BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Belajar 1. Pengertian Belajar Syah (2003) menyatakan bahwa belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan Suryabrata (1984) menyatakan bahwa belajar itu membawa perubahan dan perubahan itu mencakup kecakapan baru dan terjadi karena usaha. Dalam belajar siswa memakai pendekatan belajar untuk mempelajari bidang studi atau materi yang sedang mereka tekuni. Pendekatan- pendekatan belajar itu antara lain adalah pendekatan belajar Biggs, pendekatan hukum Jost, dan pendekatan Ballard & Clanchy. 2. Pendekatan Belajar a. Pengertian Pendekatan Belajar Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran. Siswa menggunakan pendekatan belajar yang khusus pada pembelajaran akademik. Pendekatan belajar digunakan

2 untuk menggambarkan bagaimana cara siswa mempelajari tugas-tugas tertentu (Biggs dan Tang, 2007). Pengertian pendekatan belajar dalam penelitian ini adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendekatan Belajar Biggs (1987) menyatakan bahwa pendekatan belajar dipengaruhi oleh segi personal (latar belakang individu dan kondisi individu) dan segi pengajaran (tekanan waktu dan tes yang terstandarisasi). Biggs juga menyatakan bahwa pendekatan belajar mempunyai 2 komponen, yaitu bagaimana pendekatan siswa terhadap tugas (strategy) dan mengapa siswa melakukan pendekatan terhadap tugas tersebut (motive). c. Pendekatan Belajar Biggs Biggs (dalam Syah, 2003) membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi). Biggs (dalam Syah, 2003), menyimpulkan bahwa tipe-tipe pendekatan belajar tadi pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motivasinya. Biggs (1934) mendeskripsikan tiga pendekatan belajar tersebut: i. Pendekatan Belajar Surface Pendekatan surface berdasarkan pada motivasi ekstrinsik yaitu, siswa belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan. Pendekatan belajar tipe ini

3 berhubungan dengan konsep belajar kuantitatif yang telah dijelaskan diatas. Strategi yang digunakan adalah menemukan topik yang penting dan menirukannya kembali dengan tepat dan masuk akal dan menggunakan pengulangan yang berdasarkan pada prosedur. Tugas-tugas secara khusus dihadapi dalam unit tersendiri yang dihubungkan bersama-sama dengan sewenang-wenang. Siswa tidak melihat tugas tersebut secara keseluruhan, tetapi seperti rangkaian sub-task yang tidak berhubungan, makna dan hubungannya dihindari. Biggs dan Tang (2007) menyatakan bahwa individu dengan pendekatan belajar surface lebih memilih untuk membuat daftar pokok-pokok tertentu dari pada mengargumenkannya, memiliki ingatan kata demi kata yang telah dihafalkan dan dapat diucapkan kembali dengan tepat. Penghafalan menjadi bagian pendekatan surface ketika pemahaman dibutuhkan dan penghafalan digunakan untuk memberi kesan munculnya pemahaman tersebut. Marton (dalam Biggs dan Tang, 2007) menyatakan bahwa, siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface fokus pada sign dari belajar, seperti, kata-kata yang digunakan, fakta-fakta yang diasingkan, materi diperlakukan secara terpisah satu sama lain. Hal ini seperti membuat siswa tidak dapat melihat kayu dari pohon. Secara emosional, belajar menjadi sebuah paksaan dan menghasilkan emosi negatif seperti rasa bosan, cemas, dan sinisme. Kegembiraan atau perasaan nyaman terhadap tugas bukanlah bagian dari pendekatan belajar surface. Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan surface belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa

4 malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya asal hapal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. Sebaliknya, siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik). Hal-hal yang mendorong siswa menggunakan pendekatan belajar surface adalah tidak cukupnya waktu ataupun beban kerja yang terlalu tinggi (overload), kecemasan yang tinggi, adanya tujuan untuk mencapai standar minimum saja, prioritas lebih kepada non akademik dari pada yang akademik, persyaratan pembelajaran yang kurang dimengerti, seperti pemikiran bahwa mengingat faktafakta saja sudah cukup, pandangan yang sinis pada pendidikan dan tidak mampu memahami isi pada level yang mendalam dan pengajaran guru di kelas (Biggs & Tang, 2007). Biggs (1987) menyatakan bahwa siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan belajar surface. ii. Pendekatan Belajar Deep Biggs (1934) menyatakan bahwa pendekatan deep didasarkan pada ketertarikan secara intrinsik pada tugas dan menggunakan strategi yang logis untuk memuaskan rasa keingintahuan dengan menemukan sebanyak mungkin pengetahuan dan memahaminya. Pendekatan belajar deep adalah pendekatan yang kompleks dan hasil emosional yang memuaskan. Pendekatan belajar deep timbul dari sebuah kebutuhan untuk mengerjakan tugas dengan tepat dan bermakna, sehingga siswa mencoba untuk menggunakan aktifitas kognitif yang paling tepat untuk mengatasinya. Ketika siswa memiliki rasa ingin tahu, secara otomatis mereka akan fokus pada makna-makna yang

5 mendasari, ide-ide utama, tema, prinsip atau pada pengaplikasiannya. Individu secara natural mencoba untuk mempelajari bagian yang kecil sambil memahami bagian keseluruhan. Karena sebenarnya, gambaran keseluruhan tidak akan didapatkan tanpa bagian yang kecil. Ketika menggunakan pendekatan belajar deep, siswa memiliki perasaan yang positif, rasa tertarik, tantangan, dan kegembiraan. Belajar menjadi hal yang disenangi (Biggs dan Tang, 2007). Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkannya cara mengaplikasikannnya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah hal penting, tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya. iii. Pendekatan Belajar Achieving Biggs (1934) menyatakan bahwa pendekatan achieving didasarkan pada motivasi berprestasi dan pendekatan ini berbeda dengan dua lainnya yang telah dijelaskan diatas. Pendekatan achieving menggunakan strategi yang meliputi membuat catatan yang sistematis, membuat jadwal (terlalu banyak waktu untuk subjek ini, terlalu banyak untuk yang itu, mengatur tugas untuk menghindari waktu terbuang), hal ini menunjukkan study skill. Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam

6 meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius dari pada siswa-siswi yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya. Pendekatan belajar achieving memiliki keterampilan belajar (study skill) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana untuk terus maju kedepan (plan ahead). Individu dengan pendekatan belajar achieving seperti surface yaitu fokus pada produk (mendapatkan nilai A atau memenangkan hadiah). Strateginya adalah memaksimalkan kesempatan untuk memperoleh nilai yang tinggi. Individu dengan pendekatan belajar achieving berusaha untuk mempelajari dan memahami topik seperti pada strategi deep (Biggs, 1987).

7 Untuk melengkapi penjelasan mengenai tipe-tipe pendekatan belajar yang dikembangkan Biggs itu dapat dilihat perbandingannya di tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Prototipe Pendekatan Belajar Biggs Pendekatan Belajar 1. Surface Approach Motif dan Karakteristik Ekstrinsik dengan ciri menghindari kegagalan tapi tidak belajar keras. Strategi Memusatkan pada rincian-rincian materi dan semata-mata mereproduksi secara persis. 2. Deep Approach Intrinsik dengan ciri berusaha memuaskan keingintahuan terhadap isi materi. Memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi. 3. Achieving Approach Ego-enhancement dengan ciri bersaing untuk meraih nilai/prestasi tertinggi. Mengoptimalkan pengaturan waktu dan usaha belajar (study skill). Dikutip dari: Biggs, John B., 1991, Introduction and Overview, dalam Biggs, John B. (editor), Teaching for Learning: The View from Cognitive Psychology, Howthorn: The Australia Council for Educational Research Ltd. d. Pendekatan Belajar lainnya Beberapa pendekatan belajar lain adalah: i. Pendekatan Hukum Jost

8 Menurut Reber (dalam Syah, 2003), salah satu asumsi penting yang mendasari hukum Jost (Jost s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi hukum Jost, belajar dengan kiat 4 x 2 adalah lebih baik dari pada 2 x 4 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut adalah sama. Maksudnya, mempelajari sebuah materi khususnya yang panjang dan kompleks dengan alokasi waktu 2 jam per hari selama 4 hari akan lebih efektif dari pada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 4 jam sehari tetapi hanya selama 2 hari. Perumpamaan pendekatan belajar seperti ini dipandang cukup berhasil guna terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan. ii. Pendekatan Ballard & Clanchy Menurut Ballard & Clanchy (dalam Syah, 2003), pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: 1). Sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving); dan 2). Sikap memperluas (extending). Siswa yang bersikap conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar reproduktif (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi). Sementara itu, siswa yang bersikap extending, biasanya menggunakan pendekatan belajar analitis (berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi). Bahkan diantara mereka yang bersikap extending cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif

9 (berdasarkan pemikiran mendalam), yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengembangkannnya. Dari beberapa pendekatan belajar yang dijelaskan diatas, pendekatan belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan belajar Biggs. B. Stres 1. Pengertian Stres Stres adalah kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan (Hamilton, 2007). Cooper (2005) menyatakan bahwa stres disebabkan oleh banyaknya tuntutan (stressor), seperti ketidaksesuaian antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita mampu, dan apa yang ditawarkan oleh lingkungan dan apa yang dituntut oleh lingkungan. Selye (dalam Everly, 2002) menyatakan bahwa stres adalah jumlah setiap perubahan yang tidak spesifik di dalam organisme yang disebabkan oleh fungsi atau kerusakan. Lebih lanjut Selye (dalam Everly, 2002) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan. Sedangkan menurut Everly (2002) menyatakan bahwa stres adalah reaksi ataupun respon psikologikal tanpa menghiraukan sumber reaksi tersebut. Selye (dalam Everly, 2002) membedakan stres menjadi stres yang positif (eustress) dan stres yang negatif (distress). Stres yang positif memotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup sedangan stres yang negatif bersifat destruktif.

10 Zimbardo (1985) menjelaskan reaksi psikologis terhadap stres, tergantung pada persepsi dan interpretasi individu pada dunia dan kapasitas individu dalam menghadapinya. Hal itu termasuk perilaku, emosional, dan aspek kognitif. Taylor (2009) menyatakan bahwa stres adalah suatu proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa (yang membahayakan, mengancam, sekaligus menantang), memperkirakan respon yang mungkin ditunjukkan. Dalam hal ini respon yang dimunculkan oleh individu terhadap situasi-situasi tersebut termasuk respon fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku. Baum (dalam Taylor, 2009) menyatakan bahwa stres adalah pengalaman emosional yang negatif yang disertai dengan biokimia yang dapat diramalkan, fisiologikal, kognitif, dan perubahan perilaku yang secara langsung diarahkan untuk mengubah kejadian yang menimbulkan stres atau memindahkan efek stres tersebut. Pengertian stres dalam penelitian ini adalah respon individu baik respon fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku terhadap keadaan atau kejadian yang mengancam dan mengganggu individu untuk menghadapinya. 2. Karakteristik Kejadian yang Menimbulkan Stres Taylor (2009) mendeskripsikan karakteristik stresor yang potensial untuk dinilai individu sebagai kejadian yang stressful, yaitu: a. Kejadian negatif

11 Kejadian negatif lebih menghasilkan stres dari pada kejadian yang positif, seperti kematian pasangan maupun perceraian. b. Kejadian yang tidak dapat dikontrol Kejadian yang tidak dapat dikontrol atau yang tidak dapat diprediksi lebih menimbulkan stres dari pada kejadian yang dapat dikontrol dan diprediksi. Ketika seseorang merasa bahwa mereka dapat memprediksi, memodifikasi, atau mengkhiri kejadian yang tidak menyenangkan atau merasa mempunyai akses pada orang yang dapat mempengaruhinya, kejadian tersebut akan semakin tidak stressful, dibandingkan jika mereka tidak dapat melakukan apa-apa (Thompson dalam Taylor, 2009). c. Kejadian yang ambigu Kejadian yang ambigu lebih stressful dari pada kejadian yang jelas. Ketika kejadian yang potensial menimbulkan stres ambigu, seseorang tidak mempunyai peluang untuk mengambil tindakan. d. Overload Seseorang yang overload akan lebih stres dibandingkan dengan orangorang yang memiliki tugas yang lebih sedikit. 3. Respon Terhadap Stres Baum, dkk (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa stres berdampak pada aspek biologis dan psikososial seseorang. Stres harus dilihat sebagi fungsi dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi antara satu individu dengan individu yang lainnya belum tentu sama terhadap stres yang sama, tergantung

12 pada derajat keparahan stres yang dialami, karakteristik individu, dan lingkungan (Zimbardo, 1985). Zimbardo (1985) menjelaskan reaksi psikologis terhadap stres tergantung pada persepsi dan interpretasi kita pada dunia dan kapasitas kita dalam menghadapinya. Hal itu termasuk perilaku, emosional, dan aspek kognitif. Taylor (2009) menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu. a. Respon Fisiologikal/Biologis Terhadap Stres Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang mengancam atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuhnya. Reaksi fisiologis/biologis yang muncul akibat stres adalah detak jantung dan nafas meningkat, perut terasa mual, otot-otot menjadi tegang, khususnya lengan dan kaki. Sistem syaraf dan sistem endokrin memungkinkan reaksi tersebut terjadi yang disebut fight or flight syndrome (Sarafino, 2006). b. Respon Kognitif Terhadap Stres Stres yang besar menyebabkan pengurangan efisiensi kognitif yang besar dan mengganggu pemikiran yang fleksibel. Atensi adalah sumber yang terbatas, fokus pada aspek situasi yang mengancam dan pada kecemasan mengurangi sejumlah atensi yang tersedia untuk coping tugas yang efektif. Memori juga dipengaruhi, short term memory terbatas pada sejumlah atensi yang diberikan pada hal baru dan retrieval pada memori masa lalu yang relevan. Stres dapat

13 mempengaruhi penilaian, problem solving, dan pengambilan keputusan (Zimbardo, 1985). Sarafino (2006) berpendapat bahwa stres dapat merusak fungsi kognitif yaitu dengan mengacaukan perhatian individu. Sementara itu, Cohen, dkk (dalam Taylor, 2009) mengatakan bahwa respon kognitif terhadap stres termasuk adanya keyakinan bahwa sebuah kejadian dapat mengancam atau merusak, adanya respon tidak mampu dan gangguan dalam berkonsentrasi, gangguan pada tugas kognitif. Lebih lanjut, Taylor (2009) menambahkan respon kognitif terhadap stres meliputi pikiran yang mengganggu, tidak wajar, dan berulang. c. Respon Emosional Terhadap Stres Zimbardo (1985) berpendapat bahwa reaksi emosional sebagai respon terhadap stres meliputi kegembiraan, dimana stresor dianggap menggairahkan dan tantangan yang dapat dihadapi, sampai kepada emosi negatif seperti kejengkelan, marah, cemas, putus asa, dan depresi. Kebanyakan stres pada umumnya menghasilkan emosi negatif dan ketidaknyamanan langsung maupun tidak langsung. Glynn, dkk (dalam Taylor, 2009) mengatakan bahwa reaksi emosional terhadap stres meliputi rasa takut, cemas, rasa malu, marah, depresi, dan kadang sikap tenang atau menyangkal. d. Respon Perilaku Terhadap Stres Zimbardo (1985) berpendapat bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh stres berbeda-beda tergantung pada derajat keparahan (level) stres yang dialami. Zimbardo berpendapat bahwa terdapat tiga level stres, yaitu: mild stress, moderately severe stress, dan severe stress.

14 Mild stress meningkatkan perilaku biologis, seperti makan, agresif, dan perilaku seksual. Mild stress membuat individu semakin waspada, pemusatan energi dan prestasi mungkin meningkat. Mild stress dapat menghasilkan perilaku yang positif, seperti menjadi pemberi informasi yang baik, waspada terhadap ancaman, mencari perlindungan dan pertolongan kepada orang lain, dan belajar perilaku dan coping skill yang lebih baik. Itu semua adalah reaksi perilaku positif yang mungkin muncul pada mild stress dalam merespon jenis stresor tertentu. Jika stress yang tidak dapat diselesaikan berlanjut, maka akan berakumulasi menjadi lebih parah, menyebabkan reaksi perilaku yang maladaptif seperti meningkatkan sifat lekas marah, menurunkan produktifitas, dan ketidaksabaran yang kronis. Moderately severe stress mengganggu perilaku, khususnya perilaku kompleks yang membutuhkan kordinasi kemampuan. Moderately severe stress juga dapat menghasilkan pengulangan, tindakan stereotipe, dan menyesuaikan dengan keperluan lingkungan. Severe stress menghambat dan menekan perilaku dan dapat menyebabkan immobilitas total. Hal ini adalah reaksi defensif yang menunjukkan sebuah percobaan yang dilakukan organisme untuk mengurangi atau mengeliminasi dampak stres yang mengganggu. Sarafino (2006) mengatakan bahwa stres meningkatkan perilaku agresi, mudah marah, sikap bermusuhan, dan juga mempengaruhi perilaku menolong seseorang.

15 4. Pengukuran Stres Pengukuran stres bukanlah hal yang baru lagi, sudah banyak skala atau kuisioner yang dibuat untuk melihat apakah seseorang mengalami stres atau tidak. Beberapa skala mungkin melihat seseorang stres atau tidak dengan mengukur respon kognitif, emosi atau perilaku (Ice dan James, 2007). Berikut ini akan adalah skala untuk mengukur stres yang pernah dipublikasikan: a. Appraisal Appraisal adalah persepsi keseimbangan antara tuntutan dengan sumber yang ada. Dengan pendekatan ini, individu akan diminta untuk menilai seberapa stressful suatu kejadian atau apakah mereka mampu untuk mengatasi kejadian tersebut dalam skala Likert. Chang (dalam Ice dan James, 2007) yang dalam penelitiannya ingin mengetahui bagaimanakah appraisal mahasiswa psikologi, menanyakan pertanyaan berikut ini: seberapa pentingkah kejadian ini bagi kamu, seberapa besar kontrol yang kamu miliki terhadap hasil yang akan keluar, seberapa efektif persiapan yang mampu kamu lakukan untuk kejadian tersebut, berapa besar stres yang ditimbulkan kejadian tersebut. Selain contoh pertanyaan diatas, ada beberapa skala yang disusun untuk mengukur appraisal seseorang terhadap stres seperti, Stress Appraisal Measure (SAM) oleh Lazarus/Folkman, the Perceived Stress Scale (PSS) oleh Cohen dan the Perceived Stress Questionnaire (PSQ).

16 b. Affective Respone Skala untuk mengukur stres yang pernah dipublikasikan dikembangkan dengan menguji respon afektif terhadap stres. Beberapa menggunakan aitem tunggal seperti kecemasan, rasa marah, sediah atau bahagia. Contoh skala yang biasa digunakan adalah Positive-Affect and Negative-Affect Schedule (PANAS) (Watson et al.,1988) dan the Profile of Mood States (POMS) (McNair et al., 1971). c. Behavioral Response Mengukur respon perilaku terhadap stres lebih merujuk kepada coping. Coping adalah proses mengatur tuntutan (eksternal atau internal) yang dinilai memberatkan atau melebihi kemampuan individu. Coping ini tidak harus selalu positif atau efektif, contohnya: merokok. Contoh skala untuk mengukur respon perilaku terhadap stres adalah the Ways of Coping Questionnaire (WCQ) (Folkman dan Lazarus, 1980) dan the COPE Scale. 5. Sumber Stres Pada Remaja Menurut Needlman (2004) menyatakan bahwa ada beberapa sumber stres yang dialami remaja: a. Biological stress (stres biologis) Perubahan fisik pada remaja terjadi sangat cepat dari umur tahun pada remaja perempuan dan antara 13 dan 15 tahun pada remaja laki-laki. Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya.

17 Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi meraka yang mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah, bekerja dan bersosialisasi sehingga dapat membuat remaja kekurangan tidur. Hasil penelitian mengatakan bahwa kekurangan tidur dapat menyebabkan stres. b. Family stress (stres keluarga) Salah satu sumber stres pada remaja adalah hubungannya dengan orangtua karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan bebas. Namun, di lain pihak mereka juga ingin diperhatikan. c. School stress (stres sekolah) Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi atau keberhasilan dalam bidang olahraga dimana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal. Hal ini semua dapat menyebabkan stres, termasuk juga ujian akhir nasional yang dijadikan acuan bagi kelulusan siswa dalam menempuh pendidikan. d. Peer (stres teman sebaya) Stres pada kelompok teman sebaya cenderung tinggi pada pertengahan tahun sekolah. Remaja yang tidak diterima oleh teman-temannya biasanya akan menderita, tertutup, dan mempunyai harga diri yang rendah. Pada beberapa

18 remaja, agar dapat diterima oleh teman-temannya, mereka melakukan hal-hal negatif seperti merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat terlarang. Beberapa remaja merasa bahwa alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang dapat mengurangi stres. Namun, bagaimanapun juga secara psikologis itu semua tidak dapat mengurangi stres, tetapi justru meningkatkan stres. e. Social stress (stres sosial) Remaja tidak mendapat tempat pergaulan orang dewasa karena mereka tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli rokok secara legal dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bayarannya tinggi. Pada saat yang sama mereka tahu bahwa mereka semua nantinya akan mewarisi masalah besar dalam kehidupan sosial, seperti perang, polusi, dan masalah ekonomi yang tidak stabil. Hal ini dapat membuat remaja menjadi stres. C. Siswa SMA Pada umumnya di Indonesia, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki usia berkisar 15/16-18/19. Pada usia tersebut, individu berada pada tahapan masa remaja. Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Sedangkan menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

19 dewasa, dengan pembagian tahun masa remaja awal, tahun masa remaja pertengahan dan tahun masa remaja akhir. Menurut Gunarsa & Gunarsa (2004) masa remaja merupakan masa transisi dimana pada masa ini remaja mengalami tahap kehidupan yang penuh gejolak, perubahan, dan penyesuaian dalam rangka mencari identitas diri. Dalam tahap perkembangannya, jiwa remaja mengalami kondisi emosi yang tidak stabil dan cenderung sensitif terhadap semua hal yang berkaitan dengan pribadinya. Oleh karena itu, remaja relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan emosi serta juga harus menghadapi tekanan psikologis dan sosial yang saling bertentangan sehingga rentan terhadap stres. Pengertian siswa SMA yang dipakai dalam penelitian ini adalah memiliki usia berkisar 15/16-18/19. D. Perbedaan Pendekatan Belajar pada Siswa yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi UN Pemerhati pendidikan Sutrisno (2009) mengatakan bahwa para siswa umumnya terbebani dengan Ujian Nasional (UN) karena UN merupakan tujuan dan sasaran akhir kelulusan siswa dalam pendidikan. Siswa juga terbebani karena peningkatan angka Standar Kompetensi Kelulusan UN (SKLUN) terjadi secara terus menerus. Dari tahun 2003 hingga tahun 2010, terus terjadi peningkatan SKLUN. Upaya meningkatkan mutu pendidikan dengan menaikkan angka SKLUN menimbulkan permasalahan tersendiri, yakni selalu saja ada siswa yang gagal lulus UN setiap tahunnya.

20 Pelaksanaan UN juga dirasakan sebagai beban yang semakin bertambah berat. Orang tua murid yang menghendaki anak-anaknya sukses dalam UN, mengupayakan tambahan pendalaman mata pelajaran melalui bimbingan belajar atau privat mata pelajaran yang diujiankan, meskipun mungkin sekolah telah melakukan hal serupa bagi peserta didiknya. Seolah tidak mau ketinggalan, sekolah juga melakukan penekanan habis-habisan untuk memacu produktivitas peserta didiknya, untuk bisa lulus 100 % (Tukimin, 2010). Tingginya harapan atau paksaan orang tua agar anaknya bisa lulus UN 2010 ini serta lingkungan tempat anak bersekolah merupakan pemicu anak stres (Gultom, 2010). Penelitian Raharjo (2007) menemukan bahwa stresor yang dominan yang dialami siswa adalah aspek lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sementara itu, penelitian Muharrifah (2009) menemukan bahwa siswa SMA yang akan menghadapi UN mengalami tingkat stres sedang. Dari hasil komunikasi personal yang dilakukan ditemukan bahwa, bagi Jo (16), UN menimbulkan stres, tetapi bagi Ad dan P tidak demikian. Ad dan P tidak merasa stres dalam menghadapi UN. UN tidak menjadi stresor bagi Ad dan P. Suatu kejadian mungkin menjadi stresor bagi seseorang tetapi tidak pada orang lainnya tergantung pada proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa (yang membahayakan, mengancam, sekaligus menantang) (Taylor, 2009). Cooper (2005) menyatakan bahwa banyaknya tuntutan (stressor), seperti ketidaksesuaian antara apa yang individu butuhkan dan apa yang individu mampu, dan apa yang ditawarkan oleh lingkungan dan apa yang dituntut oleh lingkungan dapat menyebabkan stres.

21 Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan (Everly, 2002). Stres adalah suatu kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan (Hamilton, 2007). Kondisi individu ini mempengaruhi pendekatan belajar yang dipilih oleh individu tersebut. Individu memakai pendekatan surface, deep, atau achieving dalam belajar tergantung pada keadaan atau kebutuhan individu tersebut. Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran (Biggs, 1987). Biggs (dalam Syah, 2003) membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi). Siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan belajar surface (Biggs, 1987), mereka memandang ujian sebagai tugas yang harus diselesaikan, belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa malu. Jika siswa yang stres dalam menghadapi ujian memakai pendekatan belajar surface. Siswa yang tidak stres dalam menghadapi UN akan menggunakan pendekatan belajar deep, yaitu siswa memiliki perasaan yang positif, rasa tertarik, tantangan, dan kegembiraan dalam belajar dan belajar menjadi hal yang disenangi (Biggs dan Tang, 2007) atau pendekatan belajar achieving berusaha untuk mempelajari dan memahami topik seperti pada strategi deep (Biggs, 1987).

22 E. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dengan siswa yang tidak stres dalam menghadapi UN.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah syarat utama untuk meningkatkan martabat dan kualitas suatu bangsa. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui tercapai atau tidaknya

Lebih terperinci

BELAJAR & PEMBELAJARAN

BELAJAR & PEMBELAJARAN BELAJAR & PEMBELAJARAN DISKRIPSI TUGAS PENDIDIK TUGAS PENDIDIK M EN D ID IK Meneruskandan Mengembangkan nilai nilai hidup PROFESI MENGAJAR Meneruskan& mengembangkanilmu pengetahuan & teknologi MELATIH

Lebih terperinci

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BELAJAR : Belajar merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah memprogramkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stres dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia dewasa ini. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat mempelajari hal-hal yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

KONSEP BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN. Ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan.

KONSEP BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN. Ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan. KONSEP BELAJAR Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kunci yang paling vital dari setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akhir belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan awal untuk studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa yang memasuki lingkungan sekolah baru, memiliki harapan dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan akademik serta dapat mengatasi hambatan yang ada. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap momen baru dalam kehidupan adalah proses belajar yang harus dijalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan oleh sebuah institusi adalah untuk menyediakan dan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan daya saing dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif permanen dalam perilaku yang tidak dapat dijelaskan oleh keadaan sementara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif permanen dalam perilaku yang tidak dapat dijelaskan oleh keadaan sementara, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar didefinisikan sebagai proses pengalaman yang mengakibatkan perubahan yang relatif permanen dalam perilaku yang tidak dapat dijelaskan oleh keadaan sementara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir 7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yang kata bendanya, Adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Mighwar 2006). Remaja akhir (Late

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia tingkat pendidikan formal diawali dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat dewasa ini menuntut masyarakat untuk menyikapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa usia lanjut merupakan periode terakhir dalam perkembangan kehidupan manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal dapat diartikan sebagai kelainan pada jaringan periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit periodontal, dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik Indonesia seringkali mendapat ancaman baik dari luar maupun dari dalam seperti adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres dan ketidakpuasan merupakan aspek yang tidak dapat dihindari oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Mahasiswa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi individu. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pribadi individu. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat. Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN TINGKAT STRES MAHASISWA DENGAN HASIL INDEKS PRESTASI AKADEMIK

2016 HUBUNGAN TINGKAT STRES MAHASISWA DENGAN HASIL INDEKS PRESTASI AKADEMIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia yang hidup pasti akan mengalami suatu fenomena dalam keseharianya berupa tuntutan terhadap sesuatu hal yang harus dipenuhi. Bagi sebagian orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait 9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Menurut Hurlock (1980), perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan

Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan Dinnul Alfian Akbar, SE, M.Si Pandangan Mengenai Stres Stres: Apabila pekerja kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

Lebih terperinci

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Adaptational Outcomes pada Remaja di SMA X Ciamis yang Mengalami Stres Pasca Aborsi

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Adaptational Outcomes pada Remaja di SMA X Ciamis yang Mengalami Stres Pasca Aborsi Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Adaptational Outcomes pada Remaja di SMA X Ciamis yang Mengalami Stres Pasca Aborsi 1 Nova Triyani Sidhrotul Muntaha, 2 Suci Nugraha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui oleh individu dan terjadinya tidak dapat dihindari sepenuhnya. Pada umumnya, individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci