UKDW BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UKDW BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masih teringat dengan jelas di benak penulis, peristiwa erupsi Gunung Merapi yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Penulis memang bertempat tinggal di Kabupaten Sleman, namun tidak termasuk kawasan rawan bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Meskipun demikian, penulis dapat melihat dengan jelas betapa besar dan tingginya kepulan asap erupsi Gunung Merapi yang mencapai tinggi ratusan meter. Kondisi demikian menimbulkan ketakutan dan kengerian betapa dahsyatnya potensi bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi. Ketakutan dan kengerian ini tentu tidak hanya dirasakan oleh penulis saja, namun juga oleh masyarakat yang tinggal di beberapa wilayah yang berada di provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang letaknya berdekatan dengan Gunung Merapi. Situasi tersebut semakin diperparah dengan adanya isu-isu yang bukan menenangkan, namun justru menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Perasaan seperti itu tentu jauh lebih dalam dirasakan bagi mereka yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, secara khusus bagi para pengungsi yang harus meninggalkan tempat tinggalnya. Kengerian, ketakutan, dan kesedihan dirasakan oleh para pengungsi yang berasal dari desa-desa di sekitar Gunung Merapi. Menurut para pengungsi, ketakutan itu bukan hanya disebabkan oleh ancaman letusan Gunung Merapi yang begitu besar, namun juga ketidaksiapan berbagai elemen menghadapi ancaman itu. 1 Ketidaksiapan tersebut misalnya mobil dan jalur evakuasi yang belum tersedia, kebutuhan logistik para pengungsi yang tidak diperhatikan pemerintah, alat komunikasi darurat yang terbatas, serta tempat pengungsian yang berpindahpindah. 2 Ketidaksiapan tersebut pada akhirnya dapat memperparah kondisi para pengungsi. 1 J. Kristanto dkk (ed). Dahsyatnya Merapi Tak Sedahsyat CintaMu (Yogyakarta : Seminari Tinggi St. Paulus, 2011), h Ibid., h

2 Pengalaman dan situasi di atas menunjukkan dampak luar biasa yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 yang lalu. Erupsi Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 hingga mencapai puncak letusan terbesar 5 November 2010 memang menyebabkan kerusakan dan kerugian yang sangat besar di empat kabupaten, yaitu Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah, dan Sleman di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada bulan Maret 2011, BNPB merilis data jumlah kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 adalah sebesar Rp. 3,56 trilyun, dengan jumlah nilai kerusakan sebagai dampak langsung sebesar Rp. 1,69 trilyun dan jumlah nilai kerugian sebagai dampak tidak langsung sebesar Rp. 1,87 trilyun, dan jumlah tersebut di luar kerugian dan kerusakan akibat banjir lahar dingin. 3 Peningkatan status Gunung Merapi dari normal aktif menjadi waspada pada tanggal 20 September 2010 direkomendasikan oleh Balai Pemantauan dan Penyelidikan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Pada tanggal 21 Oktober 2010 status berubah menjadi siaga. Karena aktivitas Gunung Merapi yang semakin meningkat yang ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, maka sejak 25 Oktober 2010 pihak BPPTK Yogyakarta merekomendasikan peningkatan status Gunung Merapi menjadi awas dan seluruh masyarakat penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak Gunung Merapi dilakukan evakuasi. Dalam rangka mengantisipasi bencana yang timbul pada saat erupsi Gunung Merapi maka pemerintah membuat peta kawasan rawan bencana (KRB) yang dikeluarkan dalam bentuk surat keputusan bupati. Pada lampiran 9, terlihat KRB dibedakan menjadi empat kawasan, yaitu kawasan tidak rawan bencana (TRB), kawasan rawan bencana 1 (KRB 1), KRB 2, dan KRB 3. Semakin tinggi KRB-nya, semakin rentan dan besar intensitas bahaya yang terjadi pada kawasan tersebut jika terjadi erupsi Gunung Merapi. Erupsi tanggal 4-5 November 2010 merupakan letusan terbesar sejak tahun 1872 dan menyebabkan korban jiwa berjumlah 386 orang meninggal dunia dan menyebabkan penduduk kehilangan rumah dengan orang dievakuasi pada saat letusan. 4 BPPTK menyatakan bahwa erupsi Gunung Merapi 2011) h Ibid. 3 Gema BNPB Volume 2 Nomor 1. Dari Wasior, Mentawai hingga Merapi (BNPB, Maret 2

3 pada November 2010 merupakan siklus tahunan yang bersifat besar dan memiliki luncuran awan panas mencapai 18 kilometer yang melalui alur Kali Gendol. Pada setiap kali letusan, Gunung Merapi mengeluarkan jutaan meter kubik material panas berupa lava yang terdiri dari batu, kerikil, pasir, dan abu dengan suhu yang tinggi mencapai 900 o C dengan luncuran awan panas berkecepatan mencapai 60 km/jam. 5 Keterlambatan informasi tentang erupsi yang terjadi ke seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi juga berdampak pada tingginya korban yang meninggal dan kerugian material pada peristiwa tersebut. 6 Secara umum, bencana yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Merapi tahun 2010 lalu menimbulkan perubahan pola-pola kehidupan masyarakat, kerugian harta, benda, dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat dan memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi atau suatu komunitas. 7 Berbagai dampak tersebut pada akhirnnya dapat menyebabkan perubahan struktur kehidupan masyarakat sekitar Gunung Merapi, baik di bidang sosial, ekonomi, politik, dan bidang-bidang lainnya. Karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena alam seperti erupsi Gunung Merapi dapat menjadi salah satu sumber penderitaan bagi umat manusia, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah kawasan rawan bencana gunung berapi. Berbagai dampak erupsi Gunung Merapi yang telah menimbulkan penderitaan bagi warga masyarakat sekitar Gunung Merapi menggerakkan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Ngupasan untuk melakukan berbagai upaya yang bertujuan menolong dan membantu para korban dan pengungsi erupsi Gunung Merapi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh GKI Ngupasan bagi masyarakat terdampak erupsi Gunung Merapi tersebut adalah dengan mengadakan pendampingan masyarakat bagi warga masyarakat Dusun Tegalrejo, Desa Kamongan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang dalam sebuah program desa binaan. Program pendampingan masyarakat yang dilakukan GKI Ngupasan tersebut diawali dengan aksi tanggap bencana dengan pemberian bantuan ke beberapa daerah yang mengalami dampak langsung, baik di Kabupaten Sleman, 5 Ibid., h Ibid. 7 United Nations Developing Programme. Panduan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (UNDP : 2012). h. 8 3

4 Kabupaten Klaten, maupun Kabupaten Magelang. Aksi respon bencana tersebut berlangsung sejak erupsi pertama atau 26 Oktober 2010 dan dimotori langsung oleh Bidang 2 Majelis Jemaat GKI Ngupasan atau Bidang Kesaksian Pelayanan (Kespel). Dalam aksi tersebut, Bidang Kespel bersama beberapa anggota jemaat membagikan berbagai macam barang bantuan darurat yang dianggap mendesak bagi para pengungsi, yaitu masker, makanan bayi, mie instan, nasi bungkus, dan barang konsumtif lain yang segera dapat dimanfaatkan oleh pengungsi. Tidak hanya satu pos pengungsi yang menjadi sasaran kegiatan ini, namun beberapa pos pengungsian di tiga kabupaten tersebut. Memang, pos pengungsi yang menjadi sasaran pemberian bantuan ini bergantung pada informasi yang diterima oleh Bidang Kespel, seperti pos pengungsi di daerah Cebongan, Kemalang, Muntilan, Srumbung, hingga Wukirsari. Pada prinsipnya, GKI Ngupasan tidak membatasi sasaran penerima bantuan mengingat kebutuhan mendesak para pengungsi yang harus segera dipenuhi demi keselamatan pengungsi. Oleh karena itu, jumlah bantuan pun tidak dapat dikatakan besar, namun yang terpenting adalah mencukupi kebutuhan mendesak para pengungsi. Dalam upaya ini, GKI Ngupasan telah memiliki dana yang berasal dari donatur yang diperuntukkan secara khusus untuk mengantisipasi peristiwa seperti bencana alam. Aksi respon bencana atau tanggap darurat di atas dikerjakan oleh Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia Ngupasan dan berlangsung hingga pertengahan November Bantuan itu berakhir mengingat bantuan yang datang kepada pengungsi erupsi Gunung Merapi juga semakin banyak. Namun, upaya GKI Ngupasan untuk menolong dan membantu warga masyarakat yang menderita karena erupsi Gunung Merapi tidak berhenti. Sudah lama Bidang Kespel memiliki keinginan untuk mengerjakan kesaksian pelayanan melalui upaya pemberdayaan masyarakat desa dalam suatu program yang disebut program desa binaan. Melalui program desa binaan ini, GKI Ngupasan berharap dapat memberdayakan warga desa menjadi warga yang mandiri. Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia pun lebih intensif membangun hubungan dengan para pengungsi, termasuk kepada para pengungsi yang berasal dari Dusun Tegalrejo. Keinginan untuk mengadakan desa binaan pun mulai terwujud dengan respon yang baik dari warga Dusun Tegalrejo dengan menerima dan menjalin relasi dengan GKI Ngupasan dan 4

5 melakukan berbagai kegiatan pendampingan masyarakat. Warga Dusun Tegalrejo yang berjumlah kurang lebih 100 KK tersebut pada saat itu mengungsi karena masuk dalam kawasan rawan bencana dan mulai kembali ke tempat tinggal pada akhir November. Setelah warga kembali ke rumah, berbagai upaya pun mulai dilakukan. Upaya yang dilakukan bertujuan memulihkan ekonomi warga sehingga warga dapat memiliki penghasilan dalam jangka pendek. Upaya yang dilakukan juga tidak berfokus pada perbaikan infrastruktur karena sarana prasarana dusun tidak mengalami kerusakan yang terlalu parah. Meskipun demikian warga desa tidak dapat melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai petani salak akibat masifnya kerusakan ladang salak mereka. Karena itu, kegiatan dalam program desa binaan dijabarkan untuk mengembangkan mata pencaharian warga tersebut. Awal tahun 2011, Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia memulai dengan alternatif pertanian tanaman selain salak. Tanaman sayuran dan buah dipilih karena dianggap memiliki produktivitas yang tinggi sehingga diharapkan warga dapat segera menikmati hasilnya. Berbagai pelatihan sekitar pertanian juga diadakan baik untuk kelompok bapak-bapak maupun kelompok ibu-ibu. Bahkan pelatihan tidak hanya pada proses produksi pangan, namun juga pengolahan pangan agar warga mendapat keterampilan yang dapat menaikkan nilai jual suatu produk, khususnya salak jika warga sudah dapat memproduksi salak kembali. Upaya pemasaran pun juga diberikan melalui program desa binaan. Panen bersama warga bersama jemaat pun juga menjadi media yang semakin mengeratkan relasi yang terbangun. Sesudah pertanian jangka pendek di atas berlangsung selama 1 tahun, upaya desa binaan dilanjutkan oleh Tim Peduli Merapi dengan berbagai pelatihanpelatihan yang berkaitan dengan pertanian yang juga melibatkan kelompok tani Rejo Mulyo. Pembibitan hingga pembuatan pupuk dilatihkan agar penduduk memiliki keterampilan dan wawasan dalam mengembangkan pertanian yang mereka miliki. Tim Peduli Merapi kemudian bekerja sama dengan penduduk untuk lebih dalam memberi pemahaman dan wawasan penduduk berkaitan dengan masalah yang mereka hadapi. Warga dikumpulkan dan dilakukan berbagai usaha pengorganisasian yang diharapkan dapat mengubah kehidupan masyarakat dengan melibatkan masyarakat sendiri. Ada berbagai kegiatan yang dilakukan bersama 5

6 dengan Yayasan Kesindo yang berakhir pada peternakan kambing dengan harapan dapat menjadi sumber mata pencaharian selain bertani. Selain itu, masih ada kegiatan pengobatan gratis, acara bersama anak-anak warga, penjualan hasil tani yang masih berlangsung hingga tahun ini. Melalui kegiatan ini pula, persaudaraan yang baru dapat dijalin dan dipertahankan hingga saat ini. Upaya yang dilakukan oleh GKI Ngupasan dalam mengerjakan pelayanan tersebut didasarkan pada visi GKI Ngupasan , yaitu menjadi murid Kristus yang saling memperhatikan, bersama-sama bertumbuh, dan melayani keluar. Rumusan visi ini terdiri atas tiga bagian besar tugas GKI Ngupasan sebagai gereja di kota Yogyakarta, yaitu saling memperhatikan (persekutuan) yang ditekankan pada , bersama-sama bertumbuh (pembinaan) yang ditekankan pada , dan melayani keluar (diakonia) yang ditekankan Visi bagian ketiga melayani keluar dipahami sebagai perwujudan firman Tuhan, Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Matius 25:40). 9 Untuk mencapai visi tersebut, GKI Ngupasan menetapkan beberapa misi, berkaitan dengan visi melayani keluar misi yang ditetapkan adalah meningkatkan pelayanan ke dalam dan ke luar dengan memikirkan dan mewujudkannya ke dalam bentuk-bentuk pelayanan yang lebih cocok untuk situasi masa kini, yang tidak hanya bersifat pemberian tetapi yang meningkatkan kemandirian orang yang dilayani. 10 Salah satu perwujudan visi tersebut adalah dengan melaksanakan pendampingan bagi warga masyarakat dalam program desa binaan bagi warga Dusun Tegalrejo, Desa Kamongan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, sebagai salah satu daerah terdampak erupsi Gunung Merapi. Dengan kata lain, upaya pendampingan ini adalah upaya pelayanan yang dilakukan GKI Ngupasan bagi mereka yang tengah mengalami penderitaan. 8 Visi dipahami sebagai gambaran tentang GKI Ngupasan yang diharapkan dan diyakini akan terjadi pada masa depan sesuai dengan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Mengingat jangka waktu visi yang ditetapkan hanya 6 tahun, maka visi GKI Ngupasan saat ini telah berganti.adapun visi GKI Ngupasan yang ditetapkan mulai tahun 2014 adalah Menjadi pekerja Kristus yang mengerjakan misi Allah. 9 Tabita Kartika Christiani. Sejarah 75 Tahun GKI Ngupasan (Yogyakarta : GKI Ngupasan, 2009). h Ibid. h

7 Dalam konteks pelayanan dan pendampingan yang dilakukan oleh GKI Ngupasan terhadap warga Dusun Tegalrejo tersebut, sangatlah penting untuk melihat konteks komunitas sasaran, yaitu sebagai komunitas yang berada di daerah rawan bencana erupsi Gunung Merapi. Dengan kata lain, komunitas sasaran pelayanan yang dilakukan oleh GKI Ngupasan adalah masyarakat rawan bencana mengingat erupsi Gunung Merapi jelas akan terjadi kembali. PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunung api) menyatakan Gunung Merapi yang terletak di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut merupakan gunung api yang sangat aktif dengan periode letusan antara 3-6 tahun atau 9-12 tahun untuk letusan besar. 11 Itu berarti pelayanan yang dilakukan GKI Ngupasan melalui kegiatan pendampingan masyarakat bagi warga Dusun Tegalrejo harus memperhatikan konteks komunitas sasaran sebagai masyarakat rawan bencana. Suatu upaya pendampingan masyarakat yang tepat bagi masyarakat lereng Gunung Merapi pada akhirnya dapat mengantisipasi dan mencegah dampak besar yang ditimbulkan dari bahaya erupsi yang dapat menjadi bencana dan sumber penderitaan manusia. Memang, usaha GKI Ngupasan dalam melakukan pendampingan masyarakat Dusun Tegalrejo menjadi upaya untuk melaksanakan panggilan dan pelayanan gereja di tengah dunia yang didasari perkataan Yesus dalam Matius 25:40. Di sisi lain, dalam mengerjakan pelayanan tersebut, menurut penulis, harus memperhatikan konteks komunitas yang dilayani sehingga pelayanan yang dilakukan sungguhsungguh menjawab pergumulan penderitaan yang dialami warga Dusun Tegalrejo yang berada di lereng Gunung Merapi. Dengan pemahaman inilah, penulis menilai perlunya sebuah tinjauan yang besifat evaluatif atas berbagai upaya pendampingan masyarakat yang telah dan sedang dilakukan oleh GKI Ngupasan untuk melihat sejauh mana upaya tersebut telah memperlengkapi masyarakat Dusun Tegalrejo dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi yang akan terjadi kembali. Persoalan konteks masyarakat sasaran menjadi semakin penting mengingat menurut Syamsul Maarif, ketua BNPB, dalam menghadapi bencana yang disebabkan oleh erupsi Gunung Merapi, masyarakat sekitar Gunung Merapi 11 Gema BNPB Volume 2 Nomor 1. Dari Wasior, Mentawai hingga Merapi (BNPB, Maret 2011) h

8 justru cenderung tidak memberontak. 12 Ia menjelaskan bahwa meskipun bencana yang disebabkan oleh erupsi Gunung Merapi tersebut sangat masif, destruktif dan mengancam penduduk, pandangan dan sikap masyarakat sekitar Gunung Merapi justru menerimanya dalam kepasrahan diri dan bersikap nrimo, mereka berpandangan bahwa pergumulan hidup masa kini dan mendatang berada dalam tangan sang Gusti. 13 Maarif menjelaskan bahwa bagi penduduk desa yang tinggal di lereng Gunung Merapi maupun penduduk Kota Yogyakarta, letusan tidaklah dipandang sebagai bencana, namun dipahami sebagai peringatan dari dunia supranatural. 14 Akibat kepercayaan ini, banyak orang yang tinggal di daerah sekitar Gunung Merapi, tidak merasa takut. Alih-alih dianggap sebagai sumber bahaya, Gunung Merapi dianggap sebagai milik umum yang harus dihormati oleh penduduk. Bagi penduduk, letusan Gunung Merapi ini benar-benar telah terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menjadi bagian informal bagi masyarakat sekitar Merapi yang tidak dapat terpisahkan. 15 Contoh sikap dan pandangan tersebut misalnya dapat dijumpai dalam kehidupan keluarga Yu Narni, seorang penjual jadah tempe yang tinggal di daerah Kaliurang, yang penulis kenal dengan baik. Bagi dia dan keluarganya, Gunung Merapi sangatlah dekat dengan masyarakat lereng, memberi berkah lewat kesuburan tanah namun juga sewaktu-waktu dapat meminta korban. Pada saat erupsi, tidak sedikit warga yang memilih tetap tinggal di rumah masing-masing, terutama karena Mbah Maridjan sendiri belum mengungsi. Setelah terjadi letusan besar, warga memilih untuk mengungsi. Apa yang disampaikan oleh Yu Narni kepada penulis setidaknya memang menggambarkan sikap masyarakat lereng Gunung Merapi dalam menghadapi penderitaan yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi. Sebagian besar memilih untuk menerimanya dengan sikap pasrah, cuek, pasif dan tidak melawan, sebagaimana yang diungkapkan oleh ketua BNPB di atas, karena dipandang sebagai sesuatu yang normal, wajar dan harus diterima. 12 Syamsul Maarif et al., (2012) Konstestasi Pengetahuan dan Pemaknaan tenntang Ancaman Bencana Alam, Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 3 Nomor 1 (BNPB, 2012), h Ibid. 14 Ibid., h Ibid. 8

9 Dalam kehidupan masyarakat Jawa, sikap yang dimiliki Yu Narni dan masyarakat lereng Gunung Merapi dalam menghadapi penderitaan tersebut dapat tumbuh oleh karena adanya pandangan bahwa bungah-susah (kebahagiaan dan penderitaan) merupakan dua hal yang selalu datang silih berganti di dalam kehidupan. 16 Hal ini terjadi karena dalam kehidupan masyarakat Jawa berlaku hukum mulur-mungkret (mengembang-mengempis). 17 Dalam hukum mulurmungkret, manusia hidup dengan dipenuhi berbagai keinginan dan semua orang akan mengusahakan keinginannya agar bisa mencapai kebahagiaan. Padahal sifat keinginan itu sendiri mulur dan mungkret. Jika keinginan seseorang terus tercapai (mulur) maka ada satu titik di mana keinginannya tidak tercapai. Mulur pun berhenti dan berganti dengan mungkret karena ia merasa gagal sampai akhirnya ia mengalami keberhasilan lagi, kegagalan lagi, seterusnya dan seterusnya. Akibat yang dihasilkannya adalah bungah susah. Susah dan senang adalah pasangan abadi, tidak ada kebahagiaan tanpa penderitaan, dan sebaliknya tidak ada penderitaan yang tidak berganti segera dengan kebahagiaan. Keduanya adalah pasangan yang langgeng. Sebagai bagian yang datang silih berganti, bungahsusah harus diterima dalam kehidupan dan manusia tunduk pada hukum itu. Hal inilah yang melahirkan sikap nrimo ing pandum, yaitu menerima realitas konkret yang dihadapi sebagai bagian dari kehidupan yang mau ataupun tidak harus dijalaninya. 18 Dalam sikap ini, terkandung pemahaman bahwa semua hal sudah diatur dan ditentukan dari atas dan manusia harus menerimanya agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. 19 Demikian pula bagi masyarakat lereng Gunung Merapi dalam memahami keberadaan Gunung Merapi. Keberadaan Gunung Merapi memang memiliki peranan istimewa bagi masyarakat yang tinggal di kabupaten sekitar lereng Gunung Merapi. Di satu sisi, Gunung Merapi memang menimbulkan malapetaka dengan mengeluarkan letusan yang dahsyat sekaligus berbahaya (susah), namun di sisi yang lain Gunung Merapi memberi kehidupan bagi masyarakat yang 16 Ryan Sugiarto. Psikologi Raos : Saintifikasi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (Sleman : Pustaka Ifada, 2015), h Ibid. 18 Moch. Fatkhan. Kearifan Lingkungan Masyarakat Lereng Gunung Merapi dalam Aplikasia, Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, Vol VII, No. 2 Desember 2006., h Ibid. h

10 tinggal di lereng Gunung Merapi (bungah). 20 Gunung Merapi diyakini dapat memberikan keselamatan dan perlindungan ketika masyarakat bersedia menyesuaikan diri dengan Gunung Merapi yang bersifat adi kodrati. 21 Bersifat adi kodrati sebab Gunung Merapi dengan segala proses alamnya dipandang sebagai manifestasi dari kekuatan Sang Pencipta dan makhluk halus. Oleh karena itu, semua fenomena yang terjadi pada Gunung Merapi, termasuk erupsi, dipandang sebagai peristiwa yang harus diterima sebagai bagian untuk menjaga keselarasan kehidupan yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan sekaligus sebagai bagian dari bungah-susah yang harus dijalani masyarakat Jawa. Pandangan atau nilai-nilai inilah, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi penerimaan masyarakat sekitar Gunung Merapi terhadap potensi bencana yang dapat ditimbulkan, yang cenderung bersikap pasrah dan tidak memberontak. Selain dipengaruhi oleh keyakinan yang tumbuh dalam masyarakat Jawa, sikap dan pandangan yang dimiliki penduduk sekitar Gunung Merapi juga dapat dipengaruhi oleh cara pandang agama dalam memaknai bencana dan penderitaaan. Dalam konteks yang lebih luas, yaitu konteks Indonesia, ada banyak ajaran dalam agama-agama yang dilahirkan dalam upaya memahami bencana yang menyebabkan penderitaan. Bencana dan penderitaan memang melahirkan banyak pertanyaan dan menuntut penjelasan : Mengapa Tuhan yang maha baik tega memberikan bencana alam seperti ini? Apakah maksud Tuhan dengan bencana ini? Mengapa harus kami yang mengalaminya? Pertanyaanpertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sulit, yang merupakan cerminan pergumulan orang beriman tentang iman dan keyakinannya kepada Tuhan. Pertanyaan ini tentu lahir dari suatu perenungan panjang tentang konsep yang umat percayai tentang Tuhan diperhadapkan dengan kenyataan hidup yang umat jalani. Dalam perenungan itulah, umat cenderung mengartikan bencana sebagai hukuman Tuhan karena mereka tidak menuruti kehendak Tuhan. 22 Teologi bencana sebagai hukuman inilah yang masih sangat kuat mempengaruhi cara 20 Bernard T. Adeney Risakotta dalam Zakaria J. Ngelow. Teologi Bencana : Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana Sosial (Makassar : Oase Intim, 2006) h Moch. Fatkhan. Kearifan Lingkungan Masyarakat Lereng Gunung Merapi dalam Aplikasia, Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, Vol VII, No. 2 Desember 2006, h Budhy Munawar. Tuhan dan Masalah Penderitaan dalam Sudarminto dan Lili Tjahjadi (ed). Dunia, Manusia, dan Tuhan (Yogyakarta : Kanisius, 2008), h

11 pandang masyarakat dalam memaknai sebuah bencana dan penderitaan. Dalam teologi hukuman, Allah menghukum mereka yang berbuat fasik dan jahat. Selain teologi hukuman, memang ada teologi ujian ilahi dan teologi pendidikan ilahi yang juga cukup berpengaruh dalam kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia. Jika terjadi bencana, maka itu adalah ujian ilahi bagi kita, supaya iman kita tetap kuat. Kalau ada bencana, itulah pendidikan ilahi bagi kita, supaya kita tidak sombong dan bisa terus menerus menjadi rendah hati. 23 Dalam pandangan Islam misalnya, sebagai agama mayoritas yang dianut oleh warga lereng Gunung Merapi, bencana dan penderitaan yang terjadi digolongkan ke dalam tiga tujuan, yakni : pertama, sebagai ujian (ibtila ) atas keimanan dan kesabaran manusia sebagai makhluk Allah; kedua, sebagai peringatan (tadzkirah) agar manusia selalu tunduk dan patuh kepada Allah; dan ketiga, sebagai hukuman (uqubah) atas apa yang telah diperbuat manusia agar ia manyadari dan menyesali kesalahan kemudian bertobat dan memohon ampunan kepada Allah. 24 Pandangan di atas menunjukkan bahwa di dalam Islam penderitaan dipahami sebagai kehendak Allah, penderitaan termasuk ciptaan Allah karena Allah diyakini sebagai Mahakuasa yang mampu membuat keputusan. 25 Menurut Yewangoe, pandangan masyarakat Jawa terhadap penderitaan telah secara kuat mendapat penetrasi dari pandangan Islam tersebut. 26 Akibatnya, Allah dipercayai sebagai yang menentukan segala sesuatu dan tidak boleh seorang pun meragukan kemahakuasaan Allah sebab segala sesuatu berada di bawah kendalinya. Bahkan, dengan sabar di dalam penderitaan dan menerimanya, seseorang akan menerima pahala dan penderitaan yang dialami tidak akan sebanding dengan pahala yang jauh lebih besar yang bakal diterima seseorang. Teologi hukuman sebenarnya tidak hanya muncul dalam ajaran agama Islam. Dalam kekristenan pun, teologi hukuman masih sangat kuat seperti yang 23 Emanuel Gerrit Singgih. Allah dan Penderitaan di dalam Refleksi Teologi Rakyat Indonesia dalam Zakaria J. Ngelow. Teologi Bencana : Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana Sosial (Makassar : Oase Intim, 2006) h Imam Zamroni (2011). Islam dan Kearifan Lokal dalam Penanggulangan Bencana di Jawa, Jurnal Penggulangan Bencana Volume 2 Nomor 1 (BNPB, 2011), h Andreas A. Yewangoe. Membangun Teologi Bencana : Pergumulan Teodice dan Teologi Penderitaan Allah dalam Zakaria J. Ngelow. Teologi Bencana : Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana Sosial (Makassar : Oase Intim, 2006) h Ibid., h

12 terjadi dengan masyarakat Kristen di Halmahera, Alor, dan Nias. 27 Memang, ada banyak pendekatan yang dilakukan untuk mendekonstruksi konsep bencana sebagai hukuman dari Allah, namun teologi hukuman masihlah kuat dihidupi oleh umat Kristen dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Menurut Jerda Djawa, keyakinan tersebut menimbulkan sisi baik dan sisi buruk. Sisi baiknya adalah penyataan iman bahwa Tuhan terlibat dalam setiap pengalaman pahit mengajak umat untuk menguji diri dan bertobat. Namun sisi buruknya adalah kecenderungan untuk bersikap pasrah pada apa saja yang terjadi dan cenderung mencari kambing hitam (siapa berdosa) dan bahkan menyalahkan Allah sebagai penyebabnya. Lebih buruk lagi, perasaan bersalah para korban bencana yang semakin meningkatkan penderitaannya. 28 Nilai-nilai yang dimiliki masyarakat lereng Gunung Merapi, yang dipengaruhi oleh pandangan agama dan budaya Jawa di atas, pada akhirnya dapat melahirkan pemahaman bahwa bencana sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat dicegah. Bencana adalah bagian dari hidup manusia yang datang dari Tuhan yang harus diterima dengan sikap nrimo, pasrah, dan ikhlas. Sikap-sikap demikian seringkali justru dapat menghambat upaya penyelamatan jiwa ketika terjadi suatu bencana Dengan kata lain, sikap-sikap yang tumbuh dalam masyarakat sekitar Gunung Merapi akibat kepercayaan masyarakat terhadap Gunung Merapi dan terhadap bencana justru dapat memperbesar bencana yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi. 29 Padahal, erupsi Gunung Merapi jelas akan terjadi kembali. Bahaya itu mengintai mereka yang hidup di sekitar lereng Gunung Merapi dan semakin berbahaya ketika mereka hidup dengan pandangan teologis dan nilai budaya seperti di atas. Oleh karena itu, sangatlah penting memberi kesadaran dan pemahaman baru bagi mereka dalam memaknai bencana. Dengan kata lain, diperlukan suatu 27 Lihat tulisan Eirene Gulo, Djawa dan Campbell Nelson dalam Zakaria J. Ngelow. Teologi Bencana : Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana Sosial (Makassar : Oase Intim, 2006) 28 Jerda Djawa. h. 68. Mencari makna Penderitaan dalam Ngelow, Zakaria dkk. Teologi Bencana : Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana Sosial. (Makassar : Oase Intim, 2006) 29 Sebagai contoh sikap warga masyarakat yang menolak untuk dievakuasi karena mengikuti sikap Mbah Maridjan yang masih bertahan dengan alasan melakukan tanggung jawab sebagai juru kunci yang sudah diserahkan kepadanya untuk menjaga Gunung Merapi. Pada erupsi 26 Oktober 2010, warga yang menjadi korban sebagian besar adalah warga yang menolak tersebut. 12

13 pendampingan bagi mereka yang dapat menumbuhkan sikap kesiapsiagaan menghadapi bencana, yang menggantikan sikap menerima dan pasrah dalam menghadapi erupsi. Dalam konteks inilah, penulis melihat pentingnya pendekatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam melakukan pendampingan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, termasuk bagi masyarakat sekitar Gunung Merapi. Jika masyarakat sekitar Gunung Merapi cenderung menganggap bencana yang disebabkan erupsi adalah hal yang tak dapat dihindari sehingga diterima dengan sikap pasrah dan pasif, pemahaman yang berbeda muncul di dalam perspektif Pengurangan Risiko Bencana (PRB). PRB memahami bahwa bencana dapat dihindari apabila masyarakat memiliki kapasitas untuk menghadapi ancaman yang dihadapinya. Pemahaman dalam PRB tersebut didasarkan pada definisi bencana itu sendiri, bahwa bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen ancaman dan kerentanan bekerja secara sistematis dengan didorong oleh pemicu sehingga menyebabkan terjadinya risiko bencana pada suatu komunitas dan komunitas tidak memiliki kapasitas yang lebih tinggi daripada ancaman. 30 Itu artinya peristiwa alam seperti erupsi, gempa bumi tidak dipahami sebagai bencana, fenomena-fenomena tersebut hanyalah ancaman yang berasal dari alam yang memang tidak dapat ditiadakan oleh kekuatan manusia. Dengan kata lain, dalam PRB, bencana dipahami dapat terjadi ketika ancaman alam (seperti letusan gunung api) bertemu dengan masyarakat yang rentan yang mempunyai kemampuan rendah atau tidak memiliki kemampuan untuk menanggapi ancaman itu (karena tidak ada pelatihan, pemahaman, atau kesiapsiagaan). Gabungan ancaman dan ketiadaan kapasitas (kerentanan yang tinggi) menyebabkan bencana yang menimbulkan terganggunya kehidupan masyarakat seperti kehancuran rumah, kerusakan harta benda serta korban jiwa. Menurut Teguh Eko Paripurno, PRB adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana dengan tujuan mengurangi kerentanan masyarakat terhadap bencana dan menangani bahayabahaya lingkungan maupun bahaya lain yang menimbulkan kerentanan. 31 Karena 30 Eko Teguh Paripurno dkk. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. (Jakarta : Grasindo, 2009). h Ibid. 13

14 itulah, PRB merupakan upaya yang dilakukan yang bertujuan memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa bencana dapat dihindari dengan cara mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuan menangani ancaman yang dimiliki suatu kelompok masyarakat. Pendekatan dalam PRB lebih kuat memberikan pesan pada aspek antisipatif, preventif, dan mitigatif. Pada umumnya bencana dapat terjadi di mana saja dengan sedikit atau tanpa peringatan. Oleh karena itu sangat penting bersiapsiaga terhadap bahaya bencana untuk mengurangi risiko dampaknya. Dalam PRB, seluruh kegiatan difokuskan untuk meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di seluruh masyarakat, untuk menghindari atau membatasi dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya dalam konteks luas pembangunan berkelanjutan. 32 Dengan kata lain, upaya PRB tidak hanya dilakukan pada saat bencana terjadi, namun lebih jauh bagaimana menyiapkan suatu komunitas dalam menghadapi suatu ancaman bahaya. PRB menjadi jauh lebih penting untuk dilakukan di Indonesia mengingat Indonesia masuk dalam kawasan cincin api yang sangat rawan terjadinya bencana yang tidak terhindarkan akibat dari ancaman gempa bumi, gunung api, tsunami, dan sebagainya. Dalam PRB, upaya-upaya yang dilakukan dikelompokkan ke dalam dua kategori, 33 yaitu 1) upaya yang meningkatkan kapasitas masyarakat, yang berhubungan langsung dengan ancaman, meliputi a) Mitigasi, yaitu usaha mengurangi akibat ancaman sehingga mengurangi dampak bencana, meliputi kegiatan fisik, seperti pembangunan kawasan, dan kegiatan non fisik, seperti pelatihan-pelatihan yang meningkatkan kapasitas masyarakat; b) Pencegahan, yaitu tindakan untuk mencegah munculnya suatu ancaman yaitu upaya yang meningkatkan kapasitas masyarakat, yang berhubungan dengan kerentanan komunitas tersebut, yaitu mempersiapkan secara individu dan secara komunitas dalam suatu organisasi. Secara umum, pendekatan dalam PRB tersebut melibatkan komunitas sehingga berbasis komunitas. 34 Dengan demikian PRB menjadi berbasis komunitas, yang kemudian diartikan sebagai proses pengelolan 32 Panduan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. UNDP h Ibid. 34 Eko Teguh Paripurno dkk. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. (Jakarta : Grasindo, 2009). h

15 risiko bencana yang melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanannya dan meningkatkan kemampuan. PRB dengan basis komunitas pertama-tama muncul atas kesadaran mengenai pentingnya perspektif pelibatan komunitas untuk penanggulangan bencana. Pendekatan berbasis komunitas menjadi filosofi yang mendasari program penanggulangan bencana berarti semua upaya dimulai dan diakhiri dengan komunitas selaku pelaku utama. Keterlibatan langsung komunitas dalam melaksanakan tindakantindakan pengurangan risiko bencana di tingkat lokal adalah keharusan agar tujuan PRB tercapai, yaitu mengurangi kerentanan dan memperkuat kapasitas komunitas untuk menghadapi risko bencana yang dihadapi. Pada akhirnya, PRB menjadi sebuah upaya agar masyarakat rawan bencana menjadi mandiri dan berkapasitas menghadapi suatu ancaman. 35 Pemahaman dan karakteristik di atas menunjukkan bahwa sangatlah penting PRB menjadi pendekatan utama dalam membangun dan mendampingi masyarakat yang berada di daerah rawan bencana. PRB bukan hanya menjadi sebuah pendekatan dalam melakukan pemberdayaan suatu kelompok masyarakat, namun hal yang lebih penting adalah perspektif PRB yang menegaskan bahwa bencana dapat dihindari atau dicegah. Pemahaman ini jelas bertolak belakang dengan pemahaman di sekitar budaya dan agama bahwa bencana adalah sesuatu yang harus dialami dan diterima manusia. Dengan demikian, PRB menjadi sebuah pendekatan baru dalam memahami dan menerima bencana. Dengan PRB, masyarakat diajak untuk melakukan sikap preventif, bukan sikap pasif sebagaimana yang tumbuh dan dihasilkan dalam berbagai pandangan dalam budaya dan agama. Dengan kata lain, pendekatan PRB sangat penting digunakan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat rawan bencana. Dengan berbagai pemaparan di atas, penulis bermaksud meninjau pelaksanaan pendampingan masyarakat dalam program desa binaan yang dilakukan oleh GKI Ngupasan tersebut dalam perspektif PRB. Di satu sisi, dalam konteks masyarakat rawan bencana, penggunaan perspektif PRB dalam tinjauan ini sangatlah penting dilakukan, yaitu untuk mengevaluasi sejauh mana upaya 35 Ibid. 15

16 pendampingan yang dilakukan GKI Ngupasan dalam program desa binaan dapat memperlengkapi warga Dusun Tegalrejo dalam menghadapi dan mengantisipasi ancaman erupsi Gunung Merapi, di tengah tantangan nilai-nilai yang dihidupi masyarakat sekitar Merapi yang cenderung bersikap pasif dalam menghadapi bencana. Di sisi lain, penulis ingin melihat sejauh mana gereja mengerjakan panggilan dalam pelayanannya secara sungguh-sungguh menjawab konteks penderitaan yang dialami manusia Dengan menggunakan perspektif PRB dalam tinjauan ini, penulis ingin menumbuhkan kesadaran bagi gereja dan masyarakat untuk melihat paradigma atau pemahaman yang baru dalam memaknai bencana, yaitu bahwa bencana dapat dihindari, dicegah, dan diminimalisir dampaknya, sebagaimana pemahaman yang dimiliki dalam PRB. Melalui pemberdayaan yang tepat, maka berbagai upaya yang dilakukan oleh gereja bersama masyarakat pada akhirnya mampu menekan sumber penderitaan yang dialami manusia yang disebabkan oleh suatu bencana. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, pertanyaan penelitian tesis ini adalah Apakah pendampingan masyarakat yang telah dan sedang dilakukan GKI Ngupasan sudah menjadi upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bagi masyarakat Dusun Tegalrejo dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi? 1.3 Hipotesa Hipotesa yang penulis ajukan berdasarkan pertanyaan penelitian di atas adalah pendampingan masyarakat yang telah dan sedang dilakukan GKI Ngupasan belum menjadi upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bagi masyarakat Dusun Tegalrejo dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Seringkali, pelayanan yang dilakukan gereja bagi masyarakat korban bencana masih berupa pemberian bantuan-bantuan yang terkesan karikatif. Padahal, di dalam PRB, pemberdayaan komunitas menjadi kata kunci penting untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi suatu bencana. Jika hanya memberikan pelayanan dan bantuan yang bersifat charity saja, pertolongan bagi para korban 16

17 hanya sesaat saja, bukan sebuah upaya yang sungguh-sungguh dapat mempersiapkan masyarakat rawan bencana dalam menghadapi bencana yang akan terjadi di waktu-waktu mendatang. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Bertolak dari pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui sekaligus meninjau berbagai kegiatan pendampingan masyarakat yang dilakukan GKI Ngupasan dalam program desa binaan di Dusun Tegalrejo, Desa Kamongan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang dalam perspektif Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Berdasarkan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : Menumbuhkan kesadaran bagi gereja-gereja untuk mengerjakan pelayanan yang tepat dan dapat menjawab pergumulan, dalam hal ini konteks masyarakat yang berada di daerah rawan bencana Memberikan perspektif Pengurangan Risiko Bencana bagi gerejagereja dalam memaknai bencana sehingga dapat mengerjakan pelayanan yang tepat bagi masyarakat rawan bencana Memberikan pemahaman yang tepat bagi gereja dan masyarakat dalam membangun kemitraan yang dapat mewujudkan suatu kehidupan bersama yang lebih baik. 1.5 Metodologi Penelitian Dalam penelitian lapangan ini, penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam kepada sejumlah responden guna mendapatkan informasi yang diperlukan. Metode penelitian kualitatif dipilih karena tujuan dari penelitian kualitatif adalah mendapatkan gambaran dari sebuah fenomena atau situasi sekaligus mendapatkan deskripsi yang mendalam dari berbagai sumber atau opini terkait dengan situasi yang diteliti. 36 Pada bagian selanjutnya, penulis juga melakukan evaluasi dengan menganalisa data yang diperoleh dengan suatu teori, dalam hal ini dilakukan analisa antara kegiatan pendampingan yang dilakukan dalam program desa binaan GKI Ngupasan dengan 36 R. Kumar, Research Methodology : A step by step guide for beginners (London : Sage Publication, 2005), h

18 berbagai karakteristik dalam teori Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Adapun penelitian bertempat di GKI Ngupasan dan Dusun Tegalrejo dengan waktu antara Bulan Oktober 2015-Januari Berikut tahapan-tahapan yang dilalui penulis : Teknik pengumpulan data Penulis melakukan pengumpulan berbagai data dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan program diakonia desa binaan GKI Ngupasan di Dusun Tegalrejo, Desa Kamongan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, yang didapatkan langsung dari pihak-pihak yang terlibat. Terkait dengan pengumpulan data melalui wawancara, penulis melakukan wawancara terhadap pihak-pihak berikut : a. Majelis Jemaat GKI Ngupasan, dalam hal ini Bidang Kesaksian Pelayanan yang menangani program desa binaan GKI Ngupasan di Dusun Tegalrejo, Desa Kamongan, berjumlah 5 orang. b. Tokoh masyarakat dan warga Dusun Tegalrejo, berjumlah 4 orang. c. Para ahli, penyuluh, fasilitator dan pengurus LSM Kesindo yang dilibatkan dalam program diakonia ini. Berjumlah 5 orang Analisa dan interpretasi data Setelah data dikumpulkan, penulis akan melakukan analisa, pengolahan dan interpretasi data. Proses ini mengidentifikasi berbagai kegiatan yang dilakukan dalam program desa binaan tersebut. Selanjutnya, penulis akan melakukan evaluasi antara hasil identifikasi yang ada di dalam program desa binaan tersebut dengan berbagai kriteria yang ada dalam teori Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Dengan kata lain, penulis juga melakukan penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data, menyajikan informasi yang akurat dan objektif mengenai implementasi suatu aksi berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam suatu teori, selanjutnya dengan akurasi dan objektivitas informasi yang diperoleh dapat ditentukan nilai atau tingkat keberhasilan 18

19 program, sehingga bermanfaat untuk pemecahan masalah yang dihadapi serta mempertimbangkan apakah program tersebut perlu dilanjutkan atau dimodifikasi. 37 Dalam proses ini, penulis menganalisa setiap kegiatan yang ada di dalam program desa binaan tersebut dengan berbagai karakteristik atau unsur-unsur dalam teori PRB. Hasil analisa tersebut akan menunjukkan apakah kegiatan-kegiatan dalam desa binaan sudah dapat menjadi upaya PRB bagi masyarakat Dusun Tegalrejo terhadap ancaman erupsi Gunung Merapi atau belum sekaligus penulis mencari hal-hal yang mendukung ataupun menghambat program ini menjadi sebuah upaya Pengurangan Risiko Bencana. Selanjutnya, penulis akan melakukan refleksi teologis atas berbagai pelayanan yang dilakukan oleh GKI Ngupasan bagi warga Dusun Tegalrejo. Penulis akan mendialogkan pemahaman perspektif Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dengan pemahaman diakonia gereja dalam menjawab konteks masyarakat sekitar Gunung Merapi, yang berada di daerah rawan bencana sekaligus cenderung bersikap pasrah dalam menghadapi bencana sehingga diperoleh upaya pelayanan yang tepat, yang dapat dilakukan gereja dalam konteks masyarakat di daerah rawan bencana. 1.6 Metode Penulisan Data-data, baik berupa gambar, tabel, dokumen maupun berbagai catatan hasil wawancara dan analisis penelitian, selain dilampirkan dalam laporan juga akan disajikan secara naratif. Sedangkan tesis akan disajikan secara deskriptif analitis. Secara garis besar, sistematika penyusunan laporan penelitian atau tesis adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah penelitian, hipotesa, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan metodologi penelitian, kerangka teoretis serta sistematika penulisan laporan. 37 Zaenal Arifin. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. (Jakarta : Grasindo, 2009). h

20 Bab II Tinjauan Literatur : Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Bab ini berisi tentang tinjauan literatur teori mengenai Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sehingga melalui tinjauan literatur ini penulis mendapatkan variabel dalam penelitian yang dilakukan. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan : Tinjauan Pendampingan Masyarakat Dusun Tegalrejo dalam Perspektif PRB Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang memaparkan gambaran Dusun Tegalrejo sebagai komunitas sasaran dan uraian pelaksanaan program desa binaan yang dilakukan oleh GKI Ngupasan di Dusun Tegalrejo, Desa Kamongan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang dan hasil analisis Penulis terhadap pelaksanaan program desa binaan dalam sudut pandang teori PRB. Bab IV Refleksi Teologis terhadap Pendampingan Masyarakat Dusun Tegalrejo yang Dilakukan GKI Ngupasan Bab ini berisi refleksi teologis atas upaya yang telah dilakukan oleh GKI Ngupasan bagi masyarakat Dusun Tegalrejo. Selain itu, penulis akan memaparkan berbagai upaya dan pelayanan gereja dalam konteks melayani masyarakat yang berada di daerah rawan bencana dalam perspektif PRB dengan mendialogkan berbagai pemahaman dalam PRB dengan pemahaman diakonia gereja sehingga diperoleh upaya yang tepat dalam melayani masyarakat rawan bencana. Bab V Penutup Bab ini merupakan bagian kesimpulan dan saran penulis sebagai peneliti bagi penelitian lanjutan tentang pelayanan yang dilakukan gereja melalui berbagai upaya pelayanan sehingga menjadi sebuah upaya PRB, khususnya di GKI dan gereja di Indonesia pada umumnya. Daftar Pustaka Lampiran-lampiran 20

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

UKDW BAB 1. PENDAHULUAN

UKDW BAB 1. PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan Sekilas tentang Gunung Kelud Kamis malam 22.50 WIB, 13 Februari 2014 Gunung Kelud menunjukkan kemegahannya. Hanya dalam waktu kurang dari 2 jam Gunung Kelud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk Pengurangan Risiko Bencana ini berusaha menguraikan bagaimana kondisi kapasitas kelembagaan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara MELEPAS SAR LINMAS DALAM KARYA BHAKTI REKONSTRUKSI PASCA ERUPSI MERAPI DI KALIURANG Wates, 2 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki kekayaan hutan tropis yang luas. Kekayaan hutan tropis yang luas tersebut membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan akan bencana, diantaranya bencana letusan gunungapi, tsunami, gempa bumi dan sebagainya. Bencana tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

POKOK DOA BENCANA ALAM TSUNAMI, GUNUNG MELETUS DAN BANJIR DI INDONESIA

POKOK DOA BENCANA ALAM TSUNAMI, GUNUNG MELETUS DAN BANJIR DI INDONESIA POKOK DOA BENCANA ALAM TSUNAMI, GUNUNG MELETUS DAN BANJIR DI INDONESIA Bapak/Ibu/Sdr/i terkasih dalam Tuhan, Indonesia sedang mengalami bencana alam yg bertubi-tubi melanda negeri tercinta ini. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terletak di wilayah yang rawan bencana (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia seperti banjir, tanah longsor,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kecamatan Dukun adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Magelang yang letak geografisnya sangat rentan terhadap ancaman bencana erupsi Gunung Merapi. Ada 8

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu yang lalu

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah negara Indonesia memiliki kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Sengi yang terletak di lereng Gunung Merapi memiliki banyak potensi sumber daya alam. Kesuburan tanah dan ketersediaan debit air yang melimpah dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa Lampiran 7 Seri Tlogolele Dam Kali Apu, simbol persahabatan manusia dengan Gunung Merapi Posted on September 20, 2013 http://suprihati.wordpress.com/2013/09/20/dam-kali-apu-simbol-persahabatandengan-gunung-merapi/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Indonesia berada diantara dua lempeng tektonik yaitu lempeng eurasia dan lempeng India- Australiayang setiap

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci