MODEL DINAMIKA STOK KARBON BERDASARKAN LAJU PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ESA BAGUS NUGRAHANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL DINAMIKA STOK KARBON BERDASARKAN LAJU PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ESA BAGUS NUGRAHANTO"

Transkripsi

1 MODEL DINAMIKA STOK KARBON BERDASARKAN LAJU PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ESA BAGUS NUGRAHANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Esa Bagus Nugrahanto NIM E

4 ABSTRAK ESA BAGUS NUGRAHANTO. Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO. Peningkatan emisi karbon akibat laju deforestasi dan degradasi hutan mengakibatkan perubahan iklim global yang mengkhawatirkan. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model dinamika penggunaan lahan dan dinamika simpanan karbon, serta mengestimasi simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggambarkan laju perubahan hutan dan penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah serta keterkaitannya terhadap simpanan karbon dengan menggunakan metode pemodelan dinamika sistem. Hasil penelitian menunjukan bahwa Provinsi Jawa Tengah mempunyai simpanan karbon yang cenderung mengalami penurunan akibat laju deforestasi dan degradasi hutan. Simpanan karbon pada tahun 2004 sebesar mega ton dan menurun sebesar 49.1 mega ton menjadi mega ton pada tahun Skenario rehabilitasi hutan dan lahan, skenario penegakan hukum, skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman, dan skenario provinsi konservasi berdampak positif terhadap peningkatan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah. Kata kunci: hutan, Jawa Tengah, karbon, model, simulasi ABSTRACT ESA BAGUS NUGRAHANTO. The Dynamic Model of Carbon Stock based on Forest and Landuse Change Rate in Central Java. Supervised by HERRY PURNOMO. The enhancement of carbon emission from deforestration and forest degradation has leaded to the increase of global climate change. Hence, this research was conducted to make a dynamic model of landuse and carbon stock and to estimate the carbon stock in Central Java. The change of carbon stock was being evaluated to identify its relation to forest change and landuse rate in Central Java using a system dynamic model. The result shows that there was a reduction of carbon stock caused by deforestation and forest degradation. The research also found that in 2004 the total carbon stock was mega tons and in 2050 is predicted to decrease by 49.1 mega tons to mega tons. The application of forest and land rehabilitation, law enforcement, evaluation of forest plantation management, and conservation province scenarios have positive effect on the increase of carbon stock in Central Java. Keywords: carbon, Central Java, forest, model, simulation

5 MODEL DINAMIKA STOK KARBON BERDASARKAN LAJU PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ESA BAGUS NUGRAHANTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah Nama : Esa Bagus Nugrahanto NIM : E Disetujui oleh Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp selaku dosen pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu pengumpulan data. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada dosen-dosen, rekan-rekan di Fakultas Kehutanan IPB, ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas masukan dan saran terhadap penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Esa Bagus Nugrahanto NIM E

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 Bahan dan Alat 3 Metode Pengumpulan Data 4 Prosedur Pengembangan Model 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan 6 Formulasi Model Konseptual 7 Spesifikasi Model 8 Evaluasi Model 21 Penggunaan Model 21 SIMPULAN DAN SARAN 25 Simpulan 25 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 28 RIWAYAT HIDUP 38

10 DAFTAR TABEL 1 Data perkembangan penggunaan kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah 8 2 Komponen tegakan hutan Provinsi Jawa Tengah 10 3 Luas areal kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 14 4 Simpanan karbon berdasarkan jenis penggunaan lahan 15 5 Persamaan allometrik berdasarkan jenis pohon 16 6 Simpanan karbon non kawasan hutan 18 7 Evaluasi model 21 DAFTAR GAMBAR 1 Peta wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah 3 2 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan 7 3 Submodel dinamika kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah 9 4 Dinamika kawasan hutan 9 5 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat per hektar 10 6 Dinamika tegakan hutan rakyat per hektar 11 7 Dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah 11 8 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah 12 9 Dinamika tegakan hutan tanaman jati Dinamika tegakan hutan tanaman rimba Dinamika luas non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah Submodel rehabilitasi hutan dan lahan Hasil simulasi simpanan karbon hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan Submodel pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah Dinamika simpanan karbon kawasan hutan Dinamika simpanan karbon hutan rakyat Dinamika simpanan karbon hutan tanaman dan agroforestri Dinamika total simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah Submodel pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah Dinamika simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah Dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah Simulasi skenario rehabilitasi hutan dan lahan Simulasi skenario penegakan hukum Simulasi dinamika tegakan skenario evaluasi pengelolaan HT Simulasi simpanan karbon skenario evaluasi pengelolaan HT Simulasi skenario provinsi konservasi 24

11

12

13 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan emisi karbon pada beberapa tahun belakangan ini semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan perubahan iklim global yang mengkhawatirkan. Beberapa faktor yang menyebabkan semakin meningginya tingkat emisi karbon adalah adanya perubahan penggunaan fungsi lahan berupa deforestasi dan degradasi hutan. Laju deforestasi dan degradasi hutan Indonesia selama tahun mencapai juta ha/tahun (Kemenhut 2009). Menurut UNFCCC (1998), deforestasi merupakan konversi hutan menjadi bukan hutan sebagai akibat langsung dari aktifitas manusia. Deforestasi terjadi karena adanya desakan ekonomi serta pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Permintaan akan adanya perubahan fungsi lahan hutan menjadi lahan pemukiman, pertanian, peternakan, dan alih fungsi non hutan lainnya semakin meningkat. Hal ini akan terus menekan luasan areal hutan di suatu kawasan. Laju deforestasi akan mempengaruhi ketersediaan stok karbon di daerah tersebut. Hutan yang selama ini berperan dalam penyerapan karbon, akan semakin berkurang keberadaannya akibat deforestasi dan kegiatan alih fungsi lahan lainnya. Menurut Budiharto (2009), simpanan karbon di Indonesia pada periode baik yang ada di kawasan hutan ataupun non kawasan hutan terus menurun setiap tahunnya, yaitu sebesar mega ton atau rata-rata per tahun sebesar mega ton. Simpanan karbon kemudian turun menjadi mega ton pada periode atau mega ton /tahun, dan periode menurun lagi menjadi mega ton atau mega ton/tahun. Penurunan simpanan karbon terbesar terjadi di Pulau Kalimantan dan Sumatera dengan rata-rata perubahan sebesar mega ton/tahun dan mega ton/tahun. Menurut FAO (2010), simpanan karbon pada biomasa hutan Indonesia tahun 1990 sebesar mega ton, tahun 2000 sebesar mega ton, tahun 2005 sebesar mega ton, tahun 2010 sebesar mega ton. Laju deforestasi dan degradasi hutan tentunya harus segera ditahan jika tidak ingin memperoleh efek negatif yang lebih buruk terhadap lingkungan. Penahanan atau pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan bisa dilakukan dengan mekanisme REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Pemahaman atas isu-isu dan fakta yang diangkat inilah sebagai dasar perlu adanya suatu penelitian pada suatu lingkup kawasan tertentu agar dapat mengetahui simpanan karbon tersedia dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi. Penelitian ini juga nantinya diharapkan mampu memberi gambaran alternatif solusi dalam penggunaan lahan terkait ketersediaan simpanan karbon suatu wilayah.

14 2 1.2 Perumusan Masalah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang padat penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah sebanyak juta jiwa atau sekitar 13.63% dari jumlah penduduk Indonesia. Kepadatan penduduk ini tentunya akan berdampak pada penggunaan lahan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti industriindustri atau pertanian pangan. Hal ini tentunya akan berdampak negatif terhadap luas dan tutupan kawasan hutan serta akan meningkatkan emisi di sektor LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry). Akan tetapi, Provinsi Jawa Tengah ternyata memiliki peningkatan luasan hutan yaitu berupa hutan rakyat yang dikembangkan masyarakat. Data Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya peningkatan luas hutan rakyat dari ha pada tahun 2004 meningkat menjadi ha pada tahun 2010 (Dinas Kehutanan Jawa Tengah 2010). Pertanyaan yang menjadi masalah penelitian adalah: (1) Bagaimanakah dinamika yang terjadi pada penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah? (2) Bagaimanakah hubungan keterkaitan antara pola penggunaan lahan dengan tingkat simpanan karbonnya? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Membangun model dinamika penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah. 2. Membangun model pendugaan dinamika simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah. 3. Mengestimasi simpanan karbon yang ada di Provinsi Jawa Tengah. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat antara lain untuk menyediakan informasi mengenai pendugaan luas kawasan hutan dan simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan penerapan kebijakan perencanaan tataguna lahan dikemudian hari.

15 3 METODE 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Gambar 1 Peta wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah Penelitian ini dilaksanakan di Bogor dengan obyek penelitian kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dari bulan November 2013 hingga Maret Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari Data Statistik Kementerian Kehutanan dan Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Data tersebut meliputi data penggunaan dan pemanfaatan kawasan. Penelitian ini juga menggunakan hasil dari penelitianpenelitian sebelumnya yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan model dinamika karbon. Adapun data yang dimaksud meliputi : 1. Data Penggunaan Kawasan Hutan antara lain: a. Data pelepasan kawasan hutan b. Data pinjam pakai kawasan hutan c. Data tukar menukar kawasan hutan d. Data perubahan fungsi kawasan hutan 2. Data Pemanfaatan Kawasan Hutan antara lain : a. Data perkembangan luas hutan tanaman Perhutani b. Data perkembangan luas agroforestri 3. Data perkembangan luas hutan rakyat Data perkembangan luas perkebunan 4. Data perkembangan luas pertanian Alat yang digunakan yaitu seperangkat komputer serta perangkat lunak (software) untuk mengolah data, yaitu STELLA 9.0.2, Microsoft Office Excel 2007, Vensim PLE dan Minitab 16.

16 4 2.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan studi literatur dari Data Kementerian Kehutanan RI, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah serta penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini. 2.4 Prosedur Pengembangan Model Pengembangan model pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis sistem. Analisis sistem dapat digunakan untuk melakukan pendekatan terhadap masalah secara intuitif terorganisir. Analisis sistem menyaratkan adanya pemahaman terhadap suatu sistem meskipun sedikit. Dengan membuat analogianalogi untuk memahami suatu sistem. Analisis sistem melakukan pendekatan pemecahan suatu masalah berdasarkan proses. Hal ini membedakan analisis sistem dengan statistika yang lebih mengedepankan kualitas dan kuantitas data yang dimiliki. Pemahaman adanya isomorisme antar beragam sistem menjadikan pemahaman terhadap sesuatu menjadi mungkin, bahkan pada suatu sistem yang kita buta sekali akan perilakunya (Purnomo 2012). Pemodelan sistem merupakan salah satu cara untuk menuangkan pemahaman kita terhadap sistem di dunia nyata. Model merupakan bentuk penyederhanaan sistem yang mampu menjelaskan komponen-komponen yang terkait dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Pada mulanya model digunakan sebagai alat prediksi, namun untuk memperoleh hasil yang akurat dalam sistem yang kompleks sulit didapatkan. Sekarang model lebih digunakan sebagai tempat belajar untuk memahami proses yang terjadi dalam sistem nyata. Kegunaan model terletak pada efektivitas kita belajar terkait sistem yang ingin dipahami. Analisis sistem adalah pendekatan filosofis dan kumpulan teknik, termasuk simulasi yang dikembangkan secara eksplisit untuk menunjukkan masalah yang berkaitan dengan sistem yang kompleks. Analisis sistem menekankan pada pendekatan holistik untuk memecahkan masalah dan menggunakan model matematika untuk mengidentifikasi dan menyimulasikan karakteristik yang penting dari sistem yang kompleks. Untuk pemodelan yang lebih fleksibel dan multiguna, dapat digunakan dengan fase-fase sebagai berikut (Purnomo 2012): Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan Langkah pertama dalam membangun sebuah model adalah mengidentifikasi isu atau masalah. Hal ini akan menempatkan dimana sebenarnya suatu model perlu dibangun. Membaca jurnal terkait isu yang akan diangkat merupakan salah satu cara untuk mempertajam pemahaman pentingnya model yang kita bangun. Kesalahan dalam mengidentifikasi suatu isu mengakibatkan kesalahan melihat suatu permasalahan secara tepat yang tentu berpengaruh terhadap pemecahan suatu masalah. Semakin kompleks suatu sistem maka semakin rumit masalah yang ditawarkan. Hal ini mengakibatkan solusi yang dicari akan semakin rumit atau solusi tunggal hampir tidak ada. Beragam solusi yang ditawarkan bergantung pada sudut pandang yang diambil. Informasi untuk memecahkan masalah tidak pernah lengkap sehingga tidak akan pernah ada sebuah solusi yang dapat dijamin kebenarannya.

17 Setelah isu ditentukan berikutnya adalah menentukan tujuan pemodelan itu sendiri. Tujuan pemodelan akan menentukan metode pemodelan, ketelitian pemodelan, dan jenis pemodelan itu sendiri. Tujuan pemodelan harus dinyatakan secara eksplisit. Ketersediaan sumberdaya yang ada seperti waktu, dana dan data yang tersedia haruslah menjadi pertimbangan suatu tujuan model. Ketersediaan data harus menjadi pertimbangan agar tujuan pemodelan tidak terlalu tinggi untuk dapat dicapai melalui model yang dibangun. Langkah selanjutnya adalah menentukan batasan dari model. Batasan model menunjukkan komponen apa saja yang masuk atau tidak termasuk ke dalam model. Komponen yang tidak termasuk ke dalam pemodelan disebut sebagai lingkungan. Batasan dapat berupa batas ruang, waktu, dan isu Formulasi Konseptual Fase ini ditujukan agar orang dapat dengan mudah mengikuti pola pikir yang tertuang pada model, sehingga kerumitan pada model harus dihindari. Model konseptual yang dibuat menggambarkan secara menyeluruh model yang akan dibuat. Fase ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang terlibat dan dimasukkan dalam pemodelan. Komponen-komponen tersebut kemudian dicari interrelasinya satu sama lain menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab akibat, diagram stok dan aliran atau diagram sekuens (sequence diagram). Perilaku dan hubungan antar komponen sebaiknya juga digambarkan pada fase ini Spesifikasi Model Pada fase ini dilakukan kuantifikasi model. Jika pada model konseptual, hubungan dua komponen dapat digambarkan dengan anak panah, maka pada fase ini spesifikasi model anak panah tersebut dapat berupa persamaan numerik dengan satuan-satuan yang jelas. Peubah waktu yang dipakai dalam keseluruhan model harus ditetapkan. Komponen-komponen yang terlibat dalam pemodelan, namun kita tidak memahami lebih lanjut harus dikeluarkan dari model. Persamaan-persamaan yang dipakai dalam model harus disebutkan darimana asalnya, apakah berdasarkan suatu rujukan atau hasil kreasi sendiri. Suatu kreasi persamaan bisa dilakukan dengan melakukan regresi dari data yang tersedia atau dugaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Fase ini menuntut pengetahuan memadai dalam pemakaian perangkat bantu seperti perangkat lunak (software) STELLA, VENSIM, POWERSIM, SIMILE, CORMAS, dan lain-lain. Dalam fase ini, pemrograman dilakukan. Fase ini dilakukan dari yang sederhana dan memastikan bahwa persamaan dan pemrograman benar. Bila terdapat kesalahan dalam model yang sederhana ini, maka yang lebih rumit pun pasti salah Evaluasi Model Evaluasi model dilakukan dengan mengamati kelogisan model dan membandingkannya dengan dunia nyata. Setiap model diamati apakah relasirelasi yang ada logis atau tidak. Setelah setiap bagian model diamati dan dianggap logis, maka perlu diamati bagaimana hubungan antar bagian tersebut untuk menjadi model yang utuh. Jika keseluruhan model sudah logis, tahap pertama dari fase evaluasi model dapat diselesaikan. 5

18 6 Model dapat dikatakan logis berarti ada penalaran yang memadai dari relasirelasi tersebut. Logis berarti bahwa semua persamaan sesuai dengan apa yang dipercayai orang atau dengan kata lain sesuai dengan paradigma yang ada. Setiap model harus memiliki keberanian untuk berbeda dengan paradigma yang ada karena pada awalnya pemodelan sistem adalah suatu paradigma baru yang berlawanan arah dengan paradigma lama yang cenderung spesialisasi berlebihan pada setiap bidang ilmu pengetahuan. Tahap kedua adalah mengamati apakah perilaku model sesuai dengan harapan atau perkiraan yang digambarkan pada fase konseptualisasi model. Tahap ketiga evaluasi adalah membandingkan antara perilaku model dengan data yang didapat dari sistem atau dunia nyata. Misalnya model harus dapat dieksekusi pada rentang waktu batasan model. Kesesuaian model dengan dunia nyata adalah penting, tetapi lebih penting adalah bagaimana model tersebut bisa dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemodelan yang dilakukan Penggunaan Model Pada tahap ini model yang telah dikembangkan diaplikasikan pada skenarioskenario yang telah ditentukan melalui simulasi skenario yng telah dibuat. Hasil simulasi tersebut kemudian dikerucutkan pada skenario yang memenuhi tujuan pemodelan. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi isu 3.1 Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan Berkurangnya luas hutan yang ada akan sangat mempengaruhi fungsi hutan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon yang ada dari atmosfer. Peningkatan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim atau yang dikenal dengan climate change. Dewasa ini, telah mulai digalakkan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global tersebut seperti pemerintah yang berusaha mengurangi tingkat emisi karbon di Indonesia dengan program REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation). Provinsi Jawa Tengah berdasarkan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004 memiliki kawasan hutan seluas ha. Sedangkan untuk hutan rakyat, Provinsi Jawa Tengah memiliki luas sebesar ha (Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2011) yang terus meningkat luasannya beberapa tahun terakhir. Keadaan ini bisa membuat Provinsi Jawa Tengah turut mensukseskan program REDD+ yang dicanangkan oleh pemerintah Tujuan Tujuan dari pemodelan ini adalah untuk membangun sebuah model dinamika sistem mengenai pola penggunaan kawasan hutan dan non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah serta pengaruhnya terhadap pendugaan simpanan karbon.

19 3.1.3 Batasan Batasan dari model yang dibangun adalah data luas mengenai penggunaan kawasan hutan, perkebunan dan pertanian yang bersumber dari data statistik kehutanan dan perkebunan Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 sampai dengan tahun Model dibangun dengan basis data luas dan mengesampingkan kualitas dari kawasan hutan maupun non kawasan hutan. 3.2 Formulasi Model Konseptual Provinsi Jawa Tengah mempunyai kawasan hutan (KH) berdasarkan fungsinya berupa hutan produksi tetap (HP), hutan produksi terbatas (HPT), hutan konservasi (HK), dan hutan lindung (HL) yang ditetapkan melalui SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004. Pengelolaan hutan produksi dilakukan oleh Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah yaitu berupa hutan tanaman (HT) dan sistem agroforestry. Selain itu juga terdapat kawasan berfungsi hutan berupa hutan rakyat (HR) yang status kepemilikan lahannya merupakan lahan pribadi. 7 Stok Karbon PinjamPakai Hutan Konservasi Alih Fungsi Faktor konversi Hutan Rakyat Laju Kegiatan RehabilitasiHutanLahan Laju perkembangan HR Tambang ReturnPinjamPakai ReturnPinjamPakai Ht Produksi Hutan Lindung Agroforestry + + Biomassa Pertanian Laju Perkembangan Lahan Pertanian PinjamPakai Ht Produksi Hutan Produksi Hutan Tanaman perkebunan Laju Perkembangan Lahan Perkebunan Kawasan Hutan Rusak Laju RehabilitasiHutanLahan Laju Degradasi Hutan Kawasan Hutan Laju Reforestasi Laju Deforestasi Non Kawasan Hutan Gambar 2 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan Pendugaan simpanan karbon dikembangkan melalui submodel kegiatan alih fungsi lahan dan submodel dinamika tegakan pada kawasan berhutan dan non kawasan hutan yang berpotensi memiliki simpanan karbon. Pada submodel kegiatan alih fungsi lahan menggambarkan perubahan fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan yang terjadi di hutan produksi dan hutan lindung yang berubah fungsi menjadi areal tambang serta hutan lindung yang berubah fungsi menjadi hutan konservasi. Kawasan hutan mengalami degradasi hutan menjadi kawasan hutan rusak (KHR) dan mengalami deforestasi menjadi non kawasan hutan (NKH). Submodel dinamika tegakan pada kawasan hutan menggambarkan dinamika tegakan di hutan produksi yang dikelompokkan menjadi agroforestri dan hutan tanaman yang meliputi hutan jati dan hutan rimba campuran. Pada submodel pendugaan karbon non kawasan hutan menggambarkan dinamika

20 8 simpanan karbon di perkebunan, pertanian, dan dinamika tegakan di hutan rakyat yang terbagi atas hutan jati, hutan sengon dan hutan mahoni. Gambaran-gambaran dari submodel tersebut akan saling berhubungan dan menghasilkan pendugaan biomassa dan dikonversikan menjadi simpanan karbon (C stock) berdasarkan persamaan dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 3.3 Spesifikasi Model Submodel Dinamika Kawasan Hutan Provinsi Jawa Tengah memiliki kawasan hutan seluas ha berdasarkan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004. Pada perkembangannya, luas kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah mengalami perubahan karena adanya lahan yang diperuntukan untuk penggunaan lain. Data Kemenhut (2009) menyatakan bahwa kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah mengalami deforestasi rata-rata sebesar ha/tahun. Degradasi hutan juga terjadi di kawasan hutan akibat kebakaran hutan sebesar ha/tahun dan pembalakan liar sebesar 414 ha/tahun. Tabel 1 Data perkembangan penggunaan kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah Tahun Tanah Masuk (TM) Tukar menukar (ha) Tanah Keluar (TK) Alih fungsi (ha) Pelepasan (ha) Pinjam pakai (ha) Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah ( ) (-) tidak ada kegiatan Selanjutnya data perkembangan penggunaan kawasan hutan dari Tabel 1 disimulasikan ke dalam model seperti yang tersaji pada Gambar 3. Gambar 3 menjelaskan mengenai adanya kegiatan alih fungsi dari HL menjadi HK kemudian adanya pinjam pakai HP dan HL menjadi tambang dan kegiatan tukar menukar di areal HP menjadi non kawasan hutan. Deforestasi yang terjadi di kawasan hutan menyebabkan penurunan luasan kawasan hutan, sedangkan degradasi hutan hanya mengakibatkan kerusakan berupa berkurangnya tutupan lahan di kawasan hutan menjadi kawasan hutan rusak tanpa mempengaruhi luas kawasan hutan.

21 9 Dinamika Kawasan Hutan Jawa Tengah KHR Degradasi hutan ~ Intensitas dh pgunaan kwsn TM Alih Fungsi HK ~ HL HP PP RPP Pinjam pakai PP HP Tambang Deforestasi NKH ~ Tn klr ~ Tn msk RPP HP Intensitas df TK HPT Gambar 3 Submodel dinamika kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah Luas (ha) Gambar 4 Dinamika kawasan hutan Grafik pada Gambar 4 di atas menyajikan perkembangan luas tutupan kawasan hutan dari submodel yang dibangun. Luas tutupan kawasan hutan dari tahun 2004 hingga 2050 terus mengalami penurunan dari ha pada tahun 2004 terus mengalami penurunan menjadi ha pada tahun 2050 pada kondisi alami atau bussines as ussual (BAU) Submodel Hutan Rakyat Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki hutan rakyat yang terus berkembang. Luas hutan rakyat terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2004, hutan rakyat memiliki luas ha dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2011 menjadi ha. Jenis yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah jenis Sengon (Paraserienthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla), dan Jati (Tectona grandis). Submodel hutan rakyat mensimulasikan dinamika tegakan yang terjadi di hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah. Submodel yang dibangun adalah untuk menyajikan dinamika tegakan

22 10 untuk mengetahui jumlah pohon yang ada sehingga bisa digunakan untuk membangun submodel dinamika karbon Provinsi Jawa Tengah. Tabel 2 Komponen tegakan hutan Provinsi Jawa Tengah Jenis pohon Jati(Tectona grandis) Mahoni (Swietenia macrophylla) Sengon (Paraserienthes falcataria) Pinus (Pinus merkusii) Jarak tanam (m) Intensitas penjarangan (%) Daur (tahun) Sumber Pustaka 3x3 0,05 30 Lestari (2011) 4x2 0,05 30 Krisnawati (2011) 3x3 0,05 10 Krisnawati (2011) 3x3 0,05 35 Dinas Kehutanan Jawa Tengah (2011) Tegakan Hutan Rakyat Mahoni per Hektar Nha Mahoni daur M Tanam M Panen M JT2 penjarangan M intensitas penjarangan M Tegakan Hutan Rakyat Sengon per Hektar Nha Sengon daur S Tanam S Panen S JT3 penjarangan S intensitas penjarangan S Gambar 5 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat per hektar

23 Pada Gambar 5 jumlah pohon perhektar digambarkan sebagai stock (bentuk persegi). Tanam (inflow), penjarangan (outflow) dan panen (outflow) adalah variabel yang mempengaruhi stock. Variabel jarak tanam (JT) mempengaruhi tanam. Variabel daur mempengaruhi tanam dan panen, sedangkan variabel intensitas penjarangan mempengaruhi penjarangan. Submodel hutan rakyat dibangun menjadi dua bagian yaitu bagian tegakan pohon per hektar dan bagian tegakan pohon luas keseluruhan. Simulasi hutan rakyat dibangun dengan asumsi hutan rakyat menggunakan sistem silvikultur monokultur dengan sistem tebang habis pada umur daur. 11 Gambar 6 Dinamika tegakan hutan rakyat per hektar Gambar 6 menyajikan grafik mengenai dinamika tegakan hutan rakyat per hektar (Nha). Kurva yang terbentuk tersebut diperoleh karena adanya daur panen dan penjarangan. Jumlah pohon jati, mahoni, sengon per hektar yang diperoleh dari model yang dibangun secara berturut-turut adalah pohon/ha, pohon/ha, dan pohon/ha pada awal daur dan terus menurun akibat adanya penjarangan selama masa daur. Jumlah pohon jati, mahoni, sengon di akhir daur untuk dipanen secara berturut-turut adalah 860 pohon/ha, 873 pohon/ha dan 905 pohon/ha. Jumlah Pohon Jumlah Pohon (N/ha) Gambar 7 Dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah

24 12 Grafik pada Gambar 7 menyajikan hal yang berbeda dengan grafik pada Gambar 6. Perbedaan pada Gambar 7, grafik yang disajikan relatif mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena luas hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah yang selalu mengalami kenaikan luasan tiap tahunnya sehingga jumlah pohonnya pun ikut mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sedangkan submodel dinamika tegakan hutan rakyat dibangun seperti yang tersaji pada Gambar 8. Tegakan Hutan Rakyat jati Jateng ~ permit HR daur HR Jati Tanam2 Panen2 JT penjarangan J2 intensitas penjarangan J2 Tegakan Hutan Rakyat Mahoni Jateng ~ permit daur HR Mahoni Tanam M2 Panen M2 JT penjarangan M2 intensitas penjarangan M2 Tegakan Hutan Rakyat Sengon Jateng ~ permit daur HR Sengon Tanam S2 Panen S2 JT penjarangan S2 intensitas penjarangan S2 Gambar 8 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah Submodel Hutan Tanaman Selain hutan rakyat, Provinsi Jawa Tengah juga terdapat hutan tanaman yang dikelola oleh Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Hutan tanaman yang terdapat di perhutani berupa hutan tanaman Jati (T grandis) dan hutan tanaman rimba campuran yaitu jenis Pinus (P merkusii) dan Mahoni (S macrophylla). Submodel yang dikembangkan sama dengan submodel hutan rakyat. Sistem silvikultur yang digunakan adalah monokultur dan sistem tebang habis pada umur daur. Hanya saja, pada hutan tanaman memperlihatkan hasil yang cenderung menurun seperti yang tersaji di Gambar 9 dan Gambar 10. Hal ini sesuai dengan kenyataan, yaitu luasan hutan tanaman yang cenderung menurun.

25 13 Gambar 9 Dinamika tegakan hutan tanaman jati Gambar 10 Dinamika tegakan hutan tanaman rimba Submodel Non Kawasan hutan Areal non kawasan hutan yang disimulasikan adalah perkebunan, sawah, ladang dan padang rumput. Komoditas perkebunan yang digunakan dalam pemodelan berupa cengkeh, kakao, karet, kopi, kapok, teh, kelapa, tembakau, tebu, dan jambu mete. Simulasi model hanya menggunakan komoditas tersebut karena komoditas tersebut memiliki luas terbesar, sedangkan komoditas lainnya hanya memiliki luas yang kecil dan tidak mempengaruhi hasil pendugaan karbon perkebunan. Luas (ha) Jumlah Pohon Jumlah Pohon Gambar 11 Dinamika luas non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah

26 14 Hasil yang disajikan di Gambar 11 menunjukan hasil kenaikan secara linier. Hal ini dikarenakan setelah tahun 2012, grafik merupakan hasil persamaan regresi linier dari data luas masing-masing sektor. Model juga dibangun dengan mengesampingkan faktor-faktor lain seperti kebakaran, bencana alam, penyakit, dan tindakan lainnya yang dapat mempengaruhi dinamika luas non kawasan hutan. Sektor yang menyumbang simpanan karbon terbesar adalah dari sektor perkebunan Submodel Rehabilitasi Hutan dan Lahan Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dilaksanakan untuk mengembalikan atau meningkatkan kualitas dan fungsi dari lahan kritis baik di dalam kawasan hutan maupun luar kawasan hutan yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan kegiatan RHL beberapa tahun terakhir yang terangkum dalam Tabel 3. Tabel 3 Luas areal kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan Sumber: Kemenhut (2009) Tahun Luas (ha) Rata-rata luas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sebesar ha/tahun. Data tersebut kemudian dikembangkan menjadi model untuk menduga besaran karbon yang diserap. Submodel yang dikembangkan tersaji pada Gambar 12. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Pohon RHL tanamrhl matirhl JTrhl Luas RHL C RHL BiomassaSengon R H L Gambar 12 Submodel rehabilitasi hutan dan lahan

27 15 Simpanan Karbon (Ton C) Gambar 13 Hasil simulasi simpanan karbon hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan meningkatkan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah. Penghitungan simpanan karbon dilakukan dengan cara mengkalikan luas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan faktor konversi karbon. Gambar 13 menyajikan hasil simulasi model RHL. Pada tahun 2050, simulasi model menunjukkan karbon yang berhasil diserap adalah sebesar ton Submodel Dinamika Simpanan Karbon Kawasan Berhutan Pendugaan nilai simpanan karbon kawasan hutan menggunakan penelitianpenelitian sebelumnya mengenai simpanan karbon seperti yang tersaji di Tabel 4. Tabel 4 Simpanan karbon berdasarkan jenis penggunaan lahan Jenis Penggunaan Lahan Cadangan Karbon (ton/ha) Sumber Pustaka Hutan Primer Tresnawan dan Rosalina (2002) Hutan Bekas Tebangan Tresnawan dan Rosalina (2002) Hutan Pinus 74.6 Gintings (1997) Agroforestry 41.1 Rusolono (2006) Metode pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan pada penelitian ini mengacu pada metode perhitungan IPCC (2006) untuk sektor AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use) dimana untuk mendapatkan nilai emisi/ serapan GRK menggunakan rumus: Keterangan : DA = Data aktifitas (ha) FE = Faktor emisi (tonc/ha) Emisi/ Serapan GRK = DA X FE Pendugaan simpanan karbon juga menggunakan biomassa hasil persamaanpersamaan alometrik penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang tersaji pada Tabel 5. Biomassa dapat digunakan untuk menduga simpanan karbon yang tersimpan dalam vegetasi karena 47% biomassa tersusun oleh karbon (IPCC 2006).

28 16 Jenis Pohon Tabel 5 Persamaan allometrik berdasarkan jenis pohon Persamaan Allometrik (kg/pohon) Sumber Pustaka Jati (Tectona grandis) B=0.153xD Sutaryo (2009) Mahoni (Swietenia macrophylla) B=0.048xD 2.68 Sutaryo (2009) Sengon (Paraserianthes falcataria) B=0.049xD Sutaryo (2009) Keterangan: B=biomassa (kg/pohon), D=diameter (cm) Data dari Tabel 4 dan Tabel 5, kemudian digunakan untuk membangun model pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan seperti pada Gambar 14. Sub model Pendugaan karbon KH Jateng HR Maho HR Sengo HR Ja C HT C HR C Mahoni HR C Sengon Agrofores Faktor Konve C Agrof KH Biomassa C Pembalakan L C KH C Jati C Jati HT C Pinus HT Ja HT Pinu NK c khr C Mahoni HT HT Maho C nonkh C HPT C HP C HK C HL C pgunaan kws HP H H H Gambar 14 Submodel pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah Simpanan Karbon (Ton C) Gambar 15 Dinamika simpanan karbon kawasan hutan

29 Gambar 15 menyajikan simpanan karbon kawasan hutan yang cenderung mengalami tren negatif, yaitu terjadi penurunan hingga akhir periode simulasi. Penurunan simpanan karbon ini terjadi karena adanya deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di kawasan hutan. Pada tahun 2004, simpanan karbon kawasan hutan sebesar mega ton dan menurun menjadi 59.3 mega ton di tahun 2050 atau kehilangan simpanan karbon sebesar 79 mega ton karbon pada kondisi BAU. Deforestasi menyebabkan kawasan hutan kehilangan simpanan karbon sebesar 1 mega ton/tahun. Degradasi hutan berupa kebakaran hutan dan pembalakan liar melepaskan simpanan karbon sebesar 0.7 mega ton/tahun. 17 Simpanan Karbon (Ton C) Simpanan Karbon (Ton C) Gambar 16 Dinamika simpanan karbon hutan rakyat Gambar 16 menyajikan hasil simulasi simpanan karbon HR yang relatif mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini berbanding lurus dengan luas HR yang selalu meningkat setiap tahunnya. Simpanan karbon HR hingga tahun 2004 sebesar 22.5 mega ton dan akan terus meningkat menjadi mega ton pada tahun Sektor selanjutnya adalah agroforestri. Agroforestri yang berkembang di Provinsi Jawa Tengah memiliki sistem tumpang sari. Tumpang sari tersebut berupa tanaman kehutanan yang ditanam bersama dengan tanaman pertanian seperti kedelai, kacang tanah, jagung, padi, dan lain sebagainya. Gambar 17 Dinamika simpanan karbon hutan tanaman dan agroforestri Hasil yang tersaji pada Gambar 17 menunjukan bahwa simpanan karbon yang diperoleh dari sistem agroforestri mengalami fluktuasi sampai tahun Simpanan karbon agroforestry sampai dengan tahun 2012 sebesar 2.35 mega ton.

30 18 Setelah itu grafik secara konstan mengalami kenaikan hingga tahun 2050 simpanan karbon agroforestry menjadi 5.14 mega ton. Fluktuasi tersebut terjadi karena model yang dibangun sampai tahun 2012 berasal dari data yang diperoleh, sedangkan untuk tahun 2013 hingga akhir periode simulasi merupakan hasil dari regresi linier data agroforestri. Kemudian untuk grafik hutan tanaman cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2004 simpanan karbon hutan tanaman sebesar 6.3 mega ton dan menurun menjadi 3.2 mega ton pada tahun Simpanan Karbon (Ton C) Gambar 18 Dinamika total simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah Gambar 18 memperlihatkan bahwa simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah hingga tahun 2004 adalah sebesar mega ton dan jika berada di kondisi BAU, simpanan karbon kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah akan terus menurun dan di tahun 2050, simpanan karbon hanya sebesar mega ton atau kehilangan 62.4 mega ton selama periode simulasi. Total simpanan karbon kawasan berhutan paling besar dipengaruhi oleh simpanan karbon hutan rakyat dan simpanan karbon kawasan hutan Submodel Dinamika Simpanan Karbon Non Kawasan hutan Jenis Penggunaan Lahan Tabel 6 Simpanan karbon non kawasan hutan Cadangan Karbon (ton/ha) Sumber Pustaka Sawah 2.8 Rakhmawati (2012) Ladang 1.1 Kurniawan et al (2010) Padang Rumput 10 Muzahid (2008) Kebun Cengkeh 2.6 Yuwono et al (2012) Kebun Kakao 7.1 Yuwono et al (2012) Kebun Teh 16.3 Haryadi (2005) Kebun Karet Widayati et al (2005) Kebun Kopi 52 Yuwono et al (2012) Kebun Kelapa 1.2 Brown (1997)

31 19 Agroforestry 41.1 Rusolono (2006) Semak Belukar 15 Muzahid (2008) Data mengenai perkembangan luas kawasan dan faktor emisi tersebut kemudian digunakan untuk membangun model pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan tersaji pada Gambar 19. Sub Model Pendugaan Karbon NKH Jateng Kaka Cengke Kapo C Kakao C Cengkeh C Kapok Tembaka Ladan C Tembakau C Ladang Cstk Kop Pd Rump C Kopi C Pd Rumput C NKH Kare Sawa C Karet C Sawah Te C Teh C Jambumete C Tebu C Kelapa Jambu Me Teb Kelap Gambar 19 Submodel pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah Pendugaan simpanan karbon di kawasan non hutan menggunakan metode penghitungan IPCC (2006) yaitu dengan mengkalikan luas kawasan dengan faktor emisi karbon. Simpanan Karbon (Ton C) Gambar 20 Dinamika simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah.

32 20 Submodel pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah dibangun berdasarkan penggunaan lahan kawasan non hutan yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu berupa perkebunan, sawah, ladang, dan padang rumput. Komoditas perkebunan yang digunakan untuk membangun model yaitu berupa cengkeh, kakao, karet, kopi, kapok, teh, kelapa, tembakau, tebu, dan jambu mete. Model juga dibangun dengan mengesampingkan faktor-faktor lain seperti kebakaran, bencana alam, penyakit. Hasil simulasi tersaji dalam grafik yang disajikan Gambar 20 menunjukan bahwa simpanan karbon non kawasan hutan relatif mengalami kenaikan secara linier. Grafik berbentuk linier karena grafik tersebut merupakan hasil regresi linier luas kawasan non hutan yang dikonversikan menjadi simpanan karbon. Pada tahun 2012 simpanan karbon non kawasan hutan sebesar mega ton dan meningkat menjadi mega ton pada tahun Sektor perkebunan dan sawah menjadi penyumbang simpanan karbon terbesar Submodel Dinamika Simpanan Karbon Provinsi Jawa Tengah Submodel pendugaan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah yang dibangun merupakan hasil keluaran dari submodel-submodel yang telah dibangun sebelumnya. Hasil dari simulasi submodel dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah tersaji dalam Gambar 21. Simpanan Karbon (Ton C) Gambar 21 Dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah Simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah lebih banyak disumbangkan oleh sektor kawasan hutan. Berdasarkan hasil simulasi, simpanan karbon mengalami kondisi fluktuatif hingga tahun Setelah itu, simpanan karena relatif mengalami penurunan. Simpanan karbon cenderung terus menurun karena dipengaruhi oleh simpanan karbon kawasan hutan yang selalu menurun akibat adanya deforestasi dan degradasi hutan. Simpanan karbon hutan rakyat dan non kawasan hutan yang selalu meningkat masih belum mampu menutupi simpanan yang lepas akibat deforestasi dan degradasi hutan. Simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah terus menurun dari mega ton menjadi mega ton selama periode simulasi.

33 Evaluasi Model Evaluasi model dilakukan untuk membandingkan perilaku model yang dibangun dengan kondisi nyata. Evaluasi model menggunakan kriteria kelogisan dan perbandingan perilaku model dengan pola yang diharapkan dan perbandingan perilaku model dengan sistem nyata (Purnomo 2012). Evaluasi model dilakukan dari model secara keseluruhan kemudian ke setiap submodel yang dikembangkan. Model dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah memiliki relasi-relasi antar bagian dari model yang logis untuk dibangun sebagai satu kesatuan model. Bagian-bagian dari model yang dibangun memiliki hubungan yang saling terkait untuk menghasilkan model yang diharapkan. Perilaku yang ditunjukan oleh model yang dibangun sesuai dengan yang diharapkan dan sesuai dengan sistem nyata. Hasil dari model yang dibangun dibandingkan dengan data statistik yang diperoleh dan menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda. Tabel 7 Evaluasi model Model Kelogisan Perbandingan perilaku model dengan pola yang diharapkan Model secara keseluruhan Ya Sesuai Submodel dinamika kawasan hutan Ya Sesuai Submodel hutan rakyat Ya Sesuai Submodel hutan tanaman Ya Sesuai Submodel non kawasan hutan Ya Sesuai Submodel rehabilitasi hutan dan lahan Ya Sesuai Submodel dinamika simpanan karbon kawasan berhutan Submodel dinamika simpanan karbon non kawasan hutan Submodel dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah Ya Ya Ya Sesuai Sesuai Sesuai Model yang dibangun menunjukan bahwa simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah terus mengalami penurunan hingga akhir periode simulasi. Hasil ini sesuai dengan data statistik kehutanan dan perkebunan Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2004 hingga 2012 dan keadaan di lapangan. 3.5 Penggunaan Model Model yang telah dibangun harus bisa digunakan untuk skenario-skenario sesuai dengan tujuan model. Model yang dibangun dapat digunakan sebagai baseline untuk skenario-skenario yang akan digunakan. Skenario yang digunakan adalah skenario yang bertujuan untuk meningkatkan serapan karbon dan konservasi karbon hutan.

34 Skenario Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Tengah memiliki luas lahan kritis mencapai ha pada tahun Pemerintah selama ini telah melakukan kegiatan untuk merehabilitasi lahan kritis tersebut. Laju rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan pemerintah sekitar ha/tahun. Skenario rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan meningkatkan luasan menjadi 2 kali lipat dari luasan rehabilitasi hutan dan lahan aktual. Skenario dilakukan mulai dari tahun 2014 hingga akhir periode simulasi. Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario RHL Gambar 22 Simulasi skenario rehabilitasi hutan dan lahan Gambar 22 menyajikan grafik simulasi pada kondisi BAU hingga tahun 2050 menunjukan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah sebesar mega ton. dengan adanya penerapan skenario peningkatan luas rehabilitasi hutan dan lahan meningkatkan simpanan karbon sebesar 0.6 mega ton menjadi mega ton Skenario Penegakan Hukum Pembalakan liar dan kebakaran hutan merupakan hal yang merugikan baik secara ekonomi dan lingkungan. Setiap tahun, negara terus dirugikan akibat aktivitas pembalakan liar serta kebakaran hutan. Setiap tahunnya kawasan hutan juga terus mengalami kehilangan simpanan karbon. Simpanan Karbon (Ton C) Simpanan Karbon (Ton C) Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario penegakan hukum Gambar 23 Simulasi skenario penegakan hukum

35 Upaya penanggulangan dari pemerintah sebenarnya telah dilakukan dengan keluarnya peraturan-peraturan untuk mencegah terjadinya aktivitas pembalakan liar. Hanya saja, upaya penegakan hukum di lapangan masih kurang maksimal. Skenario penegakan hukum dibuat dengan asumsi bahwa penegakan hukum dan pengawasan dilaksanakan secara maksimal sehingga aktivitas pembalakan liar dan kebakaran hutan dapat ditekan hingga angka minimal. Hasil dari simulasi skenario penegakan hukum disajikan pada Gambar 23. Dengan adanya skenario penegakan hukum, diharapkan simpanan karbon yang hilang akan menurun. Penerapan skenario penegakan hukum meningkatkan simpanan karbon pada akhir periode simulasi sebesar 23.5 mega ton menjadi mega ton Skenario Evaluasi Pengelolaan Hutan Tanaman Hutan tanaman di Provinsi Jawa Tengah dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Beberapa tahun belakangan ini, luas pengelolaan hutan tanaman oleh perhutani cenderung mengalami penurunan. Hal ini tentunya berdampak pada penurunan simpanan karbon. Keadaan ini dapat diubah dengan memperbaiki kinerja pengelolaan hutan tanaman. Skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman dibangun untuk memperbaiki tren yang ada saat ini. Skenario ini dibangun dengan asumsi jika luas pengelolaan hutan tanaman ditingkatkan menjadi 1.5 kali luasan yang telah dikelola hingga saat ini dan adanya penghentian aktivitas penebangan selama 5 tahun untuk memperbaiki ekosistem hutan tanaman. Skenario diterapkan mulai tahun 2014 dan hasilnya seperti yang tersaji pada grafik di Gambar Jumlah Pohon Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario evaluasi pengelolaan HT Gambar 24 Simulasi dinamika tegakan skenario evaluasi pengelolaan HT Ketika skenario diterapkan, pada tahun 2014 hingga tahun 2019 merupakan waktu ketika aktivitas penebangan dihentikan dan mulai dilakukan perluasan area pengelolaan. Pada rentang waktu tersebut terjadi peningkatan jumlah pohon. Grafik akan mulai mengalami penurunan ketika aktivitas penebangan kembali dilakukan.

36 24 Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario evaluasi pengelolaan HT Gambar 25 Simulasi simpanan karbon skenario evaluasi pengelolaan HT Gambar 25 menyajikan hasil simulasi pada kondisi BAU hingga tahun 2050 menunjukkan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah sebesar mega ton. penerapan skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman mampu meningkatkan simpanan karbon sebesar 2 mega ton Skenario Provinsi Konservasi Skenario Provinsi Konservasi dibangun berdasarkan pada model yang telah ada, dengan mengasumsikan bahwa semua kegiatan yang dapat mengurangi luas kawasan hutan setelah tahun 2013 dihentikan. Gambar 26 menyajikan hasil simulasi jika skenario provinsi konservasi diterapkan. Simpanan Karbon (Ton C) Simpanan Karbon (Ton C) Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario provinsi konservasi Gambar 26 Simulasi skenario provinsi konservasi Penerapan skenario provinsi konservasi mampu menahan hilangnya simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah. Simulasi pada kondisi BAU hingga tahun 2050 menunjukkan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah sebesar mega ton. penerapan skenario provinsi konservasi dimulai tahun 2014 dan dapat meningkatkan simpanan karbon sebesar 36.1 mega ton.

37 25 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Hasil pemodelan mengenai dinamika simpanan karbon yang dibangun menunjukan bahwa Provinsi Jawa Tengah mempunyai simpanan karbon yang cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Faktor yang paling mempengaruhi adalah laju deforestasi dan degradasi hutan yang besar di kawasan hutan setiap tahunnya. Simpanan karbon pada tahun 2004 sebesar mega ton dan menurun sebesar 49.1 mega ton menjadi mega ton pada tahun Skenario pilihan yang dibangun dalam penelitian ini untuk mempertahankan dan meningkatkan simpanan karbon adalah skenario rehabilitasi hutan dan lahan, skenario penegakan hukum, skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman, dan skenario provinsi konservasi. Hasil simulasi keempat skenario tersebut berdampak positif terhadap peningkatan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah. 4.2 Saran Upaya mitigasi perubahan iklim perlu dilakukan setiap waktu untuk mempertahankan simpanan karbon. Penelitian-penelitian serupa terkait dinamika simpanan karbon perlu dilakukan di provinsi lainnya untuk mengetahui dinamika simpanan karbon Indonesia. Penelitian yang lebih mendalam mengenai nilai ekonomi yang akan diperoleh dan dampak sosial yang akan ditimbulkan jika skenario Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) diterapkan di Provinsi Jawa Tengah juga perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Brown, S Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. FAO, Forestry Paper 134. A Forest Resource Assessment Publication, Rome. Pp,1. Budiharto Penentuan rujukan dan skenario pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID) Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

MODEL DINAMIKA SIMPANAN KARBON KAWASAN HUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT RAMDHANI

MODEL DINAMIKA SIMPANAN KARBON KAWASAN HUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT RAMDHANI MODEL DINAMIKA SIMPANAN KARBON KAWASAN HUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT RAMDHANI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 203 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Masalah Pelaksanaan pengelolaan hutan yang dilaksanakan selama ini (BAU) mengakibatkan menurunnya luas kawasan hutan dan tutupan bervegetasi hutan. Tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan ISSN : 085-787X Policy Daftar Isi Volume 4 No. Tahun 010 Profil Emisi Sektor Kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN Asef K. Hardjana dan Suryanto Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Dalam rangka persiapan pelaksanaan

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA AKSI MITIGASI 9S TRATEGI PELAKSANAAN RENCANA TATA GUNA LAHAN

RENCANA AKSI MITIGASI 9S TRATEGI PELAKSANAAN RENCANA TATA GUNA LAHAN RENCANA AKSI MITIGASI 9S TRATEGI PELAKSANAAN RENCANA TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI KELOMPOK KERJA PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI HIJAU KABUPATEN BANYUMAS 0 1 6 Pengantar Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Ari Wibowo ariwibowo61@yahoo.com PUSLITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEMINAR NASIONAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

MODEL DINAMIKA SIMPANAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT YUDHA UTAMA

MODEL DINAMIKA SIMPANAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT YUDHA UTAMA MODEL DINAMIKA SIMPANAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT YUDHA UTAMA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU

MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU 1 MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU Ika Lestari Hutasuhut E151160111 Departemen Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

Pemodelan Dinamika Sistem Untuk Pengelolaan Hutan Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Pemodelan Dinamika Sistem Untuk Pengelolaan Hutan Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Pemodelan Dinamika Sistem Untuk Pengelolaan Hutan Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Nur Indah Ristiana 1, Budi Kuncahyo 2 1 Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2 Dosen Sekolah

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat (TGHK) 1 seluas 140,4 juta hektar terdiri atas kawasan hutan tetap seluas 113,8 juta hektar

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Pendugaan Karbon Pada Perubahan Penggunaan Lahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Pendugaan Karbon Pada Perubahan Penggunaan Lahan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Pendugaan Karbon Pada Perubahan Penggunaan Lahan Metode pendugaan karbon tersimpan pada berbagai jenis penggunaan lahan adalah hal penting dalam menduga besarnya perubahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

UPAYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK PENURUNAN EMISI KARBON ( Development efforts of Plantation Forest for Carbon Emission Reduction)

UPAYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK PENURUNAN EMISI KARBON ( Development efforts of Plantation Forest for Carbon Emission Reduction) UPAYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK PENURUNAN EMISI KARBON ( Development efforts of Plantation Forest for Carbon Emission Reduction) Oleh/ By : Indartik, Nunung Parlinah dan Mega Lugina 1 2

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas Kec.Mapanget Kota Manado Telp : (0431) 3666683 Email

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp

Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp Change of The Carbon Stock and It s Economic Value on the Conversion of Peat Swamp Forest

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA Forest Rehabilitation and Forestry Climate Change Mitigation in North Sulawesi Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni BALAI PENELITIAN

Lebih terperinci

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan di Indonesia tahun

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan di Indonesia tahun BRIEF NO. 29 Perubahan penggunaan dan tutupan lahan di Indonesia tahun 1990-2000-2005 foto: M. Thoha Zulkarnain Pemetaan penggunaan dan tutupan lahan sebagai data aktivitas Untuk mengumpulkan data aktivitas

Lebih terperinci

ISSN : X Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

ISSN : X Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Volume 5 No. 8 Tahun 2011 Strategi Penurunan Emisi Gas

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Seminar Regional Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan dalam Perspektif Tata Ruang LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Niken Sakuntaladewi (n.sakuntaladewi@yahoo.com) Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kupang,

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia Governors limate & Forests Task Force Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia Kata pengantar Gubernur Kalimantan Barat ornelis M.H West Kalimantan Governor Preface ornelis M.H Puji

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

Model Dinamika Perubahan Tutupan Hutan pada Kawasan Hutan Lindung Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah

Model Dinamika Perubahan Tutupan Hutan pada Kawasan Hutan Lindung Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah Model Dinamika Perubahan Tutupan Hutan pada Kawasan Hutan Lindung Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah Oktedy Andryansah, Budi Kuncahyo Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Sekolah

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODEL DINAMIKA KARBON TPTI DAN TPTJ DI IUPHHK-HA PT SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH TAUFIQ HIDAYAT

MODEL DINAMIKA KARBON TPTI DAN TPTJ DI IUPHHK-HA PT SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH TAUFIQ HIDAYAT MODEL DINAMIKA KARBON TPTI DAN TPTJ DI IUPHHK-HA PT SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH TAUFIQ HIDAYAT DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia Governors limate & Forests Task Force Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia Kata pengantar Gubernur Papua Barat - Abraham Octavianus Atururi West Papua Governor Preface - Abraham Octavianus

Lebih terperinci

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Perubahan Iklim dan SFM Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Dengan menghitung emisi secara netto untuk tahun 2000, perbedaan perkiraan emisi DNPI dan SNC sekitar 8 persen Sekotr lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul

Lebih terperinci