BAB II KAJIAN TEORETIS. terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Dalam kurikulum 2004 (Depdiknas,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS. terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Dalam kurikulum 2004 (Depdiknas,"

Transkripsi

1 13 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Pengajaran Bahasa Indonesia Pengajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia baik secara lisan maaupun tulis serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004: 3) dinyatakan bahwa standar kompetensi bahasa dan sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa yaitu berbahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan sebuah proses belajar untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis, belajar menghargai manusia dan nilai kemanusiaan termasuk di dalamnya menghargai hasil cipta manusia yang berupa puisi. Bab ini membahas tentang teori-teori yang dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian ini. Berikut akan dibahas mengenai kemampuan mengapresiasi puisi, penguasaan bahasa figuratif dan minat membaca puisi. 13

2 14 2. Kemampuan Mengapresiasi Puisi a. Pengertian Kemampuan Kemampuan (abilities) seseorang akan turut serta menentukan perilaku dan hasilnya. Yang dimaksud kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara phisik atau mental yang diperoleh sejak lahir, belajar, dan dari pengalaman (Soehardi,2003: 24). Soelaiman (2007: 112) mengemukakan bahwa kemampuan adalah sifat yang dibawa sejak lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan pekerjaannya, baik secara mental ataupun fisik. Sebagai contoh karyawan dalam suatu organisasi, meskipun dimotivasi dengan baik, tetapi tidak semua memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik. Menurut Kreitner (2005: 185) yang kemampuan adalah karakteristik stabil yang berkaitan dengan kemampuan maksimum phisik mental seseorang. Robins (2006: 46) mengemukakan bahwa kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan phisik. Berdasarkan pendapat ahli di atas, kemampuan adalah suatu kekuatan baik fisik atau pun mental dan intelektual yang diperlukan

3 15 untuk menunjukkan suatu tindakan atau aktivitas. Kemampuan yang ada di dalam diri setiap individu bisa dipelajari, dan diasah agar menjadi lebih baik. b. Hakikat Apresiasi Secara etimologis istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti menghargai. Dalam bahasa Inggris appreciate yangberarti menyadari, memahami, menghargai, dan menilai. Dari kata appreciate dapat dibentuk kata appreciation yang berarti penghargaan, pemahaman, dan penghayatan. Kata apresiasi dalam bahasa Indonesia mengandung pengertian yang sejajar dengan kata apreciatio (Latin) kata appreciation (Inggris) tersebut. Apresiasi diartikan juga sebagai suatu kegiatan penilaian terhadap kualitas sesuatu dan memberi penghargaan yang tepat terhadapnya Menurut Rusyana (1982: 7) apresiasi berarti pengenalan nilai pada bidang nilai-nilai yang lebih tinggi. Orang yang telah memiliki apresiasi tidak sekadar yakin bahwa sesuatu itu dikehendaki sebagai perhitungan akalnya, tetapi benar-benar menghasratkan sesuatu, dan menjawab dengan sikap yang penuh kegairahan terhadapnya. Hal ini senada dengan pendapat Oemarjati (1991: 57) yang menjelaskan kata apresiasi mengandung arti tanggapan sensitif terhadap sesuatu atau pemahaman sensitif terhadap sesuatu. Melengkapi pendapat ahli sastra di atas, Natawijaya (1982: 1) mengungkapkan bahwa apresiasi adalah penghargaan dan

4 16 pemahaman atas suatu hasil seni atau budaya. Natawijaya menjelaskan bahwa sesuatu itu baik dan mengerti mengapa itu baik. Dengan demikian, kegiatan apresiasi terhadap sesuatu itu akan membentuk suatu pengalaman baru yang berkenaan dengan hal atau suatu peristiwa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya membaca sebuah karya sastra. Hartoko (1990: 25) mendefinisikan apresiasi sebagai suatu tindak penghargaan. Sebagaimana dijelaskan di atas, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris "appreciation" yang berarti penghargaan. Apresiasi meliputi tiga aspek, yaitu kognitif, emosi, dan evaluasi. Aspek kognitif adalah kemampuan memahami masalah teori dan prinsip-prinsip intrinsik sebuah karya sastra. Aspek apresiasi yang keduaya itu emotif. Aspek emotif adalah kemampuan memiliki nilainilai keindahan karya sastra. Indikasi untuk mengukur aspek emotif yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: (1) siswa dapat menemukan dan menunjukkan indah tidaknya karya sastra puisi itu; (2) siswa dapat menemukan dan menunjukkan cara penulisan latar belakang cerita/setting; (3) siswa dapat menemukan dan menunjukkan indah tidaknya pemakaian ungkapan dalam karya sastrapuisi. Aspek ketiga yaitu aspek evaluatif. Aspek evaluaitif adalah kemampuan menilai. Aspek ini merupakan aspek tertinggi dalam kegiatan apresiasi. Indikator untuk menilai dan mengukurnya adalah kemampuan untuk menafsirkannya.

5 17 Penilaian ini dapat disejajarkan dengan kegiatan mempertimbangkan nilai yang ada dalam karya. Siswa yang mampu menguasai tiga aspek di atas, dapat dikatakan sebagai apresiator yang baik. Akibat yang timbul setelah siswa telah berhasil memahami sebuah karya adalah terciptanya jiwa yang matang, sehingga dapat menghargai orang lain selayaknya manusia, wawasan berpikirnya bertambah luas serta memanusiakan manusia karena sastra memiliki nilai humaniora (Suyitno, 1985: 190). Sejalan dengan itu, Wardanidalam (Sayuti, 1985: 204) berpendapat bahwa proses apresiasi dalam kaitannya dengan tujuan pengajaran dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu tingkat menggemari, menikmati, mereaksi, dan tingkat menghasilkan. Tingkat menggemari ditandai oleh adanya rasa tertarik terhadap karya sastra serta berkeinginan membacanya. Dalam tingkat menikmati, seorang (siswa) mulai dapat menikmati karya sastra karena pengertian sudah mulai tumbuh. Tingkat mereaksi ditandai oleh adanya keinginan untuk menyatakan pendapatnya tentang karya yang telah dinikmati, sedangkan tingkat selanjutnya adalah tingkatan produktif yakni bahwa seseorang sudah mulai menghasilkan karya sastra. Tarigan (1986: 233) menjelaskan bahwa apresiasi merupakan penaksiran karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengalaman yang wajar dan kritis. Pengalaman dalam

6 18 hal ini adalah pengalaman bersastra. Pengalaman bersastra dapat diperoleh melalui peristiwa sastra. Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (judment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu. Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda, baik abstrak maupun kongkrit yang memiliki nilai luhur. c. Apresiasi Sastra Oemarjati (1991: 58) menjelaskan bahwa apresiasi sastra berarti tanggapan ataupun pemahaman sensitif terhadap karya sastra. Jelasnya, penekanannya pada pengertian sensitif terutama menyangkut tanggapan seseorang terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Dengan demikian, mengapresiasi karya sastra berarti menanggapi karya sastra dengan kemampuan afektif yang di satu pihak peka terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra yang bersangkutan, baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam kerangka tematik yang mendasarinya; dan di lain pihak, kepekaan tanggapan tersebut bermanfaat bagi upaya memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks persoalannya. Tentang apresiasi sastra, Effendi (2002: 6) mengungkapkan bahwa, apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.

7 19 Effendi, Atar Semi (1988) mengemukakan bahwa untuk mengetahui atau menilai siswa yang telah memiliki kemampuan apresiasi sastra dapat dipergunakan seperangkat indikator, yaitu: 1) siswa mampu menginterpretasikan perilaku atau perwatakan yang ditemuinya dalam karya sastra yang dibacanya; 2) siswa memiliki sensitivitas terhadap bentuk dan gaya bahasa; 3) siswa mampu menangkap ide dan tema; 4) siswa menunjukkan perkembangan atau kemajuan selera personal terhadap karya sastra. Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa apresiasi sastra berarti tanggapan ataupun pemahaman sensitif terhadap karya sastra. Jelasnya, penekanannya pada pengertian sensitif terutama menyangkut tanggapan seseorang terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Dengan demikian, mengapresiasi karya sastra berarti menanggapi karya sastra dengan kemampuan afektif yang disatu pihak peka terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra yang bersangkutan, baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam kerangka tematik yang mendasarinya; dan di lain pihak, kepekaan tanggapan tersebut bermanfaat bagi upaya memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks persoalannya (Oemarjati, 1991: 58). Pendapat Oemarjati tersebut lebih jelas jika dibandingkan dengan pendapat Yus Rusyana, karena Oemaryati bukan hanya mengungkapkan bahwa apresiasi merupakan pengenalan nilai saja,

8 20 melainkan memperjelas kata apresiasi tersebut dengan menanggapi karya sastra dengan kemampuan afektif yang disatu pihak peka terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra yang bersangkutan, baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam kerangka tematik yang mendasarinya. d. Puisi Kesusastraan khususnya puisi, adalah cabang seni yang paling sulit untuk dihayati secara langsung sebagai totalitas. Elemen-elemen seni ini ialah kata. Sebuah kata adalah suatu unit totalitas utuh yang kuat berdiri sendiri. Puisi menjadi totalitas-totalitas baru dalam pembentukan pembentukan baru, dalam kalimat-kalimat yang telah mempunyai suatu urutan yang logis. Richardsdalam (Tarigan: 1994 ) mengungkapkan bahwa suatu puisi merupakan perpaduan dari empat hal yaitu: (1) tema penyair atausense (inti pokok puisi), (2) perasaan atau feeling (sikap penyair terhadap objek), (3) nada atau tone (sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat), dan (4) amanat atau intention (maksud atau tujuan penyair). Keempat hal tersebut saling berkaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya. Horatius dalam (Budianta, 2002: 39-40) mensyaratkan dua hal bagi puisi, yaitu puisi harus indah dan menghibur (dulce), namun pada saat yang sama puisi juga harus berguna dan mengajarkan sesuatu (utile). Dalam hal ini, selain memiliki nilai estetika dan berfungsi menghibur, puisi juga mengandung nilai moral, pesan, atau ajaran bagi masyarakat yang membacanya.

9 21 Berbeda dengan pendapat tersebut, Hutagalung dalam (Sayuti, 1985: 1) menyebutkan bahwa hakekat puisi adalah konsentrasi dan intensifikasi. Samson, dalam Sayuti (1985: 27) memberikan batasan puisi sebagai bentuk kata-kata yang ritmis, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyairnya. Sedangkan Sayuti (1985: 12) memberikan batasan bahwa puisimerupakan hasil kreativitas manusia yang diwujudkan lewat susunan kata yang mempunyai makna. Lebih lanjut Sayuti (1985: 16) menerangkan bahwa kata-kata yang disusun menjadi baris-baris dengan bentuknya yang khas baru dapat disebut sebagai puisi. Bentuk khas itu muncul dalam pola ritma, rima, baris, bait, dan seterusnya yang merupakan unsur formal puisi. Di samping unsur formal, terdapat unsur kualitas yang menyebabkan bentuk yang khas itu menjadi lebih bermakna, berupa tema, ide, amanat, maupun pengalaman penyair yang diintensifkan dan dikonsentrasikan. Selain berbagai unsur yang membatasinya, watak puisi juga menentukan hakikat suatu puisi. Gracedalam (Sayuti, 1985: 14) berpendapat bahwa watak puisi adalah lebih mengutamakan intuisi, imajinasi dan sintesa dibandingkan dengan prosa yang lebih mengutamakan pikiran, konstruksi, dan analisa. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Rozakdalam (Sayuti, 1985: 14) secara sederhana puisi lebih bersifat intuitif, imajinatif, dan sintesis. Pada dasarnya, banyak ahli telah menyimpulkan hakikat puisi dengan menyebutkan unsur-unsur yang hampir sama. Unsur-unsur

10 22 tersebut merupakan pembangun yang menjadi pokok yang terkandung di dalam puisi. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa hakikat puisi adalah ungkapan emosional atas suatu gagasan yang dibahasakan secara imajinatif dengan susunan kata-kata dan diungkapkan dengan teknik tertentu dalam pilihan terbaiknya. e. Ciri-Ciri Puisi Puisi secara umum dibedakan menjadi dua yaitu puisi lama dan puisi baru. Antara puisi lama dan puisi baru masing-masing memiliki ciri-ciri. Ciri-ciri puisi lama: 1. Anonim (pengarangnya tidak diketahui). 2. Terikat jumlah baris, rima, dan irama. 3. Merupakan kesusastraan lisan. 4. Gaya bahasanya statis (tetap) dan klise. 5. Isinya fantastis dan istanasentris Ciri-ciri Puisi Baru: 1. Pengarangnya diketahui. 2. Tidak terikat jumlah baris, rima, dan irama. 3. Berkembang secara lisan dan tertulis. 4. Gaya bahasanya dinamis (berubah-ubah). 5. Isinya tentang kehidupan pada umumnya. Puisi lama lahir pada masa masyarakat yang terikat oleh syaratsyarat tradisional dan menggunakan pola-pola atau taturan tata

11 23 bahasa tertentu. Sedangkan puisi baru sudah mendapat pengaruh dari puisi barat, sehingga puisi baru sudah mulai meninggalkan aturan-aturan tradisional. f. Unsur-Unsur Pembangun Puisi Dalam membuat puisi, terdapat beberapa unsur yang harus diperhatikan yang disebut dengan unsur pembangun puisi. Unsur pembangun puisi, diantaranya : 1. Bunyi Unsur bunyi merupakan salah satu unsur yang menonjol untuk membedakan antara bahasa puisi dan bahasa prosa. Bahasa puisi cenderung menggunakan unsur perulangan bunyi. Bunyi memiliki peran antara lain adalah agar puisi terdengar merdu jika dibaca dan didengarkan, sebab pada hakikatnya puisi merupakan salah satu karya seni yang diciptakan untuk didengarkan (Sayuti, 2002). Sebenarnya puisi hadir untuk disuarakan daripada dibacakan tanpa suara. Dengan cara ini, keindahan puisi dapat dirasakan lebih intensif. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan masalah kepuitisan apa saja yang digunakan, disiasati, dan didayakan untuk menghasilkan bunyi yang indah. Sarana yang dimaksud antara lain persajakan, irama, orkestrasi dan fungsi lain (Nurgiantoro, 2014: 154)

12 24 3. Diksi Diksi adalah pilihan kata atau frase dalam karya sastra (Abrams, 1981). Setiap penyair akan memilih kata-kata yang tepat, sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan efek puitis yang ingin dicapai. Diksi juga sering menjadi ciri khas seorang penyair atau zaman tertentu. Aspek leksikal sangatlah penting dalam karya sastra. Aspek leksikal adalah satuan bentuk terkecil dalam konteks struktur sintaksis dan wacana (Nurgiyantoro, 2014: 17). Aspek leksikal ini sama pengertiannya dengan diksi. Diksi merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan (KBBI, 2005: 64). Aspek leksikal dalam karya sastra dapat berupa penggunaan bahasa lain atau percampuran bahasa, kolokial, munculnya bentuk baru, makna khusus, ragam kata, kata menyimpang, dan lain sebagainya. 4. Bahasa Kiasan Bahasa kias atau figuratif language merupakan penyimpangan dari pemakaian bahasa yang biasa, yang makna katannya atau rangkaian katannya digunakan dengan tujuan untuk mencapai efek tertentu (Abrams, 1981). Bahasa kias memiliki beberapa jenis yaitu personifikasi, metafora, perumpamaan, simile, metonimia, sinekdoki, dan alegori (Pradopo, 1978).

13 25 5. Citraan Puisi Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek, pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme (Baldic, dalam Nurgiyantoro, 2014: 276). Unsur citraan merupakan gambarangambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 1978). Ada berbagai macam jenis citraan diantarannya: a. Citraan Penglihatan (visual imagery) Citraan visual adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan objek yang dapat dilihat oleh mata, dapat dilihat secara visual. b. Citraan Pendengaran (auditory imagery) Citraan pendengaran (auditif) adalah pengonkretan objek bunyiyang didengar oleh telinga (Nurgiyantoro, 2014: 81). c. Citraan Rabaan (thermal imagery). Citraan gerak (kinestetik) adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan objek gerak yang dapat dilihat oleh mata. (Nurgiyantoro, 2014: 8). d. Citraan Pengecapan (tactile imagery) Citraan rabaan (taktil termal) menunjuk pada pelukisan rabaan secara konkret walau hanya terjadi di rongga imajinasi pembaca. (Nurgiyantoro, 2014: 83).

14 26 e. Citraan Penciuman (olfactory imagery) Citraan penciuman (olfaktori) menunjuk pada pelukisan penciuman secara konkret walau hanya terjadi di rongga imajinasi pembaca (Nurgiyantoro, 2014: 83). f. Sarana Retorika Puisi Sarana retorika (rhetorical devices) merupakan muslihat intelektual, yang dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: hiperbola, ironi, ambiguitas, paradoks, litotes, dan elipsis (Altenbernd & Lewis, 1969). 1) Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebih-lebihan. Gaya ini biasanya dipakai jika seseorang bermaksud melebihkan sesuatu yang dimaksudkan dibandingkan keadaan yang sebenarnya dengan maksud untuk menekankan penuturannya. (Nurgiyantoro, 2014: 61). Contoh hiperbola: Darah mulai mengucur membanjiri lengannya. 2) Ironi adalah pernyataan yang mengandung makna bertentangan dengan apa yang dinyatakannya. Gaya ini juga menampilkan stile yang bermakna kontras. Penggunaan gaya ini dimaksudkan untuk menyindir, mengritik, mengecam, atau sejenisnya. Gaya ironi biasanya tingkat intensitas sindirannya rendah, sedangkan sindiran yang tajam biasanya memakai gaya sarkasme. (Nurgiyantoro, 2014: 70). Contoh

15 27 ironi: Sebenarnya aku benci rumah yang memberiku kerinduan untuk pulang. 3) Ambiguitas adalah pernyataan yang mengandung makna ganda. Contoh ambiguitas: Mayat diloncati oleh kucing hidup. 4) Paradoks merupakan pernyataan yang memiliki makna yangbertentangan dengan apa yang dinyatakan. Contoh paradoks: Tidak setiap derita/jadi luka/tidak setiap sepi/jadi duri. 5) Litotes adalah pernyataan yang menganggap sesuatu lebih kecil dari realitas yang ada. Lilotes berkebalikan dengan hiperbola. Apabila gaya hiperbola menekankan dengan cara melebihi lebihkan, gaya litotes justru dengan cara mengecilkan fakta dari keadaan sesungguhnya (Nurgiyantoro, 2014: 65). Contoh litotes: Mampirlah ke gubukku sejenak. 6) Elipsis merupakan pernyataan yang tidak diselesaikan tetapiditandai dengan... (titik-titik). Contoh elipsis: Wahai angina... sampaikan salamku padanya. 6. Bentuk Visual Puisi Bentuk visual merupakan salah satu unsur yang paling mudah dikenal. Bentuk ini meliputi penggunaan tipografi dan susunan baris.

16 28 7. Makna Puisi Makna merupakan wilayah isi sebuah puisi. Setiap puisi pasti memiliki makna. Makna dapat disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Makna puisi pada umumnya berkaitan dengan pengalaman dan permasalahan yang dialami dalam kehidupan manusia. Pada umumnya makna puisi baru dapat dipahami setelah seorang pembaca, membaca, memahami arti tiap kata dan kias yang dipakai dalam puisi, serta memperhatikan unsur-unsur puisi lain yang mendukung makna. Bermacam-macam pendapat para ahli mengenai struktur pembangun puisi yang berbeda-beda. Pada prinsipnya terdapat adanya beberapa kesamaan. Hal ini dikarenakan cara pandang para ahli bertolak dari latar belakang yang sama, yakni strukturalisme. Ada yang menyatakan bahwa struktur puisi terdiri dari unsur sintaksis dan unsur semantik. Ada juga yang menyatakan bahwa unsur pembangun puisi terdiri dari bahasa puisi, bentuk, dan isi. Sayuti (1985: 14) menyatakan bahwa karya puisi terdiri dari banyak unsur, yang tanpa adanya suatu batasan sekalipun sudah dapat dibedakan antara puisi dan bukan puisi. Unsur-unsur tersebut antara lain berupa kata-kata, bentuk, pola rima, ritma, ide, makna atau masalah yang diperoleh penyairnya di dalam hidup dan kehidupan yang hendak disampaikannya kepada pembaca, pendengar, melalui teknik dan aspek-aspek tertentu. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa unsur-unsur yang membangun sebuah puisi

17 29 meliputi imaji, emosi, dan bentuknya yang khas. Richards dalam (Situmorang, 1983: 1) berpendapat bahwa puisi dibangun atas hakikat puisi dan metode puisi. Hakikat puisi adalah unsur hakiki yang menjiwai puisi, terdiri atas (1) tema, (2) nada, (3) perasaan, dan (4) amanat. Sementara itu, metode puisi adalah medium bagaimana hakikat itu diungkapkan, terdiri dari: (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) majas, dan (5) rima dan ritma. Altenbernd dkk., dalam (Badrun, 1989: 6) menyatakan bahwa unsur-unsur puisi terdiri dari bahasa puisi, bentuk, dan isi. Sementara itu, Meyer dalam (Badrun, 1989: 6) mengemukakan bahwa unsur-unsur puisi terdiri atas: (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) sarana retorika, (5) bunyi, (6) irama, (7) tipografi, (8) tema dan makna. Menurut Hartoko dalam (Waluyo, 1995: 27), unsur-unsur puisi yang penting terdiri atas dua unsur, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Lebih lanjut, menurut Waluyo bahwa unsur tematik atau unsur semantik puisi menujuk ke arah struktur batin sedangkan unsur sintaksis mengarah pada struktur fisik puisi. Struktur batin adalah makna yang terkandungdalam puisi yang tidak secara langsung dapat dihayati. Struktur batin terdiri dari (1) tema, (2) perasaan, (3) nada dan suasana, (4) amanat atau pesan. Struktur fisik 12 adalah struktur yang bisa kita lihat melalui bahasanya yang tampak. Struktur fisik terdiri dari: (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) bahasa figuratif atau majas, (5) versify ikasi, dan (6) tata wajah. Ahmad

18 30 dalam (Badrun, 1989: 6) berpendapat bahwa bahwa dalam puisi terdapat: emosi, imajinasi, pemikiran ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan kata-kata, kata-kata kiasan, kepadatan dan perasaan yang bercampur baur. Unsur puisi yang dikemukakan tersebut dapat digolongkan menjadi tiga hal: (1) pemikiran, (2) bentuk, dan (3) kesan, yang kesemuanya itu terungkap melalui media bahasa. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa puisi terdiri dari beberapa unsur, yakni: diksi, imajeri (pengimajian), tema dan makna, irama, bunyi, perasaan, amanat, dan bahasa kias (pemajasan). Penelitian ini difokuskan pada salah satu unsur puisi, yaitu bahasa kias yang di dalamnya juga mencakup makna. Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik, bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut: 1. Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik. 2. Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.

19 31 3. Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi. Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait). 4. Tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan. 5. Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan. Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik. Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi halhal sebagai berikut:

20 32 1. Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. 2. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. 3. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lainlain.

21 33 4. Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya. Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. 2. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka katakatanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. 3. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan

22 34 pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. 4. Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret salju melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan. 5. Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986: 128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987: 83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks. 6. Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak

23 35 penuh, repetisi bunyi (kata), dan sebagainya (Waluyo, 187: 92), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritme adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritme sangat menonjol dalam pembacaan puisi. 2. Penguasaan Bahasa Figuratif a. Pengertian Penguasaan Finch dkk., dalam (Mulyasa, 2006: 38) menempatkan penguasan bagian dari kompetensi (competence). Kompetensi diartikan sebagai penguasaan suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugastugas (kesanggupan) dalam pembelajaran. Bloom dalam (Mulyasa, 2006: 41) menyatakan bahwa sebagian besar peserta didik dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya, dan tugas pembelajaran adalah mengkondisikan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik menguasai bahan pembelajaran yang diberikan. Ditambahkan oleh Hall, dalam (Mulyasa, 2006: 41) bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberi waktu yang cukup. Perbedaan pandai dan kurang pandai hanya terletak pada masalah waktu yang relatif dibutuhkan oleh peserta didik.

24 36 Dalam konteks lain penguasaan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sesuatu hal. Dan penguasaan bahasa figuratif dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa berdasarkan: (1) Diksi, yaitu pilihan kata yang tepat dan sesuai dalam kontekskonteks tertentu (2) Nada yang terkandung dalam wacana, yaitu sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata untuk menciptaan suasana senang dan damai. (3) Struktur kalimat, yaitu tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. (4) Langsung tidaknya makna yang menjadi acuan. b. Hakikat Bahasa Figuratif Istilah figuratif sudah dikenal dan telah dipergunakan oleh novelis Romawi Cicero dan Suetonius dengan istilah figura yang diartikan bayangan, gambar, sindiran, kiasan (Tarigan, 1986: 5). Dan secara leksikal bahasa figuratif dapat diartikan sebagai bahasa yang bersifat kiasan atau bahasa yang bersifat lambang. Atau bahasa figuratif adalah bahasa yang melambangkan cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Pradopo (2000: 61-62) berpendapat bahwa bahasa figuartif biasa dipakai pengarang untuk menangkap sesuatu maksud dengan cara tidak langsung. Dengan bahasa kiasan (figurative language)

25 37 menjadi karya sastra lebih menarik, lebih segar, lebih hidup, dan terutama dapat menimbulkan kejelasan gambaran angan imajinasi pembaca. Abrams (1981: 96) menyatakan bahwa bahasa figuratif adalah bagian dari gaya bahasa yang berbentuk retorika. Retorika terbagi atas bahasa figuratif (figurative language) dan pencitraan (imagery). Dan bahasa figuratif itu sendiri pun dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) figure of thought atau tropes, yaitu penggunaan unsur kebahasaan yang menyimpang dari makna yang harafiah (literal meaning) atau pengungkapan dengan cara kias--sebut saja pemajasan dan (2) figure of speech, rhetorical figures, atau schemes, yaitu menunjuk pada masalah pengurutan kata, masalah permainan struktur tersebut saja penyiasatan struktur. Pernyataan di atas identik dengan pernyataan Aminuddin (1995: ) yang menyatakan bahwa kajian retorik memilah bahasa figuratif (figurative language) menjadi 2 jenis: (1) figure of thought, yaitu bahasa figuratif yang terkait dengan cara pengolahan dan pembayangan gagasan; (2) retorika figure, yaitu bahasa figuratif yang terkait dengan cara penataan dan pengurutan kata-kata dalam konstruksi kalimat. Istilah bahasa kias dalam pembahasan ini merujuk pada bahasa figuratif yang terkait dengan cara pengolahan dan penataan gagasan secara tradisional.

26 38 Sejalan dengan pernyataan di atas, Gorys Keraf (2006: ) membedakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ke dalam gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang maknanya harus diartikan menurut nilai lahirnya (literal meaning). Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa yang mengandung unsur kelangsungan maknanya. Sedangkan gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya. Untuk itu, orang harus mencari makna di luar rangkaian kata dan kalimat itu. Lebih jauh Nurgiyantoro (1995: ) menyatakan bahwa ungkapan bahasa kias jumlahnya relatif banyak, namun hanya beberapa saja yang kemunculannya dalam karya sastra relatif tinggi. Bentuk-bentuk pemajasan yang banyak dipergunakan pengarang adalah bentuk perbandingan atau persamaan, yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain melalui ciri-ciri kesamaan antara keduanya. Bentuk perbandingan tersebut antara lain bentuksimile, metafora, dan personofikasi. Dan gaya pemajasan lain yang sering ditemui dalam berbagai karya sastra adalah metonemia, sinekdoke, hiperbola, dan paradoks. c. Macam-Macam Bahasa Figuratif Dari berbagai pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa figuratif yang sering dipakai dalam karya sastra diantaranya adalah :

27 39 (1) Metafora (Metaphor) Metafora adalah majas yang hendak mengkiaskan sesuatu secara langsung. Dalam contoh klasik terungkap lewat lintah darat, kambing hitam, dan sebagainya. (2) Perbandingan (Simile). Simile adalah majas yang mengkiaskan sesuatu secara tidak langsung. Yang dikiaskan ada bersama pengiasnya dan disambungkan oleh kata penghubung seperti laksana, bagaikan, bagai, atau bak. Contoh klasik misalnya: matanya bagai bintang timur, larinya bagai anak panah. (3) Personifikasi (Personification) Personifikasi adalah majas yang mengiaskan peristiwa alam dengan pengalaman manusia. Berbagai peristiwa alam yang merupakan benda mati dikiaskan menjadi barang hidup karena setelah dipersonifikasikan, peristiwa itu jadi tak ubahnya orang yang mengalami suatu peristiwa manusiawi. Pembaca mengenalinya karena kiasan sifat human yang ditampilkan. Contoh klasik misalnya: Lokomotif kereta api menjerit-jerit sepanjang lereng gunung memecah kesepian. (4) Hiperbola (Overstatement) Hiperbola adalah majas yang mengkiaskan sesuatu secara berlebih-lebihan. Majas ini menggunakan perbandingan dalam melebih-lebihkan kiasannya. Tujuannya menarik atensi pembaca

28 40 agar lebih seksama memperhatikan hal yang diungkapkan. Hiperbola tradisional, ada dalam ungkapan: bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun lagi. (5) Sinekdoke (Synecdoche) a) Pars prototo Pars prototo adalah majas yang menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan. Contoh: seminggu ini aku tak pernah melihat batang hidungnya. b) Totem proparte Totem proparte adalah majas menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Contoh: rakyat Indonesia berhasil merebut kemerdekaan. (6) Ironi (Irony) Ironi adalah kiasan yang mengkonotasikan makna sebaliknya,dan dipergunakan untukmemberi sindiran. Pada tahap tertentu majas ini berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yaitu sindiran yang disajikan secara keras dan kasar tanpa menggunakan upaya penyiratan melalui pembalikan makna. Bentuk kiasan ini seperti: jalannya cepat sampai-sampai aku tertidur menunggunya, memang kamulah gembongnya, mulutmu harimaumu. (7) Simbolik (Symbol) Simbolik adalah kiasan yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Frost mencontohkan bendera sebagai lambang dari suatu negara.

29 41 (8) Apostrof (Apostrophe) Apostrof adalah kiasan yang mengalihkan amanat dari yang hadir kepada sesuatu yang tidak hadir, sehingga ia tampak tidak berbicara dengan yang hadir. Satu contoh: Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air tercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kamu perjuangkan (9) Alegori,Parabel, Fabela a) Alegori (Allegory) Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah ke permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya bersifat abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. b) Parabel (parabola) Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita (berkaitan dengan Kitab Suci) yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual. Misalnya: cerita Adam dan Hawa, Maryam dan Harun.

30 42 c) Fabel Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhlukmakhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah seperti manusia. Tujuannya sama seperti parabel, yaitu menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Contoh: kancil dan buaya, kancil dan harimau, kancil dan petani. (10) Metonemia (Metonymy) Metonemia adalah kiasan dengan ungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Bentuk metonemia ini seperti contoh: naik kijang, membaca S.T. Alisyahbana, mendeklamasikan Chairil. (11) Paradoks (Paradox) Paradoks adalah kiasan yang mempertentangkan fakta-fakta yang nyata dan ada, atau dengan kata lain, pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar. Contoh: Ia mati kelaparan di tengahtengah kekayaannya yang berlimpah. (12) Litotes (Understatement) Litotes adalah kiasan yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu yang dinyatakan itu kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Contoh-contoh yang sering

31 43 dipakai seperti: silakan mampir ke gubuk saya, terimalah bantuan yang tak seberapa ini, saya tidak akanmerasa bila mendapat warisan miliaran rupiah itu. Aminuddin (1995: ) mencontohkan pada bahasa kias aku ini binatang jalang terdapat dua hal yang diperbandingkan: aku dan binatang jalang. Pada perbandingan tersebut dapat ditemukan adanya kesamaan ciri semantik antara aku dan binatang jalang. Pada perbandingan ciri semantik yang umum aku memiliki ciri semantik sebagai makhluk demikian juga binatang. Aku mempunyai ciri semanti bernyawa, begitu juga binatang. Pada sisi lain perbandingan itu juga merujuk pada ciri semantik yang khusus dengan yang khusus. Ditentukan demikian karena aku sebagai makhluk berkesadaran sebagai ciri khusus manusia diperbandingkan dengan binatang yang secara khusus diberi ciri jalang. Penentuan hubungan ciri semantik seperti di atas tentu diawali pembuahan persepsi tertentu menyangkut objek yang diacu oleh kata- katanya. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan bahasa figuratif adalah kesanggupan seseorang menggunakan bahasa yang melambangkan cara khas penulis dalam menguraikan sesuatu melalui perbandingan yang tidak biasa, supaya menarik perhatian. d. Pentingnya Penguasaan Bahasa Figuratif Bahasa figuratif merupakan bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, secara tidak

32 44 langsung untuk mengungkapkan maknanya, atau bisa disebut dengan makna kias. Tujuannya adalah untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif dan lebih sugestif dalam bahasa puisi. Makna yang terdapat pada puisi bisa dipahami dengan penguasaan bahasa figuratif. Dengan demikian penguasaan bahasa figuratif merupakan kunci untuk dapat memahami, menafsirkan dan menjelaskan sebuah karya puisi. 3. Minat Membaca Puisi a. Pengertian Minat Istilah minat dapat diartikan bermacam-macam oleh para pakar psikologi. Bernard (1982: 203) menyebutnya sebagai dorongan yang ada diantara individu dan objek-objek, situasi, orang atau kegiatan. Minat merupakan perasaan senang yang mewarnai setiap individu yang ditimbulkan oleh situasi orang ke arah mana energi mental atau fisik tertuju. Sementara itu, Bingham (1989: 21) menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan untuk ikut serta aktif dalam pengalamanpengalaman dan memelihara pengalaman tersebut. Minat (interest) dapat dikatakan lawan dari keengganan (aversion) yang dirumuskan sebagai kecenderungan untuk menjauhi terjadinya pengalaman tentang objek-objek. Minat dalam eksiklopedia Indonesia IV (1983: 2252) diartikan sebagai kecenderungan bertingkah laku yang terarah terhadap objek kegiatan atau pengalaman tertentu. Ahmadi (2003: 151) memberi batasan minat sebagai sikap jiwa orang seorang

33 45 termasuk ketiga fungsi jiwanya (kognisi, konasi, emosi), yang tertuju pada sesuatu, dan dalam hubungan itu unsur perasaan yang terkuat. Minat (interest) dan keengganan (aversion) sifatnya dinamik. Pada satu saat mungkin minat lebih kuat daripada keengganan, disebabkan individu yang bersangkutan memusatkan perhatian kepada salah satu objek sehingga tidak ada kesempatan untuk memperhatikan objek lain (Bingham, 1989: 21). Harras dan Sulistianingsih (1998: 33) memberi makna minat sebagai hal yang dapat mendorong atau menggerakkan hati seseorang melakukan suatu perbuatan dengan penuh senang hati dan suka rela. Orang yang dalam dirinya telah memiliki minat yang tinggi dalam suatu hal, maka ia akan dengan suka rela mengerjakan hal yang diminatinya tersebut, walaupun dirinya harus melakukan pengorbanan, baik secara materi maupun nonmateri. Minat menurut Liang Gie (1994: 28) berarti sibuk, tertarik atau terlibat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Jadi minat adalah keterlibatan seseorang dengan segenap kesadaran secara penuh, dan perhatian disertai perasaan senang karena menyadari pentingnya suatu kegiatan untuk mencapai tujuan. Minat menurut Crow& Crow (1993: 153) adalah kekuatan pendorong yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian terhadap orang lain, sesuatu atau aktivitas tertentu. Minat selalu disadari dan muncul sejak awal kehidupan serta berkembang atas

34 46 pengaruh-pengaruh dari luar dirinya dan dari dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu minat berubah karena pengalaman dan baru stabil setelah dewasa. Pendapat tentang minat yang lebih lengkap dikemukakan oleh Chaplin (2000: 246) yang merumuskan minat dalam tiga buah rumusan, yaitu pertama, sebagai suatu sikap yang menetap yang mengikat perhatian individu ke arah objek-objek tertentusecara selektif. Kedua, perasaan yang berarti bagi individu terhadap kegiatan, pekerjaan sambilan atau objek-objek yang dihadapi oleh setiap individu, dan ketiga, kesiapan individu yang mengatur atau mengendalikan perilaku dalam arah tertentu atau ke arah tujuan tertentu. Minat merupakan gejala psikis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atau memberikan perhatian yang penuh terhadap objek tertentu sehingga pekerjaan yang dilakukannya bisa membuat orang tersebut menjadi senang dan orang tersebut akan melakukannya secara terus-menerus. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Winkel (1996: 30-31) bahwa minat adalah kecenderungan yang menetap dalam diri seseorang untuk tertarik pada bagian atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang tertentu. Selanjutnya dijelaskan oleh Traw (1993: 105), bahwa minat sangat erat hubungannya dengan perasaan individu, objek, aktivitas, dan situasi. Minat dapat menunjuk pada keasyikan mental dalam mengamati objek atau situasi tertentu. Selain

35 47 pengertian minat yang telah diuraikan di atas, minat menurut pengertiannya yang paling mendasar adalah tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan, karena menyadari begitu pentingnya kegiatan tersebut untuk memberi arti dalam kehidupannya. Hal ini berarti bahwa minat seseorang selalu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tertentu di sekitarnya. Jelasnya apabila seseorang memiliki minat terhadap sesuatu hal, ia akan merasa tertarik untuk melakukan berbagai kegiatan atau usaha yang berkaitan dengan hal tersebut. Dengan demikian terlihat jelas bahwa minat merupakan salah satu gejala psikis yang bisa membuat seseorang untuk menetapkan pilihannya dalam melakukan suatu kegiatan, sebab minat dapat menjadi daya pendorong atau motivasi bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Sementara itu Hurlock (1981: 420) menambahkan bahwa jika seseorang berminat pada satu objek atau peristiwa tertentu, ia tidak akan dapat dihalangi, ia akan berusaha untuk melakukan atau mendapatkan objek yang diminatinya, sehingga tidak mungkin objek tersebut dapat ditinggalkannya, karena suatu objek yang menyenangkan perasaan seseorang dapat menimbulkan minatnya terhadap objek tersebut. Minat yang timbul dari kebutuhan anak-anak akan menjadikan faktor pendorong bagi anak-anak dalam melakukan usahanya. Anak-anak tidak perlu mendapat dorongan dari luar apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minatnya.

36 48 Sejalan dengan pendapat di atas, Slameto (1995: 57) menyatakan bahwa minat adalah suatu kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati akan diperhatikan terus-menerus dan apabila dilakukan akan disertai dengan rasa senang. Semiawan (1982: 48) mengemukakan pengertian minat adalah suatu keadaan mental yang menghasilkan responster arah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberi kepuasan kepadanya (satisfiers). Minat dapat menimbulkan sikap yang merupakan suatu kesiapan berbuat bila ada stimulus khusus sesuai dengan keadaan tersebut. b. Pengertian Membaca Membaca ialah proses pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu (Depdikbud, 1985: 11). Suharianto (1989: 154) mengartikan membaca sebagai suatu usaha memahami dan merasakan apa yang dinyatakan penulis dalam wacana yang ditulisnya tersebut. Dan menurut Soedarsono (1999: 4) membaca yaitu aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi: orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati dan mengingat-ingat. Hodgson dalam (Tarigan, 1991: 7), mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang

37 49 dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Harjasujana dalam (Harras dan Sulistianingsih, 1998: 23) mengartikan membaca sebagai suatu kegiatan komunikasi interaktif yang memberikan kesempatan kepada pembaca dan penulis untuk membawa latar belakang, dan hasrat masing-masing. Harras dan Sulistianingsih (1998: 26), memberi makna membaca merupakan perseptual, proses perkembangan, dan proses perkembangan keterampilan berbahasa. Selaras dengan pernyataan ini, Thorndike dalam (Depdiknas, 2002: 4) mengemukakan bahwa belajar membaca merupakan proses belajar berpikir dan bernalar (reading as thingking orreading as a reasoning). Anderson dalam (Tarigan, 1991: 7) mendefinisikan membaca merupakan proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang bahasa tulis (reading is a recording and decoding process). Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro (2001: 246) memberi batasan bahwa membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan. Dalam kegiatan membaca diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang menyangkut huruf dan ejaan. Pada hakikatnya huruf dan atau tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali bahwa lambang tulis tertentu itu mewakili (melambangkan atau menyarankan) bunyi tertentu yang

38 50 mengandung makna yang tertentu pula. Dari beragamnya definisi membaca seperti tersebut di atas, menandakan masih bersilang pendapat para pakar memberi definisi membaca yang benar-benar akurat. Meskipun demikian, menurut Willian dalam (Harras dkk, 1998: 37) ada satu hal yang disepakati oleh seluruh pakar ihwal membaca, yaitu unsur yang harus ada dalam setiap kegiatan membaca yaitu pemahaman atau understanding. Minat membaca menurut Suyatmi dan Mujiyanto (1986: 36) adalah hasrat yang besar disertai rasa cinta untuk melakukan aktivitas membaca karena adanya motivasi dan tendens tertentu. Minat membaca adalah modal dasar bagi kegiatan membaca, agar kegiatan membaca dilakukan secara mantap, terprogram dan sungguhsungguh. Lebih jauh lagi dapat dijelaskan bahwa minat merupakan kekuatan, pendorong yang memaksa seseorang untuk menaruh perhatian pada orang lain atau aktivitas tertentu. Hal ini menandakan bahwa jika seseorang memiliki minat membaca, maka ia akan senantiasa berusaha untuk mendapatkan informasi secara lengkap, berusaha menyesuaikan diri dengan kegiatan-kegiatan membaca, bahkan berusaha untuk senantiasa melakukan aktivitas membaca secara teratur. Dengan demikian minat membaca mengandung arti suatu kemauan atau keinginan yang keras dalam diri seseorang untuk selalu melakukan aktivitas membaca. Sebagai salah satu kebutuhan pokok dan bagian hidup.

39 51 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Membaca Bila dikaitkan dengan kegiatan membaca, minat memegang peranan yang sangat penting. Orang yang mempunyai minat baca yang tinggi akan memberikan perhatian yang besar terhadap kegiatan membaca. Minat baca mempunyai makna yang mengikat seseorang pada kegiatan membaca, dan orang tersebut menyadari bahwa kegiatan membaca sangat berharga bagi dirinya, sehingga ia selalu melakukan kegiatan membaca untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan membaca yang dilakukan tidak menjadi suatu beban bagi dirinya. Kegiatan membaca akan dilakukan dengan penuhrasa suka, senang sehingga pekerjaan tersebut merupakan suatu kegemaran. Minat merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca. Tidjan (1977: 56) menyatakan bahwa ketiadaan minat membaca dapat menimbulkan ketidakmampuan dalam menafsirkan bacaan. Begitu pula ketidakmampuan dalam menafsirkan bacaan dapat menimbulkan ketiadaan minat baca. Berdasarkan pendapat tersebut, jelas bahwa minat dan kemampuan membaca mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar-mengajar. Rusyana (1982: 53) mengungkapkan bahwa minat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan baca-tulis, sebab kegiatan baca-tulis berusaha untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kita mempunyai hubungan dengan berkepentingan dengan apa yang

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli P U I S I A. PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984) Pengertian Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, matra serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sebelum melakukan penelitian ini, dilakukan penelusuran terhadap beberapa penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian

Lebih terperinci

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Pengertian dan Unsur-unsurnya Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. PUISI bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh: diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Adapun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Indonesia, yakni tidak memiliki aturan yang baku. Menurut Dresden (dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Indonesia, yakni tidak memiliki aturan yang baku. Menurut Dresden (dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Puisi Puisi dalam sastra Jawa mencakup beberapa jenis, salah satunya adalah geguritan. Geguritan memiliki ciri yang sama dengan puisi dalam bahasa Indonesia, yakni tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh Media Pembelajaran Film Dokumenter terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari buku-buku dan skripsi pendukung yang relevan dengan judul penelitian ini. Sesuai dengan judul penelitian

Lebih terperinci

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING)

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING) BAB III Metodologi Penelitian A. Metodologi Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu metode dan teknik penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga hasil penelitian bisa dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puisi Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir dari perasaan penyair dan diungkapkan secara berbeda-beda oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. adalah kecakapan yang terdiri dari 3 jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

BAB II KAJIAN TEORITIS. adalah kecakapan yang terdiri dari 3 jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Hakekat Kemampuan Menjelaskan Isi Puisi 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah suatu proses perbuatan atau cara meningkatkan usaha dengan didasari kesanggupan kekuatan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. kembali dan pembacaan sandi (a recording and dekoding process),

BAB II KAJIAN TEORI. penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. kembali dan pembacaan sandi (a recording and dekoding process), 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Membaca Puisi 1. Membaca a. Pengertian membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan

Lebih terperinci

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran

Lebih terperinci

MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI

MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI M. Syirojudin A malina Wijaya S2 Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015) 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 289 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian sebagaimana perumusan masalah yang telah diajukan di bagian pendahuluan, maka peneliti menyimpulkan berikut ini. 1. Aspek-aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan 1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada pembelajaran apresiasi sastra khususnya apresiasi puisi perlu dibuat sebuah bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa. Menurut Tarigan (1986:3), menulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1. Puisi Pengertian puisi Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan BAB II LANDASAN TEORI Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan Alternatif Penerapannya dalam Pembelajaran Gaya Bahasa Puisi di SMA Kelas X Semester I berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan BAB II LANDASAN TEORI A. Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) adalah susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

APRESIASI SASTRA DALAM MENINGKATKAN GEMAR MEMBACA SISWA SEKOLAH DASAR DI DESA COGREG DAN DESA CAYUR KECAMATAN CIKATOMAS, KABUPATEN TASIKMALAYA

APRESIASI SASTRA DALAM MENINGKATKAN GEMAR MEMBACA SISWA SEKOLAH DASAR DI DESA COGREG DAN DESA CAYUR KECAMATAN CIKATOMAS, KABUPATEN TASIKMALAYA Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat ISSN 1410-5675 Vol. 2, No. 1, Mei 2013: 51-59 APRESIASI SASTRA DALAM MENINGKATKAN GEMAR MEMBACA SISWA SEKOLAH DASAR DI DESA COGREG DAN DESA CAYUR KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu,

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu, BAB II KAJIAN TEORI Dalam kajian teori di bawah ini diuraikan beberapa hal sebagai landasan penelitian, yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran menjadi salah satu kegiatan yang bernilai edukatif, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Untuk memahami Penulisan Kreatif, sebelumnya cobalah pahami perihal manajemen bahasa berikut ini Manajemen bahasa adalah SENI dan ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gaya bahasa menimbulkan efek keindahan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Efek keindahan gaya bahasa berkaitan dengan selera pribadi pengarang dan kepekaannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Apresiasi Puisi 1. Definisi Belajar Pengertian belajar menurut Dimyati dkk (2002 : 5), menyebutkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada puisi Pesanku Karya Asmara Hadi puisi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada puisi Pesanku Karya Asmara Hadi puisi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada puisi Pesanku Karya Asmara Hadi puisi Pesan Prajurit karya Trisno. Penelitian difokuskan pada struktur batin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang

Lebih terperinci

Hartono, M. Hum., PBSI FBS UNY. Bahan Mata Kuliah

Hartono, M. Hum., PBSI FBS UNY. Bahan Mata Kuliah Hartono, M. Hum., PBSI FBS UNY Bahan Mata Kuliah 1 UNSUR-UNSUR PROSA NARATIF/FIKSI 2 Unsur Fiksi UNSUR FIKSI FAKTA CERITA SARANA CERITA tema tokoh alur latar judul Sudut pandang Gaya dan nada 3 1. T O

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahami dan mendukung penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni, sastra merupakan hasil cipta manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Setelah terkumpul landasan teoretis dan kerangka berpikir pada bab sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah metode. Metode digunakan untuk menyederhanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lokalitas dalam bahasa menunjukan identitas budaya yang dipakai dalam konteks sebuah komunitas bahasa dalam hal ini masyakat Minangkabau. Lokalitas dalam konteks

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LEMBAR PENGAMATAN

LAMPIRAN 1 LEMBAR PENGAMATAN LAMPIRAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENGAMATAN 123 Lampiran 1 Lembar Pengamatan Si swa dalam Proses Pembelajaran Keterampilan Menulis Puisi No Perilaku Amatan Keterangan Skor 1. Keaktifan Siswa sangat aktif bertanya,

Lebih terperinci

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA)

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA) MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA) Riska Aulia Sartika. Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. riskaauliasartika66@gmail.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurikulum pendidikan sudah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berbahasa memudahkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain, dalam bermasyarakat. Dasar yang sangat penting bagi seseorang untuk berkomunikasi adalah bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan tentang sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ketrampilan Menulis Puisi Keterampilan menulis puisi adalah kemampuan untuk mengungkapkan gagasan atau ide berupa rangkaian kata-kata indah yang memilik makna

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang Struktur Puisi Pesanku Karya Asmara Hadi dan Puisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang Struktur Puisi Pesanku Karya Asmara Hadi dan Puisi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian tentang Struktur Puisi Pesanku Karya Asmara Hadi dan Puisi Pesan Prajurit Karya Trisno Sumardjo dan Perbandingannya, Belum pernah diteliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya bahasa adalah gaya bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT PADA SISWA KELAS X SMA KARTIKA SILIWANGI 4 CIMAHI

PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT PADA SISWA KELAS X SMA KARTIKA SILIWANGI 4 CIMAHI 1 PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT PADA SISWA KELAS X SMA KARTIKA SILIWANGI 4 CIMAHI Heru Pramana Agustiansyah 0821.210 Heru_Zoe@Den.com STKIP SILIWANGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE NATURE LEARNING DI KELAS X-1 SMAN 2 CIKARANG PUSAT TAHUN

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE NATURE LEARNING DI KELAS X-1 SMAN 2 CIKARANG PUSAT TAHUN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE NATURE LEARNING DI KELAS X-1 SMAN 2 CIKARANG PUSAT TAHUN 2011-2012 Septiana Dwi Lestari 0821.0176 alka_dira@yahoo.co.id STKIP Siliwangi Bandung ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kumpulan puisi Puisi Mbeling karya Remy Sylado, didapatkan tiga simpulan yang menjawab persoalanpersoalan dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN PENERAPAN TEKNIK RANGSANG GAMBAR DAN SUMBANG KATA PADA SISWA KELAS VII E DI SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT

MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT E-JURNAL ILMIAH ASMARIDA NPM. 09080206 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai aspek-aspek yang akan

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai aspek-aspek yang akan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai aspek-aspek yang akan diteliti berdasarkan pendapat dari para ahli. Sesuai dengan judul penelitian ini, aspek-aspek yang akan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi, seni dan penciptaan. Bahasa yang digunakan dalam sastra mengemban fungsi utama sebagai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI 0 KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA MATAMU KARYA SYAIFUL IRBA TANPAKA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN BAHASA (LANGUAGE GAMES) Tutin Mulyati NIM : 08210086 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu pokok yang wajib dipelajari dan diajarkan di sekolah-sekolah, pelajaran bahasa Indonesia juga merupakan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG SOAL TUGAS TUTORIAL III Nama Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kode/SKS : PDGK 4504/3 (tiga) Waktu : 60 menit/pada pertemuan ke-7 I. PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut:

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut: Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini saya akan memperkenalkan teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis bab 3. 2.1 Semantik 意味論 Dalam menganalisis lagu, tidak dapat terlepas dari semantik. Keraf

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME DI KELAS V

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME DI KELAS V PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME DI KELAS V DINI NURSARI nursaridini@yahoo.com Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung ABSTRAK Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian

BAB V PENUTUP. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian 112 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian Kedaulatan

Lebih terperinci