PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Siska Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 135 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan merupakan isu yang tidak henti-hentinya diwacanakan sebagai kata kunci determinan yang paling menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembangunan. Manusia adalah objek dan subjek serta sasaran pelaksanaan pembangunan. Secara spesifik pada diri manusia pembangunan (agent of change) terdapat tiga hal yang sangat diperlukan yaitu: Pertama, wawasan dan cara pandang (mind set) tentang pembangunan dan perubahan sosial. Kedua, kompetensi yang memadai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Ketiga, kemampuan kepemimpinan untuk mengikuti perkembangan yang selalu dinamis dan berlangsung terus menerus. Apabila ketiga hal itu dicermati dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan masyarakat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, tampaknya masih merupakan suatu yang sangat memperihatinkan dalam arti keterbatasan dalam banyak hal, baik dari aspek kemampuan individual maupun dari segi profil kelembagaan. Rancangan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun yang memuat tentang arah kebijakan pembangunan daerah yaitu percepatan pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pendekatan profesionalisme aparatur pemerintahan desa, mengembangkan kelembagaan, penguasaan teknologi tepat guna dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pemerataan hasil-hasil pembangunan harus dapat dirasakan kelompok mayoritas penduduk yaitu mayarakat perdesaan. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah peningkatan kemampuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Selanjutnya untuk meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, diperlukan efektivitas peran kelembagaan dari aparatur birokrasi pemerintah, terutama di tingkat desa. Kondisi yang ada saat ini di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi 1
2 2 Selatan perlu dikaji terus mengingat adanya tuntutan kebutuhan sebagai konsekuensi dari desentralisasi pemerintahan, berupa otonomi daerah dan lebih fokus lagi adalah upaya untuk mewujudkan otonomi desa. Secara obyektif pada umumnya kondisi yang memperihatinkan dalam pelaksanaan pembangunan di tingkat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan saat ini masih berkisar pada masalah: (1) Kemampuan kelembagaan pembangunan masyarakat desa baik dilihat dari segi struktur organisasi, mekanisme kerja, maupun profil sumber daya manusia. Hal ini merupakan bagian utama pembenahan administrasi pemerintahan dan pembangunan. (2) Aspek perilaku dan budaya tradisional yang masih dominan, serta kesadaran yang rendah dalam pengelolaan pembangunan dan pelayanan publik. (3) Belum jelasnya program pengembangan sumber daya manusia aparatur terutama dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan partisipatif. (4) Tuntutan otonomi daerah dan globalisasi sebagai prasyarat mutlak keberhasilan pembangunan, masih terdapat kesenjangan pada tahap kesiapan dari perilaku yang tampak dengan perilaku yang harus dimiliki oleh segenap aparatur dan institusi pemerintah dalam pembangunan. Hal inilah yang menyebabkan penyusunan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi program pembangunan yang efektif dan efisien masih belum optimal. (5) Upaya yang dapat dilakukan oleh institusi pemerintah desa guna menindak lanjuti hasil dari kegiatan pembangunan yang belum optimal itu tampaknya belum jelas. Termasuk kesadaran akan pentingnya informasi dan iptek rendah (6) Keseriusan dan kebijakan yang fokus dan tajam dari pemerintah untuk membangkitkan partisipasi masyarakat perdesaan juga belum optimal. (7) Pembangunan selama ini belum optimal memberdayakan masyarakat. Masyarakat pada umumnya masih dalam prroses pencerdasan untuk melakukan sesuatu, agar memiliki informasi yang berguna untuk dapat memilih alternatif perilaku yang menguntungkan bagi kehidupannya. Pemberdayaan (empowerment) dewasa ini digunakan secara luas oleh berbagai pihak, seperti oleh pembuat kebijakan, praktisi/pelaksana program, petugas sosial dan kelompok
3 3 profesional. Tampaknya konsep tersebut digunakan sebagai pengganti konsep pembangunan yang selama ini dilaksanakan dinilai kurang berhasil atau gagal meningkatkan kualitas hidup, termasuk mengangkat manusia dari lembah kemiskinan. Kebijakan pembangunan selama ini adalah kombinasi top down dengan bottom up, tapi sering mengabaikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat bawah. Oleh karena itu perlu adanya perubahan orientasi kelembagaan pemerintahan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi manajemen pemerintahan yaitu perubahan struktural dan perubahan fungsional. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya konsep pemikiran dari Osborne dan Gaebler (Wasistiono, 2003:24) yang menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor publik. Osborne dan Gaebler (Wasistiono, 2003:24) mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya adalah mengurangi peranan pemerintah dengan cara memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah lebih efisien. Sedarmayanti, dkk. (2006:12) dalam kaitan pemerintahan daerah, globalisasi menuntut keterbukaan, akuntabilitas dan ketanggapan dari segenap jajaran birokrasi. Dalam dunia yang penuh kompetisi, sangat diperlukan kemampuan birokrasi untuk memberikan tanggapan terhadap berbagai masalah secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Munculnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik di era globalisasi, merupakan konsekuensi dari komitmen terhadap demokrasi. Dalam hal ini perlu diupayakan cara-cara birokrasi untuk membangkitkan partisipasi dalam program pemerintah. Oleh karena itu, kelembagaan pemerintah harus mampu memberdayakan masyarakat yaitu membuat masyarakat mampu membangun dirinya sendiri memperbaiki kehidupannya sendiri dalam arti mampu (berdaya), tahu (mengerti), termotivasi, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi serta mampu bertindak sesuai situasi.
4 4 Aparatur birokrasi harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat, agar mereka dengan sendirinya dapat terus melakukan partisipasi dalam pembangunan di perdesaan secara berkelanjutan (sustainable). Secara teknis aparatur harus dapat melakukan penyuluhan kepada segenap warganya; artinya aparatur desa berfungsi mengembangkan masyarakat madani yang memiliki kemampuan (berdaya) untuk membangun dirinya sendiri atau berdaya memperbaiki kehidupannya sendiri. Mengingat betapa pentingnya peranan aparatur di perdesaan, maka langkah utama dan pertama yang harus segera dibenahi ialah kepemimpinan pada tingkat institusi perdesaan. Selain itu masih muncul isu-isu yang mensinyalir adanya berbagai kelemahan antara lain: banyak sumber daya yang belum ditangani secara optimal, belum tumbuhnya etos kerja produktif yang optimal. Terkesan masih banyaknya perangkat desa yang seharusnya berfungsi sebagai agen-agen pembangunan, namun belum melaksanakan fungsinya secara baik, masih bersifat menunggu, kurang kreatif dan inovatif, kurang mandiri, kurang memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut serta merumuskan perencanaan pembangunan di desa dan lain-lain. Beberapa informasi sebagai fakta lapangan mengenai eksistensi perubahan kelembagaan pemerintahan kabupaten/kota dengan mengacu pada Undang-Undang No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah, esensinya adalah: (1) Filosofi yang digunakan tetap keanekaragaman dalam kesatuan. (2) Paradigma politik yang digunakan tetap dalam rangka demokratisasi, pemerataan dan keadilan. (3) Penambahan paradigma ekonomi dengan menekankan pada daya saing daerah dalam menghadapai persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat. (4) Penambahan paradigma administrasi dengan menekankan pada perlunya efektivitas dan efisiensi. (5) Memberi tekanan pada pelayanan masyarakat sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan masyarakat.
5 5 Menurut Sedarmayanti, dkk. (2006: 5-6) implementasi aspek kewenangan kelembagaan, kewenangan daerah dan sumber daya manusia aparatur, dalam kenyataannya otonomi daerah acapkali diinterpretasikan sebagai otonomi pemerintahan daerah dengan mengabaikan masyarakat. Di lain pihak masyarakat tidak mengalami perubahan yang berarti atau mendasar karena mereka tetap diposisikan sebagai komoditas oleh segelintir elit birokrat yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada kualitas pelayanan yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh mereka, terutama yang lebih menguntungkan, selalu mengatasnamakan masyarakat. Padahal mereka sesungguhnya mementingkan dan berusaha mempertahankan posisi dan jabatannya. Fakta lain di lapangan yang paling mendasar juga adalah masalah sumber dana pembangunan. Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, tuntutan atas pemenuhan kebutuhan anggaran sebenarnya sudah disadari tetapi masih sulit untuk merealisasikannya yaitu Alokasi Dana Desa (ADD). Penelitian Guricci, dkk. (2002:2) tentang Perubahan Kelembagaan ini di Propinsi Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa: (1) Aspek kewenangan, pelaksanaan otonomi daerah ternyata belum sepenuhnya dipahami sumber daya aparatur, sehingga pelaksanaan otonomi daerah lebih diartikan sebagai perubahan kelembagaan daripada pelimpahan kewenangan. (2) Aspek kelembagaan pemerintahan kabupaten/kota ternyata melakukan perubahan kelembagaan dengan mengembangkan yaitu dengan menambah dinas/badan/kantor baik dengan membuat baru maupun dengan memisahkannya dengan kelembagaan sebelumnya. (3) Aspek partisipasi masyarakat, meningkatnya kesadaran masyarakat dalam setiap kegiatan dalam bentuk kelembagaan masyarakat misalnya Badan Perwakilan Desa (BPD). (4) Aspek pelayanan kepada masyarakat; masih ditemukan ketidak efisienan misalnya birokrasi yang berbelit dan adanya pungutan tidak resmi.
6 6 Kelembagaan Pemerintah Desa dan BPD dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat, sehingga kegiatan pemerintah dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Masih ada desa yang belum membentuk BPD sehingga pengawasan dan penyaluran aspirasi masyarakat tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. (2) Perda kabupaten yang mengatur tentang desa yang ditetapkan berdasarkan Kep-Men-dagri No.64/1999 sering menimbulkan konflik antara pemerintah desa dengan BPD karena masih minimnya peraturan daerah tentang desa. (3) Belum adanya aturan main/norma yang mengatur mekanisme kerja antara Pemerintah Desa dengan BPD. Dari hasil temuan kajian ini direkomendasikan: (1) Pembentukan kelembagaan pemerintahan desa (Pemerintah desa dan BPD) didasarkan pada ketentuan PP No.76/2001. (2) Pemerintah Kabupaten melakukan pembinaan dan fasilitas dalam pembentukan kelembagaan pemerintah desa dan segera menetapkan perda kabupaten yang mengatur tentang desa berdasarkan ketentuan yang berlaku antara lain PP. No.76/2001. (3) Melakukan sosialisasi hasil kajian khususnya yang berkaitan dengan rancangan perdes tentang pembentukan kelembagaan pemerintah desa untuk ditetapkan sesuai kondisi desa setempat. Lokakarya lapangan yang menyangkut tentang perencanaan parsitipatif di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Kelembagaan Agribisnis dan SDM pertanian, temuan Saing (2002:7) memperlihatkan bahwa kelembagaan agribisnis dan SDM penting utnuk pemberdayaan dan peningkatan partisipasi, akses dan kontrol masyarakat perdesaan laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan yang difasilitasi dan dipandu oleh penyuluh atau petugas fasilitator desa dan petani pemandu yang sudah dilatih. Masyarakat tani laki-laki dan perempuan melaksanakan penyusunan profil keluarga, profil desa dalam kerangka penyusunan Rencana Usaha Keluarga (RUK), Rencana Kegiatan Kelompok (RKK), serta penyusunan Rencana Kegiatan Penyuluh Desa (RKPD), seluruhnya
7 7 memerlukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang mencerminkan betapa pentingnya kompetensi teknis dan profesional manajerial. Gerakan pembangunan pengentasan masyarakat miskin (Gerbang Taskin) yang dicanangkan oleh Badan Penelitian Pembangunan Daerah (Balitbangda) di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2005 menunjukkan secara umum bahwa kegiatan Gerbang Taskin telah berjalan dengan baik dan sudah memberikan manfaat bagi masyarakat prasejahtera, dengan mengurangi beban hidup serta meningkatkan pendapatan masyarakat, meskipun beberapa bantuan yang diberikan belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Kelemahan lainnya adalah masih terdapat beberapa kekurangan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengawasan kegiatan yang memerlukan perbaikan sehingga efektivitas Gerbang Taskin dapat lebih di tingkatkan. Kekurangan dimaksud adalah bantuan yang belum sepenuhnya sesuai kebutuhan masyarakat prasejahtera, dana yang masih kurang, pembinaan masyarakat prasejahtera pasca bantuan yang belum optimal dan sebagainya. Hasil penelitian Sukri (2007:5) mengklasifikasikan berdasarkan tiga kelompok urutan tingkat kemakmuran penduduk perdesaan Sulawesi Selatan bagian Selatan yaitu Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bantaeng berada pada kelompok yang mempunyai tingkat kemakmuran penduduknya relatif rendah. Hal ini berimplikasi pada masih banyaknya desa-desa miskin atau 30 persen dari jumlah desa yang ada (BPS 1993) di wilayah Selatan dengan perimbangan tingkat pendapatan perkapita yang relatif rendah. Semakin rendah tingkat pemerintahan semakin operasional suatu kegiatan dan semakin memungkinkan karakteristik dan aspirasi dapat terakomodasi dalam program pembangunan. Kajian ini akan memudahkan penyusunan program yang berjangka panjang, menengah dan berjangka pendek beserta sumber daya pendukungnya. Untuk jangka panjang, pembangunan infrastruktur bukan hanya sebagai kebutuhan dasar tetapi sebagai wadah pengembangan potensi sosial ekonomi masyarakat.
8 8 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM (Universitas Gajah Mada, 2001:7) dalam penelitiannya menemukan bahwa reformasi birokrasi publik di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas aparatur birokrasi dalam kondisi buruk. Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan di antara 300 responden terdapat 261 memberi jawaban buruk. Bakri (2001:9) mengungkapkan bahwa di sektor lainnya dalam rangka peningkatan skill manajemen petugas kesehatan Kabupaten/Kota terungkap pula secara umum mengenai lemahnya kemampuan sebagian petugas kesehatan dalam berbagai aspek proses perencanaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu wilayah operasional cukup luas dan beragam. Selain itu pusat-pusat pelayanan publik jika dilihat dari jumlah penduduk, jumlah kecamatan dan desa serta pemukiman, maka hal ini berkaitan dengan masalah rembesan atau tetesan yang dapat diperoleh oleh daerah belakang terhadap perkembangan pusat-pusat pelayanan itu (Yamin, dkk. 2008). Semua permasalahan di atas dapat ditangani secara efektif melalui pendekatan pembangunan perdesaan yang tepat. Menurut Slamet (2003:7) pembangunan perdesaan perlu didekati dengan berbagai cara sekaligus: (1) Penggalian potensi-potensi yang dapat di bangun oleh masyarakat setempat. (2) Pembinaan teknologi tepat guna meliputi penciptaan, pembangunan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh masyarakat perdesaan. (3) Pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksanaan yang melaksanakan pene rapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan pembangunan (4) Pembinaan organisasi penunjang yang menyambungkan usaha yang dilakukan oleh individu warga masyarakat perdesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat di atasnya (Kota, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional). (5) Pembinaan kebijaksanaan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya kredit, prasarana dan lain-lain. Penataan kelembagaan pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto mutlak dilakukan karena banyak hal terkait, dan berpengaruh langsung dengan kinerja kelembagaan seperti aspek kewenangan, aspek teknologi,
9 9 aspek kebutuhan pelayanan dan aspek nilai strategi daerah. Oleh karena itu dirasa penting membangun prospek manajemen pemerintahan perdesaan partisipatif. Masalah Penelitian Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan, masalah memerlukan pembahasan, pemecahan dan informasi atau keputusan. Mc Millan dan Schoemaker (Tamba, 2007) mengemukakan bahwa dalam penelitian secara teknis, masalah menyiratkan adanya kemungkinan untuk dilakukan suatu penelitian secara empiris yaitu: pengumpulan dan analisis data. Dari uraian latar belakang di atas, tampak sekali banyaknya permasalahan atau problem yang muncul di dalam melihat peran aparatur perdesaan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan seperti tertera di bawah ini: (1) Karakteristik aparatur: otonomi dan otoritas serta kapasitas aparatur pemerintahan daerah terutama di tingkat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan belum siap menyongsong era otonomi daerah saat ini. Kondisi ini disebabkan antara lain terutama kesiapan dari segi kelembagaan, aspek pendanaan, partisipasi masyarakat yang masih rendah, cara kerja yang belum profesional, fasilitas yang terbatas, kualitas sumber daya aparatur yang rendah, kesadaran dan motivasi sumber daya aparatur desa serta kepemimpinan yang masih cenderung hanya reaktif, amatir dan tradisional. Manajemen kepegawaian desa yang belum profesional, sulitnya melakukan pembaharuan, keterampilan administratif manajerial serta kemahiran enterpreneurship aparatur kelembagaan di tingkat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan masih tergolong rendah. Pemahaman tentang visi dan misi pemerintahan desa serta tugas pokok fungsi dan peran aparatur khususnya dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan masih belum optimal. Masalahnya masih berkisar pada aspek kultur, struktur dan kelangkaan sumber daya pembangunan. Selain itu faktor komunikasi, kemitraan dan koordinasi antar lembaga juga belum efektif.
10 10 (2) Faktor eksternal dan global; salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap peran aparatur desa dan kecamatan dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan ialah faktor eksternal dan global yang dimaksudkan dalam tulisan ini ialah kemampuan aparatur tingkat desa untuk mengakses informasi, menemukan jaringan kerja sama. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat, serta peran kepemimpinan otoritas daerah di era otonomi daerah relatif masih belum optimal. Kemampuan melakukan sinergi dengan sumber dan potensi pasar global yang keseluruhannya belum memperlihatkan hasil yang memadai. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan pembangunan perdesaan partisipatif, yang dapat meningkatkan kinerja dan kompetensi sumber daya aparatur pemerintahan di tingkat perdesaan dan kecamatan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (2) Bagaimana pembinaan aparatur pemerintah desa dan kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan kebijakan pembangunan Top Down dan Bottom Up, untuk mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (3) Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam manajemen pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (4) Bagaimanakah respon masyarakat terhadap kebijakan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (5) Bagaimana kualitas good governance dan strategi pembangunan perdesaan partisipatif untuk menunjang manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?
11 11 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan disertasi ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum Dihasilkannya suatu alternatif pengembangan peran dalam membangun kompetensi dan kinerja aparatur pemerintahan desa dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan yang partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga dapat menjadi elemen utama dalam upaya akselerasi pembangunan. Tujuan Khusus (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Menganalisis pembinaan dan pengembangan aparatur dan kepemimpinan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (3) Menganalisis tingkat keeratan hubungan antara faktor-faktor yang saling terkait dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (4) Mempelajari aspek koordinasi dan komunikasi tentang penanganan permasalahan pembangunan sesuai respon masyarakat terhadap pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (5) Merumuskan strategi manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.
12 12 Kegunaan Hasil Penelitian Kegunaan Praktis (1) Menyediakan informasi yang akurat bagi pengambil kebijakan di bidang administrasi pemerintahan dan pembangunan khususnya dalam rangka peningkatan kemampuan profesionalisme aparatur pemerintahan di desa dan kecamatan, serta peningkatan peran aparatur kelembagaan pemerintahan di tingkatan perdesaan yang ideal di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Sebagai dasar untuk melakukan upaya revitalisasi mengenai fungsi dan struktur serta sistem dan budaya organisasi pemerintahan desa yang profesional di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (3) Menyadarkan para pihak terkait, khususnya para stakeholders pembangunan untuk melakukan self correction guna mencapai efisiensi dan peningkatan kemanfaatan dalam setiap pelaksanaan program pembangunan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (4) Sebagai data/dokumen dan acuan dalam mempersiapkan dan melaksanakan penyuluhan pembangunan khususnya dalam upaya mengaplikasikan pendekatan multi disiplin. (5) Memperbaiki substansi kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. (6) Meningkatkan manfaat dari kelembagaan desa dan kecamatan untuk percepatan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (7) Membangun sinergi yang lebih efektif lagi di antara semua elemen institusi pemerintahan desa dan kecamatan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (8) Mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, khususnya pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.
13 13 Kegunaan Normatif dan Teoritis (1) Kajian ini menghasilkan pengembangan Iptek khususnya ilmu-ilmu sosial dan humaniora (2) Menemukan paradigma baru pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. (3) Mempersiapkan data awal untuk kajian dan penelitian selanjutnya (4) Melihat hambatan serta relevansi teori-teori pembangunan kaitannya dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan global. Definisi Istilah Agar lebih mudah memahami substansi kajian tulisan ini, dan untuk membatasi makna dan arti istilah yang digunakan sehingga terarah dan fokus, maka beberapa pengertian istilah perlu diberi pengertian yang sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan disertasi ini yaitu: (1) Peran adalah sesuatu hal yang menentukan suatu proses dalam kegiatan yang dilakukan. Peran dapat menjadi unsur penentu dan dapat juga menjadi faktor bukan penentu dalam kegiatan itu. (2) Kelembagaan adalah institusi atau organisasi; baik institusi pemerintah maupun non pemerintah yang ada di daerah serta norma-norma yang berlaku di Institusi tersebut dan di tengah-tengah masyarakat yang sangat menentukan keberhasilan pengelolaan pembangunan. (3) Pengelolaan pembangunan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah segala macam bentuk upaya menghimpun potensi sumber daya untuk kemudian digerakkan melalui birokrasi pemerintahan tingkat desa yang diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan yang partisipatif. Untuk itu meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta pemberdayaan, baik kepada masyarakat maupun kepada aparatur merupakan suatu keharusan. (4) Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pembangunan adalah aktivitas yang melibatkan segenap stakeholders pembangunan khususnya di tingkat desa untuk bersinergi dalam suatu kolektivitas menuju aktualisasi diri dan kesejahteraan yang merata
14 14 (5) Partisipasi masyarakat adalah segala macam bentuk kontribusi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan, baik berupa materi, waktu, tenaga dan pemikiran serta kesadaran dan kemauan kuat yang diharapkan dapat memicu percepatan pembangunan. (6) Pembangunan perdesaan adalah upaya menciptakan suasana melalui penyiapan fasilitas berupa infrastruktur yang diperlukan oleh seluruh elemen masyarakat desa, baik dalam bentuk fisik, maupun non fisik guna merealisasikan potensi diri manusia menuju peningkatan kesejahteraan. (7) Paradigma pemerintahan di era otoda berdasar undang-undang dan peraturan pemerintah ialah model pembagian kewenangan urusan pemerintahan antara pusat dan daerah serta hubungan di antara keduanya yang tercermin di dalam undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. (8) Aspek politik dan kepemimpinan di daerah adalah menyangkut tentang sistem pengkaderan dan rekruitmen SDM di daerah, baik secara formal maupun informal (9) Prinsip penataan administrasi desa adalah mencakup upaya-upaya yang rasional, efisien, efektif realistik dan operasional guna menunjang tugas pelayanan publik dan tugas-tugas pembangunan. (10) Visi, misi dan orientasi pemerintahan desa menyangkut tentang optimalisasi partisipasi masyarakat, privatisasi dan profesionalisme serta arah kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan perdesaan. (11) Human Resource Development aparatur dan masyarakat adalah pengembangan kemampuan dan kapasitas aparatur dan masyarakat yang terkait dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan budaya. (12) Profil dan potensi sumber daya desa adalah ciri dan kondisi saat ini mengenai karakteristik sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta lingkungan. (13) Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan desa adalah peluang-peluang perubahan yang mungkin dapat dilakukan sesuai dengan kondisi desa yang bersangkutan, baik berupa manajemen yang diterapkan secara spesifik, maupun penerapan manajemen yang dapat berlaku general,
15 15 guna mewujudkan optimalisasi sumber daya, birokrasi yang profesional, dan masyarakat madani yang mandiri. (14) Kepemimpinan informal, komunikasi dan penyuluhan merupakan ciri pengendalian pemerintahan di desa yang didominasi oleh suasana kekeluargaan, kekerabatan yang ditandai dengan adanya figur yang sering menjadi sentral pengaruh. (15) Komitmen Pemerintah daerah serta swadaya masyarakat adalah menyangkut tentang kesadaran dan kepedulian elit birokrat di tingkat daerah untuk mewujudkan masyarakat madani untuk saling percaya (trust) dalam merealisasikan peran dan fungsi masing-masing. (16) Pendekatan pembangunan dan aspek partisipasi adalah hal yang menyangkut tentang strategi pencapaian tujuan pembangunan dengan memberdayakan masyarakat melalui bantuan modal, pelatihan, pemberian kemudahan dalam mengakses informasi, penciptaan kesempatan, kemampuan dan kemauan bagi masyarakat agar dia bisa berdaya. (17) Pola pengembangan kompetensi aparatur adalah cara yang selama ini ditempuh untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme aparatur, atau mendapatkan SDM (sumber daya manusia) aparatur yang kafabel, akseptabel dan kompatibel melalui sistem rekruitmen yang tepat, pelatihan penjenjangan karir, magang, studi banding dan sebagainya. (18) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program pembangunan yang partisipatif di desa adalah salah satu ciri dari otonomi desa yang nyata, luas, dan bertanggungjawab yang ditopang oleh pelaksana dan penggerak pembangunan yang kompeten. (19) Kelembagaan desa adalah semua institusi yang ada di desa baik institusi pemerintah maupun swasta yang memiliki karakteristik personil yang punya kriteria yang memadai untuk pelaksanaan tugas pokok fungsinya. (20) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
16 16 diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (21) Otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (22) Lembaga non pemerintahan di desa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah organisasi non institusi pemerintah desa yang turut berperan dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan seperti LSM, Koperasi, perusahaan atau badan usaha milik swasta. (23) Good Governance adalah kepemerintahan yang baik yang dicirikan oleh; akuntabilitas, Transparency, keterbukaan, supremasi hukum dan lain-lain. (24) Stakeholders pembangunan adalah merupakan orang atau kelompok orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan pembangunan. (25) Istilah Bottom Up yang digunakan dalam disertasi ini adalah suatu strategi pendekatan pembangunan dari bawah sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang pada prinsipnya selalu didasari oleh aspirasi, kebutuhan dan kepentingan dari bawah. (26) Istilah Top Down yang digunakan dalam disertasi ini adalah suatu strategi pendekatan pembangunan yang didasari oleh kebijakan dari atas, pembangunan yang senantiasa mengandalkan konsep dan aplikasinya berupa cetak biru dari pemerintah pusat. (27) Trust adalah saling keterpercayaan di antara Stakeholders dalam melaksanakan pembangunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (28) Kompatibilitas adalah posisi dan peran pemerintahan di tingkat daerah dan desa yang melaksanakan tugas pokok fungsinya berupa kemampuan mengakomodasikan kebijakan dari pemerintah tingkat atasnya maupun tuntutan dari masyarakat, para pengikut dan pendukungnya. (29) Kearifan lokal (local wisdom) adalah suatu sistem nilai budaya yang merupakan kekhususan sumber daya daerah/desa dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan.
17 17 (30) Social capital adalah modal sosial berupa budaya kerja keras, motivasi dan organisasi atau kelompok dan saling keterpercayaan yang berkembang di tengah mayarakat. (31) Kebijakan pemberdayaan masyarakat adalah pelaksanaan berbagai macam program pembangunan serta aturan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di tingkat perdesaan. (32) Kepedulian dan kepekaan adalah menyangkut tentang aspek moral, kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas, hak dan kewajiban baik bagi aparatur maupun bagi masyarakat. (33) Partisipasi stakeholders adalah tingkat sinergitas pada semua elemen pemangku kepentingan pembangunan. (34) Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berkembang dalam meniti karir kepegawaian dan kesejahteraan, kepuasan kerja menuju aktualisasi diri bagi aparatur maupun warga masyarakat. (35) Optimalisasi sumber daya adalah wujud kinerja birokrasi yang profesional yang menunjukkan bahwa semua potensi pembangunan memberikan manfaat langsung kepada seluruh elemen masyarakat, yang berlangsung secara rutin dan alamiah karena disokong oleh aparatur yang berkualitas, proaktif, dan masyarakat yang memiliki kemampuan swakelola, swadaya, swasembada dan lain-lain. (36) Pembangunan berdasar partisipatif adalah pembangunan yang mengoptimalkan fungsi dan peran semua elemen stakeholders, sejak tahapan awal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai kepada pencapaian hasil, pemanfaatan, pelestarian dan keberlanjutannya. (37) Aparatur pemerintahan adalah pegawai negeri sipil atau non pegawai negeri sipil yang memangku tugas dan jabatan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan pelayanan kepada publik yaitu aparatur desa yang terdiri dari: Kepala Desa, Sekretaris Desa, Badan permusyawaratan Desa, Kepala Urusan dan Kepala Dusun, dan aparatur kecamatan yang terdiri dari: Camat, Sekretaris Kecamatan, Kasubag, Kepala Seksi dan Bendahara ditambah dengan tenaga honorer.
18 18 (38) Strategi dalam pengertian untuk membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif adalah seperangkat instrumen yang menjadi cara melalui suatu tahapan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan suatu visi dan misi yang jelas. (39) Kepemimpinan aparatur pemerintahan adalah merupakan rangkaian penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (40) Persepsi adalah pengertian, pemahaman dan pendapat anggota masyarakat dan aparatur mengenai persoalan tertentu dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan. (41) Manajemen strategi adalah langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu proses untuk menetapkan berbagai pilihan-pilihan terbaik dari sejumlah pilihan-pilihan yang ada secara lebih tepat dan menguntungkan atas peng gunaan berbagai potensi sumber daya yang ada. (42) Pembangunan perdesaan partisipatif adalah pembangunan yang dirancang sejak awal dari kalangan masyarakat perdesaan berdasarkan kemauan, kemampuan, kebutuhan dan aspirasi dari bawah untuk memanfaatkan seluruh potensi sumber daya dengan pelaku utamanya adalah masyarakat perdesaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pelestariannya, pemerintah hanyalah sebagai fasilitator.
KESIMPULAN DAN SARAN
167 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang dihadapi dewasa ini dan di masa mendatang mensyaratkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembagaan, peningkatan kompetensi
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dalam organisasi pemerintah,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO
PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan global
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan
Lebih terperinciStrategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Tjondro Indrasutanto Abstrak. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan masa lalu yang menempatkan pemerintah sebagai aktor utama pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi terbukti tidak mampu mensejahterakan rakyat Indonesia.
Lebih terperinciTERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN
TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, dengan adanya perubahan yang begitu cepat, suatu organisasi atau lembaga institusi dituntut untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi dalam RPJMD Kabupaten Cilacap 2012 2017 dirumuskan dengan mengacu kepada visi Bupati terpilih Kabupaten Cilacap periode 2012 2017 yakni Bekerja dan Berkarya
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciRENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N
RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N 2 0 1 5 Puji dan syukur kami panjatkan ke Khadirat Allah SWT, atas Rahmat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI
BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Lebih terperinciBAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem pengelolaan keuangan di Indonesia terus menerus mengalami perubahan, termasuk didalamnya adalah pengelolaan keuangan daerah. Peralihan dari sistem
Lebih terperinciBAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi termasuk di bidang keuangan negara. Semangat reformasi keuangan ini telah menjadi sebuah kewajiban dalam
Lebih terperinciB. Maksud dan Tujuan Maksud
RINGKASAN EKSEKUTIF STUDI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DAN PENANGANANNYA DI KOTA BANDUNG (Kantor Litbang dengan Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN-RI ) Tahun 2002 A. Latar belakang Hakekat
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA
Lebih terperincipenduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di Indonesia, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan pimpinan
Lebih terperinciBAB III Visi dan Misi
BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan
Lebih terperinciBAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Bappeda Kota Bogor Berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan yang dilaksanakan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciPENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN
PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sebesar 9,782,779 (pada tahun 2010) dikategorikan sebagai propinsi berpenduduk padat di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Banten
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan
Lebih terperinciBAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan
Lebih terperinciMANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh: Hamid Abstrak: Sejak tahun 1998 sampai sekarang, era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR
PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR Disusun oleh : BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kami
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orangorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciBAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK
BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK Rencana Kerja Bappeda Kabupaten Aceh Selatan adalah penjabaran perencanaan tahunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya aparatur pemerintah sebagai kunci pokok
Lebih terperinciBAB III VISI, MISI DAN NILAI
BAB III VISI, MISI DAN NILAI VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SIAK Dalam suatu institusi pemerintahan modern, perumusan visi dalam pelaksanaan pembangunan mempunyai arti yang sangat penting mengingat semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Reformasi dilakukan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah menghantarkan bangsa Indonesia memasuki suasana kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah perbaikan
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa reformasi ini, Indonesia mengalami perubahan seperti munculnya tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Hal itu merupakan jawaban terhadap
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah
Lebih terperinciRPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan global
Lebih terperinciKata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi
BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo
Lebih terperinciPELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM
PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan
Lebih terperinciKabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011
DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciArtikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan
Lebih terperinciHimpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pencapaian tujuan daerah diawali dengan perumusan perencanaan yang berkualitas.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N
PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 4 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)
ABSTRAK KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini membuat masyarakat sebagai pengakses maupun pengguna layanan publik semakin
Lebih terperinciLaporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016
BAB I PENDAHULUAN 1. GAMBARAN UMUM a. Kondisi Umum 1. Kedudukan Kecamatan Kandis merupakan bagian dari Kabupaten Siak, yang dibentuk berdasarkan pemekaran dari kecamatan Minas yang diundangkan sesuai Perda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA
PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinci