IV.KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV.KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 80 IV.KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi geografis Kota Jayapura adalah ibukota Provinsi Papua Timur dengan luas 940 Km 2 (0,23 %) dari luas daratan Provinsi Papua. Kota Jayapura terletak di tepian Teluk Humbolt atau Yos Sudarso pada ketinggian < 700 m di atas permukaan laut (dpl) dengan posisi equatorial antara BT dan LS. Menurut pencatatan badan meteorologi dan geofisika wilayah V Jayapura tahun 2007 suhu udara rata-rata 24,2 0 C 32,6 0 C. Kelembapan udara berkisar antara persen, sedang curah hujan tertinggi pada bulan Maret 2007 yaitu 456 mm dan terendah bulan Juni 2007 yaitu 29 mm. Secara administrasi luas Kota Jayapura ± Ha yang terbagi dalam 5 distrik yaitu distrik abepura, distrik jayapura selatan, distrik jayapura utara distrik muara tami, dan distrik Heram. Kota Jayapura terdiri dari 25 wilayah kelurahan, dan 14 wilayah kampung. Urbanisasi merupakan salah satu isu lingkungan Kota Jayapura, tingginya mobilisasi penduduk di Kota Jayapura tiap tahunnya seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian Kota Jayapura, seperti meningkatnya jumlah hotel, jumlah pasar, jumlah pusat perbelanjaan modern. Peningkatan aktivitas perekonomian ini membuat penduduk dari luar daerah bermigrasi ke Kota Jayapura, sehingga terjadi peningkatkan penduduk, jumlah pemukiman, jumlah keramba, jumlah limbah yang bisa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Teluk Youtefa dan sekitarnya 4.2. Topografi dan iklim Kota Jayapura memiliki tofografi yang relatif bervariasi, yaitu dataran rendah dan pantai, terdapat juga perbukitan dan gunung. Sekitar 40 % tidak layak huni karena merupakan daerah perbukitan yang terjal dengan tingkat kemiringan Beriklim tropis basah dengan suhu minimum 29 0 C dan maksimum 31,80 0 C, curah hujan rata-rata 146 mm/tahun, kelembapan udara rata-rata 80,42 %, serta musim kemarau dan hujan yang tidak teratur. Suhu udara rata-rata bulanan di Kota Jayapura mengalami fluktuasi, pada bulan Juni rata-rata 29 0 C sebagai suhu terendah. Bulan April, Mei, dan November

2 81 tercatat sebagai bulan yang paling panas dalam satu tahun, dengan suhu rata-rata 32,5 0 C. Kelembapan udara di Kota Jayapura selama tahun 2009 minimim 77% dan maksimum 82%. Kecepatan angin minimum 6,5 knot dan maksimum 7,5 knot. Data iklim selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kondisi Iklim Kota Jayapura tahun 2009 No Bulan Suhu ( 0 Kecepatan C) Kelembapan angin Hujan Min Maks % Knot Curah hujan (mm) Hari hujan 1 Januari 24,7 32,2 77 7, Februari 24,2 31,2 82 6, Maret 24,4 31,6 80 6, April 25,1 32,5 77 7, Mei 25,3 32,5 77 7, Juni 23,9 31,4 80 6, Juli 24,4 31,5 82 6, Agustus 24,9 31,9 79 7, September 24,8 32,1 77 6, Oktober 25,1 32,3 77 7, November 25,4 32,4 77 7, Desember 25,2 31,9 80 6, Sumber: BPS Kota Jayapura, Kondisi umum Teluk Youtefa Kondisi Teluk Youtefa yang semakin menurun dapat dilihat dari adanya penumpukan limbah padat, masukan limbah cair, sedimentasi dan kerusakankerusakan lain yang ada disekitar teluk seperti lahan kritis, pengerukan bahan galian C. Pencemaran di Teluk Youtefa disebabkan beberapa hal diantaranya bahan buangan limbah cair, limbah padat baik dari permukiman di Teluk Youtefa maupun dari hulu. Buangan limbah domestik dapat dilihat pada Gambar 20 Gambar 20 Sedimen dan potensi sumber limbah domestik dari pemukiman

3 82 Limbah cair dan limbah padat memasuki Teluk Youtefa disebabkan lemahnya penerapan regulasi terhadap pelanggaran, dan sikap masyarakat yang selalu membuang limbah langsung ke badan sungai tanpa pengolahan. Tingginya sedimen disebabkan kurangnya konservasi tanah disekitar teluk sehingga mengakibatkan meningkatnya lahan-lahan kritis, kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 21 Gambar 21 Bahan galian, lahan kritis, tumpukan sampah dan pengerukan Teluk Youtefa memiliki multi fungsi bagi masyarakat yaitu sebagai transportasi air masyarakat nelayan, masyarakat umum, pariwisata, keramba jaring apung. Kondisi Teluk Youtefa semakin menurun, akibat tekanan dari teluk maupun akibat kegiatan antropogenik di hulu. Gambar 22. Pemanfaatan Teluk Youtefa untuk keramba dan pemukiman

4 Kondisi umum perairan sungai Karakteristik sungai Faktor penting sungai Kota Jayapura ada dua yaitu kedalaman dan kecepatan air dimana setiap segmen dan penampangnya berbeda. Badan lingkungan hidup daerah Kota Jayapura menyebutkan bahwa sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa memiliki panjang yang berbeda yaitu: sungai acai meter, sungai sibhorgoni meter, dan sungai PTC entrop meter, serta sungai hanyaan meter. Lebar sungai acai berkisar antara 6,76 meter 11,65 meter atau ratarata 9,69 meter. Lebar sungai sibhorgoni berkisar antara 5 meter 7,30 meter atau rata-rata 6 meter. Lebar sungai PTC berkisar antar 5 meter 5,50 meter atau ratarata 5,25 meter. Kemudian lebar sungai hanyaan berkisar antar 6,40 meter 8 meter atau rata-rata 7,2 meter. Kecepatan aliran rata-rata sungai acai adalah 0,69 m/detik, sungai sibhorgoni 0,37 m/detik, sungai PTC 0,58 m/det, dan sungai hanyaan 0,49 m/detik. Rata-rata debit sungai berbeda yaitu sungai acai 2,20 m 3 /detik, sungai sibhorgoni 0,45 m 3 /detik, sungai PTC 0,37 m 3 /detik, sungai hanyaan 0,60 m 3 /detik. Debit sungai Kota Jayapura dipengaruhi oleh curah hujan. Secara kuantitas, sungai Kota Jayapura menunjukkan pola perubahan debit yang seragam sepanjang tahun Kualitas fisik-kimia sungai Nitrat sebagai salah satu indikator pencemar bahan organik pada perairan sungai di Kota Jayapura. Hasil analisis terhadap nilai nitrat diperairan sungai diperoleh rata-rata 2,32 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada dibawah baku mutu ( 10 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas nitrat untuk biota laut adalah 0,008 mg/l, dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input nitrat dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut Komponen nutrien lain selain nitrat sebagai parameter indikator pencemar bahan organik pada perairan sungai di Kota Jayapura adalah fosfat. Hasil analisis terhadap nilai fosfat diperairan sungai diperoleh rata-rata 1,15 mg/l. Berdasarkan

5 84 Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (0,2 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas fosfat untuk biota laut adalah 0,015 mg/l di atas nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input nitrat dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut. Air sungai sering kelihatan berwarna coklat dan berlumpur yang mengandung padatan tersuspensi, sebagian besar bersumber dari partikel-partikel tanah yang masuk kesungai melalui run off permukaan. Hasil analisis terhadap nilai TSS diperairan sungai diperoleh rata-rata 161,5 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (50 mg/). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas TSS untuk biota laut adalah 20 mg/l di atas nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input nitrat dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut. Parameter lainnya sebagai indikator pencemaran adalah BOD. Hasil analisis terhadap nilai BOD diperairan sungai diperoleh rata-rata 15,9 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (6 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas BOD untuk biota laut adalah 20 mg/l di bawah nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input BOD dari perairan sungai belum melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut. Amonia merupakan indikator pencemar perairan sungai. Hasil analisis terhadap nilai amonia diperairan sungai diperoleh rata-rata 1,06 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (0,5

6 85 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas amonia untuk biota laut adalah 0,3 mg/l di atas nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input amonia dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut. Parameter selanjutnya sebagai indikator pencemaran adalah COD. Hasil analisis terhadap nilai COD diperairan sungai diperoleh rata-rata 64,9 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (10 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas COD untuk biota laut adalah 80 mg/l di bawah nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input COD dari perairan sungai belum melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut Asumsi masalah sampah, limbah cair penduduk, ternak, tinja, dan perikanan. Sampah adalah bahan yang tidak dipakai atau bahan yang terbuang dari hasil sisa aktivitas manusia maupun proses alam yang dipandang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar sampah dibedakan menjadi 3 jenis yaitu sampah anorganik/kering yaitu sampah yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami, sampah organik/basah yaitu sampah yang dapat mengalami pembusukan secara alami, kemudian sampah berbahaya yaitu sampah yang mengandung bahan berbahaya. Secara umum, manusia di perkotaan menghasilkan sampah 3,5 kg/hari, dan banyaknya penduduk yang diasumsikan memberikan pengaruh buruk terhadap Teluk Youtefa dari sampah adalah 40 % atau jiwa. Hal tersebut diperoleh dari jumlah penduduk di Distrik Abepura, Distrik Jayapura Selatan, Vim adalah jiwa. Limbah cair diasumsikan berdasarkan jumlah pemakaian air menurut Ditjen Cipta Karya (2006) diacu dalam Suwari (2010) yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan 80 % pemakaian air atau 115,2 liter/orang/hari. Faktor konversi yang digunakan untuk mengestimasi beban limbah cair domestik untuk BOD adalah 46 gram/orang/hari (Harnanto dan Hidayat 2003) diacu dalam

7 86 Suwari (2010). Sedangkan limbah domestik untuk COD adalah 57 gram/orang/hari (Salim 2002 diacu dalam Suwari 2010). Limbah tersebut diasumsikan masuk ke Teluk Youtefa sekitar 52,7 %. Menurut Soeminto (1987) dalam Setiawan (2007) kotoran dari seekor babi ternak dewasa terdiri dari 2,72 kg/hari, kotoran padat dan 1,59 kg/hari kotoran cair. Banyaknya ternak babi yang bisa memberikan pengaruh terhadap kawsan Teluk Youtefa adalah ternak atau sekitar 27 % bisa masuk ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian satu ternak sapi dewasa menghasilkan 23,59 kg/hari kotoran padat dan 9,07 kg/hari kotoran cair. Banyaknya ternak sapi yang dapat memberikan pengaruh di sekitar Teluk Youtefa adalah 846 ekor, atau sekitar 31 % limbah sapi dapat masuk ke perairan Teluk Youtefa. Menurut Sasimartoyo (2001) bahwa manusia menghasilkan limbah tinja per hari adalah gram. Jumlah penduduk yang bermukim di atas perairan Teluk Youtefa adalah 285 jiwa, atau sekitar 4,5 % limbah tinja dibuang ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian banyaknya KJA adalah 87, dan jumlah total ikan dalam KJA adalah ekor, atau sekitar 84 % limbah pakan ikan berada dalam air teluk. Sungai di Kota Jayapura khususnya 4 sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa menjadi tempat penampungan sampah. Jenis sampah yang sering dibuang ke sungai adalah ketiga jenis tersebut di atas, namun yang paling dominan adalah sampah yang mudah membusuk, sampah plastik, botol plastik, dan kaleng berbagai macam ukuran. Kontribusi seperti ini sangat berpotensi mencemari lingkungan dengan limbah organik, apalagi jenis sampah yang mudah terurai telah mendominasi kedua kehadirannya di sungai. Sampah yang terdapat di sungai dan teluk dapat disajikan pada gambar 23.

8 87 Gambar 23. Contoh tempat pembuangan sampah di Sungai Acai 4.5. Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Kota Jayapura saat ini didominasi permukiman yang berkembang sangat pesat terutama di Abepura Tabel 10. Penggunaan lahan Kota Jayapura No Penggunaan Luas lahan (ha) Persentase 1 Permukiman 4.095,15 2,14 2 Perkantoran 126,25 0,06 3 Pariwisata 1.927,90 1,00 4 Perdagangan dan jasa 252,490 0,132 5 Pemakaman 20 0,010 6 Pertambangan ,87 48,52 7 Tanaman pangan ,47 5,74 8 Hutan produksi terbatas ,19 14,12 9 Perkebunan 4.292,39 2,24 10 Tambak 1.641,21 0,86 11 Resapan air ,15 5,69 12 Kawasan lindung ,87 19,48 Jumlah ,945 Sumber: Kota Jayapura, 2010

9 88 Berdasarkan tabel 10 di atas bahwa penggunaan lahan didominasi untuk lahan pertambangan (42,52 %), lahan untuk kawasan lindung (19,48 %), dan lahan hutan produksi terbatas (14,12 %). Kemudian penggunaan lahan berikutnya adalah untuk perkantoran (0,06 %), dan permukiman penduduk (2,14 %) Biologi Teluk Youtefa memiliki banyak sumberdaya alam yang biasa dimanfatkan oleh masyarakat dan perlu dilestarikan. Komponen biologi disekitar Teluk Youtefa terdiri dari dua kelompok yaitu akuatik dan terestrial Akuatik Tabel 11. Jenis biota air di Teluk Youtefa No Nama Latin Nama lokal Tobati dan Enggros Nafri 1 Bandeng Chanos chanos Rumeng Tamuanta 2 Samandar sejati Siganus vulpinus Menin Mnina 3 Lolosi biru Caesio caerulaunea ---- Osaokanane 4 Belanak Mugil cephalus Rar Hoyouw 5 Bawal hitam Parastromateus niger Soui Kembung Rastrelinger brachysoma Usau Osao 7 Bubara/Kwe Caranx cexfaciatus Orou Ebefrou 8 Bubara hijau Caranx melampygus Bokrorik Bubara ekor kuning Gnathanodon Speciosus Mor Bubara lebar Alectis ciliaris Obecoui Kerong-kerong Terapon jarbua Job/Kambraw Hambirao 12 Japuh Dussumieria acuta --- Make 13 Kapasan Gerres kapas Hemos Homosi 14 Pari Dasyatis spp Sinyer Harao 15 Kerapu lumpur Epinephelius tauvina Mef/Tramp Foru 16 Samandar papan Siganus gutatus Menin Frefre 17 Alu-alu Sphyaena barracuda Sowo/Wes Julung Hemirhampus spp Mu Tenggiri Scomberomorus commoerson Forbor Kepiting Scylia serrata Yapruki Harang 21 Cumi-cumi Loligo spp --- Miso 22 Udang Sumber: Data primer dan sekunder 1. Mangrove Mangrove adalah jenis tanaman berbiji berbelah dua (dikotil) yang hidup di habitat payau. Kelompok pohon di daerah mangrove terdiri atas jenis pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di air asin. Hutan mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan sub tropis, antara 320 Lintang Utara dan 380 Lintang Selatan. Apabila dilihat dari bentuk

10 89 akarnya ada yang muncul dari tanah ke atas berbentuk pinsil atau kerucut dan berfungsi sebagai akar pernafasan (pneumatophores) disebut akar pasak. Ada pula akar yang muncul ke atas tanah kemudian menekuk dan menancap lagi ke bawah, disebut akar lutut. Ada lagi yang berbentuk papan pipih disebut akar papan dan yang bertipe akar tongkat tumbuh melengkung dari batang bagian bawah masuk ke tanah sebagai penyangga pohon maupun menggantung di udara sebagai akar pernafasan. Bentuk daun bermacam-macam, ada yang oval, bulat lonjong, elips runcing, ujung daun bulat atau melengkung. Ketebalan daun juga bervariasi, ada yang tebal kaku berlapis semacam lilin, adapula yang tipis, permukaan daun ada yang mengeluarkan kristal garam atau ada yang berbintik-bintik. Buahnya berbiji dikotil dan vivipar untuk semua jenis bakau sejati. Bentuk dan ukuran bakal pohon (propagules) ada yang kecil panjang, berbentuk cerutu dengan ujung melengkung runcing dan ada yang bulat pendek. Bentuk bunga mangrove bervariasi dari yang berukuran kecil, bulatbulat kecil sampai berbentuk kumpulan benang-benang berwarna putih. Warnanya bermacam-macam, ada yang putih, kekuningan atau ada yang merah jambu dan merah. 2. Lamun Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi di lingkungan bahari di zona intertidal (antara air pasang dan air surut) yaitu zone peralihan antara lautan dan daratan. Lamun, dalam bahasa daerah Tobati (vasrak atau vas) dan bahasa Nafri (sasaro), hidupnya di perairan dangkal yang agak berpasir dan atau di daerah terumbu karang membentuk padang lamun yang cukup luas. Ekosistem ini merupakan ekosistem bahari yang produktif dan dapat mendukung kehidupan keanekaragam tumbuhan dan hewan yang menurut daerah setempat digunakan sebagai tempat untuk menempel, bernaung dan menyediakan makanan bagi ikan ikan di sekitarnya. Luasan lamun Teluk Youtefa berdasarkan hasil analisis citra landsat ETM tahun 2004 dan hasil verifikasi di lapangan adalah sekitar 59,7 Ha. Padang lamun di teluk Youtefa sangat kurang berasosiasi dengan terumbu karang karena banyak

11 90 terumbu karang yang sudah rusak. Padang lamun di daerah hulu kampung Tobati didominasi oleh Enhalus acoroides dengan luas tutupan 60 %. Padang lamun di daerah substrat pasir berlumpur dekat kampung enggros didominasi oleh Cymodocea rotundata, sedangkan di daerah substrat pasir terdapat jenis Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Halophila minor dan Enhalus acoroides. Sebelah timur kampung nafri didominasi oleh enhalus acoroides dengan luas tutupan 5 20%. Berdasarkan luas tutupan (menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 2004) di atas maka padang lamun di Teluk Youtefa dikategorikan rendah sampai sedang atau dalam kondisi kurang sehat. Kondisi ekosistem padang lamun sudah banyak mengalami gangguan sehingga tidak utuh lagi, di daerah sebelah timur kampung nafri pun sudah mengalami kerusakan fisik, di kampung tobati dan enggros rusak karena dilalui perahu-perahu untuk transportasi dan nelayan pada kondisi air surut. Padang lamun di beberapa tempat di sekitar dermaga pasar abepura sudah habis, ini diduga akibat adanya kegiatan pembuangan limbah domestik terutama dari pemukiman dan dari pasar youtefa yang dibuang ke saluran pembuangan yang bermuara ke Teluk Youtefa, serta banyaknya pasokan sedimen dari hulu akibat pembukaan lahan pemukiman dan adanya lahan marginal Terestrial Tabel 12. Produksi tanaman sayur di Kota Jayapura tahun 2008 dan 2009 (ton) No Jenis sayuran Tahun 2008 % Tahun 2009 % Jumlah 1 Bayam , , Kangkung , , Buncis 96 3, , Kacang panjang , , Tomat 150 6, , Ketimun , , Labu siam Lobak Cabe 213 8, , Bawang merah 92 3, , Bawang daun 28 1, , Sawi , , Wortel Lainnya 124 5, , Jumlah Sumber: Kota Jayapura dalam angka, 2010

12 91 Data di atas (tabel 12) menunjukkan bahwa produksi tanaman sayur tertinggi adalah jenis sayuran kangkung (19,25 %). kemudian jenis sayuran sawi (18,28 %). Sedangka produksi terendah adalah jenis sayuran bawang daun (1,14 %). Tabel 13. Produksi tanaman buah di Kota Jayapura tahun 2008 dan 2009 (ton) No Jenis buah-buahan Tahun Tahun % % Jumlah 1 Alpokat , , Mangga , , Rambutan 104 2, , Langsat 96 2, , Jeruk 220 5, , Durian Jambu 108 2, , Sawo Pepaya , , Pisang ,61 733,5 19, ,5 11 Salak 152 4, , Nenas 136 3, , Nangka 108 2, , Semangka , , Jumlah , ,5 Sumber: Kota Jayapura dalam angka, 2010 Data di atas (tabel 13) menunjukkan bahwa produksi tanaman buah tertinggi adalah jenis buah pisang (18,61 % atau 688 ton), kemudian jenis buah pepaya (16,10 % atau 596 ton). Sedangka produksi terendah adalah jenis buah langsat (2,60 % atau 96 ton) pada tahun Produksi tanaman buah pada tahun 2009 tidak berbeda secara signifikan dibanding pada tahun Gambar 24. Diagram buah di Kota Jayapura tahun 2010 Gambar 24 menunjukkan bahwa produksi buah pisang memiliki produksi tertinggi dibanding produksi buah lainnya, diikuti dengan produksi buah pepaya,

13 92 mangga, dan semangka. Hal tersebut dapat terlihat di lapangan seperti di beberapa pasar, dan swalayan. Buah-buahan tersebut mendominasi di pasaran. Produksi buah terendah adalah langsat, nangka, dan jambu. Sedangkan produksi durian dan sawo tidak ada. Hal tersebut di duga bahwa tanaman tersebut tidak merupakan produksi unggulan di Kota Jayapura atau tanaman tersebut tidak ada. Tanaman durian dan sawo hanya terdapat di Kabupaten Jayapura Kondisi sosial ekonomi Kependudukan Jumlah penduduk Kota Jayapura pada tahun 2010 mencapai orang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki (53,07%) dan jiwa penduduk perempuan (46,93%) dengan tingkat kepadatan 2,57 jiwa/ha dan pertumbuhan ratarata 4,10% pertahun. Perkembangan pembangunan Kota Jayapura yang cukup pesat menimbulkan daya tarik dari daerah sekitar maupun dari luar Papua, sehingga mengakibatkan jumlah penduduk Kota Jayapura menjadi semakin bertambah. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin tiap kecamatan di Kota Jayapura pada tahun 2009 diperlihatkan pada tabel 14 Tabel 14 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan No Distrik Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Abepura Jayapura Selatan Heram Jayapura Utara Muara Tami Jumlah Sumber: Kota Jayapura dalam angka (2010) Berdasarkan komposisi penduduk tiap distrik pada tahun 2009 bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di Jayapura Utara, Abepura, dan Jayapura Selatan. Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di distrik Muara Tami Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan kota. Komposisi Kota Jayapura berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2010 terbanyak adalah pada tingkat SD sebanyak jiwa (37,91 %), kemudian tingkat pendidikan universitas sebanyak jiwa (22,24 %). Sedangkan tingkat pendidikan terendah adalah pada tingkat kejuruan 4.047

14 93 (4,81 %). Komposisi (jumlah dan porsentase) penduduk Kota Jayapura tahun 2010 berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya dapat diperlihatkan pada gambar 25. Gambar 25 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Sebaran marga-marga suku asli Teluk Youtefa a. Kampung tobati yaitu: Hamadi, Ireuw, Injama, Dawir, Assor, Mano, Haazi, Afaar, Habakuk, Itar, Sremsrem; b. Kampung enggros yaitu: Sanyi, Drunyi, Merauje, Semra, Hanasbei, Iwo, Haai, Samai, Hamadi, Habakuk, Itar; c. Kampung Nafri yaitu: Hamueki, Marahabia, Aulinero, Acali, Kay, Tamian, Awi, Fingkrew Karakteristik budaya Teluk Youtefa memiliki 3 (tiga) suku asli yang hidup dalam suatu perkampungan/desa yaitu tobati, enggros dan nafri. Suku tobati termasuk dalam suku bangsa malanesia, mereka termasuk dalam kelompok suku yang terdapat di Teluk Humbolt. Kelompok suku ini terdiri dari kelompok orang kayu pulau, nafri, skow dan tobati. Suku tobati memiliki dua kelompok masyarakat yaitu tobati (Tobatji) yang artinya sudah jadi orang di sini atau kampung saya di sini dan enggros (Injros) terdiri dari dua kata yaitu inj (tempat) dan ros (dua) maka artinya tempat tinggal (kampung) kedua, karena perkembangan dan jumlah penduduk pada akhirnya kedua kelompok masyarakat yang dulunya bersatu kini terpisah. Orang tobati mengisahkan bahwa dahulu hanya ada satu kampung besar tobati, namun karena perkembangan jumlah penduduk sehingga dua klen yaitu "Drunyi" dan "Sanyi" pindah ke tempat permukiman kedua (Injros). Dalam sistem kekerabatan dikenal istilah Matarumah untuk menyebutkan beberapa keret yang

15 94 merupakan satu sub-klen, disebut matarumah karena pada mulanya mereka bersama-sama menghuni satu rumah besar yang dibagi menjadi beberapa kekerabatan. Bilik-bilik keluarga itulah yang kemudian terpecah dan disebut matarumah yang kemudian berkembang meliputi beberapa keret Kondisi budaya Tahun 1858 orang Belanda pada awalnya datang dengan menggunakan kapal laut "ETNA" yang dipimpin oleh H.D.A. Van Der Goes, kemudian mendirikan pos pertama Belanda di Teluk Youtefa tepatnya di pulau debi yang kemudian pernah juga diduduki oleh orang Jepang sekitar tahun Penyebaran agama kristen pertama kali di Kota Jayapura dimulai dari pulau debi oleh seorang penginjil dari Maluku yang bernama pendeta laurents tanamal pada tahun Suku tobati hanya mengenal dan menggunakan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia yang digunakan pada acara pertemuan-pertemuan resmi dan untuk berkomunikasi dengan kelompok luar yang bukan suku mereka. Mereka menggunakan bahasa pidgin english untuk berkomunikasi dengan saudara-saudara mereka yang berada di Negara Papua New Guinea. Orang tobati termasuk dalam rumpun suku melanesia, berkulit hitam dan berambut keriting, tinggi badan pria berkisar cm. Orang-orang tobati yang tinggal di kawasan tersebut bermata pencaharian sebagai nelayan Struktur sosial Penduduk kampung tobati dan Injros terdiri dari beberapa keret yang mengikuti garis keturunan ayah (Patrilineal). Menurut struktur adat, pimpinan masyarakat kedua kampung ondoafi besar adalah dari keret hamadi, namun dalam masing-masing keret terdapat pimpinan keret yang disebut kepala suku. Selain kepala suku besar atau ondoafi besar, dalam kedua kampung ini masingmasing terdapat keret utama. Keret utama di kampung tobati adalah hamadi dan ireuw. Keret lain yang dianggap golongan bawah antara lain haai, dawir, asor, hababuk, injama, afaar, mano, dan itar. Sedangkan di kampung injros dua keret utama adalah sanyi dan drunyi. Sebagai lapisan bawah terdapat sembilan keret, yakni meraujwe, semra, hanasbei, iwo, haai, samai, hamadi, hababuk dan itar.

16 95 Terdapat pembagian peran antara keret utama maupun keret bawah menurut kedudukannya. Keret hamadi sebagai Ondoafi Besar berperan mengawasi, mengatur dan memutuskan segala hal yang berhubungan dengan kepentingan bersama masyarakat kedua kampung. Keret Itar adalah kepala suku bagian perburuan babi maksudnya dialah yang berhak mengatur perburuan babi hutan, atau membeli babi peliharaan kerabatnya untuk keperluan suatu pesta adat. Drunyi adalah kepala suku Taring, yakni berhak meyimpan dan mengatur alat-alat penangkapan tradisional yang dibutuhkan untuk menangkap ikan Pola-pola pengalihan hak atas penguasaan lahan Teluk Youtefa yang letaknya relative berdekatan dengan Kota Jayapura mempunyai beberapa permasalahan dan harus mendapat perhatian khusus dalam hal pengelolaan serta pengamanan kawasan tersebut demi kepentingan konservasi. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam Teluk Youtefa adalah pemanfaatan lahan/jual beli lahan. Selain keperluan lahan untuk berkebun dan pemukiman, banyak juga permintaan pemilikan tanah oleh kelompok masyarakat, sehingga pihak masyarakat pemilik tanah menjualnya pada pihak ketiga. Hal ini terjadi seiring dengan dibukanya ruas jalan entrop (kelapa dua) sehingga memberi peluang kepada masyarakat untuk berusaha memiliki tanah di sepanjang jalan tersebut Pola konsumsi Masyarakat Teluk Youtefa sebagai masyarakat nelayan lebih banyak mengkonsumsi ikan sebagai lauk utama. Setelah akses ke pasar cukup lancar, proporsi konsumsi semakin berkurang karena sebagian besar dari tangkapan dijual ke pasar. Selain itu, makanan pokok masyarakat juga mengalami banyak perubahan dari sagu ke nasi. Jika di masa lalu masih ada interaksi sosial yang baik antara sesama keluarga untuk menokok sagu, sekarang fungsi sosial seperti itu semakin jarang terjadi. Masyarakat youtefa sudah mengenal berbagai kebutuhan dapur seperti layaknya orang di kota. Mereka membeli semua keperluan dapur dengan uang hasil menjual hasil buruan, ternak atau ikan. Budaya saling berbagi hasil tangkapan yang berlebih juga masih ditemukan di kampung youtefa Produksi perikanan, pengolahan dan pemasaran

17 Tingkat produksi berdasarkan alat tangkap Setiap alat tangkap memiliki produktifitas yang berbeda dimana kelompok alat tangkap jaring (pukat pantai, jaring angkat) mempunyai produktivitas yang tinggi. Alat tangkap pancing dan alat tangkap lain memiliki produktifitas sedang, kemudian penangkapan hasil laut tanpa alat atau memungut memiliki produktivitas yang rendah. Produktivitas alat tangkap ini juga dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan atau biota laut lainnya. Hasil tangkapan nelayan pada musim ikan normal dengan alat tangkap jaring dapat mencapai ekor atau 3 4,5 kg/trip. Puncak musim ikan hasil tangkapan dapat berkisar dari 1,5 2 termos (1 termos dapat berisi 200 ekor ikan ukuran sedang) atau sekitar kg untuk ikan kembung, belanak dan ikan layur. Hasil tangkapan cumi-cumi, biasanya berkisar dari ekor/trip (10-20 kg/trip) pada musim terang dan 10 ekor/trip (1,6-2 kg/trip) pada musim gelap. Pukat pantai (masyarakat menyebutnya jaring dampar) dalam semalam dapat menghasilkan 60 keranjang ikan hasil tangkapan. Bagan perahu ataupun bagan rakit dengan bantuan lampu petromaks atau lampu neon dapat menangkap ikan 5-50 coolbox atau kg/trip. Satu coolbox dapat mencapai ekor ikan ukuran kecil atau bila masyarakat menjualnya bernilai Rp ,-/cool box. Alat tangkap pancing berupa pancing tenda maupun pancing dasar serta alat tangkap lain (kelawai, tombak dan lain-lain) biasanya memiliki hasil tangkapan yang tidak terlalu banyak. Pada keadaan normal hasil tangkapan alat pancing tidak sebanyak hasil tangkapan alat tangkap jaring meskipun alat tangkap pancing telah dimodifikasi dengan memberi kail yang banyak Tingkat produksi per komoditi Hasil tangkapan setiap jenis komoditas bervariasi antar kampung. Hasil tangkapan tersebut merupakan rata-rata hasil tangkapan nelayan per orang atau per kepala keluarga dengan variasi alat tangkap. Rata-rata waktu operasi penangkapan 4 hari dalam seminggu atau 16 hari dalam sebulan. Hasil tangkapan

18 97 tertinggi berasal dari komoditas ikan, disusul kerang-kerangan, cumi-cumi dan teripang seperti disajikan pada Tabel 15 Tabel 15. Tingkat produksi per komoditi per kampung Nama Jenis, produksi (kg/bln), dan rata-rata Kampung Cumicumi Ratarata Ikan segar* Ratarata Kerang** Ratarata Teripang Ratarata Abepantai ,5 Tobati , ,5 Enggros Nafri Sumber : Kota Jayapura dalam angka 2010 Keterangan: * Ikan campuran; ** termasuk cangkang kerang Tabel 15 di atas memperlihatkan bahwa tangkapan ikan segar bervariasi antar kampung. Hasil tangkapan ikan tertinggi dihasilkan oleh nelayan kampung enggros dan abe pantai, sedangkan hasil tangkapan ikan terendah berasal dari nelayan kampung tobati dan nafri. Nelayan tobati, enggros dan abe pantai dapat menangkap ikan dalam kisaran 3 60 kg/trip dalam musim biasa dan musim puncak ikan, sedangkan nelayan di kampung nafri hasil tangkapannya di bawah produksi tersebut Hasil tangkapan cumi-cumi terbanyak di kawasan teluk dihasilkan oleh nelayan di kampung tobati dan enggros. Nelayan kampung enggros pada musim bulan terang dapat menangkap ekor/trip atau 10 kg/trip dan saat musim gelap hanya dapat menangkap cumi sebanyak 10 ekor/trip atau 2 kg/trip (diperkirakan setiap ekor cumi memiliki berat 200 gr). Hasil tangkapan teripang bervariasi dari 5 kg/bulan di kampung nafri sampai tertinggi 17 kg/bulan di kampung enggros. Nelayan bila beruntung dapat menangkap sampai 5 ember berukuran sekitar 30 liter dan sebaliknya hanya dapat 1 sampai 2 ember. Hasil tangkapan kerang terbanyak berasal dari kampung enggros disusul nelayan kampung tobati dengan produksi masing-masing 217,5 kg/bulan dan 264 kg/bulan. Perbedaan hasil tangkapan terutama disebabkan oleh penggunaan jenis alat tangkap dan orientasi penangkapan nelayan setiap kampung. Hasil tangkapan didominasi oleh komoditas ikan karena orientasi penangkapan lebih ditujukan pada berbagai jenis ikan. Hal ini didukung oleh banyaknya alat tangkap jaring dan

19 98 armada penangkapan yang dominan digunakan untuk menangkap ikan. Sementara komoditas lain merupakan prioritas berikutnya. Perbedaan hasil tangkapan juga disebabkan oleh perbedaan kondisi kampung. Kampung enggros mengungguli semua kampung dalam produksi semua jenis komoditas karena letak kampungnya berada di tengah-tengah perairan Teluk Youtefa. Selain itu warga kampung enggros memiliki sedikit pilihan dalam menentukan jenis pekerjaan tambahan lain sehingga pada umumnya masyarakat di kampung ini lebih fokus pada pekerjaan sebagai nelayan. Sebaliknya nelayan di kampung nafri, ada banyak pilihan pekerjaan yang mempengaruhi motivasi melaut mereka Pengolahan Usaha pengolahan ikan di kawasan Teluk Youtefa dilakukan secara sederhana dan skala kecil. Jenis pengolahan yang dilakukan umumnya dalam bentuk pengeringan dan pengasapan. Jenis hasil perikanan yang pengolahannya dilakukan melalui pengeringan umumnya adalah teripang yakni dengan cara menjemur di bawah terik matahari. Pengolahan dengan cara pengasapan dilakukan terhadap komoditi kerang (bia) Pemasaran Pemasaran hasil perikanan yang dilakukan oleh pelaku perikanan dilakukan di kawasan Teluk Youtefa. Hasil tangkapan dari kampung tobati, enggros, dan pantai abe dipasarkan di pasar hamadi dan pasar youtefa. Hasil tangkapan dari nafri dipasarkan di pasar youtefa. Harga jual kerang olahan Rp 3.000/tusuk (1 tusuk berisi 15 kerang). Kerang segar berharga Rp /kg, cumi-cumi segar Rp per tumpuk (satu tumpuk 5 ekor cumi-cumi berukuran sedang) atau Rp /ekor cumi ukuran besar. Harga jual ikan (samandar) satu tumpuk (5 ekor ukuran besar) Rp sedangkan 5 ekor ikan berukuran sedang berharga Rp 7.000/tumpuk. Harga Ikan belanak ukuran besar (seukuran telapak tangan) adalah sekitar Rp /ekor.

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN Apa yang sudah dicapai selama ini lebih ditingkatkan, Pemerintah Kota Jayapura akan lebih

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 46 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis 4.1.1 Letak dan Luas Wilayah Kota Jayapura terletak di tepian Teluk Yos Sudarso dan secara geografis berada pada posisi antara 1 0 28 17.26 hingga

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

PENCAPAIAN KINERJA INDIKATOR MACRO PEMBANGUNAN DAERAH KOTA JAYAPURA

PENCAPAIAN KINERJA INDIKATOR MACRO PEMBANGUNAN DAERAH KOTA JAYAPURA PENCAPAIAN KINERJA INDIKATOR MACRO PEMBANGUNAN DAERAH KOTA JAYAPURA Berdasarkan Permen No. 12 thn 2007 ttg Susunan Data A. DATA UMUM 1. GEOGRAFI a. Posisi / Letak Kota Jayapura berdiri sejak tanggal 21

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 91 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya mempunyai kedudukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar KOTA BALIKPAPAN I. KEADAAN UMUM KOTA BALIKPAPAN 1.1. LETAK GEOGRAFI DAN ADMINISTRASI Kota Balikpapan mempunyai luas wilayah daratan 503,3 km 2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,1 km 2. Kota Balikpapan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang 79 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur 1. Keadaan Umum Pemerintahan Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1423 Katalog BPS : 1101001.2102.070 Ukuran Buku : 17,6

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pesisir merupakan kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif Luas wilayah Kabupaten Sampang 1 233.30 km 2. Kabupaten Sampang terdiri 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 180 Desa. Batas administrasi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kabupaten Cilacap memiliki beragam ekosistem seperti: ekosistem estuarin, ekosistem mangrove, dan pantai berpasir. Hal ini menjadikan Cilacap memiliki

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Keadaan fisik Kabupaten Sleman Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o 13 00 sampai dengan 110 o 33 00 Bujur Timur, dan mulai 7ᵒ34 51 sampai dengan 7ᵒ47 03 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan 109⁰29 109⁰45 50 Bujur Timur. Berada pada jalur pegunungan di bagian tengah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian di Wilayah Distrik Sorong Timur

BAB I PENDAHULUAN. pertanian di Wilayah Distrik Sorong Timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tersedianya data dan informasi yang memberi gambaran akurat tentang potensi wilayah sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan bagi Pemerintah kalangan pertanian

Lebih terperinci