ANALISIS EFEKTIVITAS PAJAK HOTEL DAN PAJAK HIBURAN SEBAGAI PENUNJANG PAD KOTA SURABAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFEKTIVITAS PAJAK HOTEL DAN PAJAK HIBURAN SEBAGAI PENUNJANG PAD KOTA SURABAYA"

Transkripsi

1 ANALISIS EFEKTIVITAS PAJAK HOTEL DAN PAJAK HIBURAN SEBAGAI PENUNJANG PAD KOTA SURABAYA Sangrila Nisa Purnama Farida Idayati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this research is to find out how much the contribution of hotel tax and entertainment tax to the local own source revenue (LR) of Surabaya city and to analyze and to find out the effectiveness level and local tax levy of hotel tax and entertainment tax in Surabaya city and its relation to the economic growth in Surabaya city. The results of this study show that: (1) the growth of hotel tax and entertainment tax for the last 4 years that was in fiscal years was quite good, it could be seen from the percentage of hotel tax in 2010 was 14.92%, in 2011 was 7.65%, in 2012 was 16.94%, in 2013 was 19.73%. Whereas, the percentage of entertainment tax in 2010 was 16.28%, in 2011 was 12.34%, in 2012 was 18.42%, in 2013 was 18.86%, (2) effectiveness of hotel tax which its value decreased from 2010 to 2011, but it increased from 2012 to 2013, its value percentage was over 100%. Whereas, the entertainment tax, its value of effectiveness decreased in 2010, yet from 2012 to 2013 it increased; its value was over 100%. Keywords: Hotel and Entertainment Tax, Effectiveness, Local Own Source Revenue (LR). ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel dan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surabaya, serta untuk menganalisis dan mengetahui tingkat efektifitas dan pungutan pajak daerah dari pajak hotel dan pajak hiburan di kota Surabaya, juga kaitannya dengan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pertumbuhan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan selama kurun waktu 4 tahun terakhir yaitu tahun anggaran cukup baik, hal ini dapat dilihat dari prosentase pajak hotel tahun 2010 sebesar 14,92% tahun 2011 sebesar 7,65%, tahun 2012 sebesar 16,94%, tahun 2013 sebesar 19,73%. Sedangkan prosentase pajak hiburan tahun 2010 sebesar 16,28%, tahun 2011 sebesar 12,34%, tahun 2012 sebesar 18,42%, tahun 2013 sebesar 18,86%; (2) efektivitas Pajak Hotel yang nilainya menurun dari tahun , namun mengalami kenaikan pada tahun 2012 ke tahun 2013, prosentase nilainya melebihi 100%. Sedangkan Pajak Hiburan nilai efektivitasnya menurun pada tahun 2010, namun dari tahun mengalami kenaikan,nilainya melebihi 100%. Kata kunci: Pajak Hotel dan Hiburan, Efektivitas, Pendapatan Asli Daerah (PAD) PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik yang bersifat material maupun spiritual, untuk itu pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Dalam menunjang keberhasilan pembangunan diperlukan penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan sumber-sumber luar negeri hanya sebagai pelengkap. Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan

2 pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Dalam menunjang keberhasilan pembangunan diperlukan penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan sumber-sumber luar negeri hanya sebagai pelengkap. Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan, hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan otonomi daerah dimana peran pendapatan asli daerah diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah, oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri, tetapi pada kenyataanya kontribusi PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini peran sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar, maka untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah. Kota Surabaya sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah diberbagai sektor. Maka pemerintah daerah Kota Surabaya berusaha secara aktif untuk meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama penerimaan yang berasal dari daerah sendiri, hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah. Guna meningkatkan kemampuannya dalam bidang pendanaan untuk pembangunan, Kota Surabaya berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak daerah. Jenis-jenis pajak daerah menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 adalah: (a) Pajak Hotel; (b) Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan; (d) Pajak Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Bahan Galian C; (g) Pajak Parkir. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 09 Tahun 2003, pajak hotel adalah pajak yang dipungut atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran kepada hotel, dan menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 09 Tahun 2003, pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. Hotel dan Hiburan merupakan sektor potensial dengan adanya potensi tersebut diharapkan peningkatan efektivitas dalam penerimaan pajak hotel dan pajak hiburan dapat memacu pembangunan ekonomi di Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel dan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surabaya, dan untuk menganalisis dan mengetahui tingkat efektifitas dan pungutan pajak daerah dari pajak hotel dan pajak hiburan di kota Surabaya. 2

3 Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal jangka waktu pengambilan data laporan anggaran yaitu antara dan penambahan secara spesifik objek penelitian yaitu pajak hiburan. Penambahan periode pengamatan dan objek penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih banyak dan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. 3 TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Pajak dan Ruang Lingkupnya Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan (Marihot P.Siahaan,2005:7). Fungsi Pajak Menurut (Erly Suandy,2005 : 14), terdapat dua fungsi pajak yaitu: (a) Fungsi Budgetair /Finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran Negara; (b) Fungsi regulerend/fungsi mengatur pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik masyarakat di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut : (1) Pemberian insentif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi asing; (2) Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri; (3) Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk dalam negeri. Pengelompokan Pajak Menurut Mardismo (2005: 5), pengelompokan pajak terdiri dari: a. Menurut Golongan 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Menurut Sifatnya 1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. 2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. c. Menurut lembaga pemungutanya 1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. 2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas : (a) Pajak Propinsi, terdiri dari : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaran di Atas Air, Pajak Bahan

4 Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. (b) Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir. 4 Cara Pemungutan Pajak Dalam era globalisasi sekarang ini batas Negara menjadi tidak jelas bagi wajib pajak dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga pemungutan pajak ini penting untuk menentukan Negara mana yang berhak memungut pajak. Ada tiga macam cara dalam pemungutan pajak : (1) Asas Domisili (tempat tinggal): Dalam asas ini pemungutan pajak penghasilan pada domisili atau tempat tinggal wajib pajak dalam suatu Negara. Negara dimana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat darimana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dalam negeri maupun luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan/kewarganegaraan wajib pajak tersebut; (2) Asas Sumber: Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu Negara. Menurut asas ini, Negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili kewarganegaraan wajib pajak; (3) Asas Kebangsaan (Nationaliteit): Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat darimana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun dinegara mana tempat tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan (Erly Suandy,2006:41). Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2005:7), sistem pemungutan pajak terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; b. Wajib pajak bersifat pasif; c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri; b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) WithHolding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-Cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

5 Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Marihot P.Siahaan,2005:10). Sedangkan menurut (Kaho,1985: 17) pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluran rutin dan surplusnya digunakan untuk Public Investment. 5 Jenis Pajak Daerah Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 9 tahun 2003 tentang Pajak Daerah, jenis pajak daerah meliputi: (a) Pajak Hotel adalah pajak yang dipungut atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran kepada hotel; (b) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran; (c) Pajak Hiburan adalah pajak atas pelayanan hiburan, sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga; (d) Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame; (e) Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain; (f) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor; (g) Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bantuan dibawah permukaan tanah; (h) Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchilap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Tarif Pajak Daerah Tarif pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah diatur dalam undangundang Nomor 34 Tahun 2000 yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk setiap jenis pajak daerah yaitu: (a) Tarif PKB & KAA ditetapkan paling tinggi 5%; (b) Tarif BBNKB & KAA ditetapkan paling tinggi 10%; (c) Tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi 5%; (d) Tarif PPPABTAP ditetapkan paling tinggi 20%; (e) Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10%; (f) Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10%; (g) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%; (h) Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25%; (i) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tiggi 10%; (j) Tarif Pajak Pengembalian Bahan Galian Golongan C ditetapkan paling tinggi 20%; dan (k) Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 20%(Marihot P. Siahaan,2005:61). Pajak Hotel Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan 21, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait

6 lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh (Marihot P.Siahaan,2009: ). Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel Siahaan (2009:301) menyatakan bahwa dasar hukum pemungutan pajak hotel adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang- Undang Nomor18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. 5. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 09 tahun 2003 tentang Pajak Hotel. 6 Objek, Subyek, dan Wajib Pajak Hotel Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan, dan yang menjadi subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Sedangkan wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang penginapan, termasuk di dalamnya pengusaha tempat kos, wisma, pondok wisata, dan gedung pertemuan yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang terutang (Marihot P.Siahaan,2009: ). Pajak Hiburan Pajak hiburan sebagai pertunjukan dan keramaian berupa sandiwara, wayang, bioskop, pertunjukan-pertunjukan di dalam warung-warung kopi, cabaret, variete dan sirkus, pertunjukan menyanyi dan musik, balet, dansa, fancy, fair, pesta-pesta, pameran dan pidatopidato kecuali pameran dan pidato-pidato yang sifatnya penerangan, ilmiah, atau keagamaan. Pertunjukan-pertunjukan di dalam pasar malam, pertunjukan dengan alat musik, pertandingan-pertandingan, dan pertunjukan olah raga, permainan-permainan yang tergabung meminta pembayaran dari penontonnya (Soelarno,1999:186). Untuk sejumlah kabupaten/kota, pajak hiburan adalah salah satu jenis pajak dengan hasil yang besar. Disamping itu, ini juga cukup berhubungan penetapannya berdasarkan presentase tertentu dari harga masuk (karcis), dengan biaya pengumpulan yang relatif rendah. Pajak ini juga dianggap adil karena tarif yang ditentukan bervariasi sesuai dengan jenis hiburan tersebut, misalnya hiburan yang sifatnya tradisional atau adat istiadat biasanya bertarif rendah. (Ismail, 2005:204). Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hiburan Dasar hukum pemungutan pajak hiburan adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

7 7 4. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. 5. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 09 tahun 2002 tentang Pajak Hiburan. Objek, Subyek, dan Wajib Pajak Hiburan Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Termasuk dalam objek hiburan yang dimaksud adalah: tontonan film; pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana; kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya; pameran; diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; permainan bilyard, golf dan bowling; pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran; dan pertandingan olahraga. Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan, sedangkan wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Pendapatan Asli Daerah Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber keuntungan sendiri dengan melakukan segala upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan demikian pemerintah daerah dapat melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan yang semakin mantap demi kesejahteraan masyarakatnya. Pendapatan asli daerah merupakan suatu penerimaan daerah yang berasal dari sumber sumber wilayahnya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah harus betul betul dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan hingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiayai dari subsidi atau dari sumbangan dari pihak ketiga atau pinjaman daerah. Dapat disimpulkan pendapatan asli daerah merupakan suatu penerimaan daerah yang berasal dari sumber sumber wilayahnya sendiri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah harus betul betul dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan hingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiayai dari subsidi atau dari sumbangan dari pihak ketiga atau pinjaman daerah. Pendapatan asli daerah (PAD) terdiri atas: (1) Pajak Daerah; (2) Retribusi daerah; (3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (4) Lain-lain PAD yang sah. Efektivitas Berikut ini adalah definisi efektivitas dari beberapa ahli sebagai berikut : (1) Efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapainya (Anthony and Vijay,2003:149). Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan semakin efektif pula unit tersebut; (2) Efektivitas adalah ukuran keluaran (measure of output). Efektivitas dalam garis-garis besar dapat dirumuskan sebagai hal yang berhubungan dengan penentuan apakah tujuan perusahaan yang ditetapkan tercapai (Tunggal,2000: 12); (3) Efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya. Semakin besar kontribusi keluaran suatu pusat pertanggungjawaban terhadap pencapaian tujuan perusahaan semakin efektif kegiatan pertanggungjawaban tersebut (Supriyono,2002: 24); (4) Efektivitas adalah bahwa produk akhir suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuannya baik ditinjau dari segi kulitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan, sedangkan efisiensi

8 berarti bertindak dengan cara yang dapat meminimalir kerugian atau pemborosan sumber daya dalam melaksanakan atau menghasilkan sesuatu (Kartikahadi,2004: 15). Efektivitas ditentukan oleh hubungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggung jawab dengan tujuannya. Semakin besar output yang kontribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut. Efesiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, merupakan setiap pusat tanggung jawab harus efektif dan efisien, dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara optimal. Suatu pusat tanggung jawab yang menjalankan tugasnya dengan konsumsi terendah atas sumber daya, mungkin akan efisien, tetapi jika output yang dihasilkan gagal dalam memberikan kontribusinya yang memadai pada pencapaian cita-cita organisasi, maka pusat tanggung jawab tersebut tidaklah efektif. 8 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah dengan menitik beratkan pada pemahaman dan persepsi penelitian untuk menjelaskan secara rinci tentang objek studi dan mendapatkan hasil solusi praktis berdasarkan data yang telah diperoleh. Penelitian secara kualitatif dilakukan dengan cara menguraikan, membahas, dan menganalisis setiap data yang didapat, sehingga diperoleh pemaparan deskriptif atau gambaran yang jelas dan lengkap mengenai pemasalahan skripsi. Gambaran dari Obyek Penelitian Adapun obyek dalam penelitian ini adalah instansi pemerintah pada khusunya Dinas Pendapatan Daerah Kota Surabaya Jl. Jimerto No Surabaya. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini didasarkan pada pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan dengan cara: (a) Wawancara yaitu merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap maka wawancara dilakukan dengan para pegawai yang terkait guna memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian; (b) Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dari dokumendokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian sebagai bukti untuk menunjang permasalahan penelitian. Untuk jenis data berupa dokumen tertulis, teknik dokumentasi akan dilakukan terhadap dokumen yang relevan dengan fokus dan memiliki keterkaitan dengan proporsi penelitian ini. Satuan Kajian Adapun hal-hal yang menjadi obyek pengamatan dalam skripsi ini adalah: (1) Target adalah bagian dari rencana yang sudah disusun secara terukur yang akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu tertentu. Dalam (Kamus Bahasa Indonesia,2004: 1404) Target adalah Sasaran atau batas ketentuan yang telah ditetapkan untuk dicapai; (2) Realisasi adalah hasil nyata dari penerimaan atas suatu target yang telah diperhitungkan. Realisasi

9 juga diartikan sebagai tindakan yang nyata atau adanya pergerakan atau perubahan dari rencana yang sudah dibuat atau dikerjakan; (3) Tingkat Efektifitas Pemungutan Pajak adalah tolak ukur dimana pemungutan pajak berperan dalam pendapatan asli daerah; (4) Penunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Alat ukur penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peratutan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak Hotel dan Pajak Hiburan adalah merupakan pungutan yang dikenakan oleh pemerintah kepada rakyat atau masyarakat, merupakan pungutan yang dapat dipaksakan pemerintah dan hasil pemungutannya tidak berdampak langsung kepada masyarakat. Target dan Realisasi pendapatan pajak merupakan target yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan diterima pada periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk melihat tingkat efektivitas pemungutan pajak apakah realisasi melebihi atau kurang dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD). 9 Teknik Analisis Data Analisis data adalah usaha untuk menganalisa atau mengubah data mentah yang telah dikumpulkan peneliti dari bentuk awalnya menjadi suatu bentuk sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab atas pertanyaan yang telah dirumuskan (Moh.Nasir (2004:346). Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan lima metode analisis yaitu:. 1. Metode Analisis Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Hiburan dengan rumus: a. Analisis Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel : Realisasi Pajak Hotel x 100% Target Pajak Hotel b. Analisis Target dan Realisai Penerimaan Pajak Hiburan : Realisasi Pajak Hiburan x 100% Target Pajak Hiburan 2. Metode Analisis Kontribusi Penerimaan Perjenis Objek Pajak Hotel dan Hiburan Terhadap Realisasi Pendapatan Pajak Hotel dan Hiburan dengan menggunakan rumus : a. Kontribusi Penerimaan perjenis Objek Pajak Hotel : Kontribusi : Penerimaan Perjenis Objek Pajak Hotel x 100% Realisasi Pendapatan Pajak Hotel b. Kontribusi Penerimaan perjenis Objek Pajak Hiburan : Kontribusi : Penerimaan Perjenis Objek Pajak Hiburan x 100% Realisasi Pendapatan Pajak Hiburan 3. Metode Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel dan Hiburan Terhadap Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah dengan menggunakan rumus : a. Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel terhadap Pajak Daerah: Realisasi Penerimaan Pajak Hotel x 100% Realisasi Penerimaan Pajak Daerah b. Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pajak Daerah: Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan x 100% Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

10 10 c. Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah: Realisasi Penerimaan Pajak Hotel x 100% Realisasi Penerimaan PAD d. Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah: Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan x 100% Realisasi Penerimaan PAD 4. Metode Analisis Pertumbuhan Pajak Hotel dan Hiburan dengan menggunakan rumus : Dimana ; Pn r = Pn Po x 100% Po = Data pada tahun ke n Po = Data pada tahun ke 0 r = Pertumbuhan 5. Analisis Efektivitas Pajak Hotel dan Hiburan dengan rumus : a. Analisis Efektifitas Pajak Hotel: Realisasi Penerimaan Pajak Hotel x 100% Target penerimaan Pajak Hotel b. Analisis Efektifitas Pajak Hiburan: Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan x 100% Target penerimaan Pajak Hiburan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pajak Hotel Kota Surabaya Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali pertokoan dan perkantoran. Pajak hotel adalah pajak yang dipungut atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran kepada hotel. Pajak hotel diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 09 Tahun 2003, yang menjadi obyek dalam pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan di hotel dengan pembayaran termasuk : (1) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek; (2) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan; (3) Fasilitas oleh raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum; (4) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Sedangkan yang tidak termasuk dalam obyek pajak hotel sebagimana yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 09 Tahun 2003 adalah: (1) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; (2) Pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren; (3) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; (4) Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum

11 di hotel; (5) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Pajak Hiburan Kota Surabaya Hiburan adalah jenis pertunjukan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Pajak hiburan yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Pajak ini diatur dalam peraturan daerah Kota Surabaya 09 Tahun 2002, yang menjadi obyek dalam pajak hiburan ini adalah penyelenggara hiburan dengan dipungut bayaran seperti: tontonan film, kesenian, pergelaran musik dan tari, karaoke, permainan bilyard, permainan ketangkasan, danpertandingan olahraga. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Pajak Hotel Sesuai dengan Perda No. 09 tahun 2003 dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak. Sedangkan besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak. Pajak Hiburan Sesuai dengan Perda No. 09 tahun 2002 dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Tarif pajak untuk hiburan yang menggunakan harga tanda masuk (HTM) ditetapkan sebagai berikut: (a) Pertunjukan film/bioskop dikenakan pajak 10% dari HTM; (b) Semua jenis hiburan yang diselenggarakan di hotel, restoran, bar, plaza, café dan sejenisnya dikenakan 30% dari HTM; (c) Diskotik dikenakan pajak 35% dari HTM; (d) Pertandingan olahraga dan sejenisnya dikenakan pajak 15% dari HTM; (e) Pameran seni budaya, pemeran busana, kontes kecantikan, pertunjukan atau pagelaran musik/tari dan pertunjukan atau pagelaran hiburan selain tersebut dalam ayat (1) huruf b dikenakan pajak 10%; (f) Kesenian yang bersifat tradisional yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilainilai tradisi yang luhur dalam kesenian yang bersifat kreatif yang bersumber dari kesenian tradisional dikenakan pajak 10%; (g) Pertunjukan/permainan sirkus dan sejenisnya dikenakan pajak 10%; (h) Taman satwa, pemandian alam dan taman rekreasi dikenakan pajak 15% dari HTM. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam pasal 55 UU No. 5 Tahun 1947 sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah. Sumber-sumber pendapatan asli daerah tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah secara keseluruhan. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Pendapatan asli daerah (PAD) terdiri atas: (1) Pajak Daerah: (a) Pajak Propinsi: (i) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; (ii) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; (iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (iv) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan; (b) Pajak Kabupaten / Kota: (i) Pajak Hotel; (ii) Pajak Restoran; (iii) Pajak Hiburan; (iv) Pajak Reklame; (v) Pajak Penerangan Jalan; (vi) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian. 11

12 Gol. C; (vii) Pajak Parkir; (2) Retribusi daerah: (i) Retribusi Jasa Umum; (ii) Retribusi Jasa Usaha; (iii) Retribusi Perijinan Tertentu; (3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (4) Lain-lain PAD yang sah. 12 Analisis dan Pembahasan Analisis Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Tabel 1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Tahun (Dalam Rupiah) Tahun Target Realisasi Selisih % ( ) 87, ( ) 92, , ,55 106, ,97 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Dari tabel 1 dapat dilihat bawah selama tahun realisasi pendapatan asli daerah dari sektor pajak hotel tidak memenuhi target, dimana pada tahun 2010 pajak hotel yang ditargetkan sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga menunjukkan ada selisih sebesar Rp atau sebesar 87,38%. Pada tahun 2011 pajak hotel yang ditarget sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga menunjukkan ada selisih sebesar Rp atau sebesar 92,09%. Untuk tahun pendapatan pajak hotel memenuhi target yang ditetapkan dimana pada tahun 2012 pajak hotel yang ditargetkan sebesar Rp teralisasi sebesar Rp sehingga ada pencapaian sebesar Rp atau sebesar 106,95%. Pada tahun 2013 pajak hotel yang ditargetkan sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga ada pencapaian sebesar Rp atau sebesar 105,97%. Selama tahun pajak hotel tidak memenuhi target dikarenakan banyak hotel yang tutup, tingkat hunian hotel yang mengalami penurunan serta minimnya wisatawan yang datang ke Kota Surabaya sehingga mempengaruhi pendapatan pajak dari sektor hotel mengalami penurunan. Analisis Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Tabel 2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Tahun (Dalam Rupiah) Tahun Target Realisasi Selisih % ( ) 91, , , ,69 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya

13 Dari tabel 2 dapat dilihat bawah selama tahun realisasi pendapatan asli daerah dari sektor pajak hotel dan paja hiburan tidak memenuhi target, dimana tahun 2010 pajak hiburan yang ditargetkan sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga menunjukkan ada selisih sebesar Rp atau sebesar 91,77%. Pada tahun 2011 pajak hiburan yang ditargetkan sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga menunjukkan ada selisih sebesar Rp atau sebesar 101,34%. Untuk tahun pendapatan pajak hiburan memenuhi target yang ditetapkan dimana pada tahun 2012 pajak hiburan yang ditargetkan sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga ada pencapaian sebesar Rp atau sebesar 106,95%. Pada tahun 2013 pajak hiburan yang ditargetkan sebesar Rp terealisasi sebesar Rp sehingga ada pencapaian sebesar Rp atau sebesar 105,69%. Analisis Kontribusi Penerimaan Perjenis Objek Pajak Hotel dan Hiburan Terhadap Realisasi Pendapatan Pajak Hotel dan Hiburan 1. Kontribusi Penerimaan Perjenis Objek Pajak Hotel a. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel Jenis Hotel Bintang Lima Tabel 3 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Bintang Lima Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Bintang Lima Hotel ,45% ,82% ,55 45,23% % Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Rata-rata 45,63% Berdasarkan perhitungan pada tabel penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang lima tahun anggaran dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami penurunan yaitu pada tahun 2010 sebesar 48,45% dan pada tahun 2011 sebesar 44,82%. Sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebesar 45,23%, kemudian mengalami penurunan kembali pada tahun 2013sebesar 44%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 44%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 48,45%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang lima tahun anggaran yaitu kontribusi sedang. 13

14 14 b. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel dari Hotel Bintang Empat Tabel 4 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Bintang Empat Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Hotel Bintang Empat Hotel ,36% ,65% ,55 27,44% ,74% Rata-rata 28,04% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Berdasarkan perhitungan pada tabel 4 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 29,36% dan pada tahun 2011 sebesar 30,65%. Sedangkan pada tahun mengalami penurunan yaitu pada tahun 2012 sebesar 27,44% dan pada tahun 2013 sebesar 24,74%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 24,74%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 30,65%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang empat tahun anggaran yaitu kontribusi rendah. c. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel dari Hotel Bintang Tiga Tabel 5 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Bintang Tiga Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Bintang Tiga Hotel ,43% ,24% ,55 12,90% ,17% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Rata-rata 12,69% Berdasarkan perhitungan pada tabel 5 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 11,43%, pada tahun 2011 sebesar 12,24%, pada tahun 2012 sebesar 12,90%, pada tahun 2013 sebesar 14,17%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 11,43%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 14,17%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang tiga tahun anggaran yaitu kontribusi sangat rendah.

15 15 d. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel dari Hotel Bintang Dua Tabel 6 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Bintang Dua Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Bintang Dua Hotel ,12% ,79% ,55 1,49% ,10% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan,diolah penulis Rata-rata 1,12% Berdasarkan perhitungan pada tabel 6 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 0,12% dan pada tahun 2011 sebesar 0,79%. Pada tahun 2012 sebesar 1,49% dan pada tahun 2013 sebesar 2,10%. Dari tahun hasil analisis kontribusi penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang dua prosentase tidak kurang dari 5% disebabkan pada tahun 2010 objek pajak hotel jenis hotel bintang dua baru dianggap sebagai penerimaan pajak hotel kota Surabaya pada bulan desember Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,12%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,10%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang dua tahun anggaran yaitu kontribusi sangat rendah. e. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel dari Hotel Bintang Satu Tabel 7 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Bintang Satu Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Bintang Satu Hotel ,86% ,80% ,55 0,82% ,83% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Rata-rata 0,83% Berdasarkan perhitungan pada tabel 7 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami penurunan yaitu pada tahun 2010 sebesar 0,86% dan pada tahun 2011 sebesar 0,80%. Sedangkan pada tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2011 sebesar 0,80%, pada tahun 2012 sebesar 0,82%, pada tahun 2013 sebesar 0,83%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,80%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,86%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi

16 penerimaan pajak hotel jenis hotel bintang satu tahun anggaran yaitu kontribusi sangat rendah. f. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel dari Hotel Non Bintang Tabel 8 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Non Bintang Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Hotel Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Non Bintang Hotel ,67% ,58% ,55 11,70% ,64% Rata-rata 11,40% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Berdasarkan perhitungan pada tabel 8 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan setip tahunnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 9,67% dan pada tahun 2011 sebesar 10,58%. Sedangkan pada tahun 2012 sebesar 11,70% dan pada tahun 2013 sebesar 13,64%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 9,67%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 13,64%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis hotel non bintang tahun anggaran yaitu kontribusi sangat rendah. g. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hotel Jenis Rumah Kos Tabel 9 Penerimaan Objek Pajak Hotel dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Jenis Rumah Kos Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hotel Jenis Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Rumah Kos Hotel % ,11% ,55 0,41% ,45% Rata-rata 0,24% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Sesuai dengan PERDA kota Surabaya No 09 Tahun 2003 tentang Pajak Hotel disebutkan di dalam pasal 2 ayat (2) huruf a bahwa dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti penginapan termasuk objek pajak hotel. Berdasarkan perhitungan pada tabel 9 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya. yaitu pada tahun 2010 sebesar 0% dan pada tahun 2011 sebesar 0,11%. Sedangkan pada tahun 2012 sebesar 0,41% dan pada tahun 2013 sebesar 0,45%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,45%. 16

17 Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel jenis rumah kos tahun anggaran yaitu kontribusi sangat rendah. 2. Kontribusi Penerimaan Perjenis Objek Pajak Hiburan a. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hiburan Jenis Bioskop Tabel 10 Penerimaan Objek Pajak Hiburan dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Jenis Bioskop Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hiburan Jenis Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Bioskop Hiburan ,36% ,31% ,56% ,88 48,96% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Rata-rata 41,30% Berdasarkan perhitungan pada tabel 10 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami penurunan yaitu pada tahun 2010 sebesar 41,36% dan pada tahun 2011 sebesar 34,31%. Sedangkan pada tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2011 sebesar 34,31%, pada tahun 2012 sebesar 40,56% dan pada tahun 2013 sebesar 48,96%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 34,31%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 48,96%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hiburan dan realisasi penerimaan pajak hiburan jenis bioskop tahun anggaran yaitu kontribusi sedang. b. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hiburan Jenis Non Bioskop Tabel 11 Penerimaan Objek Pajak Hiburan dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Jenis Non Bioskop Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hiburan Jenis Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Non Bioskop Hiburan ,98% ,66% ,17% , ,88 46,36% Rata-rata 51,80% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Berdasarkan perhitungan pada tabel 11 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 52,98% dan pada tahun 2011 sebesar 56.66%. Sedangkan pada tahun mengalami penurunan setiap tahunnya, pada tahun 2012 sebesar 51,17%, pada tahun 2013 sebesar 46,36%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 17

18 sebesar 46,36%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 56,66%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hiburan dan realisasi penerimaan pajak hiburan jenis non bioskop tahun anggaran yaitu kontribusi sedang. Adapun yang dimaksud kedalam objek pajak hiburan jenis non bioskop adalah diskotek, karoke, kelab malam, permainan bilyard, permainan golf, permainan bowling, pacuan kuda, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran. c. Analisis Penerimaan Objek Pajak Hiburan Jenis Insindentil Tabel 12 Penerimaan Objek Pajak Hiburan dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Jenis Insidentil Tahun Anggaran (dalam rupiah) Tahun Penerimaan Pajak Hiburan Jenis Realisasi Penerimaan Pajak Prosentase Insidentil Hiburan ,66% ,7% ,27% ,88 4,33% Rata-rata 6,7% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, diolah penulis Berdasarkan perhitungan pada tabel 12 diatas dilihat dari prosentase dapat diketahui bahwa pada tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 5,66%, pada tahun 2011 sebesar 9,7%, namun pada tahun mengalami penurunan sebesar 8,27%, pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 4,33%. Kontribusi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 4,33%, sedangkan kontribusi penerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 9,7%. Nilai kontribusi untuk penerimaan objek pajak hiburan dan realisasi penerimaan pajak hiburan jenis insidentil tahun anggaran yaitu kontribusi sangat rendah. Adapun yang dimaksud kedalam objek pajak hiburan jenis insidentil adalah pagelaran kesenian, pagelaran musik, pagelaran tari, pagelaran busana, pagelaran kesenian dan musik dan/atau tari yang bersifat tradisional, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran komputer, pameran elektronik, pameran otomotif, pameran seni budaya, pameran seni ukir, pameran busana, dan/atau pameran lainnya, sirkus, akrobat, sulap dan sejenisnya, permainan ketangkasan, pertandingan olahraga. 18

19 Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel & Hiburan Terhadap Pajak Daerah & PAD Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel terhadap Penerimaan Pajak Daerah & PAD Kota Surabaya Tabel 13 Kontribusi Pajak Hotel terhadap Penerimaan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya Tahun Anggaran Tahun Realisasi Penerimaan (Rp) Kontribusi (%) Pajak Hotel Pajak Daerah PAD Pajak PAD Daerah ,13% 9,34% , ,67 18,87% 7,27% , , ,55 17,97% 6,82% , ,88 18,56% 6,91% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, diolah penulis Dari pengamatan tabel 13 diatas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi pajak hotel terhadap pajak daerah dan kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah masih sangat rendah. Hal ini mendukung sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Drs. Mas;ud, M.Si selaku Bagian Keberatan Pajak Hotel dan Restoran yang menyatakan bahwa: Tingkat kepatuhan dan tingkat kesadaran pengusaha hotel dan hiburan dalam membayar pajaknya itu belum efektif, dikarenakan kurang terbukanya pembukuan, ada data yang disembunyikan, sedangkan sangsi yang diberikan oleh wajib pajak yang melakukan pelanggaran hanya berupa surat peringatan saja (Wawancara, tgl 8 April 2014). Sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa Timur, dan sebagai ibu kota provinsi, Kota Surabaya memiliki potensi wisata berupa wisata pantai, taman nasional, peninggalan bersejarah, dan wisata alam yang cukup potensial untuk dikembangkan sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak yang akan menambah Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya sendiri. Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Penerimaan Pajak Daerah dan PAD Kota Surabaya Tabel 14 Kontribusi Pajak Hiburan terhadap Penerimaan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya Tahun Anggaran Tahun Realisasi Penerimaan (Rp) Kontribusi (%) Pajak Hiburan Pajak Daerah PAD Pajak PAD Daerah ,06% 2,47% , ,67 5,21% 2% , ,55 5,02% 1,91% , , ,88 5,15% 1,92% Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, diolah penulis Dari pengamatan tabel 14 diatas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah masih sangat rendah. Presentase ini masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang bisa diperoleh dari pajak hiburan yang sangat potensial dalam meingkatkan pajak daerah dan pendapatan asli daerah kota Surabaya. Hal ini butuh perhatian pemerintah kota Surabaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah sehingga presentase tersebut dapat meningkatkan dan menambah pemasukan pendapatan asli daerah kota Surabaya. 19

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pajak dan Ruang Lingkupnya Menurut Marihot P. Siahaan (2005:7), Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara (pemerintah) berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, negara berkewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya baik dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang penduduknya sangat padat, dimana setiap warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk membayar pajak secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli antara lain: a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut P.J.A Andiani dalam Diana Sari (2013: 33), adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Permasalahan dalam pajak erat kaitannya dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak secara umum 2.1.1. Pengertian pajak Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan karangan Mardiasmo (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan daerah perlu dijalankan atau dikembangkan sebagai salah satu upaya penting untuk mewujudkan kehendak otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG Avian Nur Andianto Universitas Brawijaya Malang aviannurandrian1996@gmail.com Amelia Ika Pratiwi Universitas Brawijaya Malang m3lly_16@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode )

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode ) Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode 2010-2014) Disusun Oleh: Januardi 2011110028 Dosen Pembimbing: 1).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pasal 1 angka 18, Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA

ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA 1 ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA Vira Hardiyanti S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya Vira.hardiyanti93@yahoo.com

Lebih terperinci

b. PP No. 91 Tahun 2010 tentang Pembayaran Pajak yang ditetapkan oleh Bupai dan Pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.

b. PP No. 91 Tahun 2010 tentang Pembayaran Pajak yang ditetapkan oleh Bupai dan Pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. PAJAK HOTEL DAN RESTORAN 1. Dasar Hukum a. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. b. PP No. 91 Tahun 2010 tentang Pembayaran Pajak yang ditetapkan oleh Bupai dan Pajak yang dibayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta DPPKA dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah. Saat ini di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah. Saat ini di Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, 1 PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2014 Nomor : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak telah berubah menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang merupakan perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut : 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi atau pengertian Pajak menurut Undang-Undang pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran dari rakyat kepada pemerintah yang bersifat wajib

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA f SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAPORAN TRANSAKSI PAJAK DAERAH YANG DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK SECARA ONLINE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN. TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN www.inilah.com I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang melakukan berbagai pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ekonomi,

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SISTEM SECARA ONLINE ATAS DATA TRANSAKSI USAHA WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2017 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2017 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Hiburan di Kabupaten

BAB IV PEMBAHASAN Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Hiburan di Kabupaten BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Hiburan di Kabupaten Semarang Sesuai dengan Undang-Undang tentang otonomi daerah, Pemerintah daerah di Kabupaten Semarang memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 12 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Pada era baru kini untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu diberikan kewenangan yang seluas-luasnya

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 16 TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,. Menimbang : a. bahwa kebijakan pajak daerah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senatiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 11

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 11 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan Sumber Pendapatan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak adalah : Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak Pajak adalah Iuran wajib berupa uang atau barang

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah

Lebih terperinci

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN 1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH KHUSUSNYA PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar pada saat ini adalah bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya dikenal 2 fungsi pajak yaitu, budgetair dan regulerend. Budgetair

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya dikenal 2 fungsi pajak yaitu, budgetair dan regulerend. Budgetair BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Menurut Soemitro (1988) pengertian pajak adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Menurut Soemitro (1988) pengertian pajak adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PUSTAKA 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan

BAB II LANDASAN PUSTAKA 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan BAB II LANDASAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Pengertian Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Hiburan merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra Prestasi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Susunan Dalam Satu Naskah Udang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Hiburan merupakan sumber pendapatan daerah yang

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa Pajak Hiburan merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Menurut Rochmat Soemintro dalam Erly Suandy (2011:7). Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada didalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

b. Perda Nomor 03 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah c. Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah.

b. Perda Nomor 03 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah c. Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah. b. Perda Nomor 03 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. c. Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah. d. Perda Nomor 07 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan. e. Perda Nomor

Lebih terperinci

Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Public Sector Accounting 2016-01-28 Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR 1 Draft Mei 2015 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG ONLINE SYSTEM PELAPORAN TRANSAKSI PAJAK PARKIR, PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang telah digulirkan dengan landasan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, diikuti dengan hadirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA TAHUN : 2014

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA TAHUN : 2014 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 175 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG F HASIL PEMBAHAN 21 NOPEMBER 2013) PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Efektifitas Istilah efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Sigi menjadi daerah otonom

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 18

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Perkembangan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan. Seiring berkembangnya masyarakat maka kepentingan dan kebutuhan masing-masing

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG. Nurmayani

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG. Nurmayani PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG Nurmayani Dosen dan Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fak. Hukum Unila Abstrak Perda Kota

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak hiburan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Huruf

Lebih terperinci

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan b. Pajak restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan di pungut bayaran,yang mencakup rumah makan dan

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Abdul Halim (2004:94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan hasil penelitian yang relevan Suatu karya ilmiah harus berbekal pada teori sebab teori berfungsi untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan hasil penelitian yang relevan Suatu karya ilmiah harus berbekal pada teori sebab teori berfungsi untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan hasil penelitian yang relevan Suatu karya ilmiah harus berbekal pada teori sebab teori berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 56 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 56 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 56 TAHUN 2013 TENTANG ONLINE SYSTEM PEMBAYARAN DAN PELAPORAN TRANSAKSI PAJAK PARKIR, PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci