Ringkasan Eksekutif Program PTPIN
|
|
- Widya Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Ringkasan Eksekutif Program PTPIN 1. Pendahuluan Ringkasan eksekutif ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang program, komponen-komponen program dan interaksi antarkomponen. Latar belakang Kawasan pesisir Jakarta sangatlah rentan terhadap bahaya banjir. Banjir ini umumnya berasal dari hujan dengan intensitas tinggi, limpasan sungai dan, sejak 2007, banjir juga berasal dari air laut. Penyebab utama dari situasi ini adalah penurunan muka tanah yang semakin cepat, peningkatan debit sungai dari kawasan hulu dan hujan lokal yang tidak terakomodasi oleh sistem drainase yang ada. Kebutuhan akan tambahan kawasan retensi air selalu terhalang oleh keterbatasan lahan. Untuk mengelola situasi darurat ini, pada tahun 2012 JCDS 1 mengusulkan pengembangan sistem tanggul dan waduk retensi di kawasan lepas pantai. Sistem perlindungan lepas-pantai ini dicanangkan untuk menggantikan sebagian dari sistem perlindungan banjir yang berada di daratan (tanggul dan waduk), sehingga dapat menghemat daratan yang bernilai ekonomis tinggi. Master Plan PTPIN 2 pada Desember 2014 mengembangkan lebih lanjut konsep JCDS menjadi sebuah program pengembangan kawasan pesisir yang terpadu. Reklamasi lahan di laut yang diusulkan di JCDS dikembangkan lebih lanjut di Program PTPIN menjadi sebuah mekanisme pendanaan bagi pembangunan sebuah sistem perlindungan banjir berskala besar. Pulau reklamasi ini (Garuda Perkasa) juga menawarkan peluang untuk pengembangan kawasan metropolis Jakarta dan menyediakan ruang bagi pembangunan jaringan transportasi yang baru antara Tangerang dan Bekasi. PTPIN juga mengambil langkah lebih lanjut (dari JCDS) dalam pengembangan sistem air perpipaan dan penyediaan sarana sanitasi. Baik JCDS maupun PTPIN juga mengusulkan langkah lain yang bernilai yaitu menyusun rencana penyelesaian program secara bertahap yang dilengkapi dengan strategi pendanaan yang menstimulasi keterlibatan pihak swasta; tanpa memberikan tekanan berlebihan pada sumber pendanaan publik. Program PTPIN kini dihadapkan dengan keterbatasan waktu untuk mengatasi penurunan muka tanah. Tanpa usaha mitigasi apapun maka dalam rentang waktu tahun kawasan Jakarta Utara sekarang akan berada jauh dibawah muka air laut. Keadaan ini akan mengakibatkan sistem perlindungan banjir dan waduk yang telah ada sekarang mengalami kesulitan untuk mengalirkan air secara konstan ke laut. Master Plan PTPIN dikembangkan dengan mengangkat kawasan Jakarta Utara sebagai fokus utama; namun tetap memberikan perhatian yang cukup bagi keseluruhan kota Jakarta dan kawasan hulu. 1 JCDS: Jakarta Coastal Defense Strategy (difinalisasi di 2011), Kementrian Pekerjaan Umum. 2 PTPIN: Terpadu Pesisir Ibukota Negara, (dikenal juga sebagai NCICD - National Capital Integrated Coastal Development, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Page 1
2 Tujuan progam 1. Untuk mewujudkan sebuah sistem perlindungan banjir yang terintegrasi, berkesinambungan dan berjangka panjang; khususnya perlindungan terhadap banjir dari laut, sungai dan dari jaringan kanal di Jakarta Utara; 2. Untuk memulihkan keseimbangan ekologi dan hidrologi di kawasan pesisir Jakarta; 3. Untuk merevitalisasi kawasan pesisir dan memperbaiki kondisi huni bagi komunitas di area ini; 4. Untuk menyediakan peluang pengembangan ekonomi dan meningkatkan konektivitas lepaspantai; 5. Untuk memperkuat kapasitas dalam mengembangkan dan mengelola sebuah program yang teringrasi seperti PTPIN. Komponen-komponen (tahapan) utama PTPIN 1. Tahap A: perkuatan sistem tanggul laut dan sungai yang telah ada ( ) 2. Tahap B: pembangunan tanggul laut lepas-pantai di bagian barat Teluk Jakarta ( ) 3. Tahap C: pembangunan tanggul laut lepas-pantai di bagian timur Teluk Jakarta (setelah 2025) Tiga tahapan Program PTPIN Mengingat penurunan muka tanah yang berkemungkinan besar masih terus berlanjut, maka Tahap A PTPIN akan menjadi solusi jangka pendek untuk mempertahankan keamanan (terhadap banjir) di Jakarta Utara dengan memperkuat sistem tanggul yang telah ada. Strategi pengembangan Tahap B dan C yang lebih terperinci akan diselesaikan dalam 2 tahun ke depan, sebelum pengambilan keputusan (mengenai pelaksanaannya) yang akan diambil pada tahun Keputusan ini akan diambil dengan mempertimbangkan hasil pengamatan penurunan muka tanah dan analisa rencana pengusahaan (business case) yang terbaru. Adalah hal yang esensial untuk mendesain PTPIN dengan cara yang fleksibel untuk mengakomodasi perkembangan di masa medatang. Komponen-komponen (dan rangkaian sub-komponen yang paling relevan) dari PTPIN disajikan pada diagram di bawah ini. Diagram ini juga memuat: penyelarasan dengan Tahap B dan C, program pengendalian Hilir-Hulu, pengembangan 17 pulau di DKI, dll. Page 2
3 Komponen-komponen Program PTPIN PTPIN Tahap A PTPIN Tahap B PTPIN Tahap C Interaksi Perkuatan tanggul laut dan sungai Tanggul lepaspantai Barat Tanggul lepaspantai Timur Mitigasi penurunan muka tanah Pengintegrasian dengan sistem pompa dan polder Reklamasi lahan & pengembangan kawasan kota berbatas-perairan zona ekonomi Perbaikan kualitas air permukaan Perelokasian penduduk Infrastruktur pengelolaan air pelabuhan Usaha perbaikan di kawasan hulu & hilir Pengintegrasian dengan infrastruktur perkotaan MRT, jalan kota, jalan tol & jembatan pembangkit energi pulau-pulau DKI17 Perelokasian penduduk & revitalisasi kawasan huni Tangerang dan Bekasi Usaha-usaha non-fisikal (non-struktural) 2. Tahap A Program PTPIN Para pemangku kepentingan telah menyepakati bahwa implementasi Tahap A perlu dilakukan dengan segera mengingat urgensi bahaya banjir dari laut. Untuk itu, rangkaian kegiatan yang dimuat dalam Tahap A harus dilihat sebagai no-regret measure dan diberikan prioritas utama. Tahap A ditargetkan untuk selesai di tahun 2017, sedangkan perkuatan bagian-bagian tanggul yang paling lemah akan didahulukan dan ditargetkan untuk selesai di tahun Realisasi Tahap A akan dilakukan di bawah pengelolaan dan pengawasan dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan (Kementerian PUPR) dan DKI Jakarta. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) dan Dinas Tata Air DKI Jakarta akan bertindak sebagai instansi pelaksana mengatasnamakan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kementerian PUPR akan bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan desain teknis perlindungan banjir; yang juga akan mengoptimasi dan memastikan bahwa persyaratan yang ada sudah dipenuhi oleh desain tersebut. Sedangkan, DKI Jakarta akan bertanggung jawab untuk mengintegrasikan kebutuhan pengembangan perkotaan dan kebutuhan komunitas pesisir (akses yang lancar menuju laut) ke dalam desain teknis. Berdasarkan trace indikatif, sistem tanggul akan dikembangkan melalui kolaborasi antara pihak pemerintah dan pihak swasta. Tanggul stage A meliputi sistem tanggul laut sepanjang m (3.967 m di tangerang, m di DKI dan m di Bekasi) serta tanggul sungai sepanjang m di DKI. Page 3
4 Tanggul ini akan direalisasikan sepanjang m menggunakan APBN dan APBD tahun Sedangkan, m akan direalisasikan oleh 16 pihak swasta yang dikoordinasikan dengan Kementerian PUPR dan Pemerintah DKI Jakarta. ini akan didasarkan pada kriteria desain dan konseptual desain. Jalur tanggul di Tahap A (bagian tengah) 3. Tahap B & C Program PTPIN Tahap B dan C memiliki tingkat urgensi yang sama, namun memiliki tenggat waktu pelaksanaan yang lebih panjang daripada tahap A. Keputusan-keputusan terkait dengan desain akhir, pendanaan & pembiayaan dan tender Tahap B dan C akan diambil di akhir tahun 2017 dan harus dipersiapkan dengan baik. Pengambilan keputusan ini akan mempertimbangkan analisa perkiraan penurunan muka tanah yang terbaru (dan implementasi usaha pengurangan penurunan muka tanah) dan hasil dari analsisa rencana pengusahaan yang terkini. Rapat Koordinasi Kementerian pada 9 Desember 2014 memutuskan bahwa sebuah program desain dan penelitian harus dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menvalidasi Master Plan dari Tahap B & C Program PTPIN, untuk mengembangkan Master Plan menjadi sebuah rancangan acuan dan untuk mengembangkan alternatif-alternatif terkait proses pelaksanaannya. Page 4
5 Tahap B & C Tanggul dan waduk lepas-pantai Solusi utama: tanggul, waduk retensi dan pompa Sungai dan kanal dapat mengalirkan air melalui gravitasi Muka air diturunkan 2-2,5 m dengan pompa Kualitas air perlu ditingkatkan untuk mencegah perairan yang hitam dan kotor 100 km2 waduk retensi: sumber air potensial untuk penyediaan air bersih Ruang pengembangan Garuda Perkasa, jalan tol, dll. Jangka waktu perencanaan dan pelaksanaan Tahap B & C akan tergantung pada pola dan kecepatan penurunan muka tanah. Dengan menggunakan asumsi penurunan muka tanah tahunan sebesar 7,5 cm, maka tanggul lepas-pantai harus dapat menutup bagian barat Teluk Jakarta di antara tahun Untuk itu, pengambilan keputusan investasi dan pelaksanaan tahapan ini harus dilakukan di akhir tahun 2017 atau sebelumnya. Hal ini berhubungan dengan durasi pembangunan tanggul lepas-pantai (Tahap B) yang akan memakan waktu setidaknya 7 sampai 8 tahun. Konstruksi akan dimulai pada 2018 dan pengambilan keputusan final (go/no-go) akan diambil di akhir tahun Master Plan Program PTPIN saat ini membutuhkan koordinasi desain dan elaborasi rencana Tahap B dan C, termasuk rincian lebih lanjut mengenai rencana pendanaan, pembiayaan, investasi dan pengadaan. Program ini akan dirancang agar dapat memaksimalkan penanaman modal swasta dan memungkinkan terjadinya subsidi silang antara program yang mempunyai dan tidak mempunyai keuntungan (finansial) secara langsung. Selain itu, alternatif-alternatif rancangan lain juga harus dikembangkan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya efek samping atau resiko yang tidak diinginkan. Proses-proses ini perlu diselaraskan dengan program pengembangan kawasan hilir dan hulu, dan dengan pelaksanaan realisasi pra-kondisi yaitu: perbaikan kualitas air dan mitigasi penurunan muka tanah. Proses-proses ini membutuhkan komunikasi yang pro-aktif dan konsisten dengan para pemangku kepentingan. Setelah rancangan dasar mendapatkan dukungan (endorsement) dari para pemangku kepentingan, maka rencana tata ruang dalam rancangan ini harus dikukuhkan di dalam revisi Perpres 54/2008 (oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang) dan di revisi Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Page 5
6 4. Kondisi prasyarat Mitigasi penurunan muka tanah dan perbaikan kualitas air sungai, kanal dan waduk merupakan kondisi prasyarat untuk menjamin kesuksesan Program PTPIN. Realisasi kondisi prasyarat awal ini dapat dilaksanakan pada saat yang bersamaan dengan pengembangan Program PTPIN. Kegiatan-kegiatan ini harus dilihat sebagai usaha yang memang harus diambil dan tidak dapat dihindari. Air yang tercemar bukan saja merupakan bahaya bagi ekosistem laut, namun juga bagi sungai, kanal dan waduk di kawasan daratan. Program percepatan perbaikan kualitas air (oleh PD PAL Jaya) dan program pengembangan penyediaan air perpipaan (PAM Jaya) telah dirancang, namun pelaksanaan dan pembiayaannya masih membutuhkan dukungan yang besar. Program PTPIN akan memfasilitasi pelaksanaan bagian-bagian yang relevan dari program-program tersebut; dan akan mendukung percepatan pelaksanaannya dengan menyediakan informasi mengenai pengaruh lingkungan (yang positif) dari program-program ini. Sebuah pertemuan internasional yang membahas mengenai penurunan muka tanah baru saja dihelat di Jakarta. Berdasarkan bukti dari berbagai negara, disimpulkan bahwa penyedotan air tanah merupakan penyebab utama dari penurunan muka tanah. Sekitar sumur penyedot air tanah terdapat di Jakarta saat ini. Secara keseluruhan, sumur-sumur ini mengambil lebih dari 50 Juta m3 air tanah per tahun. Sumur-sumur ini terdapat hampir di semua bangunan, termasuk bangunan pemerintah pusat maupun daerah. Sebuah tim kerja akan dibentuk untuk menghentikan praktek penyedotan air tanah, yang akan dimulai dari kantor milik Pemerintah DKI Jakarta. Pada saat yang bersamaan, jaringan suplai air perpipaan harus dikembangkan dengan menambah setidaknya 1 juta sambungan domestik baru. 5. Hubungan dengan upaya Hilir-Hulu Tujuan utama dari pengkombinasian Program PTPIN dan Program Hilir-Hulu adalah untuk mengendalikan banjir di Jakarta yang berasal dari limpasan sungai dan kanal dan dari laut. Rapat Koordinasi Kementerian pada 9 Desember 2014 menyimpulkan bahwa Program PTPIN akan diselaraskan dengan upaya-upaya Hilir-Hulu yang sedang dan akan dilaksanakan. Kombinasi antara penurunan muka tanah yang cepat di kawasan hilir dan peningkatan debit sungai dari kawasan hulu (dari 480 m3/s menjadi 720 m3/s atau lebih) menciptakan sebuah urgensi untuk pengambilan upaya pengalihan dan penampungan air untuk mencegah kebanjiran di Jakarta; khususnya yang disebabkan oleh hujan dan/atau debit puncak sungai. Upaya-upaya tambahan ini akan direncanakan dan diprogramkan dibawah koordinasi Kementerian PUPR dan kerjasama dengan Program PTPIN. Tahap A berfokus untuk menekan resiko banjir yang merupakan imbas dari penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut; sedangkan program Hilir-Hulu berfokus pada penanganan banjir yang disebabkan kenaikan debit sungai. Pemerintah DKI Jakarta dan Kementerian PUPR akan memegang otoritas dalam menyelaraskan Program PTPIN, pengembangan polder di Jakarta Utara, pengembangan sistem pemompaan, program pengerukan sungai dan upaya-upaya di kawasan hulu dan hilir. program-program ini akan dikoordinasikan dan diselaraskan secara rutin. Namun pelaksanaanya akan dilakukan secara terpisah untuk mempermudah dan mempercepat proses pembuatan keputusan strategis. Peleburan program-program ini menjadi satu program tidaklah disarankan karena akan melahirkan sebuah program yang terlalu besar untuk dapat dikelola secara optimal. Page 6
7 Pengkombinasian antara pengembangan polder dan Program PTPIN tahap A pulau di DKI Program pengembangan 17 pulau di DKI bukanlah bagian dari program PTPIN. Namun dikarenakan lokasi kedua program ini yang saling berdekatan kedua program ini perlu bersinergi. 17 pulau ini tidaklah secara spesifik bertujuan untuk melindungi Jakarta dari banjir yang berasal dari laut. PTPIN akan berkoordinasi secara intensif dengan pengembangan 17 pulau di DKI. Terkait dengan perencanaan tata ruang, Program PTPIN dan Program pengembangan 17 pulau di DKI akan diintegrasikan satu sama lain namun pelaksanaannya akan tetap dikelola secara terpisah. 17 islands and the indicative transportation network (draft January 2015) Sebagian dari keuntungan finansial yang diperoleh para pengembang 17 pulau di DKI akan ditujukan bagi keperluan subsidi silang untuk pengembangan prasarana publik (perumahan murah, stasiun pompa dan waduk retensi). 17 pulau di DKI akan diuntungkan secara langsung dengan ditingkatkannya kualitas air di Teluk Jakarta; hal ini juga merupakan salah satu dorongan untuk Page 7
8 dilakukannya subsidi silang untuk perbaikan kualitas air. Selain itu, strategi media juga harus disusun untuk dapat menginformasikan publik dan para pemangku kepentingan secara secara tepat mengenai perbedaan antara Program PTPIN dan pengembangan 17 pulau di DKI. 7. Susunan kelembagaan Program PTPIN Unit Pengelola Program (Fase Master Plan) Otoritas: Fase Desain dan Perencanaan Otoritas: Fase Investasi dan Pelaksanaan Otoritas: Pengelolaan Aset (Fase Pengoperasian dan Pemeliharaan) Dengan mempertimbangkan tingkat kompleksitas dari Program PTPIN, maka Rapat Koordinasi Kementerian (9 Desember 2014) memutuskan bahwa sebuah otoritas khusus akan didirikan untuk mengelola pengembangan Program PTPIN. Di rapat ini juga diputuskan bahwa anggaran APBN dan APBD harus dipersiapkan untuk mendanai biaya operasional dari otoritas ini. Di Master Plan Program PTPIN (Desember 2014), khususnya di segmen strategi pelaksana, otoritas khusus ini dirancang sebagai Badan yang terdiri dari: Dewan Pengarah (level kementerian), Badan Pelaksana dan Badan Usaha Strategis. Mengingat dibutuhkannya waktu ekstra (2-3 tahun) untuk perancangan dan perencanaan dari Program PTPIN, maka pendirian Badan Usaha Strategis belum dapat dilakukan sekarang. Badan akan didirikan dan dilengkapi dengan sebuah tim kerja (yang dikelola oleh Badan Pelaksana) yang ditugaskan untuk memastikan dihasilkannya output yang dibutuhkan di fase perancangan dan perencanaan. Otoritas ini akan berkembang secara bertahap dengan tugas dan tanggung jawab yang bertumbuh. Output dari fase perancangan dan perencanaan (Tahap B) 1. Desain (dasar) hidraulis dan tata ruang untuk Tahap B, basis data primer, studi dampak dan kelayakan (berfokus pada tanggul lepas-pantai dan prasarana pendukungnya) 2. Penerimaan dari para pemangku kepentingan akan pelaksanaan Tahap B 3. Kesiapan Tahap B terhadap pasar (pengadaan, strategi pendanaan, minat pasar) 4. Dasar pengetahuan, kelembagaan dan hukum untuk fase investasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan 5. Sistem pendukung pembuatan keputusan untuk memfasilitasi keputusan investasi terkair Tahap B Page 8
9 Desain diselaraskan dengan upaya-upaya hulu dan hilir sungai, dengan Tahap A dan dengan pengembangan dan implementasi pengembangan 17 pulau di DKI Percepatan pelaksanaan upaya mitigasi penurunan muka tanah dan perbaikan kualitas air (sebagai prasyarat awal) Struktur kelembagaan dari Program PTPIN akan disahkan oleh sebuah Perpres. Dikarenakan horizon jangka panjang program ini, maka akan dibutuhkan dasar hukum yang lebih tinggi dan kuat di masa mendatang. Perpres akan menetapkan: tugas, tanggung jawab, mandat, sumber finansial, sumber daya manusia, kepemimpinan dan profil staf utama pada lembaga PTPIN. Dukungan dari Pemerintah Belanda dan Korea Selatan untuk fase perancangan dan perencanaan Program PTPIN sedang dipersiapkan. 8. Topik-topik spesifik yang diangkat oleh para pemangku kepentingan Dampak lingkungan Beberapa dampak lingkungan berhasil diidentifikasi di berbagai pertemuan dengan para pemangku kepentingan. Dampak lingkungan ini meliputi: Hilangnya habitat pesisir dan transformasi menuju ekosistem air tawar Hilangnya hutan bakau Kemungkinan memburuknya kualitas air di waduk lepas-pantai setelah penutupan dengan tanggul lepas-pantai Dampak lingkungan ini telah ditinjau secara singkat di dalam laporan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian ini menyimpulkan bahwa Program PTPIN akan memiliki dampak lingkungan (seperti yang umumnya didapati di program berskala besar). Namun dampak ini tidak akan melampaui batas yang tidak dapat diterima. Sebagai contoh, Program PTPIN akan menyebabkan hilangnya ekosistem di pesisir Jakarta Utara; namun kehilangan ini terhitung minim mengingat kualitas ekosistem yang saat ini sudah sangat buruk oleh polusi air. Selain itu pentupan Teluk Jakarta akan menciptakan ruang tampungan bagi polusi domestik dan industri, yang pada akhirnya mencegah tercemarnya air di Laut Jawa. Sedangkan hilangnya ekosistem hutan bakau (yang saat ini juga bermutu rendah) akan dapat dikompensasi dengan penanaman ulang di habitat yang lebih bersih di pesisir Garuda Perkasa. Kualitas air di waduk lepas-pantai akan buruk jika upaya mitigasi terkait perbaikan sanitasi di kawasan Jakarta tidak dilakukan. Tanpa adanya upaya ini maka pencemaran akan tetap terjadi di sungai, kanal dan waduk-waduk di kawasan daratan Jakarta. Di situasi apapun, upaya perbaikan sanitasi dan peningkatan kualitas air haruslah dilakukan untuk memperbaiki mutu lingkugan hidup dan kesehatan penduduk Jakarta. Dampak Sosial Page 9
10 Setiap tahapan dari Program PTPIN akan berdampak pada komunitas di pesisir Jakarta. Sebagai contoh, perbaikan tanggul laut dan sungai (Tahap A) akan mengharuskan pemindahan penduduk di sekitar tanggul laut sekarang. Untuk itu koordinasi intensif antara ahli teknik sipil dan ahli perencanaan kota menjadi hal yang sangat penting. Dampak Ekonomi Akses dari pelabuhan nelayan (di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Nizam Zachman) menuju laut lepas akan tetap terjaga dengan dibangunnya dua ship-lock. Selain itu dampak ekonomi juga akan diminimalisir dengan mengintegrasikan pemindahan kampung dan pelabuhan nelayan ke dalam Program PTPIN. Selain itu, pemindahan pembangkit energi, kabel dan sistem pipa akan dirancang di tahapan program yang berikutnya. Prasyarat hukum Program PTPIN harus memenuhi serangkaian prasyarat legislatif. Berbagai izin dan lisensi (yang perolehannya berpotensi menimbulkan kendala) akan diusahakan secepatnya untuk menghindari kemungkinan ketidaklengkapan perizinan atau penundaan pengimplementasian program. Daftar dari rangkaian izin dan lisensi ini akan menjadi input pada saat pertemuan dengan berbagai otoritas Basis Pengetahuan Nasional (National Knowledge Base) Selama ini, basis pengetahuan nasional yang relevan bagi Program PTPIN ini tidak solid dan terpisahpisah. Sejauh ini institusi yang ada hampir tidak terlibat dalam pengembangan PTPIN yang pada akhirnya dapat menimbulkan kekecewaan. Untuk itu pengelolaan pengetahuan dan upaya pelibatan insitusi penelitian Indonesian menjadi penting, terutama untuk institusi sepertii PUSAIR dan Litbang KPP, dan juga untuk BPPT dan Kemenristek &Dikti yang dapat mengkoordinasi keterlibatan institusi akademis (ITB, UGM, IPB, dll). 9. Kesimpulan dan saran dan pengimplementasian Program PTPIN (yang dikombinasikan dengan upaya-upaya pendukung Hilir-Hulu) sangat dibutukan untuk menyelesaikan permasalahan banjir di Jakarta. Program PTPIN, sebagai sebuah program berskala besar dan terpadu, juga mencakup aktifitas reklamasi lahan, restorasi lingkungan, revitalisasi kawasan perkotaan, perbaikan konektifitas transportasi dan pengembangan kawasan industri. Pelaksanaan Tahap A menjadi suatu hal yang urgen dalam menjamin keamanan terhadap banjir dari laut. Tahap B dan kemudian Tahap C juga dibutuhkan, namun dapat didetailkan sehubungan dengan efektifitas intervensi di daratan (yang merupakan bagian dari Tahap A). Dalam skenario optimis terkait penurunan muka tanah, tanggul lepas-pantai kemungkinan tidak perlu menutup Teluk Jakarta sepenuhnya. Namun, dalam skenario pesimis, tidak akan ada penyelesaian lain daripada pemindahan penduduk secara cermat. Dalam skenario yang paling realistis, penurunan muka tanah akan berlangsung secara lebih perlahan sehingga tanggul lepas-pantai (yang dicanangkan untuk dapat menutup Teluk Jakarta sewaktu-sewaktu) masih tetap akan dibutuhkan. Perancangan rinci tanggul lepas-pantai harus dapat mengakomodasi kebutuhan akan fleksibilitas ini. Page 10
11 Perencanaan jangka panjang Program PTPIN ditampilkan dibawah ini. Pengambilan keputusan terkait investasi Tahap B dan C dicanangkan di akhir tahun 2017 untuk memungkinkan dimulainya penanaman modal dan kegiatan konstruksi Tahap B di tahun Road Map NCICD implementation in relation with key pre-conditions Komponen Otoritas Tahap A PTPIN Kementerian PUPR & DKI Segmen prioritas tinggi Segmen prioritas lebih rendah Operasi & Pemeliharaan Tahap B&C PTPIN Upaya-upaya Hulu-Hilir Mitigasi penurunan muka tanah Badan khusus PTPIN Badan Persiapan Badan Pelaksana Kementerian PUPR, DKI, Jabar & Banten Kementerian PUPR & DKI Perancangan & Perencanaan Perancangan upaya tambahan Upaya urgen (sistem air perpipaan) Pengambilan keputusan investasi Implementasi upaya tambahan Follow-up dan monitoring Investasi & Konstruksi Peningkatan kualitas air 17 pulau di DKI Kementerian PUPR & DKI DKI & Pihak Pengembang Upaya-upaya urgen Penyelarasan perencanaan 10. Langkah ke depan Program dengan tingkat kompleksitas tinggi dan skala besar seperti PTPIN memiliki resiko yang besar dan membutuhkan dana yang besar. Resiko dan dana dengan skala ini hanya dapat dikelola oleh lembaga yang berdedikasi dan diperkuat oleh ahli-ahli terbaik berkelas dunia. Salah satu aspek terpenting dalam Program PTPIN adalah persiapan rangkaian kontrak dengan berbagai investor internasional. Pada umumnya investor-investor ini dilengkapi dengan penasihat hukum dan keuangan terbaik. Untuk menyeimbangkan kapasitas, maka Pemerintah Indonesia perlu memperkuat posisinya dengan rancangan kelembagaan dan staf yang kompeten. Pendirian badan khusus yang mengelola pengembangan Program PTPIN akan menjadi langkah pertama dalam upaya perkuatan ini. Badan khusus ini akan mengelola perumusan rancangan teknis, hukum dan keuangan dari Master Plan PTPIN. Pada akhir tahun 2017, perumusan ini akan diselesaikan untuk dijadikan input dalam pengambilan keputusan investasi (Final Investment Decision - FID). Page 11
LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal :
Lampiran Surat Nomor : Tanggal : LATAR BELAKANG Sehubungan dengan pelaksanaan studi Master Plan Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development), salah satu aspek penting yang perlu dilakukan
Lebih terperinciPengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur
Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari
Lebih terperinciDirektorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur
Lebih terperinciPengembangan Pantura Jakar ta
Pengembangan Pantura Jakar ta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang
Lebih terperinciProgres Pembangunan Tanggul Pantai Jakarta Tahap 2 Sudah 56,14 Persen
Rilis PUPR #2 4 Agustus 2017 SP.BIRKOM/VIII/2017/382 Progres Pembangunan Tanggul Pantai Jakarta Tahap 2 Sudah 56,14 Persen Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan
Lebih terperinciAtasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif
Rilis PUPR #3 17 Agustus 2017 SP.BIRKOM/VIII/2017/409 Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai
Lebih terperinci2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu
No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciIntisari Laporan Penelitian Keadilan Sosial di Pesisir
Intisari Laporan Penelitian Keadilan Sosial di Pesisir Peran Belanda dalam Proyek Pertahanan Pesisir dan Reklamasi April 2017 Laporan lengkap dapat dilihat di: www.bothends.org/ncicd www.somo.nl/ncicd
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan
Lebih terperinciINTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA
INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP
Lebih terperinciTujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat
SUMBER DAYA AIR Latar Belakang P ermasalahan banjir di Kota Semarang telah menyebabkan dampak yang memprihatinkan, yaitu terhambatnya berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, banjir yang sering
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,
Lebih terperinciKebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28
Lebih terperinciBAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP
BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciI. Permasalahan yang Dihadapi
BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan
Lebih terperinciPEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016
Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan
Lebih terperinci2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah
2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai
Lebih terperinciPERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR
PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Dengan pembangunan dan industrialisasi, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Dan dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN)
PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN) I. PENDAHULUAN Tingkat keparahan banjir di ibukota telah menjadi isu nasional yang mengakibatkan dampak dan kerugian finansial yang besar pada masyarakat
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:
KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciBab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi
3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun
KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita yang kami
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI
BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam
Lebih terperinciJakarta Bay research by SOMO, Both ENDS, and TNI. Presentation by Maarten Bakker, freelance researcher at SOMO
Jakarta Bay research by SOMO, Both ENDS, and TNI Presentation by Maarten Bakker, freelance researcher at SOMO Fokus penelitian 1. Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, Keterlibatan perusahaan rekayasa penimbunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40
Lebih terperinciBAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN
BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan
Lebih terperinciKERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek
KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek Wilayah Jabodetabekjur merupakan kawasan perkotaan dengan dinamika
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciTUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017
TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 10 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.
PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN
Lebih terperinciStrategi Sanitasi Kabupaten Malaka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah
Lebih terperinci11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir
Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompartemen Museum Bank Indonesia merupakan kawasan yang masuk dalam wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002. Berdasarkan data dari
Lebih terperinciKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Alamat : Jl. Brigjen S. Sudiarto No. 379 Semarang Telp. (024) 6720516, Fax. (024)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan
BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.
Lebih terperincimemberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan
INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek
Lebih terperinci-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinci7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN
7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang adalah ibu kota Propinsi Jawa Tengah, yang terletak didataran pantai Utara Jawa, dan secara topografi mempunyai keunikan yaitu dibagian Selatan berupa
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.
Lebih terperinciPERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H
PERSPEKTIF HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DIALOG PUBLIK DENGAN TEMA KEBIJAKAN REKLAMASI, MENILIK TUJUAN, MANFAAT, DAN EFEKNYA DI KPK, SELASA, 04 OKTOBER 2016 Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI
BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW.
Sabtu-Senin, 23-25 APRIL KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAMASI UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN BARU (KPPB) DENGAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa
II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER
Lebih terperinciKAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN
PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN KATA PENGANTAR Pedoman Desain Optimasi Lahan Rawa dimaksudkan untuk memberikan acuan dan panduan bagi para
Lebih terperinci3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi
Lebih terperinciPROPOSAL DINAS PERIKANAN DAN PERTANIAN PATTASAKI
PROPOSAL DINAS PERIKANAN DAN PERTANIAN PATTASAKI (Perahu Angkat dan Angkutan Sampah Kita) Tanggal pelaksanaan inovasi pelayanan publik Jum at, 01 Mei 2015 Kategori inovasi pelayanan publik Pelayanan langsung
Lebih terperinciPentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang
Lebih terperinciARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN
ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Lebih terperinciPERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciSLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
E. Kelembagaan 17.1. Profil BPLHD Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 230 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Lingkungan
Lebih terperinciBAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program
Lebih terperinciPenanganan Banjir Jabodetabek (Belajar dari Pengalaman Banjir Missisippi Tahun 1993) Rabu, 09 Januari 2013
Penanganan Banjir Jabodetabek (Belajar dari Pengalaman Banjir Missisippi Tahun 1993) Rabu, 09 Januari 2013 Penyebab banjir Curah hujan yang tinggi, kondisi tanah yang sudah jenuh air mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018
RINGKASAN EKSEKUTIF Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional Berkelanjutan Jakarta, 21 Maret
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK
Lebih terperinciPenanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi
Lebih terperinciBAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN
PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola
Lebih terperinci