Dinamika Konflik Kekerasan Pasca Orde Baru
|
|
- Yulia Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pengantar Redaksi Dinamika Konflik Kekerasan Pasca Orde Baru Erupsi konflik kekerasan pada awal kejatuhan rezim Soeharto menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kerusuhan marak terjadi di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Serangkaian kekerasan komunal berkepanjangan yang bernuansa etnis dan agama muncul di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Di samping itu, aksi-aksi kekerasan atas nama pro kemerdekaan di Aceh dan Papua mengalami peningkatan tajam, terlebih ketika negara merespon dengan operasi militer yang masif. Gejolak politik keamanan di provinsi Timor Timur juga menggeliat dan kelompok pro kemerdekaan semakin progresif menuntut pemisahan diri dari Indonesia. Rentetan kekerasan tersebut berdasarkan data SNPK (Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan) di tujuh wilayah (Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua) telah mengakibatkan orang kehilangan nyawa dan ribuan keluarga harus mengungsi. Periode tersebut ( ) merupakan pengalaman kelam dalam catatan sejarah Indonesia. Maraknya konflik kekerasan merupakan resiko fase awal pemerintahan menuju transisi demokrasi, terlebih ketika para elite terancam oleh perubahan politik (Snyder 2000:310). Jacques Bertrand (2010:86) menganggap bahwa periode awal transisi di Indonesia adalah titik kritis (critical junctures). Momen perubahan dari rezim otoriter menjadi demokratis sangat rentan dengan beragam gejolak. Terlebih dengan bangunan institusi demokrasi yang masih rapuh, konflik kekerasan di tengah masyarakat menjadi fenomena yang tidak terelakan. Di sisi lain, kelompok-kelompok masyarakat memanfaatkan posisi negara yang lemah dengan melakukan berbagai upaya kekerasan terhadap kelompok lain atas nama marjinalisasi selama rezim Orde Baru (Klinken 2007:64-71). Ini yang disebutkan oleh Francis Stewart (2002) sebagai faktor ketidaksetaraan horizontal (horizontal inequality). Pada awal transisi demokrasi di Indonesia kasus-kasus kekerasan, khususnya konflik horizontal, turut dipengaruhi oleh adanya hubungan yang tidak setara antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat.
2 iv Delapan tahun proses transisi demokrasi berjalan, fenomena konflik kekerasan mengalami masa-masa krusial yakni upaya damai. Beberapa kalangan menganggap konflik kekerasan tidak akan dapat diselesaikan dan akan menggiring Indonesia terpecah belah menjadi negara-negara otonom. Akan tetapi, melalui kolaborasi antara pemerintah, pihakpihak yang berkonflik, serta para pemangku kepentingan lain, konflik kekerasan yang berkepanjangan dapat dihentikan dan diselesaikan. Serangkaian upaya damai (peace agreement) dilakukan di wilayahwilayah konflik. Perjanjian Malino 1 dan 2 merupakan kesepakatan damai yang menghentikan aksi-aksi kekerasan di Kabupaten Poso (Sulawesi Tengah), Maluku, dan Maluku Utara. Selain itu, melalui MoU Helsinki pemerintah dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) sepakat untuk menghentikan konflik yang telah terjadi puluhan tahun dan lebih memilih untuk menyelesaikan persoalan dengan cara-cara yang lebih demokratis (non tindakan militer). Setelah melewati pengalaman kelam di awal transisi demokrasi, penting melihat bagaimana dinamika konflik kekerasan saat ini di Indonesia, terlebih ketika fondasi demokrasi perlahan mulai terbangun dan berjalan. Beberapa sarjana sosial melihat bahwa saat ini Indonesia telah masuk dalam tahapan konsolidasi demokrasi. Bahkan, pandangan optimis diutarakan oleh Amitav Acharya (2014:17-19) yang menyebutkan bahwa Indonesia saat ini merupakan negara demokrasi yang paling strategis di kawasan Asia. Ia mengatakan bahwa pemerintahan SBY selama sepuluh tahun telah berhasil menjalankan demokrasi, pembangunan, dan stablitas secara bersamaan yang pada akhirnya membentuk lingkaran kebijakan (virtuous circle). Melalui hal tersebut, Acharya melihat bahwa Indonesia telah keluar dari keterpurukan di awal masa transisi. Namun, pandangan optimis para sarjana sosial terhadap kemajuan demokrasi Indonesia patut dilekatkan dengan dinamika konflik kekerasan saat ini. Pandangan positif tersebut seakan meninggalkan adanya fenomena pergeseran dalam tren dan pola konflik kekerasan yang berjalan bersamaan dengan laju gerak demokrasi dan pembangunan di Indonesia. Hal ini penting diperhatikan karena kecenderungan di negara-negara yang memiliki pengalaman konflik kekerasan berkepanjangan akan menghadapi siklus berulangnya kekerasan (The World Development Report 2011). Collier, Hoeffler, dan Soderbom (2006) juga menyebutkan bahwa masyarakat yang pernah mengalami konflik kekerasan berkepanjangan cenderung memiliki resiko
3 mengalami insiden-insiden kekerasan kembali. Dengan demikian, patut dicermati beragam potensi konflik kekerasan di Indonesia guna menghindari berulangnya pengalaman masa lalu. Selanjutnya, tim peneliti The Habibie Center (THC) sejak tahun 2012 hingga saat ini fokus mengamati dinamika konflik kekerasan di Indonesia. Dari beragam kajian yang dihasilkan, secara umum konflik kekerasan mengalami penurunan dari segi insiden dan dampak kekerasan sejak tahun 2005 (Kajian Perdamaian dan Kebijakan THC 2013). Namun, konflik kekerasan mulai kembali mengalami tren peningkatan secara perlahan. Dari hasil kajian tersebut diketahui bahwa saat ini tidak terdapat konflik kekerasan berkepanjangan dalam skala masif. Akan tetapi, insiden-insiden konflik kekerasan menyebar dalam skala dan frekuensi yang lebih kecil, tidak lagi terkonsentrasi di beberapa wilayah seperti di awal masa transisi. Tak hanya itu, pola kekerasan cenderung lebih sporadis dan terlokalisasi di wilayah tertentu. Saat ini, hal yang patut diperhatikan adalah fenomena konflik kekerasan kerap terjadi di wilayah-wilayah urban dan tidak terkonsentrasi di pedesaan atau wilayah terpencil. Selain tren dan pola, saat ini hasil kajian tim peneliti THC mencermati adanya perubahan dan pergeseran jenis konflik kekerasan. Terdapat lima jenis konflik kekerasan yang cukup dominan dalam sepuluh tahun terakhir ( ) di Indonesia. Pertama, konflik kekerasan terkait isu-isu politik lokal. Gairah demokrasi lokal sebagai salah satu agenda reformasi disaat bersamaan menciptakan potensi konflik kekerasan. Ini dapat dilihat sejak pelaksanaan Pilkada dimulai tahun 2005, rentetan insiden kekerasan seringkali terjadi dalam peristiwa politik tersebut. Hasil kajian THC mencatat bahwa selama 10 tahun pelaksanaan Pilkada terjadi insiden kekerasan di 16 wilayah di Indonesia (Kajian Perdamaian dan Kebijakan THC, 2015). Kekerasan didominasi oleh insiden-insiden dalam bentuk perusakan terhadap alat-alat peraga dan posko-posko tim kampanye kandidat. Faktor elite yang terlihat belum memiliki kedewasaan dalam berdemokrasi turut berkontribusi terhadap maraknya kekerasan dalam pelaksanaan Pilkada. Tidak hanya kapasitas lembaga penyelenggara yang masih rentan terhadap kooptasi calon kepala daerah atau partai politik yang turut memicu munculnya kekerasan dalam pelaksanaan Pilkada. Kondisi ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan demokrasi lokal yang damai menjadi salah satu tantangan penting. v
4 vi Kedua, konflik kekerasan terkait isu sumber daya. Pasca reformasi, konflik kekerasan terkait sumber daya, khususnya lahan, menjadi salah satu persoalan yang krusial di Indonesia. Dari hasil kajian THC, insiden kekerasan terkait persoalan tersebut mengalami peningkatan yang signifikan (Kajian Perdamaian dan Kebijakan 2013). Konflik tersebut menyebar di beberapa wilayah, seperti Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, NTT, Maluku, dan Papua. Konflik perebutan lahan antara negara dan masyarakat masih menjadi persoalan yang kerap memicu insiden kekerasan. Akan tetapi, muncul varian konflik yang selama masa Orde Baru seakan tidak terpublikasi, yakni konflik kekerasan terkait isu lahan yang melibatkan perusahaan dan masyarakat. Jenis konflik ini mulai mengemuka ketika proses desentralisasi dilakukan di tingkat lokal. Ketegangan muncul ketika masyarakat menganggap perusahaan merebut lahan mereka, sedangkan pihak perusahaan merespon dengan melakukan reaksi keras, bahkan mengunakan jasa keamanan. Selain itu, konflik lahan seringkali terjadi antara masyarakat dan masyarakat. Umumnya, persoalan tersebut muncul akibat carut-marut tata kelola lahan di Indonesia, seperti pendataan, sertifikasi, dan batas lahan. Ketiga, konflik kekerasan terkait isu-isu identitas. Berbeda dengan di awal masa transisi, saat ini konflik terkait isu-isu identitas yang dominan adalah kekerasan antar kampung yang cenderung tidak dipengaruhi oleh isu etnik maupun agama. Fenomena ini cukup menarik karena seringkali terjadi akibat dipicu persoalan-persoalan sepele (seperti mabuk, pelecehan seksual, kriminalitas, dan lainnya). Jika dilihat lebih jauh, ketidaksetaraan horizontal menjadi akar permasalahan yang melekat dalam kasus-kasus kekerasan antar kampung. Pada beberapa kasus, persoalan intoleransi antar komunitas agama juga mengemuka dalam sepuluh tahun terakhir. Meskipun tidak terjadi secara masif dan frekuensi insiden yang kecil, namun kasus-kasus kekerasan terkait isu intoleransi masih dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia. Hal yang patut diperhatikan adalah kasus tersebut tidak terjadi di wilayah yang pernah mengalami konflik kekerasan bernuansa agama, seperti Poso dan Ambon. Namun, kasuskasus tersebut muncul di wilayah lain yang bahkan selama ini bukan menjadi hotspot terkait isu-isu intoleransi. Pada tahun 2015, dua kasus pembakaran tempat ibadah telah terjadi di Aceh dan Papua. Isu intoleransi patut menjadi perhatian semua pihak mengingat, persoalan tersebut dapat mengakibatkan collateral damage.
5 vii Keempat, kekerasan terkait separatisme di Papua. Persoalan ini memang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam upaya menyelesaikan aksi-aksi separatisme di Papua. Sejak awal transisi demokrasi hingga saat ini, masyarakat Papua masih dihantui oleh insiden-insiden separatisme. Bahkan sepanjang tahun 2014, kekerasan terkait separatisme di Papua terjadi sebanyak 42 insiden yang mengakibatkan 34 tewas, 37 cedera, dan enam bangunan rusak. Jika dibandingkan tahun 2013, insiden kekerasan terkait separatisme meningkat sekitar 31% dan berdampak korban tewas meningkat sekitar 21%. Dari hasil kajian tim peneliti THC, kekerasan terkait separatisme tidak melulu terkonsentrasi di hutan (Kajian Perdamaian dan Kebijakan THC 2014). Saat ini, wilayah perkotaan di Papua menjadi salah satu lokasi yang kerap terjadi insiden kekerasan terkait separatisme. Dinamika kekerasan ini penting dicermati oleh seluruh pemangku kepentingan baik di level nasional maupun lokal. Kelima, kekerasan di perkotaan (urban violence). Hasil kajian tim peneliti THC menunjukan bahwa persoalan ini mulai terekam sejak tahun 2005 dan mengalami peningkatan secara perlahan di setiap tahunnya (Kajian Perdamaian dan Kebijakan THC 2015). Fenomena ini kerap luput dari pengamatan ataupun analisis para peneliti maupun penggiat perdamaian. Kekerasan di perkotaan muncul akibat pembangunan perkotaan yang semakin masif di Indonesia yang membuka ruang munculnya insiden-insiden kekerasan. Biasanya, kekerasan di perkotaan terjadi secara spontan serta tidak direncanakan sebelumnya. Kekerasan yang muncul seringkali merupakan penghakiman massal terhadap para pelaku pencurian. Tidak hanya itu, insiden-insiden kekerasan juga kerap dipicu oleh ketersinggungan pelaku kekerasan. Meskipun, kekerasan di perkotaan kerap dianggap bukan merupakan persoalan serius karena pemicu yang relatif remehtemeh dan terjadi dalam skala yang kecil, namun jika diakumalasi akan diketahui dampak korban tewas akibat kekerasan tersebut cenderung besar. Akibat yang cukup serius juga dapat muncul jika kekerasan secara terus-menerus terjadi. Jika dilihat lebih jauh, konflik kekerasan di Indonesia pasca Orde Baru berjalan sangat dinamis mengikuti laju pembangunan, demokrasi, dan dinamika masyarakat. Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah dan juga para sarjana sosial yang fokus terhadap isu-isu tersebut. SOPAR PERANTO Peneliti Konflik Kekerasan The Habibie Center
6 viii DAFTAR PUSTAKA Acharya, Amitav Indonesia Matters: Asia s Emerging Democratic Power. Singapore: World Scientific, Co, Pte, Ltd. Bertrand, Jacques Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press. Klinken, Gerry van Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars. London: Routledge. Snyder, Jack From Voting to Violence: Democratization and Nationalist Conflict. New York, London: W.W. Norton & Company. Stewart, Francis Horizontal Inequalities: A neglected Dimension of Development. QEH Working Paper Series No.81. Oxford: Queen Elizabeth House. The Habibie Center Kajian Perdamaian dan Kebijakan: Peta Kekerasan di Indonesia (Januari-April 2013) dan Kekerasan dalam Pemilukada. Edisi 04/Agustus Kajian Perdamaian dan Kebijakan: Peta Kekerasan di Indonesia (Mei-Agustus 2013) dan Konflik Lahan Antar Warga di Provinsi NTT. Edisi 05/November Kajian Perdamaian dan Kebijakan: Peta Kekerasan di Indonesia (September-Desember 2013) dan Konflik Antar Kelompok di Indonesia. Edisi 06/Maret Kajian Perdamaian dan Kebijakan: Peta Kekerasan di Indonesia (September-Desember 2014) dan Kekerasan Rutin dan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Edisi 09/April Kajian Perdamaian dan Kebijakan: Potensi dan Tantangan Konflik Kekerasan dalam Pilkada Serentak Edisi 10/November World Bank World Development Report 2011: Conflict, Security, and Development. Washington, DC: Author.
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Igneus Alganih, 2014 Konflik Poso (Kajian Historis Tahun )
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku budaya, etnis, agama dan golongan. Keanekaragaman ini disatukan dengan semboyan Bhinneka Tunggal
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pun tidak lepas dan luput dari persoalan yang berkaitan dengan ketahanan wilayah karena dalam
Lebih terperinciBab I U M U M 1.1 Latar Belakang
Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang Momentum reformasi pada pertengahan tahun 1997 telah mendorong terjadinya perubahan sosial, politik dan ekonomi yang cukup mendasar di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan Melalui berbagai serangkaian aktivitas pelacakan data dan kemudian menganalisisnya dari berbagai perspektif, beberapa pernyataan ditawarkan dalam uraian
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia.kemiskinan telah menjadi isu global dimana setiap negara merasa berkepentingan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global dan menjadi perhatian banyak orang karena kemiskinan adalah hal yang dapat dijumpai dimana pun, bahkan hampir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi etnis, bangsa yang kaya dengan keanekaragaman suku bangsa
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Jl. Ki Hajar Dewantara No. 116 Iringmulyo Kota Metro Telp./Fax. (0725) 42445-42454 GBPP Nama
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah dalam proses perjalanan kehidupan bernegara diarahkan pada upaya mewujudkan tujuan dari dibentuknya suatu negara. Di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan
Lebih terperinciIntegrasi Sosial Yang Dibangun GPIB Pniel Pasca Konflik Sosial di Pasuruan, Jawa Timur
Integrasi Sosial Yang Dibangun GPIB Pniel Pasca Konflik Sosial di Pasuruan, Jawa Timur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik (Hendropuspito, OC, 1983:151) sebagai kategori sosiologis bertolak belakang
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciBAB VIII PENUTUP. Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah
BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah Kabupaten Nagekeo dalam pembangunan saluran irigasi Mbay kiri dipicu oleh masalah ketidakadilan
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan hadirnya Partai Politik Lokal merupakan tambahan sarana
Lebih terperinciBAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK
BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah
Lebih terperinciPolicy Brief. Pola-pola Baru Kekerasan di Indonesia: Data Awal dari Enam Provinsi dengan Pengalaman Konflik Berskala Tinggi
Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Policy Brief Memahami Dinamika dan Dampak Konflik di Indonesia Edisi III Catatan Kebijakan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. telah disaksikan tata pola penguasa negara. Jika dilihat kembali awal berdirinya Orde
I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurang lebih 32 tahun Orde Baru berdiri, dan selama pemerintahan itu berlangsung telah disaksikan tata pola penguasa negara. Jika dilihat kembali awal berdirinya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan
Lebih terperinciBAB I. PENGANTAR. dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi
1 BAB I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tesis ini mendiskusikan komposisi etnisitas birokrasi pemerintahan dan dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus serta implikasinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,
Lebih terperinci. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.
S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara
Lebih terperinciRefleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua
Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan
Lebih terperinciRUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PEMERINTAHAN ACEH PASCA KESEPAKATAN HELSINKI Gerakan Aceh Merdeka (GAM) : Dibentuk pada tahun 1975, merupakan gerakan yang didirikan sebagai bentuk perlawanan
Lebih terperinciPenguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik
Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan
Lebih terperinciLembar Fakta Nasional. Mewaspadai Ijon Politik Pertambangan pada Pemilukada Serentak 2017
Lembar Fakta Nasional Mewaspadai Ijon Politik Pertambangan pada Pemilukada Serentak 2017 Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Serentak pada Februari 2017 tidak akan menyelesaikan persoalan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan demokrasi di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan demokrasi di Indonesia.Konsolidasi demokrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015 Jakarta, 1 September 2015 PENGANTAR Pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi prosedural yang diatur oleh UU. Pasca pengesahan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria,
BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria, Saparua-Maluku, dalam bab I dan landasan teori pada bab II serta
Lebih terperinciMULTIKULTURALISME DI INDONESIA MENGHADAPI WARISAN KOLONIAL
Seminar Dies ke-22 Fakultas Sastra Pergulatan Multikulturalisme di Yogyakarta dalam Perspektif Bahasa, Sastra, dan Sejarah MULTIKULTURALISME DI INDONESIA MENGHADAPI WARISAN KOLONIAL oleh Hilmar Farid Universitas
Lebih terperinciPendekatan Peka Konflik (Conflict Sensitive Approach) Pendekatan Pembangunan Peka Konflik (Conflict Sensitive Development) Pengarusutamaan Perdamaian
Pendekatan Peka Konflik (Conflict Sensitive Approach) Pendekatan Pembangunan Peka Konflik (Conflict Sensitive Development) Pengarusutamaan Perdamaian (Peace Mainstreaming) Dinamika Pembangunan di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciKONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA
1 KONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA Pengantar Membanjirnya warga etnik Madura yang berasal dari Kalimantan ke pulau Madura hingga mencapai 128.919 orang (OCHA, 2003) menimbulkan sejumlah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam
BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. belum bisa diwujudkan dalam setiap rezim pemerintahan. Isu pembangunan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan pembangunan antar wilayah masih merupakan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Pelaksanaan pembangunan yang adil dan merata belum bisa diwujudkan
Lebih terperincimengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea
BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai
Lebih terperinciMuhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI
Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Rusuh Ambon 11 September lalu merupakan salah satu bukti gagalnya sistem sekuler kapitalisme melindungi umat Islam dan melakukan integrasi sosial. Lantas bila khilafah
Lebih terperinciANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA
ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan
Lebih terperinciHubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni
Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciWorkshop & Pelatihan Advokasi Reformasi Sektor Keamanan untuk Ahli Sipil
Workshop & Pelatihan Advokasi Reformasi Sektor untuk Ahli Sipil Kerjasama : Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) Geneva Center for the Democratic Control of Armed Forces (DCAF) Jakarta-Bali-Samarinda-Makassar,
Lebih terperinciPROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at
PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya
Lebih terperinciLAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL
LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL Studi ini bertujuan meneliti penyebab dan dampak konflik antara
Lebih terperinciPidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010
Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES
Lebih terperinciSensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik
Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti yang kita ketahui dua figur tersebut pernah menjadi presiden Republik Indonesia.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah
BAB V KESIMPULAN Genosida pada tahun 1994 sangat merugikan masyarakat. Adanya diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah satu penyebab terjadinya genosida di Rwanda selain
Lebih terperinciPETA KEKERASAN DI INDONESIA (JANUARI-APRIL 2014) DAN KEKERASAN PEMILU LEGISLATIF 2014
KAJIAN PERDAMAIAN DAN KEBIJAKAN THE HABIBIE CENTER Edisi 07/Juli 2014 PETA KEKERASAN DI INDONESIA (JANUARI-APRIL 2014) DAN KEKERASAN PEMILU LEGISLATIF 2014 ACEH KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN BARAT SULAWESI
Lebih terperinciKesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia
Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Oleh: Chitrawati Buchori and Lisa Cameron Maret 2006 Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian keseimbangan
Lebih terperinciLaporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Maret 2006 World Bank/DSF
Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Maret 2006 World Bank/DSF Sebagai bagian dari program dukungan untuk proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan Masyarakat di Bank Dunia Jakarta menggunakan
Lebih terperinciBAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT
BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT Pada tahun 2009 ini, kita boleh bangga mengatakan bahwa keharmonisan dan kepercayaan antarkelompok di Indonesia berada pada titik
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER
145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia mempunyai beberapa konflik yang mewujud ke dalam bentuk separatisme. Salah satunya adalah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tanah Papua. Tulisan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. isu maupun stereotip yang datang dari berbagai arah untuk mencoba membuat
BAB V KESIMPULAN Membicarakan kerusuhan antar etnis memiliki daya tarik unik yang mempengaruhi kita untuk terus mencari akar persoalanya. Di Manokwari kehidupan antara etnis sangat diwarnai dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.
Lebih terperinciETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH
Pendahuluan ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH Konflik etnik antara suku Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah (Kalteng) terjadi pada Febuari 2001. Akhir dari konflik ini lebih merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. Sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik yang sama sekali tidak demokratis. Di dalam masa transisi menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendemokrasian atau proses demokratisasi merupakan transisi menuju demokrasi yang bermuara kembar. 1 Demokratisasi merupakan langkah awal untuk menuju kehidupan yang
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.
BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Militer Indonesia merupakan kasus yang menarik bagi studi mengenai Militer dan Politik. Selain keterlibatan dalam sejarah kemerdekaan, selama tiga dekade militer Indonesia
Lebih terperinciProblem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan
Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-rapuhnya-relasi-kebangsaan/ Arie Ruhyanto, CNN Indonesia Kamis, 15/09/2016 08:24
Lebih terperinciPemberdayaan KEKUASAAN (POWER)
1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara. Kepercayaan agama tidak hanya
Lebih terperinciOnline PPI Belanda JONG JONG. No.6/Mei 2012 - Tahun III. Hari Bumi, Hari Kita. tahun. PPI Belanda RETNO MARSUDI: Keluarga Adalah Surga Saya
No.6/Mei 2012 - Tahun III Majalah JONG Online PPI Belanda JONG I N D O N E S I A Hari Bumi, Hari Kita 90 tahun PPI Belanda RETNO MARSUDI: Keluarga Adalah Surga Saya 30 Dalam suatu kesempatan perkuliahan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai suatu dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Kita tidak selalu harus menginterpretasikan
Lebih terperinciAsesmen Gender Indonesia
Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2
Lebih terperinciStatistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya
BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkuasa selama 32 tahun penuh dengan kejayaan pembangunan kemudian jatuh
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Masalah Sejarah akan selalu jadi kenangan bagi hidup manusia. Sejarah tidak selalu datang dengan penuh keramahan, tetapi juga datang dengan cara tidak terduga, dengan
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak
Lebih terperinciPERTANYAAN KODING DATA SISTEM NASIONAL PEMANTAUAN KEKERASAN (SNPK) KOLOM PERTANYAAN (PILIHAN) JAWABAN
PERTANYAAN KODING DATA SISTEM NASIONAL PEMANTAUAN KEKERASAN (SNPK) KOLOM PERTANYAAN (PILIHAN) JAWABAN 1 TANGGAL INSIDEN Tanggal berapa insiden terjadi? / / (tanggal/bulan/tahun) 2 ID INSIDEN Berapa nomor
Lebih terperinciTERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA
TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.
Lebih terperinci