Bab 2 Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2 Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab 1 Pendahuluan Anestesi adalah pemberian obat untuk menghilangkan kesadaran secara sementara dan biasanya ada kaitannya dengan pembedahan. Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang bersifat sementara akibat pemberian obat-obatan serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral. Sedangkan anestesi regional adalah anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri sebagian tubuh tanpa kehilangan kesadaran 1. Anestesi regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna 2. Anestesi regional memiliki berbagai macam teknik penggunaan salah satu teknik yang dapat diandalkan adalah melalui tulang belakang atau anestesi spinal 1,3. Anestesi spinal adalah pemberian obat antestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid 4. Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan perineum, bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan operasi ortopedi ekstremitas inferior 1. Anestesi spinal telah mempunyai sejarah panjang keberhasilan (>90% tingkat keberhasilan). Kemudahan dan sejarah panjang keberhasilan anestesi spinal memberikan kesan bahwa teknik ini sederhana dan canggih 5. Namun demikian bukan berarti bahwa tindakan anestesi spinal tidak ada bahaya. Hasil yang baik akan dicapai apabila selain persiapan yang optimal juga disertai pengetahuan tentang anestesi spinal mulai dari anatomi, fisiologi, farmakologi, dan aplikasi dari anestesi spinal 1,5. Maka dari itu, makalah ini akan membahas mengenai anestesi spinal dan hal-hal yang berkaitan dengan anestesi spinal. 1

2 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Anatomi Tulang belakang itu terdiri atas tulang punggung dan diskus intervertebral. Ada 7 servikal, 12 ruas vertebrae torakal, dan 5 ruas verbrae lumbalis dan 5 ruas tulang Sakralis dan 5 ruas koksigeal yang bersatu satu sama lain (Gambar 16 2). Tulang belakang secara keselruhan berfungsi sebagai tulang penyokong tubuh terutama tulang-tulang lumbalis.selain itu tulang belakang juga berfungsi melindungi medula spinalis yang terdapat di dalamnya 6. Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui radix anterior atau motorik dan radix posterior atau sensorik. Masing masing radix melekat pada medulla spinalis melalui sederetan radices (radix kecil),yang terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis yang sesuai. setiap radix mempunyai sebuah ganglion radix posterior, yang axon sel selnya memberikan serabut serabutsaraf perifer dan pusat. Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping, yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan. Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut: 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co). Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang), sehingga akarakar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang 2

3 sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina ekor kuda karena penampakannya. Gambar 1. Medula Spinalis 6 Walaupun terdapat variasi regional ringan, anatomi potongan melintang dari medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla 3

4 spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masingmasing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi yang disampaikannya. Penting untuk mengingat struktur yang akan ditembus oleh jarum spinal sebelum bercampur dengan CSF. 2 Kulit Lemak subcutan dengan ketebalan berbeda dan lebih mudah mengidentifikasi ruang intervertebra pada pasien kurus Ligament Supraspinosa Ligament interspinosa yang merupakan ligament yang tipis diantara prosesus spinosus Ligamentum Flavum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastic yang berjalan secara vertical dari lamina ke lamina. Ruang epidural yang terdiri dari lemak dan pembuluh darah Duramater Ruang Subarachnoid yang terdiri dari spinal cord dan akar saraf yang dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan bercampur dengan CSF dan secara cepat memblok akar syaraf yang berkontak. 4

5 Gambar 2. Sagital section through lumbar vertebra Gambar 3. Dermatom tubuh Dermatom adalah area kulit yang diinervasi oleh serabut saraf sensoris yang berasal dari satu saraf spinal. Gambar 3 memperlihatkan segmen dermatom tubuh yang penting untuk anestesi dalam pembedahan, efek anestesi spinal harus mencapai segmen dermatom tertentu agar dapat memblok persarafan di daerah pembedahan tersebut 5

6 Tabel 1. Ketinggian segmen dermatom dalam anestesi spinal untuk prosedur pembedahan 4 Pembedahan Ketinggian segmen dermatom kulit Tungkai bawah T12 Panggul T10 Uterus-vagina T10 Buli-buli, prostat T10 Testis ovarium T8 Intraabdomen bawah T6 Intraabdomen atas T4 Paha dan tungkai bawah L1 2.2 Anestesia Spinal Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid di region antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5 dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan blokade saraf simpatis. 10 Beberapa nama lain dari anestesia spinal diantaranya adalah analgesia spinal, analgesia subarakhnoid, blok spinal, blok arakhnoid, anestesi subarakhnoid dan anestesi lumbal. 3,6 Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. 4 Anestesi spinal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan anestesia umum, khususnya untuk tindakan operasi abdomen bagian bawah, perineum dan ekstremitas bawah. 6

7 Anestesia spinal dapat menumpulkan respons stress terhadap pembedahan, menurunkan perdarahan intraoperatif, menurunkan kejadian tromboemboli postoperasi, dan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien bedah dengan risiko tinggi. Beberapa keuntungan anestesi spinal : Mudah untuk dilakukan Menyediakan kondisi operasi yang sangat baik untuk dokter bedah Lebih murah daripada anestesi umum Fungsi gastrointestinal yang normal kembali lebih cepat dengan anestesi spinal dibandingkan anestesi umum Pasien mempertahankan jalan napas paten Penurunan komplikasi paru dibandingkan dengan anestesi umum Menurunkan kejadian trombosis vena dalam dan pembentukan emboli paru dibandingkan dengan anestesi umum Beberapa kekurangan anestesi spinal : Risiko kegagalan bahkan dalam tangan-tangan terampil. Selalu bersiaplah untuk menginduksi anestesi umum. Obat resusitasi harus tersedia. Operasi bisa berlangsung lebih lama dari anestesi spinal. Rencana alternatif (yaitu anestesi umum) harus dipersiapkan sebelumnya. Indikasi : 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetrik-ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan. Kontra indikasi absolut : 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 7

8 3. Hipovolemia berat, syok 4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan 5. Tekanan intrakranial meningkat 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. Kontra indikasi relatif : 1. Infeksi sistemik 2. Infeksi sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6. Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronik Persiapan analgesia spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini : 1. Informed consent. Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal 2. Pemeriksaan fisik. Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung 3. Pemeriksaan laboratorium anjuran seperti pemeriksaan darah rutin. Peralatan analgesia spinal : 1. Peralatan monitor: tekanan darah,pulse oximetri,ekg 2. Peralatan resusitasi 3. Jarum spinal : Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil(pencil point whitecare) 8

9 Gambar 4. Graphical representations of epidural and spinal needle tip design. (A) 26G Atraucan1 double bevel design; (B) 26G Sprotte1 style pencil point; (C) 22G Whitacre style pencil point; (D) 16G Tuohy needle. Teknik Anestesi Spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. 1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk. 2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, DocalD L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine. 4. Beri anastesi local pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg) 5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada 9

10 posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter. 6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm. Posisi: 1. Posisi Duduk 2. Pasien duduk di atas meja operasi 3. Dagu di dada 4. Tangan istirahat di lutut Posisi Lateral: 1. Bahu sejajar dengan meja operasi 2. Posisikan pinggul di pinggir meja operasi 3. Memeluk bantal/knee chest position Tinggi blok analgesia spinal : Faktor yang mempengaruhi: 1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia 2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia 3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik. 4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan. 5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi. 10

11 6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial. 7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik 8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. 9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang diperlukan. 10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien. 2.3 Obat Dalam Anestesia Spinal Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti kerusakan struktur saraf 4. Obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak neurotoksik, dan pemulihan blokade motorik yang cepat pascaoperasi sehingga mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan risiko toksisitas sistemik yang rendah. Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik atau gabungan alkaloid larut lemak dan garam larut air. Rumus bangun terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan cincin hidrokarbon sebagai penghubung, bagian ekor amino tersier bersifat hidrofilik. Bagian aromatik mempengaruhi kelarutan dalam air dan rantai 11

12 penghubung menentukan jalur metabolisme obat anestetik lokal 3,6. Struktur umum dari obat anestetik lokal tersebut mencerminkan orientasi dari tempat bekerja yaitu membran sel saraf. Jika dilihat susunan dari membran sel saraf yang terdiri dari dua lapisan lemak dan satu lapisan protein di luar dan dalam, maka struktur obat anestetik lokal gugus hidrofilik berguna untuk transport ke sel saraf sedangkan gugus lipofilik berguna untuk migrasi ke dalam sel saraf 3,6. Obat anestesi lokal yang digunakan dibagi ke dalam dua macam, yakni golongan ester seperti kokain, benzokain, prokain, kloroprokain, ametokain, tetrakain dan golongan amida seperti lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain, ropivakain, levobupivakain. Perbedaannya terletak pada kestabilan struktur kimia. Golongan ester mudah dihidrolisis dan tidak stabil dalam cairan, sedangkan golongan amida lebih stabil. Golongan ester dihidrolisa dalam plasma oleh enzim pseudo-kolinesterase dan golongan amida dimetabolisme di hati 4,12. Di Indonesia golongan ester yang paling banyak digunakan ialah prokain, sedangkan golongan amida tersering ialah lidokain dan bupivakain 2,4. Tabel 2. Jenis anestesi lokal 2 Prokain Lidokain Bupivakain Golongan Ester Amida Amida Mula kerja 2 menit 5 menit 15 menit Lama kerja menit menit 2-4 jam Metabolisme Plasma Hepar Hepar Dosis maksimal (mg/kgbb) Potensi Toksisitas Tabel 3. Anestetik lokal yang paling sering digunakan 4 Anestetik lokal Berat jenis Sifat Dosis Lidokain 2% plain Isobarik mg (2-5 ml) 5% dalam Hiperbarik mg (1-2 ml) dekstrosa 7,5% Bupivakain 12

13 0.5% dalam air Isobarik 5-20 mg (1-4 ml) 0.5% dalam Hiperbarik 5-15 mg (-3 ml) dekstrosa 8.25% Farmakokinetik dalam plasma Berat jenis cairan serebrospinal pada suhu 37ºC ialah 1,003-1,008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan cairan serebrospinal disebut isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari cairan serebrospinal disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari cairan serebrospinal disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yaitu campuran antara anestetik lokal dengan dekstrosa 4. Absorpsi Absorpsi sistemik dari anestesi lokal yang diinjeksikan bergantung pada aliran darah, yang ditentukan dari beberapa faktor dibawah ini: 1. Lokasi injeksi; kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan ramainya vaskularisasi tempat suntikan: absorbsi intravena > trakeal > interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > pleksus brakialis > ischiadikus > subkutan. 2. Adanya vasokontriksi dengan penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriksi pada tempat pemberian anestesi yang akan menyebabkan penurunan absorpsi sampai 50% dan peningkatan pengambilan neuronal, sehingga meningkatkan kualitas analgesia, memperpanjang durasi, da meminimalkan efek toksik. Efek vaskonstriksi yang digunakan biasanya dari obat yang memiliki masa kerja pendek. Epinefrin juga dapat meningkatkan kualitas analgesia dan memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap reseptor adrenergik alfa Agen anestesi lokal, anestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih lambat terjadi absorpsi dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik yang dimilikinya. Distribusi Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ dan ditentukan oleh faktor-faktor: 1. Perfusi jaringan-organ dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar, ginjal, dan jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat (fase α), yang diikuti 13

14 redistribusi yang lebih lambat (fase β) sampai perfusi jaringan moderat (otot dan saluran cerna). 2. Koefisien partisi jaringan/darah ikatan protein plasma yang kuat cenderung mempertahankan obat anestesi di dalam darah, dimana kelarutan lemak yang tinggi memfasilitasi ambilan jaringan. 3. Massa jaringan otot merupakan reservoar paling besar untuk anestesi lokal karena massa dari otot yang besar. Fiksasi Anestetik lokal berikatan dengan protein plasma dengan berbagai derajat. Hal ini menunjukkan bahwa obat yang berikatan kuat dengan protein plasma mengurangi toksisitasnya karena hanya sebagian kecil dari jumlah total plasma yang bebas berdifusi ke dalam jaringan yang dapat menghasilkan efek toksik. Namun obat yang berikatan dengan protein juga masih mampu berdifusi kedalam plasma mengikuti gradien konsentrasi, karena bagian yang terikat protein memiliki keseimbangan yang sama dengan yang terlarut dalam plasma. Dengan demikian, ikatan dengan protein tidak berhubungan dengan efek toksisitas akut obat. Metabolisme dan ekskresi Metabolisme dan ekskresi dari lokal anestesi dibedakan berdasarkan strukturnya: 1. Golongan ester Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolitnya yang larut air diekskresikan melalui urin. 2. Golongan amida Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal P-450 di hati. Kecepatan metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal. Metabolisme lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian kecil diekskresikan dalam bentuk utuh. Farmakokinetik dalam cairan serebrospinal Setelah penyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid maka akan terjadi proses difusi obat ke dalam cairan serebrospinal sebelum menuju target lokal sel saraf 5. Selanjutnya obat akan diabsorbsi ke dalam sel saraf (akar saraf spinal dan medulla spinalis). Ada empat faktor yang mempengaruhi absorbsi anestetik lokal di ruang subarakhnoid, yaitu (1) konsentrasi anestetik lokal, konsentrasi terbesar ada pada daerah penyuntikkan. Akar saraf spinal sedikit mengandung epineurium dan impulsnya mudah dihambat, (2) luas permukaan saraf yang 14

15 terpajan akan memudahkan absorpsi dari anestetik lokal, semakin luas daerah sel saraf yang terpajan dengan anestetik lokal maka akan semakin besar juga absorbsi anestetik lokal oleh sel saraf. Oleh karena itu semakin jauh penyebaran anestetik lokal dari tempat penyuntikkan, maka akan semakin menurun konsentrasi anestetik lokal dan absorpsi ke sel saraf juga menurun, (3) lapisan lemak pada serabut saraf, (4) aliran darah ke sel saraf. Absorbsi dan distribusi anestetik lokal setelah penyuntikkan spinal ditentukan oleh banyak faktor antara lain dosis, volume dan barisitas dari anestetik lokal serta posisi pasien 1,4. Medula spinalis mempunyai dua mekanisme untuk absorbsi anestetik lokal yakni (1) difusi dari dairan serbrospinal ke pia meter lalu masuk ke medulla spinalis, dimana proses difusi ini terjadi lambat. Hanya area superfisial atau permukaan dari medulla spinalis yang dipengaruhi oleh anestetik lokal. (2) absorbsi terjadi ruang Virchow-Robin, dimana daerah piameter banyak dikelilingi oleh pembuluh darah yang berpenetrasi ke sistem saraf pusat. Ruang Virchow-Robin terhubung dengan celah perineuronal yang mengelilingi badan sel saraf di medulla spinalis dan menembus sampai ke daerah terdalam medulla spinalis 1. Gambar 5. Ruang periarterial Virchow-Robin yang mengelilingi medulla spinalis Kadar lemak juga menentukan absorbsi anestetik lokal. Semakin bermielin memerlukan konsentrasi anestetik lokal yang lebih tinggi untuk dapat memblok impuls, karena ada kadar lemak yang tinggi di selubung mielin tersebut 4. Distribusi anestetik lokal pada ruang subarahnoid atau cairan serebrospinal dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a. Faktor utama 15

16 1. Berat jenis atau barisitas dan posisi pasien. Barisitas merupakan faktor utama yang menentukan penyebaran lokal anestetik di ruang subarakhnoid dan dipengaruhi juga oleh gravitasi serta posisi pasien 4,15. Larutan hipobarik ialah larutan yang lebih ringan dari cairan serbrospinal bersifat melawan gravitasi, larutan isobarik ialah larutan yang sama berat dengan cairan serbrospinal bersifat menetap pada tingkat daerah penyuntikkan, larutan hiperbarik ialah larutan yang lebih berat daripada cairan otak bersifat mengikuti gravitasi setelah pemberian. Larutan hiperbarik biasanya menghasilkan tingkat blok yang lebih tinggi. Contoh pengaruh barisitas dan posisi pasien terhadap penyebaran anestetik lokal: - Posisi kepala kebawah maka larutan hiperbarik akan menyebar ke arah cephalad, sedangkan larutan hipobarik akan menyebar ke arah kaudal. - Posisi kepala keatas maka larutan hiperbarik akan menyebar ke arah kaudal, sedangkan larutan hipobarik akan menyebar ke arah cephalad. - Posisi lateral maka larutan hiperbarik akan menyebar mengikuti posisi lateral dan sebaliknya untuk larutan hipobarik. - Posisi apapun dengan larutan isobarik akan berada pada daerah sekitar penyuntikkan. - Saat pasien dalam posisi supinasi maka setelah penyuntikkan larutan hiperbarik, anestetik lokal akan menyebar ke area T4-T8 dan puncaknya akan mengikuti lekukan normal dari vertebra yaitu di T4. Pada umumnya semakin jauh penyebaran lokal anestetik maka semakin singkat durasi blok sensorik obat tersebut karena menurunnya konsentrasi obat di daerah injeksi Dosis dan volume anestetik lokal Semakin besar jumlah dan kadar konsentrasi dari anestetik lokal, maka akan semakin tinggi juga area hambatan 3,6. Gambar 6. Diagram of Gravities Influence on Baricity 16

17 b. Faktor tambahan 1. Umur Umur pasien berpengaruh terhadap level analgesi spinal. Ruang arakhnoid dan epidural menjadi lebih kecil dengan bertambahnya umur yang membuat penyebaran obat analgetika lokal lebih besar atau luas, dengan hasil penyebaran obat analgetika lokal ke cephalad lebih banyak sehingga level analgesia lebih tinggi dengan dosis sama dan tinggi badan sama. Sehingga dosis hendaknya dikurangi pada umur tua. 2. Tinggi badan Makin tinggi tubh makin panjang medula spinalisnya, sehingga penderita yang tinggi memerlukan dosis lebih banyak daripada yang pendek 3,6. 3. Berat badan Kegemukan berhubungan dengan penumpukan lemak dalam rongga epidural yang akan mengurangi volume cairan serebrospinal. Pengalaman klinis mengindikasikan bahwa kegemukan berpengaruh sedikit terhadap penyebaran obat anastetik lokal dalam cairan serebrospinal 3,6. 4. Tekanan intraabdomen Tekanan intraabdomen yang meninggi menyebabkan tekanan vena dan isi darah vertebral meningkat yang menyebabkkan berkurangnya isi cairan serebrospinal. Akibatnya hasil anastetik lokal yang dicapai lebih tinggi seperti pada ibu hamil, obesitas, dan tumor abdomen 3,6. 5. Anatomi kolumna vertebralis Lekukan kolumna vertebralis akan mempengaruhi penyebaran obat anastetik lokal dalam cairan serebrospinal. Ini akan tampak pada cairan yang bersifat hiperbarik atau hipobarik pada posisi terlentang horizontal. Penyuntikkan di atas L3 dengan posisi pasien supinasi setelah penyuntikkan akan membuat penyebaran anestetik lokal kerah cephalad dan mencapai kurvatura T Tempat penyuntikan Kurang berperan terhadap tingginya analgesia. Tusukan pada lumbal 2-3 atau lumbal 3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah torakal, sedangkan tusukan pada lumbal 4-5 karena bentuk vertebral memudahkan obat berkumpul di daerah sakral 3,6. 7. Arah penyuntikan Bila anestetik lokal disuntikkan kearah kaudal maka pennyebaran oat akan terbatas dibandingkan dengan penyuntikkan kearah cephalad. 8. Barbotase atau kecepatan penyuntikan 17

18 Kecepatan penyuntikan yang lambat menyebabkan difusi lambat dan tingkat analgesia yang dicapai rendah 3,6 Selain itu, volume dan berat jenis cairan serebrospinal juga mempengaruhi penyebaran atau tingginya blok saraf. Dimana volume cairan serebrospinal yang menurun akan meninggikan tingkat blok saraf, sedangkan bila volume cairan serebrospinal yang meningkat akan menurunkan tingkat blok saraf. Kedua yaitu berat jenis cairan serebrospinal yang tinggi akan mengurangi penyebaran tingkat blok saraf, sedangkan berat jenis cairan sererbospinal yang rendah akan menghasilkan penyebaran obat anestetik lokal yang besar. 5 Ketika pemberian obat anestetik lokal diberikan secara spinal, obat memiliki akses bebas ke jaringan medula spinalis dan bekerja langsung pada target lokal di membran sel saraf serta sebagian kecil dosis dapat memberikan efek yang cepat. Anestetik lokal di cairan serebrospinal ini tidak berikatan dengan protein, karena konsentrasi protein di cairan serebrospinal rendah 13. Eliminasi anestetik lokal dari ruang subarakhnoid terjadi melalui absorbsi oleh pembuluh darah di ruang subarakhnoid dan ruang epidural. Anestetik lokal juga berdifusi ke dalam ruang epidural dan setelah di ruang epidural akan berdifusi ke dalam pembuluh darah epidural sama seperti halnya pada ruang subarakhnoid. Aliran darah menentukan laju eliminasi anestetik lokal dari medula spinalis. Semakin cepat aliran darah di medula spinalis, maka akan semakin cepat juga anestetik lokal dieliminasi. Hal inilah yang menjelaskan mengapa konsentrasi anestetik lokal lebih besar pada bagian posterior medula spinalis dibandingkan dengan anterior medula spinalis, walaupun bagian anterior lebih banyak terhubung dengan ruang Virchow-Robin. Setelah anestetik lokal diberikan, aliran darah dapat ditingkatkan atau diturunkan ke medula spinalis, bergantung pada sifat anestetik lokal tersebut, sebagai contoh tetrakain meningkatkan aliran darah medula spinalis tapi lidokain dan bupivakain menurunkan aliran darah, yang akan berpengaruh terhadap eliminasi dari anestetik local. 4 Vaskularisasi medula spinalis terdiri dari pembuluh darah yang ada di medula spinalis dan di pia meter. Absorbsi anestetik ini terjadi pada pembuluh darah di piameter dan medulla spinalis. Akibat perfusi ke medula spinalis bervariasi, maka laju eliminasi anestetik lokal juga bervariasi. Farmakodinamik Pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid di regio vertebra. Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari luar yaitu kulit, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, durameter, dan 18

19 arakhnoid. Ruang subarakhnoid berada diantara arakhnoid dan piameter, sedangkan ruang antara ligamentum flavum dan durameter merupakan ruang epidural 3,6,14. Lokal anestetik yang dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid akan memblok impuls sensorik, autonom dan motorik. Lokasi target dari anestesi spinal adalah akar saraf spinal dan medulla spinalis. 5 Dalam anestesi spinal konsentrasi obat lokal anestetik di cairan serebrospinal memiliki efek yang minimal pada medula spinalis 14. Mekanisme obat anestetik spinal Mekanisme aksi obat anestesi lokal adalah mencegah transmisi impuls saraf atau blokade konduksi dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membran saraf 2. Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga hasilnya tak terjadi konduksi saraf 4. Obat anestesi lokal setelah masuk cairan serebrospinal, berdifusi menyebrang selubung saraf dan membran, tetapi hanya yang dalam bentuk basa yang bisa menembus membran lipid ini. Ketika mencapai akson terjadi ionisasi dan dalam bentuk kation yang bermuatan bisa mencapai reseptor pada saluran natrium. Akibatnya terjadi blokade saluran natrium, hambatan konduksi natrium, penurunan kecepatan dan derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadi blokade saraf. Obat anestesi lokal juga memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor N-methyl-Daspartat (NMDA) dengan derajat berbeda-beda. Tidak semua serabut saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi lokal. Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal dan derajat mielinisasi serta berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain 2. Pada umumnya, serabut saraf kecil dan bermielin lebih mudah diblok dibandingkan serabut saraf besar tak bermielin. Anestetik lokal lebih mudah menyekat serabut yang berukuran kecil karena jarak propragasi pasif suatu impuls listrik melalui serabut tadi lebih pendek. Semakin besar dan tebal suatu serabut saraf (misalnya, neuron motorik), nodusnya makin terpisah jauh satu sama lain sehingga sulit diblokade 16. Diameter yang kecil dan sedikit atau tidak memiliki mielin meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi lokal dan akan lebih mudah untuk diblok 2,16. Sedangkan diameter yang besar dan mielin yang tebal seperti pada saraf motorik akan lebih sulit untuk diblok. Saraf simpatis dan sensoris mempunyai lebih sedikit mielin dibandingkan saraf motorik 16. Dengan demikian, sensitivitas saraf spinalis terhadap anestesi lokal mulai dari autonom, sensorik, dan motorik 2. 19

20 Tabel 4. Klasifikasi serabut saraf 6 Serabut saraf Mielin Diameter Fungsi Kepekaan terhadap blokade A-alfa Eferen motorik, + aferen proprioseptik A-beta Eferen motorik, ++ aferen proprioseptik A-gamma Eferen kumparan ++ otot (spindle) A-delta Nyeri, suhu, rabaan +++ B + <3 Otonomik ++++ preganglionik C Nyeri, suhu, rabaan Otonom pascaganglionik ++++ Serabut saraf C memerlukan konsentrasi obat anestesi lokal lebih sedikit untuk memblok konduksi dibandingkan serabut tipe B dan serabut saraf tipe B memerlukan konsentrasi lebih rendah daripada serabut saraf tipe A. secara umum serabut saraf autonom terblok pertama kali dan serabut saraf motorik yang terakhir 2. Secara umum tingginya blokade simpatis kira-kira 2-3 segmen lebih tinggi daripada tingginya blokade sensorik dan tingginya blokade sensorik 2-3 segmen lebih tinggi daripada blokade motorik. Hal ini dimungkinkan karena konsentrasi obat anestesi lokal di dalam cairan serebrospinal semakin kearah cephalad menjauh tempat injeksi akan berkurang, disamping serabut saraf bermielin memerlukan paling tidak tiga nodus ranvier yang berurutan harus diblok secara komplit untuk menghambat konduksi 1,2. Maka dari itu, urutan hilangnya fungsi sel saraf pada anestesi lokal sebagai berikut: (1) simpatis (vasomotor) berupa dilatasi pembuluh darah arteri dan vena, (2) sensoris suhu dan nyeri, (3) sensoris raba dan tekanan, (4) proprioseptif berupa kesadaran akan posisi tubuh, (5) fungsi motorik 14. Bila anestetik lokal ini telah habis bekerja, maka fungsi-fungsi ini akan kembali dalam urutan terbalik yakni fungsi motorik akan kembali dulu, kemudian sensasi raba dan nyeri, serta terakhir respon simpatis akan normal kembali seperti tekanan darah 1,6. 20

21 Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan potensi dan lama kerja menjadi 3 grup. Grup I meliputi prokain, kloroprokain yang memiliki potensi dan lama kerja yang singkat. Grup II meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang. Grup III meliputi tetrakain, bupivakain, etidokain yang memiliki potensi kuat dan lama kerja yang panjang. Anestesi lokal juga dibedakan berdasarkan pada mula atau awal kerjanya seperti kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain, etidokain memiliki mula kerja yang relatif cepat, bupivakain memiliki mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tetrakain bermula kerja lambat 2. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten, karena itu merupakan kemampuan anestesi lokal untuk menembus membran yang hidrofobik 2,4. Secara umum, potensi dan kelarutan lemak meningkat dengan meningkatnya jumlah total atom karbon pada molekul 2. Mula Kerja Mula kerja obat anestetik lokal dipengaruhi juga oleh (1) kelarutan dalam lemak, dimana obat dengan kelarutan lemak yang lebih rendah biasanya memiliki onset yang lebih cepat 2,3,6. (2) Konsentrasi relatif bentuk larut lemak tidak terionisasi dan bentuk larut air terionisasi, yang ditunjukkan oleh konstanta disosiasi (pka) menentukan awal kerja. Pengukurannya adalah ph dimana jumlah obat bentuk yang terionisasi dan yang tidak terionisasi sama 2,4. Obat anestetik lokal degan pka mendekati ph fisiologis akan mempunyai konsentrasi bentuk tak terionisasi lebih tinggi sehingga dapat melewati membran saraf dan mengakibatkan mula kerja yang lebih cepat 3,6. (3) Alkalinisasi obat anestetik lokal mempercepat mula kerja, meningkatkan kualitas blok dan memperpanjang lama blok dengan meningkatkan jumlah basa bebas yang tersedia 4,6. Lama Kerja Lama kerja obat anestetik lokal dipengaruhi oleh (1) kelarutan dalam lemak, obat dengan kelarutan dalam lemak yang tinggi akan memiliki kerja lebih panjang sebab lebih lambat dikeluarkan dari sirkulasi darah 2,4,6. (2) Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja, obat dengan kelarutan lemak yang tinggi juga mempunyai ikatan protein plasma yang tinggi terutama terhadap alfa-1 asam glikoprotein dan sedikit terhadap albumin, sebagai konsekuensinya eliminasi memanjang 2,4. (3) Potensi dan lama kerja anestesi spinal berhubungan 21

22 dengan sifat individual obat anestesi dan ditentukan oleh kecepatan absorpsi sistemik, sehingga semakin tinggi tingkat daya ikat protein pada reseptor, semakin panjang lama kerja anestesi spinal tersebut. Potensi dan lama kerja dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi dan dosis. Potensi yang kuat berhubungan dengan tingginya kelarutan dalam lemak, karena hal ini akan memungkinkan kelarutan dan memudahkan obat anestesi regional 1. Pemilihan obat lokal anestesi yang akan digunakan pada umumnya berdasar pada perkiraan durasi dari pembedahan yang akan dilakukan dan kebutuhan pasien untuk segera pulih dan mobilisasi 1. Tabel 5. Perbandingan golongan ester dan golongan amida 4 Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas Ester Prokain 1 (rendah) Cepat Rendah Kloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat Sangat rendah Tetrakain 8-16 (tinggi) Lambat Sedang Amida Lidokain 1-2 (sedang) Cepat Sedang Etidokain 4-8 (tinggi) Lambat Sedang Prilokain 1-8 (rendah) Lambat Sedang Mepivakain 1-5 (sedang) Sedang Tinggi Bupivakain 4-8 (tinggi) Lambat Rendah Ropivakain 4 (tinggi) Lambat Rendah Levobupivakai 4 (tinggi) Lambat n Agen Tabel 6. Sifat beberapa anestetik lokal amida 17 Waktu-Paruh Distribusi Eliminasi t 1/2 (jam) V dss (L) (menit) Bupivakain 28 3,5 72 0,47 Lidokain 10 1,6 91 0,95 Mepivakain 7 1,9 84 0,78 Prilokain 5 1, ,84 Ropivakain 23 4,2 47 0,44 B= bersihan, V dss = volume distribusi pada keadaan stabil B (L/menit) Beberapa anestetik lokal yang sering digunakan 4. 22

23 1. Kokain Hanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas dengan lama kerja menit. 2. Prokain Digunakan untuk infiltrasi dengan konsentrasi 0,25-0,5%, penggunaan untuk blok saraf degan konsentrasi 1-2%. Dosis 15 mg/kgbb dan lama kerja menit. 4. Lidokain Konsentrasi efektif minimal 0,25%, penggunaan infiltrasi mula kerja 10 menit dan relaksasi otot cukup baik. Lama kerja sekkitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan. Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer. 0,25%-0,5% ditambah adrenalin untuk infiltrasi, 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik, 1,0% untuk blok motorik dan sensorik, 2,0% untuk blok motorik pasien berotot, 4,0% atau 10% untuk topikal semprot faring-laring (pump spray), 5,0% unutk jeli yang dioleskan pada pipa trakea, 5,0% lidokain dicampur 5,0% prilokain untuk topikal kulit, 5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subarakhnoid). 5. Bupivakain Konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan kaudal epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anestesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%. 2.4 Efek Samping dan Komplikasi Efek samping obat anestetik lokal terhadap sistem tubuh 4 1. Sistem kardiovaskular - Depresi automatisasi, kontraktilitas, dan kecepatan konduksi miokard. - Dilatasi arteriolar karena relaksasi otot polos. - Dosis besar dapat menyebabkan disritmia atau kolaps sirkulasi. 2. Sistem pernafasan - Relaksasi otot polos bronkus 23

24 - Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus di C3-5, paralisis interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan nafas. - Blokade saraf torakal akan menurunkan aktivitas otot interkostal. Ini hanya berpengaruh kecil pada volume tidak karena adanya kompensasi diafragma, tapi hal ini akan menimbulkan penurunan kapasitas vital akibat penurunan signifikan dari expiratory reserve volume. Pasien ini akan mengalami dispnea dan kesulitan untuk inspirasi maksimal serta batuk. Blokade torakal juga memicu penurunan cardiac output dan tekanan arteri pulmonal serta peningkatan ventilasi atau ketidakseimbangan perfusi yang akan menyebabkan penurunan tekanan oksigen arteri. Pasien dengan blokade torakal saat bangun harus diberikan oksigen yang tinggi untuk membantu pernafasan 1,3. 3. Sistem pencernaan 14 Inervasi simpatis pada organ-organ abdomen mulai dari T6-L2. Akibat blokade simpatis, maka kerja parasimpatis meningkat seperti peningkatan sekresi, relaksasi sfingter dan konstriksi usus. Sekitar 20% pasien mual dan muntah setelah anestesi spinal dan faktor risiko terjadinya karena blokade saraf diatas T5, hipotensi, penggunaan opioid dan riwayat mual muntah sebelumnya. Peningkatan aktivitas vagal setelah blokade simpatis menyebabkan peningkatan peristaltik usus yang memicu mual. Dengan demikian, atropine berguna untuk mengatasi mual setelah blokade spinal yang tinggi 4. Sistem saraf pusat Sistem saraf pusat rentan terhadap toksisitas obat anestetik lokal dengan tanda-tanda awal rasa kebas, parestesi lidah, pusing. Keluhan sensorik berupa tinitus dan pandangan kabur. Tanda eksitasi seperti kurang istirahat, agitasi, gelisah, paranoid. Tanda adanya depresi sistem saraf pusat misal bicara tidak jelas/pelo, mudah mengantuk, kejang, depresi pernafasan, tidak sadar, koma. 5. Imunologi Golongan ester lebih sering menyebabkan alergi, karena merupakan derivat para-aminobenzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen. 6. Sistem muskuloskeletal Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain). Secara histologi, hiperkontraksi miofibril menyebabkan degenerasi litik, edema, dan nekrosis. Regenerasi biasanya timbul setelah 3-4 minggu. 7. Ginjal dan hepar Aliran darah ginjal dipengaruhi oleh tekanan arterial. Bila tidak terjadi vasokonstriksi di ginjal maka aliran darah ginjal tidak akan menurun sampai tekanan arteri rata-rata 24

25 menurun dibawah 50 mmhg. Dengan begitu, bila tidak terjadi hipotensi berat maka alirah darah ginjal serta urin output masih dalam batas normal selama anestesi spinal. Sedangkan aliran darah hepar akan menurun mengikuti derajat dari hipotensi Endokrin dan metabolisme Anestesi spinal akan menghambat respon hormonal dan respon stres metabolik yang berhubungan dengan pembedahan. Respon ini berupa peningkatan ACTH, kortisol, epinefrin, norepinefrin dan vasopresin serta renin angiotensin aldosteron. Komplikasi Komplikasi dapat dibagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut: ketinggian blokade saraf, lokasi jarum penyuntikkan dan toksisitas obat 1,5. a. Ketinggian blokade saraf bisa menimbulkan hipotensi sampai cardiac arrest dan retensi urin. Ketinggian blokade saraf bisa terjadi akibat dosis lebih dari anestetik lokal, kegagalan untuk mengurangi dosis pada pasien-pasien yang rentan terhadap penyebaran berlebih anestetik lokal (usia tua, hamil, obesitas dan pendek), peningkatan sensitifitas, penyebaran obat yang berlebih. Gejala awal yang muncul berupa dispnea, rasa kebal atau kelemahan pada lengan, mual bisa dikarenakan hipoperfusi otak, dan hipotensi ringan sampai sedang 9. Jika penyebaran anestetik lokal sampai pada cervical maka akan muncul gejala hipotensi berat, bradikardia, gagal nafas. Bila timbul gangguan kesadaran dan apnea, maka penanganan airway dan breathing berupa pemberian oksigen, intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan. Selanjutnya penangan sirkulasi berupa pemberian cairan intravena, posisi trendelenburg dan vasopresor 1,5. 1. Hipotensi 1,4 Efek blokade simpatis dari anestesi spinal akan mengubah hemodinamik. Ketinggian dari blokade saraf akan meninggikan blokade simpatis, yang dapat dilihat dari perubahan kardiovaskular terutama blokade simpatis T1-L2. Hipotensi dan bradikardia adalah efek samping yang diakibatkan oleh denervasi simpatis. Faktor risiko hipotensi antara lain hipovolemia, hipertensi preoperatif, ketinggian blokade sensoris, usia diatas 40 tahun, obesitas, kombinasi 25

26 anestesia umum dan regional. Konsumpsi alkohol kronis, riwayat hipertensi, BMI lebih, ketinggian blokade sensoris, kedaruratan pembedahan akan meningkatkan hipotensi setelah anestesi spinal. Hipotensi terjadi berkisar 33% pada populasi non obstetri. Dilatasi arteri dan vena pada anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi. Dilatasi arteri tidak terjadi maksimal setelah blokade spinal dan otot polos pembuluh darah akan tetap mempertahankan tonus otonom setelah denervasi simpatis. Karena pertahanan tonus otonom masih ada tersebut, maka resistensi total pembuluh darah perifer menurun hanya 15-18%, selanjutnya MAP menurun 15-18% bila cardiac output tidak menurun. Pada pasien dengan penyakit arteri koroner, resistensi pembuluh darah sistemik akan menurun sampai 33% setelah anestesi spinal. Sebaliknya setelah anestesi spinal akan terjadi dilatasi vena yang maksimal bergantung pada letak vena tersebut. Jika vena terletak dibawah atrium kanan, gravitasi akan mempengaruhi pengisian darah vena perifer. Sedangkan jika vena terletak diatas atrium kanan, maka aliran balik darah ke jantung akan meningkat. Aliran balik vena ke jantung atau preload bergantung pada posisi pasien saat anestesi spinal. Sebagian besar pasien tidak mengalami perubahan denyut jantung yang signifikan setelah anestesi spinal, namun usia muda < 50 tahun dan sehat atau ASA 1 mempunyai risiko tinggi untuk bradikardia. Penggunaan beta blocker juga meningkatkan risiko bradikardia. Insidensi bradikardi pada populasi non obstetri berkisar 13%. Serabut saraf simpatis yang mengatur denyut jantung keluar dari segmen T1-T4 dan blokade pada serabut saraf ini akan menimbulkan bradikardia. Penurunan aliran balik vena juga akan menyebabkan bradikardia karena tekanan pengisian jantung berkurang dan memicu reseptor regangan intracardiac untuk menurunkan denyut jantung. Maka dari itu, monitoring terhadap pasien dengan anestesi spinal penting dan bila terjadi efek samping dapat ditangani dengan cepat dan tepat. 2. Retensi urin Ini terjadi akibat blokade saraf S2-4 yang menurunkan tonus otot kandung kemih dan menghambat refleks berkemih. Pemasangan kateter urin bermanfaat pada pembedahan yang cukup lama. Penilaian postoperatif terhadap retensi urin sangat berguna karena bila terdapat retensi urin yang lama merupakan tanda adanya kerusakan saraf yang serius. b. Lokasi penyuntikkan 26

27 1. Nyeri punggung Saat penyuntikkan dengan jarum pada bagian punggung akan memicu repon peradangan yang akan menghasilkan kekakuan sementara. Gejala dapat berlanjut lebih dari seminggu. Nyeri punggung ini bisa merupakan tanda awal dari komplikasi hematoma spinal dan abses. 2. Postdural puncture headache Nyeri kepala terjadi akibat kebocoran cairan serebrospinal melewati lubang pada durameter. Adanya penurunan tekanan intrakaranial akibat kebocoran cairan serebrospinal. Ketika pasien dalam posisi tegak akan ada traksi pada dura, tentorium dan pembuluh darah yang menimbulkan nyeri. Gejala berupa nyeri kepala pada posisi duduk atau berdiri dan berkurang bila berbaring, nyeri kepala bilateral, frontal, retro orbita, oksipital dan menjalar ke leher. Onset nyeri ini jam setelah prosedur. 3. Hematoma spinal Insidensi hematoma spinal pada anestesi spinal 1: adapun faktor yang meningkatkan risiko hematoma spinal antara lain pemakaian antikoagulan atau penyakit yang berhubungan dengan koagulasi darah, penyuntikkan anestesi spinal berulang kali. Perdarahan pada ruang subarachnoid akan mengompresi saraf dan menimbulkan iskemia dan kerusakan sel saraf. Onset gejala berjalan cepat berupa nyeri punggung dan tungkai bawah, hilang rasa dan kelemahan progresif, disfungsi sfingter. 5 c. Toksisitas obat 1. Transcient neurological symptoms Gejala dan tanda berupa nyeri punggung bawah menjalar ke tungkai bawah. Gejala umumnya timbul setelah anestesi spinal lalu berkurang dan kembali menjadi normal. Ini terjadi antara 1 sampai 24 jam dan bisa terjadi setelah beberapa hari. Mekanisme pasti belum dapat diketahui namun secara teoritis bahwa lidokain lebih neurotoksik pada serabut saraf tak bermielin dibandingkan anestetik lokal lainnya. TNS lebih sering pada pasien dengan anestesi spinal dan posisi litotomi. Posisi ini membuat peregangan pada serabut akar saraf lumbosacral, perfusi menurun dan membuat saraf lebih mudah mendapatkan efek toksik dari anestetik lokal. Pecegahan berupa pemakaian bupivakain sebagai alternatif lainnya Sindrom cauda equina 27

28 Sindrom ini berhubungan dengan teknik kateter spinal dan lidokain 5%. Sindrom cauda equina bersifat permanen dan berupa disfungsi sfingter, defisit sensorik-motorik dan parese. Tingkat neurotoksisitas pada anestetik lokal yakni lidokain = tetrakain > bupivakain > ropivakain. 5 Bab 3 Kesimpulan Anestesi spinal juga dikenal sebagai subarachnoid anestesi adalah bentuk anestesi lokal atau regional. yang melibatkan suntikan obat anestesi ke dalam cairan cerebro spinal (CFS). di ruang subarachnoid Injeksi ini biasanya dibuat di daerah lumbal pada ruang L2/3 atau L3/4. Pilihan obat anestesi lokal didasarkan pada potensi efek agen, onset dan durasi anestesi, dan samping obat. Obat anestesi lokal yang banyak digunakan adalah golongan amida dengan alasan bentuk amida lebih stabil sedikit dimetabolisir dan cenderung terjadi akumulasi dalam plasma. Ikatan amida dipecah menjadi N-dealkilasi dengan cara hidrolisi, terutama di hepar. Contoh obat dalam golongan amida adalah lidokain, bupivakain, tetrakain. Adapun mekanisme kerja dari obat anestesi lokal adalah obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf, sehingga rangsang nyeri tidak dihantarkan. Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Obat anestesi lokal 28

29 yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain. Komplikasi obat anestesi lokal yaitu efek samping lokal pada tempat suntikan dapat timbul hematom dan abses sedangkan efek samping sistemik antara lain neurologis pada susunan saraf pusat, respirasi, kardiovaskuler, imunologi, muskuloskeletal dan hematologi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah hipotensi dan bradikardia. Persiapan untuk mengatasi hal tersebut berupa pemberian cairan ml/kg, posisi kepala lebih rendah, dan obat-obatan vasopresor yang harus disiapkan sebelum atau saat anestesi spinal. Pemantauan yang ketat terhadap terjadinya komplikasi harus dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi tersebut. Daftar Pustaka 1. Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Dalam: Jurnal Anestesiologi Indonesia. Bagian anestesiologi dan terapi intensif FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi. 2011; 3(1): McLure HA, Rubin AP. Review of local anaesthetic agents. Dalam: Anestesia. Minerva anestesiologica. 2005; 71 (3): Said A, Kartini A, Ruswan M. Petunjuk praktis anestesiologi: anestetik lokal dan anestesia regional. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; Liu SS, McDonald SB. Current issues in spinal anesthesia. Dalam: Review article American Society of Anesthesiologist. Anesthesiology. 2001; 94 (5): Morgan GE. Clinical Anesthesiology: 4 4th Edition. 6. Whiteside JB, Wildsmith JAW. Spinal anaesthesia: An update. Dalam: Continuing education in anaesthesia. 2005;

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik anestesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi untuk menunjang tindakan operasi telah dilakukan selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern memungkinkan operasi menjadi lebih

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Spinal a. Definisi Anestesi spinal adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Seperti yang telah diketahui, setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah sebelumnya akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi merupakan suatu tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. kali digunakan untuk prosedur pembedahan pada abad ke Blok sentral. penggunaan obat anestesi lokal yang lebih aman.

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. kali digunakan untuk prosedur pembedahan pada abad ke Blok sentral. penggunaan obat anestesi lokal yang lebih aman. BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. ANESTESI SPINAL 2.1.1. Sejarah Anestesi Spinal Anestesi spinal termasuk ke dalam teknik neuroaksial blok, yang terdiri dari blokade spinal, kaudal, dan epidural. Blokade spinal,

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Spinal Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan

Lebih terperinci

REFERAT. Anestesi Regional. DISUSUN OLEH : Clara Verlina Suhardi PEMBIMBING : Dr. Rizqan,SpAn

REFERAT. Anestesi Regional. DISUSUN OLEH : Clara Verlina Suhardi PEMBIMBING : Dr. Rizqan,SpAn REFERAT Anestesi Regional DISUSUN OLEH : Clara Verlina Suhardi 406147043 PEMBIMBING : Dr. Rizqan,SpAn Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah dan Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Lokal Bahan anestesi lokal pertama yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus Sistem Saraf Dr. Hernadi Hermanus Neuron Neuron adalah unit dasar sistem saraf. Neuron terdiri dari sel saraf dan seratnya. Sel saraf memiliki variasi dalam bentuk dan ukurannya. Setiap sel saraf terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat digunakan untuk prosedur pembedahan daerah abdomen bagian bawah, perineum dan ekstremitas

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 1. Perhatikan gambar berikut! Sel yang ditunjukkan gambar diatas adalah... neuron nefron neurit nucleus Kunci Jawaban : A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio cesarea semakin

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending Cedera medulla spinalis adalah cedera pada medulla spinalis yang dapat mempengaruhi fungsi motorik, sensorik, dan otonom. Perubahan ini dapat sementara atau permanen. Cedera medulla spinalis paling banyak

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB 2 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Spinal Sejak anestesi spinal / Sub-arachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, tehnik ini telah digunakan dengan luas untuk menyediakan

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

SISTEM SARAF MANUSIA

SISTEM SARAF MANUSIA SISTEM SARAF MANUSIA skema sistem saraf manusia m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti SEL SARAF Struktur sel saraf neuron: Badan sel, Dendrit Akson Struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

SISTEM SARAF. Sel Saraf

SISTEM SARAF. Sel Saraf SISTEM SARAF Sel Saraf Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistemn ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

PRESENTASI KASUS ANESTESI SPINAL. Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Stase Anestesi di RSUD Tidar Magelang

PRESENTASI KASUS ANESTESI SPINAL. Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Stase Anestesi di RSUD Tidar Magelang PRESENTASI KASUS ANESTESI SPINAL Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Stase Anestesi di RSUD Tidar Magelang Diajukan Kepada : dr. Budi Aviantoro, Sp.An Disusun Oleh : ALDHIMAS MARTHSYAL

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM Sistem Saraf manusia Tubuh manusia dapat dilihat sebagai suatu sistem saraf yang dapat berubah-ubah kinerjanya bergantung antara lain pada perubahan rangsangan dari

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta cadangan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM SISTEM KOORDINASI 1. SISTEM SARAF 2. SISTEM ENDOKRIN 3. SISTEM INDERA 4. SISTEM KOORDINASI PADA HEWAN SISTEM SARAF PADA MANUSIA Sistem saraf tersusun

Lebih terperinci

Gambar 1 : Tulang Vertebrae [2]

Gambar 1 : Tulang Vertebrae [2] 1 PENDAHULUAN Anestesi spinal juga dikenal sebagai subarachnoid anestesi adalah bentuk anestesi lokal atau regional, yang melibatkan suntikan obat anestesi ke dalam cairan cerebro spinal (CSF). di ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal (subarachnoid) merupakan salah satu jenis dari anestesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal (subarachnoid) merupakan salah satu jenis dari anestesi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal (subarachnoid) merupakan salah satu jenis dari anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf SSP SST Otak Medula spinalis Saraf somatik Saraf Otonom Batang otak Otak kecil Otak besar Diencephalon Mesencephalon Pons Varolii Medulla Oblongata Saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah 1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah A. Selaput mielin B. Sel schwann C. Nodus ranvier D. Inti sel Schwann E. Tidak ada jawaban yang benar Jawaban : A Selaput

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF 17 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 17 SISTEM SARAF Segala aktivitas tubuh manusia dikoordinasi oleh sistem saraf dan sistem hormon (endokrin). Sistem saraf bekerja atas

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB I PENDAHULUAN Istilah anestesi artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai hilangnya kesadaran 1. Spinal anestesi telah digunakan secara luas dan aman selama kurang lebih 100 tahun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF

A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF 1. Neuron Neuron adalah unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma, dengan komponen-komponennya antara lain: a. Badan sel Berfungsi

Lebih terperinci

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, Medula Spinalis Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat Kendali untuk sistem gerak

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Jl. Jend. A. Yani No. 51 (0357) 881410 Fax. 883818 Pacitan 63511 Website : http://rsud.pacitankab.go.id, Email : rsud@pacitankab.go.id KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

Sistem Saraf pada Manusia

Sistem Saraf pada Manusia Sistem Saraf pada Manusia Apa yang dimaksud dengn sistem saraf? Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nomor : / /RSUTP/SK/../2015 TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS dr. DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci