Ringkasan Eksekutif Program PTPIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ringkasan Eksekutif Program PTPIN"

Transkripsi

1 Ringkasan Eksekutif Program PTPIN 1. Pendahuluan Ringkasan eksekutif ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang program, komponen-komponen program dan interaksi antarkomponen. Latar belakang Kawasan pesisir Jakarta sangatlah rentan terhadap bahaya banjir. Banjir ini umumnya berasal dari hujan dengan intensitas tinggi, limpasan sungai dan, sejak 2007, banjir juga berasal dari air laut. Penyebab utama dari situasi ini adalah penurunan muka tanah yang semakin cepat, peningkatan debit sungai dari kawasan hulu dan hujan lokal yang tidak terakomodasi oleh sistem drainase yang ada. Kebutuhan akan tambahan kawasan retensi air selalu terhalang oleh keterbatasan lahan. Untuk mengelola situasi darurat ini, pada tahun 2012 JCDS 1 mengusulkan pengembangan sistem tanggul dan waduk retensi di kawasan lepas pantai. Sistem perlindungan lepas-pantai ini dicanangkan untuk menggantikan sebagian dari sistem perlindungan banjir yang berada di daratan (tanggul dan waduk), sehingga dapat menghemat daratan yang bernilai ekonomis tinggi. Master Plan PTPIN 2 pada Desember 2014 mengembangkan lebih lanjut konsep JCDS menjadi sebuah program pengembangan kawasan pesisir yang terpadu. Reklamasi lahan di laut yang diusulkan di JCDS dikembangkan lebih lanjut di Program PTPIN menjadi sebuah mekanisme pendanaan bagi pembangunan sebuah sistem perlindungan banjir berskala besar. Pulau reklamasi ini (Garuda Perkasa) juga menawarkan peluang untuk pengembangan kawasan metropolis Jakarta dan menyediakan ruang bagi pembangunan jaringan transportasi yang baru antara Tangerang dan Bekasi. PTPIN juga mengambil langkah lebih lanjut (dari JCDS) dalam pengembangan sistem air perpipaan dan penyediaan sarana sanitasi. Baik JCDS maupun PTPIN juga mengusulkan langkah lain yang bernilai yaitu menyusun rencana penyelesaian program secara bertahap yang dilengkapi dengan strategi pendanaan yang menstimulasi keterlibatan pihak swasta; tanpa memberikan tekanan berlebihan pada sumber pendanaan publik. Program PTPIN kini dihadapkan dengan keterbatasan waktu untuk mengatasi penurunan muka tanah. Tanpa usaha mitigasi apapun maka dalam rentang waktu tahun kawasan Jakarta Utara sekarang akan berada jauh dibawah muka air laut. Keadaan ini akan mengakibatkan sistem perlindungan banjir dan waduk yang telah ada sekarang mengalami kesulitan untuk mengalirkan air secara konstan ke laut. Master Plan PTPIN dikembangkan dengan mengangkat kawasan Jakarta Utara sebagai fokus utama; namun tetap memberikan perhatian yang cukup bagi keseluruhan kota Jakarta dan kawasan hulu. 1 JCDS: Jakarta Coastal Defense Strategy (difinalisasi di 2011), Kementrian Pekerjaan Umum. 2 PTPIN: Terpadu Pesisir Ibukota Negara, (dikenal juga sebagai NCICD - National Capital Integrated Coastal Development, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Page 1

2 Tujuan progam 1. Untuk mewujudkan sebuah sistem perlindungan banjir yang terintegrasi, berkesinambungan dan berjangka panjang; khususnya perlindungan terhadap banjir dari laut, sungai dan dari jaringan kanal di Jakarta Utara; 2. Untuk memulihkan keseimbangan ekologi dan hidrologi di kawasan pesisir Jakarta; 3. Untuk merevitalisasi kawasan pesisir dan memperbaiki kondisi huni bagi komunitas di area ini; 4. Untuk menyediakan peluang pengembangan ekonomi dan meningkatkan konektivitas lepaspantai; 5. Untuk memperkuat kapasitas dalam mengembangkan dan mengelola sebuah program yang teringrasi seperti PTPIN. Komponen-komponen (tahapan) utama PTPIN 1. Tahap A: perkuatan sistem tanggul laut dan sungai yang telah ada ( ) 2. Tahap B: pembangunan tanggul laut lepas-pantai di bagian barat Teluk Jakarta ( ) 3. Tahap C: pembangunan tanggul laut lepas-pantai di bagian timur Teluk Jakarta (setelah 2025) Tiga tahapan Program PTPIN Mengingat penurunan muka tanah yang berkemungkinan besar masih terus berlanjut, maka Tahap A PTPIN akan menjadi solusi jangka pendek untuk mempertahankan keamanan (terhadap banjir) di Jakarta Utara dengan memperkuat sistem tanggul yang telah ada. Strategi pengembangan Tahap B dan C yang lebih terperinci akan diselesaikan dalam 2 tahun ke depan, sebelum pengambilan keputusan (mengenai pelaksanaannya) yang akan diambil pada tahun Keputusan ini akan diambil dengan mempertimbangkan hasil pengamatan penurunan muka tanah dan analisa rencana pengusahaan (business case) yang terbaru. Adalah hal yang esensial untuk mendesain PTPIN dengan cara yang fleksibel untuk mengakomodasi perkembangan di masa medatang. Komponen-komponen (dan rangkaian sub-komponen yang paling relevan) dari PTPIN disajikan pada diagram di bawah ini. Diagram ini juga memuat: penyelarasan dengan Tahap B dan C, program pengendalian Hilir-Hulu, pengembangan 17 pulau di DKI, dll. Page 2

3 Komponen-komponen Program PTPIN PTPIN Tahap A PTPIN Tahap B PTPIN Tahap C Interaksi Perkuatan tanggul laut dan sungai Tanggul lepaspantai Barat Tanggul lepaspantai Timur Mitigasi penurunan muka tanah Pengintegrasian dengan sistem pompa dan polder Reklamasi lahan & pengembangan kawasan kota berbatas-perairan zona ekonomi Perbaikan kualitas air permukaan Perelokasian penduduk Infrastruktur pengelolaan air pelabuhan Usaha perbaikan di kawasan hulu & hilir Pengintegrasian dengan infrastruktur perkotaan MRT, jalan kota, jalan tol & jembatan pembangkit energi pulau-pulau DKI17 Perelokasian penduduk & revitalisasi kawasan huni Tangerang dan Bekasi Usaha-usaha non-fisikal (non-struktural) 2. Tahap A Program PTPIN Para pemangku kepentingan telah menyepakati bahwa implementasi Tahap A perlu dilakukan dengan segera mengingat urgensi bahaya banjir dari laut. Untuk itu, rangkaian kegiatan yang dimuat dalam Tahap A harus dilihat sebagai no-regret measure dan diberikan prioritas utama. Tahap A ditargetkan untuk selesai di tahun 2017, sedangkan perkuatan bagian-bagian tanggul yang paling lemah akan didahulukan dan ditargetkan untuk selesai di tahun Realisasi Tahap A akan dilakukan di bawah pengelolaan dan pengawasan dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan (Kementerian PUPR) dan DKI Jakarta. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) dan Dinas Tata Air DKI Jakarta akan bertindak sebagai instansi pelaksana mengatasnamakan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kementerian PUPR akan bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan desain teknis perlindungan banjir; yang juga akan mengoptimasi dan memastikan bahwa persyaratan yang ada sudah dipenuhi oleh desain tersebut. Sedangkan, DKI Jakarta akan bertanggung jawab untuk mengintegrasikan kebutuhan pengembangan perkotaan dan kebutuhan komunitas pesisir (akses yang lancar menuju laut) ke dalam desain teknis. Berdasarkan trace indikatif, sistem tanggul akan dikembangkan melalui kolaborasi antara pihak pemerintah dan pihak swasta. Tanggul stage A meliputi sistem tanggul laut sepanjang m (3.967 m di tangerang, m di DKI dan m di Bekasi) serta tanggul sungai sepanjang m di DKI. Page 3

4 Tanggul ini akan direalisasikan sepanjang m menggunakan APBN dan APBD tahun Sedangkan, m akan direalisasikan oleh 16 pihak swasta yang dikoordinasikan dengan Kementerian PUPR dan Pemerintah DKI Jakarta. ini akan didasarkan pada kriteria desain dan konseptual desain. Jalur tanggul di Tahap A (bagian tengah) 3. Tahap B & C Program PTPIN Tahap B dan C memiliki tingkat urgensi yang sama, namun memiliki tenggat waktu pelaksanaan yang lebih panjang daripada tahap A. Keputusan-keputusan terkait dengan desain akhir, pendanaan & pembiayaan dan tender Tahap B dan C akan diambil di akhir tahun 2017 dan harus dipersiapkan dengan baik. Pengambilan keputusan ini akan mempertimbangkan analisa perkiraan penurunan muka tanah yang terbaru (dan implementasi usaha pengurangan penurunan muka tanah) dan hasil dari analsisa rencana pengusahaan yang terkini. Rapat Koordinasi Kementerian pada 9 Desember 2014 memutuskan bahwa sebuah program desain dan penelitian harus dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menvalidasi Master Plan dari Tahap B & C Program PTPIN, untuk mengembangkan Master Plan menjadi sebuah rancangan acuan dan untuk mengembangkan alternatif-alternatif terkait proses pelaksanaannya. Page 4

5 Tahap B & C Tanggul dan waduk lepas-pantai Solusi utama: tanggul, waduk retensi dan pompa Sungai dan kanal dapat mengalirkan air melalui gravitasi Muka air diturunkan 2-2,5 m dengan pompa Kualitas air perlu ditingkatkan untuk mencegah perairan yang hitam dan kotor 100 km2 waduk retensi: sumber air potensial untuk penyediaan air bersih Ruang pengembangan Garuda Perkasa, jalan tol, dll. Jangka waktu perencanaan dan pelaksanaan Tahap B & C akan tergantung pada pola dan kecepatan penurunan muka tanah. Dengan menggunakan asumsi penurunan muka tanah tahunan sebesar 7,5 cm, maka tanggul lepas-pantai harus dapat menutup bagian barat Teluk Jakarta di antara tahun Untuk itu, pengambilan keputusan investasi dan pelaksanaan tahapan ini harus dilakukan di akhir tahun 2017 atau sebelumnya. Hal ini berhubungan dengan durasi pembangunan tanggul lepas-pantai (Tahap B) yang akan memakan waktu setidaknya 7 sampai 8 tahun. Konstruksi akan dimulai pada 2018 dan pengambilan keputusan final (go/no-go) akan diambil di akhir tahun Master Plan Program PTPIN saat ini membutuhkan koordinasi desain dan elaborasi rencana Tahap B dan C, termasuk rincian lebih lanjut mengenai rencana pendanaan, pembiayaan, investasi dan pengadaan. Program ini akan dirancang agar dapat memaksimalkan penanaman modal swasta dan memungkinkan terjadinya subsidi silang antara program yang mempunyai dan tidak mempunyai keuntungan (finansial) secara langsung. Selain itu, alternatif-alternatif rancangan lain juga harus dikembangkan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya efek samping atau resiko yang tidak diinginkan. Proses-proses ini perlu diselaraskan dengan program pengembangan kawasan hilir dan hulu, dan dengan pelaksanaan realisasi pra-kondisi yaitu: perbaikan kualitas air dan mitigasi penurunan muka tanah. Proses-proses ini membutuhkan komunikasi yang pro-aktif dan konsisten dengan para pemangku kepentingan. Setelah rancangan dasar mendapatkan dukungan (endorsement) dari para pemangku kepentingan, maka rencana tata ruang dalam rancangan ini harus dikukuhkan di dalam revisi Perpres 54/2008 (oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang) dan di revisi Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Page 5

6 4. Kondisi prasyarat Mitigasi penurunan muka tanah dan perbaikan kualitas air sungai, kanal dan waduk merupakan kondisi prasyarat untuk menjamin kesuksesan Program PTPIN. Realisasi kondisi prasyarat awal ini dapat dilaksanakan pada saat yang bersamaan dengan pengembangan Program PTPIN. Kegiatan-kegiatan ini harus dilihat sebagai usaha yang memang harus diambil dan tidak dapat dihindari. Air yang tercemar bukan saja merupakan bahaya bagi ekosistem laut, namun juga bagi sungai, kanal dan waduk di kawasan daratan. Program percepatan perbaikan kualitas air (oleh PD PAL Jaya) dan program pengembangan penyediaan air perpipaan (PAM Jaya) telah dirancang, namun pelaksanaan dan pembiayaannya masih membutuhkan dukungan yang besar. Program PTPIN akan memfasilitasi pelaksanaan bagian-bagian yang relevan dari program-program tersebut; dan akan mendukung percepatan pelaksanaannya dengan menyediakan informasi mengenai pengaruh lingkungan (yang positif) dari program-program ini. Sebuah pertemuan internasional yang membahas mengenai penurunan muka tanah baru saja dihelat di Jakarta. Berdasarkan bukti dari berbagai negara, disimpulkan bahwa penyedotan air tanah merupakan penyebab utama dari penurunan muka tanah. Sekitar sumur penyedot air tanah terdapat di Jakarta saat ini. Secara keseluruhan, sumur-sumur ini mengambil lebih dari 50 Juta m3 air tanah per tahun. Sumur-sumur ini terdapat hampir di semua bangunan, termasuk bangunan pemerintah pusat maupun daerah. Sebuah tim kerja akan dibentuk untuk menghentikan praktek penyedotan air tanah, yang akan dimulai dari kantor milik Pemerintah DKI Jakarta. Pada saat yang bersamaan, jaringan suplai air perpipaan harus dikembangkan dengan menambah setidaknya 1 juta sambungan domestik baru. 5. Hubungan dengan upaya Hilir-Hulu Tujuan utama dari pengkombinasian Program PTPIN dan Program Hilir-Hulu adalah untuk mengendalikan banjir di Jakarta yang berasal dari limpasan sungai dan kanal dan dari laut. Rapat Koordinasi Kementerian pada 9 Desember 2014 menyimpulkan bahwa Program PTPIN akan diselaraskan dengan upaya-upaya Hilir-Hulu yang sedang dan akan dilaksanakan. Kombinasi antara penurunan muka tanah yang cepat di kawasan hilir dan peningkatan debit sungai dari kawasan hulu (dari 480 m3/s menjadi 720 m3/s atau lebih) menciptakan sebuah urgensi untuk pengambilan upaya pengalihan dan penampungan air untuk mencegah kebanjiran di Jakarta; khususnya yang disebabkan oleh hujan dan/atau debit puncak sungai. Upaya-upaya tambahan ini akan direncanakan dan diprogramkan dibawah koordinasi Kementerian PUPR dan kerjasama dengan Program PTPIN. Tahap A berfokus untuk menekan resiko banjir yang merupakan imbas dari penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut; sedangkan program Hilir-Hulu berfokus pada penanganan banjir yang disebabkan kenaikan debit sungai. Pemerintah DKI Jakarta dan Kementerian PUPR akan memegang otoritas dalam menyelaraskan Program PTPIN, pengembangan polder di Jakarta Utara, pengembangan sistem pemompaan, program pengerukan sungai dan upaya-upaya di kawasan hulu dan hilir. program-program ini akan dikoordinasikan dan diselaraskan secara rutin. Namun pelaksanaanya akan dilakukan secara terpisah untuk mempermudah dan mempercepat proses pembuatan keputusan strategis. Peleburan program-program ini menjadi satu program tidaklah disarankan karena akan melahirkan sebuah program yang terlalu besar untuk dapat dikelola secara optimal. Page 6

7 Pengkombinasian antara pengembangan polder dan Program PTPIN tahap A pulau di DKI Program pengembangan 17 pulau di DKI bukanlah bagian dari program PTPIN. Namun dikarenakan lokasi kedua program ini yang saling berdekatan kedua program ini perlu bersinergi. 17 pulau ini tidaklah secara spesifik bertujuan untuk melindungi Jakarta dari banjir yang berasal dari laut. PTPIN akan berkoordinasi secara intensif dengan pengembangan 17 pulau di DKI. Terkait dengan perencanaan tata ruang, Program PTPIN dan Program pengembangan 17 pulau di DKI akan diintegrasikan satu sama lain namun pelaksanaannya akan tetap dikelola secara terpisah. 17 islands and the indicative transportation network (draft January 2015) Sebagian dari keuntungan finansial yang diperoleh para pengembang 17 pulau di DKI akan ditujukan bagi keperluan subsidi silang untuk pengembangan prasarana publik (perumahan murah, stasiun pompa dan waduk retensi). 17 pulau di DKI akan diuntungkan secara langsung dengan ditingkatkannya kualitas air di Teluk Jakarta; hal ini juga merupakan salah satu dorongan untuk Page 7

8 dilakukannya subsidi silang untuk perbaikan kualitas air. Selain itu, strategi media juga harus disusun untuk dapat menginformasikan publik dan para pemangku kepentingan secara secara tepat mengenai perbedaan antara Program PTPIN dan pengembangan 17 pulau di DKI. 7. Susunan kelembagaan Program PTPIN Unit Pengelola Program (Fase Master Plan) Otoritas: Fase Desain dan Perencanaan Otoritas: Fase Investasi dan Pelaksanaan Otoritas: Pengelolaan Aset (Fase Pengoperasian dan Pemeliharaan) Dengan mempertimbangkan tingkat kompleksitas dari Program PTPIN, maka Rapat Koordinasi Kementerian (9 Desember 2014) memutuskan bahwa sebuah otoritas khusus akan didirikan untuk mengelola pengembangan Program PTPIN. Di rapat ini juga diputuskan bahwa anggaran APBN dan APBD harus dipersiapkan untuk mendanai biaya operasional dari otoritas ini. Di Master Plan Program PTPIN (Desember 2014), khususnya di segmen strategi pelaksana, otoritas khusus ini dirancang sebagai Badan yang terdiri dari: Dewan Pengarah (level kementerian), Badan Pelaksana dan Badan Usaha Strategis. Mengingat dibutuhkannya waktu ekstra (2-3 tahun) untuk perancangan dan perencanaan dari Program PTPIN, maka pendirian Badan Usaha Strategis belum dapat dilakukan sekarang. Badan akan didirikan dan dilengkapi dengan sebuah tim kerja (yang dikelola oleh Badan Pelaksana) yang ditugaskan untuk memastikan dihasilkannya output yang dibutuhkan di fase perancangan dan perencanaan. Otoritas ini akan berkembang secara bertahap dengan tugas dan tanggung jawab yang bertumbuh. Output dari fase perancangan dan perencanaan (Tahap B) 1. Desain (dasar) hidraulis dan tata ruang untuk Tahap B, basis data primer, studi dampak dan kelayakan (berfokus pada tanggul lepas-pantai dan prasarana pendukungnya) 2. Penerimaan dari para pemangku kepentingan akan pelaksanaan Tahap B 3. Kesiapan Tahap B terhadap pasar (pengadaan, strategi pendanaan, minat pasar) 4. Dasar pengetahuan, kelembagaan dan hukum untuk fase investasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan 5. Sistem pendukung pembuatan keputusan untuk memfasilitasi keputusan investasi terkair Tahap B Page 8

9 Desain diselaraskan dengan upaya-upaya hulu dan hilir sungai, dengan Tahap A dan dengan pengembangan dan implementasi pengembangan 17 pulau di DKI Percepatan pelaksanaan upaya mitigasi penurunan muka tanah dan perbaikan kualitas air (sebagai prasyarat awal) Struktur kelembagaan dari Program PTPIN akan disahkan oleh sebuah Perpres. Dikarenakan horizon jangka panjang program ini, maka akan dibutuhkan dasar hukum yang lebih tinggi dan kuat di masa mendatang. Perpres akan menetapkan: tugas, tanggung jawab, mandat, sumber finansial, sumber daya manusia, kepemimpinan dan profil staf utama pada lembaga PTPIN. Dukungan dari Pemerintah Belanda dan Korea Selatan untuk fase perancangan dan perencanaan Program PTPIN sedang dipersiapkan. 8. Topik-topik spesifik yang diangkat oleh para pemangku kepentingan Dampak lingkungan Beberapa dampak lingkungan berhasil diidentifikasi di berbagai pertemuan dengan para pemangku kepentingan. Dampak lingkungan ini meliputi: Hilangnya habitat pesisir dan transformasi menuju ekosistem air tawar Hilangnya hutan bakau Kemungkinan memburuknya kualitas air di waduk lepas-pantai setelah penutupan dengan tanggul lepas-pantai Dampak lingkungan ini telah ditinjau secara singkat di dalam laporan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian ini menyimpulkan bahwa Program PTPIN akan memiliki dampak lingkungan (seperti yang umumnya didapati di program berskala besar). Namun dampak ini tidak akan melampaui batas yang tidak dapat diterima. Sebagai contoh, Program PTPIN akan menyebabkan hilangnya ekosistem di pesisir Jakarta Utara; namun kehilangan ini terhitung minim mengingat kualitas ekosistem yang saat ini sudah sangat buruk oleh polusi air. Selain itu pentupan Teluk Jakarta akan menciptakan ruang tampungan bagi polusi domestik dan industri, yang pada akhirnya mencegah tercemarnya air di Laut Jawa. Sedangkan hilangnya ekosistem hutan bakau (yang saat ini juga bermutu rendah) akan dapat dikompensasi dengan penanaman ulang di habitat yang lebih bersih di pesisir Garuda Perkasa. Kualitas air di waduk lepas-pantai akan buruk jika upaya mitigasi terkait perbaikan sanitasi di kawasan Jakarta tidak dilakukan. Tanpa adanya upaya ini maka pencemaran akan tetap terjadi di sungai, kanal dan waduk-waduk di kawasan daratan Jakarta. Di situasi apapun, upaya perbaikan sanitasi dan peningkatan kualitas air haruslah dilakukan untuk memperbaiki mutu lingkugan hidup dan kesehatan penduduk Jakarta. Dampak Sosial Page 9

10 Setiap tahapan dari Program PTPIN akan berdampak pada komunitas di pesisir Jakarta. Sebagai contoh, perbaikan tanggul laut dan sungai (Tahap A) akan mengharuskan pemindahan penduduk di sekitar tanggul laut sekarang. Untuk itu koordinasi intensif antara ahli teknik sipil dan ahli perencanaan kota menjadi hal yang sangat penting. Dampak Ekonomi Akses dari pelabuhan nelayan (di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Nizam Zachman) menuju laut lepas akan tetap terjaga dengan dibangunnya dua ship-lock. Selain itu dampak ekonomi juga akan diminimalisir dengan mengintegrasikan pemindahan kampung dan pelabuhan nelayan ke dalam Program PTPIN. Selain itu, pemindahan pembangkit energi, kabel dan sistem pipa akan dirancang di tahapan program yang berikutnya. Prasyarat hukum Program PTPIN harus memenuhi serangkaian prasyarat legislatif. Berbagai izin dan lisensi (yang perolehannya berpotensi menimbulkan kendala) akan diusahakan secepatnya untuk menghindari kemungkinan ketidaklengkapan perizinan atau penundaan pengimplementasian program. Daftar dari rangkaian izin dan lisensi ini akan menjadi input pada saat pertemuan dengan berbagai otoritas Basis Pengetahuan Nasional (National Knowledge Base) Selama ini, basis pengetahuan nasional yang relevan bagi Program PTPIN ini tidak solid dan terpisahpisah. Sejauh ini institusi yang ada hampir tidak terlibat dalam pengembangan PTPIN yang pada akhirnya dapat menimbulkan kekecewaan. Untuk itu pengelolaan pengetahuan dan upaya pelibatan insitusi penelitian Indonesian menjadi penting, terutama untuk institusi sepertii PUSAIR dan Litbang KPP, dan juga untuk BPPT dan Kemenristek &Dikti yang dapat mengkoordinasi keterlibatan institusi akademis (ITB, UGM, IPB, dll). 9. Kesimpulan dan saran dan pengimplementasian Program PTPIN (yang dikombinasikan dengan upaya-upaya pendukung Hilir-Hulu) sangat dibutukan untuk menyelesaikan permasalahan banjir di Jakarta. Program PTPIN, sebagai sebuah program berskala besar dan terpadu, juga mencakup aktifitas reklamasi lahan, restorasi lingkungan, revitalisasi kawasan perkotaan, perbaikan konektifitas transportasi dan pengembangan kawasan industri. Pelaksanaan Tahap A menjadi suatu hal yang urgen dalam menjamin keamanan terhadap banjir dari laut. Tahap B dan kemudian Tahap C juga dibutuhkan, namun dapat didetailkan sehubungan dengan efektifitas intervensi di daratan (yang merupakan bagian dari Tahap A). Dalam skenario optimis terkait penurunan muka tanah, tanggul lepas-pantai kemungkinan tidak perlu menutup Teluk Jakarta sepenuhnya. Namun, dalam skenario pesimis, tidak akan ada penyelesaian lain daripada pemindahan penduduk secara cermat. Dalam skenario yang paling realistis, penurunan muka tanah akan berlangsung secara lebih perlahan sehingga tanggul lepas-pantai (yang dicanangkan untuk dapat menutup Teluk Jakarta sewaktu-sewaktu) masih tetap akan dibutuhkan. Perancangan rinci tanggul lepas-pantai harus dapat mengakomodasi kebutuhan akan fleksibilitas ini. Page 10

11 Perencanaan jangka panjang Program PTPIN ditampilkan dibawah ini. Pengambilan keputusan terkait investasi Tahap B dan C dicanangkan di akhir tahun 2017 untuk memungkinkan dimulainya penanaman modal dan kegiatan konstruksi Tahap B di tahun Road Map NCICD implementation in relation with key pre-conditions Komponen Otoritas Tahap A PTPIN Kementerian PUPR & DKI Segmen prioritas tinggi Segmen prioritas lebih rendah Operasi & Pemeliharaan Tahap B&C PTPIN Upaya-upaya Hulu-Hilir Mitigasi penurunan muka tanah Badan khusus PTPIN Badan Persiapan Badan Pelaksana Kementerian PUPR, DKI, Jabar & Banten Kementerian PUPR & DKI Perancangan & Perencanaan Perancangan upaya tambahan Upaya urgen (sistem air perpipaan) Pengambilan keputusan investasi Implementasi upaya tambahan Follow-up dan monitoring Investasi & Konstruksi Peningkatan kualitas air 17 pulau di DKI Kementerian PUPR & DKI DKI & Pihak Pengembang Upaya-upaya urgen Penyelarasan perencanaan 10. Langkah ke depan Program dengan tingkat kompleksitas tinggi dan skala besar seperti PTPIN memiliki resiko yang besar dan membutuhkan dana yang besar. Resiko dan dana dengan skala ini hanya dapat dikelola oleh lembaga yang berdedikasi dan diperkuat oleh ahli-ahli terbaik berkelas dunia. Salah satu aspek terpenting dalam Program PTPIN adalah persiapan rangkaian kontrak dengan berbagai investor internasional. Pada umumnya investor-investor ini dilengkapi dengan penasihat hukum dan keuangan terbaik. Untuk menyeimbangkan kapasitas, maka Pemerintah Indonesia perlu memperkuat posisinya dengan rancangan kelembagaan dan staf yang kompeten. Pendirian badan khusus yang mengelola pengembangan Program PTPIN akan menjadi langkah pertama dalam upaya perkuatan ini. Badan khusus ini akan mengelola perumusan rancangan teknis, hukum dan keuangan dari Master Plan PTPIN. Pada akhir tahun 2017, perumusan ini akan diselesaikan untuk dijadikan input dalam pengambilan keputusan investasi (Final Investment Decision - FID). Page 11

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal :

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal : Lampiran Surat Nomor : Tanggal : LATAR BELAKANG Sehubungan dengan pelaksanaan studi Master Plan Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development), salah satu aspek penting yang perlu dilakukan

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

Pengembangan Pantura Jakar ta

Pengembangan Pantura Jakar ta Pengembangan Pantura Jakar ta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

Progres Pembangunan Tanggul Pantai Jakarta Tahap 2 Sudah 56,14 Persen

Progres Pembangunan Tanggul Pantai Jakarta Tahap 2 Sudah 56,14 Persen Rilis PUPR #2 4 Agustus 2017 SP.BIRKOM/VIII/2017/382 Progres Pembangunan Tanggul Pantai Jakarta Tahap 2 Sudah 56,14 Persen Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan

Lebih terperinci

Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif

Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif Rilis PUPR #3 17 Agustus 2017 SP.BIRKOM/VIII/2017/409 Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Intisari Laporan Penelitian Keadilan Sosial di Pesisir

Intisari Laporan Penelitian Keadilan Sosial di Pesisir Intisari Laporan Penelitian Keadilan Sosial di Pesisir Peran Belanda dalam Proyek Pertahanan Pesisir dan Reklamasi April 2017 Laporan lengkap dapat dilihat di: www.bothends.org/ncicd www.somo.nl/ncicd

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat SUMBER DAYA AIR Latar Belakang P ermasalahan banjir di Kota Semarang telah menyebabkan dampak yang memprihatinkan, yaitu terhambatnya berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, banjir yang sering

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Dengan pembangunan dan industrialisasi, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Dan dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN)

PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN) PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN) I. PENDAHULUAN Tingkat keparahan banjir di ibukota telah menjadi isu nasional yang mengakibatkan dampak dan kerugian finansial yang besar pada masyarakat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita yang kami

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

Jakarta Bay research by SOMO, Both ENDS, and TNI. Presentation by Maarten Bakker, freelance researcher at SOMO

Jakarta Bay research by SOMO, Both ENDS, and TNI. Presentation by Maarten Bakker, freelance researcher at SOMO Jakarta Bay research by SOMO, Both ENDS, and TNI Presentation by Maarten Bakker, freelance researcher at SOMO Fokus penelitian 1. Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, Keterlibatan perusahaan rekayasa penimbunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek Wilayah Jabodetabekjur merupakan kawasan perkotaan dengan dinamika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017

TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017 TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 10 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompartemen Museum Bank Indonesia merupakan kawasan yang masuk dalam wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002. Berdasarkan data dari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Alamat : Jl. Brigjen S. Sudiarto No. 379 Semarang Telp. (024) 6720516, Fax. (024)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang adalah ibu kota Propinsi Jawa Tengah, yang terletak didataran pantai Utara Jawa, dan secara topografi mempunyai keunikan yaitu dibagian Selatan berupa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H PERSPEKTIF HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DIALOG PUBLIK DENGAN TEMA KEBIJAKAN REKLAMASI, MENILIK TUJUAN, MANFAAT, DAN EFEKNYA DI KPK, SELASA, 04 OKTOBER 2016 Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW.

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Sabtu-Senin, 23-25 APRIL KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAMASI UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN BARU (KPPB) DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN KATA PENGANTAR Pedoman Desain Optimasi Lahan Rawa dimaksudkan untuk memberikan acuan dan panduan bagi para

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

PROPOSAL DINAS PERIKANAN DAN PERTANIAN PATTASAKI

PROPOSAL DINAS PERIKANAN DAN PERTANIAN PATTASAKI PROPOSAL DINAS PERIKANAN DAN PERTANIAN PATTASAKI (Perahu Angkat dan Angkutan Sampah Kita) Tanggal pelaksanaan inovasi pelayanan publik Jum at, 01 Mei 2015 Kategori inovasi pelayanan publik Pelayanan langsung

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 E. Kelembagaan 17.1. Profil BPLHD Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 230 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Lingkungan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

Penanganan Banjir Jabodetabek (Belajar dari Pengalaman Banjir Missisippi Tahun 1993) Rabu, 09 Januari 2013

Penanganan Banjir Jabodetabek (Belajar dari Pengalaman Banjir Missisippi Tahun 1993) Rabu, 09 Januari 2013 Penanganan Banjir Jabodetabek (Belajar dari Pengalaman Banjir Missisippi Tahun 1993) Rabu, 09 Januari 2013 Penyebab banjir Curah hujan yang tinggi, kondisi tanah yang sudah jenuh air mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 RINGKASAN EKSEKUTIF Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional Berkelanjutan Jakarta, 21 Maret

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci