. Selain itu, perilaku merawat diri meningkat seiring bertambahnya usia, karena semakin bertambahnya usia maka kemampuan anak orangutan untuk beradaptasi, mengenal lingkungan, serta merawat dirinya semakin meningkat (Maple 1980) dan (Grier 1984). Anak orangutan yang diamati di PPS dan TSI dapat menghabiskan waktu rata-rata sekitar 3 jam untuk beristirahat dan semakin berkurang seiring bertambahnya usia, karena anak orangutan berusia di bawah 2 tahun banyak melakukan perilaku istirahat (PPS1 50,09%, dan TSI1 47,66%) dan sosial (PPS1 9,99%, dan TSI1 12%). Perilaku terrendah adalah merawat diri (PPS1 1,94%, dan TSI4 1,79%). Perilaku Bergerak aaaaaperkembangan perilaku anak orangutan salah satunya dapat diketahui dari perilaku bergerak (MacKinnon 1974 dan Rijksen 1978, Kaplan dan Rogers 1994). Perkembangan perilaku bergerak pada anak orangutan meliputi: merayap di tubuh induk, menyeret tubuh, merangkak, berjalan dengan dua tangan memegang benda, berjalan dengan satu tangan memegang benda, berjalan kuadrupedal, berjalan

39 3924 bipedal, memanjat tali atau pohon, bergelantungan dengan tangan di tali atau pohon, bergelantung kaki tangan di tali atau pohon, dan berjalan di tali. A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 4. Grafik rata-rata perilaku bergerak anak orangutan selama penelitian, aaaaaaaaaaa. PPS; B. TSIPPS aaaaaperilaku bergerak merupakan salah satu perilaku yang mendominasi perilaku harian anak orangutan PPS1 dengan frekuensi sebesar 16,51%, sedangkan TSI1 sebesar 14,24% (Gambar 4). Faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut meliputi faktor usia, berbedanya tipe pengasuhan, keadaan kandang beserta pengayaannya, serta faktor lingkungan, dan berbedanya cara pengasuhan yang dilakukan di kedua tempat penelitian. Perilaku bergerak pada PPS1 dan TSI1 meliputi: perilaku merayap di tubuh induk, menyeret tubuh, merangkak, berjalan sambil memegang talang dengan satu atau dua tangan, berjalan kuadrupedal, berjalan bipedal, berayun, memanjat, dan bergelantung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Alikodra et al. (2002) menyatakan bahwa perilaku bergerak pada primata meliputi berjalan, berlari, melompat, memanjat dan berayun atau bergantung. aaaaapps1 ditempatkan di kandang luar (enclosure) dan terkadang di kandang sentral yang berfungsi untuk menempatkan hewan-hewan yang dipisahkan karena baru melahirkan. Seluruh waktu anak dihabiskan bersama dengan induk mulai dari keluar kandang tidur hingga masuk kembali ke kandang tidur. Perilaku bergerak pada PPS1 banyak dilakukan pada waktu pagi hari dengan frekuensi sebesar 42,6%. Perilaku yang dilakukan PPS1 meliputi merayap di tubuh induk,

40 4025 merangkak menjauhi induknya, juga menyeret tubuhnya. Perilaku merangkak dan menyeret tubuh dilakukan PPS1 dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Jarak terjauh antara PPS1 dengan induk sekitar 1 meter. Setelah pengamatan sekitar 640 jam, PPS1 terlihat mulai dapat berjalan kuadrupedal dan bipedal meskipun dengan jarak yang tidak terlalu jauh, jarak terjauh untuk berjalan sekitar 2 meter. Ketika siang hari perilaku bergerak cenderung menurun, karena siang hari anak dan induk banyak melakukan perilaku sosial sambil beristirahat. Pada siang hari PPS1 sering diperkenalkan bergelantungan di tali meskipun masih digendong induknya ketika bergelantung dan berayun. Perilaku bergelantung dan berayun pada PPS1 sering dilakukan pada lengan induknya atau bagian tubuh induk yang lain, selain itu PPS1 juga sering meniru perilaku yang dilakukan oleh induknya (Gambar 5A), sehingga proses belajar bergerak pada anak berlangsung dengan cara meniru dan mengamati perilaku induk. Hasil ini diperkuat oleh Maple (1980) menunjukkan bahwa semakin aktif induk memberi contoh atau mengajarkan anaknya, maka semakin cepat pula anak memiliki kemampuan perilaku yang dicontohkan induknya. aaaaaperilaku bergerak pada TSI1 banyak dilakukan ketika sudah dikeluarkan dari kandang tidur. Ketika TSI1 masih berada di kandang tidur, TSI1 banyak melakukan perilaku merayap di badan Elmo (anak orangutan yang seusia), dan merangkak. TSI1 ketika dikeluarkan dari kandang tidur pada siang hari banyak melakukan kegiatan bergerak dan sosial. Proses belajar bergerak pada TSI1 dimulai pada pukul WIB (siang hari) setelah TSI1 selesai dimandikan dan makan dengan presentase sebesar 39,8%. Proses belajar bergerak yang diajarkan perawat dimulai dengan belajar mengangkat kepala, lalu belajar mengambil sesuatu. Setelah TSI1 sudah dapat merangkak, perawat akan mulai mengajari TSI1 berjalan dengan dua tangan memegangi talang besi (Gambar 5B), setelah TSI1 dapat berjalan cukup jauh dengan dua tangan memegang talang besi, lalu perawat mengajarkan berjalan dengan satu tangan memegang talang besi, berayun dan menggelantung. Semua perilaku bergerak tersebut diajarkan perawat secara bertahap, hingga TSI1 mempunyai kemampuan bergerak sesuai dengan usianya. Di akhir pengamatan selama 640 jam, TSI1 sudah dapat memanjat tali dan talang besi setinggai 50 cm.

41 41 26 aaaaapada PPS1 adanya proses belajar yang dilakukan oleh induk menyebabkan proses perkembangan perilaku bergerak semakin cepat dibanding dengan proses belajar yang dilakukan oleh perawat pada TSI1 yang hanya dilakukan dua sampai tiga jam sehari. Hal ini didukung oleh Maple (1980) yang menyatakan bahwa, cara anak orangutan belajar adalah dengan melakukan proses pengamatan, dan meniru perilaku yang dilakukan induk. Semakin sering induk memberikan contoh cara bergerak kepada anaknya maka semakin cepat proses perkembangan perilaku bergerak pada anaknya dibandingkan dengan perawat yang hanya membantu dan mengajarkan cara bergerak, tanpa dapat memberikan contoh cara bergerak kepada anak orangutan yang diasuhnya. A Gambar 5. A. TSI1 sedang belajar bergelantung meniru gerakan induk B. PPS1 sedang belajar berjalan dibantu perawat B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaaperilaku bergerak pada PPS2 sebesar 27,08% dan pada TSI2 sebesar 22,66%, perbedaan persentase ini disebabkan karena faktor usia, berbedanya tipe pengasuhan yang terjadi, perkembangan otot gerak, keadaan kandang beserta pengayaannya, faktor lingkungan, dan berbedanya cara pengasuhan. Perilaku bergerak pada PPS2 dan TSI2 merupakan perilaku yang mendominasi total ratarata perilaku. Salah satu faktor penyebabnya adalah semakin kuatnya otot pada kaki dan tangan sehingga semakin aktif kedua individu ini bergerak. Hasil ini didukung oleh (Saczawa 2005) yang menyatakan bahwa semakin kuatnya otot gerak pada anak orangutan, maka akan semakin aktif dan bervariasi dalam bergerak. B

42 4227 aaaaapps2 dan induknya berada di enclosure yang sangat menyerupai habitat aslinya di alam. Ketika keluar dari kandang tidur PPS2 masih digendong induknya, tetapi ketika sudah berada di enclosure PPS2 sudah dapat berjalan sendiri baik kuadrupedal maupun bipedal, meskipun jaraknya belum terlalu jauh. Jarak terjauh antara PPS2 berjalan menjauhi induk sekitar tiga meter. Induk PPS2 lebih sering berada di atas pohon ketika siang hari dan sore hari, sehingga waktu PPS2 untuk bergerak menjadi berkurang. Aktivitas bergerak PPS2 tertinggi dilakukan pada pagi hari sebesar 43,5%. PPS2 sudah dapat berjalan kuadrupedal dan bipedal lebih jauh dibandingkan PPS1, sekitar 4 meter mendekati atau menjauhi induk. Selain itu PPS2 juga sudah mampu bergelantung, berayun bahkan memanjat (Gambar 6A). PPS2 dapat memanjat tali dengan ketinggian mancapai 4 meter di atas permukaan tanah. Perilaku merangkak, dan menyeret tubuh sudah tidak dilakukan PPS2, namun gerakan merayap di tubuh induk masih dilakukan ketika PPS2 ada digendongan induk, dan ketika PPS2 bergerak untuk mencari puting susu induknya. AaaaaKetika bersama dengan induknya anak terlihat diajarkan oleh induknya bagaimana cara memanjat, berayun, dengan cara memberikannya contoh agar anaknya dapat meniru perilaku tersebut. Ketika anak melakukan hal yang sama, induknya terlihat mengawasi anaknya yang sedang bergerak sendiri. Proses belajar yang terjadi pada PPS2 dilakukan dengan cara meniru dan memperhatikan perilaku induknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan Maple (1980) yang menyatakkan bahwa proses belajar pada anak orangutan dapat dilakukan dengan cara meniru dan memperhatikan perilaku yang dilakukan oleh induk. aaaaakemampuan TSI2 untuk bergerak lebih rendah dibanding PPS2, hal ini dikarenakan waktu untuk TSI2 bergerak sangat kurang. TSI2 mulai dikeluarkan dari kandang tidur pukul WIB kemudian dimandikan. Setelah itu TSI2 baru dapat bergerak berjalan (kuadrupedal dan bipedal), berayun, bergelantung, dan memanjat. Perilaku bergerak terbanyak TSI2 dilakukan pada pagi hari sebesar 36,6%. Talang besi setinggi 2 meter yang berada di nursery dapat dipanjat oleh TSI2, begitupun memanjat menggunakan tali setinggi 2 meter. Hal ini dikarenakan ketika berumur 3 bulan TSI2 sudah diajarkan bagaimana cara memanjat, bergelantung dan berayun, sehingga ketika berusia 6 bulan TSI2 sudah dapat bergerak dengan baik (Gambar 6B). Kemampuan berjalan secara bipedal

43 43 28 TSI2 juga sudah mengalami kemajuan, jarak terjauh TSI2 berjalan bipedal sejauh 5 meter. TSI2 sudah tidak diajari cara bergerak lagi oleh perawat di nursery, perawat hanya memperkenalkan dan mengajari bergelantung dan memanjat pohon buatan. aaaaakemampuan bergerak PPS2 lebih baik dari TSI2, karena dalam hal pengayaan kandang, PPS2 berada di kandang dengan pengayaan yang mirip dengan habitat aslinya dibandingkan dengan kandang untuk TSI2, karena menurut Fleagle (1981) jika suatu habitat orangutan semakin menyerupai habitat aslinya di alam, maka perilaku orangutan tersebut juga akan menyerupai perilaku di alam. A B Gambar 6. A. PPS2 sedang bergelantungan di batang pohon B. TSI2 sedang berayun di ban bekas C.Usia 1 tahun : Chelin (PPS3) dan Toti (TSI3) aaaaaperilaku bergerak PPS3 dengan frekuensi sebesar 28,85% dan TSI3 sebesar 26,69% sudah mengalami peningkatan. Perilaku PPS3 dan TSI3 didominasi oleh perilaku bergerak. PPS3 banyak melakukan perilaku bergerak pada pagi hari sebesar 38,2%, sedangkan TSI3 banyak melakukan kegiatan bergerak pada siang hari sebesar 37,4%. Perbedaan persentase ini disebabkan karena faktor usia, berbedanya tipe pengasuhan yang terjadi, perkembangan otot gerak, keadaan kandang beserta pengayaannya, faktor lingkungan, dan berbedanya cara pengasuhan. aaaaapps3 sudah tidak melakukan perilaku merangkak, menyeret tubuh, dan sangat jarang melakukan kegiatan merayap pada tubuh induknya. Perilaku berjalan kuadrupedal, bipedal, memanjat, berayun, dan bergelantungan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan perkembangan alat gerak dan meningkatnya

44 44 29 kekuatan fisik. PPS3 beserta induknya berada di kandang sentral dengan luas sekitar 100 m 2 dengan berbagai pengayaan (enrichment), sehingga memungkinkan bagi PPS3 untuk bergerak secara bebas seperti berjalan, berayun, dan bergelantungan. PPS3 sudah dapat berjalan kuadrupedal sejauh 10 meter, dan berjalan bipedal sejauh 5 meter mendekati dan menjauhi induk, induk PPS3 terkadang menghindar apabila di dekati PPS3, sehingga PPS3 harus mengejar induknya. Hal ini menandakan terjasi proses penyapihan yang dilakukan oleh induk PPS3. Proses penyapihan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Horr (1975) serta Kaplan dan Rogerss (1994), yang menyatakan bahwa ketika anak orangutan menginjak 2 tahun proses penyapihan mulai terjadi, yang ditandai dengan induk sering meninggalkan anak ketika sedang bermain. PPS3 sudah dapat memanjat tali setinggi 6 meter di atas permukaan tanah, lalu bergelantung dan berayun pada ketinggian tersebut. aaaaaperilaku bergerak pada TSI3 banyak dilakukan pada siang hari, hal ini dikarenakan pada pagi hari PPS3 masih berada di kandang tidur, sehingga perilaku bergerak yang dilakukan hanya bergelantungan, memanjat, dan berayun di tralis besi. Sekitar pukul WIB TSI3 akan dikeluarkan dari kandang tidur menuju ke pohon buatan untuk belajar memanjat, dan bergelantung. TSI3 dalam melakukan kegiatan sudah terjadwal oleh perawat, apabila turun hujan di siang hari TSI3 bahkan tidak dikeluarkan dari kandang tidurnya, hal ini mengakibatkan TSI3 hanyak bergelantungan, berayun dan memanjat tralis di dalam kandang tidurnya. Meskipun TSI3 diberi pelajaran memanjat dan bergelantung oleh perawat, tetapi waktu untuk belajar tersebut dirasakan kurang. Selain itu kurang tingginya pohon, serta tidak adanya tali untuk untuk memanjat dan bergelantung, menyebabkan tidak dapat diketahuinya sejauh mana kemampuan memanjat yang dimiliki TSI3, namun pohon buatan setinggi 3 meter dan talang besi yang tingginya 6 meter sudah mampu dipanjat oleh TSI3. Kemampuan bergerak secara kuadrupedal dan bipedal pada TSI3 juga sudah mengalami peningkatan, hal ini dapat terlihat dari kandang tidur ke pohon buatan yang jaraknya sekitar 10 meter TSI3 berjalan secara kuadrupedal dan terkadang PPS3 berjalan secara bipedal. Menurut Maple (1980) hal ini disebabkan semakin bertambah usia anak orangutan maka kemampuan bergerak juga semakin meningkat karena semakin kuatnya otot-otot gerak pada tangan dan kakinya

45 4530 D.Usia 2 tahun : Kano (PPS4) dan Dika (TSI4) aaaaaperilaku terbanyak pada PPS4 dan TSI4 adalah bergerak. Pada PPS4 perilaku bergerak sebesar 33,51% lebih tinggi dibandingkan dengan semua individu yang diamati, sedangkan pada TSI4 perilaku bergerak hanya 25,46%. Sudah kuatnya otot tangan dan kaki memungkinkan PPS4 dan TSI4 untuk bergerak secara bebas. AaaaaPPS4 sangat aktif bergerak pada pagi hari dengan persentase sebesar 40%, selain karena sudah semakin kuatnya anggota gerak, PPS4 berada di enclosure luar bersama dengan induknya. Luas enclosur seluas 300 m 2 lengkap dengan pengayaan (enrichment) yang tersedia seperti tali untuk untuk berjalan, tali karet untuk bergelantungan, ban bekas, sarang buatan, dan jaring-jaring tali. Selain itu, sudah kuatnya tangan dan kaki menyebabkan PPS4 dapat bergerak dengan bebas. AaaaaKemampuan PPS4 dalam bergerak sudah hampir seperti orangutan dewasa, setelah 640 jam pengaramatan PPS4 sudah dapat berjalan di tali, dan berpindah tali saat berayun. Jarak PPS4 dengan induk sudah lebih dari 10 meter. Kemampuan PPS4 dalam memanjat dan berjalan sudah menyerupai orangutan dewasa. PPS4 dan TSI4 sudah tidak merayap, merangkak, dan menyeret tubuhnya. Kemampuan memanjat PPS4 sudah mencapai 8 meter dari atas permukaan tanah, begitupun dengan perilaku berjalan secara kuadrupedal dan bipedal, PPS4 dan TSI4 sudah dapat bergerak bebas meskipun posisinya berjauhan dengan induknya. Pada TSI4 tingkah laku bergerak lebih rendah, hal ini dikarenakan TSI4 dikeluarkan dari kandang tidur pukul WIB untuk dimandikan sebelum dibawa ke babyzoo. Perilaku bergerak tertinggi pada TSI4 pada pagi hari sebesar 35,8%. Di babyzoo TSI4 berada di arena berfoto seluas 30 m 2 yang terdapat beberapa pengayaan seperti ban bekas, tali untuk bergelantungan, dan pohon buatan yang digunakan untuk TSI4 bermain sambil menunggu pengunjung untuk berfoto, hal ini menyebabkan semakin banyak pengunjung yang ingin berfoto maka semakin sedikit waktu untuk TSI4 bergerak di arena tersebut. AaaaaPerbedaan persentase di antara seluruh individu di PPS dan TSI ini terjadi karena faktor usia, berbedanya tipe pengasuhan yang terjadi, keadaan kandang beserta pengayaannya, serta faktor lingkungan, dan berbedanya cara pengasuhan

46 4631 yang dilakukan di kedua tempat penelitian yang juga mempengaruhi perkembangan perilaku bergerak PPS dan TSI. Anak orangutan di PPS dan TSI melakukan perilaku bergerak dan bergelantungan dengan menggunakan tambang, tali karet, ban ayunan, dahan kayu, dan talang besi yang disediakan untuk bergerak. Pada perilaku bergerak ini, seiring bertambahnya usia anak orangutan, maka perilaku bergerak juga semakin meningkat dikarenakan semakin kuatnya otot-otot gerak pada tangan dan kakinya (Saczawa 2005). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Masteripieri et al. (2002) yang menyatakan bahwa pada anak gorila juga mengalami hal yang sama, semakin bertambahnya usia maka kemampuan anak gorila untuk bergerak semakin bertambah. aaaaafaktor lain yang mempengaruhi perilaku bergerak adalah suhu lingkungan, dimana suhu lingkungan di TSI lebih rendah dari pada di PPS. Suhu rata-rata di TSI sekitar 20 0 C dengan rata-rata kelembaban sekitar 60%-70%, sedangkan di PPS suhu rata-rata sekitar 30 0 C dengan rata-rata kelembaban sekitar 30%-50%, sehingga rata-rata perilaku bergerak di TSI lebih rendah dari pada anak orangutan di PPS, hal ini didukung oleh Saczawa (2005) menyatakan bahwa hewan tidak banyak melakukan aktifitas bergerak ketika suhu lingkungan rendah (72 0 F atau sekitar 22 0 C), sehingga anak orangutan kurang aktif. Hasil penelitian lain yang menyebutkan adanya pengaruh suhu lingkungan terhadap perilaku aktifitas adalah Bismark (1986) tentang perilaku lutung perak di Taman Nasional Kutai menyebutkan bahwa puncak tertinggi perilaku bergerak pada anak lutung perak adalah ketika pukul sampai dengan pukul 11.00, aktifitas ini meningkat karena kebutuhan energi untuk melakukan aktifitas, kemudian perilaku bergerak akan menurun pada pukul hingga pukul 13.00, karena pengaruh cuaca yang panas, sehingga selain pergerakan lutung perak ini lebih banyak diam dan tidur. Perilaku lutung ini akan kembali meningkat pada pukul hingga AaaaaHasil penelitian yang telah dilakukan di PPS dan TSI didapat bahwa kondisi habitat di PPS yang hampir menyerupai dengan habitat asli dengan beragamnya pengayaan, dibanding dengan kondisi kandang di TSI menyebabkan anak orangutan di PPS lebih aktif dalam bergerak dan mempunyai perkembangan kemampuan bergerak yang cukup cepat dibanding individu di TSI. Hal ini sesuai dengan penelitian Fleagle (1981) jika suatu habitat orangutan semakin menyerupai

47 4732 habitat aslinya di alam, maka perilaku orangutan tersebut juga akan menyerupai perilaku di alam, karena orangutan merupakan satwa arboreal yang lebih banyak menghabiskan waktunya di atas pohon dari pada di atas tanah sehingga di alam aktifitas bergerak didominasi oleh perilaku berayun, memanjat, dan bergelantungan dibandingkan dengan berjalan bipedal dan kuadrupedal. aaaaaselain faktor usia, pengayaan kandang, suhu, faktor yang penting dalam proses perkembangan perilaku bergerak pada anak orangutan adalah faktor pengasuhan. Dari keseluruhan individu di PPS dan TSI, anak orangutan di PPS memiliki rata-rata perilaku bergerak yang lebih tinggi, dan mempunyai perkembangan perilaku bergerak yang lebih cepat dari pada anak orangutan di TSI. Adanya proses belajar yang dilakukan oleh induk yang selalu berada di dekat anaknya sepanjang waktu, menyebabkan proses perkembangan perilaku bergerak semakin cepat dibanding dengan proses belajar yang dilakukan oleh perawat yang hanya dilakukan dua sampai tiga jam sehari. Hal ini didukung oleh Maple (1980), Saczawa (2005) yang menyatakan bahwa, cara anak orangutan belajar adalah dengan melakukan proses pengamatan, dan meniru perilaku yang dilakukan induk, sehingga semakin sering induk memberikan contoh cara bergerak kepada anaknya maka semakin cepat proses perkembangan perilaku bergerak pada anaknya dibandingkan dengan perawat yang hanya membantu dan mengajarkan cara bergerak, tanpa dapat memberikan contoh cara bergerak kepada anak orangutan yang diasuhnya. Perilaku Makan AaaaaPemanfaatan waktu makan pada semua individu memperlihatkan adanya perbedaan. PPS1, dan PPS2 masih menyusu dan bergantung kepada induknya. PPS3 masih menyusu tetapi mandiri dalam perilaku makan. PPS4 sudah jauh lebih mandiri dalam perilaku makan dan perilaku menyusu mulai berkurang, sehingga perbedaan ini akan mempengaruhi proses belajar dalam perilaku makan. Berbeda dengan individu di TSI dan TSI2 yang masih sering di beri susu formula (satu hari tiga kali), beberapa macam buah, dan pengenalan beberapa jenis sayuran, sedangkan TSI3 dan TSI4 sudah mulai dikurangi asupan susu formula, sedangkan buah dan sayur diperbanyak. Selain itu, di TSI anak orangutan diberi

48 4833 makanan tambahan untuk menjaga kesehatan dan ketahanan tubuhnya, seperti telur rebus, promina, madu, dan beberapa jenis vitamin lain. Di TSI dan PPS terdapat beberapa cara yang dilakukan perawat untuk memperkenalkan makanan seperti di habitat alam berupa memberikan macam-macam buah dan sayur kepada anak orangutan. Tabel 8. Berat badan anak orangutan di PPS dan TSI No Individu Berat badan (kg) Tanggal penimbangan 1. PPS1 3 4 Juni 2008 * 2. PPS2 6 7 Juni 2008 * 3. PPS Juni 2008 * 4. PPS Juni 2008 * 5. TSI1 5 1 Juli 2008 ** 6. TSI Juli 2008 ** 7. TSI April 2008 ** 8. TSI Juli 2008 ** Sumber: * Laporan Pusat Primata Schmutzer (2008) ** Laporan Taman Safari Indonesia (2008) aaaaaperilaku makan akan mempengaruhi berat badan anak orangutan (Tabel 8). Semakin tinggi persentase makan maka akan mempengaruhi berat badan anak orangutan tersebut. Persentase perilaku makan anak orangutan di TSI lebih tinggi dibanding anak orangutan di PPS (Gambar 7). A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 7. Grafik rata-rata perilaku makan anak orangutan selama penelitian, aaaaaaaaaa A. PPS; B. TSI aaaaapersentase perilaku makan yang dilakukan PPS1 dengan persentase sebesar 16,19% dan TSI1 sebesar 18,96% (Gambar 7). Perilaku makan PPS1 dan TSI1

49 4934 lebih banyak dilakukan pada pagi hari dengan persentase sebesar 45,5% untuk PPS1 dan 41,2% untuk TSI1. Hal ini karena pada pagi hari ketersedian makanan yang ada di kandang masih cukup banyak. Perilaku makan yang dilakukan TSI1 lebih banyak dibandingkan PPS1, hal ini karena TSI1 memiliki jadwal makan yang diatur oleh perawat, sehingga perilaku makan pada TSI1 lebih banyak. Persentase perilaku yang lebih tinggi pada TSI1 menyebabkan berat badan TSI1 lebih berat (5 kg) dibanding PPS1 (3 kg). Faktor yang mempengaruhi perilaku makan adalah variasi pakan yang diberikan kepada anak orangutan di PPS dan TSI, tinggi rendahnya aktivitas yang dilakukan, tingkat kesukaan, dan cara pengasuhan yang berbeda di kedua tempat. aaaaasetelah dikeluarkan dari kandang tidur menuju ke enclosure, PPS1 akan mengikuti pola tingkah laku induknya yang memakan apa saja seperti buah, sayur, ranting, daun, dan rumput. Sebelum PPS1 dan induknya dikeluarkan ke enclosure, petugas kandang (keeper) akan menyimpan makanan di tempat-tempat yang dapat dijangkau PPS1 dan induknya. Karena PPS1 masih berumur 1 bulan, sehingga frekuensi menyusu yang termasuk ke dalam perilaku makan juga masih cukup tinggi (Gambar 8A). PPS1 sering teramati mengambil makanan langsung dari mulut induknya dengan mulut (mouth to mouth), lalu mengalami perkembangan dengan mengambil makanan yang jatuh dari mulut induknya. Proses belajar tentang perilaku makan ini dapat juga berlangsung ketika PPS1 menyusui dan melihat bagaimana cara induk makan, dan makanan apa saja yang dimakannya. PPS1 sering melakukan mencoba makanan (try feeding) semua makanan yang dimakan induknya. Setelah 640 jam pengamatan PPS1 telah dapat mengambil makanan dengan 1 tangan meskipun masih makan di gendongan induknya. Daftar pakan individu PPS1 dan TSI1 (Tabel 9). Tabel 9. Daftar pakan PPS1 dan TSI1 Individu Jenis Pakan Jumlah PPS1 1. Buah - Apel (Pyrus malus) - Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) - Melon (Cucumis melo) - Jeruk manis (Citrus aurantium) - Wortel (daucus carota) - Semangka (Citrulus vugaris) 2. Sayuran - Kangkung (Ipomea aquatica) Pemberian 150 gr 200 gr 200 gr 200 gr 100 gr 100 gr 100 gr Keterangan - Buah dan sayuran diberikan apagi dan sore hari - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia dan di aberikan pada siang hari adiberikan siang hari sebanyak a100 g

50 50 35 Tabel 9. (Lanjutan) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Selada (Lactuca sativa) 3. Pakan Tambahan - Rambutan (Nephelium lappaceum) - Lengkeng (Euphoria longana) - Telur rebus TSI1 1. Susu formula, dengan aakomposisi - Enfamil - Promina - Glukosa 10% - Air hangat 2. Buah - Apel (Pyrus malus) - Pisang (Musa paradisiaca) - Jeruk manis (Citrus aurantium) 3. Sayuran: - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Kangkung (Ipomea aquatica) - Bayam (Amaranthus) Sumber: Laporan PPS dan TSI (2007) 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 1 butir 1mg 1mg 2 ml 25 ml 1 buah 1 buah 1 buah 1 ikat 1 ikat 1 ikat - Susu formula diberikan a3 kali sehari (pagi, siang, sore) - Buah diberikan 2 kali sehari a(pagi dan sore hari) - Sayuran diberikan siang hari - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia adiberikan siang hari aaaaamulai pukul WIB TSI1 sudah diberi susu formula di botol meskipun TSI1 masih berada di kandang tidur. Terjadi perkembangan perilaku minum susu setelah 300 jam pengamatan dari awalnya botol dipegangi perawat hingga TSI1 dapat memegangi botol susunya sendiri meskipun masih dengan dua tangan (Gambar 8B). TSI1 diberikan susu formula sebanyak tiga kali sehari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Snyder dan Arman (1976) menerangkan bahwa untuk usia dua hingga enam bulan anak orangutan diberikan susu setiap tiga sampai empat jam dengan pemberian terakhir pada tengah malam. Zuker et al. (1995) melaporkan bahwa pada usia 1 sampai 1,5 bulan pemberian sereal dengan apel dan pisang yang telah dicampur dengan susu dapat dilakukan. TSI1 juga diberi berbagai macam buah. Setelah TSI1 dapat makan buah, perawat akan memperkenalkan sayuran meskipun TSI1 hanya memainkannya dan menggigitgigit kecil. Selain susu formula, buah dan sayur, perawat juga memberikan campuran vitamin dengan promina pada siang hari secara teratur dengan cara menyuapi TSI1. Menurut laporan TSI (2007) pada usia 0-6 bulan orangutan sebaiknya diberikan vitamin untuk menjaga kondisi tubuh yaitu vitamin A, B, C, D, dan E sebanyak (0,3 ml/hari) dan mineral Kalsana D (1/2 tablet setiap hari). aaaaaberdasarkan laporan dari perawat TSI dan PPS, juga berdasarkan hasil pengamatan, TSI1 lebih sering terkena penyakit seperti pilek, dan diare, sedangkan PPS1 relatif lebih jarang terkena penyakit. Hal ini dimungkinkan disebabkan karena

51 51 36 faktor daya tahan tubuh yang berasal dari ASI, meskipun memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dibanding TSI1, namun PPS1 memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat. Hasil penelitian ini sesuai diperkuat oleh Maple et al. (1978) yang menyatakan anak orangutan yang menyusu pada induknya akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat. aaaaaperilaku pada PPS1 dan TSI1 memiliki kemiripan, yaitu kedua hewan tersebut sering melakukan perilaku mencoba atau mencicipi makanan (try feeding), hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan morfologi dari kedua anak rangutan tersebut, yaitu keadaan gigi dan saluran pencernaan yang belum sempurna. Walaupun kedua sudah bergigi, namun gigi tersebut masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini sesuai dengan Zucker (1995), dan Maple (1980) yang menyebutkan bahwa anak orangutan belajar dengan cara mencoba-coba atau mengendus. Penelitian ini juga diperkuat dengan MacFarland (1993) yang menyatakkan dalam perilaku makan diperlukan proses belajar terutama dalam hal memilih makanan. Selain itu anak orangutan juga harus mengetahui cara makan yaitu: langsung mengambil makanan dengan mulut, mengambil makanan dengan menggunakan satu tangan lalu memasukkan makanan tersebut ke mulut, atau mengambil makanan dengan dua tangan lalu memasukkan makanan tersebut ke mulut. A Gambar 8. A. PPS1 sedang menyusu pada induk B. TSI1 sedang minum susu formula dibantu perawat B B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaaperilaku makan PPS2 dengan persentase sebesar 18,72% dan TSI2 sebesar 18,81%. PPS2 dan TSI2 lebih banyak melakukan perilaku makan pada pagi hari, PPS2 sebesar 43,6% dan TSI2 sebesar 41,5%. Hal ini disebabkan karena pada pagi

52 5237 hari ketersedian makanan yang ada di kandang cukup banyak. Persentase perilaku makan yang lebih tinggi pada TSI2 dibanding PPS2 menyebabkan berat badan TSI2 lebih berat (10 kg) dibanding PPS2 yang hanya memiliki berat badan 6 kg. Faktor yang mempengaruhi perilaku makan adalah variasi pakan yang diberikan kepada anak orangutan di PPS dan TSI, tinggi rendahnya aktivitas yang dilakukan, tingkat kesukaan, dan cara pemberian pakan yang berbeda di kedua tempat. aaaaapps2 belajar untuk mengenal makanan dimulai dengan mengambil makanan di sekitarnya yang dimakan oleh induknya. Hal ini sesuai menurut Rijksen (1978), saat anak masih tergantung kepada induknya, maka anak akan mengikuti aktivitas induknya, sehingga anaknya akan mengambil makanan dari mulut induknya ataupun makanan yang ada di sekitarnya seperti buah, dan daun. Dari hasil pengamatan, PPS2 masih menyusu meskipun tidak sesering PPS1, karena PPS2 sudah dapat bergerak lebih aktif untuk mengambil makanan. Selain ASI, PPS2 juga lebih banyak mengkonsumsi jenis makanan seperti buah dan daun. PPS2 memakan buah ataupun daun yang telah jatuh sisa dari makanan induknya. PPS2 lebih sering mengambil makanan yang berdaging buah keras seperti bengkuang, namun hanya di gigit-gigit kecil. Selama pengamatan, induk sering memberikan makanan kepada anaknya (Gambar 9A), baik melalui mulut maupun melalui tangan. Daftar pakan individu PPS2 dan TSI2 (Tabel 10). Tabel 10. Daftar pakan PPS2 dan TSI2 Individu Jenis Pakan Jumlah PPS2 TSI2 1. Buah - Apel (Pyrus malus) - Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) - Melon (Cucumis melo) - Jeruk manis (Citrus aurantium) - Wortel (Daucus carota) - Semangka (Citrulus vugaris) - Jagung (Zea mays) - Belimbing (Averrhoa carambola) - Pisang (Musa paradisiaca) - Pir (Pyrus communis) 2. Sayuran - Kangkung (Ipomea aquatica) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Selada (Lactuca sativa) 3. Pakan Tambahan - Telur rebus - Roti Pemberian 150 gr 200 gr 200 gr 200 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 1 butir 2 buah 1. Susu formula, dengan komposisi - Enfamil - Promina 21,5 mg 2 mg Keterangan - Buah dan sayuran 100 gr adiberikan pagi dan sore hari. - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia dan adiberikan pada siang hari - Susu formula diberikan a3 kali sehari (pagi, siang, asore)

53 53 Tabel 10. (Lanjutan) - Air hangat 2. Buah - Apel (Pyrus malus) - Pisang (Musa paradisiaca) - Jeruk 3. Sayuran: - Kangkung (Ipomea aquatica) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Bayam (Amaranthus) 4. Makanan Tambahan - Telur rebus - Roti tawar - Rambutan (Nephelium lappaceum) - Lengkeng (Euphoria longana) - Anggur Sumber: Laporan PPS dan TSI (2007) 21,5 mg 250 ml 1 buah 1 buah 1 ikat 1 ikat 1 ikat 1 butir 2 buah 1 buah 5 buah 5 buah - Buah diberikan 2 kali sehari a(pagi dan sore hari) - Sayuran diberikan siang hari - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia adiberikan siang hari aaaaatsi2 masih mendapat asupan susu formula sebanyak 3 kali sehari. Komposisi susu formula (Tabel 9) diberikan sampai usia 7 hingga 8 bulan. Selain susu formula, TSI2 juga diberikan buah, juga diberikan tambahan vitamin (A, B, C, D, dan E) sebanyak 0,2 ml yang dicampur dengan promina dengan cara disuapi. aaaaaselain makanan di atas, TSI2 juga sudah dapat mengupas buah yang berkulit. Buah-buah tersebut diberikan 3 kali setelah minum susu, yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Di sore hari sesekali perawat juga memberikan 1 butir telur ayam rebus dua kali sehari yang diselingi roti tawar. TSI2 sudah dapat memegang botol susunya sendiri bahkan dengan satu tangan sambil duduk di talang besi (Gambar 9B). Makanan yang belum terlalu banyak dimakan TSI2 adalah sayuran seperti kangkung dan bayam, TSI2 hanya mengigit-gigit kecil (try feeding). Pemberian sayuran terus dilakukan pada siang dan sore hari meskipun TSI2 berada di kandang tidur, dengan tujuan memperkenalkan makanan tersebut kepada TSI2. aaaaadari hasil pengamatan dapat terlihat bahwa asupan makanan dan gizi yang diberikan pada PPS2 dan TSI2 sedikit berbeda, hal ini menyebabkan kemampuan dalam kecerdasan, juga berat badan. Berat badan TSI2 lebih besar (10 kg) dibanding PPS2 yang memiliki berat badan 6 kg. Perilaku makan TSI2 berbeda dengan PPS2, karena TSI2 berada di kandang tidur dan di nursery yang memiliki keterbatasan dalam enrichment misalnya tidak terdapatnya pohon-pohon seperti di habitat alaminya, sedangkan perilaku makan PPS2 terlihat berkembang dengan

54 54 38 baik, karena berada di kandang sentral dan enclosure yang ditumbuhi berbagai macam jenis pohon beserta enrichment yang cukup lengkap, sehingga PPS2 dapat belajar memakan daun-daun tanaman yang dapat dimakan dengan meniru perilaku induk (Maple 1980). aaaaafaktor lain yang mempengaruhi perilaku makan adalah banyaknya aktivitas. Semakin banyak beraktivitas maka kebutuhan makanan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Rijksen (1978) yang mengamati perilaku anak orangutan Sumatra, Rijksen (1978) menyatakan bahwa seiring bertambahnya usia dan semakin banyaknya aktivitas yang dilakukan, maka semakin banyak pula kebutuhan asupan makanannya. A Gambar 9. A. PPS2 sedang mengambil makanan di mulut induk (mouth to mouth) B. TSI2 sedang minum susu tanpa bantuan perawat C.Usia 1 tahun : Chelin (PPS3) dan Toti (TSI3) aaaaatsi3 memiliki persentase makan lebih banyak yaitu sebesar 19,62% dibanding PPS3 sebesar 17,47%, hal ini dikarenakan TSI3 memiliki jam makan yang sudah teratur dan terjadwal oleh perawat seperti halnya TSI1 dan TSI2. PPS3 dan TSI3 banyak melakukan aktivitas makan pada pagi hari, yaitu sebesar 46,4% pada PPS3dan 42,8% untuk TSI3. Persentase perilaku makan yang lebih tinggi pada TSI3 dibanding PPS3 menyebabkan berat badan TSI3 lebih berat (11 kg) dibanding PPS3 yang hanya memiliki berat badan 8 kg. aaaaapps3 belajar untuk mengenal makanannya dengan mengambil makanan di sekitarnya yang dimakan oleh induknya. Perilaku makan PPS3 pada saat pengamatan, selain menyusu, PPS3 banyak mengkonsumsi buah, sayur. Selama B

55 39 55 dalam enclosure dan kandang sentral PPS3 jarang melakukan kegiatan menyusui dibanding PPS2. Hal ini disebabkan induknya terkadang menolak untuk disusui atau ketika PPS3 menyusu induk melepaskan puting susunya dari mulut PPS3. Penyebab lainnya adalah keadaan gigi PPS3 yang sudah lengkap, sehingga apabila menyusu, puting susu induk sering digigit hingga puting susu induknya lecet. Hal ini dapat terlihat dari warna puting susu induknya yang merah dan terlihat luka atau lecet. aaaaainduk PPS3 terlihat jarang memberikan makan kepada PPS3, namun PPS3 selalu mengambil makan yang dipegang dan dimakan induk (Gambar 10A). Terkadang PPS3 memakan sisa makanan yang jatuh dari induk. Perkembangan perilaku makan PPS3 di akhir pengamatan adalah PPS3 sudah dapat mengambil makanan sendiri meskipun induknya sedang tidak melakukan perilaku makan. PPS3 pernah teramati memakan pasir, perilaku ini terjadi karena induk PPS3 mempunyai kebiasaan memakan sedikit pasir. Rasa ingin tahu dan mencoba mengkonsumsi berbagai jenis makanan merupakan hal yang memungkinkan bagi anak orangutan untuk mencoba berbagai macam makanan ataupun benda yang dianggap dapat dijadikan makanan. Daftar pakan individu PPS3 dan TSI3 (Tabel 11). Tabel 11. Daftar pakan PPS3 dan TSI3 Individu Jenis Pakan Jumlah Pemberi PPS3 1. Buah - Apel (Pyrus malus) - Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) - Melon (Cucumis melo) - Jeruk manis (Citrus aurantium) - Wortel (Daucus carota) - Semangka (Citrulus vugaris) - Jagung (Zea mays) - Belimbing (Averrhoa carambola) - Pisang (Musa paradisiaca) - Pir (Pyrus communis) an 150 gr 200 gr 200 gr 200 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr Keterangan - Buah dan sayuran 100 gr adiberikan pagi dan sore hari. - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia dan adiberikan pada siang hari 2. Sayuran - Kangkung (Ipomea aquatica) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Selada (Lactuca sativa) 3. Pakan Tambahan - Telur rebus - Roti 100 gr 100 gr 100 gr 1 butir 2 buah

56 Tabel 11. (Lanjutan) TSI3 1. Susu formula, dengan aakomposisi - Dancow 3 mg - Promina 23 mg - Air hangat 2. Buah - Apel (Pyrus malus) - Pisang (Musa paradisiaca) - Jeruk manis (Citrus aurantium) - Pir (Pyrus communis) - Salak 3. Sayuran: - Kangkung (Ipomea aquatica) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Bayam (Amaranthus) 4. Makanan Tambahan - Telur rebus - Roti tawar - Rambutan (Nephelium lappaceum) - Lengkeng (Euphoria longana) - Anggur Sumber: Laporan PPS dan TSI (2007) 3 mg 23 mg 400 ml 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 1 ikat 1 ikat 1 ikat 1 butir 2 buah 5buah 5buah 5buah - Susu formula diberikan A2 kali sehari (pagi, dan sore) - Buah diberikan 2 kali sehari a(pagi dan sore hari) - Sayuran diberikan siang hari - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia adiberikan siang hari aaaaaselain makanan di atas, seperti halnya TSI2, TSI3 juga sudah dapat mengupas dan memakan rambutan, jeruk, salak, pisang, dan apel. Buah-buah tersebut diberikan 2 kali sehari, yaitu pada pagi, dan sore hari. TSI3 sudah dapat memegang botol susunya sendiri bahkan dengan 1 tangan sambil memegangi tralis besi (Gambar 10B). Selain susu, dan buah TSI3 juga mendapat sayuran. Berbeda dengan TSI2, TSI3 sudah mulai dapat memakan sayuran tersebut meskipun tidak terlalu banyak. aaaaadari hasil pengamatan dapat terlihat bahwa asupan makanan dan gizi yang diberikan pada PPS3 dan TSI3 terdapat perbedaan. Tubuh TSI3 terlihat lebih besar pada bagian perut, badan, tangan, dan kaki dibanding PPS3 karena perbedaan asupan makanan yang diberikan s A Gambar 10. A. PPS3 sedang makan di pangkuan induk B. TSI3 sedang minum susu di kandang tidur B

57 5741 D. Usia 2 tahun : Kano (PPS4) dan Dika (TSI4) aaaaapemanfaatan waktu makan PPS4 sebesar 18,79% dan TSI4 sebesar 17,75%, memperlihatkan adanya perbedaan. PPS4 memiliki persentase perilaku makan lebih banyak dari pada TSI4. Hal ini disebabkan karena PPS4 lebih banyak melakukan aktivitas dibanding TSI4. PPS4 dan TSI4 lebih banyak melakukan perilaku makan pada pagi hari dengan frekuensi sebesar 37% untuk PPS4 dan 38% pada TSI4. Persentase perilaku makan yang tidak berbeda jauh di antara PPS4 dan TSI4 menyebabkan berat badan PPS4 tidak berbeda jauh dengan TSI4 yaitu 11 kg pada PPS4 dan 12 kg pada TSI4. aaaaapps4 merupakan anak orangutan yang sangat aktif bergerak, hal ini menyebabkan kebutuhan akan makanan juga menjadi cukup tinggi (Rijksen 1978). Pada pagi hari sebelum di keluarkan ke kandang luar, PPS4 mendapatkan tambahan susu formula yang diminum dengan menggunakan botol bayi. Setelah minum susu, selanjutnya PPS4 dikeluarkan ke kandang luar yang sudah disimpan makanan untuk induk dan untuk PPS4. (Gambar 11A) PPS4 sudah dapat makan sambil berayun di tali, bergelantungan, bahkan memanjat. Perilaku makan PPS4 banyak dilakukan pada pagi hari dengan frekuensi sebesar 37%, karena pada pagi hari ketersediaan makanan masih banyak ditambah adanya asupan tambahan susu formula, sehingga persentase perilaku makan menjadi cukup tinggi. aaaaapenyebab rendahnya persentase makan TSI4 adalah TSI4 banyak menghabiskan waktu di arena foto babyzoo, hal ini dikarenakan di area foto tidak terdapat makanan yang disimpan seperti di kandang luar tempat PPS4. Di arena baby zoo selalu dalam keadaan bersih dan rapi, bahkan untuk memakan jeruk terkadang TSI4 disuapi oleh keeper agar tangan TSI4 tidak kotor. Hal ini menyebabkan persentase TSI4 untuk makan menjadi berkurang. Sehingga perilaku makan TSI4 banyak dilakukan pagi hari sebelum berada di baby zoo sebesar 38%. Daftar pakan individu PPS4 dan TSI4 (Tabel 12). Tabel 12. Daftar pakan PPS4 dan TSI4 Individu Jenis Pakan Jumlah Pemberian PPS4 1. Buah - Apel (Pyrus malus) 150 gr - Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) 200 gr - Melon (Cucumis melo) 200 gr - Jeruk manis (Citrus aurantium) 200 gr - Wortel (Daucus carota) 100 gr Keterangan - Buah dan sayuran 100 gr adiberikan pagi dan sore hari. - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia dan adiberikan pada siang hari

58 5842 Tabel 12. (Lanjutan) - Semangka (Citrulus vugaris) - Jagung (Zea mays) - Belimbing (Averrhoa carambola) - Pisang (Musa paradisiaca) - Pir (Pyrus communis) 2. Sayuran - Kangkung (Ipomea aquatica) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Selada (Lactuca sativa) 3. Pakan Tambahan - Telur rebus - Roti TSI4 1. Susu formula, dengan aakomposisi - Dancow - Promina - Air hangat 2. Buah - Apel (Pyrus malus) - Pisang (Musa paradisiaca) - Jeruk manis (Citrus aurantium) - Pir (Pyrus communis) - Salak 3. Sayuran: - Kangkung (Ipomea aquatica) - Kacang panjang (Vignea sinensis) - Bayam (Amaranthus 4. Makanan Tambahan - Telur rebus - Roti tawar - Rambutan (Nephelium lappaceum) - Lengkeng (Euphoria longana) - Anggur Sumber: Laporan PPS dan TSI (2007) 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 1 butir 2 buah 5 mg 25 mg 1500 ml 3 buah 3 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 ikat 2 ikat 2 ikat 1 butir 2 buah 4 buah 4 buah 4 buah - Susu formula diberikan A2 kali sehari (pagi, dan sore) - Buah diberikan 2 kali sehari a(pagi dan sore hari) - Sayuran diberikan siang hari - Pakan tambahan diberikan asesuai item yang tersedia adiberikan siang hari aaaaadi pagi hari sebelum TSI4 dimandikan dan di bawa ke babyzoo, TSI4 minum susu formula (Gambar 11B) sebanyak 1500 ml tiap hari. TSI4 sudah dapat memakan semua makanan yang diberikan, bahkan ketika minum susu di pagi dan sore hari TSI4 tidak menggunkan botol bayi yang berkaret (dot), tetapi hanya menggunakan botolnya saja (berupa gelas) dan dapat memegangnya sendiri. aaaaadari hasil pengamatan dapat terlihat bahwa asupan makanan dan gizi yang diberikan pada PPS4 dan TSI4 tidak jauh berbeda. Perbedaannya PSS4 terlihat dapat melakukan perilaku makan sambil melakukan kegiatan lain, seperti makan sambil bergelantung di tali, sambil berayun dan sambil memanjat, sedangkan TSI4 tidak terlalu banyak melakukan kegiatan ketika sedang makan.

59 59 43 A Gambar 11. A. PPS4 sedang makan buah dengan satu tangan B. PPS4 sedang minum susu di kandang tidur aaaaaperilaku makan merupakan salah satu perilaku yang menandakan terjadinya perkembangan perilaku anak orangutan (MacKinnon 1974 dan Rijksen 1978, Kaplan dan Rogers 1994). Faktor yang mempengaruhi perilaku makan adalah tinggi rendahnya aktivitas yang dilakukan, variasi pakan yang diberikan, tingkat kesukaan, dan cara pemberian pakan yang berbeda di kedua tempat. aaaaapada anak orangutan di PPS dan TSI perilaku makan dilakukan sebanyak 26% perilaku ini lebih banyak dilakukan pada pagi hari, hal ini dikarenakan ketersediaan pakan yang cukup banyak. Nurmasito (2003) mengemukakan pada anak Owa Jawa (Hylobates moloch) yang berada di Taman Margasatwa Ragunan, rata-rata aktivitas makan sebesar 25%. Persamaan ini karena adanya proses penjadwalan pemberian makan pada hewan yang berada dikandang yaitu ketika pagi dan sore hari (Laporan Taman Margasatwa Ragunan 2007). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bismark (1994) pada anak bekantan (Nasalis larvatus) yang menyatakan bahwa aktivitas puncak dalam perilaku makan terjadi ketika pagi dan sore hari. aaaaabervariasinya pakan yang diberikan berarti semakin banyak pilihan makanan yang dapat dimakan oleh anak orangutan sehingga anak orangutan dapat memilih pakan sesuai dengan tingkat kesukaan. Menurut laporan PPS (2007) di PPS anak orangutan diberikan pakan yang bervariasi (10 macam jenis buah dengan 2 jenis sayur, dan makanan tambahan). Menurut Laporan PPS (2007) tanaman yang terdapat di kandang dalam diantaranya merbau (Intsia amboinensis), flamboyan (Delonix regis), Beringin (Ficus benjamina), glodokan (Polyalthia longifolia), Ganyong B

60 44 60 (Canna edulis), kara (Lablab purpureus), dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Menurut laporan TSI (2007) anak orangutan diberi pakan yang terdiri dari (7 jenis buah, 3 macam sayuran, promina dan formula, serta makanan tambahan). aaaaa Di PPS pada pagi hari makanan disimpan di dalam kandang luar dan dalam sebelum anak orangutan beserta induknya dimasukan, dan ketika sore hari makanan diberikan dengan cara disebar di kandang luar dan dalam yang bertujuan agar orangutan dapat mencari makanannya seperti di habitat alami. Di TSI ada pagi hari makanan diberikan ke dalam kandang tidur, dan makanan akan diberikan lagi ketika anak orangutan dimasukan lagi ke dalam kandang tidur sore hari. Berbedanya cara pemberian pakan di PPS dan TSI menyebabkan perbedaan perilaku makan di antara kedua tempat tersebut. Di PPS anak orangutan dapat belajar mengetahui makanan apa saja yang dapat dimakan, serta bagaimana cara makan yang diperoleh dari hasil pengamatan, meniru perilaku induk, dan mengendus atau try feeding, sehingga anak orangutan dapat dengan cepat mengetahui makanan apa saja yang dapat dimakan, beserta cara makan yang biasa dilakukan oleh induknya, seperti makan sambil duduk, makan sambil bergelantung di pohon, makan sambil memanjat, dan makan sambil berjalan. Hasil penelitian ini didukung oleh Maple (1980) yang menyatakkan bahwa proses belajar pada perilaku makan dapat dilakukan dengan meniru dan mengamati makanan dan cara makan yang dilakukan oleh induk, mengendus makanan yang akan dimakan. Sedangkan di TSI anak orangutan diberi makan oleh perawat di dalam kandang tidur, dimulai dengan cara disuapi pada PPS1 dan PPS2 hingga diajari bagaimana cara memegang makanan, dan dikenalkan makanan yang dapat dimakan, tetapi perawat tidak dapat memberi contoh bagaimana perilaku-perilaku yang dapat dilakukan ketika makan, sehingga perkembangan perilaku makan dan rata-rata perilaku makan di TSI lebih rendah dari pada anak orangutan di PPS. Hasil penelitian ini didukung oleh MacFarland (1993) yang menyatakan bahwa, dalam perilaku makan pada anak orangutan diperlukan proses belajar terutama dalam hal bagaimana anak orangutan memilih makanan atau mengetahui daun atau serta buah yang dapat dimakan, selain harus mempunyai pengetahuan tersebut, anak orangutan juga harus mengetahui cara makan, seperti langsung mengambil makanan dengan mulut, mengambil makanan dengan menggunakan satu tangan lalu memasukkan makanan tersebut ke mulut, atau mengambil makanan dengan dua tangan lalu memasukkan makanan tersebut ke mulut.

61 61 45 aaaaaberdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di PPS dan TSI, diperoleh hasil bahwa semakin banyak anak orangutan melakukan aktivitas makan maka semakin berat badan tubuh anak orangutan. Berat badan anak orangutan di TSI lebih besar dibanding anak orangutan di PPS ini disebabkan aktivitas makan Hal ini sesuai dengan penelitian Rijksen (1978) yang mengamati perilaku anak orangutan Sumatra, menyatakan bahwa seiring bertambahnya usia dan semakin banyaknya aktifitas yang dilakukan, serta semakin besarnya ukuran tubuh individu orangutan maka semakin banyak pula kebutuhan asupan makanannya. Perilaku Istirahat aaaaaperilaku istirahat dipengaruhi oleh usia, perilaku induk dan cara pengasuhan perawat, juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu kandang atau cuaca. Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan di PPS dan TSI, perilaku istirahat menurun seiring bertambahnya usia anak orangutan. A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 12. Grafik rata-rata perilaku istirahat anak orangutan selama penelitian, aaaaaaaaaaaaa. PPS: B. TSI aaaaapemanfaatan waktu untuk istirahat pada PPS1 sebesar 50,79% dan TSI1 sebesar 47,66%. TSI1 memiliki persentase istirahat lebih banyak dari pada PPS1. PPS1 dan TSI1 lebih banyak melakukan istirahat di siang hari, PPS1 sebesar 46,3% dan TSI1 43,8%. Faktor yang memepengaruhi perbedaan ini adalah usia, lingkungan seperti suhu dan cuaca, dan banyak sedikitnya aktivitas yang dilakukan.

62 62 46 aaaaakedua bayi tersebut banyak menghabiskan waktunya dengan berisitirahat. Perilaku istirahat banyak terjadi pada anak orangutan berusia 1 bulan. Hasil penelitian yang dilakukan, PPS1 dan TSI1 dapat menghabiskan waktu lebih lama dari 15 menit untuk beristirahat. Hasil ini didukung oleh Rijksen (1978) yang menyatakan bahwa bayi orangutan akan banyak melakukan perilaku istirahat lebih dari 20 menit per hari. Hal ini dapat terjadi karena mereka berada di lingkungan eksitu dengan ruang yang terbatas dan pengaruh aktivitas yang dilakukan oleh induknya. aaaaadi antara PPS1 dan TSI, PPS1 memiliki perilaku istirahat yang lebih besar (Gambar 12). Hal ini terjadi karena PPS1 hampir selalu berada pada pelukan induknya, sehingga PPS1 tidak melakukan aktifitas selama induknya bergerak dan beristirahat. Posisi PPS1 yang selalu dilatakkan di atas punggung atau dada induknya (Gambar 13A) selama berpidah tempat hal ini memudahkan PPS1 untuk beristirahat. TSI1 merupakan bayi orangutan yang sangat membutuhkan perhatian dari perawat sebagai pengganti induknya. TSI1 beristirahat sambil berpelukan dengan Elmo atau boneka (Gambar 13B). Selain itu, faktor yang menyebabkan TSI1 lebih banyak beristirahat adalah suhu lingkungan nursery yang cukup dingin (rata-rata 20 0 C), dan musim hujan selama pengamatan dilakukan, sehingga mengakibatkan TSI1 kurang aktif beraktifitas dan cenderung istirahat. Menurut Saczawa (2005) menyatakan bahwa hewan tidak banyak melakukan aktivitas atau kurang aktif bergerak ketika suhu lingkungan rendah (72 0 F atau sekitar 22 0 C). A Gambar 13. A. PPS1 sedang tidur di perut induk yang sedang istirahat B. TSI1 sedang tidur sambil berpelukan B

63 63 47 B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaapps2 lebih banyak melakukan perilaku istirahat dengan persentase sebesar 29,88% dibanding TSI2 sebesar 27,51%. Perilaku istirahat PPS2 dan TSI2 banyak dilakukan pada siang hari dengan persentase sebesar 43,6% pada PPS2 dan 39% pada TSI2. PPS2 setelah banyak melakukan aktivitas pada pagi hari, di sore hari perilaku PPS2 cenderung menurun hanya melakukan sedikit aktifitas, seperti duduk di atas rumput (Gambar 14A), tiduran di atas rumput. Sedangkan TSI2 akan beristirahat apabila dimasukkan ke dalam kandang tidur. TSI2 lebih banyak melakukan perilaku bermain, dan sosial, sehingga kurang melakukan perilaku istirahat. TSI2 banyak melakukan perilaku istirahat di kandang tidur (Gambar 14B). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Maple dan Hoff (1982) pada anak gorila yang mempunyai aktivitas istirahat yang paling tinggi dibandingkan aktivitas menjelajah dan mencari makan, anak gorila beristirahat sekitar pukul sampai pukul Setelah periode istirahat selesai, gorila akan memulai untuk mencari makan. A B Gambar 14. A. PPS2 sedang tidur dekat induk B. TSI2 sedang duduk di kandang tidur C. Usia 1 tahun : Chelin (PPS3) dan Toti (TSI3) aaaaaperilaku istirahat pada PPS3 sebesar 23,66% dan TSI3 sebesar 16,10%. PPS3 banyak melakukan istirahat pada siang hari (40%), sehingga pola aktivitasnya sudah menunjukan pola perilaku di alam (Gambar 15A), TSI3 banyak beristirahat pada siang hari sebesar 46%. Faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut adalah faktor lingkungan seperti suhu dan cuaca. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian anak orangutan di Taman Nasional Gunung Leuseur oleh Rijksen (1978), dan kebun binatang Yerkes dan Taman Margasatwa Atlanta Maple (1980), kedua peneliti tersebut menyebutkan bahwa perilaku istirahat pada anak

64 648 orangutan baik di penagkaran (ex situ) maupun di habitat aslinya (in situ) lebih banyak dilakukan pada siang hari. Sedangkan TSI3 banyak melakukan istirahat ketika berada di kandang tidur dan ketika berada di pohon buatan tempat bermain (Gambar 15B), sehingga pola aktifitasnya tidak sesuai dengan pola umum, karena aktivitas TSI3 sudah diatur oleh perawat. aaaaafaktor yang mempengaruhi perbedaan persentase tersebut adalah faktor lingkungan dan cuaca yang berbeda dikedua tempat tersebut. Rata-rata suhu di TSI yang dingin (sekitar 20 0 C, dengan rata-rata kelembaban 70%), dan suhu di PPS (sekitar 30 0 C, dengan rata-rata kelembaban 40%) menyebabkan perilaku istirahat menjadi sangat tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Saczawa (2005) yang menyatakan bahwa hewan tidak banyak melakukan aktifitas bergerak ketika suhu lingkungan rendah (72 0 F atau sekitar 22 0 C), sehingga anak orangutan kurang aktif. A Gambar 15. A. PPS3 sedang duduk di atas rumput B. TSI3 sedang duduk di pada pohon buatan B D. Usia 2 tahun : Kano (PPS4) dan Dika (TSI4) aaaaaperilaku istirahat PPS4 (16,92%) lebih banyak dibanding TSI4 (26,35%). Pola perilaku PPS4 sudah menunjukan pola perilaku mirip orangutan di habitat aslinya, yaitu aktivitas banyak dilakukan pada pagi hari, istirahat banyak dilakukan pada siang hari, sore hari aktivitas kembali meningkat namun tidak sebanyak pagi hari. Istirahat pada PPS4 dan TSI4 banyak dilakukan pada siang hari dengan persentase 41,1% pada PPS4, dan 39% pada TSI4. PPS4 banyak beristirahat di rumah-rumahan, di dalam gua buatan, dan sering duduk di atas rumput dengan jarak yang jauh dengan induk (Gambar 16A). Sedangkan TSI4 banyak beristirahat di kandang tidur maupun ketika

65 65 49 berada di arena baby zoo (Gambar 16B). Pola perilaku TSI4 belum menunjukkan pola umum, karena semua perilaku TSI4 sudah diatur oleh perawat. A Gambar 16. A. PPS4 sedang duduk di atas rumput B. TSI4 sedang duduk di arena baby zoo bersama keeper aaaaaberdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PPS dan TSI pada seluruh individu, didapatkan hasil bahwa semakin bertambah usia anak orangutan maka semakin menurun istirahat yang dilakukannya, hal ini disebabkan semakin bertambahnya usia, kemampuan anak orangutan untuk bergerak atau menjelajah semakin meningkat karena otot dan alat gerak sudah berkembang dengan baik. Seiring bertambahnya usia hingga remaja perilaku beraktivitas semakin meningkat, sedangkan perilaku istirahat semakin menurun sehingga aktivitas istirahat yang dilakukan semakin menurun. Hasil penelitian ini didukung oleh Maple dan Hoff (1982) tentang perilaku anak gorilla yang menyatakan bahwa ketika bayi gorilla banyak melakukan aktivitas istirahat dan sedikit bermain, tetapi ketika anak-anak gorila banyak melakukan kegiatan bergerak serta bermain dan sedikit beristirahat, ketika dewasa perilaku bergerak dan bermain kembali menurun karena faktor bobot tubuh yang semakin besar. aaaaaberdasarkan hasil pengamatan seluruh individu di PPS dan TSI pada perilaku istirahat terdiri dari perilaku diam atau tidak bergerak seperti duduk, berdiri diam, berbaring, terlentang, dan tidur, dimana perilaku ini banyak dilakukan ketika siang hari sekitar pukul sampai pukul Hasil penelitian ini idukung oleh Kappeler (1984) dan Nurmasito (2003) yang keduanya mengamati perilaku anak Hylobates moloch (Owa Jawa) menyatakan bahwa perilaku istirahat banyak dilakukan pada siang hari sekitar pukul sampai B

66 50 66 pukul Perilaku istirahat yang dilakukan oleh anak orangutan di PPS sering dilakukan bersama dengan induk atau berdekatan dengan induk, sedangkan di TSI hanya TSI1 dan TSI3 yang tidur bersama dengan anak orangutan seusianya. Selain itu, perawat memberikan boneka pada anak orangutan yang masih bayi yang selalu memerlukan benda untuk dipegang sebagai pengganti induk. Menurut Zucker et al. (1995) menjelaskan bahwa ketika tidur bayi orangutan yang tidak dirawat oleh induk dapat diberi boneka untuk dipeluk sebagai pengganti induk. aaaaasecara umum, baik di PPS maupun di TSI seluruh anak orangutan banyak melakukan istirahat pada siang hari, faktor yang mempengaruhinya adalah faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Rata-rata suhu di TSI yang dingin (sekitar 20 0 C, dengan rata-rata kelembaban 70%), dan suhu di PPS (sekitar 30 0 C, dengan rata-rata kelembaban 40%) menyebabkan perilaku istirahat menjadi sangat tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Saczawa (2005) yang menyatakan bahwa hewan tidak banyak melakukan aktifitas bergerak ketika suhu lingkungan rendah (72 0 F atau sekitar 22 0 C), sehingga anak orangutan kurang aktif. Sedangkan menurut Maple (1980) pada kelompok primata diurnal umumnya tidur dilakukan pada malam hari, tetapi pada siang hari terutama pada saat cuaca disekitarnya panas dan kelembaban sekitar 30-60%, primata juga banyak melakukan tidur siang. aaaaaberdasarkan hasil pengamatan, setelah beristirahat anak orangutan akan kembali melakukan aktifitas, bahkan PPS3 dan PPS4 dapat melakukan aktifitas yang banyak kembali meskipun tidak sebanyak pagi hari. Hasil penelitian ini didukung oleh Salter et al. (1985) tentang perilaku anak bekantan (Nasalis larvatus), menyatakan bahwa banyaknya waktu istirahat yang dibutuhkan Colobinae bertujuan untuk mengurangi energi guna kelancaran yang sedang dilakukan. Hasil penelitian Mayes (1983) menyebutkan istirahat diperlukan untuk merawat dan menyegarkan serta memulihkan tubuh dari kelelahan. Perilaku Bermain aaaaaanak orangutan menurut Fagen (1981) akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain dibandingkan kelompok usia lain. Menurut Poirier et al, (1977), Zucker et. All (1995), dan Saczawa (2005), tujuan bermain pada anak

67 67 51 orangutan adalah untuk mempelajari tentang lingkungan. Sehingga perilaku bermain dapat dijadikan salah satu perilaku yang dapat menunjukan perkembangan perilaku anak orangutan. aaaaaanak orangutan di PPS dan TSI dalam perilaku bermain menggunakan beberapa jenis benda seperti: makanan, seperti buah-buahan dan sayuran yang dijadikan mainan, tali, ranting, pohon, daun, ban bekas, tanah atau pasir, boneka, dan dapat juga bermain sendiri. A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 17. Grafik rata-rata perilaku bermain anak orangutan selama penelitian, aaaaaaaaaaaaaa. PPS; B. TSI aaaaaperilaku bermain banyak dilakukan PPS1 di kandang sentral dan enclosure (kandang luar). Bervariasinya benda-benda yang digunakan PPS1 untuk bermain, menyebabkan persentase PPS1 (4,58%) untuk bermain lebih banyak dibanding TSI1(3,11%) (Gambar 17). PPS1 banyak melakukan aktivitas bermain pada sore hari sebesar 39%, sedangkan TSI1 banyak bermain pada siang hari 54,2%. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini adalah usia, kondisi kandang beserta pengayaannya, suhu lingkungan dan perilaku induk serta cara pengasuhan perawat. aaaaapada pagi hari TSI1 masih berada di kandang tidur dan belum banyak beraktivitas, selain itu di dalam kandang tidur yang berukuran 1,5 m x 1,5 m hanya diberikan boneka untuk dipeluk sebagai pengganti induknya ketika tidur. Setelah keluar dari kandang tidur pada pagi hari, PPS1 sudah mulai dapat bermain karena di kandang sentral terdapat banyak enrichment yang dapat digunakan

68 52 68 seperti pohon, daun, ranting, tanah, potongan batang, tali, makanan (buah dan sayur). Hal ini sesuai dengan penelitian Fleagle (1981) dan Van Schaik et al. (2006) yang menyatakkan jika suatu habitat orangutan semakin menyerupai habitat aslinya di alam, maka perilaku orangutan tersebut juga akan menyerupai perilaku di alam. aaaaapps1 akan mengambil benda apapun yang berada di dekat dan sekitarnya. Benda tersebut akan dipukul-pukulkan ke tanah, ataupun ditarik. PPS1 juga terkadang suka meniru perilaku bermain induknya sebagai proses belajar, seperti menarik tali karet, dan memainkan pasir. Perilaku bermain yang dilakukan oleh PPS1 banyak dilakukan di kandang sentral dan enclosure (kandang luar) seperti bermain di pohon bersama induk (Gambar 18A). Di kandang sentral PPS1 dapat bermain dengan pengayaan kandang seperti pasir, tali karet, makanan (buah dan sayur) serta pohon buatan. aaaaaperilaku bermain yang dilakukan TSI1 dilakukan di luar kandang tidur dan perilaku ini banyak dilakukan pada siang hari. pengayaan kandang yang dapat dimainkan seperti tali, ban bekas, makanan yang terdiri dari buah dan sayuran, serta boneka (Gambar 18B). Perilaku bermain pada TSI1 dilakukan ketika TSI1 sedang belajar berjalan atau sedang makan yang dibantu oleh perawat. Sehingga perilaku bermain pada PPS1 tidak terlalu banyak dilakukan. Perilaku bermain juga dapat melatih anak orangutan untuk memegang benda dan membantu melatih kekuatan otot tangan. PPS1 akan menarik-narik boneka, memukulnya ke lantai. Selain itu, di siang hari perawat akan memberi buah dan kacang panjang biasanya PPS1 akan mengambilnya dan memukulkan ke lantai. Hasil penelitian yang sama dilaporkan Saczawa (2005) yang menyatakan bahwa primata muda (anak-anak) terbukti lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dibandingkan kelompok usia lain, perilaku bermain pada anak-anak diawali dengan bermain wajah, dan bermain benda yang ada di dekatnya. aaaaasuhu lingkungan yang dingin (rata-rata suhu 20 0 C dengan rata-rata kelembaban sekitar 50%-70%) serta cuaca di TSI yang lebih sering hujan menyebabkan perilaku TSI1 lebih banyak melakukan perilaku istirahat dibanding beraktivitas. Berbeda dengan suhu dan kelembaban di PPS (rata-rata 30 0 C dengan kelembaban sekitar 30%) serta cuaca yang tidak terlalu banyak hujan

69 69 53 menyebabkan perilaku PPS1 banyak melakukan aktivitas bersama induk dan perilaku meniru induknya. Hasil ini didukung oleh Saczawa (2005) menyatakan bahwa hewan tidak banyak melakukan aktifitas bermain ketika suhu lingkungan rendah (72 0 F atau sekitar 22 0 C), sehingga anak orangutan kurang aktif. A Gambar 18. A. PPS1 sedang bermain di ranting pohon bersama induk B. TSI1 sedang memainkan boneka B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaapps2 lebih banyak melakukan perilaku bermain (16,16%) dibanding TSI2 (14,56%). PPS2 banyak melakukan aktifitas bermain pada sore hari sebesar 43,3%, sedangkan TSI2 pada siang hari sebesar 40,1%. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini adalah usia, kondisi kandang beserta pengayaannya, suhu lingkungan dan perilaku induk serta cara pengasuhan perawat. aaaaaapabila PPS2 berada di atas pohon atau di semak-semak bersama induknya, PPS2 akan memainkan daun dan menarik daun tersebut terutama ketika induknya sedang berisirahat di semak. Daun yang berada di semak tersebut dipergunakan PPS2 untuk bermain. Ketika PPS2 berada di kandang sentral, PPS2 lebih suka memainkan pasir dan menyiramkan pasir itu ke badannya. Di dalam kandang sentral terdapat pengayaan kandang seperti pasir, tali karet, dan pohon buatan. Tali karet yang digunakan untuk bermain akan digoyangkan atau dipukulkan ke pasir. Selain itu, perilaku bermain yang ditunjukkan induknya akan ditiru oleh PPS2, seperti saat induknya memainkan ranting yang ada di dekatnya. aaaaa aaaaatsi2 lebih banyak melakukan perilaku bermain di siang hari, karena sekitar pukul WIB TSI2 baru dikeluarkan dari kandang tidur. Di kandang tidur B

70 70 54 TSI2 hanya diberikan boneka untuk dipeluk sebagai pengganti induknya dan sebagai benda untuk bermain. Ketika TSI2 berada di kandang tidur, TSI2 hanya memainkan boneka dengan kaki dan tangannya. Setelah siang hari perawat akan mengeluarkan TSI2 untuk bermain. Benda yang paling sering dimainkan TSI2 ketika berada di luar kandang tidur adalah ban bekas, TSI2 akan mengayunayunkan ban bekas tersebut. Selain ban bekas, TSI2 juga sering memainkan sayuran cotohnya kacang panjang. TSI2 akan memukul-mukulkan makanan seperti kacang panjang atau kakngkung tersebut ke lantai. Tidak ada proses pelajaran khusus untuk bermain pada TSI2 yang dilakukan oleh perawat. Perawat biasanya hanya memberikan banyak benda-benda yang dapat dijadikan mainan untuk TSI2 yang fungsinya melatih kekuatan otot gerak tangan dan kakinya, juga meningkatkan kemampuan TSI2 dalam memegang benda. C. Usia 1 tahun : Chelin (PPS3) dan Toti (TSI3) aaaaaperilaku Bermain PPS3 dan TSI3 hampir mempunyai persentase yang sama (Gambar 17). Perilaku bermain PPS3 (20,14%) dan TSI3 (20,28%). PPS3 banyak bermain pada sore hari sebesar 40,7%, sedangkan TSI3 banyak bermain pada pagi hari sebesar 42,2%. Hal ini disebabkan karena pada siang hari PPS3 dan TSI3 lebih banyak melakukan perilaku istirahat dan sosial. Setelah cukup beristirahat di siang hari, perilaku bermain PPS3 pada sore hari kembali meningkat tetapi tidak setinggi pada waktu pagi hari. Sesuai dengan hasil penelitian Rijksen (1978) dan Maple (1980) yang menyatakan bahwa, anak orangutan akan banyak melakukan perilaku bermain ketika pagi dan sore hari. aaaaaperilaku bermain banyak dilakukan PPS3 ketika induk sedang istirahat di sore hari. PPS3 akan mengambil benda yang ada di sekitarnya, terutama ranting pohon yang ada di sekitarnya, dipukulkan ke tanah, di bolak-balik, ataupun ditarik-tarik. PPS3 juga sering memainkan tambang karet dan pasir. Tambang tali dipukulkan ke pasir ataupun ditarik-tarik, menyiramkan pasir ke tubuhnya, menggali pasir dengan tangan lalu melemparkan pasir tersebut. Pada TSI3 perilaku bermain lebih banyak dilakukan pada pagi hari, hal ini dikarenakan pada pagi hari TSI3 masih berada di kandang tidur bersama Meti (anak orangutan yang seusia). Di dalam kandang tidur terdapat selimut, koran bekas, serta makanan yang juga dapat digunakan untuk bermain, selain itu TSI3 sering memukul-

71 71 55 mukulkan buah dan sayuran ke lantai, melempar-lemparkan buah dan sayuran ke luar kandang. Tidak ada proses pembelajaran khusus untuk perilaku bermain yang diajarkan oleh perawat kepada TSI3. D. Usia 2 tahun : Kano (PPS4) dan Dika (TSI4) aaaaaperilaku bermain pada PPS4 (23,5%) lebih tinggi dari TSI4 (15,52%). Perilaku bermain PPS4 banyak dilakukan pada sore hari sebesar 37,9% dan TSI4 lebih banyak dilakukan pada pagi hari sebesar 42,9%. Rata-rata PPS4 melakukan aktivitas bermain sehari sekitat 3 jam, sedangkan pada TSI4 perilaku bermain banyak dilakukan pada pagi hari, karena pada siang dan sore hari lebih banyak melakukan perilaku bergerak dan sosial sehingga perilaku untuk bermain menjadi berkurang. Hasil ini didukung oleh Eimerl dan De Vore (1984) yang menyatakkan untuk menjadi primata dewasa dibutuhkan permainan yang berjamjam lamanya setiap hari. aaaaapps4 berada di kandang luar dengan luas yang memadai dan enrichment untuk bermain yang lengkap. Sedangkan TSI4 banyak menghabiskan waktu di arena foto di babyzoo dengan luas dan enrichment yang terbatas. PPS4 paling sering menggunakan ranting dan ban bekas untuk bermain. Dibandingkan bendabenda lain yang ada di kandang. Sedangkan TSI4 paling banyak memainkan ban bekas dan tali, karena hanya benda tersebut yang ada di arena foto babyzoo. Ban bekas digelindingkan, lalu ditumpuk sambil memainkan tali yang ada di dekatnya. TSI4 akan melakukan perilaku bermain ketika tidak ada pengunjung yang datang ke baby zoo. AaaaaPerilaku bermain dipengaruhi oleh usia, kondisi kandang beserta pengayaannya, suhu lingkungan dan perilaku induk serta cara pengasuhan perawat. Perilaku bermain cenderung meningkat seiring bertambahnya usia anak orangutan. Perkembangan perilaku anak orangutan dapat diketahui dari perilaku bermain. aaaaaberdasarkan hasil pengamatan dari seluruh individu anak orangutan di PPS dan TSI. Anak orangutan lebih banyak melakukan perilaku bermain dengan menggunakan makanan yang ada di dekatnya, seperti buah-buahan dan sayuran, tali, ranting, pohon, daun, ban bekas, tanah atau pasir, boneka, dan dapat juga bermain sendiri atau bersama induk dan individu lain yang termasuk ke dalam

72 72 56 perilaku sosial. Menurut hasil penelitian Enomoto (1990) tentang perilaku bermain pada anak Bonobo, menyatakan bahwa anak Bonobo lebih banyak melakukan perilaku bermain seperti memainkan daun dan ranting. aaaaamenurut hasil penelitian yang telah di lakukan di PPS dan di TSI, seiring bertambah bertambahnya usia anak orangutan maka perilaku bermain semakin meningkat. Perilaku bermain pada anak orangutan bertujuan mengenal lingkungan, juga melatih kekuatan alat geraknya. Bermain merupakan bagian penting dalam perkembangan individu muda menuju masa dewasa dalam kelompoknya. Bagi anak orangutan, bermain merupakan latihan fisik bagi perkembangan dan pertumbuhan otot-otot lokomotornya agar dapat dipergunakan dengan sempurna. Selain itu, melalui bermain anak orangutan dapat belajar menyesuaikan diri dengan teman sebayanya atau dengan anggota kelompok lainnya. Bermain juga melatih bakat dan kemampuan anak monyet atau kera untuk mempersiapkan diri agar mampu mengatasi keadaan darurat yang mungkin suatu hari akan mengancam kehidupannya. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Simanjuntak (1998) yang telah melakukan penelitian tentang perilaku anak orangutan di Ketambe, dimana perilaku bermain akan meningkat mulai usia bayi hingga anak-anak, lalu menurun setelah remaja hingga dewana. Hasil penelitian ini juga diperkuat Fagen (1983) yang menyatakka perilaku bermain berfungsi untuk tanggap terhadap lingkungan sekitarnya. Penelitian lain yang sesuai adalah Napier dan Napier (1985) dan Poole (1985) menyatakan bahwa dengan bermain anak tersebut dapat belajar dari induk untuk dapat bertahan hidup di lingkungan sekitarnya bila dewasa kelak. Sedangkan menurut Bismark (1994) tujuan perilaku bermain pada Nasalis merupakan salah satu sarana pembelajaran bagi anak lutung perak untuk melatih gerak motorik. Di PPS dengan kondisi kandang yang menyerupai habitat di alam yang memiliki pengayaan beragam mengakibatkan rata-rata perilaku anak orangutan yang berada di PPS lebih tinggi dibanding dengan anak orangutan yang berada di TSI yang berada di kandang yang terbatas dengan pengayaan yang minimal. Hasil penelitian ini didukung Van Schaik et al. (2006) yang menunjukan bahwa habitat yang dibuat mirip dengan habitat aslinya di alam akan membuat anak orangutan lebih lama melakukan aktifitas bermain.

73 73 57 aaaaaperilaku bermain juga dipengaruhi oleh faktor suhu lingkungan, di TSI yang mempunyai suhu lingkungan yang lebih rendah (rata-rata suhu 20 0 C dengan kelembaban tinggi sekitar 50-70%) dibandingkan suhu di PPS (rata-rata 30 0 C dengan kelembaban 30-50%) mengakibatkan rata-rata perilaku bermain orangutan di TSI menjadi lebih rendah dan lebih banyak beristirahat dibanding dengan di PPS. Hal ini sesuai dengan penelitian Saczawa (2005) menyatakan bahwa hewan tidak banyak melakukan aktifitas bermain ketika suhu lingkungan rendah (72 0 F atau sekitar 22 0 C), sehingga anak orangutan kurang aktif. aaaaahasil penelitian yang telah dilakukan di PPS dan TSI sesuai dengan hasil penelitan yang dilakukan Saczawa (2005) yang menyebutkan bahwa anak orangutan yang lebih muda cenderung bermain sendiri dan memainkan benda yang berada di dekatnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, TSI1, TSI2, dan PPS1, cenderung bermain sendiri, sedangkan individu yang lebih tinggi usianya, cenderung lebih banyak bermain dengan individu lain. Faktor lain yang mempengaruhi perkemangan perilaku main adalah adanya individu yang sesuia yang berada dalam satu kandang, dari seluruh individu yang diamati diantaranya PPS2, PPS3, TSI2 dan TSI3 yang disatu kandangkan dengan orangutan yang seusia, sehingga rata-rata perilaku bermain menjadi tinggi dibanding dengan individu anak orangutan lain. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Zuker (1986) menyatakan bahwa bahwa anak orangutan yang berada di kebun binatang yang hidup bersama dengan hewan seusianya, mereka cenderung lebih banyak bermain dibandingkan apabila anak orangutan tersebut selalu dengan induknya. aaaaaanak orangutan di PPS yang selalu berada dekat induknya akan melakukan perilaku bermain ketika sedang terlepas dari pangkuan induknya atau ketika induk sedang istirahat. Di TSI anak orangutan akan bermain jika perawat memberikan mainan seperti boneka atau makanan yang digunakan untuk bermain, maupun bermain sendiri. Hasil ini didukung oleh Simanjuntak (1998) yang menyatakan bahwa umumnya anak orangutan liar akan bermain setelah lepas dari pelukan induk pada saat induk makan atau sedang istirahat.

74 74 58 Perilaku Sosial aaaaapada primata hubungan sosial terjalin antara lain melalui aktivitas bermain bersama antara induk dengan anak. Perilaku sosial merupakan perilaku yang sangat penting dalam proses perkembangan kemampuan anak orangutan. Dalam proses sosial ini induk dan perawat akan mengajarkan anak orangutan berinteraksi, belajar dengan meniru (Maple, 1980). Menurut Kaplan dan Rogerss (1994) induk orangutan memberikan seluruh pengalaman hidupnya bagi bayi mereka. A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 19.aGrafik rata-rata perilaku sosial anak orangutan selama penelitian, aaaaaaaaaaaaa. PPS; B. TSI aaaaapersentase perilaku sosial PPS1 (9,99%) lebih rendah dibandingkan dengan TSI1 (12%) (Gambar 19). Persentase perilaku sosial PPS 1 dan TSI1 lebih banyak dilakukan pada siang hari ketika induk beristirahat, PPS1 sebesar 48,5% dan TSI1 43,8%. Persentase perilaku sosial PPS1 lebih rendah dibandingkan dengan TSI1, hal ini disebabkam TSI1 sering berinteraksi dengan perawat dari mulai pagi, siang, dan sore hari (Gambar 20A). Dari ketiga waktu tersebut menunjukan interaksi yang cukup tinggi. Faktor yang menyebabkannya antara lain faktor usia, ada tidaknya individu lain dalam satu kandang, dan perbedaan cara pengasuhan dikedua tempat tersebut. aaaaapps1 melakukan proses sosial atau berinteraksi dengan induknya ketika induk beristirahat. Induk akan menggendong PPS1 dipangkuannya lalu mulai

75 75 59 melakukan menelisik (grooming) pada PPS1, juga membersihkan anus dan daerah kelamin anaknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bismark (1994) mengenai perilaku menelisik pada lutung perak (Nasalis larvatus) yang sering terjadi pada saat laktasi. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Grier (1984) mengenai perilaku menelisik pada primata yang menyebutkan bahwa, individu dewasa lebih banyak melakukan aktivitas menelisik dari pada anak dan bayi. Selain perilaku menelisik, induk biasanya akan menggendong anaknya ke atas pohon (puncak pohon) sekitar 15 meter apabila PPS1 dan induknya berada di enclosure, tujuannya untuk memperkenalkan habitat asli dan kebiasaan orangutan di habitat alam, selain itu menjaga agar anaknya tidak di ganggu oleh individu lain. Induk orangutan akan menghabiskan banyak waktu berada di atas pohon apabila berada di enclosure. Selain itu, sebelum naik ke pohon induk PPS1 akan membawa banyak makanan di tangan dan mulutnya, setelah sampai di atas pohon induk akan memberikan makanan secara mouth to mouth dengan anaknya, tujuannya memudahkan anak untuk mencerna makanan serta memperkenalkan makanan yang dapat dimakan. Apabila berada di kandang sentral, induk akan banyak melakukan kegiatan bergelantung, berayun dan memanjat sambil menggendong PPS1, tujuannya agar PPS1 dapat meniru perilaku dari induknya. Apabila anak sudah mulai bisa merangkak, dan berjalan induk PPS1 akan membawakan atau sengaja mendekat ke tempat yang banyak makanannya agar anak bisa belajar mengambil makanannya sendiri. Ketika ada individu lain yang mendekat, induk biasanya langsung mendekati anak atau menarik anaknya kemudian menggendong atau memeluknya, sebagai pertahanan dari bahaya yang mengancam anaknya. aaaaaperilaku sosial di TSI sangat berbeda dengan perilaku sosial di PPS. Selama masa perawatan, kebersihan tubuh TSI1 menjadi tanggung jawab perawat, karena kebersihan tubuh anak sangat penting untuk mencegah adanya penyakit. TSI1 dimandikan 1-2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan air hangat dan memakai shampo (Gambar 20B). Apabila cuaca hujan dan suhu dingin, perawat hanya memandikannya satu kali, agar TSI1 tidak kedinginan. Selama mandi bagian-bagian yang harus dibersihkan menyeluruh dari kepala, lipatan-lipatan tangan, badan, lipatan-lipatan kaku, bagian badan belakang (bokong), jari-jari dan

76 760 sela-sela jari. Setelah mandi, semua bagian tubuh TSI1 dikeringkan dengan handuk yang lembut dan bersih. Untuk menjaga kehangatan kulit perawat akan memberikan minyak telon, dan untuk menjaga kelembaban kulit perawat akan memberikan lotion. Selain menjaga kebersihan tubuh, perawat juga memperhatikan pertumbuhan kuku TSI1 dengan memeriksanya minimal dua kali seminggu, apabila kotor harus dibersiha\kan dan apabila sudah terlalu panjang harus dipotong, karena kuku dapat menularkan penyakit. aaaaainteraksi sosial dengan perawat tidak hanya ini saja, perawat juga secara rutin menimbang berat badan TSI1, selain itu juga perawat akan membersihkan bagian anus dengan kapas atau handuk lembut yang sudah dibasahi air hangat ketika TSI1 selesai defekasi dan urinasi. Sebelum dimandikan perawat akan menjemur PPS1 yang sebelumnya dimasukan ke dalam box besar, di bawah sinar matahari ketika pagi hari (sekitar pukul WIB) selama hampir 2 jam. Proses belajar dimulai ketika selesai dimandikan, dimulai dengan belajar bergerak, belajar makan, belajar berinteraksi dengan individu lain. Proses belajar ini akan berhenti ketika orangutan siap dipindahkan ke kandang luar sekitar usia 12 bulan (1 tahun), karena pada usia ini anak orangutan telah mampu untuk beradaptasi dengan baik dengan lingkungnnya, dalam arti sudah tidak bergantung lagi sepenuhnya kepada manusia. Hasil penelitian ini didukung oleh Harrisson (1962) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa syarat dalam merawat anak orangutan di habitat ex situ diantaranya harus memberikan makan, memandikan, istirahat dengan teratur, menjaga kesehatan tubuh, dan membiasakan anak orangutan untuk berada di bawah sinar matahari. aaaaatsi1 lebih mudah bersosial dengan individu lain baik perawat maupun anak orangutan lain. Hal ini dikarenakan TSI1 sudah dibiasakan berinteraksi dengan anak orangutan lain dalam satu kandang. Sedangkan PPS1 masih terlihat takut apabila ada orangutan lain yang dimasukan dalam kandang yang sama, hal ini mungkin disebabkan perilaku induknya yang sangat melindungi anaknya, sehingga anaknya kurang dapat berinteraksi dengan individu lain.

77 77 61 A Gambar 20. A. PPS1 sedang berinteraksi dengan induk B. TSI1 sedang dimandikan oleh perawat B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaapersentase perilaku sosial PPS2 (6,92%) lebih rendah dibandingkan dengan TSI2 (9,33%). TSI2 sering berinteraksi dengan perawat dari pagi hari sebesar 42,6% sedangkan waktu siang dan sore hari TSI2 banyak melakukan perilaku makan dan bergerak. Sedangkan PPS12 banyak melakukan interaksi sosial pada waktu siang hari sebesar 52,4%. Faktor yang menyebabkannya antara lain ada tidaknya individu lain dalam satu kandang, dan perbedaan cara pengasuhan dikedua tempat tersebut. aaaaapps2 banyak melakukan proses sosial atau berinteraksi dengan induknya ketika induk beristirahat, induk akan menarik PPS2 dipangkuannya lalu mulai melakukan menelisik. Selain perilaku tersebut, induk biasanya akan menggendong anaknya ke atas pohon apabila PPS2 dan induknya berada di enclosure (Gambar 21A), tujuannya untuk memperkenalkan habitat asli dari orangutan juga mengajari anaknya cara membuat sarang, selain itu menjaga agar anaknya tidak di ganggu oleh individu lain. Induk orangutan akan menghabiskan banyak waktu berada di atas pohon apabila berada di enclosure. Sebelum naik ke pohon induk PPS2 akan membawa banyak makanan di tangan dan mulutnya, setelah sampai di atas pohon induk akan memberikan makanan untuk anaknya. Apabila berada di kandang sentral, induk akan sering melakukan kegiatan bergelantung, berayun dan memanjat, tujuannya agar PPS2 dapat meniru perilaku dari induknya. Saat PPS2 belajar memanjat atau bergelantung di tali, induk akan mendekati anaknya dan memegangi tali yang digunakan oleh anaknya, sebagai bentuk rasa perhatian dan B

78 7862 kasih sayang kepada anaknya. Selain itu, saat induk memegang ranting untuk dimainkan lalu anaknya memintanya, maka induk akan memberikan ranting tersebut untuk dimainkan anaknya. Ketika ada individu lain yang mendekat, induk biasanya langsung mendekati anak atau anak akan mendekati induknya, lalu induk akan menggendong anaknya di pundaknya sebagai pertahanan dari bahaya yang mengancam anaknya. aaaaaperawat sebagai pengganti induk akan mempengaruhi perilaku TSI2. Perawatan yang diberikan pada TSI1 diberikan juga pada TSI2, mulai memandikan di pagi dan sore hari, menghanduki, menyisiri rambutnya, dan memberikan minyak telon. Tetapi TSI2 tidak berjemur di bawah sinar matahari. TSI2 juga sudah dapat bergelantungan, memanjat, dan berayun dengan baik, sehingga perawat tidak mengajarinya lagi. Meskipun sudah dapat bergerak dengan baik, TSI2 masih memperlihatkan perilaku anak-anaknya dengan sering ingin digendong oleh perawat, tidak mau mandi, selalu menarik-narik kabel pemanas air, dan selalu mengganggu TSI1 apabila dikeluarkan dari kandang tidur. Apabila TSI2 sudah tidak bisa diatur, perawat akan menggendongnya lalu menasehatinya sambil mengusap-usap kepalanya (Gambar 21B). Apabila masih sering mengganggu biasanya dimasukan kembali ke kandang tidur meskipun pada siang hari. Hasil penelitian ini didukung oleh Harrisson (1962) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa syarat dalam merawat anak orangutan di habitat ex situ diantaranya harus memberikan kasih sayang seperti menggedongnya atau memeluk dan membelai tubuhnya. aaaaaterdapat perbedaan perilaku sosial berdasarkan hasil pengamatan antara PPS2 dan TSI2. PPS2 masih sulit bersosialisasi dengan orangutan lain, hal ini dapat terlihat apabila induk dan PPS2 disatukan dengan orangutan lain aktivitas PPS2 menjadi berkurang dan lebih banyak berada di dekat induknya. Sedangkan TSI2 apabila disatukan dengan orangutan lain dalam satu kandang TSI2 dapat berinteraksi dengan orangutan tersebut, hal ini dapat terlihat ketika TSI2 dimasukan ke dalam kandang kaca di babyzoo disatukan dengan TSI4 dan Adam (anak orangutan berusia 2 tahun) ketiga orangutan ini akan melakukan interaksi seperti kejar-kejaran meskipun terkadang terjadi perilaku agonistik.

79 79 63 A Gambar 21. A. PPS2 sedang berinteraksi dengan induk di atas pohon B. TSI2 sedang digendong perawat B C.Usia 1 tahun : Chelin (PPS3) dan Toti (TSI3) aaaaapersentase PPS3 untuk melakukan aktivitas sosial sebesar 4,87% dan TSI3 sebesar 8,1%. PPS3 banyak melakukan perilaku sosial pada waktu siang hari sebesar 53%, sedangkan TSI3 pada pagi hari sebesar 50%. Persentase perilaku sosial PPS3 lebih rendah dibandingkan dengan PPS1, PPS2, dan TSI3. Hal ini disebabkan PPS3 sudah tidak terlalu banyak melakukan interaksi sosial pada waktu siang hari ketika induk beristirahat, melainkan lebih banyak melakukan kegiatan bergerak dan bermain. Sedangkan TSI3 mulai berinteraksi dengan perawat mulai pagi hari, sedangkan waktu siang dan sore hari TSI3 banyak melakukan perilaku makan dan bergerak. aaaaapps3 banyak melakukan proses sosial atau berinteraksi dengan induknya ketika induk beristirahat (Gambar 22A), namun persentasenya lebih rendah dari PPS1 (9,99%) dan PPS2 (6,92%). Perilaku sosial yang terjadi seperti menelisik (grooming) yang dilakukan induk ke anak, bahkan PPS3 sudah mulai dapat melakukan grooming ke induk. Induk PPS3 juga sering membelai rambut PPS3 sebagai tanda kasih sayang. Setelah 500 jam pengamatam PPS3 mulai terjadi proses penyapihan, induk biasanya akan menjauhi PPS3 apabila PPS3 mendekat atau ketika PPS3 sedang bermain, induk biasanya berjalan menjauhinya. Tetapi induk akan mendekati PPS3 apabila anaknya diganggu oleh individu lain, ini merupakan wujud kasih sayang dan perhatian induk terhadap anaknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Horr (1975) serta Kaplan dan Rogerss (1994) yang

80 8064 menyatakan bahwa proses penyapihan pada anak orangutan akan berlangsung pada anak orangutan pada usia menginjak 2 tahun. aaaaapps3 sudah dapat bergerak dengan aktif, memanjat, berayun, dan bergelantungan. Berdasarkan hasil pengamatan, perilaku meniru tingkah laku induk pada PPS3 sangat tinggi, contohnya ketika induk sedang membuat alas tidur dari ranting pohon dengan cara membereskannya lalu tidur di atas ranting tersebut, maka PPS3 akan meniru perilaku induknya hingga PPS3 juga tidur di atas ranting sama dengan induknya. aaaaaperawatan yang diberikan pada TSI1, dan TSI2 diberikan juga pada TSI3, dari mulai memandikan di pagi dan sore hari, menghanduki, menyisiri rambutnya, tetapi TSI3 sudah tidak diberi minyak telon serta tidak berjemur di bawah sinar matahari. TSI3 sudah dapat bergelantungan, memanjat, dan berayun dengan aktif, sehingga perawat tidak mengajarinya lagi. Perilaku sosial lain dapat terjadi antara TSI3 dengan perawat ketika bermain di pohon buatan (Gambar 22B). Meskipun sudah dapat bergerak dengan baik TSI3 termasuk anak orangutan yang nakal, contohnya perawat harus menarik untuk mandi dan keluar dari kandang tidurnya, sehingga TSI3 harus dimandikan dengan cara disemprot dengan selang dari luar kandang tidur oleh perawat. TSI3 sudah dapat naik ke atas pohon setinggi 10 meter yang berarti TSI3 sudah mampu memanjat, dan bergelantung dengan sangat baik dan memerlukan pengawasan khusus apabila TSI3 bermain di luar kandang tidur. AaaaaBerdasarkan hasil pengamatan antara PPS3 dan TSI3. PPS3 sudah dapat berinteraksi dengan orangutan lain, hal ini dapat terlihat apabila induk dan PPS3 disatukan dengan orangutan lain aktivitas PPS3 tidak berkurang dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Sedangkan perilaku sosial TSI3 lebih baik dibanding dengan TSI2, karena di dalam kandang tidur TSI3 disatukan dengan Meti (anak orangutan yang seusia dengan TSI3), sehingga apabila disatukan dengan orangutan lain dalam satu kandang TSI3 dapat berinteraksi dengan orangutan tersebut. Pada usia 1 tahun perilaku anak orangutan di TSI diharapkan sudah mampu untuk mandiri atau tidak bergantung sepenuhnya kepada manusia, sehingga perilaku sosial dan interaksi perawat dengan TSI3 sudah mulai dikurangi.

81 8165 A Gambar 22. A. PPS3 sedang berinteraksi dengan induk B. TSI3 sedang berinteraksi dengan perawat D. Usia 2 tahun : Kano (PPS4) dan Dika (TSI4) Persentase perilaku sosial PPS4 (3,13%) lebih sedikit dibandingkan TSI4 (7,35%). PPS4 dan TSI4 banyak melakukan perilaku sosial pada waktu siang hari dengan persentase sebesar 55% pada PPS4 dan 42,9% pada TSI4. Persentase perilaku sosial PPS4 terendah dibanding dengan individu lain, interaksi yang terjadi hanya grooming antara PPS4 dengan induknya, dan interaksi lain adalah istirahat (Gambar 23A) atau duduk bersama. Perilaku penjagaan terhadap anak hampir tidak ada, karena saat PPS4 bergerak atau beraktivitas induk hanya diam berada di atas sarang buatan. Proses belajar atau proses meniru tingkah laku induk sudah mulai berkurang. Hal ini karena PPS4 sudah dapat mandiri dalam segala hal, sehingga perilaku sosial sangat jarang terjadi. aaaaatsi4 mulai berinteraksi dengan perawat dari mulai pagi, siang, dan sore hari (Gambar 23B). Proses belajar pada TSI4 juga sudah mulai berkurang. TSI4 merupakan anak orangutan yang sudah siap dilepaskan, karena telah mampu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dengan baik sehingga perilaku interaksi dengan perawat sudah berkurang. aaaaaberdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, bahwa pada PPS3 dan PPS4 sudah terjadi proses penyapihan oleh induk, hal ini ditandai ketika anak mendekat induk sering mendorong tubuh anaknya atau induk terkadang menjauh dari anaknya ketika anak sedang asik bermain atau bergelantung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Horr (1975) serta Kaplan dan Rogerss (1994) yang menyatakan bahwa proses penyapihan akan dimulai pada anak orangutan pada usia 2 tahun. B

82 8266 Hasil penelitian ini juga diperkuat Maple dan Hoff (1982) mengenai bayi gorila, yang menyatakan bahwa induk gorila akan mengasuh anaknya sampai usia 3,5 4 tahun dan proses penyapihan dimulai pada usia 6 bulan ditandai dengan induk yang sering mendorong anak ketika mendekat. A Gambar 23. A. PPS4 sedang berinteraksi dengan induknya B. TSI4 sedang disisiri oleh perawat aaaaaberdasarkan hasil pengamatan terhadap seluruh individu anak orangutan di PPS dan TSI, diperoleh hasil bahwa seiring bertambahnya usia anak orangutan maka perilaku sosial semakin berkurang. Faktor yang menyebabkannya antara lain faktor usia, ada tidaknya individu lain dalam satu kandang, dan perbedaan cara pengasuhan dikedua tempat tersebut. aaaaaterdapat perbedaan pola pengasuhan antara anak orangutan di PPS dan di TSI. Kasih sayang, perhatian, serta pelajaran mengenai kehidupan dari induk tidak didapatkan oleh anak orangutan di TSI dan digantikan oleh perawat sebagai induk yang sama sekali berbeda dengan induk. Perbedaan pengasuhan tersebut dapat menjadi faktor stress jika perawat sebagai pengganti induk tidak dapat merawat anak orangutan tersebut dengan benar. Ada banyak faktor yang harus mendapatkan perhatian khusus untuk menggantikan peran induk dalam masa perawatan anak orangutan hingga dapat hidup mandiri, antara lain: kandang, pakan, lingkungan, serta yang paling penting adalah perhatian dan kasih sayang yang cukup dan tepat, karena pada suatu saat anak orangutan tersebut akan menjadi mahluk yang liar, dan sangat sensitif, sehingga kesalahan sedikit saja dapat membahayakan kehidupan anak orangutan tersebut. Hal ini berbeda dengan B

83 8367 tipe pengasuhan yang terjadi di PPS, campur tangan manusia bahkan diminimalisir sekecil mungkin, contohnya dalam hal pemberian makan di enclosure atau kandang luar dilakukan ketika induk dan anak belum dilepaskan dan masih berada di kandang tidur, hal ini bertujuan agar induk dan anak dapat mencari makanan sendiri. Hasil penelitian ini diperkuat Macdonald (1985) menyatakan bahwa melalui interaksi sosial dengan induk, individu muda memperoleh berbagai pelajaran dan pengalaman, seperti tingkah laku seksual, maternal, dan agresifitas dapat dilakukan dan dilatih melalui bermain bersama (social play). Hasil penelitian lain yang mendukung adalah Juita (1993) menyatakan bahwa perilaku sosial pada saat bermain bersama sering teramati pada anak monyet ekor panjang (Macaca fasicularis), sedangkan pada monyet dewasa sudah jarang terlihat, bentuk perilaku sosial yang sering teramati adalah perilaku merangkul, menjaga bayi dan menelisik. aaaaafaktor yang mempengaruhi perilaku sosial diantaranya adalah kondisi kandang, semakin terbatasnya ukuran kandang dan pengayaan dalam kandang menyebabkan kebutuhan ruang gerak dan kesempatan bermain menjadi terbatas. Akhirnya hewan tersebut tidak dapat melakukan kontak sosial dengan hewan lain. Tetapi kelebihan menempatkan hewan dalam kandang khusus adalah dapat menjamin kelestarian hewan, sehingga hewan dapat bertahan hidup terhadap tekanan-tekanan yang disebabkan oleh adanya predator, kompetisi dalam mencari dan memperoleh sumber makanan serta kondisi lingkungan yang berubah-ubah seperti kedinginan (Harrisson 1962). aaaaa Faktor yang mempengaruhi perilaku sosial lainnya adalah adanya individu lain yang digabungkan dengan tujuan melatih anak orangutan agar dapat berinteraksi dengan individu lain. Di PPS dan TSI terjadi pengelompokan yang mengakibatkan tidak semua individu dapat berinteraksi dengan individu lainnya. Pengelompokan individu dilakukan berdasarkan tingkat kecocokan satu dengan individu yang lainnya. Individu yang lebih muda dapat disatukan dengan induk yang mempunyai anak. Individu yang memiliki kedekatan dengan induk dapat pula disatukan dalam satu kelompok. Hal ini akan mengakibatkan anak akan memiliki tingkat keamanan yang cukup besar terhadap adanya agresi dari individu lain. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan dihasilkan bahwa anak

84 68 84 orangutan lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas sendiri jika dalam kandang tersebut hanya ada induk. Jika anak orangutan tersebut digabung dalam satu kandang dengan individu lain, maka anak orangutan akan lebih sering bermain bersama (berinteraksi) dengan individu yang seusia. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Simanjuntak (1998) yang mengamati perilaku anak orangutan di Ketambe, Simanjuntak (1998) menyebutkan bahwa anak orangutan akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan aktivitas sendiri. Hal ini terjadi karena di alam anak orangutan jarang bertemu dengan individu orangutan lain baik yang seusia maupun tidak, kecuali bila ada individu seusia berada dalam satu pohon pakan. aaaaaperilaku sosial yang dilakukan oleh anak orangutan masih sangat rendah, seperti perilaku menelisik dengan orangutan lain (allogrooming) atau perilaku menelisik yang dilakukan dengan individu lain. Di TSI perilaku menelisik dengan orangutan lain hampir jarang dilakukan. Anak orangutan di PPS menjadi objek yang di menelisik oleh induk. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Grier (1984) mengenai perilaku menelisik pada primata yang menyebutkan bahwa individu dewasa lebih banyak melakukan aktivitas menelisik dari pada anak dan bayi. Perilaku sosial lain yang teramati pada individu di PPS dan TSI adalah perilaku bermain bersama, baik dengan induk, perawat, maupun dengan individu lain. Berdasarkan hasil pengamatan di TSI anak orangutan lebih banyak berinteraksi dengan perawat. aaaaaperilaku menelisik pada anak orangutan di PPS sering dilakukan ketika induk dan anak sedang istirahat dan menyusu. Induk akan menarik anaknya lalu mulai menelisik rambut anaknya. Hasil ini diperkuat Chalmers (1980) yang menyatakan bahwa perilaku menelisik biasanya dilakukan primata ketika sedang istirahat atau makan, saat menelisik primata akan menggunakan kedua tangannya untuk menarik, menyibak, menyisir, dan mencari kutu serta kotoran pada permukaan kulit. Menurut Wood-Gush (1983) tujuan dari menelisik ini adalah merupakan bentuk komunikasi, yaitu komunikasi dengan sentuhan (tactile communication), juga untuk memperkuat hubungan antar individu dalam satu kelompok serta meredakan ketegangan pada saat terjadi konflik di antara individu. Hasil penelitian ini juga didukung Saczawa (2005) yang menyatakan

85 85 69 bahwa dalam hubungan sosial orangutan dewasa lebih suka mengungkapkannya dalam bentuk aktivitas menelisik, sedangkan anak lebih banyak mengungkapkan dalam bentuk aktivitas bermain bersama induk. Hasil penelitian lain yang mendukung menurut Smuts et al. (1987) anak yang sedang laktasi akan dibersihkan bagian-bagian tubuhnya oleh induknya, sehingga perilaku menelisik terhadap anak hanya dilakukan induknya sendiri, selain itu menelisik terhadap anak juga dilakukan pada saat akan tidur, baik tidur siang, maupun tidur malam. Hasil penelitian lain yang sesuai adalah hasil penelitian Iskandar (2007) tentang perilaku pada Owa Jawa, yang menyatakan bahwa induk Owa Jawa di penangkaran lebih sering menelisik anaknya dibanding menelisik orangutan lain. Perilaku Agonistik aaaaaperilaku agonistik dipengaruhi oleh usia, perilaku induk dan pengasuhan perawat, serta adanya individu lain. Di alam perilaku agonistik cenderung menurun seiring bertambahnya usia anak orangutan (Maple 1980). A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 24. Grafik rata-rata perilaku agonistik anak orangutan selama penelitian, aaaaaaaaaaaaaa. PPS; B. TSI aaaaaperilaku agonistik yang teramati pada TSI1 sebanyak 2,24%, hal ini disebabkan karena TSI1 disatukan dalam satu ruangan dengan Aming (TSI2) yang terkadang menarik rambut atau mengejar TSI1 hingga menangis. Pada PPS1 perilaku agonistik sangat rendah dengan persentase sebesar 0,70% (Gambar 24), karena PPS1 berada pada kandang terpisah dengan orangutan lain, dan apabila

86 8670 disatukan dengan orangutan lain, PPS1 akan selalu berada dekat dengan induk, sehingga kemungkinan perilaku agonistik sangat rendah. Perilaku agonistik pada PPS1 dan TSI1 banyak terjadi pada siang hari dengan persentase sebesar 40,5% pada PPS1 dan 35,5% pada TSI1. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa salah satu tanda terjadinya perilaku agonistik adalah ketika anak orangutan menjerit atau menangis. Hasil penelitian yang mendukung adalah Maestripieri et al. (2002) mengenai perilaku agonistik pada induk gorila yang biasanya muncul pada saat istirahat yang disebabkan karena adanya beberapa betina dewasa mengganggu, seperti berusaha untuk mengambil bayi dari induk sehingga terkadang suka terjadi rebutan bayi hingga menangis. Hasil penelitian lain yang mendukung adalah Saczawa (2005) yang menyatakan apabila berada dalam keadaan terdesak, dan merasa tersakiti, maka anak orangutan akan menjerit dan mencari perlindungan induknya. B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaaterdapat perbedaan perilaku sosial berdasarkan hasil pengamatan antara PPS2 (1,89%) dan TSI2 (2,33%). Perilaku agonistik pada TSI2 lebih banyak dari pada PPS2, karena TSI2 berada dalam satu tempat dengan TSI1 sehingga apabila mereka bermain bersama tanpa ada pengawasan dari perawat tidak jarang TSI2 menarik rambut, mengejar, dan saling menggigit TSI1 hingga menangis. Perilaku agonistik pada PPS2 dan TSI2 banyak terjadi pada siang hari dengan persentase sebesar 41,8% pada PPS2 dan 34% pada TSI2. Apabila TSI2 disatukan dengan orangutan lain dalam satu kandang TSI2 akan berinteraksi dengan orangutan tersebut, hal ini dapat terlihat ketika TSI2 dimasukan ke dalam kandang kaca di babyzoo saat disatukan dengan TSI4. TSI2 akan melakukan interaksi seperti kejarkejaran, terkadang terjadi perilaku agonistik. PPS2 masih sulit bersosialisasi dengan orangutan lain, hal ini dapat terlihat apabila induk dan PPS2 disatukan dengan orangutan lain, aktivitas PPS2 menjadi berkurang dan lebih banyak berada didekat induknya, meskipun terkadang PPS2 menangis atau menjerit jika diganggu oleh individu lain atau ditinggalkan induknya.

87 8771 C. Usia 1 tahun : Chelin (PPS3) dan Toti (TSI3) aaaaaperilaku TSI3 sebesar 7,06% lebih tinggi dibanding dengan PPS3 sebesar 2,54%. Perilaku agonistik pada PPS3 banyak terjadi pada siang hari sebesar 42,6%, sedangkan pada TSI3 agonistik benyak terjadi pada pagi hari sebesar 43,1%. Perbedaan persentase ini disebabkan karena PPS3 berada di kandang dalam bersama induknya dan Bili (orangutan dewasa), apabila Bili mencoba menggangu PPS3 maka PPS3 segera mendekati induknya atau induknya akan segera mendekat dan menjaga PPS3 dari gangguan orangutan lain. Perilaku agonistik yang lain adalah terjadinya rebutan makanan antara PPS3 dan individu lain, juga perilaku induk yang sering meninggalkan anaknya sehingga PPS3 menjerit. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap individu PPS3, ternyata induk PPS3 terkadang memukul anaknya apabila anak merebut makanan induknya. Hasil penelitian ini didukung oleh Nicolson (1987) yang menyatakan bahwa terkadang induk sering memukul, menggigit, menghalangi, dan mengejar anaknya apabila anaknya merebut makanan induknya. Selain itu induk PPS3 mulai melakukan proses penyapihan, dengan cara selalu mendorong anaknya apabila mendekati induk. aaaaaperilaku agonistik pada TSI3 lebih tinggi karena TSI3 disatukan dengan Meti (orangutan yang hampir seusia). Perilaku agonistik antara TSI3 dan Meti yang terjadi seperti saling tarik rambut hingga keduanya memperlihatkan giginya, bergulat karena merebutkan selimut dalam kandang tidur. Ketika keduanya dikeluarkan dari kandang tidur untuk bermain di pohon buatan, perilaku agonistik jarang terjadi. Perilaku agonistik diperlukan oleh orangutan guna belajar mempertahankan diri dari musuh. D. Usia 2 tahun : Kano (PPS4) dan Dika (TSI4) aaaarata-rata persentase perilaku agonistik PPS4 (1,63%) lebih rendah dibandingkan TSI4 (4,77%). Perilaku agonistik pada PPS4 dan TSI4 banyak terjadi pada siang hari dengan persentase 41% pada PPS4 dan 58,5% pada TSI4. Rata-rata perilaku agonistik pada TSI4 lebih tinggi karena TSI4 digabungkan dengan Adam (anak orangutan seusia dengan TSI4) dan TSI2 dalam kandang kaca di baby zoo, sehingga kemungkinan perilaku agonistik terjadi cukup besar. Perilaku agonistik yang terjadi pada TSI4 diantaranya saling kejar-kejaran, tarik

88 8872 menarik rambut, saling gigit, merebutkan makanan, bahkan saling pukul. Selain dengan anak orangutan lain, peilaku agonistik pada TSI4 juga dilakukan dengan perawat. Perawat terkadang memukul TSI4 dengan handuk apabila TSI4 tidak mau dimandikan. aaaaapps4 sedikit melakukan agonistik karena penggabungan PPS4 dengan individu orangutan lain hanya sesekali (Gambar 25), perilaku agonistik antara PPS4 dengan indukpun rendah, karena induk berada jauh dengan PPS4 (>10 meter), sehingga rata-rata persentase rendah. Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini menurut (Juita 1993) menyatakan bahwa perilaku agonistik pada saat bermain sering teramati pada saat anak Macaca bermain dengan anak seusianya, perilaku ini terjadi karena mereka sering menirukan perilaku monyet dewasa, dalam bermain perilaku agonistik yang teramati adalah mengejar, memukul, saling menggertak, dan meringis dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan individu lain dan mempertahankan diri dari musuh. Gambar 25. PPS4 sedang bertengkar (agonistik) dengan orangutan lain

89 8973 Perilaku Merawat Diri (self care) aaaaaperilaku merawat diri akan meningkat seiring bertambahnya usia, dan semakin meningkatnya kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan. A. Usia 1 bulan : Olif (PPS1) dan Muti (TSI1) Gambar 26. Grafik rata-rata perilaku merawat diri (self care) anak orangutan aaaaaaaaaaaaaselama penelitian, A. PPS; B. TSI aaaaaperilaku merawat diri PPS1 (1,94%) lebih tinggi dari TSI1(1,79%) (Gambar 26). Perilaku merawat diri pada PPS1 dan TSI1 banyak terjadi pada siang hari sebesar 46% pada PPS1 dan 45,3% pada TSI1. Perilaku merawat diri pada PPS1 lebih banyak terjadi karena PPS1 sesekali meniru perilaku merawat diri yang dilakukan induk, seperti membersihkan badannya dari dari kotoran, urinasi, dan defekasi. Perilaku merawat diri ini pada PPS1 lebih banyak dilakukan oleh induk. Perilaku menelisik diri sendiri (autogrooming) pada PPS1 belum teramati. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Chalmers (1980) menyatakan bahwa proses menelisik diri sendiri belum dilakukan oleh anak orangutan di bawah dua tahun. Perilaku merawat diri pada TSI1 sangat rendah karena TSI1 belum dapat merawat dirinya sendiri dan perilaku merawat diri ini dilakukan oleh perawat, seperti membersihkan kotoran yang ada di tubuhnya. Perilaku merawat diri yang dilakukan TSI1 diantaranya urinasi, defekasi, menguap, dan meregangkan badan. B. Usia 6 bulan : Mio (PPS2) dan Aming (TSI2) aaaaaperilaku merawat diri lebih banyak dilakukan PPS2 dengan persentase sebesar 2,35% sedangkan TSI2 sebesar 2,00%. Perilaku merawat diri pada TSI2

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum 19 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum aaaaaorangutan merupakan satu-satunya golongan kera besar yang terdapat di daratan Asia. Di Indonesia, orangutan terdapat di pulau Sumatra dan Kalimantan (Cuningham et

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Satwa Liar Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG KASANG KULIM KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR RIAU

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG KASANG KULIM KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR RIAU PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG KASANG KULIM KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR RIAU THE DAILY BEHAVIOR OF ORANGUTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 526-532 Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Subfilum Kelas Bangsa Keluarga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orangutan dan Klasifikasi Istilah orangutan diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia (orang) hutan. Dalam pemberian nama ini para ahli anthropologi fisik mengalami kesulitan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Nikmaturrayan 1, Sri Kayati Widyastuti 2, I Gede Soma 3 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Orangutan Orangutan termasuk ke dalam Ordo Primata dan merupakan salah satu jenis dari anggota keluarga kera besar (Pongidae) yang berada di benua Asia yang masih hidup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBEBASAN FRAGMENTASI HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI HUTAN RAWA TRIPA Wardatul Hayuni 1), Samsul

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 di Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton, Bandar Lampung. Peta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 3, No. 2, Ed. September 2015, Hal. 133-137 POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA 1 Afkar dan 2 Nadia

Lebih terperinci

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 6, No. 1, Juni 2009, p.9-13. ISSN: 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR

PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR SKRIPSI Oleh: LOLLY ESTERIDA BANJARNAHOR 061201036 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paliyan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kecamatan Paliyan, terdapat Suaka Margasatwa. Suaka Margasatwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA Jito Sugardjito Fauna & Flora International-IP Empat species Great Apes di dunia 1. Gorilla 2. Chimpanzee 3. Bonobo 4. Orangutan Species no.1 sampai

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Macaca fascicularis Raffles merupakan salah satu jenis primata dari famili Cercopithecidae yang dikenal dengan nama monyet atau monyet ekor panjang (long tailed macaque)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

Faktor Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Faktor Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2012 ISSN 0853 4217 Vol. 17 (3): 186 191 Faktor Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

PERILAKU GORILA (Gorilla gorilla gorilla, S.) JANTAN DEWASA (SILVERBACK) DALAM KANDANG ENCLOSURE DAN HOLDING DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER JAKARTA

PERILAKU GORILA (Gorilla gorilla gorilla, S.) JANTAN DEWASA (SILVERBACK) DALAM KANDANG ENCLOSURE DAN HOLDING DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER JAKARTA Stephanie R., Koen P., Kasiyati -18 PERILAKU GORILA (Gorilla gorilla gorilla, S.) JANTAN DEWASA (SILVERBACK) DALAM KANDANG ENCLOSURE DAN HOLDING DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER JAKARTA Stephanie Reaganty*,

Lebih terperinci

Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Luthfiralda Sjahfirdi 1 & Yuan A. Arbinery 1 1. Departemen Biologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari

Lebih terperinci

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera Orangutan Tapanuli Pongo tapanuliensis Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman Baru-baru ini Orangutan Tapanuli dinyatakan sebagai spesies

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis,

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD MARLIANSYAH 061202036 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG Rinta Islami, Fahrizal, Iskandar Fakultas kehutanan Universitas Tanjungpura.

Lebih terperinci