UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA PADA KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF MENGGUNAKAN MODIFIKASI MODEL ADAPTASI ROY DAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON DI RSMM BOGOR KARYA ILMIAH AKHIR EMILIA PUSPITASARI SUGIYANTO PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

2 UNIVERSITAS INDONESIA MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA PADA KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF MENGGUNAKAN MODIFIKASI MODEL ADAPTASI ROY DAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON DI RSMM BOGOR KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Jiwa (Sp.Kep.J) EMILIA PUSPITASARI SUGIYANTO PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

3

4

5

6

7

8

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Jiwa pada Program Studi Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan, kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih saya kepada: (1) Ibu Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DNSc., selaku Pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini; (2) Ibu Yossie Susanti Eka Putri, SKp, MN., selaku Pemimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini; (3) Ibu Junaiti Sahar,S.Kp.,M.App.Sc.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan ; (4) Ibu Dr. Novy Helena CD, SKp, MSc., selaku ketua program studi Magister dan Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; (5) Direktur Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi Kota Bogor beserta jajaranya yang telah memberikan kesempatan, ijin, dan dukungan selama penyusunan karya ilmiah akhir ini; (6) Teman-teman sejawat perawat Ruang Gayatri RSMM Kota Bogor yang telah memberikan semua dukungan dan bantuan material dan moral selama penyusunan karya ilmiah akhir ini; (7) Suami, anak-anaku dan keluarga besarku yang selalu memberikan kasih sayang, bantuan, dan dukungan material serta moral selama menempuh pendidikan ini;

10 (8) Klien dan keluarga yang telah bersedia berpartisipasi dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini; (9) Sahabatku mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan jiwa angkatan 2014 atas segala dukungan dan kebersamaannya; (10) Semua pihak yang telah membantu selama proses dan penyusunan karya ilmiah akhir ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Depok, Juli 2015 Penulis

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR ORISINALITAS... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR BAGAN... DAFTAR TABEL... BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Sebagai Sistem Terbuka Konsep Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Input Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Stimulus Fokal Stimulus Konstektual Stimulus Residual Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Proses Koping Keluarga Proses Kontrol Koping Model Adaptasi Intervensi keperawatan ii iii v vi viii ix x xii xiv xv xvi

12 2.2.3.Output Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Respon Adaptif Respon Inefektif BAB 3 MANAJEMEN PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF DI RSMM BOGOR 3.1. Manajemen Pelayanan Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif Di R.S Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor Pelaksanaan Praktik Keperawatan Koping Keluarga tidak efektif di Ruang Gayatri BAB 4 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF 4.1 Input Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif Stimulus Fokal Stimulus Konstektual Stimulus Residual Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Gambaran Proses Koping Keluarga Gambaran Model Koping Keluarga Gambaran Beban Keluarga Output Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Input Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif Stimulus Fokal Stimulus Konstektual Stimulus Residual Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Proses Koping Keluarga Model Koping Keluarga Beban Keluarga Intervensi keperawatan... 68

13 5.3 Output Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Kendala Rencana Tindak Lanjut Rekomendasi BAB 6 Simpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 : : : : : Instrumen Assessment Tanda dan Gejala Koping Keluarga Tidak efektif Instrumen Kemampuan Generalis Koping Keluarga Tidak efektif Instrumen Kemampuan FPE Matrik Kelolaan Pasien Modul Family Psychoeducation

15 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson pada Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif... 11

16 DAFTAR TABEL Tabel Judul Tabel Halaman Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 : Stimulus Fokal Keluarga Dengan Koping Keluarga Tidak Efektif di Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36).. : Karakteristik Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan Keluarga di Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36) : Karakteristik Usia Keluarga di ruang Gayatri dan Basudewa Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Karakteristik Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, dan Status Perkawinan Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif di ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36) : Karakteristik Lama Rawat Klien dan Usia Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif di ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Diagnosis Medis Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Diagnosis psikososial Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Diagnosis Gangguan Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Diagnosis Fisik Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Proses Koping Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Pola Koping Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Beban Keluarga di ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Beban Keluarga Setelah Terapi Generalis di ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Kemampuan Keluarga setelah Tindakan Generalis di ruang Gayatri dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)

17 Tabel 4.15 Tabel 4.16 : Kemampuan Terapi Keluarga setelah Tindakan family psikoedukasi diruang Gayatri dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)... : Beban Keluarga Setelah Terapi FPE diruang Gayatri dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36)

18 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan bagian terpenting dari individu, dalam keluarga setiap individu saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Friedman (2010) mendefinisikan keluarga sebagai sekumpulan orang yang saling berhubungan, yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggotanya. Hubungan dan interaksi dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai sebuah sistem terbuka. Kaakinen, (2010) lebih lanjut menjelaskan tentang status kesehatan keluarga sebagai sebuah sistem terbuka dimana struktur, fungsi, dan proses keluarga saling mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga masing-masing dan status kesehatan secara keseluruhan dari keluarga itu sendiri, sehingga pada perkembangannya keperawatan menganggap keluarga merupakan sebuah unit sosial yang penting dalam pelayanan perawatan. Roy dalam Friedman, (2010) menjelaskan bahwa individu, keluarga, kelompok dan masyarakat merupakan sebuah unit analisis dan dapat digunakan sebagai fokus praktik keperawatan, seorang perawat dalam melakukan asuhan memandang klien sebagai sistem yang adaptif, dimana ada proses interaksi yang terjadi didalamnya. ANA (1982) dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa keluarga merupakan salah satu fokus asuhan keperawatan dan merupakan uni sosial terpenting dalam pelayanan keperawatan, sehingga perlu adanya pengembangan dalam praktik keperawatan baik dimasyarakat maupun di rumah sakit. Status sehat sakit menjadi salah satu contoh bentuk interaksi yang terjadi dalam keluarga sebagai sebuah sistem dalam mencapai sebuah keseimbangan untuk menjalankan peran dan fungsinya. Penyakit akan mempengaruhi seluruh anggota keluarganya dan sebaliknya, keluarga juga dapat mempengaruhi jalanya suatu penyakit dan status kesehatan keluarganya. Berdasarkan penelitian yang 1

19 2 dilakukan oleh McCubbin, Patterson dan Wison (1983), dalam Friedman (2010) dari 71 kategori peristiwa hidup penuh stres, yang diukur menggunakan Family Inventory of Life Event and Change Scale (FILE) sebuah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sakit fisik maupun sakit kronis dapat mempengaruhi stress dalam keluarga, peristiwa sakit dilihat sebagai bentuk stresor langsung yang dialami oleh keluarga sehingga secara tidak langsung keluarga akan berespon terhadap kejadian tersebut untuk tetap mampu menjalankan fungsinya. Salah satu perisiwa yang berhubungan dengan penyakit kronis antara lain adalah Hospitalisasi. Hospitalisasi adalah suatu kondisi dimana seseorang dirawat dirumah sakit, kondisi tersebut menjadi salah satu bentuk stresor yang dialami oleh keluarga. Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan ketakutan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatanya (biaya perawatan). Penelitian lain juga menggambarkan tentang masalah emosional yang terjadi dalam sistem keluarga yang dirawat di rumah sakit. Kloss & Daly (2008) dalam Kaaken (2010) menjelaskan tentang keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mempunyai perasaan negatif tentang kondisi fisik yang dialami oleh keluarga yang sakit, selain itu juga menjelaskan bahwa keluarga juga mempunyai harapan tentang kondisi fisik yang lebih baik. Kondisi diatas menggambarkan adanya keterikatan antar anggota keluarga serta dampak dari keterikatan tersebut terhadap keluarga itu sendiri, dampak tersebut sering disebut sebagai beban perawaan keluarga. Beban perawatan keluarga menjadi salah satu kondisi yang muncul akibat ketidak mampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yang sakit. Stuart & Sundeen, (2009) Beban keluarga didefinisikan sebagai suatu keadaan

20 3 yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan keluarga dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Davidson, (2007) menjelaskan tentang keluarga mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit, hal tersebut depengaruhi oleh cemas dan depresi keluarga. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ketidak mampuan keluarga dalam mengatasi beban keluarga akan berdampak pada kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit. Kondisi tersebut berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam berespon terhadap harapan atau tujuan yang ingin dicapai oleh keluarga. Kemampuan keluarga dalam berespon terhadap stresor disebut sebagai mekanisme koping. Koping keluarga adalah respon perilaku dari anggota keluarga dan seluruh keluarga sebagai satu kesatuan unit untuk mangatasi stressor, dan memperbaiki konflik dan tekanan dalam keluarga agar keluarga bisa beradaptasi kembali dengan lingkunganya (Mc cubbin & Patterson, 1983, dalam Friedman 2010). Sebagai sebuah sistem yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi antar anggotanya peran dan fungsi keluarga sangat mempengaruhi proses ini. Satir, menjelaskan bahwa keluarga selalu mempertahankan sebuah keseimbangan, dimana jika keinginan dan harapan tidak mampu dipertahankan melalui peran yang tidak sesuai maka disfungsi akan terjadi. Perawat mempunyai peran penting untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah yang dialami oleh keluarga. Family Mental Health Alliance (FMHA), (2006) menjelaskan bahwa keluarga merupakan bagian terpenting dari klien yang sakit, sehingga perlu suatu program dan layanan bagi keluarga selama merawat anggota keluarga yang sakit. Dukungan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi stresor yang ada. Gambaran di atas ditemui oleh mahasiswa selama mengikuti kegitan praktek klinik residensi di Rumah Sakit Marzuki Mahdi bogor unit umum yang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari sampai 17 April 2015, dimana mahasiswa

21 4 mendapatkan kesempatan untuk mengelola ruangan Gayatri. Ruang Gayatri merupakan ruangan penyakit dalam dan bedah dewasa dan lansia untuk kelas 2, dengan kapasitas tempat tidur adalah 15 tempat tidur. Diagnosis medis yang paling banyak ditemukan di ruang Gayatri adalah Hipertensi sebanyak 24% dengan masalah psikososial terbanyak adalah Ansietas 64.8% dan koping keluarga tidak efektif sebanyak 24%. Data tersebut menunjukan bahwa koping keluarga tidak efektif merupakan salah satu masalah psikososial yang ditemukan di ruangan tersebut. Tanda gejala yang ditunjukan oleh keluarga antara lain perasaan tertekan, kawatir sampai panik, sulit tidur, tidak nafsu makan, pusing lelah capek dan sebagian menyatakan aktifitas terganggu. Kondisi tersebut menggambarkan adanya interaksi yang terjadi antara kondisi sakit fisik yang dialami keluarga berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. Upaya yang dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan memberikan tindakan generalis dan psikoedukasi keluarga. Psikoedukasi keluarga adalah suatu program yang dirancang untuk pendidikan dan dukungan bagi keluarga, sehingga hasilnya keluarga dapat menolong dirinya sendiri. Tujuan dari terapi ini adalah untuk memberi pengetahuan bagi keluarga tentang masalah yang dialami klien /keluarga, mengajarkan pada anggota keluarga saat dihadapkan pada kondisi yang dialami klien, dan meningkatkan kekuatan keluarga. Pendekatan teori yang digunakan adalah dengan menggunakan modifikasi tiga teori yaitu Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson. Roy dalam Friedman (2010) menjelaskan keluarga sebagai suatu sistem yang adaptif dimana keluarga akan berespon terhadap suatu kejadian stresor yaitu anggota keluarga yang sakit dengan memunculkan gejala yang dialami oleh keluarga baik gejala fisik maupun gejala psikososial. Kondisi tersebut disebabkan oleh ketidak mampuan keluarga dalam berespon mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarganya termasuk didalamnya adalah fungsi keluarga. Emilia, 2014 menjelaskan bahwa fungsi keluarga mempengaruhi beban keluarga, dimana beban keluarga akan meningkat bersamaan dengan fungsi keluarga yang menurun.

22 5 Perawat berperan dalam peningkatan kemampuan keluarga merawat dan memandirikan keluarga dalam mengatasi beban keluarga dan merawat anggota keluarga yang sakit. Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidak mampuan, ketidaktauan dan ketidakinginan keluarga memenuhi fungsi perawatan untuk anggota keluarganya. Konsep tersebut menjelaskan bagian yang mengalami gangguan dari proses koping keluarga dan intervensi yang tepat untuk keluarga. Berdasarkan uraian di atas mahasiswa ingin menganalisis tentang asuhan keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Henderson pada masalah koping keluarga tidak efektif di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Kota Bogor. 1.2 Tujuan Tujuan Umum Memperoleh gambaran tentang menejemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada keluarga dengan koping tidak efektif menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson pada keluarga dengan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Tujuan Khusus Teridentifikasi stimulus yang menyebabkan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Teridentifikasi masalah keluarga koping tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar

23 6 Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Teridentifikasi rencana asuhan keperawatan untuk keluarga dengan masalah keperawatan koping tidak efektif dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Terlaksananya asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Teridentifikasi rencana tindak lanjut asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Teridentifikasi rekomendasi asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Teridentifikasi hasil evaluasi asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor. 1.3 Manfaat Manfaat Aplikatif Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi panduan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson Meningkatkan kemampuan dalam kerjasama antara perawat spesialis dan generalis di ruangan dalam pelaksanaan rawat bersama terutama dalam

24 7 membudayakan perilaku baru yang adaptif pada keluarga untuk mengatasi masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson Menjadi dasar pertimbangan dan pemikiran dalam mengembangkan dan menerapkan terapi keperawatan jiwa spesialis dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson Masukan bagi pengelola program kesehatan jiwa RSMM Bogor dalam merencanakan program-program yang lebih efektif dan dasar dalam merumuskan kebijakan dalam memberikan asuhan keluarga diruang rawat umum Manfaat Keilmuan Memberikan informasi mengenai gambaran peran perawat kesehatan jiwa di rumah sakit dalam menangani masalah koping keluarga tidak efektif selama merawat anggotanya yang dirawat di rumah sakit Mengembangkan cara untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak efektif Manfaat Metodologi Menerapkan model teori Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson secara benar dan baik untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak efektif Hasil penulisan ilmiah ini berguna sebagai data dasar Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson secara benar dan baik

25 8 untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak efektif Manfaat Kehidupan Profesionalisme Memperoleh ganbaran dan menjadi data acuan pelaksanaan manajemen kasus spesialis terkait dengan manajemen pelayanan kesehatan jiwa dan asuhan keperawatan jiwa di tatanan rumah sakit Memperoleh pengalaman dalam penerapan ilmu dan model konseptual keperawatan jiwa khususnya dalam menerapkan terapi spesialis pada keluarga dan melakukan koordinasi di tatanan rumah sakit.

26 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penulisan karya ilmiah ini menggunakan Modifikasi Model Teori Adaptasi Roy dan kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri RSMM Bogor. Kerangkan teori sebagai dasar penulisan ini dimulai dengan menjelaskan keluarga sebagai sebuah sistem terbuka dengan pendekatan input, proses dan output. Input merupakan penyebab atau stimulus yang menyebabkan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang stimulus fokal, stimulus kontektual yang merupakan faktor penyebab dan pencetus, selain itu juga dijelaskan tentang stimulus residual yang berisi tentang nilai, norma, keyakinan dan pemahaman keluarga yang mempengaruhi kejadian koping keluarga tidak efektif. Komponen proses dalam asuhan keperawatan merupakan proses terbentuknya mekanisme koping keluarga dan model adaptasi yang ditunjukkan dalam mengatasi masalah yang terjadi akibat adanya input atau stimulus. Pada proses juga akan dijelaskan mengenai akibat yang terjadi karena proses koping yang tidak maksimal dengan menggunakan pendekatan konsep kebutuhan dasar Virginia Henderson. Intervensi dan tindakan keperawatan juga dijelaskan dengan menggunakan modifikasi dari kedua teori tersebut. Bagian komponen output dalam sistem asuhan keperawatan, penulis menjelaskan tentang respon dan kemampuan keluarga dalam merawat klien. Koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidak mampuan keluarga dalam mengatasi stimulus atau stressor yang timbul akibat anggota keluarga yang sakit. Perawat memberikan intervensi guna meningkatkan kemampuan adaptif keluarga, mekanisme koping adaptif akan membuat model adaptif yang awalnya terganggu akan menjadi adaptif kembali dengan bantuan mekanisme koping yang baru. Kerangka konsep penulisan karya ilmiah akhir ini dijelaskan dalam bagan

27 11 Input Proses Out put Stimulus Fokal: Anggota keluarga yang sakit. Stimulus Kontekstual: Karaktersitik klien (usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan) lama dirawat, Diagnosis medis, Diagnosiis keperawatan, Tindakan Invasif. Karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, bentuk keluarga) Proses koping (fungsi Keluarga) 1. Komunikasi & pengambilan keputusan 2. Sumber daya keluarga 3. Fleksibilitas peran 4. Emosional experience Berkaukas, 2002 Koping keluarga tidak efektif Ketidakmampuan, ketidaktauan, dan ketidakmauan Henderson Beban Keluarga (Subyektif, Obyektif) Koping keluarga efektif Peningkatan kemampuan keluarga dan penurunan Tanda gejala Koping keluarga tidak efektif tidak ada peningkatan kemampuan keluarga dan tidak ada penurunan tanda gejala Stimulus Residual: Persepsi tentang penyakit, norma keluarga. Tindakan keperawatan : 1. Tindakan keperawatan generalis 2. Tindakan keperawatan spesialis psikoedukasi Keluarga : Umpan Balik Bagan 2.1 Model Adaptasi Roy, Kebutuhan Dasar Henderson Dalam Asuhan Keperawatan pada Keluarga dengan Koping Tidak Efektif

28 Konsep Keluarga Sebagai Sistem Terbuka Keluarga merupakan sebuah sistem terbuka, keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama karena ada ikatan pernikahan, adopsi, hubungan darah karena kelahiran, dimana setiap-setiap anggotanya saling tergantung dan saling mempengaruhi baik fisik, mental, sosial, maupun emosional. Hanson, (2005) dalam Kaakine, (2010) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang saling bergantung satu sama lain dalam hal hubungan emosional, fisik, dan dukungan ekonomi. Bailon & Maglaya 1978 dalam Friedman (2010), individu di dalam keluarga akan saling berinteraksi satu sama lainnya dalam menjalankan perannya dan menciptakan mempertahankan suatu budaya. Dilihat dari sudut pandang kesehatan menunjukan bahwa status kesehatan keluarga dipengaruhi dan mempengaruhi setiap status kesehatan anggotanya. Kaaken, 2010 menjelaskan tentang status kesehatan keluarga sebagai sebuah sistem terbuka dimana struktur, fungsi, dan proses keluarga saling mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga masing-masing dan status kesehatan secara keseluruhan dari keluarga itu sendiri, sehingga pada perkembangannya keperawatan menganggap keluarga merupakan sebuah unit yang penting dalam pelayanan perawatan. Kondisi sehat sakit menggambarkan interaksi didalam sebuah sistem keluarga dimana untuk mencapai tujuan dalam mewujudkan derajat kesehatan keluarga yang diinginkan setiap anggota keluarga harus mampu beradaptasi dan mampu menyeimbangkan antara kebutuhan dan kemampuan perawatan yang dimiliki oleh keluarga. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan ketakutan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatanya (biaya perawatan). Davidson, (2007) menjelaskan tentang keluarga mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit, hal tersebut depengaruhi oleh cemas dan depresi keluarga Berikut akan di

29 13 jelaskan tentang stimulus sehat sakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit menggunakan pendekatan adaptasi Roy, dan kebutuhan Henderson Konsep Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson. Roy dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa seorang perawat dalam melakukan asuhan memandang klien sebagai sistem yang adaptif, klien yang dimaksud adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sebagai sebuah sistem klien dianggap mempunyai suatu kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri, kemampuan tersebut dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, Sosial) sebagai satu kesatuan yang mempunyai Input (masukan), Proses dan Output (keluaran/hasil). Proses perkembangan keluarga akan menuntut keluarga untuk berespon terhadap stimulus yang ada salah satunya adalah anggota keluarga yang sakit Input Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson Roy, (2009) Stimulus diartikan sebagai penyebab atau pencetus respon klien dimana stimulus ini merupakan awal adanya interaksi dalam sebuah sistem klien. Stimulus tersebut dibagi menjadi tiga antara lain stimulus fokal, kontekstual, dan residual Stimulus Fokal Roy, (2009) Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal langsung yang mempengaruhi sistem klien, dalam hal ini stimulus fokal merupakan hal yang berhubungan kondisi keluarga yang sakit. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi, stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik

30 14 keluarga. Anggota keluarga yang sakit menjadi faktor pencetus utama koping keluarga tidak efektif Stimulus Kontektual Stimulus konstektual merupakan stimulus lain yang memberikan konstribusi atau memberikan pengaruh pada stimulus fokal (Roy, (2009); Alligood, (2014)). Stimulus tersebut mempengaruhi stimulus fokal dan berkontribusi dalam meningkatkan atau mengurangi pengaruh stimulus fokal terhadap sistem. Berikut akan dijelaskan yang merupakan stimulus kontekstual: a. Stimulus Kontekstual Keluarga Faktor keluarga yang berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif atau stress keluarga meliputi jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status sosial, pengalaman sosial, latar belakang budaya, agama dan keyakinan, dan kondisi politik (Stuart & Laraia, 2005). Ennis, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi beban keluarga antara lain seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan dan pendapatan rumah tangga secara signifikan berpengaruh pada beban keluarga. 1.) Jenis kelamin Sebagian besar pemberi asuhan adalah wanita dibanding laki laki. Prucno & Resch, (1989), dalam Fredman (2010), pemberi perawatan wanita lebih banyak mengalami efek negatif dari pada pemberi asuhan laki-laki. Dylis, (2003) dalam penelitianya menjelaskan bahwa jenis kelamin secara signifikan mempengaruhi stress keluarga. Panganiban, (2011) penelitian yang dilakukan menjelaskan ibu muda menunjukan tingkat stress lebih tinggi dalam merawat anggota keluarganya yang sakit. 2.) Pendidikan Status tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyerap informasi, menyelesaikan masalah,

31 15 dan berperilaku. Stuart (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi ditemukan lebih sering menggunakan pelayanan kesehatan. Klien yang berpendidikan tinggi akan dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sedangkan pada saat mengikuti psikoterapi klien mampu menceritakan kemampuan dirinya dalam melakukan stimulasi tahap perkembangan. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan individu Pendidikan menjadi suatu tolok ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Emilia, (2014) dalam penelitianya menjelaskan bahwa sebagian besar care giver memiliki pendidikan rendah dan memiliki koping serta fungsi keluarga yang rendah. Stuart & Laraia, (2009). Menjelaskan pendidikan merupakan sumber penerapan koping untuk mencegah peningkatan masalah kejiwaan dan mempercepat pemulihanya. artinya seseorang yang berpendidikan tinggi akan mampu menerapkan koping dalam upaya menyelesaikan masalah ketimbang seseorang dengan pendidikan yang rendah. 3.) Status pekerjaan Kondisi sakit atau kecacatan meningkatkan kebutuhan ekonomi. Kogan & Strickland, (2008) hasil penelitianya menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan anaknya dan sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering salah satu orang tua berhenti bekerja. Townsend, (2014) yang mengungkapkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah merupakan salah satu faktor sosial yang menyebabkan tingginya angka gangguan jiwa, status sosio-ekonomi yang rendah lebih rentan mengalami gangguan jiwa dibanding pada tingkat sosio-ekonomi

32 16 tinggi. Vega, et al (1999) dalam Stuart, (2013) menyatakan bahwa pada beberapa penelitian terkait dengan kemiskinan dan kesehatan mental ditemukan bahwa ada perbedaan risiko untuk mengalami gangguan jiwa antara kelompok dengan status ekonomi rendah lebih rentan terhadap masalah kesehatan jiwa. 4.) Status Perkawinan Dukungan sosial seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo, (2003) seseorang yang memiliki pasangan hidup atau sudah menikah akan mempengaruhi ketenangan atau pengambilan keputusan dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup. 5.) Bentuk Keluarga Beberapa bentuk keluarga diantaranya adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, yang kedua adalah extended family yaitu keluarga yang terdiri dari keluarga inti dan anggota keluarga yang lainya ( kakek, nenek, adik, atau anggota keluarga yang lain), dan yang ketiga adalah keluarga orang tua tunggal. Friedman, (2010) menjelaskan orang tua tunggal mempunyai beban peran dan konflik peran dan perubahan peran orang tua tunggal. Hal tersebut mempunyai peran terhadap perkembangan keluarga khususnya stress keluarga. Kozier, (2010) juga menjelaskan bahwa ada banyak tekanan yang dihadapi oleh keluarga orang tua tunggal antara lain kekhawatiran tentang pengasuhan anak, urusan finansial, kelebihan peran dan keletihan mengatur tugas harian, dan isolasi sosial.

33 17 b. Stimulus Kontekstual Klien Faktor Klien yang berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif atau stress keluarga meliputi jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status sosial, pengalaman sosial, latar belakang budaya, agama dan keyakinan, dan kondisi politik (Stuart & Laraia, 2005). 1.) Jenis kelamin Karasadivis, (2011) menjelaskan faktor jenis kelamin anak mempengaruhi tingkat sress orang tua hal ini berhubungan dengan impian dan harapan berkaitan dengan jenis kelamin. Harapan dan keinginan terkait jenis kelamin berhubungan dengan harapan terhadap peran. Fredman, (2010) peran merupakan sekumpulan perilaku yang diharapkan dari seseorang. Konflik akan terjadi jika seseorang merasa menempati suatu posisi yang tidak sesuai. 2.) Pendidikan Status tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyerap informasi, menyelesaikan masalah, dan berperilaku. Stuart, (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi ditemukan lebih sering menggunakan pelayanan kesehatan. Klien yang berpendidikan tinggi akan dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sedangkan pada saat mengikuti psikoterapi klien mampu menceritakan kemampuan dirinya dalam melakukan stimulasi tahap perkembangan. Menurut Notoatmodjo, (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan individu Pendidikan menjadi suatu tolok ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Stuart & Laraia, (2009). Menjelaskan pendidikan merupakan sumber penerapan koping untuk mencegah peningkatan masalah kejiwaan dan mempercepat pemulihanya. artinya seseorang yang berpendidikan

34 18 tinggi akan mampu menerapkan koping dalam upaya menyelesaikan masalah ketimbang seseorang dengan pendidikan yang rendah. Iswanti, (2012) menunjukkan pendidikan berhubungan dengan perfoma fungsional, klien yang mempunyai tingkat pendidikan rendah (SMP) mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk mempunyai perfoma fungsional yang rendah dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi). Pendidikan yang tinggi menjadi sumber koping terutama dalam mengatasi stimulus yang ada. 3.) Status pekerjaan Kondisi sakit atau kecacatan meningkatkan kebutuhan ekonomi. Kogan & Strickland (2008) hasil penelitianya menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan anaknya dan sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering salah satu orang tua berhenti bekerja. Townsend, (2014) mengungkapkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah merupakan salah satu faktor sosial yang menyebabkan tingginya angka gangguan jiwa, status sosio-ekonomi yang rendah lebih rentan mengalami gangguan jiwa dibanding pada tingkat sosio-ekonomi tinggi. Vega, et al (1999) dalam Stuart (2013) menyatakan bahwa pada beberapa penelitian terkait dengan kemiskinan dan kesehatan mental ditemukan bahwa ada perbedaan risiko untuk mengalami gangguan jiwa antara kelompok dengan status ekonomi rendah lebih rentan terhadap masalah kesehatan jiwa. Klien yang tidak bekerja memiliki risiko mengalami performa fungsi yang rendah dibandingkan dengan klien yang bekerja (Iswanti, 2012). Tuntutan kebutuhan yang diakibatkan oleh sakit berbanding terbalik dengan usaha yang dilakukan, kondisi sakit akan menyebabkan sesorang mengalami performa fungsi yang rendah.

35 19 4.) Status Perkawinan Dukungan sosial seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo, (2003) seseorang yang memiliki pasangan hidup atau sudah menikah akan mempengaruhi ketenangan atau pengambilan keputusan dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup. Status pernikahan erat hubungannya dengan kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik. Lehman, (2006) menjelaskan bahwa status pernikahan dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi, membina hubungan intim, serta membantu mendapatkan hubungan emosional yang lebih baik. 5.) Lama rawat Waktu atau lamanya terpapar stresor, yaitu sejak kapan, sudah berapa lama dan berapa kali kejadian (frekuensi) akan memberikan dampak adanya keterlambatan dalam mencapai kemampuan dan kemandirian (Stuart & Laraia, 2005). Mariam (2008) juga menemukan bahwa tingkat kecemasan keluarga dipengaruhi oleh lama rawat klien semakin lama semakin cemas berkaitan dengan biaya perawatan di rumah sakit. Lama rawat dapat meningkatkan stresor pada anggota keluarga. Kecemasan merupakan salah satu bebankeluarga yang timbul akibat dari koping keluarga tidak efektif. Stuart & Sundeen, (2009) Beban Subyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam situasi sosial, koping stress terhadap gangguan prilaku dan frustrasi yang disebabkan karena perubahan hubungan.

36 20 6.) Diagnosis Medisdan Diagnosis Keperawatan Lisiane, (2005) anggota keluarga yang mempunyai dua diagnosa yaitu skizofrenia dan dan skizoafektif disorder menunjukan beban keluarga yang lebih tinggi dibandingakan dengan yang diagnosis tunggal, hal tersebut berhubungan dengan perubahan status kesehatan (kekambuhan) dan hospitalisasi. Weldeslassie, (2008) menjelaskan faktor yang mempengaruhi beban keluarga dalam merawat lansia satunya adalah tingkat ketergantungan klien. Heru, (2000) menjelaskan beban keluarga di pengaruhi oleh gejala yang dialami oleh klien, hal tersebut berhubungan erat dengan kemampuan keluarga dalam mengatasi gejala yang dialami oleh klien. Handayani (2009). Menjelaskan kelurga dengan stroke mengalami kemunduran aktifitas karena tingkat ketergantungan klien. 7.) Tindakan Invasif Sukoco, (2002) dalam Mariam (2008) Reaksi cemas yang timbul akibat hospitalisasi berbeda pada setiap orang, karena tinggal di rumah sakit bukanlah suatu pengalaman yang menyenangkan, dimana klien harus mengikuti peraturan serta rutinitas ruangan salah satunya adalah tindakan invasif yang diberikan ke klien. Tindakan tersebut tidak sedikit yang menimbulkan sakit pada anggota keluarga, kondisi tersebut yang menjadi salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan. Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Yosiana,

37 21 (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga. Kondisi tersebut dapat diperburuk dengan kurangnya informasi terkait dengan kondisi penyakit atau tindakan sehingga perlu adanya inform consen yang tepat sebelum melakukan tindakan tersebut Stimulus residual Rangsangan Residual adalah faktor lingkungan dengan atau tanpa efek yang jelas pada sistem manusia dalam situasi saat ini. Stimulus residual sering tidak disadari dan secara tidak jelas juga mempengaruhi kondisi manusia (Roy dan Andrews, 2009). Stimulus residual berupa sikap, norma, keyakinan dan pemahaman individu yang mempengaruhi keadaan yang tidak efektif (Alligood, 2014). Stimulus residual dalam bab ini menjelaskan tentang kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi keluarga. a. Norma masyarakat Norma yang sering berhubungan dengan pemberian asuhan adalah peran siapa yang harusnya merawat dan siapa yang harusnya dirawat, seperti anak merawat orang tua, orang tua merawat anak istri merawat suami, suami merawat istri, menjelaskan faktor lain yang mempengaruhi beban situasi pemberi asuhan adalah pelanggaran norma social. Friedman, (2010) b. Keyakinan/kepercayaan masyarakat tentang penyakit Stigmatisasi, stereotip dan diskriminasi menjadi masalah utama dalam pengobatan, mengatasi masalah kesehatan. Stigmatisasi membuat klien berpenyakit kronis atau menular, klien semakin jauh dari bantuan dan layanan kesehatan dan sosial. Stigma dan diskriminasi mengganggu dan menghalangi intervensi yang baik, meminimalkan penderitaan dan meningkatkan integrasi sosial. Klien dan keluarga menjadi putus asa

38 22 oleh stigmatisasi, sehingga menyebabkan meningkatkan beban social yang dihadapi keluarga. Friedman, 2010 menjelaskan bahwa stereotip adalah kurangnya pengakuan terhadap individu dan pemberian label, melibatkan penolakan tidak mengijinkan adanya keragaman individu Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson. Kemampuan keluarga dalam mengatasi masalahnya dapat dijelaskan pada komponen proses. Roy, 2009 menjelaskan komponen proses koping individu yaitu terdiri dari subsistem koping regulator dan kognator, proses kontrol koping serta efektor atau model adaptasi Subsistem Proses koping merupakan cara bawaan atau yang dari interaksi dengan lingkungan yang berubah (Alligood, 2014). Berikut akan dijelaskan tentang subsistem yang ada di individu dan keluarga. a. Subsistem regulator Subsistem regulator merupakan proses koping mayor yang melibatkan saraf, kimia, dan sistem endokrin (Alligood, 2014). Stimulus dari lingkungan internal dan eksternal (atau melalui penginderaan) yang bekerja sebagai input pada sistem saraf dan mempengaruhi cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, dan sistem endokrin. Informasi ini disalurkan secara otomatis dalam bentuk perilaku yang tepat dan otomatis, terjadi tanpa disadari, input pada subsistem regulator berperan alam bentuk persepsi (Roy, 2009). b. Subsistem kognator Sedangkan subsistem kognator merupakan proses koping yang melibatkan empat saluran kognitif emotif: perceptual and information prosessing, learning, judgment, and emotion (Alligood, 2014). Pada

39 23 bab ini akan dijelaskan perceptual and information prosessing, learning, judgment, and emotion yang dapat terjadi pada koping keluarga tidak efektif. a. Proses mengolah informasi dan persepsi Pengolahan persepsi dan informasi meliputi kegiatan perhatian selektif, koding, dan memori (Roy, 2009). Individu dapat menilai adanya suatu masalah atau potensi yang dipengaruhi oleh persepsi individu, dan persepsi atau penilaian seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap adanya perubahan dan kemampuan mengontrol diri terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Stuart (2013) penilaian kognitif merupakan suatu mediator bagi interaksi antara individu dan lingkungan. b. Proses pembelajaran (learning) Pembelajaran ini melibatkan imitasi, penguatan, insight. Belajar melibatkan imitasi, penguatan, dan wawasan. Pada proses belajar ini (imitasi, penguatan, dan insight), klien menggunakan keterampilan yang dimiliki dan dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan (Roy, 2009). Keluarga merupakan interaksi simbolik Blumer, 1969 membuat tiga asumsi tentang interaksi simbolik diantaranya adalah manusia malakukan tindakan berdasar makna, makna berasal dari interaksi sosial, dan makna tersebut ditangani dan dimodifikasi melalui proses interpretasi yang digunakan seseorang dalam menghadapi sesuatu. Dengan kata lain keluarga akan berespon terhadap stimulus yang ada melalui interpretasi dan modifikasi. c. Proses memberikan pendapat atau keputusan/pertimbangan Subsistem kognator ini melibatkan proses penilaian seperti pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Penilaian ini berlangsung secara aktif dan terus menerus, walaupun pada beberapa kali penilainan mungkin lebih baik dari penilaian yang

40 24 lain. Penilaian akan membuat seseorang mampu mengambil keputusan secara tepat ketika menghadapi masalah yang sederhana maupun yang kompleks (Roy, 2009). d. Proses emosi Respons terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan klien terhadap sumber stres dengan tujuan untuk melihat tingkat kemaknaan dari suatu kejadian yang dialami (Stuart, 2013). Melalui emosi klien, pertahanan digunakan untuk mencari bantuan untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya dengan membuat penilaian secara afektif dan segala sesuatu yang menyertainya. Emosi sering digunakan oleh klien dalam bertindak, khususnya ketika dirinya menghadapi situasi sulit (Roy, 2009). Bowen, menjelaskan tentang teory sistem keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Proses adaptasi keluarga dalam sebuah sistem keluarga dapat dilihat dari fungsi keluarga. Roy dalam Alligod, (2014) menjelaskan klien dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit - unit fungsionil atau beberapa unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Proses adaptasi dimulai saat keluarga merasa bahwa ada perubahan fungsi yang dimiliki oleh karena adanya stimulus yang ada. Mc. Cubbin (1993) dalam Friedman (2014) menjelaskan adaptasi adalah proses yang melibatkan adanya restrukturisasi pola fungsi. Friedman, (2010) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga, fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Definisi tersebut menjelaskan bahwa fungsi keluarga merupakan subsistem dari keluarga. Berikut akan dijelaskan mengenai komponen dari fungsi keluarga.

41 25 Berkaukas, 2002 dalam Stuart (2009) menjelaskan tentang instrumen yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga yang dikenal dengan APGAR terdiri dari: Resouce, Decision, Fleksibilitas peran dan Emotional Experience. Resouce, yaitu sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga. Sumber koping merupakan bagian dari kekuatan individu dalam menghadapi suatu stressor dan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Sumber koping meliputi kemampuan dan ketrampilan diri (personal abilities), dukungan sosial (social support), ketersediaan materi (material aset) (financial dan pelayanan kesehatan), kepercayaan (positive beliefs) terhadap penggunaan pelayanan kesehatan yang dapat mengurangi masalah (Stuart, 2013). Decision, yaitu kemampuan keluarga dalam komunikasi dan pemecahan masalah. Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi, dan pendapat (Mc. Cubbin & Dahl, (1985) dalam Friedman, (2014)). Satir, menjelaskan bahwa semakin disfungsional komunikasi keluarga, maka semakin disfungsional keluarga tersebut. Penjelasan komponen fungsi selanjutnya adalah nurturing atau fleksibilitas peran, menilai sejauh mana fleksibilitas peran digunakan dalam keluarga, Friedman, (2014) menjelaskan bahwa keluarga sering tidak dapat dipertahankan fungsi peranya karena ada anggota keluarganya yang sakit. Emotional Experience, Sejauh mana keluarga mempertahankan keintiman dan interaksi emosional anggotanya. Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Friedman, (2014) menjelaskan banyaknya stressor yang ada akan membuat anggota keluarga semakin tidak sensitif dan kurang saling mencintai.

42 Proses kontrol koping Roy, 2009 mengkategorikan mekanisme kontrol sebagai subsistem stabilizer dan subsistem inovator yang bertepatan dengan subsistem regulator dan kognator pada diri individu tersebut. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut proses kontrol koping yang dapat dilakukan individu dapat berupa proses kontrol stabilizer dan proses kontrol inovator. a. Proses kontrol koping stabilizer Roy, 2009 menjelaskan proses kontrol koping stabiliser memiliki dua tujuan utama, satu terkait dengan stabilitas, yang kedua untuk berubah, Subsistem stabilizer melibatkan struktur yang terbangun, nilai-nilai, dan kegiatan sehari-hari dimana klien mencapai tujuan utamanya dan berkontribusi terhadap tujuan umum dari kelompok dan masyarakat. b. Proses kontrol koping inovator Pada proses koping inovator faktor kognitif dan emosional lebih berperan dalam merespon stressor yang ada. Alligood, (2014) Stressor yang ditemukan pada lingkungan akan dipersepsikan sebagai hal positif atau hal negatif. Sistem innovator melibatkan struktur proses untuk perubahan dalam sistem sosial manusia. Roy, (2009) Proses ini melibatkan strategi kognitif dan emosional menuju perubahan pada tingkat yang lebih tinggi dan potensial dilakukan, dalam hal ini strategi jangka panjang dan jangka pendek digunakan dalam perubahan itu. Proses kontrol koping dengan mempertahankan penggunaan mekanisme koping atau perilaku adaptif dan melakukan inovasi atau memodifikasi perilaku inefektif dilakukan untuk memperkaya sumber koping (Roy, 2009). Perilaku yang adaptif akan berdampak pada penurunan tanda dan gejala yang lebih optimal (Alligood, 2014). Upaya modifikasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien. Koping tidak efektif disebabkan oleh ketidak mampuan keluarga dalam

43 27 memenuhi kebutuhanya. Intervensi keperawatan diberikan dalam upaya memperkaya sumber koping yang ada sehingga berdampak pada penurunan tanda gejala Model Adaptasi Keluarga Proses koping yang melekat pada subsistem regulator-kognator dan stabilizerinovator, sering tidak dapat atau tidak mungkin diamati secara langsung. Pengamatan proses ini dapat dilakukan melalui empat kategori atau model adaptif individu yang sering digunakan sebagai kerangka kerja pengkajian. Roy dalam Alligood (2014) menjelaskan mekanisme koping yang dilakukan klien dalam proses koping dapat diamati melalui empat model tersebut. Keempat mode tersebut adalah fisiologik-fisik, konsep diri-identitas kelompok, fungsi peran, dan interdependensi (Roy, 2009). Proses kontrol koping dengan mempertahankan penggunaan mekanisme koping atau perilaku adaptif dan melakukan inovasi atau memodifikasi perilaku inefektif dilakukan untuk memperkaya sumber koping (Roy, 2009). Roy & Andrews dalam Alligood, (2014) menjelaskan mekanisme koping terdiri dari: Mekanisme koping bawaan dimana mekanisme koping bawaan ini ditentukan secara genetik yang umumnya dipandang sebagai proses otomatis, manusia tidak harus berpikir tentang mekanisme koping tersebut. Roy (2009) menyampaikan mekanisme koping bawaan adalah mekanisme koping yang prosesnya tidak disadari klien yang dapat ditentukan secara genetik atau secara turun menurun dipandang sebagai proses yang otomatis pada tubuh. Mekanisme koping yang dipelajari adalah mekanisme koping yang dikembangkan melalui strategi seperti belajar. Berbagai pengalaman yang muncul sepanjang hidup berkontribusi terhadap tanggapan terhadap rangsangan/stimulus tertentu. merupakan sebuah interaksi simbolik dimana dalam keluarga akan ada proses interpretasi dan modifikasi yang akan digunakan dalam menghadapi suatu

44 28 stressor. Dapat disimpulkan mekanisme koping terbentuk oleh karena adanya stimulus yang menuntut keluarga untuk mengatasi masalah yang muncul yang diakibatkan oleh stimulus yang ada. Stuart & Sundeen, (1998) menjelaskan proses koping merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi stress, upaya tersebut berupa pengelolaan antara tuntutan dan sumber daya, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Koping keluarga adalah respon perilaku dari anggota keluarga dan seluruh keluarga sebagai satu kesatuan unit untuk mangatasi stressor, dan memperbaiki konflik dan tekanan dalam keluarga agar keluarga bisa beradaptasi kembali dengan lingkunganya (Mc cubbin & Patterson, (1983), dalam friedman (2010)). Berikut adalah beberapa strategi koping keluarga yang dikembangkan oleh Mc Cubbin diantaranya adalah F-COPES dan CHIP, F-COPES (Family Crisis Oriented Personal Evaluation Scale) memberikan gambaran tentang kemampuan koping keluarga dalam menghadapi stressor. Beberapa variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi koping keluarga diantaranya adalah memperoleh dukungan sosial (kemampuan keluarga dalam berbagi dengan anggota keluarga yang lain, teman, atau tetangga), reframing (kemampuan keluarga dalam mengatasi situasi yang berat dengan berfikir positif dalam upaya mencapai kenyamanan sampai keadaan kembali seimbang), mencari dukungan spiritual (berfokus dalam kegiatan keagamaan dalam upaya mengatasi masalah), memobilisasi keluarga untuk memperoleh dan mencari informasi (kemampuan keluarga dalam mencari informasi baik pada tenaga professional maupun non provisional), dan penilaian pasif (upaya mengatasi masalah dengan pengalihan). McCubbin, Olson, & Larsen, (1991).

45 29 CHIP (Coping Health Inventory For Parents) Strategi koping yang dikembangkan untuk dapat menilai koping keluarga dengan keluarga sakit untuk jangka waktu singkat atau ketika anggota keluarga memiliki kondisi medis yang memerlukan perawatan medis terus menerus. Strategi koping ini digambarkan dalam 3 pola dimana pola yang pertama perilaku kerjasama adalah integrasi Keluarga, kerjasama, dan pernyataan optimis terhadap situasi yang dialami, yang difokuskan pada penguatan kehidupan keluarga atau hubungan, dan pada masa depan orang tua pada anak sakit kronis. Pola koping yang kedua perilaku pemeliharaan lingkungan adalah perilaku memelihara dukungan sosial, harga diri, dan stabilitas psikologis, pola ini menggambarkan upaya keluarga untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain, perilaku yang meningkatkan harga diri dan identitas, dan perilaku untuk mengelola tekanan psikologis, dan yang terakhir perilaku memahami perawatan adalah tentang kemampuan keluarga dalam memahami situasi perawatan kesehatan melalui komunikasi dengan orangtua lain dan konsultasi dengan tim kesehatan atau profesional kesehatan lainya. McCubbin, Patterson (1983). Stimulus yang ada akan mempengaruhi fungsi sebuah keluarga. Keluarga sebagai sebuah unit fungsional akan berupaya untuk mempertahankan fungsinya. Roy mengungkapkan bahwa adanya perubahan stimulus pada lingkungan ekternal maupun internal klien menyebabkan respon untuk melakukan adaptasi melalui proses koping (Roy, 2009). Koping keluarga tidak efektif merupakan sebuah wujud ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi fungsinya. Perawat berperan dalam peningkatan kemampuan keluarga merawat dan memandirikan keluarga dalam mengatasi beban keluarga dan merawat anggota keluarga yang sakit. Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidak mampuan, ketidaktauan dan ketidakinginan keluarga memenuhi fungsi perawatan

46 30 untuk anggota keluarganya. Konsep tersebut menjelaskan bagian yang mengalami gangguan dari proses koping keluarga. Koping keluarga tidak efektif adalah keadaan ketika sebuah keluarga memperlihatkan perilaku destruktif dalam berespons terhadap ketidakmampuan untuk menangani stressor internal maupun eksternal karena sumber-sumber yang tidak adekuat (fisik, psikologis atau kognitif). Koping keluarga tidak efektif merupakan perilaku orang terdekat (anggota keliuarga atau orang penting lainnya) yang membatasi kapasitas/kemampuannya dan kemampuan klien untuk secara efektif menangani tugas penting mengenai adaptasi keduanya terhadap masalah kesehatan (NANDA, 2014). Tanda gejala koping keluarga tidak efektif antara lain depresi, penyangkalan kondisi yang dialami klien, pengabaian, sikap bermusuhan, melakukan rutinitas tidak biasa, agitasi, perkembangan ketergantungan klien, perubahan perilaku keluarga yang mengganggu, meninggaalkan, acuh, intoleransi, gejala psikosomatis, penolakan, keprihatinan yang mendalam pada klien (NANDA, 2014; Carpenito, 2007). Tanda gejala tersebut merupakan bentuk dari proses adaptasi yang dihadapi oleh keluarga terhadap anggota yang sakit. Ketidakmampuan keluarga dalam berespon terhadap harapan atau tujuan yang ingin dicapai oleh keluarga akan menyebabkan beban keluarga meningkat. Emilia, (2014) menjelaskan rendahnya koping keluarga akan menyebabkan beban keluarga meningkat. Stuart & Sundeen, (2009) Beban keluarga didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan keluarga dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Koping keluarga tidak efektif dapat diidentifikasi dengan adanya beban keluarga yang meningkat.

47 31 Stuart & Sundeen, (2009) beban keluarga terdiri dari beban obyektif dan subyektif : (1) Beban Obyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan masalah dan pengalaman anggota keluarga meliputi gangguan hubungan antar anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktifitas kerja, kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga. (2) Beban Subyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam situasi sosial, koping stress terhadap gangguan prilaku dan frustrasi yang disebabkan karena perubahan hubungan. Dapat diambil kesimpulan bahwa tanda gejala koping keluarga tidak efektif merupakan respon yang muncul akibat adanya stimulus atau stressor yang ada. Tanda gejala koping tidak efektif dapat berupa beban yang dirasakan keluarga dalam merawat klien. Stuart & Laraia, (2005) Penilaian terhadap stresor menggambarkan arti dan makna sumber stress pada suatu situasi yang dialami individu, penialian stressor dapat dilihat dari respon fisiologis, Kognitif, afektif, perilaku dan sosial. Respon fisiologis adalah Respon fisiologis merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin seperti hormon pertumbuhan, prolaktin, ACTH, luteinizing dan follicle-stimulating hormone, TSH, vasopresin, oksitosin, insulin, epineprin, norepineprin, dan beberapa neurotransmiter dalam otak. Respon kognitif adalah respon yang berhubungan dengan persepsi penilaian yang berfokus pada ancaman, bahaya, prtumbuhan dan perkembangan. Respon afektif adalah Respon afektif adalah pemunculan dari perasaan. Dalam penilaian stressor respon afektif yang utama adalah reaksi ansietas yang non spesifik atau umum, yang selanjutnya diekspresikan sebagai emosi. Hal ini diantaranya adalah kegembiraan, kesedihan, ketakutan, kemarahan, penerimaan, ketidakpercayaan, antisipasi, atau terkejut. Respon perilaku adalah Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan respon fisiologis, seiring dengan analisis kognitif seseorang mengenai situasi yang menyebabkan stres.

48 Intervensi Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif. Penjelasan diatas mengarahkan perawat tentang bagaimana peran perawat dalam memberikan asuhan kepada keluarga di rumah sakit. Perawat berperan dalam peningkatan kemampuan keluarga merawat dan memandirikan keluarga dalam mengatasi beban keluarga dan merawat anggota keluarga yang sakit. Henderson dalam Alligood, (2014) mendefinisikan keperawatan sebagai penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidak mampuan, ketidaktauan dan ketidakinginan keluarga memenuhi fungsi perawatan untuk anggota keluarganya. Konsep tersebut menjelaskan bagian yang mengalami gangguan dari proses koping keluarga dan intervensi yang tepat untuk keluarga. Berikut adalah intervensi yang diberiakan pada koping keluarga tidak efektif meliputi tindakan generalis dan spesialis. Tindakan generalis meliputi mengenal masalah yang terjadi dalam keluarga, melakukan cara penyelesaian masalah dalam keluarga, tindakan Keperawatan untuk Pasien dengan koping keluarga tidak efektif, mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga, mengidentifikasi koping yang dimiliki keluarga, mendiskusikan tindakan atau koping yang dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, mendiskusikan alternatif koping atau cara penyelesaian masalah yang baru, melatih menggunakan koping atau cara mengatasi masalah yang baru, mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang efektif. Tindakan spesialis Stuart, (2009) psikoedukasi keluarga adalah salah satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik. Intervensi kepada keluarga diberikan untuk memperkuat sistem keluarga, mencegah atau menghambat kekambuhan, dan mempertahankan klien di masyarakatnya. Program

49 33 psikoedukasi ini memperlakukan keluarga sebagai sumber, bukan sebagai stressor, dengan berfokus pada penyelesaian masalah yang konkrit, dan perilaku menolong yang spesifik untuk beradaptasi dengan stress. Dengan memberikan informasi pada keluarga tentang penyakit dan menyarankan tentang mekanisme koping yang efektif, program psikoedukasi mengurangi kecenderungan klien untuk kambuh dan mengurangi pengaruh penyakit ini pada keluarga yang lain (Townsend, 2009). Psikoedukasi ini terbukti memperbaiki gejala umum dan mengurangi penolakan serta beban keluarga (Stuart, 2009). Pelaksanaan terapi psikoedukasi keluarga terdiri dari 5 sesi, adapun urutan dari terapi ini adalah sebagai berikut: sesi 1: Pengkajian Masalah Keluarga, sesi II: Perawatan Klien Gangguan Jiwa, sesi III: Manajemen Stress Keluarga untuk membantu mengatasi masalah masing-masing individu keluarga yang muncul karena merawat klien, sesi IV: Manajemen Beban Keluarga dan sesi V Pemberdayaan Komunitas Untuk Membantu Keluarga. Efektifitas terapi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyati (2010); Setiawan (2012) Kemampuan keluarga merawat klien yang mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga. Waluyo (2014) menyimpulkan bahwa terapi psikoedukasi dapat meningkatkan pengetahuan responden dan menurunkan tingkat depresi. Terapi psikoedukasi dapat digunakan sebagai terapi alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi perawatan keluarga dan kemampuan keluarga dalam mengatasi beban perawatan Komponen Output Sistem Asuhan Keperawatan Perilaku yang teridentifikasi pada komponen ouput sistem asuhan keperawatan aadalah respons adaptatif, yaitu respons yang meningkatkan integritas dalam hal tujuan dari sistem manusia. Sedangkan respons inefektif merupakan respon yang

50 34 tidak berkonstribusi terhadap integritas dalam hal tujuan dari sistem manusia (Roy, 2009 dalam McEwn & Wills, 2011) Respon adaptif Respon adaptif adalah mereka yang mempromosikan integritas sistem manusia dalam hal tujuan adaptasi: kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, penguasaan, dan orang dan lingkungan transformasi. Respon adaptif, kemudian, mempromosikan tujuan adaptasi dan mempromosikan integritas sistem manusia. Respon adaptif tersebut ditunjukan dengan penurunan tanda gejala dan peningkatan kemampuan perawatan keluarga untuk klien yang sakit dan untuk perawatan dirinya sendiri Respon tidak efektif Respon yang tidak efektif, di sisi lain, adalah mereka yang tidak mempromosikan integritas atau berkontribusi pada tujuan adaptasi dan integrasi orang dengan bumi. Respon tidak adaptif tersebut ditunjukan dengan tidak adanya penurunan tanda gejala dan tidak ada peningkatan kemampuan perawatan keluarga untuk klien yang sakit dan untuk perawatan dirinya sendiri.

51 35 BAB 3 MANEJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF DI RUANG GAYATRI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Bab ini akan menguraikan tentang menejemen pelayanan keperawatan koping keluarga tidak efektif yang dilaksanakan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor khususnya di ruang Gayatari. 3.1 Menejemen Pelayanan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif Yang Dilaksanakan Di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor merupakan rumah sakit jiwa pertama di Indonesia yang didirikan oleh pemerintah India Belanda pada tahun Tahun 2007 RS Dr. H. Marzoeki Mahdi sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan RSMM menjadi 15 UPT Depkes sebagai status Badan Layanan Umum, sehingga sejak saat itu RSMM bukan hanya memberikan layanan psikiatri, dan NAPZA, RSMM juga memberikan layanan umum. Sekarang ini RSMM Bogor telah mempunyai 516 tempat tidur untuk rawat inap psikiatri, 60 tempat tidur untuk rawat inap NAPZA, dan 144 tempat tidur untuk rawat inap umum. RSMM Bogor ini telah memiliki 14 rawat inap psikiatri, 3 rawat inap NAPZA dan 8 rawat inap umum. RSMM Bogor juga memiliki unit rawat jalan psikiatri, instalasi gawat darurat psikiatri, unit rawat jalan spesialis lain dan instalasi gawat darurat umum. Rumah Sakit Dr. H Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi mempunyai Visi menjadi rumah sakit jiwa rujukan nasional dengan unggulan layanan rehabilitasi psikososial pada tahun Dalam rangka mencapai visi tersebut RSMM memiliki Misi1) Mewujudkan layanan kesehatan jiwa dengan unggulan rehabilitasi psikososial, 2) Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan riset unggulan dalam bidang kesehatan jiwa, 3) Meningkatkan peran strategis dalan program kesehatan 35

52 36 jiwa nasional, 4) Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan stakeholder, 5) Meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai untuk mencapai kesejahteraan. Rumah Sakit Marzoeki Mahdi bogor guna melaksanakan visi dan misi yang tertera di atas terus berupaya meningkatkan pelayanan bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK UI). Pelayanan kesehatan kepada klien baik yang mengalami masalah fisik maupun psikiatri mencoba ditangani secara komprehensif dan holistik. Guna mencapai hal tersebut maka RSMM Bogor telah menyiapkan satu ruang untuk Consultation Liaison Psychiatric (CLP) yaitu ruang Basudewa yang mulai dibuka pada tanggal 12 Juli Pelayanan psikososial saat ini juga telah dikembangkan diseluruh ruang RSMM Bogor. Sebagai langkah awal RSMM Bogor telah menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan keperawatan (SAK) baik untuk unit umum psikiatri termasuk didalamnya adalah SOP dan SAK yang berkaitan dengan masalah psikososial. Upaya lain juga dilakukan oleh RSMM, diantaranya adalah asuhan yang ditujukan untuk keluarga klien yang dirawat di RSMM.. Sebagai langkah awal RSMM Bogor telah menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan keperawatan (SAK) baik untuk unit umum psikiatri termasuk didalamnya adalah SOP dan SAK yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan perawatan anggota keluarga yang sakit. SOP dan SAK yang disusun juga berkaitan dengan masalah yang dialami keluarga, seperti SOP dan SAK koping keluarga tidak efektif. Program pelatihan dilakukan dalam upaya sosialisasi SOP dan SAK tersebut. Program pelatihan tersebut telah dilaksanakan hampir merata di seluruh unit rumah sakit. Pembentukan kelompok swabantu baik di unit psikiatri dan umum merupakan bentuk upaya lain yang ditujukan untuk keluarga yang dirawat dirsmm. Terakhir kelompok swabantu yang dibentuk adalah kelompok swabantu keluarga yang menjalani haemodialisa di RSMM Bogor.

53 Gambaran Pengembangan Manajemen Asuhan Keperawatan Koping keluarga tidak efektif di Ruang Gayatri. Ruangan Gayatri adalah salah satu ruangan yang menjadi focus tanggung jawab penulis. Gayatri merupakan ruang MPKP sejak tahun 2009 ruang rawat umum kelas 2 dengan spesifikasi penyakit dalam dan bedah dewasa dan lansia dengan kapasitas 15 tempat tidur dengan 1 ruang isolasi. Manajemen ruangan MPKP, Terdiri dari tim 1 dan 2. Jumlah tenaga keperawatan 14 (S1: 3, D3: 11) dan tenaga non keperawatan 2 orang. Hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan MPKP pada ruangan Gayatri rata-rata telah mencapai nilai batas lulus yaitu 75. Berdasar indikator mutu ruangan Gayatri di bulan Maret 2015 angka pemakaian tempat tidur (BOR) menunjukan dalam batas standar indikator nasional yaitu 74.3%. Nilai rata rata hari tempat tidur tidak ditempati (TOI) adalah sekitar 2 hari dengan kata lain TOI ruangan Gayatri masih dalam batas ideal. Hasil survei diagnosis keperawatan yang paling banyak muncul diantaranya adalah diagnosis fisik nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sebesar 19.2 % dilanjutkan pada diagnosis pola nafas tidak efektif sebesar 12.4%. Diagnosi psikososial terbanyak Ansietas 64.8%, koping keluarga tidak efektif 24.18%,. Diagnosis medis terbanyak pada rung gayatri adalah DM, dispepsi, CKD, CHF, dan PPOK. Asuhan dilakukan pada 69 klien, dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan didapatkan diagnosis psikososial terbanyak diantaranya adalah ansietas 62.5%, koping keluarga 32.69% risiko perilaku kekerasan dan halusinasi masing-masing 9%, dan 10,4% resiko perilaku kekerasan, serta risiko bunuh diri hanya 3.4%. Gambaran karakteristik pasien secara umum rata-rata berusia antara th.

54 38 Uraian diatas menunjukan diagnosis koping keluarga merupakan salah satu diagnosis yang ditemukan diruang tersebut. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi koping keluarga tidak efektif meliputi tindakan generalis dan spesialis dengan psikoedukasi keluarga. Kegiatan asuhan keperawatan telah mencakup kebutuhan klien dan keluarga. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang masalah keperawatan yang dihadapi oleh klien dan penatalaksanaanya. Kegiatan inovasi juga telah dilakukan sebagai upaya peningkatan kemampuan perawat ruangan. Kegiatan inovasi tersebut terdiri dari pelatihan komunikasi terapeutik untuk pasien dan keluarga. Pelatihan tersebut mencakup 11 diagnosa. Pelatihan yang kedua adalah pelatihan komunikasi efektif metode SBAR (Situation, Background, Analisis, Recomendation) dan TBAK (Tulis, baca,konfirmasi). Pelatiahan tersebut diikuti oleh 5 perawat Gayatri dan 6 perawat Basudewa dengan nilai rata-rata diataas batas lulus yaitu 75.

55 39 BAB 4 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA PADA KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF MENGGUNAKAN MODEL ADAPTASI ROY DAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON Pada bab ini dijelaskan mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa pada keluarga dengan koping tidak efektif. Pelaksanaan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy dan Kebutuhan dasar Henderson. Manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada keluarga dengan koping tidak efektif ini dilakukan pada tanggal Februari sampai dengan 17 April 2015 di Ruang Gayatri RS Dr Marzoeki Mahdi (RSMM), Bogor. Jumlah keluarga yang mengalami koping tidak efektif untuk ruang Gayatri adalah sebanyak 24 Keluarga. Bagian pertama pada bab ini akan menjelaskan tentang Input Proses Asuhan keperawatan koping keluarga tidak efektif. Input merupakan Stimulus yang menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi stimulus fokal, konstektual, dan residual. Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif dalam hal ini adalah anggota keluarga yang sakit. Stimulus konstektual merupakan faktor penyebab (Presipitasi) kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi Karakteristik keluarga,karakteristik klien kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat. Stimulus residual meliputi nilai yang dianut dan norma keluarga. Bagian kedua pada bab ini akan menjelaskan tentang proses asuhan keperawatan. Identifikasi dilakukan dengan menganalisa ketidak efektifan adaptasi dari proses koping Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson. Bagian yang ketiga akan 40

56 40 menjelaskan tentang Output dari pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang diberikan pada keluarga dengan menggunakan pendekatan kedua teori tersebut. 4.1 Input Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif Pengkajian dilakukan dengan menganalisa stimulus atau penyebab koping keluarga tidak efektif yang dialami oleh keluarga yang melipiti stimulus fokal, konstektual, dan residual Stimulus fokal Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif dalam hal ini ditunjukan dalam table 4.1. Tabel 4.1 Stimulus Fokal Keluarga dengan Koping Keluarga Tidak Efektif di Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Jumlah Presentase (%) Anggota keluarga sakit Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa stimulus fokal semua keluarga adalah anggota keluarga yang sakit. Penjelasan spesifik tentang diagnosis medis terkait dengan gangguan fisik yang dialami oleh klien, dijelaskan pada table Stimulus Konstektual Stimulus konstektual merupakan faktor penyebab atau pendukung kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi karakteristik keluarga, bentuk keluarga, karakteristik klien kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat. tabel 4.2 dapat dijelaskan tentang karakteristik keluarga klien dimana sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu 92%, dengan status pekerjaan sebagian besar tidak bekerja sebanyak 83% dan pendidikan terbanyak adalah SMA yaitu

57 41 88%. Sebagian besar keluarga adalah keluarga inti sebanyak75% dengan penghasilan terbanyak rata-rata Rp ,00-Rp ,00 sebanyak 88% Tabel 4.2 Karakteristik Keluarga Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan Keluarga di Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA/SMK d. PT Pekerjaan a. Tidak kerja b. Bekerja Tipe keluarga a. Keluarga inti b. Extended Family Demografi dan Karakteristik Jumlah Presentase (%) Penghasilan a. < Rp ,- b. Rp ,-Rp , Tabel 4.3 Karakteristik Usia Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Mean Min-Maks Usia Tabel 4.3 menunjukan rata - rata usia keluarga adalah 47 tahun dengan umur paling muda adalah 33 tahun dan tertua adalah umur 58 th. Tabel 4.4 menjelaskan tentang karakteristik klien. Sebagian besar klien adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 41.6 % dengan tingkat pendidikan terbanyakslta. Sebagian besar klien menikah yaitu 41.7 % dan status pekerjaan bekerja sebanyak 58.4%.

58 42 Tabel 4.4 Karakteristik Klien Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, dan Status Perkawinan Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Pendidikan a. SD b. SMA/SMK c. S1 Pekerjaan a. Tidak kerja b. Bekerja Demografi dan Karakteristik Jumlah Presentase (%) ,6 58,4 54,1 41,7 4,2 41,6 58,4 Tabel 4.5 Karakteristik Lama Rawat Klien dan Usia Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Mean Min-Maks Lama dirawat hari Usia 55, th Tabel 4.5 menunjukan rata rata hari rawat yaitu 2-3 hari dengan lama rawat paling sedikit 1 hari dan paling lama 7 hari. Rata - rata usia pasien adalah umur 55.7 tahun dengan umur paling muda adalah 27 tahun dan tertua adalah umur 80 th. Tabel 4.6 Diagnosis Medis Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Jumlah Persentase (%) Hipertensi 9 37,5 CHF 8 33,3 CKD 7 29,2 Stroke 5 20,8 Pneumonia 4 16,7 Diabetus meletus 4 16,7 TBC 2 8,3 PPOK 2 8,3

59 43 Tabel 4. 6 menunjukan diagnosis medis terbanyak adalah Hipertensi yaitu 37,5%. Sebagian besar pasien tidak hanya mempunyai satu diagnosis medis tapi lebih dari satu misalnya hipertensi dan stroke. Tabel 4.7 Diagnosis psikososial Klien Dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Jumlah Persentase (%) Ansietas 19 79,2 Gangguan citra tubuh 5 20,8 Ketidak berdayaan 4 16,7 Tabel 4.7 menujukan diagnosis psikososial terbanyak adalah ansietas yaitu sebanyak 79.2%. Tabel 4.8 Diagnosis Fisik Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Jumlah Persentase (%) Gangguan perfusi jaringan 14 58,3 Pola nafas Tidak Efektif 9 37,5 Intoleransi aktifitas 8 33,3 Kelebihan cairan 8 33,3 Nyeri 6 25 Penurunan Cardiak output 5 20,8 Gangguan mobilitas fisik 5 20,8 Nutrisi 4 16,7 Sumber: Data Primer, 2015 Tabel 4.8 menujukan diagnosis fisik terbanyak adalah gangguan perfusi jaringan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu sebanyak 58.3%. Sebagian besar pasien tidak hanya mempunyai satu diagnosis Keperawatan tapi lebih dari satu Tabel 4.9 menujukan tindakan invasif terbanyak adalah pemasangan infus dan injeksi yaitu sebanyak 100%.

60 44 Tabel 4.9 Tindakan Invasif Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Karakteristik Jumlah Persentase (%) Terpasang selang infus Injeksi atau pengambilan darah oksigen Cuci darah Proses Koping Keluarga dengan Koping Keluarga Tidak Efektif Proses Koping Keluarga Proses koping keluarga dapat dilihat dalam keberfungsian keluarga. Tabel 4.10 Fungsi Keluarga Dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Fungsi Keluarga Jumlah Presentase (%) 1. Sumber daya keluarga a. Pelaku Rawat: - Istri Anak Lain-lain (saudara jauh, teman dll) 5 21 b.bentuk kemampuan keluarga: -Pengetahuan (cara merawat klien) 0 0 -Kemampuan (kesulitan) Motivasi c. belum adakeikutsertaan dalam kelompok suportif d.belum ada KKJ ematerial Assets: -Ada BPJS Umum Ada tabungan Ada fasilitas kesehatan dengan jarak terjangkau Komunikasi dan pengambilan keputusan a.tidak ada hambatan 5 6 b.ada hambatan Fleksibilitas peran a.tidak ada hambatan 3 83 b.ada hambatan Pengalaman emosional a.tidak ada hambatan 7 86 b.ada hambatan 17 14

61 45 Tabel 4.10 menunjukkan fungsi keluarga diantaranya adalah sumber daya keluarga dimana sebagian besar pelaku rawat adalah istri yaitu sebanyak 54%, dengan 100%. Ketidak mampuan keluarga ditunjukan oleh ketidaktahuan dan ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarganya yg sakit sebanyak 100%, tidak ada keikut sertaan kelompok suportif atau kader kesehatan jiwa dilingkungan keluarga. Pembiayaan sebagian besar menggunakan jaminan kesehatan sebanyak 63%. Fungsi yang ke dua adalah fungsi komunikasi dan pengambilan keputusan, dimana sebagian besar keluarga mengalami kesulitan atau hambatan dalam komunikasi sebanyak 94%. Keluarga sulit mempertahankan fleksibilitas peran sebanyak 83% dan mengalami hambatan dalam emosional experience sebanyak 86% Model Adaptasi Keluarga Model adaptasi keluarga ini ditunjukan dalam pola koping keluarga. Tabel 4.11 Strategi Koping Keluarga di Ruang Gayatri dan Basudewa 16 Februari-17 April 2015( n= 24) Strategi koping keluarga Jumlah Presentase (%) Mencari dukungan sosial Menggunakan pikiran positif 3 13 Mencari dukungan spiritual Mencari informasi Mengalihkan perhatian 1 4 Lima strategi koping yang terdiri dari mencari dukungan social, menggunakan pikiran positif, mencari dukungan spiritual, mencari informasi, mengalihkan perhatian. Strategi koping dengan mencari dukungan sosial ditunjukkan keluarga dengan berbagi dengan anggota keluarga yang lain, teman, atau tetangga. Strategi berfikiran positif ditunjukan dengan dengan cara berfikir positif dalam upaya mencapai kenyamanan sampai keadaan kembali seimbang. Mencari dukungan spiritual merupakan strategi koping yang paling sering digunakan oleh keluarga yaitu sebanyak100%. Mencari informasi merupakan upaya yang dilakukan

62 46 keluarga untuk mengatasi masalah dengan cara mencari informasi baik pada tenaga professional maupun non profesional. Tabel tersebut juga menjelaskan bahwa strategi koping keluarga yang digunakan rata-rata lebih dari 1 pola Gambaran Beban Keluarga Beban Keluarga Stuart & Sundeen, (2009) beban keluarga terdiri dari beban obyektif dan subyektif : (1) Beban Obyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan masalah dan pengalaman anggota keluarga meliputi gangguan hubungan antar anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktifitas kerja, kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga meliputi, gejala fisiologis, keluarga mengalami kemunduran aktifitas dan Mengabaikan perawatan pasien dan pemenuhan kebutuhan dasar. (2) Beban Subyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan merasakan tanda gejala yang dialami klien, Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri, merasakan tertekan, perasaan khawatir. Tabel 4.13 menjelaskan tentang gambaran beban keluarga klien. Tabel 4.12 Beban Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Tanda Gejala Jumlah Presentase (%) Subyektif 1 Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami klien Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri Merasa tertekan Khawatir tentang klien Obyektif 1 Perubahan pola tidur/ tidur kurang Merasa letih dan lesu Pusing/sakit kepala Tidak selera makan perubahan tanda-tanda vital Keluarga mengalami kemunduran dalam melakukan aktivitas 18 75

63 47 Tabel 4.12 menunjukan adanya gambaran beban keluarga dimana beban subyektif ditunjukan adanya perasaan cemas khawatir dan tertekan. Beban obyektif ditunjukan adanya perubahan atau kesulitan dalam melakukan aktifitas sebelumnya, lelah, letih, sulit tidur tidak nafsu makan. Tanda gejala subyektif terbanyak adalah perasaan cemas yang dirasakan oleh 100% keluarga. Beban obyektif terbanyak ditunjukan dengan adanya perubahan fisiologis yang dialami keluarga antara lain tidak bisa tidur 62%, pusing 75%, tidak nafsu makan sebanyak 75%, letih lesu 50% dan penurunan dalam beraktifitas sebanyak 75%. 4.3 Out Put Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor Tabel 4.13 Kemampuan Keluarga dalam Mengatasi Koping Tidak Efektif Setelah Tindakan Generalis Diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Kemampuan Keluarga Pre Post persen % Mampu menyadari masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga Mampu manajemen konflik diantara anggota keluarga dengan mengembangkan komunikasi efektif dukungan sosial spiritual aktivitas lain Mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga termasuk pengobatan anggota keluarganya yang sakit Rata rata Table 4.13 menunjukan rata rata 52% kemampuan keluarga meningkat setelah dilakukan tindakan generalis dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak efekti. Kemampuan tersebut diukur dengan menggunakan format kemampuan tindakan generalis koping keluarga tidak efektif.

64 48 Tabel 4.14 Gambaran Beban Keluarga Setelah Tindakan Generalis diruang Gayatri Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Tanda Gejala pre post selisih Subyektif Jml Jml jml % 1 Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami klien Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri Merasa tertekan ,3 4 Khawatir sampai panik tentang klien Obyektif 1 Perubahan pola tidur/ tidur kurang Merasa letih dan lesu Pusing/sakit kepala Tidak selera makan perubahan tanda-tanda vital Keluarga mengalami kemunduran dalam melakukan aktivitas ,3 Rata-rata 3 13,7 Tabel 4.14 menunjukan penurunan beban keluarga setelah tindakan generalis yaitu rata- rata sebanyak 13.7%. Penurunan beban keluarga tidak menunjukan penurunan secara signifikan hal tersebut berkontribusi terhadap tanda gejala koping keluarga tidak efektif. Tabel 4.15 Kemampuan Keluarga Setelah tindakan Psikoedukasi Diruang Gayatri Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=24) Kemampuan Psikoedukasi Keluarga pre post persen jml jml % Mengenal masalah dalam merawat Mengenal masalah selama merawat Tau cara merawat Manajemen stress tarik nafas dalam diatraksi 0 Kegiatan spiritual 24 Menghentikan pikiran 0 PMR 0 Manajemen beban 0 64 Menggunakan pendukung yg ada didlm atau luar 0 64

65 49 Menggunakan fasilitas pelayanan Table 4.15 menunjukan kemampuan psikoedukasi keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak efektif. Sebagian keluarga sebanyak 13 keluarga tidak mengikuti kegiatan psikoedukasi sampai selesai. Dari tabel tersebut menggambarkan keluarga yang diberikan psikoedukasi sampai selesai menunjukan peningkatan kemampuan merawat keluarga dan dalam mengelola stress dan bebanya. Kemampuan pengelolaan beban keluarga ditunjukan dengan penurunan tanda gejala lebih dari 75%. Kondisi tersebut berbeda saat keluarga hanya diberikan tindakan generalis yang rata-rata penurunanya sebanyak 11,42%. Tabel 4.17 Menunjukan rata-rata penurunan tanda gejala yang setelah dilakukan tindakan FPE yaitu 87%. Tabel 4.17 Perubahan Tanda Gejala Keluarga dengan Koping Tidak Efektif Setelah Tindakan FPE diruang Gayatri dan Basudewa Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 17 April 2015 (n=36) Tanda Gejala Pre dan post Selisih Subyektif Jml jmlh Jml % 1 Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami klien Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri Merasa tertekan Khawatir sampai panik tentang klien Obyektif 1 Perubahan pola tidur/ tidur kurang Merasa letih dan lesu Pusing/sakit kepala Tidak selera makan perubahan tanda-tanda vital

66 50 6 Keluarga mengalami kemunduran dalam melakukan aktivitas Mengabaikan perawatan pasien dan pemenuhan kebutuhann dasar Rata-rata 87 BAB 5 PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan tentang pembahasan manajemen kasus spesialis yaitu asuhan keperawatan pada keluarga dengan koping tidak efektif di Ruang Basudewa dan Gayatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Pembahasan juga dilakukan terkait manajemen pelayanan yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut, serta keterbatasan yang ditemukan selama proses pelaksanaan asuhan keperawatan. Pembahasan manajemen kasus spesialismengunakan pendekatan model konsep adaptasi Roy, Self Care Orem, dan Kebutuhan dasar Henderson. ga tidak efektif yang meliputi stimulus fokal, konstektual, dan residual. Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif dalam hal ini adalah anggota keluarga yang sakit. Stimulus

67 51 konstektual merupakan faktor penyebab (Presipitasi) kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi Karakteristik keluarga,karakteristik klien kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat. Stimulus residual meliputi nilai yang dianut dan norma keluarga. Selain pengkajian stimulus juga akan dijelaskan tentang hasil pengkajian perilaku keluarga dengan mengidentifikasi beberapa tanda yang menunjukkan ketidak efektifan adaptasi dari sistem regulator dan kognator. Bagian kedua pada bab ini akan menjelaskan tentang analisis diagnosis koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan pendekatan teori kebutuhan dasar Henderson. Bagian yang ketiga akan menjelaskan tentang intervensi, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang diberikan pada keluarga dengan menggunakan pendekatan ke dua teori tersebut. 5.1 Input Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak efektif Pembahasan pengkajian dilakukan dengan menganalisa stimulus atau penyebab koping keluarga tidak efektif yang dialami oleh keluarga yang meliputi stimulus fokal, konstektual, dan residual. Stimulus diartikan sebagai penyebab atau 52 pencetus respon klien. Stimulus ini merupakan awal adanya interaksi dalam sebuah sistem klien. Interaksi yang terjadi merupakan sebuah wujud upaya untuk mempertahankan keseimbangan yang ada dalam sebuah sistem keluarga. Roy dalam Friedman (2010) menjelaskan keluarga sebagai suatu sistem yang adaptif dimana keluarga akan berespon terhadap suatu kejadian stresor dengan memunculkan gejala yang dialami oleh keluarga baik gejala fisik maupun gejala psikososial. Satir, menjelaskan bahwa keluarga selalu mempertahankan sebuah kesimbangan, dimana jika keinginan dan harapan tidak mampu dipertahankan melalui peran yang tidak tidak sesuai maka disfungsi akan terjadi Stimulus fokal

68 52 Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif. Hasil pengkajian didapatkan stimulus fokal semua keluarga adalah anggota keluarga yang sakit. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan ketakutan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatanya (biaya perawatan). Penelitian lain juga menggambarkan tentang masalah emosional yang terjadi dalam sistem keluarga yang dirawat di rumah sakit, Kloss & Daly (2008) dalam Kaaken (2010) menjelaskan tentang keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mempunyai perasaan negatif tentang kondisi fisik yang dialami oleh keluarga yang sakit, selain itu juga menjelaskan bahwa keluarga juga mempunyai harapan tentang kondisi fisik yang lebih baik. Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Kebutuhan akan kasih sayang, dukungan perhatian dan harapan menjadikan adanya keterikatan emosional antar anggota keluarga. Kondisi tersebut menimbulkan respon yang bervariasi antar anggota keluarga. Respon tersebut muncul sebagai sebuah akibat bentuk pemenuhan kebutuhan tersebut Stimulus Konstektual Stimulus konstektual merupakan faktor penyebab (Presipitasi) kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi Karakteristik keluarga,karakteristik klien kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat. Bagian ini akan menjelaskan tentang masing-masing stimulus yang ada Karakteristik Keluarga a. Umur

69 53 Sebagian besar keluarga dalam tahapan usia dewasa yaitu dalam rentan usia tahun sebanyak 92%. Menurut tahapan perkembangan erikson dalam towsend, (2009) keluarga berada pada tahap perkembangan usia dewasa dimana mempunyai tugas perkembangan yang sering disebut generavity vs stagnation stage yang mencapai tujuan hidup yang mapan bagi individu sementara juga memikirkan kesejahteraan generasi mendatang ( anak-anaknya). Kematangan usia dipengaruhi oleh tekanan hidup, sumber dukungan dan kemampuan koping seseorang stuard, (2013). Tahapan perkembangan tersebut menunjukan adanya kebutuhan pemenuhan peran ganda dimana individu tidak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sebagai individu, tetapi juga dituntut untuk pemenuhan kebutuhan generasinya, selain itu usia juga mempengaruhi kemampuan koping seseorang. Kondisi tersebut didukung hasil penelitian Dilys, (2003) yang menjelaskan faktor usia pemberi rawat mempengaruhi kemampuan koping keluarga. b. Jenis Kelamin Sebagian besar anggota keluarga berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 78%. Sebagian besar pemberi asuhan adalah wanita dibanding laki laki. Friedman (2010) menyatakan bahwa peran penting wanita disebagian besar keluarga yaitu sebagai pemimpin kesehatan dan pemberi asuhan. Prucno &resch, 1989, dalam Friedman 2010, pemberi perawatan wanita lebih banyak mengalami efek negatif dari pada pemberi asuhan laki-laki. Gunarso, (1995) dalam Mariam, (2008) menjelaskan tentang kecemasan lebih banyak dialami oleh perempuan karena perempuan dirasa lebih sensitif terhadap permasalahan, sehingga mekanisme koping perempuan lebih kurang baik dibandingkan laki-laki. Mariam (2008) juga menemukan bahwa tingkat kecemasan keluarga laki-laki lebih rendah daripada keemasan perempuan. c. Tingkat Pendidikan

70 54 Pendidikan terbanyak adalah SLTA sebanyak 75%. Status tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyerap informasi, menyelesaikan masalah, dan berperilaku. Stuart (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi ditemukan lebih sering menggunakan pelayanan kesehatan. Klien yang berpendidikan tinggi akan dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sedangkan pada saat mengikuti psikoterapi klien mampu menceritakan kemampuan dirinya dalam melakukan stimulasi tahap perkembangan. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan individu Pendidikan menjadi suatu tolok ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Mariam (2008) menjelaskan bahwa faktor pendidikan menjadi slah satu penyebab kejadian kecemasan. Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan seseorang yang mempunyai status pendidikan tinggi (Kaplan & Sadock, 1997). d. Satus perkawinan Sebagian besar keluarga telah menikah sebanyak 89 %. Dukungan sosial seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) seseorang yang memiliki pasangan hidup atau sudah menikah akan mempengaruhi ketenangan atau pengambilan keputusan dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup. Hasil praktek ini menunjukan bahwa status pernikahan belum bisa meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah. Hasil ini bisa dipengaruhi oleh usia dimana tugas perkembangan yang dialami menuntut keluarga untuk meningkatkan kemampuanya dalam upaya

71 55 memenuhi peranya. Keluarga An Sly, dimana anggota keluarga (ibu) merasa kesulitan membagi tugas antara merawat anak yang sakit dengan tugas yang lain terutama dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga (anak) yang lain. e. Status pekerjaan Sebagian besar keluarga tidak bekerja yaitu sebanyak 72%. Kondisi sakit meningkatkan kebutuhan ekonomi. Kogan & Strickland (2008) hasil penelitianya menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan anaknya dan sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering salah satu orang tua berhenti bekerja. Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang emmpengaruhi stress keluarga, dengan ada satu anggota keluarga yang sakit akan terjadi kemungkinan ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhanya. Keluarga Tn Wlly mengatakan bahwa keluarga mengalami kesulitan keuangan karena Tn Wlly merupakan tulang punggung keluarga dan istri tidak bekerja sehingga saat Tn Wlly sakit otomatis keuangan keluarga terganggu karena tidak ada yang memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya karena istri tidak bekerja. f. Status Ekonomi Sebagian besar keluarga mempunyai penghasilan antara Rp ,- Rp ,-, 64% dan sebagian besar keluarga menggunakan BPPJS 62%. Friedman, (2010). Menjelaskan tentang karakteristik keluarga dengan sumber ekonomi yang tidak memadai diantaranya adalah penghasilan yang rendah atau tidak stabil sehingga kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Stuard (2009), menjelaskan bahwa seseorang dengan penghasilan yang mapan dapat lebih menjaga dirinya dan keluarganya dari gangguan kejiwaan, dikarenakan dapat memperoleh layanan kesehatan dengan muadah dan cepat. Keluarga

72 56 rata-rata berada dalam kondisi keuangan menengah kebawah. Hospitalisasi secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan pengeluaran keluarga, kondisi tersebut bisa berdampak pada kondisi psikologis keluarga. Keluarga Ny tt menjadi contoh keluarga mengalami kesulitan tentang keuangan dan biaya perawatan klien. g. Bentuk keluarga Sebagian besar keluarga merupakan keluarga inti dan ada beberapa diantaranya adalah orang tua tunggal. Friedman, (2010) menjelaskan orang tua tunggal mempunyai beban peran dan konflik peran dan perubahan peran orang tua tunggal. Hal tersebut mempunyai peran terhadap perkembangan keluarga khususnya stress keluarga. Kozier (2010), juga menjelaskan bahwa ada banyak tekanan yang dihadapi oleh keluarga orang tua tunggal antara lain kekhawatiran tentang pengasuhan anak, urusan finansial, kelebihan peran dan keletihan mengatur tugas harian, dan isolasi sosial Karakteristik Klien a. Jenis kelamin Sebagian besar klien adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 61 %. Karasadivis 2011 juga menjelaskan faktor jenis kelamin anak mempengaruhi tingkat sress orang hal ini berhubungan dengan impian dan harapan berkaitan dengan jenis kelamin. Keluarga Tn Pujiatmoko menjadi salah satu contoh, dimana klien merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga tersebut. Ibu klien mengatakan sangat sedih dengan kondisi sakit jiwa yang dialami oleh anaknya klien sebelumnya berharap anaknya akan menjadi tempat tergantung saat klien sudah tua tetapi kondisi yang terjadi menjadi kebalikan, keluarga merasa klien menjadi tergantung dengan ibunya yang sekarang sudah lansia.

73 57 b. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan klien terbanyak adalah SLTA. Stuart (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi ditemukan lebih sering menggunakan pelayanan kesehatan. Klien yang berpendidikan tinggi akan dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sedangkan pada saat mengikuti psikoterapi klien mampu menceritakan kemampuan dirinya dalam melakukan stimulasi tahap perkembangan. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan individu Pendidikan menjadi suatu tolok ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Kondisi tersebut menjadi kekuatan keluarga dalam mengatasi masalahnya. c. Umur Sebagian besar klien berusia dewasa sebanyak 58% Menurut tahapan perkembangan erikson dalam towsend, (2009) keluarga berada pada tahap perkembangan usia dewasa dimana mempunyai tugas perkembangan yang sering disebut generavity vs stagnation stage yang mencapai tujuan hidup yang mapan bagi individu sementara juga memikirkan kesejahteraan generasi mendatang (anak-anaknya). Kematangan usia dipengaruhi oleh tekanan hidup, sumber dukungan dan kemampuan koping seseorang stuard, (2013). Tahapan perkembangan tersebut menunjukan adanya kebutuhan pemenuhan peran ganda dimana individu tidak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sebagai individu, tetapi juga dituntut untuk pemenuhan kebutuhan generasinya, selain itu usia juga mempengaruhi kemampuan koping seseorang. d. Status Perkawinan Sebagian besar klien telah menikah yaitu 72 % Dukungan sosial seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) seseorang yang

74 58 memiliki pasangan hidup atau sudah menikah akan mempengaruhi ketenangan atau pengambilan keputusan dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup. Lehman, (2006) menjelaskan bahwa status pernikahan dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi, membina hubungan intim, serta membantu mendapatkan hubungan emosional yang lebih baik. Klien Pj belum menikah ibu klien sudah berusia hamper 70 th, keluarga mengeluhkan tidak adanya dukungan social dan kemandirian yang dimiliki oleh anaknya sehingga keluarga merasa terbebani. e. Status pekerjaan Sebagian besar klien tidak bekerja sebanyak 61%. Kogan & Strickland (2008) hasil penelitianya menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan anaknya dan sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering salah satu orang tua berhenti bekerja. Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi stress keluarga, dengan ada satu anggota keluarga yang sakit akan terjadi kemungkinan ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhanya. Keluarga Nn Rasni, Nn Rasni salah satu klien yang tidak bekerja karena sakit yang dialaminya, setiap hari kebutuhan dicukupi oleh orang tuanya dan saudaranya.kondisi tersebut semakin berat jika klien harus dirawat dirumah sakit karena beban biaya akan bertambah. f. Lama Rawat Hari rawat yaitu 3-4 hari dengan lama rawat paling sedikit 1 hari dan paling lama 17 hari. Hari rawat berkaitan dengan kondisi keuangan. Mariam (2008) juga menemukan bahwa tingkat kecemasan keluarga dipengaruhi oleh lama rawat klien semakin lama semakin cemas berkaitan dengan biaya perawatan di rumah sakit. Lama rawat dapat meningkatkan stresor pada anggota keluarga. Kecemasan merupakan

75 59 salah satu beban keluarga yang timbul akibat dari koping keluarga tidak efektif. Stuart & Sundeen, (2009) Beban Subyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam situasi sosial, koping stress terhadap gangguan prilaku dan frustrasi yang disebabkan karena perubahan hubungan. g. Diagnosis Medis diagnosis medis terbanyak adalah Hipertensi yaitu 22%. Sebagian besar pasien tidak hanya mempunyai satu diagnosis medis tapi lebih dari satu misalnya skizofrenia dengan low intake. dilakukan oleh McCubbin, Patterson dan Wison (1983, dalam Friedman 2010) dari 71 kategori peristiwa hidup penuh stres, yang diukur menggunakan Family Inventory of Life Event and Change Scale (FILE) sebuah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sakit fisik maupun sakit kronis menempati peringkat kelima dengan bobot nilai 73. Karasidivis, (2011) menjelaskan bahwa karakteristik anak dengan retardasi mental berperan dalam tingkat stress yang dimiliki oleh orang tua diantaranya adalah prognosis penyakit, gejala yang ditunjukan anak termasuk keparahan tanda dan geljalanya. h. Diagnosis Keperawatan Menujukan diagnosis psikososial terbanyak adalah ansietas yaitu sebanyak 58%. Diagnosis Gangguan terbanyak adalah defisit perawatan diri yaitu sebanyak 19%., dan diagnosis fisik terbanyak adalah gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu sebanyak 28%. Data tersebut menunjukan bahwa saat klien sakit banyak kebutuhan dasar klien yang tidak terpenuhi, hal tersebut menuntuk keluarga untuk mampu memenuhinya. Weldeslassie, (2008) menjelaskan faktor yang mempengaruhi beban keluarga dalam merawat lansia salah satunya adalah tingkat ketergantungan klien.

76 60 Heru, (2000) menjelaskan beban keluarga di pengaruhi oleh gejala yang dialami oleh klien, hal tersebut berhubungan erat dengan kemampuan keluarga dalam mengatasi gejala yang dialami oleh klien. Handayani (2009). Menjelaskan kelurga dengan stroke mengalami kemunduran aktifitas karena tingkat ketergantungan klien. Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Perawat berperan membantu keluarga dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan tiga tingkatan hubungan dengan klien yaitu perawat sebagai pengganti bagi klien, perawat sebagai penolong, dan perawat sebagai mitra dengan klien, klien yang dimaksud adalah keluarga. Stress keluarga timbul karena ketidak mampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang sakit. i. Tindakan Invasif Tindakan invasif terbanyak adalah pemasangan infus dan injeksi yaitu sebanyak 100%. Sukoco, (2002) dalam Mariam (2008) Reaksi cemas yang timbul akibat hospitalisasi berbeda pada setiap orang, karena tinggal di rumah sakit bukanlah suatu pengalaman yang menyenangkan, dimana klien harus mengikuti peraturan serta rutinitas ruangan salah satunya adalah tindakan invasif yang diberikan ke klien. Tindakan tersebut tidak sedikit yang menimbulkan sakit pada anggota keluarga, kondisi tersebut yang menjadi salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan. Bowen, dalam Fredman (2010) menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional,

77 61 kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga. Kondisi tersebut dapat diperburuk dengan kurangnya informasi terkait dengan kondisi penyakit atau tindakan sehingga perlu adanya informed consent yang tepat sebelum melakukan tindakan tersebut. Penjelasan diatas menjelaskan tentang stimulus yang mempengaruhi kejadian koping keluarga tidak efektif. Anggota keluarga yang sakit menjadi satu penyebab utama koping keluarga tidak efekti. Stimulus konstektual berupa karakteristik klien dan keluarga, kondisi penyakit yang dialami klien meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan, lama rawat, tindakan invasif, faktor keluarga antara lain pola komunikasi keluarga Stimulus Residual Stigmatisasi, stereotip dan diskriminasi menjadi masalah utama dalam pengobatan, mengatasi masalah kesehatan. Stigmatisasi membuat klien berpenyakit kronis atau menular, klien semakin jauh dari bantuan dan layanan kesehatan dan sosial. Stigma dan diskriminasi mengganggu dan menghalangi intervensi yang baik, meminimalkan penderitaan dan meningkatkan integrasi sosial. Klien dan keluarga menjadi putus asa oleh stigmatisasi, sehingga menyebabkan meningkatkan beban sosial yang dihadapi keluarga. Friedman, 2010 menjelaskan bahwa stereotip adalah kurangnya pengakuan terhadap individu dan pemberian label, melibatkan penolakan tidak mengijinkan adanya keragaman individu.

78 62 Penjelasan diatas menunjukan bahwa stress keluarga dipengaruhi oleh persepsi keluarga terhadap penyakit kronis yang dialami oleh klien. Keluarga Ade putri, berkeyakinan bahwa klien tidak mungkin mengalami sakit jiwa klien beranggapan bahwa klien hanya kelelahan sehingga klien perlu dirawat dirumah sakit. 5.2 Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak efektif Analisis proses interaksi akan dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori Adaptasi Roy. Proses adaptasi keluarga dalam sebuah sistem keluarga dapat dilihat dari fungsi keluarga. Roy dalam Alligod, (2014) menjelaskan klien dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit - unit fungsionil atau beberapa unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut proses kontrol koping yang dapat dilakukan individu dapat berupa proses kontrol stabilizer dan proses kontrol inovator Proses koping Proses adaptasi keluarga dalam sebuah sistem keluarga dapat dilihat dari fungsi keluarga. Roy dalam Alligod, (2014) menjelaskan klien dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit - unit fungsionil atau beberapa unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Proses adaptasi dimulai saat keluarga merasa bahwa ada perubahan fungsi yang dimiliki keluarga oleh karena adanya stimulus yang ada. Mc. Cubbin (1993) dalam Friedman (2014) menjelaskan adaptasi adalah proses yang melibatkan adanya restrukturisasi pola fungsi. Friedman, (2010) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga, fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Kecacatan atau penyakit kronis sangat mempengaruhi tugas perkembangan keluarga sebagai akibat dari penurunan fungsi keluarga. Stimulus yaitu anggota keluarga yang sakit secara langsung akan mempengaruhi sistem keluarga yaitu keberfungsian sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan pencapaian kebutuhan

79 Struktur Komunikasi dan Pengambilan Keputusan Sebagian besar keluarga menggunakan komunikasi terbuka yaitu sebanyak 94% dan musyawarah digunakan sebagai upaya untuk pengambil keputusan dan kepala keluarga menjadi pembuat keputusan. Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi, dan pendapat (Mc. Cubbin &Dahl,1985dalam Friedman, 2014). Satir, menjelaskan bahwa semakin disfungsional komunikasi keluarga, maka semakin disfungsional keluarga tersebut. Hasil dari praktek residensi ini menunjukan bahwa beberapa keluarga sulit mempertahankan bentuk dan mengembangkan komunikasi terbuka. Kekuasaan dalam keluarga menurut Olson dan Kronwell (1975, dalam Friedman, 2010) didefinisikan sebagai kemampuan aktual atau potensial dari anggota keluarga untuk mengubah perilaku anggota keluarga lainnya. Komponen utama kekuasaan keluarga adalah pengaruh dan pembuatan keputusan. Sebagian besar keluarga menggunakan komunikasi terbuka yaitu sebanyak 94%. Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi, dan pendapat (Mc. Cubbin &Dahl,1985dalam Friedman, 2014). Satir, menjelaskan bahwa semakin disfungsional komunikasi keluarga, maka semakin disfungsional keluarga tersebut. Hasil dari praktek residensi ini menunjukan bahwa beberapa keluarga sulit mempertahankan bentuk dan mengembangkan komunikasi terbuka. Keluarga Tn umar. Istri klien merasa kesulitan untuk menyampaikan keinginan dan perasaan yang dialaminya kepada suaminya hal tersebut terjadi karena suami mudah marah dan tersinggung selama klien dirawat di rumah sakit Peran keluarga Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan perilaku yang secara homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran keluarga terbagi dua yaitu peran formal atau terbuka dan peran informal atau tertutup (Friedman,2010). Sebagian besar keluarga adalah

80 64 berstatus sebagai istri klien yaitu 28%. Beberapa keluarga menunjukan ada perubahan peran yang dialami oleh keluarga selain perubahan peran juga didapatkan peran ganda yang dialami oleh keluarga salah satunya adlah keluarga. Friedman, 2014 menjelaskan bahwa keluarga sering tidak dapat dipertahankan fungsi peranya karena ada anggota keluarganya yang sakit. Tn Willy dimana tuan willy sebagai tulang punggung keluarga tidak dapat memenuhi peranya sebagai pemenuh kebutuhan ekonomi keluarga sehingga istri harus berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut selain harus memenuhi peran lain yaitu peran perawatan untuk suaminya Emotional Eksperience Emotional Eksperience ditunjukan dengan adanya beberapa keluarga mengalami kesulitan penyampaian perasaan yaitu sebanyak 14%. Friedman (2010) menjelaskan tentang fungsi afektif dimana keluarga memberikan kebutuhan psikologis, kebutuhan untuk memahami, kebutuhan untuk kasih sayang dan bahagia. Kemampuan keluarga dalam menyampaikan perasaan akan meningkatkan rasa saying dan bahagia. Friedman, (2010) menjelaskan banyaknya stressor yang ada akan membuat anggota keluarga semakin tidak sensitif dan kurang saling mencintai. Anak Ny Fatimah Rosul mengatakan sulit mengerti apa yang diinginkan oleh ibunya, klien juga mengatakan sulit menyampaikan kekhawatiran yang dialami oleh ibunya dan yang terjadi ibu selalu salah paham, marah, dan sering berselisih pendapat dengan klien. Whyte, (2002) ketika mereka bisa menyampaikan pengalaman emosinya dalam hal ini adalah perasaan berdukanya bersama-sama maka akan diperoleh perasaan kenyamanan dan dukungan dari anggota keluarga yang lain. Ketika Sebaliknya, orang tua dalam konflik dan tidak ada dukungan keluarga, maka keluarga dapat pecah dan / atau anggota individu merasa tertekan. Pendapat tersebut menjelaskan kemampuan keluargadalam menyampaikan perasaan aka meningkatkan kekuatan keluarga itu sendiri karena adanya dukungan dan penguatan, sebaliknya jika tidak ada ungkapan perasaan maka ada anggota keluarga yang merasa tertekan Sumber daya keluarga

81 65 Sumber daya yang dimiliki oleh keluarga. Dari hasil pengkajian didapatkan 100% belum tau atau mengalami kesulitan dalam merawat keluarga. Henderson dalam Alligood, 2014 menjelaskan masalah keperawatan salah satunya dapat disebabkan oleh ketidaktauan cara perawatan. Keluarga Nn. Rasni mengatakan bingung dan tidak tau apa yang dilakukan jika perut klien semakin membesar karena asites dan sesak klien tak tertahan. fungsi perawatan kesehatan, pemenuhan kebutuhan fisik sandang, papan dan perawatan kesehatan. Kemampuan perawatan kesehatan keluarga menjadi salah satu penyebab masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif. Ketidakmampuan keluarga dalam menstabilkan kebutuhanya sehari hari berdampak pada peningkatan stress dan beban keluarga. Friedman, (2010) menjelaskan tentang pengaruh sistem keluarga dimana sakit sangat mempengaruhi tugas perkembangan keluarga sebagai akibat dari penurunan fungsi keluarga hal inilah yang akan semakin memperburuk beban keluarga Koping Keluarga Koping keluarga adalah respon perilaku dari anggota keluarga dan seluruh keluarga sebagai satu kesatuan unit untuk mangatasi stressor, dan memperbaiki konflik dan tekanan dalam keluarga agar keluarga bisa beradaptasi kembali dengan lingkunganya (Mc cubbin & Patterson, 1983, dalam friedman 2010). Hasil pengkajian menunjukan koping yang sering digunakan oleh keluarga adalah spiritual dan masing masing keluarga tidak hanya menggunakan satu koping tapi berfariasi lebih dari satu. Hill, 1949 dalam Friedman, 2010, menjelaskan tentang variabel utama yang menimbulkan krisis keluarga yang pertama adalah sumber stressor itu sendiri, sumber keluarga dan koping yang dilakukan dan dipengaruhi oleh persepsi terhadap stress yang akan menghasilkan suatu keadaan krisis atau non krisis.

82 66 Hasil dari analisis didapatkan juga bervariasinya koping yang dilakukan oleh keluarga dimana keluarga tidak hanya menggunakan 1 koping saja tetapi bisa lebih. Guess, (1996) menjelaskan tentang bagamana orang tua menggunakan strategi koping untuk mengatasi stressnya, yaitu dengan melalui kombinasi strategi problem-focused, misalnya, pemecahan masalah planful konfrontasi, dan mendapatkan dukungan sosial, bukan dari satu strategi. Dylis, (2003) menjelaskan bahwa strategi koping yang berfokus pada memperkuat kehidupan keluarga dan pandangan optimis yang lebih bermanfaat dari pada yang ditujukan untuk pengembangan diri atau dukungan hubungan dengan orang tua atau profesional lainnya. Hasil juga didapatkan bahwa koping yang paling sering digunakan adlah mencari dukungan spiritual. Blair, (2003) menjelaskan orang tua dengan anak yang memiliki kecacatan menggunakan koping spiritual sebagai sarana untuk sarana memberikan makna positif dan dukungan social. Dukungan spiritual digunakan sebagai upaya penguatan diri dan dukungan social dalam menghadapi masalah yang dialami keluarga selama merawat anggota keluarga Beban keluarga Koping keluarga tidak efektif tersebut dapat diidentifikasi dari tabel beban keluarga. Hasil kegiatan praktik residensi pada keluarga yang mengalami masalah koping keluarga tidak efektif mengalami beberapa gejala sebagai berikut perasaan cemas terhadap klien yaitu sebanyak 100%. Gejala lain meliputi perubahan fisiologis seperti sulit tidur, tidak nafsu makan, kelelahan, dan perubahan tandatanda vital. Perubahan perilaku ditunjukan dengan kesulitan mengikuti aktifitas harian atau aktivitas sebelum ada keluarga yang sakit. Gejala tersebut merupakan bentuk ketidakefektifan koping keluarga dalam mengatasi stimulus yang ada. Tanda gejala koping keluarga tidak efektif antara lain depresi, penyangkalan kondisi yang dialami klien, pengabaian, sikap

83 67 bermusuhan, melakukan rutinitas tidak biasa, agitasi, perkembangan ketergantungan klien, perubahan perilaku keluarga yang mengganggu, meninggaalkan, acuh, intoleransi, gejala psikosomatis, penolakan, keprihatinan yang mendalam pada klien (NANDA, 2014; Carpenito, 2007). Tanda gejala tersebut merupakan bentuk dari proses adaptasi yang dihadapi oleh keluarga terhadap anggota yang sakit Intervensi Asuhan Keperatan Koping Keluarga tidak efektif Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidaktauan dan kekuatan keluarga dalam memenuhi kebutuhanya. Untuk itu perlu satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kekuatan keluarga dalam memenuhi kebutuhanya. Rumah Sakit Marzuki Mahdi Bogor telah menerapakan manajemen pelayanan yang dikembangkan bertujuan untuk menunjang pemberian pelayanan keperawatan holistik dan komprehensif. Pelayanan tersebut sudah membudaya di setiap ruangan. Pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan, telah terintegrasi antara pemberian terapi generalis koping keluarga tidak efektif dan terapi spesialis keperawatan jiwa psikoedukasi keluarga, dimana hasil menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam merawat dan mengatasi masalah keluarga yang berkaitan dengan perawatan anggota keluarga yang sakit. Selain membantu keluarga memenuhi fungsi perawatannya perawat juga berperan untuk meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam mengelola beban yang dialami keluarga selama merawat anggota yang sakit. Henderson menjelaskan bahwa tugas perawat adalah mampu meningkatkan kemandirian klien untuk kelak dapat merawat dirinya sendiri. Lebih lanjut klien yang dimaksud adalah keluarga, meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengelola beban anggota keluarganya juga menjadi tujuan asuhan keperawatan.

84 Output Asuhan Keperawatan Koping Keluarga tidak efektif Hasil dari tindakan generalis dan spesialis menunjukan peningkatan kemampuan generalis dan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak efektif. Sebagian keluarga sebanyak 13 keluarga tidak mengikuti kegiatan psikoedukasi sampai selesai. Dari tabel tersebut menggambarkan keluarga yang diberikan psikoedukasi sampai selesai menunjukan peningkatan kemampuan merawat keluarga dan dalam mengelola stress dan bebanya. Kemampuan pengelolaan beban keluarga ditunjukan dengan penurunan tanda gejala lebih dari 75%. Kondisi tersebut berbeda saat keluarga hanya diberikan tindakan generalis yang rata-rata penurunanya sebanyak 11,42%. Efektifitas terapi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyati (2010); Setiawan (2012) Kemampuan keluarga merawat klien yang mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga. Waluyo (2014) menyimpulkan bahwa terapi psikoedukasi dapat meningkatkan pengetahuan responden dan menurunkan tingkat depresi. Terapi psikoedukasi dapat digunakan sebagai terapi alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi perawatan keluarga dan kemampuan keluarga dalam mengatasi beban perawatan. 5.4 Kendala Pelaksanaan Asuhan Keperatan Koping Keluarga tidak efektif Pelaksanaan Terapi Penulis merasakan beberapa kendala dalam pelaksanaan terapi keperawatan. Hasil pelaksanaan terapi pada keluarga didapatkan belum maksimal danmasih adanya tanda gejala yang belum teratasi, hal tersebut berkaitan dengan status kesehatan anggota keluarga yang dapat sewaktu-waktu berubah. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh karena koping keluargabersifat dinamis. Jadi perlu upaya yang berkesinambungan terkait pelaksanaan asuhan koping keluarga tidak efektif Lingkungan Perawatan

85 69 Kendala yang dihadapi oleh penulis terkait dengan lingkungan perawatan adalah belum adanya tempat khusus yang dapat digunakan oleh perawat saat melakukan terapi keluarga dengan klien, padahal terapi keluarga ini membutuhkan privacy supaya keluarga dapat secara terbuka mengungkapkan masalahnya. 5.5 Rencana Tindak Lanjut Klien: Rencana tindak lanjut bagi klien setelah pulang adalah anjuran klien untuk melakukan terapi baik generalis maupun spesialis yang telah diajarkan oleh perawat Keluarga: Pada keluarga disarankan untuk melakukan terapi baik generalis maupun spesialis yang telah diajarkan oleh perawat. Sebagai upaya membudayakan koping efektif yang telah dimiliki saat ini Perawat Ruangan: Perawat memberikan kesempatan keluarga untuk sharing mengenai masalah atau kesulitan yang dihadapi selama menerapkan terapi yang telah diajarkan kepada klien salah satunya adalah merencanakan pertemuan saat klien kontrol. Membudayakan bentuk asuhan keperawatan keluarga yang telah diberikan. 5.6 Rekomendasi Penjelasan diatas menggambarkan tentang penerapan asuhan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan pendekatan model adaptasi roy dan kebutuhan dasar Henderson. Pendekatan model tersebut dapat direkomendasikan dalam penerapan asuhan keperawatan keluarga dirumasakit mulai pengkajian sampai evaluasi. Pengkajian bisa berupa stimulus yang dapat mempengaruhi koping keluarga, pengkajian selanjutnya adalah pengkajian mengenai keberfungsian keluarga untuk menilai sejauh mana stimulus dapat mempengaruhi keluarga meliputi struktur komunikasi keluarga, sumber daya keluarga, fleksibilitas peran,

86 70 dan emosional eksperience. Pengkajian selanjutnya adalah pengkajian koping keluarga dan pengkajian tanda gejala koping tidak efektif yang dapat diidentifikasi dengan ada atau tidaknya beban keluarga. Intervensi diberikan mengacu pada peningkatan kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan kemampuan klien dalam mengelola beban keluarga yang dirasakan. Terapi psikoedukasi keluarga dapat dijadikan sebuah pilihan untuk mengatasi koping keluarga tidak efektif khususnya untuk peningkatan kemampuan dan untuk mengurangi beban keluarga. BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan simpulan dari penyusunan karya ilmiah akhir beserta saran bagi pihak terkait yang berhubungan dengan praktik klinik keperawatan jiwa di Rumah Sakit. 6.1 Simpulan Stimulus fokal pada keluarga dengan masalah koping tidak efektif yang berupa masalah kesehatan anggota keluarga, dimana 100 % disebabkan karena

87 71 anggota keluarga yang sakit. Stimulus konstektual berupa karakteristik klien dan keluarga, kondisi penyakit yang dialami klien meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan, lama rawat, tindakan invasif, faktor keluarga antara lain bentuk keluarga. Stimulus residual yang ditemukan pada keluarga berbentuk norma yang berkaitan dengan peran perawatan keluarga dimana istri dirawat oleh suami, suami dirawat oleh istri dan anak dirawat oleh ibu. Nilai atau persepsi berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap penyakit kronis yang diderita oleh klien Hasil analisis koping keluarga didapatkan adanya perubahan yang terjadi dalam subsistem stabilizator keluarga dan innovator keluarga sehingga menimbulkan beban keluarga sebagai bentuk koping keluarga tidak efektif. Koping keluarga terjadi juga karena ketidak tauan dan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarg yang sakit. tanda gejala tersebut disebabkan oleh adanya respon regulator dan kognator Intervensi pelaksanaan asuhan keperawatan difokuskan dalam membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kemampuan dalam perawatan anggotanya yang sakit serta peningkatan perawatan dirinya terkait dengan beban perawatan yang dialami oleh keluarga pelaksanaan asuhan keperawatan difokuskan dalam membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kemampuan dalam perawatan anggotanya yang sakit serta peningkatan perawatan dirinya terkait dengan beban perawatan yang dialami oleh keluarga dengan melakukan terapi generalis dan 72 spesialis psikoedukasi keluarga Hasil evaluasi pelaksanaan terapi menunjukan bahwa terapi psikoedukasi keluarga lebih yang memberikan efek positif untuk keluarga dengan masalah koping keluarga tidak efektif. Kedua terapi baik terapi generalis keluarga, maupun terapi psikoedukasi keluarga sama-sama meningkatkan kemampuan perawatan keluarga anggota keluarga yang sakit, kemampuan perawatan terkait beban yang dialami selama perawatan tetapi keduanya tidak sama-sama menimbulkan efek turunya tanda gejala koping keluarga tidak efektif.

88 Tindak lanjut perlu diberikan pada klien, keluarga, dan perawat ruangan. Tindak lanjut berhubungan dengan upaya pembudayaan koping yang sudah diajarkan Hasil tulisan ini merekomendasikan pemberian asuhan keperawatan keluarga dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson. Serta merekomendasikan terapi psikoedukasi keluarga untuk penatalaksanaan koping keluarga tidak efektif. 6.2 Saran Berdasarkan simpulan hasil Karya Ilmiah Akhir ini, penulis bermaksud memberikan saran bagi berbagai pihak terkait dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa keluarga, saran saran tersebut antara lain adalah: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Menyusun kebijakan terkait dengan program pelayanan keperawatan jiwa spesialistik bagi klien dan keluarga di tatanan rumah sakit dengan menetapkan standar ketenagaan perawat spesialis jiwa ditatanan layanan kesehatan Menetapkan dan mengatur kebijakan terkait dengan pelaksanaan program pelayanan kesehatan jiwa di komunitas yang berkesinambungan dengan pelayanan di Rumah Sakit dengan meningkatkan program berbasis kesehatan jiwa masyarakat antara lain CMHN dengan memberdayakan perawat CMHN di puskesmas dan kader jiwa dimasyarakat sebagai pendamping klien dan keluarga dalam upaya peningkatan kesejahteraan kesehatan melalui deteksi dini tanda gejala koping keluarga tidak efektif Pelayanan Keperawatan Direktur RSMM a. Perlunya penempatan perawat yang mempunyai kompetensi melakukan pengkajian keperawatan keluarga di masing-masing ruangan guna mendeteksi masalah koping keluarga tidak efektif, dan selanjutnya mampu mengintegrasikan asuhanya kepada ners spesialis di ruangan rawat inap

89 73 umum sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya dalam pemberian terapi spesialis baik bagi klien maupun keluarga. b. Menetapkan kebijakan terkait dengan program pelayanan keperawatan spesialistik khususnya penerbitan standar asuhan keperawatan terkait dengan pelaksanaan manajemen kasus spesialis pada keluarga dengan koping keluarga inefektif. c. Meningkatkan upaya kesehatan yang tidak hanya berfokus pada klien tetapi juga berfokus pada keluarga contohnya dengan mengikutsertakan keluarga dalam perawatan klien. Upaya peningkatan pengetahuan keluarga melalui pendidikan kesehatan yang berkesinambungan diruangan. d. Membentuk kelompok swabantu keluarga dalam upaya meningkatkan dukungan sosial keluarga Kepala Bidang Keperawatan a. Memfasilitasi penerapan pelayanan keperawatan yang bersifat spesialistik melalui program perencanaan pengembangan tenaga perawat spesialis jiwa. b. Memfasilitasi dan mensosialisasikan standar asuhan keperawatan spesialis serta peranan perawat ruangan untuk manajemen kasus koping keluarga inefektif Kepala Ruangan dan Perawat Ruangan Mempertahankan dan meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien maupun keluarga secara komprehensif dan berkesinambungan. Pelayanan keperawatan yang diberikan dapat berupa pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan kemampuan perawatan anggota keluarga yang sakit, serta pelaksananan asuhan yang terkait dengan beban keluarga yang timbul selama perawatan melalui manajemen stress dan menejemen beban keluarga Program Spesialis Keperawatan Jiwa FIK UI dan Kolegium Melanjutkan kerjasama dengan pihak Rumah Sakit DR.H.Marzoeki Mahdi Bogor, selain untuk praktik mahasiswa juga untuk pengembangan berbagai terapi

90 74 keperawatan spesialistik guna untuk menangani keluarga dengan masalah keperawatan koping keluarga inefektif Memfasilitasi praktik mandiri keperawatan jiwa spesialis melalui program standarisasi dan lisensi praktik keperawatan jiwa spesialis Menyusun dan mengembangkan Model praktek keperawatan keluarga terutama di unit perawatan umum Riset Keperawatan Perlunya pengembangan penelitian untuk menguji efektifitas terapi dengan komparasi berbagai karakteristik keluarga klien dengan penyakit fisik dengan menggunakan pendekatan teori. DAFTAR PUSTAKA Alligood, M.R. (2014). Nursing theorist and Work. Eight Edition. New York: Elsevier, Inc Bandji, (2012). Comparison and Contrast of Orem's Self Care Theory and Roy's Adaptation Model. Nursing Jurnal Vol 1. The Aga Khan University, School of Nursing and Midwifery Blair, (2003). The use of religious coping and perceptions of family Functioning of parents who have a child with a developmental Disability. diakses tanggal 17 Juni 2015

91 75 Binyamini, (2011). Mothers of Children with Developmental Disorders In the Bedouin Community in Israel: Family Functioning, Caregiver Burden, and Coping Abilities. diakses tanggal 17 Juni 2015 Church, (2005). The Effect Of Family Psychoeducational Therapy And social Skills training On Burden, Coping Skills And Social Support Of Caregivers Of Patients Diagnosed With Schizophrenia And/ Or Schizoaffective Disorder. diakses tanggal 17 Juni 2015 Dylis, (2003). effects of personal and environmental factors, uncertainty stress, and coping on family functioning in parents of children with neurofibromatosis 1:a nursing path analytic study. diakses tanggal 17 Juni 2015 Friedman, M.M. (1998). Keperawatan keluarga Riset teori dan praktek. Jakarta: EGC. Friedman, M.M. (2010). Keperawatan keluarga Riset teori dan praktek. Jakarta: EGC. Fontaine, K. L. (2009). Mental Health Nursing (6th ed.). New Jersey: Pearson Publisher, Inc. Guess. Pamela E, (1996) Parental Perceptions of Stress and Coping: Families of Preschoolers With and Without Disabilities. diakses tanggal 17 juni 2015 Henderson, (2006). The Consep Of Nursing. Author. Journal compilation. Blackwell Publishing Ltd Heru (2000).Family Functioning, Burden, and Reward in the Caregiving for Chronic Mental illness. diakses tanggal 17 januari 2014 Hill, F.,Newmark, R.,and Grange, L, (2003), Subjective Perceptions Of Stress & Coping By Mathers Of Children With Intelectual Disability A Needs Assessment International Journal of Special Education, Vol 18, No 1 Hill, M et al Parenting resilience. Avaible at: Hodapp, R., Dykens, E.M., Masino L.L., Families of Children with Prader- Willi Syndrome:Stress-Support and Relations to Child Characteristics. Journal of Autism and Developmental Disorders 27 (1),

92 76 Hollahan, (2003) Parental Coping and Family Functioning in Families with Children with Mental Retardation and Chronic Illness. diakses tanggal 17 Juni 2015 Iswanti, D. I. (2012). Pengaruh Terapi Perilaku Modeling Partisipan Terhadap kepatuhan Minum Obat Pada Klien Penatalaksanaan Regimen Terapeutik Tidak Efektif di RSJD Dr. AminoGondohutomo Semarang. (Tesis).Depok. Tidak dipublikasikan. Kaakinen, (2005). Family Health care nursing. Davis Company. Philadelpia Karasavvidis, S, (2011) Mental Retardation and Parenting Stress. International Journal of Caring Sciences 2011 January-April Vol 4 Issue 1 Kaplan & Sadock.(2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta: EGC Kimemia, (2006). Caregiver Burden And Coping Responses For Females Who Are The Primary Caregiver For A Family Member Living With Hiv/Aids In Kenya. diakses tanggal 17 januari 2014 Kogan,M.D.,&Strickland,B.B(2008). A national profile of the health care experiences and family impact of autism spectrum disorder among children in the United states, diakses tanggal 17 januari 2014 Lanfranchi, Silvia & Vianello, Renzo. (2012) Stress, Locus of Control, and Family Cohesion and Adaptability in Parents of Children with Down, Williams,Fragile X, and Prader-Willi Syndromes American Journal On Intellectual And Developmental Disabilities, Vol. 117, No. 3, Lehman, A. (2006). Measure of Quality of Life among persons with severe and persistent mental disorders. Soc Psychiatry Epidemiology. 31: Lisiane, (2005), The Effect Of Family Psychoeducational Therapy And Social Skills Training On Burden, Coping Skills And Social Support Of Caregivers Of Patients Diagnosed With Schizophrenia And/ Or Schizoaffective Disorder. ProQuest Luescher, Jennifer L. (1999) Parental burden, coping, and family functioning in primary caregivers of children with Joubert sy... Journal of Child Neurology; Oct 1999; 14, 10; ProQuest Marron, (2012). Burden on Caregivers of Children with Cerebral Palsy: Predictors and Related Factor. Universitat Oberta de Catalunya: Barcelona

93 77 McCubbin, (1991), Family crisis orientated personal evaluation scales [F COPES], A sourcebook. 3rd Ed. (2vols.)NY, Free Pr. V. 1, Pg McCubbin, (1983), Coping Health Inventory For Parents (Chip). es_new/assess_chip.htm Meleis, A. I. (2012). Theoritical Nursing Developmental & Progress. Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Potter, P.A. & Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing : Concepts, Process and Practice. Philadelphia : Mosby Year Book Inc. Roy, S.C., dan Andrews, H.A. (2009). The Roy Adaptation Model. Third Edition. Stamford: Appleton & Lange. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (Profitasari & T. M. Nisa, Trans. 2 ed.). Jakarta: Penerbit EGC. Setiawan (2012). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien HDR Depok. Tesis. FIK-UI. Tidak dipublikasikan Sunarti, (2011). Pengelolaan stress pada keluarga korban bencana tanah longsor di Bogor. Jurnal Keluarga Dan Konseling Vol 4. Bogor. ITB. Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.). Missouri: Mosby, Inc. Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2005). Pinciples and Practice of Psychiatric Nursing (8 ed.). Missouri: Mosby, Inc. Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-Based Practice. Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis Company Varcarolis, E.M., dan Halter, M.J., (2010). Foundations of Psychiatric Mental Health Nursing A Clinical Approach. Sixth Edition. St Louise. New York. Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (R. Komalasari & A. Hani, Trans.). Jakarta: EGC. Waluyo, (2014). Pengaruh Terapi Psikoedukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Depresi Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa Rutin. Depok. Tesis. FIK-UI. Tidak dipublikasikan

94 78 Weldeslassie, (2008). Caregiving To Elders: An Analysis Of Family Caregiver Burden. ProQuest Wulan, (2013). Menejemen asuhan keperawatan spesialis koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy. Depok. KIA. FIK-UI. Tidak dipublikasikan Whyte, Doroty, (2002). Explorations in Family Nursing. Routledge, london Wiyati, R., Wahyuningsih, D., dan Widayanti, E.D. (2010). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan Soedirman Yosiana, (2012). Gambaran tingkat stress keluarga yang di rawat di RSAl- islam Bandung. Bandung. Universitas Padjajaran.

95 0 MODUL PANDUAN Family Psychoeducation (FPE) DISUSUN OLEH: Tim FIK UI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA UNIVERSITAS INDONESIA 2015

96 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Family psychoeducation therapy (FPE) adalah psikoedukasi dengan fokus pada pemecahan masalah dan terapi komunikasi, hasil dari intervensi ini menunjukan penurunan perasaan penolakan oleh anggota keluarga, menurunkan kekambuhan perawatan, meningkatkan komunikasi anggota keluarga dan fungsi pasient, pemulihan dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan (Nathan & Gorman, 2007 dalam Stuart, 2009). Psikoedukasi pada keluarga termasuk pada pasien dengan penyakit berat, seperti skizoprenia, depresi dan gangguan bipolar dan di kombinasi dengan pharmakoterapi (Nathan & Gorman, 2007 dalam Stuart, 2009). FPE merupakan salah satu program perawatan kesehatan jiwa yang melibatkan keluarga melalui pemeberian informasi dan edukasi yang menggunakan komunikasi yang terapeutik dalam penyampainnya. FPE merupakan salah satu elemen program kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik. Tujuan program pendidikan ini adalah meningkatkan pencapaian pengetahuan keluarga tentang penyakit dan mengajarkan keluarga teknik pengajaran untuk keluarga dalam membantu mereka melindungi keluarga dengan mengetahui gejala-gejala perilaku serta yang mendukung kekuatan keluarga itu sendiri (Stuart & Laraia, 2005). FPE menggunakan pendekatan keluarga dengan pendekatan yang bersifat eduakasi dan pragmatik (Stuart & laraia, 2005). Psikoedukasi keluarga tenaga keperawatan jiwa profesinal bekerjasama dengan memberikan pelatihan dan pengajaran serta kepada intervensi aau perawatan keluarga anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (Anderson, 993, dalam Levine, 2002 dalam Nauli 2011). Berdasarkan definisi tersebut dijelaskan psikoedukasi merupakan salah 1

97 2 satu jenis terapi keluarga yang memberikan informasi, edukasi dan cara perawatan keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami masalah psikosial seperti depresi. Tujuan utama psikoedukasi keluarga adalah berbagi infoemas tentang perawatan kesehatan jiwa (Varcolis. 2006). Psikoduasi membrikan informasi, pengetahuan, pembelajran pada keluarga tentang manajemen stres keluarga yang mengalami distress sehimgga kleuarga memahami dan mampu menggunakan koping dalam menyelesaikan maslah yang terjadi pada keluarga (Goldenberg & Goldenberg, 2004 dalam Nauli, 2011). Pengetahuan diperoleh dengan proses pembelajaran, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup (Notoatmojo, 2010). Psikodeukasi keluarga memberikan pemahaman dan informasi pada keluarga tentang dengan penyakit, gangguan jiwa sera masalah keluarga, mengajarkan keluarga cara melakukan perawatan yang dilakukan dalam mengatasi perubahan perilaku klien dan memberikan kekuatan dan fungsi keluarga (Mc Farlane dlam Stuart & Laraia, 2005) mengingat hal tersebut psikoedukasi dapat memberikan pengaruh positif pad klien gangguan jiwa, masalah psikososial dan juga kepada keluarga pasien tersebut. B. Tujuan Setelah mempelajari modul ini diharapkan terapis mampu: 1. Melakukan psikoedukasi keluarga pada keluarga yang anggotanya mengalami penyakit fisik 2. Melakukan melakukan evaluasi psikoedukasi keluarga pada keluarga yang anggotanya mengalami penyakit 3. Melakukan pendokumentasian

98 3 BAB II PEDOMAN PELAKSANAAN A. Pengertian Psikoedukasi keluarga adalah salah satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik (Stuart & Laraia, 2005). Psikoedukasi keluarga adalah suatu metoda berdasar pada penemuan klinis untuk melatih keluarga-keluarga dan bekerja sama dengan para profesional kesehatan jiwa sebagai bagian dari perawatan menyeluruh secara klinis yang direncanakan untuk anggota keluarga (Minddisorders, 2009). Sedangkan menurut Carson (2000) psikoedukasi merupakan alat terapi keluarga yang makin popular sebagai suatu strategi untuk menurunkan faktorfaktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan gejala-gejala perilaku. Jadi pada prinsipnya psikoedukasi ini membantu anggota keluarga dalam meningkatkan pengetahuan tentang penyakit melalui pemberian informasi dan edukasi yang dapat mendukung pengobatan dan rehabilitasi pasien dan meningkatkan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan utama dari terapi psikoedukasi keluarga adalah saling bertukar informasi tentang perawatan kesehatan mental akibat penyakit fisik yang dialami, membantu anggota keluarga mengerti tentang penyakit anggota keluarganya seperti gejala, pengobatan yang dibutuhkan untuk menurunkan gejala dan lainnya (Varcarolis, Carson and Shoemaker, 2006). 3

99 4 2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit dan pengobatan. b. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam upaya menurunkan angka kekambuhan atau serangan berulang pada penyakit yang diderita. c. Mengembalikan fungsi pasien dan keluarga d. Melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan, bertukar pandangan antar anggota keluarga dan orang lain. C. Indikasi Psikoedukasi Keluarga 1. Keluarga dengan masalah psikososial dan gangguan jiwa 2. Keluarga yang membutuhkan latihan keterampilan komunikasi atau latihan menjadi orang tua yang efektif. 3. Keluarga yang mengalami stress dan krisis. 4. Keluarga yang membutuhkan pembelajaran tentang mental, keluarga yang mempunyai anggota yang sakit mental/ mengalami masalah kesehatan dan keluarga yang ingin mempertahankan kesehatan mentalnya dengan latihan ketrampilan 5. Keluarga yang membutukan pendidikan dan dukungan dalam upaya preventif (pencegahan) timbulnya masalah kesehatan mental keluarga D. Tempat Psikoedukasi keluarga dapat dilakukan dirumah sakit baik rumah sakit umum maupun rumah sakit jiwa dengan syarat ruangan yang tenang. Dapat juga dilakukan dirumah keluarga sendiri. Rumah dapat memberikan informasi kepada perawat tentang bagaimana gaya interaksi yang terjadi dalam keluarga, nilai nilai yang dalam keluarga dan bagaimanan pemahaman keluarga tentang kesehatan.

100 5 E. Kriteria Terapist 1. Minimal Lulus S2 Keperawatan Jiwa 2. Memiliki pengalaman dalam praktek keperawatan jiwa F. Metode Terapi, 1. Diskusi atau tanya jawab 2. Demontrasi tergantung kebutuhan terapi. G. Alat Terapi Alat terapi tergantung metode yang dipakai. Antara lain alat tulis dan kertas,booklet/leaflet, poster dan lain sebagainya. Namun alat yang paling utama adalah diri perawat sebagai terapis. H. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan pada disesuaikan dengan tujuan setiap sesi dan ada diformat setiap sesi yang akan dilakukan. Hal yang diharapkan tersebut adalah: 1. Keluarga bersedia menyepakati kontrak,mengetahui tujuan, dapat membagi pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan dengan penyakit fisik dan dapat menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti program psikoedukasi keluarga 2. Perawatan pasien yaitu pengertian penyakit tanda dan gejala, penyebab, dan cara merawatnya hambatan perawatanya.. 3. Manajemen stress yaitu pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan cara mengatasinya 4. Manajemen beban yaitu tanda dan gejala dan cara mengatasi mengatasi beban yang dirasakan. 5. Hambatan dan Pemberdayaan keluarga

101 6 I. Proses Pelaksanaan Psikoedukasi Keluarga akan dilakukan dengan anggota keluarga yang anggota keluarganya mengalami penyakit fisik. Kemudian terapis akan bertemu dengan keluarga dan menanyakan masalah psikososial yang dihadapi saat merawat anggota keluarga yang fisik, dan keluarga dapat kesempatan untuk bertanya, bertukar pandangan dan mencari cara pemecahan masalah yang dihadapi. Adapun proses kerja untuk melakukan psiko edukasi pada keluarga adalah : a. Persiapan 1. Identifikasi dan seleksi keluarga yang membutuhkan psikoedukasi sesuai indikasi dan kriteria yang telah ditetapkan 2. Menjelaskan tujuan dilaksanakan psikoedukasi keluarga 3. Membuat kontrak waktu, bahwa terapi akan dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan dan anggota keluarga yang mengikuti keseluruhan pertemuan adalah orang yang sama yang tinggal serumah dan yang merawat pasien yang sakit b. Pelaksanaan Berdasarkan uraian tujuan khusus yang akan dicapai kelompok menganalisa pencapaian terapi dapat dilakukan pada 5 sesi : Sesi 1 : Pengkajian masalah yang dialami (pengalaman keluarga selama merawat anggota keluarga yang sakit Sesi 2 : Perawatan pasien dengan penyakit fisik yang tediri dari pengertian, tanda dan gejala, etiologi, cara merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit serta kesulitan dan hambatan Sesi 3 : Menajemen stress yang terdiri dari tanda dan gejala, dan cara mengurangi ansietas.

102 7 Sesi 4 : Sesi 5 Manajemen Beban yang terdiri dari tanda-tanda beban dan cara mengatasi beban. : Hambatan dan Pemberdayaan keluarga yang terdiri dari peran anggota keluarga dalam merawat pasien kusta dan hambatan yang akan ditemui.

103 8 BAB III PANDUAN TERAPI PSIKOEDUKASI KELUARGA (FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY) SESI I : PENGKAJIAN MASALAH YANG DIALAMI (PENGALAMAN KELUARGA SELAMA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN SAKIT/AIDS A. TUJUAN SESI I : 1. Keluarga dapat menyepakati kontrak program psikoedukasi keluarga. 2. Keluarga mengetahui tujuan program psikoedukasi keluarga. 3. Keluarga dapat menyampaikan pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan penyakit masalah pribadi yang merawat dan masalah dalam merawat) 4. Keluarga dapat menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti program psikoedukasi keluarga. B. SETTING 1. Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang 2. Terapis menggunakan papan nama C. ALAT DAN BAHAN Booklet atau leaflet, modul, name tag dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan dokumentasi) 8

104 9 D. METODE Curah pendapat, ceramah, diskusi, dan tanya jawab. E. LANGKAH LANGKAH : 1. PERSIAPAN a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan 2. PELAKSANAAN Fase Orientasi : a. Salam terapeutik : salam dari terapis. b. Memperkenalkan nama dan panggilan terapis, kemudian menggunakan name tag. c. Menanyakan nama dan panggilan keluarga d. Validasi Menanyakan bagaimana perasaan keluarga dalam mengikuti program psikoedukasi keluarga saat ini. e. Kontrak : Menjelaskan tujuan pertemuan pertama yaitu untuk bekerjasama dan membantu keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan dengan penyakit fisik yang menimbulkan masalah psikososial. f. Terapis mengingatkan langkah langkah setiap sesi sebagai berikut : 1. Menyepakati pelaksanaan terapi selama 5 sesi 2. Lama kegiatan menit 3. Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga yang tidak berganti. Fase Kerja : a. Menanyakan tentang apa yang dirasakan keluarga selama ini terkait dengan penyakit yang dialami salah satu anggota keluarga. 1. Masalah pribadi dari anggota keluarga sendiri. 2. Masalah dalam merawat anggota keluarga yang sakit 3. Keluarga menuliskan masalahnya pada buku kerja keluarga

105 10 4. Terapis menuliskan pada buku kerja sendiri. b. Menanyakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga dengan adanya salah satu anggota keluarga yang menderita 1. Keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan perubahanperubahan yang dialami dalam keluarga seperti perubahan peran dalam keluarga dan fungsi keluarga setelah adanya anggota keluarga yang mengalami sakit c. Menanyakan keinginan dan harapan keluarga selama mengikuti psikoedukasi keluarga. d. Memberikan kesempatan peserta untuk mengajukan pertanyaan terkait dengan hasil diskusi yang sudah dilakukan. Fase Terminasi : a. Evaluasi : 1. Menyimpulkan hasil diskusi sesi I 2. Menanyakan perasaan keluarga setelah selesai sesi I b. Tindak Lanjut : Menganjurkan keluarga untuk menyampaikan dan mendiskusikan pada anggota keluarga yang lain tentang masalah psikososial dan perubahan-perubahan yang terjadi pada keluarga dengan penyakit fisik c. Kontrak : 1. Menyepakati topik sesi 2 yaitu menyampaikan tentang penyakit 2. Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan selanjutnya. F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI 1. Evaluasi Proses Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan. a. Format Evaluasi

106 11 Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan yang terapis selama memberikan terapi. Bagi Keluarga No Aspek yang dinilai Nama anggota keluarga (caregiver) 1 Menyepakati kontrak kegiatan 2 Menyebutkan tujuan program psikoedukasi keluarga 3 Menyampaikan pengalaman yang dialami selama merawat anggota keluarga 4. Menyampaikan perubahan yang terjadi dalam keluarga misalnya perubahan peran dan fungsi keluarga setelah adanya anggota anggota keluarga 4 Menyampaikan keinginan dan harapan selama mengikuti program psikoedukasi keluarga 5 Aktif dalam diskusi

107 12 Bagi Perawat Nama Perawat:... No Aspek yang dinilai 1 Menyepakati kontrak dengan keluarga 2 Menjelaskan tujuan dari program psikoedukasi 3 Mendengarkan pengalaman yang disampaikan oleh keluarga 4 Mendengarkan keinginan dan harapan anggota keluarga selama mengikuti program psikoedukasi 5 Kontak mata 6 Bersikap empati 7 Memberikan petunjuk yang jelas 8 Sikap terbuka Perawat Ya Tida k b. Format Dokumentasi Tanggal terapi:... Diagnosaeperawatan:... Sesi terapi:...

108 13 Nama anggota Keluarga (caregiver) Perilaku yang ditampilkan Tanda Tangan Perawat

109 14 SESI II : PERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT A. TUJUAN SESI II : 1. Keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya. 2. Keluarga mengetahui pengertian, tanda dan gejala, etiologi, cara merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit dan mampu mengatasi hambatan dan kesulitan selama merawat B. SETTING 1. Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang 2. Terapis menggunakan papan nama C. ALAT Booklet, modul, name tag dan buku kerja keluarga/caregiver (format evaluasi dan dokumentasi) D. METODE Ceramah, diskusi, curah pendapat dan tanya jawab E. LANGKAH LANGKAH 1. PERSIAPAN a. Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta 2. PELAKSANAAN Fase Orientasi a. Salam terapeutik : salam dari terapis. b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga (caregiver) hari ini dan menanyakan apakah keluarga (caregiver) mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya tentang masalah psikososial yang

110 15 dialami oleh anggota keluarga yang lain. c. Validasi : Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi sebelumnya. d. Kontrak : Menjelaskan tujuan pertemuan kedua yaitu keluarga mengetahui dan dapat menyebutkan tentang penyakit yang dialami oleh anggota keluarganya serta mendapatkan informasi tentang penyakit dari terapis yang terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, etiologi, cara merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit berdiskusi terkait kesulitan yang dihadapi selama merawat. e. Terapis mengingatkan langkah langkah setiap sesi sebagai berikut : 1) Lama kegiatan menit 2) Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga yang tidak berganti. Fase Kerja a. Mendiskusikan tentang penyakit yang dialami oleh salah satu anggota keluarga:caregiver menyampaikan dari pengertian mereka sendiri b. Memberikan reinforcement positif terhadap apa yang sudah disampaikan oleh caregiver. c. Menyampaikan tentang konsep meliputi pengertian, penyebab, tanda, prognosis, cara merawat anggota keluarga yang mengalami SAKIT/AIDS d. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk menanyakan tentang penyakit setelah diberikan penjelasan (hal yang kurang jelas setelah diberi penjelasan). e. Memberikan reinforcement positif terhadap apa yang sudah disampaikan

111 16 oleh caregiver Fase Terminasi a. Evaluasi 1) Menyimpulkan hasil diskusi sesi II 2) Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi II selesai b. Tindak lanjut : menganjurkan keluarga untuk menyampaikan tentang materi penyakit yang telah dijelaskan kepada anggota keluarga yang lain c. Kontrak : menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk pertemuan berikutnya. F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI 1. Evaluasi Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan. a. Format Evaluasi Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan yang terapis selama memberikan terapi.

112 17 Bagi Keluarga No Aspek yang dinilai Nama anggota keluarga (caregiver) 1 Mengikuti informasi yang disampaikan 2 Menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, etiologi, cara merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit 3 Kontak mata 4 Mengikuti kegiatan sampai selesai Bagi Perawat Nama Perawat:... No Aspek yang dinilai Ya Perawat Tidak 1. Memberikan informasi tentang penyakit kepada anggota keluarga 2. Memberikan umpan balik atas informasi yang diberikan kepada keluarga. 3. Kontak mata 4. Mendengarkan anggota keluarga 5. Bersikap empati 6. Memberikan petunjuk yang jelas 7. Sikap terbuka

113 18 b. Dokumentasi Tanggal terapi:... Diagnosa keperawatan:... Sesi terapi:... Nama anggota Keluarga (caregiver) Perilaku yang ditampilkan Tanda Tangan Perawat

114 19 Sesi III : MANAJEMEN STRESS YANG DIALAMI OLEH KELUARGA A. TUJUAN: 1. Keluarga mampu menyebutkan pengalaman yang dirasakan akibat salah satu anggota mengalami penyakit 2. Keluarga mendapatkan informasi tentang perasaan dan masalah psikologis yang dialami akibat salah satu anggota mengalami penyakit fisik seperti tanda dan gejala, dan cara mengurangi ansietas. 3. Keluarga dapat mendemontrasikan cara menurunkan masalah psikologis yang dialami keluarga B. SETTING : 1. Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang 2. Terapis menggunakan papan nama C. ALAT : 1. Booklet 2. Instrumen evaluasi dan pulpen D. METODE: Diskusi dan tanya jawab, ceramah dan redemontrasi E. LANGKAH-LANGKAH: 1. PERSIAPAN a. Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta 2. PELAKSANAAN Fase Orientasi a. Memberikan salam terapeutik. b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya penyakit sudah dijelaskan pada sesi sebelumnya. c. Validasi :

115 20 Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi sebelumnya. d. Kontrak : Menjelaskan tujuan pertemuan ketiga yaitu keluarga mengetahui dan dapat menyebutkan tentang perasaan dan masalah psikologis yang dialami oleh anggota keluarganya seperti tanda dan gejala dan cara menguranginya. e. Terapis mengingatkan langkah langkah setiap sesi sebagai berikut : 1) Lama kegiatan menit 2) Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga yang tidak berganti. Fase Kerja a. Menanyakan anggota keluarga terkait dengan masalah Psikologis yang dialami akibat salah satu anggota mengalami penyakit. b. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya c. Menjelaskan ansietas yang dialami akibat salah satu anggota mengalami penyakit dengan menggunakan booklet seperti pengertian, tanda dan gejala dan cara menurunkan masalah Psikologis d. Meminta anggota keluarga mengidentifikasi tanda dan gejala dan cara mengurangi masalah Psikologis sesuai dengan penjelasan terapis. e. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya f. Mendemontrasikan cara mengurangi masalah Psikologis g. Meminta anggota keluarga untuk mendemontrasikan ulang cara menurunkan masalah Psikologis Fase Terminasi a. Evaluasi 1) Menanyakan perasaan anggota keluarga setelah mengikuti sesi III 2) Menyimpulkan hasil diskusi diskusi sesi III b. Tindak lanjut

116 21 Menganjurkan anggota keluarga untuk berlatih cara mengatasi ansietas. c. Kontrak yang akan datang 1) Menyepakati untuk mendiskusikan tanda dan cara dalam mengatasi beban yang dialami oleh caregiver selama merawat anggota keluarganya yang sakit 2) Menyepakati waktu dan tempat terapi berikutnya F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI 1. Evaluasi Proses Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan. a. Format Evaluasi Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan yang terapis selama memberikan terapi. Bagi Keluarga (Caregiver) No Aspek yang dinilai Nama anggota keluarga (caregiver) 1 Menyampaikan perasaanya yang dirasakan akibat anggota keluarga menderita penyakit 2 Mengikuti informasi yang disampaikan yaitu tentang ansietas yaitu tanda dan gejala, dan cara mengurangi beban subyektif. 3 Mengidentifikasi tanda dan gejala serta cara untuk menurunkan beban subyektif 4 Mendemontrasikan kembali cara menurunkan ansietas yaitu deep breathing

117 22 4 Mengikuti kegiatan sampai selesai 5 Kontak mata Bagi Perawat Nama Perawat:... No Aspek yang dinilai 1 Mendiskusikan perasaan yang dialami akibat anggota keluarga yang sakit 2 Memberikan informasi yang disampaikan yaitu tentang tanda dan gejala serta mengatasi bebansubyektif 3 Mendemontrasikan cara menurunkan bebansubyektif 4 Kontak mata 5 Mendengarkan anggota keluarga 6. Bersikap empati 7. Memberikan petunjuk yang jelas 8 Sikap terbuka Perawat Ya Tid ak

118 23 b. Dokumentasi Tanggal terapi:... Diagnosa keperawatan:... Sesi terapi:... Nama anggota Keluarga (caregiver) Perilaku yang ditampilkan... Tanda Tangan Perawat

119 24 Sesi 4 : MANAJEMEN MENGATASI BEBAN YANG DIALAMI OLEH KELUARGA A. TUJUAN: 1. Keluarga mengenal tanda-tanda beban yang dialaminya akibat adanya anggota yang sakit 2. Keluarga mengatahui cara mengatasi beban yang dialaminya akibat adanya anggota keluarga yang sakit 3. Keluarga dapat mendemontrasikan cara berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain untuk mengurangi beban. B. SETING : 1. Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang 2. Terapis menggunakan papan nama C. ALAT : 1. Booklet 2. Instrumen evaluasi dan pulpen D. METODE: Diskusi dan tanya jawab, ceramah, redomantrasi E. LANGKAH-LANGKAH: 1. PERSIAPAN a. Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta 2. PELAKSANAAN Fase Orientasi a. Memberikan salam terapeutik. b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya cara

120 25 yang sudah diterapkan untuk mengurangi ansietas yang sudah dijelaskan pada sesi sebelumnya. c. Validasi : Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi sebelumnya. d. Kontrak : Menjelaskan tujuan pertemuan keempat yaitu keluarga mengetahui dan dapat menyebutkan tentang beban yang dialami oleh anggota keluarganya seperti tanda dan gejala dan cara mengurangi beban yang dialami.. e. Terapis mengingatkan langkah langkah setiap sesi sebagai berikut : 1) Lama kegiatan menit 2) Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga yang tidak berganti. Fase Kerja a. Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang tanda-tanda dan cara mengatasi beban yang dialami akibat adanya anggota keluarga yang sakit b. Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya c. Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang cara mengatasi beban yang dialaminya akibat adanya anggota keluarga yang sakit d. Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya e. Menjelaskan tentang beban yang dirasakan oleh keluarga seperti pengertian, tanda-tanda, dan cara mengatasi beban yang dirasakan yaitu dengan berkomunikasi terbuka dalam keluarga. f. Meminta setiap anggota keluarga menyebutkan kembali tanda-tanda dan cara mengatasi beban keluarga yang sakit

121 26 g. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya h. Terapis mendemonstrasikan cara mengatasi beban dengan menyampaikan perasaan kepada anggota keluarga yang lain, bagaimana komunikasi terbuka didalam keluarga. i. Meminta anggota keluarga untuk mendemonstrasikan ulang. j. Memberikan pujian atas peran anggota keluarga Fase Terminasi a. Evaluasi 1) Menyimpulkan hasil diskusi sesi IV. 2) Menanyakan perasaan anggota keluarga setelah mengikuti terapi psikoedukasi keluarga sesi IV. b. Tindak lanjut Menganjurkan setiap anggota keluarga untuk berlatih komunikasi terbuka dalam keluarga dengan menyampaikan perasaannya dan mendiskusikannya dengan anggota keluarga yang lain. c. Kontrak yang akan datang 1) Menyepakati cara mengatasi hambatan pemberdayaan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit 2) menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan selanjutnya. F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI 1. Evaluasi proses Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan. a. Format Evaluasi Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan yang terapis selama memberikan terapi.

122 27 Bagi Keluarga No Aspek yang dinilai Nama anggota keluarga (caregiver) 1 Menyebutkan tanda-tanda beban yang dirasakan keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit 2 Menyebutkan cara mengatasi beban yang dirasaka keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit 3 Mendemonstrasikan cara mengatasi beban keluarga dengan memaksimalkan fungsi keluarga 4 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir 5 Kontak mata 6 Mendengarkan pendapat orang lain

123 28 Bagi Perawat Nama Perawat:... No Aspek yang dinilai 1 Mendiskusikan tanda-tanda beban yang dirasakan keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit 2 Mendiskusikan cara mengatasi beban yang dirasaka keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit 3 Mendemonstrasikan cara mengatasi beban yang dirasaka keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit dengan memaksimalkan fungsi keluarga 4 Kontak mata 5 Mendengarkan anggota keluarga 6. Bersikap empati 7. Memberikan petunjuk yang jelas 8 Sikap terbuka b. Dokumentasi Perawat Ya Tidak Tanggal terapi:... Diagnosa keperawatan:... Sesi terapi:... Nama anggota Keluarga (caregiver) Perilaku yang ditampilkan Tanda Tangan Perawat

124 29 SESI V : MENGATASI HAMBATAN DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA A. TUJUAN SESI V : 1. Keluarga dapat mengatasi hambatan dalam merawat anggota keluarga yang sakit maupun masalah pada keluarga sendiri. 2. Keluarga dapat berbagi peran dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan anggota keluarga lainnya. 3. Keluarga dapat membuat jadual dalam merawat anggota keluarga yang sakit baik di rumah sakit maupun di rumah. B. SETTING 1. Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang 2. Terapis menggunakan papan nama C. ALAT: 1. Booklet 2. Instrumen evaluasi dan pulpen D. METODE: Diskusi dan tanya jawab, ceramah, latihan membuat jadual kegiatan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit E. LANGKAH-LANGKAH: 1. PERSIAPAN a. Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya b. Mempersiapkan diri, tempat dan keluarga 2. PELAKSANAAN Fase Orientasi a. Memberikan salam terapeutik. b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sesi sebelumnya.

125 30 c. Validasi : Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi sebelumnya. d. Kontrak : Menjelaskan tujuan pertemuan kelima yaitu keluarga dapat memberdayakan anggota keluarga yang lain dan menyebutkan serta mengatasi hambatan dalam merawat anggota keluarga yang maupun masalah pada keluarga sendiri. e. Terapis mengingatkan langkah langkah setiap sesi sebagai berikut : 1) Lama kegiatan menit 2) Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga yang tidak berganti. Fase Kerja a. Menanyakan hambatan yang dirasakan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan hambatan yang dirasakan oleh anggota keluarga sendiri. b. Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya c. Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang peran setiap anggota keluarga selama merawat anggota keluarga dengan penyakit. d. Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya e. Menjelaskan tentang cara berbagi peran dalam keluarga yang lain selama merawat anggota keluarga f. Memberi kesempatan pada keluarga menyebutkan kembali bagaimana membagi peran dalam keluarga selama merawat anggota keluarga yang sakit g. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga dalam memberikan pendapatnya. h. Bersama anggota keluarga untuk membuat jadual dalam merawat anggota keluarga yang sakitbaik dirumah sakit maupun saat dirumah.

126 31 i. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan dan peran anggota keluarga dalam membuat jadual dalam merawat anggota keluarga yang sakit j. Mendiskusikan bersama anggota keluarga cara mengatasi hambatan dan mencari solusi yang terbaik untuk dan anggota keluarga yang lain. Fase Terminasi a. Evaluasi 1) Menyimpulkan hasil diskusi pada sesi V 2) Menanyakan perasaan anggota keluarga setelah mengikuti terapi psikoedukasi keluarga sebanyak lima sesi b. Tindak lanjut 1) Menganjurkan untuk saling berbagi peran dalam keluarga 2) Membuat jadual kegiatan dalam merawat anggota keluarga yang sakit dalam keluarga 3) Mengatasi hambatan yang dialami bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain. c. Terminasi dan menganjurkan anggota keluarga melakukan perawatan dan rehabilitasi dengan menggunakan faslitas kesehatan yang mudah terjangkau untuk tindak lanjut pasien apabila sudah pulang kerumah. F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI 1. Evaluasi proses Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan. a. Format Evaluasi Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan yang terapis selama memberikan terapi

127 32 Bagi Keluarga No Aspek yang dinilai Nama anggota keluarga 1 1 Dapat menyebutkan hambatan yang dialami selama merawat pasien dan hambatan bagi keluarga sendiri dengan masalah pribadi yang dirasakan. 2 Menyebutkan cara berbagi peran dalam keluarga 3 Membuat jadual kegiatan keluarga 4 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir 5 Kontak mata 6 Mendengarkan pendapat orang lain

128 33 Bagi Perawat Nama Perawat:... No Aspek yang dinilai 1 Mendiskusikan hambatan yang dirasakan dalam merawat anggota keluarga yangsakit 2 Mendiskusikan cara berbagi peran dalam keluarga 3 Bersama-sama anggota keluarga membuat jadual kegiatan keluarga 4 Mendiskusikan cara mengatasi hambatan dalam merawat pasien berbagi peran dan menyusun jadual kegiatan 5 Kontak mata 6. Mendengarkan anggota keluarga 7. Bersikap empati 8 Memberikan petunjuk yang jelas 9 Sikap terbuka b. Dokumentasi Tanggal terapi:... Diagnosa keperawatan:... Sesi terapi:... Perawat Y a Tida k Nama anggota Keluarga (caregiver) Perilaku yang ditampilkan Tanda Tangan Perawat

129 34 DAFTAR PUSTAKA Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The nurse-patient journey. (2th ed.). Philadelphia: W.B. Sauders Company Friedman, Marilyn (1998) Keperawatan Keluarga Teori Dan Praktik, Ed.3. Jakarta EGC Stuart,G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and Practice of psychiatric nursing. (7th edition). St Laouis: Mosby Townsend, C.M. (2009). Essentials of Psychiatric Mental Health NursingPhiladelphia: F.A. Davis Company Varcarolis, Elizabet.M et.al (2006). Foundations Of Pshychiatric Mental Health Nursing A Clinical Approach, Edisi 5. Sounders Elsevier, St Louis Missouri Videbeck, S.L. (2001). Psychiatric Mental Health Nursing. (3 rd edition). Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

130 35 EVALUASI TANDA DAN GEJALA, dan KEMAMPUAN KLIEN DAN KELUARGA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF Nama pasien :... Ruangan :... Nama perawat :... Penilai :... NO Aspek Penilaian Tanggal Evaluasi I Tanda Gejala Kognitif 1. Mengingkari masalah yang dihadapi klien 2. Membelot dari kenyataan anggota keluarganya sakit 3. Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami klien 4. Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri Afektif 5. Merasa tertekan 6. Khawatir sampai panik tentang klien Fisiologis 7. Perubahan pola tidur/ tidur kurang 8. Merasa letih dan lesu 9. Pusing/sakit kepala 10. Pernapasan meningkat 11. Denyut nadi meningkat Tidak selera makan Tekanan darah meningkat Perilaku 12. Sikap bermusuhan 13. Agitasu/mondar-mandir 14. Melakukan rutinitas yang tidak biasa 15. Melakukan rutinitas tanpa menghargai kebutuhan klien 16. Klien mengalami kemunduran dalam melakukan aktivitas 17. Keputusan yang diambil keluarga mengganggu kesejahteraan klien 18. Mengabaikan perawatan pasien dan pemenuhan kebutuhann dasar 19. Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan klien 20. Pengabaian terhadap anggota keluarga yang sakit Sosial 21. Jarang berbicara dengan klien 22. Menunjukkan penolakan terhadap klien Total Jumlah Tanda dan Gejala II Kemampuan Keluarga 1. Mampu menyadari masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga 2. Mampu manajemen konflik diantara anggota keluarga Mampu mengembangkan komunikasi terbuka 3. Mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga termasuk pengobatan anggota keluarganya yang sakit. Total Jumlah Kemampuan Keluarga

131 36 EVALUASI KEMAMPUAN PASIEN PADA PELAKSANAAN FAMILY PSYCHOEDUCATION (FPE) Nama pasien :... Ruangan :... NO Kemampuan Caregiver I Identifikasi Masalah Keluarga 1 Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien (cara merawat) Tanggal Evaluasi 2 Mengidentifikasi masalah caregiver dalam merawat pasien 3 Menjelaskan cara merawat anggota keluarga yang mengalami diagnosis II Cara Merawat Anggota Keluarga 1 Menjelaskan kembali cara merawat anggota keluarga yang mengalami: 2 Melatih cara merawat pasien 3 Melaksanakan cara merawat anggota keluarga yang mengalami: III Manajemen Stres Keluarga Manajemen stres keluarga/ caregiver dengan cara: IV Manajemen Beban Keluarga Manajemen Beban 1 Mengenal beban yang dialami keluarga akibat anggota keluarga yang sakit 2 Mengetahui cara mengatasi beban yang telah dilakukan 3 Menjelaskan cara mengatasi beban yang telah diajarkan terapis 4 Menyepakati cara mengatasi beban keluarga dan perannya masing-masing dalam mengatasi beban keluarga V Pemberdayaan Komunitas 1 Mampu mengidentifikasi sistem pendukung yang ada dimasyarakat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan 2 Mampu mengidentifikasi hambatan yang dijumpai dalam memanfaat sistem pendukung tersebut 3 Mampu menjelaskan kembali cara menggunakan sumber pendukung yang ada di masyarakat 4 Keluarga mengungkapkan manfaat terapi Total Jumlah kemampuan FPE

BAB II TINJAUAN TEORI MODEL ADAPTASI ROY

BAB II TINJAUAN TEORI MODEL ADAPTASI ROY BAB II TINJAUAN TEORI MODEL ADAPTASI ROY 2.1. Sejarah Roy lahir pada tanggal 14 Oktober 1939 di Los Angeles, California. Roy menyelesaikan pendidikan Diploma Keperawatan pada tahun 1963 di Mount Saint

Lebih terperinci

GAMBARAN MASALAH KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DI RUANG GAYATRI RS MARZUKI MAHDI BOGOR

GAMBARAN MASALAH KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DI RUANG GAYATRI RS MARZUKI MAHDI BOGOR GAMBARAN MASALAH KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DI RUANG GAYATRI RS MARZUKI MAHDI BOGOR Emilia Puspitasari Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang ABSTRAK Penyakit fisik sangat berhubungan erat dengan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH Sri Wahyuni Dosen PSIK Universitas Riau Jl Pattimura No.9 Pekanbaru Riau Hp +62837882/+6287893390999 uyun_wahyuni2@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekambuhan gangguan jiwa 1. Pengertian Kekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laraia, 2001). Pada gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data

Lebih terperinci

KONSEP HOLISTIK DALAM KEPERAWATAN MELALUI PENDEKATAN MODEL ADAPTASI SISTER CALLISTA ROY

KONSEP HOLISTIK DALAM KEPERAWATAN MELALUI PENDEKATAN MODEL ADAPTASI SISTER CALLISTA ROY TINJAUAN PUSTAKA KONSEP HOLISTIK DALAM KEPERAWATAN MELALUI PENDEKATAN MODEL ADAPTASI SISTER CALLISTA ROY Salbiah* ABSTRAK Holistik merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA A. KONSEP DIAGNOSA. Definisi Keperawatan Keluarga Diagnosis keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diri diagnosis ke sistem keluarga dan subsistemnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di segala kehidupan. Tidak orang semua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam kesejahteraan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar hidup seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Orang dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku pantas dan adaptif.organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan sebagai

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini: 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi

Lebih terperinci

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Ni Made Dian Sulistiowati*, Budi Anna Keliat **, Ice Yulia Wardani** * Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu kondisi. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di Indonesia. Pergeseran tersebut terjadi dari penyakit menular menjadi penyakit degeneratif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar gula darah, dislipidemia, usia, dan pekerjaan (Dinata, dkk., 2015). Angka

BAB I PENDAHULUAN. kadar gula darah, dislipidemia, usia, dan pekerjaan (Dinata, dkk., 2015). Angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit akibat gangguan peredaran darah otak yang dipengaruhi oleh banyak faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, peningkatan kadar gula darah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA PENGARUH TERAPI KOGNITIF TERHADAP PENURUNAN RESPON DEPRESI PADA PASIEN KUSTA Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep. Sp.Kep.J 0028108104 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada fungsi ginjal, dimana tubuh tidak mampu untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

Lebih terperinci

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ESTI PERDANA PUSPITASARI F 100 050 253 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan 1. Pengertian perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif

Lebih terperinci

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Ni Made Dian Sulistiowati*, Budi Anna Keliat **, Ice Yulia Wardani** * Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang ini berakibat makin kompleks kebutuhan masyarakat. Industrialisasi dan urbanisasi makin lekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang ada di Wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam jiwa menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan fenomena temuan terjadinya peningkatan penyakit,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang No.9 tahun 1960 kesehatan merupakan keadaan yang meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari sakit, cacat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh orang lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin, 2001). Gangguan jiwa erat hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut

Lebih terperinci

PENGANTAR MANAJEMEN KEPERAWATAN. Sumijatun

PENGANTAR MANAJEMEN KEPERAWATAN. Sumijatun PENGANTAR MANAJEMEN KEPERAWATAN Sumijatun Beberapa Teori Penting yg terkait dgn Man. Keperawatan : Teori Boulding Paradigma Keperawatan Model Konseptual Keperawatan 9 teori penting dlm man kep : Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU No.36 tahun 2009 adalah "Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya serta bidangbidang yang lain telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas Nama : Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : 19671215 200003 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas : Keperawatan Komunitas : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas LAPORAN WHO (2002)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Halusinasi 2.1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Telah terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan menguraikan diskusi dan kesimpulan penelitian yang merupakan jawaban dari masalah penelitian berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian ini. A. Latar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan dimana kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan (WHO, 2005). Kesehatan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Keluarga sebagai sistem yang berinteraksi dan merupakan unit

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Penurunan yang terjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

A. Definisi Keluarga Kelurga dapat dipandang sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis bagi para anggotanya. Dari sudut psikologis keluarga adalah

A. Definisi Keluarga Kelurga dapat dipandang sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis bagi para anggotanya. Dari sudut psikologis keluarga adalah PENGARUH KELUARGA PADA PENINGKATAN KESEHATAN ANAK A. Definisi Keluarga Kelurga dapat dipandang sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis bagi para anggotanya. Dari sudut psikologis keluarga adalah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwa 1. Definisi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Novi Herawati (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT The study aimed to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit. Sebagai pemberian pelayanan kesehatan yang komplek, mutu

Lebih terperinci

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Di tahun 2008, stroke dan

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Di tahun 2008, stroke dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Data epidemiologis menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Di tahun 2008, stroke dan penyakit cerebrovaskular

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sabagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun komunitas, dalam berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah guna melanjutkan silsilah garis keturunan dalam memelihara keberlangsungan kehidupan (Tamrin, 2009). Permasalahan

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Family Centered Care Dalam paradigma keperawatan anak, anak merupakan individu yang masih bergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci