Kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara
|
|
- Yohanes Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara Mursina Hadiyati 1, Tri Rima Setyawati 1, Mukarlina 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak korespondensi: inax_ipin27@yahoo.com Abstrak Penelitian mengenai kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen Parmelia dan Graphis pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara Kalimantan Barat telah dilakukan dari bulan September 2011 sampai Nopember Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen Parmelia dan Graphis yang terdapat pada pohon peneduh jalan dengan tingkat kepadatan lalulintas yang berbeda. Pengambilan sampel ditentukan secara stratified cluster sampling berdasarkan tingkat kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor dan jenis lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp.). Parmelia memiliki luas penutupan tertinggi pada pohon peneduh di jalan padat lalu-lintas (0,47 cm 2 ) dan Graphis memiliki luas penutupan tertinggi pada pohon peneduh di jalan sepi lalu-lintas (0,28 cm 2 ). Parmelia memiliki kandungan sulfur tertinggi pada pohon peneduh di jalan padat lalu-lintas (4,70 ppm) dengan kandungan klorofil tertinggi di jalan sepi lalu-lintas (5,95 mg/g) dan Graphis memiliki kandungan sulfur tertinggi di jalan padat lalulintas (10,50 ppm) dengan kandungan klorofil tertinggi di jalan sepi lalu-lintas (0,71 mg/g). Kandungan sulfur pada lichen berbanding terbalik dengan kandungan klorofilnya. Kata kunci : kandungan sulfur, klorofil, lichen, Parmelia sp., Graphis sp. PENDAHULUAN Kecamatan Pontianak Utara merupakan salah satu kecamatan yang menjadi pusat kegiatan industri dan perdagangan di Kota Pontianak. Kegiatankegiatan tersebut dapat berdampak pada meningkatnya aktivitas manusia, termasuk meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan peningkatan penggunaan bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor ini menghasilkan berbagai macam senyawa gas emisi, termasuk sulfur dioksida (SO 2 ). Jumlah emisi unsur sulfur di udara yang semakin besar jumlahnya dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan berupa pencemaran udara. Pemantauan kualitas lingkungan merupakan bagian dari upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Pemantauan pencemaran udara dapat menggunakan lichen sebagai indikator. Menurut Kovac (1992), keberadaan lichen dalam suatu lingkungan dapat digunakan sebagai indikator terhadap berbagai polutan di udara diantaranya SO 2. Keberadaan SO 2 dapat merusak klorofil tumbuhan maupun lichen yang berada di dekat sumber pencemar (Kozlowski, 1991). Thallus lichen tidak memiliki kutikula sehingga mendukung lichen dalam menyerap semua unsur senyawa di udara termasuk SO 2 yang akan diakumulasikan dalam thallus-nya. Kemampuan tersebut yang menjadi dasar penggunaan lichen untuk pemantauan pencemaran udara. Jenis-jenis lichen yang bersifat toleran maupun sensitif dapat digunakan sebagai bioindikator untuk mendeteksi kadar bahan tercemar terutama yang terdapat di udara (Nursal, dkk, 2005). Jenis lichen yang sensitif terhadap pencemaran udara adalah Graphis sp. dan jenis yang toleran adalah Parmelia sp. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. serta luas penutupan lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada pohon peneduh di jalan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda. 12
2 BAHAN DAN METODE Lokasi sampling ditentukan dengan metode stratified cluster sampling yang ditentukan berdasarkan tingkat kesibukan lalu lintas kendaraan bermotor dan jenis lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp.) (Nursal, dkk, 2005) (Gambar 1). Pengambilan sampel lichen dilakukan pada pohon peneduh di tiga jalur hijau yang meliputi Jalan Khatulistiwa (kategori kendaraan ramai), Jalan Budi Utomo (kategori kendaraan sedang), dan Jalan Selat Panjang (kategori kendaraan sepi). Keterangan : = Lokasi Penelitian Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel lichen di setiap lokasi dilakukan sebanyak tiga ulangan yaitu ujungtengah-ujung jalan dengan setiap ulangan terdiri dari lima pohon yang ditentukan sesuai dengan ditemukannya lichen. Luas penutupan lichen dilakukan pada bagian batang setinggi ±130 cm dari permukaan tanah dan menghadap jalan raya, dengan menggunakan bingkai kuadran plastik transparan berukuran 20x20 cm (Nursal, dkk, 2005 dan Ryan, 1990). Luas penutupan thallus 13
3 lichen pada bingkai ditandai dengan spidol warna merah untuk Graphis sp. dan biru untuk Parmelia sp. Sampel lichen diambil sebanyak enam gram dengan cara dikerik dari permukaan kulit batang. Sampel lichen yang diperoleh tersebut dikompositkan pada setiap ulangan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu disimpan dalam ice box, untuk selanjutnya diukur kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen (Nursal, dkk, 2005). Pengukuran kandungan klorofil sampel lichen menggunakan metode spektrofotometri yang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura. Pengukuran kandungan senyawa sulfur dioksida (SO 2 ) menggunakan metode pararosaniline-spektrofotometri dan senyawa sulfur pada thallus lichen menggunakan metode gravimetri yang dilakukan di Laboratorium PT. Sucofindo Pontianak. Faktor fisika-kimia lingkungan yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, kecepatan angin, dan kecepatan kendaraan yang dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel lichen. Perbedaan luas penutupan thallus lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp.) yang terdapat pada tiga lokasi penelitian diuji dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf signifikasi 0,05. Selanjutnya, hasil analisis yang menunjukkan adanya perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikasi α 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil ANOVA, diperoleh nilai yang berbeda nyata antara tingkat kepadatan lalu-lintas dengan luas penutupan Parmelia sp., sedangkan tingkat kepadatan lalu lintas dengan luas penutupan Graphis sp. tidak berbeda nyata. Tingkat kepadatan lalu-lintas yang berbeda pada lokasi penelitian mempengaruhi luas penutupan Parmelia sp. Berdasarkan hasil uji Anava dan Duncan, luas penutupan Parmelia sp pada pohon peneduh di jalan padat kendaraan berbeda nyata dengan luas penutupan Parmelia sp pada jalan sepi dan sedang kendaraan. Parmelia sp memiliki luas penutupan tertinggi (0,47 cm 2 ) di jalan padat kendaraan. Tabel 1 Tingkat Kepadatan Lalu-lintas, Luas Penutupan Lichen, Kandungan Sulfur dan Klorofil pada Parmelia sp. dan Graphis sp., serta Kandungan SO 2 Udara Ambient pada Lokasi Penelitian Parameter Kategori Jumlah kendaraan (buah) Motor Mobil Luas penutupan lichen (cm 2 ) Parmelia 0,47 0,32 0,23 Graphis 0,07 0,13 0,28 Kandungan sulfur (ppm) Parmelia 4,70 3,70 1,60 Graphis 10,50 1,50 1,40 Kandungan klorofil (mg/g) Parmelia 1,22 2,98 5,95 Graphis 0,37 0,57 0,71 SO 2 udara ambient (µg/nm 3 ) 89,87 78,97 100,81 Hasil Luas Penutupan Lichen Parmelia dan Graphis Luas penutupan, kandungan sulfur, klorofil pada lichen Parmelia dan Graphis, serta kandungan SO 2 di udara ambient dipengaruhi oleh kepadatan lalulintas (Tabel 1). Luas penutupan lichen Parmelia lebih besar pada pohon peneduh di Jalan Khatulistiwa dibandingkan di Jalan Selat panjang. Sebaliknya luas penutupan lichen Graphis sp. lebih besar di Jalan Selat Panjang dibandingkan di Jalan Khatulistiwa (Tabel 1 dan Gambar 2). Luas Penutupan Lichen (cm2) ,47 0,07 0,32 0,13 0,23 Tingkat Kepadatan Lalu-lintas Luas Penutupan Lichen Parmelia sp Luas Penutupan Lichen Graphis sp 0,28 Gambar 2 Luas Penutupan Lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp) pada Tingkat Kepadatan Lalu Lintas Berbeda 14
4 Kandungan Sulfur dan Klorofil pada Lichen Parmelia dan Graphis serta Kandungan SO 2 di Udara Ambient Kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. menunjukkan nilai yang bervariasi pada tingkat kepadatan lalu-lintas berbeda. Kandungan sulfur pada kedua genera berbanding lurus dengan kepadatan lalu-lintas (Gambar 3A), sedangkan kandungan sulfur pada thallus lichen berbanding terbalik dengan kandungan klorofilnya (Gambar 3B). Kandungan sulfur (ppm) ,87 78, Tingkat Kepadatan Lalu-lintas 100,81 Kandungan Klorofil (mg/g) Sulfur Parmelia sp. Sulfur Graphis sp. SO2 Klorofil Parmelia sp. Klorofil Graphis sp. SO ,87 78, Tingkat Kepadatan Lalu-lintas 100,81 A B Gambar 3 Kandungan Sulfur dan SO 2 Udara Ambient Lichen Parmelia sp dan Graphis sp (A) serta Kandungan Klorofil dan SO 2 Udara Ambient Lichen Parmelia sp dan Graphis sp (B) Faktor Fisika Kimia Lingkungan Parameter yang mempengaruhi keberadaan lichen di suatu kawasan dan diuji dalam penelitian ini adalah kecepatan angin, suhu, cahaya, kelembaban, kecepatan kendaraan, dan SO 2 di udara ambient. Hasil pengukuran terhadap beberapa parameter yang mempengaruhi keberadaan lichen di suatu kawasan terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai Rata-Rata Parameter Fisika Kimia Lingkungan Selama Penelitian. K: Jalan Khatulistiwa; BU: Budi Utomo; SP: Selat Panjang; KA: Kecepatan Angin; S: Suhu; IC: Intensitas Cahaya; K: Kelembaban; KK: Kecepatan Kendaraan; SO 2 : SO 2 di udara; NAB: Nilai Ambang Batas berdasarkan PP No. 41/1999 Parameter K BU SP Rerata NAB Fisika KA (m/s) 1,07 0,63 0,94 0,88 - S ( 0 C) 35,08 30,53 34,82 33,48 - IC (lux) 1.329, , , ,02 - K (%) 50,85 61,80 61,59 58,08 - KK (det) 188, ,83 58,08 - Kimia SO 2 (µgr/nm 3 ) 89,87 78,97 100,81 176, Lokasi dengan kendaraan bermotor yang padat memiliki kecepatan angin, suhu, cahaya, kecepatan kendaraan lebih tinggi dibandingkan lokasi sepi kendaraan bermotor, sedangkan kelembaban udara lebih rendah di jalan padat kendaraan bermotor. Pembahasan Luas penutupan Parmelia pada pohon peneduh di jalan yang sepi kendaraan lebih rendah (0,23 cm 2 ) dibandingkan Graphis (0,28 cm 2 ). Kondisi ini disebabkan Parmelia kalah bersaing dengan Graphis yang memiliki struktur morfologi berupa crustose. Lichen berupa crustose melekat lebih kuat pada substrat sehingga dapat menghalangi Parmelia untuk tumbuh. Salvatore (1999), menyatakan bahwa lichen dengan morfologi berbentuk crustose (berbentuk datar seperti kerak), memiliki perlekatan yang sangat kuat dengan substrat. Sebaliknya Parmelia merupakan lichen dengan thallus berbentuk foliose (berbentuk seperti daun) memiliki perlekatan yang lemah dengan substrat, sehingga mudah terlepas dari substratnya. 15
5 Parmelia tergolong dalam lichen yang toleran terhadap bahan pencemar udara. Parmelia memiliki struktur morfologi yang mendukung untuk dapat bertahan hidup pada kondisi dengan tingkat polutan yang tinggi dibandingkan dengan lichen yang lain. Menurut Kansri (2003), struktur Parmelia terdiri dari korteks atas, daerah alga, medulla, dan korteks bawah berupa rhizines. Rhizines berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan bagi lichen, sehingga lichen Parmelia dapat tumbuh dengan baik walaupun berada pada lingkungan yang tercemar. Graphis memiliki struktur morfologi yang sedikit berbeda dibandingkan Parmelia. Struktur morfologi Graphis terdiri dari korteks atas, daerah alga dan medulla, tidak memiliki rhizines sehingga pertumbuhannya lambat walaupun pada lingkungan yang kurang tercemar. Luas penutupan Graphis yang paling sedikit pada jalan padat kendaraan disebabkan adanya kandungan sulfur pada Graphis yang dapat mengurangi kemampuan regenerasi lichen. Kandungan sulfur akan mengurangi kandungan klorofil lichen. Leisher, dkk (2003) menyatakan bahwa lichen bertipe crustose lebih rentan terhadap polutan udara sehingga menyebabkan kemampuan regenerasi lichen terbatas sebagai akibat menurunnya kandungan klorofil (Ray, 1972). Semakin padat kendaraan pada suatu lokasi maka akan semakin banyak SO 2 yang diserap oleh thallus lichen. Menurut Nurhidayah,dkk (2001), semakin banyak kandungan SO 2 maka kandungan klorofil pada tumbuhan akan mengalami penurunan. Kandungan SO 2 di udara mempengaruhi kandungan sulfur pada lichen. Meningkatnya kandungan sulfur pada lichen diikuti dengan penurunan kandungan klorofilnya. Perbedaan kandungan sulfur pada lichen Parmelia dan Graphis disebabkan kedua jenis lichen tersebut memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap pencemaran SO 2. Parmelia merupakan lichen yang toleran terhadap pencemaran SO 2 sehingga dapat lebih bertahan dengan tingginya kandungan sulfur pada thallusnya. Graphis sebagai lichen yang sensitif menyebabkan lichen jenis ini tidak dapat bertahan hidup apabila kandungan sulfur tinggi pada thallusnya. Menurut Nursal (2005), beberapa jenis lichen bersifat sensitif terhadap polutan di udara termasuk sulfur sehingga jarang ditemukan pada daerah padat kendaraan. Jenis-jenis yang lebih toleran dapat mengakumulasi polutan dalam jumlah tertentu sampai batas konsentrasi yang masih bisa ditolerir. Sulfur dioksida dapat bereaksi dalam tubuh lichen menyebabkan thallus menjadi asam dan merusak klorofil menjadi phaeophytin, sehingga lichen tidak dapat melanjutkan proses fotosintesis. Menurut Connel dan Miller (1995), sulfur dapat bereaksi dengan air di dalam sel membentuk asam sulfit. Asam sulfit yang dihasilkan dapat mengubah klorofil menjadi phaeophytin, yakni suatu pigmen yang tidak aktif dalam fotosintesis. Sancho dan Kappen (1989), menyatakan kecepatan angin yang lebih tinggi, dapat meningkatkan penyerapan SO 2 secara difusi oleh thallus lichen, yang dibuktikan dengan rendahnya kandungan SO 2 di udara dan tingginya kandungan sulfur pada thallus lichen. Kandungan SO 2 di udara ambient Jalan Khatulistiwa lebih rendah dibandingkan pada Jalan Selat Panjang. Hal ini disebabkan pada Jalan Khatulistiwa memiliki jalur hijau yang lebih banyak dibandingkan Jalan Selat Panjang. Banyaknya tumbuhan pada jalur hijau tersebut, dapat mengakumulasi SO 2 yang ada di udara ambient. Udara di Jalan Selat Panjang memiliki kandungan SO 2 relatif lebih tinggi dibandingkan udara di Jalan Khatulistiwa dan Jalan Budi Utomo (Tabel 2), lokasi tersebut memiliki jalur hijau yang lebih sedikit dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Sedikitnya jalur hijau menyebabkan kurangnya tumbuhan yang membantu menyerap SO 2 yang ada di udara ambient, sehingga kandungan senyawa SO 2 menjadi lebih tinggi pada lokasi tersebut. Menurut Zoer aini (2004), tumbuhan pada jalur hijau mampu mengabsorbsi senyawa SO 2 sehingga kandungan senyawa SO 2 dalam udara ambient akan berkurang. Namun demikian, kemampuan tanaman dalam menyerap gas tersebut akan semakin berkurang dengan peningkatan konsentrasi SO 2 di udara. Kandungan SO 2 di udara ambient memiliki pengaruh yang besar terhadap kandungan sulfur pada lichen. Pada penelitian ini, kondisi udara pada lokasi penelitian masih berada di bawah nilai ambang batas maksimum (176,83 µg/nm 3 ). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 16
6 Nomor 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional, nilai ambang batas maksimum SO 2 ambient adalah 365 µg/nm 3. Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan lichen. Suhu udara di lokasi penelitian berkisar antara 30,53 0 C -35,08 0 C masih mampu mendukung kehidupan lichen. Menurut Gauslaa dan Solhaug (1998), suhu optimal bagi pertumbuhan lichen adalah < 40 o C. Suhu udara 45 o C dapat merusak klorofil pada lichen, sehingga aktivitas fotosintesis dapat terganggu. Suhu udara juga akan mempengaruhi aktifitas lichen dalam menyerap SO 2 di udara. Dinyatakan oleh Nursal dkk (2005) bahwa suhu yang tinggi dapat meningkatkan efektifitas penyerapan polutan oleh tumbuhan dan lichen. Intensitas cahaya pada lokasi penelitian masih mendukung kehidupan lichen (Tabel 2). Menurut Ray (1972), nilai intensitas cahaya terendah yang diperlukan lichen untuk berfotosintesis secara efektif adalah 1025 lux. Kelembaban udara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penyerapan lichen tehadap air, nutrien, dan bahan-bahan pencemar yang ada di udara. Kelembaban udara pada lokasi penelitian berkisar antara 50,85%-61,80% masih mendukung kehidupan lichen. Menurut Sunberg, dkk, (1996), lichen dapat tumbuh dan berfotosintesis pada kondisi habitat yang sangat lembab (85%). Kelembaban di atas 85% dapat mengurangi efektifitas fotosintesis lichen sebesar 35-40%. Semakin padat kendaraan bermotor pada suatu lokasi, maka kecepatan kendaraan semakin lambat, sehingga polutan (SO 2 ) akan semakin lama terpapar pada lokasi tersebut. Menurut Jinca, dkk (2009), kepadatan jalan yang tinggi menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas dan terjadi polutan (SO 2 ) yang tinggi pada lokasi tersebut (kenaikan emisi gas buang). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kandungan sulfur thallus lichen yang terdapat pada pohon peneduh di jalur hijau Kecamatan Pontianak Utara untuk Parmelia berkisar antara 1,60 ppm- 4,70 ppm, sedangkan Graphis berkisar antara 1,40 ppm- 10,50 ppm. Kandungan klorofil thallus lichen Parmelia berkisar antara 1,22 mg/g- 5,95 mg/g, sedangkan Graphis berkisar antara 0,37 mg/g- 0,71 mg/g. Kandungan sulfur berbanding lurus dengan kepadatan lalu-lintas dan berbanding terbalik dengan kandungan klorofil pada thallus lichen Parmelia dan Graphis. Lichen Parmelia memiliki luas penutupan tertinggi pada pohon peneduh di jalan padat lalu-lintas (0,47 cm 2 ) dan Graphis memiliki kepadatan tertinggi pada lokasi yang sepi lalu-lintas (0,28 cm 2 ). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irwan Lovadi M.App.Sc dan Yudhi S.Si yang telah membantu dalam analisis data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Harvino Anandri SH, Irma Erpina S.Si, Wendi Sudrajat, Ervin Septiani, Andriansyah, Warsi Kurnia Rahayu S.Si yang telah membantu dalam pengambilan sampel lichen untuk penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Connel, D.W. dan Miller, G. J., l995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, UI Press, Jakarta. Gauslaa, Y. dan Solhaug, K.A., 1998, Hight-light Damage in Air-dry Thalli of Old Forest Lichen Lobaria pulmonaria: Interaction of Irradiance, Exposure Duration and High Temperature, J Exprmt. Bot 5 (334): Jinca, M.Y.; Hariyati dan Makhyani, F., 2009, Pencemaran Udara Karbon Monoksida dan Nitrogen Oksida Akibat Kendaraan Bermotor pada Luas Jalan Padat Lalu Lintas di Kota Makasar, Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya. Kansri, B., 2003, Acid Deposition Monitoring and Assessment Third Country Training: Using Lichen as Bioindicator of Air Pollution, Department of Biology Ramkhamhaeng University, Thailand. Kozlowski, T.T., 1991, The Physiological Ecology of Woody Plants, Academic Press Inc., San Diego Kovacs, M., 1992, Biological Indicators in Environmental Protection, Ellis Horwood, New York. Leisher, D. R.; Derr C. C. dan Geisser, L.H., 2003, Natural History and Management Considerations for Northwest Forest Plan Survey and Manage Lichens, USDA Forest Service Pasific Northwest Region, Portland. Nurhidayah, Anggarwulan, E. dan Solichatun, 2001, Kandungan Klorofil pada Daun Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di Sekitar Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng, BioSMART, 3(1):
7 Nursal, Firdaus dan Basori, 2005, Akumulasi Timbal (Pb) pada Talus Lichenes di Kota Pekanbaru, Biogenesis 1(2):47-50, Pekan baru. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional. Ray, E.S., 1972, Photosynthetic Response with Respect to Light in Three Strains of Lichen Algae, The Ohio Jrnl. Sci., 72(2): Ryan, B.D., 1990, Lichen and Air Quality in The Emigrant Wilderness: a Baseline Study, Department of Botany Aryzona State University, Arizona. Salvatore, S., 1999, An Introduction to Lichen, Herbarium Intern, New York. Sancho, L.G. dan Kappen, L., 1989, Photosynthesis and Water Relations and The Role of Anatomy in Umbilicariaceae (Lichenes) from Central Spain, Oecologia 81: Sundberg, B.; Palmvqist K.; Essen P.A. dan Renhorn K.E., 1996, Growth and Vitality of Epiphytic Lichens : Modelling of carbon gain using field and laboratory data, J Oecologia, 2(109): Treshow, M., 1989, Plant Stess From Air Pollution, John Wiley dan Sons Ltd. Britain Inggris. Zoer aini, D.I., 2004, Tantangan Lingkungan Landskap Hutan Kita, Bumi Aksara, Jakarta. 18
Keanekaragaman Lichen Corticolous pada Tiga Jalur Hijau di Kabupaten Kubu Raya
Keanekaragaman Lichen Corticolous pada Tiga Jalur Hijau di Kabupaten Kubu Raya Wendi Sudrajat 1, Tri Rima Setyawati 1, Mukarlina 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga
Lebih terperinciLUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA (Studi Kasus Di Jalan H.B. Jasin Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo)
LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA (Studi Kasus Di Jalan H.B. Jasin Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo) Yuliani Usuli 1, Wirnangsi D. Uno 2, Dewi W. K. Baderan 3 Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan peradaban kota, kebutuhan akan sarana dan prasarana semakin meningkat, seperti perkembangan pusat-pusat industri dan meningkatnya volume
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Titik yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan H.B. Jasin (eks Jalan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Titik yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan H.B. Jasin (eks Jalan Agus Salim) dari Hotel Astro sampai di perempatan lampu merah Jalan Rambutan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar udara di banyak kota besar di dunia, termasuk Indonesia. Emisi gas buangan kendaraan bermotor memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi, serta meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan jasa angkutan umum sebagai sarana transportasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping
Lebih terperinciSUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO
SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat
Lebih terperinciDengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA
Seminar Sidang Proposal Tugas Akhir Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA Oleh : Andika Wijaya Kusuma 3307100081 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan pembangunan di Indonesia khususnya kota-kota besar seperti Kota Bandung dapat menimbulkan dampak positif dan
Lebih terperinciDENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA
DENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA Seminar Sidang Proposal Tugas Akhir Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciSTUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA
STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang
Lebih terperinciPROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA
PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal
Lebih terperinciElaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO
Lebih terperinciKELIMPAHAN LUMUT KERAK (LICHENS) SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI KAWASAN PERKOTAAN KOTA MEDAN
ISSN 2598-6015 KELIMPAHAN LUMUT KERAK (LICHENS) SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI KAWASAN PERKOTAAN KOTA MEDAN RASYIDAH Prodi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sumatera Utara *Corresponding
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia
27 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia hewan, dan tumbuhan. Namun dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya laju pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan sumber daya yang penting dalam kehidupan, dengan demikian kualitasnya harus dijaga. Udara yang kita hirup, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, banyak terjadi perubahan dalam berbagai hal, khususnya dalam hal peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi. Seiring dengan kenaikan
Lebih terperinciKERAPATAN POPULASI LUMUT KERAK (LICHENES) PADA POHON MAHONI (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) DI KECAMATAN PADANG UTARA KOTA PADANG
KERAPATAN POPULASI LUMUT KERAK (LICHENES) PADA POHON MAHONI (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) DI KECAMATAN PADANG UTARA KOTA PADANG Nilam, Jasmi, Abizar Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan
Lebih terperinciEKSPLORASI LICHEN DI SEPANJANG JALAN RAYA SOLO TAWANGMANGU DAN KAWASAN HUTAN SEKIPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH
EKSPLORASI LICHEN DI SEPANJANG JALAN RAYA SOLO TAWANGMANGU DAN KAWASAN HUTAN SEKIPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara semakin hari semakin memprihatinkan. Terutama dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut Ismiyati dkk (2014), kendaraan
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI KAWASAN INDUSTRI CITEUREUP DAN HUTAN PENELITIAN DRAMAGA NUSAIBAH SOFYAN
KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI KAWASAN INDUSTRI CITEUREUP DAN HUTAN PENELITIAN DRAMAGA NUSAIBAH SOFYAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Pencemaran udara terjadi ketika komposisi udara dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya adalah alat transportasi. Akibat dari kebutuhan masyarakat akan alat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia yang begitu pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat. Salah satunya adalah alat transportasi.
Lebih terperincike tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif
PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak
Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lichenes di Indonesia merupakan salah satu kelompok tumbuhan tingkat rendah dan bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian. Menurut
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :
Pemetaan Sebaran Kandungan ph, TDS, dan Konduktivitas Air Sumur Bor (Studi Kasus Kelurahan Sengkuang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) Leonard Sihombing a, Nurhasanah a *, Boni. P. Lapanporo a a Prodi
Lebih terperinciKusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)
dan Tahun Pembuatan Kendaraan dengan ISSN Emisi 1978-5283 Co 2 Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) HUBUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR, ODOMETER KENDARAAN DAN TAHUN PEMBUATAN KENDARAAN DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciPENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK
PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA Putri Ayuningtias Mahdang, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 ayumahdang@gmail.com Program Studi Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciLaporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS
Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Disusun oleh Nama : Muhammad Darussalam Teguh NIM : 12696 Golongan : B4 Asisten Koreksi :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun di Indonesia terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang cukup besar. Di sisi lain dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan dan pemakaian bahan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU
FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU Riad Syech, Sugianto, Anthika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5
Lebih terperinciPolusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat
Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar belakang Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan faktor penting kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Perubahan
Lebih terperinciEVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU
EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciBioSMART ISSN: X Volume 5, Nomor 1 April 2003 Halaman: 38-42
BioSMART ISSN: 1411-321X Volume 5, Nomor 1 April 2003 Halaman: 38-42 Analisis Pertumbuhan, Stomata, Kandungan Klorofil, dan Karotenoid Daun Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantik dan Granola
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat telah mempercepat laju urbanisasi dan penggunaan kendaraan bermotor. Perkembangan kota yang menyebar tak terkendali semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sangat pesat terjadi di segala bidang, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mempengaruhi berjalannya suatu proses pekerjaan meliputi
Lebih terperinciB A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan
Lebih terperinciDISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK
DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA () DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSION OF CARBON MONOXIDE () FROM TRANSPORTATION SOURCE IN PONTIANAK CITY Winardi* Program Studi Teknik Lingkungan Universitas
Lebih terperinci4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011
4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai
Lebih terperinciESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR
ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi
Lebih terperinciPENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :
PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan
Lebih terperinciUdara ambien Bagian 6: Penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien
Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 6: Penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER
IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER Oleh : Wiharja *) Abstrak Di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten telah lama berkembang industri pengecoran logam. Untuk mengantisipasi
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.3 1. Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... A. Air cahaya CO 2 O 2 Kunci Jawaban : D Bahan-bahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,
Lebih terperinciWinardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak
Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat
Lebih terperinciPOLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA
POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA Andhesta Tangari Yono, 1 Dr. Sutanto, M.Si, 1 dan Dra. Ani Iryani, M.Si, 1 1 Kimia, FMIPA UNPAK Jl. Pakuan PO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai pencemaran lingkungan terutama udara masih hangat diperbincangkan oleh masyrakat dan komunitas pecinta lingkungan di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciRESPON LUMUT KERAK PADA VEGETASI POHON SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KAWASAN INDUSTRI JAKARTA TIMUR RISZKI IS HARDIANTO
RESPON LUMUT KERAK PADA VEGETASI POHON SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KAWASAN INDUSTRI JAKARTA TIMUR RISZKI IS HARDIANTO DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan
Lebih terperinciStandart Kompetensi Kompetensi Dasar
POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja C. Polusi dan Polutan di Lingkungan Kerja Lingkungan
Lebih terperinciJenis-Jenis Lichen Di Kampus Undip Semarang
Bioma, Juni 2016 ISSN: 1410-8801 Vol. 18, No. 1, Hal. 20-29 Jenis-Jenis Lichen Di Kampus Undip Semarang Murningsih dan Husna Mafazaa Laboratorium Ekologi dan Biosistematika, Departemen Biologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, terutama di negara-negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi sebagai tulang punggung manusia mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pencemaran udara. Pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan
Lebih terperinciLAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Karakteristik Stasiun Pengamatan. Stasiun I terletak pada area dengan kepadatan lalulintas yang tinggi yaitu
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik Stasiun Pengamatan a. Stasiun I (Jalan Raya Deket) Stasiun I terletak pada area dengan kepadatan lalulintas yang tinggi yaitu di Jalan raya Deket Lamongan. Satasiun
Lebih terperinciSTUDI PERBANDINGAN STRUKTUR MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN MAHONI
STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.) ANTARA DAERAH KEDUNGHALANG KOTA BOGOR DENGAN DAERAH CIAPUS KABUPATEN BOGOR Wahyu Hening Kartiko, Ismanto, Sri Wiedarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
Lebih terperinci