PENGARUH GEOMORFOLOGI PANTAI TERHADAP GELOMBANG TSUNAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH GEOMORFOLOGI PANTAI TERHADAP GELOMBANG TSUNAMI"

Transkripsi

1 PENGARUH GEOMORFOLOGI PANTAI TERHADAP GELOMBANG TSUNAMI Cipta ATHANASIUS Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Beberapa bentang geologi (geological feature) dapat mereduksi tinggi dan luas genangan tsunami dan beberapa bentang geologi lainnya dapat mempertinggi runup dan memperluas daerah genangan. Terumbu karang dan gosong pasir (sand bar) merupakan bentang geologi yang dapat meredam tinggi dan luas daerah genangan tsunami. Terumbu karang dan gosong pasir ini berfungsi sebagai penghalang alami yang dapat melindungi suatu wilayah dari bencana tsunami yang lebih luas. Pelestarian terumbu karang dan gosong pasir adalah salah-satu upaya yang murah untuk mengurangi dampak tsunami. Seberapa besarkah atau seberapa efektifkah terumbu karang dan gosong pasir dapat meredam gelombang tsunami? Melalui pemodelan numerik tsunami, akan didapatkan hasil berupa tinggi runup tsunami dan luas daerah genangan. Dengan membandingkan tinggi runup dan luas daerah genangan tsunami, secara sederhana dapat dihitung persentase peredaman oleh terumbu karang dan gosong pasir. Dengan mengambil contoh pemodelan tsunami daerah Pelabuhan Samudera Pulau Baii, terumbu karang dapat mengurangi ketinggian tsunami hingga % Kata kunci: tsunami, terumbu karang, gosong pasir, run-up, landaan Pendahuluan Latar belakang Sejak tahun 9 sampai tahun 2 wilayah Indonesia telah dihantam tsunami sebanyak 48 kali, baik yang dipicu oleh gempabumi, gerakan tanah, letusan gunungapi maupun kombinasi antara ketiga pemicu tersebut (CITDB, 2). Periode ulang tsunami, dalam beberapa kasus bisa sangat panjang, hingga ratusan tahun, seperti halnya 26 Desember 24 yang melanda kawasan Samudera Hindia, merupakan perulangan tsunami yang terjadi pada tahun 6-an. Periode ulang yang sangat panjang menyebabkan manusia mudah melupakan kejadian tsunami, oleh karena itu mitigasi secara struktural maupun non struktural harus terus ditingkatkan sehingga kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana berkembang dan diharapkan dapat meminimalkan jumlah korban dan kerugian akibat bencana tsunami. Permasalahan Mitigasi bencana tsunami dalam upaya mengurangi korban jiwa dan kerugian ekonomi dan sosial harus terus-menerus dilakukan supaya masyarakat terutama penduduk kawasan pantai senantiasa waspada terhadap bencana tsunami namun tidak sampai panik dalam menghadapi kejadian tsunami. Selain upaya yang bersifat edukatif dan penyadaran masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya dan potensi bahaya di lingkungannya, maka mitigasi secara struktural juga harus dilakukan. Beberapa bentuk bentang geologi seperti terumbu karang dan gosong pasir (sandbar) secara alamiah dapat meredam gelombang sehingga gelombang yang sampai ke pantai dapat diturunkan energi, ketinggian dan penetrasinya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti besarnya pengaruh terumbu karang dan gosong pasir dalam terhadap tinggi tsunami dan penetrasi gelombang tsunami ke daratan. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 9- Hal :9

2 Lokasi Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Kota Bengkulu tepatnya di Pelabuhan Samudera Pulau Baai (Gambar ), sebuah pelabuhan laut yang berada di dalam sebuah laguna yang terhalang dari Samudera Hindia oleh gosong pasir. Daerah penelitian dibatasi oleh koordinat 2.2 o 2.2 o BT dan.8 o.97 o LS. Gambar. Lokasi daerah penelitian Metodologi Pemodelan numerik tsunami menggunakan TUNAMI-N2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh penghalang alami terhadap tinggi tsunami dan luas daerah landaan tsunami. TUNAMI-N2 merupakan program pemodelan numerik tsunami yang dibuat oleh Prof. Imamura dari DCRC (Disaster Control Research Center), Tohoku University, Jepang. Pemodelan Numerik Tsunami Pemodelan numerik tsunami, dengan menggunakan parameter sesar yang sama dilakukan terhadap skenario (Gambar 2), yaitu : a. Pemodelan dengan data batimetri dan topografi asli (OP_) dari Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dan General Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO). b. Pemodelan dengan data batimetri dan topografi yang direkayasa untuk menghilangkan seluruh gosong pasir di muka Pelabuhan Samudera Pulau Baai (OP_). c. Pemodelan dengan data batimetri dan topografi yang direkayasa dengan menambahkan terumbu karang di muka Pelabuhan Samudera Pulau Baai (OP_2 dan OP_). d. Pemodelan dengan data batimetri dan topografi yang direkayasa untuk menghilangkan sebagian gosong pasir di muka Pelabuhan Samudera Pulau Baai (OP_). e. Pemodelan dengan data topografi yang direkayasa untuk memangkas ketinggian gosong pasir Pelabuhan Samudera Pulau Baai (OP_4). Hal :4 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 4-

3 Gambar 2. Parameter sesar untuk pemodelan tsunami, kedalaman : km, slip :8 m, strike/dip :2 o / o, rake:4 o, dimensi :4 x 2 km 2 Gambar. Lokasi stasiun pasang surut artifisial Pemodelan Dengan Data Batimetri Dan Topografi Asli (OP_) Tahap pertama dilakukan pemodelan dengan data batimetri dan topografi asli daerah penelitian. Pada tahap ini dihasilkan data berupa tinggi tsunami dan daerah landaan tsunami jika kondisi alam sesuai dengan saat ini (Gambar 4). Data yang digunakan adalah data batimetri GEBCO dengan ukuran grid dan data topografi dari SRTM dengan ukuran grid. Gambar 4. dari kiri ke kanan, topografi dan batimetri asli (OP_), gosong pasir dihilangkan seluruhnya (OP_), terumbu karang artifisial (OP_2), gosong pasir dihilangkan sebagian (OP_), gosong pasir dipangkas ketinggiannya (elevasi dikurangi, OP_4), terumbu karang artifisial 2 (OP_). Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 4- Hal :4

4 Hasil pemodelan tsunami pada tahap pertama ini digunakan sebagai pembanding terhadap data hasil pemodelan tahap kedua dan ketiga. Rekayasa Batimetri dan Topografi Rekayasa topografi dan batimetri dilakukan untuk mendapatkan data batimetri dan topografi baru yang akan digunakan dalam pemodelan skenario berikutnya (OP_, OP_2, OP_, OP_4, OP_). Data batimetri dan topografi yang direkonstruksi sedemikian rupa dengan tujuan menghilangkan sebagian atau seluruh gosong pasir yang menjadi penghalang antara Samudera Hindia dengan Pelabuhan Samudera Pulau Baai. Penghilangan terhadap sebagian atau seluruh bagian gosong pasir dilakukan untuk mengetahui tinggi tsunami dan landaan tsunami jika kondisi geologi berubah karena rekayasa manusia. Beberapa pemodelan dilakukan pada tahap kedua ini, yaitu satu pemodelan dengan menghilangkan seluruh gosong pasir dan dua pemodelan dengan menghilangkan sebagian gosong pasir (Gambar ). Terumbu karang tidak ditemukan di depan Pelabuhan Samudera Pulau Baai, oleh karena itu penulis mencoba merekayasa batimetri untuk membuat terumbu karang artifisial dengan luas ketinggian tertentu (Gambar ). Setelah rekayasa batimetri dilakukan, pemodelan tsunami tahap ketiga dilakukan untuk mengetahui pengaruh terumbu karang terhadap tinggi tsunami dan landaan tsunami. Pengukuran Tinggi Tsunami dan Luas Daerah Landaan Pemodelan tsunami memberikan hasil tinggi tsunami di stasiun pasang surut artifisial yang terdapat di muka pantai (Tabel dan Gambar 4). Tabel. Titik pasang surut artifisial Titik Amat Bujur (... o ) Lintang (... o ) Kedalaman (m) A A A A A B B B B B B B Tinggi tsunami di tepi pantai dihitung dengan Green s law sebagai berikut H = h 4 H h dimana H : tinggi tsunami di pantai, h : kedalaman laut di pantai, h =, H : tinggi tsunami di stasiun pasang surut h : kedalaman laut di stasiun pasang surut Hasil dan Analisis Run up Run up atau tinggi gelombang tsunami diukur di titik pasang surut artifisial kemudian dihitung dengan rumus Green s law untuk mendapatkan ketinggian tsunami di pantai. Ketinggian gelombang tsunami untuk setiap scenario disajikan di tabel 2. Efek gosong pasir terhadap tinggi tsunami Pemodelan tsunami menghasilkan data ketinggian gelombang tsunami di tiap titik pasang surut dan dengan rumus green s law dihitung ketinggian tsunami di pantai (Tabel 2). Hal :42 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 42-

5 Tabel 2. Tinggi runup hasil pemodelan Tinggi Tsunami di stasiun pasut (m) h Tinggi tsunami di pantai (m) Titik OP_ OP_ OP_ OP_ (m OP_ OP_ OP_ OP_ OP_ OP_ amat OP_ OP_ 2 4 ) 2 4 A A A A A B B B B B B B Dengan membandingkan hasil simulasi OP_, OP_ (gosong pasir dihilangkan seluruhnya), OP_ gosong pasir dihilangkan sebagian), OP_4 (elevasi gosong pasir dipangkas hingga ketinggian 2-m), diketahui bahwa dengan menghilangkan sebagian atau seluruh gosong pasir atau memangkas ketinggian gosong pasir, ketinggian tsunami di Pelabuhan Samudera Pulau Baai mengalami kenaikan, bergantung pada besarnya perubahan gosong pasir. Dalam kondisi gosong pasir masih utuh (OP_), gelombang tsunami tidak dapat menembus ke dalam Pelabuhan Samudera Pulau Baai karena hanya terdapat sedikit celah terbuka yang menghubungkan pelabuhan dengan lautan terbuka. Ketinggian tsunami di A, A2, A, A4 dan A yang berada di muka gosong pasir mencapai ketinggian,6,78m) dan di B, B2, B, B4, B, B6, B7 yang terdapat di dalam teluk pelabuhan dalam posisi terhalang oleh gosong pasir, tidak tercatat adanya gelombang tsunami. Ketika gosong pasir dihilangkan sebagian (OP_), maka ketinggian tsunami di A, A2, A, A4 dan A menurun menjadi 2,46,97m (Tabel dan Gambar ) karena sekarang A, A2, A, A4 dan A tidak lagi berada di dekat pantai yang dangkal namun berada di laut lepas yang lebih dalam. Setelah gosong pasir dihilangkan seluruhnya ternyata gelombang tsunami dapat masuk dengan mudah ke dalam teluk pelabuhan (titik B, B2, B, B4, B, B6, B7) dengan ketinggian 2,4,26m (Tabel 2 dan Gambar ). tsunam i heig ht CHART OF TSUNAMI HEIGHT A A2 A A4 A B B2 B B4 B B6 B7 point Gambar. Ketinggian tsunami di titik A, A2, A, A4, A, B, B2, B, B4, B, B6, B7 hasil simulasi skenario OP_, OP_, OP_, OP_4. ASLI OP_ Penghilangan terhadap sebagian gosong pasir (OP_) sehingga akses masuk ke dalam teluk menjadi lebih lebar, juga menyebabkan gelombang tsunami masuk ke dalam teluk dengan ketinggian,6,86m (Tabel dan Gambar ). Pemangkasan elevasi gosong pasir hingga ketinggian gosong pasir yang tersisa hanya 2- m (tinggi awal > m) menyebabkan gelombang OP_ OP_ OP_4 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 4- Hal :4

6 tsunami dapat masuk ke dalam teluk dengan ketinggian,66-,27m (Tabel dan Gambar ). Penghilangan sebagian maupun seluruh gosong pasir menyebabkan pelabuhan yang berada di dalam teluk terancam oleh gelombang tsunami, bahkan penghilangan seluruh pelindung alami ini mengakibatkan pelabuhan berpotensi diterjang gelombang tsunami dengan ketinggian hingga,26m di titik B. Tsunami dengan ketinggian gelombang,26m termasuk tsunami dengan intensitas VI VIII artinya tsunami yang dapat menyebabkan sedikit kerusakan kerusakan berat (Papadopoulos dan Imamura, 2) i Gambar 6. Snapshot gelombang tsunami pada menit ke 4, 6, 24 dan 26 untuk berbagai skenario (mulai dari paling atas OP_, OP_, OP_ dan OP_4). Dengan menghilangkan seluruh gosong pasir di muka pelabuhan, gelombang tsunami sudah masuk ke dalam pelabuhan pada menit ke 4 (skenario OP_) dan terperangkap di dalam teluk sehingga gelombang tsunami masih nampak sampai menit ke 6 walaupun kecil. Jika gosong pasir dibiarkan seperti bentuk asalnya (skenario OP_), gelombang tsunami tidak dapat masuk ke dalam pelabuhan karena mulut pelabuhan terlalu kecil untuk jalan masuk gelombang tsunami sampai ke pelabuhan (Gambar 6). Dengan menghilangkan sebagian gosong pasir (skenario OP_), gelombang tsunami mulai masuk ke dalam teluk pada menit ke 4 dan pada menit ke 6 gelombang tsunami Hal :44 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 44-

7 memenuhi teluk dan melanda pelabuhan. Gelombang tsunami di dalam teluk tidak segera meluruh bahkan pada menit ke 6 (Gambar 6), walaupun dengan ketinggian m di B untuk skenario OP_ (Gambar 7). Pada skenario OP_4, tinggi gelombang tsunami yang mencapai pelabuhan memiliki ketinggian kurang dari.8 m namun gelombang tsunami akan terperangkap di dalam teluk dengan durasi yang cenderung lebih lama (Gambar 8). height (m) Tsunami Height OP_ time (min) Gambar 7 Tinggi tsunami di B dan B4 pada skenario OP_ TSunami Height OP_4 B4 B Rasheed, dkk. (26) menyatakan bahwa bentuk tinggian yang diapit oleh 2 badan air, menjadi penghalang antara laut dan daratan di belakangnya dapat menyebabkan gelombang tsunami membanjiri daratan di belakang backwater lebih lama jika dibandingkan daerah yang tidak terhalang oleh suatu tinggian (Gambar 9). Dalam kasus Bengkulu, tinggian berupa gosong pasir yang membentang di sebelah barat Pelabuhan Samudera Pulau Baai. Pada skenario OP_ dan OP_4, gelombang tsunami memang bisa masuk ke dalam laguna/teluk dan membanjiri pelabuhan, pada skenario OP_4 gelombang tsunami sudah teredam oleh gosong pasir yang lebih rendah daripada tinggi tsunami namun daerah pelabuhan terendam lebih lama daripada skenario OP_ dimana gelombang tsunami tidak teredam oleh gosong pasir sehingga runup nya tinggi namun durasi pembanjiran lebih singkat Gambar B dan Gambar 8) height (m) time (min) B B4 Gambar 8 Tinggi tsunami di B dan B4 pada skenario OP_4 Gambar 9 Penghalang alami (gosong, gumuk) dapat mereduksi tinggi gelombang tsunami sekaligus dapat memerangkap gelombang tsunami (Rasheed, dkk., 26). Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 4- Hal :4

8 Pada skenario OP_, gelombang tsunami tidak terekam di titik B dan B4 karena gosong pasir secara efektif dapat menahan gelombang sehingga tidak masuk ke dalam laguna. Pada skenario OP_ dan OP_4, gelombang tsunami masuk ke dalam teluk dan terekam di titik B dan B4 pada sekira menit ke, gelombang tsunami tidak segera meluruh bahkan setelah menit (Gambar 7). Gelombang tsunami masuk ke dalam teluk dan terperangkap di dalam teluk sehingga gelombang tsunami melanda daerah sekitar teluk dengan durasi lebih panjang daripada skenario OP_. Terumbu karang merupakan penghalang alami yang dapat mereduksi gelombang tsunami yang mencapai pantai. Simulasi dengan menghadirkan terumbu karang dengan ketinggian rata-rata m dan lebar km di muka pelabuhan dapat mereduksi tinggi gelombang tsunami yang mencapai titik A, A2, A, A4, A. Reduksi yang dihasilkan oleh terumbu karang di titik A, A2, A, A4, A masing-masing sebesar,;,22;,6;,24 dan,4 m atau dengan persentase reduksi sebesar masing-masing 26,4;,4; 6,88; 6,7 dan,7 persen (Gambar ). 7 CHART OF TSUNAMI HEIGHT Efek terumbu karang terhadap tinggi tsunami Pemodelan skenario OP_2 dilakukan dengan memasukkan data batimetri dan topografi yang direkayasa sehingga di muka pelabuhan dimunculkan terumbu karang dengan luas,872km2 (panjang km dan lebar,2,4km) dengan ketinggian maksimum m dan ketinggian rata-rata m (Gambar ). Gambar. Posisi terumbu karang (artifisial) terhadap pelabuhan tsunami height A A2 A A4 A point Gambar. Ketinggian tsunami di titik A, A2, A, A4, A untuk skenario OP_ dan OP_2. dan OP_ Terumbu karang hanya memberikan sedikit efek terhadap ketinggian tsunami di A4 dan A karena posisi kedua titik tersebut berada paling dekat dengan ujung selatan terumbu karang (Gambar ). Keberadaan terumbu karang, gosong pasir atau bentuk morfologi pantai lainnya berupa tinggian mempunyai 2 sisi, di satu sisi, terumbu karang atau gosong pasir dapat mengurangi tinggi tsunami di pantai di belakang terumbu karang atau gosong pasir. Di sisi lain, jika tinggi gelombang tsunami melampaui ketinggian karang atau gosong pasir, maka gelombang tsunami akan terperangkap di atara pantai dan terumbu/gosong pasir sehingga gelombang tsunami tidak segera meluruh (Rasheed, dkk., 26). 4.7 ASLI OP_2 OP_ Hal :46 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 46-

9 Gambar 2 Perkiraan perlindungan alamiah (Chatenoux dan Peduzzi, 2) Chatenoux dan Peduzzi, (2) telah melakukan penelitian besarnya efek peredaman gelombang tsunami oleh penghalang alami berdasarkan posisi daratan terhadap terumbu karang (Gambar 2). Berdasarkan hasil pemodelan skenario OP_2 dan OP_ ternyata selain posisi terumbu karang terhadap daratan, posisi terumbu karang dan titik pengamatan terhadap arah datangnya gelombang juga memegang perananan penting terhadap besarnya reduksi gelombang (Gambar dan Gambar ) Pada skenario OP_2 dan OP_4, dengan menambahkan terumbu karang di muka laguna, gelombang tsunami masuk di antara terumbu karang dan darat dan terperangkap di selat antara terumbu karang dan darat sehingga gelombang tsunami bertahan lebih lama (Gambar ) daripada pada skenario OP_ (Gambar 6 atas). Lamanya gelombang tsunami terperangkap di selat antara terumbu karang dan darat bergantung pada bentuk dan posisi terumbu karang terhadap arah datangnya gelombang Gambar. Atas: snapshot gelombang tsunami pada menit ke 4, 6, 24 dan 26, skenario OP_2. Bawah: snapshot gelombang tsunami pada menit ke 4, 6, 24 dan 26, skenario OP_. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 47- Hal :47

10 .8 LS.8 LS LS.8 LS.8 LS.8 LS.8 LS LS Pengaruh Geomorfologi Pantai Terhadap Gelombang Tsunami (Cipta Athanasius) Sisi positif keberadaan terumbu karang adalah mengurangi tinggi tsunami di pantai di belakang terumbu karang (Gambar ) namun bisa menimbulkan konsekuensi bertambah panjangnya durasi tsunami yang melanda pantai walaupun dengan intensitas yang sudah menurun..8 LS 2.2 BT KETERANGAN ASLI OP_2 OP_ 2.2 BT.8 LS Daerah Landaan Penghilangan gosong pasir seluruhnya atau memangkas ketinggian gosong pasir hingga terisisa 2-m menyebabkan Pelabuhan Samudera Pulau Baai yang terletak di dalam laguna terlanda gelombang tsunami hingga jarak -m dari bibir pantai. Sebaliknya luas landaan di sebelah selatan pelabuhan menjadi lebih sempit.karena sebagian gelombang tsunami akan terkonsentrasi di dalam teluk pelabuhan (Gambar 4)..8 LS.97 LS 2.2 BT KETERANGAN 2.2 BT ASLI OP_ OP_ OP_4 PEL. P. BAAI. meters 2.2 BT BT Gambar 4 kontur landaan maksimum tsunami OP_, OP_, OP_ dan OP_4.8 LS.8 LS.97 LS 2.2 BT PEL. P. BAAI. meters 2..8 LS.8 LS 2.2 BT Gambar kontur landaan maksimum tsunami skenario OP_, OP_2 dan OP_ Penambahan terumbu karang atau penghalang buatan lainnya seperti pada skenario OP_2 dan OP_ memberikan sedikit pengaruh pada luas daerah landaan. Perubahan luas daerah landaan hanya terjadi di beberapa daerah terbatas di selatan dan utara pelabuhan. Gelombang tsunami tetap terhalang oleh gosong pasir sehingga tidak sampai masuk ke dalam pelabuhan (Gambar ). Diskusi Penghilangan seluruh gosong pasir di muka Pelabuhan Samudera Pulau Baai menyebabkan pelabuhan tersebut berpotensi dilanda tsunami dengan tinggi gelombang 2,4m,26m. Tinggi tsunami.26m berpotensi menyebabkan kerusakan bangunan hingga % dari total jumlah bangunan (Gambar 7, Koshimura dan Yanagisawa, 28) Hal :48 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 48-

11 Gambar 6 Fungsi probabilitas kerusakan bangunan terhadap tinggi muka air di daerah landaan (Koshimura dan Yanagisawa, 28). Gambar 7 Grafik fungsi kerusakan hutan mangrove terhadap kecepatan arus (Koshimura dan Yanagisawa., 28). Dengan menempatkan terumbu karang atau penghalang lainnya di muka gosong pasir pelabuhan, ketinggian tsunami di gosong muka pasir (A, A2, A, A4, A) dapat diredam hingga lebih dari meter, terutama di titik A2, A dan A4 (Tabel 2). Probabilitas potensi jumlah bangunan rusak di titik A2 turun dari 7% menjadi % (Gambar 6). Hutan mangrove sama sekali tidak dapat mereduksi gelombang tsunami lebih tinggi dari 7 m karena gelombang tsunami dengan ketinggian 7m merusak total hutan mangrove (Koshimura dan Yanagisawa., 28, Gambar 7) Perubahan morfologi dan batimetri pantai, baik dengan penambahan maupun pengurangan penghalang memberikan efek bukan saja terhadap daerah yang dekat dengan morfologi dan batimetri yang telah berubah, namun juga memberikan efek terhadap daerah yang jauh. Perubahan morfologi dan batimetri pantai mengakibatkan berubahnya sifat penjalaran gelombang dari sumber tsunami menuju darat. Perubahan sifat penjalaran gelombang ini dapat mengakibatkan konsetrasi maupun distribusi gelombang tsunami ke daerah-daerah tertentu. Tabel. Hubungan antara intensitas tsunami dengan bahaya tsunami (Shuto, 992 dalam Harada, 24) Tsunami Intensity 2 4 Tsunami Height (m) Coastal control forest Mitigate damage Stop drifts Mitigate tsunami Partial damage Stop drifts Complete damage No reduction effect Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : 49- Hal :49

12 Harada, dkk. (24) telah membuat analisis mengenai jumlah korban yang ditimbulkan oleh tsunami di pelabuhan (Tabel 4). Jumlah korban semakin besar di pelabuhan, baik di bangunan sekitar pelabuhan maupun kapal yang sandar di pelabuhan dan semakin kecil korban jatuh pada kapal yang sudah jauh meninggalkan pelabuhan. Gelombang tsunami akan menurun kecepatannya ketika menuju pantai namun ketinggian gelombang (amplitude) tsunami makin besar, besarnya amplitude gelombang ini yang menyebabkan tingginya juml;ah korban dan kerusakan. Tabel 4 Jumlah korban dalam kasus tsunami melanda pelabuhan (Harada, 24) PLACE NO OF PEOPL E FALL INTO SEA ON STRUCTURES (%) ON BOATS MOORED ON BOATS JUST LEFT ON BOAT FAR AWAY SMALL BOATS LARGE BOATS SMALL BOATS LARGE BOATS SMALL BOATS LARGE BOATS (89%) (%) 8 (28%) DEAD (A) 24 (4%) (9%) (%) (%) 29 (7%) (%) 62 INJURED (B) 24 (4%) (4%) 6 (2%) (%) (2%) (7%) (%) A+B 48 (9%) 8 (%) 9 (%) 6 (2%) (2%) 6 (2%) OVERTUNED /TOTAL VESSEL / /9 / / 2/2 /2 Kesimpulan Beberapa kesimpulan sementara dapat ditarik dari hasil pemodelan tersebut, yaitu:. Keberadaan pelindung alami pantai dapat melindungi kawasan pantai di belakang penghalang tersebut, bergantung pada arah datangnya tsunami dan ketinggian gelombang tsunami 2. Perubahan sebagian atau seluruh morfologi pantai dapat mengubah karakteristik gelombang tsunami di pantai terutama, ketinggian tsunami dan luas daerah landaan.. Pembuatan pelindung buatan di lepas pantai dapat mengubah karakteristik gelombang tsunami, sehingga dalam pembuatan pelindung alami (seawall) harus benarbenar memperhitungkan karakteristik gelombang tsunami, posisi dan dimensi pelindung serta pengaruh pelindung buatan terhadap daerah yang tidak terlindung yang berada dekat pelindung pantai tersebut. 4. Pelindung alami maupun pelindung buatan tidak efektif untuk menghadapi tsunami dengan ketinggian > 7m, tsunami dengan ketingian tsunami mengakibatkan kerusakan berat pada seawall maupun hutan mangrove. Hal : Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : -

13 Daftar Pustaka Chatenoux, B., P. Peduzzi, 2, Analysis on the Role of Bathymetry and other Environmental Parameters in the Impacts from the 24 Indian Ocean Tsunami, UNEP/GRID-Europe K. A. Abdul Rasheed, V. Kesava Das, C. Revichandran, P. R. Vijayan and Tony. J. Thottam, 26, Tsunami Impacts on Morphology of Beaches Along South Kerala Coast, West Coast Of India, Science of Tsunami Hazards, Vol 24, No. p.24-4 Koshimura, Shunichi and Hideaki Yanagisawa, 28, Developing Fragility Functions For Tsunami Damage Estimation Using The Numerical Model And Satellite Imagery, Tohoku University, Japan Harada, Kenji, Yoshiaki Kawata, 24, Study on the Effect of Coastal Forest to Tsunami Reduction, Annuals of Disas. Prev. Res. Inst., Kyoto Univ., No. 47 C Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor, Desember 29 : - Hal :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Dwi Pujiastuti Jurusan Fisika Universita Andalas Dwi_Pujiastuti@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini difokuskan untuk melihat

Lebih terperinci

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami TSUNAMI Karakteristik Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu dari kata tsu dan nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan

Lebih terperinci

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu 364 Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu Rahmad Aperus 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Rachmad Billyanto 2 Jurusan

Lebih terperinci

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i PERNYATAAN... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1. 1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI Pengenalan Tsunami APAKAH TSUNAMI ITU? Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi di dasar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember

Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember Mughni Cokrobasworo, Kriyo Sambodho dan Haryo Dwito Armono Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Sofia Alma Aeda *),Siddhi Saputro *), Petrus Subardjo *)

Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Sofia Alma Aeda *),Siddhi Saputro *), Petrus Subardjo *) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 254 262 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi geologis yang secara tektonik sangat labil karena dikelilingi oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak di Pacific ring of fire atau cincin api Pasifik yang wilayahnya terbentang di khatulistiwa dan secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan pantai dan pesisirnya terpanjang ke-4 di dunia yaitu sepanjang 95.181 km menurut PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) tahun 2008.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tsunami Tsunami biasanya berhubungan dengan gempa bumi. Gempa bumi ini merupakan proses terjadinya getaran tanah yang merupakan akibat dari sebuah gelombang elastis yang menjalar

Lebih terperinci

HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA

HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA ABSTRACT Ajeng Mei Sheila, Sujito, Daeng Achmad Suaidi Jurusan FMIPA Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Tabel 1.1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Tabel 1.1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) merupakan bagian dari Provinsi Maluku yang sebagian besar terletak di Pulau Seram yang secara geografis terletak pada 1 19'-7 16'

Lebih terperinci

Identifikasi potensi kerawanan tsunami di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur

Identifikasi potensi kerawanan tsunami di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 141-152 Identifikasi potensi kerawanan tsunami di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur Imun Maemunah, Cecep Sulaeman, dan Rahayu Robiana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya membentang diantara benua Asia dan Australia serta diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

Pemodelan Penjalaran Gelombang Tsunami Melalui Pendekatan Finite Difference Method

Pemodelan Penjalaran Gelombang Tsunami Melalui Pendekatan Finite Difference Method SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 T - 4 Pemodelan Penjalaran Gelombang Tsunami Melalui Pendekatan Finite Difference Method Yulian Fauzi 1, Jose Rizal 1, Fachri Faisal 1, Pepi

Lebih terperinci

PERANAN HUTAN MANGROVE DALAM MENGURANGI ENERGI GELOMBANG TSUNAMI IMPORTANCE OF MANGROVE TO REDUCE THE TSUNAMI WAVE ENERGY

PERANAN HUTAN MANGROVE DALAM MENGURANGI ENERGI GELOMBANG TSUNAMI IMPORTANCE OF MANGROVE TO REDUCE THE TSUNAMI WAVE ENERGY Jurnal Pertanian Agros Vol.19 No. 1, Januari 2017: 29-36 PERANAN HUTAN MANGROVE DALAM MENGURANGI ENERGI GELOMBANG TSUNAMI IMPORTANCE OF MANGROVE TO REDUCE THE TSUNAMI WAVE ENERGY Anastasia Neni Candra

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Bengkulu, KotaBengkulu 1 Gedung BS Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Bengkulu, KotaBengkulu 1 Gedung BS Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu PENGUATAN KETINGGIAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN STRUKTUR GEOMETRI MORFOLOGI TELUK SUNGAI SERUT DESA RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU STRENGTHENING OF TSUNAMI WAVE HEIGHTS GEOMETRY STRUCTURE DUE TO TRAP

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

TSUNAMI. 1. Beberapa penyebab lainnya ialah : 3. Tsunami Akibat Letusan Gunungapi

TSUNAMI. 1. Beberapa penyebab lainnya ialah : 3. Tsunami Akibat Letusan Gunungapi TSUNAMI Tsunami berasal dari bahasa Jepang, Tsu = pelabuhan nami = gelombang laut tsunami secara harfiah berarti gelombang laut (yang menghantam) pelabuhan. Tsunami, adalah rangkaian gelombang laut yang

Lebih terperinci

Kata kunci : Tsunami, Tsunami Travel Time (TTT), waktu tiba, Tide Gauge

Kata kunci : Tsunami, Tsunami Travel Time (TTT), waktu tiba, Tide Gauge Analisis Penjalaran dan Ketinggian Gelombang Tsunami Akibat Gempa Bumi di Perairan Barat Sumatera dengan Menggunakan Software Tsunami Travel Time (TTT) Retno Juanita M0208050 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam.

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam. Materi Ajar Mitigasi Bencana Tsunami Di Kawasan Pesisir Parangtritis ( K.D Mengenal Cara Cara Menghadapi Bencana Alam Kelas VI SD ) Oleh : Bhian Rangga J.R Prodi Geografi FKIP UNS Berikut kerangka konsep

Lebih terperinci

PENGUATAN KETINGGIAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN STRUKTUR GEOMETRI MORFOLOGI TELUK SUNGAI SERUT DESA RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU

PENGUATAN KETINGGIAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN STRUKTUR GEOMETRI MORFOLOGI TELUK SUNGAI SERUT DESA RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU PENGUATAN KETINGGIAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN STRUKTUR GEOMETRI MORFOLOGI TELUK SUNGAI SERUT DESA RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU STRENGTHENING OF TSUNAMI WAVE HEIGHTS GEOMETRY STRUCTURE DUE TO TRAP

Lebih terperinci

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008 KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008 DEVY K. SYAHBANA, GEDE SUANTIKA Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Pada periode bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu penjelasan dan analisis melalui simulasi pemodelan tsunami dengan memperhitungkan nilai

Lebih terperinci

PREDIKSI LANDAAN TSUNAMI UNTUK WILAYAH PANTAI DI KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR. Sari

PREDIKSI LANDAAN TSUNAMI UNTUK WILAYAH PANTAI DI KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR. Sari Vol. 1 No. 1 April 011: 43 59 PREDIKSI LANDAAN TSUNAMI UNTUK WILAYAH PANTAI DI KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR Yudhicara Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Sari Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana 1. Pengertian Bencana Menurut UU No.24/2007 tentang penanggulangan bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada lempeng bumi yang labil. Lempeng bumi ini berpotensi besar terjadinya gempa bumi pada dasar laut dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

GAYA GELOMBANG TSUNAMI PADA BANGUNAN BERPENGHALANG

GAYA GELOMBANG TSUNAMI PADA BANGUNAN BERPENGHALANG GAYA GELOMBANG TSUNAMI PADA BANGUNAN BERPENGHALANG 1) Any Nurhasanah Mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada, Dosen Universitas Bandar Lampung Email : any_nurhasanah@yahoo.com

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Bone, Perairan Sulawesi dan sekitarnya, Indonesia (Gambar 6). Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Teluk Bone,

Lebih terperinci

Pemetaan dan Kajian Bencana Tsunami Daerah Kota Bengkulu

Pemetaan dan Kajian Bencana Tsunami Daerah Kota Bengkulu Proseding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam Pembangunan BerkelanjutanBandung 3 Desember 2007 ISBN : 978-979-799-255-5 Pemetaan dan Kajian Bencana Tsunami Daerah Kota Bengkulu Eddy Z Gaffar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan kumpulan gugusan-gugusan pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT dan

Lebih terperinci

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008)

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008) EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008) GEDE SUANTIKA Sub Bidang Pengamatan Gempabumi Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI DAN RESIKO TSUNAMI DI KAWASAN PANTAI SELATAN YOGYAKARTA

KARAKTERISTIK PANTAI DAN RESIKO TSUNAMI DI KAWASAN PANTAI SELATAN YOGYAKARTA KARAKTERISTIK PANTAI DAN RESIKO TSUNAMI DI KAWASAN PANTAI SELATAN YOGYAKARTA Oleh : M. Akrom Mustafa 1) dan Yudhicara 2) 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No. 236

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah penduduk lebih

Lebih terperinci

MEWASPADAI MORFOLOGI TELUK SEBAGAI ZONA BAHAYA TSUNAMI

MEWASPADAI MORFOLOGI TELUK SEBAGAI ZONA BAHAYA TSUNAMI MEWASPADAI MORFOLOGI TELUK SEBAGAI ZONA BAHAYA TSUNAMI Heru Sigit Purwanto **), T. Listyani R.A. *), A. Isjudarto *), Sari B. Kusumayudha **) *) Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta **) Teknik Geologi, FTM,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko bencana tsunami di Kota Padang berdasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bencana

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

TUGAS BAHASA INDONESIA

TUGAS BAHASA INDONESIA TUGAS BAHASA INDONESIA Nama : Wahyu Abadi NIS : 7484 Kelas : XI TKJ 2 Sekolah : SMK Negeri 1 Sumenep TEKNIK KOMPUTER & JARINGAN SMK NEGERI 1 SUMENEP 2016/2017 1. Carilah teks eksplansi kompleks! Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu bencana yang sering terjadi di wilayah pesisir pantai adalah banjir akibat naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut pada umumnya disebabkan

Lebih terperinci

Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta. Sari. Abstract

Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta. Sari. Abstract Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta (Yudhicara, et.al.) Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta Yudhicara, A. Yuningsih, A. Mustafa, N.A.

Lebih terperinci

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI 5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI 5.1 Tsunami Pulau Weh Kejadian gempabumi yang disertai tsunami dengan kekuatan 9,1-9,3 MW atau 9,3 SR (Lay et al. 2005; USGS 2004) mengakibatkan terjadi kerusakan ekosistem mangrove,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (http://ramadhan90.wordpress.com/2011/03/17/lempeng-tektonik/)

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (http://ramadhan90.wordpress.com/2011/03/17/lempeng-tektonik/) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada batas pertemuan tiga lempeng tektonik bumi (triple junction plate convergence) yang sangat aktif sehingga Indonesia merupakan daerah yang sangat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam pada setiap wilayah di kabupaten/kota. Wilayah pesisir itu sendiri merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS Pemodelan dilakukan dengan menggunakan kontur eksperimen yang sudah ada, artificial dan studi kasus Aceh. Skenario dan persamaan pengatur yang digunakan adalah: Eksperimental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mencakup seluruh pesisir Kabupaten Indramayu yang terdiri dari 11 kecamatan pesisir (Gambar 1). Secara geografis, wilayah studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan Indonesia tersebar sepanjang nusantara mulai ujung barat Pulau

Lebih terperinci

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Bahaya Tsunami Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Tsunami adalah serangkaian gelombang yang umumnya diakibatkan oleh perubahan vertikal dasar laut karena gempa di bawah atau

Lebih terperinci

GEMPABUMI DAN TSUNAMI GORONTALO, 17 NOPEMBER 2008

GEMPABUMI DAN TSUNAMI GORONTALO, 17 NOPEMBER 2008 GEMPABUMI DAN TSUNAMI GORONTALO, 17 NOPEMBER 2008 Athanasius CIPTA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung Sari Sulawesi bagian utara, sebagaimana sebagian besar wilayah

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Denah lokasi jembatan yang berdampak tsunami di Aceh

Gambar 1.1 Denah lokasi jembatan yang berdampak tsunami di Aceh BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari banyak pulau yang dikenal dengan negara kepulauan. Letak negara yang diapit oleh 3 lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya disatukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya disatukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya disatukan oleh lautan dengan luas seluruh wilayah teritorial adalah 8 juta km 2. Menurut Puslitbang Geologi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR Oleh : BIMA SAKTI L2D005352 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

WORKSHOP TSUNAMI DEPUTI BIDANG KOORDINASI INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG MARITIM WIDJO KONGKO BTIPDP-BPPT

WORKSHOP TSUNAMI DEPUTI BIDANG KOORDINASI INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG MARITIM WIDJO KONGKO BTIPDP-BPPT WORKSHOP TSUNAMI DEPUTI BIDANG KOORDINASI INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG MARITIM WIDJO KONGKO BTIPDP-BPPT UC-UGM, YOGYAKARTA 29-30 AGUSTUS 2017 Latar Belakang: Dalam rangka akselerasi ekonomi,

Lebih terperinci

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan Gempa bumi, tsunami, erosi, banjir, gelombang ekstrem dan kenaikan paras muka air laut adalah ancaman wilayah pesisir. Tapi tidak berarti hidup di negara kepulauan pasti menjadi korban bencana.. Wilayah

Lebih terperinci

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami 13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami Rahmat Triyono, ST. Dipl. Seis, MSc, Kepala Stasiun Geofisika Silaing Bawah

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH Siti Nidia Isnin Dosen Program Studi Geografi FKIP Universitas Almuslim ABSTRAK Tsunami yang terjadi di Aceh pada 26

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON Hapsoro Agung Nugroho Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar soro_dnp@yahoo.co.id ABSTRACT Bali is located on the boundaries of the two

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH :

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH : ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH : Astari Dewi Ratih, Bambang Harimei, Syamsuddin Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi terhadap kejadian bencana tsunami. Kondisi geologis Indonesia yang terletak pada tumbukan 3 lempeng

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci