BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 PT. Arutmin Indonesia Profil PT. Arutmin Indonesia PT. Arutmin adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara terbesar di Indonesia. PT. Arutmin pertama kali menandatangani kontrak penambangan batubara dengan Pemerintah Indonesia pada tahun 1981 dan merupakan perusahan swasta penghasil batubara terlama di Indonesia. Perusahaan mengoperasikan lima tambang - Senakin, Satui, Mulia, Asam - Asam dan Batulicin serta terminal ekspor batubara yang bertaraf Internasional. Site Senakin, Site Satui dan Site Batulicin memiliki kandungan bituminous bertaraf dunia, sedangkan Site Mulia dan Site Asam - asam memiliki kandungan sub-bituminous yang sangat memadai. Pada tahun 1981, PT. Arutmin Indonesia menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Indonesia untuk eksplorasi dan pengembangan Blok 6 di Kalimantan, tepatnya di provinsi Kalimantan Selatan. Sumber: Gambar 2. Lokasi PT. Arutmin Indonesia Januari Arutmin. (n.d). Diakses pada tanggal 17

2 26 Sumber: Gambar 3. Lima Wilayah Lokasi Kerja PT. Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan Selama kurun waktu 20 tahun, PT. Arutmin Indonesia, yang bermula berperan sebagai tambang percobaan, sekarang telah menjadi pemasok batubara bertaraf internasional, yang telah mengirim lebih dari 15 juta ton batubara per tahunnya ke pasar domestik dan ekspor. Kontrak jangka panjang PT. Arutmin Indonesia yang mencakup simpanan dengan jumlah tinggi batubara jenis bituminous dan sub-bituminous yang dinilai cukup untuk produksi selama sepuluh tahun kedepan. Dengan kadar reaktif yang tinggi serta karakter pembakaran yang unggul, batubara PT. Arutmin Indonesia dinilai sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pembangkit listrik dan industri. Peresmian terminal pengangkut NPLCT pada tahun 1994 berhasil meningkatkan daya saing dan keandalan dari batubara PT. Arutmin Indonesia. Fasilitas ini memiliki kemampuan untuk pengiriman sampai dengan 14 juta ton batubara setiap tahunnya ke pasar internasional Struktur Perusahaan PT. Arutmin Indonesia Struktur organisasi PT. Arutmin merupakan struktur organisasi fungsional. PT. Arutmin dipimpin oleh seorang President Director yang membawahi Chief

3 27 Executive Officer. Chief Executive Officer membawahi 6 departemen di mana masing-masing departemen tersebut membawahi beberapa seksi. Struktur organisasi ini dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber: Gambar 4. Struktur Perusahaan PT.Arutmin Indonesia Bagian dari organisasi perusahaan yang memiliki tugas untuk membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar adalah bagian General Manager HR dan External Afairs. Adapun bagian External Afairs memiliki tanggung jawab untuk membina hubungan baik antara PT. Arutmin dengan masyarakat di sekitarnya dan instansi-instansi lain seperti pemerintah, perguruan tinggi, dan lain-lain Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Tambang PT. Arutmin Satui Coal Mine Lokasi dan Latar Belakang Saat ini PT. Arutmin Indonesia memiliki lima lokasi tambang di Propinsi Kalimantan Selatan. Site Satui adalah salah satu site tambang batubara PT. Arutmin yang berada di Kalimantan Selatan. Luas wilayah site Satui adalah sekitar ribu Ha, yang meliputi dua kecamatan, dimana terdapat tiga desa dalam ring I, lima desa dalam ring II, dan dua desa dalam ring III. Karakteristik usaha pertambangan: 1. Lokasi pertambangan tidak dapat dipindahkan 2. Penyebaran deposit bahan galian dipengaruhi oleh kondisi geologi

4 28 3. Mengubah bentang alam. Hal ini sering menjadi permasalah serius para pemerhati lingkungan. Sementara itu, industri pertambangan bagi pemerintah mendatangkan devisa besar. 4. Bersifat sementara, karena cadangan tidak selamanya ada, suatu saat pasti akan habis. 5. Teknologi tinggi dan investasi besar Beberapa batu loncatan penting dalam pelaksanaan CSR PT. Arutmin Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Tahun : PT Arutmin melakukan ekspolarasi. 2. Tahun 1989 : Pengapalan pertama. 3. Tahun : Kegiatan CSR baru berupa sumbangan atau donasi kepada masyarakat, namun belum sebagai konsep pemberdayaan masyarakat. 4. Tahun : Marak bisnis illegal loging. 5. Tahun : Arutmin mulai menyalurkan dana bergulir bagi KUD di sekitar tambang. 6. Tahun 2005 : Dengan maraknya penertiban illegal minning dan illegal logging oleh kepolisian RI, maka berakibat terjadinya peningkatan pengangguran besar-besaran, hampir setiap hari terjadi gangguan demo di lokasi operasi tambang. 7. Tahun 2006 : Mulai menyusun sebuah program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar tambang dengan mengimplementasikan i) Program standarisasi manajemen KUD bekerjasama dengan PNM, ii) Program Aku Himung Petani Banua, dan iii) Program pemuda pelopor desa. Secara umum, program CSR yang diimplementasikan PT. Arutmin serupa dengan banyak program yang dilakukan oleh perusahaan lain, yaitu meliputi bidang kesehatan, pendidikan, sosial dan agama. Namun, secara khusus sejak tahun 2006, program pemberdayaan yang diberikan PT. Arutmin lebih menggarisbawahi pada

5 29 pentingnya pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan guna mendukung kestabilan proses produksi tambang Tiga Program Unggulan Community Development di Site Satui 1. Pendidikan A. Bus sekolah : tersedia dua bus sekolah yang melayani siswa desa sekitar tambang B. SD binaan: 100% dibiayai oleh AI Satui Terdapat di kampung Lokpadi dan km29 2. Pemberdayaan Ekonomi A. Program AKU HIMUNG PETANI BANUA B. Unit Bisnis Mandiri : BMT Agro Banua, Penyewaan AlSintan, Pabrik pakanpupuk, Kios Tani 3. Infrastruktur dan Agama Target setiap tahun realisasi satu masjid: dengan biaya 100% dari PT. Arutmin Indonesia Site Satui. Sumber: Gambar 5. Program Unggulan Community Development PT. Arutmin Indonesia Tambang Satui

6 Program Aku Himung Petani Banua PT. Arutmin sebagai salah satu perusahaan pertambangan tentu melakukan aktivitas produksi yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Kegiatan produksi yang dilakukan oleh PT. Arutmin menimbulkan dampak positif (peningkatan ekonomi dan terbukanya lapangan pekerjaan) serta dampak negatif (terganggunya kesehatan dan pencemaran lingkungan). Oleh karena itu, untuk menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar perusahaan, maka PT. Arutmin melakukan kegiatan tanggung jawab sosial atau biasa disebut dengan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Aku Himung Petani Banua adalah salah satu dari program Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan oleh PT. Arutmin, Site Satui. Program ini dilaksanakan dengan spirit untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat agar tidak bergantung pada kegiatan mining operation, sehingga diharapkan pada saat pasca tutup tambang masyarakat lingkungan tambang tetap dapat melanjutkan aktivitas perekonomiannya. Program ini terdiri dari program pengelolaan sumberdaya alam pertanian, peternakan, dan perikanan yang dilaksanakan oleh para petani binaan yang tersebar di desa-desa sekitar tambang. Program ini telah dilaksanakan sejak 2007 dengan total biaya yang telah digulirkan mencapai Rp ,00. Sejauh ini telah terbina 74 petani, 22 peternak dan 34 pembudidaya ikan yang terdiri dari para petani dari desadesa lingkungan tambang. Program Aku Himung Petani Banua terdiri dari program pelatihan, pendampingan teknis, pemberian modal produksi, konsultasi peningkatan produksi, pinjaman dana bergulir, penyegaran pengetahuan teknis budaya, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Dalam pelaksanaan program Aku Himung Petani Banua, selain menerima bantuan berupa modal produksi (bibit, pupuk, dan pakan), peserta juga mendapatkan pelatihan dan pendampingan berkala sesuai dengan program yang diterimanya. Pendampingan dilaksanakan melalui mekanisme kunjungan dan pemantauan satu minggu sekali, dan pelatihan dilaksanakan dua minggu sekali hingga satu bulan

7 31 sekali, tergantung dari jenis usaha yang dilaksanakannya. Pendampingan umumnya berupa bimbingan teknis, manajemen dan keuangan. Mendukung program Aku Himung Petani Banua, maka para petani dikelompokkan sesuai dengan bidang usahanya dan diarahkan untuk membentuk koperasi. Pola pemberdayaan petani Aku Himung Petani Banua dikembangkan melalui dibentuknya Koperasi Pertanian Agro Banua Manunggal untuk mewadahi para petani, Koperasi Perikanan Bangun Baimbai untuk mewadahi pembudidaya ikan dan Koperasi Peternak Bina Banua untuk mewadahi para peternak. Menurut M.Soegiannor (koordinator pendampingan program Aku Himung Petani Banua PT. Arutmin Site Satui), pengembangan program Aku Himung Petani Banua melalui pemberdayaan koperasi merupakan stimulus bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia antar petani peserta program. Dengan pola koperasi, diharapkan bisa menjadi wadah interaksi para petani, para peserta program bisa mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan akses simpan pinjam permodalan, kemudahan kredit pakan atau pupuk dam terjaminnya pemasaran produk. Selain dibentuk koperasi, untuk mendukung kelancaran dalam pelaksanaan program Aku Himung Petani Banua juga dibentuk BMT Agro banua yang merupakan lembaga keuangan mikro dan Kios Tani Agro Banua yang menyediakan kebutuhan bibit, pupuk, dan pakan bagi peserta program. Baitul Maal Tamwil (BMT) Agro Banua, adalah lembaga keuangan mikro yang dimaksudkan sebagai penopang dan penggerak perekonomian petani, peternak, budi daya perikanan dan pedagang kecil, khususnya binaan PT. Arutmin Indonesia Site Satui yang tergabung dalam program Aku Himung Petani Banua. Lembaga keuangan ini didirikan pada 1 November 2007, memiliki core bisnis pada grass root atau akar rumput. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan bagi mereka yang selama ini terpinggirkan atau kesulitan berurusan dengan perbankan dalam meminjam permodalan usaha. Apalagi bank konvensional, sering enggan memberikan pinjaman modal bagi kegiatan pertanian, peternakan, dan perikanan, dengan alasan perputaran kembalinya modal terlalu lama dan agribisnis sangat rentan terhadap kredit macet. Salah satu misi didirikannya BMT Agro Banua

8 32 adalah memberi keuntungan sebanyak-banyaknya bagi anggota. Dengan tumbuh dan berkembangnya bisnis sektor agrobisnis, pada gilirannya kesejahteraan masyarakat sekitar tambang khususnya anggota binaan Aku Himung Petani Banua dapat tercapai. Para petani yang menjadi mitra BMT Agro Banua tidak hanya bisa meminjam dan mengembalikan pinjaman, lebih dari itu mereka juga diupayakan untuk sadar menabung. Salah satu kelebihan BMT Agro Banua, yang tidak dimiliki oleh lembaga keuangan lain adalah adanya konsultan pendamping pertanian, peternakan, dan perikanan, yang secara intensif memberikan bimbingan dan konsultasi teknis bagi para anggota yang meminjam modal usaha. Adanya pendampingan ini, diharapkan bisa memperkecil terjadinya kredit macet, karena kinerja para peminjam modal selalu terpantau secara sistematis dan tepat waktu dalam pengembalian modal pinjaman. Kios tani Agro Banua juga merupakan salah satu mitra binaan PT. Arutmin Indonesia dalam program Aku Himung Petani Banua. Kios tani Agro Banua menyediakan berbagai kebutuhan bibit, pupuk, pakan, dan lainnya bagi pertanian, peternakan, dan perikanan sebagai pendukung sistem pemberdayaan masyarakat Program Aku Himung Petani Banua Implementasi Program Aku Himung Petani Banua 1. Bidang Pertanian Program Aku Himung Petani Banua memberdayakan masyarakat sekitar tambang melalui sektor pertanian. Tujuan dari program Aku Himung Petani Banua adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat agar tidak bergantung pada kegiatan mining operation, sehingga diharapkan pada saat pasca tutup tambang masyarakat lingkungan tambang tetap dapat melanjutkan aktivitas perekonomiannya. Pertimbangan dilaksanakannya program pertanian karena potensi sumber daya alam pertanian di wilayah Satui ini sangat luas dan cukup besar. Bahkan dengan adanya support system permodalan melalui BMT Agro Banua, pengadaan saprodi dan saprotan (sarana produksi dan sarana pertanian) melalui kios tani Agro Banua, dan bantuan kredit lunak Alsintan (alat dan mesin pertanian) peluang pengembangan sektor pertanian semakin besar.

9 33 Program pertanian ini, para petani dibina melalui pendampingan yang dilakukan oleh para pendamping lapang (PL) dari PT. Arutmin Indonesia. Para petani juga diberikan pelatihan mengenai proses produksi pertanian yang baik sehingga dapat menghasilkan panen yang lebih maksimal. Pelatihan dilaksanakan satu bulan sekali di demplot, dengan adanya pelatihan para petani dapat berkumpul dan saling berbagi informasi mengenai pertanian baik antar petani maupun konsultasi dengan pakar pertanian. Pendampingan lapang dilakukan selama sekali dalam dua minggu. Dalam pendampingan lapang, petani akan dikunjungi oleh para pendamping lapang untuk memantau kondisi pertanian yang sedang dijalankan. Adanya pendampingan lapang, petani akan mendapatkan pengetahuan mengenai pertanian secara intensif, dan dapat menanyakan solusi apabila terdapat permasalahan dalam proses produksi pertanian. Selain itu petani binaan juga mendapatkan akses permodalan melalui BMT Agro Banua. Petani dapat melakukan pinjaman berupa bibit, pupuk, dan pembasmi hama melalui BMT Agro Banua. Para petani untuk mendapatkan sarana produksi dan sarana pertanian dapat membeli melalui kios tani Agro Banua. Kios tani Agro Banua merupakan salah satu bagian dari program Aku Himung Petani Banua yang bertujuan untuk memudahkan para petani untuk mendapatkan sarana produksi dan sarana pertanian. 2. Bidang Peternakan Masyarakat sekitar tambang dalam melaksanakan program Aku Himung Petani Banua juga diberdayakan melalui sektor perternakan. Program peternakan memberikan bantuan modal awal kepada peternak binaan berupa satu ekor sapi jantan untuk penggemukan dan satu sapi induk untuk pembibitan serta satu unit instalasi biogas untuk memanfaatkan kotoran sapi sebagai sumber energi biogas untuk kompor rumah tangga. Peternak mendapat bantuan sapi jantan untuk dua ekor umur sekitar dua tahun dengan bobot badan kg. Sapi betina satu ekor dalam keadaan bunting atau

10 34 mempunyai anak (pedet) umur tidak lebih dari enam bulan. Peternak juga mendapatkan pakan konsentrat untuk penggemukan dan sapi induk untuk pembibitan. Sapi jantan dipelihara selama 8-11 bulan untuk mendapatkan kondisi sapi yang gemuk. Sapi tersebut dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan konsentrat dengan target pertambahan bobot badan 0,3-0,5 kg/hari. Sapi jantan hasil penggemukan akan dijual pada saat idul adha dengan bobot badan akhir minimal 242 kg. Saat penjualan sapi, peternak wajib mengembalikan modal awal pembelian sapi kepada BMT Agro Banua, margin dan harga pembelian pakan konsentrat, sedangkan keuntungan bersih milik peternak. Modal awal pembelian sapi digunakan untuk pembelian sapi bakalan untuk periode berikutnya. Peternak dalam pemeliharaan sapi betina selain memberikan pakan konsentrat juga diberi pakan rumput raja yang ditambah konsentrat. Sapi induk yang dipelihara sekitar lima bulan sudah dapat melahirkan dengan harapan anak yang lahir betina akan dijadikan calon induk pengganti. Anak sapi yang lahir merupakan milik peternak, sedangkan sapi induk merupakan sapi milik PT Arutmin Indonesia di Site Satui dan harus dikembalikan dalam keadaan hamil minimal lima bulan. Peternak diberi kesempatan untuk memelihara sapi induk sampai dua kali melahirkan atau lama pemeliharaan maksimal 2,5 tahun (masa produktif sapi induk sekitar 10 tahun), dengan harapan peternak dapat anak sapi sebanyak dua ekor. Sapi induk betina yang dipelihara dikawinkan dengan sistem inseminasi buatan (IB) melalui kerja sama dengan inseminator setempat. Biaya inseminasi buatan ditanggung oleh PT. Arutmin Indonesia di Site Satui. Mengenai biogas, peternak mendapatkan bantuan satu unit instalasi biogas berupa digester, penampung gas dan kompor biogas. Peternak berkewajiban memelihara instalasi biogasnya dan mengoperasikan biogasnya dengan memanfaatkan kotoran sapi yang mereka pelihara. Peternak berhak mengambil manfaat sebesar-besarnya produksi biogas yang ada untuk keperluan memasak dan keperluan rumah tangga lainya.

11 35 3. Bidang Perikanan Pertimbangan dilaksanakannya program perikanan dalam program Aku Himung Petani Banua, karena potensi perairan di Kecamatan Satui cukup prospektif untuk budidaya perikanan, baik di sungai melalui keramba dan kolam melalui jaring apung. Para peserta program perikanan dibimbing melalui pelatihan dan praktek perikanan. Peserta diberikan pembekalan mengenai pengetahuan tentang budidaya ikan air tawar, pengadaan bibit, pola pemberian pakan dan sarana budidaya berupa keramba dan jaring apung. Pengelolaan ikan disesuaikan oleh kondisi alam. Masing-masing petani mendapatkan bantuan modal kerja berupa dua unit keramba kapasitas ekor bibit ikan. Bibit ikan yang diberikan yakni nila dan patin. Karena jenis ini relatif tahan terhadap kondisi air yang kurang bagus. Selain itu kondisi permintaan pasar yang besar juga menjadi salah satu pertimbangan. Standar ideal umur pembudidayaan ikan adalah empat bulan panen. Untuk bibit ekor bisa menghasilkan sekitar 150 kg ikan. Sampai saat ini, peserta binaan sudah dua kali melakukan panen, sehingga mereka sudah bisa mengembalikan pinjaman modal. Konsep ke depan pada sektor perikanan yaitu perbaikan kuantitas dan kualitas perikanan dengan menyesuaikan siklus alam, yaitu jadwal tebar bibit yang menyesuaikan musim. Selain itu penempatan keramba yang benar dan tepat juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan, karena ancaman terbesar pola keramba adalah meningkatnya debit air akibat banjir Desa Sekitar Tambang PT. Arutmin Indonesia adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan, khususnya pertambangan batu bara. PT. Arutmin Indonesia memiliki lima wilayah tambang di Kalimantan Selatan yaitu; tambang Senakin di wilayah Kabupaten Pulau Laut, tambang Satui di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, tambang Batulicin di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Tambang Asam-Asam di wilayah Kabupaten Tanah Laut, dan North Pulau Laut Coal Terminal di wilayah Kabupaten Pulau Laut.

12 36 PT. Arutmin Site Satui terletak di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Luas area pertambangan Satui kurang lebih sekitar ha, yang meliputi dua kecamatan. Lingkar tambang Site Satui mencakup 10 desa yang kemudian dibagi menjadi tiga ring berdasarkan jarak dengan lokasi tambang. Ring I terdiri dari desa yang memiliki jarak yang cukup dekat dengan area pertambangan sekitar 3-5 km dari lokasi penambangan. Ring I terdiri dari tiga desa, yaitu; Desa Bukit Baru, Desa Makmur Mulia, dan Desa Sei Cuka Satui. Ring II terdiri dari desa yang memiliki jarak yang jauh dengan area pertambangan sekitar 10 km dari lokasi penambangan. Ring II terdiri dari lima desa, yaitu; Desa Sungai Danau, Desa Satui Timur, Desa Sei Cuka Serindai, Desa Pasir Putih, dan Desa Kintapura. Ring III terdiri dari desa yang memiliki jarak yang sangat jauh dengan area pertambangan sekitar 20 km dari lokasi penambangan. Ring III terdiri dari dua desa, yaitu; Desa Kintap Kecil dan desa Al- Kautsar Keterangan: 1. Area Tambang PT. ArutminSatui 2 Ring I: 1.Desa Bukit Baru 2.Desa Makmur Mulia 3.Desa Sei Cuka Satui 3.Ring II: 1.Desa Sungai Danau 2.Desa Satui Timur 3.Desa Sei Cuka Serindai 4.Desa Pasir Putih 5.Desa Kintapura 4. Ring III: 1.Desa Kintap Kecil 2.Desa Al-Kautsar Gambar 6 Sketsa wilayah kerja Community Development PT.Arutmin Tambang Satui (Wilayah penerapan program AHPB) Kondisi masyarakat di sekitar wilayah operasional tambang terdiri dari kondisi infrastruktur yang kurang memadai, rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan, serta rendahnya kesadaran masyarakat akan hukum. Buruknya kondisi infrastruktur ditandai dengan buruknya pengolahan air bersih, kurangnya tempat

13 37 beribadah, dan sekolah, sehingga program Corporate Social Responsibility di bidang infrastruktur masuk kedalam pokok utama dari program CSR PT. Arutmin. Berdasarkan hal tersebut maka, PT. Arutmin Indonesia Site Satui melakukan CSR perbaikan infrastruktur dengan membuat water treatment untuk pengolahan air bersih, pembangunan sekolah, dan program pembangunan satu masjid satu tahun. Selain kondisi infrastruktur yang kurang memadai, kualitas hidup masyarakat sekitar tambang juga rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pendidikan, tingkat perekonomian dan kesadaran akan hukum. Hal ini tercermin dari pekerjaan masyarakat sekitar, selain bekerja menjadi petani, ada juga yang melakukan illegal logging, illegal mining, dan mengantungkan harapan yang berlebihan kepada perusahaan dengan budaya fee/ton. Oleh karena itu, untuk membuat masyarakat mandiri maka perusahaan berupaya untuk meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak tergantung lagi pada kegiatan mining operation, sehingga diharapkan pada saat pasca tutup tambang masyarakat lingkungan tambang tetap dapat melanjutkan aktivitas perekonomiannya. Kendala yang dihadapi dalam memberdayakan masyarakat sekitar wilayah tambang adalah masing-masing masyarakat desa tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda serta memiliki karakteristik yang berlainan dalam tata cara penyampaian pendapat. Cara menyampaikan pendapat sangat beragam, seperti; ingin cepat dibantu, memaksakan kehendak, tidak tahu harus dibantu apa, sabar menunggu, dan semua itu perlu diseleksi secara ketat, apakah benar merupakan community needed atau ambisi pribadi tokoh masyarakat setempat. Masyarakat sekitar tambang juga sangat mudah ditunggangi oleh pihak-pihak yang mengaku investor, LSM, tokoh masyarakat, pendamping masyarakat, yang semua itu berujung pada pemanfaatan masyarakat untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Keadaan seperti itu secara tidak langsung mempengaruhi kelancaran mining operation PT.Arutmin Tambang Satui. Segala hal yang bisa memicu konflik antara perusahaan dengan masyarakat, sering diblow up, dipolitisir dan menggunakan pengerahan massa untuk memaksakan kehendak ke perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Arutmin adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara terbesar di Indonesia. PT. Arutmin pertama kali menandatangani kontrak penambangan batubara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4 30 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4 4.1 Profil Perusahaan 4.1.1 Tahapan CSR PT Arutmin PT Arutmin merupakan perusahan penghasil batu bara terbesar di Indonesia yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambangan adalah kegiatan yang bukan semata-mata melakukan penggalian bahan mineral/batubara saja, tetapi juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat/wilayah

Lebih terperinci

1) Pencarian dan sewa lahan yang digunakan untuk tempat penggemukan sapi. BAB V RENCANA AKSI. 5.1 Kegiatan

1) Pencarian dan sewa lahan yang digunakan untuk tempat penggemukan sapi. BAB V RENCANA AKSI. 5.1 Kegiatan BAB V RENCANA AKSI 5.1 Kegiatan Untuk dapat mulai menjalankan bisnis penggemukan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, disusun rencana aksi sebagai acuan dalam melakukan kegiatan sekaligus

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. ERZALDI ROSMAN V I S I 2017-2022 MISI PROVINSI TERKAIT PERTANIAN MISI 1 : MENGEMBANGKAN

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA I. Informasi Umum Judul program Lokasi Jangka waktu Program Pemanfaatan Biogas Rumah Tangga sebagai Sumber Energi Baru dan Terbarukan yang ramah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN)

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali Sutini NIM K.5404064 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

BAB 1 PENDAHULUAN. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.05/2011 tanggal 27

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI M. Christiyanto dan I. Mangisah ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan produktivitas ruminansia, penurunan pencemaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI AREA PERTAMBANGAN BATUBARA STUDI KASUS ANALISIS INDEKS BAHAN BAKAR (FUEL INDEKS) BAB I PENDAHULUAN

AUDIT ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI AREA PERTAMBANGAN BATUBARA STUDI KASUS ANALISIS INDEKS BAHAN BAKAR (FUEL INDEKS) BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Arutmin indonesia adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara terbesar di Indonesia. PT Arutmin mengoperasikan 5 tambang yaitu Senakin,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

DAFTAR BIDANG KELOMPOK KEGIATAN APBD DESA

DAFTAR BIDANG KELOMPOK KEGIATAN APBD DESA DAFTAR BIDANG KELOMPOK KEGIATAN APBD DESA Kode Uraian 1 BIDANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA 1 1 Operasional Pemerinthan Desa 1 1 1 Penghasilan Tetap dan Tunjangan 1 1 2 Operasional Perkantoran 1 1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agribisnis komoditi ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Agribisnis komoditi ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis komoditi ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada tambahan permintaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG

PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG Oleh : Handoko Setiadji, S.T. Abstrak Berakhirnya sebuah tambang bukan merupakan berakhirnya suatu alur kegiatan pertambangan. Justru pada saat penutupan tambang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat) INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat) Ermin Widjaja PENDAHULUAN Luas perkebunan di Kalimantan Tengah berkembang dengan pesat dari 712.026 Ha pada

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras Di Susun Oleh: Radifan Setiawan 11-S1SI-04 11.12.5640 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstraksi Kondisi usaha ternak ayam kampung saat ini masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan yang dihadapi dunia begitu cepat dan dinamis. Perkembangan ekonomi tentunya memberikan perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA Kelompok Tani Usaha Maju II Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Kelompok Masyarakat S A R I Kelompok Tani Usaha Maju II adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Prakarsa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi keuntungan. Sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan laju pertumbuhan tinggi. Pada SENSUS Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya,

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 3.1. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Telkom merupakan BUMN yang bergerak di bidang jasa layanan telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan yang penting dalam pembangunan Negara Indonesia dari dulu dan pada masa yang akan datang. Arti penting pertanian dapat dilihat secara

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Tommy Purba dan Abdullah Umar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir : Pengalaman Pendampingan terhadap Kelompok Nelayan

Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir : Pengalaman Pendampingan terhadap Kelompok Nelayan Latarbelakang Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir : Pengalaman Pendampingan terhadap Kelompok Nelayan Penentuan kelompok-kelompok dampingan didasarkan pada tingkat keseriusan pengurus dan anggota kelompok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada para shareholder,

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada para shareholder, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat serta persaingan yang begitu ketat. Saat perusahaan semakin berkembang, maka tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya pelaku yang terlibat khususnya bidang produksi membuat harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya pelaku yang terlibat khususnya bidang produksi membuat harga-harga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perikanan budi daya ikan air tawar sebagai salah satu kegiatan agribisnis mulai disadari dan digarap dengan baik pada era 1990-an. Salah satu sentra kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari segi potensi alam, Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk pengembangan budidaya perikanan. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci