BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ruang Lingkup Lansia Definisi Lansia Menurut pasal 1 ayat (2), (3), dan (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi empat kriteria: usia pertengahan (middle age) ialah tahun, lanjut usia (elderly) ialah tahun, lanjut usia tua (old) ialah tahun, usia sangat tua ialah di atas 90 tahun. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun lansia adalah tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk berdaptasi dengan stres lingkungan (Maryam dkk, 2008).

2 Karakteristik Lansia Lansia memiliki beberapa karakteristik yang perlu dipahami untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia sebagai berikut (Maryam dkk, 2008): 1. Jenis Kelamin Jumlah lansia lebih didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan lansia perempuan. Misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat, sementara lansia wanita banyak menderita osteoporosis. 2. Status Perkawinan Status perkawinan berpasangan lengkap atau hidup sendiri (duda/janda) sangat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun psikologis lansia.

3 14 3. Living arrangement Living arrangement merupakan kondisi tanggungan keluarga. Misalnya, lansia masih harus menanggung anak atau keluarga, tempat tinggal bersama anak, atau tinggal sendiri. Saat ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun, ada kecenderungan bahwa lansia akan ditinggalkan oleh keluarganya dalam rumah yang berbeda. 4. Kondisi Kesehatan Kondisi umum yaitu keadaan dimana lansia mampu untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, buang air kecil dan buang air besar. Frekuensi sakit yaitu frekuensi yang tinggi terhadap kondisi sakit dan menyebabkan mereka tidak lagi produktif dan mulai bergantung pada orang lain. Sebagian

4 15 lansia memerlukan perawatan khusus karena penyakit kronis yang diderita. 5. Keadaan Ekonomi Sumber pendapatan resmi Sumber pendapatan lansia biasanya berasal dari pensiunan dan ditambah sumber pendapatan lain, jika lansia masih dapat bekerja dengan aktif. Sumber pendapatan keluarga Para lansia biasanya mendapat bantuan keuangan dari anak atau keluarga lainnya, namun ada juga lansia yang masih berperan dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Kemampuan pendapatan Biaya yang dibutuhkan lansia semakin tinggi sementara pendapatan semakin menurun.

5 Perkembangan Lansia Setiap mahkluk atau organisme di dunia ini mengalami sebuah siklus rutin yang disebut dengan perkembangan. Menurut Syamsu (2002), perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan pada lansia mencirikan tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses penuaan. Pada masa tersebut, seorang mengalami penurunan dan kemunduran fisik, psikis, dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat lagi melakukan tugas sehari-hari. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada mahkluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel yang mengalami penurunan kapasitas secara fungsional (Desmita, 2005). Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring dengan proses penuaan yang dialami. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit, namun merupakan perubahan secara fisiologis yang normal terjadi pada semua manusia. Penyakit yang dialami lansia dapat

6 17 mengubah waktu timbulnya perubahan atau berdampak pula terhadap kehidupan sehari-hari (Desmita, 2005). Dalam upaya menghadapi perubahan yang dialami, sejalan dengan proses penuaan, maka lansia memiliki tugas dan perkembangan. Adapun tugas perkembangan lansia diantaranya, beradaptasi terhadap penurunan kondisi kesehatan dan kondisi fisik, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, dan menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2005) Penurunan Kondisi Pada Lansia Menurut Maryam (2008), seseorang yang berada pada tahap lansia akan mengalami penurunan berbagai organ atau sistem tubuh, baik dari segi anatomi maupun fungsional. Beberapa penurunan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut: 1. Penurunan Fisik Secara umum, lansia mengalami penurunan kekuatan, kualitas dan fungsi fisik, seiring bertambahnya usia.

7 18 Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada masa usia muda (Stanley & Beare, 2006). Pada lansia perubahan fisik yang terjadi dan dialami meliputi: Lansia tidak tahan terhadap temperatur yang sangat panas atau sangat dingin. Hal ini disebabkan oleh menurunnya fungsi pembuluh darah kulit. Kemampuan visual lansia mengalami kemunduran dalam hal ketajaman dan luas pandangan. Mata kurang peka dalam melihat cahaya dengan intensitas terlalu tinggi, lansia lebih sensitif terhadap sesuatu yang menyilaukan serta kurang mampu membedakan warna. Kemampuan pendengaran pada lansia mengalami kesulitan dalam menangkap frekuensi percakapan yang kecil atau besar di waktu bersamaan. Kemampuan indera perasa lansia menjadi kurang peka akan perubahan suhu, rasa dan bau.

8 19 Lansia mengalami penurunan fungsi sistem motorik (otot dan rangka) antara lain, berkurangnya daya tumbuh dan regenerasi, menurunnya kemampuan mobilitas dan kontrol fisik, semakin lambatnya gerakan tubuh, sering terjadi getaran otot (tremor), dan persendian serta tulang mengalami pengeroposan (osteoporosis) dikarenakan proses degenerasi. Kulit tubuh menjadi berkerut karena kehilangan elastisitas dan mudah luka apabila tergores benda yang cukup tajam. Kulit tubuh menjadi lebih kering dan tipis. Semakin tua usia seseorang, tingkat kecerdasannya semakin menurun, memori berkurang, kesulitan berkonsentrasi, dan lambatnya kemampuan kognitif dan kerja saraf.

9 20 2. Penurunan psikologis Penurunan psikologis yang umum terjadi pada lansia mengarah pada fungsi-fungsi kognitif, afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal. Hal ini juga meliputi sikap-sikap lansia menghadapi proses menua. Berbagai penurunan psikologis yang dialami lansia adalah sebagai berikut: Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang sering terjadi pada orang yang berusia >60 tahun. Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam permasalahan pada lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi penyebab terjadinya depresi namun keadaan penyakit kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia dapat membuat mereka mengalami depresi. Gejala depresi pada lansia adalah kehilangan minat, berkurangnya energi (mudah lelah), konsentrasi dan perhatian berkurang, kurang percaya diri, sering merasa bersalah, pesimis, gangguan pada tidur, dan gangguan nafsu makan.

10 21 Delusi dapat diartikan sebagai ekspresi ketidakpercayaan yang muncul dalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, tidak dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti. Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikologis berupa ketakutan yang tidak wajar/phobia. Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan kejadian gangguan tidur. Gangguan tidur dapat terjadi di malam hari, sering terbangun pada dini hari, dan sering merasa mengantuk terutama di siang hari. 3. Penurunan Sosial Penurunan fungsi sosial lansia diakibatkan berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik, dan juga akibat penurunan produktivitas kerja yang berakhir pada masa pensiun. Masa pensiun menyebabkan lansia sering merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya sehingga menimbulkan perasaan kehilangan status dan kedudukan, kehilangan

11 22 pertemanan, dan kehilangan gaya hidup yang biasa dijalaninya, dan banyak lansia yang merasa kesepian atau merasa terisolasi dari lingkungan sekitarnya, antara lain karena jarang tersedia pelayanan kendaraan umum khusus bagi lansia ataupun dikarenakan tingginya tingkat kejahatan di sekitar lingkungan tempat tinggal. 2.2 Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia Pada lansia terjadi perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi perubahan pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot, dan sendi (Maryam dkk, 2008) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin) Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Kolagen sendi dan jaringan sekitar akan mengerut. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, daya elastisitas dan kekakuan dari kolagen

12 23 menurun karena mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan (Timiraz & Navazio, 2007). Kontraktur/kaku sendi akan menghalangi pergerakan sendi dan mobilisasi pasif yang memperburuk kondisi kontraktur. Perubahan pada kolagen dapat mengakibatkan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kekuatan otot dan penurunan rentang gerak sendi yang mengakibatkan terjadinya hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Maryam dkk, 2008) Kartilago Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami perubahan struktur dan akhirnya menjadi rata, sehingga kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Kartilago mengalami klasifikasi di berbagai tempat persendian, sehingga fungsinya sebagai peredam kejut dan permukaan sendi yang berpelumas menurun dengan konsekuensi kartilago pada persendian rentan

13 24 terhadap gesekan. Akibat perubahan tersebut sendi dapat mengalami kekakuan, peradangan, nyeri, dan keterbatasan gerak (Sri Surini & Budi Utomo, 2003) Tulang Secara fisiologis kepadatan tulang berkurang seiring bertambahnya usia, berkurangnya kepadatan tulang secara keseluruhan dapat mempengaruhi kekakuan dan penurunan kekuatannya, hal ini dapat mengakibat terjadinya kerapuhan pada tulang, mengakibatkan nyeri, keterbatasan gerak hingga patah tulang (fraktur) (Timiraz & Navazio, 2008) Otot Pada lansia terjadi perubahan struktur otot yang bervariasi. Terjadi penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, penurunan masa otot pada serabut otot, dan pembesaran otot pada beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negatif berupa penurunan kekuatan dan fleksibiltas. Pada lansia, proses penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan morfologis yaitu berkurangnya 30% masa otot terutama otot tipe II (fast twitch), peningkatan jaringan lemak dan jaringan

14 25 penghubung, penurunan jumlah serabut otot (Bonder & Wagner, 1994) Sendi Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai dengan struktur dan tingkat mobilisasinya. Ada empat klasifikasi sendi (Potter & Perry, 2005) yaitu: Sendi Sinostotik Sendi sinostotik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini, dan jaringan tulang yang dibentuk di antara tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Contoh klasik tipe sendi ini adalah sakrum (tulang pinggul) dan pada sendi vertebra (tulang belakang). Sendi Kartilaginus Sendi kartilaginus, atau sendi sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago dapat ditemukan ketika tulang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi

15 26 kostosternal antara sternum(tulang dada) dan tulang iga. Sendi Fibrosa Sendi fibrosa atau sendi sindesmodial, adalah sendi tempat kedua permukaan tulang, disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah terbatas. Misalnya sepasang tulang pada ekstremitas bawah (tibia dan fibula) adalah sendi sindesmotik. Sendi Sinovial Sendi sinovial adalah sendi tubuh yang paling banyak, serbaguna, dan mampu bergerak dengan bebas. Jenis ini dapat bekerja dengan baik selama puluhan tahun, jika sering digunakan dengan baik dan tidak berlebihan. Sendi sinovial dibungkus oleh penutup pelindung luar kapsul sendi. Lapisan dalam sendi sinovial menghasilkan cairan yang licin menyerupai oli dan melumasi sendi, hanya sedikit bergesekan dan rusak. Terdapat

16 27 sekitar 230 sendi sinovial di seluruh tubuh. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen sejajar dengan membran sinovial. Salah satunya adalah sendi engsel. Sendi engsel memiliki permukaan cembung dari sebuah tulang masuk ke dalam permukaan cekung tulang lain untuk membentuk sendi engsel. Sendi ini memberikan gerakan bolak-balik di satu bidang. Siku memiliki sendi engsel yang termodifikasi: perputaran radius dan ulna di lengan bawah terhadap humerus dan menghasilkan perputaran terbatas Sendi siku (Articulatio cubiti) Sendi siku merupakan artikulasiokomposita (sendi yang tersusun oleh lebih dari dua tulang). Pada sumbu ini bertemu humerus (tulang lengan atas), ulna dan radius (tulang lengan bawah). Sedangkan menurut faalnya, sendi

17 28 ini merupakan sendi engsel dengan tiga bagian (Syaiffudin, 2012): Gambar 2.3 Sendi Siku (Articulatio cubiti) Art. Humeroulnaris. Sendi antara trokhlea humeri dan insisura semilunaris ulnae (sendi antara tulang lengan atas dan tulang ulna pada lengan bawah). Kedua permukaan sendi mempunyai bidang pertemuan yang terlebar pada sikap lengan yang sedikit diketulkan sehingga merupakan sikap terbaik bagi lengan untuk menerima tumpuan lengan. Art. Humeroradialis. Sendi kapitulum humeri dengan fovea kapitulum radi (sendi antara tulang lengan atas dan tulang radius lengan bawah). Art. Radioulnaris proksimal. Sendi antara sirkumferensia artikularis radii dan insisura radialis

18 29 ulna (sendi antara dua tulang lengan bawah yaitu radius dan ulna). Humerus, radius, dan ulna dihubungkan kartilago dan ligamen membentuk sendi engsel. Otot-otot utama yang juga memilki pengaruh dalam rentang gerak sendi siku adalah bisep brakhii, brakhialis, brakhioradialis (pada gerakan fleksi) dan trisep brakhii (pada gerakan ekstensi). Tipe gerakan yang dapat dilakukan pada sendi siku adalah fleksi dan ekstensi dengan rentang gerak normal , hiperekstensi dengan rentang gerak normal 180, pronasi dan supinasi dengan rentang gerak normal (Potter & Perry, 2009). 2.4 Hambatan Mobilitas Fisik Salah satu akibat kemunduran fungsi fisiologis (penurunan kualitas otot, kontraktur sendi dan penurunan luas gerak sendi) pada lansia mengakibatkan terjadinya hambatan mobilitas fisik pada lansia tersebut. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan ketika individu mengalami dan berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu ekstrernal (gips

19 30 atau traksi rangka), pembatasan gerak volunter, atau kehilangan fungsi motorik. Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot dan rangka. Pada otot terjadi penurunan massa otot akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan massa otot yang berkelanjutan. Imobilisasi juga mempengaruhi rangka (skelet). Perubahan yang terjadi pada rangka yaitu gangguan metabolisme kalsium dan penurunan luas gerak sendi, selain itu dapat terjadi kontraktur sendi yaitu kondisi abnormal dan biasanya permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi (tertekuk dan tidak dapat dikembalikan ke posisi semula). Hal ini disebabkan oleh tidak digunakannya otot, atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh (Potter & Perry, 2006). 2.5 Ruang Lingkup Latihan Rentang Gerak Sendi Latihan Rentang Gerak Sendi (Range Of Motion Exercises) Latihan adalah aktivitas fisik untuk membuat kondisi tubuh berada dalam kondisi sehat jasmani, selain itu

20 31 latihan didefinisikan sebagai terapi untuk memperbaiki deformitas atau mengembalikan seluruh tubuh ke status kesehatan maksimal. Jika seseorang melakukan latihan, maka akan terjadi perubahan fisiologis dalam sistem tubuh (sistem kardiovaskuler, respiratori, metabolik dan muskuloskeletal). Rentang gerak sendi merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal dan tranversal. Latihan rentang gerak sendi (Range Of Motion Exercises) adalah salah satu tindakan keperawatan dasar yang dapat dilakukan oleh seseorang secara mandiri atau dengan bantuan perawat. Rentang pergerakan sendi bervariasi pada tiap-tiap individu, hal tersebut ditentukan oleh jenis kelamin, usia, ada atau tidaknya penyakit, dan jumlah aktivitas fisik yang normalnya dilakukan seseorang (Kozier dkk, 2010) Klasifikasi Latihan ROM (Range Of Motion Exercises) Latihan rentang gerak sendi, terbagi atas dua yaitu: latihan rentang gerak sendi aktif dan latihan rentang

21 32 gerak sendi pasif (ROM Aktif dan ROM Pasif). Latihan ROM aktif adalah latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat. Indikasi latihan ROM aktif adalah semua pasien yang dirawat namun mampu melakukan latihan rentang gerak sendi secara mandiri dan kooperatif, sedangkan latihan ROM pasif adalah latihan rentang gerak sendi yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap gerakan (Suratun dkk, 2008) Latihan ROM Pasif (Passive Range Of Motion Exercises) Latihan ROM Pasif adalah latihan rentang gerak sendi yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap gerakan. Indikasi ROM pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan tirah baring dan pasien-pasien dengan hambatan mobilitas fisik (Suratun dkk, 2008) Gerakan-Gerakan Pada Latihan ROM Pada latihan ROM terdapat gerakan-gerakan tertentu seperti fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi, rotasi, pronasi, supinasi, inversi, eversi. Fleksi adalah gerakan menekuk persendian, ekstensi adalah

22 33 gerakan meluruskan persendian, abduksi adalah gerakan salah satau anggota tubuh mendekati aksis tubuh, adduksi adalah gerakan salah satu anggota tubuh ke arah menjauhi aksis tubuh, rotasi adalah gerakan memutar atau menggerakan satu bagian melingkari aksis tubuh, pronasi adalah gerakan memutar kebawah, supinasi adalah gerakan memutar keatas, inversi yaitu gerakan kedalam dan eversi atau gerakan memutar ke luar (Suratun dkk, 2008) Tujuan Latihan ROM Latihan rentang gerak sendi bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah terjadinya kelainan pada struktur tulang maupun otot (Suratun dkk, 2008) Kontraindikasi Latihan ROM Kontraindikasi latihan ROM adalah adanya trombus dan emboli serta peradangan pada pembuluh darah, kelainan sendi dan tulang, klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung), trauma baru dengan kemungkinan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam, pasien dengan nyeri berat, dan pasien yang

23 34 mengalami kekakuan sendi atau tidak dapat bergerak (Suratun dkk, 2008) Prinsip Dasar Latihan ROM Dalam menerapkan latihan rentang gerak sendi ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat, antara lain: ROM harus dilakukan sekitar 8 kali pengulangan, dan dikerjakan minimal 1 2 kali sehari, ROM dilakukan dengan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan maupun mencelakakan pasien, dalam merencanakan latihan ROM perlu diperhatikan (umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring). Bagian tubuh yang dapat diberikan latihan ROM adalah (leher, jari, lengan, siku, bahu, pinggul, kaki, dan pergelangan kaki), ROM dapat dilakukan pada persendian sinovial atau pada sendi yang dicurigai beresiko mengalami gangguan sebagai akibat proses penyakit. Dalam melakukan latihan ROM perlu mempertimbangkan waktu, misalnya seusai mandi atau perawatan rutin telah dilakukan (Suratun dkk, 2008).

24 Pengaruh Latihan Gerak Sendi terhadap peningkatan Luas Gerak Sendi Studi yang dilakukan oleh Feland, dkk (2001) menyatakan bahwa 60 detik peregangan yang di ulang 4 kali, sekali per hari dan 5 kali per minggu selama 6 minggu, dapat meningkatkan perbaikan dalam ekstensi lutut lansia, sedangkan studi yang dilakukan Uliya, Soepomo, dan Kushartanti (2007), menyatakan bahwa fleksibilitas sendi yang mengalami gangguan gerak meningkat setelah dilakukan latihan ROM selama 3 minggu sebesar 31,87 dan selama 6 minggu meningkat sebesar 35. Latihan ROM harus dilakukan minimal 3 minggu secara berturut-turut, 5 kali dalam seminggu dengan pengulangan pergerakan sebanyak 7 kali untuk setiap gerakan. Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak yang dapat dilakukan suatu sendi Luas gerak sendi dapat diukur menggunakan goniometer. Goniometer adalah suatu busur derajat yang dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi. Tujuan pengukuran LGS adalah untuk mengetahui LGS suatu sendi dan membandingkannya dengan LGS sendi

25 36 yang normal. Hasil pengukuran LGS dapat digunakan untuk menentukan tujuan dan rencana terapi dalam mengatasi gangguan LGS. (Muttaqin, 2011) Prosedur Latihan ROM Pasif (Passive Range of Motion Exercises) pada Sendi Siku Latihan ROM pasif (Passive Range Of Motion Exercises) diterapkan pada pasien yang memiliki mobilitas sendi yang terbatas, misalnya karena penyakit atau trauma dan dengan bantuan perawat. Latihan ini dilakukan untuk menjaga fungsi sendi serta memelihara dan mempertahankan kekuatan otot. Pada sendi siku, jenis gerakan yang dapat dilatih secara pasif adalah fleksi, ekstensi, hiperekstensi, pronasi dan supinasi. Sebelum prosedur kerja peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat serta kemungkinan resiko yang terjadi saat pasien diberikan latihan ROM pasif, setelah itu pasien diberikan kesempatan untuk bertanya tentang tindakan ROM pasif yang akan dilakukan. Jika pasien sudah siap, pemberi latihan memberikan arahan pada pasien untuk berbaring di tempat tidur ataupun duduk ditempat yang telah disediakan. Jika posisi pasien berbaring, instruksikan

26 37 pasien berbaring dengan posisi supinasi (terlentang). Sedangkan apabila pasien dalam posisi duduk, posisi pemberi latihan adalah disamping sendi siku pasien yang akan diberikan pergerakan pasif. Dalam melakukan ROM pasif pada sendi siku untuk gerak fleksi ekstensi, dan hiperekstensi (1) atur lengan pasien sehingga posisinya menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan mengarah ke tubuh, (2) tahan bagian lengan diatas siku pasien dengan satu tangan dan pegang telapak tangan pasien dengan tangan yang lain. (3) tekuk siku pasien sehingga telapak tangannya mendekati bahu dengan rentang normal untuk rentang gerak fleksi. Lalu, kembalikan ke posisi semula dengan rentang normal untuk rentang gerak ekstensi hingga hiperekstensi dengan retang gerak normal 180 (Lyndon, 2013).

27 Kerangka Konsep Pre Test Perlakuan Post Test LUAS GERAK SENDI SIKU LANSIA LATIHAN RENTANG GERAK SENDI PASIF LUAS GERAK SENDI SIKU LANSIA Gambar 2.6 Kerangka Konseptual Keterangan: : Variabel yang diteliti : Hubungan yang mempengaruhi 2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya yang merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2011). Hipotesis dalam penelitian ini meliputi: Hipotesis Nol (H 0) Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain atau hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan

28 39 suatu kejadian antara dua kelompok (Sugiyono, 2011). Hipotesis Nol (H 0) dalam penelitian ini adalah: Tidak ada pengaruh latihan rentang gerak sendi pasif terhadap peningkatan luas gerak sendi siku ekstensi pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga. Tidak ada pengaruh latihan rentang gerak sendi pasif terhadap peningkatan luas gerak sendi siku fleksi pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga. Tidak ada pengaruh latihan rentang gerak sendi pasif terhadap peningkatan luas gerak sendi siku hiperekstensi pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga Hipotesis Alternatif (Ha) Hipotesis alternatif dapat langsung dirumuskan apabila pada suatu penelitian, hipotesis nol ditolak. Hipotesis ini merupakan hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2011). Hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah:

29 40 Ada pengaruh latihan rentang gerak sendi pasif terhadap peningkatan luas gerak sendi siku ekstensi pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga. Ada pengaruh latihan rentang gerak sendi pasif terhadap peningkatan luas gerak sendi siku fleksi pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga. Ada pengaruh latihan rentang gerak sendi pasif terhadap peningkatan luas gerak sendi siku hiperekstensi pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga.

ROM (Range Of Motion)

ROM (Range Of Motion) Catatan : tinggal cari gambar ROM (Range Of Motion) A. Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif. Tipe penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF LAMPIRAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF Pokok bahasan Sub Pokok bahasan : Latihan fisik rentang derak/ Range Of Motion (ROM) : Mengajarkan latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia) sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) Dosen Pembimbing: Iis Fatimawati, S.Kep.Ns,M.Kes Oleh : Astriani Romawati 141.0020 Lina Ayu Dika 141.0057 Miftachul Rizal H. 141.0064 Varinta Putri P. 141.0103

Lebih terperinci

Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien. Stroke Non Hemoragik

Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien. Stroke Non Hemoragik LAMPIRAN 1 Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien Stroke Non Hemoragik A. Pengertian Latihan aktif dan pasif / ROM adalah merupakan suatu kebutuhan manusia untuk melakukan pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

ROM (Range Of Motion)

ROM (Range Of Motion) ROM (Range Of Motion) Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 4 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Range of Motion (ROM) 1. Pengertian Range Of Motion (ROM), merupakan istilah baku untuk menyatakan batas/besarnya gerakan sendi baik normal. ROM juga di gunakan sebagai

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

Lampiran 1 SURAT IJIN PENELITIAN

Lampiran 1 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 1 88 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 2 89 SURAT IJIN SURVEI AWAL PENELITIAN Lampiran 3 90 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 4 91 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri.

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu Fisiologi khususnya Fisiologi Olahraga, Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri. 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA SRIKANDI DESA SAMPANG GEDANG SARI GUNUNG KIDUL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan meningkat diberbagai bidang di Indonesia telah mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Lanjut usia merupakan tahap terakhir dari perkembangan hidup manusia, suatu proses alami dimana tidak semua orang dapat mencapai tahap ini.

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN

CATATAN PERKEMBANGAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No.Dx Hari/tanggal Pukul Tindakan keperawatan Evaluasi 1. Rabu, 10.00 5. Mengkaji faktor penyebab dan mengevaluasi S : Ny. L mengaku mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Definisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah entitas patologi yang dimulai dengan perubahan genetik pada sel tunggal dan memerlukan waktu untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan tingkat pendapatan semakin meningkat. Salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan tingkat pendapatan semakin meningkat. Salah satu penanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia, terutama dalam bidang kesehatan, pendidikan, pengetahuan, dan tingkat pendapatan semakin meningkat. Salah satu penanda peningkatan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mendapatkan peringkat kelima atas kejadian kecelakaan lalulintas di dunia. Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan berbagai dampak, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

Askep Kebutuhan Mobilitas dan Immobilitas

Askep Kebutuhan Mobilitas dan Immobilitas Askep Kebutuhan Mobilitas dan Immobilitas Jenti Sitorus, SST Mekanika Tubuh Suatu usaha mengordinasikan sist m skletal dan sistem saraf dalam m tahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran tubuh selama

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA Tubuhmu memiliki bentuk tertentu. Tubuhmu memiliki rangka yang mendukung dan menjadikannya

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

SISTEM GERAK PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

SISTEM GERAK PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc SISTEM GERAK PADA MANUSIA Drs. Refli., MSc SISTEM GERAK Sistem gerak terdiri dari Tulang - gerak pasif Otot gerak aktif Tendon ; Ujung otot lurik yang melekat pada tulang Ligamen : otot yang menghubungkan

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan (Constantindes, 1994; Darmojo 2004, dalam Azizah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan (Constantindes, 1994; Darmojo 2004, dalam Azizah, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ageing process (proses menua) adalah proses menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbarui diri dan mempertahankan fungsinya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DISUSUN OLEH: PUTU EKA ANGGA RIANTINI P. 17420112108 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak ( GPDO) merupakan penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti TUJUAN MODUL Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1. Memahami konsep dukungan latihan fisik untuk asuhan

Lebih terperinci

22/03/2016 MASYKUR KHAIR

22/03/2016 MASYKUR KHAIR MASYKUR KHAIR Aktivitas tubuh merupakan kegiatan at kerja yg dilakukan oleh bagian-bagian tubuh Umumnya tk. Kesehatan seseorg dinilai dr kemampuan org tsb u/ melakukan aktivitas sehar-hari, mis. berdiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam pembanguan nasional, telah di wujudkan dengan hasil yang positif dalam berbagai bidang, seperti adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan semakin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Permasalahan- permasalahan yang timbul pada pasen bernama Ny. N, usia 62 tahun dengan kondisi Post Fraktur 1/3 proksimal Humerus sinistra adalah adanya nyeri tekan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN ng bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur : Setelah saya mendapatkan penjelasan mengenenai tujuan, manfaat, jaminan kerahasiaa dan tidak adamya resiko dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada usia di bawah 40 dan 65 tahun. Frozen shoulder sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada usia di bawah 40 dan 65 tahun. Frozen shoulder sering dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Frozen shoulder biasanya terjadi pada dekade kelima atau keenam, jarang dijumpai pada usia di bawah 40 dan 65 tahun. Frozen shoulder sering dijumpai pada wanita

Lebih terperinci

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak? Belajar IPA itu asyik, misalnya saat mempelajari tentang astronomi dan benda-benda langit, kita bisa mengenal lebih dekat tentang planet, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Pelajaran seperti ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) a. Pengertian Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi penduduk berusia lanjut bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.2 1. Persamaan antara otot lurik dan otot jantung adalah... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.2 Sifat kerja secara sadar Memiliki percabangan Berinti satu Ada garis gelap

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOBILISASI DAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG DI RUANGAN SYARAF RSUP DR. M DJAMIL PADANG

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOBILISASI DAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG DI RUANGAN SYARAF RSUP DR. M DJAMIL PADANG SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOBILISASI DAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG DI RUANGAN SYARAF RSUP DR. M DJAMIL PADANG Oleh : KELOMPOK C13 FIRDA DAMBA WAHYUNI 1110324071 MAHARANI Z 0810321011 VIVI OKTASARI

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap BAB V PEMBAHASAN Karakteristik responden meliputi umur, masa kerja, jenis kelamin, merokok dan trauma. Di mana untuk karakteristik jenis kelamin semua responden adalah perempuan, tidak merokok dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini secara ekonomi biaya tahunan untuk perawatan kesehatan lansia cukup tinggi. Biaya ini semakin meningkat apabila usia harapan hidup bertambah. Olahraga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tolak Peluru Tolak peluru termasuk nomor lempar dalam olahraga atletik yang memiliki kriteria tersendiri dari alat hingga lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh: PENGARUH SENAM UNTUK MENCEGAH NYERI PINGGANG TERHADAP FLEKSIBILITAS LUMBAL PADA LANSIA DI ORGANISASI WANITA ISLAM KELURAHAN SRIWEDARI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Of Motion ( ROM ) aktif pada Tn. K dengan post operasi fraktur di ruang

BAB IV PEMBAHASAN. Of Motion ( ROM ) aktif pada Tn. K dengan post operasi fraktur di ruang BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pemberian Range Of Motion ( ROM ) aktif pada Tn. K dengan post operasi fraktur di ruang ayyub III rumah sakit Roemani Semarang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) Medical First Responder Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) SASARAN Selesai mengikuti pelajaran, peserta mampu: 1. Menjelaskan patah tulang terbuka & tertutup, serta menyebutkan 4 tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan bangsa adalah dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI OTOT MANUSIA UNIVERSITAS PGRI Y O G T A Y A K A R DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI (09144600025) HERKA ARDIYATNO (09144600172) LESTARI PUJI UTAMI (09144600214) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS

Lebih terperinci

Latihan 1: untuk menyiapkan kondisi secara fisiologis maupun psikologis agar dapat melaksanakan latihan gerakan senam dengan baik dan benar

Latihan 1: untuk menyiapkan kondisi secara fisiologis maupun psikologis agar dapat melaksanakan latihan gerakan senam dengan baik dan benar Lampiran 4 No. Panduan Senam Bugar Lansia (SBL) Langkah Gerakan SBL Bag. 1 Gerakan Pemanasan Gambar Latihan Pernapasan 1. Meluruskan badan dengan kedua tangan lurus ke bawah sejajar dengan kedua sisi tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 713 Try Out Ke-3 Kelas XI SMA IPA PEMBAHASAN TO-3 KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 halaman 10 dari 8 halaman Website: www.quin.web.id, e-mail: belajar yuk@hotmail.com 713 Try Out Ke-3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

IKRIMA RAHMASARI J

IKRIMA RAHMASARI J PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM) SECARA DINI TERHADAP KEMAMPUAN ACTIVITIES DAILY LIVING (ADL) PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI RSUI KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih

Lebih terperinci

Lampiran 4. Penatalaksanaan Terapi Masase pada Cedera Bahu PANDUAN MASASE DAN TERAPI LATIHAN PADA CEDERA BAHU A. Panduan Massage 1. NO 1. Masase Frirage Pada Bahu Posisi Pronation Sendi Masase Keterangan

Lebih terperinci

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014 ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014 Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, tulang rawan (cartilago), ligamen, tendon, fasia, bursae dan persendian. 1.Osteoblast. Yang berfungsi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Maslow (1970) mengatakan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENDIDIDKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT STROKE DAN ROM (RANGE OF MOTION)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENDIDIDKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT STROKE DAN ROM (RANGE OF MOTION) SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENDIDIDKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT STROKE DAN ROM (RANGE OF MOTION) DISUSUN OLEH: HUSNUL UMAM 1311166500 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU 2014 SATUAN ACARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan pemberian latihan ROM aktif pada pasien stroke non hemoragik untuk meningkatkan kekuatan otot pada Tn. M berusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya pengetahuan masyarakat akan arti hidup sehat, maka ilmu kedokteran selalu di tuntut untuk memperbaiki kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA

PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA Pertemuan 1 PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA MK : Biomedik Dasar Program D3 Keperawatan Akper Pemkab Cianjur tahun 2015 assolzain@gmail.com nersfresh@gmail.com www.mediaperawat.wordpress.com

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM) Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM) Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang Range of Motion Pendahuluan Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi terapeutik Gerakan dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci