SINTESA TEMATIK SESI 6 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN
|
|
- Suryadi Adi Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SINTESA TEMATIK SESI 6 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN
2 PEREMPUAN DALAM PERJUANGAN AGRARIA I. Perjuangan Perempuan Sepanjang Sejarah Bentuk dan pola perjuangan perempuan tidak dapat dilepaskan dari kesalingberjalinan konstruksi gender dengan berbagai proses dan struktur ekonomi-politik yang lebih luas (Hart 1991: 95-96). Perjuangan perempuan dalam sejarah juga memiliki corak dan polanya tersendiri berdasarkan konteks yang melatarinya. Suraya Afiff, sebagai narasumber diskusi sesi keenam, menjelaskan perbedaan karakteristik gerakan perempuan dalam tiga gelombang sejarah feminisme. Kita tidak akan tahu jika bacaan-bacaan tentang perjuangan perempuan itu tidak diletakkan dalam sebuah zaman bagaimana prosesnya bekerja, ujar Suraya Afiff. Perbedaan tiga gelombang gerakan feminis juga tidak lepas dari bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender yang melekat dalam proses ekonomi-politik pada masa tertentu. Gerakan feminis gelombang pertama terjadi pada awal abad ke-20. Ketika terjadi perang dunia kedua, banyak laki-laki dewasa ditugaskan oleh negara untuk terjun ke medan perang, sehingga perempuan dituntut untuk mengambil alih peran yang ditinggalkan laki-laki. Sebelumnya, terdapat segregasi gender yang sangat tajam; perempuan selalu dibatasi ruang geraknya hanya di wilayah domestik; perempuan dianggap tidak layak berperan di ruang publik, birokrasi, dan kerja produktif. Setelah perempuan mengambil peran laki-laki yang pergi ke medan peran, seperti memproduksi makanan dan mengajar sekolah, perempuan dibayar lebih rendah ketimbang bayaran yang diberikan kepada laki-laki. Saat itulah aksi protes perempuan terjadi pertama kali, namun protes-protes itu diacuhkan karena perempuan tidak memiliki hak pilih. Akhirnya, para perempuan melakukan gerakan kolektif untuk menuntut hak pilih (the right to vote). Sebuah film yang berjudul Suffragette menayangkan aksi kolektif perempuan yang menuntut hak pilih di jalan-jalan, yang direspon dengan tindakan represif dan penangkapan oleh aparat kepolisian, di Inggris pada tahun Gerakan feminis gelombang kedua terjadi sekitar tahun Setelah perang dunia kedua, banyak perempuan mulai masuk ke dunia kerja. Gerakan feminis pun mengembangkan tuntutannya tidak hanya dalam permasalahan ketenagakerjaan dan pengupahan tetapi juga permasalahan seksualitas dan etnisitas. Di Amerika Serikat, yang banyak berpengaruh pada kemunculan gerakan feminis gelombang kedua adalah gerakan anti-perang Vietnam dan gerakan 1 Film Suffragette bercerita tentang gerakan perempuan di Inggris yang menuntut hak pilih pada tahun 1912 (
3 kebebasan sipil (civil rights movement), yang sebelumnya belum pernah terjadi (Affif 2017). Gerakan kebebasan sipil terjadi di Amerika terjadi sekitar tahun , yang ditujukan untuk mengakhiri diskriminasi ras melalui tuntutan terhadap hak-hak kewarganegaraan penduduk berkulit hitam untuk diakui secara legal. 2 Sementara itu, perempuan kulit hitam mengalami dua bentuk diskriminasi: segregasi ras dan sebagai perempuan. Perempuan kulit hitam mengatakan mengapa hanya orang berkulit putih yang mendapatkan hak pilih, dan orang hitam tidak bisa dapat hak pilih? ungkap Suraya Afiff. Gerakan feminis gelombang ketiga terjadi sekitar pertengahan 1980-an dan memuncak pada pertengahan 1990-an. Feminisme gelombang ketiga diwarnai dengan corak pemikiran postkolonial dan postmodern, yang memahami identitas secara non-essensialis dengan membongkar dikotomi perempuan/laki-laki, nature/culture (Affif 2017). Kalau feminisme gelombang pertama dan kedua menekankan tuntutannya supaya perempuan mampu berperan dan bekerja di luar rumah, feminisme gelombang ketiga lebih menekankan penentuan pilihan tanpa dibatasi stereotip tentang identitas. Jika ada laki-laki dalam satu keluarga melihat istrinya lebih mampu memperoleh income, maka why not laki-laki mengurus anak dan perempuan yang bekerja? ungkap Suraya Afiff. Namun, persoalannya adalah berbagai asumsi gender cenderung dipertahankan dalam kehidupan sosial-politik, sehingga memaksakan pembedaan peran-peran tertentu antara perempuan dan laki-laki. Di gelombang ketiga itu kemudian nilai-nilai itu yang dibongkar, lanjut Suraya Afiff. Suraya Afiff menceritakan beberapa kasus yang pernah ditemuinya tentang asumsiasumsi yang dipertahankan oleh aktor-aktor pembangunan dan sekaligus melanggengkan ketidaksetaraan gender. Ketika mengevaluasi program pengembangan produksi kopi yang dilakukan oleh NGO di Lampung, Suraya Afiff menemukan bahwa NGO hanya mengundang laki-laki sebagai peserta pelatihan. Setelah ditanyakan alasannya, aktivis NGO menjawab, Produksi kopi itu kan untuk bapak-bapak. Padahal, setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata perempuan juga banyak berperan dalam pengelolaan kebun kopi. Aktivis NGO berasumsi tentang laki-laki sebagai satu-satunya pengelola kebun kopi atau pencari nafkah, sehingga mempertahankan ketidakadilan gender dalam program-program pembangunan. Seringkali kita yang berasumsi, dan asumsi kita ada interseksi dengan kapitalisme tadi, jelas Suraya Afiff. 2
4 II. Perempuan sebagai Pejuang Agraria Maraknya industrialisasi di pelbagai penjuru dunia terus memperluas krisis ekologis. Berbagai penelitian menemukan bahwa sekitar 24 % lahan di dunia telah mengalami degradasi dari 1981 hingga 2003 (Sassen 2014: 153). Selain efek pemanasan global sekitar 10 % terhadap permukaan dunia, berbagai limbah industri, seperti logam dan gas rumah kaca, juga semakin memperparah kerusakan lingkungan: banyak tanaman berhenti tumbuh atau berbuah akibat keracunan limbah industri. Namun, sebagaimana banyak dilakukan negara-negara lain, Pemerintah Indonesia mengembangkan megaproyek MP3EI yang memuluskan konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan sekaligus memperparah degradasi lingkungan dan merampas hak-hak petani atas sumber daya negara (Komnas HAM 2014: ). Di banyak kasus konflik agraria, perempuan memiliki kepedulian lebih tinggi terhadap kerusakan lingkungan daripada laki-laki. Berbagai rangkaian protes terhadap pengrusakan hutan dan sumber air di India pada tahun 1970-an, yang lebih dikenal dengan gerakan Chipko, diprakarsai dan dimobilisasi oleh para perempuan; saat itu, perempuan lebih peduli pada keberlanjutan hutan, sedangkan mayoritas laki-laki cenderung mengambil kayu untuk bahan bangunan dan kepentingan pabrik lokal (Shiva 1988: 64-72). Begitu pula yang terjadi di Gujarat dan Nepal: berbeda dengan laki-laki yang masih bisa menunggu tumbuhnya kayu untuk kepentingan bangunan rumah yang tidak terlalu mendesak, perempuan berkepentingan mengambil kayu bakar untuk kebutuhan rumahtangga sehari-sehari, sehingga perempuan memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap keberlanjutan hutan (Agarwal 2000: 299). Sebagaimana dijelaskan dalam diskusi sesi ketiga, perempuan lebih bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, ketimbang laki-laki yang cenderung mencurahkan tenaganya untuk menghasilkan uang (White 1984: 25; Preston 1987: 55; Chant 2007: 52; Ekowati dkk. 2009: ; De Schutter 2013: 4; Khairina dan Valinda 2016: 69). Terdapat perbedaan pandangan dalam memahami kenapa perempuan memiliki kepedulian lebih tinggi untuk melindungi lingkungan secara kolektif ketimbang laki-laki. Sebagian peneliti mengungkapkan bahwa alasan perbedaan karakter tersebut terletak pada faktor biologis, sedangkan beberapa peneliti lainnya yang lebih baru mengungkapkan bahwa alasan perbedaannya terletak pada faktor historis dan kultural (Agarwal 2000: 298). Pandangan bahwa perempuan atau laki-laki memiliki sifat-sifat yang tetap merupakan corak pemikiran esensialis yang banyak dianut oleh feminisme gelombang pertama dan kedua. Sementara feminisme
5 gelombang ketiga lebih menekankan penelusuran berbagai proses historis yang membentuk struktur ekonomi-politik serta melahirkan keragaman karakteristik di antara perempuan dan lakilaki. Perempuan perkotaan atau perempuan kaya yang tidak banyak membutuhkan kayu bakar cenderung tidak terlalu peduli terhadap keberlangsungan hutan (Shiva 1988: 41; Agarwal 2000: 298). Di Rembang Jawa Tengah, meski banyak perempuan petani menolak perusahaan tambang untuk melindungi pertanian dan sumber air, namun ada juga perempuan pendidik yang mendukung perusahaan tambang untuk mengembangkan karirnya di dunia pendidikan formal yang difasilitasi oleh perusahaan tambang (Arofat 2016: 100). Selain terbiasa mengamankan kebutuhan sehari-hari melalui jejaring antarperempuan yang membentuk karakter kolektif perempuan (Agarwal 2000: 296), perempuan petani juga tersingkir dari struktur ekonomi-politik yang melanggengkan ketimpangan gender, berbeda dengan suaminya yang cenderung terperangkap dalam pola patronasi melalui kerja individual (Hart 1991: 104). Kita melihat konteks-konteks perlawanan perempuan, bisa sama, bisa berbeda, karena tergantung dari lokal konteks, ungkap Suraya Afiff sebagai narasumber diskusi sesi keenam.
6 III. Daftar Pustaka Afiff, Suraya Pengayaan Diskusi Kelompok Belajar Agraria dan Perempuan: Mengenal Konsep Feminisme. Materi presentasi dalam diskusi sesi keenam Kelompok Belajar Perempuan dan Perubahan Agraria di Kantor Rimbawan Muda Indonesia (RMI) Bogor, pada 27 Januari Agarwal, Bina Conceptualising Environmental Collective Action: Why Gender Matters. Cambridge Journal of Economics, 24, hal Arofat, Syiqqil Kontestasi Kuasa: Diskursus Sengketa Pembangunan Pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Tesis. Depok: Program Pascasarjana Sosiologi FISIP Universitas Indonesia. Chant, Sylvia Gender, Generation and Poverty: Exploring the Feminisation of Poverty in Africa, Asia and Latin America. UK: Edward Elgar Publishing Limited. De Schutter, Olivier The Agrarian Transition and the feminization of Agriculture. International Conference: Food Sovereignty: A Critical Dialogue, September 14-15, USA: Program in Agrarian Studies, Yale University. Ekowati, Dian, Anton Supriyadi, Denta Romauli, Slamet Mulyono, Eko Budi Wahyono, dan Sundung Sitorus Kelembagaan Produksi-Distribusi Pasca Okupasi dalam Perspektif Gender: Studi Kasus Dua Desa di Kabupaten Ciamis, dalam Laksmi dkk. (ed), Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria dan Krisis Sosial Ekologi. Bogor: STPN & SAINS. Hart, Gillian Engendering Everyday Resistance: Gender, Patronage and Production Politics in Rural Malaysia. Jurnal Peasant Studies, 19:1, hal London: Routledge. Khairina, Wina dan Valinda Vera Sampan Kecil Berpendayung Bambu (Tutur Perempuan Adat Dusun Lame Banding Agung Semende Memperjuangkan Tanah Adatnya), dalam Cahyono dkk (ed.), Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan. Inkuiri Nasional Komnas HAM. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kajian MP3EI dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Jakarta: KOMNAS HAM. Preston, David A Too Busy to Farm: Under-utilisation of Farm Land in Central Java. The Journal of Development Studies. Sassen, Saskia Expulsions: Brutality and Complexity in the Global Economy. Cambridge: the Belknap Press of Harvard University Press.
7 Shiva, Vandana Staying Alive: Women, Ecology and Survival in India. New Delhi: Kali For Women. White, Benyamin Measuring Time Allocation, Decision-Making And Agrarian Changes Affecting Rural Women: Examples From Recent Research In Indonesia. IDS Bulletin, Vol. 5 No. I. Sussex: Institute of Development Studies. Online African-American Civil Rights Movement ( ). Diakses pada 23 Maret 2017 dari American_Civil_Rights_Movement_%281954%E2%80%931968%29 Suffragette. Film. Diakses pada 23 Maret 2017 dari
SINTESA TEMATIK SESI 4 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN
SINTESA TEMATIK SESI 4 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN KONTRADIKSI HAK TANAH PEREMPUAN I. Kontradiksi Reforma Agraria: Antara Kebijakan dan Praktik Seiring terjadinya pemusatan kekayaan dan kian timpangnya
Lebih terperinciSINTESA TEMATIK SESI PENGANTAR KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN
SINTESA TEMATIK SESI PENGANTAR KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN TANTANGAN PERJUANGAN PEREMPUAN Di banyak wilayah dunia, kemiskinan berwajah perempuan. Data kemiskinan yang diterbitkan oleh berbagai
Lebih terperinciSINTESA TEMATIK SESI 5 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN
SINTESA TEMATIK SESI 5 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN TUTUR PEREMPUAN DAN DEKONSTRUKSI NARASI BESAR I. Menggali Sebab-Musabab Persoalan Perempuan Dalam rentetan diskusi sebelumnya telah dibahas tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik
Lebih terperinciGender, Interseksionalitas dan Kerja
Gender, Interseksionalitas dan Kerja Ratna Saptari Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan Gender: Memastikan Peran Maksimal Lembaga Akademik, Masyarakat Sipil,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini
BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini merupakan jawaban terhadap perumusan masalah penelitian yang diajukan. Kesimpulan yang didapatkan, adalah: Pertama,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis
Lebih terperinciSINTESA TEMATIK SESI 2 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN
SINTESA TEMATIK SESI 2 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN PEREMPUAN DALAM REORGANISASI RUANG I. Rezim atau Formasi Predator Istilah formasi pemangsa (predatory formation) digunakan oleh Sassen (2014:
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kehadiran gerakan perempuan yang ada di Yogyakarta telah dimulai sejak rejim orde baru berkuasa. Dalam tesis ini didapatkan temuan bahwa perjalanan gerakan perempuan bukanlah
Lebih terperinciMia Siscawati. *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI
Mia Siscawati *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI Kampung tersebut memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi, tingkat pendidikan rendah, dan tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan
Lebih terperinciSejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender. Ida Rosyidah
Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender Ida Rosyidah Konsep Gender Gender sebagai istilah asing Gender sebagai fenomena sosial budaya Gender sebagai sebuah kesadaran sosial Gender
Lebih terperinciRembang. Oleh: Muhammad Luthfil Hakim
Dari Malang Rembang Untuk Warga Oleh: Muhammad Luthfil Hakim Konflik ini boleh terjadi di Rembang, tapi sebagai masyarakat Indonesia apa yang diderita oleh warga Rembang adalah penderitaan kita bersama,
Lebih terperinciLaki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ideologi marxisme pada saat ini telah meninggalkan pemahaman-pemahaman pertentangan antar kelas yang dikemukakan oleh Marx, dan menjadi landasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai
Lebih terperinci2015 PENYESUAIAN PERANAN IBU BEKERJA DALAM KEHIDUPAN KELUARGA
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat yang sedang gencar melakukan pembangunan industri. Tertulis dalam Peraturan
Lebih terperinciPerempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women
Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan
Lebih terperinciKerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia
Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciCHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program
CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2012 MAIDS' RESISTANCE THROUGH THE BOOK TO EQUALIZE THE RIGHTS AS POTRAYED IN "THE HELP" MOVIE (2011)
Lebih terperinciMedia & Cultural Studies
Modul ke: Media & Cultural Studies Feminisme dalam perspektif Cultural Studies Fakultas ILMU KOMUNIKASI ADI SULHARDI. Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id FEMINISME DAN CULTURAL STUDIES Pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinci2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT
BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciMEMPERCAKAPKAN PROBLEM PEREMPUAN DALAM PERUBAHAN AGRARIA Oleh : Estu Putri
MEMPERCAKAPKAN PROBLEM PEREMPUAN DALAM PERUBAHAN AGRARIA Oleh : Estu Putri Permasalahan gender tidak dapat dipisahkan dari berbagai bidang kehidupan, termasuk pada bidang agraria. Perempuan kerap kali
Lebih terperinciPENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2
PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1. PENDAHULUAN Perubahan lingkungan berimplikasi terhadap berbagai dimensi kehidupan termasuk pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini tentu saja sangat dirasakan oleh perempuan Kamoro yang secara budaya diberi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peneliti karena sangat sulit sekali menemukan sumber-sumber yang berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Penulisan sejarah Amerika Latin merupakan sebuah tantangan bagi peneliti karena sangat sulit sekali menemukan sumber-sumber yang berkaitan dengan
Lebih terperinciIssue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja
Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan
BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Pertama
BAB V PENUTUP Tesis ini adalah media sosial sebagai strategi gerakan dalam konteks demokrasi. Peneliti memandang media sosial dengan cara pandang teknorealis. Artinya, media sosial bagai pedang bermata
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,
Lebih terperinci[Briefing Paper] Menggugat Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng
[Briefing Paper] Menggugat Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Pada tahun 2012 Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Lebih terperinciKOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA
KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Rumah Tangga merupakan sub sistem dari masyarakat yang memiliki struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah tangga peran suami
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI
PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan
Lebih terperinciKEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia merupakan organisasi gerakan soial baru yang terlihat dari isu-isu yang diperjuangkan oleh LSM ini dan jaringan kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat
Lebih terperinciEry Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi!
Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi! Sumber: Judul buku Ditulis ulang dari : Kaum Perempuan dan Filantropi: Stereotip Lama, Tantangan- Tantangan Baru : Jurnal Galang, Vol.2 No.2 April
Lebih terperinciPENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN
PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN Sri Emiyanti Pusat Studi Wanita-Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan ini menyajikan perkembangan wacana tentang jender sebagai
Lebih terperinciBAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan
Lebih terperinciBAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan
BAB V KESIMPULAN Konstitusi yang berlaku dari era sebelum dan setelah Revolusi 2011 untuk dapat menjamin kesetaraan gender dan penolakan diskriminasi bagi perempuan dan lakilaki tampaknya hanya hitam diatas
Lebih terperinciDiscrimination and Equality of Employment
Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.
Lebih terperinciHAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
HAK MASYARAKAT ADAT Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) DEFINISI MASYARAKAT ADAT Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis
Lebih terperinciMENGAPA? APA? BAGAIMANA? Kontrak standar untuk pekerjaan rumah tangga
MENGAPA? APA? BAGAIMANA? Kontrak standar untuk pekerjaan rumah tangga Proporsi angkatan kerja yang sifnifikan (3,6% dari pekerjaan berupah secara global) Pekerja Rumah Tangga Distribusi Regional Benua
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN KELOMPOK RENTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan
138 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Ideologi Posmarxisme Dalam Perkembangan Gerakan Anti Perang Masyarakat Global. Kesimpulan tersebut merujuk
Lebih terperinciBAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai
163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki
Lebih terperinci5. Merekomendasikan tindakan perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM dan mencegah terjadinya lagi pelanggaran HAM di masa mendatang; 6.
5. Merekomendasikan tindakan perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM dan mencegah terjadinya lagi pelanggaran HAM di masa mendatang; 6. Melakakukan pemberdayaan MHA. Pemilihan kasus-kasus yang dihadirkan
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik
68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA.
HAK ASASI MANUSIA www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN HAM yaitu hak dasar yg dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan YME Menurut Tilaar, hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciLa Via Campesina. International peasants movement. Movimiento campesino internacional. Mouvement paysan international. Pergerakan Petani Internasional
La Via Campesina International peasants movement Movimiento campesino internacional Mouvement paysan international Pergerakan Petani Internasional Sekretariat Operasional: Jl. Mampang Prapatan XIV No.5
Lebih terperinci2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan
No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal
BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,
Lebih terperinciPeran Strategis Aisyiyah Di Tengah Dinamika Kehidupan Kontemporer Untuk Memperkuat Masyarakat Sipil
Peran Strategis Aisyiyah Di Tengah Dinamika Kehidupan Kontemporer Untuk Memperkuat Masyarakat Sipil Oleh Sunyoto Usman Jurusan Sosiologi, Fisipol UGM Masalah sosial, ekonomi, politik semakin kompleks.
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai
Lebih terperinciPemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin
Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual
Lebih terperinciGENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar
GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan
Lebih terperinciPerbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon
Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan
Lebih terperinciKonsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes
Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gender dalam kespro Konsep dasar gender Pengertian
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beberapa negara di dunia menganut konsep patriaki, menurut Bhasin (Kartika, 2014:2), Jepang juga termasuk sebagi negara kapitalis yang menganut konsep patriaki di
Lebih terperinciPerempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik
Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik
Lebih terperinciAgen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan
Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian
BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisa terkait penelitian yang telah peneliti kaji dalam penyusunan skripsi ini, terdapat beberapa kesimpulan dari penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan
Lebih terperinciBab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,
Lebih terperinciPara filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.
Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan
BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,
Lebih terperinciGENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities
Lebih terperinciPengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya
SETYA ROHADI dan MULYANTO Globalisasi budaya telah mengikuti pola yang sama seperti globalisasi ekonomi. Televisi, musik, makanan, pakaian, film dan yang lainnya merupakan bentuk-bentuk budaya yang serupa
Lebih terperinciINSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM
INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on
Lebih terperincisosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kenya, 2013, p.18). Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di antara negara-negara di Afrika Timur, Kenya kehilangan hutan secara signifikan mulai tahun 1990an hingga 2010 (Ministry of Forestry and Wildlife of Kenya, 2013,
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)
DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antar individu dengan individu, individu dengan kelompok dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Objek studi dari sosiologi adalah masyarakat dimana dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu hubungan sosial. Hubungan sosial tersebut seperti interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat perempuan di Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kreatifitas pengrajin bambu
Lebih terperinciKerangka Acuan Desiminasi Hasil Analisa Pendokumentasian Data Kasus Kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS di 8 provinsi di Indonesia.
Kerangka Acuan Desiminasi Hasil Analisa Pendokumentasian Data Kasus Kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS di 8 provinsi di Indonesia. Latar Belakang Perkembangan HIV-AIDS di Indonesia Triwulan
Lebih terperinci